Oleh:
Ajeng Yuswanita
233600087
Leona Ferda F.
23360106
Pembimbing:
Laporan Kasus:
Dokter Muda
Ajeng Yuswanita
23360087
Leona Ferda F.
22360106
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
Yani.
menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga
ii
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata
sehingga sinar tidak dapat difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi Mata merupakan
salah satu organ tubuh manusia yang sangat penting. Organ ini digolongkan ke dalam
kelompok sistem indera yang memiliki fungsi dalam pemglihatan. Di dalam mata, terdapat
berbagai bagian-bagian yang secara bersamaan bekerja untuk membantu mata menjalankan
fungsinya. Kelainan yang terjadi pada mata dapat mengakibatkan gangguan dari fungsi
dapat di belakang atau di depan bintik kuning dan mungkin tidak terletak pada satu titik
yang fokus (Komariah dan Wahyu, 2014). Berdasarkan laporan World Health Organization
(WHO, 2020) diketahui bahwa penyebab gangguan penglihatan terbanyak di seluruh dunia
adalah refraksi yang tidak terkoreksi sebesar 53%, katarak yang tidak dioperasi sebesar 25%,
dan degenerasi macular sebesar 4%. (Husna dkk., 2019). Secara umum penyebab kelainan
refraksi yang tidak dapat dikoreksi (rabun jauh, rabun dekat, dan astigmatisme) merupakan
kebutaan.
Miopia merupakan kelainan refraksi dengan bayangan sinar dari suatu objek yang jauh
difokuskan di depan retina pada mata yang tidak berakomodasi, yang terjadi akibat
ketidaksesuaian antara kekuatan optic (optical power) dengan panjang sumbu bola mata (axial
length) (Basri, 2014). Mata minus (miopia) atau rabun jauh adalah sebuah kelainan refraksi
pada mata yang dapat disebabkan oleh sumbu bola mata yang terlalu panjang atau pembiasan
cahaya pada mata yang terlalu kuat sehingga objek yang jauh akan terlihat buram karena sinar
yang masuk ke mata jatuh didepan kornea. Kasus mata minus ini sering terjadi pada anak usia
sekolah hingga dewasa, diakibatkan adanya peningkatan aktifitas dalam jarak dekat dan dalam
jangka waktu yang lama pada penggunaan teknologi elektronik (Agus & Bahri, 2017).
Angka kejadian mata minus di dunia terjadi peningkatan setiap tahunnya, tercatat mata
minus sebagai kondisi ophtalmic yang paling umum dengan perkiraan 22,9% dari populasi
dunia atau 1.406 miliar orang, tambahan ,7% orang atau 163 juta orang memiliki mata minus
yang tinggi (Modjtahedi et al., 2018). Di Asia Tenggara terdapat sekitar 80% orang dewasa
yang mengalami mata minus dan 20% terjadi pada anak-anak. Prevalensi kelainan refraksi
(mata minus) di Indonesia mendapat peringkat satu yaitu pada orang dewasa sekitar 25% atau
sekitar 55 juta jiwa dan pada anak–anak sekitar 10- 12% (Permana et al., 2020). Indonesia
sendiri juga masih mengalami peningkatan prevalensi dalam kasus ini yaitu peningkatan sekitar
1,5%.
Derajat miopia berdasarkan dioptrinya dibagi menjadi 3 yaitu miopia ringan (<-3
Dioptri), miopia sedang (-3 sampai dengan -6 Dioptri), dan miopia tinggi atau berat (>-6
Dioptri). Miopia dikatakan progresif apabila dalam jangka waktu 6 bulan terjadi penurunan
kekuatan lensa lebih dari atau sama dengan 0,5 Dioptri (Flitcroft, et al., 2007).
Berbagai faktor yang berperan dalam perkembangan miopia telah dapat diidentifikasi
melalui beberapa penelitian. Anak-anak yang memiliki orang tua miopia cenderung
mempunyai panjang aksial bola mata lebih panjang dibanding dengan anak dengan orang tua
tanpa miopia. Sehingga, anak dengan orang tua menderita miopia cenderung menjadi miopia
dikemudian hari. Disamping faktor keturunan, faktor lingkungan juga sangat berperngaruh
terhadap perkembangan miopia pada anak. Kemajuan teknologi merupakan faktor yang ikut
pula mengambil andil dalam perkembangan miopia pada anak, contohnya seperti televisi,
komputer, video game, dan lain- lain, secara langsung akan meningkatkan aktivitas melihat
jarak dekat, terutama bagi anak-anak daerah perkotaan yang mau tidak mau bersinggungan
dengan keadaan tersebut. Hal ini sangat kontras dengan keadaan anak usia sekolah di pedesaan
dimana kemajuan teknologi belum sederas di daerah perkotaan (Imam, dkk., 2008).
Umumnya koreksi terhadap myopia adalah dengan menggunakan kacamata minus atau
lensa kontak, tetapi keduanya bukanlah penyelesaian bagi kasus ini, karena kacamata maupun
lensa kontak tidak dapat memperbaiki kerusakan mata itu sendiri akan tetapi hanya membantu
untuk memperjelas penglihatan dengan cara mengubah arah cahaya agar dibiaskan jatuh tepat
di retina (Zulkarnain,2007).
mempertajam penglihatan mata. Kacamata adalah lensa tipis yang dihubungkan dengan dua
buah tangkai untuk dikaitkan di telinga penggunanya. Selain untuk menormalkan dan
mempertajam mata, kacamata juga berguna sebagai bagian dari pelengkap gaya. Kacamata
yang baik adalah kacamata yang harus dapat memberikan rasa nyaman bagi pemakainya.
Keamanan dan kenyamanan kacamata meliputi ketepatan refraksi dan kenyamanan karena
2.1 Anamnesis
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Usia : 45 Tahun
Agama : Hindu
Pendidikan terakhir : S1
Pernikahan : Menikah
2. Keluhan Utama
Penglihatan buram pada mata sebelah kiri sejak 1 bulan yang lalu
3. Keluhan Tambahan
Rasa sesak di mata, panas yang sudah terjadi 1 minggu, nyeri, dan rasa pasir di mata
Pasien perempuan usia 45 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUD Jend. Ahmad Yani
Kota Metro dengan keluhan penglihatan buram pada mata sebelah kiri sejak 1 bulan yang
lalu. Keluhan ini disertai dengan rasa sesak di mata, panas yang sudah terjadi 1 minggu,
nyeri, dan rasa pasir di mata. Dari riwayat anamnesis, pasien telah menggunakan alat
bantu penglihatan berupa kacamata selama 1 bulan, namun tidak cocok. Di tahun 2005,
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat HT : Disangkal
Riwayat Trauma :
Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
6. Riwayat Alergi
7. Riwayat Kebiasaan
Merokok(-) alkohol(-)
2.2 Pemeriksaan Fisik
1. Vital Sign
- TD : 118/76 mmHg
- Nadi : 95 x/menit
- RR : 20 x/menit
- Suhu : 36, 4℃
- SP02 : 98%
2. Status Generalis
a. Kepala : Normocephal
e. Thoraks :
1) Pulmo
P : Sonor | Sonor
3) Abdomen
P : Nyeri tekan (-), nyeri ketok CVA (-), hepar dan lien tidak teraba
4) Ekstremitas
Segmen Anterior
Palpebra Hiperemis (-), edema (-), nyeri tekan(-) Hiperemis (-), edema (-), nyeri tekan(-)
Konjungtiva Hiperemis (-), kemosis (-), injeksi (-) Hiperemis (-), kemosis (-), injeksi (-)
Kornea Jernih Jernih
COA Sedang Sedang
Iris Baik, batas tegas, sinekia (-) Baik, batas tegas, sinekia (-)
Pupil Bulat, sentral, RC(+), D:3mm Bulat, sentral, RC(+), D:3mm
Lensa Jernih Jernih
2.6 Tatalaksana
Non Medikamentosa
- Kacamata
- Menjaga hygene mata
2.7 Prognosis
2.8 Resume
Pasien perempuan usia 45 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUD Jend. Ahmad
Yani Kota Metro dengan keluhan penglihatan buram pada mata sebelah kiri sejak 1
bulan yang lalu. Keluhan ini disertai dengan rasa sesak di mata, panas yang sudah
terjadi 1 minggu, nyeri, dan rasa pasir di mata. Dari riwayat anamnesis, pasien telah
menggunakan alat bantu penglihatan berupa kacamata selama 1 bulan, namun tidak
mentis, tekanan darah 118/76 mmHg, Nadi 95x / menit, RR 20x/menit, Suhu : 36,4℃,
SpO2 : 98%.
