Anda di halaman 1dari 114

UNIVERSITAS INDONESIA

PEMANFAATAN APLIKASI WHATSAPP TERHADAP PENINGKATAN


PENGETAHUAN ORANG TUA/ PENGASUH REMAJA TUNAGRAHITA
MENGENAI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TUNAGRAHITA
DI SLB C RUHUI RAHAYU SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR

TESIS

RIZQI RANA RAISSA


NPM. 1606857085

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DEPARTEMEN PENDIDIKAN KESEHATAN DAN ILMU PERILAKU
DEPOK
AGUSTUS 2018

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


UNIVERSITAS INDONESIA

PEMANFAATAN APLIKASI WHATSAPP TERHADAP PENINGKATAN


PENGETAHUAN ORANG TUA/ PENGASUH REMAJA TUNAGRAHITA
MENGENAI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TUNAGRAHITA
DI SLB C RUHUI RAHAYU SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR

TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Kesehatan Masyarakat

RIZQI RANA RAISSA


NPM. 1606857085

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DEPARTEMEN PENDIDIKAN KESEHATAN DAN ILMU PERILAKU
DEPOK
AGUSTUS 2018

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018
Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018
Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. karena dengan rahmatnya
akhirnya saya dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul ―Pemanfaatan Aplikasi
Whatsapp Terhadap Peningkatan Pengetahuan Orang Tua/Pengasuh Remaja
Tunagrahita Mengenai Kesehatan Reproduksi Remaja Tunagrahita di SLB C Ruhui
Rahayu Samarinda Kalimantan Timur‖. Penulisan Tesis ini diajukan sebagai salah satu
syarat guna memperoleh gelar Magister Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan, dorongan
semangat dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan, penelitian, sampai
pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan studi ini. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati, saya menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih yang sebesar besarnya kepada:
1. Dr. dra. Evi Martha, M.Kes sebagai Dosen Pembimbing Akademik dan Tesis yang
selalu dalam membimbing dan memberikan dukungan dalam penyusunan tesis ini.
2. Dr. Dian Ayubi, SKM, MQIH sebagai Dosen Penguji I.
3. Dr. Baharudin, M.Pd sebagai Dosen Penguji II.
4. dr. Esti Widiastuti sebagai Dosen Penguji III.
5. Kepala Sekolah dan Guru SLB-C Ruhui Rahayu Kota Samarinda.
6. Orang tua/pengasuh siswa SLB-C Ruhui Rahayu Samarinda.
7. Kepala Sekolah dan Orang tua siswa SLB-C Untung Tuah Samarinda.
8. Kedua orang tua yaitu Ibu Syarifah Raguan yang selalu memberikan kasih sayang
dan dukungannya dan almarhum papah (Wisnu Triananda) yang selalu menjadi
panutan dan alasan untuk melanjutkan studi ini.
9. Suami dan anak tercinta yang selalu sabar dan penuh pengertian.
10. Dayah, putut, farras dan amel yang telah membantu pengumpulan data dilapangan.
11. Wanita-wanita Sholihah Dira, Miftah, Indah, Meli, Ririn, Widya dan Ganis yang
senantiasa membantu, memberi dukungan dan berbagi ilmu dari masa perkuliahan,
hingga seminar proposal, hasil, sidang tesis dan segala urusan perakademikan.
12. Teman-teman peminatan Promosi Kesehatan 2016.

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


13. Tante huda, Om Aven, Hana serta keluarga dan sahabat yang selalu mendukung dan
memberikan semangat selama masa perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini.
14. Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses perkuliahan dan penelitian
yang tidak dapat disebutkan satu per satu sehingga tesis ini dapat selesai. Semoga
Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua budi baik yang
telah diberikan dalam membantu penyelesaian tesis ini.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kritik dan saran sangat saya harapkan. Semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan membawa manfaat bagi pengembangan ilmu
kesehatan masyarakat.
Depok, 2018

Penulis

vi

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018
ABSTRAK

Nama : Rizqi Rana Raissa


Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Judul : Pemanfaatan Aplikasi Whatsapp terhadap Peningkatan Pengetahuan
Orang Tua/ Pengasuh Remaja Tunagrahita Mengenai Kesehatan
Reproduksi Remaja Tunagrahita di SLB C Ruhui Rahayu Samarinda
Kalimantan Timur
Pembimbing : Dr. dra. Evi Martha, M.Kes

Dalam perkembangan seksual, remaja tunagrahita akan menghadapi


kebingungan dan dorongan layaknya remaja normal pada umumnya, namun minimnya
pengetahuan serta informasi mengenai hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan
kesehatan reproduksi. Oleh karena itu, peran keluarga terutama orang tua dalam
memberikan pendidikan kesehatan reproduksi kepada remaja tunagrahita sangat
diperlukan sebagai proteksi awal terhadap permasalahan kesehatan reproduksi. Salah
satu upaya yang dianggap cukup strategis dan praktis dalam menyampaikan informasi
terkait kesehatan reproduksi kepada orang tua/ pengasuh tunagrahita adalah melalui
media WhatsApp Messenger. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan
pengetahuan orang tua/pengasuh remaja tunagrahita terkait kesehatan reproduksi
melalui pemanfaatan aplikasi WhatsApp Messenger sebagai sarana edukasi. Desain
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pra Eksperimen dengan One Group Pretest
Posttest kepada 40 orang tua/pengasuh siswa SLB C Ruhui Rahayu Samarinda.
Intervensi dilakukan dengan mengirimkan satu pesan teks dan gambar yang berisi
informasi kesehatan reproduksi remaja tunagrahita setiap hari selama 7 hari melalui
WhatsApp Group. Analisa data dilakukan untuk melihat peningkatan pengetahuan orang
tua/pengasuh sebelum dan sesudah diberikan intervensi dan untuk melihat peningkatan
pengetahuan setelah di kontrol oleh variabel umur, jenis kelamin, pendidikan dan
pekerjaan. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan sebelum dan
sesudah diberikan intervensi (p value 0,0001). Edukasi kesehatan reproduksi terhadap
remaja tunagrahita melalui pengiriman pesan teks dan pesan bergambar pada whatsapp
group diketahui efektif meningkatkan pengetahuan orang tua/pengasuh remaja
tunagrahita di SLB C Ruhui Rahayu Samarinda. Variabel umur, jenis kelamin,
pendidikan dan pekerjaan tidak berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan orang
tua/pengasuh.

Kata kunci : Pemanfaatan, WhatsApp, Kesehatan Reproduksi, Tunagrahita, Remaja,


Orang tua

viii

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


ABSTRACT

Name : Rizqi Rana Raissa


Study Program : Public Health Science
Title : The Utilization of WhatsApp Application to Improve The Knowledge
of Parents/Caregivers of Adolescent with Intellectual Disabilities
Regarding Reproductive Health in SLB C Ruhui Rahayu Samarinda
East Kalimantan
Counsellor : Dr. dra. Evi Martha, M.Kes.

In sexual development, adolescent with intellectual disabilities will face


confusion and encouragement like normal adolescent in general, but the lack of
knowledge and information about it can cause reproductive health problems. Therefore,
the role of the family, especially parents in providing reproductive health education to
adolescent with intellectual disabilities is needed as an initial protection against
reproductive health problems. One of the efforts that is considered strategic and
practical in conveying information related to reproductive health to parents/caregivers
of adolescent with intellectual disabilities is through media of WhatsApp Messenger.
The purpose of this study was to improve the knowledge of parents / caregivers of
adolescent with intellectual disabilities related to reproductive health through the use of
the WhatsApp Messenger application as a means of education. The design used in this
study was the Pre-Experiment with One Group Pretest Posttest to 40 parents / caregivers
of student in SLB C Ruhui Rahayu Samarinda. The intervention was carried out by
sending a text and picture message containing information on adolescent with
intellectual disabilities every day for 7 days through WhatsApp Group. Data analysis
was performed to see the increase in knowledge of parents/caregivers before and after
being given intervention and to see increased knowledge after being controlled by
variables of age, sex, education and work. The results showed an increase in knowledge
before and after being given an intervention (p value 0.0001). Reproductive health
education of adolescent with intellectual disabilities through sending text messages and
pictorial messages on Whatsapp Group is known to be effective in increasing the
knowledge of parents/caregivers of adolescent with intellectual disabilities in SLB C
Ruhui Rahayu Samarinda. Variables of age, sex, education and occupation do not affect
the increase in knowledge of parents / caregivers.

Key words : Utilization, WhatsApp, Reproductive Health, intellectual disabilities,


adolescence, parents

ix
Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................. ii


HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN ................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ....................................................................... vii
ABSTRAK .................................................................................................................... viii
ABSTRACT ...................................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. xv

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 7
1.3 Pertanyaan Penelitian ......................................................................................... 8
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 9
1.4.1 Tujuan Umum .............................................................................................. 9
1.4.2 Tujuan Khusus ............................................................................................. 9
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 9
1.5.1 Bagi Dinas Terkait ....................................................................................... 9
1.5.2 Bagi SLB C Ruhui Rahayu Samarinda ....................................................... 9
1.5.3 Bagi Orang Tua/ Pengasuh Remaja Tunagrahita ........................................ 9
1.5.4 Bagi Peneliti Selanjutnya .......................................................................... 10
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................... 10

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR ............................................................................... 11


2.1 Edukasi............................................................................................................. 11
2.1.1 Definisi Edukasi ........................................................................................ 11
2.1.2 Edukasi Media ........................................................................................... 11
2.1.3 Metode dan Media Dalam Edukasi Kesehatan .......................................... 12
2.1.4 Model Edukasi Berbasis Teknologi ........................................................... 13
2.1.5 Penggunaan Media Baru Dalam Edukasi Kesehatan ................................ 13
2.1.6 Aplikasi WhatsApp .................................................................................... 14
2.1.7 Manfaat Aplikasi WhatsApp Sebagai Media Pembelajaran ...................... 15
2.1.8 Intervensi Menggunakan Media WhatsApp ...............................................15
2.2 Kesehatan Reproduksi ..................................................................................... 18
2.2.1 Definisi Kesehatan Reproduksi ................................................................. 18
2.2.2 Hak-Hak Reproduksi ................................................................................. 18
2.2.3 Sasaran Kesehatan Reproduksi.................................................................. 19
2.2.4 Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja ...................................................... 20
2.3 Remaja ............................................................................................................. 20

x
Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


2.3.1 Definisi Remaja ......................................................................................... 20
2.3.2 Tahapan Remaja ........................................................................................ 21
2.3.3 Perubahan Fisik Remaja ............................................................................ 22
2.4 Tunagrahita ...................................................................................................... 25
2.4.1 Definisi Tunagrahita .................................................................................. 25
2.4.2 Klasifikasi Tunagrahita.............................................................................. 25
2.4.3 Ciri-Ciri Anak Tunagrahita ....................................................................... 26
2.5 Tinjauan Variabel Penelitian ........................................................................... 27
2.5.1 Pengetahuan ............................................................................................... 27
2.5.2 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku .................................................. 29
2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ..................................... 29
2.6 Kerangka Teori ................................................................................................ 32

BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS . 33


3.1 Kerangka Konsep ............................................................................................. 33
3.1.1 Variabel Bebas ........................................................................................... 33
3.1.2 Variabel Terikat ......................................................................................... 33
3.1.3 Variabel Confounding ............................................................................... 33
3.2 Definisi Operasional ........................................................................................ 34
3.3 Hipotesis .......................................................................................................... 37

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN...................................................................... 38


4.1 Desain Penelitian ............................................................................................. 38
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................... 38
4.3 Subyek Penelitian ............................................................................................ 39
4.4 Etika Penelitian ................................................................................................ 39
4.5 Metode Pengumpulan Data .............................................................................. 40
4.5.1 Sumber Data .............................................................................................. 40
4.5.2 Cara Pengumpulan Data ............................................................................ 40
4.5.3 Uji Coba Kuesioner ................................................................................... 40
4.6 Prosedur Penelitian .......................................................................................... 41
4.6.1 Tahap Persiapan ......................................................................................... 41
4.6.2 Tahap Pelaksanaan .................................................................................... 42
4.6.3 Tahap Post Intervensi ................................................................................ 43
4.7 Pengolahan Data .............................................................................................. 46
4.8 Analisis Data .................................................................................................... 47
4.8.1 Analisis Univariat ...................................................................................... 47
4.8.2 Analisis Bivariat ........................................................................................ 47
4.8.3 Analisis Multivariat ................................................................................... 47

BAB 5 HASIL PENELITIAN ...................................................................................... 48


5.1 Gambaran Pelaksanaan Penelitian ................................................................... 48
5.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................................ 53
5.3 Deskripsi Karakteristik Subyek Penelitian ...................................................... 53
5.4 Gambaran Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi .............................. 54
5.5 Peningkatan Pengetahuan Responden Sebelum dan Sesudah Intervensi ........ 60

xi
Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


5.6 Hubungan Karakteristik Subyek Penelitian Terhadap Peningkatan Pengetahuan
Setelah Intervensi ........................................................................................................ 61
5.7 Peningkatan Pengetahuan Orang tua/Pengasuh Setelah Dikontrol oleh Variabel
Lain ......................................................................................................................... 61

BAB 6 PEMBAHASAN ................................................................................................ 63


6.1 Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 63
6.2 Peningkatan Pengetahuan Orang Tua/Pengasuh Remaja Tunagrahita Sebelum
dan Sesudah diberikan Intervensi ............................................................................... 63
6.3 Peningkatan Pengetahuan Orang Tua/Pengasuh Remaja Tunagrahita Sebelum
dan Sesudah diberikan Intervensi dengan Dikontrol Oleh Variabel Lain .................. 69

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 72


7.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 72
7.2 Saran ................................................................................................................ 72
7.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Kota Samarinda ..................................................... 72
7.2.2 Bagi SLB C Ruhui Rahayu Samarinda ..................................................... 73
7.2.3 Bagi orang tua/pengasuh remaja tunagrahita............................................. 73
7.2.4 Bagi peneliti selajutnya ............................................................................. 73

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 74

xii
Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Materi Intervensi ............................................................................................ 43


Tabel 5.1 Karakteristik Subyek Penelitian ................................................................... 533
Tabel 5.2 Rata-Rata Tingkat Pengetahuan Pretest dan Post Test ................................ 544
Tabel 5.3 Distribusi Responden Menjawab Benar Pertanyaan Pengetahuan Pretest dan
Post Test Mengenai Model Pembelajaran Efektif Bagi Tunagrahita ........................... 555
Tabel 5.4 Rata-Rata Distribusi Responden Menjawab Benar Pertanyaan Pengetahuan
Pretest dan Post Test Mengenai Model Pembelajaran Efektif ..................................... 555
Tabel 5.5 Distribusi Responden Menjawab Benar Pertanyaan Pengetahuan Pretest dan
Post Test Mengenai Pubertas Remaja .......................................................................... 555
Tabel 5.6 Rata-Rata Distribusi Responden Menjawab Benar Pertanyaan Pengetahuan
Pretest dan Post Test Mengenai Pubertas Remaja ....................................................... 566
Tabel 5.7 Distribusi Responden Menjawab Benar Pertanyaan Pengetahuan Pretest dan
Post Test Mengenai Cara Menjaga Kebersihan Organ Reproduksi ............................. 566
Tabel 5.8 Rata-Rata Distribusi Responden Menjawab Benar Pertanyaan Pengetahuan
Pretest dan Post Test Mengenai Cara Menjaga Kebersihan Organ Reproduksi .......... 577
Tabel 5.9 Distribusi Responden Menjawab Benar Pertanyaan Pengetahuan Pretest dan
Post Test Mengenai Cara Menghadapi Pubertas Pada Anak Tunagrahita ................... 577
Tabel 5.10 Rata-Rata Distribusi Responden Menjawab Benar Pertanyaan Pengetahuan
Pretest dan Post Test Mengenai Cara Menghadapi Pubertas Pada Anak Tunagrahita 588
Tabel 5.11 Distribusi Responden Menjawab Benar Pertanyaan Pengetahuan Pretest dan
Post Test Mengenai Cara Melindungi Anak Tunagrahita dari Kekerasan ................... 599
Tabel 5.12 Rata-Rata Distribusi Responden Menjawab Benar Pertanyaan Pengetahuan
Pretest dan Post Test Mengenai Cara Melindungi Anak Tunagrahita dari Kekerasan .. 60
Tabel 5.13 Perubahan Pengetahuan Responden Sebelum dan Sesudah Intervensi ........ 60
Tabel 5.14 hubungan variabel dari karakteristik subyek penelitian terhadap peningkatan
pengetahuan .................................................................................................................... 61
Tabel 5.15 Variabel yang diikutsertakan dalam Analisis Regresi Linier Berganda ....... 62
Tabel 5.16 Tahapan Analisis Regresi Linier Berganda .................................................. 62

xiii
Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori ........................................................................................... 32


Gambar 3.1 Kerangka Konsep........................................................................................ 33
Gambar 4.1 Alur Pelaksanaan Intervensi ....................................................................... 45

xiv
Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informed Consent


Lampiran 2 Lembar Kuesioner
Lampiran 3 Materi Intervensi
Lampiran 4 Surat Keterangan Lolos Kaji Etik
Lampiran 5 Surat Izin Penelitian

xv
Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak berkebutuhan khusus termasuk penyandang disabilitas merupakan salah
satu sumber daya manusia bangsa Indonesia yang kualitasnya perlu ditingkatkan agar
dapat berperan baik sebagai obyek pembangunan maupun subyek pembangunan
kesehatan (Kementerian Kesehatan RI 2010). Disabilitas adalah bagian dari kondisi
manusia. Kebanyakan keluarga besar memiliki anggota penyandang disabilitas, dan
banyak orang non-disabilitas bertanggung jawab untuk mendukung dan merawat
keluarga dan teman mereka yang memiliki keterbatasan (WHO 2011). Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas,
disebutkan dalam Pasal 1 ayat 1 bahwa Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang
mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu
lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan
kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya
berdasarkan kesamaan hak (Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 2016).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO 2011) memperkirakan bahwa 15 persen
populasi global adalah penyandang disabilitas. Data Susenas tahun 2012 menyebutkan
jumlah penyandang disabilitas di Indonesia sebesar 2,45 persen (Kementerian
Kesehatan RI 2014). Sedangkan menurut RISKESDAS tahun 2013, prevalensi
penduduk Indonesia dengan disabilitas sedang sampai dengan berat sebesar 11 persen,
prevalensi tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan yaitu 23,8 persen dan terendah di
Papua Barat sebesar 4,6 persen. Berdasarkan data dari Kementerian Sosial, ditemukan 3
jenis disabilitas terbanyak di Indonesia yaitu tunadaksa (disabilitas fisik), tunanetra
(buta), dan tunagrahita (disabilitas mental) dengan estimasi presentasi masing-masing
sebesar 33,75 persen, 15,93 persen, dan 13,68 persen (Kementerian Sosial RI 2012).
Masa remaja merupakan periode dimana pertumbuhan dan perkembangan terjadi
dengan pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Sifat khas remaja yang
memiliki rasa ingin tahu yang besar serta cenderung menyukai petualangan dan
tantangan akan berdampak kepada sifat dan perilaku berisiko yang dapat mempengaruhi

1
Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


2

kesehatan fisik maupun psikososial remaja apabila sang remaja salah dalam mengambil
keputusan. Sifat dan perilaku berisiko remaja sangat erat hubungannya dengan
pemenuhan kebutuhan kesehatan remaja terutama kesehatan reproduksi. Kesehatan
reproduksi adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, dan sosial secara utuh tidak
hanya bebas dari penyakit atau kedisabilitasan yang berkaitan dengan sistem, fungsi,
dan proses reproduksi (Kementerian Kesehatan RI 2015).
Banyak remaja penyandang disabilitas yang tidak mendapatkan informasi dasar
tentang bagaimana tubuh mereka berkembang dan berubah, mereka sering diajarkan
untuk diam dan patuh, sehingga sangat berisiko untuk disalahgunakan (UNICEF 2013).
Kajian resiko kasus kekerasan pada penyandang disabilitas, oleh tim peneliti John
Moores Universitas Liverpool dan WHO, di 17 negara berpendapatan rendah
menunjukkan bahwa anak-anak penyandang disabilitas memiliki kecenderungan 3,6
kali lebih besar untuk mengalami kekerasan fisik dan 2,9 kali lebih besar untuk
mengalami kekerasan seksual. Secara khusus, anak-anak dengan disabilitas
intelektual/tunagrahita 4,6 kali lebih beresiko menjadi korban kekerasan seksual
dibandingkan teman sebayanya tanpa disabilitas (Rutgers WPF Indonesia 2017).
Hasil studi yang dilakukan di Kabupaten Jember menunjukkan bahwa remaja
tunagrahita memiliki rata-rata pengetahuan yang lebih rendah terhadap kesehatan
reproduksi (37,4 persen) dibandingkan dengan remaja tunanetra (87,1 persen) dan
tunarungu (59,3 persen) (Adiilah et al. 2015). Anak tunagrahita merupakan anak yang
memiliki prestasi kurang secara menyeluruh dengan tingkat kecerdasan (IQ) di bawah
70. Anak tunagrahita memiliki ketergantungan pada orang lain secara berlebihan,
kurang tanggap, penampilan fisiknya kurang proposional, perkembangan bicara
terlambat dan memiliki keterbatasan dalam bahasa (Kementerian Kesehatan RI 2010).
Remaja tunagrahita akan mengalami perkembangan seksual, kebingungan, dan
dorongan yang sama dengan remaja normal namun sering kali orang tua menolak untuk
mendiskusikan masalah ini dengan remaja tunagrahita. Padahal remaja tunagrahita tidak
mempunyai pengetahuan yang cukup untuk mengerti soal seks dan tidak mampu untuk
mengakses informasi yang bisa diperoleh dari buku atau artikel di majalah, hingga
akhirnya akan timbul perilaku berisiko pada remaja tunagrahita yang dapat menjadi
faktor penyebab timbulnya masalah baru yaitu permasalahan kesehatan reproduksi.
Apabila tidak diberikan bimbingan dan arahan yang tepat maka remaja tunagrahita bisa

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


3

saja melakukan perbuatan yang dapat mengganggu kesehatan organ reproduksinya


(Rosary 2014). Kebutuhan anak akan pengetahuan seksualitas akan terus berkembang
seiring bertambahnya usia, sehingga diharapkan orang tua lah yang pertama kali dapat
menjelaskan kepada anak mengingat orang tua adalah figur utama bagi anak (Asra
2013).
Hampir sebagian besar remaja tunagrahita memiliki perilaku seksual berisiko,
bentuk perilaku seksual yang dilakukan oleh remaja tunagrahita yaitu seperti berciuman
pipi, berciuman bibir dan melakukan raba-rabaan (bagian tubuh yang sensitif seperti
kelamin, payudara, dan paha) serta melakukan masturbasi. Perilaku seksual berisiko
lebih banyak didapati pada remaja tunagrahita yang tidak pernah diberikan informasi
topik kesehatan reproduksi oleh orang tua mereka (Jusmitasari 2013). Penelitian yang
dilakukan di SLB Negri 2 Yogyakarta menyatakan bahwa sebagian besar remaja
tunagrahita perempuan belum memiliki pemahaman secara kompresensif mengenai
kesehatan reproduksi. Hal ini juga didukung oleh peran orang tua dan guru yang masih
belum maksimal dalam memberikan pemahaman mengenai kesehatan reproduksi
kepada remaja tunagrahita perempuan (Rokhmah & Warsiti 2015). Studi lainnya juga
menyatakan bahwa peran orang tua dalam memberikan Pendidikan seks pada anak
tunagrahita masih belum maksimal, terutama peran sebagai pendidik, teman dan
komunikator (Suciemilia 2015).
Salah satu upaya pemerintah dalam memberikan perhatian kepada kesehatan
remaja adalah melalui program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di
Puskemas. Program ini bertujuan khusus untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan remaja tentang kesehatan reproduksi dan perilaku hidup sehat serta
memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada remaja. Data dari Ditjen
Kesehatan Masyarakat, (Kementerian Kesehatan RI 2016) melaporkan jumlah
persentase kabupaten/kota dengan minimal empat puskesmas mampu tata laksana
PKPR di Indonesia tahun 2015 sebesar 33,33 persen. Terdapat sebelas provinsi yang
belum mencapai target Renstra 2015 yang sebesar 25 persen yaitu Sulawesi Selatan,
Maluku, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, Papua Barat,
Sulawesi Barat, DKI Jakarta, Kalimantan Tengah, Maluku Utara, dan Sulawesi Tengah.
Sensus Nasional Biro Pusat Statistik tahun 2006 melaporkan dari 222.192.572
penduduk Indonesia, sebanyak 0,7 persen atau 2.810.212 jiwa adalah penyandang

