Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTEK FARMAKOTERAPI

INFEKSI SALURAN KEMIH


(DEF4177T)
SEMESTER GANJIL

DISUSUN OLEH KELOMPOK A1


ANGGOTA:
Eki Mayuka Trisnawati (165070500111012)
Widi Alya Zhafira (165070500111025)
Ade Yulia Ningsih (165070501111005)
Dimas Awang Erlangga (165070501111011)
Lintang Rizkian Nur Yuda (165070501111017)
Nicmah Aprilia Iriani Putri (165070501111019)
Alifia Rahmi Nurfitri (165070501111021)
Fajarianti Nuzula (165070501111035)
Novera Nurdiana (165070507111007)
Meisi Ratna Atalya Loi (165070507111011)
Afif Burhan Irwanto (165070507111013)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TA 2019/2020
INFEKSI SALURAN KEMIH

1. DEFINISI
Infeksi Saluran Kemih adalah adanya infeksi bakteri yang mempengaruhi
saluran kemih. Ketika bakteri dari daerah rektal memasuki saluran kemih melalui
uretra ke kandung kemih dan berkembang biak dalam urin, dan sebuah infeksi
terjadi. Infeksi terbatas pada uretra disebut uretritis. Jika bakteri pindah ke
kandung kemih dan berkembang biak, infeksi kandung kemih ini yang disebut
sistitis. Jika infeksi ini tidak segera diobati, bakteri dapat kemudian berpindah
untuk berkembang biak dan menginfeksi ginjal, hal ini disebut disebut
pielonefritis (Komala and Kumar, 2013).
Saluran kemih terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Infeksi
saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang disebabkan oleh organisme pathogen
(misalnya, bakteri, jamur, atau parasit) dalam salah satu struktur pada saluran
kemih. Struktur lain yang akhirnya terhubung atau anatomi yang berdekatan pada
saluran kemih (misalnya, prostat,epididimis, dan vagina) kadang-kadang
dimasukkan dalam pembahasan UTI karena mereka mungkin menyebabkan atau
disebabkan oleh UTI (Komala and Kumar, 2013).

2. EPIDEMIOLOGI
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah salah satu penyakit infeksi yang paling
dominan yang memiliki beban finansial yang penting di tengah masyarakat. Di
AS, ISK bertanggung jawab atas lebih dari 7 juta kunjungan dokter setiap
tahunnya.Kurang lebih 15% dari semua antibiotik yang diresepkan untuk
masyarakat di AS diberikan pada ISK dan data dari beberapa negara Eropa
menunjukkan level yang setara. Di AS, ISK terhitung mencapai lebih dari
100,000 kunjungan rumah sakitsetiap tahunnya. Studi penelitian Global
Prevalence Infection in Urology (GPIU) terkinimenunjukkan bahwa 10-12%
pasien yang dimasukkan ke rumah sakit dalam bangsal urologi, mengalami
healthcare associated infection (Ikatan Ahli Urologi Indonesia, 2015).
Di Indonesia, ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada semua usia
mulai dari bayi sampai orang tua. Semakin bertambahnya usia, insidensi ISK
lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki karena uretra wanita
lebih pendek dibandingkan laki-laki (Purnomo, 2014). Menurut data penelitian
epidemiologi klinik melaporkan 25%-35% semua perempuan dewasa pernah
mengalami ISK. Infeksi saluran kemih (ISK) diperkirakan mencapai lebih dari 7
juta kunjungan per tahun, dengan biaya lebih dari $ 1 miliar. Sekitar 40% wanita
akan mengalami ISK setidaknya sekali selama hidupnya, dan sejumlah besar
perempuan ini akan memiliki infeksi saluran kemih berulang (Gradwohl,
2011).Prevalensi pada lanjut usia berkisar antara 15 sampai 60%, rasio antara
wanita dan laki-laki adalah 3 banding 1. Prevalensi muda sampai dewasa muda
wanita kurang dari 5% dan laki-laki kurang dari 0,1%. ISK adalah sumber
penyakit utama dengan perkiraan 150 juta pasien pertahun diseluruh dunia dan
memerlukan biaya ekonomi dunia lebih dari 6 milyar dollar (Karjono, 2016).

3. ETIOLOGI
Infeksi saluran kemih terutama disebabkan oleh bakteri gram negatif, tetapi
patogen gram positif juga mungkin terlibat. Lebih dari 95% ISK tanpa
komplikasi adalah monobakteri. Patogen yang paling umum untuk ISK tanpa
komplikasi adalah E. coli (75% -95%), diikuti oleh Klebsiella pneumoniae,
Staphylococcus saprophyticus, Enterococcus faecalis, grup B streptococci, dan
Proteus mirabilis (Sobel 2014). Distribusi uropatogen dapat berbeda berdasarkan
jenis infeksi atau populasi pasien (Tabel dibawah ini).
E. coli dapat menyebabkan ISK yang complicated dan uncomplicated. P.
mirabilis, Pseudomonas aeruginosa, dan Enterococcus spp. sebagian besar
menyebabkan infeksi complicated dan lebih sering diisolasi di rumah sakit dan
fasilitas perawatan jangka panjang. Corynebacterium urealyticum adalah
uropatogen nosokomial penting yang terkait dengan kateter yang menetap. S.
saprophyticus cenderung menyebabkan infeksi pada wanita muda yang aktif
secara seksual, terhitung 5% -15% dari sistitis akut di Amerika Serikat.
Sebagian besar ISK pediatrik disebabkan oleh bakteri Gram negatif coliform
yang timbul dari flora feses yang menjajah perineum, yang masuk dan naik ke
saluran kemih. E. Scherichiacoli (E.coli) adalah uropathogen yang paling umum,
bertanggung jawab untuk sekitar 80% ISK pediatrik. Uropathogenik E .coli strain
memiliki sifat spesifik, seperti fimbriae untuk melekat pada permukaan sel
uroepithelial, untuk memungkinkan mereka mengatasi pertahanan inang (gambar
dibawah).

ISK dapat dikategorikan secara anatomi ke dalam saluran atas dan infeksi
saluran bawah. Pada kasus ini kemungkinan pasien mengalami upper UTI.
Karena, saluran atas ISK melibatkan infeksi dan peradangan pada ginjal
(pielonefritis) dan ureter (gambar dibawah).
Ini biasanya menyebabkan sakit perut dan nyeri pinggang, dengan fitur
sistemik seperti demam, anoreksia, muntah, lesu, dan malaise.. Anak-anak yang
lebih besar dapat hadir dengan tanda dan gejala yang menunjukkan lokasi
infeksi. Pada pasien yang lebih muda, tanda-tanda klasik ini sering tidak ada, dan
membedakan antara ISK atas dan bawah kurang jelas.

4. PATOFISIOLOGI
Mikroorganisme dapat mencapai saluran kencing melalui penyebaran
hematogenesis atau limfatik, namun banyak bukti-bukti klinis dan eksperimental
yang memperlihatkan bahwa naiknya mikroorganisme dari uretra merupakan
penyebab paling umum dari terjadinya infeksi saluran kencing, terutama
organisme fluonarmal yang ada di dalam uretra seperti E. coli dan
Enterobacteriaceae yang lain. Hal ini menjelaskan secara logika mengapa infeksi
saluran kencing lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan laki-laki,
dan terjadinya peningkatan risiko infeksi untuk pemasangan katerisasi kandung
kemih atau instrumentasi yang lain (Grabe et al., 2013).
Gambar 4.1 Infeksi salran kencing dapat diakibatkan dari ruta kenaikan
bakteri, hematogenus atau limfatik. Rute baiknya bakteri merupakan rute
yang paling umum terjadi pada pasien dengan ISK stabil (Davis and Flood,
2011).

Pemasangan kateter tunggal pada kandung kemih pada pasian yang masih
dapat berjalan-jalan mengakibatkan infeksi saluran kencing sebanyak 1-2%
kasus. Kateter indwelling dengan sistem drainase tertutup termasuk valve untuk
mencegah pemburukan aliran dapat menunda onset dari infeksi, namun tidak
dapat mencegah terjadinya infeksi karena bakteri bermigrasi pada ruang antara
uretra dan kateter, dan hal tersebut mengakibatkan perkembangan bakteriuria
dalam sekitar 4 minggu pada kebanyakan pasien. Faktor predisiposisi dari infeksi
saluran kencing lain selain kateter dapat meliputi usia, diabetes melitus adanya
komoirbit dari pasien pediatruk, dan adanya luka pada spinal kord.

Gambar 4.2 Faktor predisiposisi untuk infeksi saluran kencing kompleks


(Davis and Flood, 2011).
Infeksi hematogenus dari saluran kencing terbatas pada beberapa mikroba
yang tidak umum seperti Staphylococcus aureus, Candida sp., Salmonella sp.,
dan Mycobacterium tuberculosis, yang menyebabkan infeksi primer pada
dimanapun bagian tubuh. Candida albican dengan mudah dapat menyebabkan
infeksi saluran kemih secara klinis melalui rute hematogenus, namun juga bukan
merupakan penyebab yang sering dari infeksi akibat kenaikan mikroba jika
dilakukan pesangan kateter indweling, atau yang diikuti dengan terapi antibiotik
(Grabe et al., 2013).

Tabel 4.1 Uropatogen yang kebanyakan diisolasi pada ISK komplek dan
tidak komples (Davis and Flood, 2011).

Konsep dari virulens bakteri atau patogenisitas dari infeksi saluran kencing
dapat disimpulkan bahwa tidak semua spesies bakteri dapat mengakibatkan
infeksi. Mekanisme alami (obtrusksi atau kateriterisasi kemih) menyatakan
bahwa hanya beberapa bakteri dari strain bakteri yang dapat mengakibatkan
infeksi. Hal ini didukung dengan adanya dokumentasi observasi in-vitro pada
bakteri yang diisolasi dari pasien dengan infeksi saluran kencing kompleks yang
sering gagal untuk menunjukkan faktor-faktor virulens. Konsep virulens juga
mengusulkan bahwa bakteri yang merupakan faktor virulens merupakan spesies
yang unik dengan tipe-tipe pili yang berbeda yang memfasilitasi naiknya bakteri
dari tempat ia berfloranormal, vagina introitus atau daerah periuretra hingga
uretra ke dalam kemih, atau mengakibatkan organisme dapat mencapai ginjal
yang mengakibatkan inflamasi sistemik, namun hal ini jarang terjadi (Grabe et
al., 2013).
5. TERAPI FARMAKOLOGI
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2011), tujuan eradikasi infeksi akut
adalah mengatasi keadaan akut, mencegah terjadinya urosepsis dan kerusakan
parenkhim ginjal. Jika seorang anak dicurigai ISK, berikan antibiotik dengan
kemungkinan yang paling sesuai sambil menunggu hasil biakan urin, dan terapi
selanjutnya disesuaikan dengan hasil biakan urin. Pemilihan antibiotik harus
didasarkan pada pola resistensi kuman setempat atau lokal, dan bila tidak ada
dapat digunakan profil kepekaan kuman yang terdapat dalam literatur. Umumnya
hasil pengobatan sudah tampak dalam 48-72 jam pengobatan. Bila dalam waktu
tersebut respon klinik belum terlihat mungkin antibiotik yang diberikan tidak
sesuai atau mungkin yang dihadapi adalah ISK kompleks, sehingga antibiotik
dapat diganti. Selain pemberian antibiotik, dianjurkan untuk meningkatkan
asupan cairan (minum banyak mencegah adanya AKI dan apabila sering BAK
akibat banyak minum maka dapat mempercepat ekskresi bakteri melalui urin
dengan mekanisme flushing).
Biasanya, untuk pengobatan ISK simpleks diberikan antibiotik per oral selama
7 hari, tetapi ada penelitian yang melaporkan pemberian antibiotik per oral
dengan waktu yang lebih singkat (3-5 hari), dan efektifitasnya sama dengan
pemberian selama 7 hari.
Pada pasien ini (usia 5 tahun) antibiotik yg dapat digunakan :
 Berikan antibiotik oral selama 3 hari berdasarkan pola resistensi kuman
setempat. Bila tidak ada hasil pola resistensi kuman, dapat diberikan
trimetroprim, sefalosporin, atau amoksisilin.
 Bila dalam 24-48 jam belum ada perbaikan klinis harus dinilai kembali,
dilakukan pemeriksaan kultur urin untuk melihat pertumbuhan bakteri dan
kepekaan terhadap obat.
a. Trimetoprim
Mekanisme dengan Mencegah reduksi dihidrofilat (FAH2 ) dengan cara
berikatan dan menghambat reduktase dihidrofolat. Pengobatan infeksi saluran
kemih bagian bawah tanpa komplikasi dengan menggunakan Trimetoprim-
Sulfametosazol sering kali sangat efektif untuk bakteri yang peka. Kombinasi
ini terbukti menghasilkan efek terapi yang lebih baik daripada pemberian
masing-masing komponennya secara terpisah jika mikroorganisme
penginfeksinya merupaka famili Enterobacteriaceae. Terapi dosis tunggal
(320 mg trimetoprim ditambah 160 mg sulfometokxazol) efektif pada
beberapa kasus pengobatan infeksi saluran kemih akut tanpa komplikasi,
namun terapi minimal tiga hari kemungkinan lebih efektif.
b. Trimetorpim (TMP) – Sulfametoksazole (kotrimoksazole)
Mekanisme obat sulphametoxazole biasanya dikombinasikan dengan
trimetropim yang tergolong dalam antibiotik golongan sulfonamid.
Kombinasinya memiliki mekanisme kerja saling menguatkan (sinergis)
dengan menghambat sintesis asam folat bakteri. Asam folat ini dibutuhkan
oleh bakteri untuk kelangsungan hidupnya. Kotrimoksazol (trimetoprim-
sulfametoksazol) merupakan obat pilihan untuk ISK simpleks maupun dengan
komplikasi, dan juga untuk prostatitis. tablet biasa (trimetoprim 80 mg +
sulfametoksazol 400 mg) tiap 12 jam atau 1 tablet forte (trimetoprim 160 mg
+ sulfametoksazol 800 mg) tiap 12 jam dapat efektif pada infeksi berulang
pada saluran kemih bagian atas atau bawah serta efektif untuk prostatitis. Dua
tablet per hari mungkin cukup untuk menekan dalam waktu lama ISK yang
kronik, dan separuh tablet biasa 3 kali seminggu untuk berbulan-bulan dapat
berlaku sebagai pencegahan ISK yang berulang-ulang pada beberapa wanita.
Untuk pemberian intravena tersedia sediaan infus yang mengandung 80 mg
trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol per 5 ml, dilarutkan dalam 125 ml
dekstrosa 5% dalam air, dapat diberikan dalam infus selama 60-90 menit. Hal
ini diindikasikan untuk ISK bila pasien tidak dapat menerima obat melalui
oral. Efek samping obat yamg mungkin yaitu diare yang berair atau berdarah,
demam, menggigil, pembengkakan kelenjar, nyeri tubuh, gejala flu, luka di
mulut dan tenggorokan, batuk baru atau memburuk (IDAI, 2011).
c. Ceftriaxone
Ceftriaxone merupakan cephalosporine generasi III. Ceftriaxone secara
selektif dan ireversibel, menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan cara
mengikatkan diri pada transpeptidase, yang disebut juga transamidase, yang
merupakan penicillin-binding protein (PBP) yang mengatalisasi polymer
peptidoglikan yang kemudian membentuk dinding sel bakteri. Pengham-batan
PBP akan menyebabkan kerusakan dan kehancuran dinding sel dan akhirnya
terjadi lisis sel.
d. Ciprofloxacin
Siprofloksasin merupakan antibiotik yang banyak digunakan sebagai terapi
pada pasien ISK. Siprofloksasin merupakan obat pilihan kedua setelah
kotrimoksasol dengan resistensi E. coli > 20% pada terapi ISK. Siprofloksasin
adalah antibiotik golongan flourokuinolon yang bekerja dengan cara
menghambat kerja DNA gyrase selam proses pertumbuhan dan reproduksi
bakteri. Siprofloksasin memiliki sifat bakterisid, yang berguna terutama dalam
mengobati infeksi yang disebabkan oleh E. coli dan bakteri gram negatif
lainnya. Siprofloksasin terdistribusi baik ke dalam cairan jaringan dan tubuh.
Kadarnya tinggi dalam tulang, urin, ginjal, dan prostat sehingga dapat
mencapai Kadar Hambat Minimum (KHM) bakteri.

6. TERAPI NON FARMAKOLOGI


Terapi non farmakologi menurut Syukri (2008) antara lain :
1. Penggunaan probiotik untuk profilaksis dan pengobatan ISK umumnya
ditujukan pada kuman Lactobacilli. Probiotik profilaksis diberikan
pervaginam atau peroral. Untuk ppengobatan probiotik diberikan dalam dalam
kandung kemih
2. Secara teori vaksinasi adalah merupakan strategi paling baik untuk mencegah
bakteri. Namun diketahui ada bebarapa kelemahan vaksin dalam melawan
ISK: ISK berkomplikasi disebabkan oleh kuman yang sangat bervariasi, tetapi
penyebab ISK tanpa koinplikasi sangat didominasi oleh E. coli. ISK
berkomplikasi khususnya pada penderita yang memakai kateter dan stent.
Urease yang dihasilkan oleh kuman ini dapat membentuk batu dan membuntu
kateter. Primary surface antigen yang merupakan MR/P fimbrae adalah vaksin
yang bagus
3. Pemeliharaan terkait dengan sanitasi dan penggunaan kateter
4. Pemeliharaan kebersihan daerah genitalia

7. KASUS
KASUS INFEKSI SALURAN KEMIH

A. Identitas Pasien
Nama : An. AZ
No. RM : 858582
Umur : 5 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Anggrek Timur No.26 - Malang
Tanggal Masuk : 25 Oktober 2019

Anamnesis:
Keluhan Utama : Demam 2 hari SMRS (sebelum masuk rumah sakit)
Keluhan Tambahan : Nyeri saat BAK (buang air kecil), mual, muntah, batuk
Riwayat Penyakit Sekarang:
Demam sejak 2 hari SMRS, suhu naik perlahan, sudah diberi paracetamol demam turun
lalu naik kembali. Pasien pusing (+), mual (+), muntah 2x berisi makanan. Terdapat
batuk (+), pilek (-), sesak napas (-). Dua hari SMRS pasien mengeluh nyeri saat BAK
(+), sedikit tetapi frekuensinya sering, berwarna kuning pekat, tidak ada darah dan berbau
tidak seperti biasanya. BAB normal, nafsu makan pasien menurun.

Riwayat Penyakit Dahulu: Belum pernah mengalami keluhan yang serupa

Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada di keluarga yang memiliki penyakit yang sama

Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar : BCG (+), Hepatitis B (+), Polio (+), DTP (+), Campak (+).
Kesan : Imunisasi dasar lengkap

Pola Makan
Pasien biasa makan masakan rumah, dengan komposisi harian nasi, lauk
(daging/ayam/ikan/telur), tidak terlalu suka makan buah dan sayur dengan porsi 1 piring
3-4x/ hari. Pasien suka jajan di wilayah sekolah.
Kesan : Kualitas dan kuantitas makan cukup

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


Sesuai umur, tidak terdapat keterlambatan tumbuh kembang

Riwayat Alergi: Tidak ada alergi terhadap obat-obatan atau makanan

Riwayat Psikososial: Tinggal bersama orangtua, lingkungan rumah bersih dengan


ventilasi dan pencahayaan yang cukup

B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital : Nadi 100 x/menit, Suhu 38o C, RR 28 x/menit
Antropometri : BB 17 kg, TB 107 cm
Kesan Gizi : Gizi Baik

TUGAS
1. Lakukan analisis terkait subjektif dan objektif pasien
2. Buat rencana regimen terapi (as your suggestion with reasoning)
3. Buat rencana terkait monitoring dan evaluasi
4. Buat rencana KIE

8. PEMBAHASAN KASUS
8.1. SUBJEKTIF
 Pasien memiliki keluhan demam yang menandakan pasien sedang mengalami
infeksi yaitu yang terjadi di saluran kemih dan menjadi komplikasi pyelonefritis
akut serta pasien mengkonsumsi paracetamol untuk mengurangi demam
 Pasien mengalami nyeri saat buang air kecil dan buang air kecil sedikit tapi
frekuensi sering menandakan adanya gangguan pada saluran kemih (urinary
bladder)
 Urin pasien berbau tidak seperti biasanya dimungkinkan karena pada urin tersebut
terdapat pus (nanah)
 Mual muntah menandakan adanya gangguan ginjal tetapi tidak spesifik
 An. AZ perempuan lebih tinggi resiko mengalami ISK karena uretra lebih pendek
(prevalensi pada perempuan lebih besar daripada laki-laki)
 Anak kecil mungkin memiliki kebiasaan menahan kencing sehingga meningkatkan
resiko ISK

8.2. OBJEKTIF
 Suhu badan pasien tinggi (38oC) termasuk demam dapat disebabkan
manifestasi dari ISK. Mekanisme demam dapat dijelaskan dimana
bakteri penyebab ISK mengeluarkan endotoksin dan senyawa senyawa
pirogen sehingga terjadi termoregulasi pada hipotalamus dan pada
akhirnya terjadi peningkatan suhu

 Denyut nadi pasien normal, namun RR pasien normal. Pasien dapat


diduga SIRS karena adanya 2 standard yang menyatakan SIRS, yaitu
suhu tubuh yang tinggi dan RR yang juga meningkat. Pasien belum
dikatakan sepsis dikarenakan belum adanya kultur terkait penyebab
infeksi

8.3. ASSESMENT
1. Pasien belum diberikan terapi untuk infeksi yaitu antibiotik
Diberi Kotrimoksazol syrup
Dosis : 2 kali sehari dengan dosis 15-20 mg TMP/kg qDay PO setiap 6
jam bersamaan dengan makan
Efek Samping :
Anoreksia, mul, muntah, vertigo
2. Pasien belum diberikan terapi untuk demam
Diberi Paracetamol
Dosis : 1-5 tahun 120–250 mg dapat diulangi setiap 4–6 jam jika
diperlukan (maksimum 4 kali dosisdalam 24 jam), infus intravena
dewasa dan anak–anak dengan berat badan 10 -50 kg, 15 mg/kg bb
setiap 4–6 jam, maksimum 60 mg/kg bb per hari. ------à17 kg x 15 mg =
255 mg
Efek Samping:
Jarang terjadi efek samping, tetapi dilaporkan terjadi reaksi
hipersensitivitas, ruam kulit, kelainan darah (termasuk trombositopenia,
leukopenia, neutropenia), hipotensi juga dilaporkan pada infus,
PENTING: Penggunaan jangka panjang dan dosis berlebihan atau
overdosis dapat menyebabkan kerusakan hati, lihat pengobatan pada
keadaan darurat karena keracunan.
3. Pasien belum diberikan obat mual dan muntah
Diberi Promethazine Sirup
Dosis : Anak berusia lebih dari 4 tahun : 1-2 sendok teh (5-10 mL) tiap
4-6 jam
Efek Samping:
Efek ekstrapiramidal (terutama pada anak-anak dan dewasa muda- lihat
keterangan di atas), hiperprolaktinemia, tardive dyskinesia pada
pemakaian lama; juga dilaporkan mengantuk, gelisah, diare, depresi,
sindrom neuroleptik malignan, ruam kulit, pruritus, udem; abnormalitas
konduksi jantung dilaporkan terjadi pada pemberian intravena; jarang
terjadi methemoglobinemia (lebih berat terjadi pada penderita dengan
defisiensi G6PD)
Pasien mengalami batuk namun belum diketahui hal tersebut
merupakan batuk berdahak atau batuk kering. Namun untuk
memperbaiki kualitas tidur dan kenyamanan pasien dapat
diberikan
4. Pasien belum diberikan obat batuk
Diberi Codein
Mengatasi batuk pasien (agar pasien dapat istirahat)
Dosis : 2-6 tahun 0,5-1 mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi tiap 4-6 jam
maksimal 30 mg/hari.
Efek Samping:
Konstipasi, depresi pernafasan pada pasien yang sensitif atau pada dosis
besar.
 Kondisi infeksi : Kotrimoksazol sirup, 2 kali sehari dengan dosis 15-
20 mg TMP/kg qDay PO setiap 6 jam
 Demam :Paracetamol syrup. Anak-anak dan remaja <60 kg: 10-15 mg /
kg / dosis PO q4-6hr prn; tidak melebihi 15 mg / kg / dosis atau 1.000
mg / dosis
 Muntah: prometazin : 0,25-1 mg/kgBB PO setiap 4-6 jam, prn
 Batuk belum diketahui batuk berdahak atau kering. Diberi kodein untuk
dosis 2-6 tahun 0,5-1 mg/kgBB 4-6 jam max 30 mg /hari

8.4. PLAN
1. Monitoring dan evaluasi
Monitoring :
- Efikasi
o Cotrimoxazol : Warna urin kembali normal dan tidak berbau,
nyeri saat BAK berkurang
o Parasetamol : Suhu tubuh turun
o Prometazine : Frekuensi mual dan muntah berkurang
o Kodein : Frekuensi batuk berkurang
- Efek samping
o Cotrimoxsazol :
ESO : anoreksia, mual, muntah
o Paracetamol
ESO : hepatotoksik
o Prometazin
ESO : sedasi
o Kodein
ESO: konstipasi

Evaluasi :
- Kultur bakteri urin
- Serum keratinin
- BUN
- Pantau cairan masuk dan keluar

2. Rencana KIE
a. Jangan menahan kencing, karena kencing merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan bakteri
b. Edukasi cara minum obat (obat suspensi kocok dahulu dan diberi
sendok takar)
c. Jaga kebersihan alat genital
d. Edukasi cara membersihkan alat genital
e. Rajin ganti celana dalam
f. Banyak minum air putih
g. Tidak jajan sembarangan (kebersihan tidak terjamin)
DAFTAR PUSTAKA

Davis, Niall F. and Hugh D. Flood. 2011. The Pathogenesis of Urinary Tract
Infections, Clinical Management of Complicated Urinary Tract Infectiont. DR.
Ahmed Nikibakhsh (Ed.). ISSBN: 978-953-307-393-4.

Grabe, M., T. E. Bjerklund-Johansen, H. Botto, M. Cek, K.G. Naber, R.S. Pickard, P.


Tenke, F. Wagenlehner, and B. Wullt. 2013. Guidelines on Urogical Infection.
European Associatian of Urology 2013.

Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI). 2015. Guideline Penatalaksanaan Infeksi


Saluran Kemih dan Genitalia Pria 2015, edisi ke-2. Ikatan Ahli Urologi
Indonesia, Jakarta.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2011. Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada
Anak. Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi. ISBN 978-979-8421-64-8.

Karjono, B. J., Susilaningsih, N., & Purnawati, R. D. 2016. Pola kuman pada
penderita Infeksi Saluran Kemihdi RSUP Dr Kariadi Semarang. YARSI Medical
Journal, 17(2), 119-124.

Kaufman J, Temple-Smith M, Sanci L. Urinary tract infections in children: an


overview of diagnosis and management BMJ Paediatrics
Open 2019;3:e000487. doi: 10.1136/bmjpo-2019-000487.
Komala, M. and Kumar, Sampath. Urinary Tract Infection: Causes, Symptoms,
Diagnosis And It’s Management. Indian Journal of Research in Pharmacy and
Biotechnology. Volume 1(2) (2013):226-233. ISSN: 2320 – 3471.

Lee, S. H., Le, Je. 2018. Urinary Tract Infections. PSAP 2018 BOOK 1; Infectious
Diseases. USA.
Syukri, Maimun. 2008. Penanganan Infeksi Saluran Kemih. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala, Volume 8 Nomor 1.

Anda mungkin juga menyukai