Pada status oftalmologis, mula-mula didapatkan VOD dan VOS adalah 6/7,5.
-> 6/6 dan OS S-0,50 -> 6/6 Add + 1,50 J1 RD 63. Tekanan Intra Okular untuk kedua
mata yaitu T=N+0. Kedudukan kedua bola mata orthoporia. Gerakan bola mata baik ke
segala arah untuk kedua mata. Pada palpebra superior serta inferior sinistra dan dextra
tidak ditemukan hiperemis (-), edema (-), dan nyeri tekan dan nyeri tekan(-).
Konjungtiva ODS tidak ditemukan adanya hiperemis (-), kemosis (-) dan injeksi (-).
Kornea ODS jernih. COA ODS sedang. Iris ODS dinilai dalam keadaan baik, memiliki
batas tegas dan sinekia (-). Pupil ODS bulat, sentral, RC(+), D:3mm. Terakhir, lensa
ODS jernih.
2.9 Dokumentasi
3.1 Refraksi
Refraksi mata adalah perubahan jalannya cahaya yang diakibatkan oleh media
refrakta mata. Alat-alat refraksi mata terdiri dari permukaan kornea, humor aqueous
(cairan bilik mata), permukaan anterior dan posterior lensa, badan kaca (corpus
vitreum).
A. Kornea
dioptri yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan kristal sebuah jam tangan
tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi, dan diameternya sekitar 11,5
mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-
beda:
1) lapisan epitel, lapisan yang memiliki lima atau enam lapisan sel ini
yang berubah
3) stroma
Stroma kornea mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Bagian ini
4) membran Descemet
5) lapisan endotel.
limbus, humor aqueous, dan air mata. Kornea superfisialis juga mendapatkan
oksigen sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari
B. Humor Aqueous
oculi posterior, humor aqueous melalui pupil dan masuk ke camera oculi
anterior dan kemudian ke perifer menuju ke sudut camera oculi anterior. 5,15
diproduksi dengan kecepatan 2-3 μL/menit dan mengisi kamera okuli anterior
mengelilingi tepi luar dari iris dalam sudut ruang anterior, dibentuk di mana
menyisipkan iris ke dalam badan siliaris. Jumlah yang lebih sedikit masuk ke
dalam badan siliaris yang terbuka dan ke iris, di mana ia akhirnya berdifusi ke
dalam pembuluh darah di sekitar bola mata.
C. Lensa
(sedikit lebih permeabel daripada dinding kapiler) yang akan memungkinkan air
subepitel terus diproduksi, sehingga lensa semakin lama menjadi lebih besar dan
kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae kosentris yang
lamella ini ujung-ke-ujung berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk
{Y} ini tegak di anterior dan terbalik di posterior. Masing-masing serat lamellar
mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskopik, inti ini jelas
dibagian perifer lensa didekat ekuator dan bersambung dengan lapisan epitel
subkapsul.5
Zinnii), yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan badan siliaris dan
menyisip kedalam ekuator lensa. 65% lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein,
dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan
Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.5 Lensa memiliki
D. Corpus vitreus
Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga dari volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan
yang dibatasi oleh lensa, retina dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus
lensa posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina dan caput
hidup ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata.
Perlekatan ke kapsul lensa dan nervus optikus kuat pada awal kehidupan tetapi
segera hilang.5
Vitreus berisi air sekitar 99%. Sisanya 1% meliputi dua komponen, kolagen
dan asam hialuronat, yang memberikan bentuk dan konsistensi mirip gel pada
Kelainan refraksi mata atau ametropia adalah suatu keadaan dimana bayangan
tegas tidak dibentuk pada retina tetapi di bagian depan atau belakang bintik kuning
dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. Bentuk kelaina refraksi atau ametropia
ialah
datang dari jarak tak terhingga, oleh mata yang dalam keadaan istirahat
dibiaskan dibelakang retina
B. Miopia merupakan kelainan refraksi, dimana sinar sejajar yang datang dari jarak
tak terhingga, oleh mata dalam keadaan istirahat dibiaskan di depan retina
3.2 Miopia
pembiasan berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga
difokuskan di depan retina oleh mata dalam keadaan tanpa akomodasi, sehingga pada
sehingga mempengaruhi panjangnya bola mata akibat dari beberapa hal yaitu :
A. Genetik
Anak dengan orangtua miopia memiliki prevalensi miopia lebih tinggi. Faktor
genetik memiliki peran dalam bentuk dan pemanjangan bola mata. Pola genetik
miopia tanpa kluster keluarga menandakan genetik tidak berdiri sendiri serta
Pekerjaan dengan jarak kurang dari 25-30 cm, dalam jangka waktu lama dikaitkan
dengan tidak optimalnya akomodasi. Hal ini akan menciptakan kondisi bayangan
difokuskan di belakang retina (hyperopic defocus), yang menyebabkan
Aktivitas di luar ruangan dinilai sebagai faktor terkuat yang dapat menunda
mulainya miopia pada anak. Hal ini diduga terkait dengan beberapa mekanisme
berikut. Pertama, stimulus cahaya saat aktivitas luar ruangan memicu keluarnya
D. Jenis kelamin
Kejadian miopia pada anak perempuan lebih tinggi daripada anak laki-laki.
Perempuan memiliki risiko 1,21 kali lebih tinggi untuk mengidap miopia daripada
Hubungan antara waktu tidur dan miopia belum sepenuhnya dipahami. Anak yang
tidur selama 9 jam atau lebih dalam sehari memiliki risiko lebih rendah daripada
yang tidur kurang dari 7 jam sehari.Terdapat dua hipotesis, pertama yaitu tidur
memberi kesempatan bagi sel batang mata untuk terpajan suasana gelap
dan komputer, dalam jangka lama dapat menyebabkan serangkaian gejala yang
disebut digital eye strain (DES) atau ketegangan mata digital, berupa mata lelah,
mata kering, nyeri kepala, mata kabur, dan nyeri kepala hingga leher. Namun,
bukti hubungan antara pemakaian perangkat dengan layar digital dan kejadian
digital tidak lebih dari 2 jam per hari pada anak dan remaja untuk mencegah
daripada smartphone, karena tablet cenderung diposisikan lebih jauh dari mata
G. Kepadatan penduduk
memiliki risiko bola mata lebih panjang, atau miopia lebih tinggi.7 Hal ini
dikaitkan dengan area bermain luar ruangan yang terbatas, sehingga makin
H. Status ekonomi
sebagai berikut.25
1) Miopia aksial, yaitu sumbu aksial mata lebih panjang dari normal
dioptri.24
2) Miopia kurvatura, yaitu kurvatura kornea atau lensa lebih kuat / lebih
3) Miopia indeks, di mana indeks bias mata lebih tinggi dari normal,
2) Miopia progresif yaitu miopia yang bertambah terus pada usia dewasa
adanya pemanjangan sumbu bola mata. Terdapat dua teori utama tentang
terjadinya pemanjangan sumbu bola mata pada miopia. Yang pertama adalah teori
biologik, menganggap bahwa pemanjangan sumbu bola mata sebagai akibat dari
Salah satu mekanisme pemanjangan sumbu bola mata yang diajukan pada
teori mekanik adalah penekanan bola mata oleh muskulus rektus medial dan obliq
medial bersifat miopiagenik karena kompresinya terhadap bola mata pada saat
oblik superior juga menekan bola mata pada waktu melihat atau bekerja terlalu
lama.33
memiliki jarak pupil yang lebar.42 Di samping lebar, orbita juga lebih rendah
sehingga porsi muskulus oblik superior yang menekan bola mata lebih besar. Jadi
di sini ada pengaruh dari anatomi mata terhadap terjadinya miopia. Kebenaran
akan hal ini telah dikonfirmasi oleh beberapa ahli lain.26
dalam akan lebih memungkinkan untuk terjadinya pemanjangan sumbu bola mata.
A. Penderita miopia akan mengatakan melihat jelas dalam jarak dekat atau pada jarak
(titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam
keadaan konvergensi. Bila hal di atas menetap, maka penderita akan terlihat juling
A. Terapi optikal
negatif sehingga cahaya yang sebelumnya difokuskan di depan retina dapat jatuh
B. Terapi bedah
yang dapat dilakukan untuk mengkoreksi kelainan refraksi seperti miopia secara
permanen. Setelah operasi penderita dapat memiliki ketajaman penglihatan
(LASIK), clear lens extraction in unilateral high myopia, dan phakic IOL.
A. Ablasio retina
hole pada daerah perifer retina akibat proses-proses degenerasi dari daerah ini.
Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air
dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara
perlahan-lahan, namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi.
Hal ini berhubungan dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal,
dapat terjadi kolaps badan viterus sehingga kehilangan kontak dengan retina.
Keadaan ini nantinya akan menimbulkan risiko untuk terlepasnya retina dan
karena luasnya volume yang harus diisi akibat memanjangnya bola mata.
C. Glaukoma
Risiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia
sedang 4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi
dikarenakan stres akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat
Sering terjadi pada obliterasi dini pembuluh darah kecil. Biasanya terjadi
penglihatan.
E. Katarak
permanen dan kesulitan dalam tugas-tugas visual seperti membaca rambu jalan
atau menonton televisi. Selain itu, pada kondisi tertentu perkembangan myopia
dapat sangat progresif yaitu myopia patologis dengan kecepatan hingga 4 dioptri
per tahunnya. Umumnya keadaan ini disertai dengan kondisi patologis lain pada
bola mata seperti kekeruhan pada bagian vitreus atau perubahan pada korioretina.
kecepercayaan diri yang kurang, jenjang karir, dan kondisi kesehatan mata lainnya
miopia yang tidak menimbulkan komplikasi memiliki prognosis yang lebih baik
Miopia, sebagai masalah kesehatan dan kualitas hidup global, bukan hanya
pada kehidupan sehari-hari, tetapi juga karena morbiditas yang terkait dengan
ametropia ini. Miopia adalah faktor risiko untuk terjadinya masalah penglihatan
hingga kebutaan permanen. Rabun jauh, atau miopia, menjadi lebih lazim di
dipahami
Penderita miopia akan mengatakan melihat jelas dalam jarak dekat atau
pada jarak tertentu dan melihat kabur jika pandangan jauh. Penderita miopia juga
untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Selain itu, dapat pula timbul
terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam keadaan
konvergensi. Bila hal di atas menetap, maka penderita akan terlihat juling ke
untuk panjangnya bola mata akibat dari jarak yang terlalu dekat pada waktu
merusak mata itu sendiri, genetik atau keturunan, terlalu lama beraktivitas pada
jarak pandang yang sama seperti bekerja di depan komputer, di depan layar
monitor, di depan berkas, dan lain-lain. Mata membutuhkan istirahat yang teratur
dan cukup agar tidak terus berkontraksi secara monoton, kebiasaan buruk yang
membaca di tempat yang gelap, membaca di bawah matahari langsung yang silau,
menatap sumber terang langsung, dan lain sebagainya. Koreksi miopia dengan
kacamata juga telah menjadi praktik umum selama bertahun- tahun. Tujuannya