Anda di halaman 1dari 17

Nilai:

Tanda tangan:

LAPORAN KASUS

UVEITIS ANTERIOR

Penyusun :

Rayhand Mubarakh – 112018157

dr. Pembimbing : dr. Mochamad Soewandi, Sp.M

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JL. ARJUNA UTARA NO. 6 KEBON JERUK - JAKARTA BARAT
KEPANITERAAN ILMU MATA
RUMAH SAKIT TNI AU ESNAWAN ANTARIKSA, JAKARTA

PERIODE 08 FEBRUARI 2021 – 13 MARET 2021

0
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi kasus dengan judul :


Uveitis Anterior

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik


Ilmu Penyakit Mata RSAU Dr. Esnawan Antariksa
Periode 08 Februrari 2021 – 13 Maret 2021

Disusun oleh:
Rayhand Mubarakh
112018157

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Mochamad Soewandi, Sp.M


selaku dokter pembimbing Departemen Mata RSAU Dr. Esnawan Antariksa

Jakarta, 10 Maret 2021

dr. Mochamad Soewandi, Sp.M

1
LEMBAR PENILAIAN

Nama Rayhand Mubarakh


NIM  112018157
Periode  08 Februari 2021 – 13 Maret 2021
Judul kasus Uveitis Anterior
Skor
Aspek yang dinilai
1 2 3 4 5
Pengumpulan data          
Analisa masalah          
Penguasaan teori          
Referensi          
Pengambilan keputusan klinis          
Cara penyajian          
Bentuk laporan          
Total  
Nilai %= (Total/35)x100%  
Keterangan : 1 = sangat kurang (20%), 2 = kurang (40%), 3 = sedang (60%), 4 = baik (80%),
dan 5 =sangat baik (100%)
 
Komentar penilai

Nama Penilai Paraf/Stempel

dr. Mochamad Soewandi, Sp.M

2
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Jl. Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus : Rabu, 10 Maret 2021

Kasus Uveitis Anterior

SMF ILMU PENYAKIT MATA

RUMAH SAKIT : RS TNI AU DR. ESNAWAN ANTARIKSA

Nama : Rayhand Mubarakh

NIM : 112018157

Dokter Pembimbing : dr. Mochamad Soewandi Sp.M

I. IDENTITAS
Nama : Ny. L
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 46 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Alba Tros H 9, Halim Perdanakusuma, Makassar, Jakarta
Timur
Tanggal pemeriksaan : 25 Februari 2021

II. ANAMNESIS
Anamnesis : Autoanamnesis
Keluhan utama : Pasien mengeluh penglihatan buram pada mata kiri sejak ± 2
tahun SMRS.
Keluhan tambahan : kemerahan pada mata kiri

3
4
Riwayat perjalanan penyakit :
Pasien datang ke poli mata RSAU dr Esnawan Antariksa dengan keluhan
penglihatan buram sejak ± 2 tahun SMRS. Penglihatan kabur dirasakan seperti
mendadak, penglihatan kabur seperti hampir tidak melihat sama sekali menurut
pengakuan pasien. Pasien mengaku awalnya seperti melihat kilatan cahaya sehingga
pasien merasakan silau. Akan tetapi, pasien mengaku tidak di perburuk oleh cahaya
matahari ataupun cahaya lainnya. Keluhan lain berupa mata merah yang dirasakan
namun tidak nyeri. Keluhan seperti mata kering, ber air, nyeri mata, dll disangkal oleh
pasien.
Setelah menjalankan pengobatan satu kali pada 18 februari 2021 sampai sekarang
pasien mengaku penglihatan kabur mulai membaik akan tetapi mata merah masih
terlihat walaupun pasien tidak merasa terganggu akan hal tersebut.
Pasien menjelaskan menggunakan kacamata untuk membaca. Pasien
menggunakan kacamata baca dengan ukuran S+2.25 D pada kedua lensa kacamatanya.

Riwayat penyakit dahulu :


Riwayat diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung, dan trauma mata
disangkal.
Riwayat alergi : Pasien mengaku tidak memiliki alergi apapun.
Riwayat penyakit keluarga :
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit seperti Diabetes Melitus, Hipertensi
dan penyakit jantung.

III. PEMERIKSAAN FISIK


STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital : Tekanan darah = 110/70 mmHg
Nadi : 80x / menit
Suhu : Afebris
Pernafasan :20x / menit
Kepala : Normocephal
Mulut : Tidak dilakukan
Telinga : Tidak dilakukam

5
Hidung : Tidak dilakukan
Leher : Tidak dilakukan

6
Thorax
Jantung : Tidak dilakukan
Paru : Tidak dilakukan
Abdomen : Tidak dilakukan
Ekstremitas : Tidak dilakukan

STATUS OPHTALMOLOGIS

KETERANGAN OD OS
VISUS
Tajam Penglihatan 6/6 6/60 PH tetap
Koreksi - -
Addisi +2.25 D +2.25 D
Distansia Pupil -
KEDUDUKAN BOLA MATA
Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Endoftalmus Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
SUPRA SILIA
Warna Hitam Hitam

Letak Simetris Simetris

PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR


Edema Tidak Ada Tidak Ada
Nyeri tekan Tidak Ada Tidak Ada
Ektropion Tidak Ada Tidak Ada
Entropion Tidak Ada Tidak Ada
Blefarospasme Tidak Ada Tidak Ada
Trikiasis Tidak Ada Tidak Ada
Sikatriks Tidak Ada Tidak Ada
Fisura palpebra - -

7
Hordeolum Tidak Ada Tidak Ada
Kalazion Tidak Ada Tidak Ada
Ptosis Tidak Ada Tidak Ada
KONJUNGTIVA TARSAL SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis Tidak Ada Tidak Ada
Folikel Tidak Ada Tidak Ada
Papil Tidak Ada Tidak Ada
Sikatriks Tidak Ada Tidak Ada
Anemia Tidak Ada Tidak Ada
Kemosis Tidak Ada Tidak Ada
KONJUNGTIVA BULBI
Injeksi konjungtiva Tidak Ada Tidak Ada
Injeksi siliar Tidak Ada Ada
Perdarahan
Tidak Ada Tidak Ada
subkonjungtiva
Pterigium Tidak Ada Tidak Ada
Pinguekula Tidak Ada Tidak Ada
Nevus pigmentosus Tidak Ada Tidak Ada
SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak Ada Tidak Ada
KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Ukuran normal normal
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus senilis Ada Ada
Edema Tidak ada Tidak ada

8
Keratic precipitate Tidak ada Ada
BILIK MATA DEPAN
Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Agak keruh
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Efek Tyndall Tidak ada Ada (Flare grade I)
IRIS
Warna Coklat Coklat
Kripte Jelas Jelas
Bentuk Bulat Bulat
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada
PUPIL
Letak Sentral Sentral
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3 mm 3 mm
Refleks cahaya
+ +
langung
Refleks cahaya tidak
+ +
langsung
LENSA
Kejernihan Jernih Jernih
Letak Sentral Sentral
Tes shadow Negatif Negatif

9
BADAN KACA
Kejernihan Jernih Jernih
PALPASI
Nyeri tekan Tidak Ada Tidak Ada
Massa tumor Tidak Ada Tidak Ada
Tensi okuli (digital) Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Non Contact
10 mmHg 12 mmHg
Tonometers
KAMPUS VISI
Sama dengan Sama dengan
Tes Konfrontasi
pemeriksa pemeriksa

IV. PEMERIKSAAN ANJURAN


1. Funduskopi
2. Darah Lengkap
3. Rontgen Thorax
4. Pemeriksaan HLA-27

V. RESUME
Pasien perempuan berusia 46 tahun datang ke Poli Mata RSAU dr. Esnawan
Antariksa dengan keluhan penglihatan buram sejak ± 2 tahun SMRS. Penglihatan
buram dirasakan mendadak dan hampir tidak dapat melihat. Sebelumnya pasien
merasakan seperti melihat kilatan cahaya seperti silau namun tidak merasakan nyeri.
Keluhan lain hanya mata merah. Setelah kontrol, penglihatan pasien mulai membaik
walaupun mata masih merah. Pasien menggunakan kacamata baca dengan ukuran
S+2.25 D pada kedua lensa kacamatanya.
Pada pemeriksaan fisik umum dalam batas normal. Sedangkan pada pemeriksaan
mata didapatkan tajam penglihatan OD sebesar 6/6 sedangkan OS sebesar 6/60 ph
tetap, terdapat hiperemis berupa injeksi silier pada OS pasien, kornea ditemukan
keratic precipitates pada OS serta bilik mata depan terdapat flare grade I.

VI. DIAGNOSA KERJA


Uveitis Anterior OS
10
Presbiopia

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Ablasio retina
2. Keratitis
3. Glaukoma akut
4. Age-related Macular Degeneration (AMD)

VIII.TATALAKSANA
1. Non – Medikamentosa
 Edukasi : meminta pasien untuk menjaga kebersihan mata
2. Medikamentosa
 Cendo Tobroson Ed 8x1 OS
 Levofloxacin Ed 6x1 OS
 Methylprednisolone 8g 4x1
 Ciprofloxacin 500mg 2x1

IX. PROGNOSIS
Quo Ad vitam : Dubia Ad bonam
Quo Ad fungsionam : Dubia Ad bonam
Quo Ad sanationam : Dubia Ad bonam

11
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Uveitis anterior adalah inflamasi yang terbatas pada iris (iritis), atau pada iris
dan badan siliar (iridosiklitis). Jenis uveitis ini merupakan bentuk paling umum dari
semua kasus uveitis (60%), dan juga merupakan bentuk yang paling sering muncul
akut.1-3
Etiologi
Meskipun sebagian disebabkan oleh infeksi, penyebab non-infeksi menduduki
proporsi lebih besar sehingga uveitis anterior dapat dianggap sebagai kejadian
autoimun primer; dimana 40-60% kasus akut memiliki kaitan dengan HLA-B27.
Uveitis anterior juga dapat disebabkan oleh trauma seperti kontusio, perlukaan
intraokular dan operasi, tetapi jarang karena obat-obatan atau pemakaian lensa kontak.2
Penyakit sistemik yang disertai dengan uveitis anterior
Sendi  Artritis idiopatik pada juvenile
 Spondiloartropati seronegatif

Jaringan ikat  Sistemik lupus eritematosus (SLE)


 Polikondritis berulang
 Dermatomiositis

Vaskulitis
 Penyakit Behcet
 Poliarteritis nodosa
 Granulomatosis Wegner
 Sindrom Cogan II

Infeksi/granulomatosa
 Sifilis
 Tuberkulosis
 Borreliosis
 Lepra
 Herpes Simpleks
 Sarkoidosis

12
Usus halus
 Kolitis ulseratif
 Penyakit Crohn
Ginjal

 Sindroma tubulointerstitial nefritis dan uveitis (TINU)


Kulit  Herpes zoster oftalmika

Epidemiologi
Insidens uveitis secara umum adalah 17/100.000, dengan prevalensi sebesar
34/100.000. Uveitis dapat muncul secara akut, akut-rekuren atau kronik (inflamasi
persisten menetap lebih dari 3 bulan).4
Manifestasi klinis
Uveitis anterior akut memiliki karakteristik nyeri dengan onset mendadak dan
mata merah tanpa sekret (discharge), dengan atau tanpa penurunan tajam penglihatan
ringan. Bentuk nyeri biasanya tumpul, bertambah pada penekanan kelopak mata, dan
dapat menjalar ke pelipis. Fotosensitivitas, khususnya sinar matahari, akan membuat
semakin tidak nyaman; hal ini dikenal sebagai fotofobia.3,5,6
Pada pemeriksaan ditemukan injeksi bentuk campuran (konjungtiva dan siliar),
deposit pada bagian belakang/endotel kornea (keratic presipitates), reaksi inflamasi
hebat pada bilik mata depan (sel dan flare), serta miosis inflamatorik (Gambar 1).
Terkadang dapat ditemukan perlekatan/adhesi antara iris dan lensa (sinekia posterior).
Pada keadaan yang berat, sering ditemukan hipopion atau deposit leukosit pada lantai
bilik mata depan adanya hipopion, biasanya menunjukkan adanya keterkaitan dengan
HLA-B27. Tekanan intraokular seringkali lebih rendah daripada biasa karena adanya
penurunan produksi akuos akibat peradangan badan siliar.2,3,5

Uveitis anterior kronik memiliki progresivitas lambat tanpa keluhan nyeri.


sehingga keluhan utama adalah gangguan penglihatarn. Karena berjalan lambat,

13
diagnosis uveitis kronis sering terlambat, sebagaimana yang terjadi pada anak-anak
dengan artritis juvernil idiopatik. Apabila kondisi kronik ini dibiarkan, dapat terjadi
komplikasi seperti degenerasi kornea yang berbentuk pita (band keratopathy), katarak
sekunder (Subkapsular posterior), dan glaukoma sekunder.2,3,7
Diagnosis
Anamnesis yang lengkap sangat diperlukan karena uveitis anterior seringkali
merupakan fenomena konkomitan dari suatu penyakit sistemik. Perlu diperiksa tanda-
tanda dari komplikasi uveitis anterior seperti (edema makula, katarak, glaukoma). Pada
semua kasus uveitis anterior harus dilakukan pemeriksaan fundus dalam keadaan pupil
dilatasi untuk memastikan bahwa peradangan hanya terbatas di anterior. Radiografi
thorax dapat dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan tuberkulosis serta
sarkoidosis. Pemeriksaan serologi bermanfaat untuk menyingkirkan sifilis dan
borreliosis sedangkan pemeriksaan angiotensin-converting enzyme (ACE) dapat
digunakan sebagai marker untuk sarkoidosis. Apabila memungkinkan, sebaiknya
dilakukan pemeriksaan HLA-27 pada uveitis anterior akut-rekuren. Pada anak lakukan
pemeriksaan antibodi antinuklear (ANA) dan lakukan pemeriksaan reumatologi untuk
mencari kemungkinan artritis juvenil idiopatik.5-8
Diagnosis banding
Diagnosis banding uveitis anterior adalah ablasio retina lama, sindrom dispersi
pigmen, perdarahan intraokular, dan endoftalmitis.1
Tatalaksana
Apabila penyebab uveitis anterior adalah infeksi, tatalaksana diberikan dengan
obat antiviral atau antibiotik (contohnya pada borreliosis) sedangkan untuk uveitis non-
infeksi, tatalaksana bersifat simtomatik. Terapi lokal terdiri dari pemberian tetes mata
kortikosteroid dan sikloplegik untuk mencegah sinekia posterior antara iris dan lensa
serta mengurangi nyeri dengan cara mengistirahatkan badan siliar. Apabila diperlukan,
dapat diberikan kortikosteroid subkonjungtival, parabulbar atau oral. Imunosupresan
jarang dibutuhkan pada kondisi kronik atau pada uveitis yang sering mengalami
rekurensi.9
Komplikasi
Uveitis anterior dapat menyebabkan sinekia anterior dan posterior. Sinekia
anterior dapat menghalangi aliran keluar air di sudut ruang dan menyebabkan hipertensi
okular atau glaukoma. Synechiae posterior, bila luas, dapat menyebabkan glaukoma
sudut tertutup sekunder dengan memproduksi pengasingan pupil dan bagian depan
14
menonjol dari iris (iris bombé). Awal dan penggunaan agresif kortikosteroid dan agen
siklopigik / mydriatic mengurangi kemungkinan komplikasi ini.3,10
Peradangan ruang anterior dan posterior meningkatkan penebalan lensa dan
kekeruhan. Di awal kasus, hal ini dapat menyebabkan pergeseran refraksi sederhana
kesalahan, biasanya menuju miopia. Seiring waktu, bagaimanapun, perkembangan
katarak sering terjadi membatasi penglihatan yang paling baik diperbaiki. Perawatan
melibatkan pengangkatan katarak, tapi harus dilakukan hanya jika peradangan
intraokular terkontrol dengan baik di setidaknya 6 bulan, karena risiko komplikasi
intraoperatif dan pasca operasi lebih besar pada pasien dengan uveitis aktif.
Penggunaan lokal dan sistemik yang agresif kortikosteroid biasanya diperlukan
sebelum, selama, dan setelah operasi katarak pasien ini.3,10
Edema makula sistoid adalah penyebab umum kehilangan penglihatan pada
pasien penderita uveitis dan dapat diamati dalam pengaturan anterior atau menengah
yang parah uveitis. Edema makula yang berlangsung lama atau berulang dapat
menyebabkan kehilangan permanen penglihatan karena degenerasi cystoid. Baik
fluorescein angiografi dan optik tomografi koherensi dapat digunakan untuk
mendiagnosis edema makula cystoid dan untuk pantau responsnya terhadap terapi.3,10
Ablasi retina, termasuk bentuk traksional, rhegmatogenous, dan eksudatif jarang
terjadi pada pasien dengan posterior, intermediet, atau panuveitis. Ablasi retina
eksudatif menunjukkan peradangan koroid yang signifikan dan terjadi paling sering
dalam kaitannya dengan penyakit Vogt-Koyanagi-Harada, oftalmia simpatis, dan
skleritis posterior atau berhubungan dengan berat retinitis atau vaskulitis retinal.3,10

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Sitorus RS, Sitompul R, Widyawati S, et all. Buku ajar oftamologi. Edisi 1.


Universitas Indonesia. Jakarta; 2020: 228-41.
2. Eva PR, Augsburger JJ. Vaughan & Ashbury’s: General Ophtamology. 19th ed.
Mcgraw-hill education. United States; 535-41.
3. Suhardjo, Agni AN. Buku ilmu kesehatan mata. Ed 3. Yogyakarta: Departemen Ilmu
Kesehatan Mata Universitas Gadjah Mada, 2017.
4. González MM, Solano MM, Porco TC, Oldenburg CE, Acharya NR, Lin SC, et al.
Epidemiology of uveitis in a US population-based study. J Ophthalmic Inflamm
Infect. 2018;8(1):1–8.
5. Harman LE, Margo CE, Roetzheim RG. Uveitis: The collaborative diagnostic
evaluation. Am Fam Physician. 2014;90(10):711–6.
6. Grillo A, Levinson RD, Gordon LK. Practical diagnostic approach to uveitis. Expert
Rev Ophthalmol. 2011;6(4):449–59.
7. Yanoff, M. and Duker, JS., 2009. Yanoff and Duker’s Ophthalmology. 3 rd Edition.
UK: Mosby Elsevier.
8. Gueudry J, Muraine M. 2018. Anterior uveitis. Journal Français
d'Ophtalmologie;41(1):e11-e21
9. Sitompul, R., 2016. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah
Kebutaan. EJKI, 4(1), pp.60-70
10. Dick AD, Tundia N, Sorg R, Zhao C, Chao J, Joshi A, et al. Risk of ocular
complications in patients with noninfectious intermediate uveitis, posterior uveitis, or
panuveitis. Ophthalmology 2016;123(3):655–62.

16

Anda mungkin juga menyukai