TESIS
TESIS
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa,
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada
penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena
itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Iwan Ariawan, MSPH selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu,
tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini;
2. Dr. Dra. Rita Damayanti, MSPH selaku dosen penguji seminar proposal sampai dengan
sidang tesis yang telah meluangkan waktunya
3. Dr. Mieke Savitri, M.Kes selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu
4. Sukarno, S.Kom, MMSi dan Vita Yulia Dewi, Spsi, MAPS yang telah meluangkan
waktu
5. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan
moral dalam penyusunan tesis ini.
6. Sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan Tesis ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.
iv
Kata kunci:
Seks Pranikah, Pengetahuan KRR, PIK-R/M, NAPZA
ABSTRACT
vi
BAB 6 PEMBAHASAN................................................................................................ 72
6.1 Keterbatasan penelitian ...................................................................................... 72
6.2 Gambaran Perilaku Seksual Pranikah di Indonesia ........................................... 73
6.3 Hubungan Pengetahuan KRR dengan Perilaku Seks Pranikah .......................... 75
6.3 Hubungan Keikutsertaan PIK R/M dengan Perilaku Seks Pranikah................. 82
6.3 Hubungan Penggunaan NAPZA dengan Perilaku Seks Pranikah..................... 84
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................88
viii
Tabel 5.1 Persentase perilaku seksual pranikah remaja, Indonesia 2015 ...................37
Tabel 5.2 Gambaran pengetahuan remaja tentang masa subur, Indonesia 2015 .........37
Tabel 5.3 Gambaran pengetahuan remaja tentang masa subur, Indonesia 2015
usia sebaiknya menikah................................................................................38
Tabel 5.4 Gambaran pengetahuan remaja tentang usia sebaiknya menikah
dan mempunyai anak, Indonesia 2015 .......................................................37
ix
Universitas Indonesia
Gambar 2.1. Interralated Conceptual Domains of Risk Factors & Positive Factors ...... 13
xi
Universitas Indonesia
Lampiran 3 Kuisioner
xii
xiii
Universitas Indonesia
Remaja mengalami perubahan fisik dan fungsi fisiologis menyebabkan daya tarik
terhadap lawan jenis yang menimbulkan dorongan seksual. Remaja dalam mencari
pengetahuan tentang seks ada yang melakukannya secara terbuka bahkan mengadakan
eksperimen dalam kehidupan seksual, seperti berciuman, bercumbu dan melakukan aktifitas
lain yang menuntut keintiman fisik ketika berpacaran seperti melakukan seksual pranikah
(Kusmiran, 2011).
Penerimaan seks panikah selama delapan tahun terakhir telah berpindah dari 44
persen di tahun 2004 menjadi 58 persen di tahun 2012 remaja menganggap tidak ada yang
salah dengan seks sebelum menikah (Alter, 2015). Di Eropa seperti di Spanyol, Itali dan
Prancis sekitar 47 persen mengatakan seksual pranikah secara moral dapat diterima dan tidak
menjadi masalah moral sama sekali. Penerimaan seks panikah di Amerika Serikat sebanyak
29 persen mengatakan seksual pranikah secara moral dapat diterima dan 36 persen remaja
berpendapat bahwa seksual pranikah bukan masalah moral sama sekali (Statista Ltd, 2018).
Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2015
menunjukkan sebanyak 77,6% remaja lelaki dan perempuan pernah berpacaran, sedangkan
remaja yang tidak berpacaran sebanyak 22,4%. Sebanyak 54,7% usia pertama kali berpacaran
remaja berusia 15-17 tahun. Remaja yang berpacaran memiliki risiko untuk melakukan
hubungan seksual pranikah. BKKBN juga menyebutkan remaja yang pada saat berpacaran
melakukan pegangan tangan sebanyak 86,4%, berciuman sebanyak 31,7% remaja,
meraba/merangsang bagian tubuh tertentu yang sensitif seperti sekitar kelamin, payudara,
paha 12,0% remaja, dan sudah melakukan hubungan seks bebas sebesar 5% remaja
(BKKBN, 2015). Jumlah ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2013 yaitu 2,7% dan
pada tahun 2014 sebanyak 4,7% (BKKBN, 2014).
Lima provinsi dengan jumlah presentase tertinggi remaja yang sudah melakukan
hubungan seksual prani nikah adalah Maluku Utara (19,8%), Sulawesi Utara (18,9%), Papua
(18,1%), Maluku (15,4%) dan Nusa Tenggara Timur (11,1%) (Abdurrajak, et al., 2016)
(BKKBN, 2015). Abdullahi dan Umar (2013) mengatakan perilaku seksual pranikah akan
menimbulkan beberapa konsekuensi. Konsekuensi biologis dari perilaku seksual pranikah
adalah kehamilan yang tidak diinginkan, IMS, HIV/AIDS, dan aborsi. Konsekuensi
psikologis seperti depresi, fobia, rasa bersalah, penyesalan, stres sosial. Konsekuensi sosial
seperti kehilangan dukungan keluarga, kehilangan harga diri dan dikucilkan teman. Dampak
perilaku seksual pranikah ini akan mempengaruhi mental dan kesejahteraan remaja
(Vasilenko, et al., 2012).
Data WHO tahun 2016 menunjukkan 21 juta anak perempuan berusia 15-19 tahun di
negara berkembang menjadi hamil setiap tahun, setengah dari kehamilan yaitu 49%
merupakan kehamilan yang tidak diinginkan, dan hanya 40% remaja yang menggunakan
metode kontrasepsi saat melakukan hubungan seks. Kehamilan yang tidak diinginkan
disebabkan berbagai faktor seperti kemiskinan, kurangnya pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi serta status pendidikan yang rendah. Nasution (2010) mengatakan ada hubungan
pengetahuan kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual pranikah pada remaja.
Universitas Indonesia
Kehamilan remaja merupakan faktor risiko dari putusnya sekolah, pengangguran di masa
depan, IMS dan HIV, kesehatan mental yang buruk serta kelahiran prematur (Adogu, et al.,
2014). Kehamilan yang tidak diinginkan menyebabkan tingginya aborsi pada remaja. WHO
menyebutkan tingkat kasus aborsi di Indonesia merupakan tertinggi di Asia Tenggara, yaitu
dua juta kasus dari jumlah kasus di negara-negara ASEAN yang mencapai 4,2 juta kasus
pertahun (Sarwono, 2015). Selain itu, kehamilan remaja berisiko melahirkan prematur, berat
badan lahir rendah (BBLR), perdarahan persalinan yang dapat meningkatkan kematian ibu
dan bayi. Hasil Survei Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan angka
kematian neonatal, post natal, bayi dan balita pada ibu yang berusia kurang dari 20 tahun lebih
tinggi dibandingkan pada ibu usia 20-39 tahun (Kemenkes, 2014).
Menurut Kemenkes (2017) selain kehamilan, remaja sering tidak mengetahui gejala
Infeksi Menular Seksual (IMS), hanya 9,9 persen remaja perempuan dan 10,6 persen remaja
lelaki memiliki pengetahuan komprehensif mengenai IMS dan HIV-AIDS. Seksual pranikah
mempengaruhi kejadian HIV dan IMS. Remaja yang memiliki durasi lebih lama dalam
melakukan seksual pranikah lebih mungkin memiliki banyak pasangan seksual sehingga
kemungkinan terkena HIV dan IMS lebih tinggi (Ghebremichael & Finkelman, 2013). Pada
tahun 2013 ada 35 juta orang hidup dengan HIV yang meliputi 16 juta perempuan dan 3,2 juta
anak berusia kurang dari 15 tahun dan jumlah kematian akibat AIDS terdiri dari 1,3 juta
dewasa dan 190.000 anak berusia kurang dari 15 tahun. Kasus AIDS di Indonesia paling
banyak terjadi pada kelompok usia muda yaitu 20-29 tahun (32,9%) dan pada kelompok
heteroseksual (61,5%) (Kemenkes, 2014). Tingginya prevalensi HIV/AIDS dan IMS
menjadikan perilaku seksual remaja sebagai prioritas kesehatan utama masyarakat (Noroozi,
et al., 2014).
Pendidikan kesehatan reproduksi remaja diperlukan agar pemahaman, sikap, dan perilaku
positif remaja meningkat. Remaja seringkali merasa tidak nyaman untuk membicarakan
seksualitas dan reproduksi kepada orang tua karena dianggap tabu, sehingga remaja mencari
alternatif lain untuk mendapatkan informasi seperti teman dan media massa yang dapat
menimbulkan pemahaman yang salah. Program kesehatan reproduksi remaja di kampus dan
sekolah sangat diperlukan dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan
reproduksinya (Wulandari, et al., 2012). Remaja yang menerima pendidikan seksual remaja
memiliki risiko lebih rendah mengalami kehamilan remaja dibandingkan remaja yang tidak
mendapat pendidikan seksual remaja (Kohler, et al., 2008). Pemerintah (Tim dari BKKBN)
telah melaksanakan dan mengembangkan program Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan
Reproduksi Remaja (PIK-Remaja/Mahasiwa) sebagai wadah/tempat informasi yang
bertujuan agar remaja mudah memperoleh informasi tentang kesehatan reproduksi remaja
(KRR) dan konseling tentang kesehatan reproduksinya.
Perilaku seksual pranikah remaja dapat terjadi akibat remaja sulit memperoleh
informasi kesehatan reproduksi, sehingga BKKBN membentuk suatu wadah/tempat bagi
remaja untuk memperoleh informasi dan konseling kesehatan reproduki remaja seperti Pusat
Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-Remaja/Mahasiswa)
(Kemenkes, 2012). Masih kurangnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi,
tingginya penggunaan NAPZA pada remaja, dan masih rendahnya awarness remaja tentang
PIK Remaja/Mahasiswa yang hanya 22,6% remaja yang pernah mendengar PIK
Remaja/Mahasiswa dan dari yang pernah mendengar PIK Remaja/Mahasiswa hanya 22,8%
yang mengikuti kegiatan PIK-Remaja/Mahasiswa akan sangat merugikan karena remaja
dikhawatirkan tidak dapat melindungi dirinya terhadap risiko kesehatan reproduksi yang
berdampak pada kehamilan remaja, pernikahan usia muda, tingkat aborsi yang tinggi, dan
meningkatnya penyakit kelamin dan HIV/AIDS di kalangan remaja (BKKBN, 2015).
Universitas Indonesia
Selain pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada remaja yang masih rendah,
penggunaan alkohol dan narkoba mempengaruhi remaja dalam perilaku seksual. Menurut
survei yang dilakukan oleh Kaiser Family Foundation 1 dari 5 remaja yang aktif secara
seksual dan kehilangan keperawanan mengatakan bahwa mereka menggunakan narkoba dan
alkohol (Hendricks, 2007).
Pendidikan seks adalah cara paling efektif untuk memperbaiki pengetahuan, sikap dan
kemampuan remaja untuk mencegah dampak perilaku berisiko pada remaja seperti mencegah
penggunaan NAPZA dan perilaku seksual (Ramiro, et al., 2011). Pemerintah (Tim dari
BKKBN) telah melaksanakan dan mengembangkan program Pusat Informasi dan Konseling
Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-Remaja/Mahasiwa) sebagai wadah informasi, sehingga
remaja dapat membangun perilaku seksual yang lebih bertanggung jawab dan melindungi
remaja dari risiko pernikahan dini, kehamilan yang tidak dikehendaki, aborsi, Infeksi Menular
Seksual (IMS), HIV/AIDS, kekeraan seksual, dan penggunaan NAPZA. Berdasarkan paparan
di atas peneliti ingin melakukan penelitian untuk menganalisis hubungan pengetahuan
kesehatan reproduksi remaja, pengggunaan NAPZA dan keikutsertaan PIK-
Remaja/Mahasiswa dengan perilaku seksual panikah pada remaja di Indonesia tahun 2015.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian ini adalah :
1. Bagaimana gambaran remaja usia 15-24 yang pernah melakukan hubungan seksual
pranikah di Indonesia tahun 2015 ?
3. Bagaimana hubungan perilaku seksual pranikah pada remaja yang mengikuti dan tidak
mengikuti kegiatan PIK-Remaja/Mahasiswa tahun 2015 ?
4. Bagaimana hubungan perilaku seksual pranikah pada remaja yang mengkonsumsi dan
tidak mengkonsumsi NAPZA tahun 2015 ?
4. Diketahui hubungan perilaku seksual pranikah pada remaja yang mengkonsumsi dan
tidak mengkonsumsi NAPZA tahun 2015 ?
Universitas Indonesia
2.1 Remaja
2.1.1 Definisi Remaja
Remaja atau “adolescense” (inggris) berasal dari bahasa latin “adolescere” dapat
diartikan sebagai tumbuh ke arah kematangan, mencakup kematangan mental, emosional,
sosial dan fisik (Lubis, 2013). WHO (1974) dalam Lubis (2013) memberikan definisi remaja
yang lebih bersifat konseptual, yaitu remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-20 tahun,
dimana individu mengalami perkembangan secara biologis, psikologis dan sosial ekonomi.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk
dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
(BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun (Kemenkes, 2014).
Seksual biologis berhubungan erat dengan ciri seks primer dan sekunder. Ciri seks
primer timbul sejak lahir, yaitu alat kelamin luar (genitalia eksterna) dan alat kelamin dalam
(genitalia interna). Ciri seks sekunder timbul saat seseorang meningkat dewasa, misalnya
berkembangnya payudara dan perubahan suara laki-laki. b. Identitas seksual dan identitas
gender
Identitas seksual adalah konsep diri pada individu yang menyatakan dirinya laki-laki
atau perempuan. Identitas seksual banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan orang tua.
Identitas gender adalah penghayatan perasaan kelaki-lakian atau keperempuaan yang
Universitas Indonesia
c. Perilaku seksual
Perilaku seksual adalah interaksi antara tingkah laku seksual dan tingkah laku gender.
Tingkah laku seksual didasari oleh dorongan seksual untuk mencari dan memperoleh
kepuasaan seksual, yaitu orgasmus. Tingkah laku gender adalah tingkah laku dengan konotasi
maskulin atau feminim di luar tingkah laku seksual. Perilaku seksual mulai tampak setelah
seorang anak menjadi remaja.
Dua aspek penting pada fase remaja yang harus dipersiapkan secara psikologis adalah
sebagai berikut :
a. Orientasi seksual
Orientasi seksual ditandai dengan rasa ingin tahu yang kuat dan kebutuhan akan
informasi yang berhubungan dengan seks. Relasi heteroseksual manusia pada umumnya yaitu
pengidolaan (terhadap figur tertentu), cinta monyet (perasaan ketertarikan seksual terhadap
lawan jenis yang masih berpindah-pindah), pacaran (menjalin komitmen), bertuangan (going
steady) dan menikah. b. Peran seks
Peran seks adalah menerima dan mengembangkan peran serta kemampuan tertentu sesuai
dengan jenis kelaminnya. Perubahan nilai dan norma tentang seks yang terjadi dapat menimbulkan
berbagai persoalan bagi remaja seperti pelacuran, penyakit kelamin menular, penyimpangan
seksual, kehamilan di luar nikah, aborsi, dan sebagainya.
a. Mencegah dan melindungi remaja dari perilaku seksual berisiko yang dapt
mempengaruhi kesehatan reproduksi. Perilaku seksual berisiko dapat mengakibatkan
kehamilan yang tidak diinginkan, perilaku seksual berganti-ganti pasangan, aborsi
tidak aman, dan perilaku berisiko tertular Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk
HIV.
Menurut program kerja WHO IX (1996-2001) dalam buku Lubis (2013) menyebutkan
masalah kesehatan reproduksi ditinjau dari pendekatan siklus kehidupan keluarga meliputi :
a. Pengetahuan tentang sistem reproduksi, proses reproduksi, alat reproduksi, dan hakhak
reproduksi
Universitas Indonesia
2.2 Perilaku
2.2.1 Definisi Perilaku
Perilaku dari aspek biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk
hidup yang bersangkutan. Aktivitas tersebut dapat diamati secara langsung dan tidak langsung
(Kholid, 2015). Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan perilaku adalah
respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Responden setiap
orang berbeda tergantung faktor yang disebut determinan perilaku, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal.
Determinan atau faktor internal, yaitu karakteristik orang yang bersangkutan dan bersifat
given atau bawaan seperti tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan
sebagainya. Determinan atau faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial
budaya ekonomi, politik. Faktor lingkungan merupakan faktor dominan yang mempengaruhi
perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003).
.
2.2.2 Perilaku Seksual
Menurut Sarwono (2015) perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh
hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Lubis (2013)
menjelaskan remaja melakukan berbagai macam perilaku seksual berisiko yang terdiri atas
tahapan-tahapan tertentu, yaitu dimulai dari berpegangan tangan, cium kering, cium basah,
berpelukan, memegang atau meraba bagian sensitif, petting, oral sex dan bersenggama (sexual
intercouse). Perilaku seksual pranikah pada remaja akan mengakibatkan berbagai dampak,
diantaranya :
1. Dampak psikologis seperti perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah
dan berdosa.
2. Dampak fisiologis seperti menimbulkan kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi.
10
PBT menggunakan sebuah pendekatan sistem, setiap domain terdiri dari dorongan
(faktor risiko) dan struktur kontrol (faktor protektif) bertindak bersama untuk menghasilkan
keadaan menyimpang atau sebaliknya. Domain pada PBT terdiri dari Biology and Genetic,
Social environment, Personality dan Behavior.
Universitas Indonesia
Faktor risiko dan faktor protektif dalam domain Biologi/genetika adalah riwaat
keluarga alkoholisme dan kecerdasan tinggi (Jessor, 1998). Beberapa orang mungkin
mempunyai kecenderungan mecandu alkohol, tetapi faktor emosi tampaknya juga
berpengaruh. Banyak pecandu alkohol sering kali memendam perasaan negatif mengenai diri
mereka sendiri. Beberapa diantara mereka bahkan dibesarkan oleh orang tua yang peminum.
Bagi orang-orang seperti itu, minum alkohol bisa membuat mereka melupakan luka emosi.
12
b. Social environment
Risk Factors
Faktor-faktor risiko lingkungan sosial termasuk anomie normatif, kemiskinan,
ketidaksetaraan ras, dan peluang tidak sah (Jessor, 1998). Tidak ada penelitian yang meneliti
anomie normatif. Pengadaan alkohol oleh orang tua dikaitkan dengan masalah minum,
mendukung peluang tidak sah sebagai faktor risiko (Branstrom, Sjostrom, & andreasson,
2007)
Universitas Indonesia
Studi yang mengeksplorasi kemiskinan juga melaporkan hasil yang beragam. Konsisten
dengan efek yang diharapkan dari faktor risiko, kemiskinan dikaitkan dengan suasana hati
yang tertekan (Costello, Swendsen, Rose, & Dierker, 2008). dan status sosial ekonomi yang
tinggi (SES), adalah pelindung terhadap ide bunuh diri (Park, Schepp, Jang, & Koo, 2006).
Sebaliknya, kemiskinan bukan merupakan faktor risiko pada remaja SES rendah yang lebih
cenderung jatuh ke dalam kelompok perilaku normal, sedangkan remaja dari SES menengah
lebih cenderung menjadi anggota kelompok perilaku menyimpang (Bartlett et al., 2006). Studi
menggunakan kemiskinan sebagai variabel kontrol gagal menunjukkan hubungan antara
masalah minum dan penggunaan marijuana (Branstrom,
Sjostrom, & andreasson, 2007), atau penggunaan ganja dan tembakau (Graves, Fernandez, Shelton,
Frabutt, & Williford, 2005).
Protective factors
Sekolah berkualitas, sumber lingkungan, keluarga yang kohesif, dan orang dewasa yang
tertarik adalah faktor pelindung lingkungan sosial (Jessor, 1998). Tidak ada penelitian
terhadap orang dewasa yang tertarik sesuai dengan kriteria pencarian. Sekolah berkualitas dan
sumber daya lingkungan yang melindungi terhadap penggunaan alkohol, tembakau, dan obat-
obatan lainnya (ATOD) (Cleveland, Feinberg, Bontempo, & Greenberg, 2008). Keluarga
kohesi adalah pelindung terhadap merokok dan sebagai dukungan keluarga menurun,
kemungkinan merokok meningkat. Dukungan / lampiran keluarga menurunkan kemungkinan
penggunaan ATOD (Cleveland, Feinberg, Bontempo, & Greenberg, 2008), dan melindungi
terhadap masalah dari penggunaan narkoba dan alkohol. Keluarga kohesi juga melindungi
terhadap suasana hati depresi (Costello et al., 2008) dan ide bunuh diri (Eskin, Ertekin,
Dereboy, & Demirkiran, 2007). Sebagai alternatif, penelitian tidak menemukan hubungan
antara dukungan orang tua dan perilaku masalah (Barlett, HolditchDavis, Belyea, Halpern,
& Beeber, 2006); Bennett, 2007), atau antara kohesi keluarga dan ide bunuh diri atau upaya
(Fitzpatrick, Piko, & Miller, 2008).
14
c. Perceived environment
Lingkungan yang dirasakan termasuk norma-norma sosial yang memandu perilaku dan
bersifat protektif ( (Jessor, Graves, Hanson, & Jessor, 1968). Tingkat paparan perilaku
menyimpang dan dukungan sosial untuk atau melawan perilaku memiliki efek langsung pada
kemungkinan perilaku menyimpang. Prevalensi tinggi dari perilaku berisiko atau
menyimpang memberikan kesempatan untuk terlibat dalam perilaku tersebut (Jessor & Jessor,
1977).
Risk Factors
Faktor risiko dalam lingkungan yang dirasakan termasuk model untuk perilaku menyimpang
dan konflik normatif orangtua-teman (Jessor, 1998). Studi yang menyelidiki konflik normatif
teman-teman tidak ditemukan. Model orangtua dan sebaya untuk perilaku menyimpang
dilaporkan lebih jarang pada remaja yang lebih muda, dan peningkatan frekuensi pada remaja
yang lebih tua (Wills et al., 2004). Kriminalitas orang tua dikaitkan dengan partisipasi dalam
perilaku masalah (Bennett, 2007). Hasil campuran dalam kaitannya dengan kejahatan orang
tua dilaporkan, dengan peningkatan penggunaan tembakau, tetapi penurunan penggunaan
marijuana (Graves et al., 2005).
Zat menggunakan kegiatan oleh orang dewasa yang penting seperti orang tua, guru, atau
mentor lainnya memberikan model perilaku menyimpang. Pemuda dengan orang tua yang
menggunakan ATOD lebih cenderung merokok dan / atau menggunakan ganja (Graves, et
al., 2005), dan merokok oleh orang dewasa penting adalah prediksi dari terus merokok Teman
yang melanggar norma juga menyediakan model untuk perilaku menyimpang, dan siswa yang
melaporkan teman seperti itu lebih mungkin untuk melaporkan masalah minum, asap rokok
Universitas Indonesia
Protective factors
Dua faktor protektif dari lingkungan yang dirasakan adalah model untuk perilaku
konvensional, dan kontrol yang tinggi terhadap perilaku menyimpang (Jessor, 1998). Kriteria
pencarian tidak menemukan studi model untuk perilaku konvensional. Kontrol tinggi terhadap
perilaku menyimpang adalah protektif terhadap penggunaan ganja dan rokok
(Graves, dkk., 2005), masalah minum (Branstrom, dkk., 2007), penggunaan ATOD
(Cleveland, dkk., 2007), dan merokok (Ellickson , et al., 2008). Literatur saat ini mendukung
kontrol tinggi terhadap perilaku menyimpang sebagai pelindung dalam populasi bervariasi
dalam kaitannya dengan penggunaan ATOD dan masalah minum. Studi yang menyelidiki
perilaku risiko lain yang terkait dengan faktor pelindung ini tidak ditemukan
d. Personality
Sistem kepribadian mengandung variabel tingkat individu, daripada faktor sosial. Perilaku
didasarkan pada sosialisasi masa lalu dan harapan sistem sosial saat ini (Jessor, et al., 1968).
Pemuda dengan toleransi terhadap penyimpangan, yang mendapatkan kepuasan dari kegiatan
tanpa menderita konsekuensi negatif, lebih cenderung terlibat dalam perilaku menyimpang
(Jessor, et al., 1968; Jessor & Jessor, 1977).
Risk Factors
Faktor risiko untuk domain ini termasuk peluang hidup yang dirasakan rendah, harga diri
rendah, dan kecenderungan mengambil risiko (Jessor, 1998). Kesempatan hidup yang
dirasakan rendah memprediksi berbagai perilaku masalah (Vazsonyi, et al., 2008). Risk taking
propensity adalah prediktor penggunaan ATOD (Cleveland, dkk., 2008) dan telah dikaitkan
16
2008), ide bunuh diri (Fitzpatrick, et al. ., 2008; Park, et al., 2006), dan upaya bunuh diri
(Fitzpatrick, et al., 2008).
Konsisten dengan teori perilaku masalah, literatur mendukung faktor risiko dalam domain
kepribadian sebagai perilaku yang mempengaruhi, termasuk perilaku masalah, suasana hati
depresi, penggunaan ATOD, ide bunuh diri, dan usaha bunuh diri. Variabel tingkat individu
sangat menonjol dan memiliki kehadiran harian konstan untuk remaja, yang mungkin
menganggap diri mereka tak terkalahkan (Elkind, 1984).
Protective factors
Faktor pelindung dalam domain kepribadian termasuk nilai pada pencapaian, nilai pada
kesehatan, dan intoleransi penyimpangan (Jessor, 1998). Pemuda yang melaporkan nilai pada
kesehatan dan nilai pada prestasi juga melaporkan partisipasi yang cukup dalam aktivitas fisik
dan kebiasaan makan yang sehat (Boshoff, Dollman, & Magarey, 2007). Nilai pada
pencapaian adalah prediksi dari onset merokok yang tertunda (Wills, et al., 2004). Literatur
memiliki beberapa contoh khusus untuk faktor domain kepribadian. Ada kemungkinan bahwa
lebih banyak contoh dari studi ini ada, tetapi kriteria pencarian, yang menetapkan perilaku
berisiko, tidak cukup menangkap perilaku yang berhubungan dengan kesehatan.
e. Behaviors
Domain perilaku memiliki risiko dan variabel pelindung, dan mencakup perilaku yang
dapat diterima dan tidak dapat diterima. Tindakan yang memenuhi norma yang diterima secara
sosial sesuai untuk remaja. Contohnya termasuk kehadiran di gereja, prestasi akademik,
danmengikuti kegiatan ekstrakulikuler (Jessor & Jessor, 1977).
Risk Factors
Dua faktor risiko dalam domain ini termasuk masalah minum dan sekolah yang buruk
(Jessor, 1998). Tidak ada studi yang ditemukan terkait dengan sekolah yang buruk. Dukungan
untuk masalah minum sebagai hasil, tetapi tidak sebagai faktor risiko dilaporkan. Masalah
Universitas Indonesia
Protective factors
Faktor protektif dari sistem perilaku termasuk kehadiran di gereja, dan keterlibatan di sekolah
dan klub sukarela. Penelitian di bidang ini terbatas. Religiusitas telah berkorelasi negatif
dengan penggunaan ATOD (Feinberg, Ridenour, & Greenberg, 2007). Remaja yang merasa
terhubung dengan komunitas spiritual melaporkan kurang ide bunuh diri, tetapi tidak ada
hubungan antara religiusitas dan ide bunuh diri atau upaya (Fitzpatrick, et al., 2008).
2. Teori WHO
Teori WHO dalam Notoatmodjo (2003) mengatakan ada empat alasan pokok yang
menyebabkan seseorang berperilaku tertentu, yaitu :
d. Orang Penting sebagai referensi, perilaku seseorang lebih banyak dipengaruhi oleh
orang-orang yang dianggap penting seperti guru, ulama, kepaa adat, kepala desa, dan
sebagainya
18
Jenis kelamin merupakan faktor penting dalam memahami perilaku seksual. Laki-laki
cenderung melakukan hubungan seks dan bersikap lebih permisif dibandingkan perempuan
(Xiayun, et al., 2012). Remaja laki-laki berpeluang memiliki perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran lebih besar dibandingkan dengan remaja perempuan. Hormon testosteron
menyebabkan seorang lelaki lebih sensitif terhadap stimulasi yang menimbulkan sensasi
seksual. Kadar testosteron dalam darah membuat otak mengaktifkan pikiran termasuk
berfantasi seks (Rusmiati & Hastono, 2015). Remaja putri berbeda dengan laki-laki yang
menghubungkan seks dengan cinta sedangkan remaja pria kecenderungan ini jauh lebih kecil
(Casell, 1984 dalam Sarwono 2015).
2. Umur
Remaja berusia 20-24 tahun berpeluang lebih besar melakukan perilaku seksual berisiko
dibandingkan remaja berusia 15-19 tahun. Usia mempengaruhi perkembangan organ
reproduksi yang akan meningkatkan dorongan seksual sehingga seseorang mulai merasakan
ketertarikan terhadap lawan jenisnya dan meningkatnya keinginan untuk mendapatkan
kepuasan seksual. Remaja umur 20-24 tahun dibandingkan remaja umur 15-19 tahun memiliki
jarak yang lebih panjang antara usia pubertas dan menikah sehingga menyebabkan risiko
kesehatan seksual yang muncul semakin besar seperti meningkatnya hubungan seksual
pranikah (Rusmiati & Hastono, 2015).
Penelitian yang dilakukan oleh Ayoade, et al (2015) menunjukkan hasil yang berbeda
yang menyatakan bahwa kelompok remaja berusia 19-21 dan usia 16-18 tahun lebih banyak
melakukan hubungan seksual dibandingkan kelompok remaja berusia 22 tahun ke atas.
Kelompok usia remaja di bawah 22 tahun menyatakan tidak hanya telah melakukan hubungan
seksual sebelum berusia 15 tahun tetapi beberapa dari remaja mengalami kehamilan.melakuka
hubungan seks lebih dari satu pasangan. Penyebab remaja melakukan hubungan seksual yaitu
umur yang belum sepenuhnya matang dan tingkat kedewasaan yang belum cukup sehingga
tidak bisa mengambil keputusan positif dan mengontrol diri terhadap rangsangan seksual.
Universitas Indonesia
4. Pekerjaan
5. Tempat tinggal.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi dan Basuki (2011) ada hubungan
antara perilaku seksual berisiko dengan tempat tinggal, remaja yang tinggal di desa lebih
berisiko berperilaku seksual tidak aman dibandingkan remaja di kota. Berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih (2016) yang menyatakan remaja yang tinggal di
kota lebih berisiko berperilaku seksual pranikah dibandingkan remaja di desa. Perkembangan
arus globalisasi menyebabkan remaja di kota lebih cepat memperoleh informasi yang
mempengaruhi perilaku remaja
Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja yang perlu diketahui remaja antara
lain pengenalan mengenai pengetahuan tentang masa subur, pengetahuan umur sebaiknya
menikah mempunyai anak, pengetahuan perempuan dapat hamil sekali hubungan seksual,
20
1. Masa subur
Seorang perempuan saat memasuki masa remaja, terjadi pematangan sel telur secara
periodik, satu bulan satu kali indung telur (ovarium) akan melepaskan satu buah sel telur yang
disebut ovulasi. Sel telur akan ditangkap oleh ujung saluran telur yang berbentuk jarijari dan
masuk ke saluran telur. Sel telur sudah dapat dibuahi hanya beberapa jam setelah ovulasi
disebut masa subur perempuan (Kemenkes, 2012). Hubungan seksual hanya dapat
menghasilkan konsepsi jika terjadi pada atau selama 5 hari menjelang ovulasi (Keulers, M J,
et al., 2007).
Masa subur wanita terjadi sekitar 14 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir
(Stirnemann, et al., 2013). Masa konsepsi terjadi jika seorang perempuan melakukan
hubungan seksual, maka sperma yang tumpah di saluran vagina saat bersenggama akan
bergerak masuk ke dalam rahim dan terus ke saluran telur dan bertemu dengan sel telur dan
langsung membuahinya dengan cara masuk ke dalamnya (Kemenkes, 2012).
Universitas Indonesia
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang melemahkan sistem kekebalan
tubuh sedangkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrom) merupakan kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya kekebalan penyakit yang sifatnya diperoleh (bukan bawaan).
HIV untuk berada di dalam tubuh manusia harus masuk langung ke dalam aliran darah. HIV
bertahan lebih lama di luar tubuh manusia jika darah yang mengandung HIV dalam keadaan
belum mengering. HIV dalam tubuh manusia terdapat dalam darah, cairan kelamin (cairan
sperma dan cairan vagina), dan air susu ibu (ASI) (Kemenkes, 2012)
HIV dapat ditularkan jika ada kontak dengan cairan tubuh melalui hubungan seksual,
melalui darah (penggunaan jarum suntik yang tidak steril, transfusi darah, darah ibu ke bayi
yang dikandungnya, dan benda tajam yang tercemar darah yang mengandung HIV). HIV tidak
terdapat dalam keringat, air liur/ludah, air seni dan tinja. HIV tidak hidup dalam tubuh
nyamuk, nyamuk hanya menghisap darah orang yang digigitnya dan tidak memindahkan
darah dari orang satu ke orang lain (Kemenkes, 2012).
4. Usia sebaiknya menikah dan melahirkan
Usia reproduksi sehat sangat penting diketahui remaja. Hal ini bertujuan agar remaja
memahami usia yang tepat untuk hamil dan melahirkan, serta memahami usia berisiko bila
hamil dan melahirkan (BKKBN, 2015). BKKBN memberikan batasan usia pernikahan 21
tahun bagi perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Umur yang matang secara biologis dan
psikologis adalah 20-25 tahun bagi perempuan, dan umur 25-30 tahun bagi pria. Usia tersebut
merupakan masa yang paling baik untuk berumah tangga karena sudah memiliki kesiapan
matang dalam berumah tangga, sehingga dapat mewujudkan keluarga yang berkualitas
(BKKBN, 2017).
Kehamilan dan kelahiran terbaik adalah usia 20-35 tahun karena memiliki risiko paling
rendah untuk ibu dan anak. Risiko kehamilan pada ibu yang terlalu muda biasanya timbul
karena mereka belum siap secara psikis maupun fisik untuk menjadi seorang ibu. Organ
22
Risiko kehamilan yang dihadapi pada usia tua hampir mirip engan usia mua hanya saja
karena ada faktor kematangan fisik yang dimiliki maka ada beberapa risko yang berkurang,
misalnya risiko cacat janin disebabkan asam folat. Organ reproduksi di atas usia 35 tahun
sudah mengalami penurunan sehingga mengakibatkan perdarahan pada proses persalinan dan
preeklamsia (Abdurrajak, et al., 2016).
.
2.3.3 Nilai seksual
Seks adalah sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin, seks tidak hanya
dipengaruhi oleh pengetahuan namun juga dipengaruhi oleh nilai- nilai dan budaya
(Kusmiran, 2011). Menurut Rusmiati dan Hastono (2015) keperawanan bagi orang timur
adalah hal sakral, harus dijaga karena keperawanan merupakan lambang kehormatan
perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh Mitchell (2015) menyatakan budaya dan agama
menjadi hal yang penting terlihat dari banyaknya permintaan rekontruksi selaput dara kerap
diminta perempuan.
Universitas Indonesia
1. Extacy dan seks bebas, remaja menggunakan extacy untuk meningkatkan kesenangan
mengakibatkan detak nadi meningkat dan membuat pengguna menjadi lebih hiperaktif
sehingga pengguna akan terus bergerak. Extacy berefek menstimulan/merangsang
libido atau nafsu seks setelah efek hiperaktif mulai menghilang. Saat kondisi seperti
ini siapapun tidak akan merasa perlu untuk menseleksi siapapun partner seks nya dan
tidak akan melihat dampak dari perbuatan seks yang telah dilakukan.
2. Shabu dan seks bebas, shabu adalah jenis narkoba yang memiliki efek
menstimulan/merangsang Susunan Syaraf Pusat (SSP) untuk bekerja. Seseorang yang
mengkonsumsi shabu akan mampu bekerja atau bertahan untuk beraktifitas lebih lama
dari orang normal, bisa lebih dari dua hari dua malam bahkan lebih tanpa istirahat.
Penggunaan shabu sering dikaitkan dengan tujuan atau dampak yang diharapkan
seperti kemampuan melakukan aktifitas lebih (lemur kerja) atau orientasi kekuatan
(lamanya) aktifitas seksual. Harapan remaja mengkonsumsi shabu akan memberikan
“kekuatan” lebih lama sehingga mampu memuaskan lawan seksnya dan kebutuhan
identitas seks mereka sendiri. Efek shabu lainnya adalah memberikan efek pada tubuh
luar pengguna seperti tubuh menjadi lebih terang dan terkesan lebih bersih, sehingga
tidak jarang remaja yang mengkonsumsi shabu lebih merasa percaya diri.
3. Narkoba jenis Putaw (Heroin atau opium), narkoba jenis ini merupakan jenis yang
memiliki tingkat ketergantungan yang sangat tinggi, pengguna bila tanpa putaw akan
merasa kesakitan (sakaw). Pemakaian jenis putaw ini menyebabkan seseorang harus
terus-menerus mengkonsumsinya. Remaja rela melakukan apapun seperti mencuri,
merampok dan lebih parahnya lagi melakukan seks komersil atau menjual diri mereka
sendiri. Seks secara komersil dapat dilakukan oleh pecandu perempuan menjadi
pelacur dan pecandu laki-laki menjadi gigolo, sehingga tidak jarang para remaja
melakukan seks bebas dengan siapapun untuk mendapatkan uang agar bisa membeli
narkoba dan dapat dikonsumsi oleh dirinya sendiri
24
Universitas Indonesia
Nama PIK Remaja bisa disesuaikan dengan lingkungan sesuai kebutuhan dan tempat
atau institusi pembinanya seperti PIK Remaja Sekolah, PIK Remaja Masjid, PIK Remaja
Gereja, atau yang lainnya. Tujuan umum PIK Remaja adalah untuk memberikan informasi
PKBR, Pendewasaan Usia Perkawinan, Keterampilan Hidup (Life Skills), pelayanan konseling dan
rujukan PKBR. Selain itu, juga dikembangkan kegiatan-kegiatan lain yang khas dan sesuai minat
kebutuhan remaja. Sasaran PIK Mahasiswa terdiri dari sasaran utama yaitu seluruh remaja di
sekolah dan di kampus; sasaran antara yaitu kepala sekolah, guru pembina, dosen pembina,
kelompok-kelompok peminatan, pengurus BEM, aktivis mahasiswa, serta sasaran penentu yaitu
ketua jurusan, dekan, pembantu rektor bidang kemahasiswaan, Dirjen Dikti, Menteri pendidikan
dan Menteri Agama (BKKBN, 2012).
Universitas Indonesia
(4) Konseling sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan
memperhatikan privasi dan kerahasiaan, dan dilakukan oleh tenaga kesehatan, konselor
dan konselor sebaya yang memiliki kompetensi sesuai dengan kewenangannya
(5) Pelayanan klinis medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c termasuk deteksi dini
peyakit/screening, pengobatan, dan rehabilitasi
(6) Pemberian materi komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilaksanakan melalui proses pendidikan formal dan nonformal serta kegiatan
pemberdayaan remaja sebagai pendidik sebaya atau konselor sebaya.
28
Sumber: modifikasi teori Problem-Behavior Theory dalam Jessor, Donovan, & Costa (1991) dan Teori WHO dalam
Notoatmodjo (2003)
Universitas Indonesia
30
Pengetahuan :
pengetahuan tentang masa subur
perempuan dapat hamil sekali
hubungan seks
umur sebaiknya menikah
umur sebaiknya melahirkan Perilaku Seksual Pranikah
pengetahuan tentang HIV
Remaja
pengetahuan tentang KB
Penggunaan NAPZA
33
Seperti yang ditunjukkan oleh garis lurus padat pada gambar 3.1 itu dihipotesiskan
bahwa pengetahuan kesehatan reproduksi , penggunaan NAPZA dan keikutsertaan PIK R/M
memiliki hubungan langsung dengan perilaku seksual pranikah remaja. Panah dua arah di
antara pengetahuan, penggunaan NAPZA dan keikutsertaan PIK R/M disebelah kiri,
mewakili keterkaitan antara faktor sosio demografi akan dimoderasi oleh karakteristik sosio
demografi yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan tempat tinggal. Variabel
moderasi/confounder adalah variabel yang yang mempengaruhi (memperkuat atau
memperlemah) hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Va riabel Dependen
1 Perilaku seksual Tindakan yang dilakukan oleh Observasi data Kuesioner 1: Ya Nominal
pranikah remaja berdasarkan pernah atau RPJMN Remaja RPJMN Remaja 0: Tidak
tidaknya melakukan hubungan 2015 2015 (P605)
seksual sebelum menikah
(BKKBN, 2015)
Universitas Indonesia
34
35
Variabel Independen
Pengetahuan Remaja dapat menyebutkan dengan Observasi data Kuesioner
tentang benar umur perempuan sebaiknya RPJMN Remaja RPJMN Remaja 1: Kurang Nominal
umur melahirkan yaitu ≥20 pada P216 2015 2015 (P216 & 0: Baik
sebaiknya dan ≤ 35 tahun pada P217)
melahirkan P217 (BKKBN, 2015)
5 Pengetahuan Remaja tahu ada suatu cara untuk Observasi data Kuesioner
tentang HIV menghindai HIV dan AIDS RPJMN Remaja RPJMN Remaja 1: Tidak Tahu Nominal
(BKKBN, 2015) 2015 2015 (P223) 0: Tahu
6. Pengetahuan Remaja mengetahui tentang alat Observasi data Kueioner Skor pengetahuan ordinal
tentang KB kontrasepsi MOW, MOP, Pil, RPJMN Remaja RPJMN Remaja tentang KB dibagi
Suntik, IUD, Implan, 2015 2015 (P408) menjadi 5 kuintil,
dimana semakin tinggi
Konndom,sistem kalender,
skor kuintil maka
senggama terputus dan kontrasepsi semakin tinggi
darurat pengetahuan tentang
KB
Universitas Indonesia
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
9 Jenis kelamin Bentuk fisik manusia yang Observasi data Kueioner 1: Laki-laki Nominal
membedakan antara laki-laki dan RPJMN Remaja RPJMN Remaja 0:Perempuan
perempuan 2015 2015 (data jenis
kelamin)
Universitas Indonesia
11 Umur Umur remaja saat dilakukan Observasi data Kueioner Umur dalam tahun Rasio
wawancara RPJMN Remaja RPJMN Remaja remaja saat dilakukan
2015 2015 (P101) wawancara
12 Status Status pekerjaan remaja dalam Observasi data Kueioner 1: Ya Nominal
Pekerjaan semingu yang lalu bekerja atau RPJMN Remaja RPJMN Remaja 0: Tidak
membantu seseorag/orang tua 2015 2015 (P105)
untuk mendapatkan upah,
meskipun hanya 1 jam
13 Tempat tinggal Daerah tempat tinggal responden Observasi data Kueioner 1: Perkotaan Nominal
saat dilakukan wawancara RPJMN Remaja RPJMN Remaja 0: Pedesaan
2015 2015 (Data
daerah)
Universitas Indonesia
5 (lima), yaitu “Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia”. BKKBN diminta oleh
Pemerintah untuk melakukan survei bersifat nasional yang representatif tingkat provinsi
untuk melihat output program yang diukur dengan indikator-indikator kinerja yang harus
dicapai (BKKBN, 2015).
.
4.3 Prosedur Sampling RPJMN Remaja 2015
Jenis Rancangan sampel yang digunakan adalah Multi Stage/Phase. Rancangan
sampling yang digunakan adalah sampling dua tahap. Tahap pertama, memilih seluruh
Blok Sensus (BS) yang disertai informasi jumlah rumah tangga/jumlah keluarga di setiap
Blok Sensus (BS) dari hasil Sensus Penduduk (SP) 2010 yang telah mengalami updating.
Berdsarkan tahap pertama ditentukan BS secara Probability Proportional to Size (PPS).
Kerangka sampel tahap kedua adalah hasil listing seluruh remaja usia 15-24 tahun belum
menikah secara sistematik random sampling (SRS) dipilih 25 remaja pada setiap Blok
Sensus (BS) terpilih.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja usia 15-24 tahun yang
tercakup dalam survei RPJMN 2015. Sampel penelitian adalah semua sampel yang
memenuhi kriteria inklusi yaitu remaja laki-laki dan perempuan usia 15-24 tahun dan
belum menikah. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah responden yang tidak berhasil
diwawancarai.
Sampel laki-laki perempuan berumur 15-24 tahun Survei RPJMN 2015 = 44.111
laki-laki dan perempuan berumur 15-24 tahun yang berhasil diwawacarai = 42.243
Universitas Indonesia
X Deff
Keterangan :
n : Besar sampel
Z1-α/2 : nilai Z pada derajat kepercayaan 1-α/2 atau batas
kemaknaan α. Z = 1,96 untuk derajat kepercayaan 95% Z1-β/2 : nilai z pada
kekuatan uji (Power 1-β), Z=0,84 pada power 80%
Jumlah sampel minimal yang harus dipenuhi adalah sebanyak sampel, karena jumlah data
sekunder yang tersedia melebihi syarat sampel minimal, maka peneliti menggunakan
semua sampel sekunder dalam penelitian yaitu 42.243 sampel.
Universitas Indonesia
.
4.7 Pengolahan Data
Peneliti mengolah data dengan terlebih dahulu mengkategorikan sesuai dengan
kerangka konsep dan definisi operasional penelitian (Coding dan Recoding). Penanganan
untuk data missing dilakukan dengan pemberian kode karena data missing terjadi karena
loncatan pertanyaan.
.
4.8 Analisis Data
Variabel yang telah dipilih dan tersimpan dalm bentuk program data base untuk
selanjutnya dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak komputer dan dilakukan
dalam beberapa tahap, yaitu univariat, bivariabel dan multivaribel. Analisis yang
dilakukan menggunakan desain komplek pada program statistik komputer. Data yang
tersedia pada survei RPJMN Remaja 2015 pengambilan sampelnya dilakukan secara
bertahap, sehingga dalam melakukan analisis harus mempertimbngkan bobot sampel,
Primary Sampling Unit (PSU) dan klaster atau strata.
