Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

Tumor juga disebut sebagai neoplasma, secara harfiah berarti


pertumbuhan baru atau dalam penjelasannya merupakan massa abnormal jaringan
yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasi dengan pertumbuhan
jaringan normal serta terus berlangsung, Tumor dapat dibedakan menjadi tumor
jinak dan tumor ganas atau biasa disebut kanker.
Di dunia, kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit
kardiovaskular. Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2003,
setiap tahun timbul lebih dari 10 juta kasus penderita baru kanker dengan prediksi
peningkatan setiap tahun kurang lebih 20%. Diperkirakan pada tahun 2020 jumlah
penderita baru penyakit kanker meningkat hampir 20 juta penderita, 84 juta orang
diantaranya akan meninggal pada sepuluh tahun ke depan bila tidak dilakukan
intervensi yang memadai (Depkes 2009). Berdasarkan data WHO Global Burden
of Disease 2004, di dunia kanker yang paling umum terjadi pada wanita adalah
kanker payudara, 16% dari semua kejadian kanker pada wanita. Diperkirakan
519.000 perempuan meninggal akibat kanker payudara pada tahun 2004.
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
penyakit kanker merupakan penyebab kematian nomor 5 di Indonesia setelah
penyakit kardiovaskular, infeksi, pernafasan, dan pencernaan (Depkes 2010).
Berdasarkan data Globocan (Estimasi International Agenct Cancer
Registry/IACR) 2002, kanker payudara menempati urutan pertama dari seluruh
kanker pada perempuan. IACR mengestimasi insidens kanker payudara di
Indonesia sebesar 26 per 100.000 perempuan. Data dari Sistem Informasi Rumah
Sakit (SIRS) di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa kanker payudara
menempati urutan pertama pasien rawat inap (15.40%) dan pasien rawat jalan
(15.78%) (Depkes 2007), pada tahun 2007 terjadi peningkatan pasien rawat inap
kanker payudara menjadi 16.85% (Depkes 2010).

1
BAB II
TUMOR PAYUDARA

2.1 Anatomi Payudara


Payudara normal mengandung jaringan kelenjar, duktus, jaringan otot
penyokong lemak, pembuluh darah, saraf dan pembuluh limfe. Pada bagian lateral
atas kelenjar mammae, jaringan kelenjar ini keluar dari bulatannya ke arah aksila,
disebut penonjolan Spence atau ekor mammae. Setiap mammae terdiri atas 15-20
lobulus kelenjar yang masing-masing mempunyai saluran ke papilla mamae, yang
disebut duktus lactiferous. Di antara kelenjar susu dan fasia pectoralis, juga di
antara kulit dan kelenjar tersebut mungkin terdapat jaringan lemak. Di antara
lobulus tersebut ada jaringan ikat yang disebut ligamentum Cooper yang memberi
rangka untuk mammae (Brunicardi et al, 2006).

Bagan 1 Anatomi Payudara

Blood Supply

2
Perdarahan mammae terutama berasal dari cabang a.perforantes anterior
dari a.mamaria interna, a.torakalis lateralis yang bercabang dari a.aksilaris, dan
beberapa a.interkostalis.
Persarafan kulit mammae diurus oleh cabang pleksus servikalis dan n.
interkostalis. Jaringan kelenjar mammae sediri diurus oleh saraf simpatik. Ada
beberapa saraf lagi yang perlu diingat sehubungan dengan penyulit paralisis dan
mati rasa pasca bedah, yakni n.interkostobrakialis dan n.kutaneus brakius medialis
yang mengurus sensibilitas daerah aksila dan bagian medial lengan atas. Pada
diseksi aksila, saraf ini sedapat mungkin disingkirkan sehingga tidak terjadi mati
rasa di daerah tersebut. (Brunicardi et al, 2006).
Nervus Otot yang dipersarafi Kelainan jika terjadi
trauma
Long thoracic m.serratus anterior Skapula terangkat
nervus
n.thoracodorsal m.latissimus dorsi Tidak dapat mengangkat
badan dari posisi duduk
n. pectoralis medial m.pectoralis mayor dan Kelemahan otot pectoralis
dan lateral minor
n.intercostobrachial Melewati axilla menuju Baal pada area persarafan
lengan

Bagan 2 Aliran Lymphe Kelenjar Mammae

3
Aliran limfe dari mammae kurang lebih 75% ke aksila, sebagian lagi ke
kelenjar parasternal, terutama dari bagian yang sentral dan medial dan ada pula
penyaliran yang ke kelenjar interpektoralis. Pada aksila terdapat rata-rata 50
(berkisar dari 10-90) buah kelenjar getah bening yang berada di sepanjang arteri
dan vena brakialis (Brunicardi et al, 2006).
Ada enam kelompok kelenjar getah bening axillary yang diakui oleh para
ahli bedah. Yaitu axillary lateral lymphe nodes, mammaria eksterna lymphe nodes
(anterior dan pectoral), scapular lymphe nodes (posterior dan subscapular), central
lymphe nodes, subclavicular lymphe nodes, dan interpectoral lymphe nodes
(Rotter’s group). Kelompok kelenjar getah bening ditugaskan sesuai dengan
tingkat hubungan mereka terhadap musculus pectoralis minor. Kelenjar getah
bening yang terletak lateral atau di bawah otot pectoralis minor yang disebut
sebagai lymphe nodes level I, yang meliputi vena aksilaris, mammaria eksterna,
dan scapula lymphe nodes. Kelenjar getah bening yang terletak superficial
terhadap otot pectoralis minor disebut sebagai lymphe nodes level II, yang
meliputi central dan interpectoral lymphe nodes. Kelenjar getah bening yang
terletak medial dengan atau di atas batas otot pectoralis minor yang disebut
sebagai lymphe nodes level III, yang terdiri dari subclavicula lymphe nodes.

2.2 Fisiologi Payudara


Perkembangan dan fungsi payudara tergantung dari beberapa rangsang
hormonal termasuk estrogen, progresteron, prolactin, hormon tiroid, kortisol dan
growth hormon. Estrogen, progresteron dan prolaktin memiliki efek yang sangat
penting untuk perkembangan dan fungsi mammae. Estrogen mengawali
perkembangan duktus sementara progresteron bertanggung jawab terhadap
diferensiasi epitel dan perkembangan lobus mammae. Prolactin adalah hormon
utama yang dapat merangsang lactogenesis pada kehamilan tua dan masa
menyusui. Hormon tersebut juga memperbaharui regulasi reseptor-reseptor
hormon dan merangsang perkembangan epitel mammae. (Brunicardi et al, 2010)
Mammae berkembang selama pubertas karena peran mammotrophic
hormon, ada lima fase perkembangan payudara menurut Tanner. Fase I (8-10

4
tahun) adalah penonjolan puting susu tanpa disertai perkembangan kelenjar susu.
Fase II (10-12 tahun) pembentukan gundukan kelenjar susu atau pembentukan
kelenjar subaerolar. Fase III (11-13 tahun) penambahan jumlah kelenjar dan
peningkatan pigmentasi daerah aerola. Fase IV (12-14 tahun) peningkatan
pigmentasi dan penambahan luas aerola. Fase V ( 13-17 tahun) merupakan fase
akhir dimana perkembangan dan pembentukan payudara menjadi sempurna.
(Pass, Helen 2001)
Peningkatan drastis estrogen dan progresteron pada siklus ovarium dan
placenta terjadi selama masa kehamilan, yang mengawali perubahan mencolok
dari bentuk dan substansi mammae. Mammae membesar seiring dengan
proliferasi epitel, penggelapan areola dan tubulus Montgomery menjadi menonjol.
Pada masa awal kehamilan, duktus bercabang dan berkembang, selama trimester
tiga, lemak terakumulasi disekitar epitel dan colostrum mengisi sinus dan ductus
yang kosong. Pada akhir kehamilan, prolaktin merangsang pengeluaran lemak
susu dan protein. (Brunicardi et al, 2010)
Pada masa menopause terjadi penurunan sekresi estrogen dan progresteron
oleh ovarium dan involusi ductus pada mammae. Jaringan ikat sekitar meningkat
dan jaringan mammae (kelenjar mammae) digantikan oleh jaringan lemak.
Duktus – duktus akan berakhir pada duktus terminal yang disebut acini.
Pada acini terdapat kelenjar pembuat air susu yang bersama-sama dengan duktus-
duktus kecil lainnya yang disebut lobulus. Acini terbentuk dari jaringan ikat
longgar yang terdiri dari pembuluh darah, limfosit dan mononuklear sel.

2.3 Etiologi dan Patogenesis


Dasar patogenesis dari tumor adalah suatu proses yang dinamakan
karsinogenesis (Mitchel, 2007). Karsinogenesis terkait dalam proses-proses yang
meliputi :
a. Menghasilkan sendiri sinyal pertumbuhan
b. Insensivitas terhadap sinyal penghambat pertumbuhan
c. Menghindari apoptosis
d. Potensi replikasi tanpa batas

5
e. Angiogenesis berkelanjutan
f. Kemampuan menginvasi dan beranak sebar
Suatu pertumbuhan yang tak terkontrol dari organ mammae dipengaruhi
oleh faktor genetik dan hormonal. Berbagai faktor yang dapat mencetuskan
suatu pertumbuhan yang berlebihan bahkan yang ganas dari organ mammae
adalah:
 Herediter
Ditemukan 13% tumor mammae terjadi secara herediter pada
garis pertama keturunan, hanya sekitar 1 % yang diakibatkan oleh
multifaktor dan mutasi germline.
Sekitar 23 % kanker mammae terjadi secara familial (atau 3%
dari seluruh kanker mammae) hal ini diakibatkan dengan BRCA1 dan
BRCA2 probabilitas terjadinya kanker yang berhubungan dengan
mutasi gen ini meningkat jika terjadi pada garis pertama keturunan.
Secara herediter, penyebab terjadinya mutasi multifaktorial dan pada
umumnya antara faktor ini saling mempengaruhi. Perubahan terjadi
pada salah satu dari gen dan sekian banyak gen yang dapat
mencetuskan suatu transformasi maligna didukung oleh faktor lain.
Pada kanker mammae ditemukan dua gen yang bertanggung
jawab pada dua pertiga kasus kanker mammae familial atau 5 %
secara keseluruhan, yaitu gen BRCA1 yang berlokasi pada kromosom
17 (17q21) dan gen BRCA2 yang berlokasi pada kromosom 13q-12-
13. Adanya mutasi dan delesi BRCA1 yang bersifat herediter pada 85
% menyebabkan terjadinya peningkatan resiko untuk terkena
mammae 10 % secara nonherediter dan kanker ovarium. Mutasi dari
BRCA1 menunjukkan perubahan ke arah karsinoma tipe medular,
cenderung ‘high grade’, mitotik sangat aktif, pola pertumbuhan dan
mempunyai prognosis yang buruk. Gen BRCA2 yang berlokasi pada
kromosom 13q melibatkan 70 % untuk terjadinya kanker mammae
secara herediter dan bukan merupakan mutasi sekunder dari BRCA1.
Seperti halnya BRCA1, BRCA2 juga dapat menyebabkan terjadinya

6
kanker ovarium dan pada pria dapat meningkat resiko terjadinya pada
kanker mammae (Tapia, 2007).
 Mutasi Sporadik
Secara mayoritas keadaan mutasi sporadik berhubungan dengan
paparan hormon, jenis kelamin, usia menarche dan menopause, usia
reproduktif, riwayat menyusui dan estrogen eksogen. Keadaan kanker
seperti yang dijumpai pada wanita postmenopause dan overekspresi
estrogen reseptor. Estrogensendiri mempunyai dua kemampuan untuk
berkembang menjadi kanker mammae. Metabolit estrogen pada
penyebab mutasi atau menyebabkan perusakan DNA-radikal bebas.
Melalui aktivitas hormonal, estrogen dapat menyebabkan proliferasi
lesi premaligna menjadi suatu maligna. Sifat bergantung hormon ini
berkaitan dengan adanya estrogen, progesterone dan reseptor hormon
steroid lain ini di sel mammae. Pada neoplasma yang memiliki
reseptor ini terapi hormon (antiestrogen) dapat memperlambat
pertumbuhannya dan menyebabkan regresi tumor.
 Mutasi Germline
Faktor genetik ditunjukkan dengan kecendrungan familial yang
kuat. Tidak adanya pola pewarisan menunjukkan bahwa insiden
familial dapat disebabkan oleh kerja banyak gen atau oleh faktor
lingkungan serupa yang bekerja pada anggota keluarga yang sama.
Pada penderita sindroma Li-Fraumeni terjadi mutasi dari tumor
suppressor gen p53. Keadaan ini dapat menyebabkan keganasan pada
otak dan kelenjer adrenal pada anak-anak dan kanker mammae pada
orang dewasa. Ditemukan sekitar 1 % mutasi p53 pada penderita
kanker mammae yang dideteksi pada usia sebelum 40 tahun.
 HER2/neu
HER2/neu (c-erbB-2) merupakan suatu onkogen yang meng-
encode glikoprotein transmembran melalui aktivitas tirosin kinase,
yaitu p185. Overekspresi HER2/neu dapat dideteksi melalui
pemeriksaaan imunohistokimia, FISH (‘Fluorencence In Situ

7
Hybridization’) dan CISH (‘Chromogenic In Situ Hybridization’).
Suatu kromosom penanda (1q+) telah dilaporkan dan peningkatan
ekspresi onkogen HER2/neu telah dideteksi pada beberapa kasus.
Adanya onkogen HER2/neu yang mengalami amplikasi pada sel-sel
mammae berhubungan dengan prognosis yang buruk (Moriki, 2006)
 Virus
Diduga menyebabkan kanker mammae. Faktor susu Bittner
adalah suatu virus yang menyebabkan kanker mammae pada tikus
yang ditularkan melalui air susu. Antigen yang serupa dengan yang
terdapat pada virus tumor mammae tikus telah ditemukan pada
beberapa kasus kanker mammae pada manusia tetapi maknanya tidak
jelas (Rubin, 2003).

2.4 Klasifikasi Tumor Payudara


Berdasarkan gambaran histologisnya, WHO tahun 2003 membagi tumor
pada mammae menjadi:

8
2.5 Prosedur Diagnostik
A. Pemeriksaan Klinis
1. Anamnesis :
a. Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat penyakitnya.
 Benjolan
 Kecepatan tumbuh
 Rasa sakit
 Nipple discharge
 Nipple retraksi dan sejak kapan
 Krusta pada areola
 Kelainan kulit: dimpling, peau d’orange, ulserasi, venektasi
 Perubahan warna kulit
 Benjolan ketiak
 Edema lengan

b. Keluhan ditempat lain berhubungan dengan metastasis, al :


 Nyeri tulang (vertebra, femur)
 Rasa penuh di ulu hati
 Batuk
 Sesak
 Sakit kepala hebat, dll
c. Faktor-faktor risiko
 Usia penderita
 Usia melahirkan anak pertama
 Punya anak atau tidak
 Riwayat menyusukan
 Riwayat menstruasi
 menstruasi pertama pada usia berapa
 keteraturan siklus menstruasi
 menopause pada usia berapa

9
 Riwayat pemakaian obat hormonal
 Riwayat keluarga sehubungan dengan kanker payudara atau
kanker lain.
 Riwayat pernah operasi tumor payudara atau tumor ginekologik
 Riwayat radiasi dinding dada
2. Pemeriksaan fisik
a. Status generalis, cantumkan performance status.
b. Status lokalis :
- Payudara kanan dan kiri harus diperiksa.
- Masa tumor :
 lokasi
 ukuran
 konsistensi
 permukaan
 bentuk dan batas tumor
 jumlah tumor
 terfiksasi atau tidak ke jaringan sekitar payudara, kulit,
m.pektoralis dan dinding dada
- perubahan kulit :
 kemerahan, dimpling, edema, nodul satelit
 peau d’orange, ulserasi
- nipple :
 tertarik
 erosi
 krusta
 discharge
- status kelenjar getah bening.
 KGB aksila : Jumlah, ukuran, konsistensi,
terfiksir satu sama lain atau jaringan sekitar
 KGB infra klavikula : idem

10
 KGB supra klavikula : idem
- pemeriksaan pada daerah yang dicurigai metastasis :
 Lokasi organ (paru, tulang, hepar, otak)
B. Pemeriksaan Radiodiagnostik / Imaging :
1. Diharuskan (recommended)
 USG payudara dan Mamografi untuk tumor ≤ 3 cm.
 Foto Toraks.
 USG Abdomen (hepar).
2. Optional (atas indikasi)
 Bone scanning atau dan bone survey (bilamana sitologi + atau klinis
sangat mencurigai pada lesi > 5 cm).
 CT scan
C. Pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy - sitologi
Dilakukan pada lesi yang secara klinis dan radiologik curiga ganas
Catatan : belum merupakan Gold Standard. Bila mampu, dianjurkan untuk
diperiksa TRIPLE DIAGNOSTIC
D. Pemeriksaan Histopatologi (Gold Standard Diagnostic).
Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan potong beku dan/atau parafin.
Bahan pemeriksaan histopatologi diambil melalui :
 Core Biopsy.
 Biopsi Eksisional untuk tumor ukuran <3 cm.
 Biopsi Insisional untuk tumor :
o operable ukuran >3 cm sebelum operasi definitif
o inoperable
 Spesimen mastektomi disertai dengan pemeriksaan KGB
 Pemeriksaan imunohistokimia : ER, PR, c-erb B-2 (HER-2 neu),
cathepsin-D, p53. (situasional)
E. Laboratorium :
Pemeriksaan laboratorium rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan
perkiraan metastasis

11
12
BAB III
TUMOR JINAK PAYUDARA

3.1 Fibroadenoma
Fibroadenoma sejauh ini adalah tumor jinak tersering pada payudara
perempuan. Peningkatan aktivitas estrogen diperkirakan berperan dalam
pembentukannya, dan lesi serupa mungkin muncul bersama dengan perubahan
fibrokistik. Fibroadenoma biasanya terjadi pada perempuan muda; insidensi
puncak adalah pada usia 30-an.
Fibroadenoma terjadi secara asimptomatik pada 25% wanita. Fibroadenoma
sering terjadi pada usia awal reproduktif dan waktu puncaknya adalah antara usia
15 dan 35 tahun. Dikatakan juga bahwa fibroadenoma ini lebih sering dan terjadi
lebih awal pada wanita kulit hitam berbanding wanita kulit putih. Insidens
fibroadenoma menurun apabila usia menghampiri menopause yakni ketika
involusi terjadi. Tumor multiple pada satu atau kedua mammae ditemukan pada
10-15% pasien.
Secara klinis fibroadenoma biasanya bermanifestasi sebagai massa soliter,
diskret, dan mudah digerakkan. Lesi mungkin membesar pada akhir daur haid dan
selama kehamilan. Pada pascamenopause, lesi ini mungkin mengecil dan
mengalami kalsifikasi.
Pemeriksaan sitogenetik memperlihatkan bahwa sel stroma bersifat
monoklonal sehingga mencerminkan elemen neoplastik dari tumor ini. Penyebab
proliferasi duktus tidak diketahui; mungkin sel stroma neoplastik mengeluarkan
faktor pertumbuhan yang mempengaruhi sel epitel. Fibroadenoma hampir tidak
pernah menjadi ganas.
Nodul Fibroadenoma sering soliter, mudah digerakkan dengan diameter 1
hingga 10 cm. Jarang terjadinya tumor yang multiple dan diameternya melebihi
10 cm (giant fibroadenoma). Walau apa pun ukurannya, fibroadenoma ini sering
“shelled out”. Gambaran makroskopik dari fibroadenoma yang telah dipotong
adalah padat dengan warna uniform tank-white disertai dengan tanda softer
yellow-pink yang menunjukkan area glandular. Gambaran histologi menunjukkan

13
stroma fibroblastik longgar yang terdiri dari ruang seperti saluran (ductlike)
dilapisi epithelium yang terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk. Ductlike atau
ruang glandular ini dilapisi dengan lapisan sel tunggal atau multiple yang regular
dan berbatas tegas serta membran basalis yang intak. Walaupun pada sebagian
lesi, ruang duktal ini terbuka, bulat sampai oval dan regular (pericanaliculi
fibroadenoma), sebagian yang lain dikompresi dengan proliferasi ekstensif dari
stroma dan oleh karena itu, pada cross section Fibroadenoma terlihat seperti
irregular dengan struktur berbentuk bintang (intracanaluculi fibroadenoma).
(Kumar, et al, 2007)

Gambaran Mikroskopik Fibroadenoma Mammae


Diagnosis
Pada pasien dengan usia kurang dari 25 tahun, diagnosa bisa ditegakkan
melalui pemeriksaan klinik walaupun dianjurkan untuk dilakukan aspirasi
sitologi. Konfirmasi secara patologi diperlukan untuk menyingkirkan karsinoma
seperti kanker tubular karena sering dikelirukan dengan penyakit ini. Fine-needle
aspiration (FNA) sitologi merupakan metode diagnosa yang akurat walaupun
gambaran sel epitel yang hiperplastik bisa dikelirukan dengan neoplasia.
Diagnosa fibroadenoma bisa ditegakkan melalui gambaran klinik pada
pasien usia muda dan karena itu, mammografi tidak rutin dikerjakan. Pada pasien
yang berusia, fibroadenoma memberikan gambaran soliter, lesi yang licin dengan
densitas yang sama atau hampir menyerupai jaringan sekitar pada mammografi.
Dengan pertambahan usia, gambaran stippled calcification terlihat lebih jelas.
Ultrasonografi mammae juga sering digunakan untuk mendiagnosa
penyakit ini. Ultrasonografi dengan core-needle biopsy dapat memberikan

14
diagnosa yang akurat. Kriteria fibroadenoma yang dapat terlihat pada pemeriksaan
ultrasonografi adalah massa solid berbentuk bulat atau oval, berbatas tegas dengan
internal echoes yang lemah, distribusinya secara uniform dan dengan intermediate
acoustic attenuation. Diameter massa hipoechoic yang homogenous ini adalah
antara 1 – 20 cm.
Penatalaksanaan
Terapi untuk fibroadenoma tergantuk dari beberapa hal sebagai berikut:
1. Ukuran
2. Terdapat rasa nyeri atau tidak
3. Usia pasien
4. Hasil biopsy
Pengetahuan yang semakin meluas mengenai natural dari penyakit ini
menyebabkan prosedur untuk mengangkat semua fibroadenoma ditinggalkan.
Kebanyakkan dari fibroadenoma dapat sembuh sendiri (self-limiting) dan tidak
terdiagnosa dan karena itu, terapi konservatif dianjurkan. Sekiranya fibroadenoma
ini tidak diterapi, kebanyakannya akan berkembang secara perlahan dari 1 cm
menjadi 3 cm dalam jangka waktu 5 tahun. Fase aktif perkembangannya adalah
antara 6 sampai 12 bulan dimana ukurannya bisa berganda dari asal. Setelah itu,
massa ini akan menjadi statik dan pada hampir 1/3 kasus, massa ini akan menjadi
semakin kecil.
Pada wanita di bawah usia 25 tahun, pengangkatan rutin tidak diperlukan.
Terapi konservatif ini direkomendasikan untuk wanita di bawah usia 35 tahun dan
harus dilakukan pemeriksaan sitologi setelah 3 bulan untuk menyingkirkan
keganasan. Aturan ini membuatkan sebagian kecil dari kasus kanker tidak
terdeteksi dan beberapa menyarankan pengangkatan fibroadenoma pada wanita
yang berusia lebih dari 25 tahun.
Fibroadenoma residif setelah pengangkatan jarang terjadi. Sekiranya
berlaku rekurensi, terdapat beberapa faktor yang diduga berpengaruh. Pertama,
pembentukan dari truly metachronous fibroadenoma. Kedua, asal dari tumor tidak
diangkat secara menyeluruh sewaktu operasi dan mungkin karena presentasi dari
tumor phyllodes yang tidak terdiagnosa.

15
Prognosis
Melalui satu penelitian retrospektif, risiko terjadinya karsinoma mammae pada
wanita dengan fibroadenoma meningkat 1.3 sampai 2.1 kali berbanding populasi
umum.

3.2 Papiloma Intraduktus


Papiloma intraduktus adalah pertumbuhan tumor neoplastik di dalam suatu
duktus. Sebagian besar lesi bersifat soliter, ditemukan di dalam sinus atau duktus
laktiferosa utama. Lesi ini menimbulkan gejala klinis berupa: (1) keluarnya
discharge serosa atau berdarah dari puting payudara; (2) adanya tumor subareola
kecil dengan garis tengah beberapa milimeter sehingga terlalu kecil untuk
dipalpasi; atau (3) retraksi puting payudara (jarang terjadi). (Kumar, et al, 2007)
Pada beberapa kasus, terbentuk banyak papiloma di beberapa duktus atau
papilometosis intraduktus. Lesi kadang-kadang menjadi ganas, sedangkan
papiloma soliter hampir selalu tetap jinak. Demikian juga karsinoma papilaris
perlu disingkirkan; tumor ini tidak memiliki komponen mioepitel dan
memperlihatkan atipia sel yang parah dengan gambaran mitotik abnormal.
Tumor biasanya tunggal dengan diameter kurang dari 1 cm, terdiri atas
pertumbuhan yang halus, bercabang-cabang di dalam suatu kista atau duktus yang
melebar. Secara histologis, tumor terdiri atas papila-papila, masing-masing
memiliki aksis jaringan ikat yang dibungkus oleh sel epitel silindris atau kuboid
yang sering terdiri atas dua lapis, dengan lapisan epitel luar terletak di atas lapisan
mioepitel.
Papilloma Intraduktus soliter sering terjadi pada wanita paramenopausal
atau postmenopausal dengan insidens tertinggi pada dekade ke enam. Hampir
90% dari Papilloma Intraduktus adalah dari tipe soliter. Papilloma
Intraduktussoliter sering timbul pada duktus laktiferus dan hampir 70% dari
pasien datang dengan nipple discharge yang serous dan bercampur darah. Ada
juga pasien yang datang dengan keluhan massa pada area subareola walaupun
massa ini lebih sering ditemukan pada pemeriksaan fisis. Massa yang teraba
sebenarnya adalah duktus yang berdilatasi.

16
Pasien dengan Papilloma Intraduktus multiple biasanya tidak ada gejala
nipple discharge dan biasanya terjadi pada duktus yang kecil. Diperkirakan
hampir 25% dari Papilloma Intraduktus multiple adalah bilateral. Papilloma
Intraduktus ini bisa terjadi pada laki-laki. Kasus terbaru menunjukkan bahwa pada
laki-laki penyakit ini terkait dengan penggunaan phenothiazine.
Penatalaksanaan
Umumnya, pasien diterapi secara konservatif dan papilloma serta nipple
discharge dapat menghilang secara spontan dalam waktu beberapa minggu.
Apabila hal ini tidak berlaku,eksisi lokal duktus yang terkait bisa dilakukan.
Eksisi duktus terminal merupakan prosedur bedah pilihan sebagai penatalaksanan
nipple discharge. Pada prosedur ini,digunakan anestesi lokal dengan atau tanpa
sedasi. Tujuannnya adalah untuk eksisi dari duktus yang terkait dengan nipple
discharge dengan pengangkatan jaringan sekitar seminimal mungkin. Apabila lesi
benigna ini dicurigai mengalami perubahan ke arah maligna, terapi yang diberikan
adalah eksisi luas disertai radiasi.
Prognosis
Papilloma Intraduktus subareolar soliter atau intrakistik adalah benigna.
Namun, telah terjadi pertentangan apakah penyakit ini merupakan prekursor bagi
karsinoma papillaryatau merupakan predisposisi untuk meningkatkan resiko
terjadinya karsinoma. Menurutkomuniti dari College of American Pathologist,
wanita dengan lesi ini mempunyai risiko1,5 – 2 kali untuk terjadinya karsinoma
mammae.

3.3 Fibrokistik
Perubahan fibrokistik adalah ragam kelainan dimana terjadi akibat dari
peningkatan dan distorsi perubahan siklik payudara yang terjadi secara normal
selama daur haid. Perubahan fibrokistik dibagi menjadi perubahan nonproliferatif
dan perubahan proliferatif. Perubahan nonproliferatif mencakup kista dan fibrosis
tanpa hiperplasia sel epitel (perubahan fibrokistik sederhana). Perubahan
proliferatif mencakup serangkaian hiperplasia sel epitel duktulus atau duktus
banal atau atipikal serta adenosis sklerotikans. (Kumar et al, 2007)

17
Perubahan nonproliferatif ditandai dengan peningkatan stroma fibrosa
disertai oleh dilatasi duktus dan pembentukan kista dengan berbagai ukuran.
Stroma mengelilingi semua bentuk kista biasanya terdiri atas jaringan fibrosa
yang kehilangan gambaran miksomatosa. Infiltrat limfositik stroma sering
ditemukan pada lesi ini dan varian lain perubahan fibrokistik. Perubahan
proliferatif meliputi hiperplasia epitel dan adenosis sklerotikans.
Istilah hiperplasia epitel dan perubahan fibrokistik proliferatif mencakup
serangkaian lesi proliferatif di dalam duktulus, duktus terminalis, dan kadang-
kadang lobulus payudara. Sebagian hiperplasia epitel ini bersifat ringan dan
teratur serta tidak membawa resiko karsinoma, tetapi di sisi lain hiperplasia
atipikal mamiliki resiko signifikan.
Adenosis sklerotikans memiliki gambaran klinis dan morfologi mirip
dengan karsinoma. Di lesi ini rampak mencolok fibrosis intralobularis serta
proliferasi duktulus kecil dan asinus. Pertumbuhan berlebihan jaringan fibrosa ini
mungkin menekan lumen asinus dan duktus sehingga keduanya tampak sebagai
genjel-genjel sel. Adanya lapisan ganda epitel dan identifikasi elemen mioepitel
menandakan bahwa kelainannya bersifat jinak. (Kumar et al, 2007)
Gejala-gejalanya berupa pembengkakan dan nyeri tekan pada payudara
menjelang periode menstruasi. Tanda-tandanya adalah teraba massa yang
bergerak bebas pada payudara, terasa granularitas pada jaringan payudara, dan
kadang-kadang keluar cairan yang tidak berdarah dari puting. Banyak perempuan
tidak mengeluhkan gejala dan baru mencari pemeriksaan kesehetan setelah
meraba adanya massa. (Price and Wilson, 2006)

3.4 Tumor Phyllodes


Tumor phyllodes adalah fibroadenoma besar di payudara, dengan stroma
serupa-sarkoma yang sangat selular. Tumor ini termasuk neoplasma jinak, namun
kadangkala dapat menjadi ganas. Tumor ini bersifat agresif lokal dan dapat
bermetastasis, dan diperkirakan berasal dari stroma intralobulus. Umumnya,
tumor ini berdiameter 3 hingga 4 cm, namun dapat tumbuh hingga berukuran
besar, mungkin masif sehingga payudara membesar. Sebagian mengalami lobulasi

18
dan menjadi kistik. Karena pada potongan memperlihatkan celah yang mirip daun,
maka tumor ini disebut tumor filoides. Perubahan yang paling merugikan adalah
terjadinya peningkatan selularitas stroma disertai anaplasia dan aktivitas mitotik
yang tinggi, selain itu peningkatan ukuran secara pesat, biasanya dengan invasi
jaringan payudara di sekitarnya oleh stroma maligna. Sebagian besar tumor ini
tetap lokalisata dan disembuhkan dengan eksisi. Lesi maligna mungkin kambuh,
tetapi lesi ini juga cenderung terlokalisasikan. Hanya yang paling ganas, sekitar
15% kasus, menyebar ke tempat yang jauh.

Gambaran Mikroskopik Tumor Phyllodes

19
BAB IV
KARSINOMA MAMMAE

4.1. Definisi
Carcinoma Mammae atau kanker mammae adalah adalah suatu kondisi
dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga
mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali.
Carcinoma mammae merupakan neoplasma yang ganas berasal dari parenchyma.

4.2. Faktor Risiko


Beberapa faktor risiko yang memegang peranan penting di dalam proses
kejadian kanker mammae berhasil diidentifikasi melalui penelitian epidemiologi
(Casciato, 2000).
1) High Risk Factor
a) Usia.
Wanita di atas 40 tahun lebih berisiko terkena carcinoma mammae.
Carcinoma mammae jarang dijumpai pada wanita berusia < 25 tahun.
Insidensi meningkat seiring meningkatnya usia.
b) Riwayat carcinoma mamme pada payudara yang lain, khususnya apabila
diderita pada masa sebelum menopause.
c) Riwayat carcinoma mammae pada keluarga.
Resiko kanker mammae meningkat pada wanita yang memiliki ibu,
saudara perempuan, atau anak perempuan dengan riwayat mengidap
kanker.
d) Hyperplasia with atypia
Riwayat memiliki tumor jinak mammae yang bersifat atipikal hiperplasia.
e) Paritas
Wanita yang hamil dan melahirkan pada usia < 20 tahun memiliki resiko
terkena kanker mammae dua kali lebih tinggi dibandingkan nullipara atau
wanita yang hamil pertama kali di usia lebih dari 35 tahun.

20
f) Lobular carcinoma in situ memberikan risiko carcinoma invasif sebesar
30%.
g) Risiko pada pria antara lain Klinefelter’s syndrome, gynecomastia, dan
riwayat carcinoma mammae pada saudara laki-laki.
2) Intermediate Risk Factor
a) Riwayat Menstruasi
Wanita dengan usia saat menarche kurang dari 11 tahun memiliki resiko
terkena kanker mammae sebesar 20% dibandingkan dengan wanita yang
menarche saat usia 14 tahun ke atas. Menopause yang lebih lama juga
meningkatkan resiko namun besarnya resiko belum berhasil teridentifikasi.
b) Estrogen Oral dan HRT
c) Riwayat carcinoma pada ovarium, fundus uteri, dan colon.
d) Diabetes mellitus
e) Alkohol
f) Ras
Insidensi kanker mammae lebih rendah pada keturunan Afrika-Amerika.
Faktor sosial seperti kurangnya akses ke fasilitas kesehatan dan masih
kurangnya penggunaan mammografi, dan faktor genetik juga berpengaruh.
Wanita kulit hitam yang berusia < 40 tahun lebih sering mengalami kanker
mammae dibandingkan wanita kulit putih. Wanita Kaukasoid memiliki
rating tertinggi dalam terjadinya kanker mammae, angka kejadiannya pada
usia > 50 tahun adalah 1 diantara 15 wanita, sedangkan pada wanita afrika
adalah 1 diantara 20, 1 diantara 26 pada wanita Asia Pasifik, dan 1
diantara 27 pada wanita Hispanik.

4.3. Tipe Carcinoma Mammae


Carcinoma mammae dibagi menjadi kanker yang belum menembus
membran basal (noninvasif) dan yang sudah menembus membran basal dan yang
sudah menembus membran basal. Bentuk utama tumor ganas mammae dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :

21
a. Noninvasif
Terdapat dua tipe carcinoma mammae yang noninvasif yaitu: Ductus Carcinoma
In Situ (DCIS) dan Lobulus Carcinoma In Situ (LCIS). Penelitian morfologik
memperlihatkan bahwa keduanya biasanya berasal dari unit lobulus duktus
terminal. DCIS cenderung mengisi, mendistorsi dan membuka lobulus yang
terkena sehingga tampaknya melibatkan rongga mirip duktus. Sebaliknya LCIS
biasanya meluas, tetapi tidak mengubah arsitektur dasar lobulus. Keduanya
dibatasi oleh membran basal dan tidak menginvasi stroma atau saluran
limfovaskular.
1) Ductus Carcinoma In Situ (DCIS)
Peningkatan penggunaan screening mamografi telah mengakibatkan peningkatan
dramatis dalam mendeteksi karsinoma duktal in situ (DCIS). Sekitar 64.000 kasus
DCIS didiagnosis setiap tahun di Amerika Serikat. Sembilan puluh persen dari
kasus DCIS diidentifikasi pada mamografi sebagai kalsifikasi mencurigakan,
dengan distribusi linier, berkerumun, segmental, fokus, atau campuran. DCIS
dibagi menjadi comedo subtipe (yaitu micropapillary, padat) dan noncomedo,
yang memberikan informasi prognostik tambahan mengenai kemungkinan
perkembangan atau kekambuhan.
2) Lobulus Carcinoma In Situ (LCIS)
LCIS cenderung bersifat multifokal dan bilateral. LCIS tidak menghasilkan lesi
yang dapat diraba dan tidak terlihat pada mammografi. Sel-sel abnormal dari
hiperplasia lobular atipik, karsinoma lobular insitu dan karsinoma lobular invasif
adalah identik, terdiri dari sel-sel kecil dengan inti yang oval atau bulat dan anak
inti yang kecil serta tidak berdekatan satu sama lain. Sering dijumpai adanya
signet ring cell yang mengandung mucin. Karsinoma lobular insitu sering
menampilkan reseptor estrogen dan progesteron dan overekspresi HER2/neu
belum didapat (Tavasolli, 2003).
b. Invasif
1) Ductus Carcinoma Invasif
Ductus Carcinoma Invasif adalah tumor yang paling sering didiagnosis dan
memiliki kecenderungan untuk bermetastasis melalui limfatik. Lesi ini,

22
menyumbang 75% dari kanker payudara, tidak memiliki karakteristik histologis
khusus selain invasi melalui membran basement.
2) Lobulus Carcinoma Invasif
Tipe kanker mammae ini biasanya tampak sebagai penebalan di kuadran luar atas
dari mammae. Tumor ini berespon baik terhadap terapi hormon. Terjadi sebanyak
5% dari kasus kanker mammae. Karsinoma lobular invasif biasanya tampak
seperti karsinoma duktal insitu yaitu massa yang dapat teraba dan densitas pada
mammografi. Sekitar ¼ kasus adalah bentuk difus dari invasif tanpa desmoplasia
yang menonjol dan adanya daerah penebalan dari mammae atau perubahan
arsitektur pada mammografi. Metastasis sulit dideteksi berdasarkan klinis dan
radiologis pada tipe invasif. Karsinoma lobular dilaporkan paling banyak dijumpai
bilateral. Insiden dari karsinoma lobular dilaporkan meningkat pada wanita yang
postmenopause. Diduga ada hubungan dengan terapi hormon pengganti pada
wanita yang postmenopause.
Secara mikroskopis menunjukkan gambaran klasik dengan kecenderungan
populasi sel yang sedikit. Sel-sel tersebar tunggal atau membentuk kelompokan
kecil dengan karakteristik gambaran single files, sitoplasma sedikit, banyak
dijumpai naked cells, inti irregular, hiperkromatik dan ukuran inti uniform.
Ukuran sel sedikit lebih besar dari limfosit, inti bulat – oval, ukuran inti 11,8 µm,
tepi ireguler, kadang-kadang tampak nukleoli dan indentasi pada tepi inti, kadang-
kadang inti eksentrik, sitoplasma banyak dan mengandung musin. Pada karsinoma
lobular secara umum dapat dijumpai dua jenis sel yaitu, sel-sel kecil yang tersebar
merata biasanya dijumpai pada wanita postmenopause dan sel-sel yang tersusun
dalam kelompokan pleomorfik, membentuk gambaran tiga dimensi, ukuran sel
lebih besar sedikit dari sel-sel darah merah. Kadang-kadang dapat dijumpai
lumina intrasitoplasmik, vakuol musin atau „signet ring cell.. Stroma banyak,
terdiri dari jaringan ikat atau desmoplastik. Sel-sel neoplastik tidak begitu erat
melekat ke stroma dan pada sediaan hapus menunjukkan populasi yang sedikit.
Pada beberapa karsinoma lobular dijumpai kondensasi droplet musin pada sentral
(bull.s eye inclusion) tetapi keadaan ini bukan suatu karakteristik (Crum, 2007).

23
3) Medularis Carcinoma
Secara makroskopis berbentuk bulat dengan ukuran yang berbeda-beda, dengan
diameter 2 -2,9 cm, dengan batas yang tegas dan konsisten lunak. Berwarna coklat
sampai abu-abu. Sering dijumpai daerah nekrosis dan perdarahan-perdarahan.
Secara histopatologi karsinoma terdiri dari sel-sel yang berdiferensiasi buruk yang
tersusun pada lembaran-lembaran besar, dengan tidak dijumpai struktur kelenjar,
dengan stroma yang sedikit dan infiltrasi limphoplasmasitik yang menonjol. Ada
lima bentuk karakteristik yaitu bentuk sinsitial, tidak dijumpai bentuk glandular
atau tubular, infiltrasi limphoplasmasitik pada stroma yang diffuse, selselnya
biasanya bulat dengan sitoplasma yang banyak dan anak inti vesikuler
mengandung satu atau beberapa anak inti. Inti plemorfis dengan ukuran sedang.
Mitotis sering dijumpai. Dapat dijumpai sel-sel besar yang atipik, sel- sel yang
berfoliferasi dibatasi oleh jaringan ikat fibrous.
4) Coloid Carcinoma (Karsinoma Musinosa)
Insiden karsinoma musinosum juga lebih tinggi pada wanita yang mengalami
mutasi gen BRCA1. Mirip dengan yang diamati pada karsinoma medullari,
hypermetilasi dan promoter BRCA1 juga terdapat pada 55% dari karsinoma
musinosum yang tidak berhubungan dengan mutasi germline BRCA1 (Crum,
2007)
Secara makroskopis konsistensi tumor sangat lunak seperti gelatin dan berwarna
pucat biru keabuan. Sel tumor tampak berkelompok dan memiliki pulau-pulau sel
yang kecil dalam sel musin yang besar yang mendorong ke stroma terdekat.
Secara sitologi sel-sel kanker dengan bentuk atipik, membentuk agregat kecil
yang solid dan ada juga yang tersebar membentuk „files. tunggal, inti membesar,
pleomorfik, „moderate. atipia, dengan sitoplasma yang banyak. Latar belakang
sediaan hapus didominasi oleh musin yang sangat menonjol dan secara
makroskopis dapat terlihat. Pada pewarnaan MGG, musin memperlihatkan warna
biru dan pada pewarnaan Hemaktosilin dan Eosin serta Pap memberikan warna
pucat. Pada beberapa kasus dapat dijumpai musin intrasitoplasmik dan signet ring
cell, seperti pada karsinoma lobular invasif. Selain itu juga dapat dijumpai
gambaran chicken wire. yang berasal dari pembuluh darah dan sangat prominen.

24
Keadaan ini mendukung suatu karsinoma musinosum walaupun pada
fibroadenoma mamma juga kadang-kadang dapat dijumpai. Pada sediaan hapus
tidak dijumpai massa nekrotik.
5) Tubulus Carcinoma
Metastasis pada axilla kurang dari 10 %. Subtipe ini penting dikenali untuk
menentukan prognosisnya. Tipe ini banyak ditemukan pada wanita usia sekitar 50
tahun. Pada pemeriksaan mikroskopik gambaran struktur tubulusnya sangat khas.
Dengan kata lain semua adalah well differentiated dan angka 10 YRS (Year
Survival Rate) mencapai 95 (Tavasolli, 2003).
Gambaran mikroskopisnya tumor ini terdiri dari well formed tubules. dan
terkadang sulit dibedakan dengan lesi sklerotik yang jinak. Namun demikian
tumor ini tidak memiliki lapisan sel myoepitel dan sel-sel tumor ini berkontak
langsung dengan stroma. Hampir semua karsinoma tubulus mengekspresikan
reseptor hormon, dan sangat jarang mengekspresikan ERBB2 secara berlebihan
(Crum, 2007).

4.4. Staging

Tumor Primer (T)

Tx Tumor pimer tidak dinilai

Tis Carcinoma in situ (LCIS atau DCIS) atau paget’s disease pada
puting tanpa tumor

T1 Tumor ≤2 cm

T1a Tumor ≥0.1 cm, ≤0.5 cm

T1b Tumor >0.5 cm, ≤1 cm

T1c Tumor >1 cm, ≤2 cm

T2 Tumor >2 cm, ≤5 cm

T3 Tumor >5 cm

25
T4 Tumor dalam berbagai ukuran dengan perluasan sampai ke dinding
dada atau kulit

T4a Tumor meluas sampai dinding dada (termasuk m. pectoralis)

T4b Tumor meluas ke kulit dengan ulserasi, edema dan nodul satelit

T4c Gabungan T4a dan T4b

T4d Karsinoma inflammatory

Pembuluh Limfe/Node (N)

N0 Tidak ada keterlibatan kel.limfe regional, tidak diteliti lebih jauh

N0 (i-) Tidak ada keterlibatan kel.limfe regional, IHC (-)

N0 (i+) Keterlibatan kel.limfe mencakup <0.2 mm

N0 Tidak ada keterlibatan kel.limfe, PCR (-)


(mol-)

N0 Tidak ada keterlibatan kel.limfe, PCR (+)


(mol+)

N1 Metastasis ke kel.limfe axilla 1-3 dan atau int. mammary (+) dari
biopsy

N1(mic) Micrometastasis (>0.2 mm, none >2.0 mm)

N1a Metastasis ke kel.limfe axilla 1-3

N1b Metastasis ke kel.limfe int. mammary dengan biopsy sentinel

N1c Metastasis ke kel.limfe axilla 1-3 dan kel. limfe int. Mammary
dengan biopsy

N2 Metastasis ke kel.limfe axilla 4-9 atau int. mammary disertai klinik


(+) tanpa metastasis ke axilla

N2a Metastasis ke kel.limfe axilla 4-9 paling tidak 1 >2.0 mm

N2b Int. mammary klinik nampak, kel.limfe axilla (-)

26
N3 Metastasis ke ≥10 kel.limfe axilla atau kombinasi metastasis
kel.limfe axilla dan int. mammary metastasis

N3a ≥10 kel.limfe axilla (>2.0 mm), atau kel.limfe infraclavicular

N3b Klinik int. mammary (+) ≥1 kel.limfe (+) atau >3 kel.limfe axilla
(+) dengan int. mammary (+) dari biopsy

N3c Metastasis ke ipsilateral supraclavicular nodes (IAN)

M (Metastasis)

M0 Tidak terdapat metastasi jauh

M1 Terdapat metastasis jauh

4.5. Diagnosis
Dalam 33% kasus kanker mammae, wanita biasanya mengeluhkan benjolan
di mammaenya. Tanda-tanda klinis lain yang sering ditemukan pada gejala kanker
mammae meliputi :
(1) pembesaran mammae atau asimetri
(2) perubahan putting
(3) ulserasi atau eritema pada kulit mammae,
(4) massa (benjolan) di aksila
(5)dan ketidaknyamanan pada tulang dan sendi (musculoskeletal).
Pemeriksaan Histopatologi (Gold Standard Diagnostic).
Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan potong beku dan/atau parafin.
Bahan pemeriksaan histopatologi diambil melalui :
• Core Biopsy.
• Biopsi Eksisional untuk tumor ukuran <3 cm.
• Biopsi Insisional untuk tumor :
 operable ukuran >3 cm sebelum operasi definitif
 inoperable
o Spesimen mastektomi disertai dengan pemeriksaan KGB

27
4.6. Screening
Metoda :
 SADARI (Pemeriksaan Mammae Sendiri)
Dilaksanakan pada wanita mulai usia subur, setiap 1 minggu setelah hari
pertama menstruasi terakhir
 Pemeriksaan Fisik
 Mamografi
- Pada wanita diatas 35 tahun – 50 tahun : setiap 2 tahun
- Pada wanita diatas 50 tahun : setiap 1 tahun.

4.7. Penatalaksanaan
Pengobatan kanker payudara bertujuan untuk mendapatkan kesembuhan yang
tinggi dengan kualitas hidup yang baik. Oleh karena itu terapi dapat bersifat
kuratif atau paliatif.
o Terapi kuratif dilakukan pada kanker payudara stadium I, II dan III.
o Terapi paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup tanpa adanya
periode bebas penyakit, umumnya dilakukan pada stadium IV.

Kesembuhan yang tinggi dengan kualitas hidup yang baik akan


tercapai bila kanker diterapi pada stadium dini.
Keuntungan penatalaksanaan tumor stadium dini adalah:
o Kemungkinan tidak dilakukan kemoterapi bila tidak ada metastasis kelenjar
getah bening aksila daan tergolong resiko rendah.
o Tidak perlu dilakukan eksisi aksila jika sentinel negatif, sehingga resiko
terjadinya limpadem berkurang.
o Tidak diperlukan radiasi
o Biaya penatalaksaan jauh lebih ekonomis
o Disease free interval dan overall survival lebih baik (lama).

Adapun modalitas terapi kanker payudara secara umum meliputi operasi,


kemoterapi, radioterapi, terapi hormonal dan terapi target.

28
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan modalitas utama untuk penatalaksanaan
kanker payudara. Modalitas ini memberikan kontrol lokoregional yang dapat
dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologi dan dari spesimen operasi dapat
ditentukan tipe dan grading tumor, status kelenjar getah bening aksila, faktor
prediktif dan faktor prognosis tumor. Jenis operasi pada kanker payudara:
o Classic Radical Mastectomy (CRM)
o Modified Radical Mastectomy (MRM)
o Skin Sparing Mastectomy (SSM)
o Nipple Sparing Mastectomy (NSM)
o Breast Conserving Treatment (BCT)

Jenis – jenis operasi tersebut memiliki indikasi dan keuntungan serta


kerugian yang berbeda – beda.

a. Classic Radical Mastectomy (CRM)


Operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor, nipple
areola komplek, kulit diatas tumor, otot pektoralis mayor dan minor, serta
diseksi aksila level I – III. Operasi ini dilakukan jika ada infiltrasi tumor ke
fasia atau otot pektoral tanpa metastasis jauh. Jenis operasi ini mulai
ditinggalkan karena morbiditas tinggi sementara nilai kuratifitas sebanding
dengan MRM.
b. Modified Radical Mastectomy (MRM)
Operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor, nipple
areola komplek, kulit diatas tumor, fasia pektoral serta diseksi aksila level I –
II. Operasi ini dilakukan pada stadium dini dan lokal lanjut. Merupakan jenis
operasi yang banyak dilakukan.
c. Skin Sparing Mastectomy (SSM)
Operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor, nipple
areola komplek dengan mempertahankan kulit sebanyak mungkin serta
diseksi aksila level I – II. Operasi ini harus disertai rekonstruksi payudara
secara langsung yang umumnya adalah TRAM flap (transverse rectus

29
abdominalis musculocutaneus flap), LD flap (latissimus dorsi flap) atau
implant (silikon). Operasi ini dilakukan pada stadium dini dengan jarak tumor
ke kulit jauh (>2cm) atau stadium dini yang tidak memenuhi syarat untuk
BCT.
d. Nipple Sparing Mastectomy (NSP)
Operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor dengan
mempertahankan nipple areola komplek dan kulit serta diseksi aksila level I –
II. Operasi ini juga harus disertai rekonstruksi payudara secara langsung yang
umumnya adalah TRAM flap, LD flap atau implant. Dilakukan tumor
stadium dini dengan ukuran 2 cm atau kurang, lokasi perifer. Kelenjar getah
bening N0, histopatologi baik, dan potongan beku sub areola : bebas tumor.
e. Breast Conserving Treatment (BCT)
Terapi yang komponennya terdiri dari lumpektomi atau segmentektomi
atau kuadrantektomi dan diseksi aksila serta radioterapi. Terapi ini
memberikan hasil yang sama dengan MRM namun rekurensinya lebih besar.
Ada 3 sarat yang harus terpenuhi dalam pemiliha jenis terapi ini yaitu tepi
sayatan bebas tumor dibuktikan dengan potongan beku, radioterapi dapat
dilakukan dan kosmetik bisa diterima.
Kontra indikasi yang tidak memenuhi 3 syarat tersebut adalah:
1. Tumor yang multisentris, sehingga margin tidak bebas tumor atau bebas tapi
kosmetik tidak tercapai
2. Mikrokalsifikasi yang luas/difus
3. Riwayat radiasi sebelumnya
4. Penyakit kolagen (SLE, scleroderma) terutama yang ketergantungan terhadap
steroid
5. Ukuran tumor yang besar sedangkan payudaranya kecil
6. Letak sentral atau dibawah
7. Pada wanita hamil trimester kedua atau ketiga tidak merupakan
kontraindikasi karena radiasi dapat ditunda hingga melahirkan
8. Pada riwayat keluarga (+) dan pada umur muda ditakutkan radiasi akan
menimbulkan kanker sekunder.

30
2. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan obat anti kanker (sitostatika) untuk
menghancurkan sel kanker. Obat ini umumnya bekerja dengan menghambat
atau mengganggu sintesa DNA dalam siklus sel. Pengobatan kemoterapi
bersifat sistemik, berbeda dengan pembedahan atau radiasi yang lebih bersifat
lokal/setempat. Obat sitostatika dibawa melalui aliran darah atau diberikan
langsung ke dalam tumor, jarang menembus blood-brain barrier sehingga
obat sulit mencapai sistem saraf pusat. Ada 3 jenis kemoterapi yaitu adjuvant,
neoadjuvant dan primer (paliatif).

Respon terhadap kemoterapi:


o Complete respone. Seluruh kanker atau tumor menghilang, tidak terlihat lagi
adanya kanker maupun metastasis. Respon ini bertahan lebih dari satu bulan.
o Partial respone. Volume kanker mengecil lebih dari 50%, tidak ada lesi baru
ataupun metastasis.
o Stable Disease/ minimal respon. Volume kanker mengecil kurang dari 35%
atau kanker tidak mengecil. Juga tidak tumbuh membesar.
o Disease progression. Kanker tidak terlihat tumbuh membesar, penyakit
menunjukkan peningkatan ukuran volume, juga peningkatan yang signifikan
dari tumor marker.

Menentukan keadaan umum dari penderita sebelum pengobatan adalah


penting. Dengan menilai keadaan umum penderita, kita dapat mengetahui
sampai berapa besar pengaruh kanker terhadap penderita tersebut serta kita
dapat menduga apa akibat bila penderita tersebut mendapatkan obat-obat
antikanker. Penilaian keadaan umum dititik-beratkan pada kemampuan
penderita tersebut melakukan aktivitas.

31
Penentuan Skala Keadaan Umum.

Skala ECOG (Eastern Cooperative Oncology Group)

Tabel 2.2. Penentuan Skala Keadaan Umum Berdasarkan Skala ECOG


Derajat Tingkat aktivitas

0 Aktif, mampu melakukan semua aktivitas seperti pada saat


sebelum sakit (Karnofsky 90 – 100)

1 Mampu melakukan pekerjaan ringan sehari-hari seperti


pekerjaan rumah, pekerjaan kantor dsb (karnofsky 70 – 80)

2 Mampu merawat diri sendiri tetapi tidak mampu bekerja


ringan sehari-hari (lebih dari 50% jam kerja dan sesuai
dengan Karnofsky 50-60).

3 Dalam batas tertentu mampu merawat diri sendiri,


sebagian besar berada diatas tempat tidur atau kursi (lebih
dari 50% jam kerja dan sesuai dengan Karnofsky 30 – 40)

4 Tidak mampu berbuat apa-apa hanya tidur atau duduk di


tempat tidur, kursi (Karnofsky 10 – 20).

Dengan menggunakan skala keadaan umum tersebut diatas, kita


dapat menentukan apakah seseorang yang mengidap penyakit kanker
masih mungkin untuk diobati atau tidak. Penderita dengan skala keadaan
umum ECOG makin rendah, makin memungkinkan untuk mendapatkan
pengobatan khususnya pengobatan dengan kemoterapi.
a. Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada
karsinoma mamae tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran
kurang dari 0,5 cm dan tidak dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6
sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan dengan resiko rekurensi

32
tinggi maka kemoterapi dapat diberikan. Faktor prognostik yang tidak
menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah atau limfe, tingkat
kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status
reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk
diberikan kemoterapi adjuvan. Indikasi:
o Ukuran tumor lebih dari 2 cm.
o Kelenjar getah bening aksila positif metastasis 1 atau lebih.
o Kelenjar getah bening aksila negatif tapi penderita berusia kurang dari
35 tahun atau grading tumor 2-3 atau terdapat invasi vaskular atau
overekspresi HER2 atau ER/PR negatif.

Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain


siklofosfamid, doxorubisin, 5-fluorourasil dan methotrexate.Untuk
wanita dengan karsinoma mamae yang reseptor hormonalnya negatif
dan lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan cocok untuk diberikan.
Rekomendasi pengobatan saat ini, berdasarkan NSABP B-15, untuk
stadium IIIa yang operabel adalah modified radical mastectomy diikuti
kemoterapi adjuvan dengan doxorubisin diikuti terapi radiasi.
b. Kemoterapi Neoadjuvant
Untuk pasien dengan stadium lokal lanjut (stadium IIIA, IIIB, IIIC)
dianjurkan neoadjuvant kemoterapi, 3 siklus sebelum operasi dan 3
siklus pasca operasi. Kemoterapi neoadjuvant merupakan kemoterapi
inisial yang diberikan sebelum dilakukan tindakan pembedahan,
dimana dilakukan apabila tumor terlalu besar untuk dilakukan
lumpectomy. Kemoterapi neoadjuvant bertujuan untuk memperkecil
ukuran tumor dan kontrol mikrometastasis.
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mamae stadium lanjut
adalah kemoterapi neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti
mastektomi atau lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila
diperlukan, diikuti kemoterapi adjuvan, dilanjutkan dengan terapi
radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan IIIb, kemoterapi

33
neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran tumor
tersebut, sehingga memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical
mastectomy, diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi.

c. Kemoterapi primer (paliatif)


Kemoterapi paliatif ini diberikan pada stadium lanjut (stadium IV),
untuk mengendalikan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit kanker.
Tujuannya untuk mempertahankan kualitas hidup yang baik, kontrol
progresi tumor dan memperlama harapan hidup. Kombinasi yang
sering dianjurkan adalah anthracycline dengan taxane.

3. Radioterapi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma
mamae. Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy,
radiasi adjuvan diberikan untuk mengurangi resiko rekurensi lokal, juga
dilakukan untuk stadium I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy. Radiasi juga
diberikan pada kasus resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi. Pada
karsinoma mamae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko rekurensi
dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan dilanjutkan
dengan terapi radiasi adjuvan.

4. Terapi anti-estrogen
Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik
berupa reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron.
Reseptor hormon ini ditemukan pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan
lobular invasif yang masih berdiferensiasi baik.
Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol,
tamoxifen menghambat pengambilan estrogen pada jaringan payudara.
Respon klinis terhadap anti-estrogen sekitar 60% pada wanita dengan
karsinoma mammae dengan reseptor hormon yang positif, tetapi lebih
rendah yaitu sekitar 10% pada reseptor hormonal yang negatif. Kelebihan

34
tamoxifen dari kemoterapi adalah tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri
tulang, hot flushes, mual, muntah dan retensi cairan dapat terjadi pada
pengunaan tamoxifen. Resiko jangka panjang pengunaan tamoxifen adalah
karsinoma endometrium. Terapi dengan tamoxifen dihentikan setelah 5
tahun. Beberapa ahli onkologi merekomendasikan tamoxifen untuk
ditambahkan pada terapi neoadjuvan pada karsinoma mammae stadium
lanjut terutama pada reseptor hormonal yang positif. Untuk semua wanita
dengan karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen (tamoxifen), dipilih
sebagai terapi awal.

5. Penatalaksanaan menurut stadium


1) Stadium nol (T0, DCIS, LCIS, Paget)
DCIS. Penangan berdasarkan Van Nunys Prognostic Index (VNPI).
- Skor VNPI 3-4 cukup dilakukan eksisi tumor dengan batas 1 cm,
diseksi aksila dan adjuvant radiasi tidak diperlukan.
- Skor VNPI 5-7 dilakukan eksisi tumor dengan batas lebih dari 1
cm, diseksi aksila dan radiasi tidak diperlukan. Rekonstruksi
dilakukan jika defek besar.
- Skor VNPI 8-9 dilakukan simple mastekstomi dengan atau tanpa
rekonstruksi, diseksi tergantung sentinel, adjuvant radiasi tidak
diperlukan
Tabel 6. Van Nunys Prognostic Index (VNPI)
Score 1 2 3

Ukuran (cm) < 1,5 1,5-4 ≥4


Batas sayatan > 1 cm 9-10mm
< 1mm
Klasifikasi Non high grade Non high grade
Histopatologi Tanpa nekrosis Nekrosis high grade

dengan atau tanpa


nekrosis

35
2) Stadium dini (Stadium I dan II)
Pemilihan jenis pembedahan tergantung pada ukuran, lokasi dan
jenis tumor. Adjuvant kemoterapi, radiasi dan hormonal terapi
pemberiannya sesuai indikasi. Penderita yang tergolong low risk
(ukuran < 2cm, grade 1, tidak ada invasi peritumoral, kelenjar getah
bening aksila negatif, tidak ada overekspresi/ amplifikasi HER2/ neu
dan usia penderita 35 tahun keatas) tidak memerlukan adjuvant
kemoterapi ataupun radioterapi.
3) Stadium lokal lanjut (Stadium IIIA, IIIB, IIIC)
Jika operable dilakukan MRM kemudian dilanjutkan adjuvant
kemoterapi dan radioterapi. Jika inoperable diberikan neoadjuvant
kemoterapi 3 siklus kemudian di evaluasi responnya. Jika respon
parsial atau komplit dilakukan MRM. Bila respon minimal atau
progresif ganti regimen kemoterapi dengan second line
chemotheraphy atau radioterapi. Pasca pembedahan kemoterapi
dilengkapi sampai 6 siklus, 1 bulan pasca kemoterapi diberkan radiasi
lokoregional.
4) Stadium lanjut (IV)
Penanganan bersifat paliatif tergantung lokasi dan kondisi metastasis.
Terapi utama adalah sistemik (kemoterapi, hormonal terapi, targeted
terapi), pada kondisi tertentu terapi lokal (radiasi dan pembedahan
juga diperlukan).
3.8 Prognosis
Prognosis kanker payudara buruk jika pasien menderita kanker
payudara bilateral, pada usia muda, adanya mutasi genetik, dan adanya
triple negatif yaitu grade tumor tinggi dan seragam, reseptor ER dan PR
negatif, dan reseptor permukaan sel HER-2 juga negatif. Tipe histologik
karsinoma payudara (tubulus, medular, lobulus, papilar, dan musinosa)
lebih baik dibandingkan dengan tipe histologik karsinoma duktal.

36
BAB V

KESIMPULAN

1. Tumor payudara adalah benjolan yang tidak normal pada payudara akibat
pertumbuhan sel yang terjadi secara terus menerus.
2. Kanker payudara pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah kanker
serviks. Pencegahannya dapat dilakukan dengan pemeriksaan rutin payudara.
Insidensi kanker payudara padawanita 126 per 100.000 penduduk, sedangkan
pada laki-laki 0,6 per100.000 penduduk. Rasio penderita wanitadibanding
pria sekitar 100 : 1
3. Penegakan diagnosis Karsinoma payudara dapat dilakukan melalui prosedur
pemeriksaan klinis dan beberapa pemeriksaan penunjang, dengan Gold
standard diagnostik menggunakan pemeriksaan histopatologik
Terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif dianjurkan untuk
stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan
inflammatory carcinoma mungkin dapat disembuhkan dengan terapi
multimodalitas, tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif
diberikan pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien dengan metastasis
jauh atau untuk karsinoma lokal yang tidak dapat direseksi.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Editor: Sjamsuhidajat, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Payudara.


Edisi 3. Jakarta: EGC; 2011
2. Suyatno, Pasaribu ET. Bedah Onkologi Diagnosis dan Terapi. Jakarta:
Sagung Seto; 2009
3. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Jika tidak
dikendalikan 26 juta orang di dunia menderita kanker.
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1060-jika-tidak-
dikendalikan-26-juta-orang-di-dunia-menderita-kanker-.html
4. [WHO] World Health Organization. 2011. Cancer.
http://www.who.int/cancer/en/
5. American Cancer Society (ACS), 2009. Breast Cancer Facts & Figures
2009 2010. Atlanta:American Cancer Society, Inc. Available from :
http://www.cancer.org/downloads/STT/F861009_final%209-08-09.pdf
6. Brunicardi, Charles et al. 2004. Schwartz's Principles of Surgery. 8th
Edition: Chapter 37. McGraw-Hill Professional.
7. Casciato, Dennis A, Barry Lowitz. 2000. Manual of Clinical Oncology.
North America: Lippincott Williams & Wilkins
8. Pass, Helen. A. Benign and Malignant Disease of The Breast at Surgery
Basic Science and Clinical Evidence. Jeffrey A Norton Springer. New
York. 2001
9. Robbins, Kumar, etc.2007.Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume II.Jakarta :
EGC hal.782-783
10. Rubin, et all. 2003. Pathology Volume II. 3rd edition. North America:
Lippincott Williams & Wilkins
11. Tapia C., Savic S., Wagner. 2007. Her2 Gene Status in Primary Breast
Cancer and Matched Distant Metastasis. Breast Cancer Research.
12. Tavasolli, Devilee R. 2003. Pathology and Genetic of Tumours of the
Breast and Female Genital Organs/ WHO Classification of Tumours.
IARC Press.: 34-36.

38

Anda mungkin juga menyukai