Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KEPERAWATAN DEWASA SISTEM ENDOKRIN, IMUNOLOGI, PENCERNAAN,


PERKEMBANGAN DAN REPRODUKSI PRIA

ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

Dosen Pengampu : Ns. Rahmat H. Djalil, S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh :

4B Keperawatan

Kelompok 2

Yayu Anggriani Ishak : 21010


Gustin Adrian : 2101036
Marsela Gumeleng : 2101034
Tesalonika I F Dommits : 2101049
Ar-Rizal Fahmi Mokoginta : 2101033

Program Studi S1 Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Manado

T.A 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tak lupa pula kami
mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah KEPERAWATAN DEWASA
SISTEM ENDOKRIN, IMUNOLOGI, PENCERNAAN, PERKEMBANGAN DAN
REPRODUKSI PRIA yang telah memberikan tugas ini kepada kami sebagai upaya untuk
menjadikan kami manusia yang berilmu dan berpengetahuan.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
karena masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu kami mengharapkan saran
atau masukan demi menyempurnakan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun
yang membacanya.

Manado, 21 Mei 2023

Penyusun

Kelompok 2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
ISK adalah infeksi yang paling umum dialami oleh manusia setelah infeksi
pernapasan dan infeksi gastrointestinal dan juga merupakan penyebab paling umum
kedua pada infeksi nosokomial bagi pasien yang dirawat di rumah sakit. Untuk
manajemen yang lebih baik wajib untuk mengetahui kemungkinan terjadinya infeksi,
apakah infeksi termasuk infeksi dengan komplikasi atau tanpa komplikasi (Najar,
2009).
Menurut WHO dalam Safitri (2013), Infeksi saluran kemih (ISK) adalah
penyakit infeksi yang kedua tersering pada tubuh sesudah infeksi saluran pernafasan
dan sebanyak 8,3 juta kasus dilaporkan per tahun. Infeksi ini juga lebih sering
dijumpai pada wanita dari pada laki-laki. Indonesia merupakan negara berpenduduk
ke empat terbesar dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Separuh dari semua
wanita dapat mengalami 1 kali infeksi saluran kemih selama hidupnya (Foxman,
2002). Uretra wanita yang pendek mengakibatkan kandung kemih mudah dicapai oleh
kuman-kuman dari dubur (Tjay dan Rahardja, 2007). Bila ISK tidak segera diatasi
dengan tepat, bisa semakin parah dan terjadi kerusakan ginjal yang tidak pulih (Chang
dan Shortliffe, 2006).
Infeksi saluran kemih di masyarakat makin meningkat seiring meningkatnya
usia. Berdasarkan survey dirumah sakit Amerika Serikat kematian yang timbul dari
Infeksi Saluran Kemih diperkirakan lebih dari 13000 (2,3 % angka. kematian). Pada
usia muda kurang dari 40 tahun mempunyai prevalensi 3,2% sedangkan diatas 65
tahun angka infeksi saluran kemih sebesar 20% (Sochilin, 2013). Sementara itu
Penduduk Indonesia yang menderita Infeksi Saluran Kemih diperkirakan sebanyak
222 juta jiwa. Infeksi saluran kemih di Indonesia prevalensinya masih cukup tinggi.
Menurut perkiraan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, jumlah penderita ISK
di Indonesia adalah 90-100 kasus per 100.000 penduduk pertahun nya atau sekitar
180.000 kasus baru pertahun (Depkes RI, 2014).
Bakteri yang menyebabkan ISK biasanya berasal dari flora usus. Penyebab
paling umum dari ISK tanpa komplikasi adalah Escherichia coli, yang mewakili 85%
dari infeksi yang didapat dimasyarakat. Mikroorganisme penyebab infeksi lain
termasuk Staphylococcus saprophyticus 5-15%, Klebsiella pneumoniae, Proteus sp,
Pseudomonas aeruginosa, dan Enterococcus sp 5-10% (Coyle & Prince, 2008).
Dalam beberapa tahun terakhir, resistensi bakteri telah menjadi masalah yang
besar pada ISK. Di antara 533 anak yang diidentifikasi dengan ISK, mayoritas adalah
92% perempuan, 60% laki-laki. Dari kultur urin ditemukan isolasi organisme gram
negatif yang 80% nya adalah E coli. Tingkat ketahanan E coli terhadap pemberian
antibiotika berbeda-beda, seperti 46% untuk ampisilin, 15% untuk trimetoprim-
sulfametoksazol, 17% untuk amoksisilin-klavulanat, 7% untuk sefalosporin generasi
pertama, dan 1% untuk sefalosporin generasi ketiga (Paschke el al, 2010).
Infeksi saluran kemih disebabkan invasi mikroorganisme ascending dari uretra
ke dalam kandung kemih. Invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal dipermudah
dengan refluks vesikoureter. Pada wanita, mula-mula kuman dari anal berkoloni di
vulva kemudian masuk ke kandung kemih melalui uretra yang pendek secara spontan
atau mekanik akibat hubungan seksual dan perubahan pH dan flora vulva dalam siklus
menstruasi (Liza, 2006).
Proses berkemih merupakan proses pembersihan bakteri dari kandung kemih,
sehingga kebiasaan menahan kencing atau berkemih yang tidak sempurna akan
meningkatkan risiko untuk terjadinya infeksi. Refluks vesikoureter (RVU) dan
kelainan anatomi adalah gangguan pada vesika urinaria yang paling sering
menyebabkan sulitnya pengeluaran urin dari kantung kemih (Lumbanbatu, 2003).
Ketika urin sulit keluar dari kantung kemih, terjadi kolonisasi mikroorganisme dan
memasuki saluran kemih bagian atas secara ascending dan merusak epitel saluran
kemih sebagai host. Hal ini disebabkan karena pertahanan tubuh dari host yang
menurun dan virulensi agen meningkat (Purnomo, 2003).
Data statistik menyebutkan 20-30% perempuan akan mengalami infeksi
saluran kemih berulang pada suatu waktu dalam hidup mereka, sedangkan pada laki-
laki hal tersebut sering terjadi terjadi setelah usia 50 tahun keatas (Kayser, 2005).
Pada masa neonatus, infeksi saluran kemih lebih banyak terdapat pada bayi laki-laki
(2,7%) yang tidak menjalani sirkumsisi dari pada bayi perempuan (0,7%), sedangkan
pada masa anakanak hal tersebut terbalik dengan ditemukannya angka kejadian
sebesar 3% pada anak perempuan dan 1% pada anak laki-laki. Insiden infeksi saluran
kemih ini pada usia remaja anak perempuan meningkat 3,3% sampai 5,8% (Purnomo,
2009). Berdasarkan data tersebut menunjukkan tingginya angka kejadian ISK pada
remaja, maka tujuan dilakukan pendidikan kesehatan ini adalah untuk mengevaluasi
tingkat pengetahuan remaja tentang Infeksi Saluran Kemih di SMK Dr. Soetomo
Surabaya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi akibat berkembangbiaknya
mikroorganisme di dalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal urine tidak
mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme lain. ISK merupakan suatu infeksi
yang melibatkan ginjal, ureter, vesika urinaria dan uretra. Infeksi saluran kemih dapat
terjadi pada laki-laki maupun perempuan dari semua umur. Angka kejadiannya lebih
tinggi pada perempuan dibandingan laki-laki (Sudoyo Aru, dkk. 2009).
ISK merupakan faktor risiko yang penting pada terjadinya insufisiensi ginjal
atau stadium terminal sakit ginjal. Infeksi saluran kemih terjadi secara asending oleh
sistitis karena kuman berasal dari flora fekal yang menimbulkan koloni perineum lalu
kuman masuk melalui uretra (Widagdo, 2012).
ISK adalah istilah umum untuk menyatakan adanya pertumbuhan bakteri di
dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung
kemih. Pertumbuhan bakteri yang mencapai > 100.000 unit koloni per ml urin segar
pancar tengah (midstream urine) pagi hari, digunakan sebagai batasan diagnosa ISK
(IDI, 2011).
B. Klasifikasi
Infeksi saluran kemih terdiri atas :
1. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah pada perempuan dapat berupa sistitis dan
Sindrom Uretra Akut (SUA). Sistitis adalah presentasi klinis infeksi kandung
kemih disertai bakteriuria bermakna. Sindrom uretra akut adalah presentasi klinis
sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis
abakterialis. Sedangkan ISK bawah pada lakilaki dapat berupa sistitis, prostatitis,
epididimitis, dan uretritis.
2. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Atas meliputi Pielonefritis Akut dan Pielonefritis
Kronis. Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang
disebabkan infeksi bakteri. Pielonefritis kronis mungkin akibat lanjut dari infeksi
bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan
refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronis sering diikuti
pembentukkan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronis
yang spesifik.

ISK diklasifikasikan menjadi dua macam (Purnomo, 2012) :


1. Infeksi saluran kemih non komplikata adalah ISK yang terjadi pada orang dewasa,
termasuk episode sporadik, episode sporadik yang didapat dari komunitas, dalam
hal ini sistitis akut dan pielonefritis akut pada individu yang sehat. Fakor risiko
yang mendasari ISK jenis ini adalah faktor risiko yang tidak diketahui, infeksi
berulang dan faktor risiko diluar traktus urogenitalis. ISK ini banyak diderita oleh
wanita tanpa adanya kelainan struktural dan fungsional di dalam saluran kemih,
maupun penyakit ginjal atau faktor lain yang dapat memperberat penyakit. Pada
pria ISK non komplikata hanya terdapat pada sedikit kasus
2. Infeksi saluran kemih komplikata adalah sebuah infeksi yang diasosiasikan
dengan suatu kondisi, misalnya abnormalitas struktural atau fungsional saluran
genitourinari atau adanya penyakit dasar yang mengganggu dengan mekanisme
pertahanan diri individu, yang meningkatkan risiko untuk mendapatkan infeksi
atau kegagalan terapi.
C. Etiologi
Mikroorganisme yang sering menyebabkan ISK antara lain Escherichia coli
(merupakan mikroorganisme yang paling sering diisolasi dari pasien dengan infeksi
simtomatik maupun asimtomatik), Proteus sp, Klebsiella sp, Enterobacter sp,
Citrobacter sp. Infeksi yang disebabkan Pseudomonas sp dan mikroorganisme
lainnya seperti Staphylococcus jarang dijumpai kecuali pasca kateterisasi.
Mikroorganisme lain yang kadang-kadang dijumpai sebagai penyebab ISK adalah
Chlamydia dan Mycoplasma.
D. Faktor Risiko
Faktor – faktor yang mempengaruhi infeksi saluran kemih (Kasper, 2005) :
1. Jenis kelamin dan aktivitas seksual
Secara anatomi, uretra perempuan memiliki panjang sekitar 4 cm dan terletak
di dekat anus. Hal ini menjadikannya lebih rentan untuk terkena kolonisasi bakteri
basil gram negatif. Karenanya, perempuan lebih rentan terkena ISK. Berbeda
dengan laki-laki yang struktur uretranya lebih panjang dan memiliki kelenjar
prostat yang sekretnya mampu melawan bakteri, ISK pun lebih jarang ditemukan.
Pada wanita yang aktif seksual, risiko infeksi juga meningkat. Ketika terjadi
koitus, sejumlah besar bakteri dapat terdorong masuk ke vesika urinaria dan
berhubungan dengan onset sistitis. Semakin tinggi frekuensi berhubungan, makin
tinggi risiko sistitis. Oleh karena itu, dikenal istilah honeymoon cystitis (Sobel,
2005).
Penggunaan spermisida atau kontrasepsi lain seperti diafragma dan kondom
yang diberi spermisida juga dapat meningkatkan risiko infeksi saluran kemih
karena mengganggu keberadaan flora normal introital dan berhubungan dengan
peningkatan kolonisasi E.coli di vagina. Pada lakilaki, faktor predisposisi
bakteriuria adalah obstruksi uretra akibat hipertrofi prostat. Hal ini menyebabkan
terganggunya pengosongan vesika urinaria yang berhubungan dengan peningkatan
risiko infeksi. Selain itu, laki-laki yang memiliki riwayat seks anal berisiko lebih
tinggi untuk terkena sistitis, karena sama dengan pada wanita saat melakukan
koitus atau hubungan seksual dapat terjadi introduksi bakteri-bakteri atau agen
infeksi ke dalam vesika urinaria. Tidak dilakukannya sirkumsisi juga menjadi
salah satu faktor risiko infeksi saluran kemih pada laki-laki.
2. Usia
Prevalensi ISK meningkat secara signifikan pada manula. Bakteriuria
meningkat dari 5-10% pada usia 70 tahun menjadi 20% pada usia 80 tahun. Pada
usia tua, seseorang akam mengalami penurunan sistem imun, hal ini akan
memudahkan timbulnya ISK. Wanita yang telah menopause akan mengalami
perubahan lapisan vagina dan penurunan estrogen, hal ini akan mempermudah
timbulnya ISK.
3. Obstruksi
Penyebab obstruksi dapat beraneka ragam diantaranya yaitu tumor, striktur,
batu, dan hipertrofi prostat. Hambatan pada aliran urin dapat menyebabkan
hidronefrosis, pengosongan vesika urinaria yang tidak sempurna, sehingga
meningkatkan risiko ISK.
4. Disfungsi neurogenic vesika urinaria
Gangguan pada inervasi vesika urinaria dapat berhubungan dengan infeksi
saluran kemih. Infeksi dapat diawali akibat penggunaan kateter atau keberadaan
urin di dalam vesika urinaria yang terlalu lama.
5. Vesicoureteral reflux
Refluks urin dari vesika urinaria menuju ureter hingga pelvis renalis terjadi
saat terdapat peningkatan tekanan di dalam vesika urinaria. Tekanan yang
seharusnya menutup akses vesika dan ureter justru menyebabkan naiknya urin.
Adanya hubungan vesika urinaria dan ginjal melalui cairan ini meningkatkan
risiko terjadinya ISK.
6. Faktor virulensi bakteri
Faktor virulensi bakteri mempengaruhi kemungkinan strain tertentu, begitu
dimasukkan ke dalam kandung kemih, akan menyebabkan infeksi traktus
urinarius. Hampir semua strain E.coli yang menyebabkan pielonefritis pada pasien
dengan traktus urinarius normal secara anatomik mempunyai pilus tertentu yang
memperantarai perlekatan pada bagian digaktosida dan glikosfingolipid yang
adadi uroepitel. Strain yang menimbulkan pielonefritis juga biasanya merupakan
penghasil hemolisin, mempunyai aerobaktin dan resisten terhadap kerja
bakterisidal dari serum manusia.
7. Faktor genetik
Faktor genetik turut berperan dalam risiko terkena ISK. Jumlah dan tipe reseptor
pada sel uroepitel tempat menempelnya bakteri ditentukan secara genetik.
E. Manifestasi Klinik
1. ISK Non Komplikata
a. Sistitis Nonkomplikata
Sistitis adalah infeksi kandung kemih dengan sindroma klinis yang
terdiri dari disuria, frekuensi, urgensi dan kadang adanya nyeri pada
suprapubik. Tanda dan gejala : Gejala iritatif berupa disuria, frekuensi,
urgensi, berkemih dengan jumlah urin yang sedikit, dan kadang disertai nyeri
supra pubis. Sistitis ditandai dengan adanya leukosituria, bakteriuria, nitrit,
atau leukosit esterase positif pada urinalisis. Bila dilakukan pemeriksaan
kultur urin positif.
b. Pielonefritis Nonkomplikata
Pielonefritis akut adalah infeksi akut pada parenkim dan pelvis ginjal dengan
sindroma klinis berupa demam, menggigil dan nyeri pinggang yang
berhubungan dengan bakteriuria. Tanda dan gejala: Pielonefritis akut ditandai
oleh menggigil, demam (>38oC), nyeri pada daerah pinggang yang diikuti
dengan bakteriuria dan piuria yang merupakan kombinasi dari infeksi bakteri
akut pada ginjal.
2. ISK Komplikata
Suatu ISK komplikata diikuti dengan gejala klinis seperti dysuria, urgensi,
frekuensi, nyeri kolik, nyeri sudut kostoverteba, nyeri suprapubik dan demam.
Gejala saluran kemih bagian bawah (LUTS) dapat disebabkan oleh ISK tapi juga
oleh gangguan urologi lainnya, seperti misalnya benign prostatic hyperplasia
(BPH) atau transurethral resection of the prostate (TURP). Kondisi medis seperti
diabetes mellitus (10%) dan gagal ginjal seringkali ditemukan dalam sebuah ISK
komplikata.
F. Patofisiologi
Pada individu normal, biasanya urin laki-laki maupun perempuan selalu steril
karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kemihnya. Utero distal merupakan tempat
kolonisasi mikroorganisme nonpathogenic fastidious gram-positive dan gram
negative. Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme ascending dari uretra
ke dalam kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat
mencapai ginjal. Proses ini, dipermudah refluks vesikoureter (Sudoyo, 2009).
Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di klinik,
mungkin akibat lanjut dari bakteriema. Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi
sebagai akibat lanjut septikemi atau endokarditis akibat Staphylococcus aureus.
Kelainan ginjal yang terkait dengan endokarditis (Staphylococcus aureus) dikenal
Nephritis Lohein. Beberapa penelitian melaporkan pielonefritis akut (PNA) sebagai
akibat lanjut invasi hematogen (Sukandar, 2006).
G. Penatalaksanaan
Beberapa penatalaksanaan mengenai infeksi salurankemih (ISK) (Ikatan Dokter
Indonesia, 2011) :
1. Medikamentosa
Penyebab tersering ISK adalah Eschericia colli. Sebelum ada hasil biakan urin dan
uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empiric selama 7-10 hari untuk indikasi
infeksi akut.
2. Bedah
Koreksi bedah sesuai dengan kelainan saluran kemih yang ditemukan.
3. Suportif
Selain pemberian antibiotik, penderita ISK mendapat asupan cairan yang cukup,
perawatan hygiene daerah perineum dan periuretra, serta pencegahan konstipasi.
4. Pemantauan terapi
Pengobatan fase akut dimulai, gejala ISK umumnya menghilang, diperkirakan
untuk mengganti antibiotik yang lain. Pemeriksaan kultur dan uji resistensi urin
ulang dilakukan 3 hari setelah pengobatan fase akut dihentikan, dan bila
memungkinkan setelah 1 bulan dan setiap 3 bulan. Jika ada ISK berikan antibiotic
sesuai hasil uji kepekaan.
5. Pendidikan Kesehatan
Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan perineum setelah defekasi dan
berkemih.
H. Pemeriksaan Penunjang
Jenis-jenis pemeriksaan diagnostik pada infeksi saluran kemih (Wong, 2008) :
1. Biopsi ginjal
Pengambilan jaringan ginjal dengan teknik terbuka atau perkutan untuk
pemeriksaan dengan menggunakan pemeriksaan mikroskop cahaya, elektron, atau
immunofluresen.
2. Pemeriksaan USG ginjal atau kandung kemih
Transmisi gelombang ultrasonic melalui parenkim ginjal, di sepanjang saluran
ureter dan di daerah kandung kemih.
3. Computed tomography (CT)
Pemeriksaan dengan sinar-X pancaran sempit dan analisis computer akan
menghasilkan rekontruksi area yang tepat.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk menentukan dua parameter penting ISK
yaitu leukosit dan bakteri. Pemeriksaan rutin lainnya seperti deskripsi warna, berat
jenis dan pH, konsentrasi glukosa, protein, keton, darah dan bilirubin tetap
dilakukan.
5. Pemeriksaan dipstick
Pemeriksaan dengan dipstik merupakan salah satu alternatif pemeriksaan leukosit
dan bakteri di urin dengan cepat. Untuk mengetahui leukosituri, dipstik akan
bereaksi dengan leucocyte esterase (suatu enzim yang terdapat dalam granul
primer netrofil). Sedangkan untuk mengetahui bakteri, dipstik akan bereaksi
dengan nitrit (yang merupakan hasil perubahan nitrat oleh enzym nitrate
reductase pada bakteri). Penentuan nitrit sering memberikan hasil negatif palsu
karena tidak semua bakteri patogen memiliki kemampuan mengubah nitrat atau
kadar nitrat dalam urin menurun akibat obat diuretik. Kedua pemeriksaan ini
memiliki angka sensitivitas 60-80% dan spesifisitas 70 – 98 %. Sedangkan nilai
positive predictive value kurang dari 80 % dan negative predictive value mencapai
95%. Akan tetapi pemeriksaan ini tidak lebih baik dibandingkan dengan
pemeriksaan mikroskopik urin dan kultur urin. Pemeriksaan dipstik digunakan
pada kasus skrining follow up. Apabila kedua hasil menunjukkan hasil negatif,
maka urin tidak perlu dilakukan kultur.
6. Pemeriksaan mikroskopik urin
Meski konsep ini memperkenalkan mikrobiologi kuantitatif ke dalam diagnosa
penyakit infeksi masih cukup penting, baru-baru ini tampak jelas bahwa tidak ada
hitungan bakteri yang pasti dalam mengindikasikan adanya bakteriuria yang bisa
diterapkan pada semua jenis ISK dan dalam semua situasi. Berikut interpretasi
urin yang secara klinis termasuk relevan :
a. ≥103 cfu/mL uropatogen dalam sebuah urin sampel tengahdalam acute
unkomplikata cystitis pada Wanita
b. ≥104 cfu/mL uropathogen dalam sebuah MSU dalam acute unkomplikata
pyelonephritis pada Wanita
c. ≥105 cfu/mL uropathogen dalam sebuah MSU pada wanita, atau ≥104 cfu/mL
uropatogen dalam sebuah MSU pada pria, atau pada straight catheter urine
pada wanita, dalam sebuah komplikata ISK.
d. Spesimen pungsi aspirasi suprapubic, hitungan bakteri berapapun dikatakan
bermakna. Bakteriuria asimptomatik didiagnosis jika dua kultur dari strain
bakteri yang sama, diambil dalam rentang waktu ≥ 24 jam, menunjukkan
bakteriuria ≥105 cfu/mL uropatogen.
I. Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan yaitu : gagal ginjal akut, urosepsis, nekrosis papila
ginjal, terbentuknya batu saluran kemih, supurasi atau pembentukan abses, dan
granuloma (Purnomo, 2011).
J. Pencegahan
Sebagian kuman yang berbahaya hanya dapat hidup dalam tubuh manusia.
Untuk melangsungkan kehidupannya, kuman tersebut harus pindah dari orang yang
telah terkena infeksi kepada orang sehat yang belum kebal terhadap kuman tersebut.
Kuman mempunyai banyak cara atau jalan agar dapat keluar dari orang yang terkena
infeksi untuk pindah dan masuk ke dalam seseorang yang sehat. Kalau kita dapat
memotong atau membendung jalan ini, kita dapat mencegah penyakit menular.
Kadang kita dapat mencegah kuman itu masuk maupun keluar tubuh kita. Kadang kita
dapat pula mencegah kuman tersebut pindah ke orang lain. Pada dasarnya ada tiga
tingkatan pencegahan penyakit secara umum, yaitu pencegahan tingkat pertama
(primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus,
pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi diagnosis dini serta
pengobatan yang tepat, dan pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi. Ketiga
tingkatan pencegahan tersebut saling berhubungan erat sehingga dalam
pelaksanaannya sering dijumpai keadaan tumpang tindih (Noor, 2006).
Beberapa pencegahan infeksi saluran kemih dan mencegah terulang kembali,
yaitu :
1. Jangan menunda buang air kecil, sebab menahan buang air kecil merupakan sebab
terbesar dari infeksi saluran kemih.
2. Perhatikan kebersihan secara baik, misalnya setiap buang air kecil bersihkanlah
dari depan ke belakang. Hal ini akan mengurangi kemungkinan bakteri masuk ke
saluran urin dari rektum.
3. Ganti selalu pakaian dalam setiap hari, karena bila tidak diganti bakteri akan
berkembang biak secara cepat dalam pakaian dalam.
4. Pakailah bahan katun sebagai bahan pakaian dalam, bahan katun dapat
memperlancar sirkulasi udara.
5. Hindari memakai celana ketat yang dapat mengurangi ventilasi udara, dan dapat
mendorong perkembangbiakan bakteri.
6. Minum air yang banyak.
7. Gunakan air yang mengalir untuk membersihkan diri selesai berkemih.
8. Buang air kecil sesudah berhubungan, hal ini membantu menghindari saluran urin
dari bakteri.
BAB III TINJAUAN KASUS
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi akibat berkembangbiaknya
mikroorganisme di dalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal urine tidak
mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme lain. Pendidikan kesehatan tentang
Infeksi Saluran Kemih bertujuan untuk mengubah perilaku individu/masyarakat
dibidang kesehatan, selain itu menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai
dimasyarakat, menolong individu agar mampu secara mandiri atau kelompok
mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat dan mendorong
pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada.
B. Saran
Makalah ini menjelaskan pendidikan kesehatan tentang Infeksi Saluran
Kemih, namun penulis menyadari banyaknya kekurangan dari makalah ini. Bagi
penulis selanjutnya yang mungkin menjadikan makalah ini sebagai acuan dalam
pembuatan makalah ISK, disarankan untuk mencari referensi yang lebih banyak,
sehingga materi yang disampaikan lebih akurat dan bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif, Kumala Sari. 2011. Askep Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba
Medika.

Sudoyo., Aru W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat Jilid I. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.

Sukandar, Enday. 2006. Infeksi Saluran Kemih Dalam : Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.p: 564-568

World Health Organization (WHO). 2013. Kesehatan Reproduksi Wanita Infeksi Saluran
kemih (ISK). Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai