Disusun Oleh:
Andrew Fabian, S.Ked. 04081882225001
Mohammad Mirdas Farizan, S.Ked. 04081882225008
Pembimbing:
dr. Hj. Abla Ghanie, Sp.T.H.T.B.K.L, Subsp.Oto.(K), FICS
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepanitraan Klinik di Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Bedah Kepala Leher RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang periode 30 Januari – 26
Februari 2023.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Otomikosis Auris Sinistra” dengan baik. Penulisan laporan kasus ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
Penyusunan laporan kasus ini tidak lepas dari dukungan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Hj. Abla Ghanie, Sp.T.H.T.B.K.L, Subsp.Oto.(K), FICS
selaku pembimbing atas kesediaannya membimbing dan mengarahkan penulis
dalam menyusun laporan kasus ini, serta pihak yang telah banyak membantu
hingga laporan kasus ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
laporan kasus ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan
diterima untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi semua. Terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN.....................................................................................2
2.1 IDENTITAS PASIEN................................................................................2
2.2 ANAMNESIS............................................................................................2
2.3 PEMERIKSAAN.......................................................................................4
2.4 DIAGNOSIS BANDING........................................................................12
2.5 DIAGNOSIS KERJA..............................................................................12
2.6 TATALAKSANA....................................................................................13
2.7 PROGNOSIS...........................................................................................13
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................14
3.1 Anatomi Telinga......................................................................................14
3.1.1 Auris Eksterna..................................................................................15
3.1.2 Auris Media......................................................................................17
3.1.3 Auris Interna....................................................................................18
3.2 Otomikosis...............................................................................................19
BAB IV ANALISIS KASUS................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Otomikosis adalah infeksi telinga yang disebabkan oleh jamur, atau infeksi
jamur baik kronis, akut, maupun subakut superfisial pada pinna dan meatus
auditorius eksternus serta jarang mengenai telinga bagian tengah atau dalam.
Mikosis ini menyebabkan adanya pembengkakan, pengelupasan epitel superfisial,
penumpukan debris yang berbentuk hifa, serta supurasi dan nyeri. 1,2 Otomikosis
paling sering disebabkan oleh Aspergillus, yakni A. Niger, lalu diikuti oleh
Candida sebagai penyebab terbanyak kedua. Phycomycetes, Rhizopus,
Actinomyces, dan Penicillium juga dapat ditemukan.3 Otomikosis dapat dijumpai
di berbagai wilayah di dunia, umumnya prevalensi otomikosis terkait dengan
wilayah demografis dengan tingkat kelembaban yang tinggi di daerah tropis dan
subtropis. Negara tropis dan subtropis mempunyai derajat kelembaban yang tinggi
sekitar 70–80% dengan suhu udara sekitar 15–30 oC. Faktor predisposisi dari
otomikosis adalah infeksi telinga kronis, penggunaan minyak, obat tetes telinga,
steroid, renang (telinga basah merupakan predisposisi infeksi jamur), infeksi
jamur lain yang ada di dalam tubuh seperti dermatomikosis atau vaginitis, status
immunocompromised, kekurangan gizi pada anak-anak, dan perubahan hormonal
menimbulkan infeksi seperti yang terlihat selama menstruasi atau kehamilan. 4,5
Meskipun otomikosis jarang mengancam nyawa, tetapi hal ini menjadi tantangan
untuk pasien dan dokter karena kebutuhan akan perawatan jangka panjang dan
tindak lanjut, serta kendala tingkat kekambuhan yang tinggi. 6 Berdasarkan Standar
Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia (SNPPDI) 2019, otomikosis
merupaka penyakit dengan tingkat kemampuan 4A yang artinya lulusan dokter
umum mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan
penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas. 7 Hal ini mendasari penulis untuk
menyusun laporan kasus yang berjudul “Otomikosis Auris Sinistra”.
1
BAB II
STATUS PASIEN
2.2 ANAMNESIS
Keluhan
Utama:
Telinga kiri gatal sejak 2 minggu SMRS.
Keluhan Tambahan:
Nyeri telinga kiri, telinga kiri terasa penuh, keluar cairan dari telinga kiri, telinga
kiri berdenging.
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru-Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan dan kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, krepitasi (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal, 6x/menit
Ekstremitas
Superior : Akral pucat (-), edema pretibia (-), deformitas
(-), sianosis (-), CRT <2 detik
Inferior : Akral pucat (-), edema pretibia (-),
4
deformitas (-), Sianosis (-), CRT <2 detik
b. Status Lokalis
Telinga
Kanan Kiri
I. Telinga Luar
Regio Retroaurikula
- Abses Tidak ada Tidak ada
- Sikatrik Tidak ada Tidak ada
- Pembengkakan Tidak ada Tidak ada
- Fistula Tidak ada Tidak ada
- Jaringan Granulasi Tidak ada Tidak ada
Regio Zigomatikus
- Kista Brankial Klep Tidak ada Tidak ada
- Fistula Tidak ada Tidak ada
- Lobulus Aksesorius Tidak ada Tidak ada
Aurikula
- Mikrotia Tidak ada Tidak ada
- Efusi perikondrium Tidak ada Tidak ada
- Keloid Tidak ada Tidak ada
- Nyeri Tarik aurikula Tidak ada Tidak ada
- Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
- Fistula preaurikula Tidak ada Tidak ada
- Pus Tidak ada Tidak ada
- Darah Tidak ada Tidak ada
- MAE sempit Tidak ada Tidak ada
- Sekret Tidak ada Tidak ada
- Serumen Tidak ada Tidak ada
II.Membran Timpani
- Warna Putih Putih
- Bentuk Oval Oval
- Pembuluh darah Normal Normal
- Refleks cahaya Normal Sulit
dinilai
- Rektraksi Tidak ada Tidak ada
- Bulging Tidak ada Tidak ada
- Bulla Tidak ada Tidak ada
- Ruptur Tidak ada Tidak ada
- Perforasi Tidak ada Tidak ada
- Pulsasi Tidak ada Tidak ada
6
- Sekret Tidak ada Tidak ada
- Kolesteatoma Tidak ada Tidak ada
- Polip Tidak ada Tidak ada
- Jaringan granulasi Tidak ada Tidak ada
AD AS
7
Hidung
Kanan Kiri
I. Tes Fungsi Hidung
- Tes aliran udara Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Tes penciuman
Teh Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tembakau Tidak dilakukan Tidak dilakukan
II. Hidung Luar
- Dorsum nasi Normal Normal
- Akar hidung Normal Normal
8
b. Kolumela
-Utuh/tidak utuh Utuh Utuh
-Sikatrik Tidak ada Tidak ada
-Ulkus Tidak ada Tidak ada
c. Kavum nasi
-Luasnya Lapang Lapang
-Sekret Tidak ada Tidak ada
-Krusta Tidak ada Tidak ada
-Bekuan darah Tidak ada Tidak ada
-Perdarahan Tidak ada Tidak ada
-Benda asing Tidak ada Tidak ada
-Rinolit Tidak ada Tidak ada
-Polip Tidak ada Tidak ada
-Tumor Tidak ada Tidak ada
d. Konka Inferior
-Mukosa Eutrofi Eutrofi
-Warna Merah muda Merah muda
-Tumor Tidak ada Tidak ada
e. Konka Media
-Mukosa Eutrofi Eutrofi
-Warna Merah muda Merah muda
-Tumor Sulit dinilai Tidak ada
f. Konka Superior
-Mukosa Sulit dinilai Sulit dinilai
-Warna Sulit dinilai Sulit dinilai
-Tumor Sulit dinilai Sulit dinilai
g. Meatus Medius
-Lapang/sempit Lapang Lapang
-Sekret Tidak ada Tidak ada
-Polip Tidak ada Tidak ada
-Tumor Tidak ada Tidak ada
g. Meatus Medius
-Lapang/sempit Lapang Lapang
9
-Sekret Tidak ada Tidak ada
-Polip Tidak ada Tidak ada
-Tumor Tidak ada Tidak ada
h. Meatus inferior
-Lapang/sempit Lapang Lapang
-Sekret Tidak ada Tidak ada
-Polip Tidak ada Tidak ada
-Tumor Tidak ada Tidak ada
i. Septum Nasi
-Mukosa Eutrofi Eutrofi
-Warna Merah muda Merah muda
-Tumor Tidak ada Tidak ada
-Deviasi Tidak ada Tidak ada
-Krusta Tidak ada Tidak ada
-Spina Tidak ada Tidak ada
-Abses Tidak ada Tidak ada
2. Rinoskopi Posterior
-Postnasal drip
-Mukosa
-Adenoid
-Tumor Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Koana
-Torus tobarius
-Muara tuba
IV.Pemeriksaan Sinus Paranasal
10
Nyeri tekan/ketok
- Infraorbitalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Frontalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Kantus medialis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pembengkakan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Transiluminasi
- Regio infraorbitalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Regio palatum durum Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tenggorok
Kanan Kiri
I.Rongga Mulut
-Lidah
-Gusi
-Bukal Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Palatum durum
-Kelenjar ludah
-Gigi geligi
II.Faring
-Palatum molle
-Uvula
-Pilar anterior Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Pilar posterior
-Dinding belakang faring
-Tonsil Palatina
III.Laring
11
1. Laringoskopi tidak langsung Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Dasar lidah
-Tonsila lingualis
-Valekula
-Fosa piriformis
-Epiglotis
-Aritenoid
-Pita suara
c. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan.
Medikamentosa
1. Tampon ketoconazole krim 2% diaplikasikan pada telinga kiri
Edukasi
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit yang dialami pada telinga kirinya
merupakan infeksi jamur
2. Menjelaskan kepada pasien mengenai faktor predisposisi terjadinya otomikosis
antara lain kondisi telinga yang lembab, pemakaian headset, trauma pada
12
telinga. Untuk itu, pasien diedukasi agar menjaga telinganya tetap dalam
kondisi kering, mengurangi pemakaian headset, dan tidak mengorek-ngorek
telinga dengan cotton bud karena dapat menimbulkan trauma pada kulit liang
telinga.
3. Menjelaskan kepada pasien untuk datang ke poli keesokan harinya
untuk dilakukan evaluasi tampon.
Rencana Pemeriksaan
1. Pemeriksaan pewarnaan KOH 10%
2. Pemeriksaan biakan jamur dengan agar Saboraud
2.7 PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : dubia
ad bonam
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
14
Membran timpani terletak di ujung medical meatus auditorius eksternus dan
membentuk sebagian besar dinding lateral rongga timpani. Membran ini berbentuk
oval dan membentuk sudut sekitar 55° dengan lantai meatus auditorius eksternus.
Meatus auditorius eksternus memanjang dari aurikula ke membran timpani dan
panjangnya sekitar 2,4 cm. Tulang penyusun dinding meatus auditorius eksternus
merupakan tulang rawan di 1/3 bagian lateral dan tulang keras di 2/3 bagian medial. 9
3.2 Definisi
Otitis eksterna (OE) adalah peradangan atau infeksi canalis auditorius externus (CAE),
auricula, atau keduanya. Penyakit ini secara umum dapat ditemukan di semua kelompok
umur. OE biasanya merupakan infeksi bakteri akut pada kulit saluran telinga (paling sering
disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa atau Staphylococcus aureus) tetapi juga dapat
disebabkan oleh bakteri lain, virus, atau infeksi jamur. Nama lain dari penyakit ini dikenal
sebagai swimmers ear karena penyakit ini sering terjadi selama musim panas dan di iklim
tropis dan adanya air di telinga dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit ini. 10-12
Jika penyebab infeksi dari OE adalah jamur, maka istilah dari penyakit ini disebut
sebagai otomikosis. Otomikosis adalah infeksi pada liang telinga yang disebabkan oleh
jamur/fungi. Penyebab otomikosis dapat berasal Pityrosporum sp., Aspergillus sp., Candida
sp., atau jamur lainnya. 10-12
3.3 Epidemiologi
Sebagai bagian dari OE, meskipun infeksi dapat mempengaruhi semua kelompok
umur, OE tampaknya paling banyak terjadi pada populasi anak-anak dan dewasa muda yang
lebih tua, dengan insiden puncak pada anak usia 7-12 tahun. Sebuah studi epidemiologi
tunggal dari Inggris menemukan prevalensi 12 bulan yang sama untuk individu berusia 5-64
tahun dan sedikit peningkatan prevalensi untuk mereka yang lebih tua dari 65 tahun. Hal ini
diduga terjadi akibat peningkatan komorbiditas, serta peningkatan penggunaan alat bantu
dengar, yang dapat menyebabkan trauma pada CAE. 10,11
Terdapat sebuah penelitian yang dilakukan oleh Abdelazeem et al. (2015) dan Singh
dan Sudheer (2018) yang meneliti tentang otomikosis masing-masing dari Turki dan India.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok usia 21-40 paling rentan terkena otomikosis.
Rata-rata penyakit ini lebih sering dialami pada laki-laki (63.5%). Pekerja (manual workers)
15
(45.5%), sosioekonomi kelas menengah (48%), dan daerah urban/perkotaan (78%) juga
merupakan salah satu factor risiko dari timbulnya otomikosis. Sebagian besar keluhan
otomikosis timbul unilateral (64%). Kebanyakan keluhan terdapat di telinga sebelah kanan
(38%) karena tangan pasien dominan terletak di sebelah kanan. 13,14
Otomikosis sering muncul pada musim panas atau iklim tropis (54.5%) dan sebagian
besar keluhan yang pertama kali adalah rasa gatal pada telinga (89%). Faktor risiko
otomikosis sebagian besar dipengaruhi oleh masuknya air ke dalam telinga (59%), trauma
pada kanal telinga (45%), dan penggunaan antibiotika berlebihan (59%). 13,14
Gambar 2. Insidensi dan kelompok usia penderita otomikosis dari tahun 2016-2017 14
16
Tabel 1. Distribusi otomikosis menurut survey kelompok usia dan jenis kelamin tahun
2011 13
17
Gambar 5. Distribusi penyakit otomikosis menurut musim 13
3.4 Etiologi
Dalam 80% kasus, agen etiologi adalah Aspergillus, sedangkan Candida adalah
jamur berikutnya yang paling sering diisolasi. Patogen jamur lain yang lebih langka
termasuk Phycomycetes, Rhizopus, Actinomyces, dan Penicillium. Aspergillus niger
biasanya merupakan agen dominan meskipun A.flavus, A.fumigatus, A.terreus (jamur
berserabut), Candida albicans dan C.parapsilosis (seperti ragi) juga umum. 12,14,15
Kumar (2005) mempelajari pasien otomikosis dan mengisolasi Aspergillus niger
(52,43%), Aspergillus fumigates (34,14%), C.albicans (11%), C.pseudotropicalis
(1,21%) dan Mucor sp (1,21%). Ahmad dkk (1989) melakukan studi prospektif pada 53
pasien di Jurusan THT Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Spesies Aspergillus
lebih sering diisolasi daripada spesies Candida. 14
Menurut Singh dan Sudheer (2018), sebagian besar isolat fungi mengarah kepada
Aspergillus niger (37%) dan dapat ditemukan juga bakteri isolate Staphylococcus
coagulase negative (32%). 14
18
Gambar 6. (A-1,-2,-3) Otoskopi, kultur, dan mikroskopis dari Aspergillus niger dan
(B-1,-2,-3) Otoskopi, kultur, dan mikroskopis dari Aspergillus flavus 13
19
serumen yang sulit untuk dibersihkan. 10,11,15,16
Serumen memiliki efek antimikotik, bakteriostatik, penolak serangga (insect
repellent). Kandungan serumen terdiri dari lipid (46 – 73%), protein, asam amino bebas
dan ion mineral juga mengandung lisozim, imunoglobulin dan asam lemak tak jenuh
ganda. Asam lemak rantai panjang yang terdapat pada kulit yang tidak rusak mungkin
dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Karena komposisi hidrofobiknya, serumen
mampu menolak air, membuat saluran permukaan impermeable dan menghindari
maserasi dan kerusakan epitel. 15
Mikroorganisme normal yang ditemukan di CAE seperti Staphylococcus
epidermidis, Corrynebacterium sp, Bacillus sp, kokus Gram-positif (Staphylococcus
aureus, Streptococcus sp, non-micrococci patogen), basil Gram-negatif (Pseudomonas
aeruginosa, Escherichia coli, Haemophilus influenza, Moraxella catharalis, dan
sebagainya) dan mycelia jamur dari Genus Aspergillus dan Candida sp.
Mikroorganisme komensal ini tidak bersifat patogen jika terdapat keseimbangan tetap
antara bakteri dan jamur. 15 Berbagai faktor mempengaruhi transformasi jamur saprofit
menjadi patogen seperti: 11,13,15,16
Faktor lingkungan (panas, kelembaban) umumnya pasien dirawat di musim
panas dan musim gugur ketika panas dan lembab.
Perubahan lapisan epitel (penyakit dermatologis, trauma mikro).
Peningkatan kadar pH di CAE (mandi). Ozcan et al (2003) menemukan bahwa
perenang dilaporkan mungkin merupakan faktor predisposisi untuk otomikosis.
Perubahan kualitatif dan kuantitatif serumen (mandi). Tampaknya ada sedikit
konsensus sehubungan dengan predisposisi faktor penyebab otomikosis. Selain
itu, serumen telah berspekulasi untuk menjadi mendukung untuk
pertumbuhan jamur.
Faktor sistemik (perubahan imunitas, penyakit yang melemahkan,
kortikosteroid, antibiotik, sitostatika, neoplasia). Jackman et al (2005)
melaporkan ofloxacin dapat berkontribusi untuk pengembangan otomikosis.
Riwayat otitis bakterial, supuratif kronis otitis media (OMSK) dan pasca operasi
rongga mastoid. Kontaminasi bakteri dari CAE kulit awalnya terjadi secara
supuratif otitis media atau otitis eksterna akut. Permukaan epitel yang terganggu
baik media pertumbuhan mikroorganisme. Kerusakan epitel juga menyebabkan
penurunan ekskresi dari kelenjar apokrin dan serumen yang mengubah
20
lingkungan CAE menjadi lebih cocok untuk mikroorganisme (pH normal 3-4).
Dermatomikosis dapat menjadi faktor risiko untuk kekambuhan karena
autoinokulasi yang mungkin terjadi di antara bagian-bagian tubuh.
Kondisi dan kebiasaan sosial. Pakaian wanita penutup kepala tradisional
dilaporkan sebagai faktor predisposisi untuk otomikosis. Penutup kepala
tradisional mungkin dapat meningkatkan kelembaban di liang telinga dan
menciptakan ideal lingkungan untuk pertumbuhan jamur.
21
Pemeriksaan otoskopi dapat ditemukan saluran telinga eritematosa (hiperemis) dan
edema dengan dengan debris terkait (kuning, putih, atau abu-abu). Dalam beberapa
kasus, membran timpani menjadi hiperemis atau terlihat sebagian karena edema CAE.
Otitis media bersamaan dapat dicurigai ketika ada bukti air-fluid level sepanjang
membran timpani (efusi telinga tengah). 11,15
Presentasi klinisnya dapat bervariasi tergantung pada stadium atau tingkat
keparahan penyakit. Awalnya, pasien dengan otomikosis akan mengeluhkan pruritus dan
nyeri telinga yang biasanya memburuk dengan manipulasi tragus, pinna, atau keduanya.
Bisa juga tanpa keluhan apapun. Nyeri telinga seringkali tidak sebanding dengan temuan
pemeriksaan fisik, dan hal ini disebabkan oleh iritasi periosteum yang sangat sensitif di
bawah dermis tipis saluran telinga yang bertulang. Nyeri telinga juga dapat disertai
dengan otorrhea, sensasi penuh, dan gangguan pendengaran. Gejala sistemik seperti
demam lebih dari 101 F (38,3 oC) dan malaise menunjukkan terjadinya perluasan otitis
di luar saluran telinga luar. 11
Otitis eksterna dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahannya sebagai
berikut: 11
Ringan : pruritus, rasa tidak nyaman yang ringan, dan edema saluran
telinga, tanpa keluhan
Sedang : saluran telinga tersumbat sebagian
Berat : Saluran telinga luar benar-benar tersumbat karena edema.
Biasanya ada nyeri hebat, limfadenopati, dan demam.
Kultur jarang dibutuhkan dan tidak mengubah manajemen otomikosis. Jamur yang
menyebabkan otomikosis adalah umumnya spesies jamur saprofit yang banyak terdapat
di alam dan yang merupakan bagian dari flora komensal CAE yang sehat. Jamur ini
umumnya Aspergillus dan Candida. A.niger biasanya merupakan agen utama meskipun
A. flavus, A. fumigatus, A. Terreus (jamur filamentosa), C albicans dan C. Parapsilosis
(yeast-like fungi) juga umum. 13–16
Morfologi koloni memungkinkan kami untuk membedakan antara ragi-seperti dan
jamur berserabut. Mayoritas berwarna putih krem, halus atau kasar koloni adalah ragi
atau, sangat jarang, ragi-seperti fase jamur dimorfik. Jamur berfilamen cenderung
tumbuh membentuk berdebu, berbulu, wol, beludru atau terlipat koloni yang
menampilkan berbagai macam warna seperti putih, kuning, hijau, biru kehijauan, hitam
pekat. KOH dapat digunakan untuk mendeteksi jamur. 15
22
Gambar 7. Pada pemeriksaan KOH ditemukan hifa dan filamen 15
3.10 Prognosis
Otomikosis terlihat di seluruh dunia dengan insiden yang tinggi terutama di negara-
negara tropis. Otomikosis bukanlah kondisi yang mengancam jiwa; Namun, ini
menantang bagi pasien dan profesional perawatan kesehatan karena seringkali
membutuhkan perawatan dan tindak lanjut jangka panjang. Selama pasien diedukasi,
merawat, dan mengobati secara adekuat, penyakit ini bisa disembuhkan. 10,11,13–16
27
eksterna sirkumskripta atau furunkel merupakan infeksi bakteri akut pada
jaringan tulang rawan di CAE yang disebabkan oleh adanya trauma lokal dan
kontaminasi dari CAE yang menyebabkan obstruksi pada folikel rambut.
Penyakit ini biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus pada unit
pilosebaseus. Gejalanya berupa rasa nyeri yang hebat disertai adanya
pembengkakan. Temuan pada otoskopi berupa adanya bisul atau furunkel. 18 Pada
kasus, pasien mengeluh adanya nyeri pada telinga namun keluhan otalgia
bukanlah keluhan utamanya dan bukan nyeri yang hebat hingga mengganggu
aktivitasnya. Pemeriksaan otoskopi juga tidak menunjukkan adanya edema dan
furunkel pada meatus akustikus eksternus. Maka dari itu, diagnosis banding
otitis eksterna sirkumskripta dapat disingkirkan.
Pada otitis eksterna difusa, inflamasi pada CAE termasuk pada kulitnya
(eczema, dermatitis yang disebabkan cedera mekanik, zat toksik atau alergi)
akan memperberat infeksi bakteri akut pada kulit yang bercampur dengan flora
normal termasuk organisme gram negatif (Pseudomonas aeruginosa, Proteus
mirabilis) dan bakteri anaerob. Gejalanya berupa nyeri tekan tragus, nyeri daun
telinga, gatal, penebalan mukosa, adanya sekret yang berbau, krusta,
deskuamasi, dan penyempitan CAE.19 Pada kasus, keluhan gatal dan nyeri ada
dan sekret positif pada telinga kiri pasien. Namun, pada pemeriksaan fisik
telinga kiri tidak menunjukkan adanya nyeri tekan tragus, nyeri tarik aurikula,
penebalan mukosa, edema, krusta, dan deskuamasi. Selain itu, CAE telinga kiri
pasien juga tampak lapang. Oleh karenanya, diagnosis banding otitis eksterna
difusa dapat disingkirkan.
Otomikosis adalah infeksi telinga yang disebabkan oleh jamur, atau
infeksi jamur yang superficial pada kanalis auditorius eksternus. Infeksi telinga
ini dapat bersifat akut, dan subakut, dengan tanda khas adanya inflamasi, rasa
gatal, dan ketidaknyamanan. Mikosis ini menyebabkan adanya pembengkakan,
pengelupasan epitel superfisial, adanya penumpukan debris yang berbentuk hifa,
disertai supurasi dan nyeri.2 Pruritus merupakan manifestasi klinis yang paling
sering dijumpai pada otomikosis dengan persentase temuan klinis mencapai
89%.14 Di samping pruritus, telinga penuh juga menjadi salah satu gejala yang
umum dikeluhkan pasien. Pertumbuhan jamur yang bercampur dengan epitel
debris dan serumen membentuk sumbat mikotik yang khas. Hal ini menimbulkan
28
gejala telinga tersumbat. Studi oleh Singh et al (2018) menunjukkan bahwa
telinga tersumbat menyumbang 87,5% dari keluhan otomikosis. Keluhan lain
yang dapat dijumpai yaitu nyeri telinga, keluar cairan dari telinga, tinnitus, dan
gangguan pendengaran.14 Apabila dikaitkan dengan keluhan pasien pada kasus,
maka hal ini mengarahkan diagnosis pada otomikosis karena keluhan utama
pasien adalah gatal pada telinga kiri disertai keluhan tambahannya berupa telinga
kiri terasa penuh, nyeri pada telinga kiri, keluar cairan dari telinga kiri, dan
telinga kiri berdenging. Apabila ditinjau dari faktor risiko otomikosis, pasien
pada kasus memiliki faktor-faktor risiko tersebut mulai dari faktor lingkungan
dimana prevalensi otomikosis terkait dengan wilayah demografis dengan tingkat
kelembaban yang tinggi di daerah tropis seperti Indonesia, lalu faktor yang
berpengaruh terhadap perubahan lapisan epitel yakni trauma mikro yang berasal
dari kebiasaannya mengorek telinga dengan cotton bud. Selain itu, kebiasaan
menggunakan headset dan memakai jilbab dalam kondisi rambut tidak kering
juga merupakan faktor predisposisi otomikosis karena hal tersebut meningkatkan
kelembaban di liang telinga dan menciptakan lingkungan yang ideal untuk
pertumbuhan jamur serta transformasi jamur saprofit menjadi patogen.16
Temuan yang didapat dari anamnesis perlu dibuktikan dengan
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan otoskopi menunjukkan adanya hifa berwarna
kehitaman di meatus akustikus eksternus. Adanya hifa membuktikan bahwa
pasien mengalami infeksi jamur. Bercak karena Aspergillus niger cenderung
berwarna gelap kehitaman, sedangkan Candida albicans sering membentuk tikar
miselia (mycelia mats) berwarna putih dan saat bercampur dengan serumen akan
tampak kekuningan. Pada kasus, temuan hifa kehitaman mengarahkan pada
otomikosis karena jamur Aspergillus. Dengan demikian, dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik, dapat disimpulkan bahwa diagnosis kerja pasien pada kasus
adalah otomikosis auris sinistra.
Konfirmasi diagnosis otomikosis ditegakkan dengan pemeriksaan
penunjang yang cukup sederhana, yaitu dengan memeriksa sampel debris atau
swab bercak pada kaca preparat yang difiksasi dengan larutan KOH 10–30%.
Selanjutnya dilihat melalui mikroskop dan akan tampak hifa lebar, berseptum,
kadang dapat ditemukan spora kecil jamur dengan diameter 2–3 U. Selain
pewarnaan dengan KOH, pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan
29
yaitu kultur debris dari liang telinga dengan menggunakan media agar
Saboraud’s dextrose, dan dieramkan pada suhu kamar. Koloni akan tumbuh
dalam satu minggu berupa koloni filamen berwarna putih. Dengan mikroskop
tampak hifa-hifa lebar dan pada ujung-ujung hifa dapat ditemukan sterigma dan
spora berjejer melekat pada permukaannya.15
Terapi efektif pada pasien dengan kolonisasi kronis Aspergillus pada
kanalis akustikus eksternus adalah aural toilet atau membersihkan telinga yang
bersifat efektif, menjaga telinga tetap kering, meminimalisir faktor predisposisi,
identifikasi organisme penyebab dan mengeliminasi otomikosis dengan
menggunakan antifungi yang efektif baik antifungi spesifik ataupun nonspesifik.
Keuntungan anti jamur topikal yaitu aplikasi lokal, konsentrasi yang diinginkan
dari obat pada permukaan kulit akan dicapai tak lama setelah aplikasi, dan
konsentrasi yang lebih tinggi dari anti jamur tersebut pada lokasi yang terinfeksi.
Pasien otomikosis dengan membran timpani yang intak dapat menggunakan
formulasi anti jamur antara lain, salep, gel, dan krim. Ketika membran timpani
perforasi, obat-obat ini tidak boleh digunakan karena partikel kecil dari krim,
salep, atau gel dapat menyebabkan peradangan, dengan perkembangan jaringan
granulasi di telinga tengah. Obat topikal anti jamur yang soluble (obat tetes
telinga atau strip kasa diresapi dengan solution) sebagai pengobatan membran
timpani perforasi sangat dianjurkan. Yang perlu dipertimbangkan agar tepat
memilih obat anti jamur topikal yaitu antara lain kelarutannya dalam air, risiko
rendah ototoksik, efek alergi rendah setelah pemberian berulang, obat
antimikotik spektrum luas dengan efek lokal yang baik terhadap ragi dan jamur,
cocok untuk aplikasi pada pasien anak dan tersedia di pasaran.20,21
Pada kasus, pasien diberikan antifungi topikal berupa ketokonazole krim
2%. Ketokonazole merupakan antifungi golongan azole yang bekerja dengan
cara mengganggu sintesis ergosterol yang merupakan unsur pokok yang spesifik
pada membran sel jamur. Ketokonazol memiliki efek antijamur dengan spektrum
luas dan efektivitas tinggi sebesar 95–100%, berinteraksi dengan C-14 alfa
dimetilase (enzim 450 sitokom) untuk menghambat demetilasi lanosterol
menjadi ergosterol. Ketokonazol menghambat biosintesis trigliserida, fosfolipid,
dan aktivitas enzim oksidatif atau peroksidatif, menghasilkan konsentrasi
hidrogen peroksida yang toksik pada intraseluler.21
30
DAFTAR PUSTAKA
2. Prasad SC, Kotigadde S , Shekhar M, Thada DN, Prabhu P, et. al. Primary
Otomikosis in the Indian subcontinent: predisposing factors, microbiology,
and classification. Int J Microbiol. 2014;
31
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK556055/
11. Waitzman AA. Otitis Externa [Internet]. Medscape. 2022 [cited 2023 Feb
18]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/994550-
overview#a1
14. Singh TD, Sudheer CP. Otomikosis: a clinical and mycological study.
International Journal of Otorhinolaryngology and Head and Neck Surgery.
2018 Jun 23;4(4):1013.
16. Abdullah I, Ahmed S, Alzaid S, Aljasser MF, Khwaji MO, Ibrahim AB, et
al. Literature Review on Patient Demographics, Risk Factors and
Causative Agents of Otomikosis. Available online www.ijpras.com
International Journal of Pharmaceutical Research & Allied Sciences
[Internet]. 2019;8(4):111–5. Available from: www.ijpras.com
18. Wiegand, S., Berner, R., Schneider, A., Lundershausen, E., & Dietz, A.
(2019). Otitis Externa. Deutsches Arzteblatt international, 116(13), 224–
234. https://doi.org/10.3238/arztebl.2019.0224
32
19. Linstorm C. Disease of external ear. In: Johnson J, ed. Bailey’s head and
neck surgery otolaryngology. 5th ed. Philadelphia: Lippincot Co; 2014. p.
2333-40
21. Halawa AS, Khan MA, Alrobaee AA, AlShobailii AH. Otomikosis with
perforated tympanic membrane: self medication with topical antifungal
solution versus medicated ear wick. Int J Health Sci. 2012; 6(1):73–7.
33