Anda di halaman 1dari 21

Short Case

HIFEMA GRADE IV EC POST VITREKTOMI


OKULI DEXTRA a.i ENDOFTALMITIS
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
di Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSUP. Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Oleh:
Imaniar Kesuma
04054822022074

Pembimbing:
dr. H. A. K. Ansyori, Sp.M(K), M.Kes, MARS, Ph.D

KELOMPOK STAF MEDIK ILMU KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Short Case

Hifema Grade IV Ec Post Vitrektomi


Okuli Dextra a.i Endoftalmitis

Oleh:
Imaniar Kesuma
04054822022074

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di KSM/Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 5 Mei – 22
Mei 2021.

Palembang, Mei 2021

dr. H. A. K. Ansyori, Sp.M(K), M.Kes, MARS, Ph.D

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wata’ala atas


Rahmat dan Karunia-Nya serta salam dan shalawat kepada Rasulullah
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam beserta sahabat dan keluarganya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan short case ini dengan judul “Hifema Grade
IV Ec Post Vitrektomi Okuli Dextra a.i Endoftalmitis” sebagai salah satu syarat
dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. H. A. K. Ansyori,
Sp.M(K), M. Kes, MARS, Ph.D yang telah membimbing penulis dalam
menyelesaikan penulisan laporan kasus ini.
Dalam penulisan short case ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan laporan kasus ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan short case yang
serupa dimasa yang akan datang. Penulis berharap sekiranya short case ini dapat
bermanfaat untuk kita semua.

Palembang. Mei 2021

Penulis
Imaniar Kesuma

3
STATUS PASIEN
1. Identifikasi Pasien
Nama : Nn. AR
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Alamat : Indralaya, Ogan Ilir
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Mahasiswa
Tanggal pemeriksaan : 7 Mei 2021

2. Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 7 Mei 2021
a. Keluhan Utama
Pandangan mata kanan kabur sejak + 1 bulan yang lalu
b. Riwayat Perjalanan Penyakit
+ 3 minggu yang lalu pasien berobat ke poliklinik lensa RSMH dengan
keluhan pandangan kabur pada mata kanan yang mendadak, nyeri ada, mata
merah ada, berair tidak ada, kotoran mata tidak ada. Pasien didiagnosis
endoftalmitis dan dirawat selama 5 hari.
Setelah pasien kontrol rawat jalan, pasien berobat ke ke poli mata dengan
keluhan mata kabur, mata merah tidak ada, nyeri tidak ada. Pasien dirawat
untuk dilakukan vitrektomi di RSMH,
1 hari setelah vitrektomi didapatkan pandangan masih kabur, nyeri ada,
mata merah ada, melihat seperti kilatan cahaya ada, dan didapatkan darah pada
daerah hitam mata.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat trauma pada mata ada sejak usia 6 tahun
- Riwayat endoftalmitis 3 minggu lalu

4
- Tidak ada riwayat alergi
- Tidak ada riwayat hipertensi
- Tidak ada riwayat diabetes mellitus
- Tidak ada riwayat konsumsi obat pengencer dahak
- Tidak ada riwayat kelainan darah
- Tidak ada riwayat batuk lama

d. Riwayat Pengobatan
- Riwayat operasi katarak traumatika saat usia 6 tahun
- Riwayat operasi pengangkatan lensa / IOL Januari tahun 2021

e. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal

3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84x/min regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 20 kali/menit
Suhu : 36,7oC
Status Gizi : Baik

b. Status Oftalmologis
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Visus 1/~ PSS 6/6
Tekanan intraocular 5,6 mmHg 18,9 mmHg

5
KBM Simeteris
0 0 0 0
0 0 0 0
GBM
0 0 0 0

Baik ke segala arah Baik ke segala arah


Segmen Anterior
Palpebra Tenang Tenang

Subkonjungtiva Tenang
Konjungtiva
Bleeding (+)
Keruh, Tampak jahitan Jernih
di arah jam 12, jahitan
Kornea
baik dengan simpul di
dalam
Tampak darah di Sedang
BMD
seluruh BMD
Iris Sulit dinilai Gambaran baik
Sulit dinilai Bulat, Central, Refleks
Pupil cahaya (+), diameter 3
mm
Lensa Sulit dinilai Jernih

Segmen Posterior
RFOD tidak tembus RFOS (+)
RefleksFundus

Papil Tidak dapat dinilai Bulat, batas tegas, warna


merah normal, c/d ratio

6
0.3, a/v 2:3
Makula Tidak dapat dinilai Reflex fovea +
Tidak dapat dinilai Kontur pembuluh darah
Retina
baik

2. Diagnosis Banding
- Hifema Grade IV ec post vitrektomi
- Hifema Grade IV ec trauma okuli a.i endoftalmitis

3. Diagnosis Kerja
Hifema Grade 4 ec Post Vitrektomi Okuli Dextra a.i endoftalmitis

4. Tatalaksana
1. Farmakologi
- Cendo LFX ED 1 gtt / 4 jam OD
- Cendo P Pred ED 1 gtt / 4 jam OD
- Paracetamol 3 x 500 mg PO
- Asam Tranexamat 3 x 500 mg PO

2. Non-farmakologi
a. Memberikan informasi kepada pasien bahwa keluhan pada mata
pasien dapat disebabkan adanya akumulasi darah pada bilik mata
depan.
b. Memberikan edukasi kepada pasien untuk melakukan bedrest total
c. Memberikan penjelasan kepada pasien bahwa komplikasi dari
penyakit pasien dapat berupa kehilangan penglihatan, glaukoma
sehingga pasien perlu ditatalaksana bedah untuk menirigasi akumulasi
darah.
d. Menjelaskan rencana terapi yang akan dilakukan yaitu tindakan
operasi dengan parasinthesis pada mata kanan
e. Menjelaskan risiko dan kemungkinan yang akan terjadi pasca operasi

7
5. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan,
yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul
yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan
humor aqueus (cairan mata) yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata
depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang terdapat di
bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan. Bila pasien duduk
hifema akan terlihat terkumpul dibawah bilik mata depan dan hifema dapat
memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.1

2.2 Etiopatogenesis
1. Hifema traumatika
Sebagian besar kasus terjadi akibat trauma tumpul yang signifikan pada mata,
meskipun hifema masih dapat terjadi karena cedera yang tampaknya sepele.
Penyebab umumnya termasuk cedera kantong udara, pukulan ke mata saat
tinju, ikat pinggang, atau pertarungan tongkat. Proyektil ke orbit, seperti bola
bola, batu, ledakan, dan benda kecil lainnya adalah penyebab cedera umum
lainnya. Trauma mata merupakan penyebab utama gangguan penglihatan
monokuler dan kebutaan di seluruh dunia.2,3,4
2. Hifema spontan
Hifema yang muncul tanpa riwayat trauma yang jelas dikenal sebagai hifema
spontan.5 Hal ini dapat disebabkan oleh kelainan vaskular, proses inflamasi,
erosi vaskular, gangguan hematologis atau setelah pembedahan.

2.3 Diagnosis
Penegakkan diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan
oftalmologis.
Pada anamnesis, keluhan yang sering muncul adalah adanya riwayat
trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan adanya hifema. Gejala

9
hifema bervariasi tergantung pada tingkat keparahannya. Pasien mungkin
datang dengan penglihatan kabur, nyeri, fotofobia, lakrimasi, sakit kepala,
muntah, mual dan mengantuk / lesu.6,7

Gambar 1 – Klasifikasi hifema berdasarkan tampilan klinis12

Pada pemeriksaan dapat dilakukan inspeksi untuk cedera mata kasar,


evaluasi adneksa dan penilaian ketajaman visual, lapang pandang, fungsi pupil,
motilitas mata dan posisi bola mata harus dilakukan. Lakukan ketajaman visual
yang tidak dikoreksi, dikoreksi dan pinhole (jika diindikasikan) tergantung
pada luasnya hifema dan cedera mata lainnya yang dapat mempengaruhi
penglihatan. Evaluasi pupil akan membantu menentukan sejauh mana cedera
traumatis di sekitar adneksa. Eksimosis dan edema kelopak mata sering
menyertai luka memar pada mata. Edema atau perdarahan konjungtiva yang

10
tidak proporsional dapat mengindikasikan ruptur sklera, dan restriksi motilitas
okular dapat menunjukkan fruktur orbital blow out. Untuk alasan yang tidak
diketahui, banyak pasien yang didiagnosis dengan hifema traumatis mungkin
tampak mengantuk, sehingga mekanisme cedera harus ditetapkan dengan jelas
agar cedera kepala tidak terdiagnosis.8

Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan ketajaman penglihatan : menggunakan kartu mata Snellen,
visus dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan
retina.
b) Lapangan pandang : penurunan dapat disebabkan oleh patologi
vaskuler okuler, glaukoma.
c) Pengukuran tonografi : mengkaji tekanan intra okuler.
d) Slit Lamp Biomicroscopy : untuk menentukan kedalaman kamera
okuli anterior, flare, dan sinekia posterior.
e) Pemeriksaan oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler.
f) Pemeriksaan laboratorium : pada ras tertentu seperti kulit hitam dan
Hispanik, perlu dilakukan pemeriksaan ke arah kemungkinan
penyakit sickle cell dengan cara pemeriksaan slide darah
merah,elektroforesis hemoglobin, dan fungsi pembekuan darah.
g) Pemeriksaan USG : untuk mengetahui adanya kekeruhan pada
segmen posterior bola mata, dan dapat diketahui tingkat kepadatan
kekeruhannya. Pemeriksaan USG dilakukan pada keadaan dimana
oftalmoskopi tidak dapat dilakukan oleh adanya kekeruhan kornea, bilik
mata depan, lensa, karena berbagai sebab atau perdarahan di dalam bilik
mata depan (hifema penuh)

2.4 Tatalaksana
Penatalaksanaan hifema sangat bergantung kepada derajat hifema, komplikasi
yang terjadi, serta respons pasien terhadap pengobatan. Demikian pula hal-hal
inilah yang menjadi parameter dalam menentukan apakah pasien perlu dirawat
atau hanya berobat jalan saja.

11
Perawatan hifema melibatkan mendorong darah untuk membersihkan,
mengobati setiap peningkatan tekanan intraokular, dan mencoba untuk mencegah
perdarahan tambahan. Suatu periode (sering beberapa hari) aktivitas terbatas atau
istirahat di tempat tidur direkomendasikan. Kepala tetap dalam posisi tinggi
bahkan selama tidur, dan mata dilindungi dengan pelindung plastik. Tetes mata
steroid sering diresepkan untuk membatasi peradangan dan tetes mata yang
melebar dapat membantu mengurangi rasa sakit. Pasien dengan hyphemas tidak
boleh mengonsumsi produk yang mengandung aspirin atau ibuprofen. Darah dari
hifema dapat menyumbat saluran drainase mata yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraokular. Peningkatan tekanan intraokular yang berkepanjangan dapat
menyebabkan glaukoma dan kerusakan saraf optik yang tidak dapat diperbaiki. Ini
bisa lebih umum pada pasien dengan sickle cell anemia.9

Obat-obatan10,11,14
- Antifibrinolitik
Pada hifema yang baru dan terisi darah segar pemberian obat anti fibrinolitik
bermanfaat untuk mencegah bekuan darah terlalu cepat diserap dan pembuluh
darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu sampai sembuh.
Dengan demikian diharapkan terjadinya perdarahan sekunder dapat
dihindari. Asam aminokaproat oral (100 mg/kg setiap 4 jam sampai maksimum 30
gram/hari selama lima hari) untuk menstabilkan pembentukan bekuan darah
sehingga menurunkan risiko perdarahan ulang. Selain itu, dalam penelitian klinis,
asam traneksamat oral dapat digunakan sebagai antifibrinolitik dengan dosis
75 mg/kg/hari terbagi dalam tiga dosis.

- Steroid
Penggunaan steroid berupa topikal (prednisolone asetat 1% qid) dan sistemik
(prednisone 0,5-1,0 mg/kg/hari) digunakan sebagai manajemen hifema.
Prednisolone asetat 1% pada dewasa dan anak diberikan dalam 1-2 tetes
pada konjungtiva setiap empat jam per hari. Steroid dapat mengurangi iritis
dan spasme siliaris, meningkatkan kenyamanan pasien, menstabilisasi
pembentukan bekuan, menurunkan angka perdarahan sekunder, dan

12
mencegah terjadinya sinekia posterior. Penggunaan steroid merupakan
kontraindikasi pada hifema dengan glaukoma.

- Sikloplegik
Siklopegik berupa cyclopentolate 1% diberikan 1 tetes tiga kali sehari atau
scopolamine 0,25% 1 tetes dua kali sehari atau atropine 1% 1 tetes empat kali
sehari selama lima hari bermanfaat dalam mengurangi rasa nyeri. Penggunaan
agen ini juga berguna untuk mencegah terjadinya sinekia posterior yang dapat
mengakibatkan disfungsi iris permanen.

Perawatan Operasi

Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma sekunder,


tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada pengurangan dari
tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama 3 - 5 hari. Tindakan
operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia anterior perifer bila hifema
total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama 9 hari. Intervensi
bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari keseluruhan
indikasinya adalah sebagai berikut :1

1. Empat hari setelah onset hifema total

2. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu)

3. Total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau lebih selama 4 hari
(untuk mencegah atrofi optic)

4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari ¾ COA selama 6 hari dengan
tekanan 25 mmHg (untuk mencegah corneal bloodstaining)

5. Hifema mengisi lebih dari ½ COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk
mencegah peripheral anterior synechiae)

6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya
dengan tekanan Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika Tekanan

13
Inta Ocular menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari, pembedahan tidak
boleh ditunda. Suatu studi mencatat atrofi optic pada 50 persen pasien dengan
total hifema ketika pembedahan terlambat. Corneal bloodstaining terjadi pada
43% pasien. Pasien dengan sickle cell hemoglobinopathi diperlukan operasi jika
tekanan intra ocular tidak terkontrol dalam 24 jam.

Tindakan operasi yang dikerjakan adalah :

1. Parasentesis

Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan cairan/darah


dari bilik depan bola mata dengan teknik sebagai berikut : dibuat insisi kornea 2
mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila
dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan akan
keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan
garam fisiologis. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahit.
Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun dengan diamox atau jika darah masih
tetap terdapat dalam COA pada hari 5-9.

2. Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik.

3.Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka


korneoscleranya sebesar 1200

2.5 Prognosis
Prognosis pada kasus hifema ditentukan berdasarkan pulihnya tajam penglihatan
pasien. Fungsi penglihatan harus merupakan goal dalam penatalaksanaan pasien
dengan hifema. Dalam menentukan kasus hifema perlu dipertimbangkan:
1. Kerusakan struktur mata lain
2. Perdarahan sekunder
3. Komplikasi lain: glaukoma, corneal blood staining, serta atrofi optik
Secara umum, hifema grade I memiliki kemungkinan 80% untuk mencapai tajam
penglihatan minimal 6/12. Hifema yang lebih tinggi, yakni grade II memiliki
kemungkinan 60%, sedangkan pada hifema total kemungkinan tajam penglihatan
minimal 6/12 relatif rendah, yakni sekitar 35%.12

14
BAB III
ANALISIS KASUS

15
Nn. AR, seorang mahasiswa, usia 20 tahun, + 3 minggu yang lalu pasien
berobat ke poliklinik lensa RSMH dengan keluhan pandangan kabur pada mata
kanan yang mendadak, nyeri ada, mata merah ada, berair tidak ada, kotoran mata
tidak ada. Pasien didiagnosis endoftalmitis dan dirawat selama 5 hari. Setelah
pasien kontrol rawat jalan, pasien berobat ke ke poli mata dengan keluhan mata
kabur, mata merah tidak ada, nyeri tidak ada. Pasien dirawat untuk dilakukan
vitrektomi di RSMH. 1 hari setelah vitrektomi didapatkan pandangan masih
kabur, nyeri ada, mata merah ada, melihat seperti kilatan cahaya ada, dan
didapatkan darah pada daerah hitam mata.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum pasien baik dengan tanda
vital normal. Pada pemeriksaan oftalmologis, didapatkan visus oculi dextra 1/~
PSS, juga terdapat bleeding pada konjungtiva, kornea keruh tampak jahitan di
arah jam 12, jahitan baik dengan simpul di dalam iris, pupil, lensa sulit dinilai,
pada BMD tampak darah yang mengisi di seluruh rongga, reflex fundus oculi
dextra (-), papil, macula, dan retina tidak dapat dinilai. Visus oculi sinistra 6/6 ,
TIO oculi sinistra normal, palpebra tenang, konjungtiva tenang, kornea jernih,
BMD sedang, iris keadaan baik, pupil berbetuk bulat, sentral, reflex cahaya
positif, dan berdiameter 3 mm, lensa mata jernih, dan segmen posterior dalam
batas normal
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
diagnosis dapat ditegakkan sebagai hifema grade IV ec post vitrektomi okuli
dextra. Keluhan pasien seperti pandangan kabur, nyeri, mata merah, melihat
kilatan cahaya dan ada riwayat operasi mata yang merupakan salah satu faktor
prediposisi terjadinya hifema. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan VOD 1/~ PSS,
pada konjungtiva didapatkan adanya perdarahan pada daerah subkonjungtiva,
tampak kornea keruh dengan jahitan di arah jam 12 dengan simpul di dalam, pada
BMD tampak adanya mikrohifema yang mengisi diseluruh rongga hal ini yang
mempertegas adanya kecurigaan suatu penyakit hifema pada mata kanan pasien.
Hifema merupakan kegawatdaruratan mata yang berpotensi mengancam
penglihatan akibat adanya akumulasi darah di bilik mata depan. Penyebab
terjadinya hifema seperti trauma dan adanya riwayat operasi intraokuler. Hifema

16
merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu
daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor
aqueus (cairan mata) yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata depan
biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang terdapat di bilik
mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan.
Pada kasus ini, pasien mengaku adanya riwayat operasi mata sebanyak
empat kali dalam hal ini hifema merupakan salah satu komplikasi dari tindakan
operasi mata. Pada pasien disarankan dilakukan pemeriksaan berupa slit lamp
untuk melihat adanya akumulasi darah pada bilik mata depan yang nantinya akan
menegakkan diagnosis hifema dan untuk menentuk grading hifema itu sendiri.
Pasien didiagnosis dengan hifema grade IV ec post vitrektomi OD . Untuk
tatalaksana farmakologis, pasien diberikan asam traneksamat 3x500 mg per oral,
untuk menghentikan perdarahan pada mata, paracetamol 3x500 mg per oral
sebagai anti nyeri dan untuk menghilangkan rasa sakit, Cendo LFX Ed 1 tetes
setiap 4 jam sebagai antibiotik profilaksis broadspektrum mencegah terjadinya
infeksi pada mata, serta cendo p-pred 1 tetes tiap 4 jam OD sebagai kortikosteroid
untuk mencegah proses inflamasi akibat adanya proses perdarahan pada pasien
dan untuk tatalaksana nonfarmokologi, pasien diberi edukasi mengenai
penyakitnya, penyebab dari hifema, komplikasi dari penyakitnya seperti
rebleeding, kehilangan penglihatan, serta tujuan dari tindakan bedah yang akan
diberikan kepada pasien. Tindakan bedah pada hifema yaitu paracentesis dipilih
untuk dilakukan pada pasien ini. Parasentesis mengeluarkan cairan/darah dari
bilik depan bola mata melalui lubang yang kecil di limbus.
Prognosis hifema tergantung pada etiologi, derajat dari hifema, dan
volume perdarahan pada rongga. Hifema pada pasien dikategorikan grade IV.
Pasien yang dengan hifema grade III-IV mungkin memiliki prognosis dan hasil
yang lebih buruk dibandingkan dengan pasien yang dengan hifema grade I-II. Bila
tajam penglihatan telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis
penderita adalah buruk (malam) karena dapat menyebabkan kebutaan. Prognosis
pada kasus ini quo ad vitam adalah bonam karena tidak dapat menyebabkan

17
kematian, quo ad functionam dubia ad malam karena hifema yang dialami pasien
membuat pasien kehilangan fungsi penglihatan pada mata kanannya dan visus
pasien lebih rendah dari 1/60, dan quo ad sanationam dubia ad bonam.

Refrensi

1. Ilyas, S. & Yulianti, S.R. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kelima. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017.

18
2. Nirmalan PK, Katz J, Tielsch JM, et al. Ocular trauma in a rural South
Indian population. The Aravird comprehensive eye survey. Ophthalmol 2004;
111: 1778 – 1781.
3. Calzada JI and Kerr NC. Traumatic hyphemas in children secondary to corporal
punishment with a belt. Am J Ophthalmol 2003; 135: 719 – 720.
4. Walton W, Van Hagen SV, Grigorian R and Zorbin M. Management of
traumatic hyphema. Surv Ophthalmol 2002; 47: 297 – 334.
5. Demeo ML. Management of spontaneous hyphema in a patient with sickle cell
trait: A case report. Clin Eye Vis Care 1998; 10: 141 – 145
6. Walton W, Hagen SV, Grigorian R, et al. Management of traumatic hyphema.
Surv Ophthalmol 2002; 47: 297 – 334.
7. Brandt MT and Haung RH. Traumatic hyphema: a comprehensive review. J Oral
Maxillofac Surg 2001; 59: 1462 – 1470
8. Mathebula SD. Sports related traumatic hyphema. S Afr Optom 2005; 64: 76-
77.
9. Epidemiology of Hyphema-Related Emergency Department Visits in The United
States Between 2006 and 2015. Author: Zafar, Sidra et al, Journal: Ophthalmic
epidemiology ISSN: 0928-6586 Date: 06/2019 Volume: 26 Issue: 3 Page: 208-215
10. Ryan, Stephen J.2006. Retina Fourth Edition Volume III pada
Trauma : Principles and Techniques of Treatment page 2380.
11. Sulistia, et al. 2009. Farmakologi dan Terapi. Departemen Farmakologi
dan Terapeutik FK UI : Jakarta
12. Sheppard JD. Hyphema. [Internet]. Updated: 2011 Mar 19, Cited: 2013 Mar 19.
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1190165-overview2.
13. San Antonio Eye Center. Hyphema. [Internet]. Available from:
https://saeye.com/wp-content/uploads/handouts/english/H/Hyphema.pdf
14. Bansal S, Gunasekeran DV, Ang B, Lee J, Khandelwal R, Sullivan P, Agrawal R.
Controversies in the pathophysiology and management of hyphema. 2015. Survey
of Ophthalmology. 2016;61:297-308.

19
LAMPIRAN

Figure 1. Oculi dextra et sinistra


dalam posisi tertutup

Figure 2. Oculi dextra et


sinistra dalam posisi terbuka

20
Figure 3. Tampak adanya Figure 4. Foto Fundus
mikrohifema pada bilik mata
depan dan bekas jahitan di
arah jam 12 dengan simpul
didalam dan perdarahan

21

Anda mungkin juga menyukai