Anda di halaman 1dari 29

Case Report Session

INFEKSI SALURAN KEMIH

Oleh :

Annisa Fitri 1840312602


Rizcha Sri Oktawaty 1840312207
Addina Fitri Islami 1840312456
Istiqa Dwi Pertiwi 1840312435

Preseptor :

dr. Lidya Aswati, Sp.A, M. Biomed

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
BUKITTINGGI
2019

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil’aalamiin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT


penulis ucapkan atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan ilmu, akal, pikiran,
dan waktu, sehingga penulis dapat menyelesaikan case report yang berjudul
“Infeksi Saluran Kemih“ sebagai satu kegiatan ilmiah dalam pelaksanaan tahap
kepaniteraan klinik ilmu kesehatan anak di Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Lidya Aswati, Sp.A, M.
Biomed selaku preseptor yang telah membimbing kami dalam penulisan case
report ini. Case report ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
berbagi ilmu untuk dan oleh dokter muda sebagai persiapan menjadi dokter umum
di layanan primer nantinya. Penulisan case report ini masih sangat jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.
Padang, Agusuts 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................2


DAFTAR ISI ..........................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................4
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................5
1.3 Tujuan .............................................................................................................5
1.4 Manfaat ...........................................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................6
2.1 Definisi ISK ....................................................................................................6
2.2 Etiologi ISK ...................................................................................................6
2.3 Klasifikasi ISK ...............................................................................................6
2.4 Patogenesis ISK .............................................................................................7
2.5 Gejala Klinis ISK ..........................................................................................8
2.6 Diagnosis ISK ...............................................................................................10
2.7 Tatalaksana ISK ..........................................................................................12
BAB 3 LAPORAN KASUS .................................................................................16
BAB 4 DISKUSI ...................................................................................................25
BAB 5 PENUTUP.................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................28

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi saluran kemih (ISK) didefinisikan dengan tumbuh dan berkembang
biaknya bakteri atau mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna. Pada
anak, gejala klinis ISK sangat bervariasi, dapat berupa ISK asimtomatik hingga
gejala yang berat yang dapat menimbulkan infeksi sistemik. Oleh karena
manifestasi klinis yang sangat bervariasi dan sering tidak spesifik, penyakit ini
sering tidak terdeteksi hingga menyebabkan komplikasi gagal ginjal. 1
Angka kejadiannya secara tepat tidak diketahui, karena penyakit tersebut
dapat bersifat asimptomatik dan gejalanya dapat tidak berhubungan dengan
saluran kemih. Prevalensi ISK pada neonatus berkisar antara 0,1% hingga 1%,
dan meningkat menjadi 14% pada neonatus dengan demam, dan 5,3% pada bayi.
Pada bayi asimtomatik, bakteriuria didapatkan pada 0,3 hingga 0,4%. Resiko ISK
pada anak sebelum pubertas 3-5% pada anak perempuan dan 1-2% pada anak laki.
Pada anak dengan demam berumur kurang dari 2 tahun, prevalensi ISK 3-5%.2
Infeksi saluran kemih perlu dicurigai pada anak dengan gejala demam
karena ISK merupakan penyakit infeksi yang sering ditemukan pada anak selain
infeksi saluran nafas akut dan infeksi saluran cerna. Diagnosis pasti ISK
ditegakkan berdasarkan biakan urin, sedangkan biakan urin baru diperoleh setelah
beberapa hari kemudian, sehingga perlu mengenal manifestasi klinis ISK sebelum
diperoleh hasil biakan urin agar dapat diberikan terapi awal secara empiris.1
Antibiotik sebagai terapi ISK diberikan jika ada kecurigaan terhadap ISK
tanpa menunggu hasil biakan urin. Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan
penurunan fungsi ginjal atau acute kidney injury dan urosepsis, dan dalam jangka
panjang menyebabkan pembentukan jaringan parut ginjal, hipertensi, dan penyakit
ginjal kronik stadium akhir.1

4
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang definisi, etiologi, patogenesis, gejala
klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan contoh kasus infeksi saluran kemih pada
anak.

1.3 Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
tentang definisi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan
dan contoh kasus infeksi saluran kemih pada anak

1.4 Metode Penulisan


Makalah ini ditulis dengan menggunakan tinjauan pustaka yang merujuk
dari berbagai literatur.

