Anda di halaman 1dari 24

Shortcase

DRY EYE SYNDROME OCULI DEXTRA ET SINISTRA

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSMH Palembang

Oleh :
Imaniar Kesuma
04054822022074

Pembimbing :
dr. H. A. K. Ansyori, Sp.M(K), M.Kes, MARS, Ph.D

KELOMPOK STAF MEDIK KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITASI SRIWIJAYA
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Shortcase

JUDUL

Oleh :

Imaniar Kesuma 04054822022074

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Mata Rumah Sakit Umum Pusat
Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
periode 05 Mei- 22 Mei 2021

Palembang, Mei 2021

Pembimbing

dr. H. A. K. Ansyori, Sp.M(K), M.Kes, MARS, Ph.D

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahuwata’ala yang telah
melimpahkan berkah, rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Shortcase dengan judul "Dry Eye Syndrome Oculi Dextra et
Sinistra". Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. H. A. K. Ansyori,
Sp.M(K), M.Kes, MARS, Ph.D, selaku pembimbing yang telah memberikan
ajaran dan masukan sehingga penyusunan Shortcase ini dapat diselesaikan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan Shortcase ini.

Dalam penyusunan Shortcase ini, penulis menyadari bahwa masih jauh


dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala saran dan kritik
yang membangun. Akhir kata, semoga Shortcase dapat bermanfaat dan dapat
digunakan sebagaimana mestinya.

Palembang, Mei 2021

Penulis

Imaniar Kesuma

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
BAB I STATUS PASIEN............................................................................................1
1. Identitas Pasien............................................................................................................1
2. Anamnesis....................................................................................................................1
3. Pemeriksaan Fisik........................................................................................................2
4. Pemeriksaan Penunjang................................................................................................5
5. Diagnosis Banding.......................................................................................................5
6. Diagnosis Kerja............................................................................................................5
7. Tatalaksana..................................................................................................................5
8. Prognosis......................................................................................................................6
BAB II ANALISIS KASUS.........................................................................................6
LAMPIRAN...............................................................................................................10

iii
BAB I

STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien

Nama : Ny. R

Umur : 40 tahun (01/05/1961)

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Pekerjaan : PNS

Status : Menikah

Alamat : Palembang

Tanggal pemeriksaan : 10 Mei 2021

2. Anamnesis

a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh kedua mata terasa berpasir dan mengganjal sejak 3
minggu lalu
b. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien mengeluh rasa mengganjal dan berpasir di kedua matanya
sejak 3 minggu lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya merah pada mata
yang hilang timbul. Kemerahan muncul secara tiba-tiba tanpa penyebab
yang jelas dan dapat hilang sendiri. Kemerahan muncul disertai dengan
bengkak. Mata berair ada sejak ± 4 hari yang lalu. Nyeri, perih, gatal,
mata kabur, penglihatan silau, kotoran mata pada pasien tidak ada. Tidak
ada riwayat trauma pada mata sebelumnya, tidak ada riwayat kemasukan
benda asing pada mata, tidak ada riwayat operasi mata, tidak ada riwayat

1
pemakaian kaca mata/contact lens, dan tidak ada riwayat alergi. Pasien
pernah berobat ke puskesmas dan diberikan obat tetes mata namun lupa
nama obat. Saat memakain obat tetes, pasien merasa keluhannya membaik
namun masih sering berulang sehingga pasien memutuskan untuk berhenti
memakai obat tetes mata dan berobat ke RSMH.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat memakai kacamata disangkal
- Riwayat memakai contact lens disangkal
- Riwayat operasi mata disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat diabetes mellitus disangkal
- Riwayat penyakit autoimun ada sejak tahun 2016 (lupus eritematosus
sistemik)
- Riwayat alergi disangkal
d. Riwayat Pengobatan
- Pasien menggunakan obat tetes mata namun lupa nama obat.
- Riwayat pengobatan LES
e. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluhan yang sama dengan pasien disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat diabetes mellitus disangkal
- Riwayat penyakit autoimun disangkal

3. Pemeriksaan Fisik

a. Status Generalikus

Keadaan umum Tampak sakit ringan


Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 110/70mmHg
Nadi 76x/menit

2
Frekuensi napas 18x/menit
Suhu 36,6OC
Status gizi Gizi baik

b. Status Oftalmologikus

Okuli Dekstra Okuli Sinistra

Visus 6/6 6/6

Tekanan
P = 10,8 mmHg P = 11,6 mmHg
intraocular

KBM Ortoforia
0 0 0
GBM 0 0
0
0 0
0 0
0 0

3
Tenang
Palpebra Tenang

Konjungtiva Tenang Tenang

Kornea Jernih Jernih

BMD Sedang Sedang

Iris Gambaran baik Gambaran baik

Bulat, Central, Refleks Bulat, Central, Refleks cahaya (+),


Pupil
cahaya (+), diameter 3 mm diameter 3 mm

Lensa Jernih Jernih

Segmen Posterior

Refleks
RFOD (+) RFOS (+)
Fundus

Bulat, batas tegas, warna


Bulat, batas tegas, warna merah
Papil merah normal, c/d ration
normal, c/d ration 0.3, a/v 2:3
0.3, a/v 2:3

Makula Reflex fovea (+) Reflex fovea (+)

Kontur pembuluh darah


Retina Kontur pembuluh darah baik (+)
baik (+)

4
4. Pemeriksaan Penunjang

- Schirmer test oculi dextra 8 mm


- Schirmer test oculi sinistra 8 mm

5. Diagnosis Banding

- Dry eye syndrome


- Konjungtivitis alergi

6. Diagnosis Kerja

Dry eye syndrome oculi dextra et sinistra

7. Tatalaksana

a. Non farmakologi
- Menghindari asap rokok
- Usahakan untuk tidak menggunakan pengering rambut, jika
memungkinkan.
- Menghindari berlama-lama di ruangan atau lingkungan yang hangat,
kelembapan rendah, di ketinggian.
- Menggunakan kacamata yang dilengkapi dengan moisture shield.
- Mengonsumsi makanan tinggi omega 3 seperti ikan, minyak ikan, dan
sayur.
- Beristirahat setiap 10 menit saat menatap layar laptop atau smartphone
dan berkedip lebih sering untuk membantu mata mendapatkan kembali
kelembapan yang hilang.
- Mengompres mata dengan kompres hangat
- Membasuh kelopak mata dengan hati-hati dengan waslap bersih dan
sabun serta air hangat, kemudian bilas mata Anda hingga bersih.
b. Farmakologi

5
- Cendo lyteers (Sodium klorida 4.40 mg dan potassium klorida 0.80
mg) ED gtt 1 tiap 4 jam

8. Prognosis

Quo ad vitam : bonam


Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sindrom mata kering atau dry eye syndrome adalah penyakit multifaktorial
dari air mata dan permukaan okuler yang mengakibatkan gejala ketidaknyamanan,
gangguan visual, dan ketidakstabilan film air mata dengan potensi kerusakan pada

6
permukaan mata. Penyakit ini disertai dengan peningkatan osmolaritas air mata dan
peradangan permukaan okuler.1

2.2 Klasifikasi

Sindroma mata kering dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahan.


Sindroma mata kering ringan dapat didefinisikan adanya Uji Schirmer kurang dari 10
mm dalam lima menit dan kurang dari satu kuadran pewarnaan kornea. Sindrom mata
kering sedang dapat didiagnosis pada pasien dengan hasil Uji Schirmer antara 5-10
mm dalam lima menit dengan atau tanpa pewarnaan belang-belang lebih dari satu
kuadran dari epitel kornea. Sedangkan sindrom mata kering parah dapat ditegakkan
bila terdapat hasil Uji Schirmer kurang dari 5 mm dalam lima menit dan adanya
pewarnaan belang-belang dan konfluen difus pada epitel kornea.

Dry eye syndrome juga dapat dikategorikan menjadi aqueous deficient dan
evaporative dry eye. Aqueous tear deficient dry eye adalah kelompok mata kering
yang disebabkan karena kurangnya produksi air mata walaupun evaporasinya tetap
berjalan normal. Evaporative dry eye adalah kelompok mata kering yang disebabkan
karena penguapan berlebihan air mata walaupun tidak terjadi gangguan pada proses
produksinya. Banyak sekali etiologi yang dapat mencetuskan kedua hal ini, baik yang
bersifat autoimun, obat, maupun lingkungan. Klasifikasi ini cukup membingungkan
sebab penyakit mata kering sering merupakan gabungan antara keduanya.2

7
Gambar 1. Klasifikasi Dry Eye Syndrome2

2.3 Diagnosis

Penderita akan mengeluh gatal, mata seperti berpasir (sandy sensation), silau,
penglihatan kabur sementara, iritasi mata, fotofobia, sensasi benda asing, perasaan
terbakar dan nyeri. Mata akan memberikan gejala sekresi mukus yang berlebihan,
sukar menggerakkan kelopak mata, mata tampak kering dan terdapat erosi kornea.
Konjungtiva bulbi edema hiperemik, menebal dan kusam. Kadang-kadang terdapat
benang mukus yang kekuning-kuningan pada forniks konjungtiva bagian bawah.

8
Tanda dan gejala mata kering seperti sensasi pedih, sensasi terbakar, merasa
kekeringan, merasa kasar dan nyeri pada mata, mukus berserabut di sekitar mata,
sensitif pada rokok dan angin, mata kemerahan, mata kelelahan setelah membaca
pada waktu yang singkat, fotofobia, tidak nyaman ketika memakai lensa kontak,
penglihatan kabur dan ganda, kelopak mata menempel bersama ketika bangun tidur.

Urutan pemeriksaan mata kering antara lain:3

1. Riwayat pasien dengan kuesioner

2. Tear film break-up time dengan fluoresein

3. Pewarnaan permukaan mata menggunakan fluoresein atau lissamine green

4. Tes Schirmer I dengan atau tanpa anestesi/tes Schirmer II dengan stimulasi nasal

5. Pemeriksaan kelopak mata dan kelenjar meibomian

Diagnosis penyakit mata kering dapat ditegakkan dengan kombinasi gejala


dan penurunan hasil tear film breakup time (TBUT). 4 Informasi gejala, riwayat
tindakan operasi mata, penggunaan obat topikal atau sistemik, dan penyakit penyerta
(blefaritis atau alergi). Beberapa kuesioner yang bisa digunakan antara lain Ocular
Surface Disease Index (OSDI), Impact of Dry Eye on Everyday Life (IDEEL),
McMonnies, dan Womens’s Health Study Questionnaire. 5 OSDI merupakan

9
kuesioner yang paling sering digunakan untuk diagnosis penyakit mata kering jika
nilainya di atas 30.

Tear film breakup time (TBUT) merupakan waktu yang dibutuhkan oleh tear
film untuk pecah mengikuti kedipan mata. Pemeriksaan kuantitatif ini berguna untuk
menilai kestabilan tear film, dan waktu normal TBUT adalah 15-20 detik, sedangkan
pada mata kering nilai TBUT adalah 5-10 detik.

Pemeriksaan Schirmer adalah merupakan tes untuk memfilter guna penilaian


produksi air mata. Uji Schirmer diklasifikasikan menjadi dua; Uji Schirmer I dan Uji
Schirmer II. Uji Schirmer I merupakan pemeriksaan untuk fungsi sekresi sistem
lakrimal untuk mengukur sekresi basal serta untuk menilai produksi akuos air mata.
Uji schirmer I dilakukan tanpa anestesi untuk mengukur fungsi kelenjar lakrimal
utama yang aktivitas sekresinya dirangsang oleh iritasi kertas saring. Sedangkan Uji
Schirmer II dilakukan mirip dengan Uji Shirmer I, tetapi setelah suntikan anastesi
tetes (tetrakain 0,5%) guna mengukur fungsi kelenjar lakrimal tambahan (pensekresi
basa). Apabila nilainya <5 mm maka dianggap abnormal. Pemeriksaan Schirmer ini
memiliki prinsip dengan merangsang saraf trigeminus sehingga timbul refleks sekresi
kelenjar air mata, kecuali bila terdapat kegagalan total dari refleks trigeminus.
Rangsangan pada mukosa hidung akan mengakibatkan refleks sekresi system
lakrimal.6

10
Gambar 2. Test Schirmer6

Pewarnaan permukaan mata menggunakan fluoresein lebih digunakan untuk


menilai derajat keparahan epitel kornea dan dinilai menggunakan skema Oxford. nilai
≥3 menunjukkan indikasi penyakit mata kering yang berat. Pewarnaan hijau lissamin
untuk menilai konjungtiva.3

Gambar 3. Derajat pewarnaan kornea menggunakan skema Oxford3

Tes Ferning merupakan suatu uji untuk menilai kualitas serta stabilitas air
mata. Bila air mata dibiarkan kering di atas suatu object glass, dengan menggunakan
mikroskop cahaya akan tampak suatu gambaran Kristal berbentuk daun pakis (ferns).
Tes ini sangat sederhana, tidak invasif, cepat, dan dapat memberikan gambaran
kualitas serta stabilitas lapisan air mata.6

2.4 Faktor Risiko6

Berikut beberapa faktor risiko sindrom mata kering.

1. Usia dan jenis kelamin.

11
Pada usia lebih dari 30 tahun sekresi lakrimalnya mulai menurun. Wanita di atas usia
tersebut rata-rata mengalami sindroma mata kering karena defisiensi hormon.
Sedangkan pada laki-laki, prevalensi sindrom mata kering tidak sebanyak pada
wanita karena adanya hormone androgen dalam jumlah yang cukup, sementara
wanita hanya memiliki sedikit hormon androgen. Penuaan tersebut juga
mengakibatkan disfungsi produksi air mata pada kelenjar Meibom dan Sebaseus
sehingga terjadi ketidakstabilan film air mata yang mengakibatkan penguapan yang
berlebihan sehingga mengakibatkan sindroma mata kering.

2. Riwayat LASIK.

Adanya riwayat LASIK biasanya memunculkan komplikasi sindrom mata kering.


Enam bulan setelah LASIK sekitar 20-50% pasien terus melaporkan munculnya
gejala sindrom mata kering akut hingga kronis yang bertahan lebih dari satu tahun
setelah operasi.

3. Pekerjaan dan aktivitas.

Pekerjaan yang setiap hari berada di depan komputer atau laptop memiliki pengaruh
yang cukup dalam memunculkan gejala sindrom mata kering. Hal ini disebabkan
karena mata terus terbuka lebar menatap layar monitor sehingga mengakibatkan
intensitas dan frekuensi berkedip menjadi berkurang dan menyebabkan penguapan air
mata yang berlebihan. Selain itu penguapan air mata lebih banyak terjadi pada
keadaan mata melihat lurus ke depan dibandingkan dengan keadaan melihat ke bawah
karena permukaan mata lebih luas pada saat melihat ke depan.

4. Gaya hidup.

Gaya hidup yang kurang tepat seperti merokok dapat mengakibatkan ketidakstabilan
film air mata yang menyebabkan iritasi langsung pada mata, terjadi penguapan yang
lebih cepat karena paparan asap rokok dapat mempercepat proses sindrom mata
kering.

12
5. Obat-obatan.

Golongan antihistamin dan obat antidepresan merupakan salah satu contoh obat-
obatan yang dapat menyebabkan mata kering dan memperburuk gejalanya.

6. Lensa kontak.

Pemakaian lensa kontak terbukti memiliki sejumlah efek samping pada permukaan
okuler dan film air mata karena lensa kontak merupakan benda asing yang
ditempatkan di lingkungan air mata. Lensa kontak memiliki efek khusus yang
mengganggu film air mata dan meningkatkan penguapan air mata.

2.5 Tatalaksana6

Terapi utama untuk sindrom ini adalah menggunakan pengganti air mata/air
mata buatan (dapat berupa tetes mata, gel, dan salep). Penggunaan air mata buatan
bebas pengawet direkomendasikan untuk menghindari toksisitas pada pasien yang
menggunakan terapi ini secara rutin. Air mata buatan dianggap sebagai terapi lini
utama untuk sindrom mata kering. Penggunaan air mata buatan seringkali
memberikan bantuan sementara untuk mengatasi keluhan akibat sindrom mata kering.
Larutan demulcent merupakan agen mucomimetic untuk menggantikan glikoprotein
yang hilang pada proses perjalanan penyakit. Larutan ini ditambahkan di dalam
larutan pengganti air mata untuk meningkatkan daya lubrikasinya. Akan tetapi
demulcent tidak dapat menggantikan glikoprotein yang hilang dan sel goblet
konjungtiva, juga tidak dapat mengurangi deskuamasi kornea, atau meningkatkan
osmolaritas air mata.

Siklosporin A 0.05% digunakan sebagai terapi untuk komponen reaksi


peradangan pada sindrom mata kering. Siklosporin iniberfungsi memodulasi respons
peradangan permukaan bola mata dan diharapkan dapat mengurangi kerusakan pada

13
kelenjar asinus kelenjar air mata utama dan meningkatkan respons neural, sehingga
dapat meningkatkan daya sekresi kelenjar air mata.

Serum/plasma yang diketahui mengandung albumin dan bermacam faktor


pertumbuhan serta faktor anti peradangan, dapat digunakan untuk mengatasi
keratokonjungtivitis sicca yang terkait dengan Sindrom Sjögren, dan dapat memacu
penyembuhan defek pada epitel kornea. Plasma autolog juga dilaporkan dapat
menyembuhkan keratopati neuropatik pada sindrom mata kering, karena proses
pembuatan yang sulit dan biaya dalam mempersiapkan serum tetes, serta potensi
kontaminasi mikroba, serum autolog ini hanya disediakan bagi pasien dengan
penyakit berat yang tidak responsif terhadap terapi lain.

14
BAB III

ANALISIS KASUS
Ny.R berusia 40 tahun, mengeluh rasa mengganjal dan berpasir di kedua
matanya sejak 3 minggu lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya merah pada mata
yang hilang timbul. Kemerahan muncul secara tiba-tiba tanpa penyebab yang jelas
dan dapat hilang sendiri. Kemerahan muncul disertai dengan bengkak. Mata berair
ada sejak ± 4 hari yang lalu. Nyeri, perih, gatal, mata kabur, penglihatan silau,
kotoran mata pada pasien tidak ada. Tidak ada riwayat trauma pada mata sebelumnya,
tidak ada riwayat kemasukan benda asing pada mata, tidak ada riwayat operasi mata,
tidak ada riwayat pemakaian kaca mata/contact lens, dan tidak ada riwayat alergi.
Pasien pernah berobat ke puskesmas dan diberikan obat tetes mata namun lupa nama
obat. Saat memakain obat tetes, pasien merasa keluhannya membaik namun masih
sering berulang sehingga pasien memutuskan untuk berhenti memakai obat tetes mata
dan berobat ke RSMH.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum pasien baik dengan tanda
vital normal. Pada pemeriksaan oftalmologis, didapatkan visus oculi dextra et sinistra
6/6, TIO kedua mata normal, palpebra kedua mata tenang, konjungtiva kedua mata
tenang, kornea kedua mata jernih, BMD kedua mata sedang, iris kedua mata dalam
keadaan baik, pupil kedua mata berbetuk bulat, sentral, reflex cahaya positif, dan
berdiameter 3mm, lensa kedua mata jernih. Pada segmen posterior, didapatkan reflex
fundus positif.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien diduga mengalami dry eye
oculi dextra et sinistra. Untuk dapat menegakkan diagnosis lebih pasti, pemeriksaan
Schirmer test dilakukan di kedua mata. Hasil Schirmer test mata kanan 8 mm dan

15
mata kiri 8 mm. Schirmer test dilakukan untuk menilai produksi air mata. Dari hasil
pemeriksaan, didapatkan bahwa produksi air mata pasien berkurang.

Mata kering terjadi jika volume atau fungsi air mata tidak memadai,
mengakibatkan film air mata tidak stabil. Gejala klinis mata kering antara lain mata
terasa kering, terbakar, kemerahan, berair dan penglihatan kabur sementara. Penyebab
dari mata kering antara lain defisit cairan aquos seperti pada sindrom Sjogren,
evaporasi intrinsik seperti disfungsi kelenjar meibom dan tingkat kedipan yang
rendah karena penggunaan laptop atau membaca dalam waktu yang lama, evaporasi
ekstrinsik seperti defisiensi vitamin A, penggunaan contact lens, dan konjungtivitis
alergi, serta pengaruh lingkungan.

Sekitar 20 persen penderita SLE juga menderita sindrom Sjogren sekunder,


suatu kondisi di mana kelenjar air mata tidak menghasilkan air mata yang cukup
untuk melumasi dan memberi nutrisi mata; sehingga kelenjar penghasil kelembapan
lainnya juga terpengaruh. SLE pada pasien ini berpengaruh terhadap terjadinya dry
eye, hal ini disebabkan oleh infiltrasi kelenjar lakrimal oleh limfosit T dan B yang
menyebabkan atrofi sekunder dari kelenjar yang bertanggung jawab untuk produksi
air mata. Pasien SLE dengan sindrom Sjogren mengalami peningkatan kadar ANA
dan autoantibodi terhadap autoantigen Ro / SSA dan La / SSB. Hal ini menyebabkan
infiltrasi meluas menyebabkan disfungsi kelenjar yang bermanifestasi sebagai dry
eye.

Tatalaksana mata kering berupa tatalaksana nonfarmakologi dan farmakologi.


Tatalaksana nonfarmakologi dapat berupa pemberian edukasi mengenai cara
mencegah terjadinya mata kering seperti menghindari asap rokok, menghindari
berlama-lama dalam lingkungan yang panas, kelembapan rendah, beristirahat setiap
10 menit dan berkedip lebih sering ketika menatap layar laptop untuk membantu

16
mengembalikan kelembapan mata yang hilang, mengompres mata dengan kompres
hangat, menggunakan kacamata yang dilengkapi dengan moisturize shield, serta
mengonsumsi makanan tinggi omega 3. Minyak omega-3 dapat meningkatkan fungsi
kelenjar meibom mata, yang menghasilkan bagian berminyak dari air mata.
Peningkatan fungsi kelenjar tersebut dapat meredakan gejala mata kering.
Tatalaksana farmakologisnya dapat berupa lubricant dengan kandungan sodium
klorida 4.40 mg dan potassium klorida 0.80 mg untuk melumasi dan menyejukkan
mata akibat kekurangan sekresi air mata.

Prognosis dry eye berdasarkan derajatnya. Pasien ini masih berada di kategori
dry eye ringan sehingga prognosis ad vitamnya adalah bonam dikarenakan penyakit
ini tidak mengancam jiwa, ad functionamnya adalah bonam dikarenakan sebagian
besar pasien dengan kasus ringan hingga sedang dapat diobati dengan lubricant dan
merasa keluhannya berkurang serta prognosis ketajaman penglihatan pada pasien
dengan penyakit mata kering adalah baik, dan ad sanationamnya adalah dubia ad
bonam dikarenakan mata kering dapat berulang sehingga kekambuhan penyakit
ditentukan dari bagaimana pasien bisa merawat matanya serta menghindari faktor
presdisposisi mata kering.

17
LAMPIRAN

Gambar 1. Schirmer test oculi dextra et sinistra

Gambar 2. Oculi dextra et sinistra saat tertutup

18
Gambar 3. Oculi dextra et sinistra saat terbuka

Gambar 4. Oculi dextra Gambar 5. Oculi sinistra

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Craig, J. P. et al. (2017) ‘TFOS DEWS II Definition and Classification


Report’, The Ocular Surface, 15(3), pp. 276–283.
2. International Dry Eye Workshop (DEWS), 2007. Report of the International
Dry Eye WorkShop (DEWS). The Ocular Surface, 5 (2): 59-201.
3. Tear Film & Ocular Surface Society. 2007 Report of the international dry eye
syndrome. Ocular Surface 2007;5(2):59-200.
4. Messmer EM. The pathophysiology, diagnosis and treatment of dry eye
disease. Dtsch Arztebl Int. 2015;112:71-82.
5. Tsubota K, Yokoi N, Shimazaki J, Watanabe H, Dogru M, Yamada M, et al.
New perspectives on dry eye definition and diagnosis: A consensus report by
the Asia dry eye society. The Ocular Surface 2017;15(1):65-76.
6. Soebagjo, H.D., 2019. Penyakit Sistem Lakrimal. Airlangga University Press,
Surabaya.

20

Anda mungkin juga menyukai