41
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Hasil analisis menunjukan bahwa sebagian besar remaja belum pernah melakukan
hubungan seksual pranikah dengan proporsi 94,9%
Universitas Indonesia
Remaja memiliki pengetahuan baik tentang masa subur jika remaja tahu bahwa
pada seorang wanita haid terdapat masa subur atau hari-hari subur pada setiap bulannya
dan remaja mengetahui kapan masa subur terjadi yaitu di tengah antara dua haid.
Gambaran pengetahuan tentang masa subur pada remaja di Indonesia dapat dilihat pada
tabel 5.3.
Tabel 5.3 Gambaran pengetahuan remaja tentang masa subu r, , Indonesia 2015
Pengetahuan tentang massa subur Jumlah (n=42.243)
Persentase (% )
Baik 9,9
Kurang 90,1
Hasil analisis menunjukkan pengetahuan remaja tentang masa subur, sebagian
besar remaja memiliki pengetahuan kurang tentang masa subur.
Tabel 5.4 Gambaran pengetahuan remaja tentang perempuan dapat hamil sekali hubngan seksual, ,
Indonesia 2015
Pengetahuan tentang massa subur Jumlah (n=42.243)
Persentase (% )
Perempuan dapat hamil sekali melakukan
hubungan seks
Tahu 64,1
Tidak tahu 35,9
Universitas Indonesia
Tabel 5.5 Gambaran pengetahuan remaja tentang usia sebaiknya menikah, Indonesia 2015
Variabel
Mean Median
Pengetahuan batas usia sebaiknya menikah
Usia perempuan 22,2 22
Usia laki-laki 25,5 25
Universitas Indonesia
Tabel 5.6 Gambaran pengetahuan remaja tentang umur sebaiknya menikah, Indonesia 2015
Tabel 5.7 Gambaran pengetahuan remaja tentang umur sebaiknya melahirkan, Indonesia 2015
Variabel
Mean Median
Pengetahuan batas usia terendah melahirkan 20,8 20
Pengetahuan batas usai tertua melahirkan 36,1 35
Tabel 5.8 Gambaran pengetahuan remaja tentang umur sebaiknya menikah, Indonesia 2015
Universitas Indonesia
Baik 34,1
Kurang 65,9
Hasil analisis menunjukkan sebesar 65,9% remaja memiliki pengetahuan kurang
tentang usia sebaiknya melahirkan
6. Pengetahuan tentang KB
Tabel 5.10 Gambaran pengetahuan remaja tentang KB, Indonesia 2015
MOW
Tahu 21,4
Tidak Tahu 78,6
MOP
Tahu 14,6
Tidak Tahu 85,4
Pil
Tahu 82,1
Tidak Tahu 17,9
IUD
Tahu 37,2
Tidak Tahu 62,8
Suntikan
Tahu 77,1
Tidak Tahu 22,9
Kalender
Tahu 18,5
Tidak Tahu 81,5
Universitas Indonesia
Senggama terputus
Tahu 24,7
Tidak Tahu 75,3
Implan
Tahu 46,2
Tidak Tahu 53,8
Kondom
Tahu 84,6
Tidak Tahu 15,4
Kontrasepsi darurat
Tahu 8,6
Tidak Tahu 91,4
Hasil analisis menunjukkan sebagian besar jenis kontrasepsi yang diketahui adalah kondom
(84,6%), pil (82,1) dan suntikan (77,1%).
Masing-masing pengetahuan tentang KB dijumlahkan kemudian dibuat kuintil, dimana
semakin tinggi nilai kuintil maka semakin tinggi juga pengetahuan remaja tentang
Persentase (% )
Kuintil 1 24,2
Kuintil 2 18,7
Kuintil 3 31,5
Kuintil 4 9,0
Kuintil 5 16,6
Hasil analisis menunjukkan pengetahuan tentang KB pada remaja di Indonesia
tahun 2015 sebanyak 31,3% pada kuintil ke tiga, 24,2% pada kuintil pertama, 18,7% pada
kuintil kedua, 16,6% pada kuintil ke lima dan 9,0% pada kuintil ke empat.
Tabel 5.12 Gambaran pengetahuan remaja tentang Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), Indonesia
2015
Universitas Indonesia
Variabel independen kedua yang dianalisis dalam penelitian ini adalah keikutsertaan
remaja Indonesia tahun 2015 dalam mengikuti kegiatan PIK-R/M.
Gambaran keikutsertaan remaja dalam mengikuti kegiatan PIK-R/M Tahun 2015 sebagai
berikut (lihat tabel 5.13) .
Tabel 5.13 Keikutsertaan remaja dalam kegiatan PIK-R/M di Indonesia Tahun 2015
Keikutsertaan PIK-R/M Jumlah
(n=42.243)
Persentase(% )
Ya 4,9
Tidak 95,1
Hasil analisis menunjukkan remaja yang pernah mengikuti kegiatan PIK-R/M sebanyak
4,9% sedangkan 95,1% remaja tidak pernah mengikuti kegiatan PIK-R/M.
Hasil analisis menunjukkan sebanyak 7,2% remaja mengaku pernah mencoba NAPZA
sedangkan sebanyak 92,8% belum pernah mencoba.
Universitas Indonesia
5.3 Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan, Status Pekerjaan dan Tempat Tinggal Remaja di
Indonesia Tahun 2015
Variabel confounder dalam penelitian ini adalah karaktertik sosio demografi remaja
diantaranya jens kelamin, pendidikan, status pekerjaan dan tempat tinggal
Tabel 5.15 Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan, Status Pekerjaan dan Tempat Tinggal Remaja
Hasil analisis menunjukkan proporsi terbesar adalah remaja berjenis kelamin lakilaki
(53,2%), usia remaja 15 tahun (15,6%), pendidikan tamat SMA (40,1), tidak bekerja
(72,2%) dan tinggal di wilayah pedesaan (53,7%).
Universitas Indonesia
Tabel 5.16 Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja (KRR) dengan perilaku seksual pranikah remaja,
Indonesia 2015
Pengetahuan Perilaku ual pranikah (% ) Total p OR 95% CI
tentang KRR seks (% )
Pernah Tidak Pernah
(% ) (% )
Kuintil 1 5,0 95,0 100 0,737 1,0 0,8 – 1,4
Pengetahuan Perilaku seks pranikah (% ) Total p OR 95% CI
tentang KRR ual (% )
Pernah Tidak Pernah
(% ) (% )
Kuintil 1 5,0 95,0 100 0,737 1,0 0,8 – 1,4
Kuintil 2 5,7 94,3 100 0,102 1,2 0,9 – 1,6
Kuintil 3 5,0 95,0 100 0,661 1,1 0,8 – 1,4
Kuintil 4 4,1 95,9 100 Reff
Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan antara pengetahuan kesehatan
reproduksi remaja (KRR) dengan perilaku seksual pranikah remaja (KRR).
Universitas Indonesia
Tabel 5.17 Hubungan pengetahuan tentang masa subur dengan perilaku seksual pranikah remaja, Indonesia
2015
P n Perilaku seks ual pranikah (% ) Total p OR 95% CI
engetahua masa (% )
tentang
subur Pernah Tidak Pernah
(% ) (% )
Baik 3,8 96,2 100 0,004 0,7 0,5 – 0,9
Kurang 5,2 94,8 100 Reff
Universitas Indonesia
Tabel 5.19 Hubungan pengetahuan tentang umur sebaiknya menikah dengan perilaku seksual pranikah remaja,
Indonesia 2015
Universitas Indonesia
Tabel 5.20 Hubungan pengetahuan tentang umur sebaiknya melahirkan dengan perilaku seksual pranikah remaja,
Indonesia 2015
Pengetahuan Perilaku seks ual pranikah (% ) Total p OR 95% CI
tentang umur
(% )
sebaiknya
melahirkan P ernah Tidak Pernah
(% ) (% )
Baik 4,7 95,3 100 0,052 0,9 0,8 – 1,1
Kurang 5,2 94,8 100 Reff
Hasil analisis menunjukkan proporsi remaja yang mengetahui ada suatu cara untuk
menghindari HIV/AIDS dan pernah melakukan hubungan seksual pranikah sebesar 5,2%
sedangkan proporsi remaja yang mengetahui ada suatu cara untuk menghindari
HIV/AIDS dan pernah melakukan hubungan seksual pranikah sebesar 4,8%. Tidak ada
hubungan antara pengetahuan umur sebaiknya melahirkan dengan perilaku seksual pranikah.
Universitas Indonesia
Tabel 5.22 Hubungan pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan perilaku seksual pranikah remaja, Indonesia
2015
Pengetahuan Perilaku seks pranikah (% ) Total p OR 95% CI
tentang KB ual (% )
Universitas Indonesia
sedangkan proporsi remaja yang tidak pernah mengikuti kegiatan PIK-R/M 5,0%. Remaja
yang pernah mengikuti kegiatan PIK-R/M 1,6 kali lebih berisiko dibandingkan remaja
yang tidak pernah mengikuti kegiatan PIK-R/M.
5.4.3 Hubungan Penggunaan NAPZA Pada Remaja di Indonesia Tahun 2015 dengan
Perilaku Seksual Pranikah Remaja di Indonesia Tahun 2015 Hubungan
penggunaan NAPZA dengan Perilaku Seksual Pranikah Remaja di
5.5 Hubungan Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan, Status Pekerjaan dan Tempat
Tinggal Remaja di Indonesia Tahun 2015
Ada hubungan jenis kelamin, usia, status pekerjaan dan tempat tinggal remaja dengan
perilaku seksual pranikah di indonesia tahun 2015 (lihat tabel 5.25).
Tabel 5.25 hubungan jenis kelamin, usia, status pekerjaan dan tempat tinggal remaja dengan perilaku seksual
pranikah di indonesia tahun 2015 dengan perilaku seksual pranikah remaja
Universitas Indonesia
2 Umur
15 tahun 1,4 98,6 100 0,001 1,2 1,1 – 1,3
16 tahun 2,4 97,6 100
17 tahun 3,2 96,8 100
18 tahun 4,6 95,4 100
19 tahun 5,8 94,2 100
20 tahun 21 6,5 93,5 100
tahun 7,7 92,3 100
Berdasarkan pendidikan yang pernah ditempuh remaja paling banyak remaja yang
melakukan hubungan seksual pranikah tidak tamat SD/tidak pernah sekolah yaitu 9,7%,
tidak ada hubungan pendidikan dengan perilaku seksual pranikah remaja. Sedangkan
menurut status pekerjaannya remaja yang bekerja dan pernah melakukan hubungan
seksual pranikah sebanyak 8,4%, remaja yang bekrja adalah 2,3 kali lebih berisiko
dibandingkan remaja yang tidak bekerja. Remaja yang tinggal di pedesaan 5,9% pernah
melakukan seksual pranikah, remaja yang tinggal di pedesaan adalah 0,7 kali lebih
berisiko dibandingkan remaja yang tinggal di perkotaan.
Universitas Indonesia
Hasil uji interaksi pengetahuan tentang masa subur dengan confounder adalah sebagai
berikut :
Tabel 5.26 uji interaksi variabel pengetahuan tentang masa subur dengan variabel confounder (jenis kelamin,
umur, pendidikan, status pekerjaan dan tempat tinggal)
Variabel P value OR 95% CI
Pengetahuan masa subur#Jenis
kelamin
Baik#laki-laki 0,001 3,8 2,5 – 5,7
Kurang#laki-laki 0,001 2,8 2,4 – 3,3
Pengetahuan masa subur #umur
Baik#16 0,411 0,6 0,1 – 2,2
Baik#17 0,769 1,2 0,4 – 3,7
Baik#18 0.835 0,8 0,2 – 3,2
Baik#19 0,129 2,5 0,7 – 8,3
Baik#20 0,188 2,2 0,7 – 7,4
Baik#21 0,019 4,0 1,2 – 13
Baik#22 0,130 2,3 0,8 – 9,3
Baik#23 0,103 2,7 0,9 – 11
Baik#24 0,073 3,1 1,3 – 2,4
Kurang#16 0,001 1,8 1,9 – 2,4
Kurang#17 0,001 2,6 1,9 – 3,5
Kurang#18 0,001 4,0 2,9 – 5,5
Kurang#19 0,001 4,7 3,6 – 6,3
Kurang#20 0,001 5,3 3,8 – 7,3
Kurang#21 0,001 5,6 4,1 – 7,7
Kurang#22 0,001 5,5 3,9 – 7,6
Kurang#23 0,001 7,7 5,7 – 11
Kurang#24 0,001 8,5 5,9 – 12
Pengetahuan masa subur
#pendidikan
Universitas Indonesia
Hasil uji interaki menunjukkan terdapat interaksi variabel pengetahuan masa subur
dengan jenis kelamin yang selanjutnya akan dimasukkan kedalam full model.
2. Uji Interaksi Pengetahuan Tentang Perempuan dapat hamil sekali hubungan seks
dengan Confounder
Uji Interaksi Pengetahuan Tentang Perempuan dapat hamil sekali hubungan seks
dengan Confounder dapat dilihat pada tabel 5.27
Tabel 5.27 uji interaksi variabel pengetahuan tentang perempuan dapat hamil sekali hubungan seks dengan
variabel confounder (jenis kelamin, umur, pendidikan, status pekerjaan dan tempat tinggal)
Variabel P value OR 95% CI
Pengetahuan perempuan dapat
hamil sekali hubungan seks #Jenis
kelamin
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3. Uji Interaksi Pengetahuan Tentang Usia Sebaiknya Menikah sekali hubungan seks
dengan Confounder
Uji Interaksi Pengetahuan Tentang Usia Sebaiknya Menikah sekali hubungan seks
dengan Confounder dapat dilihat pada tabel 5.28.
Tabel 5.28 uji interaksi variabel pengetahuan tentang perempuan dapat hamil sekali hubungan seks dengan
variabel confounder (jenis kelamin, umur, pendidikan, status pekerjaan dan tempat tinggal)
Variabel P value OR 95% CI
Pengetahuan usia sebaiknya
menikah#Jenis kelamin
Baik#laki-laki 0,001 3,1 2,6 – 3,6
Kurang#laki-laki 0,001 2,7 2,2 – 3,3
Pengetahuan usia sebaiknya
menikah #umur
Baik#16 0,002 1,9 1,3 – 3,1
Baik#17 0,001 2,6 1,7 – 4,0
Baik#18 0,001 3,6 2,4 – 5,4
Baik#19 0,001 4,3 2,8 – 6,5
Baik#20 0,001 6,4 4,2 – 9,7
Baik#21 0,001 6,8 4,6 – 10
Baik#22 0,001 5,9 4,0 – 8,9
Baik#23 0,001 8,4 5,5 – 13
Baik#24 0,001 9,8 6,4 – 15
Kurang#16 0,127 1,4 0,9 – 2,1
Kurang#17 0,001 2,3 1,5 – 3,5
Kurang#18 0,001 3,8 2,5 – 6,0
Kurang#19 0,001 4,9 3,4 – 7,4
Kurang#20 0,001 3,5 2,2 – 5,6
Kurang#21 0,001 4,2 2,6 – 6,8
Kurang#22 0,001 4,4 2,7 – 7,1
Kurang#23 0,001 6,1 3,8 – 9,9
Kurang#24 0,001 6,1 3,7 – 9,8
Pengetahuan usia sebaiknya
menikah #pendidikan
Baik#Tamat SMA 0,314 1,1 0,8 – 1,5
Baik#Tamat SMP 0,692 1,1 0,8 – 1,5
Baik#Tamat SD 0,102 1,3 0,9 – 1,9
sekolah
0,173 1,4 0,8 – 2,2
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Uji Interaksi Pengetahuan Tentang HIV/AIDS dengan Confounder dapat dilihat pada
tabel 5.30
Tabel 5.30 Uji interaksi variabel pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan variabel confounder (jenis kelamin,
umur, pendidikan, status pekerjaan dan tempat tinggal)
Variabel P value OR 95% CI
Pengetahuan HIV/AIDS#Jenis kelamin
Universitas Indonesia
Uji Interaksi Pengetahuan Tentang KB dengan Confounder dapat dilihat pada tabel
5.31
Universitas Indonesia
Tabel 5.31 uji interaksi variabel pengetahuan tentang KB dengan variabel confounder (jenis kelamin, umur,
pendidikan, status pekerjaan dan tempat tinggal)
Variabel P value OR 95% CI
Pengetahuan KB #Jenis kelamin
1#laki-laki 0,001 2,4 1,7 -3,4
2#laki-laki 0,001 3,2 2,1 – 4,9
3#laki-laki 0,001 3,3 2,6 – 4,2
4#laki-laki 0,001 3,7 2,5 – 4,5
5#laki-laki 0,001 3,8 2,9 – 4,9
Pengetahuan KB#umur
1#16 0,067 1,8 0,9 – 3,5
1#17 0,001 3,8 1,9 – 7,4
1#18 0,001 4,8 2,6 – 9,1
1#19 0,001 5,7 3,0 – 10
1#20 0,001 6,1 3,4 - 10
1#21 0,001 6,6 3,1 – 14
1#22 0,001 5,9 2,8 – 12
1#23 0,001 7,7 3,7 – 16
1#24 0,001 7,0 3,4 – 15
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tabel 5.32 Uji interaksi variabel keikutsertaan remaja dalam kegiatan PIK-R/M dengan variabel confounder
(jenis kelamin, umur, pendidikan, status pekerjaan dan tempat tinggal)
Variabel P value OR 95% CI
Ikut PIKR-R/ M
Ya 0,690 1,6 0,2 – 15,1
Ikut PIKR-R/ M#Jenis kelamin
Ya#laki-laki Tidak#laki- 0,002 2,1 1,3 – 3,4
laki 0,001 3,1 2,8 – 3,6
Hasil uji interaki menunjukkan terdapat interaksi variabel keikutsertaan PIK -R/M
dengan jenis kelamin dan umur, yang selanjutnya akan dimasukkan kedalam full model.
Tabel 5.33 uji interaksi penggunaan NAPZA, dengan variabel confounder (jenis kelamin, umur, pendidikan,
status pekerjaan dan tempat tinggal)
Variabel P value OR 95% CI
Konsumsi NAPZA
Ya 0,001 41,9 10,1 – 173
Konsumsi NAPZA#Jenis kelamin
Ya#laki-laki 0,001 2,3 2,0 – 2,7
Tidak#laki-laki 0,071 1,3 1,0 – 1,8
Konsumsi NAPZA#umur
Universitas Indonesia
Pengetahuan kespro#pekerjaan
Ya#bekerja 0,164 1,1 0,8 – 1,4
Tidak#bekerja 0,490 1,1 0,9 – 1,3
Pengetahuan kespro #tinggal
Tidak#perkotaan 0,007 0,7 0,6 – 0,9
Ya#Perkotaan 0,292 0,8 0,5 – 0,9
Hasil uji interaki menunjukkan terdapat interaksi variabel NAPZA dengan umur
yang selanjutnya akan dimasukkan kedalam full model
Universitas Indonesia
Pengetahuan tentang KB
1 0,342 0,8 0,4 – 1,3
2 0,019 0,5 0,3 – 0,9
3 0,061 0,7 0,5 – 1,0
4 0,437 0,8 0,5 – 1,9
Keikutsertaan PIK-R/M
Ya 0,001 2,2 1,4 – 3,3
Tidak Reff
Konsumsi NAPZA
Ya 0,001 5,3 2,8 – 10
Tidak Reff
Jenis Kelamin
Laki-Laki 0,001 2,5 1,6 – 4,1
Perempuan Reff
Pendidikan
Tidak Tamat SD/Tidak Pernah 0,001 2,1 1,4 -3,2
Sekolah
Tamat SD 0,044 1,4 1,0 – 2,0
Tamat SMP 0,189 1,2 0,9 – 1,6
Tamat SMA 0,213 1,2 0,9 – 1,6
Tamat Tinggi Reff
Akademik/Perguruan
Umur 0,001 1,2 1,1 – 1,3
Status Pekerjaan
Bekerja 0,142 1,1 0,9 – 1,3
Tidak Bekerja Reff
Tempat Tinggal
Perkotaan 0,042 0,7 0,5 – 0,9
Pedesaan Reff
Pengetahuan Masa subur#Jenis
Kelamin
Baik#Laki-laki 0,505 0,7 0,7 – 1,9
Pengetahuan perempuan
dapat hamil sekali hubungan
seks#Jenis Kelamin
Universitas Indonesia
Pengetahuan HIV#Jenis
Kelamin
Baik#Laki-laki 0,905 0,9 0,7 – 1,3
Pengetahuan HIV#umur
Tahu#16 0,081 2,1 0,9 – 4,8
Tahu#17 0,044 2,1 1,0 – 4,2
Tahu#18 0,082 2,0 09 – 4,1
Tahu#19 0,010 2,1 1,2 – 3,6
Tahu#20 0,110 1,8 0,9 – 3,7
Tahu#21 0,262 1,8 0,7 – 2,8
Tahu#22 0,240 1,5 0,8 – 2,9
Tahu#23 0,175 1,6 0,8 – 3,2
Tahu#24 0,411 1,3 0,7 – 2,4
Pengetahuan HIV#umur
Tidak Tahu#16 0,069 1,9 0,9 – 4,1
Tidak Tahu#17 0,019 2,1 1,1 – 3,7
Tidak Tahu#18 0,007 2,3 1,2 – 4,2
Tidak Tahu#19 0,001 2,9 1,8 – 4,6
Tidak Tahu#20 0,134 1,5 0,9 – 2,5
Tidak Tahu#21 0,099 1,6 0,9 – 2,6
Tidak Tahu#22 0,155 1,4 0,9 – 2,3
Tidak Tahu#23 0,878 1,1 0,6 – 1,7
Tidak Tahu#24 1
Pengetahuan HIV#tempat
tinggal
Baik#Perkotaan 0,901 1,0 0,7 – 1,4
Pengetahuan
KB#Jeniskelamin
1#Laki-laki 0,080 0,6 0,4 – 1,1
2#Laki-laki 0,474 0,8 0,5 – 1,4
3#Laki-laki 4#Laki- 0,266 0,8 0,6 – 1,2
laki 0,791 0,9 0,6 – 1,5
Ikut PIK-R/M#Jenis Kelamin
Ya#Laki-laki 0,037 0,6 0,4 – 0,9
NAPZA #umur
Ya#16 0,189 0,6 0,3 – 1,3
Ya#17 0,384 0,7 0,3 – 1,6
Ya#18 0,910 0,9 0,4 – 2,1
Ya#19 0,490 0,8 0,4 – 2,1
Ya#20 0,660 1,2 0,4 – 1,5
Ya#21 0,551 1,3 0,6 – 2,5
Ya#22 0,799 0,9 0,6 – 2,7
Ya#23 0,541 1,2 0,4 – 1,9
Ya#24 0,406 1,3 0,6 – 2,7
Tidasak#16 1
Universitas Indonesia
Tabel 5.35 Hubungan pengetahuan KRR, keikutsertaan PIK-R/M dan penggunaan NAPZA dengan perilaku
seksual pranikah remaja
Universitas Indonesia
Status Pekerjaan
Bekerja 0,074 1,1 0,9 – 1,3
Tidak Bekerja Reff
Tempat Tinggal
Perkotaan 0,008 0,7 0,5 -0,9
Pedesaan Reff
Uji Confounding
Uji confounding dilakukan dengan mengeluarkan varibel kovariat/confounding
satu persatu di mulai dengan variabel yang memiliki nilai p Wald terbesar, jika setela
dikeluarkan OR faktor/variabel utama antara sebelum dan sesudah dikeluarkan lebih besar
dai 10%, maka variabel dinyatakan sebagai confounding Hasil penilaian confounding
dapat dilihat pada tabel 5.34 dan tabel 5.36.
Tabel 5.36 Pehitungan perubahan nilai OR antara sebelum dan sesudah variabel pendidikan dikeluarkan
Universitas Indonesia
Konsumsi NAPZA
Ya 5,5 5,5 0%
Tidak
Jenis Kelamin
Laki-Laki 2,3 2,3 0%
Perempuan
Pendidikan
Tidak Tamat SD/Tidak Pernah 2,2
Sekolah
Tamat SD 1,2
Tamat SMP 1,2 Tamat SMA 1,3
Tamat Akademik/Perguruan
Tinggi
Umur 1,2 1,2 0%
Status Pekerjaan
Bekerja 1,1 1,2 9%
Tidak Bekerja
Tempat Tinggal
Perkotaan 0,7 0,7 0%
Pedesaan
Model Akhir
Berdasakan hasil analisis penilaian confounding, maka model akhir penelitian ini
dapat dilihat pada tabel 5.37
Tabel 5.37 Model akhri hubungan pengetahuan KRR, keikutsertaan PIK-R/M dan penggunaan NAPZA dengan
perilaku seksual pranikah remaja
Variabel P value OR 95% CI
Pengetahuan Masa Subur
Baik 0,017 0,7 0,6 – 0,9
Kurang Reff
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
seorang perempuan dapat hamil walaupun sekali melakukan hubungan seksual mencegah
0,8 kali untuk melakukan perilaku seksual pranikah remaja.
Ada hubungan antara remaja yang ikut PIK-R/M dengan remaja yang tidak ikut,
dimana remaja yang mengikuti PIK-R/M 1,5 kali lebih berisko dibandingkan remaja yang
tidak mengikuti kegiatan PIK-R/M, dan ada hubungan remaja yang menggunakan
NAPZA dengan perilaku hubungan seks dimana remaja yang menggunakan NAPZA 5,5
kali lebih berisiko untuk melakukan perilaku seksual pranikah dibandingkan dengan
remaja yang tidak menggunakan NAPZA.
Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yaitu pengetahuan
berdasarkan skor dari pengetahuan masa subur, pengetahuan perempuan dapat hamil
sekali melakukan hubungan seksual, pengetahuan umur sebaiknya meniikah dan
melahirkan, pengetahuan tentang HIV/AIDS dan pengetahuan tentang KB. Indeks
perhitunan KRR kemudian dibagi berdasarkan 4 kuintil dimana semakin tinggi nilai
kuintil maka pengetahuan remaja tentang KRR semakin baik. Hubungan pengetahuan
KRR dengan perilaku seksual pranikah dapat dilihat pada tabel 5.38.
Tabel 5.38 Model akhri hubungan pengetahuan KRR, keikutsertaan PIK-R/M dan penggunaan NAPZA dengan
perilaku seksual pranikah remaja
Variabel P value OR 95% CI
Pengetahuan KRR
Kuintil 1 0,888 0,9 0,7 – 1,3
Kuintil 2 0,265 1,1 0,9 – 1,5
Kuintil 3 0,802 0,9 0,7 – 1,2
Kuintil 4 Reff
Keikutsertaan PIK-R/M
Ya 0,004 1,8 1,3 – 2,5
Tidak Reff
Konsumsi NAPZA
Ya 0,001 5,6 4,7
Tidak Reff
Jenis Kelamin
Laki-Laki 0,001 2,2 1,9 – 2,5
Perempuan Reff
Umur 0,001 1,2 1,2 – 1,2
Status Pekerjaan
Bekerja 0,048 1,2 1,0 – 1,4
Tidak Bekerja Reff
Tempat Tinggal
Perkotaan 0,007 0,7 0,6 – 0,9
Pedesaan Reff
Universitas Indonesia
Ada hubungan antara remaja yang ikut PIK-R/M dengan remaja yang tidak ikut, dimana
remaja yang mengikuti PIK-R/M 1,8 kali lebih berisko dibandingkan remaja yang tidak
mengikuti kegiatan PIK-R/M, dan ada hubungan remaja yang menggunakan NAPZA
dengan perilaku hubungan seks dimana remaja yang menggunakan NAPZA 5,6 kali lebih
berisiko untuk melakukan perilaku seksual pranikah dibandingkan dengan remaja yang
tidak menggunakan NAPZA.
Universitas Indonesia
BAB 6
PEMBAHASAN
Desain sampling pada survei RPJMN Remaja 2015 tidak di desain untuk remaja tetapi
representatif untuk keluarga. Selain itu, Jumlah sampel dalam penelitian ini cukup besar
(n=42.243), sehingga memungkinkan terjadinya asosiasi palsu atau bukan yang
sebenarnya, dengan jumlah sampel yang besar berisiko rentang standar error yang kecil,
sehingga perbedaan sekecil apapun cenderung mengakibatkan nilai p yang kecil
(signifikan). Dengan demikian seakan-akan terjadi hubungan antara pajanan dan outcome
(asosiasi palsu).
6.1.3 Confounding
Banyak faktor terkait hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja, keikutsertaan
remaja dalam kegiatan PIK R/M dan pengalaman menggunakan NAPZA dengan perilaku
seksual pranikah remaja yang belum tercakup pada penelitian ini seperti alasan
melakukan hubungan seksual pranikah, variabel teman yang pernah melakukan hubungan
seksual pranikah, hubungan remaja dengan orang tua dan status keagamaan remaja, tidak
ditanyakan apakah responden sudah pernah menikah dan berapa kali remaja ikut kegiatan
PIK R/M dalam setahun terakhir, Sehingga penelitian ini masih kurang dapat menjelaskan
secara menyeluruh tentang faktor risiko lain terkait hubungan perilaku seksual pranikah
Universitas Indonesia
remaja. Strategi untuk mengendalikan confounder dalam penelitian ini dilakukan pada
tahap analisis data dengan dengan pendekatan analisis multivariat, sehingga distorsi hasil
pengetahuan kesehatan reproduksi remaja, keikutsertaan remaja dalam kegiatan PIK R/M
dan pengalaman menggunakan NAPZA dengan perilaku seksual pranikah remaja sebagai
akibat adanya confounder dapat dihindari, walaupun demikian distorsi tersebut
kemungkinan masih ada sebagai akibat belum semua potensial confounding tercakup
dalam penelitian.
Perilaku seksual pranikah remaja dalam penelitian ini dikategorikan menjadi pernah
melakukan dan tidak pernah melakukan. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebanyak 5,1
persen remaja pernah melakukan hubungan seks. Menurut Sekarrini (2012) alasan remaja
berperilaku seksual berisiko berat, diantaranya melakukan hubngan seksual adalah untuk
mengungkapkan kasih sayang (76%), supaya pacar tetap setia (52%) dan untuk
memperoleh pengalaman (48%). Sebanyak 52% menyatakan hubungan seksual dimulai
oleh keduanya, sedangkan 48% remaja mengatakan hubungan seksual dimulai dari pihak
laki-laki.
Kepercayaan diri laki-laki meningkat saat usia umur pubertas, remaja laki-laki lebih
berani bertindak dibandingkan dengan remaja perempuan untuk membuktikan
kemampuan dirinya dalam berhubungan sosial. Hasrat seksual yang dimiliki remaja
lakilaki menimbulkan keinginan untuk mencoba melakukan hubungan seksual (Hurlock,
2004). Joshi & Chauchan (2011) menyatakan laki-laki lebih banyak menyetujui hubungan
seksual pranikah sehingga kemungkinan aktif secara seksual lebih besar daripada remaja
perempuan.
Universitas Indonesia
Sedangkan jika dilihat berdasarkan status pekerjaannya, proporsi remaja yang bekerja
dan pernah melakukan hubungan seksual pranikah lebih tinggi dibandingkan yang tidak
bekerja yaitu sebanyak 8,4% sedangkan yang bekerja dan tidak pernah melakukan
hubungan seksual pranikah sebanyak 3,8%. Remaja yang bekerja 1,2 kali lebih berisiko
untuk melakukan perilaku seksual pranikah dibandingkan remaja yang tidak bekerja.
Menurut Muangman (1980) dalam Sarwono (2015) remaja yang sudah bisa mencari
nafkah sendiri lebih terbuka tentang perilaku seksual pranikah dibandingkan remaja yang
masih sekolah. Hal ini dikarenakan remaja yang sudah bekerja merasa dirinya sudah
dewasa, remaja merasa sudah bisa bertanggung jawab terhadap kehidupannya sehingga
tidak ada larangan jika memiliki pacar dan melakukan perilaku berisiko seperti melakukan
hubungan seksual pranikah.
Pada penelitian ini juga dapat terlihat remaja yang pernah melakukan hubungan
seksual pranikah berdasarkan wilayah tempat tinggal, sebanyak 5,9% remaja yang tinggal
di pedesaan mengaku pernah melakukan hubungan seksual pranikah sedangkan remaja
perkotaan yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah sebanyak 4,1%. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi dan Basuki (2011) dengan
menganalisis Riskesdas tahun 2010 yang mengatakan bahwa remaja yang tinggal di desa
untuk berperilaku seksual tidak aman 1,055 kali lebih berisiko dibandingkan remaja yang
tinggal di perkotaan. Remaja yang tinggal di pedesaan lebih banyak yang melakukan
hubungan seksual pranikah disebabkan karena kemajuan teknologi yang sudah merambah
ke pedesaan, sehingga memudahkan remaja mengakses informasi (Ahmadian, et al.,
2014). Akses informasi adalah informasi seputar kesehatan reproduksi yang didapatkan
remaja dari sekolah. Meningkatnya minat seks pada remaja membuat remaja berusaha
Universitas Indonesia
mencari informasi sendiri mengenai seks (Hurlock, 2004). Media massa, teknologi dan
teman-teman memberikan informasi dan komunikasi seluas-luanya tanpa filter. Remaja
saat ini sangat mudah untuk mengakses situs porno dan semakin banyaknya predator dunia
maya melalui situs pertemanan melalui chat room (Magdalena, 2010).
Pola pergaulan dan gaya hidup hampir sama di semua tempat. Kehidupan pedesaan
tidak lepas dari ancaman berbagai kenakalan remaja. Remaja yang tinggal di pedesaan
terutama di perbatasan justru sangat rentan terjadi pergaulan bebas. Sebab di daerah
perbatasan merupakan lokasi akses paling mudah untuk menyebarkan berbagai jenis miras
dan narkoba. Di era gadget seperti sekarang ini telah mampu menembus batasbatas yang
dulu masih dianggap tabu oleh masyarakat pedesaan. Tidak ada lagi jarak antara satu sama
lain, meskipun mereka belum saling mengenal dan bertemu secara fisik, hingga pada
akhirnya pertemuan terjadi tak jarang mereka langsung melakukan kontak fisik
(Maryama, 2017).
Universitas Indonesia
6.3.1 Hubungan pengetahuan remaja tentang masa subur dengan Perilaku Seksual
Pranikah Remaja Indonesia Tahun 2015
Sedangkan hasil SDKI 2012 menunjukkan sebanyak 48% remaja usia 15-24 tahun
belum menikah tidak mengetahui kapan masa subur seorang wanita dan hanya 18% yang
mengetahui masa subur wanita dengan benar, yaitu tengah-tengah antara dua masa subur.
Secara keseluruhan artinya hanya satu dari enam remaja perempuan dan satu dari 10
remaja laki-laki yang mempunyai pemahaman yang benar dimana seorang wanita
mempunyai peluang untuk hamil (BPS, 2012).
Hasil penelitian menunjukkan remaja memiliki pengetahuan baik tentang masa subur
dan pernah melakuka hubungan seksual sebanyak 3,8%, sedangkan yang memiliki
pengetahuan kurang tetang masa subur 5,2%, dimana remaja yang memiliki pengetahuan
baik tentang masa subur 0,7 kali dapat mencegah untuk melakukan hubungan seksual
pranikah. Seseorang yang mengetahui kapan waktu subur dan masa tidak subur dapat
megambil keputusan untuk hamil atau tidak hamil.
Masa subur penting bagi mereka yang menginginkan kehamilan dan bagi yang
ingin menunda kehamilan, masa subur dapat dijadikan patokan untuk melakukan
hubungan seksual karena pada saat ini ovulasi sedang terjadi sehingga kemungkinan hamil
Universitas Indonesia
sangat besar. Sedangkan bagi yang mau menunda kehamilan, masa subur merupakan masa
yang harus dihindari untuk mencegah kehamilan (Stanford & Dunson, 2017). Hasil yang
sama juga ditemukan pada salah satu penelitian yang dilakukan oleh Iswarati (2011)
pengetahuan remaja tentang masa subur yang benar yaitu masa subur terjadi ditengah
antara dua haid tercatat 21,6%. Proporsi remaja yang menjawab waktu terjadinya masa
subur dengan benar menurut provinsi bervariasi. Remaja di Bali merupakan provinsi yang
terbanyak (36,3%) memberikan jawaban yang benar tentang saat terjadinya masa subur,
remaja di Kalimantan Timur (33,6%) dan DI Yogyakarta (34,9%), dan terendah di
Provinsi Banten (8,4%) dan Maluku Utara (8,6%).
Pengetahuan masa subur yang masih rendah menimbulkan tindakan coba-coba dan
rasa ingin tahu yang tinggi bagi remaja untuk melakukan hubungan seksual pranikah yang
berisiko menimbulkan kehamilan yang tidak diinginkan, akibatnya terjadilah aborsi yang
tidak aman. Komplikasi dari kehamilan dan aborsi yang tidak aman adalah penyebab
utama kematian untuk peempuan berusia 15-19 tahun (Gennari, 2013; Gray, et al., 2013).
Diperkirakan sebanyak 3 juta aborsi tidak aman terjadi setiap tahun pada remaja
perempuan di negara-negara berkembang. Dampak kesehatan dari kehamilan remaja
memberikan fakta bahwa remaja yang hamil memiliki risiko dua kali lipat mengalami
komplikasi kehamilan yang dapat menyebabkan kematian (Gennari, 2013). United
Nations memperkirakan terdapat 1,7 juta perempuan di bawah usia 24 tahun melahirkan
setiap tahun di Indonesia, dan hampir setengahnyahnya merupakan kehamilan yang tidak
diinginkan (United Nations, 2011).
Universitas Indonesia
Ada aktivitas seksual yang dapat menyebabkan kehamilan, ada juga yang tidak
menyebabkan kehamilan. Aktivitas seksual yang tidak dapat menyebakan seseorang hamil
diantaranya beriuman, masturbasi, seks oral, seks anal, sedangkan aktivitas yang dapat
menyebabkan perempuan hamil seperti seks vagina dengan penis serta berbagai macam
aktivitas di mana air mani dikeluarkan di sekitar vagina. Kehamilan terjadi saat sperma
pada laki-laki bertemu dan membuahi sel telur. Sperma dapat bertahan di tuba fallopi
selama tujuh hari setelah kegiatan seks. Perempuan tidak dapat hamil, jika pembuahan
tesebut tidak berhail dilakukan. Seorang perempuan ketika melakukan pertama kali
hubungan seksual dalam masa suburnya, maka kemungkinan untuk hamil pun ada.
Kemungkinan hamil ini pun tergaantung pada kondisi sperma, sebab untuk mencapai sel
telur, sperma harus melewati tuba fallopi, dimana tidak semua sperma yang masuk bisa
bertahan. Jika kualitas sperma yang diproduksi bagus, kemungkinan terjadi kehamilan pun
tinggi (Llewellyn-Jones, 2001).
Usia reproduksi sehat sangat penting diketahui remaja. Hal ini bertujuan agar
remaja memahami usia yang tepat untuk hamil dan melahirkan, serta memahami usia
berisiko bila hamil dan melahirkan. Remaja yang mengetahui wawasan tersebut
diharapkan dapat merencanakan masa depan keluarganya dengan baik, mencakup
perencanaan umur menikah, perencanaan jumlah anak, perencanaan jarak antara 2 (dua)
kelahiran dan perencanaan KB mendatang (BKKBN, 2015).
Hasil analisis menunjukkan umur sebaiknya menikah baik untuk perempuan
maupun laki-laki yaitu sebaiknya menikah pertama 22 tahun perempuan dan 25 tahun laki-
laki. BKKBN memberikan batasan usia pernikahan 21 tahun bagi perempuan dan 25
tahun untuk laki-laki. Umur yang matang secara biologis dan psikologis adalah 20-25
tahun bagi perempuan, dan umur 25-30 tahun bagi pria. Usia tersebut merupakan masa
yang paling baik untuk berumah tangga karena sudah memiliki kesiapan matang dalam
berumah tangga, sehingga dapat mewujudkan keluarga yang berkualitas (BKKBN, 2017).
Universitas Indonesia
dan anak. Risiko kehamilan pada ibu yang terlalu muda biasanya timbul karena mereka
belum siap secara psikis maupun fisik untuk menjadi seorang ibu. Organ reproduksi
remaja seperti rahim belum cukup matang untuk menanggung beban kehailan, bagian
panggul belum cukup berkembang sehingga mengakibatkan kelainan letak janin dan
terjadi komplikasi persalinan seperti perdarahan. Wanita yang berusia di bawah 20 tahun
berisiko tinggi melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) serta mengalami
malformasi janin yang merupakan penyebab kematian perinatal (Abdurrajak, et al., 2016).
Pengetahuan tentang HIV/AIDS penting karena kalangan remaja berusia 15-24 tahun
merupakan kelompok yang rentan terinfeksi virus HIV. Penularan HIV tertinggi karena
perilaku seks berisiko. Remaja rentan terinfeksi HIV karena memasuki masa pubertas
Universitas Indonesia
yang akan memunculkan ketetarikan terhadap lawan jenis. Remaja merasakan jatuh cinta,
berpacaran, dan muncul gairah seksual. Remaja belum matang secara emosional, sehingga
tanpa pengetahuan yang benar remaja akan rentan melakukan seks berisiko dan tertular
HIV (Maharani, 2015).
Hasil penelitian menunjukkan sebesar 62,0% remaja mengetahui ada suaru cara untuk
menghindari HIV/AIDS. Tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang HIV/AIDS
dengan perilaku seksual pranikah pada remaja di Indonesia tahun 2015. Hasil penelitian
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sucipto (2007). Hasil ini menunjukkan
bahwa tingkat pengetahuan HIV/AIDS bukan merupakan domain untuk seseorang
melakukan tindakan. Seseorang yang memiliki pengetahuan baik tentang HIV/AIDS
belum tentu dapat mengaplikasikan tindakan cara pencegahan HIV/AIDS dengan tidak
melakukan melakukan hubungan seksual pranikah. Hal ini bisa terjadi karena perilaku
seksual pranikah tidak terjadi dengan sendirinya melainkan didorong atau dimotivasi oleh
faktor-faktor lain. Motivasi tertentu akan mendorong seseorang untuk melakukan perilaku
tertentu. Pada remaja, perilaku seksual pranikah dapat dimotivasi oleh rasa sayang dan
inta dengan didominasi oleh perasaan kedekatan dan gairah yang inggi terhadap
pasangannya, tanpa diserta komitmen yang jelas. Motivasi lainnya yang menyebabkan
seorang remaja melakukan hubungan seksual pranikah meskipun memiliki pengetahuan
HIV/AIDS ang baik, dimana remaja ingin menjadi bagian dari kelompok dengan
mengikuti norma-norma yang telah dianut oleh kelompoknya, dimana dalam hal ini
kelompok telah melakukan perialku seksual pranikah.
Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Shiferaw, et al (2011) ada
hubungan antara pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan tindakan seksual pranikah,
dimana semakin baik pengetahuan seseorang tentang HIV/AIDS maka semakin kecil
kemungkinan untuk melakukan tindakan seksual pranikah sehingga dapat mencegah
penularan penyakit seperti HIV/AIDS.
Remaja memiliki hak untuk memperoleh informasi yang jelas dan akurat mengenai
kontrasepsi termasuk pemakaian yang benar, efek-efek sampingnya, dan bagaimana
menjangkau petugas pelayanan kesehatan untuk menjawab kekhawatirankekhawatiran
mereka. Remaja dapat memilih jenis kontrasepsi, meskipun kondom seringkali merupakan
pilihan pertama yang jelas untuk para remaja yang belum menikah. Konseling yang sesuai
Universitas Indonesia
sangat penting untuk membantu remaja menangani atau menyisihkan potensi efek-efek
samping. Konseling harus mengungkapkan aspek pencegahan kehamilan sekaligus
perlindungan terhadap Penyakit Menular Seksual (PMS) (Martaadisoebrata,
Sastrawinata, & Saifuddin, 2005).
Hasil analisis menunjukkan sebagian besar jenis kontrasepi yang diketahui adalah
kondom (84,6%), pil (82,1) dan suntikan (77,1%). Tidak ada hubungan antara
pengetahuan remaja tentang KB dengan perilaku seksual pranikah. Hasil penelitian ini
tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryani, Ramani, & Wati (2015)
yang mengatakan semakin tinggi pengetahuan remaja tentang KB maka akan lebih tinggi
keinginan mengikuti KB di masa depan. Pengetahuan yang tinggi dan peningkatan
wawasan cara berpikir akan memberikan dampak terhadap seseorang pada saat
mengambil suatu tindakan termasuk melakukan perilaku seksual pranikah.
Hasil penelitian menunjukkan remaja usia 15-24 tahun yang belum menikah dan
pernah mengikuti kegiatan PIK R/M pada tahun 2015 masih rendah yaitu sebanyak 4,9%.
Masih rendahnya remaja yang tidak ikut kegiatan PIK R/M menurut Pyas (2014)
dikarenakan meskipun BKKBN sudah sejak tahun 2010 meluncurkan program GenRe,
sosialisasi kepada sasaran belum optimal, sehingga baik remaja maupun keluarga yang
mempunyai remaja tidak mengetahui apa itu Program Generasi Berencana (GenRe)
sehingga tidak mengetahui dan tidak mengikuti wadah Program GenRe yaitu PIK R/M.
GenRe adalah suatu program di bawah naungan BKKBN yang dikembangkan dalam
rangka penyiapan dan perencanaan kehidupan berkeluarga bagi remaja. Sasaran program
GenRe yaitu remaja belum menikah dengan usia 10-24 tahun, mahasiswa/mahasiswi,
keluarga serta masyarakat yang peduli remaja. GenRe memberikan informasi tentang
kesehatan reproduksi seperti seperti tidak menikah dini, tidak melakukan hubungan
seksual pranikah dan tidak menggunakan NAPZA, penanaman keterampilan hidup (life
skills), pemberian informasi tentang perencanaan kehidupan berkeluarga dan pemberian
informasi tentang kependudukan dan pembangunan keluarga (BKKBN, 2016).
Adanya PIK R/M merupakan wadah kegiatan dari Program GenRe. Namun, tidak
semua PIK R/M berjalan dan aktif. Pelaksanaan Pogram GenRe masih mengalami kendala
Universitas Indonesia
pada sasaran program yaitu remaja, salah satu penyebabnya yaitu kurangnya sosialisasi
kepada remaja sehingga partisipasi remaja dalam kegiatan PIK R/M kurang. Rendahnya
partisipasi remaja karena remaja yang diundang dalam sosialisasi tidak datang. Kurangnya
sosialisasi tentang kegiatan PIK R/M menunjukkan bahwa kampanye program GenRe
belum optimal sehingga masih ditemukan permasalahan remaja seperti hubungan seksual
pranikah, penggunaan NAPZA dan HIV/AIDS (Pyas, 2014).
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 6,6% remaja yang ikut kegiatan PIK R/M
pernah melakukan hubungan seksual pranikah, sedangkan remaja yang tidak ikut kegiatan
PIK R/M dan pernah melakukan hubungan seksual pranikah sebanyak 5,0%. Hasil uji
statistik menunjukkan terdapat hubungan tentang keikutsertaan remaja dalam kegatan PIK
R/M dengan perilaku seksual pranikah remaja. Remaja yang ikut kegiatan PIK R/M 1,5
kali lebih berisiko melakukan hubungan seksual pranikah dibandingkan remaja yang tidak
ikut kegiatan PIK R/M . Pergaulan teman sebaya dapat mempengaruhi perilaku. Pegaruh
tersebut dapat berupa pengaruh positif dan negati. Hasil ini sejalan dengan penelitian pada
remaja di 15 provinsi di Indonesia, dimana remaja yang mempunyai teman yang pernah
melakukan hubungan seksual cenderung 3 kali lebih berisiko untuk berperilaku seksual
pranikah dibandingkan dengan remaja yang tidak mempunyai remaja yang pernah
melakukan peialku seksual pranikah (Sutjiningsih, 2006).
Remaja yang ikut kegiatan PIK R/M lebih berisiko untuk melakukan hubungan
seksual pranikah dapat terjadi karena metode penelitian menggunakan rancangan cros
sectional dimana pengukuran terhadap variabel keikutsertaan PIK R/M dilakukan
bersamaan dengan pengukuran variabel dependen yaitu perilaku seksual pranikah remaja
sehingga peneliti tidak mengetahui mana yang lebih dahulu apakah remaja terlebih dahulu
melakukan hubungan seksual pranikah setelah itu tertarik untuk ikut kegiatan PIK R/M
atau sebaliknya.
Hasil penelitian berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2014),
menyatakan bahwa siswa yang mengatakan tidak terdapat kegiatan PIK R/M di sekolah
Universitas Indonesia
lebih berisiko melakukan perilaku seksual pranikah dibandingkan dengan siswa yang
menyatakan terdapat PIK R/M di sekolah. (OR=4,0;95%CI 0,9-18,1). Terdapatnya
Konselor dan Pendidik Sebaya di PIK R/M menjadikan remaja mudah mendapatkan
informasi mengenai kesehatan reproduksi serta masalah seksualitas. SDKI-KRR (2012)
menyebutkan sebesar 60% remaja perempuan dan 59% remaja laki-laki mengatakan
mereka lebih suka membicarakan masalah kesehatan reproduksi dengan temannya
dibanding dengan guru atau orang tuanya. Apabila pengetahuan dan sikap teman
sebayanya positif maka infomasi yang disampaikan temannya akan memberikan dampak
positif pula, demikian juga sebaliknya.
Data BKKBN 2015 menunjukkan sebagian besar pengguna NAPZA berusia 1519
tahun sebanyak 57,4%. Seks bebas dan narkoba sudah sulit untuk dipisahkan banyak
remaja yang menjadi korban perilaku negatif ini (Sunur, 2017). Hasil analisis
menunjukkan sebanyak 7,2% remaja mengaku pernah menggunakan NAPZA sedangkan
sebanyak 92,8% belum pernah mencoba.
1. Extacy berefek menstimulan/merangsang libido atau nafsu seks setelah efek hiperaktif
mulai menghilang. Saat kondisi seperti ini siapapun tidak akan merasa perlu untuk
menseleksi siapapun partner seks nya an tidak akan melihat dampak dari perbuatan
seks yang telah dilakukan.
Universitas Indonesia
3. Narkoba jenis Putaw (Heroin atau opium), pemakaian jenis putaw ini menyebabkan
seseorang harus terus-menerus mengkonsumsinya. Remaja rela melakukan apapun
seperti mencuri, merampokan dan lebih parahnya lagi melakukan seks komersil atau
menjual diri mereka sendiri. Seks secara komersil dapat dilakukan oleh pecandu
perempuan menjadi pelacur dan pecandu laki-laki menjadi gigolo, sehingga tidak
jarang para remaja melakukan seks bebas dengan siapapun untuk mendapatkan uang
agar bisa membeli narkoba dan dapat dikonsumsi oleh dirinya sendiri
Penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang merupakan salah satu inisiasi seksual
pranikah pada remaja, hal ini dikarenakan maraknya pesta minuman keras di kalangan
remaja (Windle , et al., 2013). Alkohol berakibat memabukkan yang menekan sistem
syaraf pusat, mengganggu aktifitas otak dan mengubah proses berfikir dan perasaan.
Remaja lebih rentan terhadap efek alkohol karena belum berkembangnya toleransi fisik
serta kurangnya pengalaman dalam alkohol. Obat-obatan terlarang juga dapat
menyebabkan defisit dalam proses penalaran, serta hambatan fisik dan koordinasi
sehingga dapat memotivasi remaja untuk memulai hubungan seks (Farid, et al., 2013).
Universitas Indonesia
7.1 Kesimpulan
3. Ada hubungan yang antara keikutsertaan remaja dalam kegiatan PIK R/M
dengan perilaku seksual pranikah. Remaja yang ikut kegiatan PIK R/M 1,5
kali lebih berisiko dibandingkan dengan remaja yang tidak ikut kegiatan PIK
R/M.
4. Ada hubungan yang antara remaja yang pernah menggunakan NAPZA dengan
perilaku seksual pranikah. Remaja yang pernah menggunakan NAPZA 5,5
kali lebih berisiko dibandingkan dengan remaja yang tidak pernah
menggunakan NAPZA.
7.2 Saran
Universitas Indonesia
2. Bagi institusi
Berbagai institusi yang terkait dengan kesehatan reproduksi remaja
seperti BKKBN, Dinas Pendidikan/sekolah, Dinas Kesehatan/Puskesmas
agar lebih gencar menyediakan informasi tentang masalah remaja terutama
masalah perilaku seksual pranikah remaja dengan memberikan informasi
tentang pengetahuan kesehatan reproduksi remaja (KRR) terutama
pegetahuan tentang masa subur dan pengetahuan jika perempuan dapat
hamil meskipun sekali melakukan hubungan seksual dengan mengadakan
forum diskusi dan konseling secara merat sampai ke desa melalui
kelompok-kelompok remaja/karang taruna.
Universitas Indonesia
Abdullahi, M., & Umar, A. (2013). Consequences of Pre-Marital Sex among the Youth a
Study of University of Maiduguri. IOSR Journal of Humanities and Social Science
)IOSR-JHSS), 10(1), 10-17.
Abdurrajak, K., Mamengko, L. M., & Wantia, J. J. (2016). Karakteritik Kehamilan dan
Persalinan pada Usia kurang dari 20 tahun di RSUP Prof. DR.R.D. Kandou
Manado. Jurnal e-Clinic, 4(1).
Adogu, P., Udigwe, I., Udigwe, G., & Ubajaka, C. (2014). Review of Problems of
Adolescent Sexual Behaviour and Role of Millenium Development Goals 4,5 and
6 in Nigeria. International Journal of Clinical Medicine, 940-948.
Ahmadian, M., Hamsan, H. H., Abdullah, H., Samah, A. A., & Noor, A. M. (2014). Risky
Sexual Behavior among Rural Female Adolescents in Malaysia: A Limited .
Global Journal of Health Science, 6(3), 165-174.
Alter, C. (2015). Exclusive: Millenials More Tolerant of Premarital Sex, But Have Fewer
Partners. Retrieved Januari 12, 2018, from
http://time.com/3846289/boomersgeneratios-millennials-sex-sex-tends-sexual-
partners/
Anas, S. H. (2010). Sketsa Kesehatan Reproduksi Remaja. Jurnal Studi Gender & Anak,
5, 199-214.
Andersen, R. M. (1995). Revisiting the behavioral model and access to medical care: does
it matter? . Retrieved Maret 27, 2017, from
http://www.med.uottawa.ca/sim/data/models/Andersen.htm
Ayoade, O. T., Blavo, F. J., Farotimi, A. A., & Nwozichi, C. U. (2015). Sociodemographic
Factors as Predictors of Sexual Behavior of Secondary School Student in Lagos
State, Nigeria. International Journal of Medicine and Public Health , 5(2), 152-
156.
Barlett, R., Holditch-Davis, D., Belyea,M., Halpern, CT., & Beeber, L. (2006). Risk and
Protection in the Develpoment of Problem behaviors in Adolescents. Research in
Nursing and Health, 29, 607-621
Bennet, M.D. (2007). Racial Socialization and Ethnic Identity; Do They Offer Protection
Against Problem Behaviors for African American Youth ? Journal of Human
Behavior in the Social Environment, 15 (2-3), 137-161
Universitas Indonesia
BKKBN. (2012). Pedoman Pengelolaan Puat Informasi dan Konseling Remaja dan
Mahasiswa (PIK Remaja/Mahasiswa). Jakarta: BKKBN.
BKKBN. (2014). Survei Indikator Kinerja RPJMN Program Kependudukan dan Keluarga
Berencana Tahun 2014. Jakarta: BKKBN.
BKKBN. (2017). BKKBN :Usia Pernikahan Ideal 21-25 Tahun. Retrieved June 17, 2018,
from https://www.bkkbn.go.id
BPS. (2012). Survei Demografi dan Kesehatan Insonesia 2012. Laporan Pendahuluan.
Jakarta: BPS.
BPS. (2014). Stastistik Pemuda Indonesia 2014. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
BPS, BKKBN, Kemenkes, & ICF International. (2013). Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: BPS; BKKBN;
Kemenkes; ICF International.
Calsyn, D. a., Cousins, S. J., Mailatte-Hatch, M. A., Forcehimes , A., Mandler, R., Doyle,
S. R., & Woody, G. M. (2011). Sex Under the Influence of Drugs or Alcohol:
Common for Men Substance Abuse Treatment and Associated with High Risk
Sexual Behaviour. The American Journal Addictions/Amerian Academy of
Psychiatrists in Alcoholism an Addictons, 19(2), 119-127.
Choe, M. K., & Lin, H.-S. (2001). Effect of Education on Premarital Sex and Marriage in
Taiwan. East-West Center Working Paper, 16, 108.
Connel, C., Gilreath, T., & Hansen, N. (2009). A Multiprocess Latent Class analysis of
the Cooccurrence of Substance Use and Behavior Among Adoloescents. Journal
of Studies on Alcohol and Drugs, 70, 943-951.
Depkes. (2003). Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) Bagi Petugas Kesehatan
(Pegangan bagi Pelatih). Retrieved Maret 28, 2017, from
Universitas Indonesia
Ditjen PPM dan PL Kemenkes RI. (2010). Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia.
Laporan Triwulan IV tahun 2010. Jakarta: Ditjen PPM dan PL Kemenkes RI.
Farid, N. D., Rus, S. C., Dahlui, M., & Al-Sadat, N. (2013). Determinans of Sexual
Intercourse Initiation Among Incarcerated Aolescent: A Mixed-Method Study.
Singapore Medical Jurnal, 54(2), 695-701.
Fleming, M., & Lardner, R. (2002). Strategies to Promote Safe Behavioral as Part of a
Health Safety Management System. The Keil Centre.
Geller, E. S. (2001). The Psycology of Safety Handbook. Boca Rato: Lewish Publisher.
Gennari, P. J. (2013). Adolescent Pregnancy in Developing Countries. International
Journal of Childbirth Education, 28, 57.
Ghebremichael, U, L., & E, P. (2009). Assosiation of Ahe at First Sex with HIV-1, HSV2,
and Other Sexual Transmiited Infection among Women in Northern Tanzania.
National Center for Biotechnology Inforation (NCBI) Journals, 36(9), 570.
Glanz, K., & Rimer, B. K. (2008). Health Behaviour and Health. Fourth Edition. San
Frascisco: Jossey Bass.
Glanz, K., Barbara, R., & Viswanath, K. (2008). Health Behaviour and Health Education.
Theory, Research and Practice. Retrieved Maret 27,
2017, from
http://hbcs.ntu.edu.tw/uploads/bulletin_file/file/568a39ae9ff546da4e02eb72/Hea
lth_behavior_and_health_education.pdf
Graeff, J. A., J.P, E., & E.M , B. (1993). Communication for Health and Behaviour
Change. San Francisco,CA,USA: Jossey-Bass Publishers.
Gray, N., Peter, A., Ellisa , K., Ellisa , W., & Mick, C. (2013). Improvig Adolscent
Reproductive Health in Asia and the Pasific: Do we have a data ? A review of DHS
and MICS Surveys in Nine Countries. Asia-Pasific Journal of Public Health/Asia-
Pasific Academic Consortium for Public Health, 25, 134-144.
Gunawan, I. (2018). Pengetahuan, Sikap, dan Peran Teman Sebaya terhadap Perilaku
Seksual Pranikah pada Siswa Kelas XI di SMA Negeri X Batanghari 2014. Tesis.
Depok: FKM UI.
Universitas Indonesia
Hendricks, K. (2007). Reason for Abstinence. Role of Alcohol and Drugs in Premarital
Sex, Pregnancy, and STIs. Retrieved November 9, 2017,
from www.physiciansforlfe.org
Jessor, R., Donovan, J. E., & Costa, F. M. (1991). Beyond adolescence: Problem behavior
and young adult development. New York: Cambridge University Press.
Joshi, B., & Chauchan, S. (2011). Determinants of Youth Sexual Behaviour: Program
Implication for India. Eastern Journal of Medicie, 16, 113-121.
Juliaan, F., Anggraeni , M., Asih, L., Ekoriano, M., Kristiana, S., Liliestina, S., . . .
Ekawati, R. (2017). Peranan PIK dalam menurunkan Angka Kelahiran Usia
Remaja dan Pendewasaan Usia Remaja dan Pendewasaan Usia Perkawinan.
Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembagan Keluarga Berencana dan Keluarga
Sejahtera BKKBN.
Kemenkes. (2012). Buku Petunjuk Penggunaan Media KIE Versi Pekerja dan Mahasiswa.
Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Kemenkes. (2014). Infodatin Pusat Data dan Informasi Kemetrian Kesehatan RI. Situasi
dan Analisis HIV AIDS. Retrieved March March, 2017,
from
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/Infodatin%2AI
DS.pdf
Kemenkes. (2014). Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. Retrieved February 26, 2017,
fromhttp:www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin%2
0reproduksi%20reaja-ed.pdf
Kemenkes. (2017). Inilah Risiko Hamil di Usia Remaja. Jakarta: Biro Komunikasi dan
Pelayanan Mayarakat Kementrian Kesehatan RI.
Universitas Indonesia
Kholid, A. (2015). Promosi Kesehatan Dengan Pendekatan Teori Perilaku, Media, dan
Aplikasi (3 ed.). Jakarta: Rajawali Pers.
Lampung, B. (2016). Pengaruh Narkoba di Kalangan Remaja. Retrieved May 20, 2018,
from lampung.bnn.go.id
Maryama, F. (2017). Karena remaja Ingin Dimengerti. Retrieved May 25, 2018, from
ntb.bkkbn.go.id
Mitchell, C. (2015). The Value of Virginity . The Journal of Clinical Ethics, 26(2), 152.
Musafaah. (2007). Pengetahuan dan Sikap Pemakaian Kontrasepsi pada Remaja Putri
"Gaul" di Parkir Timur Senayan, Jakarta. Kesmas National Public Health Journal,
2. Retrieved from jurnalkesmas.ui.ac.id.
Universitas Indonesia
Noroozi, M., Taleghani, F., Merghati-Khoei, E. S., & Gholami, A. (2014). Premarirtal
Sexual Relationships: Explanation of the Actions and Functions of Family. Iranian
Journal of Nursing and Midwifery and Midwifery Research, 19(4), 423431.
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku (Pertama ed.). Jakarta:
Rineka Cipta.
PKBI. (2009). Hak Reproduksi dan Seksual. Retrieved Maret 18, 2017, from
http://pkbidiy.info/page id=3495
Pratiwi, N. L., & Basuki, H. (2011). Hubungan Karakteristik Remaja Terkait Risiko
Penularan HIV-AIDS dan Perilaku Seks Tidak Aman di Indonesia. Retrieved
Maret 27, 2017, from ejournal.litbang.depkes.go.id
Ramiro, L., Reis, M., Matos, M. G., & Diniz, J. A. (2011). Sex Education among
Portuguese Adolescent Student. Procedia- Social and Behavioural Sciences , 29,
493-502.
Rusmiati, D., & Hastono, S. P. (2015). Sikap Remaja terhadap Keperawanan dan Perilaku
Seksual dalam Berpacaran. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 10(1).
Retrieved Maret 2017
Setyaningsih, D. (2016). Determinan Faktor Inisiasi Seks Pranikah Pada Remaja (Analisis
Data Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia Tahun 2012). Jurnal Medika
Respati, IX.
Shiferaw, Y., Alemu, A., Girma, A., Getahu, A., Kassa, A., Gashaw, A., . . . Gelaw , A.
(2011). Assesment of Knowledge, Attitude and Risk Behaviors Towards
HIV/AIDS and Other Sexual Transmitted Infection Among Preparatory Students
of Gondar Town, North West Ethiopia. Department of Medical Laboratory
Science, College of Medicine and Health Science, University of Gondar, 505.
Universitas Indonesia
Statistica, Ltd. (2018). Global view on Pemarital Sex 2013. Retrieved Januari 15, 2018
Stanford, J. B., & Dunson, D. B. (2017). Effects of Sexual Intercourse Patterns in Time to
Pregnancy Studies . American Journal of Epidemiology , 165(9), 1088-1095.
Stirnemann , J., Samson , A., Bernard , J., & Thalabard, J. (2013). Except in the specific
case of assisted reproduction technologies. Human Reproduction Advanced Access
publication on, 28(4), 1110-1116.
Sunur, G. (2017). Hubungan Narkoba dan Seks Bebas. Retrieved April 18, 2017, from
https://www.academia.edu/13723103/Makalah_hubungan_narkoba_an
seks_bebas_Grecia_Sunur_Undana
Suryani, Y., Ramani, A., & Wati, D. M. (2015). Preferensi Remaja dalam Mengikuti
Keluarga Berencana di Masa Depan (Studi pada Remaja di Kecamatan Kaliwates
Kabupaten Jember). Badan Epidemiologi dan Biostatistika Kependudukan,
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember.
Tang, J., Gao, X., Yu, Y., Wang, J., & Du, Y. (2011). Sexual Knowledge, Attitudes and
Behaviors Among Unmarried Migrant Female Workers in China: A Comparative
Analysis. BMC Public Health, 11(917), 2-7.
Teferra, T. B., Erena, A. N., & Kebede, A. (2015). Prevalence of Premarital Sexual
Practice and Associated Factos Among Undergraduate Health Science Students of
Madalawabu University, Bale Goba, South East Ethiophia: Institution Based
Cross Sectional Study. The Pan African Medical Journal. African Field
Epidemiology Network, 209, 20.
The National Humanities Center (2005). Frederick Winslow Taylor. The Principles of
Scientific Management 1910. Ch.2. Retrieved Maret 29, 2017, from
nationalhumanitiescenter.org.pds/gilde/progress/text3/taylor.pdf
Umaroh, A. K., Kusumawati, Y., & Kasjono, H. S. (2015). Hubungan Antara Faktor
Internal dan Faktor Eksternal dengan Perilaku Seksual Pranikah Remaja di
Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 10(1), 65-75.
United Nations. (2011). World Population Prospects The 2010 Revision. Volume I:
Comprehensive Tables. New York: United Nations.
Universitas Indonesia
WHO. (2016). Sexual and Reproductive Health . Retrieved March 1, 2017, from
http://www.who.int/entity/reproductivehealth/topics/adolescene/contraeptiveuse/
en/index.html
Willis, S. (2014). Remaja dan Masalahnya (Cetakan Kelima ed.). Bandung: Alfabeta.
Windle , M., Sales, J. M., & Windle, R. C. (2013). Chapter 10-Influence of Alcohol and
Illcit Drug Use on Sexual Behaviour. In Handbook of Child and Adolescent
Sexuality (pp. 253-274). Emory University, Atlanta, Georgia: Academic Press.
Wulandari, V. F., Nirwana, H., & Nurfahanah. (2012). Pemahaman Siswa Mengenai
Kesehatan Reproduksi Remaja Melalui Layanan Informasi. Jurnah Ilmiah
Konseling, 1(1), 1-9. Retrieved from
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=24855&val=1533&title=PE
MAHAMAN%20SISWA%20MENGENAI%20KESEHATAN%20 REPRODU
KSI%20REMAJA%20MELALUI%20LAYANAN%20INFORMASI
Xiayun, Z., Choohua, L., Ersheng, G., Yan, C., Hongpeng, N., & Zabin, L. S. (2012).
Gender Difference in Adolescent Premarital Sexual Permissiveness in these Asian
Cities: Effects of Gender-Role Attituted. The Journal of Adolescent Health,
50(30), 518-525.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Uji Etik
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
tab skor_masasubur
RECODE of | masasubur | Freq. Percent
Cum. ------------+-------------------------------
---- tahu | 4,180 9.90 9.90
tidak_tahu | 38,063 90.10 100.00 -
-----------+-----------------------------------
Total | 42,243 100.00
RECODE of |
P203 (P203. | Tahukah | bahwa | wanita
| sudah haid | dapat hamil | dalam | sekali
h | Freq. Percent Cum. ----------
--+-----------------------------------
Tahu | 27,077 64.10 64.10
Tidak tahu | 15,166 35.90 100.00
------------+-----------------------------------
Total | 42,243 100.00
RECODE of |
P223 (P223. |
Apakah ada |
suatu cara |
menghindari |
HIV dan |
AIDS?) | Freq. Percent Cum. ------------+-----------------------------------
Tahu | 26,199 62.02 62.02
Tidak tahu | 16,044 37.98 100.00
------------+-----------------------------------
Total | 42,243 100.00
Pengetahuan tentang KB
tab sebaiknya_menikah
RECODE of | umur_menika | h |
Freq. Percent Cum. ------------+------
----------------------------- tahu |
26,767 63.36 63.36 tidak tahu |
Universitas Indonesia
RECODE of | umur_lahira | n |
Freq. Percent Cum. ------------+------
----------------------------- tahu |
14,402 34.09 34.09 tidak tahu |
27,841 65.91 100.00 ------------+-----
------------------------------ Total |
42,243 100.00
Pengetahuan tentang KB
tab tahu_KB
---------------------------------------------------------------------------------
-> tahu_KB = 5
Universitas Indonesia
Pengetahuan KRR
quantiles |
of |
Peng_kespro | Freq. Percent Cum. ------------+-----------------------------------
1 | 16,410 38.85 38.85
2 | 10,855 25.70 64.54
3 | 9,495 22.48 87.02
4 | 5,483 12.98 100.00
------------+-----------------------------------
Total | 42,243 100.00
tab ikut_PIKR
RECODE of |
P408 (P408. | Pernah | mengikuti | kegiatan
| pada | wadah/tempa | t |
tersebut?) | Freq. Percent Cum. -
-----------+-----------------------------------
Ya | 2,051 4.86 4.86
Tidak | 40,192 95.14 100.00
------------+-----------------------------------
Total | 42,243 100.00
Penggunaan NAPZA
tab NAPZA
RECODE of |
P233 (P233. |
Apakah | pernah
| mencoba |
mngkonsumsi |
NAPZAn?) | Freq. Percent Cum.
------------+-----------------------------------
Tidak | 39,196 92.79 92.79
Ya | 3,047 7.21 100.00
------------+-----------------------------------
Total | 42,243 100.00
RECODE of |
P011 (Jenis |
Kelamin) | Freq. Percent Cum.
------------+-----------------------------------
Perempuan | 19,778 46.82 46.82
Laki-laki | 22,465 53.18 100.00
------------+-----------------------------------
Universitas Indonesia
Umur tab
umur
P101. | Berapa umur | saat ini? | Freq.
Percent Cum. ------------+----------------
-------------------
15 | 6,581 15.58 15.58
16 | 5,762 13.64 29.22
17 | 5,403 12.79 42.01
18 | 5,164 12.22 54.23 19 |
4,450 10.53 64.77
20 | 4,199 9.94 74.71
21 | 3,072 7.27 81.98
22 | 2,781 6.58 88.56
23 | 2,642 6.25 94.82 24 |
2,189 5.18 100.00
------------+-----------------------------------
Total | 42,243 100.00
Pendidikan
tab didik
RECODE of |
P011 (Jenis |
Kelamin) | Freq. Percent Cum.
------------+-----------------------------------
Perempuan | 19,778 46.82 46.82
Laki-laki | 22,465 53.18 100.00
------------+-----------------------------------
Total | 42,243 100.00
Status Pekerjaan
RECODE of |
P105 (P105. |
Apakah | seminggu yang | lalu |
bekerja?) | Freq. Percent Cum. ----
----------+-----------------------------------
Tidak_bekerja | 30,485 72.17 72.17
Bekerja | 11,758 27.83 100.00
--------------+-----------------------------------
Total | 42,243 100.00
Universitas Indonesia
ANALISIS BIVARIAT
Hubungan Pengetahuan masa subur dengan perilaku seksual pranikah svy linearized : logistic
seks_remaja ib(1).skor_masasubur
(running logistic on estimation sample)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
------------------------------------------------------------------------------
| Linearized
seks_remaja | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------
------+---------------------------------------------------------------- tahu_KB |
2 | .9426588 .0977264 -0.57 0.569 .7690455 1.155466
3 | 1.15772 .1220849 1.39 0.165 .9411995 1.424051
4 | 1.457404 .1746248 3.14 0.002 1.151882 1.843964
5 | 1.778278 .2356576 4.34 0.000 1.370872 2.30676 |
_cons | .0434672 .0046837 -29.10 0.000 .0351786 .0537087
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
--------------------------------------------------------------------------------
| Linearized
seks_remaja | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -
--------------+----------------------------------------------------------------
bisa_hamil |
Tahu | .9368726 .3517064 -0.17 0.862 .448296 1.957926
|
bisa_hamil#|
jenis_kelamin |
Tahu #|
Laki-laki | 2.882704 .2662722 11.46 0.000 2.404557 3.45593
Tidak tahu #|
Laki-laki | 3.10063 .2900799 12.10 0.000 2.58032 3.725859
|
bisa_hamil#|
umur |
Tahu#16 | 1.870788 .4070645 2.88 0.004 1.220341 2.867927
Tahu#17 | 2.252944 .4638014 3.95 0.000 1.503853 3.37517
Tahu#18 | 3.647653 .7075828 6.67 0.000 2.492298 5.338595
Tahu#19 | 4.298988 .9016602 6.95 0.000 2.847858 6.489544
Tahu#20 | 4.923879 1.163779 6.74 0.000 3.095731 7.83162
Tahu#21 | 5.519439 1.194242 7.90 0.000 3.609038 8.441089
Tahu#22 | 4.79294 .9700795 7.74 0.000 3.221167 7.131662
Tahu#23 | 7.399673 1.697689 8.72 0.000 4.71601 11.61048 Tahu#24 |
7.920218 1.806599 9.07 0.000 5.060945 12.39489
Tidak tahu#16 | 1.455206 .3233308 1.69 0.092 .9407177 2.251075
Tidak tahu#17 | 2.773052 .638182 4.43 0.000 1.76488 4.357134
Tidak tahu#18 | 3.905138 .9061222 5.87 0.000 2.476148 6.158801
Tidak tahu#19 | 5.06099 1.060327 7.74 0.000 3.354146 7.636406
Tidak tahu#20 | 5.12272 1.050861 7.96 0.000 3.424331 7.663472
Tidak tahu#21 | 5.64679 1.241673 7.87 0.000 3.666879 8.695743
Tidak tahu#22 | 6.013252 1.53025 7.05 0.000 3.648457 9.91082
Tidak tahu#23 | 6.960207 1.540997 8.76 0.000 4.506389 10.75018
Tidak tahu#24 | 8.202326 2.117378 8.15 0.000 4.940972 13.61638
|
bisa_hamil#|
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Pengetahuan HIV/AIDS#Confounder
Survey: Logistic regression
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Keikutsertaan NAPZA#Confounder
Survey: Logistic regression
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
--------------------------------------------------------------------------------
| Linearized
seks_remaja | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -
--------------+----------------------------------------------------------------
skor_masasubur |
tahu | .7290154 .0961529 -2.40 0.017 .5626881 .9445081
|
bisa_hamil |
Tahu | .8402751 .0627685 -2.33 0.020 .7256434 .9730154
| sebaiknya_me~h | tahu | .8970803 .0640171 -1.52
0.128 .7797937 1.032008
| sebaiknya_me~n | tahu | .9582155 .0756238 -0.54
0.589 .8206635 1.118823
| pencegahan_HIV
|
Tahu | .9779318 .103595 -0.21 0.833 .794287 1.204037
|
tahu_KB |
1 | .5434752 .0920328 -3.60 0.000 .3897434 .7578456
2 | .4819667 .0717216 -4.90 0.000 .3598515 .6455216
3 | .6434167 .0675282 -4.20 0.000 .5235969 .7906562 4 |
.8156708 .0896632 -1.85 0.064 .6573232 1.012164
|
ikut_PIKR |
Ya | 1.550798 .2447052 2.78 0.006 1.137632 2.114019
|
NAPZA |
Ya | 5.603888 .5282734 18.28 0.000 4.656978 6.743335
|
jenis_kelamin |
Laki-laki | 2.381239 .1986307 10.40 0.000 2.021498 2.804998
umur | 1.19411 .0142376 14.88 0.000 1.16648 1.222395
|
tinggal |
perkotaan | .7096183 .0876538 -2.78 0.006 .556794 .9043886
_cons | .0015804 .0004822 -21.14 0.000 .0008682 .0028772 ---------
-----------------------------------------------------------------------
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia