Anda di halaman 1dari 33

RESPONSI

GLAUKOMA, KATARAK, DAN PRESBIOPIA

Oleh :
Aulia Akbar 201720401011139

Pembimbing
dr. Ululil Chusaida W., Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


RSU HAJI SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN
RESPONSI
GLAUKOMA, KATARAK, DAN
PRESBIOPIA

Responsi dengan judul “Glaukoma, Katarak, dan Presbiopia” telah diperiksa

dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi

kepaniteraan Dokter Muda di bagian Ilmu Penyakit Mata.

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Ululil Chusaida W., Sp.M

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan berkat dan rahmatnya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan responsi di Bagian Ilmu
Penyakit Mata dengan judul “Glaukoma, Katarak, dan Presbiopia”.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak, rekan sejawat, dan terutama dr. Ululil Chusaida W., Sp.M selaku dokter
pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi
saran, dan petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan responsi
ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa responsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis mengharapkan
kritik dan saran demi memperbaiki kekurangan atau kekeliruan dalam responsi.
Semoga responsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, Mei 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
COVER .......................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
BAB I TINJAUAN KASUS ......................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 1
2.1. Anatomi dan Fisiologi Bilik Mata ....................................... 7
2.2 Glaukoma .............................................................................. 9
2.3 Katarak .................................................................................. 14
2.4 Presbiopia .............................................................................. 21
BAB III PEMBAHASAN ........................................................................... 24
3.1 Penulisan Resep .................................................................... 27
3.2 Resep Kacamata ................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

TINJAUAN KASUS

1.1. Identitas Pasien


Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 65 tahun
Alamat : Surabaya
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 08 Mei 2018
No. RM : 780983

1.2. Anamnesis
a. Keluhan Utama:
Kontrol glaukoma dan kedua mata kabur
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Mata merah (-), pasien datang ke poliklinik mata RSU Haji Surabaya
dengan keluhan kontrol glaukoma dan kedua mata kabur sejak 2 tahun
yang lalu. Kedua mata terasa kabur secara perlahan. Pasien merasakan
semakin lama semakin kabur. Pandangan kabur seperti tertutup kabut.
Pasien juga mengeluh silau saat melihat cahaya terang. Sering nabrak-
nabrak ketika berjalan disangkal. Penglihatan double pada pasien
disangkal. Mata terasa mengganjal (-), ngeres/berpasir (-), panas (-).
Pasien sering menggunakan obat tetes timolol, dan xalatan pada kedua
mata serta obat catarlent dan cendolyteers pada mata kanan saja.
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
DM (-)
Hipertensi (-)
Riwayat Glaukoma sejak 22 tahun
Riwayat operasi mata (+) operasi glaukoma mata kiri 21 tahun lalu

1
Riwayat penggunaan kacamata (+) (OD : plano, OS : plano, ADD :
+3.00)
d. Riwayat Penyakit Keluarga:
Katarak (-)
Glaukoma (-)
Hipertensi (-)
DM (-)
Riwayat penggunaan kacamata pada keluarga pasien (-)
e. Riwayat Sosial: -

1.3. Pemeriksaan Mata


1.3.1 Tajam Penglihatan

VOD : 0,8F ph tetap


VOS : 1/300 PI jelek
ADD : + 3.00
PD : 64/62
1.3.2 Tekanan Intra Okuler
TOD : 14,6 mmHg (Tx)
TOS : 14,6 mmHg (Tx)
1.3.3 Pergerakan Bola Mata
OD OS

Baik segala arah Sulit dievaluasi

2
1.3.4 Segmen Anterior

OD OS

Keruh

OD Keterangan OS
Edema (-), Hiperemi (-), Palpebra Edema (-), Hiperemi (-),
Rima okuli normal Rima okuli normal
Hiperemi (-), Edema (-) Konjungtiva Hiperemi (-), Edema (-)
Jernih Kornea Jernih
Jernih, Dangkal Bilik Mata Depan Jernih, Dangkal
Reguler, Warna Coklat Iris Reguler, Warna Coklat
Bulat, Pupil Tidak bulat,
Diameter 3 mm, Diameter 3 mm,
Reflex Cahaya (+) Reflex Cahaya (+)
Keruh, Iris Shadow (+) Lensa Agak keruh, Iris Shadow
(+)

1.3.5 Segmen Posterior


OD Keterangan OS
+ Fundus reflex +
Batas tegas, CD Ratio 0,3 Papil N. II Batas tegas, CD Ratio 0,5

Perdarahan (-), eksudat (-) Retina Perdarahan (-), eksudat (-)


A/V 2/3 Vaskuler A/V 2/3
Reflek fovea (+) Makula Reflek fovea (+)

Jernih Vitreous Jernih

3
1.3.6 Pemeriksaan Lainnya :
AR :
OD : S +1.00 C -1.00 A 87
OS : Error

1.4. Daftar Masalah


- Kedua mata kabur 2 tahun yang lalu, terasa kabur perlahan semakin
lama semakin kabur. Pandangan kabur seperti tertutup kabut.
- Pasien juga mengeluh kedua mata silau
- Riwayat Glaukoma sejak 22 tahun
- Riwayat Kacamata :

OD : Plano
OS : Plano
ADD : + 3.00
- Visus :

VOD : 0,8F ph tetap


VOS : 1/300 PI jelek
ADD : + 3.00
PD : 64/62
- Segmen anterior
ODS : Bilik mata depan kiri dangkal, tampak keruh pada lensa kanan
dan agak keruh pada lensa kiri dan iris shadow (+)
- Segmen posterior
OD : fundus reflek (+)
OS : fundus reflek (+), CD Ratio 0,5

