November 2018
OLEH :
1. Zaujah Nurhanni Zulaisa (G1A217096)
2. Sundary Florenza (G1A217107)
3. Iman Agus Lisanto (G1A217087)
PEMBIMBING:
dr. H. Djarizal, Sp.M, M.PH
OLEH :
1. Zaujah Nurhanni Zulaisa (G1A217096)
2. Sundary Florenza (G1A217107)
3. Iman Agus Lisanto (G1A217087)
Pembimbing
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Case Report Session (CRS) yang berjudul “Glaukoma Primer Sudut Terbuka”
untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata, Fakultas Kedokteran
Universitas Jambi di RSUD Raden Mattaher.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak
kepada dr. H. Djarizal, Sp.M, M.PH selaku konsulen ilmu mata yang telah
membimbing dalam mengerjakan Case Report Session (CRS) ini sehingga dapat
diselesaikan tepat waktu.
Dengan laporan kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi
penulis dan orang banyak yang membacanya terutama mengenai masalah
Glaukoma. Saya menyadari bahwa Case Report Session (CRS) ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu saya harapkan saran dan kritik yang membangun
untuk perbaikan yang akan datang.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Glaukoma primer sudut terbuka merupakan jenis glaukoma yang paling sering
terjadi dan mempunyai prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan glaukoma
primer sudut tertutup. Pada orang dewasa yang berusia lebih dari 40 tahun,
prevalensi glaukoma primer sudut terbuka adalah sebesar 1,86%. Selain itu,
glaukoma primer sudut terbuka juga menyebabkan terjadinya kebutaan bilateral
pada 4,4 juta orang di dunia. Prevalensi glaukoma primer sudut terbuka juga
diperkirakan sangat tinggi pada orang Cina, sedang pada orang Jepang, dan lebih
rendah pada orang Eropa dan India. Di Indonesia, prevalensi glaukoma
berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 adalah sebesar
0,5%.4,5,6
Glaukoma primer sudut terbuka merupakan penyakit kronik progresif yang
biasanya ditandai dengan kerusakan saraf optik, defek lapisan serat saraf retina,
dan hilangnya lapang pandang. Glaukoma sudut terbuka ini biasanya terjadi pada
orang dewasa dan dapat menyebabkan hilangnya lapang pandang bilateral namun
tidak simetris dimana pada tahap awal tidak disertai gejala apapun. Oleh karena
tidak disertai gejala, glaukoma primer sudut terbuka ini biasanya tidak terdeteksi
sampai kehilangan lapang pandang yang luas telah terjadi. Jika tidak didiagnosa
dan ditangani sedini mungkin, maka keadaan ini akan berlanjut menjadi
kebutaan.2,6
Dengan demikian, kasus glaukoma primer sudut terbuka menjadi penting untuk
dibahas karena semakin dini diagnosis ditegakkan, maka penatalaksaan pun dapat
diberikan sedini mungkin dan akhirnya komplikasi pun dapat dicegah.
BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesis
Identifikasi Nama : Tn.A
Umur : 65 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Buruh bangunan
Alamat : Jln.Singa sari.Kec Jambi Timur
Tanggal berobat : 23 November 2018
Keluhan utama Mata kanan kabur dan mata kiri tidak bisa melihat sejak ±
1 bulan SMRS
Anamnesa Khusus ±1 bulan SMRS pasien mengeluh mata kanan dan kiri
kabur, keluhan dirasakan terus menerus dan tiba-tiba mata
kiri tidak bisa melihat, pandangan gelap, pasien merasa
silau saat melihat cahaya dan tampak seperti ada gambaran
pelangi jika melihat lampu dengan mata kiri. Keluhan
disertai dengan sakit kepala di bagian sebelah kiri, keluhan
sakit kepala dirasakan hilang timbul, hingga sekarang ini
sakit kepala masih sering terasa namun keluhan dapat
hilang jika pasien minum obat yang di beli di warung.
Pasien mengatakan keluhan mata merah (-), keluhan mata
berair (-), mata terasa nyeri (-), kotoran mata berlebihan(-),
rasa mengganjal pada mata (-), pasien belum pernah
mengobati keluhan mata nya.
Riwayat penyakit a. Riwayat keluhan serupa (-)
dahulu b. Riwayat operasi (-)
c. Riwayat penyakit DM (-)
d. Trauma pada mata (-)
e. Alergi (-)
f. Riwayat hipertensi (-)
g. Riwayat pakai kaca mata (-)
Riwayat penyakit a. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-)
keluarga b. Riwayat Hipertensi (-)
c. Riwayat DM (-)
Riwayat gizi IMT = BB/(TB)2= 69/170 = IMT 23,8 (Normal)
Keadaan sosial Menengah
ekonomi
Penyakit sistemik
Tractus respiratorius Tidak ada keluhan
Tractus digestivus Tidak ada keluhan
Kardiovaskuler Tidak ada keluhan
Pemeriksaan Eksternal
OD OS
Pemeriksaan Eksternal OD OS
Palpebra Superior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Palpebra Inferior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Silia Trichiasis (-) Trichiasis (-)
Konjungtiva tarsus Sup Papil(-), folikel (-), Papil(-),folikel(-),
& Inf
Konjungtiva Bulbi Injeksi siliar (-), Injeksi Injeksi siliar (-), Injeksi
Konjungtiva (-) Konjungtiva (-)
Kornea Infiltrat (-), sikatrik (-), Infiltrat (-), sikatrik (-),
ulkus (-) ulkus (-)
COA Dangkal Dangkal
Pupil Bulat, Isokor Bulat, Isokor
Diameter 3mm 3mm
RCL/RCTL +/+ -/-
Iris Kripta iris normal, Kripta iris normal, warna
warna coklat coklat
Lensa Jernih Jernih
PD 3 cm 4 cm
Pemeriksaan Slit Lamp
(Tidak dilakukan)
Tekanan Intra Okuler
Palpasi : N+2 N+2
Tonometer Schiotz : 0/5,5 5/10 0/5,5 0/10
37,2 mmHg 81,7 mmHg
NCT: 50,3 mmHg 41,7 mmHg
Tonometer Aplanasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Funduskopi (Tidak dilakukan)
VISUAL FIELD
Konfrontasi Lapang pandang Sulit diperiksa
menyempit
Pemeriksaan Umum
Tinggi badan 170 Cm
Berat badan 69 Kg
Tekanan darah 110/70 mmHg
Nadi 80 kali/menit
Suhu 36,70C
Pernapasan 20 kali/menit
Prognosis :
Q Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi
Anatomi sudut filtrasi
Sudut filtrasi ini terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang
dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran Descemet dan
membran Bowman, lalu ke posterior 0,75 mm kemudian ke dalam mengelilingi
kanalis Schlemm dan trabekula sampai ke camera oculi anterior (COA).
Gambar 3.1
Akhir dari membran Descemet disebut garis Schwalbe. Limbus terdiri dari dua
lapisan epitel dan kornea. Epitelnya dua kali tebal epitel kornea. Di dalam
stromanya terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari ateri siliaris anterior
Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula yang terdiri dari :
1. Trabekula korneoskleral
serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea dan menuju ke
belakang, mengelilingi kanalis Schlemm untuk berinsersi pada sklera.
2. Trabekula uveal
serabut berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke scleral spur
(insersi dari m.siliaris) dan sebagian ke m.siliaris meridional.
3. Serabut berasal dari akhir membran Descemet (garis Schwalbe)
Serabut ini menuju ke jaringan pengikat m.siliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter berasal dari dataran depan iris menuju
ke depan trabekula. Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, jaringan
homogen, elastis dan seluruhnya diliputi endotel. Keseluruhannya
merupakan spons yang tembus pandang sehingga bila ada darah di dalam
kanal Schlemm dapat terlihat dari luar.
Kanal Schlemm merupakan kapiler yang termodifikasi yang mengelilingi kornea.
Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0,5 mm. Pada dinding
sebelah dalam terdapat lubang-lubang sebesar 2μ sehingga terdapat hubungan
langsung antara trabekula dan kanal Schlemm. Dari kanal Schlemm keluar saluran
kolektor, 20-30 buah yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sklera dan
episklera dan v.siliaris anterior di badan siliar.7
Gambar 3.3
Aliran Keluar dari Akuos
Trabekula terdiri dari jaringan kolagen dan elastin yang dilapisi oleh sel
trabekular yang membentuk filter dimana semakin menuju kanalis schlemm maka
akan semakin kecil ukurannya. Ada dua jalur aliran keluar akuos. Pertama, akuos
keluar melalui jalur trabekula. Jalur ini merupakan jalur utama dimana 90% aliran
keluar akuos melalui jalur ini melalui kanalis schlemm dan berlanjut ke sistem
vena. Jalur kedua adalah jalur uveoscleral. Pada jalur ini, akuos melewati celah
antara otot siliaris menuju ke rongga suprakoroid kemudian menuju ke vena yang
terdapat pada badan siliaris, koroid dan sklera.
3.3 GLAUKOMA
3.3.1 Definisi
Glaukoma berasal dari kata yunani “Glaukos” yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik yang ditandai oleh pencekungan
(cupping) diskus optikus dan pengecilan lapang pandang, disertai peningkatan
tekanan intraokular. Pada sebagian kasus, glaukoma tidak disertai dengan
penyakit mata lainnya.1.3
Gambar 3.4
3.3.2 Epidemiologi
Hampir 60 juta orang terkena glaukoma. Diperkirakan 3 juta penduduk
Amerika Serikat terkena glaukoma, dan di antara kasus-kasus tersebut, sekitar
50% tidak terdiagnosis. Sekitar 6 juta orang mengalami kebutaan akibat
glaukoma, termasuk 100.000 penduduk Amerika, menjadikan penyakit ini sebagai
penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah di Ameriksa serikat. Glaukoma
sudut terbuka primer, bentuk tersering pada ras kulit hitam dan putih,
menyebabkan penyempitan lapang pandang bilateral progresif asimptomatik yang
timbul perlahan dan sering tidak terdeteksi sampai terjadi penyempitan lapang
pandang yang luas. Ras kulit hitam memiliki risiko yang lebih besar mengalami
onset dini, keterlambatan diagnosis, dan penurunan penglihatan yang berat
dibandingkan ras kulit putih. Glaukoma sudut tertutup didapatkan pada 10-15%
kasus ras kulit putih. Presentase ini jauh lebih tinggi pada orang asia dan suku
inuit. Glaukoma sudut tertutup primer berperan pada lebih dari 90% kebutaan
bilateral akibat glaukoma di China, Glaukoma tekanan normal merupakan tipe
yang paling sering di jepang.
Di Indonesia, glaukoma diderita oleh 3% dari total populasi penduduk.
Umunya penderita glaukoma telah berusia lanjut. Pada usia diatas 40 tahun,
tingkat resiko penderita glaukoma meningkat sekitar 10 %. Hampir separuh
penderita glaukoma tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut.
