TUBERKULOSIS PARU
R M Andriyan, S. Ked
G1A217047
UNIVERSITAS JAMBI
2019
1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan.
Selanjutnya, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat dan menambah
ilmu bagi para pembaca.
Penulis
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
Laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 angka kejadian
tuberculosis didunia sekitar 8,6 juta kasus dimana 1,1 juta orang (13%) diantaranya
adalah pasien TB dengan HIV positif, sekitar 75% dari pasien tersebut berada di
wilayah afrika.(2)
Menurut laporan WHO tahun 2015, Indonesia menempati urutan ke dua jumlah
kasus tuberkulosis setelah India dengan jumlah sebesar 1 juta kasus. Angka kematian
masih sama dengan tahun 2011 sebesar 27 per 100.000 penduduk, tetapi angka
insidennya turun menjadi 185 per 100.000 penduduk ditahun 2012.(3)
Oleh karena itu, pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi utama
pengendalian TB karena dapat memutuskan rantai penularan. Pada awalnya, penerapan
strategi Directly Observed Treatment Short-Course (DOTS) di Indonesia hanya
dilaksanakan di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Seiring berjalannya waktu,
strategi DOTS mulai dikembangkan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) dan
rumah sakit baik pemerintah maupun swasta.(5)
5
Obat tuberkulosis harus diminum oleh penderita secara rutin selama enam
bulan berturut-turut tanpa henti. Kedisiplinan pasien dalam menjalankan pengobatan
juga perlu diawasi oleh anggota keluarga terdekat yang tinggal serumah, yang setiap
saat dapat mengingatkan penderita untuk minum obat. Apabila pengobatan terputus
tidak sampai enam bulan, penderita sewaktu-waktu akan kambuh kembali penyakitnya
dan kuman tuberkulosis menjadi resisten sehingga membutuhkan biaya besar untuk
pengobatannya.(6)
6
BAB II
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Sesak nafas ±6 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas memberat sejak 6 jam SMRS.
Awalnya sesak sudah dirasakan pasien sejak ±1 tahun yang lalu, sesak dirasakan saat
pasien melakukan pekerjaan berat, tetapi sejak beberapa 3 bulan ini sesak dirasakan
pasien walaupun sedang beristirahat dan hilang timbul. Pasien mempunyai riwayat
batuk berdahak sejak ±4 tahun yang lalu yang tidak kunjung sembuh, saat batuk pasien
merasakan sesak, batuk yang dialami juga diikuti dengan rasa nyeri pada dadanya.
Selain itu pasien juga mengeluhkan sering berkeringat pada malam hari atau pada saat
tidur malam, nafsu makan pasien menurun dan mengalami penurunan berat badan.
Pasien juga mengeluhkan terkadang demam yang dirasakan sejak ± 3 bulan, demam
tidak terlalu tinggi, hilang timbul dan tidak menggigil. Batuk darah (-), BAB dan BAK
tidak ada keluhan.
7
Riwayat Penyakit Dahulu:
-
Riwayat Pengobatan:
Pasien sering berobat ke puskesmas dengan keluhan batuk, dan diberikan obat
tetapi pasien lupa nama obat. Pasien belom pernah mengkonsumsi obat yang diberikan
selama 6 bulan (OAT).
8
Icterus : (-)
Oedema : (-)
b. Kepala
Rambut : Hitam, sukar dicabut
Wajah : Simetris, oedema (-), deformitas (-)
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), ikterik (-/-)
sekret (-/-), refleks cahaya (+/+), Pupil isokor bulat 3
mm/3 mm.
Telinga : Serumen (-/-),
Hidung : Sekret (-/-), Napas cuping hidung (-)
Mulut :
- Bibir : Bibir kering (-), mukosa kering (-),sianosis (-)
- Lidah : Tremor (-), hiperemis (-).
