Anda di halaman 1dari 101

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PENGETAHUAN KADER DALAM STIMULASI DETEKSI DINI


INTERVENSI TUMBUH KEMBANG (SDDITK) ANAK UMUR 2
- 5 TAHUN DI UPTD PUSKESMAS JATIBENING PONDOK
GEDE KOTA BEKASI PROVINSI JAWA BARAT
TAHUN 2018

SKRIPSI

Oleh:
ERNIA
173112540120468

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN
JAKARTA
2018
FACTORS RELATED TO CADRE KNOWLEDGE IN
STIMULATIONS OF EARLY DETECTIONS OF
INTERVENTIONS( SDDITK ) IN CHILD DEVELOPMENT
AGED 2 – 5 IN UPTD PUSKESMAS JATIBENING PONDOK
GEDE KOTA BEKASI WEST JAVA PROVINCE
YEARS 2018

THESIS

Oleh:
ERNIA
173112540120468

FACULTY OF HEALTH SCIENCES


D IV MIDWIFERY DEPARTMENT
NASIONAL UNIVERSITY
JAKARTA
2018
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENGETAHUAN KADER DALAM STIMULASI DETEKSI DINI
INTERVENSI TUMBUH KEMBANG (SDDITK) ANAK UMUR 2
- 5 TAHUN DI UPTD PUSKESMAS JATIBENING PONDOK
GEDE KOTA BEKASI PROVINSI JAWA BARAT
TAHUN 2018

SKRIPSI

Oleh:
ERNIA
173112540120468

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Segala Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semua

umat, Tuhan seluruh alam dan Tuhan dari segala hal yang telah memberi rahmat

dan karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul

Faktor - Faktror Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Kader Dalam Stimulasi

Deteksi Dini Intervensi Tumbuh Kembang ( SDDITK ) Anak Umur 2 - 5 Tahun

Di UPTD Puskesmas Jatibening Pondok Gede Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat

Tahun 2018. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat dalam

menyelesaikan pendidikan Diploma IV Kebidanan.

Saya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa

adanya Ridho Illahi, dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk

itu pada kesempatan ini dengan rendah hati dan rasa hormat yang besar saya

mengucapkan “Alhamdulillahirobbilalamin” dan menyampaikan ucapan terima

kasih kepada :

1. Dr. Retno Widowati, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Nasional.

2. Rukmaini, S.ST, M.Keb. selaku Ka. Prodi DIV Kebidanan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas nasional.

3. Handayani, S.SiT., M.Kes. selaku Pembimbing Pertama yang telah memberi

waktu, tenaga dan pikiran serta petunjuk dalam membimbing saya untuk

membuat Skripsi ini.


4. Sri Dinengsih, S.SiT.,M.Kes, selaku Pembimbing II yang telah banyak

memberikan bimbingan dan waktu pada penulis, sehingga saya dapat

menyelesaikan skripsi ini.

5. Rofi Mardini, S.SiT, M.Kes selaku koordinator Skripsi di Fakultas Ilmu

Kesehatan Prodi DIV Kebidanan Universitas Nasional.

6. Seluruh Dosen, Staf dan Karyawan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Nasional Jakarta.

7. Kepala UPTD Puskesmas Jatibening Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat atas

ketersediaanya untuk dijadikan tempat penelitian dan membantu dalam

penyelesaian Skripsi ini.

8. Kedua orang tua saya ( Basirun dan Sarkinah ) yang selalu memberikan

semangat, kasih sayang, dorongan baik material maupun spiritual, serta doa

kepada saya selama menempuh pendidikan.

9. Teman-teman seperjuangan mahasiswi DIV Kebidanan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Nasional Jakarta yang telah banyak memberikan

semangat, bantuan dan dorongan kepada saya.

Saya sangat menyadari dalam pembuatan Skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Pada kesempatan ini saya mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun dari semua pihak, yang akan banyak membantu demi

perbaikan dan kesempurnaan Skripsi ini. Saya berharap semoga Skripsi ini

bermanfaat dan dapat digunakan sebagai suatu acuan untuk pembuatan Skripsi

berikutnya yang lebih baik.

Jakarta, 28 Agustus 2018


ABSTAK

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


PENGETAHUAN KADER DALAM STIMULASI DETEKSI DINI
INTERVENSI TUMBUH KEMBANG ( SDDITK ) ANAK UMUR
2 – 5 TAHUN DI UPTD PUSKESMAS JATIBENING PONDOK
GEDE KOTA BEKASI PROVINSI JAWA BARAT
TAHUN 2018
Ernia

Latar Belakang: Cakupan SDDIDTK yang rendah yang rendah sebesar 44% dan
sebanyak 22 ibu kader karena beban kerja bidan yang tinggi.Hasil observasi di
lapangan saat penelitian tahun 2011 menunjukkkan bidan justru tidak dapat
mendampingi posyandu karena harus melakukan pelayanan kesehatan umum dan
lansia.banyaknya tugas lain yang dibebankan pada bidan menyebabkan
pengukuran pertumbuhan.Kader posyandu adalah warga masyarakat yang
ditunjuk untuk bekerja sama secara sukarela dalam melaksanakan kegiatan yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan sederhana di posyandu.Pengetahuan
dan keterampilan kader bukan hanya dapat meningkat tapi juga dapat menurun hal
ini dapat dipelajari.
Tujuan: Untuk Mengetahui Hubungan Pengetahuan Kader dalam ( SDDITK)
Deteksi Dini Intervensi Tumbuh kembang anak umur 2-5 tahun
Metodologi: Jenis penelitian (SDDIDTK) ini adalah penelitian menggunakan
desain kuantitatif dengan tehnik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama
dengan populasi sebanyak 50 ibu kader analisis data meliputi analisi Univariat
dan Analisis Bivariat dengan menggunakan Chi Square
Hasil: Bahwa ada hubungan pengetahuan kader dalam ( SDDITK) Stimulasi
Deteksi Dini Intervensi Tumbuh Kembang anak umur 2-5 tahun adalah umur
(=0,002<α (0,05),pendidikan (=0,014<α (0,05),dan lamanya menjadi kader
0,036<α (0,05).
Kesimpulan: bahwa semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi pula tingkat
pengetahuanya,ini diperoleh dari pengalamannya dan ini akan berpengaruh
terhadap apa yang dilakukan oleh seseorang.penelitian diperoleh variable
umur,pendidikan dan lamanya menjadi kader dan pengetahuan berhubungan
secara bermakna dengan motivasi kader dalam melakukan deteksi dini tumbuh
kembang balita.Kader sangat diperlukan dalam meningkatkan motivasi motivasi
kader dalam SDDITK.Oleh karena itu diharapkan pihak puskesmas dapat
memberikan pelatihan sebagai bekal kader dan dapat memberkan penyegaran
secara kontinyu sehingg kader selalu mempunyai pengetahuan baru,selain
memberikan pengetahuan juga dapat melengkapi sarana yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan SDDITK
Kata Kunci:Kader,Stimulasi Deteksi Dini,Tumbuh Kembang
Daftar Pustaka:31 pustaka ( 2002-2017)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xvi
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori .................................................................................. 9
2.1.1 Kader Kesehatan ............................................................. 9
2.1.2 Tumbuh kembang........................................................... 12
2.1.3 Ceramah...........................................................................24
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dan
keterampilan kader........................................................ 26
2.2 Kerangka Teori ........................................................................... 36
2.3 Kerangka Konsep ........................................................................36
2.4 Hipotesis Penelitian ................................................................... 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian .........................................................................38
3.2 Populasi dan Sampel ....................................................................38
3.3 Lokasi Penelitian......................................................................... 40
3.4 Waktu Penelitian........................................................................ 40
3.5 Variabel Penelitian ..................................................................... 40
3.6 Definisi Operasional Penelitian................................................... 41
3.7 Instrumen Penelitian ....................................................................41
3.8 Prosedur Pengumpulan Data .......................................................42
3.9 Analisis Data ................................................................................43
3.10 Etika Penelitian ............................................................................44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ............................................................................45
4.1.1 Analisis Univariat .............................................................45
4.1.2 Analisis Bivariat ...............................................................46
4.2 Pembahasan .................................................................................50
4.2.1 Pembahasan Univariat.......................................................50
4.2.2 Pembahasan Bivariat.........................................................51
c. Keterbatasan Penelitian ...............................................................57
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ......................................................................................58
5.2 Saran ............................................................................................59
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................61
LAMPIRAN.......................................................................................................63
DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN
3.6 Definisi Operasional Penelitian...........................................................41
4.2 Distribusi frekuensi pendidikan dan pengetahuan kader................... 45
4.3 Distribusi frekuensi lamanya menjadi kader pengetahuan kader.......46
4.4 Distribusi frekuensi umur Pengetahuan kader.................................. .46
4.5 Hubungan antara pendidikan dan pengetahuan kader...................... .47
4.6 Hubungan antara lamanya menjadi kader dan pengetahuan
kader................................................................................................... 48

4.7 Hubungan antara umur dan pengetahuan kader..................................49


DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman
2.1 Kerangka Teori ............................................................................. 36
2.2 Kerangka Konsep ...........................................................................36
DAFTAR SINGKATAN

SDDITK : Stimulasi Deteksi Dini Intervensi Tumbuh Kembang


UPGK : Usaha Perbaikan gizi Keluarga
UKBM : Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat
KMS : Kartu Menuju Sehat
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian

Lampiran 2. Surat Balasan Penelitian

Lampiran 3` Kuesioner

Lampiran 4 Data Hasil Penelitian

Lampiran 5 Hasil Output Distribusi Frekuensi

Lampiran 6 Hasil Olah Data Penelitian dengan Uji Chi Square

Lampiran 7 Lembar Konsultasi Skripsi (Pembimbing 1 dan 2)

Lampiran 8 Biodata Penulis


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keluarga mempunyai 5 fungsi yaitu fungsi afektif, sosialisasi dan

penempatan sosial, perawatan kesehatan, reproduksi dan ekonomi. Keluarga

berperan dan menjadi aktor kunci dalam menentukan tindakan yang tepat

untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan anggota keluarga (Zulaekah,

2014; Setiadi,2008). Penelitian oleh Purwandari H (2011), menunjukkan

dukungan keluarga yang diwujudkan dalam pemberian rangsang atau

stimulasi tumbuh kembang pada bayi terbukti mampu meningkatkan skor

perkembangan bayi pada kelompok intervensi Bayi dan balita

membutuhkan stimulasi yang baik. Fase balita adalah fase keemasan tapi

juga rentan dalam perkembangannya. Stimulasi yang kurang akan

mengakibatkan kemampuan sosialisasi, bahasa, motorik halus dan kasar

menjadi terlambat (Depkes RI,2009)

SDIDTK merupakan tindakan skrining atau deteksi secara dini

(terutama sebelum anak berumur 3 tahun) atas adanya penyimpangan serta

intervensi dini terhadap penyimpangan tumbuh kembang. Pembangunan

kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya antara

lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan anak yang dilakukan sedini

mungkin sjak anak masih dalam kandungan. Upaya kesehatan yang

dilakukan sejak anak masih di dalam kandungan sampai liam tahun pertama

kehidupannya ditujukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya

sekaligus meningkatkan kualitas hidup anak agar mencapai tumbuh


kembang optimal baik fisik, mental, emosional maupun sisoal. (Kem.Kes

RI, 2011).

Cakupan SDDITK yang rendah karena beban kerja bidan yang tinggi.

Hasil observasi di lapangan saat penelitian tahun 2011 menunjukkan bidan

justru tidak dapat mendampingi posyandu karena harus melakukan

pelayanan kesehatan umum dan lansia. Banyaknya tugas lain yang

dibebankan pada Bidan menyebabkan pengukuran pertumbuhan. Menurut

penelitian yang dilakukan oleh tiga orang dokter di daerah Bandung, yang

membandingkan perkembangan anak balita di daerah pedesaan dan

perkotaan, menunjukkan bahwa di daerah pedesaan pola keterlambatan

perkembangan secara urutan dari yang paling banyak adalah aspek

vokalisasi/pengertian bicara (66%), persepsi (38%), motorik halus (35%),

motorik kasar (35%) dan social (1%). Sedangkan di daerah perkotaan adalah

vokalisasi/ pengertian bahasa (58%), motorik halus (38%), persepsi (36%),

motorik kasar (26%) dan sosial (12%) (Pediatri, Sari, 2003). Kegiatan

stimulasi, deteksi dan intervnsi dini penyimpangan tumbuh kembang balita

yang menyeluruh dan terkoordinasi diselenggarakan dalam bentuk

kemitraan antara keluarga (orang tua, pengasuh dan anggota keluarga

lainnya), masyarakat (kader, tokoh masyarakat, organisasi profesi, lemvaga

swadaya masyarakat) dengan tenaga professional (kesehatan, Pendidikan

dan social) akan meningkatkan kualitas tumbuh kembang anak usia dini dan

kesiapan memasuki jenjang pendidikan formal. (Kem.Kes, 2011 )


Tumbuh kembang anak (Satoto, AB. Jahari, dan Soekirman,

2002).Pengetahuan dan keterampilan kader bukan hanya dapat meningkat

tapi juga dapat menurun. Hal ini dapat terjadi karena kader kurang aktif

sehingga lupa tentang hal-hal yang telah dipelajari sehingga

pengetahuannya menurun.

Kader posyandu adalah warga masyarakat yang ditunjuk untuk

bekerja secara sukarela dalam melaksanakan kegiatan yang berhubungan

dengan pelayanan kesehatan sederhana di posyandu. Kader posyandu dipilih

oleh pengurus posyandu dari anggota masyarakat yang bersedia, mampu

dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan posyandu. Kriteria

kader posyandu menurut Kemenkes RI (2011), ada tiga, yang pertama,

bahwa kader yang dipilih diutamakan berasal dari anggota masyarakat

setempat sehingga kader lebih mengetahui karakteristik pertumbuhan balita.

Kurangnya pengetahuan sering dijumpai sebagai faktor yang penting

dalam masalah pemanfaatan meja penyuluhan karena kurang percaya

dirinya para kader kesehatan menerapkan ilmunya serta kurang mampu

dalam menerapkan informasi penyuluhan kehidupan sehari-hari. Semakin

tinggi pengetahuan dalam penyuluhan maka akan semakin baik

pemanfaatan meja penyuluhan. Orang dengan pengetahuan penyuluhan

yang rendah akan berperilaku tidak ada rasa percaya diri yang berdampak

menjadi tidak aktif dalam memanfaatkan meja penyuluhan. Oleh karena itu

kader perlu dibekali dengan pengetahuan yang cukup melalui pelatihan

pelatihan kesehatan (Supari, 2008).


Tanpa pengetahuan maka para kader kesehatan sulit dalam

menanamkan kebiasan pemanfaatan meja penyuluhan untuk kegiatan

program posyandu selanjutnya (Suhardjo, 2009). Motivasi diartikan sebagai

(energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan

antusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber

dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu

(motivasi ektrinsik) (Sardiman, 2011). Motivasi baik dari dalam diri kader

sendiri (intrinsik) yaitu kemauan kader dalam melakukan pelayanan

berdasarkan kesadaran diri untuk meningkatkan kesehatan ataupun dari

pihak luar (ekstrinsik) seperti dukungan yang positif dari keluarga akan

mempengaruhi keaktifan kader. Dimana dukungan keluarga yang positif

akan menimbulkan dorongan atau motivasi kerja yang kuat bagi seorang

kader dalam melakukan pelayanan di posyandu. Keberhasilan posyandu ini

sangat ditentukan oleh kinerja kader, karena kader merupakan penggerak

posyandu dan hidup matinya posyandu tergantung aktif tidaknya kader.

Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang pesat

pada usia dini, yaitu dari 0 sampai 5 tahun. Masa ini sering juga disebut

sebagai fase "Golden Age". Golden age merupakan masa yang sangat

penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara cermat agar

sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan. Selain itu,

penanganan kelainan yang sesuai pada masa golden age dapat

meminimalisir kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga

kelaianan yang bersifat permanen dapat dicegah (Nutrisiani, 2010). Usia 0-

24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,


sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis.

Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak

memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal.

Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak memperoleh makanan

sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode

kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik pada

saat ini maupun masa selanjutnya (Nutrisiani, 2010). Masa bayi dan anak

adalah masa mereka mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan yang

cepat dan sangat penting, dimana nantinya merupakan landasan yang

menentukan kualitas penerus generasi bangsa. Masa kritis anak pada usia 6-

24 bulan, karena kelompok umur merupakan saat periode pertumbuhan

kritis dan kegagalan tumbuh (growth failure) mulai terlihat (Sari, 2011).

Data dinas kesehatan kota palembang menunjukan pada tahun 2013

di wilayah di wilayah kerja pusekesmas keramasan terdapat 86,6% dan 61%

kader kesehatan yang tidak mendapatkan pelatihan DDTK berdasarkan

laporan data kegiatan posyandu dan keterangan dari petugas kesehatan

diwilayah kerja puskesmas keramasan tingkat keaktifan kader yaitu 78%

dari target yang telah ditetapkan oleh kementrian kesehatan RI tahun 2008

yaitu 80%.

Masih tingginya tingkat kader yang tidak aktif serta masih banyak

kader yang tidak mendapatkan pelatihan.Cakupan SDDITK di wilayah kerja

puskesmas dan belum mencapai standar pelayanan minimum yang telah

ditetapkan oleh Dinas Kesehatan kota palembang yaitu 90% pada tahun
2013 cakupan SDDITK anak balita sebesar 37,7 dan pada tahun 2014

cakupan SDDITK anak balita sebesar 57,2%.

Solusi perlu dilakukan penyegaran,kemampuan kader harus

dikembangkan untuk berpotensi secara maksimal, dengan bekal

pengetahuan dan ketrampilan yang disesuaikan dengan tugas yang

diemban, dalam mengelola posyandu agar dapat berperan aktif dalam

meningkatkan kesehatan masyarakat

Berdasarkan latar belakang tersebut,maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian tentang Faktor – faktor yang berhubungan dengan

pengetahuan kader dalam Stimulasi Deteksi Dini Intervensi Tumbuh

Kembang ( SDDITK ) Anak umur 2 – 5 tahun di Puskesmas Jatibening

Pondok Gede Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas masih kurangnya pengetahuan

kader tentang SDDITK. Peneliti tertarik melakukan penelitian di Puskesmas

Jattibening Pondok Gede Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat. karena belum

pernah sama sekali mengukur pengetahuan kader tentang SDDITK.

Sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui pengetahuan kader dalam

Stimulasi deteksi dini intervensi tumbuh kembang ( SDDITK ) anak umur 2

– 5 tahun di Puskesmas Jatibening tahun 2018.


1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1.Tujuan umum

Untuk Mengetahui hubungan Pengetahuan Kader dalam (SDDITK)

Stimulasi Deteksi Dini Intervensi Tumbuh kembang anak umur 2-5 tahun di

UPTD Puskesmas Jatibening

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk Mengetahui Hubungan antara pendidikan dan pengetahuan

Kader di UPTD Puskesmas Jatibening tahun 2018

b. Untuk Mengetahui Hubungan antara lamanya menjadi kader dan

pengetahuan kader di UPTD Puskesmas Jatibening tahun 2018

c. Untuk Mengetahui Hubungan antara Umur dan pengetahuan kader

di UPTD Puskesmas Jatibening tahun 2018


1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Puskesmas Jatibening

Diharapkan sebagai masukan untuk meningkatkan pelayanan terutama

dalam hal pelayanan ibu dan anak khususnya ibu kader.

1.4.2. Bagi D IV Kebidanan

Diharapkan hasil peneltian ini dapat menambah wawasan mahasiswa

sebagai calon tenaga kesehatan profesional dan disamping itu dapat

digunakan sebagai pedoman dalam pennelitian selanjutnya.

1.4.3. Bagi Peneliti

Diharapkan meningkatkan pemahaman dan pengalaman peneliti

dalam menganalisis pengetahuan dan kader dalam menjalankan peran

(SDDITK) Tumbuh Kembang Anak Umur 2-5 tahun Puskesmas

Jatibening tahun 2018

1.4.4 Bagi Kader

Untuk Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader mengenai

faktor-faktor yang berhubungan dengan peran serta kader dalam

kegiatan pelaksanaan posyandu.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Kader Kesehatan
a. Pengertian Kader
Kader kesehatan yaitu tenaga yang berasal dari masyarakat,

yang dipilih oleh masyarakat sendiri dan bekerja secara sukarela untuk

menjadi penyelenggara di Desa siaga (Fallen&Budi,2010)

Kader adalah orang atau kumpulan orang di bina oleh suatu

lembaga kepengurusan dalam sebuah organisasi,baik sipil maupun

militer yang berfungsi sebagai pemihak dan atau membantu tugas dan

fungsi pokok organisasi tersebut.

Kader merupakan tenaga masyarakat yang dianggap paling

dekat dengan masyarakat.m Department kesehatan membuat kebijakan

mengenai pelatihan untuk kader yang dimaksudkan untuk

meningkatkan pengetahuan, menurunkan angka kematian ibu dan anak

kematian bayi. Pada kader kesehatan masyarakat itu seyogyanya

memiliki latar belakang pendidikan yang cukup sehingga

memungkinkan karena untuk membaca, menulis, dan menghitung

secara sederhana (Nugroho, 2011).

Kader kesehatan masyarakat bertanggung jawab terhadap

masyarakat setempat serta pimpinan-pimpinan yang ditunjuk oleh

pusat-pusat kesehatan. Diharapkan mereka dapat melaksanakan

petunjuk yang diberikan oleh para pembimbing dalam jalinan kerja dari

sabuah tim kesehatan. Para kader kesehatan masyarakat itu mungkin


saja bekerja secara full time atau part time dalam bidang pelayanan

kesehatan, dan mereka tidak dibayar dengan uang atau bentuk lainnya.

oleh masyarakat setempat atau oleh puskesmas (Meilani, 2009).

b. Tugas Kegiatan Kader

Tugas kegiatan kader akan di tentukan, mengingat bahwa pada

umumnya kader bukanlah tenaga professional melainkanhanya

membantu dalam pelayanan kesehatan.Hal ini perlu adanya pembatasan

tugas yang diemban, baik menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan.

Nugroho (2008) menyebutkan adapun kegiatan pokok yang perlu

diketahui oleh dokter dan semua pihak dalam rangka melaksanakan

kegiatan-kegiatan baik yang menyangkut didalam maupun di luar

posyandu antara lain:

1) Kegiatan yang dilakukan kader Posyandu adalah a) melaksanakan

pendaftaran;b)melaksanakan penimbangan bayi dan balita; c)

melaksanakan pencatatan hasil penimbangan; d) memberikan

penyuluhan; e) memberi dan membantu pelayanan; f) merujuk.

2) Kegiatan yang dapat dilakukan diluar Posyandu KB-kesehatan

adalah a) bersifat yang menunjang pelayanan KB, KIA, Imunisasi,

Gizi dan penanggulangan diare; b) mengajak ibu-ibu untuk datang

pada hari kegiatan Posyandu; c) kegiatan yang menunjang upaya

kesehatan lainnya yang sesuai dengan permasalahan yang ada:

pemberantasan penyakit menular; penyehatan rumah; pembersihan

sarang nyamuk; pembuangan sampah; penyediaan sarana air

bersih; menyediakan sarana jamban keluarga; pembuatan sarana


pembuangan air limbah; pemberian pertolongan pertama pada

penyakit; P3K; dana sehat; kegiatan pengembangan lainnya yang

berkaitan dengan kesehatan.

c. Karakteristik Kader Posyandu

Kader posyandu dipilih secara sukarela dari anggota masyarakat

yang bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan

posyandu secara sukarela. Kriteria kader posyandu antara lain

diutamakan berasal dari anggota masyarakat setempat, dapat membaca

dan menulis huruf latin, mempunyai jiwa pelopor, pembaharu dan

penggerak masyarakat, serta bersedia bekerja secara sukarela, memiliki

kemampuan dan waktu luang (Depkes RI, 2008).Karakteristik kader

posyandu adalah keterangan mengenai diri kader posyandu yang

meliputi umur, jenis kelamin, status, pendidikan,

pekerjaan,pengalaman, pengetahuan, perilaku, sikap, status kesehatan

dan status sosial ekonomi (Depkes RI, 2008).

d. Keaktifan Kader Kesehatan

Kader kesehatan adalah perwujudan peran aktif masyarakat dalam

pelayanan terpadu (Depkes RI (2007). Keaktifan merupakan suatu

kegiatan atau kesibukan (Depkes RI 2007). Keaktifan kader kesehatan

dapat diasumsikan bahwa kader kesehatan yang aktif melaksanakan

tugasnya dengan baik sesuai dengan wewenang dan tanggung

jawabnya, maka kader kesehatan tersebut termasuk dalam kategori yang

aktif. Namun, apabila kader kesehatan tidak mampu melaksanakan

tugasnya maka mereka tergolong yang tidak aktif (Rochmawati (


2.1.2 Tumbuh Kembang

a. Defenisi Tumbuh Kembang

Tumbuh kembang optimal adalah tercapainya proses tumbuh

kembang yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh anak. Dengan

mengetahui penyimpangan tumbuh kembang secara dini sehingga upaya-

upaya pencegahan, stimulasi dan penyembuhan serta pemulihannya dapat

dibenarkan dengan ini yang jelas sedini mungkin pada masa-masa peka

proses tumbuh kembang anak sehingga hasilnya dapat diharapkan akan

tercapai (Depkes RI, 2009).

Proses tumbuh kembang, pemantauan perlu dilakukan sejak awal

yaitu sewaktu dalam kandungan sampai dewasa. Dengan pemantauan

yang baik akan dapat dideteksi adanya penyimpangan secara dini,

sehingga tindakan koreksi yang dilakukan akan mendapatkan hasil yang

lebih memuaskan. Dengan kata lain bila penyimpangan terjadi pada usia

dini dan dideteksi sedini mungkin, maka tindakan koreksi akan

memberikan hasil yang memuaskan, sedangkan bila penyimpangan tejadi

pada usia dini tetapi baru dideteksi pada usia yang lebih lanjut, hasil

koreksi akan kurang memuaskan.

b. Cara deteksi tumbuh kembang anak

1) Mendeteksi tumbuh kembang pada anak diantaranya dengan

pengukuran antropometri . Pengukuran antropometri ini dapat

meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan , lingkar kepala dan

lingkar lengan atas.


a) Pengukuran berat badan yaitu pengukuran berat badan ini

bagian dari antropometri yang digunakan untuk menilai hasil

peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada

tubuh.

b) Pengukuran tinggi badan yaitu pengukuran ini merupakan

bagian dari pengukuran antropometrik yang digunakan untuk

menilai status perbaikan gizi di samping faktor genetic.

c) Pengukuran lingkar kepala dan lingkar lengan.

