Anda di halaman 1dari 34

CASE BASED DISCUSSION II

“Ny.E 58 tahun dengan keluhan Mata kanan Nyeri, Gatal,


mengganjal, dan mengeluarkan Cairan”

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


Di Bagian Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Roemani Semarang

Diajukan Kepada :
Pembimbing :
dr. Wahju Ratna Martiningsih, Sp.M

Disusun Oleh :
Muhammad Hanan Ramahendra
H3A022025

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran – Universitas Muhammadiyah Semarang
Rumah Sakit Roemani Semarang
2023
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN
ILMU PENYAKIT MATA

Presentasi kasus dengan judul :


“Ny.E 58 tahun dengan keluhan Mata kanan Nyeri, Gatal,
mengganjal, dan mengeluarkan Cairan”

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Roemani Semarang

Disusun Oleh:
Muhammad Hanan Ramahendra
H3A022025

Telah disetujui oleh Pembimbing:

Nama pembimbing Tanda Tangan Tanggal

dr. Wahju Ratna M, Sp.M ………………. ………………

Mengesahkan:
Koordinator Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Roemani Semarang
dr. Wahju Ratna Martiningsih, Sp.M
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
rahmat, taufik dan hidayah Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
ini, yang diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat mengikuti ujian
kepaniteraan klinik Stase Ilmu Kesehatan Mata. Laporan ini berjudul “ Ny.E 58

tahun dengan keluhan Mata kanan Nyeri, Gatal, mengganjal, dan


mengeluarkan Cairan” Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini tidak
akan selesai tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini dengan rendah hati penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setulus-tulusnya kepada:
1. dr. Wahju Budi Martono, Sp. THT-KL, M.Si.Med, selaku Dekan Fakultas
beserta jajaran di Prodi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Semarang.
2. dr. Wahju Ratna, Sp.M selaku ketua pendidikan profesi kedokteran
Universitas Muhammadiyah Semarang.
3. dr. Wahju Ratna, Sp.M selaku dokter pembimbing RS Roemani Semarang
4. Semua pihak dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan namanya
satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan oleh
sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya.

Semarang, Januari 2023


Penulis,

M. Hanan Ramahendra
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................i


LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ii
KATA PENGANTAR .................................................................................iii
DAFTAR ISI ................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS........................................................................2
A. Identitas Pasien..................................................................................2
B. Anamnesis.........................................................................................2
C. Pemeriksaan Fisik..............................................................................3
D. Pemeriksaan Tambahan.....................................................................6
E. Resume...............................................................................................6
F. Diagnosis............................................................................................7
G. Diferensial Diagnosis......................................................................... 7
H. Rencana Pengelolaan.........................................................................7
I. Edukasi...............................................................................................7
J. Prognosis............................................................................................8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 9
1. Anatomi.............................................................................................. 9
2. Definisi Ulkus Kornea....................................................................... 9
3. Epidemiologi ………………………………………………………. 13
4. Etiologi dan Patofisiologi ................................................................. 17
5. Diagnosis ........................................................................................... 23
6. Diagnosis Banding ............................................................................ 24
7. Tatalaksana ....................................................................................... 25
8. Prognosis ........................................................................................... 24
BAB IV KESIMPULAN………………………………………………….. 25
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 26
LAMPIRAN
1. Anatomi lapisan penyusun Kornea……………………………………… 9
2. Struktur Lapisan Epitel Kornea…………………………………………..
10
3. Struktur anatomi stroma kornea………………………………………….
12
4. Struktur membrana Descemet dan endotel kornea……………………….
13
5.
BAB I
PENDAHULUAN

Ulkus kornea merupakan diskontinuitas atau hilangnya sebagian permukaan


kornea akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus kornea diakibatkan oleh
adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Gejala dari ulkus
kornea yaitu nyeri, berair, fotofobia, blefarospasme, dan biasanya disertai riwayat trauma
pada mata. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk
mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi seperti descementocele, perforasi,
endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan jaringan
parut kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. E
Tempat Tanggal Lahir : Semarang, 28 Februari 1971
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Meranggen
Agama : Islam
Pekerjaan : Jualan jajan Pasar
No. RM : 5X-XX-XX
Tanggal Periksa : 11 Januari 2023

B. Anamnesis
1. Keluahan Utama
Mata nyeri, gatal , menganjal, dan mengeluarkan cairan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik mata RS Roemani Semarang dengan
keluhan keluhan Mata Gatal , menganjal, dan mengeluarkan lodok
Keluhan muncul 1 minggu yang lalu. Awal mulanya terjadi 2 minggu
yang lalu pasien merasakan matanya merah, silau kalo lihat cahaya,dan
sering mengeluarka air mata, 1 minggu kemudian pasien merasakan
matanya gatal, mengeluarkan cairan putih, dan setiap bangun tidur
matanya susah melek karena lengket.
Keluhan lain pada mata kanan seperti mata perih ada(+), penglihatan
berkabut tidak ada (-), Nerocos (-), penglihatan kabur ada (+),
penurunan penglihatan(+), mata lengket ada(+) saat bangun tidur, mata
merah ada (+), mata cekot-cekot tidak ada (-), Penglihatan berkabut (-),
Pada mata kiri, tidak ada keluhan. Mual muntah tidak ada, pusing ada (+).
3. Riwayat Penyakit Dahulu
 Keluhan serupa : disangkal
 Hipertensi : (+) kontrol rutin (amlodipine)
 Diabetes Mellitus : (+) Kontrol rutin
 Operasi mata : di akui 1 tahun yang lalu oprasi Blefaroplasty
 Trauma pada mata: disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
 Keluhan serupa : disangkal
 Hipertensi : (+)
 Diabetes Mellitus : disangkal
5. Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi
 Riwayat pemakaian kacamata : di akui
 Riwayat pemakaian kontak lensa : disangkal
 Riwayat sering mengucek mata tanpa cuci tangan : di akui
 Riwayat mata pernah terkena bahan kimia dan serangga : disangkal
 Pekerjaan pasien adalah sebagai Penjual jajan pasar
 Pembiayaan menggunakan BPJS, kesan ekonomi cukup
 Kebiasaan melihat layer computer, Hp, Tv terlalu lama di sangkal
 Saat Mengendarai sepeda motor menggunakan helm kaca tidak di
tutup : di akui
 Tidak suka makan sayur, dan buah – buahan di sangkal
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Keadaan Umum : Tampak gatal
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda vital :
 Tekanan Darah : 140/94 mmHg
 Nadi : 101x/menit
 Suhu : 36,5°C
 RR : 20x/menit
2. Status generalisata
 Kepala : Mesochephal
 Hidung : Tidak dilakukan
 Telinga : Tidak dilakukan
 Mulut : Tidak dilakukan
 Leher : Tidak dilakukan
 Thorax : Tidak dilakukan
 Abdomen : Tidak dilakukan
 Ekstremitas : Tidak dilakukan
3. Status lokalis
Oculi Dextra Oculi Sinistra
20/50 Visus 20/40
Tanpa Koreksi Tanpa Koreksi
Skuama (-), madarosis (-), massa Suprasilia Skuama (-), madarosis (-), massa
(-), lesi (-), krusta (-) (-), lesi (-), krusta (-)
Distikhiasis (-), trichiasis (-) Silia Distikhiasis (-) trichiasis (-) krusta
krusta (-), skuama (-) (-), skuama (-)
Massa (-), hiperemis (-), pus (-). Palpebra Massa (-), hiperemis (-), pus (-).
Ptosis (-), spasme (-) Superior Ptosis (-), spasme (-)
Massa (-), hiperemis (-), pus (-). Palpebra Massa (-), hiperemis (-), pus (-).
Inferior
Corpus alienum (-), hiperemis (-) Konjungtiva Corpus alienum (-), hiperemis (-)
massa (-), secret (-). Palpebralis massa (-), secret (-).
Hiperemis (-), massa (-), secret Konjungtiva Hiperemis (-), massa (-), secret (-)
(-) Fornices
Sekret (+)warna Putih ke Konjungtiva Sekret (-), injeksi silier (-), injeksi
Kuningan, injeksi silier (+), Bulbi konjungtiva (-)
injeksi konjungtiva (-)
Kedudukan ortofori, Gerakan Bulbus Kedudukan ortofori, Gerakan
bebas ke segala arah. Oculi bebas ke segala arah.
Ikterik (-), hiperemis (-) Sklera Ikterik (-), hiperemis (-)
Jernih (-), edema (-), infiltrate Kornea Jernih (+), edema (-), infiltrate (-),
(-), ulkus (+), neovaskularisasi ulkus (-), neovaskularisasi (-).
(-).
COA cukup (+), hifema (-), Kamera COA (+) cukup, hifema (-),
hipopion (-), tyndal efek (-) Oculi hipopion (-), tyndal efek (-)
Anterior
Warna coklat, kripte melebar (-), Iris Warna coklat, kripte melebar (-),
sinekia (-), iris bombans (-) sinekia (-), iris bombans (-)
Bulat (+), central (+), regular Pupil Bulat (+), central (+), reguler (+),
(+), reflek pupil (+). reflek pupil (+)
Keruh (-), iris shadow (-). Lensa Keruh (-), iris shadow (-).

D. Pemeriksaan Tambahan
1. Pemeriksaan Slit Lamp
 OD Ulkus Kornea
2. Test flouresin
 + terwarnai

E. Resume
Pasien datang ke poliklinik mata RS Roemani Semarang dengan
keluhan keluhan Mata Gatal , menganjal, dan mengeluarkan lodok
Keluhan muncul 1 minggu yang lalu. Awal mulanya terjadi 2 minggu
yang lalu pasien merasakan matanya merah, silau kalo lihat cahaya, dan
sering mengeluarka air mata, 1 minggu kemudian pasien merasakan
matanya nyeri, gatal, mengeluarkan cairan putih, dan setiap bangun
tidur matanya susah melek karena lengket.
Keluhan lain pada mata kanan seperti mata perih ada(+), penglihatan
berkabut tidak ada(-), Nerocos(-), penglihatan kabur ada (+),
penurunan penglihatan(+), mata lengket ada(+) saat bangun tidur, mata
merah ada (+), mata cekot-cekot tidak ada (-), Penglihatan berkabut (-),
Pada mata kiri, tidak ada keluhan. Mual muntah tidak ada, pusing ada (+).
Dari Pemeriksaan Fisik didapatkan Keadaan umum baik, kesadaran
compos mentis. Pada status Oftalmology didapatkan visus OD 20/50 OS
20/40, pemeriksaan segmen anterior pada Kornea OD ditemukan, Sekret
(+)berwarna putih kekuningan, pada Kongjungtiva Bulbi terdapat
injeksi Silier(+), ulcus (+) berwarna putih ke kuningan, defek epitel
dengan jaringan nekrotik (+).
F. Diagnosis
OD Ulkus Kornea Bakterial Central
G. Differential Diagnosis
OD Keratitis Superfisial Bakterial
OD Keratitis Superfisial Pseudomonas Aeruginosa
OD Corpus Alienum Kornea
H. Rencana Pengelolaan
 Medikamentosa
 Gentamichin 0,3% eye drop fl No. I
S 3 dd gtt 1 OD
 Ofloxacin 0,3% eye drop fl No.I
S 2 dd gtt 1 OD
 Non Medikamentosa
Rujuk Sp.M untuk dilakukan tindakan Keratoplasty
I. Edukasi
a. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskan-nya;
b. Jangan memegang atau meng-gosok-gosok mata yang meradang;
c. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering
mungkin dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang
bersih
d. Menghindari asap rokok, karena dengan asap rokok dapat
memperpanjang proses penyem-buhan luka.
e. Kontrol rutin

J. Prognosis
OD OS
Ad Vitam Dubia Ad bonam Ad bonam
Ad Sanam Dubia ad bonam ad bonam
Ad Visam Dubia ad bonam ad bonam
Ad Cosmeticam Dubia Ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi
Kornea adalah jaringan transparan, kornea disisipkan ke dalam sklera
pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulkus
skleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah,
sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan
epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan
Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel. Batas antara
sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa
cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Apabila kornea
mengalami edema karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak
sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan
melihat halo.1
Secara histologi lapisan kornea dari anterior ke posterior adalah
lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, membrana Decement, dan lapisan
endotel.

Gambar 1. Anatomi lapisan penyusun kornea


1. Lapisan epitel:
Lapisan ini memiliki 5-6 lapis sel berbentuk kubus sampai gepeng,
lanjutan epitel konjungtiva. Lapisan epitel mengisi 10% kornea.
Permukaan anterior kornea adalah kelanjutan dari permukaan ektoderm
dan ditutupi oleh epitel squamosa dengan lapisan kolumnar basal melekat
ke lamina basalis oleh hemidesmosom. Sel basalis mempunyai ketebalan
12 µm dan densitas mendekati 6000 sel/111m2. Rekurensi kornea erosi
karena traumatik abrasi kornea dapat mengakibatkan malformasi pada
hemidesmosom setelah abrasi epithelial.1
Diatas sel basal terdapat 2-3 lapis sel poligonal (wing cells).
Permukaan sel epitel superfisial kornea sangat tipis (30 µm) dan saling
melekat satu sama lain oleh zonula. Zonula ini terdiri atas epitel yang
merupaka semipermeabel membran. Microplika dan mikrovili membuat
permukaan apikal sel wing sangat iregular, sehingga cairan air mata
membuat permukaan optik menjadi halus. Walaupun sel epitel paling
bawah melekat satu sama lain dengan desmosom, sel ini juga berpindah
terus-menerus sampai ke lapisan airmata. Sel-sel ini juga berpindah secara
sentripetal dari sumber stem selnya di limbus. Gangguan difusi di stem sel
limbus ( contoh: trauma kimia, trachoma ) dapat menyebabkan defek yang
kronik pada permukaan epitelial.1
Gambar 2. Struktur Lapisan Epitel Kornea
Permukaan kornea dibentuk oleh epitel squamosa non keratin yang
beregenerasi dengan cepat ketika terkena trauma. Dalam 1 jam defek pada
epital akan tertutup oleh migrasi sel dan pertumbuhan sel yang cepat.
Namun, ini hanya terjadi jika stemsel limbus pada limbus kornea tidak
rusak. Regenerasi kornea secara regular tidak akan terjadi jika sel tertekan.
Epitel yang intak akan memberikan perlindungan terhadap infeksi, defek
pada epitel dapat membuat patogen dengan mudah masuk kedalam mata.2

2. Lapisan Bowman:
Merupakan lapisan jernih selular yang terdiri atas kolagen yang tersusun
tidak teratur dan berasal dari bagian depan stroma. Tebalnya 8-14 µm.
Lapisan ini sangat tahan terhadap trauma tapi tidak akan terbentuk
kembali setelah trauma. Sebagai gantinya akan digantikan oleh jaringan
parut.2
3. Stroma:
Menyusun 90% ketebalan kornea. Tersusun dari kolagen yang
memproduksi keratosit, lapisandasar, dan lamela kolagen. Merupakan
jaringan avaskular yang beregenerasi lambat. Namun, sifat avaskularnya
membuatnya sebagai immunologically privileged site untuk graft.
Transplantasi rutin kornea dapat dilakukan tanpa memasukkan jaringan
utama. Peningkatan resiko penolakan dapat terjadi jika kornea memiliki
vaskularisasi yang banyak seperti saat trauma kimia atau inflamasi.
Beberapa kasus seperti graft donor jaringan atau imunosupresif dapat
diobati dengan siklosporin.2
Gambar 3. Struktur anatomi stroma kornea
4. Membrana Decemet:
Membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea yang
dihasilkan oleh sel endotel. Bersifat elastis dan berkembang terus seumur
hidup serta memiliki ketebalan 40 µm. Membrana descemet dan endotel
kornea merupakan permukaan posterior dari kornea yang berhubungan
dengan coa. Membrana descemet relatif cukup kuat terhadap trauma. Ia
akan tetap menjaga bentuk coa walaupun stroma kornea telah rusak total.
Ini karena ia bersifat sebagai membrana basalis, dimana jaringan hilang
akan beregenerasi oleh sel fungsional endotelial.2
Gambar 4. Struktur membrana Descemet dan endotel kornea

5. Lapisan endotel:
Berasal dari mesothelium berlapis satu dan berbentuk heksagonal
tebalnya 20-40 µm. Endotel melekat pada membran decement melalui
hemidesmosom dan zonula okluden. Endotel kornea menjaga
ketransparanan kornea. Sel epitel dengan densitas tinggi yang
mengaturnya. Endotel kornea tidak bisa beregenerasi, jika terjadi trauma
akan ditutup oleh pembesaran dan perpindahan sel.2
Kelima lapisan kornea bersifat avaskular dan memiliki sedikit sel serta
tak terstruktur. Metabolismenya cukup lambat, sehingga penyembuhannya
juga lambat. Kornea mendapat nutrisi dari nutrisi metabolik yang
bersumber dari diffusi dari ujung kapiler, difussi aquoos humor dan diffusi
dari tear film.2
Permukaan kornea dilapisi 3 lapisan tear film sehingga membuatnya
menjadi halus dan memberikan nutrisi. Tanpa tear film, permukaan kornea
tidak rata, sehingga membuat pandangan menjadi kabur. Enzim lisosom
yang terdapat di tear film juga melindungi mata dari infeksi. 2
Ketransparanan kornea dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu susunan
lamella fibrin kolagen di stroma kornea dan komposisi air di stroma
kornea yang selalu konstan 70%. Kombinasi fungsi dari epitel dan endotel
membuat jumlah air tetap konstan. Dimana epitelium menjaga stroma dari
luar dan endotelium berfungsi sebagai pompa ion untuk memindahkan air
dari stroma. Ini membutuhkan jumlah sel endotel dengan densitas tinggi
yang cukup, jumlah ini dipengaruhi oleh usia, normalnya mencapai 2500
cells/ mm2. Jika densitas sel kurang dari 300 cells/mm2, maka endotelium
tidak mampu memompa air keluar dari kornea, sehingga terjadilah udem
kornea. Seperti endotel, epitel berfungsi sebagai barier dan pengatur
pertukaran antara cornea, tear fil, dan aquos humor melalui diffuse.3
Kornea merupakan struktur vital dari mata yang sangat sensitif.
Kornea di persarafi oleh nervus trigeminus yang merupakan cabang dari
nervus ophtalmika. Sedikit sensasi taktil dapat membuat mata menutup
secara refleks. Pada trauma kornea (erosi, benda asing,
keratokonjungtivitis uv) mengekspos ujung-ujung sensori saraf dan
menyebabkan nyeri yang berkepanjangan dengan epifora dan
blepharospame. Ini merupakan trias dari trauma kornea.3
2. Definisi
Ulkus Kornea
Ulkus kornea merupakan diskontinuitas atau hilangnya sebagian
permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus
kornea diakibatkan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru
dan sel radang. Gejala dari ulkus kornea yaitu nyeri, berair, fotofobia,
blefarospasme, dan biasanya disertai riwayat trauma pada mata. Ulkus kornea
yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah
perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi seperti descementocele, perforasi,
endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan
menimbulkan jaringan parut kornea dan merupakan penyebab kebutaan
nomor dua di Indonesia.4
3. Epidemiologi

Di berbagai negara, data estimasi yang valid untuk insidensi tahunan


dari ulkus kornea cukup sulit didapatkan. Data yang ada menunjukkan di
Amerika angka insidensi nya adalah 11 kasus per 100.000 penduduk per
tahun, sedangkan di India selatan berkisar 10 kali lebih banyak dengan
angka 113 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Di seluruh dunia

diperkirakan terdapat 1,5 juta mata yang mengalami kebutaan akibat

ulkus kornea, dan angka sebenarnya kemungkinan lebih besar. Di


Indonesia, menurut data riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013,
prevalensi kekeruhan kornea nasional adalah 5,5%. Prevalensi kekeruhan
kornea yang tinggi pada kelompok pekerjaan petani/nelayan/buruh
mungkin berkaitan dengan riwayat trauma mekanik atau kecelakaan kerja
pada mata, mengingat pemakaian alat pelindung diri saat bekerja belum
optimal dilaksanakan di Indonesia.4

4. Etiologi
 Infeksi
a. Infeksi Bakteri
Infeksi Bakteri: P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering. Sebuah penelitian terbaru
menyebutkan bahwa telah ditemukan Acinetobacter junii sebagai salah
satu penyebab ulkus kornea. Penyebab ulkus kornea 38,85% disebabkan
oleh bakteri.5
b. Infeksi Jamur
disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium
dan spesies mikosis fungoides. Penyebab ulkus kornea 40,65%
disebabkan oleh jamur. 5
c. Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai.
Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan
epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus.5
d. Acanthamoeba
Infeksi kornea oleh Acantha-moeba sering terjadi pada pengguna
lensa kontak lunak. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai
lensa kontak yang terpapar air yang tercemar.5

 Noninfeksi
a. Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung pH;
b. Radiasi atau suhu;
c. Sindrom Sjorgen;
d. Defisiensi vitamin A;
e.xObat-obatan (kortikosteroid, idoxiuridine, anestesi topikal,
immunosupresif);
f. Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma;
g. Pajanan (exposur)
h. Neurotropik.5
 Sistem imun ( Reaksi Hipersensitifitas )

5. Faktor Resiko

Faktor risiko yang menyebabkan ulkus kornea adalah penggunaan


lensa kontak, trauma, kondisi atau penyakit yang merusak permukaan
kornea (keratitis herpetika, keratopati bulosa, dry eye, blefaritis kronik,
trikiasi dan entropion, alergi mata berat, anestesi kornea) dan faktor
lainnya seperti kondisi imunosupresi, diabetes, dan defisiensi vitamin A.6

Ulkus kornea dapat diklasifikasikan dalam beberapa tipe menurut : (1)


lokasi (sentral, parasentral, perifer), (2) kedalaman (superfisial atau
dalam), (3) nekrosis (supuratif atau non-supuratif), (4) reaksi uveal
(dengan hipopion atau tanpa hipopion), (5) etiologi (infektif, alergi,
traumatik, tropik, hubungan dengan kelainan sistemik, ideopatik). Tujuan
penulisan karya ilmiah ini adalah melaporkan dengan prognosis
komplikasi pada penglihatan yang berbeda.6

Berdasarkan lokasi, dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea, yaitu:


1. Ulkus kornea sentral.
a. Ulkus kornea bakterialis
a. Ulkus Streptokokus
Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah
kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan
berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung.
b. Ulkus Stafilokokus
Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik kekuning-
an disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek
epitel.
c. Ulkus Pseudomonas
Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea yang
dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.
Gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan
kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-
kadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata
depan dapat terlihat hipopion yang banyak. Secara
histopatologi, khas pada ulkus ini ditemukan sel neutrofil
yang dominan.
d. Ulkus Pneumokokus
Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam.
Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan
sehingga memberikan gambaran karakteristik yang disebut

ulkus serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang


penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus
sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan
di daerah ini terdapat banyak kuman.
e. Ulkus Neisseria gonorrhoeae

Ulkus kornea yang terjadi karena Neisseria gonorrhoeae dan


merupakan salah satu dari penyakit menular seksual. Gonore
bisa menyebabkan perforasi kornea dan kerusakan yang
sangat berarti pada struktur mata yang lebih dalam. 6

b. kornea fungi
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna
keabu-abuan yang agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular,
feathery edge dan terlihat penyebaran seperti bulu di bagian epitel
yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian
sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitar-nya. Pada infeksi
kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik dan dapat
terjadi neovasku-larisasi akibat rangsangan radang.7
c. Ulkus kornea virus
o Ulkus kornea Herpes Zoster

Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu


timbul 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata
ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjung-tiva
hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan
stroma. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor. 8
o Ulkus kornea Herpes Simplex

Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda injeksi siliar yang


kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel
kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi.
Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulseratif, jelas diwarnai
dengan fluoresein. 8

d. Ulkus kornea Acanthamoeba

Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan


kliniknya, kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah
ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural.8

2. Ulkus kornea perifer


a. Ulkus marginal
Merupakan peradangan kornea bagian perifer dapat berbentuk
bulat atau segiempat, dapat satu atau banyak dan terdapat
daerah kornea yang sehat dengan limbus. 8
b. Ulkus mooren

Merupakan ulkus kronik yang biasanya mulai dari bagian


perifer kornea berjalan progresif ke arah sentral tanpa adanya
kecenderungan untuk perforasi ditandai tepi tukak bergaung
dengan bagian sentral tanpa adanya kelainan dalam waktu
yang agak lama.8

6. Manifestasi Klinis
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa:
1. Gejala subjektif
a. Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva;
b. Sekret mukopurulen;
c. Merasa ada benda asing di mata;
d. Pandangan kabur;
e. Mata berair;
f. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus;
g. Silau;
h. Nyeri
2. Gejala objektif
a. Injeksi silier;
b. Hilangnya sebagian kornea dan adanya infiltrat;
c. Hipopion. 9

7. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan oftalmologis dengan menggunakan lampu celah serta
pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien penting pada penyakit
kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing,
abrasi, adanya Riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya
keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh.
Hendaknya ditanyakan pula Riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri,
fungi, virus terutama keratitis herpes simplek.10
Pada pemeriksaan oftakmologis didapatkan gejala berupa adanya
injeksi siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea
disertai adanya jaringan nekrotik. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang
disertai dengan hipopion. Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan
diagnostic seperti ketajaman penglihatan, pemeriksaan slit-lamp, respon
reflek pupil, pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi, dan scrapping
untuk
analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH). Karena gambaran
klinis tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis etiologik secara
spesifik, diperlukan pemeriksaan mikrobiologik, sebelum diberikan
pengobatan empiric dengan antibiotika. Pengambilan spesimen harus dari
tempat ulkusnya, dengan membersihkan jaringan nekrotik terlebih dahulu;
dilakukan secara aseptik menggunakan spatula Kimura, lidi kapas steril,
kertas saring atau Kalsium alginate swab. Pemakaian media penyubur BHI
(Brain HeartInfusion Broth) akan memberikan hasil positif yang lebih
baik dari pada penanaman langsung pada medium isolasi. Medium yang
digunakan adalah medium pelat agar darah, media coklat, medium
Sabaraud untuk jamur dan Thioglycolat. Selain itu dibuat preparate untuk
pengecatan gram. Hasil pewarnaan gram dapat memberikan informasi
morfologik tentang kuman penyebab yaitu termasuk kuman gram (+) atau
Gram (-) dan dapat digunakan sebagai dasar pemilihan antibiotika awal
sebagai pengobatan empirik.10
8. Diagnosis Banding
Diferensial diagnosis dari ulkus kornea bakterialis adalah keratitis
yang disebabkan mikroorganisme lainnya (fungi, parasit, virus,
mycobacterium), Uveitis Anterior.11
9. Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadaan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
1. Penatalaksanaan nonmedikamentosa:
a. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskan-nya;
b. Jangan memegang atau meng-gosok-gosok mata yang meradang;
c. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering
mungkin dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang
bersih
d. Menghindari asap rokok, karena dengan asap rokok dapat
memperpanjang proses penyem-buhan luka. 12

2. Penatalaksanaan medikamentosa:
Penatalaksanaan ulkus kornea harus dilakukan dengan pemberian
terapi yang tepat dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji
sensitivitas mikroorganisme penyebab. Adapun obat-obatan
antimikrobial yang dapat diberikan berupa:

A. Antibiotik

Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang


berspektrum luas diberikan dapat berupa salep, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salep
mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan dapat menimbulkan
erosi kornea kembali. Berikut ini contoh antibiotik: Sulfonamide 10-30%,
Basitrasin 500 unit, Tetrasiklin 10 mg, Gentamisin 3 mg, Neomisin 3,5-5
mg, Tobramisin 3 mg, Eritromisin 0,5%, Kloramfenikol 10 mg,
Ciprofloksasin 3 mg, Ofloksasin 3 mg, Polimisin B 10.000 unit.14
B. Anti jamur
Terapi medikamentosa diIndonesia terhambat oleh terbatasnya
preparat komersial yang tersedia. Berdasarkan jenis keratomitosis yang
dihadapi bisa dibagi:
a. Jamur berfilamen: topikalamphotericin B, Thiomerosal, Natamicin,
Imidazol.
b. Ragi (yeast): Amphotericin B, Natamicin, Imidazol, Micafungin
0,1% tetes mata.
c. Actinomyces yang bukan jamur sejati: golongan sulfa, berbagai
jenis antibiotik.14
C. Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid
local untuk mengurangi gejala, sikloplegik, antibiotic spektrum luas untuk
infeksi sekunder, analgetik bila terdapat indikasi serta antiviral topika
berupa salep asiklovir 3% tiap 4 jam.14
D. Anti acanthamoeba
Dapat di berikan poliheksametilen biguanid + propamidine isetionat
atau salep klorheksidin glukonat 0,02%
Obat-obatan lainnya yang dapat diberikan yaitu:
a. Sulfas atropin sebagai salep atau larutan. Kebanyakan dipakai sulfas
atropin karena bekerja lama 1-2 minggu. Efek kerja sulfas atropin:
1. Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
2. Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
3. Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.

Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi


sehingga mata dalam keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M.
konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang ada
dapat terle-pas dan dapat mencegah pembentukan sinekia posterior yang
baru15

b. Skopolamin sebagai midriatika.


c. Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau
tetrakain tetapi jangan sering-sering.
Dalam sebuah penelitian menyebutkan bahwa pemberian nerve growth
factor (NGF) secara topikal menginisiasi aksi penyembuhan luka pada
ulkus kornea yang disebabkan oleh trauma kimia, fisik dan iatrogenik
serta
kelainan autoimun tanpa efek samping.
3. Penatalaksanaan Bedah/oprasi :
a. Flap Konjungtiva
Tatalaksana kelainan kornea dengan flap konjungtiva sudah dilakukan
sejak tahun 1800-an. Indikasinya adalah situasi dimana terapi medis atau
bedah mungkin gagal, kerusakan epitel berulang dan stroma ulserasi.
Dalam situasi tertentu, flap konjungtiva adalah pengobatan yang efektif
dan definitif untuk penyakit permukaan mata persisten. 15
Tujuan dari flap konjungtiva adalah mengembalikan integritas
permukaan kornea yang terganggu dan memberikan metabolisme serta
dukungan mekanik untuk penyembuhan kornea. Flap konjungtiva
bertindak sebagai patch biologis, memberikan pasokan nutrisi dan
imunologi oleh jaringan ikat vaskularnya. Indikasi yang paling umum
penggunaan flap konjungtiva adalah dalam pengelolaan ulkus kornea
persisten steril. Hal ini mungkin akibat dari denervasi sensorik kornea
(keratitis neurotropik yaitu, kelumpuhan saraf kranial 7 mengarah ke
keratitis paparan, anestesi kornea setelah herpes zoster oftalmikus, atau
ulserasi metaherpetik berikut HSK kronis) atau kekurangan sel induk
limbal. Penipisan kornea dekat limbus dapat dikelola dengan flap
konjungtiva selama kornea tidak terlalu menipis.16
b. Keratoplasty
Merupakan jalan terakhir jika penatalaksanaan diatas tidak berhasil.
Indikasi keratoplasty:
1. Dengan pengobatan tidak sembuh;
2. Terjadinya jaringan parut yang menganggu penglihatan;
3. Kedalaman ulkus telah mengancam terjadinya perforasi.17
10. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
1. Kebutaan parsial atau komplit
karena endoftalmitis
2. Uveitis Anterior
3. Glaukoma sekunder

11. Prognosis
OD OS
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam ad Bonam
Quo ad Sanam : Dubia ad Bonam ad Bonam
Quo ad Visam : Dubia ad Bonam ad Bonam
Quo ad Cosmaticam : Dubia ad Bonam ad Bonam

BAB III
KESIMPULAN

Ulkus kornea adalah suatu keadaan kehilangan kontinuitas kornea baik


karena penyebab infeksi ataupun non infeksi. Penatalaksanaan ulkus
kornea dapat dilakukan dengan pemberian terapi yang tepat dan cepat
sesuai dengan kultur serta hasil uji sensitivitas mikroorganisme penyebab.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rajesh, S.K., Patel, D.N, Sinha, M. A Clinical Microbiological Study of


Corneal Ulcer Patients at Western Gujarat, India. Microbiological study of
corneal ulcer. 2013;51(6):399.
2. Vaughan, D.G., Asbury, T., Riordan, P. Oftalmologi Umum. 14th Ed. Alih
bahasa: Tambajong J, Pendit BU. Jakarta: Widya Medika. 2012: 220
3. Ilyas, S. Glaukoma (Tekanan Bola Mata Tinggi). Jakarta: Balai penerbit FK
UI. 2010.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ulkus Kornea dalam: Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Penerbit
Sagung Seto Jakarta. 2012.
5. Srinivasan, M., Gonzales, C., George, C., Cevallos, V., Mascarenhas, J.,
Asokan, B,. et al. Epidemiologi and aetiological diagnosis of corneal ulcer.
Br J Ophtalmol. 2007 Nov;81(11):965-971.
6. Patel, S.V. Graft survival and endothelial outcomes in the new era of
endothelial keratoplasty. J Exer. 2012 Feb;95(1):40-7.
7. Broniek, G., Langwinska-Wosko, E., Szaflik, J., Wroblewska, M. 2014.
Acinetobacter junii as an aetiological agent of corneal ulcer. Infection. 2014
Feb. 42(6):1051-3.
8. Amatya, R., Shrestha, S., Khanal, B., Gurung, R., Poudyal, N., Badu., BP.,
et al. Etiological agents of corneal ulcer: five years prospective study in
eastern Nepal. Nepal Med Coll J. 2012 Sep;14(3):219-22.
9. Werli, A.A., Ercole, F.F., Herdman, T.H., Chianca, T.C.M. Nursing
interventions for adult intensive care patients with risk for corneal injury: a
systematic review. Int J Nurs Knowl. 2013 Feb;24(1):25-9.
10. Karthikeyan, R.S., Ganesa, R., Lakshmi, J., Sixto, L., Jonida, T., Arne, R., et
al. Host response and bacterial virulence factor expression in Pseudomonas
aeruginosa and Streptococcus pneumoniae corneal ulcers. Pone Journal.
2013 Jun;8(6):867.
11. Hartley, C. Aetiology of corneal ulcers assume FHV-1 unless proven
otherwise. J Feline Med Surg. 2010 Jan;12(1):24-35.
12. Kunwar M, Adhikari, R.K., Karki, D.B. Microbial flora of corneal ulcers
and their drug sensitivity. MSJBH.2013;12(2):14-16.
13. Jetton, J.A., Ding, K., Stone, DU. Effects of tobacco smoking on human
corneal wound healing. Cornea. 2014 May;33(5):453-6.
14. Matsumoto, Y., Dogru, M., Goto, E., Fujishima, H., Tsubota, K. Successful
topical application of a new antifungal agent, micafungin, in the treatment of
refractory fungal corneal ulcers: report of three cases and literature review.
Cornea. 2005 Aug;24(6):748-53.
15. Lalitha, P., Sun, C.Q., Prajna, N.V., Karpagam, R., Geetha, M., O’Brien,
K.S., et al. In vitro susceptibi-lity of filamentous fungal isolates from a
corneal ulcer clinical trial. Am J Ophtalmol. 2014 Feb;157(2):318- 26.
16. Aloe, L., Tirassa, P., Lambiase, A. The topical application of nerve growth
factor as a pharmacological tool for human corneal and skin ulcers.
Pharmacol Res. 2008 Apr;57(4):253-8.
17. Droutsas, K., Ham, L., Dapena, I., Geerling, G., Oellerich, S., Melles, G.
Visual acuity following Descemet-membrane endothelial keratoplasty
(DMEK): first 100 cases operated on for Fuchs endothelial dystrophy. Klin
Monatsbl Augenheilkd. 2010 Jun;227(6):467-77.

Anda mungkin juga menyukai