Anda di halaman 1dari 52

i

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PERILAKU


HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DI WILAYAH
ENGLISH CAMP PUTRA PONDOK PESANTREN
AL-QODIRI JEMBER

PROPOSAL

Untuk Memenuhi Persyaratan Skripsi

Oleh :

IDE ROCKY
NIM. 1376610007

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI AL QODIRI JEMBER
2017

i
ii

PROPOSAL

Persaratan Skripsi

ii
iii

PROPOSAL

Skripsi

17 maret 2017

iii
iv

DAFTAR ISI

Halaman judul ..................................................................................................... i


Daftar isi .............................................................................................................. ii
Halaman persetujuan ........................................................................................... iii
Halaman pengesahan ........................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan masalah........................................................................... 3
1.3 Tujuan penelitian............................................................................ 3
1.3.1 Tujuan umum ..................................................................... 3
1.3.2 Tujuan khusus .................................................................... 3
1.4 Manfaat penelitian.......................................................................... 4
1.4.1 Manfaat teoritis .................................................................. 4
1.4.2 Manfaat praktis................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep tingkat pendidikan............................................................. 5
2.1.1 Pengertian pendidikan ........................................................ 5
2.1.2 Pendidikan di Indonesia ..................................................... 7
2.1.3 Tingkat pendidikan............................................................. 9
2.2 Konsep Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ........................ 11
2.2.1 Pengetian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ......... 11
2.2.2 Tujuan PHBS ..................................................................... 12
2.2.3 Dasar pelaksanaan PHBS ................................................... 13
2.2.4 PHBS diberbagai tatanan ................................................... 13
2.2.5 Indikator PHBS .................................................................. 15
2.3 Konsep dasar sikap dan perilaku .................................................... 16
2.3.1 Pengertian sikap ................................................................. 16
2.3.2 Perilaku ............................................................................. 17
2.3.3 Peilaku kesehatan ............................................................... 20
2.4 Konsep Pesantren ........................................................................... 26
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

iv
v

3.1 Kerangka konsep ............................................................................ 29


3.2 Hipotesis penelitian ........................................................................ 30
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan penelitian ..................................................................... 31
4.2 Populasi, sampling dan sampel ...................................................... 33
4.2.1 Populasi ............................................................................. 33
4.2.2 Sampling ............................................................................ 33
4.2.3 Sampel ................................................................................ 34
4.3 Variabel penelitian ........................................................................ 36
4.3.1 Variabel independen (bebas/x) ........................................... 34
4.3.2 Variabel dependen (terikat/y) ............................................. 34
4.4 Lokasi dan waktu penelitian........................................................... 34
4.5 Bahan dan instrumen / alat penelitian ............................................ 35
4.6 Definisi operasional ....................................................................... 35
4.7 Prosedur penelitian ......................................................................... 37
4.8 Analisa data .................................................................................... 40
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 41

v
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah sekumpulan perilaku yang
dipraktekan atas dasar desadaran sebagai hasil pelajaran yang menjadikan seorang
keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif
dalam mewujudkan kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2007). Dalam pencapaian
peningkatan status kesehatan bukan hanya tanggung jawab dari Kementerian
Kesehatan, tetapi merupakan pengintegrasian dari berbagai kementerian atau
institusi serta dukungan dari masyarakat sendiri untuk meningkatkan
kesehatannya. Kelompok usia muda merupakan kelompok harapan bangsa di
masa depan, baik sebagai insan maupun sebagai SDM yang berkualitas. Masa ini
merupakan generasi peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Bagi
mereka, masa ini merupakan masa mencari jati diri untuk menghadapi
kedewasaan. Menurut perkembangan intelektual, mereka telah mencapai
perkembangan mental yang memungkinkan untuk berpikir dengan cara berpikir
orang dewasa. Mereka tidak lagi terikat pada hal-hal konkrit dan nyata semata.
Mereka mulai mampu memahami realita, terutama yang berkaitan dengan aspek
pendidikan (Julianty Pradono dan Ning Sulistyowati, 2013). Pesantren dapat
menjadi penularan penyakit karena tingkat kepadatan dan lingkungan yang kurang
memadai sehingga penanaman hidup Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat merupakan
kebutuhan yang mutlak yang harus dilakukan karena penghuni pesantren adalah
kelompok beresiko terkena penyakit (Ikhwanuddin, 2011).
Pondok pesantren di Indonesia memiliki masalah yang begitu klasik
yaitu tentang kesehatan santri dan masalah terhadap penyakit. Masalah kesehatan
dan penyakit di pesantren sangat jarang mendapat perhatian dengan baik dari
warga pesantren itu sendiri maupun masyarakat dan juga pemerintah.
Kesederhanaan dan kesahajaan serta kurangnya fasilitas dan sarana di pondok
pesantren menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan santri
di pondok pesantren (Ikhwanuddin, 2011).

1
2

Hasil kegiatan pemantauan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)


melalui hasil survey PHBS tatanan Rumah Tangga tahun 2012 menunjukkan
bahwa Rumah Tangga yang ber PHBS 46,11%. Hal tersebut bila dibanding tahun
2011 sebesar 37,05% mengalami kenaikan sebesar 9,06% dan untuk kabupaten
jember yang telah berPHBS 63,80% (Dinkes Jatim, 2012).
Dari hasil survey persentase Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Dinas Kesehatan kabupaten Jember yakni di kecamatan Patrang sebanyak 64,39%
hal ini sangat jauh sekali dengan persentase Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) kecamatan Sumbersari kabupaten Jember yakni sebanyak 99,75%
(Dinkes Jember, 2014). Data dari seksi keamanan Pondok Pesantren bulan
februari 2017 pelanggaran jumlah anak yang merokok di wilayah English Camp
berjumlah 2 orang. Data dari seksi kebersihan Pondok Pesantren pada bulan
februari 2017 terdapat 32 santri yang tidak piket menyapu halaman pesantren.
Data dari seksi kesehatan Pondok Pesantren pada bulan februari 2017 terdapat 5
santri yang memeriksa kesehatan ketika sakit.
Di Pondok Pesantren Al Qodiri 1 Jember tepatnya di wilayah English
Camp menerapkan/mengharuskan santri yang menetapdi wilayah English Camp
untuk dapat berbahasa inggris selama 1 tahun. Dalam hal ini Direktur dan
pengurus daerah English Camp membuat kegiatan yang sangat padat. Dari hasil
wawancara dengan pengurus daerah English Camp pada tanggal 20 November
2016 terdapat 64 santri dengan rincian 23 santri tingkat SMP, 37 santri tingkat
SMA, dan 4 santri di tingkat perguruan tinggi yang berada di daerah English
Camp. Padatnya kegiatan yang di terapkan di wilayah English Camp, Pengurus
Daerah English Camp mengaku bahwa sanri yang berada di wilayah English
Camp masih sangat kurang dalam menyikapi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (
PHBS ). Mulai penggunaan air tidak bersih, penggunaan pakaian tidak bersih,
kuku yang kotor, kurang memperhatikan hal memeriksa kesehatan bila di
butuhkan, tempat penampungan air bersih dengan lumpur, kondisi depan wilayah
yang terkadang kotor , ada beberapa santri yang belum makan makanan yang
bergizi, beberapa santri merokok dan olah raga dan aktivitas fisik yang tidak rutin

2
3

sehingga ditemukan santri yang mengalami diare, sakit perut, penyakit kulit
(scabies), dan pusing-pusing (Anonim, 2016).
Dari permasalahan kurangnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di
wilayah English Camp peneliti ingin mengetahui hubungan antara tingkat
pendidikan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, kemudian
menginformasikan dan memberikan arahan kepada santri untuk melakukan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di wilayah English Camp Pondok
Pesantren Al Qodiri Jember.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
Adakah hubungan tingkat pengetahuan dengan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat
(PHBS) di wilayah English Camp Pondok Pesantren Al Qodiri?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan karena ingin mengetahui Hubungan Tingkat
Pendidikan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) santri di
wilayah English Camp putra Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember.

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Mengidentifikasi Tingkat Pendidikan di wilayah English Camp putra
Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember.
2. Mengidentifikasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) santri di
wilayah English Camp putra Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember.
3. Menganalisis Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) santri di wilayah English Camp putra
Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember.

3
4

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat Teoritis
1. Memberi informasi Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) santri di wilayah English Camp putra
Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember.
2. Menambah pengetahuan tentang Hubungan Tingkat Pendidikan
dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) santri di wilayah
English Camp putra Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember.
3. Sebagai masukan dari penelitian Hubungan Tingkat Pendidikan
dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) santri di wilayah
English Camp putra Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember untuk
pengembangan penelitian selanjutnya.

1.4.2. Manfaat Praktis


1. Sebagai pengetahuan bagi peneliti, Direktur dan Pengurus Daerah
English Camp akan Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) santri di wilayah English Camp putra
Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember.
2. Memperluas wawasan dan pengetahuan bagi peneliti, Direktur dan
Pengurus Daerah English Camp akan Hubungan Tingkat Pendidikan
dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) santri di wilayah
English Camp putra Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember

4
5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tingkat Pendidikan


2.1.1 Pengertian Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata didik yaitu proses membimbing manusia dari
kegelapan, kebodohan, dan pencerahan pengetahuan. Dalam arti luas pendidikan
baik yang formal maupun yang informal meliputi segala hal yang memperluas
pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri dan dunia tempat mereka hidup
(Alexander Budi Santoso, 2012).
Secara etimologis pendidikan berasal dari kata “didik” yang mendapat
awalan per dan akhiran an. Kata tersebut sebagaimana dijelaskan dalam kamus
umum bahasa Indonesia adalah perbuatan (hal, cara, dan sebagainya) mendidik.
Dan berarti pula pengetahuan tentang mendidik, atau pemeliharaan ( latihan-
latihan dan sebagainnya ) badan, bathin, dan sebagainya (Rofa‟ah, 2016).
Pendidikan adalah sejumlah pengalaman yang berpengaruh secara
menguntungkan terhadap kebiasaan, sikap dan pengetahuan yang ada
hubungannya dengan kesehatan perorangan, masyarakat dan bangsa. Pendidikan
di Indonesia dapat dilaksanakan dalam dua jalur yaitu pendidikan formal dan non
formal. Melalui jalur pendidikan formal seseorang dapat menempuh pendidikan
dasar yaitu SD dan SMP, pendidikan menengah yaitu SMA dan tinggi yaitu
perguruan tinggi (Alexander Budi Santoso, 2012).
Kata pendidikan selanjutnya sering digunakan untuk menterjemahkan kata
education atau teaching dalam bahasa inggris. Jadi education menunjukan pada
suatu kegiatan atau proses yang berhubungan dengan pembinaan yang dilakukan
seseorang kepada orang lain (Rofa‟ah, 2016).
Sedangkan menurut undang-undang RI nimor 20 tahun 2003 pasal (1)
tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa : “Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaranagar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

5
6

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,


serta keterampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”
Pengertian Pendidikan dalam konteks pendidikan islam sinonim dengan
kata ta‟lim, tarbiyah dan ta‟bid. Namun secara umum kata tarbiyah digunakan
untuk pengertian pendidikan islam. Pertama menggunakan kata ta’lim
merupakan masdar dari kata „allama yang berarti pengajaran yang bersifat
pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan dan keterampilan (Rofa‟ah,
2016).
Sebagai firman Allah SWT dalam QS. Al Baqarah ayat 31 yang berbunyi :

Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama ( benda-benda ) seluruhnya,


dan mengemukakan kepada para makaikat lalu berfirman : “ sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang
benar!”
Berdasarkan pengertian yang ditawarkan dari kata ta’lim dan ayat di atas,
terlihan pengertian pendidikan yang dimaksud mengandung makna yang terlalu
sempit dengan kata lain pengertian ta’lim hanya sebatas proses pentransferan
pengetahuan antar manusia tentang nilai-nilai kognitif dan psikomotorik tanpa
nilai efektif. Ini berarti hanya sekedar memberi pengetahuan tanpa melibatkan
pembinaan kepribadian (Rofa‟ah, 2016).
Kedua mengguanakan kata tarbiyah sebagaimana dalam firman Allah QS.
Al Isra‟ ayat 24 yang berbunyi :

6
7

Artinya : Dan rendahkanlah dirimu dengan mereka berdua dengan penuh


kesayangan dan ucapkan: “wahai tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagimana mereka berdua telah mendidik aku di waktu kecil “

Kata tarbiyah adalah kata Rabba yang berarti mengasuh, mendidik dan
memelihara. Secara esensial kata al tarbiyah mengandung dua makna, yaitu (1)
merupakan proses transformasi sesuatu sampai pada batas kesempurnaan
(kedewasaan) dan dilakukan secara bertahap. (2) merupakan proses aktualisasi
yang dilakukan secara bertahap dan berencana sampai batas kesempurnan (
kedewasaan ). Ketiga kata al ta’bid lebih terfokus kepada upaya pembentukan
pribadi muslim yang berakhlak mulia (Rofa‟ah, 2016).
Dari definisi di atas jadi peneliti menyimpulkan bahwa Pendidikan adalah
proses transformasi sesuatu pada seseorang dengan bimbingan seorang aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia.

2.1.2 Pendidikan di Indonesia


Pendidikan di Indonesia adalah seluruh pendidikan yang diselenggarakan
di Indonesia, baik itu secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Secara
terstruktur, pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemdikbud), dahulu bernama
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Depdiknas). Di Indonesia,
semua penduduk wajib mengikuti program wajib belajar pendidikan dasar selama
sembilan tahun, enam tahun di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah dan tiga tahun
di sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah. Saat ini, pendidikan di
Indonesia diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (https://id.wikipedia.org, 2017).
Pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam tiga jalur utama, yaitu formal,
nonformal, dan informal. Pendidikan juga dibagi ke dalam empat jenjang, yaitu
anak usia dini, dasar, menengah, dan tinggi (https://id.wikipedia.org, 2017).

7
8

A. Jenjang pendidikan
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan
berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan
kemampuan yang dikembangkan (UU No. 20, 2013).
1. Pendidikan anak usia dini
Mengacu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 1 Butir 14 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu
upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
2. Pendidikan dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan)
yaitu Sekolah Dasar (SD) selama 6 tahun dan Sekolah Menengah Pertama (SMP)
selama 3 tahun. Pendidikan dasar merupakan Program Wajib Belajar.
3. Pendidikan menengah
Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan
dasar, yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA) selama 3 tahun waktu tempuh
pendidikan.
4. Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah
yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan
spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
B. Jalur Pendidikan
Menurut Pasal 1 ayat 7 Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional, yang dimaksud dengan jalur pendidikan adalah wahana yang
dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses
pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Wahana ini menurut kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah kendaraan, alat angkut, atau sarana untuk

8
9

mencapai tujuan. Jadi dapat di tarik kesimpulan bahwa jalur pendidikan adalah
alat atau sarana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri
dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan dan untuk
mencapai tujuan pendidikan dan untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri
(Abdul Wahab, 2012).
1. Pendidikan formal
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di
sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang
pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai
pendidikan tinggi.
2. Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal paling banyak terdapat pada usia dini, serta
pendidikan dasar, adalah TPA, atau Taman Pendidikan Al Quran,yang banyak
terdapat di setiap masjid dan Sekolah Minggu, yang terdapat di semua gereja.
Selain itu, ada juga berbagai kursus, diantaranya kursus musik, bimbingan belajar
dan sebagainya.
3. Pendidikan informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan
bertanggung jawab.

2.1.3 Tingkat Pendidikan


Tingkat kemajuan pendidikan penduduk suatu negara sangat menentukan
maju tidaknya negara tersebut. Negara yang maju pada umumnya memiliki
tingkat pendidikan yang rata-rata tinggi. Sebaliknya di negara-negara berkembang
dan miskin tingkat pendidikan penduduk sebagian besar tergolong masih rendah.
Tingkat pendidikan pendudukan dapat dijadikan pedoman untuk menentukan
kualitas penduduk. Penduduk yang tingkat pendidikannya tinggi yakni penduduk
yang tingkat pendidikannya tinggi (Julianty Pradono dan Ning Sulistyowati,
2013).

9
10

Pada dekade abad ke 20, penduduk Indonesia memiliki ciri-ciri struktur


umur muda dengan rata-rata tingkat pendidikan yang relatif masih rendah. Hal ini
dapat dilihat pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dilaporkan setiap
tahun oleh WHO. Pada tahun 2009 Indonesia menduduki urutan nomor 111 di
antara 182 bangsa-bangsa di dunia (Julianty Pradono dan Ning Sulistyowati,
2013).
Dalam pencapaian peningkatan status kesehatan bukan hanya tanggung
jawab dari Kementerian Kesehatan, tetapi merupakan pengintegrasian dari
berbagai kementerian/institusi serta dukungan dari masyarakat sendiri untuk
meningkatkan kesehatannya. Kelompok usia muda merupakan kelompok harapan
bangsa di masa depan, baik sebagai insan maupun sebagai SDM yang berkualitas.
Masa ini merupakan generasi peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Bagi mereka, masa ini merupakan masa mencari jati diri untuk menghadapi
kedewasaan. Menurut perkembangan intelektual, mereka telah mencapai
perkembangan mental yang memungkinkan untuk berpikir dengan cara berpikir
orang dewasa. Mereka tidak lagi terikat pada hal-hal konkrit dan nyata semata.
Mereka mulai mampu memahami realita, terutama yang berkaitan dengan aspek
pendidikan (Julianty Pradono dan Ning Sulistyowati, 2013)
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Aspek itu juga melingkupi bidang kesehatan.
Pada nantinya sang individu diberikan pemahaman dari pihak sekolah untuk
menanamkan perilaku sehat dan juga nilai-nilai terkait kesehatan agar nantinya
siswa dapat mengerti benar apa itu pola hidup sehat dan tentunya akan
mempraktikannya dalam kehidupan (Sriyono,2015).
Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pola berpikir seseorang. Apabila
tingkat pendidikan seseorang tinggi, maka cara berpikir seseorang lebih luas, hal
ini ditunjukkan oleh berbagai kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Dengan
pendidikan seseorang dapat meningkatkan kematangan intelektual sehingga dapat
memberikan keputusan yang tepat dalam bertindak dan memilih pelayanan
kesehatan yang tepat untuk dirinya (Asiah M. D, 2009)

10
11

Tinggi rendahnya tingkat pendidikan seseorang menentukan sikap dan


pola perilakunya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin tinggi
pula tingkat pola perilakunya, namun semakin rendah tingkat pendidikan
seseorang maka hampir dapat dipastikan tingkat pola perilakunya juga rendah.
Walaupun kenyataan itu sekarang mulai banyak terpatahkan karena banyak orang
dengan tingkat pendidikan yang rendah ternyata memiliki tingkat pola perilaku
yang tinggi karena ada faktor pemahaman agama dan juga pemahaman lainnya
(Sriyono,2015)
Dari base on Journal sebelumnya yang berjudul “Pengaruh Tingkat
Pendidikan Dan Pemahaman Masyarakat Tentang Ikan Berformalin Terhadap
Kesehatan Masyarakat” mengklasifikasikan tingkat pendidikan Tingkat responden
adalah: tidak tamat SD 2 orang, tamat SD 8 orang, tamat SLTP 13 orang, tamat
SLTA 33 orang dan sarjana 4 orang (Sriyono, 2015). Dalam penelitian ini tingkat
pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal pada di wilayah English
Camp Putra Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember yaitu 23 santri tamat Sekolah
Dasar (SD) sederajat, 37 santri tamat Madrasah Tsanawiyah (MTs) sederajat, dan
4 santri tamat Madrasah Aliah (MA) sederajat.

2.2 Konsep Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)


2.2.1 Pengertian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku
yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang
menjadikan seseorang keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong
dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam
mewujudkan kesehatan masyarakat. Dengan demikian, PHBS mencakup beratus-
ratus bahkan mungkin beribu-ribu perilaku yang harus dipraktikkan dalam rangka
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya ( Kemenkes RI,
2011 ).
Dibidang pencegahan dan penanggulangan penyakit serta penyehatan
lingkungan harus dipraktikkan perilaku mencuci tangan dengan sabun,
pengelolaan air minum dan makanan yang memenuhi syarat, menggunakan air

11
12

bersih, menggunakankan jamban sehat, pengelolaan limbah cair yang memenuhi


syarat, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di dalam ruangan dan lain-
lain. Di bidang kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana harus
dipraktikkan perilaku meminta pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan,
menimbang balita setiap bulan, mengimunisasi lengkap bayi, menjadi akseptor
keluarga berencana dan lain-lain. Di bidang gizi dan farmasi harus dipraktikkan
perilaku makan dengan gizi seimbang, minum Tablet Tambah Darah selama
hamil, memberi bayi air susu ibu (ASI) eksklusif, mengonsumsi Garam
Beryodium dan lain-lain. Sedangkan di bidang pemeliharaan kesehatan harus
dipraktikkan perilaku ikut serta dalam jaminan pemeliharaan kesehatan, aktif
mengurus dan atau memanfaatkan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat
(UKBM), memanfaatkan Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan lain dan
lain-lain ( Kemenkes RI, 2011 )
Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Kementerian
Kesehatan melalui Pusat Promosi Kesehatan menerapkan program Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS). PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan
atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang,
keluarga, kelompok dan masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di
bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.
PHBS merupakan suatu tindakan pencegahan agar masyarakat terhindar dari
penyakit dan gangguan kesehatan ( Kemenkes RI, 2014 )

2.2.2 Tujuan PHBS


Tujuan PHBS adalah untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran,
kemauan dan kemampuan masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha dalam
upaya mewujudkan derajat hidup yang optimal. Hingga saat ini, area program
kesehatan yang menjadi prioritas dalam PHBS adalah :
1. Kesehatan ibu dan anak
2. Kualitas gizi
3. Kesehatan perorangan dan lingkungan
4. Memiliki gaya hidup sehat

12
13

5. Dana sehat/asuransi kesehatan/JPKM ( Jaminan Pemeliharaan Kesehatan


Masyarakat ) (Zahrul Wildad, 2014)

2.2.3 Dasar Pelaksanaan PHBS


a. Dasar pelaksanaan PHBS adalah :
b. Undang-undang Kesehatan No.23 tahun 1992
c. Rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010
d. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
2269/Menkes/Per/XI/2011 Tanggal 10 November 2011 Tentang Pedoman
Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
e. Petunjuk pelaksanaan operasional strategi peningkatan PHBS propinsi jawa
timur

2.2.4 PHBS Di Berbagai Tatanan


Di atas disebutkan bahwa PHBS mencakup semua perilaku yang harus
dipratikkan di bidang pencegahan dan penanggulangan penyakit, penyehatan
lingkungan, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, gizi, farmasi dan
pemeliharaan kesehatan. Perilaku-perilaku tersebut harus dipraktikkan dimana
pun seseorang berada di rumah tangga, di institusi pendidikan, di tempat kerja, di
tempat umum dan di fasilitas pelayanan kesehatan – sesuai dengan situasi dan
kondisi yang dijumpai (Kemenkes RI, 2011).
1. PHBS di Rumah Tangga
Di rumah tangga, sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang
dapat menciptakan Rumah Tangga Ber-PHBS, yang mencakup persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan, memberi bayi ASI eksklusif, menimbang balita
setiap bulan, mengguunakan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih dan
sabun, pengelolaan air minum dan makan di rumah tangga, menggunakan jamban
sehat (Stop Buang Air Besar Sembarangan/Stop BABS), pengelolaan limbah cair
di rumah tangga, membuang sampah di tempat sampah, memberantas jentik
nyamuk, makan buah dan sayur setiap hari, melakukan aktifitas fisiik setiap hari,
tidak merokok di dalam rumah dan lain-lain (Kemenkes RI, 2011).

13
14

2. PHBS di Institusi Pendidikan


Di institusi pendidikan (kampus, sekolah, pesantren, seminari, padepokan
dan lain-lain), sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang dapat
menciptakan Institusi Pendidikan Ber-PHBS, yang mencakup antara lain mencuci
tangan menggunakan sabun, mengkonsumsi makanan dan minuman sehat,
mengguunakan jamban sehat, membuang sampah di tempat sampah, tidak
merokok, tidak mengkonsumsi Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA), tidak meludah sembarangan tempat, memberantas jentik
nyamuk dan lain-lain (Kemenkes RI, 2011).
3. PHBS di Tempat Kerja
Di tempat kerja (kantor, pabrik dan lain-lain), sasaran primer harus
mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan Tempat Kerja Ber-PHBS, yang
mencakup mencuci tangan dengan sabun, mengkonsumsi makanan dan minuman
sehat, menggunakan jamban sehat, membuang sampah di tempat sampah, tidak
merokok, tidak mengkonsumsi NAPZA, tidak meludah sembarang tempat,
memberantas jentik nyamuk dan lain-lain (Kemenkes RI, 2011).
4. PHBS di Tempat Umum
Di tempat umum (tempat ibadah, pasar, pertokoan, terminal, dermaga dan
lain-lain), sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan
Tempat Umum Ber-PHBS, yang mencakup mencuci tangan dengan sabun,
menggunakan jamban sehat, membuang sampah di tempat sampah, tidak
merokok, tidak mengkonsumsi NAPZA, tidak meludah di sembarang tempat,
memberantas jentik nyamuk dan lain-lain (Kemenkes RI, 2011).
5. PHBS di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Di fasilitas pelayanan kesehatan (klinik, Puskesmas, rumah sakit dan lain-
lain), sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan
Fasilitas pelayanan kesehatan Ber-PHBS, yang mencakup mencuci tangan dengan
sabun, menggunakan jamban sehat, membuang sampah di tempat sampah, tidak
merokok, tidak mengkonsumsi NAPZA, tidak meludah disembarang tempat,
memberantas jentik nyamuk dan lain-lain (Kemenkes RI, 2011).

14
15

2.2.5 Indikator PHBS


Jumlah dan jenis indikator PHBS yang digunakan masing-masing daerah
sangat bervariasi, sesuai kondisi dan kebutuhan daerah masing-masing. Propinsi
Jawa Tengah memfokuskan Program PHBS pada PHBS Rumah tangga, PHBS
Sekolah (institusi pendidikan), dan PHBS tempat ibadah (Tempat Tempat Umum)
(Dinkes Jateng, 2009). PHBS Sekolah (institusi pendidikan) adalah tempat
diselenggarakannya proses belajar mengajar secara formal, dimana terjadi
tarnsformasi ilmu pengetahuan dari para guru/pengajar kepada anak didiknya.
PHBS Sekolah (Institusi Pendidikan) berarti suatu upaya yang dilakukan untuk
memberdayakan dan meningkatkan kemampuan pengajar maupun anak didiknya
dalam berperilaku hidup bersih dan sehat.
Adapun indikator PHBS adalah 10 indikator, yaitu 1) Persalinan ditolong
oleh tenaga kesehatan, 2) memberi ASI ekslusif, 3) menimbang bayi dan balita, 4)
menggunakan air bersih, 5) mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, 6)
menggunakan jamban sehat, 7) memberantas jentik di rumah, 8) makan buah dan
sayur setiap hari, 9) melakukan aktivitas fisik setiap hari, 10) tidak merokok di
dalam rumah (Kemenkes, 2013)
PHBS Tempat Tempat Umum (Tempat Ibadah) adalah sarana yang
digunakan untuk kegiatan keagamaan/Ibadah bagi masyarakat sesuai dengan
agama yang dianutnya. PHBS di tempat Ibadah merupakan suatu upaya yang
dilakukan untuk memberdayakan dan meningkatkan kemampuan pengurus
maupun pengunjung dalam berperilaku hidup bersih dan sehat (Dinkes Jateng,
2009)
Kriteria PHBS di Tempat Tempat Umum: menggunakan air bersih,
menggunakan jamban, membuang sampah pada tempatnya, tidak merokok di
tempat ibadah, tidak meludah sembarangan (Dinkes Jabar, 2009).
Adapun indikator Indonesia sehat (indikator perilaku dan indikator
lingkungan) yang berkaitan dengan PHBS di pesantren meliputi :
1. Penggunaan air bersih
2. Penggunaan pakaian bersih
3. Kuku yang bersih dan pendek

15
16

4. Penggunaan jamban yang bersih


5. Menggunakan garam beryodium
6. Memeriksa kesehatan bila di butuhkan
7. Tempat penampungan air bersih dan yang bebas jentik nyamuk dan lumpur
8. Kondisi tempat tinggal dan halaman dalam keadaan bersih
9. Mengkonsumsi makanan yang bergizi
10. Tidak merokok
11. Olah raga dan aktivitas fisik. (Efendi dan Mahfudli, 2009)

2.3 Konsep Dasar Sikap dan Perilaku


2.3.1 Pengertian Sikap
Sikap pada awalnya diartikan sebagai suatu syarat untuk munculnya suatu
tindakan. Sikap merupakan ekspresi efek seseorang pada objek sosial tertentu
yang mempunyai kemungkinan rentangan dari suka sampai tak suka atau setuju
sampai tidak setuju pada sesuatu objek. kecederungan yang tertata untuk berfikir,
merasa, berperilaku terhadap sesuatu himpunan fenomena seperti objek-objek
fisik, kejadian, atau perilaku dan kecenderungan untuk bereaksi dengan cara
tertentu terhadap suatu perangsangan atau situasi yang dihadapi (Anang
Rinandanto, 2015).
Ada empat definisi sikap. Pertama, bagaimana perasaan mereka terhadap
obyek positif atau negatif, terima atau tidak terima, pro atau kontra. Kedua, sikap
sebagai kecenderungan untuk merespon sebuah obyek atau golongan obyek
dengan sikap yang secara konsisten menerima atau tidak menerima. Ketiga, sikap
berorientasi pada psikologi sosial yaitu motivasi, emosi, persepsi, dan proses
kognitif yang bertahan lama dengan beberapa aspek dari masing-masing individu.
Keempat, keseluruhan sikap dari seseorang terhadap obyek dilihat dari fungsi
kekuatan dari tiap-tiap sejumlah kepercayaan yang seseorang pegang tentang
beberapa aspek dari obyek dan evaluasi yang diberikan (http://library.umn.ac.id,
2017).

16
17

Sikap yang berhubungan dengan aktivitas di antaranya :


1. Emosi yang timbul pada kegiatan itu.
2. Tindakan diri
3. Lingkungan dimana kegiatan itu berlangsung.

Pengaruh terhadap perilaku menunjukan suaatu reaksi emosional langsung


dapat positif dan negatif, lucu menyenangkan, menjijikan, dan tidak
menyenangkan. Perilaku yang memberi pengaruh positif sering di ulangi.
Sedangkan perilaku yang berdampak negatif dibatasi atau dikurangi (Nursalam,
2013).

2.3.2 Perilaku
A. Pengertian Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman
serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan
respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun
dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berpikir,
berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan
batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai bentuk pengalaman dan
interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut
pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan
perilaku pasif tidak tampak, seperti pengetahuan, persepsi, atau motivasi.
Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga domain yaitu
pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah
knowledge, attitude, practice (http://repository.usu.ac.id/, 2017).

B. Proses Pembentukan Perilaku


Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut Abraham
Harold Maslow, manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yakni :
1. Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhan pokok utama, yaitu
H2, H2O, cairan elektrolit, makanan dan seks. Apabila kebutuhan ini tidak

17
18

terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan fisiologis. Misalnya, kekurangan O2


yang menimbulkan sesak nafas dan kekurangan H2O dan elektrolit yang
menyebabkan dehidrasi.
2. Kebutuhan rasa aman, misalnya :
1) Rasa aman terhindar dari pencurian, penodongan, perampokan dan
kejahatan lain.
2) Rasa aman terhindar dari konflik, tawuran, kerusuhan, peperangan dan
lain-lain.
3) Rasa aman terhindar dari sakit dan penyakit
4) Rasa aman memperoleh perlindungan hukum.
3. Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya :
1) Mendambakan kasih sayang/cinta kasih orang lain baik dari orang tua,
saudara, teman, kekasih, dan lain-lain.
2) Ingin dicintai/mencintai orang lain.
3) Ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada.
4. Kebutuhan harga diri, misalnya :
1) Ingin dihargai dan menghargai orang lain
2) Adanya respek atau perhatian dari orang lain
3) Toleransi atau saling menghargai dalam hidup berdampingan
5. Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya :
1) Ingin dipuja atau disanjung oleh orang lain
2) Ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita
3) Ingin menonjol dan lebih dari orang lain, baik dalam karier, usaha,
kekayaan, dan lain-lain (http://repository.usu.ac.id/,2017).
C. Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku :
Berikut ini berapa referensi yang terkait dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan perilaku seseorang. Terdapat beberapa tahapan yang
dilalui, sehingga kita dapat mengalami perubahan perilaku. Tahap-tahap tersebut
antara lain tahap mengetahui, memahami, mempraktekkan, merangkum, serta
tahap evaluasi.

18
19

1. Pada tahap pertama, bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi


perilaku adalah pengetahuan (knowledge). Pengetahuan adalah hasil
penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek
melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga). Dengan
sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan
persepsi terhadap objek. Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu,
dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu. Komponen kognitif merupakan representasi yang
dipercaya oleh individu. Komponen kognitif berisi persepsi dan
kepercayaan yang dimiliki individu mengenai sesuatu kepercayaan
datang dari yang telah dilihat, kemudian terbentuk suatu ide atau
gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Sekali
kepercayaan telah terbentuk, akan menjadi dasar pengetahuan
seseorang mengenai yang dapat diharapkan dari objek tertentu. Namun
kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak terlalu akurat. Kadang-
kadang kepercayaan tersebut terbentuk justru dikarenakan kurang atau
tiadanya informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi.
Seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan
atau opini.
2. Tahap kedua adalah tahap memahami (comprehension), merupakan
tahap memahami suatu objek bukan sekedar tahu atau dapat
menyebutkan, tetapi juga dapat menginterpretasikan secara benar
tentang objek.
3. Tahap selanjutnya, tahap ketiga, tahap aplikasi (application), yaitu jika
orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat
mengaplikasikan prinsip yang diketahui pada situasi yang lain.
4. Sedangkan tahap ke empat merupakan tahap analisis (analysis),
merupakan kemampuan seseorang menjabarkan dan atau memisahkan.
Indikasi bahwa pengetahuan seseorang sudah sampai pada tingkat

19
20

analisis jika dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan,


membuat diagram pada pengetahuan atas objek tersebut.
5. Tahap ke lima adalah sintesis (synthesis). Tahap ini menunjukkan
kemampuan seseorang untuk merangkum suatu hubungan logis dari
komponen komponen pengetahuan yang dimiliki. Sintesis merupakan
kemampuan untuk menyusun formulasi baru.
6. Sedangkan tahap terakhir, berupa tahap evaluasi (evaluation). Tahap
ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
penilaian terhadap suatu objek (Dinkes Lumajang, 2013).
Sedangkan menurut Green faktor perilaku dibentuk oleh tiga faktor utama
yaitu :
1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang
antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai dan
tradisi.
2. Faktor pemungkin (enabling factors), yaitu faktor yang
memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan antara
lain umur, status sosial ekonomi, pendidikan, prasarana dan sarana
serta sumber daya.
3. Faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors), faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku misalnya dengan
adanya contoh dari para tokoh masyarakat yang menjadi panutan
(Dinkes Lumajang, 2013).

2.3.3 Perilaku Kesehatan


Perilaku manusia (human behavior) merupakan reaksi yang dapat bersifat
sederhana maupun bersifat kompleks. Pada manusia khususnya dan pada berbagai
spesies hewan umumnya memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif
(species-specific behavior) yang didasari oleh kodrat untuk mempertahankan
kehidupan. Perilaku manusia merupakan hasil dari pada segala macam

20
21

pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam


bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan (Dinkes Lumajang, 2013).
Perilaku kesehatan untuk hidup sehat yaitu semua kegiatan atau aktivitas
orang dalam rangka memelihara kesehatan, sepertitindakan terhadap penyakit
menular dan tidak menular, tindakan terhadap faktor-faktor yang terkait dan atau
mempengaruhi kesehatan dan tindakan untuk menghindari penyakit
(Notoatmodjo, S dalam Ningsi dkk, 2017)
Perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi 3, kelompok yaitu:
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance), yaitu usaha
seseorang untuk memelihara kesehatan agar tidak sakit dan usaha
penyembuhan jika sedang sakit.
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan (health
seeking behavior), yaitu perilaku yang menyangkut upaya atau tindakan
seseorang saat sakit dan atau kecelakaan untuk berusaha mulai dari self
treatment sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
3. Perilaku kesehatan lingkungan, yaitu cara seseorang merespon lingkungan,
baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut
tidak mempengaruhi kesehatannya (Dinkes Lumajang, 2013).

A. Teori Perubahan Perilaku Kesehatan Lowrence Green


Lowrence Green mencoba menganalisis perilaku manusiadari tingkat
kesehatan seseorang, atau masyarakat oleh dua faktor pokok yaitu faktor perilaku
(behafior causes) dan faktor luar lingkungan (nonbehafior causes). Untuk
mewujudkan suatu perilaku kesehatan, dilakukan pengelolaan menejemenprogram
melalui tahap bagan di bawah ini (Nursalam, 2013) :

21
22

Selanjutnya dalam promosi kesehatan dikenal adanya model pengkajian


dan penindaklanjutan (precede proceed model) yang adopsi dari konsep Lawrence
Green. Model ini mengkaji masalah perilaku manusia dan fakto-faktor yang
mempengaruhinya.serta cara menindaklanjutinya dengan berusaha mengubah,
memelihara dan perilaku tersebut ke arah yang lebih positif. Proses pengkajian
atau pada tahap procede dan proses penindaklanjutan pada tahap procede. Dengan
demikian suatu program untuk memperbaiki perilaku kesehatan adalah penerapan
keempat proses pada umumnya ke dalam model pengkajian dan penindaklanjutan
(Nursalam,2013).
1. Kualitas hidup adalah sasaran utama yang ingin dicapai dibidang
pembangunan sehingga kualitas hidup ini sejalan dengan tingkat
kesejahteraan. Diharapkan semakin sejahtera maka kualitas hidup
semakin tinggi. Kualitas hidup ini salah satunya dipengaruhi oleh

22
23

derajat kesehatan. Semakin tinggi derajat kesehatan seseorang maka


kualitas hidup juga semakin tinggi.
2. Derajat kesehatan adalah suatu yang ingin dicapai dalam kesehatan.
Dengan adanya derajat kesehatan tergambarkan masalah kesehatan
yang sedang dihadapi. Pengaruh yang paling besar terhadap kesehatan
seorang adalah factor perilaku dan faktor lingkungan.
3. Faktor lingkungan adalah faktor fisik, biologis dan sosial budaya yang
langsung/ tidak mempengaruhi derajat kesehatan.
4. Faktor perilaku dan gaya hidup adalah suatu faktor yang timbul karena
adanya aksi dan reaksi seseorang organisme terhadap lingkungan.
Faktor perilaku akan terjadi apabila ada rangsangan, sedangkan gaya
hidup merupakan pola kebiasaan seseorang atau sekelompok orang
yang dilakukan karena jenis pekerjaannya mengikuti trend yang
berlaku dalam kelompok sebayanya, ataupun hanya untuk meniru dari
tokoh idolanya.

Dengan demikian suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau


perilaku tertentu. Selanjutnya perilaku itu sendiridi tentukan atau terbentuk dari 3
faktor (Nursalam,2013) :

23
24

Predisposing Factor Anabeling Factor


Reinforcing Factor
1) Knowledge 1) Availibility of health
1) Family
2) Values resources
2) Peer
3) Attitudes 2) Community/
3) Teachers
Goverment laws
4) Convidence 4) Employers
prority and
5) Health Provider
commitment to
6) Community Leaders
health
7) Decision Makers
3) Health-related skill

Specific behavior by
Environment
individuals or by
(condition of Living)
organization

Health

Faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan (Lowrence Green, Dalam


Nursalam 2013)

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), merupakan faktor


internal yang ada pada diri individu, keluarga, kelompok atau

24
25

masyarakat yang mempermudah individu untuk berperilaku yang


terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-
nilai dan sebagainya.
2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau
sarana-sarana kesehatan.
3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) merupakan faktor yang
menguatkan perilaku, yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan, teman sebaya, orang tua yang merupakan kelompok refernsi
dan perilaku masyarakat.

Ketiga faktor di atas dipengaruhi oleh faktor penyuluhan dan faktor


kebijakan, serta peraturan organisasi. Semua faktor-fator tersebut merupakan
ruang lingkup promosi kesehatan.
Faktor lingkungan adalah segala faktor baik fisik, biologis maupun sosial
budaya yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi derajat kesehatan.
Dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan
ditentukan oleh pengetahuan, sikap kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari
orang atau masyarakatyang bersangkutan. Sikap, kepercayaan, tradisi dan
sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan.disamping itu
ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku, para petugas kesehatan
terhadapkesehatan jugaakan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku
(Nursalam, 2013).
Begitu pula yang dikemukakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Lumajang tentang faktor perilaku kesehatan yaitu antara lain : Predisposing
factors, adalah faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya
perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-
nilai dan tradisi. Faktor berikutnya adalah enabling faktor, yaitu faktor yang
memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Antara lain umur,
status sosial ekonomi, pendidikan, prasarana dan sarana serta sumberdaya.
Sedangkan faktor terakhir berupa faktor pendorong atau penguat (reinforcing

25
26

factors), yaitu faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku


misalnya dengan adanya contoh dari para tokoh masyarakat yang menjadi panutan
(Dinkes Lumajang, 2014)

2.4 Konsep Pondok Pesantren


Pesantren sebagai lembaga pendidikan dan pusat penyebaran agama Islam
lahir dan berkembang semenjak masa-masa permulaan Islam masuk di Indonesia.
Dan menurut Kafrawi, di pulau jawa lembaga ini berdiri untuk pertama kalinya di
zaman walisongo. Untuk sementara, Sheikh Malik Ibrahim atau yang disebut
Sheikh Maghribi dianggap sebagai ulama yang pertama kali mendirikan pesantren
di jawa. Istilah pesantren berasal dari kata santri atau sangsekertanya adalah
shantri yang berarti ilmuwan Hindu yang pandai menulis (Ilham Arif, 2015).
Untuk meneruskan perjuangan dan cita-cita para pendiri pesantren, para
generasi baru tidak akan terlepas dari visi, misi dan tujuan pendidikan Islam
secara umum. Selain itu sistem-sistem dan komponen-komponen yang harus ada
untuk mencapai cita-cita yang diharapkan pun tidak bisa ditinggalkan. Seperti
kurikulum, menajemen, SDM, budaya organisasi, dan sebagainya. Dengan
demikian secara sepintas pesantren tidak berbeda dengan dengan lembaga
pendidikan lainnya. Apabila dirunut ke zaman kolonial, pesantren pun ikut andil
dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan dari musuh-musuh bangsa
Indonesia. Sejarah mencatat bahwa pondok pesantren adalah lembaga
pendidikan, keagamaan dan kemasyarakatan yang sudah sejak lama dikenal
sebagai wahana pengembangan masyarakat (community development)( Kharis
Fadillah, 2015).
Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan yang mempunyai
kekhasan tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan yang lainnya. Di
tinjau dari segi historisnya, Pesantren merupakan bentuk lembaga pribumi tertua
di Indonesia. Pesantren sudah dikenal jauh sebelum Indonesia merdeka, bahkan
sejak Islam masuk ke Indonesia, pesantren terus berkembang sesuai dengan
perkembangan dunia pendidikan pada umumnya. Ada dua pendapat mengenai
awal berdirinya pondok pesantren di Indonesia. Pendapat pertama menyebutkan

26
27

bahwa pondok pesantren berakar pada tradisi Islam sendiri dan pendapat kedua
menyatakan bahwa sistem pendidikan model pondok pesantren adalah asli
Indonesia.1 Pendapat kedua pesantren sebagai komunitas dan sebagai lembaga
pendidikan yang besar jumlahnya dan luas penyebarannya di berbagai plosok
tanah air telah banyak memberikan peran dalam membentuk manusia Indonesia
yang religius. Lembaga tersebut telah melahirkan banyak ke pemimpinan bangsa
Indonesia di masa lalu, kini dan agaknya juga di masa datang. Lulusan pesantren
telah memberikan partisipasi aktif dalam pembangunan bangsa (Ilham Arif,
2015).
Peran pesantren di masa lalu kelihatannya paling menonjol dalam hal
menggerakkan, memimpin dan melakukan perjuangan dalam rangka mengusir
penjajah. Di masa sekarang juga amat jelas ketika pemerintah mensosialisasikan
programnya dengan melalui pemimpin-pemimpin pesantren. Pada masa-masa
mendatang agaknya peran pesantren amat besar misalnya, arus globalisasi dan
industrialisasi telah menimbulkan depresi dan bimbangannya pemikiran serta
suramnya prespektif masa depan maka pesantren amat dibutuhkan untuk
menyeimbangkan akal dan hati Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam
yang memiliki akar (Ilham Arif, 2015).
Lembaga pesantren mempunyai andil besar dalam pergerakan arus
perubahan sosial Indonesia. Keberhasilannya sebagai sebuah institusi pendidikan
Islam menegaskan diri sebagai entitas yang ikut mencerdaskan bangsa.
Keberhasilan pesantren yang telah banyak melahirkan tokoh-tokoh agama,
pejuang serta pemimpin masyarakat, merupakan bukti bahwa pesantren berperan
banyak dalam membangun Indonesia. Perkembangan pesantren dari pesantren
salaf (bandongan dan sorogan) sampai pesantren modern yang sangat pesat
hingga saat ini tidaklah lepas dari adanya sistem pendidikan yang jelas dan
kurikulum yang terencana dengan baik.( Kharis Fadillah, 2015).
Secara historis yang cukup kuat sehingga menduduki posisi relatif sentral
dalam dunia keilmuan. Dalam masyarakatnya Pesantren sebagai sub kultur lahir
dan berkembang seiring dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat global,
asketisme ( faham kesufian) yang digunakan pesantren sebagai pilihan ideal bagi

27
28

masyarakat yang dilanda krisis kehidupan sehingga pesantren sebagai unit budaya
yang terpisah dari perkembangan waktu, menjadi bagian dari kehidupan
masyarakat. Peranan seperti ini yang dikatakan Abdurrahman Wahid : “Sebagai
ciri utama pesantren sebuah sub kultur” (Ilham Arif, 2015).

28
29

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Faktor yang mempengaruhi perilaku


(Nursalam, 2013) :
 Predisposing Factor Perilaku Hidup Bersih
1. Knowledge (Tingkat pendidikan) dan Sehat (PHBS)
2. Values
3. Attitudes
4. Convidence
 Anabeling Factor
1. Availibility of health resources Kreteria Hasil
2. Community/ Goverment laws (Nursalam, 2013)
prority and commitment to health Baik
3. Health-related skill
Cukup
 Reinforcing Factor
1. Family Buruk
2. Peer
3. Teachers
Kreteria hasil (Sriyono, 2015)
4. Employers
5. Health Provider Tinggi
6. Community Leaders Sedang
7. Decision Makers Rendah

Keterangan : = Variable yang diteliti


= Variable yang tidak diteliti

Keterangan setiap tujuan penelitian:


1. Hubungan/hipotesis (A B)
2. Pengaruh (A B)
3. Sebab akibat (A B) (Nursalam, 2013)

29
30

Dalam penelitian ini peneliti ingin meneliti santri yang ada di


Wilayah English Camp Pondok Pesantren Al Qodiri yang merupakan
populasi dalam penelitian ini.
Adapun faktor dari Tingkat Pendidikan adalah faktor motivasi
individul, faktor motivasi orang tua, faktor budaya, faktor sosial. Dan
adapun faktor dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehat meliputi: predisposing,
enabling, dan reinforcing.
Predisposing faktors, adalah faktor yang mempermudah atau
mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan,
sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi. Faktor berikutnya
adalah enabling faktor, yaitu faktor yang memungkinkan atau yang
memfasilitasi perilaku atau tindakan. Antara lain umur, status sosial
ekonomi, pendidikan, prasarana dan sarana serta sumberdaya. Sedangkan
faktor terakhir berupa faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors),
yaitu faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku misalnya
dengan adanya contoh dari para tokoh masyarakat yang menjadi panutan.
Dan pada tahap berikutnya dari kerangka konsep ini apakah tingkat
pendidikan di wilayah English Camp Pondok Pesantren Al Qodiri erat
hubungannya dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.

3.2 Hipotesis Penelitian


Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau
pertanyaan penelitian. Menurut La Biondo-Wood dan Haber, hipoterisi
adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antara dua atau lebih
variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu unit atau bagian dari
permasalahan (Nursalam, 2013).
Berikut ini dikemukakakn hipotesis dalam penelitian :
H1 : Ada hubungan tingkat pendidikan dengan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat di wilayah English Camp Pondok Pesantren Al Qodiri.
H0 : Tidak Ada hubungan tingkat pendidikan dengan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat di wilayah English Camp Pondok Pesantren.

30
31

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian


Rancangan atau desain penelitian adalah sesuatu yang sangat penting
dalam penelitian, memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi akurasi suatu hasil. Penelitian ini menggunakan
bentuk rancangan penelitian korelasional pada penelitian ini peneliti
menggunakan pendekatan cross sectional dimana peneliti hanya melakukan
penelitian atau pengukuran satu kali saja (Nursalam, 2013).
Penelitian korelasi mengkaji hubungan antara variabel. Peneliti dapat
mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan dan menguji
berdasarkan teori yang ada. Hubungan korelatif mengacu pada kecendrungan
bahwa variasi suatu variabel diikuti oleh variasi variabel yang lain. Dengan
demikian peneliti harus menggunakan minimal 2 variabel untuk di teliti
(Nursalam, 2013).
Hubungan variabel pada penelitian korelasial, peneliti mencari,
menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan dan menguji berdasarkan teori
yang ada. Pada penelitian ini akan dilakukan uji analisa data tentang
Hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
di wilayah English Camp putra Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember tahun
2017.

31
32

Kerangka Kerja
Judul
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) di wilayah English Camp putra Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember.

Populasi
Pengurus Daerah, Teacher, Kepala kamar dan santri di Wilayah English
Camp Pondok Pesantren Al Qodiri Jember yang berjumlah 64 orang

Sampling
Menggunakan Total Sampling

Sampel
Pengurus daerah, Teacher, Kepala kamar dan santri di Wilayah English Camp
Pondok Pesantren Al Qodiri Jember yang berjumlah 64 orang

Desain Penelitian : Korelasi dengan pendekatan Cross Sectional

Pengumpulan Data
Lembar Observasi , lember Kuesioner dan Lembar Observasi

Pengolahan Data
Editing, coding,Entery, Scoring, tabulasi

Analisa Data
Menggunakan korelasi Kendall’s Tau

Kesimpulan
H0 : diterima jika p value > α, dengan tingkat signifikan α = 0,05
H1 : diterima jika p value ≤ α, dengan tingkat signifikan α = 0,05

32
33

Bagan 4.1 Kerangka Kerja Penelitian Hubungan Tingkat Pendidikan dengan


Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Wilayah English Camp Pondok
Pesantren Al Qodiri Jember.

4.2 Populasi, Sampling dan Sampel


4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoadmodjo, 2012). Sedangkan menurut Nursalam (2013) populasi dalam
pengertian adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
Populasi dalam penelitian ini adalah Pengurur daerah, Teacher, Kepala
kamar dan santri di Wilayah English Camp Pondok Pesantren Al Qodiri Jember
yang berjumlah 64 orang.

Tabel 4.1 Tabel strata sampel Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Wilayah English Camp Putra Pondok
Pesantren Al Qodiri

Pengurus
Tingkat Pendidikan Jumlah Teachers Santri
Daerah
Tingkat MTs 23 1 - 22
sederajat
Tingkat MA 37 8 4 25
sederajat
Tingkat Perguruan 4 2 2 -
tinggi
Total 64 11 6 47

4.2.2 Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili
populasi. Teknik sampling merupakan cara – cara yang ditempuh dalam
pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar – benar sesuai dengan
keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2013).

33
34

Metode pengambilan sampel/sampling dalam penelitian ini adalah Total


Sampling tehnik ini digunakan dengan mengambil semua jumlah populasi yang
ada dan keuntungan dari tekhnik ini adalah keakuratan hasil yang diperoleh.

4.2.3 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi terjangkau yang dapat dipergunakan
sebagai subjek penelitian yang didapat melalui sampling (Nursalam, 2013).

4.3 Variabel Penelitian


Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda
terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain – lain). Dalam riset, variabel
dikarakteristikkan sebagai derajat, jumlah, dan perbedaan. Variabel juga
merupakan konsep dari berbagai level abstrak yang didefinisikan sebagai suatu
fasilitas untuk pengukuran suatu penelitian (Nursalam, 2013). Variabel adalah
suatu gejala yang bervariasi yang menjadi objek penelitian (Arikunto, 2010).
4.3.1 Variabel Independen (bebas/X)
Variabel Independent adalah variabel yang mempengaruhi atau nilainya
mempengaruhi variabel lain. Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi oleh
peneliti untuk menciptakan suatu dampak pada variabel dependent (Nursalam,
2013). Dalam penelitian ini variabel independent (bebas/X) yaitu Tingkat
Pendidikan.
4.3.2 Variabel Dependen (terikat/Y)

Variabel Dependent adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel


lain. Variabel respon akan muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel –
variabel lain (Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini variablen dependent
(terikat/Y) yaitu Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.

4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Wilayah English Camp Pondok Pesantren Al
Qodiri Jember pada bulan Maret 2017.

34
35

4.5 Bahan dan Instrumen /Alat Penelitian


Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan
proses pengumpulan karakteristik yang diperlukan dalam suatu penelitian
(Nursalam, 2013). Pada penelitian ini peneliti menggunakan instrumen observasi
dan kuesioner.
Dalam kuesioner Perilaku Hidup Bersih dan sehat peneliti membuat
rancangan pertanyaan kuesioner. Pertanyaan kuesioner di uji validitas dan
reabilitas dengan menggunakan SPSS.

4.5.1 Uji coba Validitas dan Reliabilitas

Sebelum kuesioner digunakan, maka terlebih dahulu harus dilakukan uji


validitas dan reliabilitas. Instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat
mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel. Pengujian
butir soal menggunakan korelasi product moment (r) dengan menggunakan SPSS.
Hasil uji validitas instrumen disajikan pada tabel sebagai berikut:

Rangkuman Uji Validitas Instrumen Perilaku Hidup Bersih dan Sehat


(PHBS)

Nilai r Nilai r tabel (taraf


No Keterangan
Hitung signifikan 5%)
1 0,188 0,444 TIDAK VALID
2 0,467 0,444 VALID
3 0,463 0,444 VALID
4 0,641 0,444 VALID
5 0,425 0,444 TIDAK VALID
6 0,575 0,444 VALID
7 0,651 0,444 VALID
8 0,560 0,444 VALID
9 0,662 0,444 VALID
10 0,599 0,444 VALID
11 0,614 0,444 VALID
12 0,635 0,444 VALID
13 0,504 0,444 VALID
14 0,685 0,444 VALID
15 0,538 0,444 VALID

35
36

16 0,543 0,444 VALID


17 0,661 0,444 VALID
18 0,470 0,444 VALID
19 0,565 0,444 VALID
20 0,055 0,444 TIDAK VALID
21 0,590 0,444 VALID
22 0,055 0,444 TIDAK VALID
23 0,563 0,444 VALID
24 0,037 0,444 TIDAK VALID
25 0,536 0,444 VALID
26 0,395 0,444 TIDAK VALID
27 0,554 0,444 VALID
28 0,283 0,444 TIDAK VALID
29 0,386 0,444 TIDAK VALID
30 0,372 0,444 TIDAK VALID
31 0,048 0,444 TIDAK VALID
32 0,417 0,444 TIDAK VALID
33 0,656 0,444 VALID
34 0,270 0,444 TIDAK VALID
35 0,345 0,444 TIDAK VALID
36 0,500 0,444 VALID
37 0,689 0,444 VALID
38 0,791 0,444 VALID
39 0,576 0,444 VALID
40 0,506 0,444 VALID
41 0,564 0,444 VALID
42 0,637 0,444 VALID
43 0,784 0,444 VALID
44 0,785 0,444 VALID
45 0,504 0,444 VALID
46 0,533 0,444 VALID
47 0,685 0,444 VALID
48 0,715 0,444 VALID
49 0,586 0,444 VALID
50 0,273 0,444 TIDAK VALID
51 0,294 0,444 TIDAK VALID
52 0,591 0,444 VALID
53 0,037 0,444 TIDAK VALID
54 0,588 0,444 VALID
55 0,513 0,444 VALID
56 0,695 0,444 VALID

36
37

57 0,277 0,444 TIDAK VALID


58 0,616 0,444 VALID
59 0,654 0,444 VALID
60 0,282 0,444 TIDAK VALID
61 0,457 0,444 VALID
62 0,331 0,444 TIDAK VALID
63 0,233 0,444 TIDAK VALID
64 0,682 0,444 VALID
65 0,079 0,444 TIDAK VALID
66 0,680 0,444 VALID
67 0,487 0,444 VALID
68 0,532 0,444 VALID
69 0,100 0,444 TIDAK VALID
70 0,233 0,444 TIDAK VALID
71 0,429 0,444 TIDAK VALID
72 0,138 0,444 TIDAK VALID
73 0,682 0,444 VALID
74 0,079 0,444 TIDAK VALID
75 0,680 0,444 VALID

Pada tabel di atas menunjukan bahwa jumlah butir soal yang valid sebanyak 49
soal.

Rangkuman Uji Reliabilitas Instrumen Perilaku Hidup Bersih dan Sehat


(PHBS)

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items

,809 44

Data diatas menunjukan Cronbach's Alpha sebesar 0,809 lebih besar dari
taraf r tabel yaitu 0,444 artinya instrumen Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) memiliki reliabilitas yang tinggi.

37
38

4.6 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
dan berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek
fenomena. Pada definisi operasional dapat ditentukan parameter yang dijadikan
pengukuran dalam penelitian (Umi, 2014). Sedangkan menurut Nursalam (2013)
definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati sesuai
dari yang didefinisikan tersebut. Definisi istilah/operasional lebih dititik beratkan
pada pengertian yang diberikan oleh peneliti (Tim STIKes Bhakti Al Qodiri
Jember, 2016).

38
39

Tabel 4.2 Definisi operasional Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perilaku


Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) santri di wilayah English Camp putra Pondok
Pesantren Al-Qodiri Jember.

N
Variabel Definisi Operasional Indikator Alat Ukur Skala Skor
o
1 Independen Pendidikan formal pada 1. pendidikan rendah Lembar Ordinal Tinggi =
Tingkat di wilayah English (tamat Sekolah Dasar Observasi tamat
Pendidikan Camp Putra Pondok sederajat), Madrasah
Pesantren Al-Qodiri 2. tingkat pendidikan Aliah (MA)
Jember yaitu tamat menengah (tamat sederajat
Sekolah Dasar (SD) Madrasah Tsanawiyah Sedang =
sederajat sebagai tingkat sederajat), tamat
pendidikan rendah, 3. Tingkat pendidikan Madrasah
tamat Madrasah tinggi (tamat Tsanawiyah
Tsanawiyah (MTs) Madrasah Aliah (MTs)
sederajat sebagai tingkat sederajat) sederajat
pendidikan sedang, dan Rendah =
tamat Madrasah Aliah tamat
(MA) sederajat sebagai Sekolah
tingkat pendidikan Dasar (SD)
tinggi. sederajat
2 Dependent Perilaku Hidup Bersih 1. Penggunaan air bersih Kuesioner Ordinal Jawaban
Perilaku dan Sehat (PHBS) di 2. Penggunaan pakaian dan Selalu = 4
Hidup tatanan pondok bersih Lembar Sering = 3
Bersih dan pesantren adalah 3. Kuku yang bersih dan Observasi Kadang-
Sehat sekumpulan perilaku pendek kadang = 2
kesehatan yang di 4. Penggunaan jamban Tidak
praktian seseorang yang bersih Pernah = 1
secara mandiri di 5. Menggunakan garam
berbagai tatanan Pondok beryodium Penilaian :
Pesantren untuk 6. Memeriksa kesehatan Baik = 76-

39
40

memperoleh derajat bila di butuhkan 100%


kesehatan secara 7. Tempat penampungan dengan nilai
maksimal. air bersih dan yang 3
bebas jentik nyamuk Cukup baik
dan lumpur = 56-75%
8. Kondisi tempat tinggal dengan nilai
dan halaman dalam 2
keadaan bersih Kurang baik
9. Mengkonsumsi = ≤ 55%
makanan yang bergizi dengan nilai
10. Tidak merokok 1
11. Olah raga dan
aktivitas fisik.

4.7 Prosedur Penelitian / Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data pengumpulan data dengan beberapa tahapan.


Berikut ini merupakan tahapan – tahapan yang dilalui oleh peneliti, diantaranya
sebagai berikut:
(a) Langkah-langkah yang ditempuh dan tekhnik yang digunakan untuk
mengumpulkan data (prosedur penelitian)
1. Perizinan
Tahap awal prosedur pengambilan data dilakukan dengan meminta
surat pengantar izin pengambilan data awal dari pihak STIKes Bhakti
Al – Qodiri Jember dan ditujukan kepada Ketua Pengurus Pondok
Pesantren AL Qodiri Jember.
2. Peneliti memberikan penjelasan mengenai tujuan dan manfaat
penelitian yang berjudul “Hubungan Tingkat Pendidikan dengan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) santri di wilayah English
Camp putra Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember”

40
41

3. Informed Consent
Peneliti mengajukan surat persetujuan menjadi responden kepada
responden.
4. Responden menandatangani surat persetujuan menjadi responden.
5. Mengobservasi tingkat pendidikan responden.
6. Peneliti memiliki lembar kuesioner Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
7. Peneliti mendampingi responden pada saat pengisian kuesioner dan
membantu apabila ada ketidak pahaman terhadap isi pertanyaan
8. Kuesioner yang sudah di isi kemudian dilakukan penghitungaan untuk
mengidentifikasi semua pertanyaan yang sudah dijawab
9. Memberikan lembar observasi kepada kepala kamar untuk membantu
mengobservasi responden (santri/anak kamar)
10. Memberikan lembar observasi kepada pengurus wilayah untuk
membantu mengobservasi responden (kepala kamar)
11. Peneliti mengobservasi responden (pengurus wilayah dan teacher)
12. Editing semua kuesioner yang telah diisi
(b) Klasifikasi dan jumlah petugas yang akan terlibat dalam proses
pengumpulan data.
Klasifikasi jumlah petugas dalam penelitian ini adalah 3 orang. Dengan 1
orang yang menjelaskan tujuan dan teknik pengerjaan kuesioner dan 2
orang lainnya sebagai fasilitator.
(c) Jadwal waktu pengumpulan data
Pengumpulan data akan dilakukan pada hari itu juga yaitu pada tanggal
maret 2017.
(d) Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan proses yang sangat penting dalam penelitian.
Oleh karena itu, harus dilakukan dengan baik dan benar. Dalam proses
pengolahan data terdapat langkah – langkah yang harus ditempuh, diantaranya:
1. Pemeriksaan data (editing)
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap

41
42

pengumpulan data atau setelah data terkumpul (Umi, 2014). Bertujuan


meneliti kembali data diperbaiki jika masih terdapat hal – hal yang
salah atau merugikan. Pada penelitian ini, editing dilakukan dengan
cara memeriksa kembali kelengkapan data.
2. Pemberian Kode (Coding)
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap
data yang terdiri atas beberapa kategori (Umi, 2014).
3. Entry, yaitu memasukan data untuk diolah menggunakan komputer
4. Penyusunan Data (Tabulasi)
Penyusunan data menggunakan pengorganisasian data sedemikian rupa
agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun, dan ditata untuk disajikan
dan dianalisis.
(e) Etika Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian, peneliti melakukan permohonan izin
kepada Ketua Pengurus Pondok Pesantren Al Qodiri untuk mendapatkan
persetujuan penelitian. Kemudian responden yang memenuhi syarat, akan
dilindungi hak-haknya untuk menjamin kerahasiaanya. Sebelum proses
penelitian peneliti terlebih dahulu menjelaskan mengenai manfaat, tujuan
penelitian dan meminta kesediaan untuk menjadi responden. Bila setuju
maka dipersilahkan menandatangani surat persetujuan untuk menjadi
responden.
Menurut Alimul (2007) yang dikutip dari umi (2014) etika penelitian
meliputi:
1. Informed Consent
Diberikan sebelum melakukan penelitian. Ini berupa lembar persetujuan
untuk menjadi responden, tujuannya agar subjek mengerti maksud dan tujuan
serta mengetahui dampak dari penelitian. Jika bersedia harus menandatangani
lembar persetujuan, dan jika tidak bersedia maka peneliti harus menghendaki hak
responden.

42
43

2. Anonimity
Untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek, maka peneliti tidak perlu
mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data, cuckup menuliskan kode.
3. Confidentialy
Menjelaskan masalah – masalah responden yang harus dirahasiakan dalam
penelitian. Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan dalam hasil
penelitian.

4.8 Analisis Data


Analisa data yang di gunakan yaitu :.
4.8.1 Pemilihan Uji Bivariat
Setelah di ketahui karakteristik masing-masing variabel dapat di
teruskan analisi lebih lanjut. Apabila diinginkan analisis hubungan antara
analisis bivariat meliputi karakteristik untuk mengetahui Hubungan Tingkat
Pendidikan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) santri di
wilayah English Camp putra Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember.
Peneliti ini menggunakan Uji korelasi Kendals Tau karena disain
yang di gunakan adalah 1 variabel bebas dengan skala ukur ordinal dan 1
variabel tergantung dengan skala ukur ordinal.

43
44

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Ilham. 2015. Modernisasi Pondok Pesantren. Skripsi. Tidak Diterbitkan.


Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
D, Asiah M. 2009. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pengetahuan
Kesehatan Reproduksi Ibu Rumah Tangga Di Desa Rukoh Kecamatan
Syiah Kuala Banda Aceh. Jurnal. Tidak di terbitkan. Program Studi
Pendidikan Biologi FKIP Unsyiah Darussalam . Banda Aceh
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2012. Profil Kesehatan Propinsi Jawa
Timur. Dinkes Jatim. Surabaya
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. 2014. Profil Kesehatan Kabupaten Jember.
Dinkes Jember.
Dinkes Jateng. 2009. Strategi Memasyarakatkan PHBS.
http://www.diskesjatengprov.go.id/index.php?option=com_content&view
=article&id=47%3Astrategi-memasyarakatkan-PHBS&catid=48%3A
pkpm&lang=em. diakses 14 Januari 2017.
Dinkes Jabar. 2012. Profil Kesehatan Propinsi Jawa Barat. Dinas Kesehatan Jawa
Barat. Bandung.
Dinkes Lumajang. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku.
http://dinkes.lumajangkab.go.id/perilaku-kesehatan/ di akses pada tanggal
9 feb 2017
Dinkes Lumajang. 2013. Sebagian Pengertian dan klasifikasi perilaku kesehatan.
http://dinkes.lumajangkab.go.id/teori-perilaku-kesehatan/ di akses pada
tanggal 9 feb 2017
Dinkes Lumajang. 2014. Faktor Perubahan Perilaku.
http://dinkes.lumajangkab.go.id/perilaku-kesehatan-masyarakat/ di akses
pada tanggal 17 feb 2017
Efendi dan Mahfudli. 2009. Dasar-Dasar Kesehatan Masyarakat. EGC. Jakarta
Fadillah, Kharis. 2015. Menejemen Mutu Pendidikan Di Pesantren. Jurnal. Vol.
10. No. 1. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang

44
45

http://library.umn.ac.id/jurnal/public/uploads/papers/pdf/9e98107ccae6fe5c98e66
d8a092dd481.pdf di akses pada tanggal 8 februari 2017
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38761/4/Chapter%20II.pdf di
akses pada tanggal 8 februari 2017
https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_di_Indonesia di akses pada tanggal 12
februari 2017
Ikhwanuddin dalam Andi, Muhammad Alwi dkk. Pengaruh PHBS dengan
Pengetahuan PHBS pada Remaja di Pondok Pesantren Ulil Albab Desa
Prian Kabupaten Lombok Timur. Jurnal.
http://stikesyarsimataram.ac.id/sys-
content/uploads/file/naskah%20jurnal%20pen%20phbs%20agst2014-
jan%202015.pdf di akses pada tanggal 2 januari 2017
Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
Kemenkes RI. 2011. Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat.
Kementrian Kesehatan RI. Jakarta
Moenir. 2008. Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia. Jakarta:Bumi Aksara
Notoatmodjo, Soekidjo. 2009. Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta:
Cetakan Keempat Rineka Cipta
Notoadmodjo, Soekidjo, 2012. Metodologi penelitian kesehatan. Rineka cipta.
Jakarta.
Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Selemba Medika.
Jakarta Selatan.
Pradono, Julianty dan Ning Sulistyowati, 2013. Hubungan Antara Tingkat
Pendidikan, Pengetahuan tentang Kesehatan Lingkungan, Perilaku Hidup
Sehat Dengan Status Kesehatan. Jurnal. Di terbitkan pada tahun 2013.
Badan Pusat Statistik. Jakarta Pusat
Rofa‟ah, 2016. Pentingnya Kompetensi Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran
Dalam Perspektif Islam. Deeppublish. Yogyakarta.

45
46

Rinandanto, Anang. 2015. Sikap Siswa Terhadap Perilaku Hidup Bersih Dan
Sehat Di Sd Negeri Balangan 1 Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman.
Skripsi. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Penjasjurusan
Pendidikan Olahraga Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri
Yogyakarta
Notoatmodjo, S dalam Ningsi dkk. 2017. Pengetahuan Dan Perilaku Kesehatan
Masyarakat Lindu Terkait Kejadian Schistosomiasis. Jurnal.
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/8e10d3b109f622b3404e5292f81e143b.
pdf - di akses pada tanggal 9 feb 2017
Santoso, Alexander Budi, 2012. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Orang Tua
Dengan Minat Siswa Dalam Bermusik Di SmpN 5 Depok Sleman
Yogyakarta. Skripsi. Jurusan Pendidikan Seni Musik Fakultas Bahasa Dan
Seni Universitas Negeri. Yogyakarta
Setyorini, yuyun. 2015. Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Tingkat Pengetahuan
Kader Tentang PHBS (Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat ) Dengan
Kelengkapan Pengisian Form PHBS Di Puskesmas Sambi II Kabuaten
Boyolali. Jurnal. Tidak Di Terbitkan. Program Studi Kesehatan
Masyarakatfakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Simanungkalit, pratiwi. 2011. Hubungan Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga
Dengan Perilaku Hidup Bersih Sehat Pada Keluarga Di Desa Simalingkar
Kecamatan Pancurbatu. Jurnal. Tidak di terbitkan. Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
Sriyono. 2015. Pengaruh Tingkat Pendidikan Dan Pemahaman Masyarakat
Tentang Ikan Berformalin Terhadap Kesehatan Masyarakat. Jurnal di
terbitkan pada tahun 2015. No. 1979-276X. Fakultas Teknik, Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam.Universitas Indraprasta PGRI. Jakarta.
Sriyono, 2015 Pengaruh Tingkat Pendidikan Dan Pemahaman Masyarakat
Tentang Ikan Berformalin Terhadap Kesehatan Masyarakat. Jurnal. ISSN:
1979-276X. Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik,
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indraprasta PGRI
Jakarta

46
47

Tim Stikes Bhakti Al Qodiri. 2016. Buku Panduan Penulisan Tugas Akhir. Tidak
diterbitkan. STIKes Bhakti Al Qodiri. Jember
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan
Nasional http://sindikker.dikti.go.id/dok/UU/UU20-2003-Sisdiknas.pdf di
akses pada tanggal 12 Februari 2017
Umi, 2007. Riset Menejemen Sumber Daya Manusia. Pustaka Media
Wahab, Abdul. 2012. Pengertian & Contoh Pendidikan Formal, Nonformal dan
Informal. http://www.gurupantura.com/2015/05/pendidikan-formal-
nonformal-informal.html di akses pada tanggal 12 februari 2017
Wildad, Zahrul. 2014. Hubungan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Dengan
Kejadian Scabies Di Pesantren Darul Hikmah Al-Hasan Kecamatan
Tanggul Kabupaten Jember. Skripsi. Prodi S1 Keperawatan STIKES
Hafsyahawaty Zainul Hasan Genggong Probolinggo.

47

Anda mungkin juga menyukai