Anda di halaman 1dari 21

Case Report

HERPES ZOSTER OPHTALMICUS SINISTRA

Oleh:

Febi Susanto 23360101


Tedi Ardiansyah 18310161

Pembimping:

dr. Melsa Ester Letereni Situmeang, Sp.M

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT


MATA RSUD JENDRAL AHMAD YANI METRO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
MALAHAYATI BANDAR
LAMPUNG
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus:

HERPES ZOSTER OPHTALMICUS SINISTRA

Dokter Muda

Febi Susanto 233600

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian l
kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati
Periode 06 November 2023 – 09 Desember 2023

Metro, November 2023

dr. Melsa Ester Letareni Situmeang, Sp.M

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat, rahmat

dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul, “Herpes Zoster

Opthalmicus Sinistra”

Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen

bagian Ilmu Penyakit Mata dalam RSUD Jend Ahmad Yani

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Melsa Ester Letareni Situmeang, Sp. M selaku

pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan laporan

kasus ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini.

Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga

laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Metro, November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................4
BAB II LAPORAN KASUS............................................................................................6
2.1 Anamnesis............................................................................................................6
2.2 Pemeriksaan Fisik...............................................................................................7
2.3 Status Oftalmologi..............................................................................................8
2.1 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................9
2.2 Resume...............................................................................................................10
Diagnosis Kerja.............................................................................................................11
Diagnosis Banding.........................................................................................................11
Prognosis........................................................................................................................12
BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................................13
3.1 Definisi...............................................................................................................13
3.2 Etiologi...............................................................................................................14
3.3 Epidemiologi......................................................................................................14
3.4 Patofisiologi.......................................................................................................14
3.5 Faktor Resiko....................................................................................................15
3.6 Pemeriksaan......................................................................................................16
3.6.1 Anamnesis.............................................................................................................16
3.6.2 Pemeriksaan Fisik................................................................................................16
3.6.3 Pemeriksaan Laboratorium...............................................................................16
3.7 Penatalaksanaan...............................................................................................17
3.8 Komplikasi.........................................................................................................18
3.9 Prognosis............................................................................................................18
BAB IV KESIMPULAN...............................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................20

3
BAB I
PENDAHULUA
N

Herpes zoster oftalmikus adalah infeksi virus herpes zoster yang menyerang bagian

ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang oftalmikus saraf trigeminus (N.V).

Insidensi herpers zoster terjadi pada 20 % populasi dunia dan 10 % diantaranya adalah

herpes zoster oftalmikus. Penyakit ini cukup berbahaya karena dapat menimbulkan penurunan

visus. Virus Varicella zoster dapat laten pada sel saraf dan pada frekuensi yang kecil di sel non-

neuronal satelit dari akar dorsal, berhubung dengan saraf tengkorak dan ganglion otonom, tanpa

menyebabkan gejala apapun. Infeksi herpes zoster biasanya terjadi pada pasien usia tua dimana

imunitas seluler spesifik pada umumnya menurun seiring dengan bertambahnya usia atau pasien

dalam keadaan imuno kompromais. Morbiditas kebanyakan terjadi pada individu dengan

imunosupresi (HIV/AIDS), pasien yang mendapat terapi dengan imunosupresif dan pada usia

tua.

Herpes zoster oftalmikus merupakan bentuk manifestasi lanjut setelah serangan. Virus

varicella ini dapat menyerang saraf kranialis V. Pada nervus trigeminus, bila yang terserang

antara pons dan ganglion gasseri, maka akan terjadi gangguan pada ketiga cabang nervus V

(cabang oftalmik, maksilar, mandibular) akan tetapi yang biasa terkena adalah ganglion gasseri

dan yang terganggu adalah cabang oftalmik. Bila cabang nasosiliar yang terkena, kemungkinan

komplikasi pada mata sekitar 76 %. Jika saraf ini tidak terkena maka resiko komplikasi pada

mata hanya sekitar 3,4%.

Virus herpes zoster bisa menetap (laten) pada ganglion N.V dan reaktivasinya didahului

oleh gejala prodormal seperti demam, malaise, sakit kepala dan nyeri pada dacrah saraf yang

terkena dengan didahului oleh lesi kulit. Kulit kelopak mata dan sekitamya berwarna merah dan

bengkak diikuti terbentuknya vesikel, kemudian menjadi pustule, dan pecah menjadi krusta. Jika

krusta lepas akan meninggalkan jaringan sikatrik. Herpes zoster oftalmikus dapat menyebabkan

komplikasi mata seperti keratitis, iritis dan iridosiklitis.


4
BAB II
LAPORAN KASUS

Tanggal Masuk RS : 12 Desember 2023, Pukul 08:00

No. Rekam Medis 468398

2.1 Anamnesis
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. I
Usia : 48 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Pernikahan : Cerai Hidup (janda)
Alamat : RT/RW 004/005 mengandung sari Kec. Sekampung Udik
Lampung Timur
Pekerjaan : Buruh Tani
Suku Bangsa :
Jawa
Tanggal MRS : 12 Desember 2023
Tanggal pemeriksaan : 12 Desember 2023
Dilakukan secara autoanamnesis di poli mata RSUD Jend. Ahmad Yani Metro pada tanggal
12 Desember 2023.
2. Keluhan Utama
Pasien mengatakan kemerahan pada mata kiri sejak 1 minggu yang lalu SMRS.

3. Keluhan Tambahan
Pasien mengatakan mata terasa gatal,berair perih dan terdapat keropeng dikelopak mata

4. Riwayat Perjalanan Penyakit (Kronologi)

Pasien Perempuan usia 48 tahun datang ke Poli Klinik RSUD jendral Ahmad Yani
Metro pada 12 November 2023 pukul 08:00 WIB dengan keluhan mata kiri kemeraha,
terdapat keropeng pada area kelopak mata disertai berair, perih dan gatal. Keluhan sudah
dirasakan pasien sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu. Pasien mengatakan pandangan
terasa kabur sehingga sedikit menganggu aktivitas pasien. Faktor yang memperberat saat
pasien beraktivitas dan faktor yang memperingan keluhan pasien saat beristirahat. nyeri
(+), pusing (-), mata berair (+), secret (+), mata merah (+), mata gatal (+).

5
5. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat
Sakit Mata : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat HT : Positif (+)
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Jantung :Disangkal
Riwayat Alergi Obat :Disangkal
Riwayat Trauma : Disangkal
6. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat
sakit mata : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Alergi : Disangkal
7. Riwayat Sosial / Ekonomi
Pasien merupakan buruh tani
8. Riwayat Alergi
Tidak memiliki riwayat alergi
9. Riwayat Kebiasaan
Merokok (-), alkohol (-)

2.2 Pemeriksaan Fisik

1. Vital Sign
a. Keadaan Umum : Sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda – Tanda Vital
- TD : 152/83 mmHg
- Nadi : 82 x/menit
- RR : 20 x/menit
- Suhu : 36,7℃
- SP02 : 98%
2. Status Generalis
a. Kepala : Normocephal
b. Mata : Status Oftamologi
c. Mulut : Bibir Pucat (-), Perdarahan gusi (-), Atrofi pupil lidah (-)
d. Leher : Pembesaran kelenjar (-), Peteki (-)
e. Thoraks :
1) Pulmo
I : Bentuk dada normal, Simetris (Statis dan dinamis ), retraksi (-) P : Takil
fremitus normal
6
P : Sonor | Sonor
A : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

2) COR
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis tidak teraba, Thrill (-) P :
Batas atas jantung ICS 2 sinistra
: Batas kanan jantung parasternal line dekstra
: Batas Kiri jantung midclavicular line sinistra ICS 5 A :
S1S2 tunggal regular murmur (-)
3) Abdomen
A : Bising Usus (+) Normal
P : Timpani (+) shifting dullness (-)
P : Nyeri tekan (-), nyeri ketok CVA (-), hepar dan lien tidak teraba
4) Ekstremitas
Superior : edema (-/-), akral hangat (+/+)
Inferior : edema (-/-), akral hangat (+/+)

2.3 Status Oftalmologi


Oculi Dextra Pemeriksaan Oculi Sinistra
6/30 Visus 6/60
Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan
T=N+O Tekanan intra okular T=N+O
DBN Supersilia DBN
DBN Palpebra superior DBN
DBN Palpebra inferior DBN
DBN Silia DBN
Orthoforia (-) Eksoftalmus Bulbus oculi Orthoforia (-) Eksoftalmus (-)
(-) Strabismus (-), Epiphora Strabismus (-), Epiphora
(-) (-)

Baik ke segala arah Gerak bola mata Baik kesegala arah


Injeksi Konjungtiva (-)/DBN Conjungtiva bulbi Injeksi Konjungtiva (+)

Secret (-) Conjungtiva fornices Secret (+)


DBN Congjutiva palpebra DBN
DBN Sclera DBN
DBN Kornea DBN
Kedalaman Sedang, Camera Oculi anterior Kedalaman
Bening Sedang,Bening
Baik Iris Baik

7
Bulat,Reguler,Central, Pupil Bulat,regular,3mm,
3mm, reflek cahaya (+) reflek cahaya (+)

Jernih Lensa Jernih


Tidak diperiksa Fundus refleks Tidak diperiksa
Tidak diperiksa Korpus Vitreum Tidak diperiksa
DBN Sistem canalis DBN
lakrimalis

2.1 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Ket
Hematologi Rutin
MPV 9.90 fL 7.3 – 9
Neutrofil segmen 83.8 % 50 - 70
Limfosit 9.4 % 20 - 40
GDS 177.0 Mg/dl < 140
Ureum 14.3 Mg/dl 15 – 40

Gambar 1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium


8
2.2 Resume

Pasien Perempuan usia 48 tahun datang ke Poli Klinik RSUD jendral Ahmad Yani
Metro pada 12 November 2023 pukul 08:00 dengan keluhan timbulnya kemerahan di mata
kiri disertai seperti rasa gatal, berair perih dan terdapat kropeng pada mata kiri. Pasien
mengatakan awal mulai timbul keluhan sejak 1 minggu yang lalu. Pasien sehari- hari bekerja
sebagai petani, pasien belum mengalami kejadian serupa sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis tekanan darah 152/83 mmHg, Nadi 82x/ menit, RR 20x/menit, Suhu : 36,7℃,
SpO2 : 98%.
Pada Status Oftalmologis didapatkan visus VOD 6/30, VOS 6/60. Palpebra superior
dextra et sinistra tidak ditemukan hiperemi, gerak bola mata pada oculi dextra et sinistra baik
ke segala arah, bulbus oculi dalam batas normal, konjungtiva bulbi pada oculi dextra injeksi
konjungtiva (-) , konjungtiva bulbi pada oculi sinistra injeksi konjungtiva (+), konjungtiva
fornices oculi dextra et sinistra dalam batas normal, konjungtiva palpebra oculi dextra
hiperemis (-), oculi sinistra dalam batas normal, Sclera pada oculi dextra et sinistra
dalam batas normal, Kornea pada oculi dextra et sinistra dalam batas normal, Camera oculi
anterior kedalaman pada oculi dextra et sinistra dalam batas normal, Iris dextra et sinistra
baik, pupil bulat regular, sentral,± 3mm, reflek cahaya (+), lensa jernih. Hasil laboratorium
terdapat peningkatan pada MPV Neutrofil segmen, limfosit Gula darah sewaktu, dan Ureum

9
Dokumen Pasien

10
Gambar 2. Dokumen Pasien

Diagnosis Kerja

1. Herpes Zoster ophtalmica

Diagnosis Banding
1. Conjungtivitis
2. Blefaritis

Penatalaksanaan
Eksisi Pterigium
1. Medikamentosa
a. Asiklovir salep mata 3%
b. C- lyteers
2. Non- medikamentosa
a. Kompres RL + kasa palpebra
b. Jangan menggosok mata
c. Patuhi terapi pengobatan

Prognosis

1. Quo ad vitam : dubia ad bonam


2. Qua ad functionam : dubia ad bonam
3. Qua ad sanam : dubia ad bonam

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Herpes zoster merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh Human Herpes Virus 3
(Varisela Zoster Virus), virus yang sama menyebabkan varisela (chicken pox). Virus ini
termasuk dalam famili Herpes viridae, seperti Herpes Simplex, Epstein Barr Virus, dan
Cytomegalovirus (Pusponegoro et al, 2014).
Herpes Zoster Oftalmikus (HZO) merupakan hasil reaktivasi dari Varisela Zoster Virus
(VZV) pada Nervus Trigeminal (N.V). Semua cabang dari nervus tersebut bisa terpengaruh,
dan cabang frontal divisi pertama N.V merupakan yang paling umum terlibat. Cabang ini
menginervasi hampir semua struktur okular dan periokular (AAO, 2017).
Blefarokonjungtivitis pada HZO ditandai dengan hiperemis dan konjungtivitis
infiltratif disertai dengan erupsi vesikuler yang khas sepanjang penyebaran dermatom N.V
cabang oftalmikus. Konjungtivitis biasanya papiler, tetapi pernah ditemukan folikel,
pseudomembran, dan vesikel temporer, yang kemudian berulserasi. Lesi palpebra mirip lesi
kulit di tempat lain, bisa timbul di tepi palpebra ataupun palpebra secara keseluruhan, dan
sering menimbulkan parut. Lesi kornea pada HZO sering disertai keratouveitis yang
bervariasi beratnya, sesuai dengan status kekebalan pasien. Keratouveitis pada anak
umumnya tergolong jinak, pada orang dewasa tergolong penyakit berat, dan kadang-kadang
berakibat kebutaan (Maiya, 2013).

Gambar 3. Herpes Zoster ophtalmicus

12
3.2 Etiologi

Herpes zoster disebabkan oleh Varisela Zoster Virus (VZV). VZV mempunyai
kapsid yang tersusun dari 162 sub unit protein dan berbentuk simetri isohedral dengan
diameter 100 nm. Virion lengkapnya berdiameter 150-200 nm, dan hanya virion yang
berselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat dapat dihancurkan
oleh bahan organik, deterjen, enzim proteolitik, panas, dan lingkungan dengan pH yang tinggi.
HZO merupakan reaktivasi dari VZV di N.V divisi oftalmik (AAO, 2017).

3.3 Epidemiologi

Lebih dari 90% dari dewasa di Amerika Serikat mempunyai bukti serologik mengenai
infeksi VZV dan merupakan resiko untuk HZ. Laporan tahunan insidens HZ bervariasi
daripada 1.5 – 3.4 kasus per 1000 orang. Faktor resiko untuk perkembangan HZ ini ialah
kekebalan imun sistem yang rendah berasosiasi juga dengan proses penuaan yang normal.
Bagaimanapun, insidens ini terjadi pada individu berusia di atas 75 tahun rata – ratanya yaitu
10 kasus per 1000 orang (Vrcek et al, 2017).
HZO khas mempengaruhi 10-20 % populasi. HZO biasanya berpengaruh pada usia tua
dengan meningkatnya pertambahan usia. Dari data insiden terjadinya HZO pada populasi
Caucasian adalah 131 : 100.000. Populasi American-Afrika mempunyai insiden 50 % dari
Caucasian. Alasan untuk perbedaan ini tidak sepenuhnya dipahami. Kebanyakan kasus HZO
disebabkan reaktivasi dari virus laten (Vrcek et al, 2017).

3.4 Patofisiologi

Seperti herpes virus lainnya, VZV menyebabkan infeksi primer (varisela/cacar air)
dan sebagian lagi bersifat laten, dan ada kalanya diikuti dengan penyakit yang rekuren di
kemudian hari (zoster/shingles). Infeksi primer VZV menular ketika kontak langsung dengan
lesi kulit VZV atau sekresi pernapasan melalui droplet udara. Infeksi VZV biasanya
merupakan infeksi yang self-limited pada anak-anak, dan jarang terjadi dalam waktu yang
lama, sedangkan pada orang dewasa atau imunosupresif bisa berakibat fatal (Gurwood et al,
2002).
Pada anak-anak, infeksi VZV ini ditandai dengan adanya demam, malaise,
dermatitis vesikuler selama 7-10 hari, kecuali pada infeksi primer yang mengenai mata
(berupa vesikel kelopak mata dan konjungtivitis vesikuler). VZV laten mengenai ganglion
saraf dan rata-rata 20 % terinfeksi dan bereaktivasi di kemudian hari. HZO timbul akibat
13
infeksi N.V1. Kondisi ini akibat reaktivasi VZV yang diperoleh selama masa anak-anak
(Gurwood et al, 2002).
Kerusakan jaringan yang terlihat pada wajah disebabkan oleh infeksi yang
menghasilkan inflamasi kronik dan iskemik pembuluh darah pada cabang N. V. Hal ini terjadi
sebagai respon langsung terhadap invasi virus pada berbagai jaringan. Walaupun sulit
dimengerti, penyebaran dermatom pada N. V dan daerah torak paling banyak terkena
(Gurwood et al, 2002).
Tanda-tanda dan gejala HZO terjadi ketika N.V1 diserang virus, dan akhirnya akan
mengakibatkan ruam, vesikel pada ujung hidung (dikenal sebagai tanda Hutchinson), yang
merupakan indikasi untuk resiko lebih tinggi terkena gannguan penglihatan. Dalam suatu
studi, 76% pasien dengan tanda Hutchinson mempunyai gangguan penglihatan (Gurwood et
al, 2002).

3.5 Faktor Resiko

Menurut American Academy of Ophtalmology (2017), faktor risiko timbulnya


herpes zoster oftalmikus ini adalah:
a. Kondisi imunocompromise (penurunan imunitas sel T)
- Usia tua
- HIV
- Kanker
- Kemoterapi
b. Faktor reaktivasi
- Trauma lokal
- Demam
- Sinar UV
- Udara dingin
- Penyakit sistemik
- Menstruasi
- Stres dan emosi

14
3.6 Pemeriksaan

3.6.1 Anamnesis
Fase prodormal pada herpes zoster oftalmikus biasanya terdapat influenza like
illness seperti lemah, malaise, demam derajat rendah yang mungkin berakhir sehingga 1
minggu sebelum perkembangan rash unilateral menyelubungi daerah kepala, atas kening
dan hidung (divisi dermatom pertama daripada nervus trigeminus) (AAO, 2017).
Kira – kira 60% pasien mempunyai variasi derajat gejala nyeri dermatom sebelum
erupsi kemerahan. Akibatnya, makula eritematosus muncul keliatan yang lama kelamaan
akan membentuk kluster yang terdiri daripada papula dan vesikel. Lesi ini akan
membentuk pustula dan seterusnya lisis dan membentuk krusta dalam masa 5 – 7 hari
(AAO, 2017).

3.6.2 Pemeriksaan Fisik


 Periksa struktur eksternal/superfisial dahulu secara sistematik mengikut
urutan daripada bulu mata, kunjungtiva dan pembengkakan sklera.
 Periksa keadaan integritas motorik ekstraokular dan defisiensi lapang
pandang.
 Lakukan pemeriksaan funduskopi dan coba untuk mengeradikasi fotofobia
untuk menetapkan kemungkinan terdapatnya iritis. Pengurangan
sensitivitas kornea dapat dilihat dengan apabila dicoba dengan serat cotton.
 Lesi epitel kornea dapat dilihat setelah diberikan fluorescein. Defek epitel
dan ulkus kornea akan jelas terlihat dengan pemeriksaan ini.
 Pemeriksaan slit lamp seharusnya dilakukan untuk melihat sel dalam
segmen anterior dan kewujudan infiltrat stroma
 Setelah ditetes anestesi mata, ukur tekanan intraokular (tekanan normal
ialah dibawah 12 – 15 mmHg) (Diaz, 2009).

3.6.3 Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis laboratorium terdiri dari beberapa pemeriksaan, yaitu (Diaz,


2009).:
 Pemeriksaaan langsung secara mikroskopik

15
o Kerokan palpebra diwarnai dengan Giemsa, untuk melihat
adanya sel-sel raksasa berinti banyak (Tzanck) yang khas
dengan badan inklusi intranukleus asidofil
 Pemeriksaaan serologik.
o HZ dapat terjadi pada individu yang terinfeksi dengan HIV
yang kadangkala asimtomatik, pemeriksaan serologik untuk
mendeteksi retrovirus sesuai untuk pasien dengan faktor resiko
untuk HZ (individu muda daripada 50 tahun yang
nonimunosupres).
 Isolasi dan identifikasi virus dengan teknik Polymerase Chain
Reaction.

3.7 Penatalaksanaan

Pasien dengan herpes zoster oftalmikus dapat diterapi dengan Acyclovir (5 x 800
mg sehari) selama 7-10 hari. Penelitian menunjukkan pemakaian Acyclovir, terutama
dalam 3 hari setelah gejala muncul, dapat mengurangi nyeri pada herpes zoster
oftalmikus. Onset Acyclovir dalam 72 jam pertama menunjukkan mampu mempercepat
penyembuhan lesi kulit, menekan jumlah virus, dan mengurangi kemungkinan terjadinya
dendritis, stromal keratitis, serta uveitis anterior (Diaz, 2009).
Terapi lain dengan menggunakan Valacyclovir yang memiliki bioavaibilitas yang
lebih tinggi, menunjukkan efektivitas yang sama terhadap herpes zoster oftalmikus pada
dosis 3 x 1000 mg sehari. Pemakaian Valacyclovir dalam 7 hari menunjukkan mampu
mencegah komplikasi herpes zoster oftalmikus, seperti konjungtivitis, keratitis, dan nyeri.
Pada pasien imunocompromise dapat digunakan Valacyclovir intravena. Untuk
mengurangi nyeri akut pada pasien herpes zoster oftalmikus dapat digunakan analgetik
oral (Diaz, 2009).
Untuk mengobati berbagai komplikasi yang ditimbulkan oleh herpes zoster
oftalmikus disesuaikan dengan gejala yang ditimbulkan. Pada blefarokonjungtivitis, untuk
blefaritis dan konjungtivitisnya, diterapi secara paliatif, yaitu dengan kompres dingin dan
topikal lubrikasi, serta pada indikasi infeksi sekunder oleh bakteri (biasanya S. aureus).
Pada keratitis, jika hanya mengenai epitel bisa didebridemant, jika mengenai stromal
dapat digunakan topikal steroid, pada neurotropik keratitis diterapi dengan lubrikasi
topikal, serta dapat digunakan antibiotik jika terdapat infeksi sekunder bakteri (Diaz,
2009).
Untuk neuralgia pasca herpetik obat yang direkomendasikan di antaranya
16
Gabapentin dosisnya 1,800 mg - 2,400 mg sehari. Hari pertama dosisnya 300 mg sehari
diberikan sebelum tidur, setiap 3 hari dosis dinaikkan 300 mg sehari sehingga mencapai
1,800 mg sehari (Diaz, 2009).
Antibiotik sebaiknya digunakan jika terdapat infeksi bakterial. Antibiotik pada
kasus ini ialah ampicillin dan tetes mata gentamisin, merupakan antibakteri spektrum
luas. Isprinol yang diberikan oleh spesialis kulit pada penderita di atas termasuk obat
imunomodulator yang bekerja memperbaiki sistem imun (Diaz, 2009).
Vitamin neurotropik berupa neurodex digunakan sebagai vitamin untuk saraf.
Pada umumnya direkomendasikan pemberian NSAID topikal 4 kali sehari dan ibuprofen
sebagai analgetik oral. Ahli THT memberikan obat kumur tantum verde yang berisi
benzydamine hydrochloride, merupakan anti inflamasi non steroid lokal pada mulut dan
tengggorokan. Penderita di atas juga mendapatkan antioksidan berupa asthin force dari
ahli penyakit dalam untuk perlindungan kesehatan kulit (Diaz, 2009).
Sindrom Ramsay Hunt dapat diberikan Prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari,
setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis pred¬nison setinggi itu
imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antiviral. Dikatakan
kegunaannya untuk mencegah fibrosis ganglion (Diaz, 2009).

3.8 Komplikasi

Manifestasi kulit zoster pada kelopak mata dapat memengaruhi dermis. Oleh
karena itu, sikatrik dapat menyebabkan ptosis, jaringan parut kelopak mata, ektropion,
dan entropion. Scleritis dapat menyebabkan atrofi skleral, limbal dan kornea. Peradangan
pada kornea, saraf optik, retina dan koroid dapat menyebabkan hilangnya penglihatan
permanen. Bekas luka di kornea umumnya memengaruhi penglihatan yang membutuhkan
intervensi lensa kontak rigid atau transplantasi kornea. Postherpetic Neuralgia terjadi
pada 36,6% pasien di atas usia 60 dan pada 47,5% di atas usia 70 (AAO, 2017).

3.9 Prognosis

Prognosis sangat bervariasi dan tergantung pada gejala sisa jangka panjang. Masih
ada kemungkinan penurunan penglihatan jangka panjang, kebutuhan untuk pembedahan,
dan profilaksis antivirus jangka panjang (AAO, 2017).
Herpes zoster ophthalmicus (HZO) dapat menjadi kronis atau kambuh. Rekurensi
adalah fitur karakteristik HZO. Relaps dapat terjadi hingga 10 tahun setelah onset. Sekitar
50% pasien dengan HZO mengalami komplikasi. Terapi antivirus sistemik dapat
17
menurunkan terjadinya komplikasi, namun saat ini tidak ada regimen yang tersedia untuk
menghilangkan semua komplikasi. (Diaz, 2009).

18
BAB IV
KESIMPULA
N

Herpes zoster oftalmikus adalah infeksi virus herpes zoster yang menyerang bagian

ganglion Gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang oftalmikus saraf trigeminus (N.V).

Angka kejadiannya 10% dari orang yang mengidap penyakit herpes zoster. Secara klinis virus

herpes zoster bermanifestasi pada pembentukan vesikel yang perih dan unilateral pada bagian

saraf yang terinfeksi. Penyakit ini dapat cukup berbahaya dikarenakan dapat berakibat pada

penurunan visus dan kebutaan. Herpes zoster oftalmikus dapat menyerang seluruh bagian

yang dipersarafi oleh cabang oftalmikus nervus trigeminus dan bagian yang paling sering

terinfeksi adalah ramus nasosiliar dan frontal. Infeksi pada n.nasosiliar dari cabang

oftalmikus ditandai dengan adanya Hutchinson 's sign yaitu vesikel pada ujung hidung dan

biasanya disertai dengan gejala keratitis. Selain itu virus herpes zoster pada n.oftalmikus

trigeminus dapat mengenai seluruh bagian mata, mulai dari palpebra, konjunctiva, kornea,

iris, dan komplikasinya dapat mengenai retina. Gejala klinis dari terinfeksinya bagian-bagian

mata tersebut hampir sama dengan gejala yang dialami pada infeksi pada mata pada

umumnya yang disertai rasa nyeri terutama pada fase preerupsi dari lesi herpes zoster. Prinsip

penatalaksanaan dari herpes zoster adalah mengurangi nyeri dan inflamasi serta pemberian

antibiotik pada fase akut..

19
DAFTAR PUSTAKA

4. American Academy of Ophthalmology. 2017. Herpes Zoster Ophtalmicus. Tersedia di:


https://eyewiki.aao.org/Herpes_Zoster_Ophthalmicus
5. Catron T, & Hern HG. 2008. Herpes zoster ophthalmicus. The western journal of
emergency medicine, 9(3), 174–176.
6. Diaz MM. 2009. Herpes Zoster Ophtalmicus. Medscape. Tersedia di:
https://emedicine.medscape.com/article/783223
7. Djuanda, Adhi. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketiga. FK UI. Jakarta.
8. Gurwood AS, Savochka J, Sirgany BJ. 2002. Herpes zoster ophthalmicus. Optometry.
2002 May;73(5):295-302.
9. Maiya AS, Shenoy S. 2013. A Clinical study of herpes zoster ophthalmicus . JDMS.
2013;12 (6):9-13.
10. Pusponegoro E, Nilasari H, Lumintang H, Niode NJ, Daili SF, Djauzi S, et al., editor.
2014. Buku panduan herpes zoster. Jakarta. Badan Penerbit FKUI.
11. Vrcek, I., Choudhury, E., & Durairaj, V. 2017. Herpes Zoster Ophthalmicus: A Review
for the Internist. The American Journal of Medicine, 130(1), 21–26.

20

Anda mungkin juga menyukai