1.5. Diagnosis
ODS suspek Glaukoma Kronis suspek Glaukoma Primer Sudut Tertutup
(PACG)
ODS Katarak Imatur
ODS Presbiopia

4
1.6. Planning
1.6.1. Diagnosis
- Humprey
- Gonioskopi
1.6.2. Terapi
- Timolol eye drop 2 x 1 tetes ODS
- Xalatan eye drop 1 x 1 tetes ODS
- Catarlent eye drops 3 x 1 tetes OD
- Cendolyteers eye drop 4 x 1 tetes OD
1.6.3. Monitoring
- Keluhan pasien
- Visus
- TIO
- Segmen anterior
- Segmen posterior
1.6.4. Edukasi
- Menjelaskan kepada pasien bahwa pasien menderita penyakit
glaukoma pada mata kiri dan katarak pada kedua.
- Menjelaskan kepada pasien tentang obat yang diberikan, yaitu timolol
dan xalatan untuk menurunkan tekanan pada bola mata, catarlent
hanya untuk menghambat progresivitas kataraknya.
- Memberitahukan kepada pasien agar menggunakan obat tersebut
secara teratur.
- Menginformasikan agar pasien rutin kontrol apabila obat habis
ataupun jika ada keluhan untuk memantau tekanan bola mata dan
progresivitas dari kekeruhan lensa.
- Memberi informasi kepada pasien bahwa katarak tidak bisa
disembuhkan dengan obat, obat yang diberikan hanya bersifat
menghambat progresivitasnya saja dan suatu saat harus dioperasi.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa terapi pada katarak adalah dengan
pembedahan yang dilakukan apabila katarak sudah mengganggu
penglihatan dalam melakukan kegiatan sehari – hari.

5
- Menjelaskan kepada pasien tentang komplikasi yang mungkin terjadi.
- Menjelaskan kepada pasien untuk sering mengistirahatkan mata dan
sering kontrol tekanan darah agar tidak menyebabkan efek negatif
pada mata.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Bilik Mata


2.1.1 Anatomi
Sudut bilik mata depan terletak antara kornea perifer dan pangkal iris.
Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis Schwalbe, anyaman trabekula
(yang terletak diatas kanal Schlemm), dan taji sklera (sclera spur). Garis Schwalbe
menandai berakhirnya endotel kornea. Anyaman trabekula berbentuk segitiga
pada potongan melintang, dengan dasar yang mengarah ke corpus cilliare.
Anyaman ini tersusun atas lembar-lembar berlubang jaringan kolagen dan elastik,
yang membentuk suatu filter dengan pori yang semakin mengecil ketika
mendekati kanal Schlemm. Bagian dalam anyaman ini, yang menghadap ke bilik
mata depan, dikenal sebagai anyaman uvea. bagian luar yang berada di dekat
kanal Schlemm, disebut anyaman korneoskleral. Serat-serat longitudinal otot
siliaris menyisip ke dalam anyaman trabekula tersebut. Taji sklera merupakan
penonjolan sklera ke arah dalam di antara corpus ciliaris menempel. Saluran-
saluran eferen dari kanal Schlemm (sekitar 300 saluran pengumpul dan 12 vena
aqueous) berhubungan dengan sistem vena episklera (Vaughan, 2010).

Gambar 2.1 Sudut Bilik Mata Depan

7
2.1.2 Fisiologi Humor Aqueous
Tekanan intraocular ditentukan oleh kecepatan pembentukan aqueous
humor dan tahanan terhadap aliran keluar dari mata (Vaughan, 2010) :
 Komposisi Aqueous Humor
Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata
depan dan belakang. Volumenya adalah sekitar 250 μL, dan kecepatan
pembentukannya, yang memiliki variasi diurnal, adalah 2,5 μL/mnt.
Tekanan osmoriknya sedikit lebih tinggi dibandingkan plasma, kecuali
bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang
lebih tinggi; protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.
 Pembentukan aqueous humor
Aqueous humor diproduksi oleh corpus ciliare. Ultrafiltrat palsam yang
dihasilakan di stroma processus ciliares dimodifikasi oleh fungsi sawar
dan prosesus sekretorius epitel siliaris.
 Aliran aqueous humor
Aqueous humor diproduksi oleh corpus ciliare. Setelah itu masuk ke
bilik mata depan melalui pupil kemudian masuk ke trabekular
meshwork sekitar 90% dan 10% melalui jaringan uveoskleral.
 Aliran keluar aqueous humor
Anyaman trabekular terdiri atas berkas-berkas jaringan kolagen dan
elastik yang dibungkus oleh sel-sel trabekular, membentuk suatu
saringan dengan ukuran pori-pori yang semakin mengecil sewaktu
mendekati kanal Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya
dalam anyaman trabekular memperbesar ukuran pori-pori di anyaman
tersebut sehingga kecepatan drainase aqueous humor juga meningkat.
Aliran aqueous humor ke dalam kanal Schlemm bergantung pada
pembentukan saluran-saluran transelular siklik di lapisan endotel.
Saluran eferen dari kanal Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan
12 vena aqueous) menyalurkan cairan ke dalam sistem vena. Sejumlah
kecil aqueous humor keluar dari mata anatara berkas otot siliaris ke
ruang suprakoroid dan ke dalam sistem vena corpus ciliare, koroid, dan
sklera (aliran uveoskleral). Tahanan utama aliran keluar aqueous humor

8
dari bilik mata depan adalah jaringan jukstakanalikular yang berbatasan
dengan lapisan endotel kanal Schlemm, dan bukan sistem vena. Namun,
tekanan di jaringan vena episklera menentukan nilai minimum tekanan
intraokluar yang dapat dicapai oleh terapi medis.

Gambar 2.2 Aliran Aqueous Humor

2.2 Glaukoma
2.2.1 Definisi
Glaukoma merupakan suatu neuropati optik yang ditandai dengan adanya
pencekungan dari diskus optikus dan penyempitan lapang pandang, yang biasanya
disertai dengan peningkatan tekanan intraokular (TIO). Tekanan bola mata yang
normal dinyatakan dengan tekanan air raksa yaitu antara 15-20 mmHg. Tekanan
bola mata yang tinggi juga akan mengakibatkan kerusakan saraf penglihat yang
terletak di dalam bola mata. Pada keadaan tekanan bola mata tidak normal atau
tinggi maka akan terjadi gangguan lapang pandangan. Kerusakan saraf
penglihatan akan mengakibatkan kebutaan (Yoga, 2016).

9
2.2.2 Epidemiologi
Glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan di dunia dengan estimasi
sekitar 8% dari 39 juta orang buta di dunia. Menurut World Health Organization
(WHO), diperkirakan jumlah kasus kebutaan akibat glaukoma adalah 4,5 juta,
atau sekitar 12% dari seluruh kebutaan. Quigley dan Broman, mengestimasi pada
tahun 2010 sekitar 60,5 juta orang menderita glaukoma sudut terbuka dan
glaukoma sudut tertutup serta 8,4 juta mengalami kebutaan. Pada tahun 2013,
jumlah penderita glaukoma (usia 40-80 tahun) mencapai 64,3%. Diperkirakan
terdapat sekitar 79,6 juta penderita pada tahun 2020. Jumlah ini akan mencapai
111,8 juta penderita pada tahun 2040 (Tham, 2014).
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi kebutaan
berdasarkan pengukuran visus <3/60 di Indonesia adalah 0,9%. Sedangkan,
responden yang pernah didiagnosis glaukoma oleh tenaga kesehatan (4,6%),
tertinggi di Provinsi DKI Jakarta (18,5%), berturut-turut diikuti Provinsi Nangroe
Aceh Darussalam (12,8%), Kepulaun Riau (12,6%), Sulawesi Tengah (12,1%),
Sumatera Barat (11,4%) dan terendah di Provinsi Riau (0,4%) (Kemenkes, 2013).
2.2.3 Klasifikasi
Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi menurut Voughan terdapat
beberapa macam diantaranya, glaukoma primer, glaukoma sekunder dan
glaukoma kongenital, glaukoma absolut :
1. Glaukoma Primer
a. Glaukoma Primer Sudut Terbuka (POAG)
b. Glaukoma Primer Sudut Tertutup (PACG) ; Akut, Kronik
2. Glaukoma Sekunder
3. Glaukoma Kongenital
4. Glaukoma Absolut
Glaukoma sekunder adalah peningkatan tekanan intraokular yang terjadi
sebagai suatu manifestasi dari penyakit mata lain. Glaukoma sekunder adalah
glaukoma yang disebabkan oleh penyakit mata lain atau faktor-faktor seperti
inflamasi, truma, perdarahan, tumor, obat-obatan, dan pengaruh fisik atau kimia.
Glaukoma sekunder sering terjadi uni lateral atau asimetris dan berhubungan

10
dengan kelainan mata atau kelainan sistemik yang menyebabkan penurunan
pengeluaran humor aquos (Vaughan, 2013).
2.2.4 Glaukoma Primer Sudut Tertutup
Glaukoma primer sudut tertutup (Primary Angle Closure Glaucoma =
PACG) merupakan bentuk glaukoma yang timbul pada mata yang mempunyai
predisposisi yaitu mata dengan segmen anterior yang kecil dan sumbu aksial yang
pendek (sering pada hipermetropia). Dengan meningkatnya usia, lensa membesar
dan kontak iridolentikular meningkat sehingga terjadi resistensi terhadap
masuknya humor akuos ke dalam bilik mata depan (BMD) atau terjadi blok pupil
relatif, kadang-kadang sebagai respon terhadap dilatasi pupil (pupil midriasis).
Secara klinis PACG dapat diklasifikasikan menjadi sudut tertutup akut atau kronis
(Chusaida, 2013).
Tekanan intra okular normal rata-rata 15 mmHg pada orang dewasa lebih
tinggi secara signifikan daripada tekanan rata-rata jaringan pada hamper setiap
organ lain di dalam tubuh. Tekanan tinggi ini penting untuk pencitraan optikal dan
membantu untuk memastikan (Kanski, 2011):
1. Keteraturan kurvatura dari permukaan kornea
2. Ketetapan jarak antara kornea, lensa, dan retina
3. Ketetapan kesejajaran dari fotoreseptor dari retina dan epitel
berpigmen pada membran Bruch, yang dalam keadaan normal
bertautan dan rata.

Gambar 2.3 Glaukoma Sudut Tertutup

11
Humor aqueous dibentuk oleh prosesus siliaris dan disekresi ke dalam bilik
posterior. Kecepatannya rata-rata 2-6 µL/menit dan volume total HA pada bilik
anterior dan posterior rata-rata 0,2-0,4 mL, sekitar 1-2% HA diganti setiap menit.
Humor aqueous melewati pupil ke bilik anterior. Selama permukaan posterior iris
cenderung ke arah permukaan anterior lensa, HA tidak dapat melawan resistensi
pupil (resistensi fisiologis pertama) sampai tekanannya cukup adekuat untuk
mengngkat iris dari permukaan lensa (Kanski, 2011).
Peningkatan resistensi dari aliran keluar pupil (pupillary block)
mangakibatkan peningkatan tekanan pada bilik posterior; iris menggembung ke
arah anterior pada pangkalnya dan menekan trabekular meshwork. Hal ini
merupakan pathogenesis dari glaukoma sudut tertutup primer. Patogenesis
glaukoma sudut tertutup sekunder sama seperti glaukoma sudut tertutup primer.
Peningkatan tekanan intraokular disebabkan oleh obstruksi dari trabekular
meshwork. Namun, konfigurasi primer dari bilik anterior bukan marupakan faktor
yang harus ada (Chusaida, 2013).
2.2.4.1 Glaukoma Primer Sudut Tertutup Akut
Sudut tertutup akut terjadi jika TIO meningkat secara cepat sebagai hasil
adanya blok iris yang relatif tiba-tiba terhadap trabecularmeshwork. Keadaan ini
menimbulkan gejala nyeri di mata, sakit kepala, mata kabur, melihat warna
pelangi di sekitar sumber cahaya (halo), mual dan muntah. Sedangkan gejala
klinis yang timbul yaitu (Vaughan, 2013):
1. TIO yang tinggi
2. Iris bomban
3. Pupil mid dilatasi
4. Odem kornea
5. Hiperemia limbal dan konjungtiva
6. BMD yang dangkal
7. Flare dan cell yang ringan
Selama serangan akut, TIO yang tinggi mungkin cukup untuk menyebabkan
kerusakan papil saraf optik. Peripheral Anterior Synechia (PAS) dapat cepat
terjadi dan TIO yang tinggi menyebabkan ishikemia pada iris (atrofi iris) serta
glaukomflecken (kekeruhan anterior lensa subkapler). Diagnosis pasti tergantung