- Tonsil : Hiperemis (-/- ) T1 – T1,
c. Leher
- Inspeksi : Simetris, retraksi (-). JVP 5+2 cm H2O
- Palpasi : Pembesaran KGB (-), Kaku kuduk (-)
d. Thoraks
Paru
Inspeksi : Simetris, penggunaan otot bantu nafas bantu nafas (-)
Palpasi :
Depan : fremitus taktil kanan = kiri
Belakang : fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi :
Depan : Sonor (+/+)
Belakang : Sonor (+/+)
Auskultasi
Depan : bronkial (+/+), ronkhi basah halus(+/+), wh(-/-)
Belakang : bronkial (+/+), ronkhi basah halus(+/+),wh(-/-)
9
e. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba 2 jari di ics V linea midclavicula dextra,
thrill (-)
Perkusi : Batas-batas jantung
Atas : ICS II linea parasternalis dextra
Kiri : ICS V linea sternalis sinistra
Kanan : ICS IV linea midclavicula dekstra,
Auskultasi: BJ I/ II reguler (+), bising (-)
f. Abdomen
Inspeksi : Simetris, datar, distensi ( -), vena kolateral (-)
Palpasi : Nyeri Tekan ( - )
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : Ballotement tidak teraba
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), Undulasi (-)
Auskultasi: Bisiung Usus (+) N
g. Tulang Belakang : simetris
Kelenjar Limfe : pembesaran. KGB (-)
h. Ekstremitas : extremitas Superior: palmar eritema (+)
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Pucat - - - -
Sianosis - - - -
Oedema - - - -
10
3.5 Pemeriksaan Laboratorium
A. Darah Rutin (18/01/2019)
Pemeriksaan Nilai Normal
Hemoglobin 12,9 11,0-16,0 gr/dl
Hematokrit 42 35 – 50 %
Eritrosit 5,04 3,5-5,5 x
106/mm3
Leukosit 8,71 4,0-10,0x
103/mm3
Trombosit 283 100-300
x103/mm3
MCV 83,4 80-100
MCH 25,6 27-34
MCHC 307 320-360
LYM 17,8 14-53 %
LED 74 <15
GDS 109 mg/dL
Kesan: LED meningkat
B. Elektrolit
Pemeriksaan 6 Nilai Notrmal
Na 140,11 135-148
K 4,63 3,5-5,3
Cl 93,08 98-110
Ca 1,10 1,19-1,23
Kesan: Normal
BTA Sputum : +
11
Foto Thoraks
Faal Hati
a. SGOT: 28 N: <40
b. SGPT: 13 N: < 41
Faal Ginjal
a. Ureum: 21,0 N: 15-39 mg/dL
b. Kreatinin: 0,9 N: 0,9-1,3 mg/dL
3.6 Diagnosis
TB paru
12
3.8 Tatalaksana
a. Non Farmakologi
Tirah baring
Monitoring : KU, TTV, kesadaran, perkembangan gejala klinis
Edukasi:
- Edukasi mengenai TB paru dan komplikasi
- Edukasi mengenai efek samping dari OAT.
- Edukasi bahwa pengobatan TB harus rutin, dan ajak keluarga menjadi PMO.
b. Farmakologi
- O2 3-4 l/menit
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ranitidin 2x40mg
- Ambroxol tab 3x30mg
- Vit. B complex 3x1
- Asetylsistein 2 x200mg
- Salbutamol 3x2 mg
- OAT lepas Kategori 1
Etambutol 1x500mg
Isoniazid 1x300mg
Rifampisin 1x300mg
Pyrazinamide 1x500mg
3.9 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
14
Pasien Tb kambuh (relaps) adalah penderita Tb paru yang sebelumnya
mendapatkan pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh kemudian datang
lagi kembali berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.(8)
2.2 Etiologi
15
lama pada suhu antara 40C sampai -700C.
Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari, dan sinar ultraviolet.
Papran langsung terhadap sinar ultraviolet, sebagian besar kuman akan mati dalam
waktu beberapa menit.
Dalam dahak pada suhu antara 30 – 370C akan mati dalam waktu lebih kurang 1
minggu.
Kuman dapat bersifat dorman.
Kultur Agar yang biasa digunakan untuk kultur M. tuberculosis dapat berupa
kultur pada atau kultur cair yang berbasis telur seperti Löwenstein–Jensen, BACTEC,
Middlebrook 7H10/ 7H11. Kultur M. Tuberculosis pada medium cair tergolong lebih
cepat.(10)
2.3 Epidemiologi
Berdasarkan data WHO pada tahun 2013 terdapat 9 juta penduduk dunia telah
terinfeksi kuman TB. Pada tahun 2014 terdapat 9,6 juta penduduk dunia terinfeksi
kuman TB, jumlah kasus terbanyak berada pada wilayah afrika (37%), asia tenggara
(28%), dan mediterania timur (17%). WHO menyatakan Indonesia sebagai negara
dengan penderita TB paru terbanyak kedua didunia yaitu sebanyak 10% dari total
global kasus TB paru. Berdasarkan profil kemenkes RI, jumlah penderita TB paru
terdata pada 2012 sebanyak 202.301 jiwa, kemudian pada tahun 2013 terjadi
penurunan jumlah penderita menjadi 196.310 jiwa penduduk Indonesia. Pada tahun
2014 jumlah penderita TB paru di Indonesia terdata 176.677 jiwa. Angka keberhasilan
pengobatan TB paru di Indonesia adalah sebesar 81,3 %, dan angka ini belum mencapai
target yang telah ditetapkan oleh WHO yaitu sebesar 85%.
2.4 Patogenesis
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh
mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB
16
dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman
akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus
berkembangbiak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama
koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN. (8)
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus
primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis)
dan dikelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus
paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe
parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah
kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara focus primer,
kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang
(limfangitis). (8)
17
Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah
terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi baik,
begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti.
Namun,sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas
seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera
dimusnahkan. (8)
18
sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.Adanya penyebaran hematogen inilah
yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. (8)
19
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic
spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara
ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari
gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed).
Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara
histologi merupakan granuloma. (8)
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya
sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak,
yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak
0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal
ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial
(lesisegmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam
waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat
bervariasi,bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya
terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna.
(8)
20
Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa
muda.Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi
TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak
terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi
5-25 tahun setelah infeksi primer. (8)
2.5 Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu
“definisi kasus” yang meliputi empat hal , yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA
negatif;
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati
21
A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk
pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang,persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
22
Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan
ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan
paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien
buruk.
23
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.Dalam kelompok
ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan. (8)
2.6 Diagnosis
24
Batuk : merupakan gejala yang paling dini dan paling sering
dikeluhkan. Batuk timbul oleh karena bronkus sudah terlibat.
Batuk-batuk yang berlangsung ≥ 2 minggu harus dipikirkan
adanya tuberkulosis paru.
Batuk darah : darah yang dikeluarkan dapat berupa garis-garis,
bercak, atau bahkan dalam jumlah banyak. Batuk darah dapat juga
terjadi pada bronkiektasis dan tumor paru.
Sesak napas : dijumpai jika proses penyakit sudah lanjut dan
terdapat kerusakan paru yang cukup luas.
Nyeri dada : timbul apabila parenkim paru subpleura sudah
terlibat.
b. Gejala sistemik :
Demam : merupakan gejala yang paling sering dijumpai, biasanya
timbul pada sore dan malam hari.
Gejala sistemik lain seperti keringat malam, anoreksia, malaise,
berat badan menurun serta nafsu makan menurun.
Pemeriksaan fisik atau jasmani sangat tergantung pada luas lesi dan kelainan
struktural paru yang terinfeksi. Pada permulaan penyakit sulit didapatkan kelainan
pada pemeriksaan jasmani.Suara atau bising napas abnormal dapat berupa suara
bronkial, amforik, ronki basah, suara napas melemah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma dan mediastinum.(7)
B. Pemeriksaan Bakteriologi
Diagnosis yang paling baik adalah dengan cara mengisolasi kuman. Untuk
membedakan spesies mikobakterium satu dari yang lain harus dilihat sifat-sifat
koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media dan perbedaan
kepekaan terhadap OAT. Bahan pemeriksaan bakteriologi dapat berasal dari
sputum, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bronchoalveolar
25
lavage, urine, jaringan biopsi. Pada pemeriksaan bakteriologi yang menggunakan
sputum cara pengambilannya terdiri dari 3 kali yaitu sewaktu (pada saat kunjungan),
pagi (keesokan harinya), sewaktu (pada saat menghantarkan dahak pagi).
Pewarnaan yang umum dipakai adalah pewarnaan Ziehl Nielsen dan Kinyoun
Gabbet.(7)
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, nilai keberhasilan
pengobatan, dan menentukan potensi penularan.Pemeriksaan biakan untuk identifikasi
Mycobacterium tuberculosis(M.tb) bertujuan untuk menegakkan diagnosis pasti TB
pada pasien tertentu (Pasien TB ekstraparu, TB pada anak, pasien TB dengan hasil
pemeriksaan dahak mikroskopik langsung BTA positif).Adapun dapat juga dilakukan
uji kepekaan obat yang dapat menentukan ada tidaknya resistansi M.tb terhadap OAT.
Pemeriksaan uji kepekaan obat harus dilakukan di laboratorium yang disertifikasi atau
lulus uji pemantapan mutu. Untuk penemuan pasien TB dengan resistansi OAT,
Kemenkes RI telah menyediakan tes cepat yaitu GeneXpert ke fasilitas kesehatan
(laboratorium dan RS) di seluruh provinsi. (9)
WHO (2002) merekomendasikan pembacaan dengan skala IUATLD
(International Union Against Tuberculosis and Lung Disease):(7)
a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut negatif.
b. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapangan pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan.
c. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut + (1+).
d. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapangan pandang, disebut ++ (2+).
e. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapangan pandang, disebut +++ (3+).
C. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Pada
foto toraks TB memberikan gambaran yang multiform. Dapat dicurigai sebagai lesi TB
aktif bila ditemukan bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah. Kavitas terutama bila lebih dari satu,
26
bayangan bercak milier ataupun efusi pleura unilateral. Sedangkan lesi yang inaktif
bila adanya fibrosis, kalsifikasi, fibrotoraks atau penebalan pleura. (7)
Gambaran lainnya yang biasa muncul adalah infiltrat lobus dan interstitial serta
limfadenopati.Pada tahap lanjut lesi dapat menjadi kavitas dengan gambaran radiologi
kavitas yang berdinding tipis.
American Thoracic Society membagi luasnya proses TB pada foto toraks
terdiri dari 3 bagian :
a. Lesi Minimal
Bila proses TB mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan luas
tidak melebihi volume paru yang terletak diatas chondrosternal junction
dari iga kedua dan prossesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus
vertebra torakalis V dan tidak dijumpai kavitas.
b. Lesi Sedang
Bila proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat menyebar
dengan densitas sedang, tetapi luas tidak boleh lebih luas dari satu paru,
atau jumlah dari seluruh proses TB tadi memiliki densitas yang lebih padat,
lebih tebal, tetapi tidak boleh melebihi sepertiga dari satu paru dan proses
ini dapat disertai atau tidak disertai kavitas. Bila disertai kavitas, tidak
boleh melebihi 4 cm.
c. Lesi Luas
Kelainan lebih luas dari lesi sedang.
27
2.2 Gambar Alur Diagnosis TB
28
sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai
standar.
2. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda:
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi
respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa
masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi
menetap dalam waktu yang cukup lama.
b. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia.
Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan
pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian
dicelupkan ke dalam serum penderita, dan bila di dalam serum tersebut
terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai yang
sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada
sisir yang dapat dideteksi dengan mudah.
c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi
yang terjadi.
d. ICT Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis)
uji serologik untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji
ICT tuberculosis merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5
antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis,
diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam
bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen
diantaranya digabung dalam 1 garis) dismaping garis kontrol. Serum yang
akan diperiksa sebanyak 30 µl diteteskan ke bantalan warna biru,
kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum
mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan
berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji
29
dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan
minimal satu dari empat garis antigen pada membran.
30
6. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik
untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua sangat
dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan
keadaan nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan
untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan
sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar
limfosit bisa menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderida , yaitu
dalam keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi
laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun
kurang spesifik.
7. Uji tuberculin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di daerah
dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan prevalensi
tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu
diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai
makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu bulan
sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali atau
bula.
2.7 Tatalaksana
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (awal) (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan
obat utama dan tambahan.
A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
1. Prinsip pengobatan1, 8
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
31
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
32
2) TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)
Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila dipertimbangkan untuk
memperpanjang fase lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu yang
ditentukan.(Bila perlu dapat dirujuk ke ahli paru). Bila ada fasilitas biakan dan uji
resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi
33
2) Pasien menghentikan pengobatannya 2 bulan:
o Berobat 4 bulan, BTA saat ini negatif , klinik dan radiologik tidak aktif /
perbaikan, pengobatan OATSTOP. Bila gambaran radiologik aktif,lakukan
analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan
mempertimbangkan juga kemungkinanpenyakit paru lain. Bila terbukti
TBmaka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat
dan jangka waktu pengobatan yanglebih lama. Jika telah diobati
dengankategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal.
o Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang lebih kuatdan jangka waktu pengobatan yanglebih
lama. Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori II
diulang dari awal.
o Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik dan
radiologik positif: pengobatan dimulaidari awal dengan paduan obat
yangsama
Jika memungkinkan sebaiknya diperiksa uji kepekaan (kultur resistensi) terhadap
OAT.
34
Paket Kombipak. (9)
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid
dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan
program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping
OAT KDT.
3. Jenis Pengobatan(9)
35
Tabel 1. Jenis dan Dosis OAT
Dosis (mg) / BB (kg)
Obat Dosis Dosis yang dianjurkan Dosis
(mg/kgBB/Hari) Harian Intermitten Maksimum
(mg/kgBB/Hari) (mg/kgBB/Hari) < 40 40-60 > 60
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 150 300 450
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
S 15-18 15 15 1000 Sesuai BB 750 1000
36
Catatan:
a. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin
adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
b. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
c. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
37
Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari
RHZE (150/75/400/275)
30-37 kg 2 tablet 4KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis
yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk
dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi
dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk kerumah sakit /
dokter spesialis paru / fasilitas yang mampu menanganinya.
38
Tabel 9. Efek Samping Mayor OAT dan Penatalaksanaannya
Efek samping Kemungkinan Penyebab Tatalaksana
Mayor Hentikan pengobatan
Gatal dan kemerahan pada Semua jenis OAT Beri antihistamin dan
kulit dievaluasi ketat
Tuli Streptomisin Streptomisisn dihentikan,
ganti etambutol
Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisisn dihentikan,
(vertigo dan nistagmus) ganti etambutol
Ikterik/Hepatitis Imbas Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT
Obat (penyebab lain sampai ikterik
disingkirkan) menghilang dan boleh
diberikan hepatoprotektor
Muntah dan bingung Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT dan
(suspect drug-induced lakukan uji fungsi hati
pre-icteric hepatitis)
Gangguan penglihtatan Etambutol Hentikan Etambutol
Kelainan sistemik, Rifampisin Hentikan Rifampisin
termasuk syok dan
purpura
2.8 Komplikasi
Pada pasien tuberculosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum
pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.
Beberapa komplikasi yang mungkin timbul adalah: batuk darah, pneumothorak, gagal
nafas, gagal jantung, efusi pleura.
2.9 Prognosis
Beberapa faktor yang harus diperhatikan yang sangat mempengaruhi
keberhasilan pengobatan, seperti lamanya waktu pengobatan, kepatuhan serta
keteraturan penderita untuk berobat, daya tahan tubuh, juga faktor sosial ekonomi
39
penderita yang tidak kalah pentingnya.Pengobatan yang terputus ataupun tidak sesuai
dengan standar DOTS juga dapat berakibat pada munculnya kasus kekebalan multi
terhadap obat anti TB yang memunculkan jenis kuman TB yang lebih kuat, yang
dikenal dengan Multi Drug Resistant (MDR-TB).Pengobatan MDR-TB membutuhkan
biaya yang lebih mahal dan waktu yang lebih lama dengan keberhasilan pengobatan
yang belum pasti.
40
BAB IV
ANALISA KASUS
Batuk merupakan reaksi tubuh terhadap iritasi saluran pernapasan oleh benda-
benda asing, misalnya infeksi mikroorganisme dan cara tubuh untuk mengeluarkan
benda- benda asing tersebut. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat, ia
akan menempel didalam saluran napas dan parenkim paru. Partikel dapat masuk
kedalam alveolar bila ukuran partikel <5 mikrometer.(11) Respon batuk terjadi karena
perjalanan setelah bakteri TB mencapai alveoli dan terjadi reaksi antigen antibody,
maka reaksi radang akan muncul, kemudian terjadi pengeluaran secret atau mucus dari
jalan napas. Akumulasi secret di jalan napas membuat bersihan jalan napas tidak efektif
dan mengakibatkan respon batuk-batuk.
41
Sesak napas terjadi karena kurangnya suplai oksigen akibat kuman Tb yang
sudah tersebar diseluruh parenkim paru dan terbentunya infiltrat.
Pasien juga mengeluhkan demam yang dirasakan sejak ± 3 bulan yang lalu,
demam tidak terlalu tinggi, hilang timbul dan tidak menggigil. Hal ini terjadi karena
respon imun merangsang interleukin-1 sebagai pemicu zat endogen pirogen dan
merangsang prostaglandin untuk meningkatkan suhu tubuh sehingga dapat melawan
kuman Tb agar tidak berkembang menjadi lebih banyak. Aktifnya termoregulator
mengakibatkan peningkatan metabolisme tubuh sehingga memecah cadangan
makanan dan mengakibatkan pengeluaran keringat yang berlebihan lalu kebutuhan
nutrisi sel meningkat dan membuat nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan berat
badan menurun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status internus dalam batas normal kecuali
pada auskultasi paru didapatkan suara ronkhi basah halus di paru kanan dan kiri. Pada
pemeriksaan fisik pasien dengan tuberkulosis paru ,kelainan yang didapat tergantung
luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya
tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak
didaerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior, serta daerah apex
lobus inferior. (7)
Untuk pemeriksaan BTA dan geneXpert didapatan hasil positif 1 dan MTB
detected, serta pada foto thoraks didapatkan hasil dengan kesimpulan TB paru
dikarnakan terdapat kavitas dan infiltrasi terutama pada apeks paru. Diagnosis TB paru
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis (gejala klinis dan pemeriksaan fisik),
pemeriksaan bakteriologik, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya. (7)
Tatalaksana pada pasien ini berupa pemberian oksigen nasal kanul 3-4L untuk
membantu menyediakan asupan oksigen bagi pasien dan terdapat beberapa obat yang
diberikan yaitu berupa ambroxol yang merupakan golongan mukolitik dan
acetylcysteine yang merupakan ekspektoran, kedua obat ini berfungsi untuk
mengencerkan dahak. Kemudian untuk mengendalikan sesak nafas pasien diberikan
juga obat salbutamol yang merupakan bronkodilator golongan beta2-agonist. Pasien
42
juga diberikan OAT yang merupakan OAT lepas kategori 1 berupa etambutol,
isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid yang dalam teori disebutkan untuk pasien TB
paru baru diberikan obat kategori 1.
43
BAB V
KESIMPULAN
44
DAFTAR PUSTAKA
2. Pola Resistensi Primer pada Penderita TB Paru Kategori I di RSUPH. Adam Malik,
Medan. Sihombing, Hendra, Hilaluddin Sembiring, Zainuddin Amir, dan Bintang Y.M.
Sinaga. Medan : Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara,, Juli 2012, J Respir Indo, Vol. 32, p. 1. 3.
6. Faktor Risiko Multidrug Resistent Tuberculosis (MDR-TB). SR, Dwi Sarwani, Sri
Nurlaela dan Isnani Zahrotul A. 1, Semarang : Jurnal Kesehatan Masyarakat, Juli 2012,
Vol. 8, pp. 60-66. ISSN 1858-1196.
10. Panduan Tatalaksana TB sesuai ISTC dengan strategi DOTS untuk Dokter Praktik
Swasta (DPS). Indonesia, Departemen Kesehatan. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
dan Ikatan Dokter Indonesia, 2011.
45