Hampir seluruh pasien yang menjalani prosedur operasi memerlukan akses intravena
untuk pemberian cairan dan obat, dan beberapa pasien akan memerlukan transfuse komponen
darah. Ahli anestesi akan dapat menilai volume intravascular dengan akurasi yang tepat
untuk mengkoreksi deficit cairan atau elektrolit yang sedang terjadi dan mengganti
kehilangan yang sedang berlangsung. Masalah dalam pengganti cairan dan elektrolit atau
transfuse akan menyebabkan morbiditas atau kematian.
RIWAYAT PASIEN
Riwayat pasien akan menunjukkan masukkan oral terakhir, muntah atau diare
persisten, gastric suction, kehilangan darah signifikan atau drainase luka, pemberian cairan
dan darahi ntravena, serta hemodialysis terakhir jika pasien memiliki riwayat gagal ginjal.
PEMERIKSAAN FISIK
Indikasi hipovolemia meliputi turgor kulit abnormal, dehidrasi mebran mukoas,
denyut nadi lemah, peningkatan denyut jantung saat istirahat dan penurunan tekanan darah,
denyut nadi ortostatik dan perubahan tekanan darah dari posisi terlentang menjadi duduk atau
berdiri, dan penurunan jumlah urin.
EVALUASI LABORATORIUM
Beberapa pemeriksaan laboratorium mungkin digunakan untuk menilai volume
intravascular dan adekuatnya perfusi jaringan, termasuk rangkaian hematocrit, pH darah
arteri, osmolalitas urin, konsentrasi natrium atau klorida urin, natrium serum, dan rasio
ureum kreatinin. Tetapi, karena pemeriksaan tersebut hanya menunjukkan secara tidak
langsung dari volume intravaskular, hasilnya akan dipengaruhi oleh factor-faktor
perioperatif, dan karena hasil laboratorium seringkali tertunda, hasil tersebut tidak dapat
dipercaya selama intraoperatif. Tanda laboratorium dehidrasi meliputi peningkatan
hematokrit dan hemoglobin, asidosis metabolic progresif (termasuk asidosis laktat), berat
jenis urin lebih dari 1010, natrium urin kurang dari 10 mEq/L, osmolalitas urin lebih dari 450
mOsm/L, hypernatremia, dan rasio ureum kreatinin lebih dari 10:1. Hemoglobin dan
hematocrit biasanya tidak berubahan pada pasien dengan hipovolemia akut sekunder
terhadap kehilangan darah karena terdapat waktu yang tidak efektif untuk cairan
ekstravaskuler untuk berpindah ke ruang intravaskular.
PENGUKURAN HEMODINAMIK
Cairan Intravena
Terapi cairan intravena terdiri dari infus kristaloid, koloid, atau kombinasi keduanya.
Cairan kristaloid merupakan cairan ion dengan atau tanpa glukosa dimana cairan koloid juga
mengandung substansi berat molekul tinggi seperti protein atau polimer glukosa besar.
Cairan koloif membantu mempertahankan tekanan onkotik koloid plasma dan untuk sebagian
besar tetap berada di intravascular, sedangkan kristaloid secara cepat seimbang dengan dan
berdistribusi melalui ruang cairan ekstraseluler.
Terdapat kontroversi sehubungan dengan penggunaan koloid dibandingkan dengan
kristaloid untuk pasien bedah. Dengan mempertahankan tekanan onkotik plasma, koloid
lebih efisien (contohnya, lebih sedikit koloid dibanding kristaloid yang diperlukan untuk
memberikan efek yang sama) dalam mengembalikan volume intravascular dan cardiac output
normal. Sedangkan kristaloid sama efektifnya ketika diberikan dalam jumlah yang sesuai.
Koloid dapat meningkatkan pembentukan cairan edema paru pada pasien dengan
paningkatan permeabilitas kapiler pulmonal. Beberapa kesimpulan dapat dibuat:
1. Kristaloid, ketika diberikan dalam jumlah yang efisien, sama efektifnya dengan koloid
dalam mengembalikan volume intravaskular.
2. Menganti deficit volume intravaskular dengan kristaloid secara umum memerlukan 3-4
kali volume yang diperlukan ketika menggunakan koloid.
3. Pasien bedah mungkin memiliki deficit cairan ekstraseluler yang melebihi defisit
intravaskular.
4. Defisit cairan intravaskular berat dapat lebih cepat dikoreksi menggunakan cairan koloid.
5. Pemberian cepat dari kristaloid dalam jumlah banyak (>4-5 L) seringkali berhubungan
dengan edema jaringan.
Edema jaringan sekunder terhadap pemberian cairan berlebihan dapat mengganggu
transport oksigen, penyembuhan jaringan, dan kembalinya fungsi pencernaan setelah
pembedahan dan dapat meningkatkan risiko infeksi lokasi pembedahan.
CAIRAN KRISTALOID
Kristaloid sering dianggap sebagai cairan resusitasi awal pada pasien dengan syok
hemoragik dan septik, pada pasein luka bakar, trauma kepala, dan pasien yang menjalani
plasmaferesis dan reseksi hepar. Koloid dapat dimasukan dalam usaha resusitasi setelah
pemberian kristaloid awal bergantung pada pilihan dokter dan protokol institusi.
Berbagai macam cairan tersedia, dan pilihan tergantung jenis kehilangan cairan yang
akan diganti. Untuk kehilangan cairan terutama melibatkan air, penggantinya adalah cairan
hipotonik, dan jika kehilangan melibatkan air dan elektrolit, pengganti yang diberikan adalah
cairan elektrolit isotonic. Glukosa diberikan pada beberapa cairan untuk mempertahankan
tonus, atau mencegah ketosis dan hipoglikemia akibat puasa, atau berdasarkan tradisi. Anak-
anak cenderung mengalami hipoglikemia (<50 mg/dL) setelah 4-8 jam puasa.
Karena kebanyakan kehilangan cairan adalah isotonic, cairan kristaloid isotonic
seperti salin normal atau balanced electrolyte solutions (kristaloid rendah klorida, yang
memiliki keseimbangan ion dengan mengganti ion Cl- dengan laktat, glukonat, atau asetat)
seperti cairan ringer laktat. Normal saline (NaCl 0,9%), ketika diberikan dalam jumlah besar,
menyebabkan asidosis metabolic karena kadar kloridanya yang tinggi dan rendahnya
bikarbonat. Kemudian, kristaloid yang kaya klorida seperti normal saline dapat berperan
dalam perioperative acute kidney injury. Maka, cairan garam seimbang lebih disukai untuk
alkalosis metabolic hipokloremik dan untuk mengencerkan PRC sebelum pemberiannya.
Dextrose lima persen dalam air (D5W) digunakan untuk pengganti deficit air murni dan
sebagai cairan maintenance untuk pasien pada restriksi natrium. NaCl 3% hipertonik
diberikan pada terapi hiponatremia simptomatik berat. Cairan hipotonik harus diberikan
perlahan untuk mencegah hemolisis.