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Infeksi Saluran Kemih (ISK)


Infeksi saluran kemih (ISK) adalah bertumbuh dan berkembangbiaknya
kuman dan mikroba pada saluran kemih dalam jumlah yang bermakna.2

2.2 Etiologi ISK


Infeksi saluran kemih disebabkan berbagai jenis mikroba, seperi bakteri,
virus, dan jamur. Penyebab ISK paling sering adalah bakteri Escherichia coli.
Bakteri lain yang juga menyebabkan ISK adalah Enterobacter sp, Proteus
mirabilis, Providencia stuartii, Morganella morganii, Klebsiella pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus faecalis,
dan bakteri lainnya. Bakteri Proteus dan Pseudomonas sering dikaitkan dengan
ISK berulang, tindakan instrumentasi, dan infeksi nosokomial. Bakteri patogen
dengan virulensi rendah maupun jamur dapat sebagai penyebab ISK pada pasien
dengan imunokompromais. Infeksi Candida albicans relatif sering sebagai
penyebab ISK pada imunokompromais dan yang mendapat antimikroba jangka
lama. 1

2.3 Klasifikasi ISK


Infeksi saluran kemih (ISK) pada anak dapat diklasifikasikan menurut
gejala klinis, lokasi infeksi dan kelainan saluran kemih. Berdasarkan gejala klinis
ISK dikasifikasikan menjadi ISK asimtomatik dan simtomatik. ISK asimtomatik
adalah terdapat bakterinuria yang bermakna tanpa disertai dengan klinis. ISK
asimtomatik didiagnosis ketika pasien melakukan general check up. Sedangkan
ISK simtomatik adalah ISK yang memunculkan gejala klinis.2

6
KLASIFIKASI
ISK

BERDASARKAN
BERDASARKAN BERDASARKAN
KELAINAN SAL.
GEJALA KLINIS LOKASI INFEKSI
KEMIH

SIMTOMATIK ISK ATAS SIMPLEKS

ASIMTOMATIK ISK BAWAH KOMPLEKS

Gambar 2.1 Klasifikasi ISK.2

Berdasarkan lokasi infeksinya ISK dibedakan menjadi ISK atas yaitu


infeksi yang menyerang parenkim ginjal (pielonefritis), dan ISK bawah yaitu
infeksi saluran kemih yang terbatas pada saluran kemih bawah (sistisis, urethritis)
dengan gejala utama disuria, polakisuria, urgensi. Membedakan antara ISK atas
dan ISK bawah adalah tindakan yang penting karena komplikasi pada pielonefritis
dapat menimbulkan parut ginjal, yang mana hal tersebut tidak terjadi pada ISK
bawah.2
Untuk kepentingan klinik dan tatalaksana ISK dapat dibedakan menjadi
ISK simpleks dan ISK kompleks. ISK kompleks adalah ISK yang disertai dengan
kelainan anatomik dan atau fungsional saluran kemih, yang menyebabkan aliran
urin statis atau aliran balik (refluks). Dan yang dimaksud dengan ISK simpleks
yaitu ISK tanpa kelainan anatomis dan fungsional saluran kemih.2

2.4 Patofisiologi ISK


Patogenesis kejadian ISK sangat kompleks karena bergantung pada faktor
penjamu dan faktor organismenya. Timbulnya infeksi pada saluran kemih
bergantung pada faktor predisposisi yang ada diantaranya yaitu adanya obstruksi
urin, kelainan struktur, urolitiasis, benda asing, refluks atau konstipasi yang lama.3

7
Cara penularan infeksi pada anak ISK dapat berlangsung karena proses
hematogen, atau asending dari uretra eksterna ke kandung kemih kemudian ke
ginjal. Pada anak kecil, sumber infeksi ISK yang sering terjadi akibat bakteri dari
tinjanya sendiri yang berjalan secara asending ke saluran kemih. Bakteri
uropatogenik tersebut akan melekat pada sel uroepitel dan mempengaruhi
kontraktilitas otot saluran kemih dan mempengaruhi peristaltiknya. Melekatnya
bakteri ke sel uroepitel akan meningkatkan virulensi bakteri tersebut.3
Mukosa pada kantong kemih mengandung glikoprotein musin layer yang
berfungsi sebagai anti bakteri. Robeknya lapisan ini menyebabkan bakteri dapat
membentuk kolonisasi dan terjadinya peradangan. Bakteri kandung kemih dapat
naik ke ureter dan ginjal.3
Infeksi pada kantong kemih berulang dapat menyebabkan perubahan pada
dinding vesika dan inkompetensi katub vesikoureter. Akibat rusaknya katub ini
urin dapat refluks ke ureter terutama saat berkemih (kantong kemih berkontraksi),
kemudian menyebabkan ureter melebar dan kerusakan pielum dan parenkim
ginjal.3
Apabila infeksi mengenai buli, infeksi tersebut menyababkan iritasi dan
spasme otot vesika urinaria sehingga muncul gejala rasa ingin miksi terus-
menerus (urgensi), miksi berulang (polakisuria), nyeri berkemih (disuria). Mukosa
menjadi meradang dan bila terjadi perdarahan dapat menyebabkan hematuria. 3

2.5 Gejala Klinis ISK


Infeksi saluran kemih memiliki gejala yang bervariasi, gejala yang
ditimbulkan bergantung kepada usia, lokasi infeksi dan intensitas reaksi inflamasi.
Penegakan diagnosis ISK pada anak usia 2-3 tahun sulit karena gejala dan tanda
yang dimunculkan tidak khas. 2,4
Pada neonatus gejala tidak spesifik seperti apati, anoreksia, ikterus atau
kolestatis, muntah, diare, demam, hipotermia, tidak mau minum, oliguria, iritabel
kalau distensi abdomen. Peningkatan suhu tidak terlalu tinggi dan kadang tidak
terdeteksi. Kadang gejala klinis hanya berupa apati atau warna kulis keabu-abuan
(grayish colour).2

8
Bayi sampai usia 1 tahun gejala klinik dapat berupa demam, penurunan
berat badan, gagal tumbuh, napsu makan berkurang, cengeng, kolik, muntah,
diare, ikterus, dan distensi abdomen. Demam bisa sangat tinggi sampai kejang.2
Pada umur lebih tinggi sampai 4 tahun dapat terjadi demam tinggi disertai
kejang, muntah dan diare sampai menimbulkan dehidrasi. Sedangkan pada anak
yang besar, gejala klinik lebih ringan dan muncul gejala lokal saluran kemih
seperti polakisuria, disuria, urgensi, frekuensi, ngompol, sedangkan gejala sakit
perut, sakit pinggang dan pireksia jarang ditemukan.2
Berikut ini adalah hasil penelitian di RSCM Indonesia mengenai distribusi
gejala klinis ISK pada anak berdasarkan usia4

Tabel 2.1 distribusi gejala klinis ISK pada anak berdasarkan usia.4

Berdasarkan tabel diatas dapat ditarik kesimpulan pada anak ISK akan
memunculkan klinis berupa demam, penurunan napsu makan, diare dan gejala
lainnya yang tidak spesifik. 4

2.7 Diagnosis ISK


Gejala klinis ISK bervariasi dan tidak khas terutama pada anak < 2-3
tahun, sehingga untuk menegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan laboratorium
dan penunjang lainnya sebagai pendukung diagnostik. Pemeriksaan urin tidak
hanya dilakukan pada anak dengan klinis ISK saja, akan tetapi American Academy

9
of Paediatric (AAP) merekomendasikan agar klinisi melakukan pemeriksaan urin
pada anak dengan demam yang belum diketahui penyebabnya.5,6
Sampel urin yang diambil bisa dengan teknik non invasif dan dengan
Teknik invasif. Pengambilan sampel urin non invasif seperti mengambil urin porsi
tengah dengan teknik clean catch urine specimen sulit dilakukan oleh anak akan
tetapi lebih direkomendasikan oleh NICE guideline. Sebagai alternatif NICE
guideline juga memperbolehkan pengambilan sampel urin melalui kantong urin.
Akan tetapi pelaporan dari AAP menyatakan bahwa pengambilan sampel melalui
kantong urin mengakibatkan 85% dari hasil kultur urin positif palsu. Sedangkan
teknik pengambilan sampel urin invasive yang dapat dilakukan yaitu pemasangan
kateter dan supra pubic aspiration (SPA). Meskipun sebagian besar guideline
internasional menyatakan bahwa teknik non invasif lebih digemari dalam
pengambilan sampel urin pasien suspek ISK, AAP menyatakan hanya teknik
invasive yang dapat mengkonfirmasi diagnosa ISK, karena tingkat kontaminasi
kuman mencapai 26% pada anak usia <24 bulan. AAP juga menambahkan bahwa
teknik invasif menggunakan kateterisasi lebih dianjurkan daripada SPA. SPA
memiliki skor nyeri yang lebih tinggi dan tingkat keberhasilan yang lebih rendah
dibandingkan kateterisasi. 5,6
Sampel urin yang dikumpulkan digunakan untuk pemeriksaan urinalisis
dan kultur urin dalam waktu bersamaan. Sampel yang digunakan untuk kultur urin
harus urin yang diambil dengan teknik kateterisasi atau SPA. Karena hasil kultur
tidak dapat diperoleh dalam 24 jam awal, dilakukan pemeriksaan urinalisis untuk
memprediksi hasil kultur dan dapat memulai terapi sebelum hasil kultur keluar.
Sampel urin segar digunakan untuk urinalisis yaitu < 1 jam atau < 4 jam apabila
disimpan dalam lemari pendingin. 5
Urinalisis dapat dilakukan dengan dipstick urin dan pemeriksaan
mikroskopis. Pemeriksaan dipstick urin adalah pemeriksaan cepat untuk
mendeteksi keberadaan nitrit dan leukosit esterase di dalam urin. Keberadaan
nitrit mewakili konversi diet nitrat oleh bakteri gram negatif dan memiliki
spesisifitas tinggi (98%) pada ISK. Keterbatasannya adalah hasil akan negatif
apabila ISK disebabkan oleh kuman gram positif atau kantong kemih sering
dikosongkan. Sedangkan pemeriksaan leukosit esterase memiliki sensitifitas 84%

10
dan spesisifitas 72%. Keunggulannya adalah hasil pemeriksaan akan negatif
apabila dilakukan pemeriksaan pada bakteriuria asimtomatik (dapat membedakan
antara bakterinuria asimtomatik dengan ISK). Pemeriksaan dipstick tidak dapat
dijadikan sebgai standar diagnosis untuk ISK. 5,6
Pemeriksaan mikroskopis pada urinalisis adalah memeriksa kemungkinan
terdapatnya leukosit dan atau bakteri di dalam urin. Leukosit di dalam urin
digunakan sebagai penanda terjadinya proses inflamasi yaitu apabila ditemukan
lebih atau sama 5 leukosit per lapangan pandang besar pada urin disentrifugasi.6

Berikut ini adalah tabel AAP mengenai sensitifitas dan spesifisitas urinalisis
Tabel 2.2 Sensitifitas dan Spesifisitas Urinalisis.5

Idealnya sampel yang digunakan untuk kultur urin harus bebas


kontaminasi. Sampel urin akan dibiak dalam media agar darah dan media
McConKey, beberapa bakteri yang tidak lazim sebagai penyebab ISK tidak dapat
tumbuh dalam media tersebut sehingga membutuhkan media khusus.2
Interpretasi hasil kultur urin bergantung kepada cara pengambilan sampel,
waktu dan keadaan klinik. Pengambilan sampel dengan SPA semua literatur
setuju hasil positif apabila ditemukan berapapun jumlah kuman pada media.
Namun, pengambilan sampel dengan kateterisasi atau dengan urin pancar tengah
memiliki kriteria yang berbeda-beda. 2
Menurut pendapat AAP hasil kultur yang bermakna apabila dengan sampel
kateterisasi urin ditemukan 5 x 104 colony per unit (CFU). Dibawah ini
merupakan tabel distribusi perbedaan interpretasi kultur menurut beberapa
pedoman internasional:

11
Tabel 2.3 Interpretasi Hasil Kultur berdasarkan Pedoman Internasional.6

2.8 Penatalaksanaan ISK


Tujuan penatalaksanaan ISK akut adalah mengeleminasi infeksi akut,
mencegah komplikasi dan mengurangi kemungkinan kerusakan ginjal. Sehingga
apabila anak dicurigai ISK berikan antibiotik dengan kemungkinan paling sesuai
sebelum hasil hasil kultur keluar. Pemilihan antibiotik dadasarkan kepada
kepekaan kuman yang terdapat dalam literatur. Pada umumnya hasil pengobatan
sudah dapat terlihat pada 48-72 jam setelah pemberian antibiotik. Apabila dalam
waktu tersebut, keadaan belum membaik kemungkinan antibiotik yang diberikan
belum sesuai atau pada anak terjadi ISK kompleks. Maka antibiotik yang
digunakan sebelumnya dapat diganti.2
Pada umumnya antibiotic per oral dapat diberikan pada anak, namun
apabila anak terlihat “toxic” atau tidak maumpu menerima intake oral, antibiotik
parenteral dapat diberikan selama 24-48 jam. Menurut AAP pengobatan antibiotik
oral atau parenteral (yang kemudian diubah menjadi oral) pada ISK diberikan
selama 7-14 hari. Akan tetapi didalam konsensus IDAI disampaikan bahwa ISK
simpleks rata-rata penggunaan antibioti selama 7 hari, namun berdasarkan
penitilian pemberian antibiotik dengan waktu yang lebih singkat (3-5 hari)
efektifitasnya sama dengan pemberian 7 hari. 2,5

12
NICE guideline merekomendasikan penatalaksanaan ISK adalah sebagai berikut2 :
1. Bayi < 3 bulan dengan kemungkinan ISK harus dirujuk ke spesialis anak
untuk mendapatkan antibiotik parenteral
2. Bayi ≥ 3 bulan dengan pielonefritis/ ISK atas :
 Pertimbangkan untuk dirujuk ke spesialis anak
 Terapi dengan antibiotik oral 7-10 hari dengan antibiotic dengan
pola resistensi masih rendah seperti sefalosporin atau co-
amoksikav
 Jika antibiotik per oral tidak dapat digunakan, terapi antibiotic
parenteral seperti sefotaksim atau seftriakson selama 2-4 hari
dilanjutkan dengan antibiotik per oral hingga total lama pemberian
10 hari.
3. Bayi ≥ 3 bulan dengan sistisis/ISK bawah :
 Berikan antibiotik oral selama 3 hari berdasarkan pola resistensi
kuman setempat. Bila tidak ada hasil pola resistensi kuman dapat
diberikan trimethoprim, sefalosporin atau amoksisilin
 Bila dalam 24-48 jam belum ada perbaikan harus dinilai kembali,
dilakukan pemeriksaan kultur urin untuk melihat pertumbuhan
bakteri dan kepekaan obat.

Berbagai antibiotik yang dapat digunakan untuk pengobatan ISK adalah :


Tabel 2.4 Pilihan antibiotic oral pada ISK2

13
Tabel 2.4 Pilihan antibiotic parenteral infeksi ISK2

Berikut ini adalah kesimpulan penatalaksanaan ISK menurut beberapa guideline


internasional6 :
Tabel 2.5 Penatalaksanaan ISK.6

14
BAB 3
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : An. ASA
Tanggal Lahir : 18 Desember 2017
Umur : 1 tahun 8 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Bukittinggi

2. Anamnesa
Alloanamnesa : Nenek dan Kakek Pasien
Anak perempuan berusia 1 tahun 8 bulan rujukan dari RS Ibnu Sina
Bukittinggi 15 Januari 2019 dengan diagnosa ISK kompleks + TB paru dalam
pengobatan OAT hari ke-70 + failure to thrive + global development delay.

Keluhan Utama :
Menangis saat buang air kecil sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :


 Demam sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, demam hilang timbul,
demam tinggi, tidak menggigil, dan berkeringat.
 Batuk sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, batuk hilang timbul,
sesekali, berdahak, namun sulit dikeluarkan.
 Anak menangis saat BAK sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit.
BAK berwarna kemerahan, jumlah sedikit – sedikit, ganti pempers setiap
6-8 x kali per hari.
 Sesak nafas tidak ada
 Muntah tidak ada
 Kejang tidak ada
 BAB warna dan konsistensi biasa

15
 Pasien sudah dikenal ISK sejak 2 bulan yang lalu di Yarsi Bukittingi dan
mendapat pengobatan antibiotik namun tidak ada perbaikan. Pasien juga
sudah dikenal TB paru dan sedang dalam pengobatan OAT hari ke-70.
 Riwayat perdarahan gusi, mukosa hidung dan saluran cerna tidak ada.
 Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria tidak ada.
 Riwayat kontak dengan orang yang batuk lama atau konsumsi obat 6
bulan tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu


 Anak sudah dikenal dengan TB paru dan sudah mendapatkan terapi OAT
hari ke-70 dan ISK sejak 2 bulan yang lalu.
 Bronkopneumonia berulang pada usia 4 bulan dan sudah sering mendapat
antibiotik

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama

Riwayat Persalinan
Anak lahir 39-40 minggu dibantu Sp. OG dengan SC ai bekas SC 1x BL
2700 gram dan PL 49 cm, saat lahir anak langsung menangis kuat.
Kesan : Normal

Riwayat Makan dan Minuman


ASI : tidak ada
Susu Formula : 0 bulan – sekarang
Nasi tim : 6 bulan – sekarang
Minum susu formula ±30 cc per kali, frekuensi ±7-8x per hari. Makan nasi
tim 3 x 1 porsi, dengan lauk daging, ayam, ikan, telur, tempe dan tahu,
sayur.
Kesan : Kualitas dan kuantitas makan anak cukup

16
Riwayat Imunisasi
Hb 0 0 bulan
BCG 2 bulan
Polio 2,3,4 bulan
DPT Hb Hib 2,3,4 bulan
Campak 9 bulan

Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia imunisasi ulangan/booster tidak


lengkap sesuai umur

Riwayat Perkembangan
Tertawa : 3 bulan
Miring : - bulan
Tengkurap : - bulan
Duduk : - bulan
Berdiri : - bulan
Berjalan : - bulan
Berbicara : - bulan
Kesan : Riwayat perkembangan abnormal

Riwayat Keluarga
Ayah Ibu
Nama Hendra Doni Resi Novia
Umur 35 tahun 33 tahun
Pendidikan SMA S2
Pekerjaan Wira Swasta Dosen
Penghasilan Rp. 3.000.000 Rp. 5.000.000
Perkawinan 1 1
Penyakit yang pernah Tidak ada Tidak Ada
diderita

Saudara Kandung : 1 orang

17
Riwayat Perumahan dan Tempat Tinggal
Rumah tempat tinggal : Permanen
Sumber air minum : Air Galon yang di masak
Buang air besar : Di dalam rumah
Pekarangan : Sempit
Sampah : Dibuang ke TPA
Kesan : Higiene dan sanitasi baik

3. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Fisik Umum


Keadaan Umum : Sakit sedang Berat Badan : 6,3 kg
Kesadaran : Anak sadar Tinggi Badan : 70 cm
Frekuensi Nadi : 109 x/menit BB/U : p <-3
Frekuensi Napas : 27 x/menit TB/U : p <-3
Suhu : 36,6 ℃ BB/TB : P <-2
Edema : Tidak ada Status Gizi : Gizi buruk
Ikterus : Tidak ada Anemia : Tidak ada
Kulit : Dalam batas normal Sianosis : Tidak ada

Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran KGB


Kepala : Bulat, simetris. Normosepal dengan lingkar kepala 43 cm
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok.
Wajah : Wajah tampak seperti orang tua tidak ada.
Mata : Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada
Pupil bulat dengan diameter 2mm/2mm Rc +/+, mata
cekung tidak ada, mata sembab tidak ada
Telinga : Bentuk telinga luar normal. Cairan dari liang telinga tidak
ada
Hidung : Nasal bridge datar, deviasi tidak ada, napas cuping hidung
tidak ada
Perdarahan mukosa hidung tidak ada

18
Tenggorok : Tonsil T1-T1 detritus tidak ada, faring dan tonsil tidak
hiperemis
Gigi dan mulut : Mukosa bibir, palatum dan buccal basah, karries tidak ada
Leher : Tidak terdapat pembesaran KGB colli
Thoraks : Normochest
Paru
Inspeksi : Pengembangan dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial linea midclavicula sinistra
RIC V
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : S1 = S2, murmur tidak ada, bising tidak ada
Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Supel. Nyeri tekan supra pubik ada.
Hepar, lien, ginjal tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) 6x/menit
Punggung : Tidak ditemukan adanya kelainan
Genitalia : A1M1P1
Anggota gerak : Teraba hangat, CRT < 2 detik, pitting oedem tidak ada

4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Darah (15 agustus 2019)
Hb : 11,9 gr/dL Hematokrit : 35,7 %
Leukosit : 12.470/mm3 Hitung jenis leukosit : 0/1/1/74/16/8
Trombosit : 287.000/mm3
Kesan : neutrofilia relatif

19
Pemeriksaan Urin
Tanggal: 11 Juli 2019
Makroskopik
Warna : Kuning Muda
Kekeruhan : Negatif
BJ : 1.010
pH : 6,5
Mikroskopis
Leukosit : Banyak/ LPB
Eritrosit : 2/ml
Silinder : Negatif
Kristal : Negatif
Epitel : Epitel gepeng (+)
Kimia
Protein : Negatif
Glukosa : Negatif
Bilirubin : Negatif
Urobilinogen : Positif
Kesan : Leukosituria

Tanggal: 16 Agusutus 2019


Makroskopik
Warna : Kuning Muda
Kekeruhan : Negatif
BJ : 1.010
pH : 6,5
Mikroskopis
Leukosit : 2/ LPB
Eritrosit : Negatif
Silinder : Negatif
Kristal : Negatif
Epitel : Epitel gepeng (+)

20
Kimia
Protein : Negatif
Glukosa : Negatif
Bilirubin : Negatif
Urobilinogen : Positif
Kesan : Leukosituria

Kultur Urin :
Tanggal 06 Agustus 2019
Hasil Kuman : E. Coli ESBL dengan jumlah kuman 2500 koloni
Antibiotik yang sesitif : Chloramphenicol, Amikacin, Meropenem

USG Ginjal dan saluran kemih


Tanggal 21 Agustus 2019
Kesan : Hidronefrose dan hidroureter bilateral, divertikel vesika urinaria, susp
sistitis kronis.

5. DAFTAR MASALAH
Menangis saat buang air kecil
Batuk berdahak tidak bisa dikeluarkan
Perkembangan dan pertumbuhan tidak sesuai usia
Hasil laboratorium : neutrofilia relatif, leukositoria

6. DIAGNOSIS KERJA
Infeksi saluran kemih kompleks
TB paru dalam pengobatan hari ke 70
Global Delayed Development
Failure to Thrive

21
7. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana Nutrisi
Makanan Lunak 1000 kkal
3x makanan pokok + 2x selingan
Susu Formula 4-5 x 100 cc

Tatalaksana Medikamentosa
Meropenem 3x240 mg IV
INH 1x60 mg PO
Rifampisin 1x90 mg PO
Pirazinamid 1x150 mg PO
Vit B6 1x6 mg PO

Edukasi
- Usahakan anak tidur dan istirahat agar metabolisme anak turun
- Beri anak banyak minum
- Beri anak makan dan minum lebih sering
- Buka pakaian/ selimut tebal anak agar terjadi perpindahan panas secara
evaporasi dan radiasi
- Cara membersihkan BAK dan BAB dengan arah dari depan ke belakang
menggunakan tissue atau kain yang sekali pakai.
- Beri anak rangsangan untuk bicara, berbahasa, motorik, dan bersosialisasi.

8. PROGNOSA
Dubia ad malam

22
9. FOLLOW UP
S/ Demam anak sudah mulai turun
Anak masih sulit makan
Anak tampak rewel dan cengeng
Mual muntah kejang tidak ada
Batuk ada sesekali, berdahak, sulit dikeluarkan
BAB dan BAK dalam jumlah, warna dan konsistensi biasa

O/ ku : sakit sedang
Nd : 115x
Nf : 23x
S : 37,9℃
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Paru : Retraksi dinding dada tidak ada, SN vesikuler ronki tidak ada,
wheezing tidak ada.
Jantung : S1=S2 mur-mur dan gallop tidak ada
Abd : Nyeri tekan simpisis ada dan lepas tidak ada

A/ Infeksi saluran kemih + TB paru dalam pengobatan OAT hari ke-70 +


Failure to thrive + Global development delay

P/ Pantau tanda tanda vital (suhu)


ML 1200 kkal + ASI/ SF OD
Meropenem 2 x 240 mg (IV)  Hari ke-6
INH 1x60 mg PO
Rifampisin 1x90 mg PO
Pirazinamid 1x150 mg PO
Vit B6 1x6 mg PO

23
BAB 4
DISKUSI

Pasien anak perempuan usia 1 tahun 8 bulan datang ke POLI RSUD


Achmad Mochtar Bukittinggi dengan keluhan utama menangis saat buang air
kecil sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Anak menangis saat buang air
kecil menandakan adanya nyeri saat berkemih (disuria) yang merupakan salah
satu gejala utama pada infeksi saluran kemih terutama saluran kemih bawah
(sistitis). Gejala lainnya pada sistitis berupa polakisuria (sering berkemih) dan
urgensi (rasa ingin miksi terus-menerus). Infeksi yang mengenai buli,
menyebabkan iritasi dan spasme otot vesika urinaria sehingga muncul gejala rasa
ingin miksi terus-menerus (urgensi), miksi berulang (polakisuria), serta nyeri
berkemih (disuria). Mukosa menjadi meradang dan bila terjadi perdarahan dapat
menyebabkan hematuria.
Anak juga mengeluhkan demam sejak 3 bulan sebelum masuk rumah
sakit. Demam menandakan terjadinya perubahan set poin pengaturan panas di
hipotalamus akibat infeksi atau akibat ketidakseimbangan antara produksi dan
pengeluaran panas. Anak yang datang dengan keluhan demam perlu ditinjau tipe
demamnya. Beberapa penyakit tertentu memiliki tipe demam yang khas yang
mengarahkan kediagnosis. Pada pasien ini demam sudah terjadi sejak 3 bulan,
dengan demam hilang timbul, demam tinggi, tidak menggigil dan berkeringat.
Demam pada pasien ini terjadi akibat proses infeksi pada saluran kemih. Selain
itu, demam yang terjadi juga dapat disebabkan oleh adanya infeksi pada paru.
Pada anamnesis pasien juga mengeluhkan batuk lama sejak 3 bulan yang lalu,
berdahak, namun sulit dikeluarkan. Pada pasien juga sudah dilakukan rontgen
thorax dengan kesan TB primer aktif dan sudah mendapatkan terapi OAT hari ke-
70.
AAP menyatakan bahwa demam pada anak, khususnya pada < 24 bulan
mesti dilakukannya urinalisis untuk memeriksa kemungkinan ISK sebagai
penyebab demam. Hasil urinalisis pertama pada anak didapatkan banyak leukosit /
LPB. Hasil leukosituria menandakan terjadinya proses inflamasi pada saluran
kemih atau terjadinya infeksi saluran kemih pada anak. Hasil urinalisis ini

24
sebaiknya dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur. Akan tetapi hasil pemeriksaan
kultur tidak dapat keluar dalam waktu < 24 jam. Antibiotik parenteral dipilih
karena pada anak saat ini sulit untuk makan termasuk minum obat. Keakuratan
antibiotik pilihan akan dinilai 48-72 jam kedepan, apabila klinis membaik
antibiotik tersebut dapat dilanjutkan.
Pada pasien ini diberikan terapi meropenem 3x24 mg IV, karna
berdasarkan hasil kultur didapatkan sensitive terhadap meropenem, dan hasil
kultur didapatkan bakteri E.Coli ESBL dengan jumlah 2500 koloni.
Terapi antibiotik empiris tersebut lahir karena adanya pola kecenderungan
kuman. ISK yang terjadi pada anak terutama anak kecil sering terjadi karena
kuman E.coli yang bersal dari tinja berjalan asending ke saluran kemih. Dari
anamnesis diketahui bahwa anak menggunakan pampers, kebiasaan tidak
langsung menganti pempers setelah BAB dan cara membersihkan yang tidak
benar (dari belakang ke depan, atau maju mundur) dapat menjadi faktor
presdisposisi kontaminasi E.coli ke saluran kemih.
Selain terapi antibiotik pada anak juga diberikan terapi OAT sebagai
pengobatan TB pada anak, diantaranya INH, Pirazinamid, dan Rifampisin. Ibu
diberikan edukasi untuk melakukan hal-hal yang dapat memindahkan panas secara
radiasi atau evaporasi seperti tidak menggunakan pakaian tebal pada anak dan
kompres hangat. Untuk mencegah terjadinya dehidrasi akibat evaporasi yang
berlebihan anak dianjurkan untuk minum dan diberi terapi nutrisi berupa makanan
lunak, melanjutkan ASI dan susu formula. Kemudian ibu diedukasi untuk
mengganti popok dan membersihkan area genital pada anak dengan baik dan cara
yang benar.

25
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
 ISK adalah bertumbuh dan berkembangbiaknya kuman dan mikroba pada
saluran kemih dalam jumlah yang bermakna
 Patogen penyebab ISK yang paling banyak yaitu e coli. Cara penularan E
coli yang paling sering adalah secara asending ke saluran kemih melalui
uretra, vesikaurinaria, ureter kemudian mengenai ginjal
 Gejala klinis ISK pada anak (terutama usia < 24 bulan) tidak khas.
Diperlukannya pemeriksaan urinalisis oleh praktik klinis apabila
ditemukannya pasien anak dengan demam namun penyebab demam belum
diketahui pasti
 Penegakan diagnosis ISK dengan urinalisis dan kultur urin
 Penatalaksanaan ISK fase akut adalah memilih antibiotik empiris oral atau
parenteral

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Pardede SO. Infeksi Ginjal dan Saluran Kemih Anak : Manifestasi klinis
dan Tatalaksana. Sari Pediatri. 2018 April; 19 (6) : 364-74.
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia Unit Kerja Koordinasi Nefrologi.
Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2011. p.2-16
3. Rusdidjas, Ramayanti R. Infeksi Saluran Kemih. In: Buku Ajar Nefrologi
Anak Edisi 2. Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta; 2002. p.142-63.
4. Miesien, Tambunan T, Munasir Z. Profil Klinis Saluran Kemih Pada Anak
di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo. Sari Pediatri. 2006 : 7 (4) 200-6.
5. American Academy of Paediatric. Urinary Tract Infection : Clinical
Practice Guideline For the Diagnosis and Management of the Initial UTI
in Febrile Infant and Children 2 to 24 Months. AAP. 2011.595-610
6. Napiera MO, Washilewska A, Kuchar E. Urinary Tract Infection in
Children : Diagnosis, treatment, imaging – comparison of current
guideline. Jurnal of Paediatric Urology. Elsevier : 2017; 13: 567-72.

27
Lampiran 1. TB/U

Lampiran 2. BB/U

28
Lampiran 3. BB/TB

29

Anda mungkin juga menyukai