Anda di halaman 1dari 37

Laporan Kasus

OTOMIKOSIS AURIS SINISTRA

Disusun Oleh:
Andrew Fabian, S.Ked. 04081882225001
Mohammad Mirdas Farizan, S.Ked. 04081882225008

Pembimbing:
dr. Hj. Abla Ghanie, Sp.T.H.T.B.K.L, Subsp.Oto.(K), FICS

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG


TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus


Otomikosis Auris Sinistra

Oleh:

Andrew Fabian, S.Ked. 04081882225001


Mohammad Mirdas Farizan, S.Ked. 04081882225008

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepanitraan Klinik di Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Bedah Kepala Leher RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang periode 30 Januari – 26
Februari 2023.

Palembang, 20 Februari 2023


Pembimbing

dr. Hj. Abla Ghanie, Sp.T.H.T.B.K.L, Subsp.Oto.(K), FICS

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Otomikosis Auris Sinistra” dengan baik. Penulisan laporan kasus ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
Penyusunan laporan kasus ini tidak lepas dari dukungan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Hj. Abla Ghanie, Sp.T.H.T.B.K.L, Subsp.Oto.(K), FICS
selaku pembimbing atas kesediaannya membimbing dan mengarahkan penulis
dalam menyusun laporan kasus ini, serta pihak yang telah banyak membantu
hingga laporan kasus ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
laporan kasus ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan
diterima untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi semua. Terima kasih.

Palembang, 20 Februari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN.....................................................................................2
2.1 IDENTITAS PASIEN................................................................................2
2.2 ANAMNESIS............................................................................................2
2.3 PEMERIKSAAN.......................................................................................4
2.4 DIAGNOSIS BANDING........................................................................12
2.5 DIAGNOSIS KERJA..............................................................................12
2.6 TATALAKSANA....................................................................................13
2.7 PROGNOSIS...........................................................................................13
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................14
3.1 Anatomi Telinga......................................................................................14
3.1.1 Auris Eksterna..................................................................................15
3.1.2 Auris Media......................................................................................17
3.1.3 Auris Interna....................................................................................18
3.2 Otomikosis...............................................................................................19
BAB IV ANALISIS KASUS................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Otomikosis adalah infeksi telinga yang disebabkan oleh jamur, atau infeksi
jamur baik kronis, akut, maupun subakut superfisial pada pinna dan meatus
auditorius eksternus serta jarang mengenai telinga bagian tengah atau dalam.
Mikosis ini menyebabkan adanya pembengkakan, pengelupasan epitel superfisial,
penumpukan debris yang berbentuk hifa, serta supurasi dan nyeri. 1,2 Otomikosis
paling sering disebabkan oleh Aspergillus, yakni A. Niger, lalu diikuti oleh
Candida sebagai penyebab terbanyak kedua. Phycomycetes, Rhizopus,
Actinomyces, dan Penicillium juga dapat ditemukan.3 Otomikosis dapat dijumpai
di berbagai wilayah di dunia, umumnya prevalensi otomikosis terkait dengan
wilayah demografis dengan tingkat kelembaban yang tinggi di daerah tropis dan
subtropis. Negara tropis dan subtropis mempunyai derajat kelembaban yang tinggi
sekitar 70–80% dengan suhu udara sekitar 15–30 oC. Faktor predisposisi dari
otomikosis adalah infeksi telinga kronis, penggunaan minyak, obat tetes telinga,
steroid, renang (telinga basah merupakan predisposisi infeksi jamur), infeksi
jamur lain yang ada di dalam tubuh seperti dermatomikosis atau vaginitis, status
immunocompromised, kekurangan gizi pada anak-anak, dan perubahan hormonal
menimbulkan infeksi seperti yang terlihat selama menstruasi atau kehamilan. 4,5
Meskipun otomikosis jarang mengancam nyawa, tetapi hal ini menjadi tantangan
untuk pasien dan dokter karena kebutuhan akan perawatan jangka panjang dan
tindak lanjut, serta kendala tingkat kekambuhan yang tinggi. 6 Berdasarkan Standar
Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia (SNPPDI) 2019, otomikosis
merupaka penyakit dengan tingkat kemampuan 4A yang artinya lulusan dokter
umum mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan
penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas. 7 Hal ini mendasari penulis untuk
menyusun laporan kasus yang berjudul “Otomikosis Auris Sinistra”.

1
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. DIR
Usia : 28 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Lorong Kelapa 1, Sekip, Palembang
Agama : Islam
MRS tanggal : 5 Februari 2023

2.2 ANAMNESIS
Keluhan
Utama:
Telinga kiri gatal sejak 2 minggu SMRS.

Keluhan Tambahan:
Nyeri telinga kiri, telinga kiri terasa penuh, keluar cairan dari telinga kiri, telinga
kiri berdenging.

Riwayat Perjalanan Penyakit:

Sejak 2 minggu SMRS, pasien mengeluh gatal pada liang telinga


sebelah kiri. Keluhan gatal dirasakan secara terus-menerus. Keluhan nyeri
pada telinga kiri disangkal. Keluhan telinga terasa penuh tidak ada, keluar
cairan dari telinga tidak ada, telinga berdenging tidak ada. Keluhan hidung
dan tenggorokan tidak ada. Keluhan batuk, pilek, dan demam juga disangkal
oleh pasien. Pasien tidak menggaruk atau mengorek-ngorek telinga kirinya.
Sejak 10 hari SMRS, keluhan gatal pada liang telinga kiri masih
berlanjut. Pasien mengeluh telinga kiri mulai terasa nyeri. Keluhan nyeri
telinga dirasakan secara terus-menerus. Pasien lalu mengorek-ngorek telinga
kirinya dengan cotton bud. Setelahnya, keluhan telinga kiri gatal tetap ada
serta nyeri telinganya terasa semakin parah. Keluhan telinga terasa penuh
2
ada. Keluhan keluar cairan dari telinga kiri ada sebanyak sekali. Cairan
berwarna kuning kental berbau amis. Pasien juga mulai mengeluhkan
telinga kiri berdenging.
Sejak 1 hari SMRS, pasien mengeluh gatal pada liang telinga kiri
dirasakan semakin parah. Keluhan nyeri pada telinga kiri masih ada.
Keluhan keluar cairan dari telinga kiri masih ada. Pasien mengatakan bahwa
dalam 2 minggu ini, keluhan keluar cairan dari telinga kiri terjadi sebanyak
3 kali. Keluhan telinga terasa penuh dan telinga berdenging juga masih
berlanjut. Keluhan hidung dan tenggorokan disangkal. Keluhan batuk, pilek,
dan demam juga disangkal. Pasien belum berobat ke dokter sama sekali.
Pasien akhirnya datang ke IGD RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Riwayat Penyakit Dahulu:


 Riwayat keluhan yang sama sebelumnya tidak ada
 Riwayat diabetes melitus tidak ada
 Riwayat hipertensi tidak ada
 Riwayat penyakit telinga sebelumnya tidak ada
 Riwayat trauma pada telinga tidak ada
 Riwayat operasi telinga tidak ada
 Riwayat alergi tidak ada
 Riwayat asma tidak ada

Riwayat Penyakit dalam Keluarga:


 Riwayat keluhan serupa dalam keluarga tidak ada.

Riwayat Kebiasaan dan Sosio Ekonomi:


 Riwayat sering mengorek telinga menggunakan jari maupun cotton bud ada.
 Riwayat pemakaian headset ada dengan frekuensi rata-rata 3–4 jam perhari.
 Riwayat sering mencuci rambut di pagi hari, tanpa dikeringkan dan langsung
menggunakan jilbab ada.
 Riwayat merokok dan minum alkohol tidak ada.
 Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Suaminya bekerja sebagai PNS.
Kesan : sosioekonomi menegah
3
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Pernapasan : 20 kali/menit
Nadi : 87 kali/menit
Suhu : 36,6 0C
Berat badan : 53 kg
Tinggi badan : 155 cm
Status Gizi : Normoweight

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru-Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan dan kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, krepitasi (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal, 6x/menit
Ekstremitas
Superior : Akral pucat (-), edema pretibia (-), deformitas
(-), sianosis (-), CRT <2 detik
Inferior : Akral pucat (-), edema pretibia (-),

4
deformitas (-), Sianosis (-), CRT <2 detik

b. Status Lokalis
Telinga
Kanan Kiri
I. Telinga Luar
Regio Retroaurikula
- Abses Tidak ada Tidak ada
- Sikatrik Tidak ada Tidak ada
- Pembengkakan Tidak ada Tidak ada
- Fistula Tidak ada Tidak ada
- Jaringan Granulasi Tidak ada Tidak ada
Regio Zigomatikus
- Kista Brankial Klep Tidak ada Tidak ada
- Fistula Tidak ada Tidak ada
- Lobulus Aksesorius Tidak ada Tidak ada
Aurikula
- Mikrotia Tidak ada Tidak ada
- Efusi perikondrium Tidak ada Tidak ada
- Keloid Tidak ada Tidak ada
- Nyeri Tarik aurikula Tidak ada Tidak ada
- Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
- Fistula preaurikula Tidak ada Tidak ada
- Pus Tidak ada Tidak ada
- Darah Tidak ada Tidak ada
- MAE sempit Tidak ada Tidak ada
- Sekret Tidak ada Tidak ada
- Serumen Tidak ada Tidak ada

Meatus Acusticus Eksternus


- Lapang/sempit Lapang Lapang
- Oedema Tidak ada Tidak ada
5
- Hiperemis Tidak ada Ada
- Pembengkakan Tidak ada Tidak ada

- Erosi Tidak ada Tidak ada

- Krusta Tidak ada Tidak ada

- Sekret Ada Tidak ada


- Serumen Ada Tidak ada

- Perdarahan Tidak ada Tidak ada

- Bekuan darah Tidak ada Tidak ada

- Cerumen plug Tidak ada Tidak ada

- Epithelial plug Tidak ada Tidak ada

- Jaringan granulasi Tidak ada Tidak ada

- Debris Tidak ada Tidak ada

- Benda asing Tidak ada Tidak ada

- Sagging Tidak ada Tidak ada

- Exostosis Tidak ada Tidak ada

- Hifa Tidak ada Ada, warna


kehitaman

- Furunkel Tidak ada Tidak ada

II.Membran Timpani
- Warna Putih Putih
- Bentuk Oval Oval
- Pembuluh darah Normal Normal
- Refleks cahaya Normal Sulit
dinilai
- Rektraksi Tidak ada Tidak ada
- Bulging Tidak ada Tidak ada
- Bulla Tidak ada Tidak ada
- Ruptur Tidak ada Tidak ada
- Perforasi Tidak ada Tidak ada
- Pulsasi Tidak ada Tidak ada
6
- Sekret Tidak ada Tidak ada
- Kolesteatoma Tidak ada Tidak ada
- Polip Tidak ada Tidak ada
- Jaringan granulasi Tidak ada Tidak ada

AD AS

Gambar 2. Gambaran membran timpani pasien

III. Tes Khusus


Tes Garpu Tala
- Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Tes Scwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Fungsi Tuba
- Tes Valsava Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Tes Toynbe Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Kalori
- Tes Kobrak Tidak dilakukan Tidak dilakukan

7
Hidung
Kanan Kiri
I. Tes Fungsi Hidung
- Tes aliran udara Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Tes penciuman
Teh Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tembakau Tidak dilakukan Tidak dilakukan
II. Hidung Luar
- Dorsum nasi Normal Normal
- Akar hidung Normal Normal

- Puncak Hidung Normal Normal


- Sisi hidung Normal Normal
- Ala nasi Normal Normal
- Deformitas Tidak ada Tidak ada
- Hematoma Tidak ada Tidak ada
- Pembengkakan Tidak ada Tidak ada
- Krepitasi Tidak ada Tidak ada
- Hiperemis Tidak ada Tidak ada
- Erosi kulit Tidak ada Tidak ada
- Vulnus Tidak ada Tidak ada
- Tumor Tidak ada Tidak ada

- Duktus nasolakrimalis Tidak tersumbat Tidak tersumbat


III. Hidung Dalam
1. Rinoskopi Anterior
a.Vestibulum nasi
-Sikatrik Tidak ada Tidak ada
-Stenosis Tidak ada Tidak ada
-Atresia Tidak ada Tidak ada
-Furunkel Tidak ada Tidak ada
-Krusta Tidak ada Tidak ada
-Sekret Tidak ada Tidak ada

8
b. Kolumela
-Utuh/tidak utuh Utuh Utuh
-Sikatrik Tidak ada Tidak ada
-Ulkus Tidak ada Tidak ada

c. Kavum nasi
-Luasnya Lapang Lapang
-Sekret Tidak ada Tidak ada
-Krusta Tidak ada Tidak ada
-Bekuan darah Tidak ada Tidak ada
-Perdarahan Tidak ada Tidak ada
-Benda asing Tidak ada Tidak ada
-Rinolit Tidak ada Tidak ada
-Polip Tidak ada Tidak ada
-Tumor Tidak ada Tidak ada
d. Konka Inferior
-Mukosa Eutrofi Eutrofi
-Warna Merah muda Merah muda
-Tumor Tidak ada Tidak ada
e. Konka Media
-Mukosa Eutrofi Eutrofi
-Warna Merah muda Merah muda
-Tumor Sulit dinilai Tidak ada
f. Konka Superior
-Mukosa Sulit dinilai Sulit dinilai
-Warna Sulit dinilai Sulit dinilai
-Tumor Sulit dinilai Sulit dinilai
g. Meatus Medius
-Lapang/sempit Lapang Lapang
-Sekret Tidak ada Tidak ada
-Polip Tidak ada Tidak ada
-Tumor Tidak ada Tidak ada
g. Meatus Medius
-Lapang/sempit Lapang Lapang
9
-Sekret Tidak ada Tidak ada
-Polip Tidak ada Tidak ada
-Tumor Tidak ada Tidak ada
h. Meatus inferior
-Lapang/sempit Lapang Lapang
-Sekret Tidak ada Tidak ada
-Polip Tidak ada Tidak ada
-Tumor Tidak ada Tidak ada
i. Septum Nasi
-Mukosa Eutrofi Eutrofi
-Warna Merah muda Merah muda
-Tumor Tidak ada Tidak ada
-Deviasi Tidak ada Tidak ada
-Krusta Tidak ada Tidak ada
-Spina Tidak ada Tidak ada
-Abses Tidak ada Tidak ada

2. Rinoskopi Posterior
-Postnasal drip
-Mukosa
-Adenoid
-Tumor Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Koana
-Torus tobarius
-Muara tuba
IV.Pemeriksaan Sinus Paranasal

10
Nyeri tekan/ketok
- Infraorbitalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Frontalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Kantus medialis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pembengkakan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Transiluminasi
- Regio infraorbitalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Regio palatum durum Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tenggorok
Kanan Kiri
I.Rongga Mulut
-Lidah
-Gusi
-Bukal Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Palatum durum
-Kelenjar ludah
-Gigi geligi

II.Faring
-Palatum molle
-Uvula
-Pilar anterior Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Pilar posterior
-Dinding belakang faring
-Tonsil Palatina
III.Laring

11
1. Laringoskopi tidak langsung Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Dasar lidah
-Tonsila lingualis
-Valekula
-Fosa piriformis
-Epiglotis
-Aritenoid
-Pita suara

2. Laringoskopi langsung Tidak dilakukan Tidak dilakukan

c. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan.

2.4 DIAGNOSIS BANDING


1. Otomikosis auris sinistra
2. Otitis eksterna difusa auris sinistra
3. Otitis eksterna sirkumskripta auris sinistra

2.5 DIAGNOSIS KERJA


Otomikosis auris sinistra

2.6 TATA LAKSANA


Non-Medikamentosa
1. Aural toilet berupa spooling telinga dengan air hangat
2. Debridement

Medikamentosa
1. Tampon ketoconazole krim 2% diaplikasikan pada telinga kiri

Edukasi
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit yang dialami pada telinga kirinya
merupakan infeksi jamur
2. Menjelaskan kepada pasien mengenai faktor predisposisi terjadinya otomikosis
antara lain kondisi telinga yang lembab, pemakaian headset, trauma pada
12
telinga. Untuk itu, pasien diedukasi agar menjaga telinganya tetap dalam
kondisi kering, mengurangi pemakaian headset, dan tidak mengorek-ngorek
telinga dengan cotton bud karena dapat menimbulkan trauma pada kulit liang
telinga.
3. Menjelaskan kepada pasien untuk datang ke poli keesokan harinya
untuk dilakukan evaluasi tampon.

Rencana Pemeriksaan
1. Pemeriksaan pewarnaan KOH 10%
2. Pemeriksaan biakan jamur dengan agar Saboraud

2.7 PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : dubia
ad bonam

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Telinga


Telinga manusia terdiri dari tiga bagian: telinga luar, tengah, dan dalam (Gambar
1). Bagian luar dan tengah telinga menyalurkan gelombang suara dari udara ke telinga
dalam yang berisi cairan, mengamplifikasi energi suara dalam proses ini. Telinga dalam
berisi dua sistem sensorik: koklea, yang mengandung reseptor untuk mengubah
gelombang suara menjadi impuls saraf sehingga kita dapat mendengar, dan aparatus
vestibularis, yang penting bagi sensasi keseimbangan. 8

Gambar 1. Anatomi Telinga 8

3.1.1 Telinga Luar


Telinga luar terdiri atas daun telinga, meatus auditorius eksternus/external
auditory canal (saluran telinga) dan membran timpani (tympanic membran). Daun
telinga (pinna) adalah lipatan tulang rawan elastis berbentuk seperti ujung trompet dan
dilapisi oleh kulit. Bagian tepi pinggiran daun telinga adalah heliks; bagian inferior
adalah lobulus. Ligamen dan otot menempelkan daun telinga ke kepala. Meatus
auditorius eksternus merupakan tabung melengkung dengan panjang sekitar 2,5cm
(1inch) terletak di tulang temporal dan mengarah ke membran timpani. 9

14
Membran timpani terletak di ujung medical meatus auditorius eksternus dan
membentuk sebagian besar dinding lateral rongga timpani. Membran ini berbentuk
oval dan membentuk sudut sekitar 55° dengan lantai meatus auditorius eksternus.
Meatus auditorius eksternus memanjang dari aurikula ke membran timpani dan
panjangnya sekitar 2,4 cm. Tulang penyusun dinding meatus auditorius eksternus
merupakan tulang rawan di 1/3 bagian lateral dan tulang keras di 2/3 bagian medial. 9

3.2 Definisi
Otitis eksterna (OE) adalah peradangan atau infeksi canalis auditorius externus (CAE),
auricula, atau keduanya. Penyakit ini secara umum dapat ditemukan di semua kelompok
umur. OE biasanya merupakan infeksi bakteri akut pada kulit saluran telinga (paling sering
disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa atau Staphylococcus aureus) tetapi juga dapat
disebabkan oleh bakteri lain, virus, atau infeksi jamur. Nama lain dari penyakit ini dikenal
sebagai swimmers ear karena penyakit ini sering terjadi selama musim panas dan di iklim
tropis dan adanya air di telinga dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit ini. 10-12
Jika penyebab infeksi dari OE adalah jamur, maka istilah dari penyakit ini disebut
sebagai otomikosis. Otomikosis adalah infeksi pada liang telinga yang disebabkan oleh
jamur/fungi. Penyebab otomikosis dapat berasal Pityrosporum sp., Aspergillus sp., Candida
sp., atau jamur lainnya. 10-12

3.3 Epidemiologi
Sebagai bagian dari OE, meskipun infeksi dapat mempengaruhi semua kelompok
umur, OE tampaknya paling banyak terjadi pada populasi anak-anak dan dewasa muda yang
lebih tua, dengan insiden puncak pada anak usia 7-12 tahun. Sebuah studi epidemiologi
tunggal dari Inggris menemukan prevalensi 12 bulan yang sama untuk individu berusia 5-64
tahun dan sedikit peningkatan prevalensi untuk mereka yang lebih tua dari 65 tahun. Hal ini
diduga terjadi akibat peningkatan komorbiditas, serta peningkatan penggunaan alat bantu
dengar, yang dapat menyebabkan trauma pada CAE. 10,11
Terdapat sebuah penelitian yang dilakukan oleh Abdelazeem et al. (2015) dan Singh
dan Sudheer (2018) yang meneliti tentang otomikosis masing-masing dari Turki dan India.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok usia 21-40 paling rentan terkena otomikosis.
Rata-rata penyakit ini lebih sering dialami pada laki-laki (63.5%). Pekerja (manual workers)

15
(45.5%), sosioekonomi kelas menengah (48%), dan daerah urban/perkotaan (78%) juga
merupakan salah satu factor risiko dari timbulnya otomikosis. Sebagian besar keluhan
otomikosis timbul unilateral (64%). Kebanyakan keluhan terdapat di telinga sebelah kanan
(38%) karena tangan pasien dominan terletak di sebelah kanan. 13,14
Otomikosis sering muncul pada musim panas atau iklim tropis (54.5%) dan sebagian
besar keluhan yang pertama kali adalah rasa gatal pada telinga (89%). Faktor risiko
otomikosis sebagian besar dipengaruhi oleh masuknya air ke dalam telinga (59%), trauma
pada kanal telinga (45%), dan penggunaan antibiotika berlebihan (59%). 13,14

Gambar 2. Insidensi dan kelompok usia penderita otomikosis dari tahun 2016-2017 14

Gambar 3. Distribusi penyakit otomikosis berdasarkan jenis kelamin 13

16
Tabel 1. Distribusi otomikosis menurut survey kelompok usia dan jenis kelamin tahun
2011 13

Tabel 1. Distribusi otomikosis menurut survey pekerjaan pasien tahun 2011 13

Gambar 4. Distribusi penyakit otomikosis menurut lokasi infeksi pada telinga 14

17
Gambar 5. Distribusi penyakit otomikosis menurut musim 13

Tabel 3. Distribusi penyakit otomikosis menurut gejala klinisnya 14

3.4 Etiologi
Dalam 80% kasus, agen etiologi adalah Aspergillus, sedangkan Candida adalah
jamur berikutnya yang paling sering diisolasi. Patogen jamur lain yang lebih langka
termasuk Phycomycetes, Rhizopus, Actinomyces, dan Penicillium. Aspergillus niger
biasanya merupakan agen dominan meskipun A.flavus, A.fumigatus, A.terreus (jamur
berserabut), Candida albicans dan C.parapsilosis (seperti ragi) juga umum. 12,14,15
Kumar (2005) mempelajari pasien otomikosis dan mengisolasi Aspergillus niger
(52,43%), Aspergillus fumigates (34,14%), C.albicans (11%), C.pseudotropicalis
(1,21%) dan Mucor sp (1,21%). Ahmad dkk (1989) melakukan studi prospektif pada 53
pasien di Jurusan THT Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Spesies Aspergillus
lebih sering diisolasi daripada spesies Candida. 14
Menurut Singh dan Sudheer (2018), sebagian besar isolat fungi mengarah kepada
Aspergillus niger (37%) dan dapat ditemukan juga bakteri isolate Staphylococcus
coagulase negative (32%). 14

18
Gambar 6. (A-1,-2,-3) Otoskopi, kultur, dan mikroskopis dari Aspergillus niger dan
(B-1,-2,-3) Otoskopi, kultur, dan mikroskopis dari Aspergillus flavus 13

Tabel 5. Distribusi etiologi fungi yang diisolasi dari otomikosis 14

Tabel 6. Distribusi etiologi bakteri yang diisolasi dari otomikosis 14

3.5 Patogenesis dan Faktor Risiko


Otomikosis memiliki kaitan dengan histologi dan fisiologi CAE. CAE memiliki
panjang 2,5 cm, lebar 7-9 mm saluran silindris dilapisi dengan stratified keratinized
epitel skuamosa yang berlanjut sepanjang eksternal sisi membran timpani. Di reses
timpani interior reses, medial ke isthmus cenderung menumpuk sisa-sisa keratin dan

19
serumen yang sulit untuk dibersihkan. 10,11,15,16
Serumen memiliki efek antimikotik, bakteriostatik, penolak serangga (insect
repellent). Kandungan serumen terdiri dari lipid (46 – 73%), protein, asam amino bebas
dan ion mineral juga mengandung lisozim, imunoglobulin dan asam lemak tak jenuh
ganda. Asam lemak rantai panjang yang terdapat pada kulit yang tidak rusak mungkin
dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Karena komposisi hidrofobiknya, serumen
mampu menolak air, membuat saluran permukaan impermeable dan menghindari
maserasi dan kerusakan epitel. 15
Mikroorganisme normal yang ditemukan di CAE seperti Staphylococcus
epidermidis, Corrynebacterium sp, Bacillus sp, kokus Gram-positif (Staphylococcus
aureus, Streptococcus sp, non-micrococci patogen), basil Gram-negatif (Pseudomonas
aeruginosa, Escherichia coli, Haemophilus influenza, Moraxella catharalis, dan
sebagainya) dan mycelia jamur dari Genus Aspergillus dan Candida sp.
Mikroorganisme komensal ini tidak bersifat patogen jika terdapat keseimbangan tetap
antara bakteri dan jamur. 15 Berbagai faktor mempengaruhi transformasi jamur saprofit
menjadi patogen seperti: 11,13,15,16
 Faktor lingkungan (panas, kelembaban) umumnya pasien dirawat di musim
panas dan musim gugur ketika panas dan lembab.
 Perubahan lapisan epitel (penyakit dermatologis, trauma mikro).
 Peningkatan kadar pH di CAE (mandi). Ozcan et al (2003) menemukan bahwa
perenang dilaporkan mungkin merupakan faktor predisposisi untuk otomikosis.
 Perubahan kualitatif dan kuantitatif serumen (mandi). Tampaknya ada sedikit
konsensus sehubungan dengan predisposisi faktor penyebab otomikosis. Selain
itu, serumen telah berspekulasi untuk menjadi mendukung untuk
pertumbuhan jamur.
 Faktor sistemik (perubahan imunitas, penyakit yang melemahkan,
kortikosteroid, antibiotik, sitostatika, neoplasia). Jackman et al (2005)
melaporkan ofloxacin dapat berkontribusi untuk pengembangan otomikosis.
 Riwayat otitis bakterial, supuratif kronis otitis media (OMSK) dan pasca operasi
rongga mastoid. Kontaminasi bakteri dari CAE kulit awalnya terjadi secara
supuratif otitis media atau otitis eksterna akut. Permukaan epitel yang terganggu
baik media pertumbuhan mikroorganisme. Kerusakan epitel juga menyebabkan
penurunan ekskresi dari kelenjar apokrin dan serumen yang mengubah
20
lingkungan CAE menjadi lebih cocok untuk mikroorganisme (pH normal 3-4).
 Dermatomikosis dapat menjadi faktor risiko untuk kekambuhan karena
autoinokulasi yang mungkin terjadi di antara bagian-bagian tubuh.
 Kondisi dan kebiasaan sosial. Pakaian wanita penutup kepala tradisional
dilaporkan sebagai faktor predisposisi untuk otomikosis. Penutup kepala
tradisional mungkin dapat meningkatkan kelembaban di liang telinga dan
menciptakan ideal lingkungan untuk pertumbuhan jamur.

3.6 Manifestasi Klinis


Gejala otitis eksterna bakteri dan otomikosis sering tidak dapat dibedakan. Namun
pruritus adalah karakteristik yang paling sering untuk mikotik infeksi dan juga rasa tidak
nyaman, gangguan pendengaran, tinitus, aural fullness, otalgia dan discharge. 12–15
Pada otoskopi, dapat ditegakkan diagnosis dengan menemukan mycelia. Mycelia
sering ditemukan pada pemeriksaan. CAE mungkin eritematosa dan debris jamur
mungkin tampak putih, abu-abu, atau hitam. Biasanya pasien mengalami telah
menggunakan agen antibakteri topikal tanpa respon signifikan. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan mengidentifikasi elemen jamur pada sediaan KOH atau dengan
kultur jamur positif. 12,14,16
Pada pemeriksaan fisik, karakteristik infeksi jamur menyerupai jamur biasa
(common molds), dengan hifa halus dan spora (conidiophores) yang tampak di
Aspergillus. Pada Candida (ragi), sering membentuk mycelia mats dengan karakteristik
putih. Jika tercampur dengan serumen, akan tampak warna kekuningan. Infeksi Candida
dapat lebih sulit dideteksi secara klinis karena tampilannya yang kurang menonjol
seperti Aspergillus berupa gejala otorrhea dan tidak merespon antimikroba telinga.
Otomikosis Candida sering diidentifikasi oleh data kultur. Tampaknya tidak ada
perbedaan yang dilaporkan dalam presentasi berdasarkan sebagian besar organisme yang
lazim ditemukan. 12,13,16

3.7 Penegakkan Diagnosis


Sebagai bagian dari otitis eksterna, otomikosis adalah diagnosis klinis; oleh karena
itu, diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap. Pemeriksaan fisik harus
mencakup evaluasi auricula, penilaian kulit di sekitarnya dan kelenjar getah bening, dan
otoskopi pneumatik. 11,15

21
Pemeriksaan otoskopi dapat ditemukan saluran telinga eritematosa (hiperemis) dan
edema dengan dengan debris terkait (kuning, putih, atau abu-abu). Dalam beberapa
kasus, membran timpani menjadi hiperemis atau terlihat sebagian karena edema CAE.
Otitis media bersamaan dapat dicurigai ketika ada bukti air-fluid level sepanjang
membran timpani (efusi telinga tengah). 11,15
Presentasi klinisnya dapat bervariasi tergantung pada stadium atau tingkat
keparahan penyakit. Awalnya, pasien dengan otomikosis akan mengeluhkan pruritus dan
nyeri telinga yang biasanya memburuk dengan manipulasi tragus, pinna, atau keduanya.
Bisa juga tanpa keluhan apapun. Nyeri telinga seringkali tidak sebanding dengan temuan
pemeriksaan fisik, dan hal ini disebabkan oleh iritasi periosteum yang sangat sensitif di
bawah dermis tipis saluran telinga yang bertulang. Nyeri telinga juga dapat disertai
dengan otorrhea, sensasi penuh, dan gangguan pendengaran. Gejala sistemik seperti
demam lebih dari 101 F (38,3 oC) dan malaise menunjukkan terjadinya perluasan otitis
di luar saluran telinga luar. 11
Otitis eksterna dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahannya sebagai
berikut: 11
 Ringan : pruritus, rasa tidak nyaman yang ringan, dan edema saluran
telinga, tanpa keluhan
 Sedang : saluran telinga tersumbat sebagian
 Berat : Saluran telinga luar benar-benar tersumbat karena edema.
Biasanya ada nyeri hebat, limfadenopati, dan demam.
Kultur jarang dibutuhkan dan tidak mengubah manajemen otomikosis. Jamur yang
menyebabkan otomikosis adalah umumnya spesies jamur saprofit yang banyak terdapat
di alam dan yang merupakan bagian dari flora komensal CAE yang sehat. Jamur ini
umumnya Aspergillus dan Candida. A.niger biasanya merupakan agen utama meskipun
A. flavus, A. fumigatus, A. Terreus (jamur filamentosa), C albicans dan C. Parapsilosis
(yeast-like fungi) juga umum. 13–16
Morfologi koloni memungkinkan kami untuk membedakan antara ragi-seperti dan
jamur berserabut. Mayoritas berwarna putih krem, halus atau kasar koloni adalah ragi
atau, sangat jarang, ragi-seperti fase jamur dimorfik. Jamur berfilamen cenderung
tumbuh membentuk berdebu, berbulu, wol, beludru atau terlipat koloni yang
menampilkan berbagai macam warna seperti putih, kuning, hijau, biru kehijauan, hitam
pekat. KOH dapat digunakan untuk mendeteksi jamur. 15
22
Gambar 7. Pada pemeriksaan KOH ditemukan hifa dan filamen 15

Ahmad et al (1989) dalam penelitiannya membandingkan diagnosis otomikosis


berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium. Mereka tidak
menemukan signifikan perbedaan antara pemeriksaan tersebut dan menyimpulkan
umumnya otomikosis dapat didiagnosis dari pemeriksaan klinis saja. 15

3.8 Diagnosis Banding


Otomikosis terkadang sulit untuk dilakukan membedakan dari bentuk lain dari
otitis eksterna khususnya otitis eksterna difus. Infeksi campuran kadang-kadang
terjadi,Kumar (2005) mendeteksi koinfeksi bakteri diantara 44 kasus dari total 82 kasus.
Umumnya terisolasi bakteri termasuk Staphylococcus coagulase negative, Pseudomonas
sp. Staphylococcus aureus, E.coli dan Klebsiella sp. Infeksi jamur juga dapat
berkembang di otitis media supuratif kronis. 10,15

3.9 Tata Laksana


Meskipun beberapa studi in vitro memiliki memeriksa kemanjuran dari berbagai
agen antijamur. Tidak ada konsensus tentang agen yang paling efektif. Berbagai agen
telah digunakan di klinik dengan variabel kesuksesan. Namun demikian, penerapan yang
tepat agen antijamur topikal ditambah dengan sering debridemen mekanis. Biasanya
menghasilkan prompt resolusi gejala meskipun kekambuhan atau penyakit residual bisa
umum terjadi. 15
Banyak penulis percaya bahwa penting untuk mengidentifikasi agen penyebab
dalam kasus otomikosis untuk menggunakan pengobatan yang sesuai. Ini juga
direkomendasikan dalam memilih antimikotik harus didasarkan pada kerentanan pada
spesies yang teridentifikasi. Namun, lainnya percaya strategi terapi yang paling penting
adalah ketika kami memilih pengobatan khusus untuk otomikosis berdasarkan khasiat
23
dan karakteristik obat apapun dari agen penyebab. Sampai saat ini tidak ada FDA yang
disetujui resep antijamur telinga untuk pengobatan otomikosis. Banyak agen dengan
berbagai antimycotic telah digunakan dan dokter memiliki kesulitan untuk
mengidentifikasi yang paling efektif agen untuk mengobati kondisi ini. 15
Persiapan antijamur dapat dibagi menjadi non jenis tertentu dan khusus. Antijamur
non spesifik termasuk larutan asam dan dehidrasi seperti: 15
 Asam borat adalah asam sedang dan sering digunakan sebagai antiseptik dan
insektisida. Asam borat dapat digunakan untuk mengobati infeksi ragi dan jamur
yang disebabkan Candida albicans.
 Gentian violet disiapkan sebagai konsentrat rendah larutan (misalnya 1%) dalam
air. Ini telah digunakan untuk mengobati otomikosis karena merupakan pewarna
anilin dengan antiseptik, antiseptik, antiinflamasi, antibakteri dan antijamur
aktivitas. Itu masih digunakan di beberapa negara dan FDA disetujui. Studi
melaporkan kemanjuran hingga 80%.
 Cat Castellani (aseton, alkohol, fenol, fuchsin, resocinol)
 Cresylate (merthiolate, M-cresyl acetate, propylene glikol, asam borat dan
alkohol).
 Merchurochrome, antiseptik topikal terkenal, antijamur. Dengan merthiolate
(timerosal). Merchurochrome tidak lagi disetujui oleh FDA karena mengandung
merkuri. Timer (1995) melaporkan kemanjuran 93,4% dalam menggunakan
thimerosal untuk otomikosis. Merchurochrome telah digunakan khusus untuk
kasus di lingkungan lembab dengan khasiat antara 95,8% dan 100%.

Terapi antijamur khusus terdiri dari: 15


 Nistatin adalah antibiotik poliena makrolida yang menghambat sintesis sterol di
membran sitoplasma. Banyak kapang dan ragi sensitif terhadap nistatin termasuk
spesies Candida. Keuntungan utama dari nistatin adalah mereka tidak diserap
dalam kulit utuh. Nystatin tidak tersedia sebagai ottic soluble untuk suguhan
otomikosis. Nystatin dapat diresepkan sebagai krim, salep atau bedak. Dengan
tingkat kemanjuran hingga 50-80%
 Azoles adalah agen sintetik yang tereduksi konsentrasi ergosterol sterol esensial
dalam membran sitoplasma normal Klotrimazol paling banyak digunakan
sebagai topikal azol. Tampaknya menjadi salah satu yang paling agen yang
24
efektif untuk manajemen di otomikosis dengan tingkat efektif 95-100%.
Clotrimazole memiliki efek bakteri dan ini keuntungan ketika dokter mengobati
campuran infeksi bakteri-jamur. Klotrimazol memiliki tidak ada efek ototoksik
dan tersedia dalam bentuk bubuk, losion dan larutan.
 Ketoconazole dan fluconazole memiliki luas aktivitas spektrum. Khasiat
ketoconazole melaporkan 95-100% terhadap spesies Aspergillus dan Candida
albicans. Kita dapat menemukan sebagai 2 % krim. Fluconazol topikal telah
dilaporkan efektif pada 90% kasus. Krim mikonazol 2% juga telah terbukti pada
tingkat kemanjuran hingga 90%.
 Bifonazol adalah agen antijamur dan biasa digunakan pada tahun 80-an. Potensi
1% solusinya mirip dengan klotrimazol dan mikonazol. Bifonazol dan
turunannya menghambat pertumbuhan jamur hingga 100%
 Itraconazole juga memiliki invitro dan in vivo efek terhadap spesies Aspergillus
Bentuk salep memiliki beberapa keunggulan daripada formula tetes telinga
karena tertinggal di atas telinga kulit kanal untuk waktu yang lebih lama. Bentuk
salep mungkin lebih aman dalam kasus perforasi membran timpani yang
berulang karena akses ke dalam telinga tengah mungkin kurang karena
viskositasnya yang tinggi. Munguia dan Daniel (2008) tidak mengungkapkan
kasus apapun laporan penyebab obat topikal antijamur ototoksisitas bila
digunakan untuk mengobati otomikosis dengan membran timpani utuh. Lebih
sedikit data tentang keamanan untuk digunakan obat ototopical di hadapan
timpani perforasi.

Cresylate dan gentian violet diketahui mengiritasi mukosa telinga tengah.


Penggunaan tetes ottic cresylate harus dihindari pada pasien dengan perforasi MT
mengingat potensi komplikasinya. Ho et al (2006) telah mengamati transient
sensorineural gangguan pendengaran yang terkait dengan penggunaan tersebut. Selain
itu, gentian violet tampaknya bersifat vestibulotoksik dan menghasut radang telinga
tengah pada model hewan dan oleh karena itu harus digunakan dengan hati-hati adanya
celah telinga tengah yang terbuka. Persiapan umum nonspesifik seperti asam laktat dan
propilen glikol telah terbukti meningkatkan otak ambang respons batang pada model
hewan dan kaleng menyakitkan pada aplikasi. Sebuah studi hewan baru-baru ini tidak
menunjukkan kerontokan sel rambut di hadapan klotrimazol, miconazole, nistatin dan
25
tolnaftate. Seorang konservatif pilihan untuk terapi dengan membran timpani terbuka
dijamin, untuk misalnya pembersihan hati-hati dan antijamur tertentu obat dengan
minimal aditif. 15
Penambahan antijamur oral dicadangkan untuk kasus dengan penyakit parah dan
respon yang buruk terhadap terapi, meskipun jarang diperlukan. Ho dkk (2006)
percaya antijamur oral tidak mungkin berhasil tidak adanya perawatan lokal yang
memadai. Itu penting pengobatan selain didasarkan pada penyembuhan dan penggunaan
obat antimikotik topikal, difokuskan pada memulihkan fisiologi saluran; artinya,
menghindari manuver mendadak di CAE, berhati-hati hindari tindakan medis atau bedah
yang berlebihan pengobatan untuk otitis media, menghindari situasi apapun itu
perubahan homeostasis lokal semuanya penting untuk dilakukan membawa resolusi
definitif dari penyakit ini. 15
OE adalah masalah umum, dengan faktor risiko yang mudah dihindari. Pendidikan
tentang cara menjaga telinga tetap kering sangat membantu. Penggunaan preventif tetes
pengasaman dianjurkan pada pasien dengan OE berulang. Menghindari cotton buds
untuk menghilangkan serumen telinga harus didiskusikan dengan pasien. Penggunaan
aplikator kapas yang tidak tepat hanya akan mengemas serumen ke dalam kanal dan
dapat menyebabkan trauma pada membran timpani. 10,11

3.10 Prognosis
Otomikosis terlihat di seluruh dunia dengan insiden yang tinggi terutama di negara-
negara tropis. Otomikosis bukanlah kondisi yang mengancam jiwa; Namun, ini
menantang bagi pasien dan profesional perawatan kesehatan karena seringkali
membutuhkan perawatan dan tindak lanjut jangka panjang. Selama pasien diedukasi,
merawat, dan mengobati secara adekuat, penyakit ini bisa disembuhkan. 10,11,13–16

3.11 SNPPDI 2019

Otomikosis termasuk dalam Otitis Eksterna.


SNPPDI 2019 untuk Otitis Eksterna adalah 4, yakni :
“Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan penunjang, serta mengusulkan penatalaksanaan
penyakit atau melakukan penatalaksanaan penyakit secara mandiri sesuai tugas klinik
yang dipercayakan (entrustable professional activity) pada saat pendidikan dan pada saat
penilaian kemampuan.” 7,17
26
BAB IV
ANALISIS KASUS

Ny. DIR, perempuan, 28 tahun datang ke IGD RSUP Dr. Mohammad


Hoesin Palembang dengan keluhan utama gatal pada liang telinga kiri sejak 2
minggu SMRS. Berdasarkan anamnesis, sejak 2 minggu SMRS, pasien
mengeluh gatal pada liang telinga kiri yang dirasakan secara terus-menerus.
Sejak 10 hari SMRS, keluhan gatal pada liang telinga kiri masih berlanjut dan
pasien juga mulai mengeluhkan nyeri pada teling kirinya. Nyeri telinga
dirasakan terus-menerus. Pasien kemudian mengorek-ngorek telinga kirinya
dengan cotton bud, namun keluhan gatal tetap ada dan nyeri terasa menjadi lebih
parah dibandingkan sebelumnya. Pasien juga mulai mengeluh telinga kiri terasa
penuh, keluar cairan dari telinga kiri yang berwarna kuning kental dan berbau
amis, serta telinga kiri berdenging. Sejak 1 hari SMRS, keluhan gatal pada liang
telinga kiri dirasakan semakin parah. Keluhan nyeri telinga kiri masih berlanjut.
Dalam 2 minggu ini, keluhan keluar cairan dari telinga kiri terjadi sebanyak 3
kali. Keluhan telinga terasa penuh dan telinga berdenging juga masih berlanjut.
Dari anamnesis juga didapatkan bahwa pasien memiliki riwayat kebiasaan
mengorek telinga dengan cotton bud, memakai headset dengan rerata pemakaian
3–4 jam per hari, dan memakai hijab dalam kondisi rambut baru dicuci tanpa
dikeringkan terlebih dahulu. Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga
berstatus sosioekonomi menengah.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan status
generalis, pemeriksaan fisik spesifik, dan status lokalis berupa pemeriksaan
telinga, hidung, dan tenggorok. Pemeriksaan status generalis dan spesifik pasien
dalam batas normal. Pemeriksaan status lokalis telinga kiri berupa otoskopi
menunjukkan CAE lapang, hiperemis, sekret positif, serumen positif, dan
tampak adanya hifa berwarna kehitaman. Membran timpani telinga kiri sulit
dinilai intak atau tidaknya dan refleks cahayanya.
Ditinjau dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, kasus yang dialami pasien
mengarah pada otitis eksterna. Maka dari itu, diagnosis yang dapat dipikirkan
adalah otitis eksterna sirkumskripta, otitis eksterna difusa, dan otomikosis. Otits

27
eksterna sirkumskripta atau furunkel merupakan infeksi bakteri akut pada
jaringan tulang rawan di CAE yang disebabkan oleh adanya trauma lokal dan
kontaminasi dari CAE yang menyebabkan obstruksi pada folikel rambut.
Penyakit ini biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus pada unit
pilosebaseus. Gejalanya berupa rasa nyeri yang hebat disertai adanya
pembengkakan. Temuan pada otoskopi berupa adanya bisul atau furunkel. 18 Pada
kasus, pasien mengeluh adanya nyeri pada telinga namun keluhan otalgia
bukanlah keluhan utamanya dan bukan nyeri yang hebat hingga mengganggu
aktivitasnya. Pemeriksaan otoskopi juga tidak menunjukkan adanya edema dan
furunkel pada meatus akustikus eksternus. Maka dari itu, diagnosis banding
otitis eksterna sirkumskripta dapat disingkirkan.
Pada otitis eksterna difusa, inflamasi pada CAE termasuk pada kulitnya
(eczema, dermatitis yang disebabkan cedera mekanik, zat toksik atau alergi)
akan memperberat infeksi bakteri akut pada kulit yang bercampur dengan flora
normal termasuk organisme gram negatif (Pseudomonas aeruginosa, Proteus
mirabilis) dan bakteri anaerob. Gejalanya berupa nyeri tekan tragus, nyeri daun
telinga, gatal, penebalan mukosa, adanya sekret yang berbau, krusta,
deskuamasi, dan penyempitan CAE.19 Pada kasus, keluhan gatal dan nyeri ada
dan sekret positif pada telinga kiri pasien. Namun, pada pemeriksaan fisik
telinga kiri tidak menunjukkan adanya nyeri tekan tragus, nyeri tarik aurikula,
penebalan mukosa, edema, krusta, dan deskuamasi. Selain itu, CAE telinga kiri
pasien juga tampak lapang. Oleh karenanya, diagnosis banding otitis eksterna
difusa dapat disingkirkan.
Otomikosis adalah infeksi telinga yang disebabkan oleh jamur, atau
infeksi jamur yang superficial pada kanalis auditorius eksternus. Infeksi telinga
ini dapat bersifat akut, dan subakut, dengan tanda khas adanya inflamasi, rasa
gatal, dan ketidaknyamanan. Mikosis ini menyebabkan adanya pembengkakan,
pengelupasan epitel superfisial, adanya penumpukan debris yang berbentuk hifa,
disertai supurasi dan nyeri.2 Pruritus merupakan manifestasi klinis yang paling
sering dijumpai pada otomikosis dengan persentase temuan klinis mencapai
89%.14 Di samping pruritus, telinga penuh juga menjadi salah satu gejala yang
umum dikeluhkan pasien. Pertumbuhan jamur yang bercampur dengan epitel
debris dan serumen membentuk sumbat mikotik yang khas. Hal ini menimbulkan

28
gejala telinga tersumbat. Studi oleh Singh et al (2018) menunjukkan bahwa
telinga tersumbat menyumbang 87,5% dari keluhan otomikosis. Keluhan lain
yang dapat dijumpai yaitu nyeri telinga, keluar cairan dari telinga, tinnitus, dan
gangguan pendengaran.14 Apabila dikaitkan dengan keluhan pasien pada kasus,
maka hal ini mengarahkan diagnosis pada otomikosis karena keluhan utama
pasien adalah gatal pada telinga kiri disertai keluhan tambahannya berupa telinga
kiri terasa penuh, nyeri pada telinga kiri, keluar cairan dari telinga kiri, dan
telinga kiri berdenging. Apabila ditinjau dari faktor risiko otomikosis, pasien
pada kasus memiliki faktor-faktor risiko tersebut mulai dari faktor lingkungan
dimana prevalensi otomikosis terkait dengan wilayah demografis dengan tingkat
kelembaban yang tinggi di daerah tropis seperti Indonesia, lalu faktor yang
berpengaruh terhadap perubahan lapisan epitel yakni trauma mikro yang berasal
dari kebiasaannya mengorek telinga dengan cotton bud. Selain itu, kebiasaan
menggunakan headset dan memakai jilbab dalam kondisi rambut tidak kering
juga merupakan faktor predisposisi otomikosis karena hal tersebut meningkatkan
kelembaban di liang telinga dan menciptakan lingkungan yang ideal untuk
pertumbuhan jamur serta transformasi jamur saprofit menjadi patogen.16
Temuan yang didapat dari anamnesis perlu dibuktikan dengan
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan otoskopi menunjukkan adanya hifa berwarna
kehitaman di meatus akustikus eksternus. Adanya hifa membuktikan bahwa
pasien mengalami infeksi jamur. Bercak karena Aspergillus niger cenderung
berwarna gelap kehitaman, sedangkan Candida albicans sering membentuk tikar
miselia (mycelia mats) berwarna putih dan saat bercampur dengan serumen akan
tampak kekuningan. Pada kasus, temuan hifa kehitaman mengarahkan pada
otomikosis karena jamur Aspergillus. Dengan demikian, dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik, dapat disimpulkan bahwa diagnosis kerja pasien pada kasus
adalah otomikosis auris sinistra.
Konfirmasi diagnosis otomikosis ditegakkan dengan pemeriksaan
penunjang yang cukup sederhana, yaitu dengan memeriksa sampel debris atau
swab bercak pada kaca preparat yang difiksasi dengan larutan KOH 10–30%.
Selanjutnya dilihat melalui mikroskop dan akan tampak hifa lebar, berseptum,
kadang dapat ditemukan spora kecil jamur dengan diameter 2–3 U. Selain
pewarnaan dengan KOH, pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan

29
yaitu kultur debris dari liang telinga dengan menggunakan media agar
Saboraud’s dextrose, dan dieramkan pada suhu kamar. Koloni akan tumbuh
dalam satu minggu berupa koloni filamen berwarna putih. Dengan mikroskop
tampak hifa-hifa lebar dan pada ujung-ujung hifa dapat ditemukan sterigma dan
spora berjejer melekat pada permukaannya.15
Terapi efektif pada pasien dengan kolonisasi kronis Aspergillus pada
kanalis akustikus eksternus adalah aural toilet atau membersihkan telinga yang
bersifat efektif, menjaga telinga tetap kering, meminimalisir faktor predisposisi,
identifikasi organisme penyebab dan mengeliminasi otomikosis dengan
menggunakan antifungi yang efektif baik antifungi spesifik ataupun nonspesifik.
Keuntungan anti jamur topikal yaitu aplikasi lokal, konsentrasi yang diinginkan
dari obat pada permukaan kulit akan dicapai tak lama setelah aplikasi, dan
konsentrasi yang lebih tinggi dari anti jamur tersebut pada lokasi yang terinfeksi.
Pasien otomikosis dengan membran timpani yang intak dapat menggunakan
formulasi anti jamur antara lain, salep, gel, dan krim. Ketika membran timpani
perforasi, obat-obat ini tidak boleh digunakan karena partikel kecil dari krim,
salep, atau gel dapat menyebabkan peradangan, dengan perkembangan jaringan
granulasi di telinga tengah. Obat topikal anti jamur yang soluble (obat tetes
telinga atau strip kasa diresapi dengan solution) sebagai pengobatan membran
timpani perforasi sangat dianjurkan. Yang perlu dipertimbangkan agar tepat
memilih obat anti jamur topikal yaitu antara lain kelarutannya dalam air, risiko
rendah ototoksik, efek alergi rendah setelah pemberian berulang, obat
antimikotik spektrum luas dengan efek lokal yang baik terhadap ragi dan jamur,
cocok untuk aplikasi pada pasien anak dan tersedia di pasaran.20,21
Pada kasus, pasien diberikan antifungi topikal berupa ketokonazole krim
2%. Ketokonazole merupakan antifungi golongan azole yang bekerja dengan
cara mengganggu sintesis ergosterol yang merupakan unsur pokok yang spesifik
pada membran sel jamur. Ketokonazol memiliki efek antijamur dengan spektrum
luas dan efektivitas tinggi sebesar 95–100%, berinteraksi dengan C-14 alfa
dimetilase (enzim 450 sitokom) untuk menghambat demetilasi lanosterol
menjadi ergosterol. Ketokonazol menghambat biosintesis trigliserida, fosfolipid,
dan aktivitas enzim oksidatif atau peroksidatif, menghasilkan konsentrasi
hidrogen peroksida yang toksik pada intraseluler.21

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Kiakojori K, Jamnani NB, Khafri S, Omran SM. Assessment of Response


to Treatment in Patients with Otomikosis. Iran J Otorhinolaryngol. 2018
Jan; 30(96): 41–47.

2. Prasad SC, Kotigadde S , Shekhar M, Thada DN, Prabhu P, et. al. Primary
Otomikosis in the Indian subcontinent: predisposing factors, microbiology,
and classification. Int J Microbiol. 2014;

3. Ali K, Hamed MA, Hassan H, Esmail A, Sheneef A. Identification of


fungal pathogens in Otomikosis and their drug sensitivity: our experience.
Int Arch Otorhinolaryngol.2018.22(4):400–3.

4. MahmoudabadiAZ, Masoomi SA, Mohammadi H. Clinical and


mycological studies of Otomikosis. Pak J Med Sci. 2010;26(1):187-190.

5. Wiegand S, Berner R, Schneider A, Lundershausen E, Dietz A. Otitis


externa: investigation and evidence-based treatment. Dtsch Arztebl Int.
2019; 2019; 116: 224-34.

6. Vennewald I, Nat R, Klemm E. Otomikosis: diagnosis and treatment. Clin


Dermatol. 2010; 28(2):202–11.

7. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter


Indonesia. Jakarta. 2019.

8. Sherwood L. Human Physiology From Cells to Systems. 9th ed.


Massacheusetts: Cengage Learning; 2016.

9. Watkinson JC, Clarke RW. Anatomy and Embryology of External and


Middle Ear. In: Kubba H, Clarke RW, Aldren CP, editors. Scott-Brown’s
Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery Volume 2 Paediatrics, The
Ear, and Skull Base Surgery. 8th ed. Massacheusetts: CRC Press;

10. Medina-Blasini Y, Sharman T. Otitis Externa [Internet]. StatPearls


Publishing. 2022 [cited 2023 Feb 18]. Available from:

31
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK556055/

11. Waitzman AA. Otitis Externa [Internet]. Medscape. 2022 [cited 2023 Feb
18]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/994550-
overview#a1

12. Soepadi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restu RD. Gangguan


Pendengaran dan Kelainan Telinga. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. 7th ed. Jakarta: Universitas
Indonesia Publishing; 2020.

13. Abdelazeem M, Gamea A, Mubarak H, Elzawawy N. Epidemiology,


causative agents, and risk factors affecting human Otomikosis infections.
Turk J Med Sci. 2015 Jun 27;45(4):820–6.

14. Singh TD, Sudheer CP. Otomikosis: a clinical and mycological study.
International Journal of Otorhinolaryngology and Head and Neck Surgery.
2018 Jun 23;4(4):1013.

15. Edward Y, Irfandy D. Otomikosis. Jurnal Kesehatan Andalas [Internet].


2012 [cited 2023 Feb 18];1(2). Available from:
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/59/54

16. Abdullah I, Ahmed S, Alzaid S, Aljasser MF, Khwaji MO, Ibrahim AB, et
al. Literature Review on Patient Demographics, Risk Factors and
Causative Agents of Otomikosis. Available online www.ijpras.com
International Journal of Pharmaceutical Research & Allied Sciences
[Internet]. 2019;8(4):111–5. Available from: www.ijpras.com

17. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia


[Internet]. Jakarta; 2012 Mar [cited 2023 Feb 18]. Available from:
http://www.kki.go.id/assets/data/arsip/SKDI_Perkonsil,_11_maret_13.pdf.

18. Wiegand, S., Berner, R., Schneider, A., Lundershausen, E., & Dietz, A.
(2019). Otitis Externa. Deutsches Arzteblatt international, 116(13), 224–
234. https://doi.org/10.3238/arztebl.2019.0224

32
19. Linstorm C. Disease of external ear. In: Johnson J, ed. Bailey’s head and
neck surgery otolaryngology. 5th ed. Philadelphia: Lippincot Co; 2014. p.
2333-40

20. Philip A, Thomas R, Job A, Sundaresan VR, Anandan S, Albert RR.


Effectiveness of 7.5 percent povidone iodine in comparison to one percent
clotrimazole with lignocaine in the treatment of Otomikosis. ISRN
Otolaryngol. 2013;

21. Halawa AS, Khan MA, Alrobaee AA, AlShobailii AH. Otomikosis with
perforated tympanic membrane: self medication with topical antifungal
solution versus medicated ear wick. Int J Health Sci. 2012; 6(1):73–7.

33

Anda mungkin juga menyukai