Menurut WHO pada tahun 2002, penyebab kebutaan paling utama di dunia adalah
katarak (47,8%), glaukoma (12,3%), uveitis (10,2%) age-related mucular
degeneration (AMD) (8,7%).8,9
3.3.4 Klasifikasi
Glaukoma diklasifikasikan menjadi 4 kelompok sebagai berikut :2,11
1. Glaukoma primer
2. Glaukoma sekunder
3. Glaukoma kongenital
4. Glaukoma Absolut
1. Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka
Definisi
Glaukoma sudut terbuka (simpleks) merupakan glaukoma primer yang ditandai
dengan sudut bilik mata terbuka. Glaukoma simpleks ini diagnosisnya dibuat bila
ditemukan glaukoma pada kedua mata pada pemeriksaan pertama, tanpa
ditemukan kelainan yang dapat merupakan penyebab. Peningkatan tekanan
intraokular medahului kelainan diskus optikus dan lapang pandang selama
berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Pada glaukoma sudut terbuka, kerusakan
lapangan pandang mata dimulai dari tepi lapangan pandang dan lambat laun
meluas ke bagian tengah. Dengan demikian penglihatan sentral (fungsi makula)
bertahan lama, walaupun penglihatan perifer sudah tidak ada sehingga penderita
tersebut seolah-olah melihat melalui teropong (tunnel vision). Adanya gejala yang
terjadi sangat lambat yang kadang-kadang tidak disadari oleh penderita glaukoma
simpleks ini sangat berbahaya karena penderita biasanya memeriksakan dirinya
jika gejala sudah parah atau sudah dalam tahap kebutaan dan sudah merusak
nervus optikus. Diduga glaukoma primer sudut terbuka diturunkan secara
dominan atau resesif pada 50% penderita sehingga riwayat keluarga juga penting
diketahui dalam menggali riwayat penyakit.
Patofisiologi
Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer adalah adanya
proses degeneratif anyaman trabekular, termasuk pengendapan materi ekstrasel di
dalam anyaman dan dibawah lapisan endotel kanal schlemm. Hal ini berbeda dari
proses penuaan normal. Akibatnya adalah penurunan drainase aqueous humor
yanng menyebabkan peningkatan tekanan intraokular.
Jika TIO tetap tinggi, akan terjadi kerusakan-kerusakan hebat pada mata, yaitu:
a. Degenerasi nervus optikus berupa ekskavasi yang dikenal sebagai cupping
b. Degenerasi sel ganglion dan serabut saraf dari retina berupa penciutan
lapangan pandang (skotoma)
c. Atropi iris dan corpus siliar serta degenerasi hialin pada prosesus siliar
b. Glaukoma Sudut Tertutup
Definisi
Peningkatan tekanan intraokular terjadi karena sumbatan aliran keluar aqueous
akibat adanya oklusi pada sudut iridokornea. Keadaan ini dapat bermanifestasi
sebagai suatu kedaruratan oftalmologik atau dapat tetap asimptomatik sampai
timbul penurunan penglihatan.
Patofisiologi
Mekanismenya adalah peninggian TIO karena blok pupil relative, dengan
bersentuhnya pinggir pupil dengan permukaan depan lensa melalui suatu proses
semi midriasis. Hal ini akan menghasilkan tekanan yang meninggi pada COP
(Camera Oculi Posterior) karena terdorongnya bagian iris perifer ke depan dan
menutup sudut COA. Hal initerutama terjadi pada orang dengan COA dangkal.
Jadi, ada beberapa hal penting yang berperan menimbulkan glaukoma sudut
tertutup ini :
a. Blok pupil relative yang maksimal terdapat pada pupil dengan lebar 4-
5mm.
b. Lensa yang bertambah besar, terutama pada usia tua. Makin bertambah
usia, lensa bertambah besar, sehingga mudah terjadi blok pupil relative.
c. Tebalnya iris bagian perifer dan terjadinya iris bombe yang mendorong ke
arah trabekula sehingga muara trabekula tertutup.
d. COA yang dangkal, terdapat pada hipermetropia (karena sumbu bola mata
pendek) dan pada usia tua (karena ukuran lensa yang bertambah besar).
2. Glaukoma sekunder
Definisi
Galukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebabnya. Peningkatan
tekanan intraokular yang terjadi sebagai suatu manifestasi dari penyakit mata lain
disebut glaukoma sekunder
Patofisiologi
Glaukoma sekunder ini bisa terdapat dengan sudut terbuka ataupun sudut tertutup.
a. Glaukoma pigmentasi
Sindrom dispersi pigmen ditandai oleh pengendapan abnormal pigmen di bilik
mata depan terutama di anyaman trabekular yang akan mengganggu aliran keluar
aqueous. Studi dengan ultrasonografi menunjukan pelekukan irirs ke posterior
sehingga irirs berkontak dengan zonula atau processus ciliares, mengindikasikan
pengelupasan granul-granul pigmen dari permukaan belakang iris. Orang-orang
ini harus dianggap sebagai tersangka glaukoma karena 10% dari mereka akan
mengalami glaukoma dalam 5 tahun. Terapi miotik maupun iridotomi perifer
dengan laser mampu membalikan konfigurasi iris yang abnormal.
b. Glaukoma pseudoeksfoliasi
Terdapat endapan-endapan bahan berserat warna putih di permukaan anterior
lensa, processus ciliares, zonula, permukaan posterior iris, melayang bebas di bilik
mata depan dan di anyaman trabekular. Penyakit ini biasannya dijumpai pada
orang berusia lebih dari 65 tahun. Terapinya sama dengan terapi glaukoma sudut
terbuka.
