Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

STUNTING

Disusun Oleh :
Nadia Firyal

030.14.133

Pembimbing:

dr. Andri Firdaus, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 30 APRIL 2018 - 7 JULI 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Referat yang berjudul:

“STUNTING”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik

Ilmu Kesehatan Anak RS Umum Daerah Karawang

Periode 30 April 2018 – 7 Juli 2018

Yang disusun oleh:

Nadia Firyal

030.14.133

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Andri Firdaus, Sp.A, selaku dokter

pembimbing Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD Karawang

Karawang, April 2018

(dr. Andri Firdaus, Sp.A)


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL......................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................2
2.1 Definisi............................................................................................................ 2
2.2 Epidemiologi...................................................................................................3
2.3 Etiologi............................................................................................................ 4
2.4 Patofisiologi....................................................................................................5
2.5 Manifestasi klinis............................................................................................6
2.5.1 Familial short stature (perawakan pendek familial).......................6
2.5.2 Constitutional delay of growth and puberty (CDGP).....................7
2.6 Penegakkan diagnosis....................................................................................8
2.6.1 Anamnesis.............................................................................................8
2.6.2 Pemeriksaan fisik.................................................................................8
2.6.3 Pemeriksaan penunjang.....................................................................12
2.7 Tatalaksana....................................................................................................14
BAB III KESIMPULAN..............................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................17
LAMPIRAN..................................................................................................................... 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Anak adalah seseorang yang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak
yang masih di dalam kandungan.(1) Menurut Kementerian Kesehatan, batasan anak
balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur 12-59 bulan. (2) Stunting
merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan
karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child Growth Standart
didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan
dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD.(3)
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi kejadian stunting di
Indonesia sebesar 37,2%, dimana dari jumlah presentase tersebut, 19,2% anak
pendek dan 18,0% sangat pendek. (4) Diketahui angka tertinggi ada pada provinsi
Nusa Tenggara Timur sebesar >50%, dan yang terendah pada provinsi Kepulauan
Riau, DI Yogyakarta, dan DKI Jakarta dan Kalimantan Timur, yaitu sebesar
<30%.(5)
Stunting berhubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya kesakitan dan
kematian serta terhambatnya pertumbuhan mental dan motorik, sehingga perlu
adanya perhatian khusus pada balita dengan stunting.(6) Balita yang mengalami
stunting memiliki risiko terjadinya penurunan kemampuan intelektual,
produktivitas, dan penurunan kualitas hidup akibat meningkatnya risiko infeksi di
masa mendatang.(3)

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya


pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. (3) Balita pendek (stunting) dapat
diketahui bila seorang balita telah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu
dibandingkan dengan standar dan hasilnya berada di bawah normal. Stunting
didasarkan pada indeks pengukuran panjang badan dibanding umur (PB/U) atau atau
tinggi badan dibanding umur (TB/U) jika berada pada ambang batas ( z-score) kurang
dari -2SD atau dibawah persentil 3, dan dikategorikan sangat pendek (severe
stunting) jika nilai z-scorenya kurang dari -3SD.(5)

2
Gambar 1. Kurva tinggi badan menurut usia (TB/U) WHO

2.2 Epidemiologi
Menurut Global Nutrition Report tahun 2016 oleh UNICEF, diketahui bahwa
prevalensi stunting di seluruh dunia pada anak usia dibawah 5 tahun sebesar 23,8%,
yang sebelumnya telah turun dari angka 39,6% pada tahun 1990. (7) Dari hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyatakan bahwa persentase stunting di
Indonesia pada tahun 2013 adalah 37,2%, dimana 19,2% terdiri dari stunting dan
18% lainnya merupakan severe stunting. Menurut provinsi, prevalensi balita pendek
terendah terjadi di Kepulauan Riau (26,3%), DI Yogyakarta (27,3%), dan DKI
Jakarta (27,5%). Sedangkan provinsi dengan prevalensi balita pendek tertinggi terjadi
di Nusa Tenggara Timur (51,7%), Sulawesi Barat (48,0%). Dan Nusa Tenggara
Barat

3
(45,2%). (4)
Prevalensi balita pendek di Indonesia juga tertinggi dibandingkan
Vietnam (23%), Malaysia (17%), Thailand (16%) dan Singapura (4%). Global
Nutrition Report tahun 2014 menunjukkan Indonesia termasuk dalam 17 negara di
antara 117 negara, yang mempunyai tiga masalah gizi yaitu stunting, wasting dan
overweight pada balita. (5)