2) Pertumbuhan dan perkembangan anak :

a) Anak pada usia 3-6 bulan mengangkat kepala dengan tegak

pada posisi telungkup.

b) Anak pada usia 9-12 bulan berjalan dengan berpegangan.

c) Anak pada usia 12-18 bulan minum sendiri dari gelas tanpa

tumpah.

d) Anak pada usia 18-24 bulan mencorat-coret dengan alat tulis.

e) Anak pada usia 2-3 tahun berdiri dengan satu kaki tanpa

berpegangan, melepas pakaian sendiri.

f) Anak pada usia 3-4 tahun mengenal dan menyebutkan paling

sedikit 1 warna.

g) Anak pada usia 4-5 tahun mencuci dan mengeringkan tangan

tanpa bantuan (Depkes RI, 2009).


Tumbuh kembang terdiri atas dua peristiwa yang sifatnya berbeda tetapi

saling berkaitan dan sulit untuk dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan

perkembangan. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan

ukuran, besar, jumlah atau dimensi pada tingkat sel, organ maupun individu.

Pertumbuhan bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur dengan satuan berat

(gram, kilogram), satuan panjang (cm, m), umur tulang, dan keseimbangan

metabolik (retensi kalsium dan nitrogen dalam tubuh). Perkembangan

(development) adalah pertambahan kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang

lebih kompleks. Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel,

jaringan, organ, dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga

masing-masing dapat memenuhi fungsinya. (Soetjiningsih, 1998; Tanuwijaya,

2003).

Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan, dan

berkesinambungan dimulai sejak pembuahan sampai dewasa. Walaupun terdapat

variasi, namun setiap anak akan melewati suatu pola tertentu. Tanuwijaya (2003)

memaparkan tentang tahapan tumbuh kembang anak yang terbagi menjadi dua,

yaitu masa pranatal dan masa postnatal. Setiap masa tersebut memiliki ciri khas

dan perbedaan dalam anatomi, fisiologi, biokimia, dan karakternya.

Masa pranatal adalah masa kehidupan janin di dalam kandungan. Masa ini Commented [A1]:

dibagi menjadi dua periode, yaitu masa embrio dan masa fetus. Masa embrio

adalah masa sejak konsepsi sampai umur kehamilan 8 minggu, sedangkan masa

fetus adalah sejak umur 9 minggu sampai kelahiran. Masa postnatal atau masa

setelah lahir terdiri dari lima periode. Periode pertama adalah masa neonatal

dimana bayi berusia 0 - 28 hari dilanjutkan masa bayi yaitu sampai usia 2 tahun.
Masa prasekolah adalah masa anak berusia 2 – 6 tahun. Sampai dengan

masa ini, anak laki-laki dan perempuan belum terdapat perbedaan, namun ketika

masuk dalam masa selanjutnya yaitu masa sekolah atau masa pubertas,

perempuan berusia 6 – 10 tahun, sedangkan laki-laki berusia 8 - 12 tahun. Anak

perempuan memasuki masa adolensensi atau masa remaja lebih awal dibanding

anak laki-laki, yaitu pada usia 10 tahun dan berakhir lebih cepat pada usia 18

tahun. Anak laki-laki memulai masa pubertasa pada usia 12 tahun dan berakhir

pada usia 20 tahun.

Perkembangan anak juga dipengaruhi oleh stimulasi dan psikologis.

Rangsangan/stimulasi khususnya dalam keluarga, misalnya dengan penyediaan

alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain akan

mempengaruhi anak dalam mencapai perkembangan yang optimal. Seorang anak

yang keberadaannya tidak dikehendaki oleh orang tua atau yang selalu merasa

tertekan akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangan.

Penilaian pertumbuhan dan perkembangan dapat dilakukan sedini

mungkin sejak anak dilahirkan. Deteksi dini merupakan upaya penjaringan yang

dilaksanakan secara komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh

kembang dan mengetahui serta mengenal faktor resiko pada balita, yang disebut

juga anak usia dini. Melalui deteksi dini dapat diketahui penyimpangan tumbuh

kembang anak secara dini, sehingga upaya pencegahan, stimulasi, penyembuhan

serta pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang jelas pada masa-masa kritis

proses tumbuh kembang. Upaya-upaya tersebut diberikan sesuai dengan umur

perkembangan anak, dengan demikian dapat tercapai kondisi tumbuh kembang

yang optimal (Tim Dirjen Pembinaan Kesmas, 1997).


c. Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang balita

1) Faktor Dalam (Internal)

a) Faktor Herediter

Faktor herediter merupakan faktor yang dapat diturunkan

sebagai dasar dalam mencapai tumbuh kembang anak, factor

herditer meliputi factor bawaan, jenis kelamin, ras, dan suku

bangsa. Pertumbuhan dan perkembangan anak dengan jenis

kelamin laki-laki setelah lahir akan cenderung cepat

dibandingkan dengan anak perempuan serta akan bertahan

sampai usia tertentu. Baik anak laki-laki atau anak perempuan

akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat ketika mereka

mencapai masa pubertas (Nursalam, 2005).

b) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan merupakan factor yang memegang

peranan penting dalam menentukan tercapai atau tidaknya

potensi yang sudah dimiliki. Faktor lingkungan ini dapat

meliputi lingkungan prenatal (yaitu lingkungan dalam

kandungan) dan lingkungan postnatal (yaitu lingkungan setelah

bayi lahir) (Nursalam, 2005)

Faktor lingkungan secara garis besar dibagi menjadi :

1. Faktor lingkungan prenatal Gizi pada waktu

ibu hamil Zat kimia atau toksin Hormonal2

2. Faktor lingkungan postnatal


a) Budaya lingkungan Dalam hal ini adalah budaya dalam

masyrakat yang mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan anak, budaya lingkungan dapat

menentukan bagaimana seseorang mempersepsikan pola

hidup sehat

b) Status sosial ekonomi Anak dengan keluaraga yang

memiliki sosial ekonomi tinggi umumnya pemenuhan

kebutuhan gizinya cukup baik dibandingkan dengan anak

dengan sosial ekonomi rendah

c) Nutrisi menjadi kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang

selama masa pertumbuhan, dalam nutrisi terdapat

kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan

dan perkembangan seperti protein, karbohidrat, lemak,

mineral, vitamin, dan air

d) Iklim dan cuaca Pada saat musim tertentu kebutuhan gizi

dapat dengan mudah diperoleh namun pada saat musim

yang lain justru sebaliknya, sebagai contoh pada saat

musim kemarau penyediaan air bersih atau sumber

makanan sangatlah sulit

e) Olahraga atau latihan fisik Dapat memacu perkembangan

anak karena dapat meningkatkan sirkulasi darah sehingga

suplai oksigen ke seluruh tubuh dapat teratur serta dapat

meningkatkan stimulasi perkembangan tulang, otot, dan

pertumbuhan sel lainnya


f) Posisi anak dalam keluarga Secara umum anak pertama

memiliki kemampuan intelektual lebih menonjol dan

cepat berkembang karena sering berinteraksi dengan orang

dewasa namun dalam perkembangan motoriknya kadang-

kadang terlambat karena tidak ada stimulasi yang biasanya

dilakukan saudara kandungnya, sedangkan pada anak

kedua atau tengah kecenderungan orang tua yang sudah

biasa dalam merawat anak lebih percaya diri sehingga

kemamapuan anak untuk berdaptasi lebih cepat dan

mudah meski dalam perkembangan intelektual biasanya

kurang dibandingkan dengan anak pertamanya

g) Status kesehatan Apabila anak berada dalam kondisi sehat

dan sejahtera maka percepatan untuk tumbuh kembang

menjadi sangat mudah dan sebaliknya. Apabila anak

mempunyai penyakit kronis yang ada pada diri anak maka

pencapaian kemampuan untuk maksimal dalam tumbuh

kembang akan terhambat karena anak memiliki masa

kritis.

1) Faktor hormonal

Faktor hormonal yang berperan dalam tumbuh kembang

anak antara lain hormon somatotropin, tiroid dan glukokortikoid.

Hormon somatotropin (growth hormone) berperan dalam

mempengaruhi pertumbuhan tinggi badan dengan menstimulasi

terjadinya proliferasi sel kartilgo dan system skeletal, hormon


tiroid berperan menstimulasi metabolism tubuh. Hormone

glukokortiroid mempunyai fungsi menstimulasi pertumbuhan sel

intertisial dari testis (untuk memproduksi testosteron) dan

ovarium (untuk memproduksi estrogen), selnjutnya hormon

tesebut menstimulasi perkembangan seks, baik pada anak laki-

laki maupun perempuan yang sesuai dengan peran hormonnya

(Nursalam, 2005) Penilaian pertumbuhan dan perkembangan

meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian pertumbuhan fisik dan

penilaian perkembangan. Masing-masing penilaian tersebut

mempunyai parameter dan alat ukur tersendiri.

Dasar utama dalam menilai pertumbuhan fisik anak adalah

penilaian menggunakan alat baku (standar). Untuk menjamin

ketepatan dan keakuratan penilaian harus dilakukan dengan teliti

dan rinci. Pengukuran perlu dilakukan dalam kurun waktu

tertentu untuk menilai kecepatan pertumbuhan. Parameter ukuran

antropometrik yang dipakai dalam penilaian pertumbuhan fisik

adalah tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, lipatan kulit,

lingkar lengan atas, panjang lengan, proporsi tubuh, dan panjang

tungkai. Menurut Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang

Balita (Tim Dirjen Pembinaan Kesmas, 1997) dan Narendra

(2003) macam macam penilaian pertumbuhan fisik yang dapat

digunakan adalah:

a) Pengukuran Berat Badan (BB)


Pengukuran ini dilakukan secara teratur untuk memantau

pertumbuhan dan keadaan gizi balita. Balita ditimbang

setiap bulan dan dicatat dalam Kartu Menuju Sehat Balita

(KMS Balita) sehingga dapat dilihat grafik pertumbuhannya

dan dilakukan interfensi jika terjadi penyimpangan.

b) Pengukuran Tinggi Badan (TB)

Pengukuran tinggi badan pada anak sampai usia 2 tahun

dilakukan dengan berbaring., sedangkan di atas umur 2 tahun

dilakukan dengan berdiri. Hasil pengukuran setiap bulan

dapat dicatat pada dalam KMS yang mempunyai grafik

pertumbuhan tinggi badan.

c) Pengukuran Lingkar Kepala Anak (PLKA)

PLKA adalah cara yang biasa dipakai untuk mengetahui

pertumbuhan dan perkembangan otak anak. Biasanya ukuran

pertumbuhan tengkorak mengikuti perkembangan otak,

sehingga bila ada hambatan pada pertumbuhan tengkorak

maka perkembangan otak anak juga terhambat. Pengukuran

dilakukan pada diameter occipitofrontal dengan mengambil

rerata 3 kali pengukuran sebagai standar.


d. Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Masalah yang sering timbul dalam pertumbuhan dan

perkembangan anak meliputi gangguan pertumbuhan fisik,

perkembangan motorik, bahasa, emosi, dan perilaku.

1) Gangguan Pertumbuhan Fisik

Gangguan pertumbuhan fisik meliputi gangguan pertumbuhan di

atas normal dan gangguan pertumbuhan di bawah normal.

Pemantauan berat badan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat)

dapat dilakukan secara mudah untuk mengetahui pola pertumbuhan

anak. Menurut Soetjiningsih (2003) bila grafik berat badan anak

lebih dari 120% kemungkinan anak mengalami obesitas atau

kelainan hormonal. Sedangkan, apabila grafik berat badan di bawah

normal kemungkinan anak mengalami kurang gizi, menderita

penyakit kronis, atau kelainan hormonal. Lingkar kepala juga

menjadi salah satu parameter yang penting dalam mendeteksi

gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. Ukuran lingkar

kepala menggambarkan isi kepala termasuk otak dan cairan

serebrospinal. Lingkar kepala yang lebih dari normal dapat dijumpai

pada anak yang menderita hidrosefalus, megaensefali, tumor otak

ataupun hanya merupakan variasi normal. Sedangkan apabila lingkar

kepala kurang dari normal dapat diduga anak menderita retardasi

mental, malnutrisi kronis ataupun hanya merupakan variasi normal.


Deteksi dini gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran juga

perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya gangguan yang

lebih berat. Jenis gangguan penglihatan yang dapat diderita oleh

anak antara lain adalah maturitas visual yang terlambat, gangguan

refraksi, juling, nistagmus, ambliopia, buta warna, dan kebutaan

akibat katarak, neuritis optik, glaukoma, dan lain sebagainya.

(Soetjiningsih, 2003). Sedangkan ketulian pada anak dapat

dibedakan menjadi tuli konduksi dan tuli sensorineural. Menurut

Hendarmin (2000), tuli pada anak dapat disebabkan karena faktor

prenatal dan postnatal. Faktor prenatal antara lain adalah genetik dan

infeksi TORCH yang terjadi selama kehamilan. Sedangkan faktor

postnatal yang sering mengakibatkan ketulian adalah infeksi bakteri

atau virus yang terkait dengan otitis media.

2) Gangguan perkembangan motorik

Perkembangan motorik yang lambat dapat disebabkan oleh

beberapa hal. Salah satu penyebab gangguan perkembangan motorik

adalah kelainan tonus otot atau penyakit neuromuskular. Anak

dengan serebral palsi dapat mengalami keterbatasan perkembangan

motorik sebagai akibat spastisitas, athetosis, ataksia, atau hipotonia.

Kelainan sumsum tulang belakang seperti spina bifida juga dapat

menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik. Penyakit

neuromuscular sepeti muscular distrofi memperlihatkan

keterlambatan dalam kemampuan berjalan. Namun, tidak selamanya

gangguan perkembangan motorik selalu didasari adanya penyakit


tersebut. Faktor lingkungan serta kepribadian anak juga dapat

mempengaruhi keterlambatan dalam perkembangan motorik. Anak

yang tidak mempunyai kesempatan untuk belajar seperti sering

digendong atau diletakkan di baby walker dapat mengalami

keterlambatan dalam mencapai kemampuan motorik.

3) Gangguan perkembangan bahasa

Kemampuan bahasa merupakan kombinasi seluruh system

perkembangan anak. Kemampuan berbahasa melibatkan kemapuan

motorik, psikologis, emosional, dan perilaku (Widyastuti, 2008).

Gangguan perkembangan bahasa pada anak dapat diakibatkan

berbagai faktor, yaitu adanya faktor genetik, gangguan pendengaran,

intelegensia rendah, kurangnya interaksi anak dengan lingkungan,

maturasi yang terlambat, dan faktor keluarga. Selain itu, gangguan

bicara juga dapat disebabkan karena adanya kelainan fisik seperti

bibir sumbing dan serebral palsi. Gagap juga termasuk salah satu

gangguan perkembangan bahasa yang dapat disebabkan karena

adanya tekanan dari orang tua agar anak bicara jelas (Soetjingsih,

2003).

4) Gangguan Emosi dan Perilaku

Selama tahap perkembangan, anak juga dapat mengalami

berbagai gangguan yang terkait dengan psikiatri. Kecemasan adalah

salah satu gangguan yang muncul pada anak dan memerlukan suatu

intervensi khusus apabila mempengaruh interaksi sosial dan

perkembangan anak. Contoh kecemasan yang dapat dialami anak


adalah fobia sekolah, kecemasan berpisah, fobia sosial, dan

kecemasan setelah mengalami trauma. Gangguan perkembangan

pervasif pada anak meliputi autisme serta gangguan perilaku dan

interaksi sosial. Menurut Widyastuti (2008) autism adalah kelainan

neurobiologis yang menunjukkan gangguan komunikasi, interaksi,

dan perilaku. Autisme ditandai dengan terhambatnya perkembangan

bahasa, munculnya gerakan-gerakan aneh seperti berputar-putar,

melompat lompat, atau mengamuk tanpa sebab.

Metode yang digunakan dengan memberikan pemahaman

untuk meningkatkan pengetahuan kader dalam (SDDITK)

Stimulasi Deteksi Dini Intervensi Tumbuh Kembang Anak Umur 2-5

tahun di Wilayah Puskesmas Jatibening.

Pelatihan yang disampaikan kepada kader posyandu dengan

beberapa metode sebagai berikut:

2.1.3 Ceramah

Metode ini dipilih untuk menyampaikan teori dan konsep yang

sangat prinsip dan penting untuk dimengerti serta dikuasai oleh peserta

pelatihan. Materi yang disampaikan meliputi pengertian, karakteristik anak

berdasarkan usia, tahap-tahap perkembangan kognitif, emosi, psikososial

dan motorik anak, pengetahuan mengenai deteksi tumbuh kembang anak,

pengetahuan tentang alat yang dibutuhkan untuk melakukan deteksi

tumbuh kembang anak, pengetahuan tentang cara stimulasi tumbuh

kembang anak cara pengisian KMS dan format tumbuh kembang.

a. Display Study (Foto dan film)


Metode ini dipilih untuk menampilkan kondisi dan perilaku-

perilaku yang mungkin terjadi pada anak, baik normal maupun anak

berkebutuhan khusus. Dengan display study maka para peserta

pelatihan akan dapat melakukan pengamatan perilaku anak dan

mempraktekan deteksi tumbuh kembang anak, serta mengetahui

bagaimana cara untuk menstimulasi tumbuh kembang anak

b. Role Play

Peserta secara bergantian diminta untuk mempraktikan cara

mengisi kuesioner atau alat pemantau tumbang, pelayanan,

pendeteksian, penyuluhan dan berinteraksi dini pada penyimpangan

tumbuh kembang anak, serta mempraktekkan cara stimulasi tumbuh

kembang anak

c. Studi kasus dan diskusi

Pada metode ini peserta akan melakukan kajian terhadap kasus-

kasus yang mungkin dihadapi oleh kader posyandu pada saat praktik.

Diharapkan kader akan lebih terampil dan memiliki bekal yang cukup

untuk melakukan pelayanan deteksi tumbuh kembang anak.

d. Pendampingan

Metode ini dipilih pada saat pelaksanaan posyandu tim pelaksana

terjun langsung untuk mendampingi kader dalam melakukan

pendeteksian dan stimulasi dini tumbuh kembang anak. Harapannya

setelah pelatihan selesai kader dapat melakukan sendiri tanpa

pendampingan tim pelaksana disetiap kegiatan posyandu


2.1.4 Faktor-faktor yang Menganalisis Hubungan Pengetahuan Kader

dalam (SDDITK) Tumbuh Kembang Anak Umur 2-5 tahun di

UPTD Puskesmas Jatibening tahun 2018

Pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang anak dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Umur

Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan dalam

penyelidikan epidermiologi.Angka-angka kesakitan maupun

kematian,hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan

umur.Umur merupakan salah satu hal yang penting dalam

mempengaruhi seseorang.Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock

(2002)yang menyatakan bahwa semakin tinggi umur seseorang

semakin tinggi pula tingkat pengetahuanya,ini diperoleh dari

pengalamannya dan ini akan berpengaruh terhadap apa yang

dilakukan oleh seseorang.

b. Pendidikan

Pendidikan adalah proses tumbuh kembang seluruh

kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran,sehingga

dalam penelitian itu perlu dipertimbangkan umur dan proses

belajar.Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih menerima ide-ide

dan teknologi yang baru.semakin meningkat pendidikan seseorang

makan akan bertambah pengalaman yang mempengaruhi wawasan

dan pengetahuanya.adapun tujuan yang hendak dicapai melalui pen


didikan adalah untuk mengubah pengetahuan

(pengertian,pendapat,konsep-konsep),sikap dan persepsi serta

menanamkan tingkah laku atau kebiasaan baru (

Notoatmodjo,2007).

Pendidikan sebagai satu sistem perubahan kecakapan

seseorang berbentuk sikap serta perilaku yang berlaku dalam

masyarakat. Sistem di mana seseorang di pengaruhi oleh

lingkungan yang terpimpin terutama di dalam lingkungan sekolah

hingga bisa meraih kecakapan sosial serta bisa meningkatkan

kepribadiannya (Carter V. Good, 2012).

Latar belakang pendidikan formal yang pernah ditamatkan

ibu dan mendapatkan ijasah sampai dilakukan penelitian.

a. Rendah (Tidak tamat SD, SMP)

b. Menengah ( SMA )

c. Tinggi (DIII, PT )

d. Perguruan Tinggi ( Azwar, 2006 )

Menurut Hartono ( 2011 ) Tingkat pendidikan merupakan

salah satu faktor penting dalam menentukan baik buruk derajat

kesehatan. Karena dengan bekal pendidikan yang cukup

seseorang banyak memperoleh informasi dan dapat menentukan

pilihan. Serta menentukan alternative terbaik untuk kepentingan

keluarga dan lingkungan masyarakatnya termasuk menentukan

pola hidup sehat bagi anak yang ada dilingkungannya tersebut.


c. Lamanya menjadi kader

Kinerja masa lalu cenderung dihubungkan pada hasil

seseorang,semakin lama ia bekerja maka semakin terampil dalam

melaksanakan tugasnya sehingga senioritas dalam bekerja akan lebih

terfokus jika dibandingkan dengan orang yang barun bekerja(

Robbins,1996)

Menurut Widiaastuti (2006) yang mengutip pendapat sondang

bahwa seseorang dalam bekerja akan lebih baik hasilnya bila memiliki

keterampilan dalam melaksanakan tugas dan keterampilan seseorang

dapat terlihat pada lamanya seseorang bekerja.begitu juga dengan

kader posyandu,semakin lama seseorang bekerja menjadi kader

posyandu maka keterampilan dalam melaksanakan tugas pada saat

kegiatan posyandu akan semakin meningkat sehingga nantinya

partisipasi kader dalam kegiatan posyandu akan membaik.

d. Pekerjaan

Lamanya seseorang bekerja dapat berkaitan dengan pengalaman

yang didapat ditempat kerjanya.Apabila seorang kader bekerja,maka

ia tidak akan mempunyai waktu yang cukup untuk melaksanakan

kegiatan posyandu.Menurut Depkes RI (1996),bahwa salah satu syarat

calon kader adalah wanita yaang mempunyai waktu yang cukup untuk

melakukan semua tugas kader yang telah ditetapkan ,dimana kegiatan

posyandu biasanya dilaksnakan pada hari dan jam kerja.Karakteristik

yang berhubungan dengan pekerjaan kader karena kesibukan

membuat seseorang terabaikan akan kesehatanya,termasuk kader


posyandu.kesibukan akan pekerjaan terkadang seorang ibu lupa

terhadap tugas dan tanggung jawab yang diemban padanya.Sebaiknya

kader posyandu tidak mempunyai pekerjaan yang tetap,dan

mempunyai pengalaman menjadi kader sekurang-kurangnya 60 ,bulan

dan tidak ada pergantian kader dalam 1 tahun serta jumlah kader

setiap posyandu lima orang( Benny,2005)Hubungan antara jenis

pekerjaan dengan keaktifan kader dicontohkan dengan seorang ibu

yang dengan kesibukan tertentu akan mempengaruhi keaktifan

posyandu sesuai dengan jadwal yang ditetapkan setiap bulannya(

Notoadmodjo,2005).

e. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “ tahu “ dan ini terjadi

setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu.

Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra

penglihatan., pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang. ( Notoatmodjo 2007 ).

Menurut Soekidjo Notoatmodjo ( 2007 ) pengetahuan di dalam

domain kognitif terdiri dari 6 tingkatan, yaitu :

a. Tahu ( Know )

Diartikan sebagai kemampuan mengingat materi yang telah di

pelajari sebelumnya.

b. Memahami ( Comperehension )
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpresikan

materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi ( Application )

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah di pelajari pada situasi atau kondisi real ( nyata ).

d. Analisis ( Analysis )

Diartikan suatu kemampuan untuk mempelajari materi atau suatu

objek kedalam komponen – komponen, tetapi masih dalam satu

struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain

e. Sintesis ( Syntesis )

Diartikan suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian - bagian dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

f. Evaluasi ( Evaluation )

Diartikan suatu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penelitan terhadap suatu objek materi berdasarkan kriteria yang di

tentukan sendiri atau kriteria yang telah ada

a. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek dari

penelitian atau responden kedalam pengetahun yang ingin kita ketahui

atau kita ukur. Adapun pertanyaan yang dapat dipergunakan untuk


mengukur pengetahuan secara umum dapat dikelompokan menjadi dua

jenis : Pertanyaan subjektif : Bentuk pertanyaan esay.

b. Pertanyaan Objektif : Jenis pertanyaan berupa pilihan ganda, betul, salah

yaitu pertanyaan menjodohkan.

Pertanyaan esay disebut pertanyaan subjektif karena penilaian

pertanyaan ini melibatkan faktor subjektif penilaian, sehingga nilainya

akan berbeda dari seseorang penilai dibandingkan dengan yang lain dari

waktu kewaktu lainnya.

Pertanyaan pilihan ganda betul / salah , menjodohkan, disebut

pertanyaan objektif karena pertanyaan itu dapat dinilai secara pasti oleh

penilaiannya tanpa melibatkan faktor subjektifitas dari penilai.

Pengetahuan seseorang ini dapat diketahui dan diinterprestasikan

dengan skala bersifat kualitatif. Menurut Arikunto ( 2006 ) adalah

sebagai berikut :

1. Baik : Hasil presentase > 75 %

2. Cukup : Hasil presentase 55 % - 75 %

3. Kurang : Hasil presentase < 55 %

Faktor-faktor yang terkait dengan kurang pengetahuan (deficient

knowledge) terdiri dari kurang terpapar informasi, kurang daya

ingat/hapalan, salah menafsirkan informasi, keterbatasan kognitif, kurang

minat untuk belajar dan tidak familiar terhadap sumber informasi.

Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan (knowledge)

seseorang ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut:

a. Keterangan terhadap informasi


b. Daya ingat

c. Interprestasi informasi

d. Kognitif

e. Minat belajar

f. Kefamiliaran akan sumber informasi.

Kader posyandu yang berpengetahuan baik akan melaksanakan

kegiatan posyandu dengan baik pula sehingga mempengaruhi tingkat

keaktifannya.

g. Intensif / reward

Reward adalah sebuah bentuk apresiasi kepada suatu prestasi

tertentu yang diberikan, baik oleh dan dari perorangan ataupun suatu

lembaga yang biasanya diberikan dalam bentuk material atau ucapan.

Dalam organisasi ada istilah insentif, yang merupakan suatu penghargaan

dalam bentuk material atau non material yang diberikan oleh pihak

pimpinan organisasi perusahaan kepada karyawan agar mereka bekerja

dengan menjadikan modal motivasi yang tinggi dan berprestasi dalam

mencapai tujuan-tujuan perusahaan atau organisasi.

h. Insentif

Pemberian insentif merupakan bayaran pokok untuk memotivasi

para pegawai agar lebih maju dalam pekerjaan dengan keterampilan dan

tanggung jawab yang lebih besar. Insentif adalah salah satu jenis

penghargaan yang dikaitkan dengan prestasi kerja (Mutiara, 2012).

Secara sederhana dinyatakan bahwa biasanya seseorang akan

merasa diperlakukan secara tidak adil apabila perlakuan itu dilihatnya


sebagai suatu hal yang merugikan. Dalam kehidupan bekerja persepsi itu

dikaitkan dengan berbagai hal yaitu mengenai insentif dan jumlah jam

kerja (Sondang, 2006).

Sebagai imbalan dari pekerjaanya, kebanyakan para kader tidak

menerima pembayaran tunai untuk pelayanan mereka tetapi mereka

mendapat upah dalam bentuk lain seperti seragam sebagai tanda

penghargaan, sertifikat sebagai tanda jasa, dan peralatan rumah tangga

kecil-kecilan.

Akan tetapi salah satu faktor penting dalam keuntungan yang

diperoleh para kader adalah setatusnya. Untuk para kader Posyandu, status

ini tidak diperoleh karena partisipasi mereka dalam program

kemasyarakatan yang berprioritas tinggi tersebut tetapi juga karena

penghargaan tinggi yang diberkan oleh pihak pemerintah.Alasan utama

penggunaan insentif upah adalah jelas, insentif hampir selamanya

meningkatkan produktifitas.

Agar berhasil, insentif hendaknya cukup sederhana, sehingga

mereka yakin prestasi kerja yang akan menghasilkan imbalan. Insentif

yang berhasil dapat menimbulkan imbalan psikologis dan juga imbalan

ekonomi, ada perasaan puas yang timbul dari penyelesaian pekerjaan yang

dilakukan dengan baik.Insentif yang diberikan kepada kader sangat

memotivasi keaktifannya.

Menurut Aprillia (2009) bahwa rendahnya jumlah insentif yang

diterima kader posyandu, dirasakan masih kurang untuk memotivasi

kinerja dan partisipasi aktif kader dalam kegiatan posyandu sehingga


tanggung jawab terhadap suksesnya program, cakupan dan kegiatan

posyandu menjadi kurang maksimal.

Menurut Merry Judd (1997), bentuk insentif yang menurut para

kader membawa dampak positif bagi prestasi mereka adalah: Pertama,

seragam, yang membuat mereka merasa memiliki wewenang dan

pembenaran untuk berbicara serta memberikan instruksi pada penduduk

desa untuk melakukan suatu tugas tertentu. Kedua, penggantian biaya

transport. Ketiga, pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas. Keempat,

lencana dan sertifikat seperti seragam, lencana menambah sifat resmi pada

pekerjaan mereka. Kelima, honorarium bagi kader yang agak kaya hanya

akan diterima kalau ditawarkan. Keenam, pasokan peralatan untuk

Posyandu seperti alat timbangan, meja, kursi, kertas, buku laporan, alat

tulis, peralatan untuk pemberian makanan tambahan seperti sendok,

mangkok, piring dll. Ketujuh, supervisi teratur dari puskesmas yang

dirasakan oleh para kader sangat penting untuk meningkatkan

pengetahuan, keterampilan dan rasa percaya diri mereka dalam

menjalankan tugas-tugasnya.

a. Penghargaan

Keberadaan kader hendaknya mendapat pengakuan dan

penghargaan yang wajar dan tulus. Semua orang memerlukan pengakuan

atas keberadaannya dan statusnya oleh orang lain. Keberadaan dan status

seseorang tercermin pada berbagai lambang yang penggunaannya sering

dipandang sebagai hak seseorang. Pengakuan terhadap keberadaan kader

dari Pembina kader di kecamatan perlu diwujudkan dengan prioritas


pelayanan kesehatan gratis, dan adanya pakaian seragam kader (Depkes,

2007).

Hirarki kebutuhan manusia menurut Maslow (1996) diawali dari

kebutuhan primer (kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman) akan

dominan sampai kebutuhan tersebut dirasakan cukup terpenuhi. Setelah itu

barulah individu termotivasi untuk mencapai kebutuhan yang bersifat

skunder seperti kebutuhan kasih sayang, kebutuhan penghargaan, dan

kebutuhan aktualisasi. Kebutuhan akan penghargaan dicerminkan oleh

kebutuhan akan respek terhadap diri sendiri, prestasi, dan pengakuan oleh

pihak lain. Kebutuhan akan penghargaan merupakan kebutuhan dasar

manusia tingkat keempat.

Menurut Ranupandojo dan Husnan (1993) penghargaan terhadap

pekerjaan yang dijalankan, merupakan keinginan dari kebutuhan egoistis,

yang diwujudkan dalam pujian, hadiah (dalam bentuk uang ataupun tidak),

diumumkan kepada rekan-rekan sekerjanya.

Menurut Suryatim, pemberian penghargaan terhadap loyalitas

kader akan sangat membantu untuk mempertahankan keaktifan kader

posyandu, pemberian tugas yang tidak membosankan disertai pujian,

melengkapi atribut saat bertugas akan membuat kinerja kader semakin

meningkat.
2.2 Kerangka Teori

Kerangka pikir atau landasan teori adalah kesimpulan dari

Tinjauan pustaka yang berisi tentang konsep-konsep teori yang

dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan

berdasarkan Kerangka teori di atas disusunlah Kerangka Konsep yaitu

suatu bagan yang menggambarkan hubungan antar konsep yang akan

diteliti,yaitu
1. Umur
2. Insentif
3. Lamanya
Pengetahuan kader dalam
menjadi
stimulasi deteksi dini
kader
1111 intervensi tumbuh
4. Pendidikan
kembang anak umur 2- 5
5. Pengetahua
tahun
n
6. rewards
Bagan 2.1 Sumber: Modifikasi dari Fallen&Budi,2010 Nugroho,2011
Meilani,2009
2.3 Kerangka Konsep

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan kerangka konsep pada

penelitian ini variabel independen yaitu pendidikan,lamanya menjadi

kader,dan intensif dan variabel dependen yaitu Pengetahuan dan

keterampilan kader dalam Stimulasi Deteksi Dini Tumbuh Kembang.

Variabel Independen Variabel Dependen

1 pendidikan Pengetahuan kader dalam


stimulasi deteksi dini
2. lamanya menjadi
intervensi tumbuh kembang
kader
anak umur 2- 5 tahun
3.Umur
.
Bagan 2.2 Kerangka Konsep
HIPOTESIS

2.1.1 Ada hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan kader

dalam Stimulasi Deteksi Dini Intervensi Tumbuh kembang anak

umur 2-5 tahun

2.1.2 Ada hubungan antara lamanya menjadi kader dengan

pengetahuan kader dalam Stimulasi Deteksi Dini Intervensi

Tumbuh kembang anak umur 2- 5 tahun

2.1.3 Ada hubungan antara umur dengan pengetahuan kader dalam

Stimulasi Deteksi Dini Intervensi Tumbuh kembang anak 2-5

tahun
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitia


Metode penelitian ini yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode analisis kuantitatif,yaitu penelitian yang menekankan analisisnya pada

data numerical atau angka yang diperoleh dengan metode statistik serta

dilakukan pada penelitian inferensial atau dalam rangka pengujian hipotesis

sehingga diperoleh signifikan hubungan antara variabel yang diteliti.

Sugiyono ( 2011 )

Chi Square berguna untuk menguji hubungan atau pengaruh dua

buah variabel nominal dan mengukur kuatnya antara hubungan variabel

yang satu dengan variabel nominal lainya.Penenlitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengetahuan kader dalam Stimulasi Deteksi Dini Intervensi

Tumbuh Kembang Anak Umur 2-5 tahun di UPTD Puskesmas Jatibening

tahun 2018

3.2 Populasi dan Sampel


3.2.1 Populasi
Populasi penelitian adalah keseluruhan dari suatu objek penelitian

atau objek yang diteliti sesuai dengan penelitian diatas maka yang menjadi

populasinya sebanyak 50 kader posyandu di Puskesmas Jatibening tahun

2018.

3.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari keseluruhan yaitu sebanyak 50 kader

yang akan diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo,


2010). Untuk menentukan sampel pada penelitian ini maka digunakan

teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2008 )

a. Teknik sampling
Teknik sampling adalah cara tertentu (yang secara

metodologis dibenarkan) yang digunakan untuk menarik

(mengambil, memilih) anggota sampel dari anggota populasi

sehingga peneliti memperoleh kerangka sampel dalam ukuran

yang telah ditentukan (Notoatmodjo, 2010).

Cara pengambilan sampel, untuk sampel kasus (22 orang) di

ambil secara total kasus (Total Sampling) dan untuk sampel

kontrol (28 orang) di ambil dengan cara Accidental Sampling.

Accidental Sampling adalah suatu teknik yang dilakukan

dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada

atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian.

(Notoatmodjo, 2010).

b. Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi

1. Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek

penelitian dapat mewakili dalam sampel penelitian

yang memenuhi syarat sebagai sampel

(Notoatmodjo, 2010).Yaitu 50 orang responden

Objek dalam penelitian ini adalah Ibu Kader yang

telah memenuhi kriteria inklusi antara lain :

a) Bersedia menjadi responden dan menandatangani

informed consent.
b) Ibu Kader (usia 28-60 Tahun) tercatat di UPTD

Puskesmas Jatibening.

2. Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek

penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak

memenuhi syarat sebagai sampel penelitian

(Notoatmodjo, 2010).

Yang menjadi kriteria eksklusi dalam penelitian ini

adalah :

a) Ibu Kader tidak bersedia menjadi responden dan tidak

mau mengisi kuesioner.

b) kader

3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di UPTD Puskesmas Jatibening Pondok Gede,

Alamat di Jln Amarilis, RT.2 / RW.12, Pondok Gede Kota Bekasi Provinsi

Jawa Barat Tahun 2018

3.4 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan 12 Juni – 1 agustus

Tahun 2018.

3.5 Variabel Penelitian

Menurut Arikunto (2010) adalah objek penelitian atau apa yang

menjadi titik perhatian suatu penelitian.

3.5.1 Variabel Bebas

Pendidikan,Lamanya menjadi kader dan Umur

3.5.2 Variabel Terikat


Pengetahuan Kader Dalam Stimulasi Deteksi Dini Intervensi

Tumbuh Kembang anak umur 2-5 tahun

3.6 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1. Pengetahu Meningkatkanya Kuesoner Mengisi 1.Baik Ordinal
an pengetahuan dan kuesioner (jika
keterampilan kader maka skor
akan meningkatkan ≥ 75%)
pertumbuhan dan 0.Kurang
perkembangan anak (jika skor
secara optimal ≤ 74%)
2. Pendidika Pendidikan sebagai satu Kuesoner Mengisi 0.Rendah Ordinal
n sistem perubakan kuesoner SD-SMP
kecakapan seseorang 1.Tinggi
berbentuk sikap dan SMA-PT
perilaku yang berlaku
dalam masyarakat
3. Lamanmy Lamanya responden Kuesoner Mengisi 0 < 5 Tahun Ordinal
amenjadi menjadi Kader yang kuesoner 1 ≥ 5 Tahun
kader dihitung berdasarkan
tahun masehi sesuai
dengan SK yang
dikeluarkan (
siagian,2006)
4. Umur Usia responden dan Kuesoner Menigisi 0 <30 Ordinal
sesuai dengaan tanggal kuesoner Tahun
lahir dan dihitung sejak
lahir hingga ukang tahun 1 ≥
terakhir 30Tahun

3.7 Instrumen Pengumpulan Data

Instrument penelitian dalam penelitian ini yaitu dengan

menggunakan kuesioner dimana sebelum dilakukan penelitian ini

dilakukan uji kuesioner guna mengetahui ke akuratan dari kuesioner pada

penelitian ini.

Hal ini sangat penting dalam penelitian karena kesimpulan

penelitian hanya akan dapaat dipercaya (akurat). Data yang kita kumpulan

tidak akan berguna bila mana alat pengukur yang digunakan untuk
mengumpulkan data penelitian tidak mempunyai validitas dan reliabilitas

yang tinggi

3.8 Prosedur Pengumpulan Data


3.8.1 Proses Pengumpulan Data

Sebelum melakukan penelitian, penulis meminta surat

pengantar dari institusi untuk diberikan di Wilayah Puskesmas

Jatibening untuk mendapat pengantar untuk pengambilan data.

3.8.2 Instrumen Pengumpulan data

Pengumpulan data diperoleh dengan cara data primer,dengan

cara menyebarkan Kuesoner penelitian dan sampel sebesar 50

ibu Kader.Peneliti menjelaskan jalannya penelitian antara lain:

1) Mempersiapkan Materi Kuesoner

2) Bekerja sama dengan bidan di Puskesmas Jatibening

3) Melakukan Studi Pendahuluan

4) Melakukan Penelitian dan menyebarkan kuesoner

5) Mengumpulkan hasil kuesoner

6) Mengolah data

3.8.3 Pengolahan Data

Berdasarkan (Notoatmojo, 2010) data yang terkumpul diolah

dan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing (Pengolahan Data)

Memeriksa ulang kelengkapan, kemungkinan kesalahan dan

konsistensi data. Editing langsung dilakukan di tempat

pengumpulan data di lapangan, sehingga jika terjadi kesalahan

maka upaya pembetulan dapat segera dilakukan.


b. Coding (Pengkodean)

Setiap yang memenuhi kriteria sampel dan telah terisi semua

dilakukan pengkodean data koding dilakukan sendiri oleh

peneliti. Keterangan pada pengkodingan pada

c. Cleaning data

Sebelum analisis data, data yang sudah dimasukkan, dilakukan

pengecekan, pembersihan, ketika ditemukan kesalahan pada

input data sehingga dapat diperbaiki dan dinilai (score) yang

ada sesuai penampilan data kemudian transformasi data untuk

menggambarkan variabel bebas dan variabel terikat kemudian

dilakukan scoring terhadap pertanyaan yang berhubungan

dengan masing-masing variabel.

d. Processing

Memasukkan data kedalam tabel dan dikelompokkan sesuai

dengan jenis data yang diperoleh.

(Notoatmojo, 2010)

3.9 Analisa Data

Data yang disajikan dengan distribusi melalui analisis univariat dan

analisis bivariat

3.9.1 Analisis Univariat

Menurut Notoatmojo (2010) untuk mengetahui distribusi frekuensi

dan persentase dari variabel independen

3.9.2 Analisis Bivariat


Menurut Sugiyono (2010) analisis bivariat adalah analisis yang

digunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas


3.10 Etika Penelitian

Merumuskan pedoman etis yang lebih memadai dan norma-norma

atau proses penjelajahan atau penemuan metodologi mencari pengetahuan

atau sebagai hasil yang nyata

3.10.1 Surat Persetujuan


Lembar persetujuan yang diberikan kepada responden yang akan
diteliti. Jika responden bersedia, dia harus menandatangani surat
persetujuan penelitian. Apabila responden menolak peneliti tidak akan
memaksa dan menghormati hak-hak responden.
3.10.2 Tanpa Nama

Responden tidak mencantumkan nama pada lembar pengumpulan

data tetapi peneliti menuliskan kode pada lembar pertanyaan untuk

menjaga kerahasiaan informasi.

3.10.3 Kerahasiaan

Peneliti akan menjamin kerahasiaan dengan tidak mencantumkan

nama pada lembar pengumpulan data.

(Utarini, 2010)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi

untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentase dari umur,

pendidikan,lamannya menjadi kader dan pengetahuan dan keterampilan

kader seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi pengetahuan kader stimulasi deteksi


dini Intervensi tumbuh kembang anak umur 2-5 tahun
di Puskesmas Jatibening tahun 2018

Pengetahuan kader Frekuensi Persentase (%)


Kurang 22 44.0
Baik 28 56.0
Total 50 100,0
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa pengetahuan dan
keterampilan kader yang kurang sebanyak 22 orang (44.0%) dan
yang baik sebanyak 28 orang (56.0%)

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi pendidikan kader di Puskesmas

Jatibening tahun 2018

Pendidikan Frekuensi Persentase (%)


Rendah 21 42.0 %
Tinggi 29 58.0 %
Total 50 100.0

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 50 kader yang


mempunyai pendidikan rendah sebanyak 21 orang ( 42.0% ) dan
yang mempunyai pendidikan tinggi sebanyak 29 orang (58.0 % )
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi lamanya menjadi kader di
Puskesmas Jatibening tahun 2018

Lamanya menjadi
Frekuensi Persentase (%)
kader
<5tahun 37 74.0
≥5tahun 13 26.0
Total 50 100,0
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 50 orang lamanya

menjadi kader <5 tahun sebanyak 37 orang ( 74.0%) dan yang ≥

5tahun sebanyak 13 orang (26.0%)

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi umur kader di Puskesmas Jatibening

tahun 2018

Umur Frekuensi Persentase (%)


<30 Tahun 13 26.0
≥30 Tahun 37 74.0
Total 50 100.0

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 50 orang


responden yang berumur <30Tahun sebanyak 13 orang (26,0%)
dan yang mempunyai umur ≥30 Tahun yaitu sebanyak 37orang
(74.0%).

4.1.2 Analisis Bivariat


Analisis biivariat dilakukan untuk mengetahui analisis yang

digunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas (

umur,pendidikan,dan lama menjadi kader ) dengan variabel terikat

(pengetahuan kader dalam stimulasi deteksi dini Intervensi tumbuh

kembang anak umur 2-5 tahun di UPTD Puskesmas Jatibening tahun 2018

seperti terlihat pada tabel berikut:


a. Hubungan antara pendidikan dan pengetahuan dan kader dalama

stimulasi deteksi dini tumbuh kembang anak umur 2-5 tahun di

Puskesmas Jatibening tahun 2018

Tabel 4.5 Hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan kader dalam

stimulasi deteksi dini intervensi tumbuh kembang anak umur 2-5 tahun di

Puskesmas Jatibening tahun 2018

Pengetahuan
Baik P
Pendidikan kurang Total OR
Value
N % N % N %
Rendah 14 66,7 7 33,3 21 100
0,014 5.250
Tinggi 8 27,6 21 72,4 29 100
Jumlah 22 44,0 28 56,0 50 100

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 50 orang responden yang

mempunyai pendidikan pengetahuan dan keterampilan yang kurang

sebanyak 22 orang dan yang memiliki pendidikan yang rendah

sebanyak 14 orang (66,7% ) dan yang memilki pendidikan yang tinggi

sebanyak 21 orang (72,4 % )

Hasil uji Chi Square diperoleh nilai ρ value = 0,014< α (0,05),

jadi signifikan, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada

hubungan yang signifikan antara antara pendidikan dan pengetahuan

dan keterampilan kader

Hasil uji Risk Estimate diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 5.250

yang berarti bahwa responden yang mempunyai pendidikan yang tinggi

5.250 kali baik dibandingkan pengetahuan yang rendah.


b. Hubungan antara lamanya menjadi kader dan pengetahuan kader dalam

stimulasi deteksi dini tumbuh Intervensi kembang anak umur 2-5 tahun

di UPTD Puskesmas Jatibening tahun 2018

Tabel 4.6 Hubungan antara lamanya menjadi kader dalam


pengetahuan kader dalam stimulasi deteksi dini Intervensi
tumbuh kembang anak umur 2-5tahun di Puskesmas Jatibening
tahun 2018

Lama Pengetahuan
P
menjadi Kurang Baik Total
Value OR
kader N % N % N %
100,
≤ 5 tahun 20 54,1 17 45,9 37
0 6,47
0,036
100, 1
>5 tahun 2 15,4 11 84,6 13
0
100,
Jumlah 22 44,0 28 56,0 50
0

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 50 orang responden yang

mempunyai lebih dari 5 tahun sebanyak 22 orang,yang kurang

pengetahuan dan keterampilan kader dan lamanya menajdi kader

sebanyak 20 orang (54,1%) dan yang baik pengetahuan dan

keterampilan kader dan lamanya menjadi kader sebanyak 37

orang(84,6%)

Hasil uji Chi Square diperoleh nilai ρ value = 0,036< α (0,05),

jadi signifikan, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada

hubungan yang signifikan antara antara lamanya menjadi kader dalam

pengetahuan dan keterampilan kader dalama stimulasi deteksi dini

tumbuh kembang anak umur 2-5tahun di Puskesmas Jatibening tahun

2018
Hasil uji Risk Estimate diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 6,471

yang berarti bahwa responden pengetahuan kader yang lamanya

menjadi kader dengan pengetahuan kader yang kurang ≤ 5 tahun

sebesar 6,471 kali dibandingkan dengan pengetahuan kader yang > 5

tahun.

c. Hubungan antara umur dan pengetahuan dan kader dalam stimulasi

deteksi dini tumbuh kembang anak umur 2-5tahun di Puskesmas

Jatibening tahun 2018

Tabel 4.7 Hubungan antara umur dengan pengetahuan dan

keterampilan kader dalama stimulasi deteksi dini tumbuh

kembang anak umur 2-5 tahun di Puskesmas Jatibening tahun

2018

Pengetahuan dan Keterampilan kader P


Umur Kurang Baik Total Valu OR
N % N % N % e
< 30 tahun 11 84,6 2 15,4 13 100.0 13.00
0,002
≥ 30 tahun 11 29,7 26 70,3 27 100.0 0
Jumlah 22 44,0 28 56,0 50 100.0

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 50 orang responden yang

mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang kurang sebanyak 22

orang.dan yang memiliki umur yang kurang dari 30 tahun sebanyak 11

orang (84.6%) lebih besar dibandingkan pada responden yang

mempunyai umur lebih dari 30 tahun sebanyak 13 orang (70,3%)

Hasil uji Chi Square diperoleh nilai ρ value = 0,002< α (0,05),

jadi signifikan, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada


hubungan yang signifikan antara umur dengan pengetahuan dan

keterampilan kader.

Hasil uji Risk Estimate diperoleh nilai Odds Ratio (OR) =

13,000 yang berarti bahwa responden pengetahuan kader yang berumur

≥ 30 tahun dengan 13,000 kali dibandingkan pengetahuan kader yang

berumur < 30 tahun.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pembahasan Univariat

Hasil penelitian dengan karakteristik responden di dapatkan

hasil bahwa 74.0% lebih dari responden berumur ≥30Tahun,dan yang

mempunyai pengetahuan kader yang kurang sebanyak 56,0% dan

74,0%. Hasil penelitian menunjukan terdapat 33,3% responden

pendidikan pengetahuan kader yang baik sebesar 66,7% responden

merupakan pendidikan pengetahuan dan keterampilan kader yang

kurang. Umur responden yang ≥ 30 tahun yang mempunyai

pengetahuan dan keterampilan kader yang kurang sebesar 29,7% dan

umur responden pengetahuan dan keterampilan kader yang baik

sebesar 70,3%. Dan lamanya menjadi kader yang kurang dari 5 tahun

mempunyai pengetahuan dan keterampilan kader yang kurang sebesar

15,4% dan lama menjadi kader lebih dari 53 tahun mempunyai

pengetahuan dan keterampilan kader yang baik sebesar 84,6%

Umur merupakan salah satu hal yang penting dalam

mempengaruhi seseorang. pendapat Hurlock (2002) yang menyatakan

bahwa semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi pula tingkat


pengetahuanya,ini diperoleh dari pengalamannya dan ini akan

berpengaruh terhadap apa yang dilakukan oleh seseorang.

Menurut pendapat peneliti, ketidaksesuaian antara hasil

penelitian dengan teori tersebut diatas karena kelompok umur kader

posyandu paling banyak adalah kelompok umur <30 tahun, sehingga

kader yang paling banyak aktif adalah kelompok umur tersebut. Pada

kelompok umur >30 tahun jumlahnya paling sedikit, pada usia ini pola

pikirnya yang masih labil dan belum fokus terhadap suatu kegiatan dan

tanggung jawab yang masih kurang sehingga sering kali tidak

mengikuti kegiatan.

Dari penelitian di atas dapat Disimpulkan hasil penelitian

dengan teori di atas karena kelompok umur tentang pengetahuan kader

yang paling banyak adalah kelompok umur ≥ 30 tahun sehingga

pengetahuan kader yang paling banyak aktif adalah kelompok umur

tersebut.Pada kelompok umur < 30 tahun jumlahnya paling sedikit

karena pada usia ini karena pola pikirnya masih labil dan belum fokus

terhadap suatu kegiatan dan kurangnya pemahaman dan belum fokus

terhadap ke suatu kegiatan dan tanggung jawab yang masih kurang

sehingga sering kali tidak mengikuti kegiatan.

4.2.2 Pembahasan Bivariat

a. Hubungan antara umur dan pengetahuan kader dalam stimulasi


deteksi dini intervensi tumbuh kembang anak umur 2-5 tahun di
UPTD Puskesmas Jatibening tahun 2018
Hasil perhitungan statistik diperoleh nilai ρ value = 0,002< α

(0,05), dengan nilai Odds Ratio (OR) = 13,000 dari data tersebut
menunjukkan yang artinya ada hubungan yang signifikan antara umur

dengan pengetahuan dan keterampilan kader dalam stimulasi deteksi

dini tumbuh kembang anak umur 2-5tahun di Puskesmas Jatibening

tahun 2018

Hasil uji Risk Estimate diperoleh nilai Odds Ratio (OR) =

13,000 yang berarti bahwa responden pengetahuan kader yang berumur

≥ 30 tahun dengan 13,000 kali dibandingkan pengetahuan kader yang

berumur < 30 tahun.

Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan dalam

penyelidikan epidermiologi.Angka-angka kesakitan maupun

kematian,hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur.

Umur merupakan salah satu hal yang penting dalam

mempengaruhi seseorang. pendapat Hurlock (2002) yang menyatakan

bahwa semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi pula tingkat

pengetahuanya,ini diperoleh dari pengalamannya dan ini akan

berpengaruh terhadap apa yang dilakukan oleh seseorang.

Menurut pendapat peneliti, ketidaksesuaian antara hasil

penelitian dengan teori tersebut diatas karena kelompok umur kader

posyandu paling banyak adalah kelompok umur <30 tahun, sehingga

kader yang paling banyak aktif adalah kelompok umur tersebut. Pada

kelompok umur >30 tahun jumlahnya paling sedikit, pada usia ini pola

pikirnya yang masih labil dan belum fokus terhadap suatu kegiatan dan

tanggung jawab yang masih kurang sehingga sering kali tidak

mengikuti kegiatan.
Dari penelitian di atas dapat Disimpulkan hasil penelitian

dengan teori di atas karena kelompok umur tentang pengetahuan kader

yang paling banyak adalah kelompok umur ≥ 30 tahun sehingga

pengetahuan kader yang paling banyak aktif adalah kelompok umur

tersebut.Pada kelompok umur < 30 tahun jumlahnya paling sedikit

karena pada usia ini karena pola pikirnya masih labil dan belum fokus

terhadap suatu kegiatan dan kurangnya pemahaman dan belum fokus

terhadap ke suatu kegiatan dan tanggung jawab yang masih kurang

sehingga sering kali tidak mengikuti kegiatan.

b. Hubungan antara pendidikan Dan pengetahuan dan kader dalama


stimulasi deteksi dini intervebsi tumbuh kembang anak umur 2-5
tahun di UPTD Puskesmas Jatibening tahun 2018
Hasil perhitungan statistik uji diperoleh nilai ρ value = 0,014<

α (0,05), dengan nilai Odds Ratio (OR) = 5,250 dari data tersebut

menujukkan yang artinya ada hubungan yang signifikan antara antara

pendidikan dan pengetahuan dan keterampilan kader dalam stimulasi

deteksi dini tumbuh kembang anak umur 2-5tahun di Puskesmas

Jatibening tahun 2018

Hasil uji Risk Estimate diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 5.250

yang berarti bahwa responden yang mempunyai pendidikan yang tinggi

5.250 kali baik dibandingkan pengetahuan yang rendah.

Pendidikan adalah proses tumbuh kembang seluruh kemampuan

dan perilaku manusia melalui pengajaran,sehingga dalam penelitian itu

perlu dipertimbangkan umur dan proses belajar.


Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih menerima ide-ide dan

teknologi yang baru.semakin meningkat pendidikan seseorang makan akan

bertambah pengalaman yang mempengaruhi wawasan dan

pengetahuanya.adapun tujuan yang hendak dicapai melalui pendidikan

adalah untuk mengubah pengetahuan (pengertian,pendapat,konsep-

konsep),sikap dan persepsi serta menanamkan tingkah laku atau kebiasaan

baru ( Notoatmodjo,2007).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Yanuar Ardini Tahun 2013,yang mengatakan bahwa ada hubungan antara

pendidikan dengan pengetahuan kader.

Menurut pendapat peneliti, dapat dikatakan bahwa kader dengan

tingkat pendidikan tinggi akan cenderung untuk lebih banyak tahu dari

pada kader yang mempunyai pendidikan rendah. Seorang kader

berperilaku tertentu dalam mewujudkan keaktifannya disebabkan adanya

dukungan (motif) yang menggerakkan hatinya agar berbuat sesuatu yang

berbeda, tergantung latar belakang pendidikan dan pengalaman. Sehingga

pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi seorang

kader dalam menjalankan posyandu. Tingkat pendidikan merupakan salah

satu faktor penting dalam menentukan baik buruk derajat kesehatan.

Karena dengan bekal pendidikan yang cukup seorang kader banyak

memperoleh informasi, serta kader yang berpendidikan tinggi tentu akan

lebih mudah dalam menerima informasi terbaru mengenai posyandu dan


lebih mudah menjalankan tugas dan pentingnya peran sebagai kader

posyandu.

Dari penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian

dengan teori di atas adalah kelompok pendidikan tentang pengetahuan

kader yang paling banyak adalah tingkat kelompok pendidikan tinggi

sehingga yang paling banyak aktif adalah kelompok pendidikan tinggi.

Karena dengan bekal pendidikan yang cukup seorang kader banyak

memperoleh informasi, serta kader yang berpendidikan tinggi tentu akan

lebih mudah dalam menerima informasi. Sedangkan tingkat kelompok

pendidikan yang rendah jumlahnya paling sedikit di karenakan kurangnya

informasi dan pemahaman yang kurang.

c. Hubungan antara lamanya menjadi kader dan pengetahuan


kader dalam stimulasi deteksi dini intervensi tumbuh kembang
anak umur 2-5 tahun di UPTD Puskesmas Jatibening tahun 2018

Hasil perhitungan statistik diperoleh nilai ρ value = 0,036< α

(0,05) dengan nilai Odds Ratio (OR) = 6,471 dari data tersebut

menujukkan yang artinya ada hubungan yang signifikan antara lama

menjadi kader dengan pengetahuan dan keterampilan kader dalam

stimulasi deteksi dini tumbuh kembang anak umur 2-5tahun di

Puskesmas Jatibening tahun 2018

Hasil uji Risk Estimate diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 6,471

yang berarti bahwa responden pengetahuan kader yang lamanya

menjadi kader dengan pengetahuan kader yang kurang ≤ 5 tahun

sebesar 6,471kali dibandingkan dengan pengetahuan kader yang > 5

tahun
Kinerja masa lalu cenderung dihubungkan pada hasil

seseorang,semakin lama ia bekerja maka semakin terampil dalam

melaksanakan tugasnya sehingga senioritas dalam bekerja akan lebih

terfokus jika dibandingkan dengan orang yang barun bekerja(

Robbins,1996)

Menurut Widiaastuti (2006) yang mengutip pendapat sondang

bahwa seseorang dalam bekerja akan lebih baik hasilnya bila memiliki

keterampilan dalam melaksanakan tugas dan keterampilan seseorang

dapat terlihat pada lamanya seseorang bekerja.begitu juga dengan

kader posyandu,semakin lama seseorang bekerja menjadi kader

posyandu maka keterampilan dalam melaksanakan tugas pada saat

kegiatan posyandu akan semakin meningkat sehingga nantinya

partisipasi kader dalam kegiatan posyandu akan membaik.

Menurut pendapat peneliti kader yang masa kerjanya ≤ 5 tahun

akan lebih terdorong motivasinya untuk aktif dalam mengikuti

posyandu dibandingkan dengan kader yang masa kerjanya > 5 tahun.

Dari penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian

dengan teori di atas adalah kelompok lamanya menjadi kader tentang

pengetahuan kader yang > 5 tahun lebih banyak mendapatkan informasi

dan lebih terdorong motivasinya untuk aktif dalam mengikuti

kegiatan,dibandingkan lamanya menjadi kader yang ≤ 5 tahun karena

pada kenyataan di lapangan ada hubungan antara lama menjadi kader

dengan pengetahuan kader dan kurangnya informasi.


4.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan mempengaruhi hasil

penelitian, antara lain, penelitian ini menggunakan desan total sampling

dengan judul faktor – faktor yang berhubungan dengan pengetahuan kader

dalam Stimulsi Deteksi Dini Intervensi Tumbuh kembang ( SDDITK )

anak umur 2- 5 Tahun di Puskesmas Jatibening tahun 2018 lebih

mengarah kepada pengetahuan kader faktor-faktor tersebut seperti

pendidikan, lamnya menjadi kader,pengetahuan dan umur


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
1. Hasil penelitian pendidikan responden pengetahuan dan keterampilan

yang rendah 66,7% , dan pendidikan responden pengetahuan dan

keterampilan yang yang tinggi sebesar 72,4% sedangkan umur responden

yang < 30 tahun pengetahuan dan keterampilan kader yang kurang

sebesar 84,6%. Dan umur responden ≥ 30 tahun pengetahuan dan

keterampilan yang baik sebesar 29,7% dan lamanya menjadi kader < 5

tahun pengetahuan dan keterampilan kader yang kurang sebesar 54,1%

dan lamanya menjadi kader >5 tahun pengetahuan dan keterampilan

kader baik sebesar 15,4%

2. Ada hubungan yang signifikan antara umur pengetahuan dan

keterampilan kader stimulasi deteksi dini tumbuh kembang anak dengan

nilai ρ value = 0,002 dan Ada hubungan yang signifikan antara

pendidikan pengetahuan dan keterampilan kader stimulasi deteksi dini

tumbuh kembang anak dengan nilai ρ value = 0,014 dan Ada hubungan

yang signifikan antara lamanya menjadi kader pengetahuan dan

keterampilan kader stimulasi deteksi dini tumbuh kembang anak dengan

nilai ρ value = 0,036

3. Variabel yang beresiko adalah Dari ke tiga variabel bebas ( variabel

independen) yang sangat beresiko adalah variabel umur dan pengetahuan

kader dengan nilai OR = 13.000


5.2 Saran
5.2.1 Bagi Puskesmas
Untuk Puskesmas sebaiknya mengadakan dan meningkatkan

program- program seperti program pendidikan kesehatan, penyuluhan-

penyuluhan tentang pentingnya pengetahuan dan keterampilan kader

dalam (SDIDTK) Stimulasi Deteksi Dini tumbuh kembang anak Hal

ini dapat dilakukan dengan menggunakan media sehingga

memberikan pemahaman dan pada kadernya.

5.2.2 Bagi Petugas Kesehatan


Petugas kesehatan sebaiknya selalu meningkatkan keterampilan

dalam melakukan perkembangan ilmu yang semakin maju dan

teknologi yang semakin pesat. Selain itu diharapkan petugas

kesehatan untuk memberikan penyuluhan-penyuluhan program

pendidikan kesehatan.

5.2.3 Bagi Kader


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan kader

sangat diperlukan dalam meningkatkan motivasi kader dalam

melakukan SDDITK, sehingga tenaga kesehatan di Puskesmas

wilayah kerja Kader atau Kepala Puskesmas harus membuat

perencanaan pelatihan atau penyegaran kader untuk meningkatkan

pengetahuan kader. Tingginya nilai pengetahuan dan keterampilan

kader dipengaruhi oleh pendidikan formal, kursus kader, frekuensi

mengikuti pembinaan, keaktifan kader di Posyandu dan lamanya

menjadi kader. Oleh karena itu perlu dilakukan penyegaran, yang

dimaksudkan untuk memelihara dan menambah kemampuan kader.


5.2.4 Bagi Peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya disarankan melakukan penelitian tidak

hanya menggunakan alat kuesioner saja tetapi juga dengan wawancara

mendalam atau Focus Group Discussion (FGD) sehingga didapatkan

hasil yang lebih luas. Dan melakukan penelitian dengan variable yang

belum ada sebelumnya.


DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta :
Rineka Cipta.

Departemen Kesehatan RI, 2005. Revitalisasi Posyandu, Direktorat Kesehatan


Komunitas. Jakarta. Diakses pada tanggal 14 Januari 2011. http:
//www.irc_kmpk.ugm.ac.id.
Depkes, RI. (2009). Pedoman Pelatihan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan dasar
Departemen Kesehatan RI, 2002. Pemantauan Pertumbuhan Balita, Jakarta:
Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat- Direktorat Gizi Masyarakat.
Depkes RI. 2006. Pedoman Pelaksanaan Stimuasi, Deteksi dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar.
Departemen Kesehatan RI, 2006. Standar Pemantauan Pertumbuhan Balita.
Jakarta. Diakses pada tanggal 14 Januari 2011. http:
//www.depkes.com.
Gerakan Nasional Tumbuh Kembang Anak.
http://www.kesehatananak.depkes.go.id. Diunduh tanggal 20 Pebruari
2013.
Departemen Kesehatan RI, 2003. Pemantauan Pertumbuhan Balita di Posyandu.
Jakarta
(http://infobidannia.wordpress.com/2011/06/09/stimulasi-deteksi-dan-intervensi-
dini-tumbuhkembang-sdidtk-anak/
Hidayat AAA, 2010, Optimalisasi penggunaan KPSP pada keluarga sebagai
upaya pencegahan gangguan perkembangan anak. Seminar Nasional
Sains; Surabaya: Universitas Negeri Surabaya; 2010
Kem. Kes. RI. 2010. Instrumen Stimulasi Deteksi Dini Intervensi Dini Tumbuh
Kembang Anak. Kemkes. RI. Jakarta.
.Kemenkes RI, 2011, Pedoman umum pengelolaan posyandu. Kementerian
kesehatan RI. Jakarta
Kepmenkes RI, 2010, Pedoman umum pengembangan desa dan kelurahan siaga
aktif, 1529/MENKES/SK/X/2010, Kemenkes. Jakarta
Muflihah S, M T, 2013, Pengaruh pelatihan deteksi dini tumbuh kembang anak
terhadap pengetahuan dan keterampilan ibu dalam menstimulasi
tumbuh kembang balita di Kabupaten Banjarnegara, Unpad. Bandung
Moersintowarti B.Narendra, 2000. Penilaian Status Gizi Dalam Manajemen
Tumbuh Kembang Anak Malnutrisi. Surabaya. Diakses pada tanggal
14 Januari 2011. http: //www.scribd.com.
Nutrisiani. 2010. Pertumbuhan dan perkembangan anak. Jakarta: Salemba.
Nursalam. (2005). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Nugroho,Haryanto Adi & Nurdiana, Dewi. 2007. Hubungan antara pengetahuan
dan motivasi kader posyandu dengan keaktifan kader Posyandu di
Desa Dukuh Tengah Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes.
Jurnal FIKKeS. Jurnal Keperawatan Vol.2 No.1 . Oktober 2008.
Nilawati, 2008. Peran Kader Posyandu. http://library.usu.ac.id. Diakses tanggal
19 Agustus 2011.
Sari. 2011. Pola dan bentuk komunikasi keluarga dalam penerapan fungsi
sosialisasi terhadap perkembangan anak di permukiman dan
perkampungan kota bekasi. Jurnal FKSB: MAKNA, 2012, ejournal-
unisma
Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
Sulistyawati Ari, 2014. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak, Jakarta, Salemba
Medika
Srirhy. 2012. http://srirhy.wordpress.com/2012/10/08/s didtk-stimulasi-deteksi-
intervensi-dinitumbuh-kembang/. di unduh tanggal 22 September
2014.
Santoso. 2013. http://www.maharsantoso.com/2013/03/st imulasi-deteksi-
intervensi-dini.html. di unduh tanggal 22 September 2014
Tanuwijaya, S. 2003. Konsep Umum Tumbuh dan Kembang. Jakarta: EGC
Tim Dirjen Pembinaan Kesmas. 1997. Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang
Balita. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Tim D, 2015, Pedoman Fasilitator Workshop Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi
Dini Tumbuh Kembang Anak. Magetan: Prodi Kebidanan Magetan Poltekkes
Kemenkes Surabaya: Magetan
Tim D, 2015, Rencana Pembelajaran SDIDTK. Magetan: Prodi Kebidanan
Magetan Poltekkes Kemenkes Surabaya: Magetan
Wulandari. 2009. Hubungan pola asuh Asah dan asih dengan tumbuh kembang
anak balita 1-3 tahun. The Indonesian Journal of Public Health, Vol.
6, No. 1, Juli 2009
Widyastuti, D, dan Widyani, R. 2001. Panduan Perkembangan Anak 0 Sampai 1
Tahun. Jakarta: Puspa Swara
Zulkifli, 2003. Posyandu dan Kader Kesehatan. Pelaksanaan Program Deteksi
Dini Tumbuh Kembang Balita di Posyandu. http://library.usu.ac.id.
Diakses tanggal 14 januari 2011.

LAMPIRAN – LAMPIRAN
KUESIONER PENGUMPULAN DATA DALAM RANGKA
PENYUSUNAN SKRIPSI PROGRAM SAINS TERAPAN
DI UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir sebagai salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Sains Terapan, maka saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Ernia

NPM : 173112540120468

Alamat : Jl Kesejahteraan Karang Baru,Cikarang Utara,Bekasi,Jawa Barat

Judul : Faktor – faktor yang berhubungan dengan pengetahuan kader


dalam ( SDDITK ) Stimulasi Deteksi Dini Intervensi Tumbuh
Kembang Anak umur 2-5 Tahun di UPTD Puskesmas Jatibening
tahun 2018

Dengan segala kerendahan hati, penulis mohon dengan hormat kepada ibu/bapak
yang berkenan meluangkan waktu guna mengisi daftar pertanyaan yang penulis
ajukan sesuai dengan pengetahuan yang ibu/bapak miliki.

Jawaban ibu/bapak sangat dibutuhkan sebagai data penelitian dan semata-mata


untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak ada maksud lain. Jawaban yang
telah siswi berikan akan penulis jaga kerahasiaanya.

Atas kesediaan dan bantuan yang telah ibu/bapak berikan, penulis sampaikan
terimakasih yang sebesar-besarnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb
LEMBAR PERTANYAAN
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENGETAHUAN KADER DALAM (SDDITK) STIMULASI
DETEKSI DINI INTERVENSI TUMBUH KEMBANG ANAK
UMUR 2-5 TAHUN DI PUSKESMAS JATIBENING TAHUN
2018

Peneliti sangat menghargai kejujuran saudara dan akan menjaga identitas dan
jawaban saudara.

Petunjuk Pengisisan

1. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda check list (√)
atau silang (X) pada kotak pilihan jawaban yang menurut anda benar.
2. Isilah pertanyaan pada kuisioner A (data umum) sesuai dengan identitas
diri anda
3. Jawablah pertanyaan dengan jujur sesuai dengan pengetahuan Anda
4. Jika ada yang kurang dimengerti silahkan ditanyakan langsung kepada
peneliti
A. Data Umum
Data Klien
a. Nama :
b. Umur :
c. Pendidikan terakhir : :
Tdk Sekolah SMA

SD Sarjana
SMP
d. Lama menjadi kader :

No Pertanyaan Benar Salah


1 Tumbuh kembang optimal adalah tercapainya proses
tumbuh kembang yang sesuai dengan potensi yang
dimiliki oleh anak. Dengan mengetahui penyimpangan
tumbuh kembang secara dini sehingga upaya-upaya
pencegahan, stimulasi dan penyembuhan serta
pemulihannya?
2 Proses tumbuh kembang, atau pemantauan perlu dilakukan
sejak awal yaitu sewaktu dalam kandungan sampai dewasa
yaitu?
3 Dengan mengetahui penyimpangan tumbuh kembang
secara dini sehingga upaya-upaya pencegahan, stimulasi
dan penyembuhan serta pemulihannya dapat dibenarkan
dengan ini yang jelas sedini mungkin pada masa-masa
tumbuh kembang balita ?
4 Pengukuran antropometri ini dapat meliputi pengukuran
berat badan, tinggi badan , lingkar kepala dan lingkar
lengan atas?
5 Mendeteksi tumbuh kemb ang pada balita diantaranya
dengan pengukuran antropometri ?
6 Tumbuh kembang terdiri atas dua peristiwa yang sifatnya
berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit untuk dipisahkan,
yaitu pertumbuhan dan perkembangan?
7 Perkembangan (development) adalah pertambahan
kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks?

8 Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling


berkaitan, dan berkesinambungan dimulai sejak
pembuahan sampai dewasa?
9 tumbuh kembang anak yang terbagi menjadi dua, yaitu
masa pranatal dan masa postnatal. Setiap masa tersebut
memiliki ciri khas dan perbedaan dalam anatomi, fisiologi,
biokimia, dan karakternya?
10 Stimulasi perkembangan memerlukan rangsangan atau
keterlibatan & motivasi khususnya adalah keluarga?
11 Apakah faktor herediter merupakan faktor bawaan,jenis
kelamin,ras,dan suku bangsa merupakan penghambat
pertumbuhan dan perkembangan?
12 Dasar utama dalam menilai pertumbuhan fisik anak adalah
penilaian menggunakan alat baku (standar). Untuk
menjamin ketepatan dan keakuratan penilaian harus
dilakukan dengan teliti dan rinci. Pengukuran perlu
dilakukan dalam kurun waktu tertentu untuk menilai
kecepatan pertumbuhan?
13 Faktor lingkungan serta kepribadian anak juga dapat
mempengaruhi keterlambatan dalam perkembangan
motorik?
14 adanya faktor genetik, gangguan pendengaran,
intelegensia rendah, kurangnya interaksi balita dengan
lingkungan, maturasi yang terlambat, dan faktor keluarga?
15 Kecemasan adalah salah satu gangguan yang muncul pada
ballita dan memerlukan suatu intervensi khusus apabila
mempengaruh interaksi sosial dan perkembangan anak?
16 Balita harus diimunisasi untuk meningkatkan daya tahan
tubuh terhadap penyakit?
17 Balita harus dibawa setiap bulan secara rutin posyandu
untuk dipantau tumbuh kembangnya ?
18 Penyuluhan di posyandu penting untuk mendapatkan
informasi tentang tumbuh & kembang balita?
19 Deteksi dini merupakan upaya penjaringan yang
dilaksanakan secara komprehensif untuk menemukan
penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui serta
mengenal faktor resiko pada balita?

20 Dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak


secara dini, sehingga upaya pencegahan, stimulasi,
penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan
indikasi yang jelas?
21 Besarnya pemberian bonus kader kesehatan sesuai dengan
hasil kerja nya?
22 Pemberian bonus sudah adil sesuai hasil kerja dan kader
kesehatan yang lain?
23 Pemberian penghargaan dilakukan secara obyektif sesuai
dengan penilaian kinerja kader kesehatan?
24 Puskesmas memberikan insentif lain selain bonus uang
tunai,seperti penghargan dan pujian bagi kader kesehatan
yang berprestasi?
25 Pemberian bonus dari Puskemas selalu tepat waktu?

Jakarta, 27 Agustus 2018

Penulis
DISTRIBUSI FREKUENSI KARAKTERISTIK

Frequency Table

pengetahuan dan keterampilan kader

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid kurang 22 44.0 44.0 44.0

baik 28 56.0 56.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

pendidikan responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid rendah 21 42.0 42.0 42.0

tinggi 29 58.0 58.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

umur responde

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid < 30 tahun 13 26.0 26.0 26.0

>= 30 tahun 37 74.0 74.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

lama menjadi kader

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid <=5 tahun 37 74.0 74.0 74.0

> 5 tahun 13 26.0 26.0 100.0

Total 50 100.0 100.0


Frequencies

Statistics

pengetahuan
dan keterampilan pendidikan lama menjadi
kader responden umur responde kader

N Valid 50 50 50 50

Missing 0 0 0 0

Hasil Chi-Square

Crosstabs
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

pendidikan responden *
pengetahuan dan 50 100.0% 0 0.0% 50 100.0%
keterampilan kader
umur responde *
pengetahuan dan 50 100.0% 0 0.0% 50 100.0%
keterampilan kader
lama menjadi kader *
pengetahuan dan 50 100.0% 0 0.0% 50 100.0%
keterampilan kader
1. Pendidikan responden * pengetahuan dan keterampilan
kader

Crosstab

pengetahuan dan keterampilan


kader

kurang Baik Total

pendidikan responden rendah Count 14 7 21

% within pendidikan
66.7% 33.3% 100.0%
responden

tinggi Count 8 21 29

% within pendidikan
27.6% 72.4% 100.0%
responden
Total Count 22 28 50

% within pendidikan
44.0% 56.0% 100.0%
responden

Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 7.550a 1 .006


Continuity Correctionb 6.047 1 .014
Likelihood Ratio 7.697 1 .006
Fisher's Exact Test .009 .007
N of Valid Cases 50

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,24.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for pendidikan responden (rendah /


tinggi) 5.250 1.551 17.767

For cohort pengetahuan dan keterampilan


kader = kurang 2.417 1.246 4.688

For cohort pengetahuan dan keterampilan


kader = baik .460 .241 .878

N of Valid Cases 50

2. umur responde * pengetahuan dan keterampilan kader

Crosstab

pengetahuan dan keterampilan


kader

kurang baik Total

umur responde < 30 tahun Count 11 2 13

% within umur responde 84.6% 15.4% 100.0%

>= 30 tahun Count 11 26 37

% within umur responde 29.7% 70.3% 100.0%


Total Count 22 28 50

% within umur responde 44.0% 56.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 11.761a 1 .001


Continuity Correctionb 9.639 1 .002
Likelihood Ratio 12.397 1 .000
Fisher's Exact Test .001 .001
N of Valid Cases 50

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,72.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for umur responde (< 30 tahun / >=


30 tahun)
13.000 2.463 68.604

For cohort pengetahuan dan keterampilan kader


= kurang 2.846 1.647 4.918

For cohort pengetahuan dan keterampilan kader


= baik .219 .060 .797

N of Valid Cases 50

3. Lama menjadi kader * pengetahuan dan keterampilan


kader

Crosstab

pengetahuan dan keterampilan


kader

kurang baik Total

lama menjadi kader <=5 tahun Count 20 17 37

% within lama menjadi kader 54.1% 45.9% 100.0%

> 5 tahun Count 2 11 13

% within lama menjadi kader 15.4% 84.6% 100.0%


Total Count 22 28 50

% within lama menjadi kader 44.0% 56.0% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 5.838a 1 .016


Continuity Correctionb 4.374 1 .036
Likelihood Ratio 6.381 1 .012
Fisher's Exact Test .023 .016
N of Valid Cases 50

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,72.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for lama menjadi


6.471 1.256 33.341
kader (<=5 tahun / > 5 tahun)
For cohort pengetahuan dan
3.514 .949 13.009
keterampilan kader = kurang
For cohort pengetahuan dan
.543 .357 .826
keterampilan kader = baik
N of Valid Cases 50

UJI NORMALITAS

LAMANYA MENJADI KADER

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Lkm 50 100,0% 0 0,0% 50 100,0%


Descriptives

Statistic Std. Error

Lkm Mean 3,20 ,174

95% Confidence Interval for Lower Bound 2,85


Mean Upper Bound 3,55

5% Trimmed Mean 3,22

Median 3,00

Variance 1,510

Std. Deviation 1,229

Minimum 1

Maximum 5

Range 4

Interquartile Range 2

Skewness ,014 ,337

Kurtosis -,915 ,662

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Lkm ,185 50 ,000 ,906 50 ,001

a. Lilliefors Significance Correction

UJI NORMALITAS

PENGETAHUAN

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

PENGETAHUAN 50 100,0% 0 0,0% 50 100,0%


Descriptives

Statistic Std. Error

PENGETAHUAN Mean 16,36 ,366

95% Confidence Interval for Lower Bound 15,63


Mean Upper Bound 17,09

5% Trimmed Mean 16,36

Median 16,00

Variance 6,684

Std. Deviation 2,585

Minimum 11

Maximum 21

Range 10

Interquartile Range 4

Skewness ,152 ,337

Kurtosis -,809 ,662

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

PENGETAHUAN ,121 50 ,067 ,961 50 ,094

a. Lilliefors Significance Correction


BIODATA PENULIS

I. Identitas
Nama : Ernia
Tempat/ Tanggal Lahir : Ketapang,07-12-1995
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Anak : Ke 5 (lima) dari 5 (lima) bersaudara
Alamat : Jln Mina segare Mayak Tanjung pura Rt 05 /
Rw 03 Kabupaten Ketapang,Kecamatan
Muara Pawan
Email : erniaketapang@gmail.com
No. Hp : 085779365868

II. Pendidikan
1. SD 01 ( Muara Pawan ) Lulus Tahun 2007
2. SMP 07 ( Muara Pawan) Lulus Tahun 2010
3. Madrasah aliyah ash-syufiyah Lulus Tahun 2013
4. D3 Kebidanan STIKes Medika Lulus Tahun 2016
5. D IV Kebidanan Universitas Nasional Jakarta Lulus Tahun 2017

Jakarta, 27 Agustus 2018

Ernia

Anda mungkin juga menyukai