Anda di halaman 1dari 45

Case Report Session (CRS)

November 2018

GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERBUKA

OLEH :
1. Zaujah Nurhanni Zulaisa (G1A217096)
2. Sundary Florenza (G1A217107)
3. Iman Agus Lisanto (G1A217087)

PEMBIMBING:
dr. H. Djarizal, Sp.M, M.PH

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2018
LEMBAR PENGESAHAN

CASE REPORT SESSION (CRS)


GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERBUKA

OLEH :
1. Zaujah Nurhanni Zulaisa (G1A217096)
2. Sundary Florenza (G1A217107)
3. Iman Agus Lisanto (G1A217087)

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada, November 2018

Pembimbing

dr. H. Djarizal, Sp.M, M.PH


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Case Report Session (CRS) yang berjudul “Glaukoma Primer Sudut Terbuka”
untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata, Fakultas Kedokteran
Universitas Jambi di RSUD Raden Mattaher.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak
kepada dr. H. Djarizal, Sp.M, M.PH selaku konsulen ilmu mata yang telah
membimbing dalam mengerjakan Case Report Session (CRS) ini sehingga dapat
diselesaikan tepat waktu.
Dengan laporan kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi
penulis dan orang banyak yang membacanya terutama mengenai masalah
Glaukoma. Saya menyadari bahwa Case Report Session (CRS) ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu saya harapkan saran dan kritik yang membangun
untuk perbaikan yang akan datang.

Jambi, November 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Glaukoma berasal dari bahasa Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan
mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil
saraf optik, dan berkurangnya lapangan pandang.1,2

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia berdasarkan


World Health Organization. Di seluruh dunia, sekitar 60 juta orang menderita
glaukoma. Sebuah survei data berdasarkan populasi juga menyatakan bahwa satu
dari 40 orang dewasa yang berusia lebih dari 40 tahun menderita glaukoma
Glaukoma primer dapat dibedakan menjadi glaukoma primer sudut terbuka dan
glaukoma primer sudut tertutup. Di Amerika pada tahun 2004, sekitar 2,2 juta
orang menderita glaukoma primer sudut terbuka dimana setengah dari jumlah
kasus tersebut tidak terdiagnosis. Jumlah ini juga diperkirakan akan meningkat
menjadi 3,36 juta orang pada tahun 2020.1,2,3

Glaukoma primer sudut terbuka merupakan jenis glaukoma yang paling sering
terjadi dan mempunyai prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan glaukoma
primer sudut tertutup. Pada orang dewasa yang berusia lebih dari 40 tahun,
prevalensi glaukoma primer sudut terbuka adalah sebesar 1,86%. Selain itu,
glaukoma primer sudut terbuka juga menyebabkan terjadinya kebutaan bilateral
pada 4,4 juta orang di dunia. Prevalensi glaukoma primer sudut terbuka juga
diperkirakan sangat tinggi pada orang Cina, sedang pada orang Jepang, dan lebih
rendah pada orang Eropa dan India. Di Indonesia, prevalensi glaukoma
berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 adalah sebesar
0,5%.4,5,6
Glaukoma primer sudut terbuka merupakan penyakit kronik progresif yang
biasanya ditandai dengan kerusakan saraf optik, defek lapisan serat saraf retina,
dan hilangnya lapang pandang. Glaukoma sudut terbuka ini biasanya terjadi pada
orang dewasa dan dapat menyebabkan hilangnya lapang pandang bilateral namun
tidak simetris dimana pada tahap awal tidak disertai gejala apapun. Oleh karena
tidak disertai gejala, glaukoma primer sudut terbuka ini biasanya tidak terdeteksi
sampai kehilangan lapang pandang yang luas telah terjadi. Jika tidak didiagnosa
dan ditangani sedini mungkin, maka keadaan ini akan berlanjut menjadi
kebutaan.2,6

Tatalaksana glaukoma primer sudut terbuka dapat berupa terapi medikamentosa


dan surgikal. Terapi medikamentosa yang diberikan bertujuan untuk mengurangi
tekanan intraokular. Namun apabila respon terhadap terapi medikamentosa
tersebut sudah tidak baik lagi dan ada indikasi lainnya, maka terapi surgikal perlu
dilakukan. Oleh karena tidak adanya gejala yang signifikan pada glaukoma primer
sudut terbuka ini kecuali jika sudah sampai tahap yang lanjut, maka penegakan
diagnosis sedini mungkin sebaiknya dilakukan agar dapat mencegah kebutaan dan
komplikasi lainnya yang tidak diinginkan.1,2

Dengan demikian, kasus glaukoma primer sudut terbuka menjadi penting untuk
dibahas karena semakin dini diagnosis ditegakkan, maka penatalaksaan pun dapat
diberikan sedini mungkin dan akhirnya komplikasi pun dapat dicegah.
BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesis
Identifikasi Nama : Tn.A
Umur : 65 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Buruh bangunan
Alamat : Jln.Singa sari.Kec Jambi Timur
Tanggal berobat : 23 November 2018
Keluhan utama Mata kanan kabur dan mata kiri tidak bisa melihat sejak ±
1 bulan SMRS
Anamnesa Khusus ±1 bulan SMRS pasien mengeluh mata kanan dan kiri
kabur, keluhan dirasakan terus menerus dan tiba-tiba mata
kiri tidak bisa melihat, pandangan gelap, pasien merasa
silau saat melihat cahaya dan tampak seperti ada gambaran
pelangi jika melihat lampu dengan mata kiri. Keluhan
disertai dengan sakit kepala di bagian sebelah kiri, keluhan
sakit kepala dirasakan hilang timbul, hingga sekarang ini
sakit kepala masih sering terasa namun keluhan dapat
hilang jika pasien minum obat yang di beli di warung.
Pasien mengatakan keluhan mata merah (-), keluhan mata
berair (-), mata terasa nyeri (-), kotoran mata berlebihan(-),
rasa mengganjal pada mata (-), pasien belum pernah
mengobati keluhan mata nya.
Riwayat penyakit a. Riwayat keluhan serupa (-)
dahulu b. Riwayat operasi (-)
c. Riwayat penyakit DM (-)
d. Trauma pada mata (-)
e. Alergi (-)
f. Riwayat hipertensi (-)
g. Riwayat pakai kaca mata (-)
Riwayat penyakit a. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-)
keluarga b. Riwayat Hipertensi (-)
c. Riwayat DM (-)
Riwayat gizi IMT = BB/(TB)2= 69/170 = IMT 23,8 (Normal)
Keadaan sosial Menengah
ekonomi
Penyakit sistemik
 Tractus respiratorius Tidak ada keluhan
 Tractus digestivus Tidak ada keluhan
 Kardiovaskuler Tidak ada keluhan

 Endokrin Tidak ada keluhan

 Neurologi Tidak ada keluhan

 Kulit Tidak ada keluhan


Tidak ada keluhan
 THT
Tidak ada keluhan
 Gigi dan mulut
Tidak ada keluhan
 Lain-lain
I.Pemeriksaan visus dan refraksi
OD OS
Visus 6/9 1/~ NLP
PH - -
II. Muscle Balance
Kedudukan bola mata Ortophoria Exotropia
Pergerakan bola mata

Duksi : baik Duksi : buruk


Versi : baik Versi : baik

Pemeriksaan Eksternal
OD OS

Pemeriksaan Eksternal OD OS
Palpebra Superior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Palpebra Inferior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Silia Trichiasis (-) Trichiasis (-)
Konjungtiva tarsus Sup Papil(-), folikel (-), Papil(-),folikel(-),
& Inf
Konjungtiva Bulbi Injeksi siliar (-), Injeksi Injeksi siliar (-), Injeksi
Konjungtiva (-) Konjungtiva (-)
Kornea Infiltrat (-), sikatrik (-), Infiltrat (-), sikatrik (-),
ulkus (-) ulkus (-)
COA Dangkal Dangkal
Pupil Bulat, Isokor Bulat, Isokor
Diameter 3mm 3mm
RCL/RCTL +/+ -/-
Iris Kripta iris normal, Kripta iris normal, warna
warna coklat coklat
Lensa Jernih Jernih
PD 3 cm 4 cm
Pemeriksaan Slit Lamp
(Tidak dilakukan)
Tekanan Intra Okuler
Palpasi : N+2 N+2
Tonometer Schiotz : 0/5,5 5/10 0/5,5 0/10
37,2 mmHg 81,7 mmHg
NCT: 50,3 mmHg 41,7 mmHg
Tonometer Aplanasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Funduskopi (Tidak dilakukan)
VISUAL FIELD
Konfrontasi Lapang pandang Sulit diperiksa
menyempit

Pemeriksaan Umum
Tinggi badan 170 Cm
Berat badan 69 Kg
Tekanan darah 110/70 mmHg
Nadi 80 kali/menit
Suhu 36,70C
Pernapasan 20 kali/menit

Diagnosis : Primary Open Angle Glaucoma (POAG)


Diffrential Diagnosa :
- Glaukoma Primer Sudut Tertutup
- Glaukoma Absolut
- Glaukoma Sekunder
Pengobatan :
- Timolol 0.5% 2x1 tetes (OS)
- asetazolamid tablet 3x250 mg

Prognosis :
Q Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi
Anatomi sudut filtrasi
Sudut filtrasi ini terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang
dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran Descemet dan
membran Bowman, lalu ke posterior 0,75 mm kemudian ke dalam mengelilingi
kanalis Schlemm dan trabekula sampai ke camera oculi anterior (COA).

Gambar 3.1

Akhir dari membran Descemet disebut garis Schwalbe. Limbus terdiri dari dua
lapisan epitel dan kornea. Epitelnya dua kali tebal epitel kornea. Di dalam
stromanya terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari ateri siliaris anterior
Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula yang terdiri dari :
1. Trabekula korneoskleral
serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea dan menuju ke
belakang, mengelilingi kanalis Schlemm untuk berinsersi pada sklera.
2. Trabekula uveal
serabut berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke scleral spur
(insersi dari m.siliaris) dan sebagian ke m.siliaris meridional.
3. Serabut berasal dari akhir membran Descemet (garis Schwalbe)
Serabut ini menuju ke jaringan pengikat m.siliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter berasal dari dataran depan iris menuju
ke depan trabekula. Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, jaringan
homogen, elastis dan seluruhnya diliputi endotel. Keseluruhannya
merupakan spons yang tembus pandang sehingga bila ada darah di dalam
kanal Schlemm dapat terlihat dari luar.
Kanal Schlemm merupakan kapiler yang termodifikasi yang mengelilingi kornea.
Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0,5 mm. Pada dinding
sebelah dalam terdapat lubang-lubang sebesar 2μ sehingga terdapat hubungan
langsung antara trabekula dan kanal Schlemm. Dari kanal Schlemm keluar saluran
kolektor, 20-30 buah yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sklera dan
episklera dan v.siliaris anterior di badan siliar.7

Anatomi Bilik Mata Depan (COA)

Gambar 3.2 Anatomi Sudut Bilik Mata Depan

Bilik mata depan merupakan struktur penting dalam hubungannya dengan


pengaturan tekanan intraokuler. Hal ini disebabkan karena pengaliran cairan
aquos harus melalui bilik mata depan terlebih dahulu sebelum memasuki kanal
Schlemn. Sudut bilik mata depan dibentuk oleh jaringan korneosklera dengan
pangkal iris. Bila teradapat hambatan pengaliran keluar cairan mata akan terjadi
penimbunan cairan bilik mata di dalam bola mata sehingga tekanan bola mata
meninggi.7
3.2 Fisiologi
Fisiologi Akuos Humor
Akuos terdiri dari cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan bilik
mata belakang. Volumenya adalah sekitar 250 μl dan kecepatan produksinya
adalah 2,5 μl/menit, dimana kecepatan produksi ini dapat bervariasi berdasarkan
variasi diurnal yaitu biasanya tekanan bola mata tinggi pada pagi hari. Komposisi
akuos sama dengan komposisi plasma kecuali lebih tingginya konsentrasi
askorbat, piruvat, dan laktat, sedangkan konsentrasi protein, urea, dan glukosa
lebih rendah dari plasma. Tekanan osmotiknya pun sedikit lebih tinggi dari
plasma darah.7
Akuos humor diproduksi oleh badan siliar. Setelah diproduksi, akuos
memasuki bilik mata belakang kemudian melewati celah iris dan lensa menuju
bilik mata depan dan akhirnya memasuki trabekular pada sudut bilik mata depan.
Selama aliran ini terjadi pertukaran komponen dengan pembuluh darah pada
iris.7,8

Gambar 3.3
Aliran Keluar dari Akuos
Trabekula terdiri dari jaringan kolagen dan elastin yang dilapisi oleh sel
trabekular yang membentuk filter dimana semakin menuju kanalis schlemm maka
akan semakin kecil ukurannya. Ada dua jalur aliran keluar akuos. Pertama, akuos
keluar melalui jalur trabekula. Jalur ini merupakan jalur utama dimana 90% aliran
keluar akuos melalui jalur ini melalui kanalis schlemm dan berlanjut ke sistem
vena. Jalur kedua adalah jalur uveoscleral. Pada jalur ini, akuos melewati celah
antara otot siliaris menuju ke rongga suprakoroid kemudian menuju ke vena yang
terdapat pada badan siliaris, koroid dan sklera.

Tekanan Intraokular pada Glaukoma Primer Sudut Terbuka


Peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma dapat disebabkan adanya
produksi akuos humor yang berlebihan oleh badan siliar dan berkurangnya
pengeluaran akuos humor di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil.
Kebanyakan orang dengan glaukoma primer sudut terbuka mempunyai tekanan
intraokular yang tinggi. Meskipun begitu, pada glaukoma sudut terbuka dapat juga
ditemukan tekanan intraokular yang normal disebut normal tension glaucoma atau
dapat juga disebut low tension glaucoma. Selain itu, pada beberapa orang juga
dapat ditemukan adanya peningkatan tekanan intraokular namun tidak didapatkan
bukti adanya kerusakan nervus optikus atau gangguan fungsi visual. Keadaan
seperti ini disebut sebagai keadaan hipertensi okular.8

3.3 GLAUKOMA
3.3.1 Definisi
Glaukoma berasal dari kata yunani “Glaukos” yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik yang ditandai oleh pencekungan
(cupping) diskus optikus dan pengecilan lapang pandang, disertai peningkatan
tekanan intraokular. Pada sebagian kasus, glaukoma tidak disertai dengan
penyakit mata lainnya.1.3

Gambar 3.4
3.3.2 Epidemiologi
Hampir 60 juta orang terkena glaukoma. Diperkirakan 3 juta penduduk
Amerika Serikat terkena glaukoma, dan di antara kasus-kasus tersebut, sekitar
50% tidak terdiagnosis. Sekitar 6 juta orang mengalami kebutaan akibat
glaukoma, termasuk 100.000 penduduk Amerika, menjadikan penyakit ini sebagai
penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah di Ameriksa serikat. Glaukoma
sudut terbuka primer, bentuk tersering pada ras kulit hitam dan putih,
menyebabkan penyempitan lapang pandang bilateral progresif asimptomatik yang
timbul perlahan dan sering tidak terdeteksi sampai terjadi penyempitan lapang
pandang yang luas. Ras kulit hitam memiliki risiko yang lebih besar mengalami
onset dini, keterlambatan diagnosis, dan penurunan penglihatan yang berat
dibandingkan ras kulit putih. Glaukoma sudut tertutup didapatkan pada 10-15%
kasus ras kulit putih. Presentase ini jauh lebih tinggi pada orang asia dan suku
inuit. Glaukoma sudut tertutup primer berperan pada lebih dari 90% kebutaan
bilateral akibat glaukoma di China, Glaukoma tekanan normal merupakan tipe
yang paling sering di jepang.
Di Indonesia, glaukoma diderita oleh 3% dari total populasi penduduk.
Umunya penderita glaukoma telah berusia lanjut. Pada usia diatas 40 tahun,
tingkat resiko penderita glaukoma meningkat sekitar 10 %. Hampir separuh
penderita glaukoma tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut.
Menurut WHO pada tahun 2002, penyebab kebutaan paling utama di dunia adalah
katarak (47,8%), glaukoma (12,3%), uveitis (10,2%) age-related mucular
degeneration (AMD) (8,7%).8,9

3.3.3 Faktor resiko


Menurut American Academy of Ophthalmology, terdapat beberapa faktor risiko
glaukoma sudut terbuka primer, yaitu :8,9,10
1. Usia
Survei oleh The Baltimore Eye menunjukkan bahwa prevalensi glaukoma
meningkat seiring bertambahnya umur, terutama pada ras berkulit hitam,
yaitu lebih dari 11% pada umur 80 tahun keatas. Pada penelitian
Collaborative Initial Glaukoma Treatment, defek pada lapangan pandang
tujuh kali lipat lebih sering terjadi pada pasien 60 tahun keatas daripada
pasien yang berumur 40 tahun.
2. Ras Kulit Hitam
Prevalensi glaukoma pada ras kulit hitam adalah 3-4 kali lebih besar
daripada ras lainnya. Kebutaan akibat glaukoma juga empat kali lebih
sering pada ras kulit hitam daripada ras kulit putih.
3. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang positif juga merupakan faktor risiko pada
glaukoma primer sudut terbuka. Survei pada penelitian The Baltimore Eye
juga menunjukkan bahwa diperkirakan risiko glaukoma primer sudut
terbuka 3,7 kali lipat lebih besar pada individu dengan saudara kandung
yang mengidap penyakit tersebut.
4. Faktor Risiko Lainnya
Beberapa kondisi seperti miopi, diabetes mellitus, penyakit
kardiovaskular, dan oklusi vena sentral, diduga berhubungan dengan
glaukoma. Namun, keadaan-keadaan bukan merupakan faktor risiko utama
dan memiliki hubungan yang kurang signifikan dengan glaukoma
dibandingkan faktor risiko sebelumnya.

3.3.4 Klasifikasi
Glaukoma diklasifikasikan menjadi 4 kelompok sebagai berikut :2,11
1. Glaukoma primer
2. Glaukoma sekunder
3. Glaukoma kongenital
4. Glaukoma Absolut

1. Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka
Definisi
Glaukoma sudut terbuka (simpleks) merupakan glaukoma primer yang ditandai
dengan sudut bilik mata terbuka. Glaukoma simpleks ini diagnosisnya dibuat bila
ditemukan glaukoma pada kedua mata pada pemeriksaan pertama, tanpa
ditemukan kelainan yang dapat merupakan penyebab. Peningkatan tekanan
intraokular medahului kelainan diskus optikus dan lapang pandang selama
berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Pada glaukoma sudut terbuka, kerusakan
lapangan pandang mata dimulai dari tepi lapangan pandang dan lambat laun
meluas ke bagian tengah. Dengan demikian penglihatan sentral (fungsi makula)
bertahan lama, walaupun penglihatan perifer sudah tidak ada sehingga penderita
tersebut seolah-olah melihat melalui teropong (tunnel vision). Adanya gejala yang
terjadi sangat lambat yang kadang-kadang tidak disadari oleh penderita glaukoma
simpleks ini sangat berbahaya karena penderita biasanya memeriksakan dirinya
jika gejala sudah parah atau sudah dalam tahap kebutaan dan sudah merusak
nervus optikus. Diduga glaukoma primer sudut terbuka diturunkan secara
dominan atau resesif pada 50% penderita sehingga riwayat keluarga juga penting
diketahui dalam menggali riwayat penyakit.
Patofisiologi
Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer adalah adanya
proses degeneratif anyaman trabekular, termasuk pengendapan materi ekstrasel di
dalam anyaman dan dibawah lapisan endotel kanal schlemm. Hal ini berbeda dari
proses penuaan normal. Akibatnya adalah penurunan drainase aqueous humor
yanng menyebabkan peningkatan tekanan intraokular.
Jika TIO tetap tinggi, akan terjadi kerusakan-kerusakan hebat pada mata, yaitu:
a. Degenerasi nervus optikus berupa ekskavasi yang dikenal sebagai cupping
b. Degenerasi sel ganglion dan serabut saraf dari retina berupa penciutan
lapangan pandang (skotoma)
c. Atropi iris dan corpus siliar serta degenerasi hialin pada prosesus siliar
b. Glaukoma Sudut Tertutup
Definisi
Peningkatan tekanan intraokular terjadi karena sumbatan aliran keluar aqueous
akibat adanya oklusi pada sudut iridokornea. Keadaan ini dapat bermanifestasi
sebagai suatu kedaruratan oftalmologik atau dapat tetap asimptomatik sampai
timbul penurunan penglihatan.
Patofisiologi
Mekanismenya adalah peninggian TIO karena blok pupil relative, dengan
bersentuhnya pinggir pupil dengan permukaan depan lensa melalui suatu proses
semi midriasis. Hal ini akan menghasilkan tekanan yang meninggi pada COP
(Camera Oculi Posterior) karena terdorongnya bagian iris perifer ke depan dan
menutup sudut COA. Hal initerutama terjadi pada orang dengan COA dangkal.
Jadi, ada beberapa hal penting yang berperan menimbulkan glaukoma sudut
tertutup ini :
a. Blok pupil relative yang maksimal terdapat pada pupil dengan lebar 4-
5mm.
b. Lensa yang bertambah besar, terutama pada usia tua. Makin bertambah
usia, lensa bertambah besar, sehingga mudah terjadi blok pupil relative.
c. Tebalnya iris bagian perifer dan terjadinya iris bombe yang mendorong ke
arah trabekula sehingga muara trabekula tertutup.
d. COA yang dangkal, terdapat pada hipermetropia (karena sumbu bola mata
pendek) dan pada usia tua (karena ukuran lensa yang bertambah besar).

2. Glaukoma sekunder
Definisi
Galukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebabnya. Peningkatan
tekanan intraokular yang terjadi sebagai suatu manifestasi dari penyakit mata lain
disebut glaukoma sekunder
Patofisiologi
Glaukoma sekunder ini bisa terdapat dengan sudut terbuka ataupun sudut tertutup.
a. Glaukoma pigmentasi
Sindrom dispersi pigmen ditandai oleh pengendapan abnormal pigmen di bilik
mata depan terutama di anyaman trabekular yang akan mengganggu aliran keluar
aqueous. Studi dengan ultrasonografi menunjukan pelekukan irirs ke posterior
sehingga irirs berkontak dengan zonula atau processus ciliares, mengindikasikan
pengelupasan granul-granul pigmen dari permukaan belakang iris. Orang-orang
ini harus dianggap sebagai tersangka glaukoma karena 10% dari mereka akan
mengalami glaukoma dalam 5 tahun. Terapi miotik maupun iridotomi perifer
dengan laser mampu membalikan konfigurasi iris yang abnormal.

b. Glaukoma pseudoeksfoliasi
Terdapat endapan-endapan bahan berserat warna putih di permukaan anterior
lensa, processus ciliares, zonula, permukaan posterior iris, melayang bebas di bilik
mata depan dan di anyaman trabekular. Penyakit ini biasannya dijumpai pada
orang berusia lebih dari 65 tahun. Terapinya sama dengan terapi glaukoma sudut
terbuka.

c. Glaukoma akibat kelainan lensa (dislokasi lensa)


Lensa kristalina dapat mengalami dislokasi akibat trauma atau secara spontan,
misalnya pada sindrom marfan. Dislokasi anterior dapat menimbulkan sumbatan
pada apertura pupil yanng menyebabkan iris bombe dan penutupan sudut. Pada
dislokasi anterior, terapi definitifnya adalah ekstraksi lensa segera setelah tekanan
intraokular terkontrol.

d. Glaukoma akibat kelainan lensa (intumesensi lensa)


Lensa dapat menyerap cukup banyak cairan sewaktu mengalami perubahan pada
katarak, sehingga ukurannya membesar. Lensa ini kemudian dapat melanggar
batas bilik mata depan, menimbulkan sumbatan pupil dan pendesakan sudut, serta
menyebabkan glaukoma sudut tertutup. Terapi berupa ekstraksi lensa, segera
setelah tekanan intraokular terkontrol secara medis.
e. Glaukoma fakolitik
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa anterior
dan memungkinkn protein-protein lensa yang mencair masuk ke dalam bilik mata
depan. Terjadi reaksi peradangan di bilik mata depan, anyaman trabekular
menjadi edema dan tersumbat sehingga terjadi peningkatan tekanan intraokular.
Ekstraksi lensa merupakan terapi definitif, dilakukan segera setelah tekanan
intraokular terkontrol secara medis dan terapi steroid topikal telah mengurangi
peradangan intraokular.

f. Uveitis
Akibat peradangan pada uvea terjadi pengeluaran sel radang oleh tubuh
selanjutnya sel radang tersebut menumpuk di anyaman trabekula dan
menimbulkan sumbatan sehingga outflow humor aqueous terganggu dan tekanan
intraokular meningkat. Penutupan sudut akibat seklusi pupil dapat dipulihkan
dengan midriasis intensif, tetapi sering memerlukan iridotomi perifer dengan laser
atau iridektomi bedah. Miotik dihindari karena dapat meningkatkan
kemungkinana terjadinya sinekia posterior.

g. Glaukoma akibat trauma


Cedera kontusio bola mata dapat diertai dengan peningkatan dini tekanan
intraokular akibat perdarahan ke dalam bilik mata depan (hifema). Darah bebas
menyumbat anyaman trabekula, yang juga mengalami edema akibat cedera.
Terapi awal dilakukan dengan obat-obatan, tetapi mungkin diperlukan tindakan
bedah bila tekanannya tetap tinggi.

h. Glaukoma setelah tindakan bedah okular


Tindakan bedah pada mata yang menimbulkan peningkatan tekanan intraokular
yang bermakna dan sudut sempit atau tertutup dapat menyebabkan glaukoma
sumbatan siliaris. Segera setelah pembedahan, tekanan intraokular meningkat
hebat dan lensa terdorong ke depan akibat penimbunan aqueous di dalam dan di
belakang korpus vitreus. Pasien awalnya merasakan penglihatan jauh yang kabur,
tetapi penglihatan dekatnya membaik serta diikuti oleh nyeri dan peradangan.
Terapi terdiri atas siklopegik, midriatik, penekanan aqueous humor dan obat-obat
hiperosmotik.

i. Glaukoma neovaskluar
Neovaskularisasi iris (rubeosis iris) dan sudut bilik mata depan paling sering
disebabkan oleh iskemia retina yang luas seperti yang terjadi pada retinopati
diabetik stadium lanjut dan oklusi vena sentralis retinae iskemik. Glaukoma mula
mula timbul akibat sumbatan sudut oleh membran fibrovaskular, tetapi kontraksi
membran selanjutnya menyebabkan penutupan sudut. Pada banyak kasus, terjadi
kehilangan penglihatan dan diperlukan prosedur siklodestrukif untuk mengontrol
tekanan intraokular.

j. Glaukoma akibat steroid


Penggunaan steroid jangka waktu lama (terutama topical) dapat menyebabkan
trabekulum terganggu (perubahan struktur trabekulum seperti ayakan tertutup)
dan menggangggu outflow. Juga dapat terjadi penimbunan glikosaminaglikan
dalam bentuk polimer pada trabekulum meshwork yang mengakibatkan biologik
edem sehingga resistensi alira aqueous humor bertambah. Steroid juga menekan
aktivitas fagositosis sel endotel trabekulum sehingga debris pada cairan aquos
tertimbun di trabekulum. Apabila terapi steroid topikal mutlak diperlukan, terapi
glaukoma secara medis biasanya dapat mengontrol tekanan intraokular. Terapi
steroid sistemik jarang menyebabkan peningkatan intraokular. Pasien yang
mendapat terapi steroid topikal atau sistemik harus menjalani tonometri dan
oftalmoskopi secara periodik, terutama bila ada riwayat glaukoma pada keluarga.
3. Glaukoma kongenital

Klasifikasi
a. Glaukoma kongenital primer, menunjukan kelainan perkembangan yang
terbatas pada sudut bilik mata depan
b. Anomali perkembangan segmen anterior
Kelompok penyakit yang jarang ini membentuk suatu spektrum gangguan
perkembangan segmen anterior, yang mengenai sudut, iris, kornea dan kadang
kadang lensa. Biasannya terdapat sedikit hipoplasia stroma anterior iris disertai
jembatanjembatan filamen yang menghubungkan stroma iris dengan kornea.
1. Sindrom axenfeld, apabila jembatan filamen terbentuk di perifer dan
berhubungan dengan garis Schwalbe yang mencolok dan tergeser secara
aksial.
2. Sindrom Rieger, perlekatan iridokornea yang lebih luas disertai disrupsi
iris
3. Anomali peters, perlekatan terjadi di antara iris sentral dan bagian sentral
permukaan posterior kornea.
c. Aniridia, iris tidak berkembang, hanya ditemukan tidak lebih dari akar iris atau
suatu batas iris yang tipis. Glaukoma sering kali timbul sebelum masa remaja
dan biasanya tidak merespons penatalaksanaan medis atau bedah.

4. Glaukoma absolut
Definisi
Stadium akhir glaukoma (tertutup/terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total
akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut.
Gejala klinis
Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi
dengan ekskavasasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan denga rasa sakit.
Sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah
sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris, keadaan ini
memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
3.3.5 Manifestasi klinik

a. Peningkatan TIO
Normal TIO berkisar 10-21 mmHg (rata-rata 16 mmHg). Tingginya TIO
menyebabkan kerusakan saraf optik tergantung beberapa faktor, meliputi
tingginya TIO dan apakah glaukoma dalam tahap awal atau lanjut. Secara
umum, TIO dalam rentang 20-30 mmHg biasanya menyebabkan
kerusakan dalam tahunan. TIO yang tinggi 40-50 mmHg dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan yang cepat dan mencetuskan oklusi
pembuluh darah retina.
b. Halo sekitar cahaya
Kornea akan tetap jernih dengan terus berlangsungnya pergantian cairan
oleh sel sel endotel. Jika tekanan meningkat dengan cepat (glaukoma
akut sudut tertutup), kornea menjadi penuh air, menimbulkan halo di
sekitar cahaya.
c. Penyempitan lapang pandang
Tekanan yang tinggi pada serabut saraf dan iskemia kronis pada saraf
optik menimbulkan kerusakan dari serabut saraf retina yang biasanya
menghasilka kehilangan lapang pandang (skotoma). Pada glaukoma
stadium akhir kehilangan lapang penglihatan terjadi sangat berat (tunnel
vision), meski visus pasien masih 6/6.

3.3.6 Patofisiologi
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik (neuropati
optik) yang biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan okular pada papil
saraf optik. Iskemia tersendiri pada papil saraf optik juga penting. Hilangnya
akson menyebabkan defek lapangan pandang dan hilangnya ketajaman
penglihatan jika lapangan pandang sentral terkena.
Ada dua teori utama mengenai mekanisme kerusakan serabut saraf oleh
peningkatan tekanan intraokular yaitu teori mekanik dan teori vaskular :
1. Peningkatan tekanan intraokular menyebabkan kerusakan mekanik pada
akson saraf optik dan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam
retina, iris dan korpus siliar juga menjadi atrofi, dan prosesus siliaris
memperlihatkan degenerasi hialin sehingga terjadi penurunan penglihatan.
2. Peningkatan tekanan intraokular menyebabkan iskemia akson saraf akibat
berkurangnya aliran darah pada papil saraf optik. Diskus optikus menjadi
atrofi disertai pembesaran cekungan optikus.
Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer adalah proses
degeneratif di jaringan trabekular berupa penebalan lamella trabekula yang
mengurangi ukuran pori dan berkurangnya jumlah sel trabekula pembatas. Juga
termasuk pengendapan bahan ekstrasel di dalam jalinan dan di bawah lapisan
endotel kanalis Schlemm. Hal ini berbeda dengan proses penuaan normal.
Akibatnya adalah penurunan drainase humor akueous yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraokuler.
Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi
papil saraf optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi
cekungan pada papil saraf optik. Cairan aqueus diproduksi dari korpus siliaris,
kemudian mengalir melalui pupil ke kamera okuli posterior (COP) sekitar lensa
menuju kamera okuli anterior (COA) melalui pupil. Cairan aqueus keluar dari
COA melalui jalinan trabekula menuju kanal Schlemm’s dan disalurkan ke dalam
sistem vena. Gambar dari aliran normal cairan aqueus dapat dilihat pada gambar
3.5

Gambar 3.5

Beberapa mekanisme peningkatan tekanan intraokuler:


a. Korpus siliaris memproduksi terlalu banyak cairan bilik mata, sedangkan
pengeluaran pada jalinan trabekular normal
b. Hambatan pengaliran pada pupil sewaktu pengaliran cairan bilik mata
belakang ke bilik mata depan
c. Pengeluaran di sudut bilik mata terganggu.
Glaukoma sudut terbuka ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka,
dan kemampuan jalinan trabekula untuk mengalirkan cairan aqueus menurun
(gambar 3A). Glaukoma sudut tertutup ditandai dengan tertutupnya trabekulum
oleh iris perifer, sehingga aliran cairan melalui pupil tertutup dan terperangkap di
belakang iris dan mengakibatkan iris mencembung ke depan. Hal ini menambah
terganggunya aliran cairan menuju trabekulum (gambar 3B).12-14

Mekanisme utama kehilangan penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel


ganglion retina. Optik disk menjadi atropi, dengan pembesaran cup optik. Efek
dari peningkatan tekanan intraokuler dipengaruhi oleh waktu dan besarnya
peningkatan tekanan tersebut. Pada glaukoma akut sudut tertutup, Tekanan Intra
Okuler (TIO) mencapai 60-80 mmHg, mengakibatkan iskemik iris, dan timbulnya
edem kornea serta kerusakan saraf optik. Pada glaukoma primer sudut terbuka,
TIO biasanya tidak mencapai di atas 30 mmHg dan kerusakan sel ganglion retina
berlangsung perlahan, biasanya dalam beberapa tahun.15

3.3.6 Diagnosa
3.3.6.1 Anamnesis
Karena sifatnya yang tenang, maka tidak ada gejala yang spesifik dari
glaukoma sudut terbuka. Banyak pasien yang baru datang berobat ketika sudah
memiliki defek lapang pandang. Penderita mungkin dapat mengalami sakit kepala
yang hilang timbul dan memiliki keluhan melihat gambaran pelangi di sekitar
lampu (halo). Selain keluhan utama, pada anamnesis juga penting ditanyakan
adanya faktor risiko seperti diabetes melitus. Riwayat konsumsi obat-obatan juga
dapat ditanyakan, karena glaukoma dapat disebabkan oleh konsumsi
kortikosteroid jangka panjang. Di samping itu, penting juga ditanyakan riwayat
keluarga.
Masalah utama dalam mendeteksi glaukoma sudut terbuka primer adalah
tidak adanya gejala sampai stadium akhir. Mulai timbulnya gejala glaukoma
primer sudut terbuka agak lambat yang kadang-kadang tidak disadari oleh
penderita sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan. Sewaktu pasien menyadari
ada pengecilan lapangan pandang, biasanya telah terjadi pencekungan
glaukomatosa yang bermakna. Mata tidak merah atau tidak terdapat keluhan, yang
mengakibatkan terdapat gangguan susunan anatomis dan fungsi tanpa disadari
oleh penderita.
Pada glaukoma sudut terbuka, kerusakan lapangan pandang mata dimulai
dari tepi lapangan pandang dan lambat laun meluas ke bagian tengah. Dengan
demikian penglihatan sentral (fungsi macula) bertahan lama, walaupun
penglihatan perifer sudah tidak ada sehingga penderita tersebut seolah-olah
melihat melalui teropong (tunnel vision). Diduga glaukoma primer sudut terbuka
diturunkan secara dominan atau resesif pada 50% penderita sehingga riwayat
keluarga juga penting diketahui dalam menggali riwayat penyakit.1

3.3.6.2 Pemeriksaan Ofthalmologi


1. Tajam penglihatan

Gambar 3.6
Pemeriksaan ketajaman penglihatan bukan merupakan cara yang khusus untuk
glaukoma, namun tetap penting, karena ketajaman penglihatan yang baik,
misalnya 6/6 belum berarti tidak glaukoma. Pada glaukoma simpleks umumnya
tajam penglihatan tidak terganggu kecuali pada stadium lanjut. Pada glaukoma
sudut sempit dengan serangan akut akan terjadi penurunan tajam penglihatan yang
berarti. Pemeriksaan menggunakan Snellen chart

2. Pemeriksaan tekanan bola mata


Ada empat bentuk tonometri atau pengukur tekanan bola mata
A. Palpasi
Cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juga yang paling tidak cermat, sebab
cara mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dapat digunakan dalam keadaan
terpaksa (bila tonometer tidak dapat dipakai atau sulit dinilai, seperti pada sikatrik
kornea, kornea ireguler dan infeksi kornea) dan tidak ada alat lain.
Caranya adalah dengan kedua jari telunjuk diletakkan diatas bola mata sambil
penderita disuruh melihat ke bawah. Mata tidak boleh ditutup, sebab menutup
mata mengakibatkan tarsus kelopak mata yang keras pindah ke depan bola mata,
hingga apa yang kita palpasi adalah tarsus dan ini selalu memberi kesan perasaan
keras. Dilakukan dengan palpasi: dimana satu jari menahan, jari lainnya menekan
secara bergantian.

Gambar 3.7
Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai berikut:
N: normal
N +1: agak tinggi
N +2: untuk tekanan yang lebih tinggi
N -1: lebih rendah dari normal
N -2: lebih rendah lagi, dan seterusnya.

B. Tonometri Schiotz
Tonometer Schiotz merupakan tonometer indentasi atau menekan permukaan
kornea dengan beban yang dapat bergerak bebas pada sumbunya. Benda yang
ditaruh pada kornea akan menekan bola mata kedalam dan mendapat perlawanan
tekanan dari dalam melalui kornea. Keseimbangan tekanan tergantung pada beban
tonometer.

Gambar 3.8

Teknik: penderita diminta berbaring dan matanya ditetesi pantokain 0,5% 1 kali.
Penderita diminta melihat lurus ke satu titik di langit-langit, atau penderita
diminta melihat ke salah satu jarinya, yang diacungkan di depan hidungnya.
Pemeriksa berdiri di sebelah kanan penderita. Dengan ibu jari tangan kiri kelopak
mata digeser ke atas tanpa menekan bola mata; jari kelingking tangan kanan yang
memegang tonometer, menyuai kelopak inferior. Dengan demikian celah mata
terbuka lebar. Perlahan-lahan tonometer diletakkan di atas kornea. Jarum
tonometer akan menunjuk pada suatu angka di atas skala. Tiap angka pada skala
disediakan pada tiap tonometer. Apabila dengan beban 5,5 gram (beban standar)
terbaca angka 3 atau kurang, perlu diambil beban 7,5 atau 10 gram. Untuk tiap
beban, table menyediakan kolom tersendiri.

C. Tonometri aplanasi
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mendapatkan tekanan intra
okuler dengan menghilangkan pengaruh kekakuan sklera dengan mendatarkan
permukaan kornea. Dasar dilakukannya tonometri aplanasi adalah tekanan sama
besar dengan tenaga dibagi dengan luas yang ditekan (P=F/A). Untuk mengukur
tekanan mata harus diketahui luas penampang yang ditekan alat sampai kornea
rata dan jumlah tenaga yang diberikan. Pada tonometer aplanasi Goldmann
jumlah tekanan dibagi penampang dikali sepuluh dikonfirmasi langsung kedalam
mmHg tekanan bola mata.

Dengan tonometer aplanasi tidak diperhatikan kekakuan sklera (scleral rigidity)


karena pad atonometer aplanasi pengembangan mata dalam 0,5 mm3 sehingga
tidak terjadi pengembangan sklera yang berarti. Alat yang di gunakan untuk
pemeriksaan ini adalah slitlamp dengan sinar biru, tonometer aplanasi, flouresein
strip/tetes , obat tetes anestesi lokal (tetrakai/pantokain).
Gambar 3.9

Teknik pemeriksaannya adalah mata yang akan diperiksa diberi anestesi topikal
lalu pada mata tersebut ditempelkan kertas fluoresein. Sinar oblik warna biru dari
slitlamp disinarkan pada dasar telapak prisma tonometer aplanasi Goldmann.
Pasien diminta duduk dan meletakkan dagunya pada slitlamp dan dahi tepat pada
penyangganya. Pada skala tonometer aplanasi dipasang tombol tekanan 10 mm
kemudian telapak prisma aplanasi didekatkan pada kornea perlahan-lahan.
Tekanan ditambah sehingga gambar kedua setengah lingkaran pada kornea yang
sudah diberi fluoresein terlihat berimpit antara bagian luar dengan bagian
dalam.Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer. Tekanan tersebut
merupakan tekanan intra okuler dalam mmHg. Dengan tonometer aplanasi
tekanan bola mata lebih dari 20 mmHg dianggap menderita glaukoma

D. Tonometri Non Kontak

Tonometri non kontak tidak seteliti tonometer aplanasi. Dihembuskan sedikit


udara pada kornea. Udara terpantul dari permukaan kornea mengenai membran
penerima tekanan pada alat ini.metoda ini tidak memerlukan anastesi, karena tidak
ada bagian alat yang mengenai mata. Jadi dengan mudah di pakai oleh teknisi dan
berguna dalam program penyaringan.
Gambar 3.10

3. Pemeriksaan lapangan pandang


a. Uji Konfrontasi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat gangguan lapangan pandangan
pasien. Caranya dengan membandingkan lapangan pandangan pasien
dengan pemeriksa.
Teknik:
 Pasien dan pemeriksa duduk dengan berhadapan muka dengan jarak
kira-kira 1 meter
 Mata kiri pemeriksa ditutup dan mata kanan pemeriksa ditutup
 Mata kanan pemeriksa dan mata kiri pasien saling berpandangan,
sebuah benda diletakkan antara pasien dengan pemeriksa pada jarak
yang sama
 Benda mulai digerakkan dari perifer ke arah sentral sehingga mulai
terlihat oleh pemeriksa.
 Bila pemeriksa sudah melihat benda maka ditanya apakah benda
sudah terlihat oleh pasien, hal ini dilakukan untuk semua arah.
 Percobaan dilakukan pada mata yang satunya baik pada pemeriksa
maupun pada pasien.
Nilai:
Jika benda yang dilihat pemeriksa sama dengan pasien berarti lapangan
pandangan sama. Bila pasien tidak melihat benda, berarti lapangan pandang
pasien lebih sempit daripada pemeriksa.
b. Perimetri

Gambar 3.11
Lapangan pandang adalah bagian ruangan yang terlihat oleh suatu mata dalam
sikap diam memandang lurus ke depan. Lapangan pandang normal adalah 90
derajat temporal, 50 derajat atas, 50 derajat nasal dan 65 derajat bawah. Berbagai
cara untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma adalah automated
perimeter (misal Humphrey, Octopus, atau Henson), perimeter Goldmann,
Friedmann field analyzer, dan layar tangent. Perimeter berupa alat berbentuk
setengah bola dengan jari-jari 30 cm, dan pada pusat parabola ini mata penderita
diletakkan untuk diperiksa. Objek digeser perlahan-lahan dari tepi ke arah titik
tengah kemudian dicari batas-batas pada seluruh lapangan pada saat benda mulai
terlihat. Penurunan lapangan akibat glaukoma sendiri tidak spesifik karena
gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada
semua penyakit saraf optikus.Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma
terutama mengenai 30 derajat lapangan pandang bagian tengah. Perubahan paling
dini adalah semakin nyatanya skotoma relative atau absolut yang terletak pada 30
derajat sentral. Pada stadium akhir penyakit, ketajaman penglihatan sentral
mungkin normal tetapi hanya 5 derajat lapangan pandang di tiap-tiap mata.Pada
glaukoma lanjut, pasien mungkin memiliki ketajaman penglihatan 20/20 tetapi
secara legal buta.
4. Funduskopi

Gambar 3.12 (kanan) normal funduskopi, (kiri) funduskopi pada pasien glaukoma

Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk memperhatikan keadaan papil saraf


optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma yang kronik. Papil saraf optic
yang dinilai adalah warna papil saraf optik dan lebarnya ekskavasi Pada papil
saraf optik dapat terlihat apakah ada papil edema, hilangnya pulsasi vena, saraf
optik, ekskavasi papil pada glaukoma dan atrofi saraf optik. Pada retina dapat
dinilai kelainan seperti perdarahan subhialoid, perdarahan intraretina, lidah api,
dots, blots, edema retina dan edema makula. Pembuluh darah retina dapat dilihat
perbandingan atau ratio arteri vena, perdarahan arteri dan vena dan adanya
mikroaneurisma dari vena
Pada glaukoma dapat terlihat:
 Kelainan papil saraf optik (papil glaukomatous) pembesaran cup yang
konsententrik, saraf optik pucat atau atropi, saraf optik tergaung
 Kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atropi akan berwarna hijau
 Tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar

5. Gonioscopy
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan dengan
menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma, gonioskopi diperlukan
untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan. Gonioskopi dapat
membedakan sudut terbuka dan sudut tertutup. Begitu pula dapat diperiksa apakah
ada perlengketan iris di bagian perifer dan kelainan lainnya. Dengan cara yang
sederhana sekali, seorang dokter dapat mengira-ngira tentang lebar sempitnya
suatu sudut bilik mata depan, yaitu dengan menyinari bilik mata depan dari
samping dengan sentolop. Iris yang datar akan disinari secara merata. Ini berarti
sudut bilik mata depan terbuka. Apabila iris disinari sebagian, yaitu terang di
bagian lampu senter tetapi membentuk bayangan di bagian lain, kemungkinan
sudut bilik mata depan sempit atau tertutup

Gambar 3.13 Pemeriksaan Gonioskopy

Nilai:
 Derajat 0, bila terlihat struktur sudut dan terdapat kontak kornea dengan
iris (sudut tertutup)
 Derajat 1, bila tidak terlihat ½ bagian jalinan trabekulum sebelah belakang
dan garis Schwalbe terlihat disebut sudut sangat sempit
 Derajat 2, bila sebagian kanal Schlem terlihat
 Derajat 3, belakang kanal Schlemm dan skleral spur masih terlihat
 Derajat 4, badan siliar terlihat (sudut terbuka).2,8,9

3.3.6.3 Penatalaksanaan
Pada glaukoma pengobatan terutama ditujukan pada usaha menurunkan tekanan
bola mata. Tekanan bola mata perlu diturunkan walaupun berada dalam batas
normal. Karena peningkatan tekanan bola mata dapat merusak saraf optik.
Pengobatannya diantara lain adalah :
1. Tetes mata setiap hari, dan terdapat bermacam-macam tetes mata yang
dikenal. Kadang-kadang tetes mata diberikan lebih dari satu macam dalam
sehari. Tetes mata adalah pengobatan utama pada glaukoma yang kadang-
kadang tidak cukup. Bila tekanan tidak turun maka diberikan tablet untuk
diminum.
2. Tablet diberikan bersama obat tetes mata.
3. Bila tekanan tidak turun dengan tetes mata dan tablet maka dilakukan terapi
laser. Terapi laser merupakan prosedur yang tidak sakit dan dilakukan sambil
berobat jalan.
4. Bila keadaan lebih lanjut dapat direncanakan tindakan bedah lainnya.

Medikamentosa
1. Supresi Pembentukan Akuos Humor
a. Penghambat Adrenergic Beta
Penghambat adrenergic Beta adalah obat yang sekarang paling luas digunakan
untuk terapi glaukoma. Obat –obat ini dapat digunakan tersendiri atau
dikombinasi dengan obat lain. Timolol maleat 0,25 % dan 0,5 %, betaklosol 0,25
% dan 0,5 %, levobunolol 0,25 % dan 0,5 %, dan metipranolol 0,3 % merupakan
preparat-preparat yang tersedia. Kontraindikasi utama pemakaian obat-obat ini
adalah penyakit obstruksi jalan nafas menahun, terutama asma dan defek hantaran
jantung. Untuk betaksolol selektivitas relative reseptor beta 1 dan afinitas
keseluruhan terhadap semua reseptor beta yang rendah, menurunan walaupun
tidak menghilangkan risiko efek samping sistemik ini. Depresi, kacau pikiran, dan
rasa lelah dapat timbul pada pemakaian obat penghambat beta topical.

b. Apraklonidin
Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergic alfa 2 baru yang menurunkan
pembentukan akuos humor tanpa efek pada aliran keluar.

c. Inhibitor karbonat anhidrase


Asetazolamid adalah yang paling banyak digunakan, tetapi terdapat alternatif
yaitu diklorfenamid dan metazolamid digunakan untuk glaukoma kronik apabila
terapi topical tidak memberi hasil memuaskan dan pada glaukoma akut dimana
tekanan intraocular sangat tinggi perlu segera dikontrol. Obat-obat ini mampu
menekan pembentukan akuos humor sebesar 40 – 60 %. Asetazolamid dapat
diberikan peroral dalam dosis 125 – 250 mg sampai tiga kali sehari atau sebagai
Diamok Sequel 500 mg sekali atau dua kali sehari atau dapat diberikan secara
intravena (500 mg).

2. Fasilitasi Aliran Keluar Akuos Humor


a. Obat Parasimpatomimetik
Obat ini meningkatkan aliran keluar akous humor dengan bekerja pada jalinan
trabecular melalui kontraksi otot siliaris. Obat pilhan adalah pilokarpin, larutan
0,5 – 6 % yang diteteskan beberapa kali sehari, atau gel 4 % yang diteteskan
sebelum tidur. Karbakol 0,75 % - adalah obat klinergik alternatif. Obat-obat
antikolinesterase ireversibel merupakan obat parasimpatomimetik yang bekerja
paling lama. Obat-obat ini adalah demekarium bromida, 0,125% dan 0,25%, dan
ekotiopat iodida, 0,03-0,25%, yang umumnya dibatasi untuk pasien afakik atau
pseudofakik karena mempunyai potensi kataraktogenik.

b. Epinefrin
Epinefrin, 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan aliran
keluar humor akueus dan sedikit banyak disertai penurunan pembentukan humor
akueus. Terdapat sejumlah efek samping okular ekster-nal, termasuk vasodilatasi
konjungtiva refleks, endapan adrenokrom, konjungtivitis folikularis, dan reaksi
alergi. Efek samping intraokular yang dapat terjadi adalah edema makula sistoid
pada afakik dan vasokonstriksi ujung saraf optikus. Dipivefrin adalah suatu
prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraokular menjadi bentuk aktifnya.
Epinefrin dan dipivefrin jangan digunakan untuk mata dengan sudut kamera
anterior sempit.

3. Penurunan Volume Korpus Vitreum


a. Obat-obat hiperosmotik
Obat-oabat ini menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik keluar
dari korpus vitreum dan terjadi penciutan korpus vitreum. Selain ini, juga terjadi
penurunan produksi humor akueus. Penurunan volume korpus vitreum bermanfaat
dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma maligna yang
menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke depan (disebabkan oleh perubahan
volume korpus vitreum atau koroid) dan menyebabkan penutupan sudut
(glaukoma sudut tertutup sekunder).
b. Gliserin
Gliserin (gliserol) oral, 1 mL/kg berat dalam suatu larutan 50% dingin dicampur
dengan sari lemon, adalah obat yang paling sering digunakan, tetapi
pemakaiannya pada pengidap diabetes harus berhati-hati. Pilihan lain adalah
isosorbin oral dan urea atau manitol intravena.
c. Miotik, Midriatik, & Sikloplegik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup
akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam
pengobatan penutupan sudut akibat iris bombe karena sinekia posterior. Apabila
penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior, sikloplegik
(siklopentolat dan atropin) dapat digunakan untuk melemaskan otot siliaris
sehingga mengencangkan aparatus zonularis dalam usaha untuk menarik lensa ke
belakang. 8,9

Non-medika mentosa (bedah dan laser)


Indikasi penanganan bedah pada pasien glaukoma sudut terbuka primer adalah
yaitu terapi obat-obatan tidak adekuat seperti reaksi alergi, penurunan penglihatan
akibat penyempitan pupil, nyeri, spasme siliaris dan ptosis. Pada umumnya
operasi baru dilakukan bila terjadi beberapa keadaan antara lain:
 TIO tak dapat dipertahankan di bawah 22 mmHg
 Lapang pandangan yang terus mengecil
 Pada pasien yang tidak dapat dipercaya pengobatannya
 Tidak mampu membeli obat untuk seumur hidup
 Tak tersedia obat-obatan yang diperlukan
Penanganan bedah meliputi
Trabekuloplasti laser
Trabekuloplasti laser digunakan dalam terapi awal glaukoma sudut terbuka
primer. Jenis tindakan ini yaitu penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar
melalui suatu geniolensa ke jalinan trabekular sehingga dapat mempermudah
aliran keluar humor akueous karena efek luka bakar tersebut. Teknik ini dapat
menurunkan tekanan okular 6-8 mmHg selama dua tahun.
Indikasi :
 glaukoma sudut terbuka dengan TIO yang masih belum terkontrol setelah
pemberian terapi medikamentosa yang maksimal
 terapi primer pada pasien dengan kepatuhan terhadap pengobatan
medikamentosanya rendah.
 Untuk glaukoma sudut terbuka bersamaan dengan dilakukannya bedah
darinase dimana diperlukan penurunan TIO yang lebih lanjut.
 Sebeum ekstrasi katarak pada pasien glaukoma sudut terbuka dengan
kontrol yang buruk.

Kontraindikasi :
 sudut tertutup atau sangat sempit
 edema kornea yang menutupi pandangan sehingga sudut tidak dapat
dinilai.
 Glaukoma lanjut dan progresif cepat dengan kepatuhan medikamentosa
yang buruk.
 Inflamasi intraokular atau terdapat darah pada bilik mata depan
 Usia kurang dari 25 tahun.

Trabekulektomi
Trabekulektomi merupakan prosedur yang sering dilakukan pada glaukoma sudut
terbuka. Operasi ini bertujuan untuk membuat bypass yang menghubungkan bilik
mata depan dengan jaringan subkonjungtiva dan orbita. Secara garis besar
trabekulektomi dilakukan dengan cara sebagai berikut :
 Pre-operasi: Pasien diberikan obat anti glaukoma baik secara topikal
maupun oral sampai mencapai batas tekanan intraokular yang ditentukan.
Tekanan bola mata yang tinggi dapat meningkatkan risiko perdarahan
suprakoroid. Selain itu, pasien juga diberikan obat anti-inflamasi beberapa
hari sebelum operasi, hal ini disebabkan karena pembentuk jaringan parut
pasca-operasi dapat menyebabkan kegagalan trabekulektomi. Kemudian,
pasien juga diberikan pilokarpin topikal sebagai miotikum.
 Intra-operasi: Mula-mula dilakukan fiksasi bola mata dengan traksi
muskulus rektus superior. Kemudian dibuat flap konjungtiva sekitar 8-
10mm dari limbus kornea di daerah nasal atas. Selanjutnya dilakukan
diseksi flap sklera ukuran kurang lebih 2-3mm secara radial dengan lebar
3-4mm. Diseksi dibuat kurang lebih setengah tebal sklera kemudian
dilanjutkan ke kornea sesuai lokasi trabekula. Setelah itu dilakukan
trabekulektomi kurang lebih sebesar 2 x 2 mm yang diikuti dengan
iridektomi perifer. Setelah selesai, flap sklera dan flap konjungtiva dijahit
kembali dengan benang nylon 10-0. Jika cairan akuos mengalir melalui
flap sklera, maka akan terbentuk bleb pada saat penutupan konjungtiva.
 Pasca-operasi: Setelah operasi, semua obat untuk menurunkan tekanan
intraokular dihentikan. Pasien diberikan antibiotik dan kortikosteroid
topikal. Kontrol pasien pasca operasi meliputi pemeriksaan keadaan bleb,
keadaan bilik mata depan, dan tekanan intraokular.13,16

3.3.6.5 Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total. Apabila obat
tetes anti glaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada mata yang belum
mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik. Apabila proses
penyakit terdeteksi dini sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan
baik. Namun Sebagian besar dari pasien Glaukoma Primer Sudut Terbuka akan
memiliki gangguan penglihatan di sepanjang hidup mereka. Beragam insidens
kebutaan sudah dilaporkan, diperkirakan kebutaan unilateral terjadi sebanyak 27%
dan kebutaan bilateral terjadi sebanyak 9%,
BAB IV
ANALISA KASUS

Resume Kasus
Pasien datang ke poli mata RSUD Radden Mattaher dengan keluhan
penglihatan kabur perlahan-lahan pada mata kanan dan kiri sejak 1 bulan yang
lalu. Os mengeluhkan mata kiri terasa silau jika melihat cahaya dan terkadang
seperti melihat pelangi saat melihat cahaya. Keluhan juga disertai sakit kepala
sebelah kiri yang dirasa hilang timbul. Os mengaku tidak memiliki keluhan
melihat seperti ada benda yang berterbangan yang mengikuti arah gerak mata.
mata berair (-), gatal (-), keluar kotoran air mata(-), Riwayat konsumsi obat-
obatan warung (+).
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penurunan visus yaitu VOD 6/9 dan
VOS NLP. Hasil dari pemeriksaan tonometri digital yaitu TIO OD : N+2 dan TIO
OS : N+2, dimana saat dilakukan pemeriksaan tonometri Schiotz didapatkan TIO
OD : 37,2 mmHg dan TIO OS : 81,7 mmHg.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang maka pasien didiagnosa Glaukoma sudut terbuka primer OS. Os
kemudian diterapi dengan Timolol 0,5% eye drop 2 dd gtt 1 OS, asetazolamid tab
250 mg 2 dd tab I, KCL tablet 2x1.

Analisis Kasus

Hasil anamnesis yang mendukung glaukoma sudut terbuka primer pada mata kiri
adalah :
 Penglihatan menurun secara perlahan disertai keluhan penunjang
Penurunan fungsi penglihatan bisa terjadi karena atrofi sel ganglion
difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian
dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Tekanan tinggi
pada bola mata yang berjalan perlahan juga dapat menyebabkan
penekanan pada saraf optik sehingga penglihatan menurun perlahan
sehingga terkadang diketahui terlambat dengan penglihatan sudah
berbentuk terowong (funnel) yang dapat berakhir dengan kebutaan.
Glaukoma primer yang kronis akan berjalan lambat sering tidak
diketahui awal mulanya, karena keluhan pasien amat sedikit atau samar.
Keluhan lainnya dapat berupa mata terasa berat sebelah, kepala pening
sebelah, dan terkadang melihat halo.

Penatalaksanaan
Medikamentosa
Glaukoma primer terutama jika sudah kronis dengan penyempitan lapang
pandang dan peningkatan TIO yang signifikan harus diberikan terapi untuk
menurunkan tekanan bola mata serta mencegah kebutaan maupun
mempertahankan fungsi penglihataan yang masih baik.
Obat-obatan biasanya diberikan satu persatu atau kalau perlu dapat
dikombinasi. Kalau tidak berhasil, dapat dinaikkan frekuensi penetesannya atau
persentase obatnya, ditambah dengan obat tetes yang lain atau tablet.Monitoring
semacam inilah yang mengharuskan penderita glaukoma sudut terbuka selalu
dikelola oleh dokter dan perlu pemeriksaan yang teratur.
Pada kasus ini, pasien diberikan obat topikal tetes mata Timolol 0.5% 2x1
tetes (OS) sedangkan untuk pengobatan sistemik diberikan asetazolamid tablet
3x250 mg.
Asetazolamid adalah yang paling banyak digunakan, tetapi terdapat
alternatif yaitu diklorfenamid dan metazolamid digunakan untuk glaukoma kronik
apabila terapi topical tidak memberi hasil memuaskan dan pada glaukoma akut
dimana tekanan intraocular sangat tinggi perlu segera dikontrol. Obat ini dapat
diberikan dengan dosis 125-250 mg sampai 3x sehari peroral atau 500 mg sekali.
Pemberian obat ini memberikan efek samping hilangnya kalium tubuh, parastesi,
anoreksia, diarea, hipokalemia, batu ginjal dan miopia sementara. Untuk
mencegah efek samping tersebut, pada pasien ini diberikan pemberian KCL tablet.
Timolol merupakan beta bloker non selektif dengan aktivitas dan
konsentrasi tertinggi pada camera occuli posterior (COP) yang dicapai dalam
waktu 30-60 menit setelah pemberian topikal. Beta bloker dapat menurunkan
tekanan intraokular dengan cara mengurangi produksi humor aquos. Penggunan
beta bloker non selektif sebagai inisiasi terapi dapat diberikan 2 kali dengan
interval setiap 20 menit dan dapat diulang dalam 4, 8, dan 12 jam kemudian.
Pemberian Timolol 0.5% 2x1 tetes (OS) sudah tepat. Timolol termasuk beta
bloker non selektif sehingga perlu diperhatikan pemberiannya pada pasien dengan
asma, PPOK, dan penyakit jantung. Polynel tetes mata steril ini mengandung
Fluoromethasone 1 mgdan Neomycin Sulfate diberi untuk mengurangi reaksi
peradangan yang terjadi akibat proses akut.

BAB V
KESIMPULAN
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus, pengecilan lapangan pandang disertai
peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma primer sudut terbuka merupakan
bentuk yang tersering, bersifat kronik dan bersifat progressive. Etiologi glaucoma
primer sudut terbuka antaranya kerusakan fungsi trabekula dan peningkatan
tekanan intra okuler. Beberapa faktor risiko glaucoma primer sudut terbuka adalah
umur lebih dari 40 tahun, peningkatan tekanan intraokuler, riwayat trauma ocular,
penggunaan kortikosteroid topikal, sistemik ataupun endogen, myopia, diabetes
mellitus, penyakit vascular karotis, anemia, riwayat hipertensi sistemik dan
insufisiensi vascular. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan oftalmologi. Tatalaksana meliputi non-bedah dan bedah. Apabila
proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani
dengan baik. Namun Sebagian besar dari pasien glaukoma primer sudut terbuka
akan memiliki gangguan penglihatan di sepanjang hidup mereka

DAFTAR PUSTAKA
1. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology.
17thed.Lange Mc Graw Hill; 2007.
2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit
FakultasKedokteran Universitas Indonesia; 2012.
3. American Optometric Association. Optometric Clinical Practice
Guideline:Care of the Patient with Open Angle Glaucoma. 2011.
Available from:http://www.aoa.org/documents/optometrists/CPG-9.pdf.
4. Glaucoma Research Foundation. Glaucoma Facts and Stats. 2013.
Availablefrom: http://www.glaucoma.org/glaucoma/glaucoma-facts-and-
stats.php.
5. Quigley HA. Glaucoma. Lancet 2011; 377(9774):1367-1377.
6. Departemen Kesehatan. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2007.
7. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology
17thed. Lange Mc Graw Hill; 2007.
8. Riordan-Eva P, Cunningham E. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010; 212-223.
9. American Academy of Ophtalmology. Basic and Clinical Science Course
Section 10: Glaucoma. 2011-2012; 85-102.
10. Allen MY, Higginbotham EJ. Primary Open-Angle Glaucoma, dalam
Glaucoma Science and Practice. NewYork : Thieme. 2003; 153-160.
11. Vaughan DG, Eva RP, Asbury T. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya
Medika.Jakarta. 2000.hal : 212-38.
12. Kooner KS. Primary Open Angle Glaucoma. In : Clinical Pathway of
Glaucoma. NewYork : Thieme; 2000.
13. Ilyas S. Pemeriksaan Anatomi dan Fisiologi Mata Serta Kelainan Pada
Pemeriksaan Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2007.
14. James B, Chew C, Bron A. Glaukoma. Dalam : Oftalmologi. Jakarta :
Penerbit Erlangga; 2010.
15. Lang GK. Glaucoma. In : Opthalmology A Pocket Textbook Atlas.
NewYork : Thieme; 2006.
16. Seda H, Harmen. Gambaran Sudut Trabekula Pada Glaukoma Primer Sudut
Tertutup. Padang : Bagian Ilmu Kesehatan Mata; 2007.

Anda mungkin juga menyukai