2.3 Etiologi
Stunting dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, namun diklasifikasikan
menjadi 2 yaitu variasi normal dan patologis. Pada variasi normal, stunting
dikategorikan menjadi: (8)
• Familial short stature (perawakan pendek familial)
Adalah variasi normal dari perawakan pendek yang ditandai dengan
kecepatan tumbuh normal, usia tulang normal, tinggi badan kedua orangtua
pendek, dan tinggi akhir anak dibawah persentil 3 atau z score dibawah -2
SD.
• Constitutional delay of growth and puberty (CDGP)
Merupakan salah satu kategori dari pubertas terlambat yang paling sering
ditemui dalam praktek sehari-hari, didefinisikan sebagai tidak timbulnya
tanda- tanda seks sekunder pada usia 12 tahun untuk anak perempuan dan
pada usia
14 tahun untuk anak laki-laki. Anak dengan CDPG memiliki perawakan
pendek, pubertas terlambat, usia tulang terambat, namun tidak terdapat
kelianan organik yang mendasarinya. Pada pasien CDPG ditemukan riwayat
keluarga dengan pubertas terlambat dan hal ini menunjukkan bahwa faktor
genetic berperan dalam awitan pubertas.
Kelainan patologis pada stunting dapat dibedakan menjadi proporsional dan
tidak proporsional. Stunting dengan tubuh proporsional meliputi malnutrisi,
intrauterine growth retardation (IUGR), psychosocial dwarfism, penyakit kronik, dan
kelainan endokrin, seperti defisiensi hormon pertumbuhan, hipotiroid, sindrom
Cushing, resistensi hormon pertumbuhan/ growth hormone (GH), dan defisiensi

4
insulin-like growth faktor 1 (IGF-1). Sedangkan stunting dengan badan tidak
proporsional disebabkan oleh kelainan tulang, seperti kondrodistrofi, displasia
tulang, sindrom Kallman, sindrom Marfan, dan sindrom Klinifelter. Etiologi-
etologi tersebut dapat diingat dengan menggunakan metode mnemonic
“KOKPENDK” yang terdiri dari: (9)

K = kelainan kronis: penyakit organik, non organik (infeksi/ non


infeksi) O = obat-obatan (glukokortikoid, radiasi)
K = kecil masa kehamilan (KMK) dan berat badan lahir rendah
(BBLR) P = psikososial
E = endokrin
N = nutrisi dan metabolik
D = displasia tulang
K = kromosom dan sindrom

2.4 Patofisiologi
Stunting merupakan representasi dari disfungsi sistemik dalam fase
perkembangan anak dan tanda dari adanya malnutrisi kronik. Faktor utama dalam
mekanisme stunting adalah adanya inflamasi pada penyakit kronik, dan penyakit
dengan resistensi terhadap hormon pertumbuhan. Pada inflamasi penyakit kronik,
akan terjadi kaheksia, yaitu ditandai dengan turunnya nafsu makan, meningkatnya
laju metabolisme basal, berkurangnya massa otot, dan tidak efisiennya penggunaan
lemak dalam tubuh sebagai energi.
Selain itu, juga terjadi malabsorpsi makanan, intoleransi makan, dan adanya efek
obat dari terapi yang sedang dijalani, contohnya steroid. Hal ini kemudian akan
mengakibatkan adanya proses akut, yaitu penurunan berat badan. Kaheksia pada
akhirnya akan menyebabkan defisiensi makronutrisi, vitamin dan mineral. Adanya
resistensi terhadap GH pada suatu penyakit, contohnya gagal ginjal kronik dan
konsumsi obat golongan steroid akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
linear,

5
menurunnya massa otot dan kepadatan tulang. Lama kelamaan, hal tersebut akan
menyebabkan efek kronis pada tubuh, yaitu adanya stunting, menurunnya kualitas
hidup, dan meningkatnya risiko dari infeksi. (10)

Gambar 1. Patofisiologi stunting akibat penyakit kronis

2.5 Manifestasi klinik

Pertumbuhan yang normal menggambarkan kesehatan anak yang baik.


Pertumbuhan tinggi badan merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Stunting
dikategorikan menjadi variasi normal dan patologis. Variasi normal dalam stunting
meliputi 2 berserta masing-masing gejala klinisnya, yaitu: (8)

2.5.1 Familial short stature (perawakan pendek familial):


a. pertumbuhan yang selalu berada dibawah persentil 3 atau -2 SD

6
b. kecepaan pertumbuhan normal
c. usia tulang normal
d. tinggi badan kedua atau salah satu orangtua yang pendek
e. tinggi akhir dibawah persentil 3 atau -2 SD
2.5.2 Constitutional delay of growth and puberty (CDGP):
a. perlambatan pertumbuhan linear pada 3 tahun pertama kehidupan
b. pertumbuhan linear normal atau hamper normal pada saat pra pubertas
dan selalu berada di bawah persenti 3 atau -2 SD
c. usia tulang terlambat
d. maturase seksual terlambat
e. tinggi akhir biasanya normal

Anak dengan CDGP umumnya terlihat normal dan disebut denganlate


bloomer. Biasanya terdapat riwayat pubertas terlambat dalam keluara, usia tulang
terlambat, akan tetapi masih sesuai dengan usia tinggi. Anak dengan familial short
stature selama periode bayi dan pra pubertas akan mengalami pertumbuhan yang
sama seperti anak dengan CDGP. Anak -anak ini akan tumbuh memotong garis
persentil dalam 2 tahun pertama kehidupan dan mencari potensi genetiknya, pubertas
terjadi normal dengan tinggi akhir berada dibawah persentil 3 atau -2 SD, tetapi
masih normal sesuai potensi genetiknya dan paralel dengan tinggi badan orangtua,
dimana tinggi potensi genetik (TPG) seseorang dapat diukur dengan rumus sebagai
berikut: (11)

Target height/ mid parental height:

Laki-laki = (TB Ayah + (TB Ibu + 13)) x ½

Perempuan = (TB Ibu + (TB Ayah – 13)) x ½

Tinggi potensi genetik (TPG) = target height ± 8,5 cm

7
2.6 Penegakkan diagnosis

2.6.1 Anamnesis

Anamnesis pada anak dengan stunting meliputi: (11)

• Riwayat kelahiran dan persalinan, juga meliputi BB dan PB lahir


• Pola pertumbuhan keluarga
• Riwayat penyakit kronik dan konsumsi obat-obatan
• Riwayat asupan nutrisi ataupun penyakit nutrisi sebelumnya
• Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
• Data antropometri sebelumnya
• Data antropometri kedua orangtua biologisnya

2.6.2 Pemeriksaan fisik

Pada kasus stunting, pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan adalah: (11)

• Pemeriksaan antropometri berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala


Pengukuran antropometri menggunakan kurva WHO yang meliputi
pengukuran berat badan menurut usia (BB/U), tinggi badan menurut usia
(TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), juga lingkar kepala
menurut usia.
• Disproporsi tubuh
Dihitung dengan mengukur rentang lengan dan rasio segmen atas
berbanding segmen bawah (U/L). Rentang lengan adalah jarak terjauh dari
rentangan kedua tangan, diukur dari ujung jari tengah kanan ke ujung jari
tengah kiri. Rentang lengan ini sama dengan tinggi badan (TB) pada periode
bayi, dan 3-5 cm lebih panjang dari TB pada anak.
Rasio segmen atas dan bawah diukur dengan menghitung segmen
bawah terlebih dahulu, yaitu dengan cara mengukur panjang simfisis pubis

8
hingga telapak kaki. Selanjutnya, untuk mendapatkan nilai segmen atas, nilai
TB dikurangi dengan segmen bawah, sehingga didapatkannya rasio antar
keduanya. Nilai standar rasio berubah sesuai dengan berubahnya usia. Rasio
U/L pada bayi baru lahir (BBL) adalah sebsar 1,7, dan mendekati 1 pada usia
8-10 tahun.(8)
• Stigmata sindrom, tampilan dismorfik, dan kelainan tulang
Beberapa contoh sindrom dengan cirinya masing-masing, yaitu:(9)
Sindrom
Perempuan dengan webbed Sindrom Turner
neck, cubitus valgus, shield chest
Small triangular facies, Sindrom Russel Silver
hemihypertrophy, clinodactyly

Bird headed dwarfism, mikrosefal, Sindrom Seckel


mikrognatia
Brakisefali, simian crease, Sindrom Down
makroglosia

• Pemeriksaan tingkat maturasi kelamin (status pubertas)


