SKRIPSI
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
UNIVERSITAS INDONESIA
SKRIPSI
Disusun untuk memenuhi persyaratan meraih gelar Sarjana Keperawatan
ii
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
iii
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
iv
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas berkat dan rahmat-Nya,
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Hubungan Pengetahuan
Kesehatan Reproduksi dan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Seksual Berisiko pada
Remaja di SMA Swasta Kota Tangerang” ini disusun sebagai tugas akhir untuk
memperoleh gelas sarjana. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada Ibu Titin Ungsianik S.Kp,.M.B.A., selaku dosen pembimbing skripsi yang
senantiasa memberikan masukan, motivasi, tenaga, pikiran, dan waktu yang tidak terbatas
demi terselesaikannya skripsi ini.
Selain itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dra. Setyowati, S.Kp., M. App. Sc., Ph.D. selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan skripsi.
2. Ibu Tri Budiati, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.Mat, selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan skripsi.
3. Ibu Dra. Junaiti Sahar S.Kp., M.App.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
4. Ibu Riri Maria S.Kp., MANP.,selaku koordinator program studi yang telah
memberikan arahan serta motivasi, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan
tepat waktu.
5. Orang tua tercinta, Bpk. RM. Silaban beserta Ibu Nia. M, Bapak Pdt. J.Katiyo. M, Th
beserta Ibu Sukarmi atas dukungan doa yang begitu besar selama proses
penyelesaian skripsi.
6. Suami tersayang Helky Nugroho, S.Kom dan anak-anak, Gaelvin Daryalle El Nugros
dan Christopher Meirello El Nugros yang senantiasa memberikan dukungan dan
motivasi tanpa batas selama proses penyelesaian skripsi.
7. “Kita Pasti Bisa” Squad yang senantiasa membantu dan menjadi teman dalam suka
dan duka selama proses pembelajaran.
Penulis berharap Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan limpahan berkat atas segala
kebaikan yang telah diberikan. Semoga skripsi ini dapat menjadi bagian dari
pengembangan ilmu keperawatan, terutama keperawatan maternitas.
Depok, Juni 2017
Penulis
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
vi
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
ABSTRAK
Perilaku seksual berisiko adalah suatu aktivitas seksual yang dilakukan untuk
mencapai kepuasan seksual dan berdampak pada masalah kesehatan reproduksi,
diantaranya kehamilan yang tidak diinginkan dan Infeksi menular Seksual.
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi
dan pola asuh orang tua dengan perilaku seksual berisiko. Desain penelitian ini
adalah analitik korelatif dengan pendekatan cross sectional pada 100 responden
siswa SMA di Kota Tangerang menggunakan teknik convenience sampling.
Instrumen yang digunakan meliputi kuesioner pengetahuan kesehatan reproduksi,
pola asuh, perilaku seksual berisiko, paparan media, dan pengaruh teman sebaya.
Hasil penelitian ini menyatakan tidak terdapatnya hubungan yang bermakna
antara pengetahuan kesehatan reproduksi dan pola asuh orang tua dengan perilaku
seksual berisiko (p value>0,05). Meskipun demikian, peneliti merekomendasikan
perlunya penyuluhan dan pendidikan kesehatan reproduksi dan pendekatan oleh
perawat di puskesmas untuk mengaktifkan program PKPR dan BKR guna
meningkatkan kesehatan reproduksi remaja dan mencegah perilaku seksual
berisiko mengingat terdapatnya 57% remaja di SMA Swasta Kota Tangerang
yang memiliki perilaku seksual berisiko.
vii
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
ABSTRACT
viii
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
JUDUL …………………………………………………………………......... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS……………………………. iii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………….. iv
KATA PENGANTAR………………………………………………………... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……………… vi
ABSTRAK ………………………………………………………………....... vii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… ix
DAFTAR SKEMA ………………………………………………………...… xii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… xiv
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………... 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………... 8
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………………. 9
1.3.1 Tujuan Umum………………………………………………………….. 9
1.3.2 Tujuan Khusus…………………………………………………………. 9
1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………………..…. 10
1.4.1 Manfaat Aplikatif……………………………………………………..... 10
1.4.2 Manfaat Keilmuan……………………………………………………… 10
1.4.3 Manfaat Metodologi……………………………………………………. 10
ix
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
3.3 Definisi Operasional…………………………………………………… 41
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
6.1.5 Hubungan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku
Seksual Berisiko…………………………………..……………………. 75
6.1.6 Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Seksual Berisiko…... 76
6.2 Keterbatasan Penelitian………………………………………….……... 78
6.3 Implikasi Keperawatan……………………………………….………… 79
6.3.1 Implikasi terhadap Pembuat Kebijakan Kesehatan………………..…... 79
6.3.2 Implikasi terhadap Pendidikan dan Pelayanan Keperawatan……..….... 79
6.3.3 Implikasi terhadap Penelitian Keperawatan……………………..…….. 80
BAB 7 PENUTUP……………………………………………………………. 81
7.1 Kesimpulan……………………………………………………………….. 81
7.2 Saran……………………………………………………………………… 82
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
DAFTAR SKEMA
xii
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
DAFTAR TABEL
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
DAFTAR LAMPIRAN
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
BAB I
PENDAHULUAN
Usia remaja merupakan fase dimana seorang individu secara fisik dan psikologis
berkembang dan mulai membentuk identitas diri (Berman & Snyder, 2016).
Perkembangan biologis, kognitif, dan psikososial secara mendasar membentuk
remaja dalam tugas perkembangan yang dijalani.Perubahan fisik pada masa
remaja membentuk suatu identitas seksual yang menurut Freud akan memicu
munculnya hasrat seksual. Perubahan kognitif mampu membuat remaja berpikir
dan mempertimbangkan segala macam penyebab dari perilaku dan
penyelesaiannya (Boyd, Johnson, & Bee, 2015; Potter & Perry, 2009).
1
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
2
reproduksi dan perilaku seksual berisiko agar remaja dapat berperilaku yang sehat
(Drago, et al. (2016).
Perilaku berisiko terhadap remaja yang tertuang dalam hasil survei yang
dilakukan pada Komisi Nasional Perlindungan Anak didapatkan data 97% remaja
sudah pernah menonton film porno, 93,7% pernah berciuman, petting, dan oral
sex, lalu 62,7% remaja yang masih bersekolah di tingkat SMA pernah melakukan
hubungan intim, 21,2% siswi SMA pernah melakukan aborsi dan empat orang
remaja di SMA melakukan perilaku seksual berisiko seperti petting, oral sex, dan
coitus((Putri & Ungsianik, 2012).
Perilaku seksual yang berisiko pada remaja lainnya tertuang dalam hasil penelitian
yang meneliti tentang perilaku seksual remaja usia 15-24 tahun di 4 kota besar
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
3
yaitu Jakarta, Bandung, Medan, dan Surabaya seperti yang dikutip oleh Kaeran
(2007). Dalam penelitian tersebut terdapat data bahwa informasi tentang seks
sebanyak 65 % didapat dari teman, 35 % melalui media film porno, 19 % dari
sekolah, dan 5% dari orang tua. Remaja pada usia 16-18 tahun memiliki
pengalaman berhubungan seks sebanyak 44% dibandingkan 13-15 tahun dengan
presentasi 13%.
Penelitian lain yang dilakukan pada remaja di Bantul sebanyak 102 remaja
didapatkan data bahwa pengetahuan remaja perlu ditingkatkan mengingat dampak
dari perilaku seksual berisiko seperti kissing, petting, dan hubungan di luar nikah
(Nurmaguphita, 2014). Hal ini sejalan dengan penelitian tentang perlunya
meningkatkan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dan perilaku seksual
berisiko agar remaja dapat berperilaku yang sehat (Drago, et al., 2016).
Kehamilan remaja, aborsi, menikah dini, dan gangguan pada sistem reproduksi
akibat perkembangan organ yang belum sempurna sangat mungkin berpengaruh
terhadap masa depan remaja. Penelitian oleh Drago, et al (2016) menjelaskan
bahwa pengetahuan yang rendah tentang kesehatan reproduksi menjadi dasar
perlunya pendidikan mengenai kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah untuk
meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
4
Infeksi menular seksual (IMS) adalah salah satu penyakit yang penularannya
terutama terjadi melalui hubungan seksual. Prevalensi insiden terkait kejadian
IMS di Amerika Serikat terdapat data bahwa 50 % penderita IMS kasus baru
adalah remaja usia 15-24 tahun dan 1 dari 4 remaja yang secara seksual aktif
mengalami IMS jenis Chlamydia, angka penderita HPV juga meningkat (CDC,
2016; Forhan, Gottlieb, & Sternberg, 2009).
Saat ini penyakit menular di Indonesia masih didominasi oleh HIV/AIDS, dimana
prevalensi kasus HIV pada penduduk usia 15-49 tahun terus meningkat dari tahun
ke tahun. Menurut data yang dituangkan dalam Riset Kesehatan Dasar, (2013)
dari tahun 2009 sampai dengan 2013 prevalensi HIV terus meningkat dari 0,16 %
hingga mencapai 0,43 % di tahun 2013. Data juga menyebutkan terdapat 10.203
kasus dimana sekitar 30% remaja terinfeksi HIV dalam rentang waktu 3 bulan
(RISKESDAS, 2013).
Menurut Data Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015 dikatakan bahwa kelompok
usia yang menjadi sasaran program kesehatan nasional salah satunya adalah
remaja yang masuk dalam kelompok usia muda dan juga termasuk usia produktif
antara usia 15- 24 tahun (BKKBN, BPS, & Kementerian Kesehatan, Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012, 2013). Remaja dinilai menjadi
kelompok rentan yang akan menerima dampak negatif bila tidak mendapat
pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
5
Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012 untuk kesehatan
reproduksi remaja menunjukan bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan
reproduksi belum memadai dengan jumlah presentasi hanya 35,5 % remaja
perempuan dan 31,2 % remaja laki-laki usia 15-19 tahun yang mengetahui tentang
kesehatan reproduksi (BKKBN, 2013). Pentingnya memberikan pengetahuan
yang baik tentang kesehatan reproduksi diperkuat dengan adanya penelitian yang
dilakukan di Bhutan oleh Norbu, Mukhia, & Tshokey (2013) yang menyebutkan
bahwa terdapat korelasi positif antara tingkat pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi dengan perilaku seksual berisiko.
Salah satu lingkungan terdekat remaja adalah keluarga, dimana keluarga adalah
kumpulan dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan
dan ikatan emosional yang menjelaskan diri masing- masing anggota sebagai
bagian dari keluarga (Friedman, Bowden, & Jones, 2010). Perubahan struktur
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
6
karakteristik pola asuh orang tua dalam keluarga dapat memengaruhi remaja
dalam bersikap dan berperilaku. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian pada
remaja di Portugal bahwa pola pengasuhan orang tua yang diterima oleh remaja
sejak dini membentuk remaja tersebut dalam perkembangannya baik secara
biologis, psikologis, dan sosial (Leiros, Carvalho, & Nobre, 2016).
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
7
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
8
pada perilaku seksual remaja karena pengetahuan ini dapat dijadikan dasar remaja
dalam menentukan perilaku yang sehat terkait reproduksi.
Orang tua adalah lingkungan terdekat dari remaja yang memiliki kontribusi besar
dalam pembentukan karakter dan perilaku remaja. Pola asuh orang tua secara
langsung ataupun tidak langsung memengaruhi remaja dalam berperilaku
termasuk dalam perilaku berisiko. Pola asuh membentuk remaja dalam
berkembang secara biologis, psikologis, dan sosial sehingga orang tua
berkontribusi dalam mencegah terjadinya perilaku seksual berisiko pada remaja.
Walaupun terdapat faktor lain yang memengaruhi remaja dalam berperilaku
seperti paparan media informasi dan teman sebaya, serta lingkungan namun pola
asuh sejak dini lebih membentuk remaja dalam berperilaku termasuk perilaku
seksual. Remaja merupakan aset generasi penerus bangsa yang harus diperhatikan
kesehatannya terutama kesehatan reproduksi agar dapat mencapai kesehatan
secara optimal dan mencapai tumbuh kembang yang baik.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
9
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan dan perkembangan selama fase remaja awal, tengah, dan akhir
sangat bervariasi sepanjang masa remaja ini. Pertumbuhan dan perkembangan
remaja ini berfokus pada perkembangan kognitif, identitas diri, pola asuh orang
tua, hubungan dengan teman sebaya, dan paparan media informasi (Boyd,
Johnson, & Bee, 2015).
10
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
11
Pada fase ini pertumbuhan fisik remaja terjadi secara cepat dari mulai munculnya
karakteristik sekunder organ seksual seperti pertumbuhan rambut pada area organ
reproduksi serta perubahan suara sampai dengan kelengkapan dari struktur dan
pertumbuhan organ reproduksi.
Berbeda dengan tahap perkembangan kognitif anak yang hanya bisa berpikir
mengenai apa yang terjadi, maka remaja sudah pada tahap dapat membayangkan
apa yang akan terjadi. Kemampuan ini penting untuk menunjukan identitas diri
dan memungkinkan remaja untuk menentukan tingkah laku yang sesuai, efektif,
dan nyaman dengan mempertimbangkan dampak tingkah laku tersebut terhadap
kelompok, keluarga dan masyarakat.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
12
Pada fase ini penting dilakukan pendekatan secara spiritual agar remaja dapat
berkembang dengan nilai otonomi dan nilai keagamaan serta kepercayaan.
Tingkat spiritualitas dan religi yang tinggi pada remaja berkaitan dengan
rendahnya keinginan remaja untuk melakukan perilaku yang berisiko tinggi dan
lebih meningkatkan perilaku sehat, terutama remaja yang tinggal di lingkungan
yang berpengaruh buruk (Regnerus & Glen, 2003 dalam Hockenberry & Wilson,
2013).
Remaja pada dasarnya ingin bebas dari segala aturan orang tua namun takut untuk
menerima segala risiko dari perbuatannya. Perkembangan sosial remaja ini ialah
dengan membina hubungan diluar orang tua yang membantu remaja untuk
mengidentifikasi perannya dalam masyarakat.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
13
Masa pubertas pada remaja memengaruhi perubahan fisik dan hormonal pada
remaja. Manifestasi fisik seperti menstruasi dan ejakulasi serta perubahan bentuk
tubuh seperti pertumbuhan payudara dan alat genital memberikan pengaruh
terhadap cara remaja memandang tubuhnya. Hal ini yang nantinya akan
membentuk konsep diri dan citra tubuh remaja.
Ketika pubertas yang terjadi berbeda dengan teman-teman sebaya, remaja akan
mengalami konflik batin.Kondisi pubertas yang terjadi secara cepat pada remaja
perempuan dan laki-laki berisiko untuk memicu perilaku seksual tidak dan
melakukan berbagai macam penyimpangan dibandingkan dengan teman yang
mendapat masa pubertas secara normal (Hockenberry & Wilson, 2013).
Teman sebaya memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan remaja.
Meskipun orangtua menjadi faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan
remaja, namun teman sebaya memiliki sifat dukungan yang kuat yang secara
kolektif diberikan kepada temannya dengan rasa memiliki yang kuat.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
14
remaja mendorong keinginan dan motivasi remaja secara seksual antara remaja
laki-laki dan perempuan.Identitas seksual terbentuk seiring dengan perkembangan
remaja. Pada fase ini remaja akan menjalin kedekatan dengan teman dan
melakukan aktifitas seksual untuk memenuhi rasa ingin tahu yang tinggi.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
15
Perkembangan fisik, psikis, dan kematangan seksual pada remaja ditandai dengan
perubahan hormon yang terkenal dengan proses pubertas. Pubertas adalah suatu
masa dimana mulai terjadi perubahan pada organ seks sekunder mencapai
kematangan (Pillitteri, 2010). Kematangan yang dimaksud adalah kematangan
organ seksual dan tercapainya kemampuan reproduksi yang optimal sesuai dengan
tahap perkembangan fisik remaja (Hurlock, 2004; Soetjiningsih, 2004).
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
16
Organ-organ yang termasuk dalam organ eksternal adalah: (1) Bibir vagina (labia
mayora, bagian terluar vagina tertutup oleh rambut pubis yang terdiri dari jaringan
lemak banyak pembuluh darah dan labia minora, terletak di belakang labia
mayora yang di dalamnya terdapat klitoris sebagai struktur kecil yang
mengandung jaringan erektil dengan sejumlah ujung saraf sensoris yang terletak
di bawah prepusium. (2) Liang vagina; terletak di bagian bawah vestibulum (area
berbentuk kacang mete yang ditutupi oleh labia minora) dan bervariasi dalam
bentuk dan ukuran. (3) Himen yang dikenal dengan sebutan selaput dara
merupakan lapisan yang mengelilingi liang vagina.
Organ yang termasuk dalam organ reproduksi internal terdiri dari: (1) Vagina;
merupakan jalur untuk pengeluaran menstruasi, jalur kopulasi (hubungan seksual),
dan jalur untuk jalan lahir melalui vagina. (2) uterus; tempat janin dibesarkan
berbentuk seperti buah pir terbalik, terletak di antara kandung kemih dan rectum.
(3) Tuba falopii; nama lainnya saluran telur yang terletak di sisi kanan kiri Rahim
yang berfungsi sebagai jalan yang dilalui ovum dari indung telur menuju rahim
sebagai jalur antara ovarium dan uterus. (4) Ovarium; disebut indung telur adalah
organ di kiri kanan uterus yang terletak di bawah dan belakang tuba falopii
memiliki fungsi menghasilkan hormon estrogen, progesteron, dan androgen.
Organ reproduksi pada laki-laki terdiri dari: (1) penis; sebagai alat untuk
berhubungan seksual (senggama) yang menyalurkan sperma dan air seni. Pada
saat ereksi/ tegang, penis akan berubah bentuk menjadi lebih besar. (2) Testis
(Buah pelir), adalah organ yang berjumlah dua buah untuk memproduksi sperma
setiap hari dengan bantuan dari hormon testosteron. (3) Urethra, merupakan
saluran yang mengeluarkan air seni dan air mani (sperma). (4) Kelenjar seminalis,
sebagai tempat sprema yang sudah matang. (5) Kelenjar prostat, kelenjar yang
menghasilkan cairan yang menutrisi sperma. (6) Vas deferens;saluran yang
menyalurkan sperma dari testis menuju kelenjar seminalis. (7) Skrotum;
menyokong testis dan mengatur suhu sperma.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
17
Menstruasi atau dengan kata lain haid adalah proses meluruhnya lapisan dinding
dalam rahim akibat perubahan pada siklus hormonal. Siklus menstrual ini
bertujuan untuk mematangkan ovum (sel telur) dan sebagai persiapan jika sel telur
berhasil dibuahi oleh sel sperma.Peluruhan ini terjadi akibat sel telur yang tidak
dibuahi. Pada umumnya menstruasi terjadi pada usia 9-13 dimana dikatakan
sebagai menstruasi pertama (menarche).
Pillitteri (2010) menyebutkan bahwa kondisi menarche dapat dimulai sejak usia 9
tahun maka perlu dimulai dilakukannya pemaparan informasi mengenai seksual
dan kesehatan reproduksi untuk membekali remaja mengenai upaya kesehatan
reproduksi yang optimal. Terdapat sumber yang mengatakan bahwa menarche
dapat dimulai sejak usia 8- 11 tahun (Lowdermilk, Perry, & Cashion , 2013).
Masa subur seseorang sangat bersifat individual, namun titik puncak kesuburan
sebenarnya terjadi pada hari ke 14 sebelum menstruasi berikutnya. Menurut
Lowdermilk, Perry, & Cashion , (2013) hari ke 13 atau 14 dari 28 hari siklus, LH
(lutenizing hormone) mengalami peningkatan , bila pada fase ini terjadi fertilisasi
dan implantasi ovum maka kondisi ini dikatakan kehamilan.
Kehamilan pada masa remaja yang berusia kurang dari 16 tahun berdampak pada
psikologis remaja tersebut. Anak dari ibu usia remaja cenderung berisiko
mendapatkan kekerasan dan diacuhkan karena orang tua yang masih remaja
memiliki pengetahuan yang kurang terhadap pertumbuhan, perkembangan, dan
pengasuhan anak (Lowdermilk, Perry, & Cashion , 2013).
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
18
d. Keputihan
Keputihan adalah keluarnya cairan dari vagina, bukan cairan berupa darah.
Keputihan dibagi ke dalam dua jenis yanitu keputihan fisiologis dan patologis.
Keputihan yang normal terjadi pada saat perempuan merasakan hasrat seksual,
terkadang menjelang menstruasi, selesai fase menstruasi, ataupun ditengah-tengah
siklus. Keputihan normal berwarna putih jernih , tidak berbau, tidak ada rasa
gatal, nyeri, atau bengkak pada vagina, tidak ada keluhan perih saat berkemih dan
tidak ada nyeri perut bagian bawah.
Masturbasi atau dikenal dengan sebutan onani adalah suatu kegiatan menyentuh
bagian tubuh sendiri untuk menghasilkan rangsangan seksual. Perilaku ini masih
dikatakan normal apabila dilakukan oleh diri sendiri dengan tidak berlebihan dan
tidak menggunakan alat-alat tertentu yang tidak terjamin kebersihannya sehingga
akan menyebabkan terjadinya infeksi. Masturbasi merupakan salah satu
kebutuhan seksual yang alami dan tidak membahayakan selama dilakukan dengan
tidak berlebihan dan memperhatikan tingkat kebersihan (Achjar, 2006).
Mimpi basah adalah suatu proses pengeluaran sprema secara alamiah pada saat
tidur. Mimpi basah ini terjadi pada remaja laki-laki sebagai tanda sudah
matangnya organ reproduksi. Proses ini terjadi pada usia sekitar 9-14 tahun, yang
umumnya terjadi secara berkala tiap 2-3 minggu. Apabila sperma tidak
dikeluarkan melalui proses berhubungan seksual atau masturbasi, maka sperma
akan keluar dengan sendirinya saat kondisi tidur. Selain itu akan terjadi
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
19
penyerapan kembali oleh tubuh apabila sperma tidak dikeluarkan dengan cara
apapun.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Achjar (2006) disebutkan bahwa terdapat
mitos yang berkembang di masyarakat mengenai informasi yang tidak tepat
terkait masturbasi dapat merusak tubuh, mengakibatkan lutut keropos, kurus, dan
kebutaan. Dikatakan juga bahwa masturbasi tidak mengakibatkan kerusakan pada
organ dalam tubuh dan tidak akan terjadi kemandulan karena sperma yang encer
akibat masturbasi.
Perilaku seksual yang sehat dan bertanggung jawab meliputi berbagai aspek
mulai dari fisik, psikologis, dan seksual. Sehat secara fisik yaitu melakukan
perilaku yang tidak menyebabkan kehamilan tidak direncanakan, tidak tertular
penyakit menular seksual, tidak terjangkit HIV/ AIDS, dan lain-lain. Penelitian
yang dilakukan di Universitas Georgia menyebutkan bahwa semakin tinggi
pengetahuan remaja tentang bahaya penularan IMS dan HIV makasemakin rendah
keterkaitannya dengan perilaku seksual yang berisiko (Bachanas, et al., 2002).
Perilaku yang sehat dan bertanggung jawab secara psikis dan sosial juga penting
untuk menghindari remaja dari perilaku yang berisiko. Secara psikologis, remaja
diharapkan mampu menguasai pengetahuan tentang kesehatan reproduksi agar
dapat mengambil keputusan dan mampu berkomunikasi terkait pencegahan
masalah seksualitas. Hal penting lainnya menurut Achjar, (2006) adalah
bertanggung jawab terhadap berbagai pertimbangan risiko yang dilandasi
kesiapan untuk meminimalisir atau menghindari resiko sebagai upaya
bertanggung jawab terhadap diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan Tuhan.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
20
Perilaku seksual berisiko dapat berdampak pada kehamilan yang tidak diinginkan
(KTD). Kehamilan yang dialami oleh remaja yang berusia 16 tahun cenderung
mengakibatkan terjadinya stress dalam proses perkembangannya. Perubahan pada
emosi dan tingkah laku terlihat menonjol dengan menunjukan tindakan impulsif.
Seringkali tindakan ini didorong oleh pengaruh teman sebaya. Risiko yang terjadi
pada ibu remaja yang hamil adalah tidak terpenuhinya kebutuhan akan
pengetahuan yang memadai mengenai kehamilannya dan keterbatasan finansial.
Demikian juga anak dari ibu usia remaja cenderung akan mendapatkan
pengabaian dan mengalami kekerasan akibat kurangnya pengetahuan ibu terhadap
pertumbuhan, perkembangan, dan pengasuhan anak (Lowdermilk, Perry, &
Cashion , 2013).
Kehamilan remaja dapat terjadi pada seluruh tingkat sosiekonomi, pada sekolah
baik negeri maupun swasta, pada seluruh etnik dan agama. Hal ini menunjukan
fakta bahwa setiap remaja berpotensi untuk mengalami kehamilan tidak
diinginkan apabila tidak dibekali pengetahuan yang memadai mengenai kesehatan
reproduksi (Potter & Perry, 2009). Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan
terlarang termasuk ke dalam perilaku resiko yang dapat menyebabkan gangguan
pada penilaian dan tindakan diluar akal sehat (Lowdermilk, Perry, & Cashion ,
2013).
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
21
Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu akibat dari perilaku seksual
yang tidak aman. Tindakan pencegahan terhadap kejadian IMS adalah dengan
memberikan edukasi terkait perubahan perilaku. Perilaku yang perlu diubah
adalah perilaku berganti-ganti pasangan seksual dan praktik seksual yang tidak
aman. Lowdermilk, Perry, dan Cashion , (2013) menyatakan bahwa IMS
merupakan infeksi atau penyakit infeksius yang ditularkan melalui hubungan
seksual.
Perilaku seksual berisiko yang dapat menyebabkan remaja menderita IMS adalah
akibat ciuman deep kissing yang didapatkan dari pasangan yang sebelumnya
sudah melakukan hubungan dengan oral seks (orogenital), hubungan seks melalui
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
22
vagina namun dengan pasangan yang lebih dari satu, adanya kontak mulut laki-
laki dengan alat kelamin perempuan atau sebaliknya akan berisiko menimbulkan
infeksi karena kemungkinan menembus selaput mukosa mulut, kontak mulut
dengan anus dan penis dengan anus.
Gejala yang muncul apabila menderita IMS adalah adanya rasa sakit dan gatal
pada daerah kemaluan, muncul benjolan, bintil, ataupun luka pada area sekitar
vagina.Terdapat cairan yang keluar melalui vagina seperti nanah, rasa sakit pada
bagian perut bawah.Gejala-gejala ini dikeluhkan oleh remaja perempuan.
Lelaki juga mengalami gangguan rasa nyaman saat berkemih apabila terjangkit
IMS. Dampaknya bisa mengakibatkan kemandulan , gangguan neurologis dan
AIDS. Secara psikologis, remaja akan merasa rendah diri, perasaan takut, dan
terjadi gangguan hubungan seksual setelah menikah.
Adanya mitos yang beredar bahwa IMS dapat disembuhkan dengan melakukan
pengobatan suntik antibiotik secara rutin, meminum antibiotik dengan
sembarangan, dan mengkonsumsi antibiotik sebelum melakukan hubungan
seksual membuat pemahaman yang keliru terhadap remaja. Hal yang perlu
diperhatikan adalah, bahwa IMS tidak dapat dicegah hanya dengan melakukan
hygiene atau mencuci alat kelamin (Achjar, 2006).
Insiden gonorrhea dan sifilis tertinggi pada kelompok usia 15-19 tahun dan
hampir 70 % jumlah kematian akibat infeksi HIV dan komplikasinya menyerang
kelompok usia dibawah 15 tahun. Kondisi ini menyoroti pada pentingnya program
pendidikan seks untuk mencegah AIDS dan mencegah terjadinya IMS (Bobak ,
Lowdermilk, Jensen, & Perry, 1995).
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
23
c. Aborsi
Tindakan aborsi mengandung risiko yang cukup tinggi apabila tidak dilakukan
berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan untuk keamanan dan kenyamanan
pasien seperti melakukan aborsi dengan cara tradisional seperti peminum jamu
peluruh rahim, melakukan pemijatan pada rahim dapat memberikan dampak
sosial, psikososial seperti perasaan bersalah depresi dan marah.
2.3. Keluarga
Keluarga termasuk ke dalam lingkungan yang memengaruhi perilaku dan
perkembangan remaja.Lingkungan sosial ini memberikan kesempatan,
pertahanan, role model, dan dukungan bagi remaja.Keluarga menjadi salah satu
sistem dalam lingkungan sosial selain teman sebaya, sekolah, dan masyarakat
yang berkontribusi dalam perkembangan dan kesehatan remaja (Hockenberry &
Wilson, 2015).
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
24
terjadi dengan melibatkan remaja, keluarga, dan masyarakat, hal ini dikemukakan
oleh Posey, (2014) dalam penelitiannya bahwa pola asuh berkontribusi secara
signifikan terhadap beberapa perilaku remaja yang mempengaruhi terjadinya
kenakalan remaja.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan hampir dua dekade didapatkan hasil bahwa
kualitas hubungan remaja dengan orangtua secara signifikan mempengaruhi
perkembangan perilaku remaja termasuk dalam berperilaku reproduksi yang sehat.
Hal ini yang mendasari penelitian tentang hubungan remaja dan orangtua melalui
pola asuh yang dilakukan dengan melihat hubungan pola asuh dengan enam
perilaku berisiko pada remaja yang menjadi prioritas (Newman, Harrison, Carol,
& Davies, 2008).
Salah satu teori pola asuh dikemukakan oleh Posey (2014) dalam penelitiannya
yaitu berdasarkan teori Baumrind (1966) dan Maccoby & Martin’s (1983). Pola
asuh orangtua ini memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap
perkembangan remaja (Newman, Harrison, Carol, & Davies, 2008).Kerangka
teori dalam pola pengasuhan orang tua ini digunakan untuk mengatur dan
berinteraksi dengan anak-anak. Posey (2014) menjelaskan terdapat tiga pola asuh
yang mendasari orang tua dalam mendidik anak, yaitu authoritative,
authoritarian, dan permissive(indulgent). Ketiga gaya pola asuh ini kemudian
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
25
dikembangkan oleh Maccoby & Martin’s pada tahun 1983 dengan menambahkan
satu pola asuh yaitu uninvolved yang merujuk pada pola asuh neglectful
(pengabaian). Gaya pola asuh ini diklasifikasikan berdasarkan elemen kehangatan/
penerimaan dan kontrol/ pengendalian orang tua, selanjutnya tiap pola asuh ini
dikombinasikan berdasarkan respon dan kebutuhan antar orangtua dan anak.
Secara garis besar pola asuh authoritative akan membentuk remaja menjadi lebih
protektif dan terkendali serta memiliki kecenderungan yang rendah dalam
melakukan perilaku yang berisiko dibandingkan dengan remaja yang hidup dalam
pola pengasuhan authoritarian, permisif, dan neglectful. Penelitian juga
menunjukan bahwa pola asuh dan perilaku berkaitan erat dengan kehangatan,
komunikasi, pencapaian akademik anak, dan perkembangan psikososial yang baik
(Newman, Harrison, Carol, & Davies, 2008).
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
26
tujuan jelas dan berorientasi pada prestasi, menunjukkan minat dan rasa ingin tahu
terhadap situasi yang baru, memelihara hubungan yang baik dengan teman, dapat
bekerja sama dengan orang dewasa dan dapat mengatasi stress dengan baik(Posey,
2014).
Pola asuh ini menanamkan tanggung jawab yang melibatkan remaja namun tidak
dengan memaksa dan ada aturan yang jelas (Hurlock E. B., 2009). Secara umum
berdasarkan dimensi pola pengasuhan, pola asuh authoritative menekankan pada
kontrol yang tinggi dan penerimaan yang tinggi juga terhadap remaja (Newman,
Harrison, Carol, & Davies, 2008).
Pola asuh permissive atau seringkali merujuk pada orang tua yang memiliki
tingkat kesabaran yang tinggi menunjukan pola asuh yang responsif namun tidak
menuntut. Tipe pola asuh ini meliputi ikatan yang kuat dengan anak dan
menunjukan tuntutan dan kontrol yang sangat rendah terhadap anak sehingga
seringkali anak cenderung tidak mampu mengatur diri karena rendahnya harapan
dan kemandirian yang dituntut oleh orang tua (Newman, Harrison, Carol, &
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
27
Davies, 2008). Pola asuh permissive lebih memilih untuk lunak terhadap
kedisiplinan demi menghindari konfrontasi dengan remaja.
Terakhir, Pola asuh uninvolved ini melakukan pengabaian dan lalai terhadap anak,
tidak menuntut dan tidak berespon positif. Pola asuh neglectful ini memiliki
duatipe yang berbeda yaitu pengabaian secara fisik maupun emosional. Maccoby
& Martin (1983) dalam Posey, (2014) menjelaskan gaya pola asuh ini tidak
mendorong remaja untuk berperilaku yang sesuai dengan tidak memberi
punishment.
Pola asuh uninvolved membentuk anak menjadi neglected dan moody, tidak
merasa aman, agresif, tidak mempunyai rasa tanggung jawab, harga diri rendah,
tidak matang, lari dari keluarga, sering bolos sekolah, kurang dalam keterampilan
sosial dan akademis, terlibat kenakalan dan terlalu cepat dewasa secara seksual.
Berdasarkan dimensi penerimaan dan kontrol, pola asuh ini memiliki level yang
rendah pada kedua dimensi (Newman, Harrison, Carol, & Davies, 2008).
Keempat gaya pola asuh diatas menjelaskan bahwa orang tua memiliki peran
penting dalam membentuk anak untuk berinteraksi dengan keluarga maupun
dalam melakukan hubungan sosial dengan teman-temannya. Pola asuh yang
diterapkan orang tua memengaruhi remaja dalam bersikap dan beradaptasi dengan
teman-teman dan lingkungan tempatnya berkembang (Boyd, Johnson, & Bee,
2015).
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
28
Tidak menuntut
Tidak ada pengawasan Permissive Uninvolved
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
29
Penelitian yang dilakukan pada 253 remaja di British menyatakan bahwa pola
asuh berpengaruh besar terhadap sikap dan perilaku seksual di awal usia remaja
(Newman, Harrison, Carol, & Davies, 2008). Komunikasi dan pengendalian
(control) dapat dilakukan dengan menekankan kehadiran dan keterlibatan
orangtua dalam tiap kegiatan yang dilakukan oleh remaja.
Orang tua yang kurang terlibat dan hadir dalam aktivitas remaja menimbulkan
perasaan tidak diperhatikan dan kekurangan dukungan serta pengarahan dari
orang tua. Penelitian yang dilakukan pada remaja di Baltimore dan Johannesburg
menjelaskan pentingnya mengetahui dan memahami pengaruh dukungan dan
pengarahan dari orang tua dalam pembentukan sikap dan perilaku remaja
termasuk perilaku seksual (Mmari, Kalamar, Brahmbhatt, & Venables, 2016).
2.4. Perilaku
Perilaku terdiri dari tiga domain yang meliputi domain pengetahuan, sikap, dan
praktik perilaku. Dibawah ini adalah penjelasan mengenai ketiga domain tersebut:
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
30
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
31
Praktik seksual yang dilakukan oleh remaja ini terjadi berdasarkan dorongan dari
teman sebaya, adanya ikatan dan keinginan untuk mencintai dan dicintai, ingin
mencoba, meningkatkan kepercayaan diri. Pengalaman pribadi, faktor ekonomi,
lingkungan, pola asuh, dan pola dalam mengambil keputusan mempengaruhi
seseorang dalam berperilaku seksual.
Alasan-alasan diatas tidak disertai dengan kemampuan untuk membuat keputusan
yang tepat dan klarifikasi nilai-nilai kehidupan. Kurangnya pengetahuan terhadap
kesehatan reproduksi juga menjadi dampak dari perilaku seksual yang berisiko
(Lowdermilk, Perry, & Cashion , 2013).
Perilaku seksual yang dilakukan remaja merupakan dorongan dari perkembangan
seksual pada fase ini. Jenis dan tingkatan keseriusan dalam menjalin hubungan
dengan lawan jenis antar teman sebaya ini sangat bervariasi. Kedekatan dengan
teman ini seringkali tanpa komitmen dan jarang sekali menggambarkan
keterikatan antar satu sama lain namun remaja ini menginginkan suatu hubungan
intim yang memuaskan secara emosional dan memenuhi kebutuhan seksual
keduanya (Hockenberry & Wilson, 2013).
2.4.3.2 Jenis perilaku berisiko
Menurut data SKRRI Tahun 2007 yang dikutip oleh Hadiyat (2013) disebutkan
bahwa kegiatan yang dilakukan selama pacaran oleh remaja adalah berpegangan
tangan, berciuman, dan petting (meraba/merangsang bagian tubuh yang sensitif).
68% remaja perempuan dan 69% remaja laki-laki melaporkan berpegangan tangan
selama berpacaran, remaja laki-laki lebih banyak mengatakan melakukan kegiatan
berciuman bibir (41% laki-laki dibanding perempuan 27%). Perilaku petting lebih
banyak dilakukan remaja laki-laki sebanyak 27% dibandingkan perempuan 9%.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
32
2007). Hal ini menunjukkan bahwa semakin dini seorang remaja terpapar dengan
perilaku seksual berisiko maka akan berpotensi mengalami gangguan kesehatan
reproduksi.
Menurut Sarwono (2011), yang termasuk ke dalam perilaku seksual berisiko
adalah:
a. Bersentuhan (touching), dimulai dari berpegangan tangan sampai dengan
berpelukan. Berpegangan tangan merupakan perilaku seksual yang dapat
mengarah pada perilaku seksual lainnya sehingga tercapai suatu kepuasan.
b. Berciuman (kissing), mulai dari ciuman singkat sampai berciuman bibir dengan
melibatkan permainan lidah (deep kissing). Selain itu berciuman dengan
pasangan dapat berupa ciuman pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir.
c. Bercumbu (petting), ialah menyentuh bagian sensitif tubuh untuk merangsang
timbulnya gairah seksual. Perilaku seksual ini dilakukan tanpa adanya penetrasi
dari alat genital ke alat genital pasangannya. Pada aktifitas seksual ini lebih
dominan dilakukan oleh remaja laki-laki dengan presentase sebesar 43 %
dibanding perempuan 32,8% (Yi, et al., 2014).
d. Berhubungan badan (intercourse), perilaku seks yang melibatkan penetrasi
antara alat kelamin pria (penis) dengan alat kelamin perempuan (vagina).
Menurut penelitian yang dilakukan pada remaja di Cambodia dijelaskan bahwa
remaja laki-laki secara signifikan lebih berpotensi melakukan perilaku seksual
berisiko dibandingkan remaja perempuan. Dalam penelitiannya dikatakan
bahwa terdapat laporan dari negara-negara berkembang lainnya bahwa remaja
laki-laki terpapar dengan hubungan seksual pertama kali di usia yang lebih
muda dari remaja perempuan (Yi, et al., 2014).
2.4.4. Faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja
Menurut Sarwono, (2007) terdapat lima faktor yang menyebabkan terjadinya
perilaku seksual berisiko pada remaja, yaitu: (1) meningkatnya hasrat seksualitas;
(2) menunda usia perkawinan; (3) adanya larangan /tabu; (4) kurangnya informasi
tentang seksualitas; dan (5) pergaulan yang bebas.
Berdasarkan hasil penelitian Darmasih (2009) dalam Hadiyat, (2013) didapatkan
data bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah
pengetahuan kesehatan reproduksi, sumber informasi, tingkat pemahaman agama,
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
33
dan peranan keluarga. Green, (2000) dalam Notoatmodjo (2014) menjelaskan tiga
faktor yang membentuk perilaku, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan
faktor penguat seperti dijelaskan di bawah ini:
2.4.3.1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi (predisposing factors) adalah faktor yang dapat
mempermudah terjadinya suatu perilaku yang terdiri dari pengetahuan, sikap,
kepercayaan,/ keyakinan, nilai-nilai. Dalam hal ini remaja beranggapan bahwa
kegiatan seksual dapat mengarah ke perilaku tidak sehat. Pengetahuan yang
kurang mengenai perilaku seksual dapat memengaruhi remaja dalam berperilaku
(Nurmaguphita, 2014). Selain pengetahuan, usia, jenis kelamin, dan tingkat
pendidikan memiliki hubungan bermakna dengan perilaku seksual pada remaja
(Oktaviani, 2015)
2.4.3.2. Faktor pendukung
Faktor pendukung/ pemungkin (enabling factors) mencakup semua karakter
lingkungan dan sumber daya ataupun fasilitas yang mendukung, memungkinkan
terjadinya suatu perilaku. Media informasi merupakan faktor yang memungkinkan
remaja mendapat informasi yang tidak jelas. Lingkungan dan teman sebaya yang
berisiko juga menjadi tolak ukur dan panutan dalam berperilaku (Oktaviani,
2015). Hasil penelitian pada remaja di Ethiopia juga menunjukkan bahwa transisi
teknologi dalam hal ini paparan media informasi memberikan kontribusi yang
cukup besar terhadap perubahan perilaku remaja, selain teman sebaya, obat-
obatan dan penyalahgunaan alkohol (Mudzusi & Asgedom, 2016).
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
34
Faktor penguat:
Keluarga: Pola asuh
Faktor predisposisi: Authoritarian
Authoritative
Pengetahuan tentang kesehatan Permissive Karakteristik:
reproduksi; Neglected/Uninvolved - Usia
- Jenis kelamin
- Perkembangan fisik, psikis,
dan kematangan seksual
- Organ reproduksi laki-laki REMAJA Perilaku
dan perempuan seksual
berisiko:
K- Menstruasi/ kehamilan
Faktor - Pengetahuan
- Masturbasi/ mimpi basah
pendukung: - Sikap
- Keputihan - Teman sebaya - Praktik
- Perilaku seksual yang sehat - Media informasi
dan bertanggung jawab - Lingkungan
Kyle, (2013); Newman, Harrison, Carol, & Davies, (2008); Green (1984) dalam
Sarwono (2011); Santrock, (2011).
P
e
r
k
e
m
b
a
n
g
a
n
fi
si
k,
p
si Universitas Indonesia
k
is
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
,
d
BAB 3
Variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah variabel independen, dependen,
dan confounding. Variabel independen adalah variabel yang keberadaannya
mempengaruhi variabel lain. Variabel dependen adalah variabel yang akan
mengalami perubahan akibat dari variabel independen dan variabel confounding
adalah variabel yang berhubungan dengan kedua variabel diatas dan dapat
mempengaruhi hubungan kedua variabel tersebut (Dharma K. , 2015).
35
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
36
Keterangan:
: diteliti hubungannya
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
37
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
38
Usia Lama hidup seseorang Dituliskan angka Dinyatakan dalam tahun Interval
dari lahir sampai sesuai usia dalam Rentang usia 15-18
sekarang kuesioner
Pola asuh orang tua Interaksi antara orang Kuesioner yang Nilai tertinggi untuk Nominal
tua dengan anak yang dipergunakan dimensi penerimaan = 100
diwujudkan dengan merupakan dengan nilai < 50
cara mendidik dan modifikasi dari alat =penerimaan rendah.
memantau pertumbuhan ukur gaya Nilai > 50 = penerimaan
dan perkembangan pengasuhan berupa tinggi
remaja 40 pernyataan
dengan skala likert 5 Nilai tertinggi dimensi
5 selalu, 4 sering, 3 pengendalian = 100 dengan
jarang, 2 pernah, 1 nilai <50= pengendalian
tidak pernah rendah, nilai > 50=
pengendalian tinggi
40 pernyataan
tersebut terdiri Interpretasi:
pernyataan dimensi Jika nilai pengendalian
penerimaan tinggi, penerimaan rendah
sebanyak 20 = authoritarian
pernyataan dan Jika nilai pengendalian
dimensi tinggi, penerimaan tinggi =
pengendalian authoritative
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
39
Variabel Definisi operasional Cara dan alat ukur Hasil ukur Skala ukur
Media Informasi Paparan terkait konten Kuesioner terdiri Menggunakan cut of point Ordinal
pornografi melalui dari 8 pernyataan. median: 1= tidak terpapar,
media elektronik Pernyataan negative total skor berdasarkan
maupun cetak dengan selalu nilai median ≤10
4, sering 3, jarang 2,
dan tidak pernah 1, 2= terpapar: total skor
atau sebaliknya berdasarkan median
>10
Teman sebaya Perbuatan teman sebaya Kuesioner terdiri Menggunakan cut of point Ordinal
yang mempunyai dari 4 pernyataan, median: 1= tidak
kekuatan menimbulkan menggunakann terpengaruh, total skor
pengaruh terkait skala Guttman berdasarkan median <3
perilaku seksual pernyataan positif
berisiko jika jawaban ya= 1, 2= terpengaruh: total skor
tidak= 0 dan berdasarkan median >3
sebaliknya
Perilaku Seksual Suatu kegiatan yang Kuesioner meliputi Komposit dari 3 domain Ordinal
Berisiko dilakukan remaja domain perilaku, yaitu:
berupa tindakan seks pengetahuan, sikap, 1= tidak berisiko: total skor
bebas yang pernah dan praktik berdasarkan median >
dilakukan untuk menggunakan cut of 115,50
mencapai kepuasan point median 2= berisiko: total skor
seksual berdasarkan median ≤
115,50
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang metodologi yang digunakan dalam penelitian yaitu
mencakup desain penelitian, populasi dan sampel, tempat penelitian, waktu
penelitian, etika penelitian, instrumen penelitian, prosedur pengumpulan data,
prosedur pengolahan data, dan analisis data.
4.2.1. Populasi
Populasi adalah sejumlah besar subjek yang memiliki karakteristik tertentu
(Sastroasmoro, 2014). Populasi target adalah unit dimana suatu hasil penelitian akan
diterapkan namun karena karakteristik demografi, waktu, dan dana yang terbatas
sehingga tidak dapat menjangkau populasi. Berdasarkan alasan itu maka peneliti
menggunakan populasi terjangkau dengan tetap menampilkan karakteristik populasi
target (Dharma K. , 2015). Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah
Remaja di SMA Swasta kelas X dan XI Kota Tangerang.
40
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
41
4.2.2. Sampel
Sampel penelitian adalah unit yang lebih kecil atau sekelompok individu yang
merupakan bagian dari populasi terjangkau dimana peneliti langsung mengumpulkan
data atau melakukan pengamatan/ pengukuran. Sampel yang digunakan pada
penelitian ini adalah remaja di SMA Swasta Kota Tangerang dengan kriteria inklusi
sebagai berikut:
Besarnya sampel yang digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan
rumus Slovin dengan populasi yang telah diketahui (Nursalam, 2015):
𝑁
𝑛=
𝑁. 𝑑 2 + 1
Keterangan
N = Jumlah populasi
n = Jumlah sampel
d = Presisi mutlak (derajat penyimpangan terhadap populasi yang
diinginkan 10% = 0,1).
578
𝑛= = 85,25 dibulatkan menjadi 85 siswa
( 578 𝑥 0,12 )+1
Untuk mengantisipasi terjadinya drop out dalam proses penelitian maka peneliti
menambah 10% dari besar sampel, dihitung menggunakan rumus koreksi jumlah
sampel yaitu (Sastroasmoro & Ismael, 2008):
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
42
𝑛
𝑛=
1−f
Keterangan:
n’ : besar sampel yang telah dikoreksi
n : jumlah sampel berdasarkan perhitungan sebelumnya
f : prediksi persentase sampel yang drop out (10%)
(Sastroasmoro & Ismael, 2008)
85
𝑛=
1 − 0,1
𝑛 = 94
Dari perhitungan rumus di atas didapatkan estimasi besar sampel yang diteliti
ialah 85 remaja. Dengan penambahan drop out 10% untuk mengantisipasi
adanya kesalahan maka total sampel menjadi 94 remaja. Pada penelitian ini
peneliti mendapatkan remaja sebanyak 100 siswa.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
43
Prinsip dasar etika penelitian ini terdiri dari empat prinsip utama (Burns & Grove,
2011; Polit & Beck, 2012; Dharma K. , 2015)
4.4.1. Beneficence
Prinsip etik ini mengandung pengertian bahwa setiap penelitian harus mengutamakan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi remaja, mencegah terjadinya kerugian. Prinsip
beneficence terdiri dari hak untuk bebas dari kerugian (nonmaleficence). Manfaat
yang diterima oleh remaja di SMA Swasta adalah mendapatkan gambaran tingkat
pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi baik bagi siswa laki-laki maupun
perempuan.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
44
4.4.3. Justice
Prinsip keadilan yang dilakukan peneliti adalah dengan memperlakukan siswa dengan
adil sebagai responden sebelum, selama, dan sesudah penelitian tanpa mendapatkan
perlakuan diskriminatif dan peneliti bersifat terbuka, jujur, tepat, cermat. Semua
siswa mendapat perlakuan adil tanpa membedakan jenis kelamin, agama, etnis, ras
tertentu.
Kuesioner data demografi untuk siswa terdiri dari usia, jenis kelamin yang
merupakan data primer dengan mengisi salah satu jawaban yang disediakan
disampingnya dengan memberikan tanda (√) pada kolom yang disediakan.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
45
r hitung > 0,361. Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan caraone shot (diukur
sekali saja). Hasil uji didapatkan r alpha = 0,8928 (0,8928> 0,361).
Kuesioner ini berisi 40 pertanyaan dengan jawaban benar atau salah. Skor tertinggi
adalah 40 dan terendah adalah 0. Jadi terdapat 40 pertanyaan yang dikatakan valid
dan reliabel (Achjar, 2006). Pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi
remaja dinilai melalui kuesioner yang mencakup pertanyaan berikut dibawah ini.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
46
Kedua dimensi ini terdiri dari 40 item pernyataan yang dibagi ke dalam masing-
masing 20 item dimana remaja diminta untuk menentukan jawaban berdasarkan
seberapa sering remaja menerima gaya pengasuhan dari orang tua. Dimensi
pengendalian terdiri dari 20 item dan dimensi penerimaan terdiri dari 20 item.
Kuesioner ini dinyatakan reliabel dengan nilai reabilitas untuk dimensi pengendalian
adalah 0.83 dan untuk dimensi penerimaan indeks reabilitasnya 0.93 maka dapat
disimpulkan bahwa alat ukur baik digunakan dalam penelitian (Mashoedi, 2003).
Item yang bernomor ganjil merupakan item positif (favorable) dan yang genap
merupakan item negatif (unfavorable). Skala yang digunakan adalah skala Likert
dengan skor 1 untuk jawaban tidak pernah (TP), skor 2 untuk jawaban pernah (P),
skor 3 untuk jawaban jarang (J), skor 4 untuk jawaban kadang-kadang (K), skor 5
untuk jawaban selalu (S).
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
47
Pada kuesioner domain pengetahuan terdapat item pertanyaan untuk kunci jawaban
salah yang mendapat skor yaitu item pertanyaan nomor 1, 5, 8, 9, dan 12. Komponen
pengetahuan terdapat 12 item pernyataan. Hasil uji reabilitas untuk komponen
pengetahuan ini adalah r alpha 0.888 sehingga instrumen ini baik digunakan untuk
penelitian (Oktaviani, 2015).
Pengukuran domain sikap menggunakan skala Likert yang terdiri dari 15 pertanyaan
terkait perilaku seksual berisiko dengan pilihan jawaban sangat setuju, setuju, kurang
setuju, dan tidak setuju. Pada pernyataan domain sikap terdapat item pernyataan yang
memiliki nilai positif yaitu item soal nomor 8, 11, dan 13 sehingga dalam
penghitungan skor skala likert berlaku sebaliknya. Komponen sikap terdiri dari 15
item pernyataan. Hasil uji reabilitas untuk komponen sikap seksual r alpha 0.824
sehingga instrumen ini baik untuk digunakan dalam penelitian.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
48
pernyataan untuk variabel pengaruh teman sebaya dengan pilihan jawaban ya dan
tidak. Kuesioner untuk paparan media dan pengaruh teman sebaya dinyatakan valid
setelah dilakukan uji keterbacaan dan reliabel dengan nilai r alpha 0, 926 (Oktaviani,
2015).
Peneliti meminta ijin pada kepala sekolah SMA X dan Y untuk melakukan penelitian
dengan memberikan kuesioner dan membagikan kuesioner pada siswa.Peneliti
meminta persetujuan untuk melakukan penelitian dengan cara meminta responden
untuk mengisi lembar persetujuan sebagai responden dengan proses informed
consent.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
49
diperiksa terlebih dahulu sesuai atau tidaknya dengan melakukan editing, coding,
entrydan cleaning data.
Pada proses editing, peneliti memeriksa kelengkapan isi kuesioner dan jumlah
kuesioner yang dikumpulkan. Selanjutnya adalah tahap coding, peneliti memberikan
kode pada masing- masing data sehingga memudahkan dalam pemasukan data dan
pengolahan data. Setelah itu dilakukan proses entry, peneliti memasukan semua data
yang diperoleh ke dalam program komputer untuk selanjutnya dilakukan analisis
data. Tahap akhir adalah cleansing, dimana data yang sudah dimasukkan ke dalam
program komputer diperiksa kembali untuk melihat kemungkinan terdapat kesalahan
kode, ketidaklengkapan data kemudian dibandingkan dengan standar penelitian, data
yang tidak sesuai dilakukan pembersihan. Pada tahap ini, peneliti baru melakukan
pengolahan data setelah memastikan semua data dan bebas dari kesalahan.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
50
Jenis analisis ini dinilai dengan melihat hubungan antara dua variabel penelitian yang
bersangkutan yaitu variabel dependen dan independen. Analisis bivariat dalam
penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan dari variabel pengetahuan kesehatan
reproduksi dan pola asuh orang tua dengan variabel perilaku seksual berisiko.
Sebelum dilakukan uji korelasi, peneliti melakukan uji normalitas terhadap variabel
pengetahuan kesehatan reproduksi, pola asuh orang tua, dan perilaku seksual berisiko
dengan menggunakan histogram dan Kolmogorov-smirnov. Hasil yang didapat adalah
semua variabel memiliki distribusi data tidak normal (p=000) sehingga dilakukan
analisis nonparametric. Variabel yang diuji bivariat berupa data kategorik dengan
skala ordinal, sehingga dapat dianalisis dengan uji Spearman rank digunakan untuk
data variabel kategorik baik variabel independen maupun dependen.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
51
4.9.Jadwal Kegiatan
Tabel 4.6 Jadwal Kegiatan
Kegiatan Feb Mar April Mei Juni Juli Agst
Penyusunan proposal
Seminar Proposal
Uji Validitas dan Reliabilitas
Kaji etik penelitian
Pelaksanaan penelitian
Pengolahan dan analisa data
Penyusunan laporan skripsi
Sidang Skripsi
Revisi
Pengunggahan karya ilmiah
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
52
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada remaja di SMA Swasta Kota Tangerang. Pengambilan
data dilaksanakan mulai tanggal 31 Mei 2017 hingga 6 Juni 2017 pada siswa berusia
15-18 tahun, tinggal bersama orang tua untuk mengetahui hubungan pengetahuan
kesehatan reproduksi dan pola asuh orang tua dengan perilaku seksual berisiko. Bab
ini terdiri dari hasil analisis univariat berupa gambaran karakteristik responden,
gambaran pengetahuan siswatentang kesehatan reproduksi, gambaran pola asuh orang
tua siswa, dan gambaran perilaku seksual berisiko pada siswa serta hasil analisis
bivariat dari variabel independen yaitu pengetahuan siswa tentang kesehatan
reproduksi dan pola asuh orang tua dengan variabel dependen yaitu perilaku seksual
berisiko pada remaja di SMA Swasta Kota Tangerang.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
53
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Karakteristik Remaja di SMA Swasta Kota Tangerang
bulan Juni 2017(n=100)
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
54
Tabel 5.4 Berdasarkan tabel tersebut, mayoritas remaja memiliki pengetahuan yang
baik tentang komponen perkembangan fisik, psikis, dan kematangan seksual dan
mayoritas memiliki pengetahuan yang cukup tentang komponen Masturbasi, mimpi
basah, perilaku seksual yang aman dan bertanggung jawab serta pengetahuan tentang
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
55
HIV/ AIDS dan IMS akan tetapi remaja memiliki pengetahuan yang kurang mengenai
komponen tentang organ reproduksi dan menstruasi serta kehamilan.
Berdasarkan tabel 5.5, mayoritas pola asuh yang diterapkan oleh orang tua siswa
adalah pola asuh authoritative. Pola asuh ini menerapkan keseimbangan antara
dimensi pengendalian dan penerimaan. Dari data juga terdapat satu remaja yang
mendapatkan pola asuh neglected dimana remaja mendapatkan pola pengasuhan
dengan pengendalian dan penerimaan yang rendah.
Data pada tabel 5.6 menunjukan bahwa remaja di SMA Swasta Kota Tangerang
mayoritas memiliki perilaku seksual berisiko. Perilaku seksual dalam penelitian ini
merupakan hasil dari ketiga domain yang dikompositkan menjadi satu dalam kategori
perilaku seksual remaja.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
56
Hasil analisis hubungan pada penelitian ini menguraikan tentang hubungan antara
pengetahuan kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual berisiko. Data
menunjukan bahwa remaja yang memiliki tingkat pengetahuan kurang terkait
kesehatan reproduksi mayoritas memiliki perilaku seksual berisiko dan remaja yang
memiliki tingkat pengetahuan baik mayoritas memiliki perilaku seksual tidak
berisiko. Data juga menunjukkan p value = 0,156 (α 0,05) artinya tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan
perilaku seksual berisiko pada remaja di SMA Swasta Kota Tangerang. Hubungan
tiap kategori tingkat pengetahuan dianalisis dan didapatkan hasil yang menunjukan
tidak terdapatnya hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan baik, cukup,
dan kurang dengan perilaku seksual berisiko.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
57
5.2.2 Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Seksual Berisiko
Tabel 5.8
Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Seksual Berisiko pada
Remaja di SMA SwastaKota Tangerang Bulan Juni 2017 (n=100)
Hasil analisis hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku seksual berisiko
pada siswa diperoleh data bahwa mayoritas remaja yang mendapatkan pola asuh
authoritative memiliki perilaku seksual berisiko (50,5%) dan satu siswa yang
mendapatkan pola asuh neglected memiliki perilaku seksual tidak berisiko. Hasil
analisis pada tabel diatas menunjukkan p value = 0.252 (α 0,05) artinya tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara pola asuh orang tua dengan perilaku seksual berisiko
pada siswa SMA di Kota Tangerang.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
58
BAB 6
PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan tentang pembahasan hasil penelitian yang terdiri dari interpretasi
hasil penelitian dan diskusi hasil untuk dibandingkan dengan konsep teori yang ada
dan hasil penelitian sebelumnya. Keterbatasan penelitianjuga diuraikan dalam bagian
iniserta implikasi penelitian yang membahas mengenai manfaat penelitian di bidang
pelayanan kesehatan dan penelitian selanjutnya.
Penelitian oleh Drago mengenai perilaku seksual pada remaja di Italia menjelaskan
bahwa remaja mulai terpapar aktivitas seksual sejak usia 15 Tahun (Drago, et al.,
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
59
2016). Sejalan dengan penelitian ini, terdapat penelitian yang dilakukan oleh Suwarni
di kota Pontianak terhadap 300 remaja, didapat data bahwa usia memengaruhi remaja
dalam menginisiasi perilaku seksual berisiko (Suwarni & Selviana, 2015). Usia
adalah karakteristik responden yang memengaruhi siswa dalam berperilaku. Selain
usia, karakteristik responden lainnya adalah jenis kelamin.
Penelitian yang dilakukan oleh Margaretha (2012)yang mengutip data dari SKKRI
Tahun 2007 mendapatkan data perilaku berisiko yang dilakukan remaja dari berbagai
wilayah di seluruh Indonesia bahwa dari seluruh perilaku berisiko yang diteliti,
remaja dengan jenis kelamin laki- laki memiliki presentase lebih tinggi daripada
perempuan untuk setiap perilaku berisiko.
Hasil penelitian sebelumnya yang sejalan dengan penelitian ini memberikan hasil
analisis bahwa jenis kelamin laki-laki lebih cenderung untuk memiliki perilaku
seksual berisiko karena karakteristik remaja dan tahap perkembangan remaja yang
cenderung mencari identitas diri sebagai bukti eksistensi (Nasution, 2012). Berbeda
halnya dengan penelitian yang mendukung perbedaan perilaku berdasarkan jenis
kelamin, Friedman (2010) menjelaskan bahwa pada dasarnya perilaku remaja laki-
laki dan perempuan tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Remaja pada dasarnya
memiliki perkembangan dan pertumbuhan fisik yang sama. Penyataan serupa
dinyatakan oleh Santrock (2007) bahwa setiap perubahan fisik yang dialami oleh
remaja laki-laki dan perempuan sama-sama memicu dan menimbulkan peluang untuk
melakukan perilaku seksual berisiko.
Perbedaan teori dengan hasil penelitian ini menggambarkan karakteristik lain dalam
diri remaja yang memengaruhi mereka dalam berperilaku termasuk perilaku seksual
berisiko. Disebutkan bahwa siswa laki-laki akan cenderung lebih aktif dalam
melakukan perilaku seksual berisiko karena secara garis besar dampak yang akan
diterima perempuan terkait perilaku seksual lebih merugikan perempuan. Perempuan
cenderung tidak mudah terangsang secara seksual dibandingkan laki-laki, hal ini
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
60
Hasil penelitian ini memaparkan bahwa dari 100 remaja terdapat mayoritas remaja
tidak terpengaruh dengan teman sebaya. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
pernyataan Santrock (2007) yang mengemukakan bahwa teman sebaya cukup
berpengaruh sebagai lingkungan diluar keluarga yang membentuk perilaku remaja
karena sesuai tugas perkembangan, remaja memiliki keinginan untuk diterima di
lingkungan teman sebaya. Hal serupa dikemukakan oleh Hockenberry &
Wilson(2015), bahwa teman sebaya memengaruhi remaja dalam segala hal termasuk
cara berbicara, berpakaian, dan berperilaku sehingga teman sebaya ini sangat
berpengaruh terhadap kehidupan remaja. Sifat remaja yang sangat memerlukan
pengakuan teman sebaya, penerimaan, dan perasaan dibutuhkan ini menyebabkan
remaja rentan terhadap penolakan, pengabaian, dan kritik dari teman sebaya.
Hal serupa dinyatakan dalam penelitian yang menyatakan bahwa teman sebaya yang
kurang baik menjadi faktor eksternal penyebab kenakalan remaja termasuk perilaku
seksual berisiko. Seperti dikatakan dalam penelitian oleh Unayah & Sabarisman
(2015) bahwa kenakalan remaja itu dibagi ke dalam tiga tingkatan yaitu: (1)
kenakalan biasa seperti berkelahi, bolos sekolah, (2) kenakalan yang mengarah ke
kriminalitas seperti mencuri, melanggar lalu lintas, dan (3) kenakalan khusus seperti
penyalahgunaan narkoba dan perilaku seksual berisiko seperti hubungan seks bebas.
Terdapat juga studi yang dilakukan terhadap remaja yang menyatakan teman sebaya
dapat memengaruhi remaja untuk melakukan perilaku berisiko seperti minum
alkohol, menggunakan obat-obatan terlarang dan melakukan perilaku seksual
berisiko. Teman sebaya bisa mendukung remaja untuk melakukan hal yang positif
demikian juga sebaliknya, remaja dapat sangat mendukung remaja untuk hal yang
tidak bertanggung jawab (Carlos, et al., 2010). Penelitian lain yang menyatakan
bahwa teman sebaya berkontribusi besar dalam memengaruhi remaja dalam
berperilaku seksual. Penelitian yang dilakukan pada remaja di Indonesia memaparkan
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
61
Faktor lain yang mungkin lebih berkontribusi dalam pembentukan perilaku seksual
adalah media informasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas remaja
terpapar dengan media informasi terkait konten pornografi dan perilaku seksual
berisiko, sesuai dengan hasil penelitian ini, perilaku seksual berisiko yang dilakukan
didorong oleh diri sendiri maupun teman untuk mengakses konten pornografi. Sejalan
dengan penelitian pada remaja di Ethiopia yang menunjukkan bahwa transisi
teknologi yang ditunjukkan lewat mudahnya mengakses media informasi termasuk
konten pornografi membentuk perilaku remaja lebih berisiko (Mudzusi & Asgedom,
2016). Hal serupa dijelaskan dalam penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi
perilaku seksual pranikah, didapatkan data bahwa mengakses video porno memicu
remaja untuk melakukan perilaku seksual berisiko seperti hubungan seks bebas.
Perilaku ini dilakukan oleh remaja dengan pengaruh obat-obatan dan minuman keras
(Kristanti, et al., 2010). Menurut penelitian ini, video porno dapat meningkatkan
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
62
rangsangan seksual, mengingat karakteristik remaja yang masih labil sehingga sangat
rentan terhadap paparan media informasi terkait konten pornografi.
Hal yang mungkin bisa dilakukan adalah melakukan pendekatan terhadap remaja dan
memberikan edukasi mengenai dampak media informasi yang tidak relevan.
Banyaknya remaja yang mulai difasilitasi media smartphone dapat mengakses apapun
termasuk konten pornografi. Seperti yang dikatakan dalam penelitian terhadap remaja
di seluruh Indonesia dinyatakan remaja mengakses video porno dan konten porno
lainnya dengan tujuan agar lebih tertarik untuk berhubungan seksual dengan
pasangannya sehingga salah satu faktor dominan yang berhubungan dengan perilaku
berisiko adalah media informasi (Lestary & Sugiharti, 2011).
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
63
Hasil penelitian ini memaparkan mayoritas tingkat pengetahuan cukup yang dimiliki
oleh remaja bisa dikarenakan remaja tersebut mencari informasi mengenai
pengetahuan reproduksi dan perilaku seksual melalui teman sebaya terutama pada
siswa laki-laki yang cenderung lebih dekat dengan teman-teman sesuai dengan
tahapan perkembangan remaja dimana teman sebaya lebih penting dari hubungan
yang lainnya. Teman sebaya sebagai lingkungan terdekat setelah keluarga
memberikan pengaruh yang sangat dominan terhadap pembentukan perilaku dan
berpengaruh dalam memberikan informasi yang tepat bagi remaja (Lestary &
Sugiharti, 2011).
Penelitian ini juga menunjukan data bahwa terdapat 26% remaja yang memiliki
pengetahuan kurang terkait kesehatan reproduksi. Kurangnya pengetahuan yang
dimiliki remaja mungkin terjadi karena kurang terpapar oleh informasi yang tepat dan
dari sumber yang tepat pula. Penelitian yang dilakukan pada remaja di Australia
menyebutkan bahwa meskipun tingkat pengetahuan remaja tidak berpengaruh
langsung terhadap perilaku seksual berisiko pada remaja namun tingkat pengetahuan
ini dapat dijadikan dasar dalam remaja menentukan perilaku termasuk perilaku
seksual (Agius, Pitts, Smith, & Mitchell, 2010). Selain itu dalam penelitiannya,
Agius, Pitts, Smith, & Mitchell, (2010) mengatakan bahwa remaja dengan tingkat
pengetahuan yang tinggi mampu menjaga kesehatan diri secara umum maupun
kesehatan yang berhubungan dengan reproduksi. Hal ini menjelaskan bahwa dengan
tingkat pengetahuan yang kurang, remaja di SMA Swasta Kota Tangerang memiliki
kemungkinan untuk mengalami masalah kesehatan reproduksi sehingga perlu
diberikan edukasi dan penyuluhan yang komprehensif terkait dengan pengetahuan
kesehatan reproduksi.
Menurut Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012 terdapat data
hanya 35,5% remaja perempuan dan 31,2% remaja laki laki dalam rentang usia 15-19
Tahun yang mengetahui tentang kesehatan reproduksi. Hasil penelitian ini juga
menggambarkan karakteristik remaja yang terdiri dari usia dan jenis kelamin dalam
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
64
Data yang didapat dari penelitian ini adalahremaja memiliki pengetahuan yang
kurang pada komponen pengetahuan mengenai organ reproduksi dan masalah
menstruasi serta kehamilan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan pada remaja di
Kota Depok menyatakan bahwa remaja perlu mengenal organ reproduksi baik laki-
laki ataupun perempuan agar dapat menjaga diri seiring dengan pertumbuhan dan
perkembangan yang dialami remaja (Achjar, 2006). Kurangnya pengetahuan remaja
mengenai organ reproduksi dan pengetahuan mengenai menstruasi dan kehamilan
memungkinkan remaja untuk mengalami kesulitan ketika terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan. Dampak yang mungkin terjadi ketika remaja tidak dibekali dengan
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
65
pengetahuan yang baik adalah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan mengingat
sifat dan karakter remaja yang masih labil secara emosional (Margaretha, 2012).
Data yang menunjukkan bahwa remaja dalam penelitian ini memiliki pengetahuan
yang baik pada komponen pengetahuan fisik, psikis, dan kematangan seksual menjadi
dasar yang baik untuk remaja dapat berperilaku positif. Pengetahuan mengenai
perkembangan fisik psikis, dan kematangan seksual yang mungkin didapat di bangku
sekolah perlu terus ditingkatkan guna mencegah terjadinya perilaku seksual berisiko
karena pengetahuan saja belum cukup ketika tidak diimbangi dengan sikap yang
positif terhadap perilaku seksual berisiko. Seperti dinyatakan dalam penelitian pada
remaja di Kabupaten Kuningan, dikatakan bahwa pengetahuan saja tidak cukup
menjamin perilaku positif oleh karena itu diperlukan sikap positif agar remaja
memiliki perilaku yang tidak berisiko (Hadiyat, 2013).
Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2013, prevalensi HIV terus meningkat dari
0,16% sampai dengan 0,43% di tahun 2013 dan terdapat data juga bahwa dari 10.203
kasus HIV dinyatakan 30% penderita HIV tersebut adalah remaja, hal ini mungkin
saja terjadi akibat kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang
meliputi pemahaman tentang penyakit terkait organ reproduksi dan akibat aktivitas
seksual yang berisiko. Selain kasus HIV, angka kejadian IMS juga banyak dialami
oleh remaja dan dewasa muda. Di Amerika data memaparkan 50 % penderita IMS
kasus baru adalah remaja usia 15-24 tahun dan 1 dari 4 remaja yang secara seksual
aktif mengalami IMS jenis Chlamydia atau HPV(Centers for Disease Control and
Prevention, 2016).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa remaja memiliki pengetahuan yang cukup
mengenai HIV/AIDS dan IMS. Meskipun begitu, remaja perlu secara terus menerus
diberikan edukasi mengenai komponen ini mengingat proporsi remaja yang memiliki
perilaku berisiko mencapai 57% sehingga berisiko untuk terjangkit HIV/AIDS dan
IMS. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada remaja di Australia yang
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
66
memiliki pengetahuan cukup mengenai HIV/AIDS, IMS, dan Hepatitis namun tetap
memiliki perilaku seksual berisiko. Angka penggunaan kondom cukup baik
menunjukan hal positif sehingga dinilai dapat mencegah kehamilan dan penyebaran
penyakit (Agius, Pitts, Smith, & Mitchell, 2010).
Berdasarkan teori Baumrind (1966) dan Maccoby & Martin’s (1983) yang
dikemukakan oleh Posey (2014) dalam penelitiannya dikatakan bahwa pola asuh
authoritative membentuk remaja menjadi lebih protektif dan terkendali serta memiliki
kecenderungan yang rendah dalam melakukan perilaku yang berisiko dibandingkan
dengan remaja yang hidup dalam pola pengasuhan authoritarian, permisif, dan
neglectful (Newman, Harrison, Carol, & Davies, 2008), namun berdasarkan hasil
penelitian ini sebagian besar remaja yang mendapatkan pola asuh authoritative tetap
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
67
memiliki perilaku seksual berisiko. Hal ini mungkin bisa dikarenakan faktor lain yang
lebih dominan seperti penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pengaruh
teman sebaya pada usia remaja lebih dominan dibandingkan peran pola asuh orang
tua (Lestary & Sugiharti, 2011) sehingga pola asuh authoritative tidak membentuk
remaja menjadi lebih protektif dan bertanggung jawab seperti dikatakan Posey
(2014).
Berdasarkan hasil penelitian terdapat satu siswa yang mendapatkan pola asuh
uninvolved atau neglected. Pola asuh ini cenderung melakukan pengabaian dan lalai
terhadap anak, tidak menuntut dan tidak berespon positif. Pola asuh neglected yang
dimiliki oleh siswa perlu tetap diperhatikan dan dilakukan pendekatan baik kepada
siswa maupun dengan orang tuanya mengingat dampak dari pola asuh ini yang akan
memengaruhi siswa dalam berperilaku termasuk perilaku seksual berisiko. Bila tidak
ditindaklanjuti maka kemungkinan akan terjadi perubahan perilaku ke arah yang
negatif. Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pola asuh
memberikan pengaruh yang kuat sepanjang perkembangan dan pertumbuhan remaja
khususnya secara emosional (Rokhmah, 2015).
Penelitian lain pada remaja di Portugal yang memaparkan bahwa pola asuh orang tua
sejak dini sangat memengaruhi perkembangan remaja secara biologis, psikologis,
emosional, dan sosial dan pembentukan karakter (Leiros, Carvalho, & Nobre, 2016)
hal ini menunjukkan bahwa satu-satunya remaja yang mendapatkan pola asuh
neglected perlu ditindak lanjuti melalui komunikasi dengan orang tua karena jika pola
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
68
asuh ini tetap dilakukan akan ada kemungkinan remaja tersebut melakukan perilaku
berisiko meskipun sebelumnya memiliki perilaku tidak berisiko. Berbeda halnya
dengan penelitian terhadap remaja di Spanyol yang mengatakan bahwa pola asuh
authoritative menonjolkan perilaku yang protektif dan berisiko rendah terhadap
perilaku seksual berisiko.
Remaja yang mendapatkan pola asuh authoritative cenderung lebih terbuka, hangat,
sangat akrab dengan orang tua dan memiliki perilaku positif (Newman, Harrison,
Carol, & Davies, 2008). Ketidaksesuaian antara hasil penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya bisa dikarenakan karakteristik remaja dengan kebudayaan dan latar
belakang yang berbeda sehingga hasil penelitian menjadi berbeda. Meskipun begitu,
tetap perlu dilakukan komunikasi yang tepat dengan remaja yang mendapatkan pola
asuh neglected agar dapat terus bersikap positif dan berperilaku sehat.
Sarwono (2007) menjelaskan bahwa dorongan seksual pada remaja timbul akibat
perubahan hormon yang sangat besar. Hal serupa juga dijelaskan oleh Freud dalam
Potter dan Perry, (2009) yang menyatakan bahwa perubahan fisik pada masa pubertas
dapat membentuk identitas seksual yang merangsang timbulnya dorongan seksual.
Perubahan fisik dan emosional yang tidak stabil membuat remaja perlu pengetahuan
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
69
yang baik mengenai kesehatan reproduksi agar dapat terhindar dari pengambilan
keputusan yang tidak tepat yaitu salah satunya adalah melakukan perilaku seksual
berisiko.
Sikap merupakan respon seseorang terhadap suatu stimulus namun masih bersifat
tertutup (Notoatmodjo, 2014). Domain sikap melibatkan emosi, perasaan, dan aspek
internal dalam diri lainnya.Sarwono, (2007) menjelaskan bahwa sikap menunjukkan
kecenderungan seseorang untuk berperilaku tertentu ketika menghadapi suatu kondisi
yang spesifik. Berdasarkan hasil analisis, mayoritas siswa memiliki sikap negatif,
artinya dalam kondisi tertentu ada kecenderungan untuk melakukan perilaku seksual
berisiko.
Hasil dalam penelitian ini menunjukkan data 57% siswa memiliki perilaku seksual
berisiko dan 43% memiliki perilaku seksual tidak berisiko. Sejalan dengan penelitian
yang dilakukan di Kecamatan Pundong Bantul pada 102 remaja didapatkan data
bahwa sekitar 50% remaja berperilaku seksual berisiko dan disebutkan juga bahwa
remaja yang bersikap negatif cenderung lebih berisiko melakukan seks bebas
dibandingkan yang bersikap positif (Nurmaguphita, 2014). Hal ini menunjukkan
bahwa berdasarkan hasil penelitian, praktik yang positif bila tidak didukung dengan
sikap positif maka akan tetap berisiko selama remaja tidak dibekali dengan
pengetahuan yang baik mengenai kesehatan reproduksi maupun perilaku seksual.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
70
Hasil penelitian pada remaja di Ethiopia menyatakan bahwa terdapat 67,67% remaja
melakukan hubungan seks sebelum menikah. Perilaku seksual berisiko yang
dilakukan selain hubungan seks melalui vagina antara lain adalah oral seks, dan anal
seks. Sebagian besar remaja yang melakukan perilaku tersebut adalah remaja
perempuan. Sebanyak 26,6% remaja perempuan melakukan oral seks, dan sebanyak
13,33% remaja perempuan melakukan anal seks (Mudzusi & Asgedom, 2016). Hal
yang perlu diperhatikan terkait data diatas adalah dampak dan resiko terkena penyakit
akibat oral seks dan anal seks yaitu HIV/AIDS dan IMS.
Berdasarkan data diatas dapat digambarkan bahwa perilaku seksual berisiko pada
remaja terbentuk oleh pengetahuan, sikap dan praktik yang secara langsung
berkontribusi terhadap pembentukan perilaku.Berdasarkan beberapa data penelitian
yang terpapar, meskipun proporsinya hanya kecil namun tetap perlu diperhatikan.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
71
Penelitian lain memaparkan data terdapat banyak faktor yang memengaruhi remaja
dalam berperilaku seperti pengetahuan kesehatan reproduksi, sumber informasi,
tingkat pemahaman agama, dan peranan keluarga (Hadiyat, 2007). Dalam
membentuk perilaku terdapat tiga faktor yang berperan, salah satunya adalah
pengetahuan yang kurang akan memengaruhi remaja dalam berperilaku seperti yang
diteliti oleh Nurmaguphita (2014) dan Oktaviani (2015) namun selain itu ada faktor
lain seperti usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan yang mempengaruhi perilaku
pada remaja.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara pengetahuan kesehatan reproduksi dengan perilaku meskipun dianalisis
hubungannya pada tiap kategori pengetahuan tidak terdapat hubungan yang
bermakna. Hal ini mungkin terjadi karena karakteristik remaja yang mayoritas
beragam dan pengaruh dari faktor lain yang lebih dominan seperti lingkungan
keluarga dan faktor internal seperti tahap pertumbuhan, dan perkembangan remaja
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
72
namun pengetahuan kesehatan reproduksi perlu tetap diperhatikan dan remaja perlu
memiliki pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi mengingat tingkat
pengetahuan kesehatan reproduksi ini menjadi dasar bagi remaja dalam berperilaku
khususnya untuk menentukan perilaku seksual yang sehat di masa yang akan datang
(Agius, Pitts, Smith, & Mitchell, 2010).
6.1.6 Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Seksual Berisiko
Keluarga merupakan sistem terkecil dalam suatu komunitas yang memengaruhi
perilaku dan perkembangan remaja. Selain teman sebaya, sekolah, dan komunitas
lainnya, keluarga merupakan lingkungan sosial yang memberikan kesempatan,
pertahanan, role model, dan dukungan bagi remaja (Hockenberry & Wilson, 2015).
Leiros, Carvalho, & Nobre (2016) memaparkan pola asuh orang tua sejak dini
membentuk perkembangan biologis, psikologis sosial, dan emosional remaja.
Perkembangan remaja yang mulai memilih untuk bertindak mandiri dan mulai
menentukan sendiri apa yang ingin dilakukan menjadi tantangan dan tugas orang tua
dengan berbagai konsekuensi dari setiap tindakan yang dilakukan, dan hal ini akan
mudah diatasi bila orang tua memiliki dasar pengasuhan yang kuat dan suportif
terhadap remaja ((Potter & Perry, 2009).
Teori Pola Asuh Baumrind (1966) yang dikembangkan oleh Maccoby & Martin’s
(1983) yang dikutip oleh Posey (2014) menjelaskan adanya empat pola asuh yang
memberi pengaruh besar dalam pembentukan karakter dan perilaku remaja.
Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat hanya dua pola asuh yang dimiliki oleh 100
responden yaitu pola asuh authoritative dan neglected. 99% responden yang
mendapatkan pola pengasuhan authoritive memiliki perilaku seksual berisiko dan
saturesponden (1%) mendapatkan pola asuh neglected dan memiliki perilaku seksual
tidak berisiko. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Newman, Harrison, Carol, &
Davies (2008) pola asuh authoritive akan membentuk remaja menjadi lebih protektif
dan terkendali serta memiliki kecenderungan yang rendah untuk melakukan perilaku
yang berisiko.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
73
Hasil penelitian tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian pada remaja di SMA
Swasta Kota Tangerang. Pola asuh yang dimiliki oleh mayoritas remaja adalah pola
asuh authoritative namun remaja memiliki perilaku seksual berisiko. Hal ini bisa
dipengaruhi oleh faktor lain seperti media informasi yang ditunjukkan dalam
penelitian ini yaitu dinyatakan sebagian besar remaja terpapar oleh media informasi
terkait konten pornografi sehingga memicu untuk melakukan perilaku seksual
berisiko dan hasil penelitian pun menunjukkan data bahwa terdapat 57% remaja yang
memiliki perilaku seksual berisiko. Selain faktor media informasi, terdapat faktor lain
yang memengaruhi siswa dalam berperilaku seperti contohnya faktor lingkungan lain
dan faktor ketahanan diri masing-masing individu.
Tidak sejalan dengan penelitian lainnya, penelitian ini tidak menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara pola asuh orang tua dengan perilaku seksual berisiko
pada remaja di SMA Swasta Kota Tangerang. Tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nurmaguphita di Kecamatan Pundong Bantul yang menyatakan
adanya hubungan bermakna antara pola asuh otoriter dengan perilaku seksual
berisiko. Pola asuh otoriter membentuk remaja lebih disiplin terhadap diri dan tidak
berperilaku berisiko (Nurmaguphita, 2014). Perbedaan hasil ini mungkin dipengaruhi
oleh faktor lain seperti kebudayaan yang mengatur pola asuh orang tua terhadap
remaja dan mungkin disebabkan oleh pola asuh yang dominan dimiliki oleh remaja
dalam penelitian ini yaitu authoritative sehingga hasil penelitianpun tidak mencakup
ke empat pola asuh yang diteliti.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
74
Keterbatasan lainnya adalah jumlah kuesioner yang cukup banyak (134 pertanyaan)
dikuatirkan menyulitkan siswa dalam pengisian karena waktu yang disediakan hanya
10-15 menit, meskipun sudah dilakukan uji pada beberapa siswa sebelumnya dan
kuesioner dapat dibaca dan diisi dengan jelas dan terisi semua.
Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) yang sudah berjalan perlu
dioptimalkan lagi terutama program yang dijalankan ke sekolah-sekolah sehingga
remaja terpapar dengan informasi yang benar mengenai kesehatan reproduksi dari
sumber yang tepat. Hasil penelitian ini menghasilkan data pengetahuan remaja
mayoritas adalah cukup sehingga bisa menjadi dasar untuk ditingkatkannya program
peningkatan pengetahuan kesehatan reproduksi.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
75
berisiko. Selain itu dapat dilihat gambaran pola asuh yang berpengaruh pada perilaku
seksual berisiko pada remaja khususnya siswa SMA. Hasil penelitian ini juga dapat
dijadikan gambaran untuk perawat dalam memberikan intervensi keperawatan
melalui program di sekolah dengan memberikan pendidikan kesehatan reproduksi
melalui kerjasama dengan puskesmas setempat dalam menjalankan program
kesehatan reproduksi remaja.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
76
BAB 7
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Karakteristik remaja yang didapatkan dalam penelitian ini yaitu mayoritas berusia 16
tahun, berjenis kelamin perempuan, terpapar media informasi, dan tidak terpengaruh
dengan teman sebaya dalam hal perilaku seksual berisiko. Sebagian besar remaja
memiliki tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi yang cukup dan berdasarkan
komponen pengetahuan, mayoritas remaja memiliki pengetahuan yang baik tentang
komponen perkembangan fisik, psikis, dan kematangan seksual, mayoritas memiliki
pengetahuan yang cukup tentang komponen masturbasi, mimpi basah, perilaku
seksual yang aman dan bertanggung jawab dan pengetahuan tentang HIV/ AIDS dan
IMS. Akan tetapi remaja memiliki pengetahuan yang kurang mengenai organ
reproduksi dan menstruasi serta kehamilan.
Peneliti juga menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
pengetahuan kesehatan reproduksi dan pola asuh orang tua dengan perilaku seksual
berisiko. Mayoritas remaja memiliki perilaku yang berisiko sehingga remaja perlu
diperhatikan dan dilakukan tindak lanjut mengenai edukasi terkait perilaku seksual
berisiko.
7.2 Saran
Saran bagi pelayanan keperawatan terkait hasil penelitian ini adalah agar perawat di
pelayanan kesehatan masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya dapat lebih
memperhatikan kesehatan reproduksi remaja terutama siswa SMA. Perawat dapat
memberikan pelayanan kesehatan berupa edukasi dan konseling tentang kesehatan
reproduksi dan perilaku seksual berisiko pada siswa-siswa yang terdeteksi memiliki
perilaku seksual berisiko. Dalam hal ini, perawat ataupun kader kesehatan dapat
bekerjasama dengan pihak orang tua untuk membina remaja dan berperan dalam pola
asuh sehari-hari karena walaupun secara statistik tidak memiliki hubungan yang
bermakna, pola asuh dan pengetahuan kesehatan reproduksi merupakan salah satu
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
77
Saran bagi pengembangan ilmu pada penelitian ini adalah agar institusi pendidikan
keperawatan dapat mengembangkan materi tentang kesehatan reproduksi pada
remaja. Selain itu, saran pengembangan agar institusi pendidikan keperawatan dapat
mengembangkan lebih dalam mengenai teori perilaku seksual berisiko dengan
penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Selain itu, pendidikan
keperawatan dapat lebih mengembangkan pelayanan keperawatan maternitas
khususnya kesehatan reproduksi remaja.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
DAFTAR PUSTAKA
Agius, P., Pitts, M., Smith, A., & Mitchell, A. (2010). Sexual behaviour and related
knowledge among a representative sample of secondary school students
between 1997-2008. Australian and New Zealand Journal of Public Healt, 34,
476-481. doi:doi: 10.1111/j.1753-6405.2010.00593.x
Allender, J., Rector, C., & Warner, K. D. (2014). Community Health Nursing:
Promoting and Protecting The Public's Health (8th ed.). Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Bachanas, P., Morris, M., Lewis-Gess, J., Sarett-Cuasay, E., Sirl, K., Ries, J., &
Sawyer, M. (2002). Predictors of Risky Sexual Behaviour in African
American Adolescent Girls: Implication for Prevention Innterventions.
Journal of Pediatric Psychology, 27, 519-530.
Badan Pusat Statistik. (2014). Statistik Kriminal 2014. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Benner, M., Townsend, J., Kaloi, W., Htwe, K., naranuchakul, N., Hunnangkul , S., .
. . Sondorp, E. (2010). Reproductive Health and Quality of Life of Young
Burmese Refugees in Thailand. Conflict and Health, 4:5. doi:10.1186/1752-
1505-4-5
Berman, A., & Snyder, S. (2016). Kozier & Erb's Fundamental of Nursing: Concepts,
Process, dan Practice (9th ed.). United State of America: Pearson Education.
BKKBN. (2017, Maret 15). BKKBN Banten. Retrieved Maret 22, 2017, from
BKKBN.go.id: http://banten.bkkbn.go.id/ViewBerita.aspx?BeritaID=852
BKKBN, BPS, & Kementerian Kesehatan. (2013, Agustus). Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja.
Bobak , I., Lowdermilk, D. L., Jensen, M. D., & Perry, S. (1995). Buku Ajar
Keperawatan Maternitas (4 ed.). (R. Komalasari , Ed., M. Wjayarini, & P.
Anugerah, Trans.) Jakarta: Penerbit EGC.
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
Boyd, D., Johnson, P., & Bee, H. (2015). Lifespan Development (5th ed.). USA:
Pearson Canada Inc.
Burns, N., & Grove, S. (2011). Understanding Nursing Research (5th ed.). USA:
Elsevier Saunders.
Carlos, J.-A., Trista, A., Stueve, A., Lauby, J., Ayala, G., Gregorio, A., & Darell , W.
(2010). The Role of Peer Support on Condom Use among Black and Latino
MSM in Three Urban Areas. AIDS Education and Prevention, 22, 430-444.
doi:10.1521/aeap.2010.22.5.430
Centers for Disease Control and Prevention. (2016, October). Sexually Transmitted
Disease Surveillance 2015.
Coy, P. C., Johnson, E. J., & Boodram, C. A. (2016, Agustus 15). Sexual Behavior of
female adolescents on teh spread of HIV/AIDS and other STDs in Carriacou.
Medicine. doi:http://dx.doi.org/10.1097/MD.0000000000004800
Drago, F., Ciccarese, G., Zangrillo, F., Giulia, G., Cogorno, L., Riva, S., . . . Parodi,
A. (2016, April 13). A Survey of Current Knowledge on Sexually
TransmittedDiseases and sexual behaviour in Italian Adolescents.
International Journal of Environmental Research and Public Health, 13, 422.
doi:10.3390/ijerph13040422
Forhan, S., Gottlieb, S., & Sternberg, M. (2009). Prevalence of Sexually Transmitted
Infection Among Female Adolescent Aged 14 to 19 in The United State.
Pediatrics, 124.
Friedman, M., Bowden, V., & Jones, E. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga :
Riset, Teori, dan Praktik (5th ed.). (E. Tiar, Ed., A. Hamid, A. Sutarna, N. B.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
Subekti, D. Yulianti, & N. Herdina, Trans.) Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran.
Hockenberry, M., & Wilson, D. (2015). Wong's Nursing Care of Infants and Children
(10th ed.). Canada: Elsevier.
Kincaid, C., Jones, D. J., Sterrett, E., & McKee, L. (2012, February 9). A Review of
Parenting and Adolescent Sexual Behavior: The Moderating Role of Gender.
PMC. doi:10.1016/j.cpr.2012.01.002
Klossner , N., & Hatfield, N. (2010). Introductory Maternity & Pediatric Nursing
(2nd ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia. (2013, juni 6). KPAI. Retrieved maret 13,
2017, from www.kpai.go.id: http://www.kpai.go.id/aksi/sidang-ham-ke-2-
membongkar-kekerasan/
Kristanti, C., Tjandrarini, D., Prasodjo, R., Pradono, J., Hidayaningsih, P., Senewe,
F., . . . Suparmi. (2010). Studi perilaku kesehatan remaja pada 4 kota besar di
Indonesia Tahun 2009. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan, Jakarta.
Kyle, T. (2013). Essential of Pediatric Nursing (2nd ed.). USA: Lippincott Wiliams
& Wilkins.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
Laporan Program KB Nasional. (2015). Retrieved Maret 15, 2017, from bkkbn.go.id:
http://aplikasi.bkkbn.go.id/sr/DALLAP/Laporan/Tahunan/Tabel16.aspx
Leiros, V. S., Carvalho, J., & Nobre, P. (2016, Maret). Early parenting styles and
sexual offending behaviour: A comparative study. International Journal of
Law and Psychiatry, 46, 103-109. doi:10.1016/j.ijlp.2016.02.042
Lestary, H., & Sugiharti. (2011, Agustus). Perilaku Beresiko Remaja Di Indonesia
Menurut Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) Tahun
2007. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 1, 136-144. Retrieved April 2017
Lowdermilk, D. L., Perry, S., & Cashion , K. (2013). Keperawatan Maternitas. (K. R.
Alden, Ed.) Singapore: Mosby Elsevier.
Margaretha. (2012, Maret 2). Retrieved Maret 22, 2017, from Psikologi Forensik:
https://psikologiforensik.com/2012/03/02/perilaku-beresiko-remaja-seks-
adiksi-dan-hiv/
Mmari, K., Kalamar, A., Brahmbhatt, H., & Venables, E. (2016, November 7). The
influence of the family on adolescent sexual experience: A comparison
between Baltimore and Johannesburg. (R. Sear, Ed.) PLoS ONE 11.
doi:10.1371/Journal.pone.0166032
Mudzusi, A. H., & Asgedom, T. (2016, April). The prevalence of risky sexual
behaviours amongst undergraduate students in Jigjiga University, Ethiopia.
Health Sa Gesondheid, 21, 179-186. doi:10.1016/j.hsag.2015.11.002
Newman, K., Harrison, L., Carol, D., & Davies, S. (2008). Relationship between
parenting styles and risk behaviours in adolescent health: An integrative
literature review. SciELO, 142-151. Retrieved April 12, 2017, from
www.eerp.usp.br/rlae
Norbu, K., Mukhia, S., & Tshokey. (2013, November 27). Assessment of Knowledge
on Sexually Transmitted Infections and sexual risk Behaviour in Two Rural
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
Districts of Bhutan. BMC Public Health Journal, 13, 1142. doi:10.1186/1471-
2458-13-1142
Pillitteri, A. (2010). Maternal & Child Health Nursing: Care of The Childbearing &
Childrearing Family (6th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
PKBI. (2017, Maret 10). www.pkbi.or.id. Retrieved Maret 17, 2017, from
http://pkbi.or.id/anak-perlu-pahami-tubuhnya-sejak-dini/
Polit, D., & Beck, C. T. (2012). Nursing Research: Generating and Assessing
Evidence for Nursing Practice (9th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Posey, B. M. (2014). The Effect of Parenting Styles on Substance Use and Academic
Achievement Among Delinquent Youth: Implications for Selective Intervention
Practices. Arizona State University.
Potter, P., & Perry, A. (2009). Fundamental Keperawatan (7th ed., Vol. 1). (D.
Sjabana, Ed., & A. Frederika, Trans.) Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Putri, P. U. (2012). Hubungan Peer Group Dengan Perilaku Seksual Remaja Di SMA
Negeri 103 Jakarta Timur. Jakarta: Universitas Indonesia.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
Rokhmah, D. (2015). Pola Asuh dan pembentukan perilaku seksual berisiko terhadap
HIV/AIDS pada waria. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 11, 125-134.
doi:10.15294/kemas.v11i1.3617
Santrock, J. (2007). Remaja (11 ed.). (W. Hardani, Ed., & B. Widyasinta, Trans.)
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Santrock, J. (2011). Child Development (13th ed.). New York: McGraw Hill.
Sieverding, J., Adler, N., Witt, S., & Ellen, J. (2005). The Influence of Parental
Monitoring Adolescent Sexual Initiation. Archives of Pediatric Adolescent
Medicine, 159:724-729. doi:doi:10.1001/archpedi.159.8.724
Stanhope, M., & Lancaster, J. (2014). Public Health Nursing: Population- Centered
Health Care in The Community (9th ed.). United States of America: Elsevier.
Suwarni, L., & Selviana. (2015, Januari). Inisiasi Seks Pranikah Remaja dan Faktor
Yang Mempengaruhi. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 169-177. Retrieved
Maret 17, 2015, from http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas
Wijaya, I., Agustini, N. M., Doddy, G., & MS, T. (2014). Pengetahuan, Sikap, dan
Aktivitas Remaja SMA dalam kesehatan reproduksi di Kecamatan Buleleng.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10, 33-42. Retrieved April 2017, from
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas
Yi, S., Tuot, S., Yung, K., Kim, S., Chhea, C., & Saphonn, V. (2014, November 09).
Factors Associated with Risky Sexual Behavior among Unmarried Most-at-
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
Risk Young People in Cambodia. American Journal of Public Health
Research, 2, 211-220. doi:10.12691/ajphr-2-5-5
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
No:
Kelas: Kode:
NPM : 1506800483
No. Hp : 081286071306
Email : cluny.martina@ui.ac.id
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
memiliki hak untuk menolak keikutsertaan dalam penelitian ini dengan alasan
apapun. Penelitian ini dilakukan tanpa paksaan atau tekanan terhadap saudara.
Saya harap saudara dapat mengisi kuesioner ini dengan sungguh-sungguh dan
berikan jawaban yang jujur dan paling menggambarkan diri saudara sebenarnya.
Kuesioner ini tidak ada jawaban benar atau salah dan tidak membahayakan
saudara. Data pribadi serta jawaban yang saudara berikan dijamin kerahasiaannya
dan hanya digunakan untuk penelitian ini. Saya ucapkan terimakasih atas
kesediaan dan waktunya dalam mengisi kuesioner ini.
Hormat saya,
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
LAMPIRAN 2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Nama :
Usia :
Setelah membaca surat permohonan dan penjelasan tentang penelitian dan peran
yang akan dilakukan. Saya dapat memahami tujuan, manfaat, prosedur penelitian
yang akan dilakukan. Saya percaya dan yakin bahwa peneliti akan menghormati
hak-hak dan kerahasiaan saya dan saya bersedia tanpa paksaan dari pihak
manapun sebagai responden dalam penelitian yang berjudul “Hubungan
Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku
Seksual Berisiko pada Siswa SMU Swasta di Kota Tangerang”
Saya mengetahui tidak ada dampak negatif atau resiko terhadap diri saya sendiri
dalam penelitian ini dan saya yakin bahwa identitas saya terjamin kerahasiaannya
dan dalam pengolahan datanya menggunakan kode dan inisial.
Dengan kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun, saya bersedia
menandatangani lembar persetujuan menjadi responden dalam penelitian ini.dan
akan mengisi kuesioner yang diberikan dengan jujur dan benar terkait dengan
pertanyaan yang ditanyakan oleh peneliti.
Demikian lembar pernyataan ini dibuat untuk dapat digunakan dengan semestinya
(………………………….)
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
LAMPIRAN 3.
Kuesioner A
1. Bacalah dengan cermat dan teliti setiap item pertanyaan/ pernyataan dalam
kuesioner ini
2. Pilihlah jawaban dengan memberi tanda ceklis (√) pada kotak yang
disediakan
3. Tulis jawaban pada tempat yang telah disediakan
4. Jika ada jawaban yang ingin diganti, coret pada jawaban awal, kemudian
beri tanda ceklis (√) pada jawaban yang baru.
5. Jika ada yang tidak jelas, boleh ditanyakan pada peneliti
Nama (inisial) :
Kelas :
Usia :
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
Kuesioner B
Petunjuk: Berilah tanda ceklis (√) pada jawaban yang saudara anggap benar
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
No Pertanyaan Benar Salah
20 Keputihan berwarna kuning dengan jumlah banyak merupakan gejala
normal yang dialami oleh remaja perempuan
21 Sebaiknya tidak menggunakan jamu peluruh untuk tujuan pengguguran
kandungan
22 Remaja perempuan yang sudah haid pertama kali dapat hamil bila
berhubungan seksual
23 Jika penyakit kelamin tidak diobati, daoat menimbulkan risiko infeksi
menahun pada organ reproduksi dan menyebabkan kemandulan
24 Selaput dara yang tidak berlubang, menyebabkan remaja perempuan
tidak mendapatkan menstruasi
25 Hormon pada remaja lelaki adalah hormone testosterone
26 Masturbasi sebaiknya tidak dilakukan karena dapat menimbulkan
ketagihan dan sulit berkonsentrasi
27 Pada remaja perempuan perlu menggunakan pembilas vagina untuk
mengurangi keasaman vagina
28 Jarum suntik yang tidak steril merupakan alat yang dapat menularkan
penyakit HIV/ AIDS
29 Remaja perempuan tidak akan hamil jika berhubungan seks hanya
sekali
30 Penyakit kelamin merupakan penyakit yang hanya mengenai alat
kelamin laki-laki yang diakibatkan hubungan intim dengan pasangan
yang sudah terjangkit penyakit kelamin
31 Nyeri pada saat menstruasi dapat disebabkan karena stres, infeksi
rahim, dan tumor kandungan
32 Perubahan fisik yang terjadi pada remaja dapat menimbulkan masalah
seperti bau badan dan timbulnya jerawat
33 Kehamilan di bawah usia 20 tahun dikatakan tidak baik karena organ-
organ reproduksi perempuan belum sempurna
34 Selaput dara pada remaja perempuan berfungsi untuk mengalirkan
darah pada saat menstruasi
35 Penyakit kelamin dapat menyebabkan kebutaan, ketulian, pada bayi
yang dikandungnya
36 Melakukan hubungan seks pada saat menstruasi dapat juga
menyebabkan kehamilan
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
No Pertanyaan Benar Salah
37 Penularan HIV/ AIDS dapat juga diakibatkan karena penggunaan jarum
tindik, tattoo yang tidak steril secara bersama-sama
38 Jika sperma tidak dikeluarkan, maka akan keluar dengan sendirinya
melalui mimpi
39 Membersihkan kotoran yang keluar dari anus pada remaja perempuan
dianjurkan dengan gerakan dari vagina ke anus
40 Aborsi merupakan pengguguran kandungan sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
Kuesioner C
Petunjuk Pengisian :
Berikut ini terdapat sejumlah pernyataan. Pada setiap pernyataan, saudara diminta
untuk memberikan tanda ceklis (√) pada kolom pilihan jawaban yang paling
sesuai dengan kondisi saudara, dengan penjelasan TP = Tidak pernah, J= jarang,
P= pernah, Sr= sering, S= selalu.
No Pernyataan TP P J Sr S
1. Orangtua menerapkan disiplin belajar yang ketat
pada saya
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
No Pernyataan TP P J Sr S
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
No Pernyataan TP P J Sr S
21. Orangtua mengatur kehidupan saya
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
No Pernyataan TP P J Sr S
34. Orangtua dapat menerima bila saya menentang
pendapatnya.
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
Kuesioner D
Berilah tanda (√) di jawaban yang sesuai dan menggambarkan kondisi saudara
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
seksual.
Hubungan 9. Kehamilan tidak akan
seksual terjadi hanya dalam sekali
berhubungan badan
10. Aborsi (menggugurkan
kandungan) dapat
menyebabkan perdarahan
dan kemandulan pada
perempuan
Berciuman 11. HIV/AIDS dapat menular
melalui hubungan seksual
12. Ciuman bibir dengan pacar
merupakan ungkapan kasih
sayang.
Isilah kuesioner dibawah ini sesuai dengan pendapat saudara dengan jawaban:
Sangat setuju (SS), Setuju (S), Kurang setuju (KS), dan Tidak Setuju (TS).
Berilah tanda (√) pada kolom yang disediakan
3. Berpelukan dengan
pasangan membuat saya
merasa terlindungi
4. Melakukan onani
Masturbasi
(masturbasi) adalah hal
yang wajar pada remaja
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
Domain Sub variabel Pernyataan SS S KS TS
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
Domain Sub variabel Pernyataan SS S KS TS
Isilah pernyataan di bawah ini dengan memberikan tanda (√) pada kolom yang
sudah disediakan
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
Domain Sub Pernyataan S Sr J TP
variabel
menggunakan alat kontrasepsi
(kondom)
19. Berhubungan badan lebih dari
satu pasangan
Masturbasi 20. Saya melakukan masturbasi/
onani bila dorongan seksual
muncul
Berpelukan 21. Berpelukan dengan pacar
22. Merangkul/ dirangkul pacar
Berpegangan 23. Berpegangan tangan dengan
tangan lawan jenis/ pacar
Petting 24. Meraba/ diraba bagian tubuh
yang sensitif dari pasangan
(payudara/ alat kelamin)
25. Saling menempelkan alat
kelamin
Oral seks 26. Melakukan seks oral
Berciuman 27. Mencium/ dicium pipi
28. Berciuman bibir/ mulut
Necking 29. Mencium/ dicium leher
30. Mencium/ dicium leher
sampai meninggalkan bekas
kemerahan
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
KUESIONER E
Berilah tanda (√) di jawaban yang sesuai dan menggambarkan kondisi saudara
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
No Pernyataan YA TIDAK
9 Teman memberikan informasi tentang
pornografi kepada saya
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017
Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan ..., Cluny Martina Mangkuayu, FIK UI, 2017