Anda di halaman 1dari 53

EVALUASI PROGRAM RUMAH SEHAT DI PUSKESMAS RAWAT INAP

PANJANG PERIODE 2017-2018

Oleh

dr. Anindya Andoko

Pembimbing:
dr. Susi Kania., M. Kes

PUSKESMAS PANJANG
BANDAR LAMPUNG
2022
KATA PENGANTAR

Terima kasihkepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan berkat dan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah evaluasi program ini.

Makalah dengan judul “Evaluasi Program Inspeksi Sanitasi Sarana Air

Minum di Kelurahan Pasir Gintung Wilayah Kerja UPT Puskesmas Rawat

Inap Simpur Periode Januari-Maret 2020” merupakan salah satu tugas dalam

kepaniteraan Ilmu Kedokteran Komunitas di Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Tutik

Ernawati, S.Ked, M.Gizi, Sp.GK, dr. Liskha Sari Sandiaty, S.Ked, M.Kes, dr.

Afia Marlita, S.Ked, drg. Febriyani Adelina, S.KG, dan Ibu Heriyani, SKM selaku

pembimbing makalah ini, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk

membimbing hingga terselesaikannya makalah ini. Penulis menyadari bahwa

masih banyak kekurangan pada makalah ini, akan tetapi dengan kerendahan hati

penulis berharap makalah ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan bagi dunia

pendidikan dan bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, November 2020

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 4
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................. 4
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Kesehatan Lingkungan...................................................................... 7
2.2 Pengawasan Sanitasi......................................................................... 9
2.3 Air Bersih dan Air Minum................................................................ 10
2.4 Standar Air Minum yang Berkualitas ............................................... 15

BAB III METODE EVALUASI


3.1 Tolak Ukur Penilaian ....................................................................... 17
3.2 Pengumpulan Data ........................................................................... 17
3.3 Cara Analisis .................................................................................... 18

BAB IV GAMBARAN WILAYAH KERJA


4.1 Gambaran Umum.............................................................................. 23
4.2 Gambaran Wilayah Geografis........................................................... 27
4.3 Keadaan Demografi........................................................................... 28
4.4 Sumber Daya Puskesmas.................................................................. 31

BAB V HASIL EVALUASI


5.1 Identifikasi Masalah.......................................................................... 34
5.2 Menetapkan Daftar Masalah dan Prioritas Masalah......................... 35
5.3 Kerangka Konsep ............................................................................. 36
5.4 Identifikasi Penyebab Masalah.......................................................... 37
5.5 Menetapkan Prioritas Penyebab Masalah......................................... 41

BAB VI ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH


6.1 Menyusun Alternatif Jalan Keluar ................................................... 44
6.2 Menentukan Prioritas Cara Pemecahan Masalah ............................. 45

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN


7.1 Kesimpulan ....................................................................................... 47
7.2 Saran ................................................................................................. 47

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 49

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi

sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah

harus sehat dan nyaman agar penghuninya dapat melakukan aktivitas sehari-

hari dengan aman tanpa adanya resiko atau gangguan. Konstruksi rumah

dan lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan

faktor risiko penularan berbagai jenis penyakit, khususnya penyakit yang

berbasis lingkungan (Dinkes, 2013).

Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan

ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan

kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu

investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pembangunan

kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. (PMKP No.30,

2016).

Menurut Depkes RI (2013) rumah sehat merupakan rumah yang

memenuhi kriteria minimal akses air minum, akses jamban sehat, lantai,

ventilasi, dan pencahayaan. Kriteria rumah sehat yang digunakan apabila

memenuhi tujuh kriteria, yaitu atap berplafon, dinding permanen

1
(tembok/papan), jenis lantai bukan tanah, tersedia jendela, ventilasi cukup,

pencahayaan alami cukup, dan tidak padat huni yaitu lebih besar atau sama

dengan 8 m2/orang (Kemenkes RI, 2012).

Persentase rumah yang memenuhi syarat kesehatan di Indonesia pada

tahun 2014 mencapai angka 61,81%, angka ini meningkat dibandingkan

pada tahun 2012 yang hanya mencapai 24,9%, akan tetapi angka tersebut

tersebut masih jauh dari target kesehatan rumah yang ingin dicapai

pemerintah Indonesia yakni sebesar 79%.

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kondisi rumah sehat

seseorang diantaranya adalah pendapatan keluarga, pengetahuan,

ketersediaan lahan, dan kelembapan. Dari keempat variabel tersebut

diperoleh bahwa pengetahuan paling berpengaruh terhadap status rumah

sehat yaitu orang dengan pengetahuan baik berpeluang 24 kali memiliki

rumah sehat dibandingkan dengan orang dengan pengetahuan buruk.

Selanjutnya adalah kelembapan rumah, dimana rumah dengan kelembapan

yang baik memiliki peluang rumah sehat 8 kali dibandingkan dengan

kelembapan rumah buruk. Dari segi pendapatan, orang dengan pendapatan

baik berpeliang memiliki rumah sehat 5 kali lipat dibandingkan dengan

orang dengan pendapatan kurang. Selanjutnya untuk persediaan lahan,

persediaan lahan yang baik hanya 0.4 kali berpotensi untuk rumah sehat.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas maka dalam penulisan ini, rumusan masalah yang

akan dibahas adalah:

2
1. Mengapa pelaksanaan program Rumah Sehat di UPT Puskesmas Rawat

Inap Panjang masih belum mencapai target?

2. Bagaimana solusi untuk mencapai target program Rumah Sehat di UPT

Puskesmas Rawat Inap Panjang pada periode masa kerja selanjutnya?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Tujuan umum

Dipahaminya Program Inspeksi Sanitasi Sarana Air Minum di wilayah

kerja UPT puskesmas rawat inap Simpur mulai perencanaan sampai

evaluasi program, secara menyeluruh, sehingga dapat meningkatkan

mutu dan jangkauan pelayanan pada masyarakat serta tercapainya

derajat kesehatan yang optimal.

b. Tujuan khusus

1. Dapat mengetahui permasalahan dari pelaksanaan program

Inspeksi Sanitasi Sarana Air Minum di wilayah kerja UPT

puskesmas rawat inap Simpur.

2. Dapat mengetahui kemungkinan penyebab masalah dari program

Inspeksi Sanitasi Sarana Air Minum di wilayah kerja UPT

puskesmas rawat inap Simpur.

3. Dapat merumuskan alternatif pemecahan masalah dari Program


Inspeksi Sanitasi Sarana Air Minum di wilayah kerja UPT
puskesmas rawat inap Simpur.

a.4 Manfaat Penulisan


a. Bagi penulis (evaluator)

3
1. Memperdalam ilmu kedokteran komunitas mengenai evaluasi

pelaksanaan program Inspeksi Sanitasi Sarana Air Minum.

2. Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh saat kuliah.

3. Melatih serta mempersiapkan diri dalam mengatur suatu program

khususnya program kesehatan.

4. Mengetahui sedikit banyaknya kendala yang dihadapi dalam

mengambil langkah yang harus dilakukan dalam mencapai tujuan

yang telah ditetapkan, antara lain perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan, dan pengawasan.

b. Bagi puskesmas yang dievaluasi

1. Mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam program Inspeksi

Sanitasi Sarana Air Minum di wilayah kerjanya.

2. Memperoleh masukan dari saran-saran yang diberikan sebagai

umpan balik agar keberhasilan program di masa mendatang dapat

tercapai secara optimal.

c. Bagi masyarakat

1. Terciptanya pelayanan kesehatan yang bermutu khususnya dalam

sanitasi air minum di wilayah kerja UPT puskesmas rawat inap

Simpur.

2. Dengan tercapainya keberhasilan program diharapkan dapat

menekan Angka Kesakitan akibat water-borne disease.

4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesehatan Lingkungan

Kesehatan adalah keadaan seimbang yang dinamis, dipengaruhi faktor

genetik, lingkungan dan pola hidup sehari-hari seperti makan, minum, kerja,

istirahat, hingga pengelolaan kehidupan emosional. Status kesehatan tersebut

menjadi rusak apabila keadaan seimbang terganggu (Santoso, 2012).