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


4

disabilitas, dan 21,42 persen anak diantaranya adalah anak disabilitas usia sekolah yaitu
berkisar antara 5 sampai dengan 18 tahun. Anak tunagrahita menempati angka populasi
paling besar dibanding dengan jumlah anak dengan kedisabilitasan lainnya. Sementara
itu, menurut data Sekolah Luar Biasa tahun 2006/2007 jumlah peserta didik penyandang
disabilitas yang mengenyam pendidikan baru mencapai 27,35 persen atau berjumlah
87.801 anak dan dari jumlah tersebut populasi anak tunagrahita menempati porsi paling
besar yaitu 66.610 anak. 57 persen dari jumlah tersebut merupakan anak tunagrahita
ringan dan sedang (Kementerian Kesehatan RI 2017). Berdasarkan data dari Direktorat
Pembinaan Sekolah Luar Biasa Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia
pada tahun 2008, terdapat 108 sekolah kategori SLB C yaitu sekolah khusus tuhagrahita
(anak yang mengalami retardasi mental). Dan pada tahun 2009, data siswa penyandang
disabilitas yang terdaftar di SLB Tunagrahita yaitu sebanyak 4.253 orang (Kementerian
Kesehatan RI 2010).
Salah satu faktor yang berhubungan dengan kemandirian anak retardasi mental
atau tunagrahita adalah dukungan keluarga (Muliana 2013). Keluarga merupakan
sebuah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga diharapkan senantiasa
berusaha menyediakan kebutuhan, baik biologis maupun psikologis bagi anak, serta
merawat dan mendidiknya (Jailani 2014). Anak penyandang disabilitas membutuhkan
dukungan orang tua mereka untuk terus hidup di masyarakat sebagai individu yang
berpartisipasi dan untuk memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, dan seksual mereka
sesuai usia mereka (Barnett et al. 2003).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa peran orang tua dalam
memberikan pendidikan seks pada anak tunagrahita masih belum maksimal, sebanyak
63,2% orang tua belum pernah memberikan pendidikan seks dan kesehatan reproduksi
kepada anak mereka (Suciemilia 2015). Persepsi orang tua dalam memberikan
pendidikan seks kepada anak disabilitas intelektual berbeda dengan anak normal
sehingga orang tua harus terlebih dahulu memberikan pendidikan seks untuk
melindungi anak mereka dari pelecehan seksual. Oleh karena itu peran orang tua sangat
penting untuk memberikan pendidikan seksual sebagai proteksi pertama dan utama
untuk anak yang mempunyai ketergantungan (Ariadni et al. 2017). Penelitian lain
menunjukkan bahwa masyarakat, serta orang tua penyandang disabilitas intelektual

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


5

sering kali memiliki sikap negatif terhadap seksualitas mereka (Hanass-Hancock et al.
2013).
Orang tua merupakan pendidik seks utama bagi anak-anak mereka, tetapi
banyak orang tua yang takut berbicara dengan anak-anak mereka (disabilitas atau tidak)
tentang seks. Orang tua sering khawatir jika berbicara tentang seks akan mendorong
eksperimen seksual selain itu orang tua belum memiliki pengetahuan yang cukup untuk
menangani pertanyaan dengan tepat. Disisi lain orang tua juga merasa bahwa anak-anak
mereka sudah terlalu banyak atau terlalu sedikit mengetahui hal tersebut. Orang tua
sering tidak tahu kapan atau bagaimana untuk menangani diskusi, dan bahkan orang tua
yang berbicara kepada anak-anak mereka tentang seksualitas tidak menghabiskan cukup
waktu pada masalah ini (Isler et al. 2009 dalam Sari, 2017).
Kalimantan Timur sebagai salah satu provinsi di Indonesia memiliki prevalensi
disabilitas sebesar 7,5 persen, namun rerata skor disabilitas yang dimiliki provinsi
tersebut sebesar 27,30 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan rerata skor disabilitas
nasional yaitu 25,4 persen. Rerata skor disabilitas menunjukkan bahwa semakin tinggi
rerata skor maka semakin berat derajat disabilitas disuatu daerah (Kementerian Sosial
RI 2012). Data statistik SLB di Indonesia periode tahun 2016/2017 melaporkan jumlah
SLB di provinsi Kalimantan Timur sebanyak 29 sekolah termasuk sekolah negeri dan
swasta (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2017). Kota dengan jumlah SLB
terbanyak di Provinsi Kalimantan Timur adalah kota Samarinda dengan total 12 SLB
terdiri dari SLB A, B, C, D dan campuran. SLB C Ruhui Rahayu merupakan SLB yang
khusus membina anak-anak tunagrahita ringan dengan jumlah siswa tunagrahita
terbanyak dibandingkan dengan SLB lainnya. SLB ini terletak di Kota Samarinda
dengan status sekolah swasta dan jumlah siswa tungrahita sebanyak 115 siswa.
Data maupun informasi yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi pada remaja
penyandang tunagrahita di Kota Samarinda masih belum banyak ditemukan, bahkan
hampir tidak ada. Hal ini menunjukkan kurangnya perhatian terhadap kesehatan
reproduksi untuk remaja penyandang tunagrahita di daerah tersebut. Oleh karena itu
peran keluarga terutama orang tua dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi
kepada remaja tunagrahita merupakan hal penting sebagai proteksi awal terhadap
permasalahan kesehatan reproduksi yang dialami oleh anak tunagrahita. Tipe keluarga
yang mayoritas didapati di Kota Samarinda secara tradisional merupakan tipe extended

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


6

family (keluarga besar) yaitu keluarga yang terdiri dari keluarga inti (ayah, ibu, dan
anak) ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah seperti
kakek, nenek, paman, bibi dan sebagainya (Setyawan 2012). Berdasarkan bentuk
keluarga yang terdiri dari keluarga besar, maka tanggung jawab mengasuh anak
tunagrahita tidak semata-mata dimiliki oleh orang tua (ayah dan ibu) saja melainkan
juga dimiliki oleh anggota keluarga lainnya seperti nenek, bibi, maupun pengasuh yang
disewa oleh orang tua.
Penggunaan media baru berupa internet dan smarthphone telah lama diteliti dan
terbukti efektif dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat. Masyarakat dapat
dengan mudah mengakses internet guna mencari informasi dan pembelajaran yang
spesifik. Pencarian informasi melalui akses internet diketahui telah didominasi oleh
pemanfaatan internet melalui smartphone. Dengan adanya tren ini, maka peluang
praktisi kesehatan untuk menyampaikan informasi kesehatan menjadi lebih mudah
melalui media sosial (Korp 2006; Laranjo et al. 2014). Saat ini program komunikasi
kesehatan dengan teknologi mobile atau yang biasa dikenal dengan mobile health
(mHealth) semakin sering digunakan dalam memberikan informasi kesehatan dan
intervensi kesehatan. mHealth adalah penyampaian informasi dan layanan kesehatan
masyarakat dan klinis dengan menggunakan teknologi mobile (termasuk texting, apps,
dan lain-lain) (Schiavo 2014).
WhatsApp Messenger atau akrab disebut WA merupakan teknologi Instant
Messaging seperti SMS dengan berbantuan data internet berfitur pendukung yang lebih
menarik. Pengguna WhatsApp dapat memanfaatkan fasilitas mengirim pesan, gambar,
video dan video call hingga membuat kelompok diskusi. Dalam sebuah penelitian
dijelaskan bahwa pemanfaatan fasilitas SMS dan MMS telah tergantikan oleh media
WhatsApp (Montag et al. 2015; Boulos et al. 2016). Aplikasi WhatsApp Messenger
sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai alat pembelajaran. Penelitian yang
dilakukan terhadap kader Posbindu di desa Wonokerto dengan intervensi pengiriman
pesan melalui aplikasi WhatsApp diketahui efektif dalam meningkatkan pengetahuan
dan kepuasan belajar tentang diabetes melitus tipe 2 (Jumiatmoko 2016; Ekadinata &
Widyandana 2017).
Sebuah studi intervensi yang dilakukan terhadap keluarga Afrika Amerika dan
Latin menunjukkan bahwa intervensi yang disampaikan melalui mekanisme online dan

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


7

mobile menghadirkan peluang baru untuk menjangkau remaja etnis minoritas yang
berpotensi berisiko dan orang tua mereka dalam pemberian informasi mengenai
kesehatan reproduksi (Guilamo-Ramos et al. 2015). Studi lainnya yang dilakukan di
Ghana membuktikan bahwa program mHealth efektif untuk meningkatkan pengetahuan
mengenai kesehatan reproduksi di seluruh strata sosiodemografi, termasuk mereka yang
mungkin berisiko lebih tinggi untuk memiliki kesehatan reproduksi yang buruk
(Rokicki & Fink 2017). Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut, media
WhatsApp yang juga merupkan media berbasis online dan mobile serta dapat disebut
sebagai mHealth juga memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai media edukasi
kepada orang tua/pengasuh remaja tunagrahita dalam meningkatkan pengetahuan
mengenai kesehatan reproduksi.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul ―Pemanfaatan Aplikasi WhatsApp terhadap Peningkatan Pengetahuan
Orang Tua/ Pengasuh Remaja Tunagrahita Mengenai Kesehatan Reproduksi Remaja
Tunagrahita di SLB C Ruhui Rahayu Samarinda Kalimantan Timur‖.

1.2 Rumusan Masalah


Remaja tunagrahita mengalami perkembangan seksual, kebingungan, dan
dorongan yang sama dengan remaja normal namun mereka tidak memiliki pengetahuan
yang cukup untuk mengerti soal seks. Selain itu remaja tunagrahita tidak mampu untuk
mengakses informasi kesehatan yang bisa diperoleh dari buku atau artikel di majalah,
hingga akhirnya akan timbul perilaku berisiko pada remaja tunagrahita yang dapat
menjadi faktor penyebab timbulnya masalah kesehatan reproduksi. Diketahui juga
bahwa remaja tunagrahita memiliki pengetahuan yang lebih rendah mengenai kesehatan
reproduksi dibanding remaja penyandang disabilitas lainnya.
Hampir sebagian besar remaja tunagrahita memiliki perilaku seksual berisiko,
seperti berciuman pipi, berciuman bibir dan melakukan raba-rabaan (bagian tubuh yang
sensitif seperti kelamin, payudara, dan paha) serta melakukan masturbasi. Perilaku
seksual berisiko tersebut lebih banyak didapati pada remaja tunagrahita yang tidak
pernah diberikan informasi topik kesehatan reproduksi oleh orang tua mereka. Hal ini
dikarenakan peran orang tua dalam memberikan pendidikan seks pada anak tunagrahita
masih belum maksimal, selain itu sebagian besar orang tua juga belum pernah

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


8

memberikan pendidikan seks dan kesehatan reproduksi kepada anak mereka. Orang tua
seharusnya menjadi pendidik seks utama bagi anak-anak mereka, tetapi banyak orang
tua yang merasa khawatir untuk membicarakan tentang seks dengan anak-anak mereka
sebab orang tua belum memiliki pengetahuan yang cukup untuk menangani pertanyaan
dengan tepat.
Program PKPR merupakan upaya pemerintah yang bertujuan khusus untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja tentang kesehatan reproduksi dan
perilaku hidup sehat serta memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada
remaja. Namun jumlah persentase puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan remaja
di Provinsi Kalimantan Timur hanya mencapai 20,69 persen dan belum mencapai target
Renstra 2015 yang sebesar 25 persen (Kementerian Kesehatan RI 2016). Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian informasi maupun pelayanan kesehatan reproduksi
untuk remaja terutama pada remaja tunagrahita di wilayah Kalimantan Timur masih
rendah. Maka dari itu, edukasi mengenai kesehatan reproduksi remaja tunagrahita
sangat penting diberikan kepada keluarga yang mengasuh dan bersentuhan langsung
dengan remaja tunagrahita setiap harinya agar mereka mampu memberikan pemahaman
mengenai kesehatan reproduksi secara tepat. Salah satu upaya yang dianggap cukup
strategis dan praktis untuk menyampaikan informasi yang benar mengenai kesehatan
reproduksi kepada orang tua/ pengasuh tunagrahita adalah melalui media WhatsApp
Messenger.

1.3 Pertanyaan Penelitian


1. Bagaimana gambaran karakteristik orang tua/pengasuh berdasarkan umur,
jenis kelamin, pendidikan, dan status pekerjaan
2. Bagaimana gambaran pengetahuan orang tua/pengasuh remaja tunagrahita
tentang kesehatan reproduksi remaja tunagrahita sebelum dan sesudah
diberikan intervensi edukasi kesehatan reproduksi remaja tunagrahita?
3. Bagaimana gambaran peningkatan pengetahuan orang tua/pengasuh
mengenai kesehatan reproduksi remaja tunagrahita setelah dikontrol oleh
variabel umur, jenis kelamin, dan penidikan.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


9

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan orang tua/pengasuh remaja tunagrahita tentang
kesehatan reproduksi remaja tunagrahita melalui pemanfaatan aplikasi
WhatsApp Messenger sebagai media edukasi.

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui gambaran karakteristik (umur, jenis kelamin, pendidikan
terakhir, dan status pekerjaan) orang tua/pengasuh
2. Mengetahui nilai rerata pengetahuan orang tua/pengasuh remaja
tunagrahita tentang kesehatan reproduksi remaja tunagrahita sebelum dan
sesudah diberikan intervensi.
3. Mengetahui efektifitas intervesi terhadap peningkatan pengetahuan orang
tua/pengasuh mengenai kesehatan reproduksi remaja tunagrahita setelah
dikontrol oleh variabel umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bagi Dinas Terkait
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi dinas kesehatan dalam
pemberian edukasi kesehatan reproduksi remaja tunagrahita

1.5.2 Bagi SLB C Ruhui Rahayu Samarinda


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan, informasi, dan rujukan
bagi pihak SLB C Ruhui Rahayu Samarinda untuk melaksanakan edukasi kesehatan
reproduksi selanjutnya melalui metode yang serupa.

1.5.3 Bagi Orang Tua/ Pengasuh Remaja Tunagrahita


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi orang tua/
pengasuh untuk meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya edukasi kesehatan
reproduksi pada remaja tunagrahita.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


10

1.5.4 Bagi Peneliti Selanjutnya


Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan refrensi tambahan
bagi peneliti lainnya yang mengkaji tentang kesehatan reproduksi pada remaja
tunagrahita.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan orang tua/ pengasuh
mengenai kesehatan reproduksi remaja tunagrahita dengan metode edukasi melalui
media sosial dengan aplikasi WhatsApp Messenger. Intervensi edukasi ini diberikan
kepada orang tua/ pengasuh yang memiliki remaja tunagrahita yang bersekolah di SLB
C Ruhui Rahayu Samarinda. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer yaitu dengan penyebaran kuesioner untuk melihat peningkatan pengetahuan
orang tua/ pengasuh sebelum dan sesudah diberikan intervensi. Desain yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Pra Eksperimen dengan One Group Pretest Postest dimana
dalam penelitian ini tidak menggunakan kelompok kontrol (pembanding). Pengumpulan
data dan intervensi dilakukan pada bulan Juni sampai dengan bulan Juli 2018.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


BAB 2
TINJAUAN LITERATUR

2.1 Edukasi
2.1.1 Definisi Edukasi
Edukasi adalah suatu proses penyampaian bahan atau materi pendidikan oleh
pendidik kepada sasaran pendidikan guna mencapai tujuan yaitu perubahan perilaku.
Edukasi kesehatan sangat penting untuk menunjang program-program kesehatan yang
lain. Untuk memilih metode edukasi harus memperhatikan subyek edukasi apakah itu
merupakan individu, kelompok, masyarakat/massa serta harus mempertimbangkan
pendidikan formal (Notoatmodjo 2007).
Pendidikan (education) juga diartikan sebagai upaya persuasi atau pembelajaran
kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk
memelihara (mengatasi masalah-asalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan
atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan
kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya melalui proses
pembelajaran. Sehingga perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama dan
menetap, karena didasari oleh kesadaran. Namun kelemahan dari pendekatan
pendidikan kesehatan ini adalah hasilnya lama, karena perubahan perilaku melalui
proses pembelajaran pada umumnya memerlukan waktu yang lama (Notoatmodjo
2010).

2.1.2 Edukasi Media


Media memiliki multi makna baik dilihat secara terbatas maupun secara luas.
AECT (Association for Education and Communication Technology) memaknai media
sebagai segala bentuk yang dimanfaatkan dalam proses penyaluran informasi. NEA
(National Education Association) memaknai media sebagai segala benda yang dapat
dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca, atau dibincangkan beserta instrument yang
digunakan untuk kegiatan tersebut. Jika dicermati pemanfaatan media sebagai suatu
teknik untuk menyampaikan pesan, media dapat didefinisikan sebagai teknologi
pembawa informasi/pesan instruksional. Apabila dipandang secara luas/makro dalam

11
Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


12

sistem pendidikan definisi media adalah segala sesuatu yang dapat merangsang
terjadinya proses belajar pada diri peserta didik (Susilowati 2016).
Edukasi berupa pemberian informasi akan semakin mudah terekam apabila
disampaikan dengan merangsang berbagai indera manusia seperti pendengaran,
perabaan dan penglihatan. Salah satunya yang sedang popular adalah media elektronik.
Cara ini dapat dimanfaatkan untuk mempermudah menangkap suatu informasi. Dalam
sebuah penelitian intervensi yang dilakukan dapat membuktikan bahwa model
pembelajaran kesehatan menggunakan sebuah media (multimedia) mampu merubah
pengetahuan dan sikap seseorang terkait faktor risiko penyakit (Handayani & Ristrini
2010).

2.1.3 Metode dan Media Dalam Edukasi Kesehatan


Menurut Notoatmodjo (2007), terdapat beberapa metode pendidikan dan media
promosi kesehatan yang biasa digunakan antara lain :
1. Metode pendidikan individual, merupakan metode pendidikan yang bersifat
perorangan diantaranya: bimbingan atau penyuluhan, dan wawancara
2. Metode pendidikan kelompok, dalam metode ini harus diingat bahwa jumlah
populasi yang akan ditujukan haruslah dipertimbangkan. Untuk itu dapat
dibagi menjadi kelompok besar dan kelompok kecil serta kelompok massa.
Apabila peserta lebih dari 15 orang maka dapat dimaksudkan kelompok
besar, dimana dapat menggunakan metode ceramah dan seminar. Sedangkan
disebut kelompok kecil apabila jumlah kurang dari 15 orang dapat
menggunakan metode diskusi kelompok, curah pendapat, bola salju,
kelompok kecil, serta memainkan peran. Apabila menggunakan metode
pendidikan massa ditujukan kepada masyarakat ataupun khalayak yang luas
dapat berupa ceramah umum, pesawat televisi, radio, tulisan tulisan majalah
atau koran, dan lain sebagainya.
Selanjutnya dalam media yang dapat digunakan menurut Notoatmodjo (2007)
terdapat tiga macam media, antara lain :
1) Media bantu lihat (visual) yang berguna dalam menstimulasi indra mata pada
waktu terjadinya proses pendidikan. Dimana media bantu lihat ini dibagi
menjadi dua yaitu media yang diproyeksikan misalnya slide, film, film strip

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


13

dan sebagainya, sedangkan media yang tidak diproyeksikan misalnya peta,


buku, leaflet, bagan dan lain sebagainya.
2) Media bantu dengar (audio) dimana merangsang indra pendengaran sewaktu
terdapat proses penyampaian, misalnya radio, piring hitam, pita suara
3) Media lihat-dengar seperti televisi, video cassete dan lain sebagainya.

2.1.4 Model Edukasi Berbasis Teknologi


Perubahan demi perubahan yang terjadi dari suatu zaman ke zaman berikutnya
telah mengantarkan manusia memasuki era digital, suatu era yang seringkali
menimbulkan pertanyaan: apakah kita masih hidup di masa kini atau telah hidup di
masa datang .
Perkembangan tehnologi informasi dan komunikasi telah memberikan
pergeseran dalam pembelajaran, menurut Rosenberg (2001) dalam Chamidah, Sukinah,
& Moestaqim, (2015) perkembangan teknologi informasi memungkinkan adanya lima
pergeseran dalam pembelajaran yaitu:
1. dari pelatihan ke penampilan,
2. dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja,
3. dari kertas ke online atau saluran,
4. fasilitas fisik ke jaringan kerja,
5. dari waktu siklus ke waktu nyata.

2.1.5 Penggunaan Media Baru Dalam Edukasi Kesehatan


Adanya media baru memberi kesempatan bagi masyarakat untuk membentuk
kelompok dan komunitas yang memiliki minat yang sama baik dalam bidang kesehatan
maupun topik sosial lainnya, dimana hal tersebut dapat memberi pengaruh pada perilaku
pencarian informasi dan juga pengobatan, serta upaya penelitian dari berbagai bidang.
Berikut adalah beberapa bentuk media baru yang dikutip dari Schiavo (2014):
1. Blog, media baru ini sering digunakan sebagai pintu masuk diskusi dengan
public di bidang kesehatan dan penyakit serta untuk mempublikasikan dan
mendiskusikan pengalaman, berita, studi, pendapat dan statistik seputar
kesehatan. Banyak blog yang beraksi seperti jurnal dan diary online,

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


14

sedangkan yang lainnya berfungsi sebagai forum branding online untuk


sebuah organisasi, individu, layanan, dan produk.
2. Podcast, adalah file digital multimedia yang tersedia di Internet untuk
download ke media portabel atau komputer. Media baru ini merupakan
pilihan yang sangat efektif untuk memperluas jangkauan ahli panel,
konferensi, dan acara profesional dan berbasis komunitas lainnya. Saat ini
file audio merupakan hal yang sangat umum di berbagai sumber daya online
di Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya. Sebagai revolusi
teknologi, penggunaan podcast diharapkan bisa berkembang dan berubah
untuk disertakan aplikasi baru dan pilihan.
3. Media sosial dan jejaring sosial, walaupun dua istilah sering disatukan
namun pada hakikatnya media sosial adalah alat untuk berbagi dan
mendiskusikan informasi sedangkan jaringan sosial adalah penggunaan
komunitas yang diminati untuk terhubung dengan orang lain.
4. mHealth, adalah penyampaian informasi dan layanan kesehatan masyarakat
dan klinis dengan menggunakan teknologi mobile (termasuk texting, apps,
dan lain-lain). Media ini adalah salah satu dari banyak pendekatan yang
dapat membantu personalisasi dan merevolusi kesehatan dan obat.

2.1.6 Aplikasi WhatsApp


Aplikasi WhatsApp diciptakan oleh Brian Anton dan Jan Koom yang merupakan
karyawan Yahoo. Pembuatan aplikasi ini didukung oleh investasi sebesar 8 juta dolar
oleh Mayor Sequoia, salah satu perusahaan holding investor paling modern di Silicon
Valley. Aplikasi WhatsApp resmi diluncurkan pada tahun 2009 dan telah sangat sukses
hingga saat ini (Barhoumi 2015).
WhatsApp berasal dari frasa bahasa Inggris ―Whats Up?‖ ("Ada apa?"), yang
diartikan juga sebagai “Whats New?” ("Apa yang baru?"). WhatsApp adalah aplikasi
pengiriman pesan instan untuk smart phone. Aplikasi ini memungkinkan penggunanya
untuk bertukar gambar, video, dan audio atau pesan tertulis menggunakan koneksi
internet mereka. WhatsApp telah memposisikan dirinya sebagai alternatif unggul untuk
perpesanan SMS, yang bisa sangat mahal bila digunakan di luar negeri karena biaya
roaming. Namun sebaliknya, WhatsApp bergantung pada jaringan Wi-Fi aktif. Terlepas
dari persaingan yang kuat (misalnya, iMessage, LINE, BBand Viber), WhatsApp tetap
Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


15

berjangkar dengan baik sebagai pemimpin pasar dalam aplikasi pengiriman pesan
(Barhoumi 2015).
Menurut Jumiatmoko (2016), WhatsApp merupakan teknologi popular yang
sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai alat pembelajaran. Dalam WhatsApp
Messenger terdapat Whatsapp Group yang mampu membangun sebuah pembelajaran
yang menyenangkan terkait berbagai topik diskusi yang diberikan oleh pengajar.
Keberadaan WhatsApp Messenger tidak terlepas dari keberadaan Net Gen atau generasi
digital yang selalu menginginkan adanya pemutakhiran berbagai teknologi berbasis
internet. Data empiris dari Jafe dan Zane (2008) menunjukkan bahwa Net Gen memiliki
kecederungan belajar secara kolaboratif, tidak memiliki respon yang baik terhadap cara
pembelajaran ceramah, menginginkan informasi yang dapat mereka terima secara
individu, dan senantiasa mengingikan berbagai macam materi pemebelajaran yang dapat
diakses dengan mudah melalui piranti teknologi.

2.1.7 Manfaat Aplikasi WhatsApp Sebagai Media Pembelajaran


Barhoumi (2015) secara lengkap dan ringkas manfaat penggunaan Aplikasi
Whatsapp Messenger dalam pembelajaran yaitu sebagai berikut :
1) Whatsapp Messenger memberikan fasilitas pembelajaran secara kolaboratif dan
kolaboratif secara online antara guru dan siswa ataupun sesama siswa baik di rumah
maupun di sekolah.
2) Whatsapp Messenger merupakan aplikasi gratis yang mudah digunakan.
3) Whatsapp Messenger dapat digunakan untuk berbagi komentar, tulisan, gambar,
video, suara, dan dokumen.
4) Whatsapp Messenger memberikan kemudahan untuk menyebarluasakan
pengumuman maupun mempublikasikan karyanya dalam grup.
5) Informasi dan pengetahuan dapat dengan mudah dibuat dan disebarluaskan melalui
berbagai fitur Whatsapp Messenger.

2.1.8 Intervensi Menggunakan Media WhatsApp


WhatsApp merupakan media yang bagus untuk pembelajaran berbasis
mobile/seluler ketika digunakan dalam strategi kursus campuran. Dalam kuliah seluler
terpadu, aplikasi mobile seperti WhatsApp lebih disukai dibandingkan dengan kuliah
tatap muka, kemudian kombinasi diskusi di kelas dilakukan dalam hal menyelesaikan

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


16

kegiatan kursus. Sebuah penelitian eksperimen dilakukan untuk mengetahui efektivitas


kegiatan pembelajaran menggunakan media WhatsApp yang dipandu dengan teori
aktivitas pada manajemen pengetahuan siswa. Hasil dari penelitian yang dilakukan
menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran mobile WhatsApp membawa manfaat bagi
pencapaian dan sikap siswa terhadap pembelajaran dan pengajaran berbasis mobile
(Barhoumi 2015).
Dalam penelitian tersebut Barhoumi (2015) membandingkan antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol yang diberi perlakuan berbeda. Kursus online
campuran dari kelompok eksperimen dilakukan menggunakan kontinuitas antara 2 jam
per minggu di kelas dan 1 jam per minggu kegiatan pembelajaran WhatsApp. WhatsApp
messenger digunakan satu jam per minggu untuk mendiskusikan konten yang diajarkan
di kelas. Kelompok kontrol berpartisipasi dalam 2 jam per minggu pembelajaran di
kelas dan satu jam tambahan kegiatan pembelajaran tatap muka. Kedua kelompok
berpartisipasi dalam 2 jam kursus dan 1 jam kegiatan pembelajaran untuk
mendiskusikan isi kursus yang dibahas secara tatap muka di kelas. Perbedaan antara 2
grup adalah bahwa kegiatan pembelajaran kelompok eksperimen dimediasi oleh aplikasi
WhatsApp.
Studi intervensi lainnya dilakukan oleh Nayak et al. (2017) untuk menilai
kelayakan dan efektivitas aplikasi dalam meningkatkan pengetahuan tentang kanker
mulut juga menggunakan media WhatsApp sebagai media intervensi. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menilai efektivitas WhatsApp sebagai alat untuk memberikan
pendidikan kesehatan tentang tembakau dan kanker mulut dibandingkan dengan
pendidikan kesehatan konvensional melalui PowerPoint. Lama pemberian intervensi
dilakukan selama 4 minggu. Kelompok kontrol menerima pendidikan kesehatan tentang
kanker mulut menggunakan presentasi PowerPoint setiap minggu, untuk total 4 minggu.
Kelompok intervensi menerima pendidikan kesehatan melalui pesan WhatsApp tiga kali
seminggu selama 4 minggu. Hasil posttest menunjukkan perbedaan yang signifikan
dalam skor pengetahuan pasca intervensi (t = -15,05 p <0,001). WhatsApp dapat
menjadi alat yang lebih efektif untuk menyediakan pendidikan gigi mengenai tembakau
dan kanker mulut dibandingkan dengan alat bantu audio visual konvensional.
Selain studi mengenai aplikasi WhatsApp, terdapat studi yang mengukur
kelayakan dan penerimaan intervensi pesan teks untuk meningkatkan perilaku dan

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


17

pengetahuan kesehatan mulut. Pesan teks berguna untuk mempromosikan berbagai


perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Studi ini meneliti kelayakan dan
kegunaan intervensi pesan teks selama 7 hari untuk meningkatkan pengetahuan dan
perilaku kesehatan mulut pada ibu dari anak kecil. Partisipan dalam penelitian tersebut
menerima pesan teks selama 7 hari, menanyakan tentang flossing dan menyajikan
informasi kesehatan mulut. Perilaku dan pengetahuan kesehatan mulut disurvei sebelum
dan sesudah intervensi. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pada kelompok ibu yang
menerima pesan teks terdapat peningkatan perilaku dan pengetahuan terhadap kesehatan
mulutnya sendiri serta perilaku terhadap kesehatan mulut anak. Perpesan teks
merupakan metode yang layak untuk meningkatkan perilaku dan pengetahuan mengenai
kesehatan mulut (Hashemian et al. 2015).
Penelitian intervensi menggunakan media gambar dan teks melalui aplikasi
WhatsApp juga pernah dilakukan sebelumnya oleh Ekadinata & Widyandana (2017),
penelitian dilakukan terhadap kader Posbindu di desa Wonokerto dengan intervensi
pengiriman pesan melalui aplikasi WhatsApp yang diketahui efektif dalam
meningkatkan pengetahuan dan kepuasan belajar tentang diabetes melitus tipe 2. Core
intervensi edukasi pada penelitian ini membahas tentang edukasi diabetes tipe 2 melalui
pemanfaatan aplikasi WhatsApp group. Intervensi dilakukan selama 2 minggu melalui
intervensi berbeda setiap minggunya. Pada minggu pertama dilakukan edukasi melalui
pesan edukasi diabetes yang dikirimkan melalui WhatsApp group. Sedangkan pada
minggu kedua dilakukan intervensi edukasi melalui pesan bergambar. Kesimpulan
penelitian tersebut adalah WhatsApp dapat dijadikan media edukasi yang efektif sebagai
program edukasi tentang diabetes tipe 2. Secara khusus, intervensi pengiriman pesan
bergambar memiliki signifikansi lebih tinggi dibandingkan dengan intervensi melalui
pengiriman pesan teks.
Berdasarkan uraian beberapa penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa jangka waktu minimal untuk intervensi dalam penggunaan media WhatsApp
maupun pesan teks yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan adalah selama satu
minggu atau 7 hari. Pemberian pesan bisa dilakukan setiap hari ataupun dilakukan jeda
seperti 3 kali dalam seminggu. Kepuasan belajar melalui pesan bergambar diketahui
lebih tinggi dibandingkan dengan pesan teks, sehingga dalam penelitian ini peneliti

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


18

menggabungkan 2 jenis pesan yaitu pesan gambar dan teks agar intervensi yang
dilakukan lebih maksimal.

2.2 Kesehatan Reproduksi


2.2.1 Definisi Kesehatan Reproduksi
WHO mendefinisikan kesehatan reproduksi sebagai keadaan sehat secara fisik,
mental, dan sosial secara utuh yang tidak semata-mata hanya bebas dari penyakit atau
kedisabilitasan yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi, dan prosesnya (Prijatni
& Rahayu 2016). Menurut International Conference population and development
(ICPD) tahun 1994 di Kairo, ruang lingkup pelayanan kesehatan reproduksi terdiri dari
kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, pencegahan dan penanganan komplikasi
aborsi, pencegahan dan penanganan infertilitas, kesehatan reproduksi usia lanjut, deteksi
dini kanker saluran reproduksi serta kesehatan reproduksi lainnya seperti kekerasan
seksual, sunat perempuan dan sebagainya (Kementerian Kesehatan RI 2015).
Menurut definisi yang dikembangkan oleh BKKBN (1996 dalam Prijatni &
Rahayu 2016), kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sehat mental, dan
kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan
fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan
kedisabilitasan semata melainkan dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu
memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, spiritual yang memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara
anggota keluarga dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.

2.2.2 Hak-Hak Reproduksi


Hak-hak reproduksi merupakan hak pria dan wanita untuk memperoleh
informasi dan mempunyai akses terhadap berbagai metode keluarga berencana yang
mereka pilih, aman, efektif, terjangkau, serta metode-metode pengendalian kelahiran
lainnya yang mereka pilih dan tidak bertentangan dengan hokum serta perundang-
undangan yang berlaku (Kusmiran 2011).
Adapun hak-hak reproduksi yang dimaksud yaitu meliputi hal-hal berikut:
1. Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi
2. Hak mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi
3. Hak kebebasan berpikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi
Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


19

4. Hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan


5. Hak untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak
6. Hak atas kebebasan dan keamanan yang berkaitan dengan kehidupan
reproduksinya
7. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk
perlindungan dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual
8. Hak mendapatkan manfaat kemajuan ilmu pengetahuan yang berkaitan
dengan kesehatan reproduksinya
9. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga
10. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan
berkeluarga dan kehidupan reproduksi
11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang
berkaitan dengan kesehatan reproduksi.

2.2.3 Sasaran Kesehatan Reproduksi


Menurut Prijatni & Rahayu (2016) dalam Modul Kesehatan Reproduksi dan
Keluarga Berencana, terdapat dua sasaran yang akan dijangkau dalam memberikan
pelayanan, yaitu sasaran utama dan sasaran antara.
1. Sasaran utama
Sasaran utama terdiri dari laki-laki dan perempuan usia subur, remaja putra
dan putri yang belum menikah serta kelompok resiko yaitu pekerja seks,
masyarakat yang termasuk keluarga prasejahtera. Adapun yang termasuk
dalam komponen reproduksi remaja yaitu berupa seksualitas,
beresiko/menderita HIV/AIDS, serta beresiko dan pengguna NAPZA.
2. Sasaran antara
Golongan yang termasuk dalam sasaran antara adalah petugas kesehatan
seperti dokter ahli, dokter umum, bidan, perawat, dan pemberi layanan
berbasis masyarakat. Selain itu golongan masyarakat yang terdiri dari kader
kesehatan, dukun, tokoh masyarakat, tokoh agama serta LSM juga
merupakan kelompok sasaran antara.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


20

2.2.4 Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja


Pelayanan kesehatan reproduksi remaja bertujuan untuk mencegah dan
melindungi remaja dari perilaku seksual berisiko dan perilaku berisiko lainnya yang
dapat berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi. Tujuan lainnya adalah untuk
mempersiapkan remaja untuk menjalani kehidupan reproduksi yang sehat dan
bertanggung jawab yang meliputi persiapan fisik, psikis, dan sosial untuk menikah dan
menjadi orang tua pada usia yang matang (Kementerian Kesehatan RI 2015).
Perilaku berisiko dan permasalahan terkait kesehatan reproduksi pada remaja
masih cukup serius dan membutuhkan perhatina khusus. Hal ini dapat dilihat dari
tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih rendah, seperti
pengetahuan tentang penyakit menular seksual (PMS). Para remaja juga melakukan
aktivitas yang cukup berisiko dalam menjalin hubungan dengan pasangan mereka
sehingga menjurus kepada perilaku seks bebas, kehamilan yang tidak diinginkan,
terjangkit PMS hingga aborsi (Hidayangsih & Sari 2014). Sementara itu data mengenai
situasi kesehatan reproduksi remaja sebagian besar bersumber dari Survei Demografi
dan Kesehatan terutama komponen Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), yang
mencakup sasaran remaja usia 15-24 tahun dan belum menikah. Pada remaja usia 15-19
tahun, proporsi terbesar berpacaran pertama kali adalah pada usia 15-17 tahun. Sekitar
33,3% remaja perempuan dan 34,5% remaja laki-laki yang berusia 15-19 tahun mulai
berpacaran pada saat usia mereka dibawah 15 tahun. Pada usia tersebut dikhawatirkan
belum memiliki keterampilan hidup (life skills) yang memadai, sehingga mereka
berisiko memiliki perilaku pacaran yang tidak sehat seperti melakukan hubungan seks
pra nikah (Kementerian Kesehatan RI 2015).

2.3 Remaja
2.3.1 Definisi Remaja
Perkembangan manusia merupakan sebuah proses panjang dalam kehidupan
dimulai dari pertumbuhan dan perubahan fisik, perilaku, kognitif, dan emosional.
Sepanjang proses ini setiap individu mengembangkan sikap dan nilai yang akan
mengarahkan diri terhadap pilihan, hubungan, dan pengertian (understanding)
(Huberman, 2002 dalam Herlina 2013). Pengertian remaja tertuang dalam Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014 yaitu remaja adalah penduduk dalam

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


21

rentang usia 10-18 tahun. Sedangkan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah.
Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah kelompok usia 10-19 tahun di Indonesia
yaitu sebanyak 43,5 juta atau sekitar 18 persen dari jumlah penduduk (Kementerian
Kesehatan RI 2015).
Pada tahun 1974, WHO (Sarwono 2011) mendefinisikan remaja melalui definisi
konseptual yang meliputi kriteria biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Menurut
WHO remaja didefinisikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan kriteria biologisnya remaja adalah individu yang berkembang
dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksusal sekundernya
sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
2. Berdasarkan kriteria sosial-psikologis, remaja adalah individu yang
mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak
menjadi dewasa.
3. Berdasarkan kriteria sosial-ekonomi, remaja adalah suatu masa dimana
terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatif lebih mandiri.

2.3.2 Tahapan Remaja


Menurut Steinberg (1993), masa remaja adalah salah satu tahap perkembangan
sepanjang rentang kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, penuh dengan
tantangan dan harapan. Pada masa ini akan terjadi perubahan mendasar pada aspek
biologis, kognitif, dan sosial (Purwadi 2004). Kartono (1995) dalam Novia (2007),
membagi rentang usia dalam periode remaja dalam tiga tahapan, yaitu remaja awal
antara usia 11-14 tahun, remaja pertengahan antara usia 14-17 tahun, dan remaja akhir
antara usia 17-21 tahun.
Peralihan masa anak-anak ke masa dewasa akan terjadi dalam kurun usia
tertentu. Menurut Blos dalam Sarwono (2012), perkembangan remaja terbagi dalam 3
tahap, yaitu :
1. Remaja awal (early adolescence)
Mereka yang berada pada tahap remaja awal akan terheran-heran akan
perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


22

menyertai perubahan tersebut. Mereka memiliki pikiran-pikiran baru yang


berkembang, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara
erotis. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini juga diiringi dengan
berkurangnya kendali terhadap ‗ego‘ sehingga menyebabkan para remaja
awal sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.
2. Remaja madya (middle adolescence)
Remaja madya sangat membutuhkan kawan-kawan dan senang jika banyak
teman yang menyukainya. Pada tahap ini, terdapat kecenderungan narcistic,
yaitu mencintai diri sendiri serta menyukai teman-teman yang mempunyai
sifat yang sama dengan dirinya. Remaja ini juga berada dalam kondisi
kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih antara peka atau tidak
peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, dan sebagainya.
3. Remaja akhir (late adolescence)
Tahap remaja akhir merupakan masa konsolidasi menuju periode dewasa
dan ditandai dengan beberapa pencapaian, yaitu: minat yang makin mantap
terhadap fungsi-fungsi intelektual, egonya mencari kesempatan untuk
bersaru dengan orang-orang lain serta dalam pengalaman-pengalaman baru,
terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi, egosentrisme
(terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) berganti dengan
keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain, dan tumbuh
dinding yang memisahkan diri pribadi (private self) dengan masyarakat
umum (the public).

2.3.3 Perubahan Fisik Remaja


Selama pertumbuhan pesat pada masa remaja, terjadi empat perubahan fisik
yaitu perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsi tubuh, perkembangan ciri seks
primer dan perkembangan ciri seks sekunder (Kusmiran 2011).
Berikut ini merupakan penjelasan perubahan yang berkaitan dengan perubahan
seks primer dan sekunder.
1. Tanda seks primer
Membahas mengenai pertumbuhan dan perkembangan ciri seks primer berarti
membahas mengenai organ seks. Pada pria, pada usia empat belas tahun, pertumbuhan
gonad atau testis yang terletak di dalam scrotum baru sekitar 10% dari ukuran matang.
Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


23

Kemudian terjadi pertumbuhan pesat selama satu atau dua tahun, setelah itu
pertumbuhan menurun, testis sudah berkembang penuh pada usia dua puluh tahun.
Segera setelah pertumbuhan pesat pada testis, maka pertumbuhan penis meningkat
pesat. Mula-mula peningkatan pertumbuhan terjadi pada panjang penis yang kemudian
disertai berangsur-angsur dengan besarnya. Jika pertumbuhan organ reproduksi telah
matang kemudian diikuti dengan terjadinya mimpi basah (Hurlock, 2003).
Pada wanita, semua organ reproduksi tumbuh selama masa puber, meskipun
dalam tingkat kecepatan yang berbeda. Berat uterus anak usia sebelas atau dua belas
tahun berkisar 5,3 gram dan pada usia enam belas rata-rata beratnya mencapai 43 gram.
Pertumbuhan pesat ini tidak hanya terjadi pada rahim namun juga terjadi pada tuba
fallopi, ovarium, dan juga vagina. Kematangan organ reproduksi pada wanita ditandai
dengan datangnya haid. Ini adalah permulaan dari serangkaian pengeluaran darah,
lendir, dan jaringan sel yang meluruh dari rahim secara berkala yang akan terjadi kurang
lebih setiap 28 hari sampai mencapai menopause (Hurlock, 2003).

2. Tanda seks sekunder


Perubahan seks sekunder adalah perubahan yang membedakan pria dan wanita.
Ciri ini tidak berhubungan dengan organ reproduksi secara langsung (Widyastuti 2010).
1) Laki-laki
a. Rambut
Rambut kemaluan timbul sekitar setahun setelah pertumbuhan testis dan penis.
Rambut ketiak di wajah timbul jika pertumbuhan rambut kemaluan telah
selesai.
b. Kulit
Kulit menjadi lebih kasar, tidak jernih, berwarna pucat dan pori-pori meluas.
c. Kelenjar
Kelenjar lemak atau yang memproduksi minyak dalam kulit semakin membesar
dan menjadi lebih aktif, sehingga dapat menimbulkan jerawat. Kelenjar keringat
di ketiak mulai berfungsi dan keringat bertambah banyak dengan berjalannya
masa puber.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


24

d. Otot
Otot-otot bertambah besar dan kuat, sehingga memberi bentuk bagi lengan,
tungkai kaki, dan bahu.
e. Suara
Suara berubah setelah rambut kemaluan tumbuh. Awal mula suara menjadi serak
dan kemudian tinggi suara menurun.
f. Benjolan Dada
Benjolan kecil di sekitar kelenjar susu timbul sekitar usia 12 dan 14 tahun dan
setelah beberapa minggu besar dan jumlahnya menurun.
2) Wanita
a. Pinggul
Pinggul menjadi bertambah lebar dan bulat sebagai akibat membesarnya
tulang pinggul dan berkembangnya lemak bawah kulit.
b. Payudara
Segera setelah pinggul mulai membesar, payudara mulai berkembang. Putting
susu membesar dan menonjol, dan dengan berkembangnya kelenjar susu,
payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat.
c. Rambut
Rambut kemaluan timbul setelah pinggul dan payudara mulai berkembang. Bulu
ketiak dan bulu pada kulit wajah mulai tampak setelah haid. Semua rambut
kecuali rambut wajah mula-mula lurus dan terang warnanya, kemudian menjadi
lebih subur, lebih kasar, lebih gelap, dan agak keriting.
d. Kulit
Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, dan lubang pori-pori
bertambah besar.
e. Kelenjar
Kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif. Sumbatan kelenjar
lemak dapat menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat di ketiak mengeluarkan
banyak keringat dan baunya menusuk sebelum dan selama haid.
f. Otot

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


25

Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan
menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu lengan
dan tungkai kaki.
g. Suara
Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu. Suara serak dan suara yang
pecah jarang terjadi pada anak perempuan.

2.4 Tunagrahita
2.4.1 Definisi Tunagrahita
Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki intelegensi yang signifikan berada
dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang
muncul dalam masa perkembangannya. Anak dengan Tunagrahita (ADTG) adalah anak
yang memiliki keterbatasan perkembangan mental, tingkah laku (behavioral) dan
kecerdasan. Keterbatasan ini membuat anak sulit mengembangkan kemampuannya
secara maksimal. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan khusus berupa stimulasi
kognitif untuk mengoptimalkan fungsi kecerdasannya dan melengkapi pendekatan
metode pendidikan yaitu pendidikan luar biasa (PLB) (Kementerian Kesehatan RI 2010;
2017).
Sari (2017) menjabarkan bahwa Tunagrahita memiliki sebutan atau istilah yang
berbeda dibeberapa negara, seperti di Amerika umumnya digunakan istilah mental
retardation, Inggris menggunakan istilah mentally retarded, New Zealand menyebutnya
sebagai intellectually handicapped, dan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan
istilah mentally retarded atau intellectually disabled. Sementara di Indonesia umumnya
menggunakan istilah tunagrahita.

2.4.2 Klasifikasi Tunagrahita


Berdasarkan DSM IV-TR (American psychiatric association, 200) dalam Sari
(2017), tingkatan tunagrahita terbagi menjadi empat tingkatan, yaitu:
1. Tunagrahita Ringan
Tunagrahita ringan adalah seseorang yang memiliki tingkat IQ antara 50-55 hingga
70 dan merupakan kelompok tunagrahita yang mampu didik (educable). Mereka
dapat diajarkan baca tulis dan dapat mencapai tingkat akademik hingga kelas 4-6

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


26

SD. Selain itu, mereka dapat dilatih dengan keterampilan tertentu sehingga mampu
mandiri seperti orang dewasa yang normal. Namun mereka kurang mampu
menghadapi stress sehingga masih membutuhkan bimbingan keluarga. Sebagian
besar penyandang tunagrahita (sekitar 85%) masuk kedalam kategori tunagrahita
ringan.
2. Tunagrahita Sedang
Tunagrahita sedang memiliki tingkat IQ antara 35-50 sampai dengan 50-55 dan
merupakan golongan tunagrahita yang dapat dilatih (trainable) tapi tidak mampu
didik karena kemampuan intelektualnya hanya sampai tingkat 2 SD. Golongan ini
mampu dilatih untuk mengurus diri sendiri atau untuk menguasai keterampilan
tertentu seperti pertukangan, pertanian, dan lain-lain. Jumlah penyandang
tunagrahita sedang yaitu sekitar 12% dari seluruh penyandang tunagrahita.
3. Tunagrahita Berat
Tingkat IQ pada penyandang tunagrahita berat adalah 20-25 sampai 35-40.
Golongan tunagrahita ini dapat dilatih keterampilan mengurus diri yang sederhana
namun tidak dapat dilatih keterampilan kerja, mereka memiliki kemampuan bicara
yang sangat sederhana, sehingga membutuhkan pengawasan dan bimbingan
sepanjang hidupnya. Penyandang tunagrahita berat berjumlah sekitar 7% dari
seluruh penyandang tunagrahita.
4. Tunagrahita Sangat Berat
Tingkat IQ yang dimiliki penyandang tunagrahita sangat berat berada dibawah 20-
25 dan termasuk dalam tipe klinik. Kelompok ini berjumlah sekitar 1% dari seluruh
penyandang tunagrahita. Pada kelompok ini, sangat mudah untuk mendiagnosis
kelainan neurologik yang mengakibatkan tunagrahitanya. Penyandang tunagrahita
sangat berat memiliki kemampuan bahasa yang sangat minim dan seluruh hidupnya
sangat bergantung pada orang di sekitarnya.

2.4.3 Ciri-Ciri Anak Tunagrahita


Sebagian besar anak penyandang disabilitas intelektual atau tunagrahita
memiliki beberapa ciri tertentu yang dapat dikenali melalui bentuk fisik maupun tingkah
lakunya. Berikut ciri-ciri atau tanda-tanda anak tunagrahita menurut Kementerian
Pemerdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI (2013):

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


27

1. Ada tiga jenis anak dengan disabilitas intelektual (tunagrahita) yaitu ringan
(mampu didik), sedang (mampu latih), dan berat (mampu rawat).
2. Wajah ceper, jarak kedua mata jauh, hidung pesek, mulut terbuka, lidah
besar.
3. Kepala kecil/besar/datar.
4. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usianya atau semua harus dibantu
orang lain.
5. Perkembangan bicara/Bahasa terlambat atau tidak dapat bicara.
6. Kurang atau tidak dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
7. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut.
Apabila ditemukan ciri-ciri atau tanda-tanda diatas maka ada beberapa hal yang
perlu dilakukan orang tua dan keluarga, yaitu:
1) Membawa anak ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk diperiksa
tenaga medis.
2) Menindaklanjuti hasil pemeriksaan dari tenaga medis dengan mengikuti
petunjuk dan saran yang diberikan.
3) Memasukkan anak ke sekolah yang sesuai dan kembangkan potensi yang
dimiliki anak.
4) Mengajarkan sesuatu secara bertahap dan berulang ulang.
5) Perlu diingat, bahwa kebutuhan biologis anak dengan disabilitas intelektual
sama dengan anak lainnya, hanya saja mereka tidak mengerti bagaimana
mengatasi bila rasa tersebut timbul dan apa yang harus mereka lakukan.
Untuk itu orang tua dan keluarga harus memberikan contoh tentang sikap
dan nilai berperilaku yang baik.

2.5 Tinjauan Variabel Penelitian


2.5.1 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil
pengggunaan pancaindranya. Pengetahuan berbeda dengan kepercayaan (beliefs),
takhayul (superstition), dan penerangan-penerangan yang keliru (missinformation).
Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berdasarkan pengalaman yang
didapatkan oleh setiap manusia (Mubarak 2011). Menurut Notoatmodjo (2010),

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


28

pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap
objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya).
Pengetahuan yang didapatkan pada waktu penginderaan tersebut sangat dipengaruhi
oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek dan sebagaian besar pengetahuan
diperoleh melalui indera pendengaran dan indera penglihatan yaitu telinga dan mata.
Dalam Notoatmodjo (2010), pengetahuan dibagi dalam enam tingkatan, dimulai
dari tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Adapun penjelasan dari
tiap-tiap tingkatan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahu (know) diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah seseorang mengamati sesuatu. Seseorang dianggap tahu
apabila ia bisa mengingat dan menyebutkan hal-hal yang telah atau pernah ia
amati sebelumnya.
2. Memahami (comprehension), pada tingkatan ini seseorang tidak sekadar
tahu dan dapat menyebutkan suatu objek, tetapi juga dapat
menginterpretasikan secara benar objek yang diketahui tersebut.
3. Aplikasi (application), pada tingkatan ini seseorang yang telah memahami
objek dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang telah diketahui
tersebut bahkan pada situasi yang berbeda.
4. Analisis (analysis), pada tingkatan ini seseorang mampu menjabarkan
dan/atau memisahkan serta mencari hubungan antara komponen-komponen
yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang ia ketahui.
5. Sintesis (synthesis), seseorang pada tingkatan ini memiliki kemampuan
untuk merangkum atau meletakkan satu hubungan yang logis dari
komponen-komponen pengetahuan yang dimilikinya. Dengan kata lain orang
tersebut mampu menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang
telah ada.
6. Evaluasi (evaluation), tingkatan ini merupakan tingkatan tertinggi dalam
pengetahuan dimana seseorang mampu untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu objek tertentu.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


29

2.5.2 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku


Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan.
Perilaku manusia adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri. Perilaku
kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulasi yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makan serta
lingkungan. Maka promosi kesehatan adalah intervensi terhadap faktor perilaku (konsep
green), yang didalamnya juga dilakukan intervensi pemberian penyuluhan untuk
meningkatkan pengetahuan (Notoatmodjo 2007).
Menurut teori Lawrence Green (1980) ada faktor utama yang mempengaruhi
perubahan perilaku individu maupun kelompok sebagai berikut:
a. Faktor yang mempermudah (predisposing factor) yang mencakup pengetahuan,
sikap, kepercayaan, norma social, dan unsur lain yang berkaitan dengan kesehatan.
b. Faktor pemungkin (enabling factor) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana,
misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, dll. Termasuk fasilitas kesehatan
meliputi Puskesmas, Polindes, Dokter, Bidan yang hakekatnya memungkinkan
terwujudnya perilaku kesehatan.
c. Faktor pendorong (Reinforcing factor) yaitu faktor yang memperkuat perubahan
perilaku seseorang yang dikarenakan adanya sikap atau dukungan dari keluarga,
orang tua, tokoh agama, tokoh masyarakat atau petugas kesehatan.

Berdasarkan pengalaman dan penelitian diketahui bahwa perilaku-perilaku yang


didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan (Wawan 2010). Dalam teori pembelajaran, seseorang dapat
mengingat 70% dalam sepuluh menit pertama pembelajaran, sedangkan dalam sepuluh
menit terakhir mereka hanya dapat mengingat 20% materi pembelajaran.

2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang menurut
Notoatmodjo (2010) adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan
Yaitu bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain
menuju cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi
kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Semakin tinggi

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


30

Pendidikan seseorang maka semakin mudah untuk menerima informasi. Beberapa


penelitian juga menyimpulkan bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan
tingkat pengetahuan seseorang. Mereka yang pernah menempuh jenjang Pendidikan
dengan level lebih tinggi memiliki pengalaman dan wawasan lebih luas, yang akan
berdampak kepada kognitif seseorang (Sepang et al. 2013; Maryuni & Anggraeni
2016; Suwaryo & Yuwono 2017).
b. Pekerjaan
Hal yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan
keluarganya. Teori menyatakan bahwa pengetahuan seseorang yang bekerja akan
lebih baik daripada pengetahuan seseorang yang tidak bekerja. Namun penelitian
yang dilakukan oleh Maryuni & Anggraeni (2016) menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara pekerjaan dengan tingkat pengetahuan orang tua tentang
pendidikan seks secara dini pada anak.
c. Umur
Umur adalah usia individu terhitung sejak lahir sampai berulang tahun. Menurut
Elisabeth BH dalam Nursalam (2008) semakin cukup umur, semakin tinggi tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang maka akan lebih matang juga dalam berfikir
dan bekerja. Beberapa penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa umur dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Usia produktif merupakan usia yang
paling berperan dan memiliki aktivitas yang pada serta memiliki kemampuan
kognitif yang baik (Sepang et al. 2013; Suwaryo & Yuwono 2017).
d. Pengalaman
Pengetahuan dapat berasal dari pengalaman, baik dari pengalaman pribadi maupun
pengalaman yang berasal dari orang lain.
e. Ekonomi (pendapatan)
Dalam memenuhi kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder, keluarga yang
status ekonomi baik akan lebih tercukupi bila disbanding dengan keluarga yang
status ekonominya rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan
informasi pendidikan yang termasuk dalam kebutuhan sekunder. Namun penelitian
yang dilakukan oleh Khairiyah Ar-Rasily & Dewi (2016) mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi pengetahuan orang tua mengenai kelainan genetik penyebab

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


31

disabilitas intelektual menyatakan bahwa tingkat pendapatan tidak mempengaruhi


pengetahuan.
f. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan
pengaruhnya yang dapat berpengaruh dalam perkembangan dan perilaku orang atau
kelompok.
g. Sosial budaya
Sistem sosial budaya yang ada di masyarakat dapat mempengaruhi sikap seseorang
dalam menerima informasi. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya diperoleh
adanya hubungan antara nilai social budaya dengan tingkat pengetahuan seseorang
(Maryuni & Anggraeni 2016).
h. Paparan Media Massa dan Informasi
Melalui berbagai media massa baik cetak maupun elektronik sebagai alat informasi
yang diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu masyarakat yang lebih banyak
mendapatkan informasi dari media massa seperti televisi, radio, majalah, koran, dan
lainnya akan memperoleh informasi dan pengetahuan yang lebih banyak dari pada
yang tidak pernah terpapar media sama sekali. (Maryuni & Anggraeni 2016) juga
menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa keterpaparan informasi dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.

Selain itu, terdapat beberapa studi dan jurnal yang menjelaskan mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi pengetahuan. Riggs & Noland (1984) mengemukakan
bahwa pengetahuan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kelamin,
usia dan tempat kontrol kesehatan. Dimana dijelaskan bahwa wanita memiliki nilai tes
yang lebih tinggi daripada laki-laki, siswa yang lebih tua memiliki nilai pengetahuan
yang lebih tinggi daripada siswa yang lebih muda, dan siswa yang memiliki orientasi
internal memiliki skor pengetahuan yang lebih tinggi daripada siswa yang berorientasi
eksternal. Penelitian Zhifei He et al. (2016) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan dan perilaku kesehatan di Cina menjelaskan bahwa faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang diantaranya yaitu literasi kesehatan (health
literacy), umur, tingkat pendidikan, pekerjaan serta jarak antara rumah dan institusi
kesehatan.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


32

2.6 Kerangka Teori


Berikut ini adalah kerangka teori penelitian dari penjabaran teori pada sub bab
sebelumnya:

Umur
&
Jenis Kelamin

 Pendidikan
 Pekerjaan
 Ekonomi Pengetahuan
 Pengalaman

 Lingkungan
 Sosial Budaya
 Paparan Media Masa
& Informasi
 Jarak ke institusi
kesehatan

Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


(Notoatmodjo (2010); Maryuni & Anggraeni (2016); Riggs & Noland (1984);
Zhifei He et al. (2016))

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


BAB 3
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan
antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu dengan
variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti. Berdasarkan teori yang dijelaskan
pada bab sebelumnya, dibuat suatu kerangka konsep sebagai berikut:

Variabel Bebas Variabel Terikat:

Intervensi Edukasi Pengetahuan orang


Kesehatan tua/pengasuh
Reproduksi Remaja tentang Kesehatan
Tunagrahita melalui Reproduksi Remaja
Tunagrahita Sesudah
aplikasi WA Intervensi

Variabel
Confounding:
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Pendidikan
4. Pekerjaan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Variabel yang diukur pada penelitian ini adalah :


3.1.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah intervensi edukasi kesehatan
reproduksi remaja tunagrahita melalui aplikasi WA messenger.
3.1.2 Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pengetahuan orang tua/pengasuh
tentang kesehatan reproduksi remaja tunagrahita sesudah intervensi.
3.1.3 Variabel Confounding
Variabel confounding dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin,
pendidikan, dan pekerjaan.
33
Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


34

3.2 Definisi Operasional


Skala
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur
1. Pengetahuan orang - Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui Pengisian Kuesioner Skor 1 untuk Nominal
tua/ pengasuh berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh Kuesioner D1 – D20 jawaban Benar,
setiap manusia (Mubarak 2011) dan skor 0 untuk
- Hasil tahu keluarga remaja tunagrahita tentang jawaban Salah
kesehatan reproduksi remaja tunagrahita yang dan Tidak Tahu.
meliputi : Skor tertinggi
1. masa pubertas, ciri seks primer dan sekunder adalah 20.
2. mimpi basah dan menstruasi Kategori
3. pengertian kesehatan reproduksi dan cara Pengetahuan:
merawat organ reproduksi 0. Rendah <
4. cara mencegah kekerasan pada remaja mean/
tunagrahita median
1. Tinggi ≥
mean/
median
2. Umur - Umur adalah usia individu terhitung sejak lahir Pengisian Kuesioner 0: Dewasa Nominal
sampai berulang tahun (Nursalam 2008). Kuesioner B2 1: Prelansia
- Jawaban responden tentang umur pada saat
penelitian dilakukan
3. Jenis Kelamin - mengacu pada perbedaan biologis antara Pengisian Kuesioner 1: laki-laki Nominal
perempuan dan laki-laki; perbedaan secara Kuesioner B3 2: perempuan
biologi yang dibawa sejak lahir dan tak dapat
diubah (Tangkudung 2014).
- Jawaban responden tentang jenis kelamin
4. Pendidikan - bimbingan yang diberikan seseorang terhadap Pengisian Kuesioner 0: pendidikan Ordinal
Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


35

perkembangan orang lain menuju cita-cita Kuesioner B4 rendah


tertentu yang menentukan manusia untuk 1: pendidikan
berbuat dan mengisi kehidupan untuk tinggi
mencapai keselamatan dan kebahagiaan
(Notoatmodjo 2010). Rendah jika :
- Jawaban responden tentang pendidikan - Tidak pernah
terakhir yang sudah ditamatkan saat penelitian sekolah
dilakukan - Tidak/belum
tamat SD
- Tamat SD

Tinggi jika :
- Tamat SMP
- Tamat SMA
- Tamat
D3/Akademik
- Tamat
Perguruan
Tinggi
5. Pekerjaan - Hal yang harus dilakukan terutama untuk Pengisian Kuesioner 0. Tidak bekerja Nominal
menunjang kehidupannya dan keluarganya Kuesioner B5 1. Bekerja
(Notoatmodjo 2010).
- Aktivitas responden untuk menghasilkan uang,
baik formal maupun informal
6. Edukasi Kesehatan - Edukasi adalah suatu proses penyampaian Keluarga 1 pesan Terdapat
Reproduksi bahan atau materi pendidikan oleh pendidik diberikan 1 teks dan perubahan
kepada sasaran pendidikan guna mencapai pesan teks gambar signifikan pada
tujuan yaitu perubahan perilaku (Notoatmodjo dan gambar setiap hari pengetahuan
2007). setiap hari dari keluarga

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


36

- kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat melalui kumpulan sesudah


secara fisik, mental, dan sosial secara utuh aplikasi materi diberikan
yang tidak semata-mata hanya bebas dari WhatsApp tentang intervensi
penyakit atau kedisabilitasan yang berkaitan selama 7 kesehatan
dengan sistem reproduksi, fungsi, dan hari reproduksi
prosesnya (Prijatni & Rahayu 2016) (Nayak et remaja
- Intervensi yang diberikan kepada keluarga al. 2017; tunagrahita
remaja tunagrahita mengenai kesehatan Hashemian
reproduksi remaja tunagrahita melalui pesan et al. 2015;
teks dan gambar dalam aplikasi WhatsApp. Ekadinata
1. mengenal masa pubertas remaja, cara &
menahan dorongan seksual pada remaja Widyandan
tunagrahita a 2017)
2. Tanda pubertas pada remaja laki-laki
3. tanda pubertas pada remaja perempuan
4. tips menghadapi remaja putra yang telah
mengalami mimpi basah
5. tips menghadapi anak perempuan saat
menstruasi pertama
6. cara merawat organ reproduksi, pengertian
kesehatan reproduksi dan cara berkomunikasi
dengan anak tunagrahita
7. cara mencegah kekerasan pada remaja
tunagrahita

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


37

3.3 Hipotesis
Berdasarkan model kerangka konsep diatas maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah ―Terdapat peningkatan pengetahuan orang tua/ pengasuh setelah diberikan
intervensi edukasi tentang kesehatan reproduksi remaja tunagrahita melalui
pemanfaatan aplikasi WhatsApp Messenger‖.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Penelitian menggunakan metode analisis kuantitatif dengan desain Pra
Eksperimen One Group Pretest-Posttest dimana dalam rancangan ini tidak disertakan
kelompok kontrol (pembanding). Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengetahuan
orang tua/ pengasuh remaja tunagrahita sebelum dan sesudah diberikan intervensi.
Dalam rancangan ini subyek dilakukan pengukuran awal (pretest) setelah itu dikenai
perlakuan berupa intervensi edukasi kesehatan reproduksi remaja tunagrahita melalui
pesan teks dan bergambar yang dikirimkan melalui WhatsApp group selama 1 minggu,
kemudian dilakukan pengukuran akhir (posttest). Kemudian hasilnya dianalisis apakah
ada perbedaan atau perubahan-perubahan. Bentuk rancangan penelitian ini adalah
sebagai berikut:

X
O1 O2

Keterangan :
O1 : Pretest sebelum diberikan intervensi untuk mengetahui pengetahuan orang tua/
pengasuh mengenai edukasi kesehatan reproduksi remaja tunagrahita
X : Intervensi edukasi kesehatan reproduksi remaja tunagrahita
O2 : Posttest setelah diberikan intervensi untuk mengetahui pengetahuan orang tua/
pengasuh mengenai edukasi kesehatan reproduksi remaja tunagrahita.
Dalam penelitian ini peneliti memberikan intervensi berupa konten edukasi yang
berisi tentang pengetahuan dasar kesehatan reproduksi remaja tunagrahita. Edukasi akan
diberikan selama 7 hari dengan mengirimkan satu pesan bergambar disertai pesan teks
setiap hari melalui aplikasi WhatsApp Messenger.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur.
Penelitian dimulai sejak Juni 2018 hingga Juli 2018 dengan tahapan uji coba instrumen,

38
Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


39

pengambilan data awal, intervensi, pengambilan data akhir, pengolahan data, analisis
data dan penyusunan laporan penelitian.

4.3 Subyek Penelitian


Subyek pada penelitian ini adalah orang tua/pengasuh siswa remaja tunagrahita
kelas 5 dan 6 SDLB, SMPLB dan SMALB di SLB C Ruhui Rahayu Samarinda. Orang
tua/pengasuh yang dimaksud sebagai subyek penelitian adalah anggota keluarga yang
mengasuh atau yang paling sering berinteraksi dengan remaja tunagrahita baik itu ayah,
ibu, saudara, paman, bibi, nenek, atau pengasuh yang disewa, dll. Kriteria inklusi dalam
penelitian ini adalah :
1. Bersedia menjadi responden dan berpartisipasi dalam penelitian dengan menyetujui
informed consent yang terdapat pada kuesioner
2. Berpartisipasi dalam penelitian dari awal hingga akhir
3. Dapat membaca dan menulis
4. Orang tua/pengasuh siswa tunagrahita yang berusia 12-24 tahun di SLB C Ruhui
Rahayu Samarinda
5. Memiliki smartphone dan merupakan pengguna aplikasi WhatsApp Messenger yang
aktif selama masa penelitian berlangsung.
6. Menghadiri pertemuan awal pada saat sosialisasi dan pengambilan data awal hingga
pertemuan setelah intervensi dilakukan untuk pengambilan data post test.
Jumlah total subyek penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi adalah
sebanyak 43 orang tua/pengasuh. Namun pada saat pelaksanaan penelitian, terdapat 3
kasus drop out. Kasus drop out disebabkan karena 1 responden keluar dari WA group
(left group) dan 2 responden yang tidak dapat dihubungi pada saat post test. Sehingga
jumlah subyek penelitian yang tersisa dalam penelitian ini adalah sebanyak 40 orang
tua/pengasuh.

4.4 Etika Penelitian


Penelitian ini telah melalui prosedur kaji etik dan dinyatakan layak untuk
dilaksanakan oleh Komisi Etik Riset dan Pengabdian Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pada tanggal 22 Juni 2018 dengan nomor

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


40

626/UN2.F10/PPM.00.02/2018 dimana surat terlampir pada lampiran 3 tentang surat


lolos etik.

4.5 Metode Pengumpulan Data


4.5.1 Sumber Data
Data yang dikumpulkan berasal dari data primer. Data primer atau data tangan
pertama adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan
menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subyek
sebagai sumber informasi yang dicari (Azwar, 2010). Data dalam penelitian ini
diperoleh langsung dari responden. Data mengenai pengetahuan orangtua tentang
kesehatan reproduksi remaja tunagrahita didapatkan melalui kuesioner pengetahuan
kesehatan reproduksi tunagrahita sebelum diberikan intervensi dan satu minggu setelah
dilaksanakan intervensi.
4.5.2 Cara Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
instrument berupa kuesioner yang diadopsi dari kuesioner yang dirancang oleh Tim
Pengabdian Masyarakat Fakultas Psikologi dan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. Kuesioner yang diadopsi merupakan kuesioner untuk variabel
pengetahuan keluarga terhadap kesehatan reproduksi remaja tunagrahita. Kuesioner
yang diadopsi juga telah dimodifikasi agar sesuai dengan tujuan penelitian. Data
mengenai karakteristik responden dan pengetahuan responden didapatkan pada saat
sebelum dan sesudah diberikan intervensi.
4.5.3 Uji Coba Kuesioner
Sebelum instrumen digunakan, dilakukan uji coba kuesioner agar instrumen
dapat menghasilkan informasi yang relevan. Uji coba kuesioner terdiri dari uji validitas
dan uji reliabilitas. Uji coba kuesioner dilakukan kepada 20 orang tua atau pengasuh
siswa yang mempunyai kriteria yang sama dengan responden yang akan diteliti. Uji
coba ini dilakukan di SLB C Untung Tuah Samarinda.
Uji validitas kuesioner dilakukan menggunakan korelasi Pearson Product
Moment dengan ketentuan jika r hitung lebih besar dari r tabel maka pertanyaan
dinyatakan valid. Adapun pada uji kuesioner penelitian ini dengan sampel 20 dan
tingkat kemaknaan 5%, maka nilai df = n-2 = 20-2 = 18. Dengan nilai df 18 dan tingkat

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


41

kemaknaan 5% maka diperoleh nilai r tabel adalah 0,4438. Kemudian untuk penilaian
uji reliabilitas digunakan uji crombach alpha dengan ketentuan jika nilai crombach
alpha lebih besar atau sama dengan 0,6 maka variabel dikatakan reliabel.
Hasil uji validitas pada 20 pertanyaan tentang pengetahuan orang tua / pengasuh
mengenai kesehatan reproduksi remaja tunagrahita menunjukkan terdapat 17 pertanyaan
yang dinyatakan valid dengan nilai r lebih besar dari r tabel (0,4438). Uji validitas
dilakukan berulang kali dengan mengeluarkan pertanyaan yang tidak valid sehingga
pada akhirnya ditemukan 17 item pertanyaan tersebut. Terdapat 3 poin pertanyaan yang
masih belum valid yaitu pertanyaan nomor 2, 16, dan 19, tetapi karena poin pertanyaan
tersebut dianggap penting terhadap substansi variabel, maka poin pertanyaan tersebut
tidak dihilangkan dari kuesioner. Sementara untuk uji reliabilitas didapatkan nilai
crombach alpha 0,905 lebih besar dari 0,6 maka variabel pengetahuan dengan 17
pertanyaan ini dikatakan reliabel.

4.6 Prosedur Penelitian


Adapun prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

4.6.1 Tahap Persiapan


Persiapan diawali dengan uji kelayakan proposal untuk penelitian. Setelah
dilakukan uji kelayakan proposal, kemudian dilakukan juga uji instrument dan uji media
yang digunakan untuk intervensi. Setelah itu peneliti mengajukan surat permohonan ijin
penelitian kepada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang kemudian
disampaikan kepada pihak SLB C Ruhui Rahayu. Setelah mendapatkan ijin penelitian
dari SLB, peneliti melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk waktu dan tempat
pelaksanaan penelitian.

Peneliti kemudian mulai mengidentifikasi calon responden dengan bantuan staff


administrasi SLB. Setelah mendapatkan tentang data-data calon responden yang
memenuhi syarat, peneliti dan pihak sekolah menghubungi pihak orang tua baik melalui
telepon maupun secara langsung, yaitu pada orang tua/ pengasuh yang sedang
menunggu anak-anaknya sekolah untuk menjelaskan secara singkat terkait kegiatan
yang akan dilaksanakan, kemudian pihak SLB akan mengirim surat undangan resmi
kepada calon responden.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


42

4.6.2 Tahap Pelaksanaan


Proses pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juli 2018 dan bertempat di
SLB C Ruhui Rahayu Samarinda. Kegiatan diawali dengan menjelaskan kepada
responden mengenai maksud dan tujuan pelaksanaan intervensi kemudian meminta
persetujuan melalui informed consent yang telah disiapkan. Setelah itu peneliti
memberikan Pre test dengan membagikan kuesioner kepada responden untuk
pengambilan data awal sebelum dilakukannya intervensi. Kuesioner diisi sendiri oleh
responden kemudian diserahkan kembali kepada peneliti. Setelah dilakukan Pre Test
peneliti menjelaskan tahapan intervensi yang akan diberikan kepada responden dan
membuat WhatsApp Group dengan mengundang para responden untuk tergabung dalam
WhatsApp group. Peneliti memastikan semua responden sudah masuk kedalam
WhatsApp group yang dibuat dan memastikan bahwa semua responden aktif hingga
masa intervensi berakhir. Peneliti juga akan memberikan kompensasi berupa uang pulsa
untuk mengganti pulsa data yang harus diaktifkan responden selama masa penelitian
berlangsung.

Intervensi dilaksanakan pada hari berikutnya setelah pengumpulan data awal


dilakukan. Lama pelaksanaan intervensi akan berlangsung selama 7 hari, dengan
perlakuan setiap hari. Intervensi yang diberikan kepada responden berupa pengiriman
pesan gambar yang kemudian diikuti dengan pesan teks sebagai penjelasan/ penjabaran
maupun tambahan informasi dari pesan bergambar yang dikirimkan melalui WhatsApp
Group dan pengiriman pesan akan dilakukan oleh peneliti sendiri. Intervensi edukasi
melalui pesan WhatsApp maupun teks selama satu minggu diketahui efektif dalam
meningkatkan pengetahuan partisipan (Hashemian et al. 2015; Ekadinata &
Widyandana 2017; Nayak et al. 2017). Untuk mengantisipasi adanya bias intervensi
seperti apabila ada responden yang tidak aktif selama intervensi berlangsung, peneliti
akan melakukan pemeriksaan terhadap WhatsApp group setiap hari dikirimkannya
pesan memastikan bahwa pesan telah terkirim ke semua responden. Selain itu, sebelum
memasuki materi pada hari selanjutnya peneliti akan melakukan reminder atau
mengingatkan responden mengenai materi yang sudah diberikan. Jika selama masa
intervensi terdapat responden yang aplikasi WhatsAppnya tidak aktif maka peneliti akan
mengirimkan pesan melalui pesan teks agar responden tetap terpapar informasi yang

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


43

dikirimkan melalui WhatsApp Group. Intervensi diberikan sebanyak 7 kali selama 7 hari
yang terdiri dari:

Tabel 4.1 Materi Intervensi


Hari
Isi Pesan Bergambar Isi Pesan Teks
ke:
Pengertian Pubertas dan tanda- Pubertas pada anak tunagrahita dan cara
1 tanda umum pubertas pada menahan dorongan seksual pada
remaja laki-laki dan perempuan tunagrahita
Tanda-tanda pubertas pada
2 Penjelasan tentang mimpi basah
remaja laki-laki
Tanda-tanda pubertas pada
3 Penjelasan tentang menstruasi
remaja perempuan
Penjelasan lebih lengkap mengenai cara
Tips menghadapi remaja putra
4 menghadapi remaja putra yang
yang mengalami mimpi basah
mengalami mimpi basah
Tips menghadapi anak Penjelasan lebih lengkap mengenai cara
5 perempuan saat menstruasi menghadapi anak perempuan saat
pertama menstruasi pertama
Pengertian kesehatan reproduksi dan
6 Cara merawat organ reproduksi prinsip prinsip dalam berkomunikasi
dengan anak tunagrahita
Hal yang perlu dilakukan orang tua
Cara mencegah kekerasan pada
7 untuk mencegah kekerasan terhadap
remaja tunagrahita
remaja tunagrahita

Pemilihan materi yang disampaikan didasarkan pada Modul Pelatihan Kesehatan


Reproduksi Remaja Tunagrahita oleh Tim Pengabdian Masyarakat Fakultas Psikologi
dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Pemilihan materi
disesuaikan dengan informasi-informasi terkait pengetahuan dasar tentang kesehatan
reproduksi remaja tunagrahita.

4.6.3 Tahap Post Intervensi


Setelah intervensi selesai dilaksanakan selama 7 hari, responden akan kembali
diundang melakukan pertemuan untuk pengumpulan data akhir pada hari berikutnya.
Pertemuan penutup akan dilaksanakan di SLB C Ruhui Rahayu Samarinda. Pada saat
pertemuan berlangsung peneliti akan memberikan Post-test dengan membagikan lembar
kuesioner yang akan diisi secara mandiri oleh responden. Setelah dilakukan post-test
peneliti mengakhiri pertemuan dengan mengucapkan terima kasih kepada seluruh
Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


44

responden dan pihak sekolah yang sudah terlibat dalam penelitian serta memberikan
souvenir sebagai tanda terima kasih.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


45

Gambar 4.1. Alur Pelaksanaan Intervensi Edukasi Kesehatan Reproduksi Remaja Tunagrahita Melalui Pemanfaatan Aplikasi
WhatsApp

Tahap Pelaksanaan Intervensi:


Tahap Persiapan : 1. Hari ke 1: mengenal masa pubertas remaja, cara menahan dorongan
1. Uji Proposal seksual pada remaja tunagrahita
2. Kaji Etik 2. Hari ke 2: Tanda pubertas pada remaja laki-laki
3. Uji Instrumen dan 3. Hari ke 3: Tanda pubertas pada remaja perempuan
Media 4. Hari ke 4: tips menghadapi remaja putra yang telah mengalami mimpi
4. Pengajuan permohonan basah
surat izin penelitian 5. Hari ke 5: tips menghadapi anak perempuan saat menstruasi pertama
5. Koordinasi dengan 6. Hari ke 6: cara merawat organ reproduksi, pengertian kesehatan
tempat penelitian reproduksi dan cara berkomunikasi dengan anak tunagrahita
7. Hari ke 7: Cara mencegah kekerasan pada remaja tunagrahita

Pre Test Post Test

4 Minggu 1 Minggu

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


46

4.7 Pengolahan Data


1. Penyuntingan Data (Editing)
Pada tahap ini hasil wawancara atau angket yang diperoleh atau
dikumpulkan melalui kuesioner perlu disunting (diedit) terlebih dahulu.
Secara umum editing merupakan kegiatan pengecekan dan perbaikan isian
formulir atau kuesioner tersebut : (Notoatmodjo, 2012)
1) Apakah lengkap, dalam arti semua pertanyaan sudah terisi.
2) Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup jeas atau
terbaca.
3) Apakah jawabannya relevan dengan pertanyaan.
4) Apakah jawaban-jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban
pertanyaan yang lainnya. Apabila ada jawaban-jawaban yang belum
lengkap, jika memungkinkan perlu dilakukan pengambilan data ulang
untuk melengkapi jawaban-jawaban tersebut. Jika ternyata masih ada
data atau informasi yang tidak lengkap, dan tidak mungkin dilakukan
pengambilan data atau wawancara ulang, maka kuesioner tersebut
dikeluarkan (dropped out) atau apabila tidak memungkinkan, maka
pertanyaan yang jawabannya tidak lengkap tersebut tidak diolah atau
dimasukan dalam pengolahan ―data missing‖.
2. Mengkode Data (Coding)
Mengkode data dilakukan untuk mempermudah proses pengolahan dan
analisis data. Pengkodean data dilakukan sesuai dengan kategorisasi yang
telah ditentukan berdasarkan definisi operasional.
3. Pemasukan Data (Entry Data)
Data yang sudah terkode dalam bentuk Microsoft Excel kemudian diimpor
ke aplikasi statistik.
4. Mengoreksi (Cleaning)
Setelah data pemasukan data, peneliti kemudian melakukan pembersihan
data dari kesalahan yang mungkin tidak disengaja dengan tujuan untuk
menjaga kualitas data dan mengecek kembali data yang akan diolah.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


47

4.8 Analisis Data


Tahapan analisis data yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
4.8.1 Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik masing-masing variabel yang diteliti (Hastono 2016). Adapun variabel
penelitian terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, serta pengetahuan
responden sebelum dan sesudah intervensi. Hasil analisis univariat berupa jumlah dan
persentase akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dengan narasi.
4.8.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang
signifikan antara dua variabel atau bisa juga digunakan untuk mengetahui apakah ada
perbedaan yang signifikan antara dua atau lebih kelompok. Pada penelitian ini analisis
bivariat dilakukan untuk mengetahui perbedaan pengetahuan keluarga sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi melalui pesan teks dan gambar dengan memanfaatkan
media WhatsApp messenger. Analisis bivariat yang digunakan adalah uji T Dependen
(uji beda dua mean dependen/paired). Beberapa ketentuan yang harus dipenuhi pada uji
T Dependen adalah (Hastono 2016):
1. Syarat atau asumsi, data harus terdistribusi normal. Bila asumsi tidak
terpenuhi yaitu bila distribusi data tidak normal, maka dianjurkan
menggunakan uji nonparametrik: Wilcoxon Sign Test.
2. Kedua kelompok data dependen/pair (kedua kelompok yang dibandingkan
mempunyai subyek yang sama).
3. Jenis variabel numerik dan kategorik
4.8.3 Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk melakukan tes hipotesis tentang adanya
hubungan dari dua variabel atau lebih dengan melakukan kontrol terhadap variabel lain
(confounding). Analisis ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh yang
terjadi atau bagaimana pengaruh dari beberapa faktor secara bersama-sama (Imron,
2014). Analisis multivariat pada penelitian ini dilakukan dengan uji regresi linier
berganda.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


BAB 5
HASIL PENELITIAN

Bab ini menguraikan hasil penelitian mengenai pemanfaatan aplikasi whatsapp


messenger dalam meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja
terhadap orang tua/ pengasuh remaja tunagrahita di SLB C Ruhui Rahayu Kota
Samarinda Kalimantan Timur. Penelitian ini dilakukan kepada orang tua yang memiliki
anak tunagrahita yang berstatus aktif di SLB C Ruhui Rahayu Samarinda. Pengumpulan
data dan intervensi dilakukan pada bulan Juli 2018.

5.1 Gambaran Pelaksanaan Penelitian


Pelaksanaan pengumpulan data pada penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli
2018. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, dimana data primer
yang dimaksud didapatkan melalui kuesioner. Pada pengumpulan data menggunakan
kuesioner, responden dilakukan pengukuran pengetahuan sebelum dan sesudah
diberikan intervensi. Intervensi yang diberikan berupan informasi kesehatan reproduksi
remaja tunagrahita melalui pesan teks dan gambar pada orang tua/pengasuh siswa di
SLB C Ruhui Rahayu Samarinda. Pengumpulan data awal (pre test) dilaksanakan di
ruang serbaguna SLB Ruhui Rahayu Samarinda pada hari Selasa 17 Juli 2018 09.00
WITA sampai dengan pukul 10.00 WITA.
Sebelum dilakukan intervensi, peneliti mengundang para orang tua/pengasuh
siswa tunagrahita untuk melakukan pre test dan mengumpulkan orang tua/pengasuh
siswa yang berpotensi menjadi responden dan menjelaskan maksud penelitian.
Pertemuan pre test dihadiri oleh 50 orang tua/pengasuh siswa tunagrahita namun setelah
dilakukan pemeriksaan kuesioner, jumlah responden yang memenuhi kriteria inklusi
hanya sebanyak 27 orang tua/pengasuh siswa. Hari berikutnya peneliti dibantu oleh 2
orang enumerator melakukan penjaringan responden kembali di SLB C Ruhui Rahayu
dengan mendatangi langsung orang tua/pengasuh siswa yang sedang mengantar,
menunggu dan menjemput siswa SLB C Ruhui Rahayu. Jumlah responden yang
didapatkan pada penjaringan langsung sebanyak 16 orang tua/pengasuh sehingga total
jumlah responden yang didapatkan sebanyak 43 orang tua/pengasuh. Sebanyak 43 orang
tua/pengasuh yang akan menjadi responden penelitian ini telah dipastikan benar-benar

48
Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


49

oleh peneliti bahwa calon responden sudah memenuhi kriteria inklusi dimana syarat
utama menjadi responden adalah memiliki smartphone dan merupakan pengguna
aplikasi whatsapp. Setelah mendapatkan cukup responden, peneliti membuat whatsapp
group dan mengundang para orang tua/pengasuh siswa untuk bergabung dalam group.
Jalannya intervensi dipandu dan dilakukan oleh peneliti sendiri. Intervensi dilakukan
selama 7 hari dengan mengirimkan pesan teks dan gambar yang berisi informasi
kesehatan reproduksi remaja tunagrahita setiap harinya antara pukul 08.00 WITA
hingga 11.00 WITA. Intervensi mulai dilaksanakan pada hari Kamis 19 Juli sampai
dengan Rabu 25 juli 2018. Setelah 7 hari pelaksanaan intervensi responden kembali
diundang untuk melakukan pengukuran post test pada hari Kamis 26 Juli 2018 di ruang
serbaguna SLB Ruhui Rahayu Samarinda. Post test juga dilakukan oleh peneliti dengan
mendatangi responden di tempat dikarenakan beberapa responden yang tidak dapat
hadir pada saat pengukuran post test di SLB C Ruhui Rahayu Samarinda.

No. Screen Shoot Pesan WA Keterangan

Intervensi hari ke 1
1. - Tema Materi
Mengenal Pubertas Pada Remaja Secara
Umum
- Isi pesan bergambar
Pengertian Pubertas dan perubahan fisik
yang umum terjadi pada remaja laki-
laki dan perempuan
- Isi pesan teks
Pubertas pada anak tunagrahita dan cara
menahan dorongan seksual pada
tunagrahita
- Pengiriman pesan dilaksanakan pada
hari Kamis, 19 Juli 2018 pukul 10.00
WITA, terkirim dan dibaca oleh 41
responden dan terdapat 6 responden
yang memberikan respon dengan
mengucapkan terima kasih atas info
yang disampaikan dan mengatakan
bahwa info yang disampaikan sangat
bermanfaat.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


50

No. Screen Shoot Pesan WA Keterangan

2. Intervensi hari ke 2
- Tema Materi
Mengenal tanda-tanda pubertas pada
anak laki-laki
- Isi pesan bergambar
Tanda-tanda pubertas pada remaja laki-
laki termasuk perubahan fisik dan
fungsi seksual
- Isi pesan teks
Penjelasan tentang mimpi basah
- Pengiriman pesan dilaksanakan pada
hari Jum‘at, 20 Juli 2018 pukul 12.00
WITA, terkirim dan dibaca oleh 41
responden dan 2 responden yang
memberikan respon dengan
mengucapkan terima kasih atas info
yang disampaikan. Setelah intervensi
yang kedua terdapat 1 responden yang
meninggalkan group (left group).

3. Intervensi hari ke 3
- Tema Materi
Mengenal tanda-tanda pubertas pada
anak perempuan
- Isi pesan bergambar
Tanda-tanda pubertas pada remaja
perempuan termasuk perubahan fisik
dan fungsi seksual
- Isi pesan teks
Penjelasan tentang menstruasi
- Pengiriman pesan dilaksanakan pada
hari Sabtu, 21 Juli 2018 pukul 10.00
WITA, terkirim dan dibaca oleh 40
responden dan 2 responden yang
memberikan respon dengan
mengucapkan terima kasih atas info
yang disampaikan.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


51

No. Screen Shoot Pesan WA Keterangan

4. Intervensi hari ke 4
- Tema Materi
Menghadapi remaja putra yang
mengalami mimpi basah
- Isi pesan bergambar
Tips menghadapi remaja putra yang
mengalami mimpi basah
- Isi pesan teks
Penjelasan lebih lengkap mengenai cara
menghadapi remaja putra yang
mengalami mimpi basah
- Pengiriman pesan dilaksanakan pada
hari Minggu, 22 Juli 2018 pukul 10.00
WITA, terkirim dan dibaca oleh 40
responden dan tidak ada responden
yang memberikan respon.

5. Intervensi hari ke 5
- Tema Materi
Menghadapi anak perempuan saat
menstruasi pertama
- Isi pesan bergambar
Tips menghadapi anak perempuan saat
menstruasi pertama
- Isi pesan teks
Penjelasan lebih lengkap mengenai cara
menghadapi anak perempuan saat
menstruasi pertama
- Pengiriman pesan dilaksanakan pada
hari Minggu, 23 Juli 2018 pukul 08.00
WITA, terkirim dan dibaca oleh 40
responden dan 2 responden
memberikan respon tanda jempol.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


52

No. Screen Shoot Pesan WA Keterangan

6. Intervensi hari ke 6
- Tema Materi
Merawat Organ Reproduksi
- Isi pesan bergambar
Cara merawat organ reproduksi bagi
laki-laki dan perempuan
- Isi pesan teks
Pengertian kesehatan reproduksi dan
prinsip prinsip dalam berkomunikasi
dengan anak tunagrahita
- Pengiriman pesan dilaksanakan pada
hari Senin, 24 Juli 2018 pukul 08.00
WITA, terkirim dan dibaca oleh 40
responden dan tidak ada responden
yang memberikan respon.

7. Intervensi hari ke 7
- Tema Materi
Cegah kekerasan pada tunagrahita
- Isi pesan bergambar
Cara mencegah kekerasan pada remaja
tunagrahita
- Isi pesan teks
Hal yang perlu dilakukan orang tua
untuk mencegah kekerasan terhadap
remaja tunagrahita
- Pengiriman pesan dilaksanakan pada
hari Selasa, 25 Juli 2018 pukul 08.00
WITA, terkirim dan dibaca oleh 40
responden dan 8 responden
memberikan respon mengucapkan
terima kasih.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


53

5.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Sekolah Luar Biasa (SLB) C Ruhui Rahayu Kota
Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur. Kota Samarinda merupakan ibu kota Provinsi
Kalimantan Timur dengan jumlah penduduk yang resmi tercatat dalan database
kependudukan mencapai 821,182 jiwa pada tahun 2010. Kota Samarinda memiliki
wilayah dengan luas total 71.800 Ha atau 718 km2 yang terdiri dari 10 Kecamatan 53
Kelurahan dan 1850 RT. SLB C Ruhui Rahayu merupakan sekolah luar biasa yang
khusus peserta didik penyandang disabilitas intelektual terdiri dari tingkatan SDLB,
SMPLB, dan SMALB. SLB C Ruhui Rahayu Samarinda berlokasi di Jalan Pelita No.
16, Sungai Pinang Dalam, Kecamatan Sungai Pinang. SLB C Ruhui Rahayu Samarinda
dipimpin oleh Bapak Baderi, S.Pd dan memiliki 15 tenaga pendidik.

5.3 Deskripsi Karakteristik Subyek Penelitian


Karakteristik subyek penelitian yang terdiri dari umur, jenis kelamin,
pendidikan terakhir, pekerjaan, hubungan keluarga, jenis kelamin anak, usia anak,
tingkat SLB disajikan pada tabel 5.1.
Tabel 5.1 Karakteristik Subyek Penelitian
Jumlah Persentase
Karakteristik (n) (%)
Umur
(Mean = 41,83 ; SD = 6,808 ; min-max = 24-59)
Dewasa (15-44) 24 60,0
Prelansia (45-59) 16 40,0
Jenis Kelamin
Laki-Laki 7 17,5
Perempuan 33 82,5
Pendidikan
Pendidikan Rendah 9 22,5
Pendidikan Tinggi 31 77,5
Pekerjaan
Tidak bekerja 29 72,5
Bekerja 11 27,5
Pengalaman Mendapatkan Informasi
Tidak Pernah 17 42,5
Pernah 23 57,5

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


54

Jumlah Persentase
Karakteristik (n) (%)
Jenis Kelamin Anak
Laki-Laki 23 57,5
Perempuan 17 42,5
Usia Anak
(Mean = 14,55; SD = 0,457; min-max = 12-23)
Remaja awal (12-16) 30 75,0
Remaja akhir (17-25) 10 25,0
Jenjang SLB
SDLB 20 50,0
SMPLB 6 15,0
SMALB 14 35,0

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa lebih banyak responden yang memiliki
umur dengan kategori dewasa sebanyak 60% dengan usia terendah 24 tahun dan
tertinggi 59 tahun. Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak
82,5%. Pada tingkat pendidikan terakhir yang dimiliki responden terdapat 77,5%
responden berpendidikan tinggi. Sebagian besar responden yaitu 72,5% adalah bukan
pekerja. Berdasarkan pengalaman mendapatkan informasi kesehatan reproduksi
diketahui bahwa sebanyak 57,5% responden pernah mendapatkan informasi tentang
kesehatan reproduksi diluar intervensi yang diberikan. Jenis kelamin remaja tunagrahita
didominasi oleh remaja laki-laki sebanyak 57,5%. Sedangkan umur anak responden
lebih banyak 75% yang masuk kedalam kategori remaja awal, dan jenjang pendidikan
SLB didominasi oleh tingkat dasar SDLB 50%.

5.4 Gambaran Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi


Berikut ini merupakan gambaran dari pengetahuan orang tua/pengasuh remaja
tunagrahita sebelum dan sesudah diberikan intervensi.
Tabel 5.2 Rata-Rata Tingkat Pengetahuan Pretest dan Post Test
Mean SD Min - Max N

Pretest 60,00 20,28 15-95 40


Post test 77,63 23,56 5-100 40

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pengetahuan pada saat pretest
yaitu 60,00 dengan SD sebesar 20,28. Nilai minimum tingkat pengetahuan pada saat
Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


55

pretest yaitu 15 dan jumlah maksimumnya 95. Sedangkan rata-rata tingkat pengetahuan
post test yaitu 77,63dengan SD 23,56. Nilai minimum tingkat pengetahuan post test
yaitu 5 dan jumlah maksimumnya 100.

Tabel 5.3 Distribusi Responden Menjawab Benar Pertanyaan Pengetahuan


Pretest dan Post Test Mengenai Model Pembelajaran Efektif Bagi Tunagrahita
Pretest Post Test
No Keterangan
(%) (%)
1 Model pembelajaran efektif bagi tunagrahita 82,5 80,0

Berdasarkan tabel 5.3 dilihat bahwa terjadi penurunan persentase responden


yang menjawab benar pada pertanyaan mengenai pembelajaran efektif bagi tunagrahita
yaitu pada pretest sebesar 82,5% kemudian menurun menjadi 80,0% pada post test.

Tabel 5.4 Rata-Rata Distribusi Responden Menjawab Benar Pertanyaan


Pengetahuan Pretest dan Post Test Mengenai Model Pembelajaran Efektif
Mean Min - Max N
Pretest 82,50 0-100 40
Post test 80,00 0-100 40

Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan hasil bahwa nilai rata-rata responden


menjawab benar pada pertanyaan pengetahuan pretest mengenai pembelajaran efektif
adalah 82,50 dan pada saat post test 80,00 dimana hal ini menunjukkan terjadi
penurunan rata-rata responden menjawab benar sebanyak 2,5%.

Tabel 5.5 Distribusi Responden Menjawab Benar Pertanyaan Pengetahuan


Pretest dan Post Test Mengenai Pubertas Remaja
Pretest Post Test
No Keterangan
(%) (%)
1 Pernyataan benar berhubungan dengan pubertas 52,5 85,0
2 Ciri umum perubahan fisik remaja perempuan 47,5 82,5
3 Perubahan fisik remaja laki-laki 10,0 37,5
4 Ciri perubahan fisik yang dialami oleh remaja laki-laki dan
75,0 77,5
perempuan
5 Mulai aktifnya organ reproduksi wanita 80,0 97,5
6 Tanda pematangan seksual remaja laki-laki 37,5 67,5

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


56

Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan hasil bahwa peningkatan persentase pada


kelompok pertanyaan mengenai pubertas remaja yang paling mencolok adalah poin
nomor 2 yaitu mengenai ciri umum perubahan fisik remaja perempuan dimana pada saat
pretest hanya 47,5% orang tua menjawab benar kemudian mengalami peningkatan pada
saat post test dimana terdapat 82,5% orang tua menjawab benar. Kemudian pada poin
pertanyaan nomor 1 mengenai pernyataan benar yang berhubungan dengan pubertas
dimana pada saat pretest hanya 52,5% yang menjawab benar dan pada saat post test
meningkat menjadi 85% orang tua menjawab benar. Peningkatan persentase yang paling
sedikit adalah pada poin 4 tentang ciri perubahan fisik yang dialami oleh remaja laki-
laki dan perempuan dimana saat pretest orang tua sudah menjawab benar sebanyak
75,0% dan saat posttest menjadi 77,5%.

Tabel 5.6 Rata-Rata Distribusi Responden Menjawab Benar Pertanyaan


Pengetahuan Pretest dan Post Test Mengenai Pubertas Remaja
Mean Min – Max N
Pretest 50,42 0-83 40
Post test 74,58 0-100 40

Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil bahwa rata-rata distribusi responden


menjawab benar pada pertanyaan pengetahuan pretest mengenai pubertas remaja adalah
50,42% dan pada saat post test 74,58% dimana hal ini menunjukkan terjadi peningkatan
rata-rata responden menjawab benar sebanyak 24,16%.

Tabel 5.7 Distribusi Responden Menjawab Benar Pertanyaan Pengetahuan


Pretest dan Post Test Mengenai Cara Menjaga Kebersihan Organ Reproduksi
Pretest Post Test
No Keterangan
(%) (%)
1 Cara menjaga kesehatan dan kebersihan organ reproduksi
35,0 55,0
perempuan
2 Cara membasuh dan mencuci kemaluan perempuan 25,0 55,0
3 Rambut kemaluan sebaiknya 67,5 80,0
4 Manfaat merawat dan menjaga kebersihan vagina 77,5 85,0

Berdasarkan tabel 5.7 pada kelompok pertanyaan tentang Cara Menjaga


Kebersihan Organ Reproduksi didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan persentase

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


57

jawaban benar pada semua pertanyaan pengetahuan mengenai cara menjaga kebersihan
organ reproduksi. Peningkatan persentase yang paling mencolok adalah poin nomor 2
yaitu mengenai cara membasuh dan mencuci kemaluan perempuan dimana pada saat
pretest hanya 25,0% orang tua menjawab benar kemudian mengalami peningkatan pada
saat post test dimana terdapat 55,0% orang tua menjawab benar. Kemudian pada poin
nomor 1 mengenai cara menjaga kesehatan dan kebersihan organ reproduksi perempuan
dimana pada saat pretest hanya 35,0% yang menjawab benar dan pada saat post test
meningkat menjadi 55,0% orang tua menjawab benar. Peningkatan persentase yang
paling sedikit adalah pada poin nomor 4 tentang manfaat merawat dan menjaga
kebersihan vagina dimana saat pretest orang tua sudah menjawab benar sebanyak
77,50% dan saat post test menjadi 85,0%.

Tabel 5.8 Rata-Rata Distribusi Responden Menjawab Benar Pertanyaan


Pengetahuan Pretest dan Post Test Mengenai Cara Menjaga Kebersihan Organ
Reproduksi
Mean Min - Max N
Pretest 51,25 0-100 40
Post test 70,63 0-100 40
Berdasarkan tabel 5.8 didapatkan hasil bahwa rata-rata distribusi responden
menjawab benar pada pertanyaan pengetahuan pretest mengenai cara menjaga
kebersihan organ reproduksi adalah 51,25% dan pada saat post test 70,63% dimana hal
ini menunjukkan terjadi peningkatan rata-rata responden menjawab benar sebanyak
19,38%.

Tabel 5.9 Distribusi Responden Menjawab Benar Pertanyaan Pengetahuan Pretest


dan Post Test Mengenai Cara Menghadapi Pubertas Pada Anak Tunagrahita
Pretest Post Test
No Keterangan
(%) (%)
Hal-hal yang bisa dilakukan jika remaja putra telah
1 82,5 92,5
mengalami mimpi basah
Cara yang benar dalam menghadapi anak saat menstruasi
2 45,0 70,0
pertama
Cara yang bisa dilakukan keluarga apabila remaja putra
3 75,0 87,5
belum mengalami mimpi basah
Hal yang mungkin bisa mengurangi perilaku masturbasi pada
4 70,0 87,5
remaja tunagrahita

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


58

Berdasarkan tabel 5.9 pada kelompok pertanyaan mengenai Cara Menghadapi


Pubertas Pada Anak Tunagrahita didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan persentase
jawaban benar pada semua pertanyaan pengetahuan mengenai cara menghadapi
pubertas pada anak tunagrahita. Peningkatan persentase yang paling mencolok adalah
poin nomor 2 yaitu mengenai cara yang benar dalam menghadapi anak saat menstruasi
pertama dimana pada saat pretest hanya 45,0% orang tua menjawab benar kemudian
mengalami peningkatan pada saat post test dimana terdapat 70,0% orang tua menjawab
benar. Peningkatan persentase pada poin lainnya tidak terlalu berbeda yaitu pada poin 3
tentang cara yang bisa dilakukan keluarga apabila remaja putra belum mengalami
mimpi basah saat pretest orang tua menjawab benar sebanyak 75,0% dan saat post test
menjadi 87,5%, dan pada poin nomor 4 mengenai hal yang mungkin bisa mengurangi
perilaku masturbasi pada remaja tunagrahita saat pretest orang tua menjawab benar
sebanyak 70,0% dan saat post test juga menjadi 87,5%.

Tabel 5.10 Rata-Rata Distribusi Responden Menjawab Benar Pertanyaan


Pengetahuan Pretest dan Post Test Mengenai Cara Menghadapi Pubertas Pada
Anak Tunagrahita
Mean Min - Max N
Pretest 68,13 0-100 40
Post test 84,38 0-100 40

Berdasarkan tabel 5.10 didapatkan hasil bahwa rata-rata distribusi responden


menjawab benar pada pertanyaan pengetahuan pretest mengenai cara menghadapi
pubertas pada anak tunagrahita adalah 68,13 % dan pada saat post test 84,38% dimana
hal ini menunjukkan terjadi peningkatan rata-rata responden menjawab benar sebanyak
16,25%.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


59

Tabel 5.11 Distribusi Responden Menjawab Benar Pertanyaan Pengetahuan


Pretest dan Post Test Mengenai Cara Melindungi Anak Tunagrahita dari
Kekerasan
Pretest Post Test
No Keterangan
(%) (%)
1 Cara memberikan pemahaman kepada remaja tunagrahita 80,0 87,5
Remaja tunagrahita harus diberikan pemahaman tentang
2 85,0 90,0
katakan tidak
Tindakan yang harus dilakukan orang tua/pengasuh apabila
3 42,5 62,5
remaja tunagrahita mengalami situasi yang tidak diinginkan
Bagian tubuh pribadi remaja yang tidak boleh dilihat dan
4 80,0 92,5
disentuh
Cara memberikan pemahaman kepada remaja tunagrahita
5 50,0 72,5
kepada siapa harus bercerita bila mengalami kekerasan

Berdasarkan tabel 5.11 pada kelompok pertanyaan tentang Cara Melindungi


Anak Tunagrahita dari Kekerasan didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan
persentase jawaban benar pada semua pertanyaan pengetahuan mengenai cara
melindungi anak tunagrahita dari kekerasan. Peningkatan persentase yang paling
mencolok adalah poin nomor 5 yaitu mengenai cara memberikan pemahaman kepada
remaja tunagrahita kepada siapa harus bercerita bila mengalami kekerasan dimana pada
saat pretest hanya 50,0% orang tua menjawab benar kemudian mengalami peningkatan
pada saat post test dimana terdapat 72,5% orang tua menjawab benar. Kemudian pada
poin pertanyaan nomor 3 mengenai tindakan yang harus dilakukan orang tua/pengasuh
apabila remaja tunagrahita mengalami situasi yang tidak diinginkan dimana pada saat
pretest hanya 42,5% yang menjawab benar dan pada saat post test meningkat menjadi
62,5% orang tua menjawab benar. Peningkatan persentase yang paling sedikit adalah
pada poin nomor 2 tentang remaja tunagrahita harus diberikan pemahaman tentang
katakan tidak dimana saat pretest orang tua sudah menjawab benar sebanyak 85,0% dan
saat post test menjadi 90,0%.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


60

Tabel 5.12 Rata-Rata Distribusi Responden Menjawab Benar Pertanyaan


Pengetahuan Pretest dan Post Test Mengenai Cara Melindungi Anak
Tunagrahita dari Kekerasan
Mean Min - Max N
Pretest 67,50 0-100 40
Post test 81,00 0-100 40

Berdasarkan tabel 5.12 didapatkan hasil bahwa rata-rata distribusi responden


menjawab benar pada pertanyaan pengetahuan pretest mengenai cara melindungi anak
tunagrahita dari kekerasan adalah 67,50% dan pada saat post test 81,00% dimana hal ini
menunjukkan terjadi peningkatan rata-rata responden menjawab benar sebanyak 13,5%.

5.5 Peningkatan Pengetahuan Responden Sebelum dan Sesudah Intervensi


Analisis bivariat perbedaan pengetahuan siswa sebelum dan sesudah diberikan
intervensi dapat dilihat pada tabel 5.13.

Tabel 5.13 Perubahan Pengetahuan Responden Sebelum dan Sesudah


Intervensi
Simpang
Rata-Rata Nilai P
Baku
Pre Test 60,00 20,28
0,0001
Post Test 77,63 23,56
Selisih 17,625

Berdasarkan tabel 5.13 terlihat bahwa dari 40 subyek yang diamati, rata-rata
pengetahuan responden sebelum intervensi adalah 60,00 dan rata-rata pengetahuan
responden setelah intervensi adalah 77,63. Dengan menggunakan uji T Dependen
didapatkan nilai p sebesar 0,0001. Secara statistik ada perbedaan yang signifikan antara
rata-rata pengetahuan sebelum dan setelah intervensi. Ada perubahan pengetahuan
orang tua/pengasuh siswa setelah intervensi 17,625.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


61

5.6 Hubungan Karakteristik Subyek Penelitian Terhadap Peningkatan


Pengetahuan Setelah Intervensi
Hubungan karakteristik responden terhadap peningkatan pengetahuan orang
tua/pengasuh siswa dapat diketahui dengan melakukan analisis bivariat. Analisis ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui adanya perbedaan antara variabel
karakteristik subyek penelitian dengan nilai selisih rerata pretest dan post test pada
subyek penelitian. Analisis dilakukan menggunakan uji T Independen dengan hasil
sebagai berikut :

Tabel 5.14 hubungan variabel dari karakteristik subyek penelitian


terhadap peningkatan pengetahuan
Variabel Mean SD p - value
Umur
Dewasa (15-44) 15,42 26,78
0,531
Prelansia (45-59) 20,94 27,46
Jenis Kelamin
Laki-Laki 32,14 29,56
0,116
Perempuan 14,55 25,65
Pendidikan Terakhir
Rendah 27,22 42,36
0,228
Tinggi 14,84 20,55
Pekerjaan
Tidak Bekerja 13,45 26,32
0,111
Bekerja 28,64 26,18
Pengalaman Memperoleh Informasi
Tidak Pernah 22,65 29,69
0,315
Pernah 13,91 24,53

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 5.14 dapat dilihat bahwa semua variabel
yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan dan pengalaman memperoleh
informasi memiliki p-value > 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa secara statistic tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara kelima variabel tersebut dengan pengetahuan
subyek penelitian.

5.7 Peningkatan Pengetahuan Orang tua/Pengasuh Setelah Dikontrol oleh


Variabel Lain
Analisis multivariat pada penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi secara
valid hubungan variabel independen dengan dependen setelah dikontrol oleh variabel
Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


62

lainnya. Analisis dilakukan dengan uji Regresi Linier Berganda untuk melihat variabel
apa saja yang berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan. Variabel independen
yang dapat dilanjutkan sampai analisis multivariate jika p value < 0,25. Nanum bila p
value > 0,25 dapat tetap diikutkan dalam analisis berikutnya jika variabel tersebut
dianggap penting secara substansi.

Tabel 5.15 Variabel yang diikutsertakan dalam Analisis Regresi Linier


Berganda
No. Variabel p value Kesimpulan
1. Usia 0,531 Tidak Ikut Serta
2. Jenis Kelamin 0,116 Ikut Serta
3. Pendidikan 0,228 Ikut Serta
4. Pekerjaan 0,111 Ikut Serta
5. Sumber Informasi Lainnya 0,315 Tidak Ikut Serta

Berdasarkan tabel 5.15 didapatkan variabel yang p value >0,25 maka tidak
diikutsertakan dalam pemodelan multivariat. Variabel yang dimaksud adalah variabel
usia dengan p value 0,531 dan variabel sumber informasi lainnya dengan p value 0,315.

Tabel 5.16 Tahapan Analisis Regresi Linier Berganda

Unstandarized Standarized 95% Confidence


Coefficient Coefficient Interval for B
No Variabel Sig.
B Beta Lower Upper
Bound Bound
1. Jenis Kelamin -10.071 -0,144 0.399 -33.998 13.856
2. Pendidikan -11.227 -0,177 0.280 -31.999 9.544
3. Pekerjaan 13.236 0,223 0.185 -6.645 33.118

Berdasarkan tabel 5.16 dapat dilihat bahwa orang tua dengan jenis kelamin
perempuan memiliki peningkatan pengetahuan yang lebih rendah 10 poin dibandingkan
orang tua dengan jenis kelamin laki-laki setelah diberikan intervensi, orang tua yang
berpendidikan tinggi memiliki peningkatan pengetahuan yang lebih rendah 11 poin
dibandingkan orang tua yang berpendidikan rendah setelah diberikan intervensi, dan
orang tua yang bekerja memiliki peningkatan pengetahuan yang lebih tinggi 13 poin
dibandingkan orang tua yang tidak bekerja setelah diberikan intervensi.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


BAB 6
PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan berdasarkan hasil indentifikasi oleh
peneliti diantaranya:
1. Penelitian ini hanya meneliti tentang pengetahuan orang tua/pengasuh remaja
tunagrahita mengenai kesehatan reproduksi remaja tunagrahita SLB C Ruhui
Rahayu Samarinda dan tidak meneliti tentang sikap dan tindakan/praktik.
2. Intervensi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan aplikasi whatsapp
messenger sehingga tidak dapat dipastikan apakah pesan yang kirimkan benar-benar
dibaca oleh responden atau tidak.
3. Terdapat responden yang mengambil tindakan untuk tidak melanjutkan
keikutsertaannya saat intervensi dengan cara keluar dari group aplikasi whatsapp
yang telah disediakan oleh peneliti sehingga mengalami pengurangan jumlah
responden, hal ini diluar kendali peneliti.
4. Komunikasi didalam whatsapp group hanya dilakukan satu arah agar subyek
penelitian lebih fokus menerima pesan utama yang disampaikan peneliti, sehingga
tidak ada interaksi tanya jawab atau diskusi yang dilakukan didalam whatsapp
group untuk menambah informasi maupun wawasan terhadap subyek penelitian.

6.2 Peningkatan Pengetahuan Orang Tua/Pengasuh Remaja Tunagrahita


Sebelum dan Sesudah diberikan Intervensi
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan orang
tua/pengasuh remaja tunagrahita mengenai kesehatan reproduksi remaja tunagrahita.
Penanganan masalah kesehatan seksual pada anak-anak tunagrahita membutuhkan
kerjasama dari beberapa pihak termasuk orang tua, guru, petugas kesehatan maupun
stakeholder. Salah satu metode pencegahan dini dalam hal ini adalah memberikan
Pendidikan seks kepada anak sedini mungkin oleh orang tua mereka (Wilson, 2010).
Anak penyandang disabilitas membutuhkan dukungan orang tua mereka untuk terus
hidup di masyarakat sebagai individu yang berpartisipasi dan untuk memenuhi

63
Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


64

kebutuhan fisik, psikologis, dan seksual mereka sesuai usia mereka (Barnett et al. 2003).
Peran orang tua sangat penting dalam memberikan pendidikan seks kepada anak, hal ini
berguna untuk mendukung anak dalam memahami tahap perkembangan seksualitas dan
dalam menyikapi lawan jenis (Ariadni et al. 2017).
Penelitian di Canada ditemukan orangtua dengan anak tunagrahita dilaporkan
membatasi komunikasinya dengan anak mereka ketika membahas tentang kesehatan
reproduksi dan cenderung defensif dengan pertanyaan dari anak mereka tentang
perkembangan reproduksinya (Dupras et al., 2014). Namun penelitian dengan hasil
sebaliknya ditemukan di Amerika Serikat dimana terdapat hubungan positif antara anak
dan orangtua yang cenderung overprotective dimana orangtua tersebut lebih
memperhatikan, mengawasi, dan mengontrol perkembangan reproduksi anak
tunagrahitanya (Nappi&Project STYLE Study Group, 2009). Penelitian lain yang
dilakukan di Afrika Selatan menyatakan masih lemahnya peran orangtua dalam
membimbing anak tunagrahitanya terkait kesehatan reproduksi pada remaja tunagrahita.
Kecenderungan yang dilakukan oleh remaja tunagrahita dikarenakan lemahnya
komunikasi dengan orangtua terkait kesehatan reproduksinya, mereka mengalihkan
komunikasi dari rasa penasarannya tentang hal-hal yang berbau kesehatan reproduksi
kepada saudara yang lebih tua atau teman sebayanya (Chappel, 2016). Penelitian dari
Afrika Selatan tersebut menggambarkan bahwa dirasa perlu bagi orangtua untuk
ditingkatkan pengetahuannya sehingga dapat memberikan wawasan terbuka terkait
kesehatan reproduksi dalam membuka kesempatan berkomunikasi dengan anak
tunagrahitanya. Penyebab lain dari kurangnya komunikasi sebagai peran aktif orangtua
tentang hal kesehatan reproduksi anak tunagrahitanya adalah kurangnya pengetahuan
orangtua itu sendiri terkait kesehatan reproduksi remaja, dimana latar belakang
pendidikan responden mayoritas adalah lulusan SLTP sebesar 55,0%.
Pilihan remaja terhadap sumber informasi mungkin didasarkan pada tingkat
pengetahuan dan persepsi mereka terhadap kemampuan sumber untuk menjaga
kerahasiaan (Amuyunzu-Nyamongo et al. 2005). Terlepas dari hambatan sosial budaya
untuk komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak-anak pada masalah kesehatan
reproduksi, seperti usia dan hierarki gender, remaja di Uganda memandang orang tua
mereka sebagai sumber informasi utama. Dalam studi multinegara di SSA, lebih dari
51% dari anak perempuan dan 27% dari anak laki-laki menyatakan bahwa orang tua

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


65

mereka adalah sumber utama informasi kesehatan reproduksi (Bankole et al). Di negara
Amerika Serikat, para Profesional yang peduli dengan promosi kesehatan reproduksi
untuk remaja mulai memanfaatkan teknologi dan menggunakan jaringan online dan
seluler yang tersedia untuk memperluas jangkauan mereka dan berkomunikasi dengan
masyarakat tentang informasi kesehatan yang dianggap penting (Levine, 2011).
Sebuah studi di Ghana membuktikan bahwa program mHealth efektif untuk
meningkatkan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi di seluruh strata
sosiodemografi, termasuk mereka yang mungkin berisiko lebih tinggi untuk memiliki
kesehatan reproduksi yang buruk (Rokicki & Fink 2017). Maka dari itu, dengan
pemberian informasi sebagai intervensi dalam penelitian ini dapat menjadi salah satu
cara agar orang tua/pengasuh bisa menyampaikan informasi secara tepat dan benar
mengenai pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada remaja tunagrahita.
Memiliki pengetahuan dan informasi yang benar merupakan salah satu kunci dan
elemen yang diperlukan dalam upaya untuk membentuk suatu perilaku sehat
(Sharifzadeh Gh, 2010).
Intervensi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk pemberian
informasi berupa pesan teks dan gambar kesehatan reproduksi remaja tunagrahita
melalui media whatsapp group. WhatsApp merupakan teknologi popular yang sangat
potensial untuk dimanfaatkan sebagai alat pembelajaran. Dalam WhatsApp Messenger
terdapat Whatsapp Group yang mampu membangun sebuah pembelajaran yang
menyenangkan terkait berbagai topik diskusi yang diberikan oleh pengajar
(Jumiatmoko, 2016).
Aplikasi WhatsApp Messenger adalah sistem yang menjanjikan, baik digunakan
sebagai alat komunikasi antara pekerja profesi kesehatan, sebagai sarana komunikasi
antara pekerja profesi kesehatan dan masyarakat umum, atau sebagai alat pembelajaran
untuk memberikan informasi kesehatan kepada para pekerja bidang kesehatan atau
kepada populasi umum (Mosa et al, 2017). Boulos (2016) mengemukakan bahwa
penggunaan smartphone efektif dalam berbagai pembelajaran sosial dan konteks
komunikatif dalam kesehatan dan perawatan kesehatan seperti perawatan pasien,
pemantauan, rehabilitasi, komunikasi, diagnosis, pengajaran, dan penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat peningkatan pengetahuan orang
tua/pengasuh remaja tunagrahita sebelum dan sesudah diberikan intervensi dengan

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


66

perbedaan rata-rata pengetahuan 17,625. Hasil penelitian ini juga menunjukkan terdapat
perbedaan pengetahuan yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan
intervensi dibuktikan dengan p value <0,05 (0,0001). Hal ini selaras dengan penelitian
yang dilakukan oleh Baku (2017) mengenai pengaruh pelatihan orang tua terhadap
pengetahuan dan sikap orang tua tentang seksualitas remaja di Accra Metropolis, Ghana
yang menyatakan ada perbedaan yang signifikan dalam pengetahuan tentang seksualitas
remaja sebagai orang tua dalam kelompok intervensi dimana orang tua dalam kelompok
intervensi memiliki efek positif yang lebih besar daripada orang tua dalam kelompok
kontrol (28,7%, p-value = <0,001). Selain itu, penelitian intervensi yang dilakukan pada
komunitas Nigerian daerah pedesaan untuk mengevaluasi pengaruh edukasi kesehatan
reproduksi pada pengetahuan remaja menunjukkan ada peningkatan yang signifikan (p-
value <0,05) dalam peningkatan jawaban yang benar setelah diberikan intervensi (Obi
& Ozumba, 2009).
Peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan intervensi melalui
aplikasi whatsapp messenger pada penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ekadinata dan Widyandana pada kader pospindu dengan diberikan
intervensi pengiriman pesan melalui aplikasi whatsapp mengenai diabetes melitus tipe 2
menyatakan terdapat peningkatan pengetahuan setelah diberikan intervensi. Selain itu,
sebuah penelitian yang dilakukan di Polandia mengemukakan bahwa dukungan orang
tua sangat dibutuhkan untuk meningkatkan perkembangan psikologis maupun
perkembangan seksual remaja tunagrahita. Berdasarkan hasil penelitian tersebut
dinyatakan bahwa edukasi yang diberikan orang tua terbukti efektif dalam
meningkatkan pengetahuan seksualitas pada anak mereka yang merupakan remaja
tunagrahita ringan (Kijak, 2011).
Edukasi terhadap orang tua/pengasuh mengenai topik kesehatan reproduksi
remaja tunagrahita ditujukan untuk melatih orang tua/pengasuh agar dapat
berkomunikasi dengan anak-anak remaja tunagrahita mereka. Semakin banyak orang
tua yang tahu tentang topik seksualitas, semakin percaya diri untuk mendiskusikan topik
tersebut dengan anak mereka. Pengetahuan orang tua tentang masalah seksualitas sangat
penting ketika mereka dihadapkan dengan kebutuhan untuk mendiskusikan dan
mendidik anak-anak tentang seksualitas (Baku, 2017).

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


67

Pada penelitian ini, dilakukan intervensi yang memanfaatkan aplikasi whatsapp


sebagai media edukasi kesehatan reproduksi kepada orang tua/pengasuh remaja
tunagrahita dimana masa intervensi atau pengiriman pesan dilakukan selama 7 hari.
Kelayakan dan efektivitas intervensi melalui aplikasi whatsapp dalam meningkatkan
pengetahuan tentang kesehatan telah dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh
Nayak et al. (2017). Dalam penelitiannya Nayak membandingkan antara dua jenis
media yaitu media whatsapp dan pendidikan kesehatan konvensional melalui
PowerPoint untuk memberikan pendidikan kesehatan tentang tembakau dan kanker
mulut. Intervensi dilakukan selama 4 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
whatsapp lebih efektif sebagai media edukasi mengenai tembakau dan kanker mulut
dibandingkan PowerPoint. Selain itu, Hashemian et al. (2015) juga melakukan studi
yang mengukur kelayakan dan penerimaan intervensi pesan teks untuk meningkatkan
perilaku dan pengetahuan kesehatan mulut. Intervensi dilakukan melalui pesan teks
selama 7 hari yang berisi tentang informasi kesehatan mulut. Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa terdapat peningkatan perilaku dan pengetahuan terhadap kesehatan
mulut. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, pesan teks merupakan metode yang layak
untuk meningkatkan perilaku dan pengetahuan mengenai kesehatan mulut.
Pada bab hasil dapat dilihat bahwa peningkatan jawaban tertinggi ada pada
kelompok pertanyaan mengenai pubertas remaja dimana peningkatan jawaban benar
pada kelompok pertanyaan tersebut sebesar 24,16%. Sebelum diberikan intervensi nilai
rata-rata orang tua/pengasuh yang menjawab benar hanya sebesar 50,42% dan setelah
diberikan intervensi pada post test terdapat 74,58% orang tua/pengasuh yang menjawab
benar pada kelompok pertanyaan tersebut. Sama halnya dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ubaidur et al. (2006) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa orang tua
memiliki berbagai tingkat pengetahuan tentang topik seksualitas remaja. Misalnya,
dengan topik yang berkaitan dengan perkembangan biologis, orang tua di kedua
kelompok intervensi dan kelompok kontrol sudah memiliki pengetahuan yang baik
tentang hal tersebut sebelum intervensi dilakukan. Hal ini didasarkan pada asumsi
bahwa topik-topik ini berpusat pada fitur fisik umum yang mungkin diperhatikan oleh
orang tua pada remaja ketika ia berkembang. Dengan demikian tidak mengherankan
bahwa kebanyakan orang tua dalam penelitian ini memiliki pengetahuan yang baik atau
sangat baik tentang topik-topik tersebut.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


68

Namun, pada penelitian ini terdapat satu item pertanyaan yang menunjukkan
adanya penurunan jumlah jawaban benar setelah diberikan intervensi, yaitu pada
pertanyaan nomor 1 mengenai model pembelajaran yang efektif bagi tunagrahita.
Sebelum diberikan intervensi terdapat 33 (82,5%) responden yang menjawab dengan
benar, namun setelah diberikan intervensi jumlah responden yang menjawab dengan
benar menurun menjadi 32 (80,0%). Penurunan jumlah jawaban benar bisa disebabkan
oleh beberapa hal seperti keyakinan, Notoatmodjo (2010) mengungkapkan bahwa
keyakinan dapat mempengaruhi pengetahuan. keyakinan baik berupa keyakinan positif
maupun keyakinan negatif dan memperoleh dan diperoleh secara turun temurun tanpa
ada pembuktian lebih dahulu. Seseorang dengan tingkat intelegensi rendah biasanya
kurang tanggap dengan informasi yang benar dan cenderung bersikap sesuai dengan
keyakinan dan keadaan yang dialaminya. Selain itu, menurut Eysenck (Sternberg dan
Grigorenko, 2003) salah satu faktor yang menunjang keberhasilan edukasi adalah
intelegensi yang mencukupi karena edukasi berkaitan erat dengan bagaimana suatu
informasi diproses. Dalam penelitiannya Ariadni et al. (2017) mengemukakan bahwa
orang tua seharusnya menjadi pendidik seks utama bagi anak-anak mereka, tetapi
banyak orang tua yang merasa khawatir untuk membicarakan tentang seks dengan anak-
anak mereka sebab orang tua belum memiliki pengetahuan yang cukup untuk
menangani pertanyaan dengan tepat.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hafid (2011) menyatakan bahwa
pengetahuan orang tua tentang retardasi mental/tunagrahita yang sangat minim
membuat orang tua tidak punya pengetahuan yang cukup dalam mengatasi kendala yang
akan muncul dalam kesehariannya. Penurunan jumlah jawaban benar juga dapat
dijelaskan melalui teori fungsi, dimana informasi yang diserap oleh responden adalah
informasi yang hanya dimengerti dalam konteks kebutuhan responden (Notoatmodjo,
2010). Pertanyaan mengenai pembelajaran efektif bagi tunagrahita mengalami
penurunan jawaban benar bisa dikarenakan responden menganggap bahwa pemahaman
mengenai pembelajaran yang efektif tidak sesuai dengan kebutuhan responden.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


69

6.3 Peningkatan Pengetahuan Orang Tua/Pengasuh Remaja Tunagrahita


Sebelum dan Sesudah diberikan Intervensi dengan Dikontrol Oleh Variabel
Lain
Pada penelitian ini telah dibuktikan secara statistik terjadi peningkatan
pengetahuan orang tua/pengasuh sebelum dan sesudah mendapatkan intervensi edukasi
kesehatan reproduksi remaja tunagrahita. Peningkatan pengetahuan tersebut kemudian
dikontrol oleh variabel lain diantaranya usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan
status bekerja orang tua/pengasuh. Tujuannya adalah untuk melihat apakah peningkatan
pengetahuan orang tua/pengasuh sebelum dan sesudah diberikan intervensi dikontrol
oleh variabel tersebut.
Berdasarkan penelitian ini dinyatakan bahwa orang tua/pengasuh remaja
tunagrahita dengan jenis kelamin perempuan memiliki peningkatan pengetahuan yang
lebih rendah dibandingkan orang tua/pengasuh dengan jenis kelamin laki-laki setelah
diberikan intervensi. Secara teori, bahwa ukuran otak laki-laki lebih besar 10% daripada
otak perempuan namun di dalam otak kecil perempuan terdapat corpus callosum yang
lebih besar. Hal tersebut pada akhirnya memunculkan perbedaan fokus antara laki-laki
dan perempuan dimana laki-laki akan cenderung lebih fokus pada objek yang dilihatnya
dibandingkan perempuan (Guriam, 2006). Berdasarkan teori tersebut dengan metode
penyampaian materi melalui pesan teks dan gambar mungkin memudahkan orang
tua/pengasuh laki-laki untuk menangkap informasi lebih banyak dibandingkan orang
tua/pengasuh perempuan. Rendahnya peningkatan pengetahuan orang tua/pengasuh
dengan jenis kelamin perempuan juga bisa dikarenakan orang tua/pengasuh perempuan
sudah banyak menjawab benar pada soal pretest sehingga pada saat setelah diberikan
intervensi dan melakukan post test hasil jawaban benar pada orang tua/pengasuh
perempuan tidak jauh berbeda.
Kemudian pada penelitian ini secara statistik menunjukkan hasil bahwa orang
tua/pengasuh yang berpendidikan tinggi memiliki peningkatan pengetahuan yang lebih
rendah dibandingkan orang tua/pengasuh yang berpendidikan rendah setelah diberikan
intervensi. Hal ini bertentangan dengan teori yang ada yaitu semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin mudah untuk menerima informasi. Sedangkan Maryuni &
Anggraeni (2016) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ada hubungan antara
pendidikan dengan tingkat pengetahuan seseorang. Mereka yang pernah menempuh

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


70

jenjang pendidikan dengan level lebih tinggi memiliki pengalaman dan wawasan lebih
luas, yang akan berdampak kepada kognitif seseorang. Sama halnya dengan
peningkatan pengetahuan orang tua/pengasuh berdasarkan jenis kelamin, peningkatan
pengetahuan yang lebih rendah pada orang tua/pengasuh dengan pendidikan tinggi
kemungkinan disebabkan karena orang tua/pengasuh sudah menjawab soal pretest
dengan benar dibandingkan orang tua/ pengasuh dengan pendidikan rendah sehingga
peningkatan pengetahuan setelah intervensi pada orang tua/pengasuh dengan pendidikan
tinggi tidak terlalu berbeda antara sebelum dan sesudah intervensi.
Hasil penelitian ini juga selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Ar-Rasily
dan Dewi (2016) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
orang tua mengenai kelainan genetik penyebab disabilitas intelektual di Kota Semarang.
Salah satu faktor yang tidak berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan yaitu tingkat
Pendidikan. Pada penelitian ini secara statistik didapatkan hasil bahwa faktor tingkat
Pendidikan tidak berpengaruh secara bermakna terhadap tingkat pengetahuan orang tua
mengenai kelainan genetik penyebab disabilitas intelektual. Hal ini kemungkinan
menggambarkan bahwa pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal
saja, akan tetapi dapat diperoleh dari pendidikan yang nonformal.
Berdasarkan distribusi karakteristik responden mengenai pengalaman
mendapatkan informasi kesehatan reproduksi diketahui bahwa sebanyak 57,5% orang
tua/pengasuh pernah mendapatkan informasi kesehatan reproduksi diluar intervensi
yang diberikan. Sumber informasi yang didapatkan orang tua/pengasuh antara lain
berasal dari televisi, majalah/koran, browsing internet, obrolan teman dan dari
penyuluhan atau seminar. Menurut Notoatmodjo (2010) media massa baik cetak
maupun elektronik merupakan alat informasi yang mudah diterima oleh masyarakat.
Oleh karena itu masyarakat yang lebih banyak mendapatkan informasi dari media massa
seperti televisi, radio, majalah, koran, dan lainnya akan memperoleh informasi dan
pengetahuan yang lebih banyak dari pada yang tidak pernah terpapar media sama sekali.
Maryuni & Anggraeni (2016) juga menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa
keterpaparan informasi dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Adanya
pengalaman mendapatkan informasi ini dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan orang
tua/pengasuh bahkan sebelum intervensi dimana beberapa orang tua/pengasuh memang
sudah memiliki pengetahuan yang baik terhadap kesehatan reproduksi sehingga

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


71

peningkatan pengetahuan pada orang tua/pengasuh perempuan dan orang tua/pengasuh


dengan pendidikan tinggi tidak terlalu jauh berbeda setelah diberikan intervensi.
Selain itu penelitian ini juga menunjukkan bahwa orang tua/pengasuh remaja
tunagrahita yang bekerja memiliki peningkatan pengetahuan yang lebih tinggi
dibandingkan orang tua/pengasuh yang tidak bekerja setelah diberikan intervensi. Hal
ini selaras dengan teori yang menyatakan bahwa pengetahuan seseorang yang bekerja
akan lebih baik daripada pengetahuan seseorang yang tidak bekerja (Sepang et al,
2013). Hasil penelitian Suwaryo dan Yuwono (2017) mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat pengetahuan juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara
pekerjaan dengan tingkat pengetahuan. penjelasan mengapa pekerjaan berpengaruh
terhadap seseorang adalah karena orang yang bekerja lebih sering menggunakan otak
daripada menggunakan otot sehingga kinerja dan kemampuan otak seseorang dalam
menyimpan (daya ingat) bertambah atau meningkat ketika sering digunakan. Selain itu
kemampuan otak atau kognitif seseorang akan bertambah ketika sering digunakan untuk
beraktifitas dan mengerjakan sesuatu dalam bentuk teka-teki atau penalaran.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pemanfaatan aplikasi whatsapp
messenger dalam meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja
terhadap orang tua/ pengasuh remaja tunagrahita di SLB C Ruhui Rahayu Kota
Samarinda dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat 40 responden dalam penelitian ini dimana sebesar 60% dari subyek
penelitian adalah usia dewasa (15-44 tahun) dan sisanya adalah usia prelansia (45-
59 tahun). Subyek penelitian terbanyak berjenis kelamin perempuan yaitu 82,5%,
sebanyak 77,5% subyek penelitian berpendidikan tinggi, 72,5% tidak bekerja dan
sebanyak 57,5% subyek penelitian memiliki pengalaman pernah mendapatkan
informasi mengenai kesehatan reproduksi.
2. Terdapat peningkatan rata-rata pengetahuan orang tua/pengasuh sebelum (60,00)
dan sesudah (77,63) diberikan intervensi informasi kesehatan reproduksi remaja
tunagrahita melalui whatsapp group dengan perbedaan rata-rata 17,625 dan terdapat
perbedaan yang bermakna antara pengetahuan orang tua/pengasuh siswa SLB C
Ruhui Rahayu Samarinda sebelum dan sesudah diberikan intervensi dibuktikan
dengan nilai p (0.0001).
3. Edukasi kesehatan reproduksi remaja tunagrahita melalui pengiriman pesan teks dan
pesan bergambar pada whatsapp group diketahui efektif meningkatkan pengetahuan
orang tua/pengasuh remaja tunagrahita di SLB C Ruhui Rahayu Samarinda.
Variabel umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan tidak berpengaruh terhadap
peningkatan pengetahuan.

7.2 Saran
7.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Kota Samarinda
Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan Kota Samarinda dapat berkoordinasi
dalam memberikan arahan kepada sekolah-sekolah untuk memanfaatkan WhatsApp

72
Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


73

group sebagai sarana untuk memberikan muatan-muatan mengenai kesehatan


reproduksi remaja khususnya di Sekolah Luar Biasa.

7.2.2 Bagi SLB C Ruhui Rahayu Samarinda


SLB C Ruhui Rahayu diharapkan dapat memfasilitasi program edukasi
mengenai kesehatan reproduksi terhadap orang tua/pengasuh remaja tunagrahita.
Sekolah dapat melanjutkan memberikan muatan informasi kesehatan reproduksi remaja
tunagrahita kepada orang tua melalui whatsapp group sekolah. Serta dapat membuka
ruang diskusi yang praktis bagi guru dan juga orang tua/pengasuh mengenai dinamika
kesehatan reproduksi remaja tunagrahita.

7.2.3 Bagi orang tua/pengasuh remaja tunagrahita


Orang tua/pengasuh remaja tunagrahita diharapkan untuk dapat mencari
informasi lebih dalam mengenai kesehatan reproduksi remaja tunagrahita dan kedua
orang tua berperan secara seimbang dalam memberi pengetahuan mengenai kesehatan
reproduksi pada putra-putri tunagrahita.

7.2.4 Bagi peneliti selajutnya


Diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk mengembangkan penelitian
mengenai kesehatan reproduksi remaja tunagrahita tidak hanya bagi orang tua tetapi
juga bagi guru serta bagi siswa tunagrahita itu sendiri.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M.I., 2003. Pendidikan Keluarga Bagi Anak, Cirebon: Lektur.


Adiilah, Wati, D.M. & Baroya, N., 2015. Gambaran Kebutuhan Pelayanan Kesehatan
Reproduksi Bagi Remaja Penyandang Disabilitas Di SMPLB Dan SMALB TPA
Bintoro Kabupaten Jember. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa. Available
at:
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/72995/Adiilah.pdf;sequence
=1 [Diakses Februari 11, 2018].
Anon, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 8 TAHUN 2016,
Ariadni, D.K., Prabandari, Y. & DW, S., 2017. Parents‘ Perception Having Children
with Intellectual Disability Providing Sex Education: A Qualitative Study in
Yogyakarta. Galore International Journal of Health Sciences and Research, 2(3),
hal.1–6. Available at:
http://www.gijhsr.com/GIJHSR_Vol.2_Issue.3_Sep2017/1.pdf [Diakses Februari
13, 2018].
Asra, Y.K., 2013. Efektivitas Psikoedukasi Pada Orangtua Dalam Meningkatan
Pengetahuan Seksualitas Remaja Retardasi Mental Ringan. Jurnal Psikologi UIN
Sultan Syarif Kasim Riau, 9(Juni), hal.64–72.
Baku, E. A., Aabemafle I., Adanu, Richard M.K. 2017. Effects of parents training on
parents‘ knowledge and attitudes about adolescent sexuality in Accra Metropolis,
Ghana. BMC Journal Vol. 14 (101). Available at: https://reproductive-health-
journal.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12978-017-0363-9 [Diakses Agustus 4,
2018].
Mba, C. I., Obi S.N., & Ozumba, B. C. 2009. The impact of health education on
reproductive health knowledge among adolescents in a rural Nigerian community.
Journal of Obstetrics and Gynaecology Vol. 27 (5). Available at:
https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/01443610701478991?scroll=top&nee
dAccess=true [Diakses Agustus 4, 2018].
Barhoumi, C., 2015. The Effectiveness of WhatsApp Mobile Learning Activities
Guided by Activity Theory on Students‘ Knowledge Management.
CONTEMPORARY EDUCATIONAL TECHNOLOGY, 6(3), hal.221–238. Available

74
Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


75

at: https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ1105764.pdf [Diakses Maret 22, 2018].


Barnett, D. et al., 2003. Building new dreams supporting parents‘ adaptation to their
child with special needs. Infants Young Child, 16(3), hal.184–200.
Berns, R.M., 2007. Child, Family, School, Community Socilization and Support, United
State: Thomson Corporation.
Boulos, M.N., Giustini, D.M. & Wheeler, S., 2016. Instagram and WhatsApp in Health
and Healthcare: An Overview. Future Internet, 8(3), hal.37.
Chamidah, A.N., Sukinah & Moestaqim, I., 2015. Pengembangan Model Pembelajaran
Pendidikan Seksual Melalui Media Belajar Berbasi Teknologi Informasi Bagi Anak
Autis, Yogyakarta, Indonesia.
Ekadinata, N. & Widyandana, D., 2017. Promosi kesehatan menggunakan gambar dan
teks dalam aplikasi WhatsApp pada kader posbindu. Berita Kedokteran Masyarakat,
33(11), hal.1123–1130. Available at:
https://media.neliti.com/media/publications/197231-ID-none.pdf [Diakses Maret 2,
2018].
Guilamo-Ramos, V. et al., 2015. Potential for Using Online and Mobile Education with
Parents and Adolescents to Impact Sexual and Reproductive Health. Prevention
Science, 16(1), hal.53–60. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24522898 [Diakses Maret 2, 2018].
Hanass-Hancock, J., Regondi, J. & Naidoo, K., 2013. Disability and HIV: What drives
this relationship in eastern and southern Africa? Afr. J. Disabil, 2(1).
Handayani, L. & Ristrini, 2010. PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN
KESEHATAN MENGGUNAKAN MULTIMEDIA TERHADAP PERUBAHAN
PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SLTP TERKAIT FAKTOR RISIKO
PENYAKIT JANTUNG KORONER. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 13(4),
hal.334–343. Available at: https://media.neliti.com/media/publications/21313-ID-
pengaruh-model-pembelajaran-kesehatan-menggunakan-multimedia-terhadap-
perubahan.pdf [Diakses April 10, 2018].
Hashemian, T.S., Kritz-Silverstein, D. & Baker, R., 2015. Text2Floss: the feasibility
and acceptability of a text messaging intervention to improve oral health behavior
and knowledge. Journal of Public Health Dentistry, 75(1), hal.34–41. Available at:
http://doi.wiley.com/10.1111/jphd.12068 [Diakses Maret 13, 2018].

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


76

Hastono, S.P., 2016. Analisis Data Pada Bidang Kesehatan, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Herlina, 2013. Mengatasi Masalah Anak dan Remaja melalui Buku, Bandung: Pustaka
Cendekia Utama. Available at:
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/196605162000122-
HERLINA/PERKEMBANGAN MASA REMAJA.pdf [Diakses Februari 16, 2018].
Hidayangsih & Sari, P., 2014. PERILAKU BERISIKO DAN PERMASALAHAN
KESEHATAN REPRODUKSI PADA REMAJA. Jurnal Kesehatan Reproduksi,
5(2), hal.89–101. Available at:
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/kespro/article/view/3886/3731
[Diakses Februari 19, 2018].
Jumiatmoko, 2016. WHATSAPP MESSENGER DALAM TINJAUAN MANFAAT
DAN ADAB. Wahana Akademika, 3(1). Available at:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=456486&val=8656&title=WH
ATSAPP MESSENGER DALAM TINJAUAN MANFAAT DAN ADAB [Diakses
Maret 15, 2018].
Jusmitasari, R., 2013. Gambaran Perilaku Seksual Remaja Tunagrahita di SMPLB dan
SMALB Jakarta Timur Tahun 2013. Univeristas Indonesia. Available at:
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20346537-S52872-Ria Jusmitasari.pdf [Diakses
Februari 11, 2018].
Kementerian Kesehatan RI, 2017. Anak dengan Tunagrahita Perlu Pendekatan Khusus. ,
hal.1–2. Available at: www.depkes.go.id.
Kementerian Kesehatan RI, 2010. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Sekolah
Luar Biasa (SLB) Bagi Petugas Kesehatan, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI, 2016. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015, Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI, 2015. Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja, Jakarta
Selatan: Pusat Data dan Informasi; Kementrian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI, 2014. Situasi Penyandang Disabilitas,
Kementerian Pemerdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, 2013. Panduan
Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus Bagi Pendamping (Orang Tua, Keluarga,
dan Masyarakat), Jakarta. Available at: Kemenpppa.go.id.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


77

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017. Statistik Sekolah Luar Biasa (SLB)
2016/2017, Jakarta: PDSPK Kemdikbud.
Kementerian Sosial RI, 2012. Kementerian Sosial Dalam Angka, Jakarta: Badan
Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial.
Khairiyah Ar-Rasily, O. & Dewi, P.K., 2016. FAKTOR - FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA MENGENAI
KELAINAN GENETIK PENYEBAB DISABILITAS INTELEKTUAL DI KOTA
SEMARANG. JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO, 5(4), hal.1422–1433.
Available at: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico [Diakses April 10,
2018].
Kijak, R J. (2011).A Desire for Love: Considerations on Sexuality and Sexual
Education of People With Intellectual Disability in Poland. Journal Sexuality and
Disability. Volume 29. Springer Science & Business Media
Korp, P., 2006. Health on the Internet: Implication for Health Promotion. Health
Education Research, 21(1), hal.78–86.
Kusmiran, E., 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita, Jakarta: Selemba
Medika.
Laranjo, L. et al., 2014. The influence of social networking sites on health behavior
change: a systematic review and meta-analysis. Journal of the American Medical
Informatics Association.
Maryuni & Anggraeni, L., 2016. Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat
Pengetahuan Orangtua t entang Pendidikan Seks secara Dini pada Anak Sekolah
Dasar (SD). Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia, 4(3), hal.135–140.
Mieke, H.S. & Firman, F.W., 2011. Konsistensi Penelitian Dalam Bidang Kesehatan,
Bandung: Refika Aditama.
Montag, C. et al., 2015. Smartphone usage in the 21st century: who is active on
WhatsApp? BMC research notes, 8(1), hal.331.
Mosa, Abu., Sheets, Lincoln., Ramachandran, Anandhi. 2017. WhatsApp Messenger as
an Adjunctive Tool for Telemedicine: An Overview. Interact J Med Res; 6(2)
Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5544893/ [Diakses
Agustus 4, 2018].
Mubarak, W., 2011. Promosi Kesehatan untuk Kebidanan, Jakarta: Salemba Medika.

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


78

Muliana, 2013. Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kemandirian Anak Retardasi


Mental Sedang Di SLB Negeri Tingkat Pembina Provinsi Sulawesi Selatan
Makassar. UIN ALAUDDIN MAKASSAR.
Nayak, P.P. et al., 2017. Assessing the Feasibility and Effectiveness of an App in
Improving Knowledge on Oral Cancer—an Interventional Study. Journal of Cancer
Education, hal.1–5. Available at: http://link.springer.com/10.1007/s13187-017-
1239-y [Diakses Maret 13, 2018].
Notoatmodjo, S., 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S., 2010. Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi Edisi Revi., Jakarta:
Rineka Cipta.
Novia, S., 2007. Gambaran Tingkat Motivasi Orang Tua dalam Memberikan Informasi
Kesehatan Reproduksi pada Remaja di RW 02 Kelurahan Srengseng Sawah,
Jakarta Selatan. Universitas Indonesia.
Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan,
Jakarta: Salemba Medika.
Prijatni, I. & Rahayu, S., 2016. Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana,
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Available at:
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Kespro-dan-
KB-Komprehensif.pdf [Diakses Februari 19, 2018].
Purwadi, 2004. PROSES PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA. Humanitas :
Indonesian Psychologycal Journal, 1(1), hal.43–52. Available at:
https://media.neliti.com/media/publications/24503-ID-peroses-pembentukan-
identitas-diri-remaja.pdf [Diakses Februari 16, 2018].
Riggs, Richard S. & Noland, Melody Powers. 1984. Factors Related to the Health
Knowledge and Health Behavior of Disadvantaged Black Youth. Journal of School
Health. Available at: https://onlinelibrary.wiley.com/doi/pdf/10.1111/j.1746-
1561.1984.tb08905.x [Diakses Agustus 4, 2018].
RISKESDAS, 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Laporan Nasional
2013, hal.1–384.
Rokhmah, I. & Warsiti, 2015. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN KESEHATAN
REPRODUKSI BAGI REMAJA PEREMPUAN DIFABEL (TUNA GRAHITA) DI
SLB NEGERI 2 YOGYAKARTA. Jurnal Kebidanan, 4(1), hal.39–49. Available at:

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


79

http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/jur_bid/article/view/1388/1442 [Diakses
Februari 11, 2018].
Rokicki, S. & Fink, G., 2017. Assessing the reach and effectiveness of mHealth:
evidence from a reproductive health program for adolescent girls in Ghana. BMC
public health, 17(1), hal.969. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29262823 [Diakses Maret 21, 2018].
Rosary, H., 2014. Perilaku Ibu dalam Memberikan Pemahaman tentang Seksualotas
pada Anak SMPLB Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa Dharma Asih
Pontianak. Universitas Muhammadiyah Pontianak.
Rutgers WPF Indonesia, 2017. Lokakarya Modul Pendidikan Kespro Tunagrahita.
Available at: https://www.rutgers.id/lokakarya-modul-pendidikan-kespro-
tunagrahita [Diakses Februari 25, 2018].
Sari, M.M., 2017. EFEKTIVITAS INTERVENSI PSIKOEDUKASI KESEHATAN
REPRODUKSI REMAJA TUNAGRAHITA TERHADAP PENGETAHUAN DAN
PRAKTIK ORANGTUA SISWA TUNAGRAHITA DI SLB C TRI ASIH JAKARTA.
Universitas Indonesia.
Sarwono, S., 2011. Psikologi Remaja, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Sarwono, S., 2012. Psikologi Remaja Edisi Revisi, Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Schiavo, R., 2014. Health Communication: From Theory to Practice Second Edi., San
Francisco: Jossey-Bass.
Sepang, F., Gunawan, S. & Pateda, V., 2013. FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG
LEUKEMIA ANAK PADA PETUGAS KESEHATAN PUSKESMAS MANADO.
Jurnal e-Biomedik (eBM), 1(1), hal.743–747. Available at:
https://media.neliti.com/media/publications/68491-ID-faktor-faktor-yang-
berhubungan-dengan-ti.pdf [Diakses April 10, 2018].
Suciemilia, 2015. IDENTIFIKASI PERAN ORANG TUA DALAM MEMBERIKAN
PENDIDIKAN SEKSUAL PADA ANAK TUNAGRAHITA DI SLB N 1 BANTUL
YOGYAKARTA. SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‗AISYIYAH
YOGYAKARTA. Available at: http://digilib.unisayogya.ac.id/174/1/naskah
publikasi.pdf [Diakses Februari 5, 2018].
Susilowati, D., 2016. Promosi Kesehatan, Jakarta: Kemenkes RI. Available at:

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


80

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Promkes-
Komprehensif.pdf [Diakses April 9, 2018].
Suwaryo, P.A.W. & Yuwono, P., 2017. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Pengetahuan Masyarakat dalam Mitigasi Bencana Alam Tanah Longsor. The 6th
University Research Colloqoium Universitas Muhammadiyah Magelang, hal.305–
314. Available at: http://journal.ummgl.ac.id/index.php/urecol/article/view/1549.
Tangkudung, J.P.M., 2014. PROSES ADAPTASI MENURUT JENIS KELAMIN
DALAM MENUNJANG STUDI MAHASISWA FISIP UNIVERSITAS SAM
RATULANGI. Journal “Acta Diurna”, 3(4). Available at:
https://media.neliti.com/media/publications/91253-ID-proses-adaptasi-menurut-
jenis-kelamin-da.pdf [Diakses April 11, 2018].
Ubaidur R, Ghafur T, Bhuiya I, Taluker N. 2006. Reproductive and sexual health
education for adolescents in Bangladesh: Parent‘ view and opinion. Int Q
Community Health Educ. 2006;25(4):351–65. Available at:
http://journals.sagepub.com/doi/10.2190/G52U-1301-2444-0138 [Diakses Agustus
4, 2018].
UNICEF, 2013. KEADAAN ANAK DI DUNIA 2013 Anak Penyandang Disabilitas, New
York. Available at: https://www.unicef.org/indonesia/id/SOWC_Bahasa.pdf.
Wawan, A., 2010. Teori Dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia,
Yogyakarta: Nuha Medika.
WHO, 2011. World report on disability, Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22726850.
Widyastuti, Y., 2010. Kesehatan Reproduksi, Yogyakarta: Fitramaya.
Wilson, E.K., Dalberth, B.T., Koo, H.P., et al. Parents‟ Perspectives on Talking to
Preteenage Children about Sex. Perspectives on Sexual and Reproductive Health.
2010; 42. 56– 63.
Zhifei, He et al. 2016. Factors Influencing Health Knowledge and Behaviors among the
Elderly in Rural China. International Journal of Environmental Research and Public
Health. 2016 October; Vol. 13 (10): 975. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5086714/ [Diakses Agustus 4,
2018].

Universitas Indonesia

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


LAMPIRAN

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


Lampiran 1 Informed Consent

INFORMED CONSENT

PEMANFAATAN APLIKASI WHATSAPP TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN


ORANG TUA/ PENGASUH REMAJA TUNAGRAHITA MENGENAI KESEHATAN
REPRODUKSI REMAJA TUNAGRAHITA DI SLB C RUHUI RAHAYU SAMARINDA
KALIMANTAN TIMUR

Selamat pagi/siang/sore, Ibu/Bapak/Saudara, Perkenalkan saya Rizqi Rana Raissa


mahasiswi pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang sedang
melakukan penelitian tesis tentang Pemanfaatan Aplikasi Whatsapp terhadap Peningkatan
Pengetahuan Orang Tua/ Pengasuh Remaja Tunagrahita Mengenai Kesehatan Reproduksi Remaja
Tunagrahita di SLB C Ruhui Rahayu Samarinda Kalimantan Timur. Manfaat penelitian ini bagi
ibu/bapak/saudara adalah untuk meningkatkan pengetahuan ibu/bapak/saudara mengenai kesehatan
reproduksi remaja tunagrahita sehingga harapannya ibu/bapak/saudara bisa memberikan informasi
yang benar mengenai kesehatan reproduksi kepada remaja tunagrahita. Untuk tujuan tersebut, saya
mengharapkan partisipasi ibu/bapak/saudara untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini, keikutsertaan
dalam penelitian ini bersifat sukarela. Bila ibu/bapak/saudara bersedia, maka ibu/bapak/saudara akan
mengikuti proses intervensi selama 7 hari (berupa pemberian informasi melalui WhatsApp Group).
Adapun sebelum dan sesudah intervensi, ibu/bapak/saudara akan melakukan pengisian kuesioner
yang berisi tentang biodata diri, pendidikan terakhir, pekerjaan, serta pengetahuan mengenai
kesehatan reproduksi remaja tunagrahita (total waktu pengisian kuesioner kurang lebih sekitar 30
menit). Ibu/bapak/saudara memiliki hak untuk mengikuti atau menolak ikut serta dalam kegiatan ini
dan bila ibu/bapak/saudara telah memutuskan untuk ikut, ibu/bapak/saudara bebas memilih untuk
mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apapun. Jawaban yang lengkap dan jujur akan sangat
membantu tim peneliti. Identitas dan seluruh data yang ibu/bapak/saudara berikan akan dijaga
kerahasiaannya sesuai dengan aspek etika penelitian.
Ibu/bapak/saudara berhak untuk mendapatkan kompensasi dalam bentuk souvenir dan
penggantian uang pulsa data yang telah disediakan peneliti di akhir penelitian yaitu setelah
mengikuti proses intervensi selama 7 hari. Ibu/bapak/saudara juga berhak untuk menanyakan hal-hal
yang berkaitan dengan penelitian ini apabila terdapat hal yang kurang jelas, ibu/bapak/saudara dapat
menghubungi saya Rizqi Rana Raissa sebagai Peneliti Utama di nomor 081348835599. Demikian
hal ini yang saya sampaikan, atas perhatian dan kerjasama ibu/bapak/saudara saya ucapkan
terimakasih.

Peneliti (Rizqi Rana Raissa)

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


Setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti tentang maksud, tujuan, dan manfaat dari
pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh

Nama : Rizqi Rana Raissa

NPM : 1606857085

Judul : Pemanfaatan Aplikasi WhatsApp terhadap Peningkatan Pengetahuan Orang


Tua/ Pengasuh Remaja Tunagrahita Mengenai Kesehatan Reproduksi Remaja
Tunagrahita di SLB C Ruhui Rahayu Samarinda Kalimantan Timur

Dengan ini saya menyatakan BERSEDIA / TIDAK BERSEDIA *) untuk menjadi responden dalam
penelitian ini

Demikian persetujuan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan tanpa paksaan
dari pihak manapun.

Samarinda,...../................/2018

Responden,

(………………………….)

*) Coret yang tidak perlu

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


Lampiran 2 Lembar Kuesioner
LEMBAR KUESIONER
A. KELENGKAPAN DATA
NO PERTANYAAN JAWABAN
A1 No. Responden …………. (diisi oleh peneliti)
A2 Tanggal pengisian kuesioner / /

B. Identitas Orang Tua / Pengasuh


NO PERTANYAAN JAWABAN
B1 Nama

B2 Usia ……………… Tahun


B3 Jenis Kelamin 1. Laki-laki
2. Perempuan

B4 Pendidikan Terakhir 1. Tidak pernah sekolah


2. Tidak/belum tamat SD
3. Tamat SD
4. Tamat SLTP/SMP
5. Tamat SLTA/SMA
6. Tamat D3/ Akademik
7. Tamat Perguruan Tinggi
B5 Pekerjaan Saat Ini 1. Tidak bekerja
2. Ibu rumah tangga
3. Buruh/ Petani/ Nelayan
4. Wiraswasta
5. PNS
6. TNI/POLRI
7. Pensiunan
8. Lainnya (sebutkan) ……………………………

B6 Hubungan keluarga (dengan anak 1. Ayah


2. Ibu
tunagrahita)
3. Lainnya (sebutkan) …………………………….
B7 Nomor Telepon WhatsApp

C. Identitas Anak
NO PERTANYAAN JAWABAN
C1 Nama
C2 Jenis Kelamin 1. Laki-laki
2. Perempuan

C3 Usia ………………… tahun


C4 Tingkat SLB 1. SDLB
2. SMPLB
3. SMALB

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


D. PENGETAHUAN ORANG TUA/ PENGASUH MENGENAI KESEHATAN
REPRODUKSI REMAJA TUNAGRAHITA
Petunjuk : Berikan tanda silang (x) pada salah satu jawaban yang dianggap sesuai!

1. Model pembelajaran yang efektif bagi anak tunagrahita adalah dengan menyampaikan
materi (informasi) secara:
1) Panjang lebar dan jelas
2) Cukup disampaikan satu kali saja
3) Menarik dan disampaikan berulang-ulang
4) Singkat dan cukup disampaikan satu kali saja
5) Tidak tahu

2. Berikut adalah pernyataan yang benar berhubungan dengan pubertas:


1) Masa ketika anak mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan fungsi seksual
2) Ditandai dengan menstruasi pertama (menarche) pada perempuan
3) Terjadinya mimpi basah pertama kali pada laki-laki
4) Semua benar
5) Tidak tahu

3. Ciri-ciri umum perubahan fisik pada remaja perempuan adalah :


1) Berat badan bertambah
2) Rambut tumbuh semakin panjang
3) Keringat banyak
4) Panggul membesar
5) Tidak tahu

4. Berikut adalah contoh perubahan fisik pada remaja laki-laki, KECUALI :


1) Suara menjadi besar
2) Tubuh bertambah berat dan tinggi
3) Kulit dan rambut mulai berminyak
4) Mengalami mimpi basah
5) Tidak Tahu

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


5. Ciri perubahan fisik yang dialami baik oleh remaja laki-laki maupun perempuan adalah :
1) Panggul membesar
2) Suara menjadi semakin berat
3) Membesarnya pita suara
4) Tumbuhnya rambut di sekitar kemaluan dan ketiak
5) Tidak tahu

6. Mulai aktifnya organ reproduksi wanita ditandai dengan peristiwa :


1) Mimpi basah
2) Mengompol
3) Menstruasi
4) Hamil
5) Tidak tahu

7. Dibawah ini yang merupakan tanda pematangan seksual pada remaja laki-laki adalah:
1) Tumbuh jakun
2) Mimpi basah
3) Tumbuh rambut di sekitar kemaluan dan ketiak
4) Tumbuh kumis
5) Tidak tahu

8. Berikut cara menjaga kesehatan dan kebersihan organ reproduksi perempuan, KECUALI :
1) Menggunakan celana dalam yang menyerap keringat
2) Tidak menggunakan celana dalam yang ketat
3) Sering menggunakan pantyliner
4) Mengganti celana dalam minimal 2 kali sehari
5) Tidak tahu

9. Berikut cara membasuh dan mencuci kemaluan perempuan, KECUALI :


1) Membasuh dengan menggunakan air bersih
2) Membasuh mulai dari depan ke belakang
3) Selalu menggunakan sabun pembersih vagina
4) Mengusap dengan tissue sebelum memakai celana dalam
5) Tidak tahu

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


10. Rambut kemaluan sebaiknya…..
1) Dibiarkan tumbuh lebat
2) Dicukur pendek
3) Dicukur sampai habis
4) Dicabut
5) Tidak tahu

11. Manfaat merawat dan menjaga kebersihan vagina adalah….


1) Menjaga vagina dan daerah sekitarnya tetap bersih dan nyaman
2) Mencegah munculnya keputihan, bau tak sedap dan gatal-gatal
3) Menjaga agar Ph vagina tetap normal
4) Semua jawaban benar
5) Tidak tahu

12. Berikut adalah hal-hal yang bisa dilakukan jika remaja putra telah mengalami mimpi
basah…
1) Mengajari dan membantu anak untuk membersihkan diri setelah mimpi basah
2) Menjadikannya bahan olokan atau bahan candaan
3) Tidak memberikan penjelasan pada anak tentang apa yang ia alami, karena anak akan
mengerti dengan sendirinya
4) Semua benar
5) Tidak tahu

13. Berikut ini adalah cara yang benar dalam menghadapi anak saat menstruasi pertama…
1) Mendiskusikan tentang menstruasi dengan anak baik dilakukan pada saat anak memang
sudah mengalami menstruasi.
2) Mendiskusikan tentang menstruasi dengan anak sebelum memasuki masa
menstruasi yaitu sekitar usia 8-10 tahun karena pubertasnya perubahan pada
tubuh anak mulai terlihat.
3) Tidak perlu menggali lebih dalam mengenai informasi apa saja yang telah
didapatkan oleh anak mengenai menstruasi.
4) Semua jawaban benar
5) Tidak tahu

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


14. Berikut ini adalah salah satu cara yang bisa dilakukan keluarga pada remaja putra yang
belum mengalami mimpi basah :
1) Biarkan anak memahami dengan sendirinya tanpa memberi penjelasan.
2) Membuka pembicaraan dengan menjadikan hal tersebut bahan candaan/olokan kepada
anak.
3) Mendiskusikan tentang mimpi basah dan mengenalkan tanda-tanda mimpi basah
pada anak.
4) Semua jawaban benar
5) Tidak tahu

15. Hal apa yang mungkin bisa mengurangi perilaku masturbasi pada remaja tunagrahita?
1) Menjauhkan objek-objek yang mudah menimbulkan dorongan seksual bagi
anak.
2) Langsung menegur dan melarang anak ketika sedang melakukan masturbasi.
3) Memarahi anak agar berhenti dan merasa jera untuk melakukan masturbasi.
4) Membiarkan anak karena hal tersebut merupakan salah satu cara untuk
menyalurkan dorongan seksual
5) Tidak tahu

16. Bagaimana memberikan pemahaman kepada remaja tunagrahita agar terhindar dari
kekerasan?
1) Menyerahkan pemberian pemahaman tersebut kepada pihak sekolah
2) Memberikan pemahaman kepada remaja tunagrahita mengenai bagian-bagian tubuh
yang tidak boleh disentuh oleh orang lain
3) Tidak memberikan pemahaman apapun
4) Menyerahkan pemberian pemahaman tersebut kepada teman bermain anak
5) Tidak tahu

17. Remaja tunagrahita, harus diberikan pemahaman tentang ―katakan tidak‖ bila?
1) Ada orang lain yang ingin menyentuh bagian pribadinya
2) Tidak ingin mengerjakan pekerjaan rumah
3) Tidak ingin makan
4) Tidak ingin bermain
5) Tidak tahu

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


18. Sebagai orangtua/ pengasuh remaja tunagrahita, berikut ini adalah tindakan yang harus
dilakukan apabila remaja tunagrahita mengalami situasi yang tidak diinginkan (kekerasan
seksual), KECUALI:
1) Melaporkan segera tindak kekerasan yang terjadi kepada pihak berwenang
2) Merahasiakan kekerasan yang dialami remaja tunagrahita
3) Melaporkan tindak kekerasan yang terjadi kepada KPAI
4) Membangun kembali kepercayaan diri remaja tunagrahita
5) Tidak tahu

19. Berikut adalah bagian tubuh pribadi pada remaja yang tidak boleh dilihat dan disentuh
sembarangan orang, yaitu :
1) Kemaluan
2) Pantat
3) Dada
4) Semua benar
5) Tidak tahu

20. Dibawah ini adalah cara memberikan pemahaman kepada remaja tunagrahita mengenai
kepada siapa mereka harus bercerita bila mengalami kekerasan, KECUALI?
1) Memberikan pemahaman kepada remaja tunagrahita bila terjadi tindak kekerasan harus
bercerita kepada orang asing
2) Memberikan pemahaman kepada remaja tunagrahita bila terjadi tindak
kekerasan harus bercerita kepada orang tua
3) Memberikan pemahaman kepada remaja tunagrahita bila terjadi tindak
kekerasan harus bercerita kepada pengasuh
4) Memberikan pemahaman kepada remaja tunagrahita bila terjadi tindak
kekerasan harus bercerita kepada guru
5) Tidak tahu

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


Lampiran 3 Materi Intervensi

ISI INTERVENSI PESAN GAMBAR DAN TEKS

HARI KE 1

 PESAN GAMBAR

 PESAN TEKS
Tahukah anda bahwa pada saat anak beranjak remaja maka anak akan mengalami
masa pubertas. Pubertas ditandai dengan terjadinya pematangan fungsi seksual dan
perubahan fisik. Keterbatasan berpikir yang dimiliki anak tunagrahita menyebabkan
mereka tidak dapat memahami perubahan fisik dan perkembangan seksual yang
terjadi pada dirinya sehingga muncul dorongan seksual yang tidak dapat
dikendalikan oleh dirinya sendiri. Berikut yang dapat orang tua lakukan jika hal
tersebut dialami oleh anak, yaitu menahan dengan berbagai cara seperti:
 Menyibukkan anak dengan berbagai aktivitas fisik dan rohani seperti
menghabiskan tenaga dengan berolahraga, anak diajak memperbanyak
ibadah dan hal positif lainnya seperti mengasah hobi dan bakat anak di
dunia seni (menggambar, menari, bernyanyi dll.).

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


HARI KE 2

 PESAN GAMBAR

 PESAN TEKS
Tahukah anda bahwa pada masa pubertas remaja laki-laki tidak hanya mengalami
perubahan fisik. Pada masa ini juga terjadi pematangan fungsi seksual yang biasa
dikenal dengan sebutan mimpi basah. Mimpi basah merupakan peristiwa Ejakulasi
(pengeluaran air mani) pada saat tidur, karena testis (buah zakar) dan salurannya
terisi penuh sperma. Mimpi basah merupakan cara alami tubuh mengeluarkan
timbunan sperma yang terbentuk secara terus-menerus. Ejakulasi pertama yang
dialami oleh remaja laki-laki merupakan tanda bahwa ia telah siap untuk
melaksanakan proses reproduksi. Perlu diketahui bahwa mimpi basah merupakan
pendidikan seks yang alamiah bagi remaja serta cara penyaluran dorongan seksual
secara sehat.

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


HARI KE 3
 PESAN GAMBAR

 PESAN TEKS
Tahukah anda bahwa selain remaja laki-laki, remaja perempuan juga mengalami
perubahan fisik khusus pada bagian-bagian tubuh tertentu pada masa pubertas.
Selain itu remaja perempuan juga mengalami pematangan fungsi seksual untuk
pertama kalinya yaitu menstruasi. Menstruasi atau haid adalah pengeluaran darah
dan sel-sel tubuh yang berasal dari dinding rahim perempuan melalui vagina secara
periodik. Menstruasi biasanya dimulai antara umur 10 sampai 16 tahun, tergantung
pada berbagai faktor, termasuk kesehatan perempuan, status nutrisi, dan berat tubuh.
Menstruasi berlangsung kira-kira satu kali dalam satu bulan sampai perempuan
mencapai usia 45 – 50 tahun.

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


HARI KE 4

 PESAN GAMBAR

 PESAN TEKS
Berikut adalah tips yang dapat dilakukan orang tua jika remaja putra anda telah
mengalami mimpi basah :
1. Jaga sikap agar tetap tenang dan santai karena anak yang belum tahu apa yang ia
alami akan merasa cemas dan malu.
2. Tekankan bahwa hal itu wajar, dan juga dialami oleh sebagian anak-anak lain
seusianya. Sebaiknya penjelasan ini dilakukan oleh ayah kepada anak sebagai
sesama lelaki. Anda juga bisa minta bantuan pihak lain untuk menjelaskan pada
anak, seperti saudara dekat laki-laki atau dokter anak langganan.
3. Berbagi ingatan tentang pengalaman yang sama (khusus bagi ayah), akan
membantu anak untuk memahami dan menyikapi apa yang dialaminya bukan
sebagai suatu yang aneh dan memalukan.
4. Hindari candaan seperti ―iih gede-gede kok ngompol?‖ dan sebagainya.
5. Pada muslim terdapat tuntunan untuk mandi wajib setelah mimpi basah, ajari
dan bantu anak untuk melaksanakan tuntunan tersebut.

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


HARI KE 5

 PESAN GAMBAR

 PESAN TEKS
Berikut ini adalah cara menghadapi anak saat menstruasi pertama:
1. Sebaiknya orangtua membicarakan tentang menstruasi dengan anak sebelum
memasuki masa menstruasi.
2. Cari tahu apa saja yang sudah anak ketahui tentang menstruasi dan koreksi hal-
hal yang keliru. Ibu juga dapat menceritakan pengalamannya ketika pertama kali
mendapat menstruasi
3. Jangan panik! Kondisi hormonal anak akan ikut panik jika orangtua panik saat
anak mengalami haid pertama.
4. Beri arahan anak ke kamar mandi dengan tenang dan lembut, minta atau bantu ia
membersihkan diri dan celana dalam yang ada darahnya.
5. Bimbing, dan bantu anak cara memakai pembalut yang benar.
6. Seorang wanita muslim harus mandi wajib atau bersuci setelah haid selesai
(biasanya 5-7 hari) ajari anak untuk mandi wajib sesuai dengan tuntunan islam.

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


HARI KE 6

 PESAN GAMBAR

 PESAN TEKS
KESEHATAN REPRODUKSI adalah keadaan sehat baik secara fisik, psikis dan
sosial yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi pada laki-laki dan
perempuan agar dapat bertanggung jawab. Salah satu cara menjaga kesehatan
kesehatan reproduksi anak tunagrahita adalah dengan mengajarkan anak cara
merawat organ reproduksinya.
Prinsip-Prinsip Khusus yang diperlukan dalam Berkomunikasi dan Memberi
Pengajaran Kepada Anak Tunagrahita antara lain:
- Pengulangan
- pemberian contoh dan arahan,
- ketekunan,
- kasih sayang,
- pemecahan materi menjadi beberapa bagian kecil.
- Pemberian informasi pada anak tunagrahita sebaiknya diberikan secara
sederhana, singkat, jelas dan bila perlu menggunakan instrument tertentu,
dengan kata lain informasi yang diberikan harus konkrit dan diberikan secara
berulang serta bersifat individual.

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


HARI KE 7

 PESAN GAMBAR

 PESAN TEKS
Pencegahan Kekerasan Terhadap Remaja Tunagrahita :
1. Membekali remaja tunagrahita tentang bagian tubuh yang tidak boleh disentuh
orang lain
2. Membekali pemahaman kepada remaja tunagrahita tentang kemungkinan
terjadinya kekerasan dan hal yang harus dilakukan
3. Membekali pemahaman untuk menolak/mengantisipasi pelecehan seksual yang
mungkin terjadi
4. Membekali pemahaman kepada remaja tunagrahita tentang hak yang mereka
miliki

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


Lampiran 4 Surat Keterangan Lolos Kaji Etik

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018


Lampiran 5 Surat Izin Penelitian

Pemanfaatan aplikasi..., Rizqi Rana Raissa, FKM UI, 2018

Anda mungkin juga menyukai