SCHIZOPHRENIA PARANOID
Disusun oleh:
Nathania Raissa
Pembimbing:
dr. Ashwin Kandouw, Sp.KJ
I. IDENTITAS PASIEN
Nama (Inisial) : Bp. J
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 19 Juni 1967
Umur : 51 tahun
Bangsa/Suku : Indonesia / Tionghoa
Agama : Buddha
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan terakhir : Pekerja bengkel
Status pernikahan : Menikah
Alamat : Jl. H Moch Bafadal Cempaka Putih, Jambi
1
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien datang ke Sanatorium Dharmawangsa dengan keluhan seringkali
mendengar suara-suara yang mengomentari, menghina dan memerintah dirinya.
Pasien mengatakan suara-suara tersebut lebih sering muncul di pagi hari setelah
pasien bangun dari tidur, atau pada saat pasien sedang tidak memikirkan apa-apa
(bengong). Pasien mengatakan suara tersebut adalah suara seorang laki-laki dewasa
setengah baya yang tidak ia kenali. Suara tersebut seringkali berkomentar mengenai
keadaan fisik dan mental pasien dengan mengatakan hal-hal seperti “kamu bodoh”,
“kamu manusia lemah, mengapa bisa takut hanya dengan ketinggian?” atau “kamu
sakit jiwa dan tidak akan bisa sembuh”. Pasien mengatakan suara tersebut terkadang
memerintahkan dirinya untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak masuk akal
seperti memakan kotorannya sendiri, meminum kencing, memecahkan kaca jendela
dan membunuh dirinya dengan cara menyayat tangan dengan pisau atau meminum
minyak tanah. Saat suara-suara tersebut datang, pasien mengaku merasa sangat
terganggu dan tidak nyaman hingga tidak memiliki niat untuk beraktivitas,
berinteraksi dengan orang dan kehilangan nafsu makannya, sehingga yang ia lakukan
adalah mengurung diri sendirian dan berusaha untuk tidur. Pasien merasa bahwa
dirinya telah disantet atau diguna-guna oleh seseorang karena hal ini juga terjadi pada
anggota keluarga lainnya, sehingga ia berpikir bahwa ada seseorang yang mau berbuat
jahat pada dirinya dan keluarganya.
Pasien juga mengatakan selain mendengar suara seorang pria setengah baya
ini, dirinya seringkali mendengar suara-suara lain seperti suara orang di radio yang
mengajarinya mengenai cara berkomunikasi dengan orang ataupun suara banyak
orang yang mengomentari dirinya, namun tidak dapat ia deskripsikan secara spesifik
karena berubah-ubah. Terkadang ia juga mendengar suara dewi Kwan Im yang
menyuruhnya untuk berdoa. Selain mendengar suara, pasien juga mengatakan pernah
melihat sosok yang tidak ia kenali seperti wanita berpakaian putih di kamarnya dan
datang untuk mencekik dirinya sehingga ia tidak bisa tidur. Hal ini dikatakan terjadi
semasa kuliah sebelum pasien dirawat di Rumah Sakit dan sudah tidak pernah muncul
akhir-akhir ini.
Bp. J berkata bahwa keluhan berupa suara maupun pengelihatan yang
mengganggu sudah berkurang dibandingkan sebelumnya dan biasanya hanya muncul
pada waktu tertentu. Walaupun dirasakan mengganggu, namun pasien mengaku
terkadang dapat membedakan apakah suara tersebut asli atau hanya halusinasinya
2
saja. Bp. J mengatakan bahwa terkadang ia mendengar atau melihat perawat
memerintahkan dirinya untuk melakukan sesuatu seperti meminum obat di luar jam
yang seharusnya, namun ia tidak tahu apakah hal itu nyata atau sekedar halusinasinya
saja. Saat ini pasien mengetahui bahwa ia berada di Sanatorium Dharmawangsa dan
dirawat sebagai pasien jiwa. Pasien mengetahui bahwa dirinya memiliki gangguan
jiwa dan selalu kooperatif untuk meminum obat dengan rutin yaitu pada pukul 6 pagi,
12 siang dan 6 sore. Pasien memiliki hubungan yang baik dengan perawat dan teman-
temannya di Sanatorium Dharmawangsa, serta seringkali membantu dalam beberapa
hal seperti merapikan meja dan kursi, membantu teman mencarikan barang yang
hilang atau membetulkan sandal teman yang terlepas. Pasien memiliki hobi yaitu
karaoke serta nonton televisi, dan mengatakan tidak pernah kehilangan minat terhadap
aktivitas tersebut kecuali apabila saat suara-suara kembali muncul dan dirasakan
cukup mengganggu. Pasien mengaku tidak pernah merasakan sentuhan, bau, atau
mengecap sesuatu yang tidak berwujud. Kini keluhan-keluhan seperti gangguan tidur,
gangguan makan, perasaan bersalah, gangguan konsentrasi, pemikiran bunuh diri
disangkal oleh pasien. Keluhan seperti kejang, lemas badan sebelah, pandangan
ganda, sulit bergerak, bicara pelo juga dikatakan tidak ada.
Berdasarkan alloanamnesis terhadap perawat Sanatorium Dharmawangsa,
keadaan pasien dikatakan cukup stabil belakangan ini dan kooperarif. Halusinasi
pasien seringkali muncul pada pagi hari dan apabila sedang kambuh, pasien hanya
akan berdiam diri atau tidur tanpa melakukan perlawanan yang agresif atau
semacamnya. Pasien dapat menerima penjelasan perawat yang mengatakan bahwa hal
yang dilihat atau didengarnya hanyalah halusinasi.
3
• Pada tahun 1990-an hingga tahun 2001 pasien mengaku telah berobat di
Rumah Sakit Jiwa Jambi, namun sempat beberapa kali kabur ke rumahnya
sendiri semasa masa perawatan untuk mencari istrinya.
• Pada tahun 2001, Bp. J dirawat di Sanatorium Dharmawangsa selama 1
minggu karena mendengar suara-suara yang sangat mengganggu sehingga
pasien tidak dapat bekerja ataupun melakukan aktivitasnya sehari-hari.
Selain itu, pasien dipindahkan dari Jambi ke SDW dengan alasan sering
kabur-kaburan dari tempat tinggalnya untuk mencari mantan istrinya
(alloanamnesis dari perawat).
• Pasien dipindahkan ke Rumah Sakit Jiwa di Rawa Belong pada tahun 2001
dan menetap disana hingga tahun 2010.
• Pada tahun 2010, pasien dipindahkan kembali ke Sanatorium
Dharmawangsa dan semenjak saat itu menetap di SDW hingga saat ini.
Menurut data rekam medis tahun 2010, pasien dirawat di SDW atas
permintaan keluarga karena Bp. J seringkali mengamuk dan marah ketika
tidak diberikan uang atau tidak dipenuhi keinginannya.
• Pasien mengaku sejak sebelum ia dirawat yaitu semasa kuliah, suara yang
muncul jauh lebih sering dan bersifat jahat karena selalu mengomentari
apapun yang dilakukan oleh pasien dan menghina pasien. Suara tersebut
juga seringkali memerintah pasien untuk bunuh diri dengan cara menyayat
tangannya dengan pisau atau minum minyak tanah, mencelakai orang lain
ataupun melakukan tindakan-tindakan yang tidak masuk akal seperti
meminum air seni dan memakan kotorannya sendiri. Pasien mengatakan
suara yang didengarkan berubah-ubah, terkadang hanya 1 orang, terkadang
suara obrolan beberapa orang. Pasien mengatakan beberapa kali
mendengarkan suara orang dari radio yang berbicara dengannya dan
mengajarkan beberapa hal kepadanya seperti cara berkomunikasi dengan
orang dan sebagainya. Selain mendengar, pasien juga mengaku pernah
melihat sosok wanita berambut panjang dan berbaju putih yang
menghampirinya saat dirinya sedang tidur semasa pasien kuliah. Wanita
itu dikatakan tidak bersuara namun pernah dirasakan mencekiknya
sehingga pasien merasa kesulitan bernafas dan memiliki gangguan tidur.
4
2. Riwayat Gangguan Medis
• Saat pertama kali dirawat di Sanatorium Dharmawangsa, pasien memiliki
kadar kolestrol dan mulai mengubah pola makan. Pada Januari 2018,
pemeriksaan laboratorium pasien menunjukkan kadar kolesterol total,
HDL dan LDL terkontrol akan tetapi trigliserida pasien tinggi.
• Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, stroke,
serangan jantung, dan kejang.
• Pasien memiliki riwayat patah tulang lengan kiri ketika bermain kejar-
kejaran dengan temannya saat SD.
• Pasien pernah mengalami kecelakaan lalu lintas sebanyak 2 kali.
Kecelakaan pertama yaitu kecelakaan mobil hingga masuk ke jurang saat
pasien kelas 3 SMA, dan kecelakaan kedua adalah kecelakaan motor
dimana pasien mengalami pingsan selama 1 hari.
5
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (3-11 Tahun)
Pasien berkembang seperti anak-anak pada umumnya dan hubungan dengan
teman-teman pasien baik. Pasien mengatakan mulai mendengar suara-suara
berupa tangisan seorang anak kecil pada saat bermain ayunan, namun tidak pernah
melaporkan ke siapapun karena dirasa tidak terlalu mengganggu.
Lama
Pendidikan Nama Sekolah Hasil
(Tahun)
SD Xaverius 6 Lulus
SMP Xaverius 3 Lulus
SMA Xaverius 3 Lulus
Universitas Trisakti
2 Tidak lulus
(Jurusan Arsitekrur)
Perguruan Tinggi
Universitas Binus
1 Tidak lulus
(Jurusan Ilmu Komputer)
6
b. Riwayat pekerjaan
Pasien bekerja sebagai montir di bengkel motor milik keluarga pasien
di Jambi. Pasien mengaku senang bekerja di sana dan tidak mempunyai
masalah dengan pekerjaan tersebut.
7
E. Riwayat Keluarga
Genogram
8
Pasien merupakan anak ketujuh dari sepuluh besaudara. Ayah pasien telah
meninggal pada usia 60 tahun akibat komplikasi penyakit ginjal. Pasien mengaku
dekat dengan saudara-saudaranya, tetapi paling dekat dengan ibu pasien dan adik laki-
laki pasien. Kakak laki-laki pasien yang berinisial Bp. JH juga dirawat di Sanatorium
Dharmawangsa dikarenakan menderita skizofrenia.
9
III. STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Bp. J berpenampilan sesuai dengan usianya. Rambut berwarna hitam dengan sedikit
uban, tersisir rapi dan dipotong pendek. Pasien menggunakan kaos dengan celana
pendek berbahan katun dan sandal jepit. Postur tubuh tegap dan pasien tampak bersih
dan sehat.
B. Pembicaraan
• Kuantitas pembicaraan: Kata-kata yang diucapkan pasien cukup banyak.
• Kualitas pembicaraan: Kualitas pembicaraan pasien spontan, tidak terlalu cepat
dan tidak terlalu lambat, intonasi suara lemah monoton, artikulasi jelas dan ide
cerita cukup. Kata-kata yang diucapkan pasien tidak disampaikan secara gagap
maupun dramatik.
10
C. Mood dan Afek
1. Mood : Euthym
2. Afek : Normal
3. Keserasian : Serasi
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : Ada
• Auditorik Suara laki-laki setengah baya yang seringkali mengomentari dan
memerintahkan dirinya untuk melakukan sesuatu, suara tangisan anak kecil, suara
seseorang di radio yang mengajarkan beberapa hal kepada dirinya
• Visual Sosok wanita berpakaian putih berambut panjang
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada
E. Gangguan Persepsi
1. Isi pikir
a) Preokupasi : (-)
b) Waham : (+)
• Waham Kejar (Delusion of Persecutory): Pasien merasa bahwa dirinya telah
diguna-guna atau disantet oleh seseorang yang ingin mencelakai dirinya
• Delusion of Passivity: Pasien merasa pasrah, tidak berdaya dan tidak bisa
melakukan apa-apa terutama bila suara yang didengar muncul
c) Fobia : (+) ketinggian
2. Arus pikir
a) Produktivitas : Ide cukup
b) Kontinuitas : Koheren
c) Hendaya berbahasa : Tidak terganggu
11
• Kesadaran Psikologik: Terganggu
2. Intelegensia:
Inteligensi pasien tidak terganggu dan sesuai dengan tingkat pendidikan pasien.
Taraf pengetahuan pasien cukup dan taraf kecerdasan pasien sesuai rata-rata.
3. Orientasi:
• Waktu : Tidak terganggu
• Tempat : Tidak terganggu
• Orang : Tidak terganggu
• Situasi : Tidak terganggu
4. Memori:
• Jangka panjang: Tidak terganggu. Pasien masih dapat mengingat masa kecil
pasien dengan baik.
• Jangka menengah: Tidak terganggu. Pasien masih dapat mengingat nama
pemeriksa yang berkenalan dengan pasien minggu lalu.
• Jangka pendek: Tidak terganggu. Pasien dapat menceritakan apa yang
dilakukan kemarin dan makanan apa yang ia makan saat sarapan.
• Jangka segera: Tidak terganggu. Pasien dapat mengulangi 3 kata yang
diucapkan oleh pemeriksa sebelumnya.
7. Kemampuan Visuospasial:
Pasien mampu menirukan gambar pentagon yang bertumpang tindih dan dapat
menggambar jam dengan tepat.
12
8. Pikiran Abstrak:
Tidak terganggu, dimana pasien dapat mengartikan beberapa peribahasa dan
ungkapan dengan benar seperti “ada udang di balik batu”, “tong kosong berbunyi
nyaring”, “buah tangan”, “buah hati”, “ringan tangan”. Pasien juga masih dapat
menemukan persamaan dan perbedaan antar benda.
G. Pengendalian Impuls
Pengendalian impuls pasien pada saat ini tidak terganggu.
B. Status Neurologik
Saraf kranialis (I-XII) : dalam batas normal
Gejala rangsang selaput otak : tidak ditemukan
Gejala tekanan intrakranial : tidak ditemukan
Mata : dalam batas normal
Pupil : bulat, isokor 3mm/3mm
Motorik : dalam batas normal
Sensibilitas : dalam batas normal
Sistem saraf otonom : dalam batas normal
Refleks fisiologis : dalam batas normal
Refleks patologis : tidak ditemukan
Gangguan khusus lainnya : tidak ditemukan
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium terakhir dilakukan pada tanggal 26 Januari 2018
dengan hasil sebagai berikut:
Basofil 0 % <1
Eosinofil 2 % 1-3
Batang 1 % 2-6
Segmen 57 % 50-70
Limfosit 36 % 20-40
Monosit 4 % 2-8
Laju Endap Darah 19 mm/jam < 15
14
Jumlah Eritrosit 4,4 Juta/ L 4.5- 5.5
15
keinginannya tidak dipenuhi dan mendengar suara-suara yang sangat
mengganggu hingga pasien tidka berdaya.
3. Pada pasien, keluhan yang menonjol adalah adanya halusinasi auditorik
yang bersifat commenting, commending dan insulting. Pasien seringkali
mendengar suara seorang laki-laki separuh baya mengatakan “kamu
bodoh” atau “kamu gila dan tidak akan bisa sembuh”. Pasien juga pernah
mencoba melakukan tindakan bunuh diri dengan menyayat tangannya
dengan pisau dan meminum minyak tanah karena perintah suara tersebut.
4. Pasien sebenarnya sudah mendengar adanya suara-suara sejak ia masih
duduk di bangku TK, dimana ia mendengar suara anak kecil menangis
namun hal ini tidak terlalu mengganggu sehingga ia mengabaikannya.
Pasien juga mengaku sering mendengar beberapa suara lain seperti suara
Dewi Kwan Im yang menyuruhnya untuk berdoa, atau suara seseorang di
radio yang mengajarinya untuk berkomunikasi dengan orang. Pasien juga
memiliki halusinasi visual dimana yang dia ingat adalah melihat sosok
wanita berbaju putih berambut panjang semasa ia kuliah yang mencekik
dirinya saat ia sedang tidur.
5. Pasien mengerti bahwa ia dirawat di Rumah Sakit Jiwa dan sudah
menerima kenyataan tersebut, akan tetapi pasien merasa bahwa hal ini
terjadi karena ada seseorang yang menyantet atau mengguna-guna dirinya
(Delusion of persecutory)
6. Pasien mengatakan seringkali tidak berdaya dan merasa pasrah apabila
suara tersebut kambuh, akan tetapi pasien berkata keluhan yang ia rasakan
sudah jauh membaik dibandingkan sebelum ia berobat (Delusion of
passivity). Keluhan tersebut dikatakan hanya sering muncul di pagi hari
dan apabila pasien sedang bengong.
16
• Halusinasi auditorik berupa suara orang yang mengomentari, menghina dan
memerintahkan dirinya untuk melakukan sesuatu.
• Waham kejar yaitu pasien merasa dirinya diguna-guna dan delusi pasif dimana
pasien merasa tidak berdaya terutama jika serangan muncul.
• Semua gejala ini telah berlangsung lebih dari satu bulan.
• Terdapat perubahan yang konsisten dan bermakna dari aspek prilaku pasien
yaitu dengan mengisolasikan diri ketika sedang mengalami halusinasi.
Diagnosis Aksis V:
Berdasarkan Skala Global Assessment of Functioning (GAF), skor GAF pasien adalah
55, yaitu gejala sedang atau disabilitas sedang. Hal ini dikarenakan walaupun keadaan
pasien sudah jauh lebih baik dibanding sebelumnya, akan tetapi keluhan masih
seringkali muncul terutama di pagi hari. Saat keluhan muncul, pasien biasa
mengisolasi dirinya dari semua orang termasuk perawat dan teman-temannya dan
berusaha untuk tidur.
17
VIII. FORMULASI MULTIAKSIAL
Aksis I : F20.0 Skizofrenia Paranoid
Aksis II : Tidak ada diagnosis aksis II
Aksis III : E78.5 Dislipdemia
Aksis IV : Z65.1 Hukuman penjara dan penahanan lainnya
Z81.8 Riwayat keluarga dengan gangguan jiwa dan perilaku lainnya
Aksis V : GAF Current 55
B. Psikologis
Pasien didiagnosis dengan gangguan Skizofrenia Paranoid. Saat ini,
pasien hanya mengalami halusinasi auditorik (berupa suara-suara yang bersifat
commenting, commending, insulting) yang telah berkurang frekuensinya
dibanding sebelumnya. Pasien juga memiliki waham paranoid berupa waham
kejar (persekutorik) dan waham pasif.
C. Sosial/Keluarga/Budaya
Pasien memiliki banyak teman akrab yang sering berbagi cerita dan
menghabiskan waktu bersama. Bahkan pasien cenderung disukai oleh seluruh
pasien Sanatorium Dharmawangsa. Pasien mengaku akrab dengan keluarganya
terutama ibu dan adik laki-laki pasien di Jambi, serta kakak pasien Pak JH
yang dirawat di Sanatorium Dharmawangsa. Interaksi pasien dengan penghuni
dan perawat Sanatorium Dharmawangsa sangat baik. Akan tetapi pasien
kurang terbuka saat menceritakan mengenai istrinya, dimana ia katakan bahwa
ia belum bercerai dengan istrinya (melalui alloanamnesis dikatakan bahwa
pasien sudah bercerai).
X. DIAGNOSIS BANDING
• F20.3 Skizofrenia Tak Terinci
18
XI. PROGNOSIS
• Faktor-faktor yang mendukung ke arah prognosis baik:
• Kooperatif terhadap pemeriksa
• Pasien patuh mengkonsumsi obat secara teratur
• Dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan mandiri (mandi, makan)
• Halusinasi dikatakan sudah berkurang dan mengalami perbaikan
• Pasien memiliki keinginan untuk sembuh
• Tidak terdapat tanda dan gejala depresi
• Hubungan sosial dengan orang di sekitarnya tergolong baik
• Fungsi kognitif pasien baik, tidak memiliki gejala neurologis
• Memiliki riwayat pekerjaan yang disukai dan dikerjakan dengan baik
• Kesimpulan:
• Ad vitam : Dubia ad bonam
• Ad functionam : Dubia ad bonam
• Ad sanationam : Dubia ad malam
XII. TERAPI
A. Psikofarmaka (Sesuai Rekam Medis)
• Antipsikotik Tipikal:
§ Lodomer (Haloperidol) 5 mg tablet, 3x1
• Antipsikotik Atipikal:
§ Clorilex (Clozapine) 100 mg tablet 2x1 (0 - 1 -1)
§ Abilify Discmelt (Aripiprazole) 15 mg tablet 1x1 (Pagi)
§ Remital (Olanzapine) 10 mg tablet 1x1 (Malam)
19
• Antidepresan:
§ Elizac (Fluoxetine) 20 mg capsule 1x1 (Siang)
• Antikolinergik
§ Hexymer (Trihexyphenidyl) 2 mg tablet 3x1
• Brain Act (Citicoline) 500 mg tablet 1x1 (Pagi)
• Rendapid (Simvastatin) 10 mg tablet 1x1 (Malam)
B. Non-Farmakoterapi
• Group Therapy: Orientasinya biasa terhadap dukungan dan penilaian
realita. Terapi kelompok membantu resosialisasi, mendorong interaksi
interpersonal dan memberi dukungan terutama pada sesama penderita
yang mengalami penyakit yang sama sehingga bisa memberikan sharing
tentang apa yang dialami olehnya.
20
XIII. DISKUSI
Bp. J dirawat di Sanatorium Dharmawangsa dengan diagnosis Skizofrenia
Paranoid. Berdasarkan data rekam medis, ia sudah terdiagnosis dengan penyakit
tersebut sejak tahun 1990-an, saat ia pertama kali dirawat di Rumah Sakit Jiwa
Jambi. Menurut PPDGJ-III, Kriteria diagnosis Skizofrenia Paranoid adalah
sebagai berikut:
1
Kriteria diagnosis skizofrenia berdasarkan PPDGJ-III :
• Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a) Thought
§ ‘thought echo’ = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda, atau
§ ‘thought insertion atau withdrawal’ = isi pikiran yang asing dari
luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya
diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal), dan
§ ‘thought broadcasting’ = isi pikirannya tersiar ke luar sehingga
orang lain atau umum mengetahuinya
b) Delusion
§ ‘delusion of control’ = waham tentang dirinya dikendalikan oleh
sesuatu kekuatan tertentu dari luar, atau
§ ‘delusion of influence’ = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar, atau
§ ‘delusion of passivity’ = waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar (tentang dirinya = secara
jelas merujuk ke pergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran,
tindakan atau penginderaan khusus),
§ ‘delusional perception’ = pengalaman inderawi yang tidak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat
mistik atau mukjizat
21
c) Halusinasi auditorik:
§ Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
terhadap perilaku pasien, atau
§ Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (di
antara berbagai suara yang berbicara), atau
§ Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh
• Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas
a) Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan yang
menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus;
b) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan yang berakibat
inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme
d) Gejala-gejala “negatif” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika
22
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk fase nonpsikotik prodromal)
• Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan dari beberapa aspek perilaku peribadi, bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam
diri sendiri dan penarikan diri secara sosial.
1
Kriteria diagnostik Skizofrenia Paranoid menurut PPDGJ-III
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Sebagai tambahan:
Halusinasi dan/ waham harus menonjol;
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,
atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing).
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-
lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence) atau passivity
(delussion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam,
adalah yang paling khas;
d) Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.
23
Krite
ria
diag
nosis
Skiz
ofre
nia
berd
asar
kan
DS
M
2
V
24
3
Kriteria diagnosis Skizofrenia Paranoid berdasarkan DSM IV-TR :
Menurut DSM IV-TR, karakteristik yang menonjol pada Skizofrenia tipe Paranoid
adalah adanya keluhan waham atau halusinasi auditorik yang dirasakan hampir terus
menerus, akan tetapi kemampuan kognitif dan afek tidak terpengaruhi. Perlu dicatat juga
bahwa keluhan lain seperti pikiran dan perilaku kacau mungkin ditemukan akan tetapi tidak
menonjol. Waham yang paling sering muncul pada penyakit ini adlaah waham kejar atau
grandiosa, akan tetapi waham tipe lain seperti waham agama, somatisasi dan erotomania juga
dapat muncul. Waham yang muncul bisa saja banyak akan tetapi biasanya berpusat pada 1
4
tema besar, dan halusinasi auditorik juga bersangkutan dengan topik tersebut . Waham kejar
dapat berujung pada keinginan pasien untuk bunuh diri dengan alasan mendengarkan
seseorang yang terus menerus memerintahkan dirinya untuk berbuat demikian.
Dengan mengacu kepada panduan pada PPDGJ-III, DSM-IV dan DSM-V, Bp. J sudah
dapat didiagnosis dengan skizofrenia paranoid karena memenuhi kriteria di atas, baik
Skizorefrenia secara umum maupun Skizofrenia subtipe Paranoid. Keluhan aktif sudah
berlangsung lebih dari 1 bulan dan menetap lebih dari 6 bulan. Bp. J juga menunjukkan
gejala yang lebih menonjol berupa adanya halusinasi terutama auditorik yang bersifat
mengomentari dan mengancam seperti “kamu bodoh” dan “kamu orang gila, kamu tidak akan
bisa sembuh”. Selain itu pasien juga mengalami waham terutama waham kejar dimana ia
merasa bahwa dirinya mengalami hal demikian akibat diguna-guna oleh seseorang yang tidak
suka terhadapnya. Selain itu, diketahui juga bahwa pasien tidak memiliki gangguan afektif
maupun gejala katatonik sehingga diagnosis tersebut dapat disingkirkan.
Pada keadaan ini pasien didiagnosis banding dengan Skizofrenia tak terinci. Saat
pasien sedang mengalami halusinasi, pasien cenderung diam dan mengisolasikan dirinya
sampai pada derajat yang paling berat yaitu pasien menelantarkan aktivitas sosial. Namun
ketika halusinasi ini kambuh pasien dapat mengenalinya dan memilih untuk diam saja agar
25
tidak
men
ggan
ggu
oran
g
lain.
Geja
la-
gejal
a
terse
but
tamp
ak
sepe
rti
gejal
a
nega
tif
pada
pasi
en
sepe
rti
avol
ition
.
Aka
n
tetap
i,
pasi
en
dapa
t
deng
an
cepa
t
kem
bali
bera
ktivi
tas
sepe
rti
bias
anya
ketik
a
halu
sinas
i
audit
orik
nya
men
ghila
ng.
Geja
la
yang
mun
cul
pada
pasi
en
bela
kang
an
ini
dapa
t
didia
gnos
is
band
ing
deng
an
skiz
ofre
nia
tak
terin
ci,
kare
na
gejal
a
khas
pada
skiz
ofre
nia
suda
h
kura
ng
tamp
ak
deng
an
jelas
terut
ama
dala
m
bebe
rapa
tahu
n
terak
hir
dala
m
mas
a
pera
wata
n.
Aka
n
tetap
i
men
ging
at
riwa
yat
pasi
en,
sepe
rti
gejal
a-
gejal
a
yang
masi
h
bebe
rapa
kali
mun
cul
sepe
rti
halu
sinas
i
audit
orik
pada
pagi
hari,
dan
waja
m
kejar
dima
na
pasi
en
mera
sa
bah
wa
dirin
ya
telah
digu
na-
guna
oleh
sese
oran
g,
diag
nosi
s
band
ing
ini
dapa
t
lebih
disin
gkir
kan.
Rencana terapi psikofarmaka yang akan diberikan adalah kombinasi antipsikotik
tipikal dan atipikal. Pasien mengaku minum obat teratur, namun terkadang suara masih
muncul. Pemberian clozapine sebaiknya didahului pemeriksaan laboratorium darah lengkap
dan profil lemak dikarenakan terapi clozapine dapat meningkatkan kadar kolestrol yang
menyebabkan dislipidemia (Pasien memiliki riwayat dislipidemia). Pemberian antikolinergik
juga penting untuk diberikan, terutama karena pasien mengkonsumsi obat antipsikotik
golongan tipikal yang seringkali menyebabkan efek samping sindroma ekstrapiramidal
5
berupa parkinsonisme . Pemeriksaan laboratorium berkala diperlukan dikarenakan clozapine
dapat menyebabkan efek samping agranulositosis. Diberikan juga antidepresan karena
terdapat risiko isolasi sosial saat pasien menyendiri saat sedang mengalami halusinasi
auditoriknya.
Terapi psikoterapi dapat berupa edukasi mengenai kondisi skizofrenia dan edukasi
mengenai ketaatan terapi pengobatan, serta efek samping pengobatan. Cognitive Behaviour
Theraphy (CBT) dilakukan dengan menggunakan prinsip terapi perilaku dan terapi kognitif
dimana apabila suara muncul pasien dapat mengurangi intensitas suara dengan cara
mendengarkan musik, melakukan aktivitas yang membutuhkan perhatian, dan berbincang
dengan orang lain, serta pasien dapat mencoba untuk melawan suara tersebut.
26
DAFTA
R
PUSTA
KA
nd
1. Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5. 2
ed. Jakarta: FK-Unika Atmajaya; 2013.
2. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders -
DSM-V. 5th ed. Arlington: American Psychiatric Publishing; 2013.
3. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders -
DSM-IV-TR. 4th ed. Arlington: American Psychiatric Publishing; 2000.
th
4. Sadock BJ.,Kaplan HI,Kaplan & Sadock Synopsis of Psychiatry. 9 edition. Lippincott
William & Wilkins.2003.
5. Crossley NA, Constante M. Efficacy of atypical v. typical antipsychotics in the treatment
of early psychosis: meta-analysis. Br J Psychiatry. 2010; 196(6): 434-439.
27
Lampiran 1.
Hasil MMSE Bp. J pada tanggal 6 Desember 2018:
28