GLAUKOMA
Disusun oleh:
ARNITA ANINDIRA
20174011138
Diajukan kepada:
dr. M. Faisal Lutfi, Sp.M
PRESENTASI KASUS
GLAUKOMA
Oleh:
Arnita Anindira
20174011138
Disetujui oleh:
Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Mata
RSUD KRT Setjonegoro, Wonosobo
2
KATA PENGANTAR
3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................2
KATA PENGANTAR..............................................................................................3
DAFTAR ISI............................................................................................................4
BAB I LAPORAN KASUS.....................................................................................5
A. Identitas Pasien................................................................................................5
B. Anamnesis........................................................................................................5
C. Pemeriksaan Fisik............................................................................................6
D. Pemeriksaan Penunjang...................................................................................7
E. Diagnosis.........................................................................................................7
F. Penatalaksanaan................................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................9
A. Definisi Glaukoma..........................................................................................9
B. Anatomi Bola Mata..........................................................................................9
C. Fisiologi Humor Aqueous..............................................................................12
D. Epidemiologi.................................................................................................14
E. Etiopatogenesis..............................................................................................15
F. Klasifikasi.......................................................................................................16
G. Manifestasi Klinis..........................................................................................19
H. Diagnosis.......................................................................................................20
I. Penatalaksanaan..............................................................................................22
J. Komplikasi dan Prognosis..............................................................................27
BAB III PEMBAHASAN......................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................31
4
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
No. CM : 00596715
Tempat, Tanggal Lahir : Wonosobo, 17 Agustus 1974
Usia : 44 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Wonokromo, Mojotengah
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Karywan swasta
Pendidikan Terakhir : SMP
Tgl. Masuk RS : 11 Desember 2018
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Mata kanan tidak bisa melihat
5
.
6. Resume Anamnesis
Seorang laki-laki berusia 44 tahun mengeluhkan mata kanan
tidak bisa melihat. Pasien juga mengeluhkan kedua mata terasa pegal,
penglihatan mata kiri menyempit, dirasakan sejak 4 tahun yang lalu.
Awalnya keluhan disertai pusing, kepala terasa berat, dan mual.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Pemeriksaan :
Subyektif
Pemeriksaan Visus
OD OS KM : OD OS
0 5/9 0 5/5
Pemeriksaan Obyektif :
Pemeriksaan OD OS
Sekitar Mata
Simetris,distribusi merata Simetris,distribusi merata
Supercilia dan cilia
Konjungtiva
K palpebra sup et inf Hiperemis (-) Hiperemi (-)
K bulbi Hiperemis (-) Hiperemi (-)
TIO 25 11
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Funduskopi – C/D Ratio : Tidak dilakukan
2. Tonometri
TIO OD : 25 mmHg
TIO OS : 11 mmHg
E. Diagnosis
Glaukoma ODS,
Glaukoma Absolut
OD
F. Penatalaksanaan
A. Definisi Glaukoma
Glaukoma adalah penyakit yang merusak saraf optic mata.
Glaucoma terjadi ketika terjadi penumpukan cairan pada bagian depan
mata sehingga terjadi peningkatan tekanan intra ocular (TIO) yang dapat
merusak saraf optic (Boyd, 2018). Glaukoma adalah kelainan mata yang
ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf optic,
dan menciutnya lapang pandang. Pada glaucoma terdapat melemahnya
fungsi mata dengan terjadinya berkurangnya lapang pandang dan
kerusakan anatomi berupa ekskavasi serta degenerasi papil saraf optic
yang dapat berakhir dengan kebutaan (Ilyas & Yulianti, 2013).
3. Koroid
Koroid adalah lapisan jaringan ikat dan pembuluh darah yang
menyuplai nutrisi pada bagian luar retina.
Retina adalah bagian terdalam dari bola mata, merupakan bagian
mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya.
Terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan neural dan lapisan pigmen. Lapisan
neural terdiri dari fotoreseptor, terletak pada bagian posterior dan lateral
dari mata. Lapisan pigmen terletak di bagian luar lapisan neural,
menempel pada lapisan koroid dan berfungsi untuk support lapisan neural
serta terletak pada seluruh bagian dalam mata. Bagian anterior retina yang
terdiri dari lapisan pigmen saja disebut sebagai non-visual retina.
Sedangkan bagian posterior dan lateral retina disebut bagian optic retina.
Bagian senter dari retina ditandai dengan area yang disebut sebagai
makula (Jones, 2018).
Sudut bilik mata dibentuk oleh jaringan korneoskleral dengan
pangkal iris. Pada bagian ini terjadi drainase cairan bilik mata. Bila
terdapat hambatan drainase cairan mata maka akan terjadi penimbunan
cairan bilik mata sehingga tekanan bola mata meningkat. Berdekatan
dengan sudut ini didapatkan struktur anyaman trabekula (trabecular
meshwork), kanal Schlemm, baji sklera (scleral spur), dan jonjot iris. Pada
sudut filtrasi terdapat garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer
endotel dan membrane descement (Ilyas & Yulianti, 2013).
Prosesus siliaris atau disebut juga sebagai pars plicata, merupakan
tempat produksi dari humor aqueous. Bagian posterior dari badan siliar,
disebut pars plana, memiliki permukaan yang lebih rata dan menjadi satu
dengan koroid membentuk ora serrata. Limbus adalah zona transisi antara
kornea dan sklera. Pada bagian dalamnya terdapat indentasi, yaitu sulkus
sklera, yang memiliki batas posterior tegas, scleral spur, dan batas anterior
yang meluas hingga perifer kornea (Goel, et al., 2010).
Trabecular meshwork (TM) merupakan struktur yang melewati
sulkus sklera dan berubah menjadi jalur melingkar yang disebut kanal
Schlemm. Trabecular meshwork merupakan struktur triangular yang
terdiri dari jaringan ikat yang dikelilingi oleh endotel. TM dibagi menjadi
tiga komponen, yaitu uveal meshwork, corneosckleral meshwork, dan
juxtacanalicular meshwork. Uveal meshwork membentuk batas lateral dari
bilik anterior, meluas hingga jonjot iris dan badan siliar pada perifer
kornea. Corneosclearal meshwork meluas dari scleral spur menuju
dinding anterior dari sulkus sklera dan merupakan bagian paling luas dari
TM. Terdiri dari lapisan berlubang (perforated sheets) yang semakin lama
semakin kecil mendekati kanal Schlemm. Juxtacanalicular meshwork
merupakan bagian paling luar dari TM terdiri dari lapisan jaringan ikat
pada bagian tepi endotelium. Kanal Schlemm sendiri terdiri dari sel
endotel yang dikelilingi jaringan ikat seperti vena. Kanal Schlemm
berperan sebagai kanal kolektor internal dan berhubungan dengan
episcleral dan vena konjungtiva melalui kanal kolektor eksternal, pleksus
vena intrasklera, pleksus sklera dalam, dan vena aqueous (Goel, et al.,
2010).
C. Epidemiologi
Glaukoma merupakan penyebab utama kebutaan global setelah
katarak. Tipe paling sering dari glaucoma adalah open angle dan closed
angle. Bersamaan, kedua tipe tersebut merupakan penyebab utama
kebutaan ireversibel global. Orang dengan glaucoma dilaporkan memiliki
kualitas hidup yang lebih rendah, penurunan fungsi fisik, emosi, sosial,
dan menggunakan lebih banyak sumber kesehatan (International Council
of Ophthalmology, 2015).
Lebih dari 3 juta orang di seluruh dunia mengalami kebutaan
bilateral akibat POAG, dan lebih dari 2 juta orang akan mengalami POAG
setiap tahunnya. Selama 5 tahun, beberapa penelitian menunjukkan onset
baru dari kerusakan akibat glaucoma pada pasien yang sebelumnya sehat
sebanyak 2,6-3% dengan TIO 21-25 mmHg, 12-26% dengan TIO 26-30
mmHg, dan sekitar 42% dengan TIO >30 mmHg (Biggerstaff, 2018).
POAG lebih banyak ditemukan pada ras kulit hitam dibanding ras
lainnya. Beberapa penelitian mengatakan kejadian POAG lebih sering
pada perempuan dibanding laki-laki, namun beberapa penelitian tidak
dapat membuktikan hal tersebut, bahkan terdapat penelitian yang
menyatakan POAG lebih sering terjadi pada laki-laki. Usia lebih dari 40
tahun merupakan faktor risiko dari POAG, dengan angka kejadian POAG
pada decade tujuh mencapai 15% membuktikan bahwa glaucoma lebih
sering ditemukan pada populasi usia lanjut (Biggerstaff, 2018).
E. Etiopatogenesis
Glaukoma merupakan neuropati saraf optic multifactorial yang
ditandai dengan destruksi progresif dari sel ganglion retina dan aksonnya.
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaucoma adalah apoptosis
sel ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan
lapisan inti-dalam retina serta berkurangnya akson di nervus optikus.
Diskus optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran cawan optic (Riordan-
Eva, et al., 2015).
Peningkatan TIO merupakan faktor risiko utama terjadinya
glaucoma. Tekanan intra ocular yang tinggi akan menekan vaskularisasi
retina menyebabkan terjadinya apoptosis sel ganglion dan akson. Beberapa
mekanisme terjadinya peningkatan TIO yaitu:
1. Korpus siliaris memproduksi terlalu banyak humor aqueous,
sedangkan pengeluaran pada jalinan trabecular normal
2. Hambatan pengaliran pada pupil sewaktu pengaliran humor
aqueous dari bilik posterior ke bilik anterior
3. Pengeluaran di sudut bilik mata terganggu.
G. Manifestasi Klinis
Pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronik
sudut terbuka) dapat tidak memberikan gejala sampai kerusakan
penglihatan yang berat terjadi, sehingga dikatakan sebagai pencuri
penglihatan. Berbeda pada glaukoma akut sudut tertutup, peningkatan
tekanan TIO berjalan cepat dan memberikan gejala mata merah, nyeri dan
gangguan penglihatan.
1. Peningkatan TIO
Normal TIO berkisar 10-21 mmHg (rata-rata 16 mmHg). Tingginya
TIO menyebabkan kerusakan saraf optik tergantung beberapa
faktor, meliputi tingginya TIO dan apakah glaukoma dalam tahap
awal atau lanjut. Secara umum, TIO dalam rentang 20-30 mmHg
biasanya menyebabkan kerusakan dalam tahunan. TIO yang tinggi
40-50 mmHg dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang
cepat dan mencetuskan oklusi pembuluh darah retina.
2. Halo sekitar cahaya dan kornea yang keruh
Kornea akan tetap jernih dengan terus berlangsungnya pergantian
cairan oleh sel-sel endotel. Jika tekanan meningkat dengan cepat
(glaukoma akut sudut tertutup), kornea menjadi penuh air,
menimbulkan halo di sekitar cahaya.
3. Nyeri
Nyeri bukan karakteristik dari glaukoma primer sudut terbuka.
4. Penyempitan lapang pandang
Tekanan yang tinggi pada serabut saraf dan iskemia kronis pada
saraf optik menimbulkan kerusakan dari serabut saraf retina yang
biasanya menghasilkan kehilangan lapang pandang (skotoma).
Pada glaukoma stadium akhir kehilangan lapang penglihatan terjadi
sangat berat (tunnel vision), meski visus pasien masih 6/6 .
Gambar 4. Penglihatan pada penderita Glaukoma
H. Diagnosis
Pada glaukoma akan terdapat karakteristik seperti melemahnya
fungsi mata dengan terjadinya cacat/pengecilan lapang pandang,
peningkatan TIO yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan
kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil
saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan. Pada umumnya
indikator yang digunakan untuk menilai perkembangan glaukoma adalah
pemeriksaan TIO, tajam penglihatan dan perimetri/tes lapang pandang.
Sistem klasifikasi yang dibangun memerlukan sebuah model
komputasi untuk mengubah piksel citra retina menjadi suatu ciri retina
yang dapat mengindikasi tingkat penyakit pada glaukoma. Salah satu ciri
dari glaukoma adalah dengan menentukan nilai CDR (Cup to Disc Ratio)
yang merupakan perbandingan luas area optic cup dan optic disc. Oleh
karena itu, untuk mendapatkan nilai CDR maka harus mendapatkan nilai
dari luas area optic disc dan optic cup. Nilai CDR juga berpengaruh
terhadap tingkatan dari glaukoma. Nilai CDR sebesar 0,3-0,5 di
kategorikan mild glaukoma, nilai CDR 0,5-0,7 di kategorikan moderate
glaukoma dan jika nilai CDR di atas 0,7 di kategorikan sebagai severe
glaukoma.
1) Tonometri
Tonometri merupakan suatu pengukuran tekanan intraokuler
yang menggunakan alat berupa tonometer Goldman. Faktor yang dapat
mempengaruhi biasnya penilaian tergantung pada ketebalan kornea
masing-masing individu. Semakin tebal kornea pasien maka tekanan
intraokuler yang di hasilkan cenderung tinggi, begitu pula sebaliknya,
semakin tipis kornea pasien tekanan intraokuler bola mata juga rendah.
Tonometer yang banyak digunakan adalah tonometer Schiotz karena
cukup sederhana, praktis, mudah dibawa, relatif murah, kalibrasi alat
mudah dan tanpa komponen elektrik. Penilaian tekanan intraokuler
normal berkisar 10-21 mmHg. Pada usia lanjut rentang tekanan normal
lebih tinggi yaitu sampai 24 mmHg. Pada glaukoma sudut terbuka
primer, 32-50% pasien ditemukan dengan tekanan intraokuler yang
normal pada saat pertama kali diperiksa.
2) Penilaian Diskus Optikus
Diskus optikus yang normal memiliki cekungan di bagian
tengahnya (cup). Pada pasien glaukoma terdapat pembesaran cawan
optik atau pencekungan (cup disk ratio membesar (N = <0,3)) sehingga
tidak dapat terlihat saraf pada bagian tepinya. Sering juga ditemukan
optic-disk edema dan hiperemis.
I. Penatalaksanaan
Target dari penatalaksanaan glaukoma adalah untuk menjaga
fungsi maksimal penglihatan selama pasien hidup tanpa mengurangi
kualitas hidupnya. Sampai saat ini menurunkan TIO adalah pendekatan
yang efisien dan telah teruji untuk mencegah progresi dari glaukoma.
Risiko progresifitas menurun 10% dengan penurunan tiap mmHG dari
baseline terhadap angka TIO dari awal pemeriksaan. Penurunan TIO dapat
dilakukan dengan terapi medikamentosa, terapi laser, pembedahan atau
semuanya dapat dikombinasikan.
Target dari penurunan TIO harus ditentukan, hal ini didasarkan pada
staging glaukoma, ekspentansi hidup atau umur pasien, status kesehatan
mata pasien, riwayat penyakit sebelumnya, dan faktor risiko lainnya. Target
TIO pada glaukoma stase awal adalah pada angka 19 mmHg kebawah, pada
middle stage pada angka 16 mmHg kebawah, sedangkan pada late stage
pada angka 14 mmHg kebawah.
Klasifikasi Obat Glaukoma
1) Simpatomimetik
a) Non selektif
b) α2- selektif
2) Simpatolitik
a) Beta -blockers (non-selektif dan beta-1-selektif)
b) Alfa-beta-blockers
c) Alfa-1 blockers
3) Parasimpatomimetik
Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar
humor aquos dengan bekerja pada anyaman trabekular melalui
kontraksi otot siliaris. Dapat menimbulkan efek miosis pada mata
dan bersifat sekresi pada mata, sehingga menimbulkan kontraksi
muskulus ciliaris supaya iris membuka dan aliran humor aquos
dapat keluar.
4) Prostaglandin Analog
5) Penghambat Karbonic Anhydrase
1) Analog Prostaglandin
Analog prostaglandin merupakan obat lini pertama yang
efektif digunakan pada terapi glaukoma misalnya, latanopros.
Latanopros merupakan obat baru yang paling efektif katena dapat
ditoleransi dengan baik dan tidak menimbulkan efek samping
sistemik. Analog prostaglandin (larutan bimatoprost 0,003%,
latanoprost 0,005% dan travoprost 0,004%, masing-masing sekali
setiap malam, dan larutan unoprostone 0,15% dua kali sehari)
meningkatkan aliran keluar humor aquos melalui uveosklera.
Farmakokinetik latanopros mengalami hidrolisis enzim di kornea dan
diaktifkan menjadi asam latanopros. Penurunan tekanan intraokuler
dapat dilihat setelah 3-4 jam setelah pemberian dan efek maksimal
yang terjadi antara 8-12 jam.
Cara kerja obat ini dengan meningkatkan aliran keluarnya
humor aqueus melalui uveosklera. Obat ini diindikasikan pada
glaukoma sudut terbuka, hipertensi okuler yang tidak toleran dengan
antiglaukoma lain. kontrandikasi pada pasien yang sensitif dengan
latanopros.
2) Beta blockers
Larutan timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaxolol 0,25% dan
0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5%, metipranolol 0,3%, serta carteolol
1% dua kali sehari dan gel timolol maleate 0,1%, 0,25%, dan 0,5%
sekali setiap pagi adalah beberapa sediaan yang ada saat ini dan
merupakan obat pembanding pada penelitian klinis terhadap obat
antiglaukoma baru.
Timolol maleat merupakan β-adrenergik non selektif baik β1
atau β2. Timolol tidak memiliki aktivitas simpatomimetik, sehingga
apabila diteteskan pada mata dapat mengurangi tekanan intraokuler.
Timolol dapat menurunkan tekanan intraokuler sekitar 20-30%.
Reseptor β- adrenergik terletak pada epitel siliaris, jika reseptornya
terangsang aktifitas sekresinya akan meningkatkan inflow humor
aquos melalui proses komplek enzim adenyl cyclase-reseptor sehingga
menurunkan produksi humor aquos.
Farmakodinamik golongan β-adrenergic bloker dengan cara
menekan pembentukan humor aquos sehingga tekanan intraokuler
dapat turun. Sedangkan farmakokinetiknya sebagian besar diserap
dengan baik oleh usus secara peroral sehingga bioavaibilitas rendah
dan memiliki kadar puncak dalam plasma mencapai 1 sampa 3 jam.
Kebanyakan golongan β-adrenergic bloker memiliki waktu paruh
antara 3 sampai 10 jam. Waktu ekskresi yang dibutuhkan ginjal untuk
mengeluarkan obat golongan ini dapat diperpanjang apabila terdapat
hambatan aliran darah yang menuju ke hati atau hambatan enzim hati.
Penggunaan obat golongan ini dalam jangka lama dapat
mengakibatkan kontraindikasi berupa obstruksi jalan napas kronik.
Indikasi pemakaian diberikan pada pasien glaukoma sudut terbuka
sebagai terapi inisial baik secara tunggal atau kombinasi terapi dengan
miotik. Indikasi lainnya dapat diberikan pada glaukoma inflamasi,
hipertensi okuler dan glaukoma kongenital.
5) Agonis adrenergic
Golongan α2-adrenergik agonis obat ini dibagi menjadi 2 yaitu
selektif dan tidak selektif. Golongan α2-adrenergic agonis yang
selektif misalnya apraklonidin memiliki efek menurunkan produksi
humor aquos, meningkatkan aliran keluar humor aquos melalui
trabekula meshwork dengan menurunkan tekanan vena episklera dan
dapat juga meningkatkan aliran keluar uveosklera.
Farmakokinetik dari pemberian apraklonidin 1% dalam waktu
1 jam dapat menghasilkan penurunan tekanan intraokuler yang cepat
paling sedikit 20% dari tekanan intraokuler awal. Efek maksimal dari
apraklonidin dalam menurunkan tekanan intraokuler dapat terjadi
sekitar 3-5 jam setelah pemberian terapi.
Indikasi penggunaan apraklonidin untuk mengontrol
peningkatan akut tekanan intraokuler pasca tindakan laser. Sedangkan
kontraindikasi pemakaian obat ini apabila pasien dengan mono amin
oksidase (MAO) dan trisiklik depresan karena mempengaruhi
metabolisme dan uptake katekolamin.
a) Apraclonidine
Apraclonidine (larutan 0,5 % tiga kali sehari dan 1%
sebelum dan sesudah terapi laser) adalah suatu agonis
adrenergik-α2 yang menurunkan pembentukan humor
aquos tanpa menimbulkan efek pada aliran keluar.
b) Brimonidine
Brimonidine (larutan 0,2% dua kali sehari) adalah
suatu agonis adrenergik-α yang menghambat
pembentukan dan meningkatkan aliran keluar humor
aquos.
6) Penghambat carbonic anhydrase
Acetazolamide adalah yang paling banyak digunakan,
tetapi terdapat alternatif, yaitu dichlorphenamide dan
methazolamide. Penghambat anhidrase karbonat sistemik
digunakan pada glaukoma kronik bila terapi topikal kurang
memuaskan serta pada glaukoma akut dengan tekanan
intraokular yang sangat tinggi dan perlu segera dikontrol.
Asetasolamid oral merupakan obat yang sering di gunakan
karena dapat menekan pembentukan humor aquos sebanyak 40-
60%. Bekerja efektif dalam menurunkan tekanan intraokuler
apabila konsentrasi obat bebas dalam plasma ±2,5 μM. Apabila
diberikan secara oral, konsentrasi puncak pada plasma dapat
diperoleh dalam 2 jam setelah pemberian dapat bertahan selama
4-6 jam dan menurun dengan cepat karena ekskresi pada urin.
Indikasi asetasolamid terutama untuk menurunkan
tekanan intraokuler, mencegah prolaps korpus vitreum, dan
menurunkan tekanan introkuler pada pseudo tumor serebri.
Kontraindikasi relatif untuk sirosis hati, penyakit paru obstruktif
menahun, gagal ginjal, diabetes ketoasidosis dan urolithiasis.
Efek samping yang paling sering dikeluhkan parastesi dan
inisial diuresis, sedangkan efek lain yang dapat muncul apabila
digunakan dalam jangka lama antara lain metalic taste, malaise,
nausea, anoreksia, depresi, pembentukan batu ginjal, depresi
sumsum tulang, dan anemia aplastik.
Penghambat Karbonat Anhidrase Topikal Penghambat
karbonat anhidrase topikal bersifat larut lemak sehingga bila
digunakan secara topikal daya penetrasi ke kornea relatif
rendah. Pemberian dorsolamid topikal akan terjadi penetrasi
melalui kornea dan sklera ke epitel tak berpigmen prosesus
siliaris sehingga dapat menurunkan produksi humor aqueus dan
HCO3-dengan cara menekan enzim karbonik anhidrase II.
Penghambat karbonik anhidrase topikal seperti dorsolamid
bekerja efektif menurunkan tekanan intraokuler karena
konsentrasi di prosesus siliaris mencapai 2-10μM. Penghambat
karbonat anhidrase topikal (dorsolamid) dapat menurunkan
tekanan intraokuler sebesar 15-20%. Indikasi pemberian untuk
mengontrol glaukoma baik jangka pendek maupun jangka
panjang, sebagai obat tunggal atau kombinasi. Indikasi lain
untuk mencegah kenaikan tekanan intraokuler pasca bedah
intraokuler. Efek samping lokal yang dijumpai seperti mata
pedih, keratopati pungtata superfisial, dan reaksi alergi. Efek
samping sistemik jarang dijumpai seperti metalic taste,
gangguan gastrointestinal dan urtikaria.
7) Agen kolinergik
Pilocarpine topical biasanya digunakan untuk jangka
waktu yang pendek sebagai treatment sebelum laser pada pasien
dengan sudut sempit. Tidak digunakan dalam jangka yang
panjang karena memiliki efek samping.
8) Agen osmotik
Obat ini digunakan sebagai terapi sistemik jika
diinginkan penurunan TIO yang cepat dan dilakukan pada
situasi akut, yang bisa diberikan adalah glycerol oral dan
mannitol intravena.
Terapi lain yang dapat digunakan adalah terapi laser
maupun bedah, yaitu dibedakan berdasarkan tipe glaukomanya,
untuk glaucoma sudut terbuka dilakukan laser trabeculoplasty
untuk meningkatkan keluaran dari humor aquous, dan trans-
scleral cyclophotocoagulation (TSCP) untuk menurunkan
masukan dari humor aquous. Untuk glaucoma sudut tertutup
dilakukan laser iridotomy untuk menghilangkan blok pupillary,
laser peripheral iridoplasty untuk memodifikasi kontur iris, dan
TSCP.
Goel, M., Picciani, R. G., Lee, R. K. & Bhattacharya, S. K., 2010. Aqueous Humor
Dynamocs: A Review. The Open Ophtalmology Journal, Volume 4, pp. 52-59.
Ilyas, S. & Yulianti, S. R., 2013. Ilmu Penyakit Mata. 4th ed. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Riordan-Eva, P., Vaughan, W. J. & Asbury, 2015. Oftalmologi Umum. 17th ed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Sherwood, L., 2015. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. 8th ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.