Kesehatan lingkungan menurut WHO (World Health Organization) adalah

suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan

agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.

Ruang lingkup kesehatan lingkungan meliputi penyediaan air minum,

pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran, pembuangan sampah

padat, pengendalian vektor, pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh

ekskreta manusia, hygiene makanan termasuk hygiene susu, pengendalian

pencemaran udara, pengendalian radiasi, kesehatan kerja, pengendalian

kebisingan, perumahan dan pemukiman, aspek kesehatan lingkungan dan

transportasi udara, perencanaaan daerah perkotaan, pencegahan kecelakaan,

rekreasi umum dan pariwisata, tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan

dengan keadaan epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk,

6
tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan (Chandra,

2009).

Kesehatan Lingkungan dapat juga berarti suatu kondisi atau keadaan

lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap

terwujudnya status kesehatan optimum atau suatu keseimbangan ekologis

yang harus ada antara manusia dengan lingkungannya agar dapat menjamin

keadaan sehat dari manusia (Notoatmodjo, 2003).

Ruang lingkup kesehatan lingkungan meliputi penyediaan air minum,

pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran, pengelolaan sampah

padat, pengendalian vektor, pencegahan dan pengendalian pencemaran tanah

dan ekskreta manusia, hygiene makanan, pengendalian pencemaran udara,

pengendalian radiasi, kesehatan kerja, pengendalian kebisingan, perumahan

dan permukiman, perencanaan daerah perkotaan, kesehatan lingkungan

transportasi udara, laut dan darat, pencegahan kecelakaan, rekreasi umum dan

pariwisata, tindakan sanitasi yang berhubungan dengan epidemik, bencana,

kedaruratan, tindakan pencegahan agar lingkungan bebas dari risiko

gangguan kesehatan (WHO, 2011).

Ilmu kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisipliner yang mempelajari

dinamika hubungan interaktif antara sekelompok manusia atau masyarakat

dengan berbagai perubahan komponen lingkungan hidup manusia yang

diduga dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat dan

mempelajari upaya untuk penanggulangan dan pencegahannya (Chandra,

2009).

7
Penyakit berbasis lingkungan masih menjadi permasalahan hingga saat ini.

Infeksi saluran pernafasan atas dan diare yang merupakan penyakit berbasis

lingkungan selalu masuk dalam sepuluh besar penyakit di hampir seluruh

puskesmas di Indonesia. Dalam upaya pengendalian penyakit berbasis

lingkungan, maka perlu diketahui perjalanan penyakit atau patogenesis

penyakit tersebut, sehingga kita dapat melakukan intervensi secara cepat dan

tepat (Chandra, 2009).

2.2 Pengawasan Sanitasi


Sanitasi dasar yaitu sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyehatkan

lingkungan pemukiman yang meliputi penyediaan air bersih, pembuangan

kotoran manusia (jamban), pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah

(Chandra, 2009).

Tujuan pengawasan sanitasi tempat-tempat umum, antara lain:

1. Untuk memantau sanitasi tempat-tempat umum secara berkala.

2. Untuk membina dan meningkatkan peran aktif masyarakat dalam

menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat di tempat-tempat umum

(Chandra, 2009).

Sedangkan manfaat dan pentingnya sanitasi adalah sebagai berikut:

1. Mencegah penyakit menular.

2. Mencegah kecelakaan

3. Mencegah timbulnya bau yang tidak sedap

4. Menghindari pencemaran

5. Mengurangi jumlah (persentase) sakit

8
6. Lingkungan menjadi bersih, sehat dan nyaman (Widyawati R, 2002).

2.3 Air Bersih dan Air Minum

Air merupakan salah satu bahan pokok yang mutlak dibutuhkan oleh manusia

sepanjang masa. Sumber air yang banyak dipergunakan oleh masyarakat

adalah berasal dari (Waluyo, 2009):

1. Air Permukaan, yaitu air yang mengalir di permukaan bumi akan

membentuk air permukaan. Air ini umumnya mendapat pengotoran

selama pengalirannya.

2. Air Tanah, secara umum terbagi menjadi: Air tanah dangkal yaitu

terjadi akibat proses penyerapan air dari permukaan tanah, sedangkan

air tanah dalam terdapat pada lapis rapat air yang pertama.

3. Air Atmosfer/meteriologi/air hujan, dalam keadaan murni sangat bersih

tetapi sering terjadi pengotoran karena industri, debu dan lain

sebagainya.

Air mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan. Apabila tidak

diperhatikan, maka air yang dipergunakan masyarakat dapat mengganggu

kesehatan manusia. Untuk mendapatkan air yang baik, sesuai dengan standar

tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal karena air sudah banyak

tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik

limbah dari kegiatan rumah tangga, limbah dari kegiatan industri dan

kegiatan-kegiatan lainnya (Wardhana, 2013).

9
Ada empat macam klasifikasi penyakit yang berhubungan dengan air sebagai

media penularan penyakit yaitu (Kusnoputranto, 2000):

1. Water Borne Disease, yaitu penyakit yang penularannya melalui air yang

terkontaminasi oleh bakteri pathogen dari penderita atau karier. Bila air

yang mengandung kuman pathogen terminum maka dapat terjadi

penjangkitan pada orang yang bersangkutan, misalnya Cholera, Typhoid,

Hepatitis dan Dysentri Basiler.

2. Water Based Disease, yaitu penyakit yang ditularkan air pada orang lain

melalui persediaan air sebagai pejamu (host) perantara, misalnya

Schistosomiasis.

3. Water Washed Disease, yaitu penyakit yang disebabkan oleh kurangnya

air untuk pemeliharaan kebersihan perseorangan dan air bagi kebersihan

alat-alat terutama alat dapur dan alat makan. Dengan terjaminnya

kebersihan oleh tersedianya air yang cukup maka penularan penyakit-

penyakit tertentu pada manusia dapat dikurangi. Penyakit ini sangat

dipengaruhi oleh cara penularan, diantaranya penyakit infeksi saluran

pencernaan. Salah satu penyakit infeksi saluran pencernaan adalah diare.

Penyakit diare dapat ditularkan melalui beberapa jalur, diantaranya melalui

air (Water borne) dan melalui alat-alat dapur yang dicuci dengan air

(Water washed). Contoh penyakit ini adalah cholera, thypoid dan Dysentry

basiller. Berjangkitnya penyakit ini erat kaitannya dengan ketersediaan air

untuk makan, minum, memasak dan kebersihan alat-alat makan.

10
4. Water Related Insect Vectors, Vektor-vektor insektisida yang berhubungan

dengan air yaitu penyakit yang vektornya berkembang biak dalam air,

misalnya Malaria, Demam Berdarah, Yellow Fever, Trypanosomiasis

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990,

yang dimaksud air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-

hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila

telah dimasak. Air bersih merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk

memenuhi standar kehidupan manusia secara sehat. Ketersediaan air yang

terjangkau dan berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi setiap individu

baik yang tinggal di perkotaan maupun di pedesaan.

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan

menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya, air

bersih adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air

minum. Adapun persyaratan yang dimaksud adalah persyaratan dari segi

kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologi dan radiologis, sehingga

apabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek samping (Permenkes, 1990).

Syarat-syarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa

2. Syarat Kimia : Kadar besi maksimum yang diperbolehkan 1,0 mg/L,

kesadahan maksimal 500 mg/L

3. Syarat Mikrobiologis : Jumlah total koliform dalam 100 ml air yang

diperiksa maksimal adalah 50 untuk air yang berasal dari bukan perpipaan

dan sepuluh untuk air yang berasal dari perpipaan.

11
Sistem penyedian air bersih harus memenuhi beberapa persyaratan utama.

Persyaratan tersebut meliputi persyaratan kualitatif, persyaratan kuantitatif dan

persyaratan kontinuitas.

1. Persyaratan Kualitatif.

Persyaratan kualitas menggambarkan mutu atau kualitas dari air baku air

bersih. Persyaratan ini meliputi persyaratan fisik, persyaratan kimia,

persyaratan biologis dan persyaratan radiologis. Syarat-syarat tersebut

berdasarkan Permenkes No.416/Menkes/PER/IX/1990 dinyatakan bahwa

persyaratan kualitas air bersih adalah sebagai berikut:

1. Syarat-syarat fisik.

Secara fisik air bersih harus jernih, tidak berbau dan tidak berasa.

2. Syarat-syarat kimia.

Air bersih tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam

jumlah yang melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia antara

kalsium (Ca), besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn),

chlorida (Cl), nitrit, flourida (F), serta logam berat.

3. Syarat-syarat bakteriologis dan mikrobiologis.

Air bersih tidak boleh mengandung kuman patogen dan parasitik

yang mengganggu kesehatan. Persyaratan bakteriologis ini ditandai

dengan tidak adanya bakteri E. coli atau Fecal coli dalam air.

4. Syarat-syarat Radiologis

Persyaratan radiologis mensyaratkan bahwa air bersih tidak boleh

mengandung zat yang menghasilkan bahan-bahan yang

mengandung radioaktif, seperti sinar alfa, beta dan gamma.

12
2. Persyaratan Kuantitatif (Debit).

Persyaratan kuantitas dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau dari

banyaknya air baku yang tersedia. Artinya air baku tersebut dapat

digunakan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan daerah

dan jumlah penduduk yang akan dilayani. Persyaratan kuantitas juga dapat

ditinjau dari standar debit air bersih yang dialirkan ke konsumen sesuai

dengan jumlah kebutuhan air bersih.

3. Persyaratan Kontinuitas.

Air baku untuk air bersih harus dapat diambil terus menerus dengan

fluktuasi debit yang relatif tetap, baik pada saat musim kemarau maupun

musim hujan. Kontinuitas juga dapat diartikan bahwa air bersih harus

tersedia 24 jam per hari, atau setiap saat diperlukan, kebutuhan air

tersedia. Akan tetapi kondisi ideal tersebut hampir tidak dapat dipenuhi

pada setiap wilayah di Indonesia, sehingga untuk menentukan tingkat

kontinuitas pemakaian air dapat dilakukan dengan cara pendekatan

aktifitas konsumen terhadap prioritas pemakaian air. Prioritas pemakaian

air yaitu minimal selama 12 jam per hari, yaitu pada jam-jam aktifitas

kehidupan, yaitu pada pukul 06.00-18.00 WIB.

Kontinuitas aliran sangat penting ditinjau dari dua aspek. Pertama adalah

kebutuhan konsumen. Sebagian besar konsumen memerlukan air untuk

kehidupan dan pekerjaannya, dalam jumlah dan waktu yang tidak

13
ditentukan. Karena itu, diperlukan reservoir pelayanan dan fasilitas energi

yang siap setiap saat.

Sarana air bersih adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya

yang menghasilkan, menyediakan dan membagi-bagikan air bersih untuk

masyarakat. Jenis sarana air bersih ada beberapa macam yaitu sumur gali,

sumur pompa tangan dangkal dan sumur pompa tangan dalam, tempat

penampungan air hujan, penampungan mata air, dan perpipaan (Depkes,

1990).

2.4 Standar Air Minum yang Berkualitas

Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses

pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.

Air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika,

mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif (Permenkes, 2010).

Untuk menjaga kualitas air minum yang dikonsumsi masyarakat, dilakukan

pengawasan kualitas air minum secara eksternal dan internal. Pengawasan

kualitas air minum secara eksternal merupakan pengawasan yang dilakukan

oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau oleh KKP khusus untuk wilayah

kerja KKP. Pengawasan kualitas air minum secara internal merupakan

pengawasan yang dilakukan oleh penyelenggara air minum untuk menjamin

kualitas air minum yang diproduksi memenuhi syarat. Kegiatan pengawasan

kualitas air minum meliputi inspeksi sanitasi, pengambilan sampel air,

pengujian kualitas air, analisis pemeriksaan laboratorium, rekomendasi dan

tindak lanjut (Permenkes, 2010).

14
Tabel 1. Parameter Standar Air Minum (Permenkes, 2010).

No Parameter Satuan Kadar maksimum


1 Mikrobiologi:
a. E. Coli Jumlah per 0
b. Total Bakteri Koliform 100 mL 0
sampel
2 Kimia an-organik
a. Arsen mg/L 0,01
b. Fluorida mg/L 1,5
c. Kromium mg/L 0,05
d. Kadmium mg/L 0,003
e. Nitrit mg/L 3
f. Nitrat mg/L 50
g. Sianida mg/L 0,07
h. Selenium mg/L 0,01
3. Fisik
a. Bau Tidak berbau
b. Warna TCU 15
c. Total zat padat terlarut mg/L 500
d. Kekeruhan NTU 5
e. Rasa tidak berasa
f. Suhu celcius suhu udara + 3
4. Kimiawi
a. Aluminium mg/L 0,2
b. Besi mg/L 0,3
c. Kesadahan mg/L 500
d. Klorida mg/L 250
e. Mangan mg/L 0,4
f. pH mg/L 6,5-8,5
g. Seng mg/L 3
h. Sulfat mg/L 250
i. Tembaga mg/L 2
j. Amonia mg/L 1,5

15
BAB III
METODE EVALUASI

3.1 Tolak Ukur Penilaian


Evaluasi dilakukan pada Program Kesehatan Lingkungan khususnya

cakupan Program Inspeksi Sanitasi Sarana Air Minum di UPT puskesmas

rawat inap Simpur. Adapun sumber rujukan tolak ukur penilaian yang

digunakan adalah Standar Pelayanan Minimal Kesehatan Lingkungan UPT

Puskesmas Rawat Inap Simpur tahun 2020 dengan target 50% untuk

program Inspeksi Sanitasi Air Minum.

3.2 Pengumpulan Data


Pengumpulan data yang dilakukan berupa:

A. Sumber Data Primer

a. Pengamatan di UPT puskesmas rawat inap Simpur.

b. Wawancara dengan koordinator pelaksana Program Inspeksi

Sanitasi Sarana Air Minum di UPT puskesmas rawat inap Simpur.

B. Sumber Data Sekunder

a. Laporan Triwulan Program Inspeksi Sanitasi Sarana Air Minum di

UPT Puskesmas Rawat Inap Simpur pada periode Januari-Maret

2020.

b. Profil UPT Puskesmas Rawat Inap Simpur.

3.3. Cara Analisis

16
Evaluasi Program Kesehatan Ibu dan Anak khususnya cakupan Inspeksi

Sanitasi Sarana Air Minum di UPT Puskesmas Rawat Inap Simpur

dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Menetapkan tolak ukur dari unsur keluaran.

Langkah awal untuk dapat menentukan adanya masalah dari pencapaian

hasil output adalah dengan menetapkan tolak ukur atau standar yang

ingin dicapai. Nilai standar atau tolak ukur ini dapat diperoleh dari

Standar Pelayanan Minimal Kesehatan Lingkungan UPT Puskesmas

Rawat Inap Simpur tahun 2020 dengan target 50% untuk program

Inspeksi Sanitasi Air Minum.

b. Membandingkan pencapaian keluaran program dengan tolak ukur

keluaran. Bila terdapat kesenjangan, ditetapkan sebagai masalah.

Setelah diketahui tolak ukur, selanjutnya adalah membandingkan hasil

pencapaian keluaran puskesmas (output) dengan tolak ukur tersebut.

Bila pencapaian keluaran puskesmas tidak sesuai dengan tolak ukur,

maka ditetapkan sebagai masalah.

c. Menetapkan prioritas masalah-masalah pada komponen output tidak

semuanya dapat diatasi secara bersamaan mengingat keterbatasan

kemampuan puskesmas. Oleh sebab itu, ditetapkan prioritas masalah

yang akan dicari solusi untuk memecahkannya.

d. Membuat kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan.

Untuk menentukan penyebab masalah yang telah diprioritaskan

tersebut, maka dibuatlah kerangka konsep masalah. Hal ini bertujuan

untuk menentukan faktor-faktor penyebab masalah yang telah

17
diprioritaskan tadi yang berasal dari komponen sistem yang lainnya,

yaitu komponen input, proses, lingkungan, dan umpan balik. Dengan

menggunakan kerangka konsep diharapkan semua faktor penyebab

masalah dapat diketahui dan diidentifikasi sehingga tidak ada yang

tertinggal.

e. Identifikasi penyebab masalah

Berbagai penyebab masalah yang terdapat pada kerangka konsep

selanjutnya akan diidentifikasi. Identifikasi penyebab masalah

dilakukan dengan membandingkan antara tolak ukur atau standar

komponen-komponen input, proses, lingkungan, dan umpan balik

dengan pencapaian di lapangan. Bila terdapat kesenjangan maka

ditetapkan sebagai penyebab masalah yang diprioritaskan tadi. Analisis

penyebab masalah dilakukan dengan menggunakan diagram fishbone.

Diagram fishbone merupakan suatu alat visual untuk mengidentifikasi,

mengeksplorasi, dan secara grafik menggambarkan secara detail semua

penyebab yang berhubungan dengan suatu permasalahan. Konsep dasar

dari diagram fishbone adalah permasalahan mendasar diletakkan pada

bagian kanan dari diagram atau pada bagian kepala dari kerangka tulang

ikannya. Penyebab permasalahan digambarkan pada sirip dan durinya.

Kategori penyebab permasalahan yang sering digunakan

meliputi minute (waktu), materials (bahan baku), machines and

equipmen manpower (sumberdaya manusia), methods (metode), mother

nature/environment (lingkungan), dan measurement (pengukuran).

Ketujuh penyebab munculnya masalah ini sering disingkat dengan 7M.

18
Dalam analisis penyebab masalah pada tulisan ini digunakan kategori

lima M (Man, Money, Material, Method, Machine). Setelah didapatkan

faktor-faktor penyebab masalah selanjutnya ditentukan prioritas faktor

penyebab masalah dengan menggunakan teknik kriteria matrik. Untuk

menyusun prioritas masalah ada beberapa indikator yang sering

dipergunakan yaitu:

 Severity (S) yaitu berat tingginya masalah yang dihadapi, serta

seberapa jauh akibat yang ditimbulkan oleh masalah tersebut.

 Prevalence (P) jumlah suatu masyarakat yang terkena masalah,

semakin besar maka semakin harus diprioritaskan.

 Rate of increase (RI) yaitu jumlah kenaikan angka penyakit dalam

periode waktu tertentu.

 Degree of unmeet need (DU) yaitu adanya keinginan/dorongan besar

dari masyarakat agar masalah tersebut dapat segera diselesaikan.

 Social Benefit (SB) sejauh mana keuntungan sosial yang diperoleh

dari penyelesaian masalah tersebut.

 Public concern (PB) menyangkut besarnya keprihatinan masyarakat

terhadap suatu masalah.

 Political climate (PC) besarnya dukungan politik dari pemerintah

sangat menentukan besarnya keberhasilan penyelesaian masalah.

 Technical feasibility (T), ketersediaan teknologi dalam mengatasi

suatu masalah.

 Resource availability (R), menyangkut ketersediaan sumber daya

yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan suatu masalah.    

19
f. Identifikasi alternatif cara pemecahan masalah.

Setelah diketahui semua penyebab masalah, dicari dan dibuat beberapa

alternatif pemecahan masalah. Alternatif-alternatif pemecahan masalah

tersebut dibuat untuk mengatasi penyebab-penyebab masalah yang telah

ditentukan. Alternatif pemecahan masalah ini dibuat dengan

memperhatikan kemampuan serta situasi dan kondisi puskesmas.

g. Menentukan prioritas cara pemecahan masalah

Dari berbagai alternatif cara pemecahan masalah yang telahdibuat,

maka akan dipilih satu cara pemecahan masalah (untuk masing-masing

penyebab masalah) yang dianggap paling baik dan memungkinkan.

Pertama ditetapkan nilai efektifitas untuk setiap alternatif jalan keluar,

yakni dengan memberikan angka 1 (satu) untuk alternatif yang paling

tidak efektif sampai angka 3 (tiga) untuk alternatif yang paling efektif.

Prioritas jalan keluar adalah yang nilai efektifitasnya paling tinggi.

Untuk menilai efektifitas jalan keluar, diperlukan kriteria tambahan

sebagai berikut:

 Besarnya masalah yang dapat di selesaikan (magnitude). Makin

besar masalah yang dapat diatasi, makin tinggi prioritas jalan keluar

tersebut.

 Pentingnya jalan keluar (importancy). Pentingnya jalan keluar

dikaitkan dengan kelangsungan masalah. Makin baik dan sejalan

selesainya masalah, makin penting jalan keluar tersebut.

20
 Sensitifitas jalan keluar (vulnerrability). Sensitifitas dikaitkan

dengan kecepatan jalan keluar dalam mengatasi masalah, makin

cepat masalah teratasi, makin sensitif jalan keluar tersebut.

 Selanjutnya ditetapkan nilai efisiensi (efficiency) untuk setiap

alternatif jalan keluar. Nilai efisiensi biasanya dikaitkan dengan

biaya (cost ) yang diperlukan untuk melaksanakan jalan keluar.

Makin besar biaya yang diperlukan makin tidak efisien jalan keluar

tersebut. Beri angka 1 (satu) untuk biaya paling sedikit sampai angka

5 (lima) untuk biaya paling besar.

 Nilai prioritas (P) dihitung untuk setiap alternatif jalan keluar.

Parameter-parmeter tersebut di atas kemudian ditempatkan dalam

tabel dan dihitung nilai prioritasnya berdasarkan rumus.

P=M×I×V

Keterangan :
P : Priority V : Vulnerability
C : Cost I : Importancy
M : Magnitude

21
BAB IV
GAMBARAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS

4.1 Gambaran Umum UPT Puskesmas Rawat Inap Simpur

4.1.1 Sejarah Puskesmas

Puskesmas Simpur berdiri sejak tahun 1958 dengan wilayah kerja 11

kelurahan dan empat puskesmas pembantu, berlokasi di Jl. Kartini

No.24 kelurahan Tanjung Karang. Pada tahun 1970 pindah ke Jl. Batu

Sangkar No. 4 kelurahan Kelapa Tiga dan pada Tahun 1982 pindah

lokasi ke Jl. Tamin No.121 kelurahan Kelapa Tiga dengan dua

puskesmas pembantu dan enam kelurahan wilayah kerja. Pada tahun

2009 puskesmas Simpur berubah menjadi UPT puskesmas rawat inap

Simpur dengan tiga kelurahan wilayah kerja tanpa puskesmas

pembantu. Urutan kepemimpinan UPT puskesmas rawat inap Simpur,

yaitu :

1. H. Abdul Roni Syafei (1958-1978)

2. dr. Hartono HS (1978-1981)

3. dr. Djuaini Djamal (1981-1984)

4. dr. Suharko Subardin (1984-1987)

5. dr. Luthfi Gatam (1987-1988)

6. dr. Wirman (1988-1993)

22
7. dr. Erwandi (1993-1999)

8. dr. Reihana Wijayanto (1999-2001)

9. dr. Hilda Fitri (2001-2003)

10. drg. Nety (2003-2006)

11. dr Djohan Lius (2006-2008)

12. dr. Hj. Evi Mutia Afriyeti (2008-2019)

13. dr. Liskha Sari Sandiaty, M.Kes (2019-sekarang)

4.1.2 Visi

Visi UPT puskesmas rawat inap Simpur adalah terwujudnya pelayanan

Puskesmas yang optimal bebas Kejadian Luar Biasa (KLB), dengan

bertumpu pada pelayanan prima dan pemberdayaan masyarakat menuju

Bandar Lampung Sehat 2020.

4.1.3 Misi

Misi merupakan sesuatu yang harus diemban atau dilakukan oleh

instansi/organisasi dalam rangka pencapaian suatu visi yang selanjutnya

dijadikan pedoman dalam penyusunan tujuan, sasaran dan strategi

dalam mengalokasikan sumber daya organisasi.

Berdasarkan kajian-kajian yang telah dilakukan terhadap aspirasi

berbagai puhak yang berkepentingan, maka misi UPT puskesmas rawat

inap Simpur adalah

a. Memberikan pelayanan yang profesional dan bermutu.

b. Memberikan pelayanan yang nyaman dan ramah.

23
c. Meningkatkan sumber daya manusia.

d. Meningkatkan perilaku hidup sehat dan bersih.

e. Menggalang kemitraan dengan semua pihak dan pemberdayaan

masyarakat untuk hidup sehat.

4.1.4 Fungsi UPT Puskesmas Rawat Inap Simpur

Puskesmas mempunyai fungsi pengembangan upaya kesehatan,

pembinaan peran serta masyarakat dan pelayanan kesehatan masyarakat

sebagai berikut:

1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan.

Puskesmas harus berperan sebagai motor dan motivator

terselenggaranya pembangunan yang mengacu, berorientasi serta

dilandasi oleh kesehatan sebagai faktor pertimbangan utama.

2. Memberdayakan masyarakat dan memberdayakan keluarga.

Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang

bersifat non-instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan

kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah,

merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan

memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang ada, baik dari

instansi lintas sektoral maupun lembaga swadaya masyarakat dan

tokoh masyarakat. Pemberdayaan keluarga adalah segala upaya

fasilitasi yang bersifat non-instruktif guna meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan keluarga agar mampu

mengidentifikasi masalah, merencanakan dan mengambil

24
keputusan untuk melakukan pemecahannya dengan benar tanpa

atau dengan bantuan pihak lain.

3. Memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama

Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan yang

bersifat ‘mutlak perlu’, yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar

masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat.

4.1.5 Tata Nilai

Puskesmas telah membangun budaya kerja yang harus dihayati dan

dilaksanakan oleh setiap insan puskesmas agar pelayanan kesehatan

yang dilakukan dapat memuaskan pasien. Budaya kerja puskesmas

dapat dilaksanakan dengan memegang motto dan tata nilai sebagai

acuan bagi UPT puskesmas rawat inap Simpur dalam berperilaku yang

menunjang tercapainya visi dan misi. Adapun tata nilainya adalah yaitu:

a. Santun dan Ramah

b. Inisiatif dan Inovatif

c. Mandiri

d. Profesional

e. Universal

f. Responsif

25
4.2 Gambaran Wilayah Geografis
Unit pelaksana teknis UPT puskesmas rawat inap Simpur merupakan

puskesmas induk yang ada di dalam pemerintahan kecamatan Tanjung Karang

Pusat dengan luas wilayah kerja ± 138 Ha dan membawahi tiga kelurahan,

yaitu :

1. Kelurahan Kelapa Tiga

2. Kelurahan Pasir Gintung

3. Kelurahan Kaliawi Persada

Tabel 2. Luas Wilayah Kerja UPT Puskesmas Rawat Inap Simpur

No Kelurahan Luas wilayah


1 Kelapa Tiga 17 Ha
2 Pasir Gintung 30 Ha
3 Kaliawi Persada 16 Ha
Jumlah 63 Ha
Sumber: Profil Kesehatan UPT Puskesmas Rawat Inap Simpur Tahun 2019

Batas wilayah kerja UPT puskesmas rawat inap Simpur :

1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan kelurahan Sidodadi kecamatan

Kedaton

2. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan kelurahan Kaliawi kecamatan

Tanjung Karang Pusat

3. Sebelah Barat : Berbatasan dengan kelurahan Kampung Sawah dan

Tanjung Karang

4. Sebelah Timur : Berbatasan dengan kelurahan Sukadanaham kecamatan

Tanjung Karang Barat. Secara topografi merupakan dataran rendah dan

berbukit dengan aliran sungai/sungai kecil.

26
4.3 Keadaan Demografi

Badan Pusat Statistik kecamatan mendata jumlah penduduk di wilayah kerja

UPT puskesmas rawat inap Simpur pada tahun 2019 sebanyak 21.178 jiwa,

dengan jumlah kepala keluarga (KK) 6.605 sehingga rata-rata jiwa dalam

rumah tangga adalah 3-4 orang.

Tabel 3. Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Rawat Inap


Simpur
Jumlah Jumlah
No Kelurahan Jumlah KK
Penduduk Rumah

1 Kelapa Tiga 8.987 1.352 3.008


2 Pasir Gintung 7.291 1.006 1.706
3 Kaliawi Persada 5.262 783 1.891

Jumlah 21.540 3.141 6.605


Sumber: Profil Kesehatan UPT Puskesmas Rawat Inap Simpur Tahun 2019

Tabel 4. Jumlah Menurut Mata Pencaharian di Wilayah Kerja UPT Puskesmas


Rawat Inap Simpur
Kelurahan
Mata
Kaliawi Pasir Jumlah KK
Pencaharian Kelapa Tiga
Persada Gintung
34
PNS 66 286 266
TNI 13 26 42
Dagang 1367 354 1612

Petani - 34 - 539
Tukang 419 65 55 2840
Buruh 1427 738 675 348
Pensiunan 51 174 123 4694
Jasa Lain- 2118 808 1768 34
lain
Sumber: Profil Kesehatan UPT Puskesmas Rawat Inap Simpur Tahun 2019

27
Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan Di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Rawat Inap Simpur
Kelurahan
Tingkat
Kelapa Kaliawi Pasir Gintung Jumlah
Pendidikan
Tiga Persada
Sarjana 210 323 376 909
Akademi 199 273 271 743
SLTA 2896 917 1543 5.356
SLTP 3767 585 1335 5.687
SD 3743 854 1734 6.331
TK 631 230 381 1.242
Sumber: Profil Kesehatan UPT Puskesmas Rawat Inap Simpur Tahun 2019

Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Agama di Wilayah Kerja UPT


Puskesmas Rawat Inap Simpur
Kelurahan
Agama Kelapa Kaliawi Pasir Jumlah
Tiga Persada Gintung
Islam 12.143 3.666 6.747 22.556
Kristen 262 74 41 377
Katholik 258 73 114 445
Hindu 80 3 154 237
Budha 337 13 551 901
Sumber: Profil Kesehatan UPT Puskesmas Rawat Inap Simpur Tahun 2019

Jumlah penduduk menurut kelompok sasaran di UPT puskesmas rawat inap

Simpur tahun 2019 dapat dilihat dalam tabel 7.

28
Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Sasaran di UPT Puskesmas Simpur
Kelurahan
Kelapa Tiga Kaliawi Persada Pasir Gintung
No Sasaran Jumlah

L P L P L P

1 Jumlah Penduduk 4.454 4.382 2.611 2.562 3.629 3.540 21.178


2 Bayi 77 78 45 46 63 63 372
3 Balita 399 383 234 224 325 310 1.875
4 Batita 234 229 137 134 191 185 1.109
5 Apras (3-6 thn) 335 318 197 186 273 257 1.566
6 Anak Usia Sekolah 684 664 401 388 558 536 3.231
7 Remaja (10-14 thn) 362 349 212 204 295 282 1.704
8 Remaja (15-18 thn) 307 337 180 197 250 272 1.543
9 BBLR 8 8 5 5 7 7 40
10 Lahir Hidup 373
11 WUS (15-39 thn) 156 91 126 4.585
12 WUS (15-49 thn) 1.913 1.120 1.552 6.052
13 PUS 2.525 1.478 2.049 3.600
14 Bumil 1.502 879 1.219 410
15 Buristi 171 100 139 82
16 Bulin 34 20 28 393
17 Busui 164 96 133 742
18 Lansia (60 + thn) 310 181 251

19 Lansia (60-69 thn) 286 304 168 178 233 246 1.415

20 Pra Lansia (45-59 thn) 212 203 124 119 172 164 995
21 Lansia ( 75 + thn) 719 705 421 412 585 570 3.412

22 Usila Resti 34 53 20 31 27 43 208


75 101 44 59 61 82 422
Sumber : SP2TP UPT Puskesmas Rawat Inap Simpur tahun 2019

29
4.4 Sumber Daya Puskesmas

4.4.1 Ketenagaan

Jumlah tenaga kesehatan di UPT puskesmas rawat inap Simpur terdiri

dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan tenaga kontrak, baik tenaga

kontrak pemerintah daerah dan tenaga kontrak puskesmas. Berikut

adalah data ketenagaan di UPT UPT puskesmas rawat inap Simpur

tahun 2009.

Tabel 8. Data Ketenagaan UPT Puskesmas Rawat Inap Simpur


No Jenis Tenaga 2019

1 Dokter Umum 5
2 Dokter Gigi 1
3 SKM 2
4 Sarjana Lain ( 1 PNS dan 1 Tenaga Kontrak ) 2
5 Sarjana Keperawatan (1 PNS dan 2 Kontrak ) 3
6 Apoteker 1
7 Asisten Apoteker 2
8 D4 Kebidanan (3 PNS dan 1 Tenaga Kontrak) 5
9 D4 Analis dan SPK Analis 3
10 D4 Kesehatan Lingkungan 2
11 D3 Perawat (2 PNS dan 6 Kontrak) 8
12 D3 Gizi 1
13 D3 Bidan (3 PNS, 4 Kontrak, 3 PTT, 1 Kontrak) 11
14 D3 Analis 2
15 D3 Kesehatan Lingkungan 1
16 D3 Akutansi 1
17 Perawat (SPK) 3
18 Perawat Gigi (SPRG) 1
19 Analis (SMAK) 1
20 SMA/SMK (Tenaga Kontrak) 5
20 Cleaning Service (1 Kontrak & 2 Tenaga PKM) 3
21 Supir Ambulance (Tenaga Kontrak PKM) 1

Jumlah 62

Sumber : SP2TP UPT Puskesmas Rawat Inap Simpur tahun 2019

30
4.4.2 Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan

Berikut adalah data sarana dan prasarana pelayanan kesehatan di UPT

puskesmas rawat inap Simpur.

Tabel 9. Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan di UPT Puskesmas


Rawat Inap Simpur
Sesuai
Kesenjangan
No Ruangan Item PMK
(%)
75/2014

1 Instalasi Gawat Darurat 45 83 54,21


2 Ruang Obstetri 51 68 75
3 Perawatan Post Partum 3 0 50
4 Pemeriksaan Umum 22 33 66
5 Ruang Gigi Mulut 6 44 36
6 Ruang KIA KB 17 49 34
7 Laboratorium 13 31 42
8 Promosi Kesehatan 12 31 38
9 Farmasi 9 12 75
10 Rawat Inap 44 72 61
11 Kesehatan Lingkungan 20 21 95
12 Posyandu 2 7 28

Sumber : SP2TP UPT Puskesmas Rawat Inap Simpur tahun 2019

Tabel 10. Fasilitas Kesehatan di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Rawat


Inap Simpur
No. Jenis Fasilitas 2019
1. Puskesmas 1
2. Poskeskel 3
3. Bidan Praktek Mandiri 4
4. Balai pengobatan/Klinik swasta 4
5. Praktek dokter gigi -
6. Praktek dokter umum 22
7. Praktek dokter spesialis 1
8. Apotek/toko obat 10
9. Posyandu 14
10. Lab.Kesehatan swasta -
Sumber : SP2TP UPT Puskesmas Rawat Inap Simpur tahun 2019

31
4.4.3 Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM)

Berbagai upaya dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan sumber

daya yang ada di masyarakat guna meningkatkan cakupan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat. Adapun UKBM tersebut diantaranya

adalah sebagai berikut:

Tabel 11. Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat di Wilayah Kerja


UPT Puskesmas Rawat Inap Simpur

Kegiatan
No Peran Serta
2018 2019
1 Kelurahan Siaga 3 3
2 Posyandu 14 14
3 UKK - -
4 Forum Kesehatan - -
5 Kader Posyandu 70 70
6 Kader PHBS 14 14
7 Kader kesehatan lingkungan 14 14
8 Kader lansia 14 14
9 KPKIA 14 14
10 Kader toga 14 14
11 BKB 3 3
12 Posyandu lansia 3 3
13 Posbindu 6 8

Sumber: Profil Kesehatan UPT Puskesmas Rawat Inap Simpur Tahun


2019

32
BAB V
HASIL EVALUASI

5.1 Identifikasi Masalah

Masalah merupakan kesenjangan antara tolak ukur dengan hasil pencapaian

pada unsur keluaran. Proses identifikasi masalah dimulai dengan mengetahui

keluaran program kerja puskesmas. Kemudian jika ditemukan kesenjangan

antara keluaran dengan tolak ukur, maka hal tersebut merupakan masalah

pada program di puskesmas. Masalah yang ditemukan pada program

kesehatan lingkungan di UPT puskesmas rawat inap Simpur adalah sebagai

berikut :

Tabel 12. Daftar Masalah Program Kesehatan Lingkungan di UPT


Puskesmas Rawat Inap Simpur
Variabel Tolak Ukur Pencapaian Masalah
Inspeksi rumah sehat Jumlah rumah 302 buah 49.6% (150 +
kelurahan Kelapa rumah)
Tiga
Inspeksi rumah sehat Jumlah rumah 402 buah 44% (177 rumah) +
kelurahan Pasir
Gintung
Inspeksi rumah sehat Jumlah rumah 260 buah 73% (190 rumah) +
kelurahan Kaliawi
Persada
Inspeksi Sanitasi Jumlah 305 lokasi 19,6% (60 lokasi) +
Sarana Air Minum
Kelurahan Kelapa
Tiga

33
Inspeksi Sanitasi Jumlah 450 lokasi 11,1% (50 lokasi) +
Sarana Air Minum
Kelurahan Pasir
Gintung
Inspeksi Sanitasi Jumlah 212 lokasi 12,7%(27 lokasi) +
Sarana Air Minum
Kelurahan Kaliawi
Persada

5.2 Menetapkan Daftar Masalah dan Prioritas Masalah


Masalah yang ditemukan pada program kesehatan lingkungan di UPT

puskesmas rawat inap Simpur pada periode Januari-Maret 2020

berjumlah dua sub program, yaitu:

Tabel 13. Pecapaian Program Per Kelurahan Periode Januari-Maret 2020


Kelurahan Program Inspeksi Sanitasi Program Inspeksi
Sarana Air Minum Rumah Sehat
Kelapa Tiga 19,6% 49.6%

Pasir Gintung 11,1% 44%

Kaliawi Persada 12,7% 73%

Gambar 1. Pecapaian Program Per Kelurahan Periode Januari-Maret 2020

34
Tabel 14. Penentuan Prioritas Masalah dengan Menggunakan Metode
USG
Nilai Kriteria Nilai Akhir
No Masalah
U S G
Inspeksi rumah sehat kelurahan
1 4 3 3 36
Kelapa Tiga masih kurang
2 Inspeksi rumah sehat kelurahan
4 4 5 80
Pasir Gintung masih kurang
3 Inspeksi rumah sehat kelurahan
4 3 4 48
Kaliawi Persada masih kurang
4 Inspeksi Sanitasi Sarana Air
Minum Kelurahan Kelapa Tiga 5 4 3 60
masih kurang
5 Inspeksi Sanitasi Sarana Air
Minum Kelurahan Pasir Gintung 5 5 4 100
masih kurang
6 Inspeksi Sanitasi Sarana Air
Minum Kelurahan Kaliawi 5 4 4 80
Persada masih kurang

Berdasarkan penggunaan metode USG, maka didapatkan hasil yaitu sub

program “Inspeksi Sanitasi Sarana Air Minum di Kelurahan Pasir Gintung

yang Masih Kurang” dengan total nilai akhir 100, menjadi prioritas masalah

yang terdapat dalam program kesehatan lingkungan di UPT puskesmas

rawat inap Simpur pada masa Januari-Maret 2020.

5.3 Kerangka konsep

Untuk mempermudah identifikasi faktor penyebab masalah program Inspeksi

Sanitasi Sarana Air Minum di UPT puskesmas rawat inap Simpur diperlukan

kerangka konsep dengan menggunakan pendekatan sistem sebagai berikut :

35
Gambar 2. Kerangka Konsep Evaluasi Program

5.4 Identifikasi Penyebab Masalah


Sesuai dengan pendekatan sistem, ketidakberhasilan pencapaian program

inspeksi sanitasi sarana air minum di kelurahan Pasir Gintung wilayah kerja

UPT puskesmas rawat inap Simpur merupakan target yang tidak diinginkan

yang akan berdampak dalam upaya pembangunan dan kesehatan lingkungan.

Untuk mengatasinya, dengan pendekatan sistem harus diperhatikan

kemungkinan adanya masalah pada komponen lain dalam sistem, mengingat

suatu sistem merupakan keadaan yang berkesinambungan dan saling

mempengaruhi. Setelah mengetahui faktor atau masalah dominan, maka

langkah berikutnya adalah mencari penyebab/akar masalah dengan

menggunakan diagram fishbone.

Faktor man yang berperan dalam belum tercapainya target, pertama adalah

tidak aktifnya kader sanitasi lingkungan khusunya kader yang fokus pada

bidang air bersih di wilayah kerja UPT puskesmas rawat inap Simpur

terutama di kelurahan Pasir Gintung. Kedua adalah kurang optimal

36
dilakukannya kunjungan inspeksi sanitasi. Hal ini dikarenakan kunjungan

hanya dilakukan oleh pemegang program seorang diri tanpa adanya sanitarian

dan kader yang membantu melakukan inspeksi. Kunjungan biasanya

dilakukan bersamaan dengan kunjungan PIS-PK tanpa adanya jadwal rutin.

Ketiga adalah kurangnya pemahaman masyarakat mengenai pentingnya

sanitasi air minum. Diketahui bahwa selama ini belum pernah

diselenggarakannya penyuluhan khusus mengenai kesehatan lingkungan

khususnya tentang pentingnya sanitasi air minum kepada masyarakat.

Faktor material yang menghambat adalah tidak tersedianya alat penunjang

pengawasan sanitasi. Berdasarkan tinjauan pustaka, inspeksi sanitasi dapat

berupa penilaian secara fisik, kimiawi, dan mikrobiologis terhadap kualitas

air minum. Di UPT puskesmas rawat inap Simpur, diketahui belum tersedia

alat untuk melakukan pengawasan kimia dan mikrobiologis. Selama ini

puskesmas hanya melakukan inspeksi sanitasi air minum secara fisik dengan

menilai bau, warna, kekeruhan, rasa dan suhu.

Beberapa faktor method yang menghambat adalah kurangnya media promosi

kesehatan lingkungan khususnya mengenai air minum berkualitas yang

tersebar di wilayah kerja UPT puskesmas rawat inap Simpur. Faktor lain

adalah belum adanya sistem pendataan (inspeksi) berkala dan evaluasi pada

subprogram ini serta kurangnya penyuluhan mengenai sanitasi air minum

pada masyarakat.

Faktor money yang menjadi penghambat adalah masyarakat lebih memilih

menghemat pengeluaran. Mayoritas masyarakat menggunakan air sumur/

PDAM sebagai air minum sehari-hari dengan pengolahan yang tidak direbus

37
hingga mendidih atau hanya dihangatkan saja untuk menghemat konsumsi

gas.

Terdapat beberapa faktor machine yang dapat menghambat, yaitu cakupan

wilayah didominasi oleh perbukitan dan padat penduduk sehingga dinilai

inspektor membutuhkan tenaga dan waktu lebih untuk menginspeksi sanitasi

air minum di setiap rumah. Selain itu, pekerjaan masyarakat di dominasi oleh

berdagang di pasar sehingga sulit untuk mencari waktu dilakukannya

penyuluhan.

38
MATERIAL MAN

Tidak aktifnya kader


Tidak tersedianya alat sanitasi lingkungan
penunjang pengawasan khusunya dalam bidang
sanitasi Kurangnya pemahaman sanitasi air minum
masyarakat mengenai
pentingnya sanitasi air
Kurang optimalnya
minum Angka pencapaian
dilakukan kunjungan
\ inspeksi sanitasi cakupan inspesksi
sanitasi sarana air
minum di kelurahan
Pasir Gintung wilayah
kerja puskesmas
Penyuluhan Simpur periode
mengenai Januari-Maret 2020
sanitasi air masih rendah sebesar
minum yang 11,1% dari target 50%
kurang Daerah
perbukitan yang
Belum adanya Mata pencaharian
Media Promosi dinilai
sistem masyarakat mayoritas
kesehatan lingkungan inspektor
pendataan berdagang sehingga sulit
masih kurang membutuhkan
(inspeksi) untuk mengalokasikan
tenaga lebih
berkala dan waktu dalam mengikuti
untuk
evaluasi yang penyuluhan
Belum menjadi menginspeksi
dilakukan
prioritas dalam tiap rumah
bersama kader
alokasi dari Wilayah padat
penghasilan penduduk sehingga
keluarga dibutuhkan waktu yang
lama untuk melakukan
inspeksi tiap rumah
METHOD MONEY MACHINE

Gambar 4. Diagram fishbone

39
5.5 Menentukan Prioritas Penyebab Masalah

Dari diagram fishbone di atas, masih perlu mencari masalah-masalah yang

paling memiliki peranan dalam mencapai keberhasilan program. Dengan

menggunakan model teknik kriteria matrik pemilihan prioritas dapat dipilih

masalah yang paling dominan.

Tabel 15. Teknik Kriteria Matrik Pemilihan Prioritas Penyebab

Masalah

I Jumlah
No. Daftar Masalah T R
P S RI DU SB PB PC IxTxR
1. Man
Kurang 4 3 3 3 4 3 2 4 3 264
optimalnya
dilakukan
kunjungan
inspeksi sanitasi

Tidak aktifnya 4 4 4 3 4 3 2 4 3 288


kader sanitasi
lingkungan
khususnya dalam
bidang sanitasi air
minum

Kurangnya 3 3 3 2 3 2 2 3 3 162
pemahaman
masyarakat
mengenai
pentingnya
sanitasi air minum

2. Method

Penyuluhan 4 3 3 2 3 2 2 3 3 171
mengenai sanitasi
air minum yang
kurang

Belum adanya 4 4 3 3 3 2 2 4 3 252


sistem pendataan

41
(inspeksi) berkala
dan evaluasi yang
dilakukan
bersama kader

Media Promosi
kesehatan 3 3 3 2 3 2 2 3 3 162
lingkungan masih
kurang

3. Material

Tidak tersedianya
alat penunjang 4 3 4 2 3 2 1 3 2 114
pengawasan
sanitasi

4. Money

Belum menjadi 3 3 2 1 1 2 2 3 2 90
prioritas dalam
alokasi dari
penghasilan
keluarga

5. Machine

Mata pencaharian 3 3 2 2 2 2 1 2 3 90
masyarakat
mayoritas
berdagang
sehingga sulit
untuk
mengalokasikan
waktu dalam
mengikuti
penyuluhan

Daerah perbukitan 3 3 2 1 1 2 1 2 2 52
yang dinilai
inspektor
membutuhkan
tenaga lebih untuk
menginspeksi
setiap rumah

Wilayah padat 3 3 2 1 1 2 1 2 2 52
penduduk
sehingga
dibutuhkan waktu
yang lama untuk
melakukan
inspeksi setiap

42
rumah

Keterangan: P = Prevalence S = Severity


PB = Public concern RI = Rate of increase
DU = Degree of unmeet need SB = Social benefit
PC = Political climate T = Technical feasiability
R = Resources availability

Setelah dilakukan pemilihan prioritas penyebab masalah, didapatkan masalah

berupa tidak aktifnya kader sanitasi lingkungan yang menyebabkan belum

tercapainya program secara maksimal. Dari data tabel matrik diatas dapat dilihat

komponen-komponen yang memiliki nilai tertinggi secara berurutan adalah

sebagai berikut:

1. Tidak aktifnya kader sanitasi lingkungan khususnya dalam bidang sanitasi air

minum

2. Kurang optimalnya dilakukan kunjungan inspeksi sanitasi

3. Belum adanya sistem pendataan (inspeksi) berkala dan evaluasi yang

dilakukan bersama kader

4. Penyuluhan mengenai sanitasi air minum yang kurang

5. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai pentingnya sanitasi air minum

6. Media promosi kesehatan lingkungan masih kurang

7. Tidak tersedianya alat penunjang pengawasan sanitasi

8. Belum menjadi prioritas dalam alokasi dari penghasilan keluarga

9. Mata pencaharian masyarakat mayoritas berdagang sehingga sulit untuk

mengalokasikan waktu dalam mengikuti penyuluhan

43
10. Wilayah padat penduduk sehingga dibutuhkan waktu yang lama untuk

melakukan inspeksi setiap rumah

11. Daerah perbukitan yang dinilai inspektor membutuhkan tenaga lebih untuk

menginspeksi setiap rumah

44
BAB VI
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

6.1 Menyusun Alternatif Pemecahan Masalah

Pencapaian program Kesehatan Lingkungan mengenai Inspeksi Sanitasi

Sarana Air Minum di kelurahan Pasir Gintung wilayah kerja UPT

puskesmas rawat inap Simpur masih belum mencapai target yang

diharapkan yaitu sebesar 50%. Cakupan yang berhasil dicapai pada periode

Januari-Maret 2020 adalah sebesar 11,1%. Hal tersebut dikarenakan tidak

aktifnya kader sanitasi lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, dapat

diutarakan beberapa alternatif pemecahan masalah yang diharapkan

kedepannya nanti sub program “Inspeksi Sanitasi Sarana Air Minum” di

kelurahan Pasir Gintung wilayah kerja UPT puskesmas rawat inap Simpur

dapat mencapai targetnya. Beberapa alternatif pemecahan masalah tersebut

dalam dilihat pada Tabel 16 sebagai berikut:

Tabel 16. Menetapkan Alternatif Pemecahan Masalah


Masalah Penyebab Alternatif
Angka pencapaian Tidak aktifnya 1. Membentuk dan mengaktifkan
cakupan inspeski kader sanitasi peran kader untuk melakukan
sanitasi air minum lingkungan kunjungan rumah dan melakukan
di kelurahan Pasir khususnya dalam inspeksi sanitasi sarana air
Gintung wilayah bidang sanitasi air minum
kerja UPT minum
puskesmas rawat 2. Koordinasi dengan ketua RT dan
inap Simpur perangkat desa yang ada di
periode Januari- kelurahan Pasir Gintung wilayah

45
Maret 2020 masih kerja UPT puskesmas rawat inap
rendah sebesar Simpur untuk melakukan inspeksi
11,1% dari target sanitasi air minum yang terjadwal
50%
3. Melakukan penyuluhan tentang
sanitasi dan standar air minum
kepada kader dan perangkat desa.

6.2 Memilih Prioritas Pemecahan Masalah

Daftar alternatif jalan keluar untuk menyelesaikan masalah Inspeksi Sanitasi

Sarana Air Minum ada tiga, untuk memilih prioritas pemecahan masalah,

penulis menggunakan rumus MIV/C yang dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Memilih Prioritas Pemecahan Masalah


No Daftar Alternatif Jalan Keluar
Efektivitas Efisiensi Jumlah
M I V C (MIV/C)
1. Membentuk dan mengaktifkan 4 4 3 3 16
peran kader untuk melakukan
kunjungan rumah dan melakukan
inspeksi sanitasi sarana air
minum

2. Koordinasi dengan ketua RT dan 2 3 3 2 9


perangkat desa yang ada di
kelurahan Pasir Gintung wilayah
kerja UPT puskesmas rawat inap
Simpur untuk melakukan
inspeksi sanitasi air minum yang
terjadwal.

3. Melakukan penyuluhan tentang 3 4 2 2 12


sanitasi dan standar air minum
kepada kader dan perangkat desa.

46
Keterangan:

P : Prioritas masalah

M : Magnitude, yaitu besarnya masalah yang dilihat dari morbiditas dan

mortalitas

I : Importance, ditentukan oleh jenis kelompok penduduk yang

terkena masalah/penyakit

V : Vulnerability, yaitu ada/tersedianya cara-cara pencegahan dan

pemberantasan masalah yang bersangkutan.

C : Cost, yaitu biaya yang diperlukan untuk menanggulangi masalah t

ersebut.

Berdasarkan pemilihan prioritas jalan keluar menggunakan ”Criteria Matrix

Technic” dengan memperhatikan efektifitas jalan keluar seperti besarnya

masalah yang dapat di selesaikan (magnitude), pentingnya jalan keluar

(impotancy), sensitivitas jalan keluar (vulnerability), dan efisiensi jalan

keluar maka didapatkan prioritas jalan keluar yang pertama adalah

membentuk dan mengaktifkan peran kader untuk melakukan kunjungan

rumah dan melakukan inspeksi sanitasi sarana air minum. Dengan terbentuk

dan diaktifkannya peran kader untuk melakukan kunjungan kerumah

diharapkan target cakupan inspeksi sanitasi sarana air minum akan tercapai.

Selain itu, dapat pula diusulkan mengenai pengadaan penyuluhan bagi kader

dan perangkat desa tentang sanitasi dan standar air minum serta

berkoordinasi dengan perangkat desa untuk melakukan inspeksi sanitasi air

minum yang terjadwal.

47
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan Evaluasi Program Kesehatan Lingkungan di wilayah kerja

UPT puskesmas rawat inap Simpur, didapatkan masalah kurangnya

cakupan Inspeksi Sanitasi Sarana Air Minum, terutama di kelurahan Pasir

Gintung dengan pencapaian 11,1% dari target 50%.

2. Faktor penyebab masalah yang telah diidentifikasi meliputi tidak aktifnya

kader sanitasi lingkungan khususnya air bersih di wilayah kerja

puskesmas.

3. Alternatif pemecahan masalah yang dapat dipertimbangkan meliputi

membentuk dan mengaktifkan peran kader untuk melakukan kunjungan

rumah dan melakukan inspeksi sanitasi sarana air minum. Selain itu dapat

juga diusulkan untuk mengadakan penyuluhan dengan materi sanitasi dan

standar air minum bagi kader, serta berkoordinasi dengan perangkat desa

untuk melakukan inspeksi sanitasi air minum terjadwal.

7.2 Saran

1. Monitoring dan evaluasi kegiatan kesehatan lingkungan khususnya

program Inspeksi Sanitasi Sarana Air Minum secara rutin oleh pemegang

program puskesmas.

48
2. Menggiatkan sesi penyuluhan promosi kesehatan mengenai pentingnya

Inspeksi Sanitasi Sarana Air Minum.

3. Meningkatkan jumlah serta intensitas pertemuan maupun pelatihan bagi

tenaga kesehatan maupun kader dalam melakukan inspeksi sanitasi agar

cakupannya tercapai.

49
DAFTAR PUSTAKA

Azwar A. Pengantar pelayanan dokter keluarga. Jakarta: Yayasan Penerbitan


Ikatan Dokter Indonesia, 1995

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2010. Laporan Pencapaian Tujuan


Pembangunan Milenium di Indonesia tahun 2010. Jakarta: Kementrian
Perencanaan Pembangunan Nasional.

Chandra, B. 2009.Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI. Diagnostik holistik pada


pelayanan kesehatan primer-pendekatan multi aspek. Jakarta: Departemen IKK
FKUI, 2008

Depkes RI, 1990. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 416/Menkes/Per/IX/1990 .


Jakarta: Depkes RI

Departemen Kesehatan. 2010a. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010.


Jakarta: Depkes

Direktorat Penyehatan Air. Direktorat jenderal PPM & PLP, 1990

Kusnoputranto, Haryoto. 2000. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Fakultas


Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Notoatmodjo, S.2003. Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.

Peraturan Menteri Kesehatan. 1990. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 416


tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air.

Peraturan Menteri Kesehatan. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 492


tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

Santoso S. 2012.Kesehatan dan Gizi.Jakarta : Rineka Cipta.

Waluyo, L. 2009. Mikrobiologi Lingkungan. Malang: UMM Press.

50
Wardhana, H, 2013. Analisis Kerentanan Pencemaran Air Tanah Bebas di
Kecamatan Medan Perjuangan. Medan: PGFI

Widyawati, R. 2002.Hygiene dan Sanitasi Umum dan Perhotelan.Jakarta : PT


Gramedia Widiasarana Indonesia.

World Health Organization (WHO). 2011. Health Aspect of Air Polution with
Particulate matter, Ozone and Nitrogen Dioxide.

51

Anda mungkin juga menyukai