12
hasil pemeriksaan gonioskopi, setelah odem kornea berkurang dengan obat-obatan
antiglaukoma (Chusaida, 2013).
Penatalaksanaan (PDT, 2006)
a. Segera menurunkan TIO dengan :
 Hiperosmotik ; glycerin 1,5 gr/ kg BB, 50% larutan dapat dicampur
dengan sari jeruk. Bila sangat mual dapat diganti dengan manitol 1-1,5
gr/ kg BB, 20% larutan intravena (dalam infus 3-5 cc/menit = 60 – 100
tetes/ menit). Hati-hati pada orang tua, penderita penyakit jantung,
ginjal, dan hati.
 Acetazolamid 500 mg intavena (bila TIO sangat tinggi) atau
acetazolamid 500 mg oral dilanjutkan 250 mg, 4x sehari. Hati-hati pada
penderita batu ginjal, obstruksi paru menahun dan gangguan fungsi hati.
 Timolol 0,5% tetes mata, 2x sehari.
b. Menekan reaksi radang dengan steroid topikal, yaitu Prednisolon 1% tetes
mata atau Dexamethason 0,1% tetes mata, 4x sehari.
c. Penderita dalam posisi “supine” untuk memudahkan lensa bergerak ke
posterior mengikuti dehidrasi vitreus akibat hiperosmotik agar sudut
terbuka.
d. Bila TIO sudah mulai turun, beri Pilocarpin 2% tetes mata, 4x sehari. Bila
TIO tetap tinggi, jangan diberi Pilocarpine, tetapi harus dievaluasi ulang
kemungkinan faktor lensa.
e. Beri obat-obat simptomatik bila perlu.
f. Bila kondisi sudah tenang (setelah 24 jam) dilakukan bedah iridektomi
atau laser iridotomi (Laser Peripheral Iridotomy =LPI)
g. Untuk mata sebelahnya (fellow eye), diberi Pilocarpine 1-2% tetes mata 4x
sehari sampai iridektomi (LPI) preventif dilakukan.
2.2.4.2 Glaukoma Primer Sudut Tertutup Kronis
Glaukoma sudut tertutup ini merupakan jenis glaukoma primer yang
ditandai dengan tertutupnya trabekulum oleh iris perifer secara perlahan. Bentuk
ini berkembang pada mereka yang memiliki faktor predisposisi anatomi berupa
sudut bilik mata depan yang sempit. Glaukoma ini juga dapat berkembang dari
bentuk intermitten, sub akut atau merambat (creeping angle) maupun glaukoma

13
sudut tertutup akut primer yang tidak mendapat pengobatan sempurna serta
setelah terapi iridektomi atau trabekulektomi (glaukoma residual). Gambaran
klinis glaukoma sudut tertutup kronis adalah asimptomatis mirip glaukoma sudut
terbuka primer (Chusaida, 2013).
Pada glaukoma kronis sudut tertutup, adanya PAS yang permanen
ditentukan dengan dynamic gonioscopy. Pemeriksaan gonioskopi dalam hal ini
adalah penting untuk membedakan dengan glaukoma kronis sudut terbuka
(Chusaida, 2013).
Penatalaksanaan (PDT, 2006)
a) Tindakan bedah iridektomoni atau LPI bila PAS tidak luas pada kedua
mata. Tindakan ini bertujuan untuk membuka sudut yang aposisi dan
mencegah PAS bertambah luas.
b) Terapi medikamentosa digunakan untuk menurunkan TIO.
c) Tindakan bedah trabekulektomi dilakukan bila dengan iridektomi perifer
dan obat-obatan, TIO masih diatas 21 mmHg (sudut yang tertutup 75%)
yang menandakan bahwa fungsi trabecularmeshwork sudah terganggu.
d) Dilakukan tindakan bedah kombinasi, trabekulektomi dan katarak bila ada
indikasi keduanya.
2.2.5 Glaukoma Absolut
Glaukoma Absolut yakni glaukoma dengan visus presepsi cahaya negatif.
Dapat terjadi pada semua jenis glaukoma baik primer, sekunder, kongenital, sudut
mata terbuka atau tertutup. Glaukoma absolut terjadi akibat kerusakan papil
nervus II tahap lanjut, kerusakan lapisan serat saraf retina serta gangguan
vaskularisasi pada serat-serat saraf tersebut (Ilyas, 2011).

2.3 Katarak
2.3.1 Definisi
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang menyebabkan gangguan
penglihatan. Katarak ditandai dengan adanya lensa mata yang berangsur-angsur
menjadi buram yang pada akhirnya dapat menyebabkan kebutaan total. Penyakit
katarak terutama disebabkan oleh proses degenerasi yang berkaitan dengan usia.
Katarak kini masih menjadi penyakit paling dominan pada mata dan merupakan

14
penyebab utama dari kebutaan di seluruh dunia. Paling sedikit 50% dari semua
kebutaan disebabkan oleh katarak, dan 90% diantaranya terdapat di negara
berkembang tidak terkecuali di Indonesia (Vaughan, 2013).
2.3.2 Epidemiologi
Menurut WHO katarak adalah penyebab utama kebutaan dan gangguan
penglihatan di seluruh dunia. Pada tahun 2002, WHO memperkirakan katarak
adalah penyebab kebutaan yang dapat dipulihkan (reversible blindness) pada lebih
dari 17 juta penduduk dunia (47,8%) dari 37 juta penderita kebutaan di seluruh
dunia, dan diperkirakan akan mencapai 40 juta penderita pada tahun 2020
(Budiono, 2013).
Katarak merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia seiring
dengan adanya transisi epidemiologi dari penyakit menular ke penyakit tidak
menular. Menurut data Survei Kesehatan Rumah Tangga - Survei Kesehatan
Nasional (SKRT - SURKESNAS), prevalensi katarak di Indonesia sebesar 4,99%.
Berdasarkan data pada tahun 2008, terdapat 5658 kasus katarak yang terdiri dari
3775 kasus rawat jalan dan 1883 kasus rawat inap di RS Mata Yogyakarta
(Mawati, 2009).
Di Indonesia, survey kesehatan indra penglihatan dan pendengaran tahun
1993-1996, menunjukkan angka kebutaan 1,5%. Selain itu masyarakat Indonesia
memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan
penderita di daerah subtropis. Dibandingkan dengan angka kebutaan negara-
negara di Regional Asia Tenggara, angka kebutaan di Indonesia adalah yang
tertinggi (Bangladesh 1%, India 0,7%, Thailand 0,3%). Insiden katarak 0,1% (210
ribu orang) per tahun, sedangkan yang dioperasi baru lebih kurang 80.000 per
tahun (Budiono, 2013).
2.3.3 Etiologi
Penyebab terjadinya katarak yaitu :.
1. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, lensa akan mengalami pertambahan
berat dan ketebalan dan mengalami penurunan daya akomodasi. Setiap
pembentukan lapisan baru dari serat kortikal secara konsentris, nukleus lensa akan
mengalami kompresi dan pengerasan (Budiono, 2013).

