Tanda tangan:
LAPORAN KASUS
Pembimbing :
dr. Moch Soewandi, Sp.M
Disusun Oleh :
Martha Simona (112018030)
Skor
Aspek yang dinilai
1 2 3 4 5
Pengumpulan data
Analisa masalah
Penguasaan teori
Referensi
Pengambilan keputusan klinis
Cara penyajian
Bentuk laporan
Total
Nilai %= (Total/35)x100%
Keterangan : 1 = sangat kurang (20%), 2 = kurang (40%), 3 = sedang (60%), 4 = baik (80%),
dan 5 =sangat baik (100%)
Komentar penilai
HALAMAN PENGESAHAN
2
Laporan Kasus dengan judul:
Disusun Oleh:
Martha Simona
112018030
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Moch Soewandi, Sp.M selaku dokter pembimbing
Departement Mata RSAU Dr. Esnawan Antariksa
DAFTAR ISI
3
HALAMAN JUDUL …………………………………………………..……………1
LEMBAR PENILAIAN ……………………………………………….…………...2
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………….…………..3
DAFTAR ISI …………………………………………………………….………….4
LAPORAN KASUS ……………………………………………………….………..5
TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………….……………..12
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………...23
4
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. TerusanArjuna No. 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / TanggalUjian / PresentasiKasus: Agustus 2020
SMF ILMU PENAKIT MATA
RSAU dr. EsnawanAntariksa
1.2. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 27 Agustus 2020, pukul 09.30
1.2.1. Keluhan Utama
Mata kiri berwarna merah sudah 1 minggu sebelum datang ke Rumah Sakit.
5
Pasien datang dengan keluhan mata kanan berwarna merah yang dirasakan sejak 1 minggu
yang lalu. Keluhan mata merah ini muncul setelah pasien merasa seperti ada binatang yang
masuk ke mata pada saat pasien mengendarai motor. Pasien mengaku pada saat mengendarai
motor memakai helm dan tidak terlalu menutup kaca helmnya. Awalnya warna merah yang
tampak seperti darah jumlahnya sedikit di tepi mata kiri, lalu lama-lama menyebar hingga ke
bagian tengah mata kiri. Pasien juga mengeluhkan matanya terasa mengganjal dan berair, namun
rasa nyeri, gatal dan pandangan kabur disangkal.
6
Suhu : 36.6 oC
Kepala : Normocephal, tidak terdapat deformitas
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
Leher : Kelenjar getah bening tidak mengalami pembesaran
Thorax
Jantung : Tidak dilakukan Pemeriksaan
Paru : Tidak dilakukan Pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan Pemeriksaan
Ekstremitas : Hangat, udema -/-, deformitas (-)
KETERANGAN OD OS
1. VISUS
Dengan Kacamata 6/6 6/6
Tanpa Kacamata
6/30 6/30
3. SUPERSILIA
Warna Hitam Hitam
Simetris Simetris Simetris
7
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ptosis Tidak ada Tidak ada
6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret Tidak Ada Tidak ada
Injeksi Konjungtiva Tidak Ada ada
Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada
Pendarahan Subkonjungtiva Tidak ada ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada
a. b.
Gambar 1 (a) Foto mata kanan pasien, (b) Foto mata kiri pasien
7. SKLERA
8
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak Ada Tidak ada
8. KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Rata Rata
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus Senilis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
10. IRIS
Warna Coklat Coklat
11. PUPIL
Letak Ditengah Ditengah
Bentuk Bulat Bulat
Refleks Cahaya Langsung + +
Refleks Cahaya Tak Langsung + +
12. LENSA
Kejernihan Jernih Jernih
Letak Di tengah Di tengah
Shadow test Negatif Negatif
9
Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
14. PALPASI
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
Massa Tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi Oculi N/palpasi N/palpasi
1.5 RESUME
Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan mata kanan berwarna merah yang dirasakan sejak 1
minggu yang lalu. Keluhan mata merah ini muncul setelah pasien merasa seperti ada
binatang yang masuk ke mata pada saat pasien mengendarai motor. Pasien mengaku pada
saat mengendarai motor memakai helm dan tidak terlalu menutup kaca helmnya.
Awalnya warna merah yang tampak seperti darah jumlahnya sedikit di tepi mata kiri, lalu
lama-lama menyebar hingga ke bagian tengah mata kiri. Pasien sudah memakai kacamata
+1,75 ODS sejak 1 tahun terakhir.
Dari status oftalmologis didapatkan :
OD OS
Visus
- Dengan 6/6 6/6
Kacamata 6/30 6/30
- Tanpa Kacamata
Injeksi Konjungtiva Tidak Ada ada
Pendarahan
Tidak ada ada
Subkonjungtiva
1.6 DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja:
10
- Perdarahan Subkonjungtiva Okuli Sinistra
Diagnosis Banding
- Konjungtivitis hemoragik akut
- Sarcoma kaposi
1.7 TATALAKSANA
Medikamentosa
S/ Asam traneksamat tab No XV
S 2 dd 1
S/ Tobroxol 0,5 % ED No I
S 4 dd gtt 1 OS
S/ Natrium Diklofenak 25 mg No X
S 1 dd 1
Non-Medikamentosa
- Jangan mengucek mata yang merah dulu, jaga kebersihan mata
- Usahakan pada saat mengendarai motor menggunakan helm dan menutup kaca
helmnya.
- Apabila dalam 3 minggu perdarahan belum sembuh sempurna, terjadi penurunan
tajam penglihatan, atau terjadi perdarahan berulang, sebaiknya pasien diminta
untuk kembali kontrol ke dokter.
1.8 PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam : ad bonam ad bonam
Ad Functionam : ad bonam ad bonam
Ad Sanationam : ad bonam ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
11
Mata adalah sebuah organ yang kompleks yang memiliki lebih dari satu sistem
anatomi yang mendukung fungsi mata itu sendiri. 1 Secara umum ada beberapa sistem
anatomi yang mendukung fungsi organ mata, yaitu :
2.1.1 Anatomi kelopak mata
Kelopak mata memiliki peranan proteksi terhadap bola mata dari benda asing yang
menbahayakan mata. Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata,
serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea.
Pada kelopak terdapat bagian – bagian seperti kelanjar sebasea, kelenjar Moll, kelenjar
Zeis dan kelenjar Meibom. Sementara pergerakan kelopak mata dilakukan oleh M.
Levator palpebra yang dipersarafi oleh N. Fasialis.2
2.1.2 Anatomi sistem lakrimal
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :
Sistem produksi atau glandula lakrimal. Sistem sekresi air mata atau lakrimal
terletak di daerah temporal bola mata.
Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus
lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.
2.1.3 Anatomi konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang.
Bermacam – macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva
mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi
bola mata terutama kornea.2
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
Konjungitva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan
dari tarsus.
Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya.
Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di
bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.
12
2.1.4 Anatomi bola mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan
(kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2
kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :
Sklera, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan
sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke
dalam bola mata.
Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi
oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah apabila terjadi perdarahan pada
ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea terdiri atas iris,
badan siliar dan koroid. Badan siliar menghasilkan cairan bilik mata (akuos
humor).
Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai
susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris
yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke
otak.
2.1.5 Anatomi rongga orbita
Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang
membentuk dinding orbita yaitu : lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan dasar orbita yang
terutama terdiri atas tulang maksila, bersama – sama tulang palatinum dan zigomatikus.
Secara garis besar anatomi mata terdiri dari (luar – ke dalam) :
Kornea
Kamera okuli anterior
Iris
Lensa
Kamera okuli posterior (vitreus body)
Retina
Nervus optikus
13
Gambar 2 Anatomi mata2
2.2 FISIOLOGI KONJUNGTIVA
Histologi konjungtiva :
Epitel konjungtiva merupakan jenis yang non-keratinisasi dan tebalnya sekitar 5 sel.
Sel basal kuboid menyusun sel polihedral yang mendatar sebelum sel tersebut
terlepas dari permukaan. Sel goblet terdapat di dalam sel epitelnya. Sel goblet
kebanyakan terdapat di inferoir dari nasal dan di konjungtiva forniks, dimana
15
jumlahnya sekitar 5 – 10% jumlah sel basal.4 Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari
dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan
epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan
mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel – sel epitel skuamosa. Sel – sel
epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel – sel superfisial dan di dekat limbus
dapat mengandung pigmen.2
Stroma (substansia propria) terdiri atas jaringan ikat yang banyak kehilangan
pembuluh darah. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid
(superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung
jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam
folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai
setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis
inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian
menjadi folikuler.
2.4.2 Sinonim
16
Beberapa istilah lain untuk perdarahan subkonjungtiva adalah:
1. bleeding in the eye
2. eye injury
3. ruptured blood vessels
4. blood in the eye
5. bleeding under the conjunctiva
6. bloodshot eye
7. pink eye3
2.4.3 Epidemiologi
Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok umur,
namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan pertambahan umur.3
Penelitian epidemiologi di Kongo rata – rata usia yang mengalami perdarahan
subkonjungtiva adalah usia 30.7 tahun.4 Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar
terjadi unilateral (90%).
Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan hubungan yang jelas
dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%). Kondisi hipertensi memiliki hubungan
yang cukup tinggi dengan angka terjadinya perdarahan subkonjungtiva (14.3%). Kondisi
lainnya namun jarang adalah muntah, bersin, malaria, penyakit sickle cell dan
melahirkan.
Pada kasus melahirkan, telah dilakukan penelitian oleh oleh Stolp W dkk pada 354
pasien postpartum dengan perdarahan subkonjungtiva. Bahwa kehamilan dan proses
persalinan dapat mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva.5
17
Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis) atau merah
tua (tebal).
Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasanya peradangan yang ringan.
Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudian akan
berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi.6
2.4.5 Patofisiologi
Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih dari bola
mata (sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva merupakan lapisan pelindung
terluar dari bola mata. Konjungtiva mengandung serabut saraf dan sejumlah besar
pembuluh darah yang halus. Pembuluh-pembuluh darah ini umumnya tidak terlihat secara
kasat mata kecuali bila mata mengalami peradangan. Pembuluh-pembuluh darah di
konjungtiva cukup rapuh dan dindingnya mudah pecah sehingga mengakibatkan
terjadinya perdarahan subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak
berwarna merah terang di sklera.
Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat menyebar secara difus
di jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus, yang biasanya memiliki
intensitas yang sama dan menyembunyikan pembuluh darah. Konjungtiva yang lebih
rendah lebih sering terkena daripada bagian atas. Pendarahan berkembang secara akut, dan
biasanya menyebabkan kekhawatiran, meskipun sebenarnya tidak berbahaya. Apabila
tidak ada kondisi trauma mata terkait, ketajaman visual tidak berubah karena perdarahan
terjadi murni secara ekstraokulaer, dan tidak disertai rasa sakit.3
Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar,
berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga
menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata.
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma, ataupun
infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau episclera yang
bermuara ke ruang subkonjungtiva.
Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua, yaitu :
18
Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara tiba – tiba
(spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel
sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat
menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh adalah umur, hipertensi,
arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian antikoagulan dan
batuk rejan.1
Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral. Namun
pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh kembali; untuk kasus
seperti ini kemungkinan diskrasia darah (gangguan hemolitik) harus disingkirkan
terlebih dahulu.2
b. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata
langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita. Perdarahan
yang terjadi kadang – kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi.
2.4.6 Etiologi
a. Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara Itali
mengenai kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan terjadinya
perdarahan subkonjungtiva didapatkan kesimpulan baik homozigot maupun
heterozigot faktor XIII Val34Leu merupakan faktor predisposisi dari perdarahan
subkonjungtiva spontan, alel Leu34 diturunkan secara genetik sebagai faktor
resiko perdarahan subkonjungtiva terutama pada kasus yang sering mengalami
kekambuhan.7 Mutasi pada faktor XIII Val34Leu mungkin sangat berhubungan
dengan peningkatan resiko terjadinya episode perdarahan subkonjungtiva.8
b. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah – muntah, bersin)
c. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau ruptur
bola mata)
d. Hipertensi9
e. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa adanya
riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau hematologik, diabetes,
SLE, parasit dan defisisensi vitamin C.
19
f. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan D yang
telah mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva,
penggunaan warfarin.10
g. Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada konjungtiva.
h. Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva,
termasuk septikemia meningokok, demam scarlet, demam tifoid, kolera, riketsia,
malaria, dan virus (influenza, smallpox, measles, yellow fever, sandfly fever).
i. Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli dari patahan
tulang panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi bedah jantung.
j. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva yang
diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah konjungtivakhalasis dan
pinguecula. 11
k. Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang memainkan peranan
penting pada patomekanisme terjadinya perdarahan subkonjungtiva.
20
konjungtiva. Maka dari itu pemeriksaan ketajaman visus merupakan hal yang wajib
pada setiap trauma di mata sekalipun hanya didapat perdarahan subkonjungtiva tanpa
ada trauma organ mata lainnya.3
Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil, bila
perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika perdarahan
subkonjungtiva terjadi penuh pada 360°. Jika pasien memiliki riwayat perdarahan
subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk memeriksa waktu pendarahan, waktu
prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkap dengan jumlah
trombosit.12
2.4.9 Penatalaksanaan
Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan. Pengobatan
dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin. Perdarahan
subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa diobati.1
Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat
dilakukan sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan. Pemberian air mata
buatan juga dapat membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik, dicari penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai dengan
penyebabnya. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter
memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata buatan untuk iritasi
ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko perdarahan berulang.1
Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika ditemukan
kondisi berikut ini :
1. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan.
2. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau kesulitan untuk
melihat)
21
3. Terdapat riwayat gangguan perdarahan
4. Riwayat hipertensi
5. Riwayat trauma pada mata.
2.4.10 Komplikasi
Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh dalam waktu 1 – 2
minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi. Namun adanya perdarahan
subkonjungtiva harus segera dirujuk ke dokter spesialis mata jika ditemui berbagai hal
seperti yang telah disebutkan diatas.1
Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang (kambuhan)
harus dipikirkan keadaan lain. Penelitian yang dilakukan oleh Hicks D dan Mick A
mengenai perdarahan subkonjungtiva yang menetap atau mengalami kekambuhan
didapatkan kesimpulan bahwa perdarahan subkonjungtiva yang menetap merupakan gejala
awal dari limfoma adneksa okuler.3
2.4.11 Prognosis
Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik. Karena
sifatnya yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan tertentu seperti
sering mengalami kekambuhan, persisten atau disertai gangguan pandangan maka
dianjurkan untuk dievaluasi lebih lanjut lagi.1
2.5 KESIMPULAN
Konjungtiva adalah membran tipis, lembab dan transparan yang melapisi bagian
putih dari mata(disebut sklera) dan bagian dalam dari kelopak mata. Konjungtiva adalah
lapisan pelindung terluar dari bola mata. Kebanyakan perdarahan subkonjungtiva terjadi
secara spontan tanpa ada penyebab yang pasti karena perdarahan ini datang dari
pembuluh darah konjungtiva. Prognosisnya baik karena darah dapat diserap kembali
oleh tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
22
1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2008. FK UI. Jakarta
2. Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum,2016. Widia Meka. Jakarta
3. Graham, R. K. Subconjuntival Hemorrhage. 1st Edition. 2009. Medscape’s Continually
Updated Clinical Reference.
Diakses tanggal 27 Agustus 2020, dari http://emedicine.medscape.com/article/1192122-
overview
4. Kaimbo D, Kaimbo Wa. Epidemiology of traumatic and spontaneous subconjunctival
haemorrhages in Congo. Congo. 2008.
Diakses pada tanggal 27 Agustus 2020, dari :
https://www.researchgate.net/publication/26685171_Epidemiology_of_traumatic_and_sp
ontaneous_subconjunctival_haemorrhages_in_Congo
5. Stolp W, Kamin W, Liedtke M, Borgmann H. [Eye diseases and control of labor. Studies
of changes in the eye in labor exemplified by subconjunctival hemorrhage
(hyposphagmas)] . Johanniter-Krankenhauses Bonn. Jerman.
6. American Academy. 2009. Subconjunctival Haemorrhages. Amerika
7. Parmeggiani F et all. Prevalence of factor XIII Val34Leu polymorphism in patients
affected by spontaneous subconjunctival hemorrhage. Ferrara, Itali.
Diakses pada tanggal 27 Agustus 2020:
https://www.researchgate.net/publication/8350917_Prevalence_of_factor_XIII_Val34Leu
_polymorphism_in_patients_affected_by_spontaneous_subconjunctival_hemorrhage
8. Incorvaia C et all. Recurrent episodes of spontaneous subconjunctival hemorrhage in
patients with factor XIII Val34Leu mutation. Ferrara, Itali.
Diakses pada tanggal 27 Agustus 2020:
https://www.academia.edu/12928557/Recurrent_episodes_of_spontaneous_subconjunctiv
al_hemorrhage_in_patients_with_factor_XIII_Val34Leu_mutation
9. Pitts JF, Jardine AG, Murray SB, Barker NH. Spontaneous subconjunctival
haemorrhage--a sign of hypertension?. Western Infirmary, Glasgow.
Diakses pada tanggal 27 Agustus 2020 dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC504261/pdf/brjopthal00053-0041.pdf
10. Leiker LL, Mehta BH, Pruchnicki MC, Rodis JL. Risk factors and complications of
subconjunctival hemorrhages in patients taking warfarin. Kansan. USA.
Diakses pada tanggal 27 Agustus 2020, dari:
https://www.academia.edu/11921242/Risk_factors_and_complications_of_subconjunctiv
al_hemorrhages_in_patients_taking_warfarin
11. Mimura T, Yamagami S et all. Contanc lens-Induced Subconjuntival Hemorrhage. 2010.
Tokyo, japan.
Diakses pada tanggal 27 Agustus 2020, dari:
https://www.researchgate.net/publication/45650087_Contact_Lens-
Induced_Subconjunctival_Hemorrhage
12. Chern, K. C. Emergency Ophthalmology: A Rapid Treatment Guide. 1st ed. 2002.
McGraw-Hill, Massachusetts.
23
24