Anda di halaman 1dari 33

PRESENTASI KASUS

GESTATIONAL DIABETES MELLITUS


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan presentasi
kasus ini dengan sebaik-baiknya.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada dr. A.I. Suratman,
Sp.OG(K) selaku dokter pembimbing klinis yang telah memberi bimbingan,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Penulis berharap makalah ini dapat memberi banyak manfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca sekalian pada umumnya. Semoga makalah ini dapat
memberi masukan bagi rekan-rekan yang ingin mengetahui masalah gestational
diabetes mellitus.

Wonosobo, Februari 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

DM yang tidak terkontrol selama kehamilan mengakibatkan peningkatan


risiko keguguran pada trimester pertama, kelainan bawaan khususnya, kelaina
jantung dan kelainan susunan saraf pusat, peningkatan resiko kematian janin,
persalinan prematur, preeklampsia, ketoasidosis, polihidramniom, makrosomia,
trauma persalinan khususnya kerusakan nervus brakhialis, terlambatnya
pematangan paru, respiratory distress syndrome, ikterus, hipoglikemia,
hipokalsemia, peningkatan kematian perinatal. Risiko jangka panjang meliputi
obesitas dan DM tipe 2. Pemaparan di dalam rahim karena hiperglikemia maternal
mengakibatkan terjadinya hiperinsulinemia pada janin, yang mengakibatkan
peningkatan sel lemak janin yang akan mengakibatkan obesitas dan resistensi
insulin pada masa anak-anak (POGI, 2010).
Pada wanita hamil terjadi perubahan- perubahan fisiologis yang
berpengaruh terhadap metabolisme karbohidrat karena adanya hormon plasenta
yang bersifat resistensi terhadap insulin, sehingga kehamilan tersebut bersifat
diabetogenik. Dengan meningkatnya umur kehamilan, berbagai faktor dapat
mengganggu keseimbangan metabolisme karbohidrat sehingga terjadi gangguan
toleransi glukosa (Artha, 2013).
Prevalensi GDM di Indonesia (Menurut O’Sullivan’s diagnostic criteria)
sebesar 1,9 sampai 3,6 %. Pada sebuah penelitian kohort, sebanyak 40-60% dari
grup ini akan berlanjut menjadi DM tipe 2 atau toleransi glukosa terganggu. Sebuah
studi prospektif di Makasar pada 46 wanita dengan GDM, insidensi dari DM tipe 2
dan TGT 6 tahun setelah persalinan sebanyak 56,6%. Oleh karena morbiditas dan
mortalitas yang serius untuk ibu dengan GDM dan bayi dibutuhkan skrining dan
penatalaksanaan yang efektif (Dyah Purnamasari, et al., 2013).
BAB II

PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny M
Umur : 35 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 10 Januari 1983
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Sigaluh
Tanggal Masuk : 8 September 2018
No. CM : 732765
II. ANAMNESIS

A. Keluhan

B. Riwayat Penyakit Sekarang

C. Riwayat Penyakit Dahulu

D. Riwayat Penyakit Keluarga

E. Riwayat Menikah

F. Riwayat Menstruasi

G. Riwayat Persalinan

H. Riwayat Keluarga Berencana

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum
Keadaan umum : Baik
Derajat kesadaran : Compos Mentis
Status gizi : Baik
Tanda vital
Tekanan Darah : 170/100 mmHg
Nadi : 87 x/menit, reguler, isi tegangan cukup
Pernafasan : 20x/menit,
Suhu : 37, 0º C
SpO2 : 98%
Status Generalis
Kepala : Bentuk mesocephal, rmabut warna hitam distribusi merata.
Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-
/-)
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)
Telinga : Bentuk normal, sekret (-).
Tenggorok : Uvula ditengah, tonsil hiperemis (-), faring hiperemis (-)
Leher : Trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar,
kelenjar tiroid tidak membesar
Lymphonodi : Retroaurikuler : tidak membesar
Submandibuler : tidak membesar
Thorax : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak membesar
Auskultasi : SI-SII intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada kanan=kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan =kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Auskultasi : SD vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung, Striae gravidarum
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, TFU
30cm
−−
Ekstremitas : Akral dingin −−
−−
Sianosis −−
−−
Oedem −−

Status Obstetri
Pemeriksaan Luar:
Leopold I: TFU 30cm, Teraba bulat lunak kemungkinan bokong
Leopold II: Teraba bagian terpanjang dikanan
Leopold III: Terba bulat keras melenting di bawah kemungkinan kepala
Leopold IV: Divergen
DJJ: -
His: 2x/10 menit, 30 detik, sedang
Pemeriksaan Dalam:
V/U tenang, dinding dalam vagina licin, serviks lunak tipis didepan,
effacement 70%, pembukaan 4 cm, kepala di Hodge I-II
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 8/9/2018
Hematologi Rutin
Hb : 15,1 g/dL
Hct : 42 %
AE : 5,5.106/μL
AL : 12,6.103 /μL
AT : 163.103 /μL
Golongan darah AB
PT : 9,0 detik
APTT : 22,3 detik
INR : 0,87
Hitung Jenis :
Eosinofil : 1,00 %
Basofil : 0,40%
Netrofil : 78.30 %
Limfosit : 15.80 %
Monosit : 3.90%
Urin
Protein urin +2
Kimia Klinik
GDS: 198 mg/dL
HbsAg: -

USG
Janin tunggal, intrauterine, memanjang, preskep, gerak +, DJJ -, air ketuban
cukup, plasenta di fundus, TBJ 2500g

Riwayat hasil lab tanggal 4/6/2018 GDS 232mg/dL di puskesmas, tanggal


9/8/2018 GDS 200mg/dL di puskesmas.
V. DIAGNOSIS
- PEB
- IUFD
- DM Gestational
- G4P2A1 h 38+4minggu, dalam persalinan, kala I fase aktif dengan
riwayat SC 10 tahun yang lalu
VII. PENATALAKSANAAN
Terapi
1. O2 nasal canul 2 lpm
2. Infus RL 20 tpm
3. Pasang DC
4. MgSO4 4gr IV loading dose dilanjutkan MgSO4 6gr IV drip 500cc RL
5. Nifedipin 10mg 3x1 PO
6. Metildopa 250mg 3x1 PO
7. Evaluasi kemajuan persalinan
8. Konsul Interna -> OGTT dengan hasil tidak dilakukan tes OGTT dan
diberikan obat metformin 2x500mg

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
RESUME PASIEN

Tanggal Jam Pemeriksaan Planning


8/9/2018 02.00 S : kenceng-kenceng, rembes, lendir darah
O:
Ku: baik 1. O2 nasal canul 2 lpm
TD : 170/100mmHg 2. Infus RL 20 tpm
N : 86x/m 3. Pasang DC
RR : 20x/m 4. MgSO4 4gr IV loading
SpO2 : 98% dose dilanjutkan MgSO4 6gr IV
T : 37.0 drip 500cc RL
PD: buka 4 cm, kepala h1-2 5. Nifedipin 10mg 3x1 PO
A: PEB, IUFD, Gestasional DM, Riwayat SC 10 tahun 6. Metildopa 250mg 3x1
yll, G4P2A1 hamil 38+4 minggu dalam persalinan Kala PO
1 fase aktif 7. Evaluasi kemajuan
persalinan
8. Konsul Interna ->
OGTT

8/9/2018 6.35 S : pasien ingin mengejan Tolong persalinan


O:
Ku: baik
TD : 160/90 mmHg
HR : 91x/mnt
RR : 20x/mnt
T: 37,0
PD: pembukaan lengkap, his +, djj –
A: PEB, IUFD, Gestasional DM, Riwayat SC 10 tahun
yll, G4P2A1 hamil 38+4 minggu dalam persalinan Kala
II
8/9/2018 8.00 S:- Nifedipin 10mg 3x1
O: Metildopa 250mg 3x1
Ku: baik Amoxicillin 500mg 3x1
TD : 160/90 mmHg Asam Mefenamat 500mg 3x1
HR : 91x/mnt SF 200mg 1x1
RR : 20x/mnt Konsul interna: Metformin
T: 37,0 500mg 2x1
Bayi lahir spontan jam 6.45 wib, perempuan, 2835g,
47cm, AS 0/0, plasenta lahir lengkap.
A: PEB, Gestasional DM, Post VBAC, IUFD, P3A1 H.0

9/9/2018 06.00 S : pusing-, pandangan kabur-, nyeri epigastrium -, bab Nifedipin 10mg 3x1
dan bak tidak ada keluhan Metildopa 250mg 3x1
O: Amoxicillin 500mg 3x1
Ku: baik Asam Mefenamat 500mg 3x1
TD : 140/86 mmHg SF 200mg 1x1
HR : 82x/mnt Metformin 500mg 2x1
RR : 20x/mnt
T: 36,8
GDS pagi 112 mg/dL
A: PEB, Gestasional DM, Post VBAC, IUFD, P3A1 H.1
10/9/2018 06.00 S : pusing-, pandangan kabur-, nyeri epigastrium -, bab Cek protenurin
dan bak tidak ada keluhan Aff DC
O: Nifedipin 10mg 3x1
Ku: baik Metildopa 250mg 3x1
TD : 110/70 mmHg Amoxicillin 500mg 3x1
HR : 82x/mnt Asam Mefenamat 500mg 3x1
RR : 20x/mnt SF 200mg 1x1
T: 36,7 Metformin 500mg 2x1
GDS pagi 126 mg/dL BLPL
A: PEB, Gestasional DM, Post VBAC, IUFD, P3A1 H.2
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Diabetes melitus gestasional (DMG) adalah keadaan intoleransi

karbohidrat yang memiliki awitan atau pertama kali ditemukan pada

kehamilan. DMG merupakan keadaan pada wanita yang sebelumnya belum

pernah didiagnosis diabetes kemudian menunjukkan kadar glukosa tinggi

selama kehamilan (Kurniawan L,B. 2016). DMG yang dapat di kontrol secara

adekuat tanpa obat disebut dengan GDM yang terkontrol akibat makanan atau

diet atau kelas A1DMG. Sedangkan DMG yang harus menggunakan obat

untuk mencapai euglikemia sering disebut dengan A2DMG. Karena banyak

perempuan yang tidak menerima skrining untuk diabetes mellitus sebelum

kehamilan, hal ini bisa menjadi hal yang sulit untuk membedakan DMG dan

Diabetes yang sudah ada sebelum kehamilan (ACOG, 2018).

Secara umum, diabetes dalam kehamilan dibagi menjadi dua: (1) Pasien

yang sudah memiliki penyakit DM dan kemudian hamil disebut dengan

Diabetes Melitus Pregestational, dan (2) Diabetes yang baru di identifikasi

salam kehamilan ini disebut dengan diabetes mellitus gestational (Purnamasari,

D et al. 2013).

2. EPIDEMIOLOGI

Pada tahun 2009 di estimasikan, 7% kehamilan didapatkan

komplikasi dari tipe diabetes apapun, dan 86% nya merupakan kasus wanita

hamil dengan diabetes atau DMG. Insidensi diabetes melitus gestasional

adalah sebesar 15% di seluruh dunia. Wanita keturunan Asia-Amerika,


penduduk asli Hawaii, penduduk kepulauan Pasifik, Hispanik dan turunan

Afrika-Amerika memiliki risiko tinggi menderita DMG dibandingkan wanita

kulit putih non-Hispanik. Penelitian di Florida, Amerika Serikat,

menggunakan data dari tahun 2004 hingga 2007 menunjukkan prevalensi

DMG pada wanita keturunan India diperkirakan 11,6%, Vietnam 10%,

penduduk kepulauan Pasifik 9,8%, lebih tinggi daripada wanita turunan Asia

Timur (Cina, Korea, dan Jepang), yaitu 7,9%. Penelitian di Italia Selatan

menunjukkan 7% wanita hamil mengalami DMG.

Di Indonesia sendiri, prevalensi DMG (berdasar dari kriteria diagnosis

O’Sullivan) didapatkan 1,9% - 3,6%. Pada penelitian cohort, didapatkan

40% - 60% pasien akan mengalami progress menuju DM Tipe 2 ataupun

mengalami Gangguan Toleransi Glukosa.

3. FAKTOR RESIKO

Faktor risiko diabetes melitus gestasional meliputi:

– obesitas

– riwayat diabetes melitus gestasional sebelumya

– glukosuria

– riwayat keluarga dengan diabetes

– abortus berulang

– riwayat melahirkan dengan cacat bawaan atau bayi >4000 gram

– riwayat preeklampsia (POGI, 2013)

Sedangkan factor resiko berdasarkan RCOG, 2018 adalah sebagai berikut:

- BMI lebih dari 30kg/m2


- Riwayat memiliki bayi macrosomia dengan berat ≥ 4.5kg

- Riwayat diabetes gestational sebelumnya

- Riwayat keluarga dengan diabetes

- Riwayat etnis dengan prevalensi tinggi diabetes (Asia Selatan, Timur

Tengah)

4. PATOFISIOLOGI

a. Fisiologi dalam kehamilan

Selama awal kehamilan, toleransi glukosa normal atau sedikit

meningkat dan sensitivitas perifer (otot) terhadap insulin serta produksi

glukosa basal hepatik normal akibat peningkatan hormon estrogen dan

progesteron maternal pada awal kehamilan yang meningkatkan

hiperplasia sel β pankreas, sehingga meningkatkan pelepasan insulin.

Hal ini menjelaskan peningkatan cepat insulin di awal kehamilan

sebagai respons terhadap resistensi insulin. Pada trimester kedua dan

ketiga, peningkatan hubungan fetomaternal akan mengurangi

sensitivitas insulin maternal sehingga akan menstimulasi sel-sel ibu

untuk menggunakan energi selain glukosa seperti asam lemak bebas,

glukosa maternal selanjutnya akan ditransfer ke janin. Dalam kondisi

normal kadar glukosa darah fetus 10-20% lebih rendah daripada ibu,

sehingga transpor glukosa dari plasenta ke darah janin dapat terjadi

melalui proses difusi sederhana ataupun terfasilitasi. Selama kehamilan,

resistensi insulin tubuh meningkat tiga kali lipat dibandingkan keadaan

tidak hamil. Pada kehamilan, penurunan sensitivitas insulin ditandai

dengan defek post-reseptor yang menurunkan kemampuan insulin untuk


memobilisasi SLC2A4 (GLUT 4) dari dalam sel ke permukaan sel. Hal

ini mungkin disebabkan oleh peningkatan hormon yang berkaitan

dengan kehamilan. Meskipun kehamilan dikaitkan dengan peningkatan

massa sel β dan peningkatan kadar insulin, beberapa wanita tidak dapat

meningkatkan produksi insulinnya relatif terhadap peningkatan

resistensi insulin, sehingga menjadi hiperglikemik dan menderita DMG.

Pada kehamilan normal, kadar glukosa plasma ibu menjadi lebih rendah

secara bermakna, karena :

1) Ambilan glukosa sirkulasi plasenta meningkat

2) Produksi glukosa dari hati menurun

3) Produksi alanin (salah satu prekursor glukoneogenesis menurun)

4) Efektifitas ekskresi ginjal meningkat

5) Efek hormon-hormon gestasional (human plasental lactogen,

hormon-hormon plasenta lainnya, hormon-hormon ovarium,

hormon pankreas dan adrenal, growth factor, dan sebagainya).

Selain itu terjadi juga perubahan metabolisme lemak dan asam amino.

b. Patofisiologi

Kebutuhan insulin tinggi selama fase akhir kehamilan normal dan

hanya berbeda sedikit antara wanita normal yang hamil dan wanita

penderita DMG hamil. Meskipun demikian, pada penderita DMG

respons insulin secara konsisten berkurang terhadap pasokan nutrien.

Sejumlah defek fungsi sel β pankreas juga ditemukan pada wanita

dengan riwayat DMG; mayoritas penderita DMG mengalami disfungsi

sel β akibat resistensi insulin kronik sebelum kehamilan. Defek


pengikatan insulin pada reseptornya di otot skeletal bukan penyebab

resistensi insulin pada wanita penderita DMG. Banyak defek lain seperti

gangguan pensinyalan insulin, berkurangnya ekspresi PPARγ, dan

berkurangnya transpor glukosa yang dimediasi insulin telah ditemukan

pada otot skelet ataupun sel lemak pada wanita penderita DMG. Di

antara defek di atas, belum diketahui pasti penyebab primer ataupun

fundamental terjadinya defek kerja insulin pada DMG. Temuan terbaru

menunjukkan adanya defek post-reseptor jalur pemberian sinyal insulin

pada plasenta wanita hamil yang mengalami diabetes dan obesitas.

Temuan lain menunjukkan bahwa gangguan post- reseptor pemberian

sinyal insulin di bawah regulasi maternal bersifat selektif dan tidak

diregulasi oleh janin.

Temuan baru-baru ini mengindikasikan bahwa kondisi yang

menyebabkan DMG dipicu oleh loading antigen fetus sendiri. Interaksi

antara human leukocyte antigen-G (HLA-G) dan nuclear factor-kB (NF-

kB) diindikasikan sebagai penyebab DMG. Diabetes melitus pada

pasien yang menjalani transplantasi organ diduga analog dengan

terjadinya DMG pada kehamilan. Pada kedua kasus, loading antigen

memicu proses diabetologenik; penelitian lebih lanjut masih

dibutuhkan.

Secara gampangnya, pada usia kehamilan pasien lebih dari 26

minggu, tubuh akan banyak memproduksi hormone, seperti esterogen,

progesterone, cortisol, dan HPL yang semuanya memiliki efek resistensi

insulin, dari efek hormonal inilah akan meningkatkan nutrisi dan gula
dalam peredaran darah sehingga akan membantu pertumbuhan janin,

sebagai kompensasi dari hal tersebut, tubuh akan memproduksi lebih

banyak insulin. Gestational diabetes terjadi apabila ibu hamil tidak dapat

memproduksi insulin dengan cukup atau sel – sel tubuh lebih resisten

terhadap insulin.

5. SKRINING DAN DIAGNOSIS

Menurut RCOG tahun 2018, konsensus IADPSG merekomendasikan

tes toleransi glukosa dengan menggunakan 75gram untuk semua perempuan

yang kemungkinan memiliki resiko diabetes pada umur kehamilan 24-28

minggu. Diabetes didiagnosis dengan adanya satu atau lebih peningkatan

batas dari pemeriksaan (GDP ≥ 5.1mmol/l, GD-1jamPP ≥10.0mmol/l,

GD2PP≥ 8/5mmol/l). Sedagkan NICE menurut guideline tahun 2008

mereka didapatkan hal yang berbeda dimana skrining dilakukan hanya

untuk wanita yang memiliki resiko tinggi saja dan level diagnosanya
bergantung pada plasma vena darah puasa (GDP) ≥ 7.0mmol/l atau GD2PP

≥ 7.8mmol/l.
Gambar 1. Skrining Diabetes Mellitus Gestational dengan 2 pendekatan
(Whalen, By Karen L. 2017)
Diagnosis DMG (Tabel 1) dapat dilakukan dengan salah satu dari

dua strategi berikut :

1. “One-step” 75 gram TTGO

2. “Two-step” approach menggunakan 50 gram glukosa (tanpa puasa)

diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) menggunakan 100 gram

glukosa jika skrining awal memberikan hasil positif.

a. Strategi One-Step

Tes toleransi glukosa oral dengan 75 gram glukosa. Pengukuran

glukosa plasma dilakukan saat pasien dalam keadaan puasa, 1 jam, dan 2

jam setelah tes toleransi glukosa. Tes dilakukan pada usia kehamilan 24-28

minggu pada wanita hamil yang sebelumnya belum pernah terdiagnosis

diabetes melitus. Tes toleransi glukosa oral harus dilakukan pada pagi hari
setelah puasa semalaman setidaknya selama 8 jam. Diagnosis DMG

ditegakkan apabila hasil kadar glukosa plasma nilainya memenuhi

setidaknya satu kriteria di bawah ini:

GDP : 92mg/dL (5.1mmol/L)

GD1PP : 180mg/dL (10mmol/L)

GD2PP : 153mg/dL (8.5mmol/L)

b. Strategi Two-Steps

Step 1: Lakukan tes pembebanan glukosa 50 gram (tanpa puasa),

kadar glukosa plasma diukur 1 jam setelah pembebanan glukosa, dilakukan

pada wanita dengan usia kehamilan 24-28 minggu yang belum pernah

terdiagnosis diabetes melitus. Jika kadar glukosa plasma 1 jam setelah

pembebanan glukosa >140 mg/dL (7,8 mmol/L), dilanjutkan dengan tes

toleransi glukosa oral dengan 100 gram glukosa. Step 2: Tes toleransi

glukosa oral dengan 100 gram glukosa dilakukan pada pasien dalam

keadaan puasa. dua dari empat hasil pengukuran glukosa plasma memenuhi

kriteria berikut:

Carpenter/Coustan NDDG
Puasa 95mg/dL (5.3mmol/L) >105 mg/dL (5.8mmol/L)
1jam 180mg/dL (10mmol/L) >190mg/dL (10.6mmol/L)
2jam 155mg/dL (8.6mmol/L) >165mg/dL (9.2mmol/L)
3jam 140mg/dL (7.8mmol/L) >145mg/dL (8mmol/L)
NDDG, National Diabetes Data Group
Pada populasi etnis yang beresiko tinggi dan memiliki prevalensi

DMG lebih tinggi, batasan yang direkomendasikan adalah > 135mg/dL

(7.5mmol/L), sejumlah ahli merekomendasikan >130mg/dL (7.2 mmol/L).

One-step strategy digunakan untuk mengantisipasi meningkatnya

insidens DMG (dari 5-6% menuju 15-20%) karena hanya diperlukan


satu hasil abnormal untuk diagnosis. Kekurangan strategi ini adalah

kemungkinan over diagnosis sehingga meningkatkan biaya medikasi.

Two-steps strategy lebih umum digunakan di Amerika Serikat. Hal ini

karena kurangnya percobaan klinis yang mendukung keefektifan dan

keuntungan one-step strategy dan potensi konsekuensi negatif akibat

risiko over sensitif berupa peningkatan intervensi ataupun biaya medis

selama kehamilan. Two-steps strategy juga mudah karena hanya diberi

pembebanan 50 gram glukosa tanpa harus puasa pada tahap awal

skrining.

Skrining dan diagnosis berdasarkan pembagian diabetes dalam

kehamilan:

a. Pregestational Diabetes

Pada perempuan yang telah di diagnosis dengan diabetes

sebelum kehamilan, maka tidak diperlukan lagi skrining tes untuk

dilakukan.

b. Gestational Diabetes

PERKENI merekomendasikan untuk skrining dilakukan pada

semua perempuan dan dievaluasi kembali 26-28 minggu kehamilan

jika evaluasi pertama normal. Jika skrining dilakukan pada

kelompok resiko tinggi, masih ada 31% perempuan hamil dengan

DMG yang mungkin belum terdeteksi. PERKENI menggunakan

cara OGTT WHO dan mengukur gula darah puasa dan gula darah 2

jam post prandial untuk mendeteksi adanya disglikemia (DM atau

IGT), dengan cara :


- 3 hari sebelum test, tidak perlu merubah kebiasaan makan dan

bergerak sesuai aktivitas biasa

- Puasa paling tidak 8 jam (mulai saat malam) sebelum tes,

minum putih tetap diperbolehkan,

- Ambil sampling untuk GDS

- Minum 75gr glukosa anhydrous dalam 250mL air selama 5

menit

- Puasa untuk 2 jam berikutnya

- Periksa ambil sampling untuk konsentrasi glukosa setelah 2 jam

pemberian glukosa

- Selama pemeriksaan, pasien harus tetap diam, dan tidak

diperbolehkan untuk merokok.

Skrining awal pada kehamilan untuk pasien yang sebelumnya belum

terdiagnosis DM tipe 2 dilakukan lebih baik pada prenatal care pertama atau

kedatangan pasien pertama kali untuk pemeriksaan kehamilan, pada pasien

dengan kelebihan berat badan (over-weight) dan perempuan obese yang

memiliki fakor resiko diabetes, termasuk juga pada pasien dengan riwayat

memiliki DMG sebelumnya (ACOG, 2018).

Strategi Skrining untuk Mendeteksi adanya Pregestational Diabetes

atau Early Gestational DM :


Pertimbangkan untuk melakukan tes pada semua perempuan dengan

kelebihan berat badan atau obese (memiliki BMI > 25 atau ≥ 23 pada etnis Asia

Amerika) dan memiliki satu atau lebih faktor resiko dibawah ini:

- Inaktivitas Fisik

- Memiliki sanak saudara yang mengidap diabetes

- Memiliki ras atau etnis yang memiliki resiko tinggi diabetes (Afrika

Amerika, Latin, Natif Amerika, Asia Amerika, Kepulauan Pasifik)

- Memiliki riwayat melahirkan bayi dengan berat 4000gr atau lebih

- Memiliki diabetes mellitus gestational sebelumnya

- Mengidap Hipertensi (140/90mmHg atau dalam terapi hipertensi)

- Memiliki kadar HDL ≤ 35mg/dL (0.90mmol/L), dan TG ≥ 250mg/dL

(2.82mmol/L)

- Perempuan dengan PCOS

- HbA1C ≥ 5.7%, dengan IGT pada pemeriksaan sebelumnya

- Keadaan klinis lain seperti kondisi yang berkaitan dengan resistensi

insulin (BMI ≥ 40kg/m2 sebelum hamil, dan akantosis nigrikans)

6. TATALAKSANA

Terapi dari diabetes mellitus gestational berhubungan dengan

menurunnya luaran primer yaitu berhubungan dengan penurunan

komplikasi bayi seperti kematian perinatal, distosia bahu, dan trauma lahir

seperti fraktur dan kelemahan saraf). Terapi juga dapat mengurangi kejadian

preeklampsia (18% menjadi 12%), begitu juga dengan kemungkinan bayi

besar dimana frekuensinya turun dari 21% menjadi 10%.

a. Non Farmakologi (Konseling Nutrisi)


Tujuan dari terapi ini adalah untuk mencapai kondisi normoglikemia

dan memastikan pertumbuhan bayi yang optimal dan perkembangannya

normal. Berdasarkan ACOG 2018, tujuan dari terapi nutrisi medis pada

pasien GDM adalah untuk mencapai glukosa darah yang normal,

mencegah ketosis, menghasilkan peningkatan berat badan yang adekuat,

dan memperbaiki pertumbuhan dan perkembangan bayi. Pada

kehamilan normal, peningkatan berat badan untuk kehamilan bervariasi,

yang mana bergantung pada berat sebelum kehamilan. Pada penelitian

direkomendasikan peningkatan berat badan sekitar 7kg untuk pasien

obese (BMI ≥ 30kg/m2) dan peningkatan sekitar 18kg pada perempuan

underweight ( BMI <18.5kg/m2) sebelum kehamilan.

Tabel 1. Peningakatan berat badan pada kehamilan berdasarkan BMI


sebelum kehamilan

No BMI (Kg/m2) Peningkatan BB Rata – rata peningkatan BB


1 < 18.5 12.5 – 18kg 1 – 1.3 pounds/minggu
2 18.5 – 24.9 11.5 – 16kg 0.8 – 1 pounds/minggu
3 25 – 29.9 7 – 11.5 kg 0.5 – 0.7 pounds/minggu
4 >30 6.8kg 0.4 – 0.6 pounds/minggu
Secara general pasien dengan DMG, memerlukan kalori sebagai

berikut:

a) 35-40kcal/kg untuk pasien dengan underweight

b) 30-34kcal/kg untuk normoweight

c) 23-25kcal/kg untuk pasien overweight

Direkomendasikan juga untuk pasien dengan DMG melakukan

aktivitas fisik sekitar 30 menit perhari. Berjalan dan latihan tangan

setelah 10 menit setelah makan juga dapat membantu. ADA


merekomendasikan untuk memulai atau meneruskan latihan fisik jika

tidak ada kontraindikasi medis maupun obstetrik (perdarahan dari jalan

lahir, penurunan aktivitas janin, edema generalisata, dan nyeri

punggung belakang). Bentuk aktivitas fisik yang direkomendasikan

adalah berjalan, bersepeda stationer, aerobic kecil – kecilan, dan

berenang.

Gambar 2. Algoritma Penanganan untuk GDM

Diet pasien GDM terdiri dari masukan karbohidrat harus

dibatasi hanya 33-40% dari jumlah kalori, dan sisa kalorinya dibagi

menjadi protein 20% dan lemak 40%. Rekomendasi lain dari WHO

mengatakan bahwa pasien harus banyak mengurangi makanan manis

dan berlemak, dan minum air putih paling tidak 1-1.5 liter perhari.

Jangan mengurangi makanan atau mengalami penurunan BB saat hamil.

Berdasarkan WHO, 2017, rekomendasi kalori berdasar BMI sebelum

hamil agak sedikit berbeda dengan PERKENI.

Pada WHO, rekomendasi kalorinya:


Underweight (<19.8) : 36-40kcal/kg/hari
Normal weight (19.8 – 26) : 30kcal/kg/hari
Overweight (26.1 – 29) : 24kcal/kg/hari
Obese (>29) : 12-18kcal/kg/hari
b. Farmakologi

Terapi farmakologi direkomendasikan untuk mencapai level

normal dari glukosa jika kadar glukosa secara konsisten tidak dapat

terpenuhi dengan terpai nutrisi dan latihan fisik. Belum ada

sistematik review yang menemukan adanya bukti tertentu pada

kadar glukosa untuk memulai terapi. Insulin secara historis

dipertimbangkan menjadi terapi standary untuk GDM pada kasus

yang refrakter pada terapi nutrisi dan latihan fisik.

Menurut ADA, dengan modifikasi gaya hidup yang baik, 70-

85% pasien dengan GDM akan mencapai kadar glukosa yang

terkontrol dengan baik. Terapi obat harus dipertimbangkan jika

terapi nutrisi dan aktivitas fisik gagal untuk menurunkan kadar

glukosa hingga batas yang ingin dicapai selama 1-2minggu. ACOG

merekomendasikan untuk memulai terapi obat jika kadar glukosa

secara rutin lebih dari 95mg/dL untuk GDP, GD1PP lebih dari

140mg/dL dan GD2PP 120mg/dL Cara lain untuk menilai kapan

terapi obat dimulai adalah jika dua atau lebih makanan dengan julah

yang sama dalam 2 minggu meningkatkan konsentrasi gula lebih

dari 10mg/dL. Cara ketiga adalah jika 2 atau lebih GDP bernilai

lebih dari 100mg/dL atau GDPP meningkat lebih dari 126mg/dL

selama dua minggu. Namun hingga saat ini, batas pemulaian terapi

obat belum di pastikan secara pasti, dan petugas kesehatan harus


mempertimbangan keparahan dan frekuensi hiperglikemia,

pertumbuhan janin, dan faktor pasien lain untuk menginisiasi

farmakoterapi.

a. Insulin

Insulin rekombinan manusia melewati plasenta dengan

jumlah yang insignifikan dan masih dalam batas yang aman untuk

digunakan dalam kehamilan. Baik ADA juga ACOG

merekomendasikan insulin sebagai terapi lini pertama dari GDM

yang tidak dapat terkontrol dengan terapi nutrisi. Guideline NICE

2015 memberikan masukan dengan memulai terapi insulin dapat

disertai dengan metformin atau tidak pada pasien dengan GDP

7mmol/L atau 126mg/dL atau lebih. NICE juga

merekomendasikan pemberian insulin dengan atau tanpa

metformin pada pasien GDM dengan komplikasi seperti

macrosomia, dan GDP 6.0 – 6.9mmol/L (108-125mg/dL).

Gambar 2. Preparat Insulin yang digunakan untuk manajemen DMG

Dosis insulin pertama yang direkomendasikan adalah 0.7 -1.0

units/kgBB/hari. Dosis harus dibagi menjadi dosis yang long-acting atau

intermediate dengan short-acting. Pilihan insulin yang digunakan untuk

yang kerja cepat adalah insulin lispro atau aspart hal ini lebih dipilih karena
onsetnya yang cepat, sedangkan insulin kerja lambat NPH masih menjadi

pilihan namun insulin gargline dan detemir juga bisa diberikan.

Gambar 3. Dosis Insulin berdasar usia kehamilan

b. Metformin

Metformin juga dapat diberikan pasien hamil yang memiliki

hiperglikemia sedang dan gagal terapi nutrisi juga aktivitas fisik.

Metformin meningkatkan sensitivitas insulin perifer dan dikenal tidak

meningkatkan peningkatan berat badan atau hipoglikemia jika

digunakan sendiri. Metformin melewati sawar darah plasenta.

Metformin memiliki inisial dosis 500mg diberikan sekali atau 2 kali

dengan makanan dan di titrasi selama 1-2minggu tergantung dari kadar

glukosa tujuan dan maksimal dosis perharinya 2500mg. Berdasarkan

guideline ACOG tahun 2018 pemberian metformin adalah 500mg pada

malam hari selama 1 minggu kemudian dinaikkan 500mg 2 kali sehari.

Pengecekan creatinine juga harus dipertimbangkan dalam pemberian

metformin. Efek samping dapat berupa nyeri perut dan diarea, maka

dari itu pemberian harus disertai dengan makan. Dosis maksimal yang

dapat diberikan adalah 2500 -3000mg perhari dalam 2 atau 3 dosis

terpisah.

c. Glyburide atau Glibenclamide


Merupakan obat golongan sulfonylurea yang melewati sawar darah

plasenta dengan jumlah yang sangat minimal, karena memiliki

keterikatan yang tinggi dengan protein. Dosis inisial yang dapat

diberikan adalah 2.5 – 5mg sehari sekali pada pagi hari. Dosis di titrasi

tergantung pada kadar glukosa dengan dosis maksimal 20mg perhari,

biasanya diberikan 2 dosis terpisah. Untuk efikasi yang baik, glyburide

diminu 30-60 menit sebelum makan, dan aktivitas obatnya harus di

seimbangkan dengan hari – hati dengan makanan dan snack untuk

meminimalisir keadaan hipoglikemia. Pada penelitian Harper tahun

2016, dikatakan bahwa pemilihan glyburide mungkin agak kurang

efektir pada pasien dengan GDP tinggi saat diagnosis dan memiliki

riwayat DMG sebelumnya atau DMG didiagnosis sebelum kehamilan

26 minggu.

Pasien dengan GDM yang akan memulai terapi glyburide harus di

konseling mengenai kemungkinan peningkatan resiko macrosomia, dan

hipoglikemia neonatal dan juga resiko maternal berupa hipoglikemia,

dan bagaimana cara menangani hipoglikemia yang terjadi.


7. KOMPLIKASI

Berdasar ACOG tahun 2018, perempuan dengan DMG memiliki

resiko yang lebih tinggi berkembang menjadi preeklampsia dan nantinya

akan mengalami metode kelahiran dengan section caesaria. Lebh lanjutnya

perempuan dengan DMG memiliki resiko lebih tinggi mengalami diabetes

terutama diabetes tipe 2 di kemudian hari. Diestimasikan hingga 70%

perempuan dengan DMG akan berkembang menjadi diabetes setelah 22 –

28 tahun setelah kehamilan. Progresi menjadi diabetes juga dipengaruhi

oleh ras, etnis, dan obesitas. Resiko yang terjadi pada pasien dengan DMG

adalah peningkatan resiko terjadinya macrosomia, distosia bahu, trauma

lahir. Penelitian multisenter dari HAPO menemukan adanya hubungan

dengan DMG dan metode pelahiran sesar, BBL lebih dari persentil 90,

hipoglikemia neonatal, dan hyperinsulinemia bayi. Penelitian lain

menemukan bahwa ditemukan adanya paparan bayi dari DMG yang mana

berkontribusi dalam obesitas sejak kecil ataupun yang muncul saat dewasa

yang mana resiko ini meningkat dengan obesitas dan secara genetik.

a. Komplikasi Maternal

Komplikasi maternal berhubungan dengan DMG termasuk

GH, preeklamsia, dan kelahiran dengan sectio caesaria. Luaran

primer dari resiko yang terjadi adalah seperti yang telah disebutkan

diatas yaitu bayi lahir berat melebihi persentil 90, lahir dengan sectio

caesaria, hipoglikemia neonata, dan C-peptide lebih dari persentil

90. Luaran sekunder yang didapatkan termasuk adanya

preeklampsia, kelahiran premature, distosia bahu/trauma lahir,


hyperbilirubinemia, dan perawatan intensif pada neonatal. Pada

komplikasi jangka panjang, hingga 50% pasien dengan DMG akan

berkembang menjadi diabetes tipe 2 pada kehidupan selanjutnya.

Komplikasi jangka panjang lainnya termasuk oeningkatan resiko

berkembangnya sindrom metabolik 2.5 kali lipat, penyakit

kardiovaskular 1.7 kali lipat.

b. Komplikasi Fetal

Neonatus dari ibu dengan DMG akan memiliki resiko yang

tinggi terjadinya macrosomia, yang mana didefinisikan sebagai

BBL lebih dari 4000gr begitu juga terjadinya hipoglikemia neonatal,

hyperbilirubinemia, trauma lahir, sindrom distress pernapasan, dan

distosia bahu. Makrosomia merubakan komplikasi fetal paling

sering dengan insidensi 15-45% diikuti dengan adanya

hyperbilirubinemia sebesar 10-13%. Komplikasi jangka panjang

yang terjadi pada bayi yang lahir dari ibu dengan DMG termasuk

peningkatan terjadinya gangguan toleransi glukosa, diabetes tipe 2

hipertensi, obesitas dan dyslipidemia.


c. Komplikasi GDM dan IUFD

Peningkatan ambilan substrat dari hyperinsulinemia kronis

pada bayi menyebabkan meningkatnya konsumsi oksigen jaringan,

hal ini menyebabkan hipoksia relative dari bayi yang mana

meningkatkan resiko IUFD walaupun resiko ini lebih kurang

daripada komplikasi maternal lain dari DM tipe 1 dan 2, masih di

perdebatkan apakah peningakatan resiko ini mungkin berhubungan

dengan kejadian diabetes tipe 2 yang tidak terdiagnosis sebelumnya.

Asfiksia perinatal juga imbas dari adanya luaran fetal dengan

hipoksia, walaupun macrosomia sendri memiliki resiko tinggi

asfiksia.
BAB III

ANALISIS KASUS

Penegakan diagnosis gestasional diabetes mellitus pada pasien ini dilakukan

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari

anamnesis didapatkan data bahwa pasien tidak mempunyai riwayat diabetes

mellitus sebelumnya maupun saat kehamilan-kehamilan sebelumnya. Dari

pemeriksaan fisik didapatkan hipertensi. Dari pemeriksaan penunjang laboratorium

didapatkan adanya peningkatan gula darah sewaktu dan proteinuria +2. Pasien

kemudian didiagnosis sebagai gestasional diabetes mellitus dan preeklampsia berat.

Untuk penegakan diagnosis GDM sendiri yang disarankan dari beberapa guideline

yaitu melalui OGTT atau gula darah puasa dimana pada pasien ini kurang atau tidak

dilakukan dikarenakan pada saat datang pasien sudah dalam persalinan, namun

seharusnya bisa dilakukan tes follow up pada post partum. Pengobatan yang

diberikan yaitu Metformin 500mg untuk GDM dan antihipertensi Nifedipine

10mg, Metildopa 250mg dan MgSO4 sebagai penanganan preeklampsia berat.

Pemberian obat antidiabetik oral sendiri pada kehamilan sebenarnya masih

kontroversial namun pemberian pada kasus ini diberikan pada saat post partum

dimana tidak ada kontraindikasi atau efek yang dikhawatirkan untuk janin karena

obat antidiabetik oral dapat menembus sawar plasenta yang dikhawatifkan

mempunyai efek teratogenik terhadap fetus. Preeklampsia dan IUFD pada kasus ini

bersesuaian dengan pembahasan sebelumnya bahwa pada GDM dapat

meningkatkan risiko kejadian preeklampsia dan IUFD.


BAB IV

KESIMPULAN

Pada kehamilan normal dapat didapatkan resistensi insulin karena

perubahan hormonal yang bersifat diabetogenik seperti hormon pertumbuhan

(growth hotmon), corticotropin releasing hotmon, placenul lactogen, dan

progesterone. Diabetes mellitus gestasional terjadi karena fungsi pankreas tidak

cukup untuk mengatasi keadaan resistensi insulin yang diakibatkan oleh perubahan

hormon diabetogenik selama kehamilan. Diperlukan skrining, diagnosis dan

penanganan yang efektif sehingga angka kejadian komplikasi dapat berkurang,

seperti fetal death, karena fetal death pada GDM kebanyakan disebabkan

kurangnya kontrol glikemik. Selain itu juga perlu follow up yang cukup

dikarenakan 41,3% wanita dengan GDM beresiko tinggi terjadi GDM pada

kehamilan selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai