Anda di halaman 1dari 4

POLICY BRIEF / NOVEMBER 2021

PELAKSANAAN KEBIJAKAN
KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
DI JAWA BARAT

RINGKASAN PENGANTAR
Remaja yang berada dalam kelompok usia 10-19
Remaja di Jawa Barat menghadapi berbagai tantangan tahun, merupakan tahapan transisi dalam
permasalahan kesehatan reproduksi antara lain perkawinan dan kehidupan seseorang. Pada kelompok usia ini
kehamilan remaja, HIV-AIDS/PIMS dan penyalahgunaan NAPZA terdapat berbagai tantangan permasalahan
termasuk merokok. Beberapa permasalahan kesehatan yang kesehatan. Di Jawa Barat, TRIAD KRR (perkawinan
terkait erat dengan triad KRR seperti kematian ibu, stunting, dan kehamilan remaja, HIV-AIDS/PIMS dan
HIV/AIDS dan penyakit tidak menular, juga menjadi isu strategis penyalahgunaan NAPZA termasuk merokok) masih
menjadi permasalahan krusial. Persentase
di Jawa Barat. Untuk mencegah dan menanggulangi berbagai
perkawinan remaja di Jawa Barat lebih tinggi dari
permasalahan kesehatan reproduksi remaja, Pemerintah
persentase nasional (Badan Pusat Statistik: 2018).
Provinsi Jawa Barat, telah memberikan perhatian melalui Kasus HIV di Jawa Barat menempati urutan ketiga
berbagai kebijakan yang diterjemahkan ke dalam berbagai nasional sedangkan untuk kasus AIDS ada di
program untuk remaja. peringkat keenam nasional ((Direktorat Jenderal
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, 2020).
Untuk dapat mengetahui pelaksanaan kebijakan kesehatan
Proporsi AIDS terbanyak di Jawa Barat berada pada
reproduksi remaja di Jawa Barat, maka Badan Penelitian dan kelompok usia 20-24 tahun (Dinas Kesehatan
Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Barat melakukan kajian Provinsi Jawa Barat: 2019), hal ini berarti bahwa
terkait strategi dan dampak pelaksanaan kebijakan kesehatan penderita sudah terinfeksi sejak usia remaja. Terkait
reproduksi remaja di Jawa Barat. Kegiatan ini diharapkan dapat prevalensi merokok usia > 10 tahun di Jawa Barat
mengeksplorasi program-program yang berkaitan dengan ada 32% lebih tinggi dari data nasional yaitu 29,3%
kebijakan kesehatan reproduksi remaja di Jawa Barat. Selain itu (Kementerian Kesehatan RI: 2019). Penduduk Jawa
juga untuk mengidentifikasi kendala-kendala dalam menjalankan Barat yang pernah menggunakan narkoba ada
program-program tersebut baik dari sisi sumber daya manusia, 0,60%, dengan usia minimal pertama menggunakan
sarana prasarana, anggaran maupun manajemen. narkoba adalah 15 tahun. Jawa Barat juga
merupakan provinsi terbanyak (20%) pengguna
Program terkait kesehatan reproduksi remaja yang ada di Jawa narkoba dengan cara suntik (Badan Narkotika
Barat antara lain Program Penyiapan Kehidupan Berkeluarga Nasional Republik Indonesia dan Lembaga Ilmu
bagi Remaja dengan wadah kegiatannya berupa Pusat Informasi Pengetahuan Indonesia: 2020).
Konseling Remaja/Mahasiswa dan Bina Keluarga Remaja.
Selain itu ada program Penundaan Usia Perkawinan dengan Pemerintah provinsi Jawa Barat telah memberikan
branding STOPAN JABAR, (Stop Perkawinan Usia Anak Jawa perhatian terhadap kesehatan reproduksi remaja
Barat) yang melakukan kegiatan melalui berbagai sosialisasi dan melalui berbagai kebijakan yang diterjemahkan
menggunakan wadah untuk memperjuangkan hak-hak anak dalam berbagai program untuk remaja.
melalui Forum Anak Daerah. Pelaksanaan kebijakan yang lain Permasalahan kematian ibu, kematian bayi, stunting,
adalah Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja yang HIV/AIDS dan penyakit tidak menular, yang erat
dilaksanakan di dalam gedung berupa pelayanan kesehatan kaitannya dengan TRIAD KRR, juga menjadi isu
remaja di puskesmas dan di luar gedung yang terintergrasi strategis di Jawa Barat. Mengingat sudah adanya
dengan program UKS/M dan pemberdayaan masyarakat yaitu perhatian pemerintah terhadap pentingnya
kegiatan posyandu remaja. Penanggung jawab program adalah kesehatan reproduksi remaja melalui kebijakan dan
SDM yang ditunjuk yang sudah mendapatkan pembekalan terkait program kesehatan reproduksi remaja, tetapi di sisi
KRR. Namun SDM pelaksana program belum memadai.Sarana lain masih tingginya permasalahan kesehatan
dan prasarana yang tersedia belum memadai untuk semua reproduksi remaja di Jawa Barat, maka Badan
sasaran remaja. Anggaran yang tersedia bersumber dari ABPD Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi
dan bantuan APBN, namun belum memadai untuk pelaksanaan Jawa Barat, melakukan satu kajian mengenai
program secara optimal. Koordinasi lintas program maupun lintas Strategi dan Dampak Pelaksanaan Kebijakan
sektor sudah dilakukan oleh institusi penanggung jawab program Kesehatan Reproduksi Remaja di Jawa Barat.
namun pelaksanaannya belum optimal terutama untuk koordinasi Pengumpulan data dalam kajian ini dilakukan melalui
lintas sektor. Monitoring dan evaluasi sudah dilakukan secara wawancara secara daring dengan penanggung
berjenjang, namun umpan balik masih terbatas. Untuk jawab program terkait kesehatan reproduksi remaja
meningkatkan kualitas pelaksanaan kebijakan kesehatan di tingkat Provinsi dan Kabupaten dan kota terpilih di
reproduksi remaja, maka rekomendasi yang disampaikan adalah Jawa Barat serta pelaksana program terkait
perlu adanya rekruitmen SDM yang memadai untuk pelaksanaan kesehatan reproduksi remaja di tingkat
program, dukungan sarana dan prasarana yang memadai, kecamatan/puskesmas terpilih. Rekomendasi
alokasi anggaran sesuai kebutuhan, koordinasi dan dukungan kebijakan ini disusun berdasarkan hasil kajian
lintas sektor dalam pelaksanaan program serta perlunya tindak tersebut.
lanjut hasil monitoring dan evaluasi untuk perbaikan pelaksanaan
program.

BP2D PROVINSI JAWA BARAT | 01


PELAKSANAAN KEBIJAKAN
KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

Program yang terkait kesehatan reproduksi remaja pimpinan institusi/ kepala pemerintahan dan masyarakat
antara lain Program Penyiapan Kehidupan Berkeluarga setempat. Tempat pelaksanaan kegiatan di luar gedung
bagi Remaja (PKBR) yaitu suatu program untuk seperti posyandu remaja dan PIK R, sebagian besar
memfasilitasi terwujudnya Generasi Berencana (GenRe) masih menggunakan fasilitas kegiatan lain seperti di
yaitu remaja yang berperilaku sehat, terhindar dari risiko ruangan desa, mesjid atau posyandu balita. Peralatan
Triad KRR (Pernikahan Usia Dini, Seks Bebas dan pendukung kegiatan masih terbatas, sehingga
Napza), bercita-cita mewujudkan keluarga kecil bahagia adakalanya petugas kesehatan membawa peralatan
sejahtera serta menjadi contoh, model, idola,sumber milik pribadi seperti timbangan berat badan, tensimeter,
informasi bagi teman sebayanya. Program ini untuk digunakan oleh remaja. Alat bantu untuk
dilaksanakan dalam PIK R/PIK M (Pusat Informasi dan penyuluhan remaja juga masih terbatas, sehingga
Konseling Remaja/Mahasiswa) yang merupakan wadah penggunaaannya harus bergantian diantara kelompok
kegiatan untuk remaja usia 10 sampai 24 tahun dan PIK R.
belum menikah; dan BKR (Bina Keluarga Remaja) yaitu
wadah kegiatan untuk orangtua yang memiliki remaja. Anggaran pelaksanaan kegiatan sebagian berasal dari
PIK R dan BKR ini sudah terbentuk di semua kecamatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan
bahkan sebagian ada yang sampai tingkat ada juga bantuan dari Anggaran Pendapatan dan
desa/kelurahan, walaupun belum semuanya aktif dan Belanja Negara (APBN). Bantuan APBN terutama
rutin melakukan kegiatan. Untuk mendekatkan program berbentuk barang (modul, buku, dan lain-lain) serta
kepada generasi milenial juga sudah dibuat re-branding penguatan kapasitas tenaga pelaksana program.
dengan ‘semangat 21-25 keren’ yang bertujuan untuk Sedangkan dana APBD dialokasikan terutama untuk
memudahkan diingat yaitu menikah di usia 21 tahun pelaksanaan kegiatan. Namun demikian, anggaran yang
untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. tersedia belum sesuai dengan kebutuhan untuk
menjalankan kegiatan, hal ini karena bantuan APBN
Program Penundaan Usia Perkawinan yang lain adalah belum mencakup untuk semua sasaran remaja sehingga
STOPAN JABAR yang merupakan singkatan dari Stop perlu ada alokasi anggaran dari APBD.
Perkawinan Anak Jawa Barat. Program ini didasari oleh
Undang-undang perlindungan anak bahwa yang Dalam menjalankan program, institusi melakukan
termasuk kelompok usia anak adalah yang berusia 0 koordinasi dengan lintas program maupun lintas sektor.
sampai 18 tahun. Selain itu juga Undang-undang no. 16 Koordinasi lintas program antara lain dengan gizi,
tahun 2019 tentang perkawinan bahwa laki-laki dan pemberdayaan masyarakat, pencegahan dan
perempuan baru diperbolehkan menikah pada usia 19 penanggulangan penyakit, dan lain-lain. Koordinasi
tahun. Program ini menggunakan wadah untuk lintas sektor dilakukan dengan institusi pemerintah yang
memperjuangkan hak-hak anak melalui Forum Anak terkait, lembaga terkait dan juga organisasi pemuda dan
Daerah. masyarakat. Namun koordinasi lintas sektor belum
berjalan dengan baik yang mana pelaksanaan program
Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja masih menjadi tanggung jawab institusi teknis.
merupakan upaya untuk mendekatkan pelayanan
kesehatan kepada remaja. Program ini dilaksanakan Monitoring dan evaluasi terkait pelaksanaan program
dalam bentuk layanan di dalam gedung (puskesmas) sudah dilakukan secara berjenjang dari tingkat provinsi
maupun layanan di luar gedung yang terintegrasi dengan sampai ke tingkat pelaksana di kecamatan. Monitoring
kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah (UKS/M) dan evaluasi dilakukan baik secara langsung maupun
dan pemberdayaan masyarakat dalam bentuk posyandu melalui media daring, namun pelaksanaannya belum
remaja. Sasaran program ini adalah anak remaja berusia rutin dilakukan. Selain itu umpan balik untuk perbaikan
10-18 tahun. pelaksanaan program juga masih terbatas dilakukan.

Sumber Daya Manusia (SDM) pelaksana program PKBR


di tingkat kecamatan dan desa/kelurahan ada SDM yang
menjadi penanggung jawab langsung pelaksanaan
kegiatan yaitu tenaga Pelaksana Keluarga Berencana
(PKB). Dalam melaksanakan tugasnya, tenaga PKB ini
bersinergi dengan tenaga sukarelawan yang direkrut di
tingkat provinsi yaitu kader motivator ketahanan keluarga
(MOTEKAR) dan tenaga Tim Penggerak Desa (TPD).
Mereka bekerjasama terutama yang terkait dengan
pelaksanaan program pencegahan perkawinan usia
anak. Sedangkan untuk pelaksanaan program PKPR
ada tenaga yang ditunjuk oleh kepala puskesmas
sebagai penanggung jawab program PKPR.
Sarana yang diperlukan dalam pelaksanaan program
seperti buku pedoman, petunjuk teknis, petunjuk
pelaksanaan, dan lain-lain semuanya didapatkan dari
pusat melalui provinsi. Sedangkan untuk penyediaan
prasarana seperti ruangan pelayanan atau tempat Foto: Istimewa
pelaksanaan kegiatan, tergantung pada dukungan dari

BP2D PROVINSI JAWA BARAT | 02


TANTANGAN KEBIJAKAN

1. Banyaknya kegiatan dalam pelaksanaan program belum diimbangi dengan SDM yang memadai. Hal ini karena
masih banyak pengelola program terkait kesehatan reproduksi remaja yang juga merangkap menjadi pengelola
program yang lain, sehingga tidak fokus hanya dengan program terkait kesehatan reproduksi remaja.
2. Sarana dan prasarana untuk mendukung pelaksanaan kegiatan belum memadai dan mencakup semua sasaran
remaja
3. Program terkait kesehatan reproduksi remaja belum menjadi prioritas dalam pengalokasian anggaran kegiatan.
4. Koordinasi dan dukungan lintas sektor belum optimal sehingga dalam pelaksanaan program belum terlihat adanya
pembagian peran setiap sektor dan penyelenggaraan cenderung masih menjadi tanggung jawab institusi teknis.
5. Monitoring dan evaluasi belum dilakukan secara berkala dan umpan balik untuk perbaikan program masih
terbatas.

REKOMENDASI KEBIJAKAN

Melihat data hasil wawancara dan juga identifikasi tantangan kebijakan, maka rekomendasi kebijakan yang dapat
disampaikan sebagai berikut:
1. Perlunya melakukan rekruitmen SDM pelaksana program yang memadai sesuai dengan kebutuhan kegiatan.
SDM tersebut perlu dibekali dan diberi kesempatan untuk mengikuti perkembangan keilmuan dan program terkait
kesehatan reproduksi remaja.
2. Perlunya dukungan pengadaan sarana dan prasarana yang memadai seperti ruangan/tempat untuk pelaksanaan
kegiatan, peralatan untuk melakukan pemeriksaan dan alat bantu promosi kesehatan reproduksi remaja.
3. Pentingnya dukungan anggaran yang memadai untuk dapat menjalankan setiap program secara optimal terutama
untuk pengadaan fasilitas pendukung kegiatan seperti alat kesehatan dan alat bantu promosi kesehatan dan juga
untuk dana operasional kegiatan terkait kesehatan reproduksi remaja.
4. Perlunya memperkuat koordinasi lintas sektor serta jejaring kemitraan dalam pelaksanaan program terkait
kesehatan reproduksi remaja. Selain itu juga pentingnya pengaturan peran dan tanggung jawab setiap sektor yang
dituangkan dalam kebijakan pemerintah setempat.
5. Monitoring dan evaluasi hendaknya dilakukan secara berkala dan hasilnya disampaikan sebagai umpan balik
untuk melakukan perbaikan program yang berkelanjutan.

UCAPAN TERIMA KASIH


Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Joko Irianto, SKM, M,Kes dan Ibu Dra. Rachmalina S.
Prasodjo, Msc.PH dari Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyusunan
policy brief ini.

DAFTAR PUSTAKA
Juariah, dkk (2021). Laporan Penelitian Strategi dan Dampak Pelaksanaan Kebijakan Kesehatan Reproduksi Remaja di Jawa Barat. Bandung: badan
Penelitian dan Pengembangan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat

Badan Pusat Statistik (2018) Statistik Kesejahteraan Rakyat 2018. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Alam Indonesia (2020) Survei Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba
2019. Jakarta: Pusat Penelitian, Data dan Informasi Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia.

Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (2020) ‘Laporan Perkembangan HIV AIDS dan PIMS di Indonesia Triwulan IV Tahun 2020’.
Available at: https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/Laporan_TW_IV_2020.pdf.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (2019) Profil Kesehatan Jawa Barat. Bandung: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

Kementerian Kesehatan RI (2019) Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2018, Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI

BP2D PROVINSI JAWA BARAT | 03


TIM PENYUSUN POLICY BRIEF
PELAKSANAAN KEBIJAKAN
KESEHATAN REPRODUKSI KESEHATAN DI JAWA BARAT

PENGARAH : Linda Al Amin, S.T., M.T.


Kepala BP2D Provinsi Jawa Barat

PENANGGUNG JAWAB : Inge Wahyuni, S.K.M., M.P.P., M.T.


Kepala Bidang Sosial dan Kependudukan BP2D Provinsi Jawa Barat

KOORDINATOR : Juariah, S.Si.T., M.A.


Peneliti Ahli Muda

ANGGOTA :  Dr. Ramon kaban, M.Si.


Peneliti Ahli Madya
 Muthya Diana, S.P., M.Adm.Pemb.
Peneliti Ahli Muda
 Yudha Hadian Nur, S.E., M.T.
Peneliti Ahli Muda
 Hana Riana Permatasari, M.Pd.
Peneliti Ahli Pertama
 Fahmi Zamzam, S.E.
Analis Hasil Penelitian
 Wildan Nurhadi Wicaksono, S.Pd.
Analis Penelitian
 Duden Jaenudin
Pengadministrasi Keuangan
 Isak Rohendi
Pengadministrasi Evaluasi dan Kerjasama Penelitian
 Alfi Yudha Khadami, S.Kom.
Tenaga Teknis Bidang Sosial dan Kependudukan
 Asrul Syam, S.T.
Tenaga Teknis Bidang Sosial dan Kependudukan
 Nunik Ainun Feliantika, S.IP.
Tenaga Teknis Bidang Sosial dan Kependudukan

BP2D PROVINSI JAWA BARAT | 04

Anda mungkin juga menyukai