Anda di halaman 1dari 14

Short Case

Central Serous Chorioretinopathy

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSMH Palembang

Oleh:
Rahma Adellia, S.Ked
04084822124026

Pembimbing:
dr. Hj. Devi Azri Wahyuni Sp.M(K), Subsp. NO, MARS

KSM/ BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022

1
HALAMAN PENGESAHAN

Short Case

Topik

Central Serous Chorioretinopathy

Disusun oleh:

Rahma Adellia, S.Ked. 04084822124026

Laporan Short Case ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik di Kelompok Staf Medik/Bagian Ilmu Kesehatan
Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Kedokteran Universitas Sriwijaya
periode 28 Maret 2022 – 23 April 2022

Palembang, April 2022


Pembimbing

dr. Hj. Devi Azri Wahyuni Sp.M(K), Subsp. NO, MARS

2
BAB I
STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. I
Umur : 55 th
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Pensiun BUMN
Alamat : Palembang
No. Rekam medis : 0001249076

2. Anamnesis (Autoanamnesis)
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh pandangan kabur pada mata kanan yang terjadi
sejak ± 5 bulan yang lalu.

b. Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak kurang lebih 5 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien
mengeluh pandangan menjadi kabur yang terjadi secara tiba-tiba.
Pandangan kabur tidak pernah membaik hingga sekarang. Pasien mengaku
seperti kesulitan menggambar dan pusing bila melihat garis secara lurus
seperti baju bergaris minimal sekali. Keluhan nyeri pada mata dan mata
merah tidak ada. Pandangn gelap sebagian, pandangan seperti dalam
terowongan, pandangan seperti melihat benda terbang, pandangan seperti
melihat pelangi, mual muntah tidak ada.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat hipertensi ada, 2 tahun terkontrol minum amlodipine 5 mg
- Riwayat diabetes disangkal
- Riwayat trauma pada mata disangkal
3
- Riwayat operasi pada mata tidak ada.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit yang sama di keluarga disangkal.

e. Riwayat Pengobatan
Tidak ada

3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 87 x/min reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 22 x/min
Suhu : 36,7 oC
Status gizi : Baik

4
b. Status Oftalmologis
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Visus 6/21 pinhole (-) 6/7,5 ph 6/6
Tekanan 14,6 mmHg 15,8 mmHg
intraocular

KBM Ortoforia
0 0 0 0
GBM 0 0 0 0
0 0 0 0
Segmen Anterior
Palpebra Tenang Tenang
Konjungtiva Tenang Tenang
Kornea Jernih Jernih
BMD Sedang Sedang
Iris Gambaran baik Gambaran baik
Bulat, Central, Refleks Bulat, Central, Refleks Cahaya
Pupil
Cahaya (+), diameter 3 mm (+), diameter 3 mm
Keruh, ST (+) NO2, NC2, C2,
Lensa Jernih
PD
Segmen Posterior

Refleks Fundus RFOD (+) RFOS (+)


Bulat, batas tegas,warna merah Bulat, batas tegas,warna
Papil normal, cdr 0,3 a:v 2:3 merah normal, cdr 0,3 a:v 2:3
Makula Reflek fovea (+) menurun Reflek fovea (+) normal
Kontur pembuluh darah baik, Kontur pembuluh darah baik,
Retina perdarahan (-), eksudat (-) perdarahan (-), eksudat (-)
neovaskular
4. Rencana Pemeriksaan Penunjang
5
 Amsler Grid Test (+): pasien melihat garis di gambar amsler grid bagian
superior bergelombang
 Pemeriksaan OCT Makula OD
- Vitreoretinal interface: normal reflectivity
- Foveal depression (+), mendatar
- Tampak gambaran hiporeflective berbentuk dome shaped di area
subretina
- RPE/BM : Reguler
- Koroid : Tidak ada penebalan
Kesan: edema macula OS
-
5. Diagnosis Banding

 Central Serous Chorioretinopathy Oculi Dekstra + Katarak Nuklearis


Oculi Dekstra
 Age-related Macula Degeneration + Katarak Nuklearis Oculi Dekstra
 Idiopathic Polypoidal Choroidal Vasculopathy + Katarak Nuklearis Oculi
Dekstra
 Optic disc related maculopathy + Katarak Nuklearis Oculi Dekstra

6. Diagnosis Kerja
Central Serous Chorioretinopathy Oculi Dekstra + Katarak Nuklearis Oculi
Dekstra

7. Terapi
Non – Farmakologis (KIE):
 Menjelaskan kepada pasien tentang kondisi pasien dan rencananya
tatalaksananya. Memberikan penjelasan bahwa penyakit yang dialami
pasien terjadi karena ada penumpukan cairan akibat adanya gangguan
di retina. Penyakit ini memiliki faktor risiko diantaranya penyakit
sistemik seperti diabetes mellitus dan hipertensi serta keadaan stress

6
berlebih.
 Menganjurkan pasien untuk sebisa mungkin menghindari faktor risiko
yang bisa dimodifikasi.
 Menjelaskan kepada pasien untuk mengontrol hipertensi dengan
minum obat anti-hipertensi secara teratur.
 Memberikan informasi kepada pasien bahwa penyakit ini umumnya
merupakan self-limited disease jadi bias diobservasi selama beberapa
saat.
 Menjelaskan kepada pasien mengenai tata laksana central serous
chorioretinopathy yaitu fotokoagulasi laser.
 Melakukan monitoring ulang pada mata jika dirasakan terjadi
perburukan tajam penglihatan

Tindakan
- Pro FFA OD
- Rencana fotokoagulasi laser

8. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia

7
BAB II
ANALISIS MASALAH

Sejak kurang lebih 5 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh
pandangan kabur yang terjadi secara mendadak. Keluhan nyeri pada mata (-),
mata merah (-). Pasien mengaku seperti kesulitan menggambar dan pusing bila
melihat garis secara lurus seperti baju bergaris minimal sekali. Pandangan gelap
sebagian, pandangan seperti dalam terowongan, pandangan seperti melihat benda
terbang, pandangan seperti melihat pelangi, mual muntah tidak ada.
Riwayat diabetes disangkal, riwayat hipertensi ada 2 tahun terkontrol
minum amlodipine 5 mg, riwayat trauma pada mata disangkal, riwayat operasi
pada mata tidak ada. Pasien juga mengaku keluarga tidak ada yang mengalami hal
sama.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis pasien dalam batas
normal. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan visus mata kiri 6/7,5 ph 6/6 dan
mata kanan 6/21 ph (-). Tekanan intraokular kedua mata normal, kedudukan bola
mata ortoforia dan gerakan bola mata baik ke segala arah tanpa disertai rasa nyeri.
Pada mata kanan dan kiri palpebra tidak tampak kelainan. Pada mata kanan lensa
tampak keruh, shadow test (+). Pemeriksaan segmen posterior RFODS (+). Pada
FOD didapatkan media jernih dan papil bulat, batas tegas warna merah normal,
cdr 0.3 a:v = 2:3. Pada macula didapatkan reflex fundus (+) menurun, retina
dalam batas normal. Pada FOS didapatkan dalam batas normal. Pada pemeriksaan
OCT didapatkan foveal depresi mendatar dan gambaran hiporeflektivitas sehingga
dari anamnesis, pemeriksaan fisik, amsler grid dan OCT dapat ditegakkan pasien
mengalami CSCR.
Central Serous Chorioretinopathy (CSCR) merupakan kondisi dimana
neurosensory retina terlepas karena terjadinya penumpukan cairan serous pada
lapisan Retinal pigment epithelium. Penyebab CSCR beragam dan biasanya lebih
sering mengenai laki-laki usia menengah sedangkan pada wanita lebih sering pada
usia tua. Berbagai kemungkinan faktor risiko yang diketahui mengakibatkan
terjadinya CSCR antara lain, kepribadian tipe A, terapi kortikosteroid, pasca
8
pembedahan vitrektomi, transplantasi jantung, sumsum tulang belakang dan
ginjal, keadaan yang melibatkan cortisol seperti penyakit cushing dan kehamilan,
hipertensi, sleep apnea, merokok, konsumsi alcohol, antihistamin, penyakit asma
hingga Gastroesophageal reflux (GERD)
Gejala dari CSCR adalah penglihatan kabur mendadak,
mikropsia, metamorfopsia, skotoma para-sentral, penurunan fungsi penglihatan
warna, dan dapat disertai nyeri kepala atau migrain. Pada kasus ini pasien
mengeluh penglihatan kabur mendadak. Proses penglihatan pada manusia dimulai
dari Photon yang diterima dari dunia luar yang masuk kedalam mata dan
menyentuh sel photoreceptor setelah melewati media refraksi. Photon ini
kemudian memberikan signal inhibisi dari sel photoreceptor. Sel photoreceptor
kemudian menginhibisi glutamate yang menyebabkan repolarisasi membrane.
Kemudian melalui sel bipolar ke sel ganglion retina, yang pada dasarnya berisi
sekelompok sel ganglion retina. Pada kasus CSCR terjadi penumpukan cairan
yang menghambat transmisi signal tersebut. Gangguan inilah yang dihipotesiskan
mengakibatkan terjadinya keluhan mata kabur pada pasien CSCR.
Pada pasien terdapat keluhan penglihatan garis lurus tampak bengkok,
dan ditemukannya penurunan refleks fundus pada pemeriksaan segmen posterior
menunjukkan kelainan pada makula. Hal ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan
penunjang (armsler grid, photo fundus, OCT, dan FFA), dengan kesan terdapat
edema pada makula. Metamorphopsia merupakan gangguan persepsi visual yang
menyebabkan penderita kesulitan saat melihat garis lurus. Hal ini karena retina
horizontal bergeser yang disebabkan oleh edema pada makula yang disebabkan
oleh hiperpermeabilitas sehingga terjadi kekacauan sel fotoreseptor, yang
mengarah ke pengembangan metamorphopsia
Beberapa faktor risiko penyakit CSCR antara lain ialah kepribadian tipe A,
hipokondria, histeria, conventional neurosis, dan stress. Selain itu terdapat
keadaan yang juga diketahui sebagai faktor risiko CSCR, seperti penggunaan
steroid, penyakit Cushing syndrome, transplantasi organ, penyakit Lupus,
hipertensi, sleep apnea, gastroesofageal reflux disease, penggunaan obat-obat
psikotropika dan kehamilan. Pada kasus ini, pasien memiliki riwayat hipertensi
9
sejak 2 tahun lalu dan mengkonsumsi obat amlodipine secara teratur. Amlodipine
merupakan obat anti-hipertensi golongan calcium channel blocker yang dapat
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah koroid di sawar darah-retina, hal ini
dapat menyebabkan edema di retina. Pasien juga merupakan mengatakan dulunya
seorang karyawan dengan tingkat stress yang tinggi. Kondisi stres dapat memicu
peningkatan hormon kortisol yang selanjutnya mengganggu fungsi koroid.
Pembuluh darah yang hiperpermeabel akan meningkatkan tekanan hidrostatik
jaringan sekitar makula, selanjutnya akan menyebabkan terlepasnya epitel pigmen
retina dan terjadi ekstravasasi mengarah ke arah akumulasi cairan diantara retina
dan RPE dan berakhir dengan CSCR.
Diagnosis CSCR ditegakkan berdasarkan temuan klinis yaitu pandangan
kabur, mikropsia, metamorfopsia dan diskromatopsia ringan. Kecurigaan adanya
akumulasi cairan pada retina diperkuat dengan temuan Optical Coherence
Tomography (OCT) menunjukkan elevasi neurosensorik yang kosong secara
optic. Temuan lain termasuk lepasnya satu atau lebih RPE yang lebih kecil,
lepasnya permukaan posterior retina yang mengendap, dan penebalan koroid.
Perubahan degenerative dapat dilihat pada kasus kronis atau berulang. Pada
Enhanced Depth Imaging (EDI) OCT dapat menunjukkan koroid yang menebal di
area yang sesuai dengan lepasnya lapisan neurosensorik.
Penyakit koroid dan retina lainnya yang sering didiagnosis banding
dengan CSCR. Mereka adalah ARMD (age-related macula degeneration), IPCV,
dan optic disc related maculopathy. Age-related macula degeneration biasanya
sering pada pasien di atas 50 tahun. Central serous chorioretinopathy kronis dapat
berkembang menjadi CNVM sekunder pada tindak lanjut atau setelah
fotokoagulasi laser. Angiografi OCT sangat membantu dalam menggambarkan
kompleks neovaskular ARMD. Pada pemeriksaan EDI OCT menunjukkan koroid
yang lebih tebal di CSCR dan koroid yang tipis hingga normal di ARMD.
Idiopathic Polypoidal Choroidal Vasculopathy (IPCV) menghasilkan pelepasan
makula serosa dan perubahan RPE yang mirip dengan CSCR. Pada biomikroskopi
slit-lamp yang teliti, ekskavasi fokal dapat dilihat pada bagian temporal dari
diskus optikus. Pada kasus ini, pemeriksaan OCT didapatkan vitreoretinal
10
interface normal reflectivity, foveal depression (+), tampak gambaran
hiporeflective berbentuk dome shaped di area subretina, RPE intak, koroid :
regular yang memberi kesan edema macula oculi dekstra.
Penatalaksanaan CSCR yang banyak dianut saat ini adalah observasi
selama 3-4 bulan sambil menunggu resolusi spontan. Fotokoagulasi laser untuk
tata laksana CSCR telah digunakan secara luas, akan tetapi hasil dari beberapa
penelitian masih diperdebatkan dan belum mendapatkan kesimpulan sehingga
hanya direkomendasikan pada kasus-kasus tertentu saja, di antaranya adalah jika
ada riwayat rekurensi, adanya kerusakan tajam penglihatan permanen pada mata
sebelah yang mengalami CSCR sebelumnya, masih didapatkan ablasio eksudatif
setelah 3-4 bulan, dan munculnya tanda-tanda kronik seperti perubahan kistik
pada retina sensorik atau abnormalitas RPE yang luas. Fotokoagulasi laser hanya
dapat memperpendek waktu resolusi klinis, tetapi tidak berpengaruh terhadap
tajam penglihatan akhir atau angka rekurensi. Terapi lain yaitu Photodynamic
therapy (PDT) dengan verteporfi yang dipercaya pada CSCR dengan menginduksi
hipoperfusi koroid, menyempitkan serta remodelling pembuluh darah untuk
meniadakan hiperpermeabilitas koroid.
Pada kasus ini pasien diberikan edukasi untuk menghindari faktor
pencetus seperti stress berlebihan, kemudian karena pasien memiliki factor risiko
yaitu hipertensi maka harus dikontrol dengan obat anti-hipertensi, dokter yang
merawat mungkin harus mempertimbangkan mengganti obat anti hipertensi
terkait. Untuk lebih lanjut pasien akan dilakukan Fundus Fluorescein
Angiography (FFA) adalah teknik untuk memeriksa sirkulasi retina dan koroid
(bagian fundus) menggunakan pewarna fluoresen dan kamera khusus.
Komplikasi dapat timbul pada central serous choriorethinopathy kronis
yang tidak diobati. Central serous chorioretinopathy kronis dengan PED dapat
berkembang menjadi robekan RPE dengan ablasio retina eksudatif sekunder.
Pasien biasanya mengeluhkan penurunan penglihatan secara tiba-tiba. Komplikasi
lain dapat berupa choroidal neovascular membranes (CNVR) dan degenerasi
makula. Epiteliopati pigmen retina difus pada CSCR dapat menjadi penyebab

11
penurunan penglihatan yang ireversibel. Pada kasus ini keluhan termasuk kronis
karena sudah dialami pasien sejak 5 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Prognosis pada pasien ini adalah quo ad vitam karena umumnya penyakit
ini tidak menyebabkan kematian dan quo ad functionam adalah dubia ad bonam.
Central Serous Chorioretinopathy adalah penyakit self-limited di mana
kebanyakan kasus hanya memerlukan observasi dan resorpsi cairan subretina yang
dapat terjadi 3-4 bulan. Peningkatan tajam penglihatan biasanya terjadi bersamaan
dengan perbaikan cairan retina, tapi bisa mencapai 1 tahun. Sedangkan prognosis
quo ad sanationam adalah dubia karena angka kekambuhan penyakit ini cukup
tinggi, mencapai 40-50%.

12
DAFTAR PUSTAKA

- Dogan, Yusuf Emre et all. Pregabalin as a probable cause of central serous


chorioretinopathy: Two case reports. Journal of Turk Med Rehab.
2021;67(4):530-533
- Fuadi, Anwar dan Dhanang Ali Yafi. Aspek Klinis Central Serous
Chorioretinopathy. 2020. Journal CDK Vol. 47
- Gupta, Abhishek dan Koushik Tripathy. Central Serous Chorioretinopathy.
NCBI. 2022. Diakses pada 10 April 2022
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558973/
- Manabe, Koichiro dkk. Metamorphopsia associated with central retinal vein
occlusion. Plos One. 2017. Diakses pada 9 April 2022
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5648234/pdf/pone.0186737
.pdf
- Nursalim, Ade J. dan Vera Sumual. Deteksi Central Serous
Chorioretinopathy dengan Faktor Risiko Kehamilan dengan Menggunakan
Optical Coherence Tomography. 2019. Journal Ophthalmol Ina; 45(2):61-
70.
- Rhendy, Rio dan Andi Arus Victor. Clinical Characteristic and
Management of Central Serous Chorioretinopathy. Journal Ophthalmol Ina.
2016: 42(2):195-202

13
LAMPIRAN

Pemeriksaan OCT

14

Anda mungkin juga menyukai