15
2. Merokok
Merokok dapat menyebabkan akumulasi kadmium di lensa. Kadmium
dapat berkompetisi dengan cuprum dan mengganggu homeostasis kuprum.
Cuprum penting untuk aktivitas fisiologis superoksida dismutase di lensa.
Sehingga hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif pada lensa dan
menimbulkan katarak (Tana, 2007).
3. Trauma dan penyakit sistemik
Trauma akan mengganggu struktur lensa mata baik secara makroskopis
maupun mikroskopis. Hal ini diduga menyebabkan adanya perubahan struktur
lensa dan gangguan keseimbangan metabolisme lensa sehingga terbentuk
katarak.2 Penyakit sistemik seperti diabetes dapat menyebabkan perubahan
metabolisme lensa. Tingginya kadar gula darah menyebabkan tingginya kadar
sorbitol lensa. Sorbitol ini menyebabkan peningkatan tekanan osmotik lensa
sehingga lensa menjadi sangat terhidrasi dan timbul katarak (Budiono, 2013).
2.3.4 Klasifikasi Berdasarkan Penyebab
Klasifikasi katarak berdasarkan penyebab, adalah (Budiono, 2013) :
1. Katarak kongenital, yaitu katarak yang timbul sejak dalam kandungan atau
timbul setelah dilahirkan, umumnya disebabkan karena adanya infeksi dan
kelainan metabolisme pada saat pembentukan janin. Katarak kongenital yang
sering timbul karena infeksi saat ibu mengandung, terutama pada kehamilan 3
bulan pertama.
2. Katarak senilis (ketuaan), yaitu katarak yang timbul setelah umur 40 tahun,
proses pasti belum diketahui, diduga karena ketuaan.
3. Katarak traumatika, yaitu katarak yang dapat menyerang semua umur,
biasanya karena pasca trauma baik tajam maupun tumpul pada mata terutama
mengenai lensa.
4. Katarak komplikata, yaitu katarak yang terjadi akibat kelainan sistemik yang
akan mengenai kedua mata seperti diabetes melitus atau kelainan lokal yang
akan mengenai satu mata seperti uveitis dan glaukoma.
2.3.5 Klasifikasi Berdasarkan Morfologi (Gemala, 2013)
1. Katarak Subkapsular

16
a. Katarak subkapsular anterior terletak dibawah kapsul lensa dan
berhubungan dengan metaplasia fibrous dari epitel lensa
b. Katarak subkapsular posterior terletak didepan kapsul posterior, karena
lokasinya pada nodul point mata, opasitas subkapsular posterior lebih
mempengaruhi penglihatan dibandingkan katarak kortikal atau
nuklear. Penglihatan dekat lebih jelek daripada penglihatan jauh
2. Katarak nuklear
Katarak nuklear cenderung berkembang lambat. Meskipun biasanya
bilateral, namun mereka asimetris. Umumnya lebih berpengaruh pada
penglihatan jauh daripada penglihatan dekat. Pada tahap awal, pengerasan
progresif dari nukleus lensa sering menyebabkan peningkatan indeks
refraktif lensa dan kemudian terjadi myopic shift refraksi.
3. Katarak kortikal
Melibatkan korteks anterior, posterior dan equatorial. Gejala katarak
kortikal yang paling sering adalah silau, dapat dijumpai monokuler
diplopia. Tanda awal katarak ini adalah denga pemeriksaan slit lamp
tampak sebagai vakuola dan celah air pada korteks anterior dan posterior.
2.3.6 Klasifikasi Katarak Senilis
Menurut tebal tipisnya kekeruhan lensa, katarak senilis dibagi menurut 4
stadium, antara lain (PDT, 2006):
1. Katarak insipien
Kekeruhan lensa tampak terutama di bagian perifer korteks berupa garis-
garis yang melebar dan semakin ke sentral menyerupai ruji sebuah roda.
Biasanya pada stadium ini tidak menimbulkan gangguan tajam penglihatan
dan masih bisa dikoreksi mencapai 6/6.
2. Katarak imatur
Kekeruhan terutama di bagian posterior nucleus dan belum mengenai
seluruh lapisan lensa. Terjadi pencembungan lensa karena lensa menyerap
cairan, akan mendorong iris ke depan yang menyebabkan bilik mata depan
menjadi dangkal dan bisa menimbulkan glaukoma sekunder. Lensa yang
menjadi lebih cembung akan meningkatkan daya bias, sehingga terjadi
proses miopisasi.