f. Uveitis
Akibat peradangan pada uvea terjadi pengeluaran sel radang oleh tubuh
selanjutnya sel radang tersebut menumpuk di anyaman trabekula dan
menimbulkan sumbatan sehingga outflow humor aqueous terganggu dan tekanan
intraokular meningkat. Penutupan sudut akibat seklusi pupil dapat dipulihkan
dengan midriasis intensif, tetapi sering memerlukan iridotomi perifer dengan laser
atau iridektomi bedah. Miotik dihindari karena dapat meningkatkan
kemungkinana terjadinya sinekia posterior.
i. Glaukoma neovaskluar
Neovaskularisasi iris (rubeosis iris) dan sudut bilik mata depan paling sering
disebabkan oleh iskemia retina yang luas seperti yang terjadi pada retinopati
diabetik stadium lanjut dan oklusi vena sentralis retinae iskemik. Glaukoma mula
mula timbul akibat sumbatan sudut oleh membran fibrovaskular, tetapi kontraksi
membran selanjutnya menyebabkan penutupan sudut. Pada banyak kasus, terjadi
kehilangan penglihatan dan diperlukan prosedur siklodestrukif untuk mengontrol
tekanan intraokular.
Klasifikasi
a. Glaukoma kongenital primer, menunjukan kelainan perkembangan yang
terbatas pada sudut bilik mata depan
b. Anomali perkembangan segmen anterior
Kelompok penyakit yang jarang ini membentuk suatu spektrum gangguan
perkembangan segmen anterior, yang mengenai sudut, iris, kornea dan kadang
kadang lensa. Biasannya terdapat sedikit hipoplasia stroma anterior iris disertai
jembatanjembatan filamen yang menghubungkan stroma iris dengan kornea.
1. Sindrom axenfeld, apabila jembatan filamen terbentuk di perifer dan
berhubungan dengan garis Schwalbe yang mencolok dan tergeser secara
aksial.
2. Sindrom Rieger, perlekatan iridokornea yang lebih luas disertai disrupsi
iris
3. Anomali peters, perlekatan terjadi di antara iris sentral dan bagian sentral
permukaan posterior kornea.
c. Aniridia, iris tidak berkembang, hanya ditemukan tidak lebih dari akar iris atau
suatu batas iris yang tipis. Glaukoma sering kali timbul sebelum masa remaja
dan biasanya tidak merespons penatalaksanaan medis atau bedah.
4. Glaukoma absolut
Definisi
Stadium akhir glaukoma (tertutup/terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total
akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut.
Gejala klinis
Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi
dengan ekskavasasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan denga rasa sakit.
Sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah
sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris, keadaan ini
memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
3.3.5 Manifestasi klinik
a. Peningkatan TIO
Normal TIO berkisar 10-21 mmHg (rata-rata 16 mmHg). Tingginya TIO
menyebabkan kerusakan saraf optik tergantung beberapa faktor, meliputi
tingginya TIO dan apakah glaukoma dalam tahap awal atau lanjut. Secara
umum, TIO dalam rentang 20-30 mmHg biasanya menyebabkan
kerusakan dalam tahunan. TIO yang tinggi 40-50 mmHg dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan yang cepat dan mencetuskan oklusi
pembuluh darah retina.
b. Halo sekitar cahaya
Kornea akan tetap jernih dengan terus berlangsungnya pergantian cairan
oleh sel sel endotel. Jika tekanan meningkat dengan cepat (glaukoma
akut sudut tertutup), kornea menjadi penuh air, menimbulkan halo di
sekitar cahaya.
c. Penyempitan lapang pandang
Tekanan yang tinggi pada serabut saraf dan iskemia kronis pada saraf
optik menimbulkan kerusakan dari serabut saraf retina yang biasanya
menghasilka kehilangan lapang pandang (skotoma). Pada glaukoma
stadium akhir kehilangan lapang penglihatan terjadi sangat berat (tunnel
vision), meski visus pasien masih 6/6.
3.3.6 Patofisiologi
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik (neuropati
optik) yang biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan okular pada papil
saraf optik. Iskemia tersendiri pada papil saraf optik juga penting. Hilangnya
akson menyebabkan defek lapangan pandang dan hilangnya ketajaman
penglihatan jika lapangan pandang sentral terkena.
Ada dua teori utama mengenai mekanisme kerusakan serabut saraf oleh
peningkatan tekanan intraokular yaitu teori mekanik dan teori vaskular :
1. Peningkatan tekanan intraokular menyebabkan kerusakan mekanik pada
akson saraf optik dan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam
retina, iris dan korpus siliar juga menjadi atrofi, dan prosesus siliaris
memperlihatkan degenerasi hialin sehingga terjadi penurunan penglihatan.
2. Peningkatan tekanan intraokular menyebabkan iskemia akson saraf akibat
berkurangnya aliran darah pada papil saraf optik. Diskus optikus menjadi
atrofi disertai pembesaran cekungan optikus.
Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer adalah proses
degeneratif di jaringan trabekular berupa penebalan lamella trabekula yang
mengurangi ukuran pori dan berkurangnya jumlah sel trabekula pembatas. Juga
termasuk pengendapan bahan ekstrasel di dalam jalinan dan di bawah lapisan
endotel kanalis Schlemm. Hal ini berbeda dengan proses penuaan normal.
Akibatnya adalah penurunan drainase humor akueous yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraokuler.
Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi
papil saraf optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi
cekungan pada papil saraf optik. Cairan aqueus diproduksi dari korpus siliaris,
kemudian mengalir melalui pupil ke kamera okuli posterior (COP) sekitar lensa
menuju kamera okuli anterior (COA) melalui pupil. Cairan aqueus keluar dari
COA melalui jalinan trabekula menuju kanal Schlemm’s dan disalurkan ke dalam
sistem vena. Gambar dari aliran normal cairan aqueus dapat dilihat pada gambar
3.5
Gambar 3.5
3.3.6 Diagnosa
3.3.6.1 Anamnesis
Karena sifatnya yang tenang, maka tidak ada gejala yang spesifik dari
glaukoma sudut terbuka. Banyak pasien yang baru datang berobat ketika sudah
memiliki defek lapang pandang. Penderita mungkin dapat mengalami sakit kepala
yang hilang timbul dan memiliki keluhan melihat gambaran pelangi di sekitar
lampu (halo). Selain keluhan utama, pada anamnesis juga penting ditanyakan
adanya faktor risiko seperti diabetes melitus. Riwayat konsumsi obat-obatan juga
dapat ditanyakan, karena glaukoma dapat disebabkan oleh konsumsi
kortikosteroid jangka panjang. Di samping itu, penting juga ditanyakan riwayat
keluarga.
Masalah utama dalam mendeteksi glaukoma sudut terbuka primer adalah
tidak adanya gejala sampai stadium akhir. Mulai timbulnya gejala glaukoma
primer sudut terbuka agak lambat yang kadang-kadang tidak disadari oleh
penderita sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan. Sewaktu pasien menyadari
ada pengecilan lapangan pandang, biasanya telah terjadi pencekungan
glaukomatosa yang bermakna. Mata tidak merah atau tidak terdapat keluhan, yang
mengakibatkan terdapat gangguan susunan anatomis dan fungsi tanpa disadari
oleh penderita.
Pada glaukoma sudut terbuka, kerusakan lapangan pandang mata dimulai
dari tepi lapangan pandang dan lambat laun meluas ke bagian tengah. Dengan
demikian penglihatan sentral (fungsi macula) bertahan lama, walaupun
penglihatan perifer sudah tidak ada sehingga penderita tersebut seolah-olah
melihat melalui teropong (tunnel vision). Diduga glaukoma primer sudut terbuka
diturunkan secara dominan atau resesif pada 50% penderita sehingga riwayat
keluarga juga penting diketahui dalam menggali riwayat penyakit.1
Gambar 3.6
Pemeriksaan ketajaman penglihatan bukan merupakan cara yang khusus untuk
glaukoma, namun tetap penting, karena ketajaman penglihatan yang baik,
misalnya 6/6 belum berarti tidak glaukoma. Pada glaukoma simpleks umumnya
tajam penglihatan tidak terganggu kecuali pada stadium lanjut. Pada glaukoma
sudut sempit dengan serangan akut akan terjadi penurunan tajam penglihatan yang
berarti. Pemeriksaan menggunakan Snellen chart
Gambar 3.7
Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai berikut:
N: normal
N +1: agak tinggi
N +2: untuk tekanan yang lebih tinggi
N -1: lebih rendah dari normal
N -2: lebih rendah lagi, dan seterusnya.
B. Tonometri Schiotz
Tonometer Schiotz merupakan tonometer indentasi atau menekan permukaan
kornea dengan beban yang dapat bergerak bebas pada sumbunya. Benda yang
ditaruh pada kornea akan menekan bola mata kedalam dan mendapat perlawanan
tekanan dari dalam melalui kornea. Keseimbangan tekanan tergantung pada beban
tonometer.
Gambar 3.8
Teknik: penderita diminta berbaring dan matanya ditetesi pantokain 0,5% 1 kali.
Penderita diminta melihat lurus ke satu titik di langit-langit, atau penderita
diminta melihat ke salah satu jarinya, yang diacungkan di depan hidungnya.
Pemeriksa berdiri di sebelah kanan penderita. Dengan ibu jari tangan kiri kelopak
mata digeser ke atas tanpa menekan bola mata; jari kelingking tangan kanan yang
memegang tonometer, menyuai kelopak inferior. Dengan demikian celah mata
terbuka lebar. Perlahan-lahan tonometer diletakkan di atas kornea. Jarum
tonometer akan menunjuk pada suatu angka di atas skala. Tiap angka pada skala
disediakan pada tiap tonometer. Apabila dengan beban 5,5 gram (beban standar)
terbaca angka 3 atau kurang, perlu diambil beban 7,5 atau 10 gram. Untuk tiap
beban, table menyediakan kolom tersendiri.
C. Tonometri aplanasi
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mendapatkan tekanan intra
okuler dengan menghilangkan pengaruh kekakuan sklera dengan mendatarkan
permukaan kornea. Dasar dilakukannya tonometri aplanasi adalah tekanan sama
besar dengan tenaga dibagi dengan luas yang ditekan (P=F/A). Untuk mengukur
tekanan mata harus diketahui luas penampang yang ditekan alat sampai kornea
rata dan jumlah tenaga yang diberikan. Pada tonometer aplanasi Goldmann
jumlah tekanan dibagi penampang dikali sepuluh dikonfirmasi langsung kedalam
mmHg tekanan bola mata.
Teknik pemeriksaannya adalah mata yang akan diperiksa diberi anestesi topikal
lalu pada mata tersebut ditempelkan kertas fluoresein. Sinar oblik warna biru dari
slitlamp disinarkan pada dasar telapak prisma tonometer aplanasi Goldmann.
Pasien diminta duduk dan meletakkan dagunya pada slitlamp dan dahi tepat pada
penyangganya. Pada skala tonometer aplanasi dipasang tombol tekanan 10 mm
kemudian telapak prisma aplanasi didekatkan pada kornea perlahan-lahan.
Tekanan ditambah sehingga gambar kedua setengah lingkaran pada kornea yang
sudah diberi fluoresein terlihat berimpit antara bagian luar dengan bagian
dalam.Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer. Tekanan tersebut
merupakan tekanan intra okuler dalam mmHg. Dengan tonometer aplanasi
tekanan bola mata lebih dari 20 mmHg dianggap menderita glaukoma
Gambar 3.11
Lapangan pandang adalah bagian ruangan yang terlihat oleh suatu mata dalam
sikap diam memandang lurus ke depan. Lapangan pandang normal adalah 90
derajat temporal, 50 derajat atas, 50 derajat nasal dan 65 derajat bawah. Berbagai
cara untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma adalah automated
perimeter (misal Humphrey, Octopus, atau Henson), perimeter Goldmann,
Friedmann field analyzer, dan layar tangent. Perimeter berupa alat berbentuk
setengah bola dengan jari-jari 30 cm, dan pada pusat parabola ini mata penderita
diletakkan untuk diperiksa. Objek digeser perlahan-lahan dari tepi ke arah titik
tengah kemudian dicari batas-batas pada seluruh lapangan pada saat benda mulai
terlihat. Penurunan lapangan akibat glaukoma sendiri tidak spesifik karena
gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada
semua penyakit saraf optikus.Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma
terutama mengenai 30 derajat lapangan pandang bagian tengah. Perubahan paling
dini adalah semakin nyatanya skotoma relative atau absolut yang terletak pada 30
derajat sentral. Pada stadium akhir penyakit, ketajaman penglihatan sentral
mungkin normal tetapi hanya 5 derajat lapangan pandang di tiap-tiap mata.Pada
glaukoma lanjut, pasien mungkin memiliki ketajaman penglihatan 20/20 tetapi
secara legal buta.
4. Funduskopi
Gambar 3.12 (kanan) normal funduskopi, (kiri) funduskopi pada pasien glaukoma
5. Gonioscopy
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan dengan
menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma, gonioskopi diperlukan
untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan. Gonioskopi dapat
membedakan sudut terbuka dan sudut tertutup. Begitu pula dapat diperiksa apakah
ada perlengketan iris di bagian perifer dan kelainan lainnya. Dengan cara yang
sederhana sekali, seorang dokter dapat mengira-ngira tentang lebar sempitnya
suatu sudut bilik mata depan, yaitu dengan menyinari bilik mata depan dari
samping dengan sentolop. Iris yang datar akan disinari secara merata. Ini berarti
sudut bilik mata depan terbuka. Apabila iris disinari sebagian, yaitu terang di
bagian lampu senter tetapi membentuk bayangan di bagian lain, kemungkinan
sudut bilik mata depan sempit atau tertutup
Nilai:
Derajat 0, bila terlihat struktur sudut dan terdapat kontak kornea dengan
iris (sudut tertutup)
Derajat 1, bila tidak terlihat ½ bagian jalinan trabekulum sebelah belakang
dan garis Schwalbe terlihat disebut sudut sangat sempit
Derajat 2, bila sebagian kanal Schlem terlihat
Derajat 3, belakang kanal Schlemm dan skleral spur masih terlihat
Derajat 4, badan siliar terlihat (sudut terbuka).2,8,9
3.3.6.3 Penatalaksanaan
Pada glaukoma pengobatan terutama ditujukan pada usaha menurunkan tekanan
bola mata. Tekanan bola mata perlu diturunkan walaupun berada dalam batas
normal. Karena peningkatan tekanan bola mata dapat merusak saraf optik.
Pengobatannya diantara lain adalah :
1. Tetes mata setiap hari, dan terdapat bermacam-macam tetes mata yang
dikenal. Kadang-kadang tetes mata diberikan lebih dari satu macam dalam
sehari. Tetes mata adalah pengobatan utama pada glaukoma yang kadang-
kadang tidak cukup. Bila tekanan tidak turun maka diberikan tablet untuk
diminum.
2. Tablet diberikan bersama obat tetes mata.
3. Bila tekanan tidak turun dengan tetes mata dan tablet maka dilakukan terapi
laser. Terapi laser merupakan prosedur yang tidak sakit dan dilakukan sambil
berobat jalan.
4. Bila keadaan lebih lanjut dapat direncanakan tindakan bedah lainnya.
Medikamentosa
1. Supresi Pembentukan Akuos Humor
a. Penghambat Adrenergic Beta
Penghambat adrenergic Beta adalah obat yang sekarang paling luas digunakan
untuk terapi glaukoma. Obat –obat ini dapat digunakan tersendiri atau
dikombinasi dengan obat lain. Timolol maleat 0,25 % dan 0,5 %, betaklosol 0,25
% dan 0,5 %, levobunolol 0,25 % dan 0,5 %, dan metipranolol 0,3 % merupakan
preparat-preparat yang tersedia. Kontraindikasi utama pemakaian obat-obat ini
adalah penyakit obstruksi jalan nafas menahun, terutama asma dan defek hantaran
jantung. Untuk betaksolol selektivitas relative reseptor beta 1 dan afinitas
keseluruhan terhadap semua reseptor beta yang rendah, menurunan walaupun
tidak menghilangkan risiko efek samping sistemik ini. Depresi, kacau pikiran, dan
rasa lelah dapat timbul pada pemakaian obat penghambat beta topical.
b. Apraklonidin
Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergic alfa 2 baru yang menurunkan
pembentukan akuos humor tanpa efek pada aliran keluar.
b. Epinefrin
Epinefrin, 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan aliran
keluar humor akueus dan sedikit banyak disertai penurunan pembentukan humor
akueus. Terdapat sejumlah efek samping okular ekster-nal, termasuk vasodilatasi
konjungtiva refleks, endapan adrenokrom, konjungtivitis folikularis, dan reaksi
alergi. Efek samping intraokular yang dapat terjadi adalah edema makula sistoid
pada afakik dan vasokonstriksi ujung saraf optikus. Dipivefrin adalah suatu
prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraokular menjadi bentuk aktifnya.
Epinefrin dan dipivefrin jangan digunakan untuk mata dengan sudut kamera
anterior sempit.
Kontraindikasi :
sudut tertutup atau sangat sempit
edema kornea yang menutupi pandangan sehingga sudut tidak dapat
dinilai.
Glaukoma lanjut dan progresif cepat dengan kepatuhan medikamentosa
yang buruk.
Inflamasi intraokular atau terdapat darah pada bilik mata depan
Usia kurang dari 25 tahun.
Trabekulektomi
Trabekulektomi merupakan prosedur yang sering dilakukan pada glaukoma sudut
terbuka. Operasi ini bertujuan untuk membuat bypass yang menghubungkan bilik
mata depan dengan jaringan subkonjungtiva dan orbita. Secara garis besar
trabekulektomi dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Pre-operasi: Pasien diberikan obat anti glaukoma baik secara topikal
maupun oral sampai mencapai batas tekanan intraokular yang ditentukan.
Tekanan bola mata yang tinggi dapat meningkatkan risiko perdarahan
suprakoroid. Selain itu, pasien juga diberikan obat anti-inflamasi beberapa
hari sebelum operasi, hal ini disebabkan karena pembentuk jaringan parut
pasca-operasi dapat menyebabkan kegagalan trabekulektomi. Kemudian,
pasien juga diberikan pilokarpin topikal sebagai miotikum.
Intra-operasi: Mula-mula dilakukan fiksasi bola mata dengan traksi
muskulus rektus superior. Kemudian dibuat flap konjungtiva sekitar 8-
10mm dari limbus kornea di daerah nasal atas. Selanjutnya dilakukan
diseksi flap sklera ukuran kurang lebih 2-3mm secara radial dengan lebar
3-4mm. Diseksi dibuat kurang lebih setengah tebal sklera kemudian
dilanjutkan ke kornea sesuai lokasi trabekula. Setelah itu dilakukan
trabekulektomi kurang lebih sebesar 2 x 2 mm yang diikuti dengan
iridektomi perifer. Setelah selesai, flap sklera dan flap konjungtiva dijahit
kembali dengan benang nylon 10-0. Jika cairan akuos mengalir melalui
flap sklera, maka akan terbentuk bleb pada saat penutupan konjungtiva.
Pasca-operasi: Setelah operasi, semua obat untuk menurunkan tekanan
intraokular dihentikan. Pasien diberikan antibiotik dan kortikosteroid
topikal. Kontrol pasien pasca operasi meliputi pemeriksaan keadaan bleb,
keadaan bilik mata depan, dan tekanan intraokular.13,16
3.3.6.5 Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total. Apabila obat
tetes anti glaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada mata yang belum
mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik. Apabila proses
penyakit terdeteksi dini sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan
baik. Namun Sebagian besar dari pasien Glaukoma Primer Sudut Terbuka akan
memiliki gangguan penglihatan di sepanjang hidup mereka. Beragam insidens
kebutaan sudah dilaporkan, diperkirakan kebutaan unilateral terjadi sebanyak 27%
dan kebutaan bilateral terjadi sebanyak 9%,
BAB IV
ANALISA KASUS
Resume Kasus
Pasien datang ke poli mata RSUD Radden Mattaher dengan keluhan
penglihatan kabur perlahan-lahan pada mata kanan dan kiri sejak 1 bulan yang
lalu. Os mengeluhkan mata kiri terasa silau jika melihat cahaya dan terkadang
seperti melihat pelangi saat melihat cahaya. Keluhan juga disertai sakit kepala
sebelah kiri yang dirasa hilang timbul. Os mengaku tidak memiliki keluhan
melihat seperti ada benda yang berterbangan yang mengikuti arah gerak mata.
mata berair (-), gatal (-), keluar kotoran air mata(-), Riwayat konsumsi obat-
obatan warung (+).
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penurunan visus yaitu VOD 6/9 dan
VOS NLP. Hasil dari pemeriksaan tonometri digital yaitu TIO OD : N+2 dan TIO
OS : N+2, dimana saat dilakukan pemeriksaan tonometri Schiotz didapatkan TIO
OD : 37,2 mmHg dan TIO OS : 81,7 mmHg.
Analisis Kasus
Hasil anamnesis yang mendukung glaukoma sudut terbuka primer pada mata kiri
adalah :
Penglihatan menurun secara perlahan disertai keluhan penunjang
Penurunan fungsi penglihatan bisa terjadi karena atrofi sel ganglion
difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian
dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Tekanan tinggi
pada bola mata yang berjalan perlahan juga dapat menyebabkan
penekanan pada saraf optik sehingga penglihatan menurun perlahan
sehingga terkadang diketahui terlambat dengan penglihatan sudah
berbentuk terowong (funnel) yang dapat berakhir dengan kebutaan.
Glaukoma primer yang kronis akan berjalan lambat sering tidak
diketahui awal mulanya, karena keluhan pasien amat sedikit atau samar.
Keluhan lainnya dapat berupa mata terasa berat sebelah, kepala pening
sebelah, dan terkadang melihat halo.
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Glaukoma primer terutama jika sudah kronis dengan penyempitan lapang
pandang dan peningkatan TIO yang signifikan harus diberikan terapi untuk
menurunkan tekanan bola mata serta mencegah kebutaan maupun
mempertahankan fungsi penglihataan yang masih baik.
Obat-obatan biasanya diberikan satu persatu atau kalau perlu dapat
dikombinasi. Kalau tidak berhasil, dapat dinaikkan frekuensi penetesannya atau
persentase obatnya, ditambah dengan obat tetes yang lain atau tablet.Monitoring
semacam inilah yang mengharuskan penderita glaukoma sudut terbuka selalu
dikelola oleh dokter dan perlu pemeriksaan yang teratur.
Pada kasus ini, pasien diberikan obat topikal tetes mata Timolol 0.5% 2x1
tetes (OS) sedangkan untuk pengobatan sistemik diberikan asetazolamid tablet
3x250 mg.
Asetazolamid adalah yang paling banyak digunakan, tetapi terdapat
alternatif yaitu diklorfenamid dan metazolamid digunakan untuk glaukoma kronik
apabila terapi topical tidak memberi hasil memuaskan dan pada glaukoma akut
dimana tekanan intraocular sangat tinggi perlu segera dikontrol. Obat ini dapat
diberikan dengan dosis 125-250 mg sampai 3x sehari peroral atau 500 mg sekali.
Pemberian obat ini memberikan efek samping hilangnya kalium tubuh, parastesi,
anoreksia, diarea, hipokalemia, batu ginjal dan miopia sementara. Untuk
mencegah efek samping tersebut, pada pasien ini diberikan pemberian KCL tablet.
Timolol merupakan beta bloker non selektif dengan aktivitas dan
konsentrasi tertinggi pada camera occuli posterior (COP) yang dicapai dalam
waktu 30-60 menit setelah pemberian topikal. Beta bloker dapat menurunkan
tekanan intraokular dengan cara mengurangi produksi humor aquos. Penggunan
beta bloker non selektif sebagai inisiasi terapi dapat diberikan 2 kali dengan
interval setiap 20 menit dan dapat diulang dalam 4, 8, dan 12 jam kemudian.
Pemberian Timolol 0.5% 2x1 tetes (OS) sudah tepat. Timolol termasuk beta
bloker non selektif sehingga perlu diperhatikan pemberiannya pada pasien dengan
asma, PPOK, dan penyakit jantung. Polynel tetes mata steril ini mengandung
Fluoromethasone 1 mgdan Neomycin Sulfate diberi untuk mengurangi reaksi
peradangan yang terjadi akibat proses akut.
BAB V
KESIMPULAN
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus, pengecilan lapangan pandang disertai
peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma primer sudut terbuka merupakan
bentuk yang tersering, bersifat kronik dan bersifat progressive. Etiologi glaucoma
primer sudut terbuka antaranya kerusakan fungsi trabekula dan peningkatan
tekanan intra okuler. Beberapa faktor risiko glaucoma primer sudut terbuka adalah
umur lebih dari 40 tahun, peningkatan tekanan intraokuler, riwayat trauma ocular,
penggunaan kortikosteroid topikal, sistemik ataupun endogen, myopia, diabetes
mellitus, penyakit vascular karotis, anemia, riwayat hipertensi sistemik dan
insufisiensi vascular. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan oftalmologi. Tatalaksana meliputi non-bedah dan bedah. Apabila
proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani
dengan baik. Namun Sebagian besar dari pasien glaukoma primer sudut terbuka
akan memiliki gangguan penglihatan di sepanjang hidup mereka
DAFTAR PUSTAKA
1. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology.
17thed.Lange Mc Graw Hill; 2007.
2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit
FakultasKedokteran Universitas Indonesia; 2012.
3. American Optometric Association. Optometric Clinical Practice
Guideline:Care of the Patient with Open Angle Glaucoma. 2011.
Available from:http://www.aoa.org/documents/optometrists/CPG-9.pdf.
4. Glaucoma Research Foundation. Glaucoma Facts and Stats. 2013.
Availablefrom: http://www.glaucoma.org/glaucoma/glaucoma-facts-and-
stats.php.
5. Quigley HA. Glaucoma. Lancet 2011; 377(9774):1367-1377.
6. Departemen Kesehatan. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2007.
7. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology
17thed. Lange Mc Graw Hill; 2007.
8. Riordan-Eva P, Cunningham E. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010; 212-223.
9. American Academy of Ophtalmology. Basic and Clinical Science Course
Section 10: Glaucoma. 2011-2012; 85-102.
10. Allen MY, Higginbotham EJ. Primary Open-Angle Glaucoma, dalam
Glaucoma Science and Practice. NewYork : Thieme. 2003; 153-160.
11. Vaughan DG, Eva RP, Asbury T. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya
Medika.Jakarta. 2000.hal : 212-38.
12. Kooner KS. Primary Open Angle Glaucoma. In : Clinical Pathway of
Glaucoma. NewYork : Thieme; 2000.
13. Ilyas S. Pemeriksaan Anatomi dan Fisiologi Mata Serta Kelainan Pada
Pemeriksaan Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2007.
14. James B, Chew C, Bron A. Glaukoma. Dalam : Oftalmologi. Jakarta :
Penerbit Erlangga; 2010.
15. Lang GK. Glaucoma. In : Opthalmology A Pocket Textbook Atlas.
NewYork : Thieme; 2006.
16. Seda H, Harmen. Gambaran Sudut Trabekula Pada Glaukoma Primer Sudut
Tertutup. Padang : Bagian Ilmu Kesehatan Mata; 2007.