Anda di halaman 1dari 20

SARI PUSTAKA

Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Disusun oleh

Debora Iriani Sanda Pasoro

2365050182

Pembimbing
dr. Daniel R.P. Situmorang, M.Ked (P.D)., Sp.PD-KGH

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

PERIODE 16 OKTOBER - 23 DESEMBER 2023

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

FAKULTAS KEDOKTERAN JAKARTA

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Sari Pustaka ini sebagai salah satu pemenuhan
tugas Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia. Sari Pustaka yang berjudul “Infeksi Saluran Kemih” ini
diharapkan dapat memiliki manfaat bagi penulis serta pembaca Sari Pustaka ini.
Penulis menyadari banyak pihak yang telah membimbing dan membantu dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam dan proses penulisan Sari
Pustaka ini. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada:
1. dr. Daniel R.P. Situmorang, M.Ked (P.D)., Sp.PD-KGH selaku pembimbing Sari
Pustaka, yang telah memberikan waktu, arahan, nasihat serta saran dalam
menyelesaikan Sari Pustaka ini.
2. Orang tua penulis untuk segala cinta kasih, dukungan moral dan material serta doa.
3. Teman – teman Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam FK UKI yang
telah saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam melaksanakan
program Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam FK UKI di RSU UKI
Jakarta.

Sari Pustaka ini masih jauh dari sempurna dan memiliki kekurangan, oleh karena
itu penulis berterima kasih atas saran kritik dan saran yang membangun untuk bekal
yang baik dalam penulisan berikutnya.

Jakarta, 14 November 2023

Debora Iriani Sanda Pasoro


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR iv

BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Infeksi Saluran Kemih


2. Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih
3. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih
4. Etiologi dan Faktor Risiko Infeksi Saluran Kemih
5. Patogenesis dan Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih
6. Manifestasi Klinis Infeksi Saluran Kemih
7. Penegakan Diagnosis Infeksi Saluran Kemih
8. Tatalaksan Infeksi Saluran Kemih

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi akibat masuknya patogen pada
ginjal, ureter, kandung kemih, atau uretra. 1,2 Saluran kemih terbagi menjadi saluran kemih
atas dan saluran kemih bawah. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi paling sering
terjadi pada perempuan, dengan angka kejadian cenderung meningkat dengan bertambahnya
usia. Penelitian terhadap laki-laki di Norwegia berusia 21 - 50 tahun menunjukkan perkiraan
insiden 0,0006 - 0,0008 infeksi per orang-tahun, dibandingkan dengan sekitar 0,5-0,7 per
orang-tahun pada perempuan dengan usia yang sama di Amerika Serikat. Menurut Centers
for Disease Control and Prevention (CDC), ISK merupakan infeksi yang paling sering
membutuhkan perawatan medis, dengan angka kunjungan rawat jalan 8,6 juta pada tahun
2007, dan 23% di antaranya terjadi di unit gawat darurat. Lebih dari 10,8 juta pasien di
Amerika Serikat mengunjungi unit gawat darurat untuk pengobatan ISK antara tahun 2006 –
2009, dengan biaya perawatan berkisar $2 miliar per tahun. Sekitar 1,8 juta (16,7%) pasien
dari unit gawat darurat tersebut kemudian menjalani rawat inap, dan merupakan infeksi
terbanyak yang mendapatkan resep antimikroba. Berdasarkan laporan National Healthcare
Safety Network, ISK terkait kateter (catheter-associated UTI, CA-UTI) merupakan infeksi
terkait perawatan kesehatan yang paling sering. Pada beberapa kasus, ISK ini kurang
mendapatkan perhatian.5

Keseluruhan biaya perawatan kesehatan AS untuk manajemen dan pengobatan ISK


pada tahun 2013 adalah $630 juta.6 ISK menyebabkan morbiditas jangka pendek seperti
demam, disuria, dan nyeri panggul, dan mungkin juga mengakibatkan cedera ginjal jangka
panjang, misalnya ginjal permanen jaringan parut.7. ISK pada anak-anak adalah satu
episode yang mungkin menjadi pemicunya kejadian untuk kelainan ginjal yang mendasari
dan pada 30% dari anak dengan kelainan kongenital ginjal dan saluran kemih (CAKUT).
Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan penyakit infeksi yang sering ditemukan di praktik
umum. Beberapa penelitian menunjukkan adanya faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya ISK seperti umur, jenis kelamin, berbaring lama, penggunaan obat
immunosupresan dan steroid, pemasangan katerisasi, kebiasaan menahan kemih, kebersihan
genitalia, dan faktor predisposisi lain.7 Angka kejadian ISK adalah 1:100 pertahun. Insiden
ISK meningkat pada anak menurun pada umur dewasa dan meningkat lagi pada lansia.
>10% wanita yang > 65 tahun melaporkan mengalami ISK dalam 12 tahun terakhir. Jumlah
ini meningkat hampir 30% pada wanita >80 tahun. Angka kejadian ISK meningkat pada
pasien berumur 40 tahun ke atas dengan puncak tertinggi yaitu pada kelompok umur 50-59
tahun. Sebagian besar pasien ISK berjenis kelamin perempuan.8 ISK menempati urutan
kedua infeksi yang sering menyerang setelah infeksi saluran pernafasan dengan jumlah 8,3
juta pertahun. Infeksi saluran kemih di Indonesia dan prevalensinya tinggi. Jumlah penderita
ISK di Indonesia adalah 95 kasus/ 104 penduduk pertahunnya atau sekitar180.000 kasus
baru pertahun.9 Terdapat banyak faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan angka
kejadian ISK. Bervariasinya penyebab ISK, luasnya spektrum organisme yang menjadi
penyebab, serta sedikitnya uji klinis yang telah dilaksanakan, mempersulit penyusunan
antimikroba pilihan yang dapat digunakan dalam terapi ISK. Faktor risiko yang paling
sering diidentifikasi adalah penggunaan antibiotik sebelumnya dan penggunaan katerisasi.
ISK adalah infeksi yang paling sering didapat di masyarakat dunia dan patogen yang paling
umum adalah E. Coli.10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Infeksi Saluran Kemih

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah kondisi yang melibatkan infeksi pada
organ sistem kemih, seperti kandung kemih, uretra, ginjal, atau ureter. Gejala ISK
dapat mencakup nyeri saat buang air kecil, frekuensi buang air kecil yang meningkat,
dan perasaan tidak nyaman di daerah panggul. Infeksi saluran kemih (ISK)
menunjukkan keberadaan mikroorganisme dalam urin dan merupakan penyakit yang
sering ditemui di praktik umum. ISK dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur.
Adanya bakteri dalam urin disebut bakteriuria. Bakteriuria dikatakan bermakna jika
pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 105 colony forming units (CFU)/ml
urin. Bakteriuria bermakna tanpa disertai gejala klinis ISK disebut bakteriuria
asimtomatik, sedangkan bakteriuria bermakna dengan disertai gejala klinis ISK
disebut bakteriuria simtomatik.1

B. Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih

Klasifikasi ISK dapat dibedakan berdasarkan letak anatomis dan gejala klinis
yang timbul.
a. Berdasarkan letak anatomis

 Infeksi Saluran Kemih Atas


1. Pielonefritis Akut (PNA) adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang
disebabkan oleh bakteri.
2. Pielonefritis Kronis (PNK) dapat terjadi akibat lanjutan dari infeksi bakteri
yang berkepanjangan. Obstruksi saluran kemih dan refluks vesikoureter
dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti dengan pembentukan
jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai dengan PNK yang spesifik.
Bakteriuria asimtomatik kronik pada dewasa tanpa faktor predisposisi tidak
dapat menyebabkan pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal.
 Infeksi Saluran Kemih Bawah
Gejala yang timbul pada ISK bawah berbeda-beda tergantung dari jenis
kelamin pasien. Pada perempuan, terdapat sistisis dan Sindrom Uretra Akut
(SUA). Sistisis adalah presentasi klinis infeksi kandung kemih disertai bakteriuria
bermakna. Sedangkan SUA adalah presentasi klinis sistisis tanpa ditemukannya
mikroorganisme. Berdasarkan penelitian terkini SUA sering disebabkan oleh
mikroorganisme anaerobik, sedangkan ISK bawah pada laki-laki yang dapat
terjadi yaitu sistisis, prostatitis, epididimis, dan uretritis.

b. Berdasarkan gejala klinis


 ISK tanpa komplikasi
Infeksi saluran kemih tanpa disertai dengan kelainan anatomi ataupun
struktural. ISK komplikasi Infeksi saluran kemih disertai dengan kelainan
anatomi maupun struktural atau infeksi pada pasien yang memiliki penyakit
sistemik.4 ISK juga dapat terjadi selama kehamilan dan pada penderita diabetes
melitus (DM). Penelitian epidemiologi klinik melaporkan bakteriuria dan ISK
lebih sering dijumpai pada perempuan DM dibanding tanpa DM.

 ISK komplikasi

Infeksi saluran kemih disertai dengan kelainan anatomi maupun struktural


atau infeksi pada pasien yang memiliki penyakit sistemik. 4 ISK juga dapat
terjadi selama kehamilan dan pada penderita diabetes melitus (DM). Penelitian
epidemiologi klinik melaporkan bakteriuria dan ISK lebih sering dijumpai
pada perempuan DM dibanding tanpa DM.
 ISK berulang (rekuren)

ISK berulang (rekuren) adalah infeksi yang terjadi kembali pada pasien
yang sebelumnya sudah dinyatakan sembuh dengan pengobatan antibiotik. ISK
rekuren terdiri dari dua kelompok yaitu re-infeksi dan relapsing infection.
Pada umumnya episode re-infeksi terjadi pada interval 6 minggu dengan
mikroorganisme yang berlainan, sedangkan pada relapsing infection setiap kali
infeksi disebabkan oleh mikroorganisme yang sama, disebabkan karena
sumber infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat.

 ISK asimptomatik

Ditemukannya bakteri dengan jumlah 105 CFU per ml pada pasien tanpa gejala
ISK

Bagan 1. Klasifikasi ISK12


Menurut EAU Urological Infections Guidelines, ISK diklasifikasikan menjadi
komplikata, unkomplikata, rekuren, catheter-associated, dan urosepsis. ISK
unkomplikata sifatnya akut, sporadik atau bagian bawah (cystitis unkomplikata) dan/atau
bagian atas (pielonefritis unkomplikata), terbatas pada wanita tidak hamil tanpa gangguan
anatomi dan abnormalitas fungsi pada traktus urinarius atau komorbid. ISK koplikata
adalah seluruh ISK yang tidak didefinisikan sebagai unkomplikata. Artinya ISK pada
pasien dengan kemungkinan besar mengalami komplikasi yaitu semua pria, wanita hamil,
pasien dengan anatomi atau fungsi yang abnormal, penggunaan kateter urin, penyakit
ginjal dan/atau penyakit penyerta imunokompromais seperti diabetes. ISK rekuren
ditandai dengan timbulnya ISK unkomplikata dan/atau komplikata dengan frekuensi
minimal 3x per tahun atau dua kali dalam 6 bulan terakhir. ISK terkait kateter mengacu
pada ISK yang terjadi pada seseorang yang menggunakan kateter dalam 48 jam terakhir.
Urosepsis adalah disfungsi organ yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh respon
tubuh yang tidak teratur terhadap infeksi yang berasal dari saluran kemih dan/atau alat
kelamin laki-laki.12

C. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), ISK merupakan
infeksi yang paling sering membutuhkan perawatan medis, dengan angka kunjungan
rawat jalan 8,6 juta pada tahun 2007, dan 23% di antaranya terjadi di unit gawat
darurat. Lebih dari 10,8 juta pasien di Amerika Serikat mengunjungi unit gawat
darurat untuk pengobatan ISK antara tahun 2006 – 2009, dengan biaya perawatan
berkisar $2 miliar per tahun. Sekitar 1,8 juta (16,7%) pasien dari unit gawat darurat
tersebut kemudian menjalani rawat inap, dan merupakan infeksi terbanyak yang
mendapatkan resep antimikroba. Berdasarkan laporan National Healthcare Safety
Network, ISK terkait kateter (catheter-associated UTI, CA-UTI) merupakan infeksi
terkait perawatan kesehatan yang paling sering. Pada beberapa kasus, ISK ini kurang
mendapatkan perhatian.5 Beberapa faktor dapat mendukung terjadinya ISK seperti
umur, jenis kelamin, prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang dapat
menyebabkan terjadi perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal.

D. Etiologi dan Faktor Risiko Infeksi Saluran Kemih

Gambar 1. Infeksi saluran kemih bagian atas dan bawah11


1. Etiologi ISK
Etiologi mikroba dari ISK cukup konsisten di berbagai penelitian, meskipun
terdapat perbedaan antar populasi.15,28,29 Strain uropatogenik E. coli adalah
penyebab paling umum, ditemukan pada 70-95% ISK rawat jalan. Strain ini memiliki
faktor virulensi yang membantu mereka bertahan hidup di saluran kemih dan
menghindari respon imun inang.
Staphylococcus saprophyticus menyebabkan 5-15% ISK rawat jalan, namun lebih
sering terjadi pada wanita. Tidak ada. coli Enterobacteriaceae, seperti Klebsiella
pneumoniae dan Proteus spp, juga merupakan penyebab ISK yang cukup umum
Enterococcus faecalis dan Streptococcus agalactiae (Streptococci Grup B) juga
ditemukan.
Pseudomonas aeruginosa jarang menyebabkan ISK, namun hal ini berhubungan
dengan ISK yang rumit dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi, sebagian
karena faktor virulensinya, pembentukan biofilm, dan kecenderungan resistensi
antibiotik. ISK Candida jarang terjadi, dan kandiduria lebih sering mewakili
kolonisasi. Jika hal ini terjadi, hal ini berhubungan dengan diabetes, terapi antibiotik
berkepanjangan, atau imunosupresi.
Prevalensi ISK akibat strain E. coli yang resistan terhadap obat (termasuk resisten
fluoroquinolon) dan Enterobacteriaceae lainnya, semakin meningkat. Faktor risiko
infeksi Enterobacteriaceae yang resistan terhadap berbagai obat meliputi: penggunaan
fluoroquinolone dalam 3-6 bulan terakhir , penggunaan kateter, rawat inap di rumah
sakit atau rawat inap di panti jompo, dan uropati obstruktif.37,38 Faktor risiko
bakteriuria Staphylococcus aureus (MRSA) yang resisten terhadap metisilin
mencakup peningkatan usia, komorbiditas pasien, paparan di rumah sakit, dan
penggunaan kateter. ISK yang resistan terhadap banyak obat adalah ISK rumit yang
mungkin memerlukan rawat inap di rumah sakit dan pengobatan antibiotik IV.
2. Faktor Risiko ISK
 Wanita berisiko lebih tinggi terkena ISK dibandingkan pria, hal ini kemungkinan
disebabkan oleh jarak yang lebih pendek dari lubang uretra ke kandung kemih,
dan kedekatan antara lubang uretra dengan vagina dan rektum yang kaya akan
bakteri. Bagi wanita pramenopause yang sehat, risiko sistitis akut dan ISK
berulang meningkat akibat aktivitas seksual baru-baru ini atau sering, atau dengan
penggunaan spermisida, yang keduanya meningkatkan risiko kolonisasi E. coli di
periuretra.
 Usia yang lebih tua (> 65 tahun, dan khususnya >80 tahun) meningkatkan risiko
ISK baik pada wanita maupun pria. ISK jarang terjadi pada pria di bawah usia 60
tahun, namun angka ini meningkat secara signifikan setelahnya, sehingga pada
usia 80 tahun, baik pria maupun wanita memiliki angka ISK yang sama.
 Penurunan kadar estrogen pada wanita pascamenopause merupakan salah satu
faktor risikonya
 Inkontinensia urin meningkatkan risiko ISK sebesar empat kali lipat.13
Inkontinensia tinja menyebabkan pembukaan uretra menjadi mudah bagi bakteri,
namun sebagian besar bakteri akan dengan cepat dibersihkan dari saluran kemih
kecuali bakteri tersebut merupakan strain uropatogenik
 Riwayat keluarga dan genetika juga mempengaruhi risiko. Seorang wanita yang
ibunya mengidap ISK mempunyai peningkatan risiko 2-4 kali lipat.14
Tampaknya ada kecenderungan genetik yang mempengaruhi tingkat keparahan
ISK juga
 Kateterisasi secara nyata meningkatkan risiko ISK, khususnya dengan durasi
kateterisasi yang lebih lama.18,19 ISK terkait kateter menyumbang sekitar 70%
dari ISK pada pasien rawat inap.20 Kateterisasi bersih yang terputus-putus lebih
aman dibandingkan menggunakan kateter yang terpasang di dalam. Masalah yang
memerlukan kateterisasi (seperti pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas,
kandung kemih neurogenik, dan kelainan anatomi saluran genitourinari)
semuanya meningkatkan risiko ISK.
 Prosedur. Risiko ISK meningkat beberapa hari setelah prosedur saluran kemih,
seperti ureteroskopi fleksibel untuk penanganan batu atau pengobatan karsinoma
saluran kemih. Tinjauan Cochrane menunjukkan bahwa profilaksis antibiotik
untuk pasien yang menjalani sistoskopi dapat mengurangi risiko gejala ISK.21
Wanita yang menjalani operasi uroginekologi mempunyai risiko lebih tinggi
terkena ISK. Antara 7% dan 24% wanita yang menjalani operasi karena prolaps
organ panggul atau inkontinensia urin akibat stres akan mengalami ISK pasca
operasi.
 Batu ginjal atau kandung kemih dapat menampung bakteri dan menyebabkan ISK
berulang, biasanya disebabkan oleh organisme yang sama. Adanya batu ureter
pada penderita pielonefritis meningkatkan risiko terjadinya urosepsis.
 Diabetes mellitus meningkatkan risiko ISK dua kali lipat.23 Obesitas secara
statistik dikaitkan dengan peningkatan risiko ISK, namun tidak jelas apakah
obesitas adalah penyebabnya
 Status imunokompromais, terutama transplantasi ginjal atau transplantasi organ
padat lainnya, meningkatkan risiko ISK.25 Dalam sebuah penelitian, ISK terjadi
pada 28% dari 417 pasien dalam waktu 13 hari setelah transplantasi ginjal.26
Infeksi human immunodeficiency virus (HIV) tidak diperkirakan terjadi.
mempengaruhi risiko gejala ISK, bahkan pada pasien dengan jumlah CD4
rendah.

E. Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih

Patofisiologi ISK dibagi menjadi ISK bagian bawah dan bagian atas. ISK
bagian atas dapat terjadi akibat beberapa faktor predisposisi seperti
imunokompromise, diabetes, perempuan (uretra yang lebih pendek daripada pria),
stagnan urin (anatomi, obstruksi, neurogenic bladder, reflux urin, kehamilan, kateter
urin, stent, nephrostomy tube. Faktor predisposisi tersebut dapat menyebabkan
gangguan sistem imun tubuh, urin stagnan, akumulasi bakteri yang menyebabkan
terjadinya proliferasi bakteri dan terjadi pyelonefritis. Selain itu, ISK bagian bawah
dapat menyebabkan ISK bagian atas dengan cara asending. Infeksi langsung pada
parenkim juga dapat menyebabkan bakteri melekat pada parenkim ginjal dan
berproliferasi, baik melalui hematogen, inokulasi langsung maupun emboli infeksi
melalui endokarditis. Pyelonefritis dapat menyebabkan koloni bakteri mengiritasi
epitel sehingga timbul gejala disuria. Selain itu dapat menstimulasi refleks sehingga
timbul urgensi dan frekuensi. Patogen menggunakan enzim untuk mengubah nitrat
menjadi nitrit sehingga dapat kita temukan abnormalitas pada urinalisis. Respon
inflamasi yang timbul juga dapat menyebabkan nyeri pada pinggang, nyeri ketok
CVA (Costovertebra angle), selain itu pelepasan sitokin dapat menyebabkan
timbulnya demam, malaise, nausea dan vomitus.13

Pada ISK bagian bawah atau cystitis, faktor predisposisi sama dengan ISK
bagian atas, sehingga dapat menyebabkan gangguan sistem imun tubuh, urin stagnan,
dan terjadi akumulasi bakteri. Selain itu, bakteri dapat masuk melalui penggunaan
kateterm inokulasi saat bedah, penyebaran hematogen, atau trauma. Hal tersebut akan
menyebabkan bakteri masuk melalui gravitasi dan aliran urin yang berulang sehingga
menyebabkan cystitis. Selain itu dapat juga terjadi melalui bakteri feses masuk ke
dalam uretra, bakteri tersebut dapat melekat pada epitel dan menyebabkan cystitis.
Cystitis pada usia tua, gangguan status mental, dan gangguan elektrolit akibat
peningkatan sitokin dapat mengakibatkan delirium. Selain itu kolonisasi bakteri akan
mengiritasi epitel sehingga timbul disuria dan menstimulasi refleks urin sehingga
timbul urgensi dan frekuensi. Respon inflamasi yang menyebabkan sitokin terlepas
akan menyebabkan demam, malaise dan peningkatan kadar leukosit. Selain itu
terdapat nyeri tekan suprapubik.13
Gambar 2. Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih Bagian Bawah13

Gambar 3. Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih Bagian Atas13


F. Manifestasi Klinis Infeksi Saluran Kemih

 Cystitis
Memiliki gejala klinis seperti sakit suprapubik, polakisuria, nokturia, disuria,
dan stranguria.

 Pielonefritis Akut
Gejala klinis dapat berupa demam 39.5-40.5ºC disertai menggigil dan sakit
pinggang. PNA sering didahului dengan terjadinya ISK bawah.

G. Penegakan Diagnosis dan Diagnosis Banding

Asymptomatic bacteriuria (ABU) pada individu tanpa gejala saluran kemih


5
ditentukan oleh sampel aliran tengahurin menunjukkan pertumbuhan bakteri> 10
cfu/mL dalam dua sampel berturut-turut pada wanita dan dalam satu sampel tunggal
sampel pada pria. Dalam satu sampel yang dikateterisasi, pertumbuhan bakteri
mungkin serendah 10 2 cfu/mL. Dianggap mewakili bakteriuria sejati pada pria dan
wanita. Sistoskopi dan/atau pencitraan saluran kemih bagian atas tidak wajib jika
riwayat kesehatan tidak disebutkan. Jika pertumbuhan terus-menerus bakteri
penghasil urease, yaitu Proteus mirabilis terdeteksi, pembentukan batu di saluran
kemih harus dicegah dikecualikan. Pada pria, pemeriksaan colok dubur (DRE) harus
dilakukan untuk mengetahui kemungkinannya penyakit prostat.12

Pada cystitis unkomplikata apat ditegakkan dengan probabilitas tinggi


berdasarkan riwayat penyakit yang terfokus gejala saluran kemih bagian bawah
(disuria, frekuensi dan urgensi) dan tidak adanya keputihan. Pada wanita lanjut usia,
gejala genitourinari belum tentu berhubungan dengan sistitis. Diagnosis banding
adalah ABU, dimana tidak infeksius melainkan kolonisasi komensalisme. Pasien yang
datang dengan gejala khas analisis urin cystitis unkomplikata (yaitu kultur urin, celup
pengujian tongkat, dll.) hanya menghasilkan peningkatan minimal dalam akurasi
diagnostik. Namun, jika diagnosisnya adalah analisis dipstick yang tidak jelas dapat
meningkatkan kemungkinan diagnosis sistitis tanpa komplikasi. Menggunakan kultur
urin dianjurkan pada pasien dengan gejala atipikal, serta pada pasien yang tidak
memberikan respons terapi antimikroba yang tepat.12

Pada pyelonefritis unkomplikata diagnosis klinis ditandai dengan demam (>


38°C), menggigil, nyeri panggul, mual, muntah, atau sudut costovertebral. nyeri
tekan, dengan atau tanpa gejala khas sistitis. Wanita hamil dengan pyelonefritis akut
dapat berdampak pada ibu yaitu anemia, insufisiensi ginjal dan pernapasan dan juga
pada bayi dalam kandungan yang lebih sering mengalami persalinan prematur dan
kelahiran. Diagnosis banding adalah pielonefritis unkomplikata dan komplikata yang
terdapat obstruktif dan nantinya dapat menyebabkan urosepsis. Diagnosis banding ini
membutuhkan pemeriksaan radiologi. Melalui pemeriksaan radiologi dapat ditemukan
obstruksi atau batu ginjal pada pasien dengan riwayat urolitiasis, gangguan fungsi
ginjal, atau pH urin tinggi. Pemeriksaan CT scan atau urografi dapat dilakukan pada
pasien febris setelah 72 jam pasca pengobatan. Pemeriksaan penunjang yang
dilakukan adalah urinalisis termasuk eritrosit, leukosit dan nitrit. Kultur urin dan uji
antimikroba juga harus dilakukan.12

H. Tatalaksan Infeksi Saluran Kemih

Tatalaksana ISK dibagi berdasarkan letaknya dalam penggunaan antimikroba, berikut


tabel-tabel pengobatan dalam pyelonefritis dan cystitis.12

Tabel 1. Antibiotik sistitis unkomplikata12


Tabel 2. Antibiotik oral pyelonefritis unkomplikata12

Tabel 3. Antibiotik parenteral pielonefritis unkomplikata12


Tabel 4. Antibiotik uretritis12
BAB III

KESIMPULAN

Infeksi saluran kemih merupakan salah satu infeksi yang paling sering
menyerang wanita. ISK terjadi pada wanita pada semua usia, dengan prevalensi
tertinggi pada wanita hamil dan pasien pascamenopause. ISK sering kali
menyertai infeksi vagina dan sering kali disebabkan oleh patogen yang berasal
dari bagian akhir saluran pencernaan. Durasi pengobatan antibiotik harus
diminimalkan, dengan dosis dan jadwal waktu yang tepat tergantung pada jenis
infeksi. Bakteriuria asimtomatik tidak selalu memerlukan pengobatan antibiotik,
karena penggunaan berlebihan dapat menyebabkan munculnya strain yang
resisten terhadap antibiotik. Ketika berhadapan dengan infeksi kronis dan
bakteriuria tanpa gejala, pengobatan alternatif untuk mengurangi risiko
kekambuhan harus selalu dipertimbangkan. Untuk infeksi saluran kemih
berulang, pencegahan non-antibiotik direkomendasikan sebagai pengobatan lini
pertama, berdasarkan intervensi perilaku dan modulasi sistem kekebalan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Enday S. Ilmu penyakit dalam UI: infeksi saluran kemih pasien dewasa. Jilid
ke-2. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. 564-8
2. Torpy JM. Urinary tract infection. JAMA 2012; 307(17) 1877
3. Foxman B. Epidemiology of urinary tract infections: incidence, morbidity,
and economic costs. Am J Med 2002; 113: 5–11.
4. Foxman B, Barlow R, D’Arcy H, Gillespie B, Sobel JD. Urinary tract
infection: self-reported incidence and associated costs. Ann Epidemiol 2000;
10: 509–15.

5. Rahn DD. Urinary tract infections: contemporary management. Urol Nurs


2008; 28: 333–41.

6. Basuki, Purnomo B. Dasar dasar urologi: infeksi urogenitalia. Edisi 2.


Jakarta CV Sagung Seto; 2008. 564-8

7. Corwin EJ. Handbook of pathophysiology. 3rd edition. Diterjemahkan oleh


Nike Budhi Subekti, Egi Komara Yudha (editor). Jakarta: EGC; 2008. 718

8. Hiep T, Nguyen. Smith’s general urology bacterial infection of the


genitourinary tract. 7th ed. New York MC Graw Hill Lange; 2008. 193-218
9. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta:
EGC; 2014. 575-6
10. Wong DL, Hockenberry ME, Wilson D, Winkelstein M, Schwartz P. Buku ajar
keperawatan pediatrik. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2008
11. Lisa K. Urinary Tract Infection: Pathogenesis and Outlook. 2016.
12. Bonkat et al. European Association of Urology. 2023.
13. Brett Edwards, et al. Lower Urinary Tract Infection and Upper Urinary Tract
Infection. Calgary guide. 2023.
14. Kovacks JS. Urinary tract infections (UTIs) [Internet]. WebMD Medical Reference;
2019 [cited 2021 September 13
15. Sugianli AK, Parwati I, Rachmayati S. Combination of quantitative bacterial and
WBC count from urine flowcytometry to estimated the success of urine culture in
symptomatic urinary tract infections. Malays J Microbiol. 2017;13(1):6–12
16. Abdullatif, V. A., Sur, R. L., Eshaghian, E., Gaura, K. A., Goldman, B.,
Panchatsharam, P. K., et al. (2021). Efficacy of Probiotics as Prophylaxis for Urinary
Tract Infections in Premenopausal Women: A Systematic Review and Meta-Analysis.
Cureus 13 (10), e18843. doi:10.7759/cureus.18843
17. Abou Heidar, N. F., Degheili, J. A., Yacoubian, A. A., and Khauli, R. B. (2019).
Management of Urinary Tract Infection in Women: A Practical Approach for
Everyday Practice. Urol. Ann. 11 (4), 339–346. doi:10.4103/ua.Ua_104_19
18. Karmazyn BK, Alazraki AL, Anupindi SA, Dempsey ME, Dillman JR, Dorfman SR,
et al. Expert panel on pediatric imaging: ACR appropriateness criteria, urinary tract
infection-child. J Am Coll Radiol 2017; 14(5S): S362-S71.
19. Dawa K.K. Rn, Rm, Bnsc., dkk (2014). Assessment Of Risk Factors Influencing The
Development Of Urinary Tract Infections Among Catheterized Patients In University
Of Maiduguri Teaching Hospital (Umth).IOSR Journal of Nursing and Health
Science (IOSRJNHS),64-71.
20. Shirby A. CH. Sumolang, dkk (2013). Pola Bakteri Pada Penderita Infeksi Saluran
Kemih Di Blu Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Jurnal e-Biomedik (eBM),
Volume 1 No.1 Hal 597-601
21. Clark CJ, Kennedy WA II, Shortliffe LD. Urinary tract infection in children: When to
worry. Urol Clin North Am 2010; 37(2): 229-41.
22. The Journal of Pediatrics Volume 123, Issue 1, July 1993, Pages 17-23
23. Robinson JL, Finlay JC, Lang ME, Bortolussi R. Urinary tract infections in infants
and children: Diagnosis and management. Paediatr Child Health 2014; 19(6): 315-25.

Anda mungkin juga menyukai