Pada fase pubertas terjadi perubahan fisik, sehingga pada akhirnya
anak akan memiliki kemampuan bereproduksi. Terdapat 5 perubahan khusus
yang terjadi pada pubertas, yaitu pertambahan tinggi badan yang cepat (pacu
tumbuh), perkembangan seks sekunder, perkembangan organ reproduksi,
perubahan komposisi tubuh, juga perubahan sistem sirkulasi dan sistem
respirasi yang berhubungan dengan kekuatan dan stamina tubuh. (12)
Tahap perkembangan maturasi genitalia dinyatakan dalam stadium Tanner
untuk laki-laki dan perempuan sebagai berikut: (12)

9
Gambar 3. Perkembangan status pubertas pada anak laki-laki

Gambar 4. Pola pertumbuhan rambut pubis

Gambar 5. Diagram perumabah fisik anak laki-laki selama pubertas

1
Pada laki-laki, penis dan rambut pubis mulai tumbuh hampir bersamaan dengan
pacu tumbuh. Bentuk penis berubah dari bentuk infantile ke bentuk dewasa dalam
waktu kurang lebih 2 tahun. Rambut pubis tumbuh secara bertahap yang dinyatakan
dalam 5 tahap, yaitu P1-P5. P5 rambut pubis sudah mencapai bentuk dewasa sampai
pusar dan biasanya tercapai pada usia 15-16 tahun. (13)

Gambar 5. Tahap perkembangan fisik anak perempuan pada masa pubertas

Gambar 6. Pola pertumbuhan payudara dan rambut pubis

1
Gambar 7. Diagram perubahan fisik anak perempuan selama pubertas

Pada perempuan, perkembangan pubertas biasanya dimulai dengan budding


payudara, namun sekitar 15% dari perempuan normal mengalami perkembangan
rambut pubis terlebih dahulu. Rambut pubis mulai tumbuh pada usia 11 tahun. Pacu
tumbh pada anak perempuan dimulai sekitar usia 9,5 tahun dan berakhir pada usia
sekitar 14,5 tahun. Umumnya menarke terjadi dalam 2 tahun sejak berkembangnya
payudara dengan rata-rata pada usia 12,8 tahun dan rentang usia 10-16 tahun. Haid
merupakan tahap akhir pubertas pada perempuan. Dengan terjadinya haid secara
periodik, maka akan berakhirlah pertumbuhan fisik pada perempuan. (13)

2.5.3 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan pada anak dengan stunting dengan indikasi:


(11)

• Tinggi badan dibawah persentil 3 atau -2 SD


• Kecepatan tumbuh dibawah persentil 25 atau laju pertumbuhan ≤ 4cm/ tahun
(pada usia 3-12 tahun)
• Perkiraan tinggi dewasa dibawah mid parental height

Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan adalah: (11)


1. Pemeriksaan radiologis (pencitraan)
- Bone age

1
- CT scan atau MRI

2. Skrining penyakit sistemik


- Darah perifer lengkap, urin rutin, feses rutin
- Laju endap darah (LED)
- Kreatinin, natrium, kalium, analisis gas darah (kadar bikarbonat), kalsium,
fosfat, alkali fosfatase

3. Pemeriksaan lanjutan
- Fungsi tiroid
- Analisis kromoson
- Uji stimulasi/ provokasi untuk hormon pertumbuhan

Pada anak dengan stunting harus dilakukan pemeriksaan secara baik dan terarah
agar tata laksananya optimal. Kriteria awal pemeriksaan anak dengan stunting adalah:

• TB dibawah persentil 3 atau -2 SD


• Kecepatan tumbuh dibawah persentil 25
• Perkiraan tinggi badan dewasa dibawah midparental height

1
Berikut merupakan algoritme pendekatan diagnostik anak dengan stunting: (9)

Gambar 2. Algoritme diagnosis stunting

2.6 Tatalaksana

Pada varian normal stunting tidak perlu dilakukan terapi hormonal, cukup
observasi saja bahwa diagnosisnya merupakan fisiologis bukan patologis. Akhir-
akhir ini telah ada penelitian yang menyatakan bahwa penggunaan aromatase
inhibitor sebagai terapi adjuvant atau tunggal pada Familial Short Stature dan
Constitutional Delay of Growth and Puberty melalui mekanisme menghambat kerja
estrogen pada lempeng pertumbuhan. Namun masih perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai hal ini, maka sebaiknya tidak digunakan secara rutin terlebih dahulu.

1
Terapi dengan menggunakan hormon pertumbuhan memiliki tujuan
memperbaiki prognosis tinggi badan dewasa. Dari berbagai penelitian terakhir telah
ddapat dilihat bahwa hasil tinggi akhir anak yang mendapat GH jauh lebih baik
daripada prediksi tinggi badan pada awal pengobatan. Pada tahun 1995 FDA telah
menyetujui pemakaian hormon pertumbuhan untuk defisiensi hormon pertumbuhan,
gagal ginjal kronik, sindrom Turner, sindrom Prader Willi, anak anak IUGR,
perawakan pendek idiopatik, orang dewasa dengan defisiensi hormon pertumbuhan,
dan orang dewasa dengan AIDS wasting.(13)

1
BAB III

KESIMPULAN

Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya


pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child
Growth Standart didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur (PB/U)
atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas ( z-score) kurang dari -2

SD.(3)
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi kejadian stunting di
Indonesia sebesar 37,2%, dimana dari jumlah presentase tersebut, 19,2% anak
pendek dan 18,0% sangat pendek.(4) Diketahui angka tertinggi ada pada provinsi
Nusa Tenggara Timur sebesar >50%, dan yang terendah pada provinsi Kepulauan
Riau, DI Yogyakarta, dan DKI Jakarta dan Kalimantan Timur, yaitu sebesar
<30%.(5)
Stunting berhubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya kesakitan dan
kematian serta terhambatnya pertumbuhan mental dan motorik, sehingga perlu
adanya perhatian khusus pada balita dengan stunting.(6) Balita yang mengalami
stunting memiliki risiko terjadinya penurunan kemampuan intelektual,
produktivitas, dan penurunan kualitas hidup akibat meningkatnya risiko infeksi di
masa mendatang.(3)

Stunting dibagi menjadi 2, yaitu variasi normal dan patologis. Stunting variasi
normal terdiri dari familial short stature (perawakan pendek familial) dan
constitutional delay of growth and puberty (CDGP). Stunting variasi normal
tidak membutuhkan terapi hormon pertumbuhan, namun cukup observasi terhadap
keadaan gizi anak.(8)

1
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. Kondisi Pencapaian Program Kesehatan Anak


Indonesia. 2014. Tersedia di
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodat
in-anak.pdf . Diakses pada 13 Mei 2018.
2. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Tersedia di
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2013.pdf. Diakses padda 13 Mei 2018.
3. Kusuma KE, Nuryanto. Faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 2-3 tahun
(Studi di Kecamatan Semarang Timur). Journal of Nutrition College. 2013; 2(4):
523-30.
4. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. 2013. Tersedia di
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%20201
3.pdf. Diakses pada 13 Mei 2018.
5. KementerianKesehatanRI.SituasiBalitaPendek.2016.Tersediadi
pendek-2016.pdf. Diakses pada 13 Mei 2018.

6. Purwandini K, Kartasurya MI. Pengaruh pemberian micronutrient sprinkle


terhadap perkembangan motorik anak stunting usia 12-36 bulan. Journal of
Nutrition College. 2013; 2(1): 50-9.
7. UNICEF. Global Nutrition Report: From Promise to Impact Ending Malnutrition
by 2030. 2016. Tersedia di https://data.unicef.org/wp-
content/uploads/2016/06/130565-1.pdf. Diakses pada 13 Mei 2018.
8. Batubara JRL, Susanto R, Cahyono HA. Pertumbuhan dan Gangguan
Pertumbuhan. Dalam: Buku Ajar Endokrinologi Anak. Edisi 1. Jakarta: UKK
Endokrinologi Anak dan Remaja IDAI; 2015:29-32.

1
9. Tridjaja B. Short Stature (Perawakan Pendek) Diagnosis dan Tata Laksana.
Dalam: Best Practices in Pediatrics. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia
Cabang DKI Jakarta; 2013:11-8.
10. Sevilla WMA. Nutritional Considerations in Pediatric Chronic Disease. Pediatr
Rev. 2017; 38(8):343-52.
11. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED,
editor. Perawakan Pendek. Dalam: Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009 243-9.
12. Batubara JRL. Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Sari Pediatri.
2010; 12(1):21-9.
13. Pulungan AM. Pubertas dan Gangguannya. Dalam: Buku Ajar Endokrinologi
Anak. Edisi 1. Jakarta: UKK Endokrinologi Anak dan Remaja IDAI; 2015:89-
94.

1
Lampiran 1. Perbedaan normal usia kronologis dan usia tulang

Lampiran 2. Laju pertumbuhan normal (kecepatan tumbuh)

Anda mungkin juga menyukai