17
3. Katarak matur
Kekeruhan sudah mengenai seluruh lensa, warna menjadi putih keabu-
abuan. Tajam penglihatan menurun tinggal melihat gerakan tangan atau
persepsi cahaya.
4. Katarak hipermatur
Apabila stadium matur dibiarkan akan terjadi pencairan korteks dan
nucleus tenggelam ke bawah (katarak morgagni), atau lensa akan terus
kehilangan cairan dan keriput (shrunken cataract). Operasi pada stadium
ini kurang menguntungkan karena menimbulkan penyulit.
2.3.7 Patofisiologi
Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun demikian,
pada lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein yang
menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparansinya. Perubahan
protein lainnya akan mengakibatkan perubahan warna lensa menjadi kuning atau
coklat. Temuan tambahan mungkin berupa vesikel di antara serat-serat lensa atau
migrasi sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang menyimpang. Sejumlah
faktor yang diduga turut berperan dalam terbentuknya katarak, antara lain
kerusakan oksidatif, sinar ultraviolet, dan malnutrisi (Vaughan, 2013).
Seiring dengan bertambahnya usia, lensa mata akan mengalami
pertambahan berat dan ketebalannya dan mengalami penurunan daya akomodasi.
Setiap pembentukan lapisan baru dari serat kortikal secara konsentris, nucleus
lensa akan mengalami kompresi dan pengerasan (nuclear sclerosis). Perubahan
lain yang berkaitan dengan pertambahan usia termasuk di dalamnya adalah
penurunan konsentrasi glutation dan kalium, dan peningkatan konsentrasi natrium
dan kalsium dalam sitoplasma sel lensa. Patogenesis yang multifaktorial dan tidak
sepenuhnya dipahami (Budiono, 2013)
2.3.8 Manifestasi Klinis
Secara subyektif gejala klinis yang dapat muncul pada penderita antara lain :
a. Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif: Visus menurun yang
derajatnya tergantung pada lokalisasi dan tebal tipisnya kekeruhan lensa. Bila
kekeruhan lensa tipis, kemunduran visus sedikit atau sebaliknya. Katarak
pada nuklear biasanya menyebabkan kabur pada penglihatan jauh dan baik

18
pada penglihatan dekat. Katarak pada subkapsular menyebabkan kabur yang
lebih berat pada penglihtan dekat daripada penglihatan jauh. Katarak kortikal
gejalanya bervariasi biasanya bilateral dengan gejala umum silau pada
sumber cahaya (Ocampo, 2016).
b. Glare: yaitu menurunnya sensitivitas kontras pada cahaya terang atau silau
pada siang hari atau pada arah datangnya sinar pada malam hari. Gangguan
seperti ini muncul utamanya pada pasien dengan katarak subkapsular
posterior dan katarak kortikal (Harper, 2010).
c. Miopisasi : pada stadium permulaan terjadi ”artificial myope” sehingga
penderita melihat jauh kabur dan akan merasa lebih enak membaca dekat
tanpa kacamata. Hal ini terjadi karena proses pembentukan katarak sehingga
lensa menjadi cembung dan kekuatan refraksi mata meningkat (Ocampo,
2016).
d. Monocular diplopia : Pasien melihat dua bayangan yang disebabkan refraksi
dari lensa sehingga benda yang dilihat pasien akan menyebabkan silau.
Secara objektif, gejala klinis dapat ditemukan (PDT, 2006):
- Leukoria: pupil berwarna putih pada katarak matur.
- Tes iris shadow (bayangan iris pada lensa): yang positif pada katarak
imatur dan negatif pada katarak matur.
- Reflek fundus yang berwarna jingga akan menjadi gelap (refleks fundus
negatif) pada katarak matur.
2.3.9 Diagnosis
Dalam mendiagnosis suatu katarak, dapat dilakukan dengan (PDT, 2006):
1. Anamnesis
2. Optotip Snellen : Untuk mengetahui tajam penglihatan penderita. Pada
stadium insipien dan imatur bisa dicoba koreksi dengan lensa kacamata
terbaik.
3. Lampu senter : Refleks pupil terhadap cahaya pada katarak masih
normal. Tampak kekeruhan pada lensa terutama bila pupil dilebarkan,
berwarna putih keabu-abuan yang harus dibedakan dengan refleks senil.
Diperiksa proyeksi iluminasi dari segala arah pada katarak matur untuk
mengetahui fungsi retina secara garis besar.

19
4. Oftalmoskopi : Untuk pemeriksaan ini sebaiknya pupil dilebarkan. Pada
stadium insipien dan imatur tampak kekeruhan kehitam-hitaman dengan
latar belakang jingga, sedangkan pada stadium matur hanya didapatkan
warna kehitaman tanpa latar belakang jingga atau refleks fundus negatif.
5. Slit lamp biomikroskopi : Dengan alat ini dapat dievaluasi luas, tebal,
dan lokasi kekeruhan lensa.
2.3.10 Penatalaksanaan (PDT, 2006)
1. Pencegahan sampai saat ini belum ada
2. Pembedahan : dilakukan apabila kemunduran tajam penglihatan
penderita telah mengganggu pekerjaan sehari-hari dan tidak dapat
dikoreksi dengan kacamata
3. Pembedahan berupa ekstraksi katarak yang dapat dikerjakan dengan cara:
a. Intrakapsuler : massa lensa dan kapsul dikeluarkan seluruhnya
b. Ekstrakapsuler : massa lensa dikeluarkan dengan merobek kapsul
anterior dan meninggalkan kapsul bagian posterior
c. Fakoemulsifikasi : inti lensa dihancurkan di dalam kapsul dan sisa
massa lensa dibersihkan dengan irigasi dan aspirasi
4. Koreksi Afakia:
a. Implantasi intraokuler: lensa intra okuler ditanam setelah lensa mata
diangkat.
b. Kacamata: kekurangannya adalah distorsi yang cukup besar dan
lapang pandangan terbatas. Kekuatan lensa yang diberikan sekitar
+10 D bila sebelumnya emetrop
c. Lensa kontak: diberikan pada afakia monokuler dimana penderita
koperatif, terampil, dan kebersihan terjamin.
2.3.11 Komplikasi Katarak (PDT, 2006)
1. Glaukoma sekunder (Glaukoma fakomorfik)
Terjadi pada katarak intumesen/ imatur, karena pencembungan lensa.
2. Uveitis patotoksik atau glaukoma fakolitik
Terjadi pada stadium hipermatur akibat massa lensa yang keluar dan
masuk ke bilik mata depan.

20
2.4 Presbiopia
2.4.1 Definisi
Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamann dengan proses penuaan
pada semua orang. Seseorang dengan mata emetrop (tanpa akomodasi) akan mulai
merasakan ketidakmampuan membaca huruf kecil atau membedakan benda –
benda kecil yang terletak berdekatan pada usia sekitar 44 – 46 tahun dan
meningkat sampai usia 55 tahun menjadi stabil dan menetap (Vaughan, 2013).

Gambar 2.4 Presbiopia

2.4.2 Etiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi
mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan
kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa
akan menjadi lebih keras (sclerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi
cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat makin kurang (PDT,
2006).
2.4.3 Klasifikasi
Presbiopia dibagi menjadi dua yaitu : presbiopia borderline atau presbiopia
insipient dan presbiopia fungsional (Budiono, 2013).
a. Presbiopia borderline : apabila pasien memerlukan koreksi lensa sferis
positif untuk melihat dekat yang timbulnya hanya kadang-kadang saja

21
b. Presbiopia fungsional : apabila pasien selalu mengeluh kabur saat
melihat dekat, dan dengan pemberian lensa sferis positif keluhan akan
hilang dan membaik.
2.4.4 Gejala Klinis
Gejala klinis presbiopia dimulai setelah usia 40 tahun, biasanya antara 40 –
45 tahun dimana tergantung pada kelainan refraksi sebelumnya “depth of focus”
(ukuran pupil). Gejala klinis yang sering ditemukan adalah sebagai berikut
(Budiono, 2013)
 Kabur melihat dekat: terjadi karena penurunan akomodasi sehingga
pasien tidak bisa mempertahankan pengelihatan dekatnya.
 Kabur melihat jauh: hal ini ada hubungannya dengan menurunnya
kemampuan relaksasi pada muskulus siliaris.
 Astenopia: pasien akan mengeluh matanya seperti menonjol keluar,
mata lelah, mata berair dan sangat tidak nyaman setelah pemakaian
mata untuk melihat dekat dalam waktu yang lama. Hal ini terjadi
karena adanya pemakaian akomodasi yang berlebihan.
 Sakit sekitar mata dan sakit kepala: keluhan pasien yang terbanyak
adalah nyeri dibelakang kepala dan nyeri sekitar mata. Hal ini terjadi
karena kontraksi dari muskulus orbicularis dan oksipitofrontalis
supaya pengelihatan dekatnya tetap baik.
 Kemampuan membaca yang lebih baik pada siang hari dibanding
malam hari.
2.4.5 Diagnosis
 Penderita terlebih dahulu dikoreksi pengelihatan jauhnya dengan
metoda “trial and error” hinggu visus mencapai 6/6.
 Dengan menggunakan koreksi jauhnya kemudian secara binokuler
ditambahkan lensa sferis positif dan diperiksa menggunakan kartu
“Jaeger” pada jarak 0,33 meter.
Koreksi presbiopia adalah dengan menambah akomodasi dengan cara
memberi lensa sferis positif untuk melihat dekat. Perbedaan dioptri antara koreksi
melihat jauh dan melihat dekat disebut addisi. Cara penentuan addisi (Budiono,
2013) :

22
 Pasien diberi koreksi refraksi untuk jauhnya sampai mencapai
visus 6/6, kemudian diberikan kartu baca jaeger dan pasien suruh
membaca pada jarak 40 cm dan pelan pelan ditambahkan lensa
sferis positif terlemah sampai pasien dapat membaca huruf
terkecil.

Tabel 2.1 Penambahan Lensa Sferis Positif Sesuai Umur


Umur (Tahun) Addisi

40-49 +1.00 sampai +1.75

50-59 +2.00 sampai +2.75

>60 +3.00

2.4.6 Tatalaksana
Diberikan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur 40 tahun
(umur rata-rata) diberikan tambahan sferis +1.00 dan setiap 5 tahun diatasnya
ditambahakan lagi sferis +0,50. Lensa sferis yang ditambahkan dapat diberikan
dalam berbagai cara (PDT, 2006):
 Kacamata baca untuk melihat dekat saja
 Kacamata bifokal untuk melihat jauh dan dekat
 Kacamata progressive dimana tidak ada batas bagian lensa
untuk melihat jauh dan melihat dekat.
Jika koreksi jauhnya tidak mencapai 6/6 maka penambahan lensa sferis tidak
terikat pada pedoman umur, tetapi boleh diberikan seberapapun sampai dapat
membaca.

23
BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien perempuan usia 65 tahun dari anamnesis didapatkan
bahwa pasien datang ke poliklinik mata RSU Haji Surabaya dengan keluhan
kontrol glaukoma dan kedua mata kabur sejak 2 tahun yang lalu. Mata merah (-),
kedua mata terasa kabur secara perlahan. Pasien merasakan semakin lama
semakin kabur. Pandangan kabur seperti tertutup kabut. Pasien juga mengeluh
silau saat melihat cahaya terang. Sering nabrak-nabrak ketika berjalan disangkal.
Penglihatan double pada pasien disangkal. Mata terasa mengganjal (-),
ngeres/berpasir (-), panas (-). Pasien sering menggunakan obat tetes timolol, dan
xalatan pada kedua mata serta obat catarlent dan cendolyteers pada mata kanan
saja.
Dari anamnesis didapatkan differential diagnosis untuk mata putih tanpa
adanya mata merah (riwayat mata merah) dengan penurunan visus perlahan yaitu
kelainan refraksi, katarak, glaukoma kronik, retinopati diabetik, dan retinitis
pigmentosa. Pasien juga memiliki riwayat glaukoma sejak 22 tahun yg lalu.
Pasien memiiki riwayat penggunaan kacamata (OD : plano, OS : plano, ADD :
+3.00)
Pada pemeriksaan didapatkan VOD: 0,8F ph tetap, VOS: 1/300 PI jelek,
ADD: + 3.00, PD: 64/62. Hasil pemeriksaan tajam penglihatan menunjukkan
bahwa pasien mengalami kelainan organik pada mata kanan dan kiri karena VOD:
0,8F ph tetap dan VOS: 1/300 PI jelek. Pemeriksaan segmen anterior OD: Lensa
kesan keruh, iris shadow (+), BMD dangkal; OS: Lensa agak keruh, iris shadow
(+), BMD dangkal. Pemeriksaan segmen posterior dan fundus reflek (+), OS:
papil nervus II batas tegas, CD Ratio 0.5.
Pada pasien ini, diagnosisnya adalah glaukoma kronis OS, suspek
glaukoma sudut tertutup primer (PACG) pada OS, katarak imatur ODS dan
presbiopia ODS. Pada kasus ini untuk mendiagnosis pasien dibedakan terlebih
dahulu antara keluhan mata merah atau mata putih. Pada pemeriksaan pasien ini

24
didapatkan mata putih. Kemudian mata putih dibagi menjadi mata putih dengan
penurunan visus perlahan atau mata putih dengan penurunan visus mendadak.
Pada kasus ini pasien merasakan penurunan visus secara perlahan.
Pada kasus tidak terdapat kelainan refraksi karena dari pemeriksaan
didapatkan visus mata kanan 0.8 f dengan pin hole tetap tidak dapat dikoreksi,
visus mata kiri 1/300 dengan peesepsi iluminasi jelek, tidak dapat dikoreksi.
Sehingga kedua mata dapat dikatakan kelainan organik. Sedangkan mata kabur
dengan penglihatan turun perlahan tanpa mata merah yaitu katarak, glaukoma
kronik, retinopati diabetik, dan retinitis pigmentosa telah ditemukan dari
anamnesis dan pemeriksaan pada pasien tersebut.
Selanjutnya dari pemeriksaan visus, segmen anterior, dan segmen
posterior yang dapat mendukung dari diagnosis banding yang mungkin terjadi
pada mata kanan dan kiri pasien ini sebagai berikut :

Mata putih dengan kabur perlahan Penjelasan


Katarak Imatur ODS  Tajam penglihatan :
VOD: 0,8F ph tetap
VOS: 1/300 PI jelek
Pemeriksaan visus terdapat kelainan organik
 Segmen anterior
OD : lensa keruh, iris shadow (+)

OS : lensa agak keruh, iris shadow (+)


 Segmen posterior (ODS)
OD : Fundus reflek (+)
OS : Fundus reflek (+)
 Mata putih, tidak pernah ada riwayat mata
ODS suspek Glaukoma Kronis merah
dan  Tajam penglihatan :
Suspek Glaukoma Primer Sudut
Tertutup (PACG) VOD: 0,8F ph tetap

25
VOS: 1/300 PI jelek
Pemeriksaan visus terdapat kelainan
organik
 Segmen anterior :
ODS : BMD dangkal menunjukkan
suspek sudut tertutup
 Segmen posterior :
OS : Papil nervus II batas tidak tegas, CD
Ratio 0,5.

Pada pemeriksaan segmen anterior didapatkan bilik mata depan dangkal


sehingga dicurigai glaukoma pada pasien merupakan glaukoma sudut tertutup
primer. Untuk memastikan diagnosis tersebut dapat dilakukan pemeriksaan
gonioskopi untuk mengetahui sudut bilik mata depan dan humprey untuk melihat
apakah ada kelainan pada lapang pandang. Usia pada pasien adalah 65 tahun, jadi
ditambahkan ADD +3.00.

26
3.1 Penulisan Resep

RUMAH SAKIT UMUM HAJI


SURABAYA
Dokter : Aulia Akbar
Unit Pelayanan : Poliklinik Mata
Surabaya, 08 Mei 2018

R/ Xalatan eye drops No. I


S 1 dd gtt I ODS
R/ Timolol eye drops No. I
S 2 dd gtt I ODS
R/ Cendo Lyteers eye drops No. I
S 4 dd gtt I OD
R/ Catarlent eye drops No. I
S 4 dd gtt I OD

Penderita : Ny. S
Umur : 65 tahun

27
3.2 Resep Kacamata :

RUMAH SAKIT HAJI SURABAYA Surabaya , 08 Mei 2018


Email : rsuhajisby1@yahoo.com KACAMATA untuk melihat jauh
Jl. Manyar Kertoadi Telp. (0321) 5924000 Fax. (031) 5947890 untuk melihat dekat
SURABAYA

Gelas Spher Cyl As Prism Basis Warna

Kanan Plano

Kiri Plano

ADD +3,00

Jarak antara Kedua pupil : 64/62 m.m

Pro : Ny.S (65 th)

28
DAFTAR PUSTAKA

Budiono, Sjamsu. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya:


Airlangga University Press. Hal. 55-76, 79-103
Chusaida, Ululil. 2013. Glaukoma dalam Buku Ajar Kepanitraan Klinik SMF
MATA RSU Haji Surabaya. Surabaya. Hal 57-59
Gemala, Retna. Katarak dalam Buku Ajar Kepanitraan Klinik SMF MATA
RSU Haji Surabaya. Surabaya. 2013. Hal 29-35
Harper, A. 2010. Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC
Ilyas. 2011. Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit
FK UI
Kanski, Bowling B. 2011. Clinical Ophthalmology : A Systematic Approach, 7
Ed. Philadelphia : Elsevier
Kementerian Kesehatan, 2013, Riset Kesehatan Dasar, Jakarta, Kementerian
Kesehatan RI
Mawati, E. D. 2009. Jurnal: Faktor-Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan
Kejadian balai kesehatan mata masyarakat di provinsi Sulawesi
Selatan
Ocampo, Vicente Victor D. 2016. Senile Cataract. Medscape. Diakses tanggal
06 September 2017. http://emedicine.medscape.com/article/1210914
Pedoman Diagnostik dan Terapi. Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata Edisi III
Tahun 2006. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo.
Tana, Lusianawaty. 2007. Merokok dan usia sebagai faktor risiko katarak
pada pekerja berusia di atas 30 tahun di bidang pertanian. Jurnal
Universa dan Medicina Vol. 36 No. 3
Tham, YT. 2014. Global prevalence of glaucoma and projections of glaucoma
burden through 2040. American Academy of Ophthalmology.
Vaughan, Daniel G, Asbury Taylor, Riordan Paul-Eva. 2013. Oftalmologi
Umum. Edisi 17. Jakarta: ECG Hal 169-176, 212-224
Yoga, Rino. 2016. Pria Berusia 45 Tahun dengan Glaukoma Akut. J Medula
Unila ,Volume ,Nomor 4 periode Januari. Lampung : FK UNLAM

Anda mungkin juga menyukai