Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN INDIVIDU

PELAKSANAAN AUDIT KEPERAWATAN RESIKO KETIDAKSTABILAN GULA


DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG CENDRAWASIH
RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA
25 JULI 13 AGUSTUS 2016

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu


Praktik Profesi Ners Stase Manajemen Keperawatan

Oleh:
Ardani Latifah Hanum, S.Kep
15/390640/KU/18356

Kerjasama:
Instalasi Rawat Inap V(IRNA 5) RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta dengan
Ners Muda Stase Manajemen Keperawatan Program Profesi PSIK UGM
RSUP Dr Sardjito
2016

LEMBAR PENGESAHAN

AUDIT KEPERAWATAN RESIKO KETIDAKSTABILAN GULA DARAH PADA


PASIEN DIABETES MELITUS DI INSTALASI RAWAT INAP (IRNA) V
RSUP DR. SARDJITO

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Profesi Ners


Stase Manajemen Keperawatan
Periode 25 Juli 13 Agustus 2016
Disusun Oleh:
ARDANI LATIFAH HANUM
15/390640/KU/18356
Disahkan tanggal.......................

Kepala Ruang Cendrawasih 1

Ners Muda

Sri Rahayu, S.Kep., Ns


NIP. 19691206989032001

Ardani Latifah Hanum


NIM.15/390640/KU/18356

Ketua Komite

Ketua KFK Penyakit Dalam

Patricia Suti Lasmani, S.Kep., Ns., MPH.


NIP. 19640021988032002

Agus Suparno, S.Kep., Ns


NIP. 197403251998031003

Pembimbing Akademik I

Pembimbing Akademik II

Patricia Suti Lasmani, S.Kep., Ns., MPH.


NIP. 19640021988032002

Nuryandari, SKM., M.Kes


NIP. 19530805 197602 2 001

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karuniaNya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas praktik profesi dengan judul
Audit Keperawatan Resiko Ketidakseimbangan Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus Di
Cendrawasih RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Kegiatan audit dalam rangka praktek Stase
Manajemen Keperawatan ini terlaksana dengan adanya bantuan, dukungan dan arahan dari
berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih
kepada Bapak/Ibu:
1. Dr. Mochammad Syafak Hanum, SP.A selaku Direktur Utama RSUP Dr. Sardjito
2. Patricia Suti Lasmani, S.Kep.,Ns., MPH selaku Ketua Komite Keperawatan RSUP Dr.
Sardjito
3. Agus Suparno selaku Ketua Fungsional Keperawatan (KFK) Penyakit Dalam RSUP
Dr. Sardjito
4. Siti Rahayu , S.Kep., Ns. selaku Kepala Ruang Cendrawasih 1 RSUP Dr. Sardjito
5. Patricia Suti Lasmani, S.Kep.,Ns., MPH selaku Pembimbing Akademik I yang etlah
memberikan bimbingan dan arahan dalam pelaksanaan praktik profesi stase manajemen
keperawatan
6. Nuryandari, SKM, M.Kes selaku Pembimbing Akademik II yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dalam pelaksanaan praktik profesi stase manajemen keperawatan
7. Seluruh Staf Perawat di Ruang Cendrawasih RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta atas
kerjasama dan bantuannya.
8. Rekan-rekan kelompok stase Manajemen Keperawatan atas kerja samanya selama
kegiatan praktek profesi ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu untuk
kelancaran proses praktik dan pembuatan laporan ini
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih perlu masukan yang
membawa ke arah yang lebih baik, akhir kata semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 12 Agustus 2016

Penyusun

ii

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ....................................................................................................... i


Kata Pengantar ................................................................................................................. ii
Daftar Isi .......................................................................................................................... iii
Daftar Tabel ..................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang. 1
B.

Program Kegiatan ....................................................................................... 2

C.

Tujuan ......................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORI ......................................................................................... 3


A. Audit Keperawatan ..................................................................................... 3
B. Diabetes Melitus .......................................................................................... 14
C. Panduan Praktik Klinik Keperawatan (PPKK) ..

27

BAB III PELAKSANAAN DAN EVALUASI


A. Pelaksanaan.................................................................................................. 35
B. Evaluasi........................................................................................................ 41
C. Faktor Kendala dan Pendukung .. 47
D. Kesinambungan .. 47
E.

Gaya Kepemimpinan .. 47

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ................................................................................................ 48
B. Saran ............................................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 49
LAMPIRAN

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1

Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5

Tabel 6
Tabel 7

Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10

Langkah-langkah Penyusunan Instrumen dan Pelaksanaan Audit


Keperawatan Resiko Ketidakseimbangan Gula Darah pada Pasien Diabetes
Melitus di Ruang Cendrawasih RSUP Dr.
SardjitoYogyakarta.....
Skoring topik diagnose keperawatan pada penyakit Diabetes Melitus
berdasarkan PPKK..

35
37

Pedoman Audit Keperawatan Resiko Ketidakseimbangan Gula Darah pada


Pasien Diabetes Melitus di Ruang Cendrawasih RSUP Dr Sardjito ...
Instrumen Audit Keperawatan Resiko Ketidakseimbangan Gula Darah pada
Pasien Diabetes Melitus di Ruang Cendrawasih RSUP Dr Sardjito ...
Time Line Kegiatan Penyusunan Pedoman dan Pelaksanaan Audit
Keperawatan Resiko Ketidakstabilan Gula Darah pada Pasien DM RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta .
Anggaran Biaya Pelaksanaan Audit Keperawatan Resiko Ketidakstabilan
Gula Darah di Ruang Cendrawasih RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Hasil Audit Keperawatan Resiko Ketidakseimbangan Gula Darah pada
Pasien Diabetes Melitus di Ruang Cendrawasih RSUP Dr Sardjito
Yogyakarta ...
Tingkat kesesuaian penatalaksanaan resiko ketidakseimbangan gula darah
pada pasien diabetes melitus terhadap standard ..
Penyebab Ketidaksesuaian terhadap standar ...
Rencana Tindak Lanjut (POA) peningkatan mutu penatalaksanaan
perawatan pasien dengan resiko ketidakstabilan gula darah pada pasien
diabetes melitus ...

iv

38
39

40
41

42
43
43

44

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ruang Perawatan Cendrawasih merupakan bagian dari Instalasi Rawat Inap 5
(IRNA I) di RSUP Dr. Sardjito Yogyakata yang melayani pasien dewasa bedah umum
maupun dalam. Dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan, ruang Cendrawasih
didukung oleh Kepala Ruang (KaRu), PN (Primary Nurse), PJTJ (Penanggung Jawab Tugas
Jaga) dan AN (Associate Nurse).
Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relative. Indonesia menempati peringkat ke 4 di dunia berdasarkan
prevalensi tertinggi DM setelah India, China dan AS. Pada tahun 2010 prevalensi DM di
Indonesia mencapai 8,4 juta penderita dan diperkirakan akan mencapai 21,3 juta penderita di
tahun 2030. Diabetes mellitus merupakan salah satu dari 10 penyakit tidak menular yang
menyebabkan rawat jalan di Rumah Sakit. Di cendrawasih 1 DM merupakan penyekit tertinggi
yang diderita pasien dari januari-juni 2016.
Pasien diabetes mellitus berisiko mengalami ketidakstabilan gula darah. Pasien DM bisa
mengalami hiperglikemi dengan gejala sering haus, sering lapar, sering buang air kecil dan
gejala lebih lanjut seperti pusing dan penglihatan kabur,.Selain itu pasien DM juga dapat
mengalami hipoglikemi dengan gejala lelah, pusing, berkeringat, gemetar, merasa lapar dll .
Pasien dengan DM jika tidak dirawat dengan baik dapat menyebabkan gula darah sering tidak
terkontrol, hal ini dapat menimbulkan gangguan pada tubuh yang membutuhkan perawatan
lama dan biaya mahal seperti ulkus diabetes, katarak, dll.
Keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan rumah sakit, yang sangat
mempengaruhi tingkat mutu pelayanan rumah sakit kepada pelanggan secara umum.
Keperawatan sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung kepada pasien sangat dituntut
untuk senantiasa menjaga mutu layanannya, baik oleh pengguna layanan, institusi, maupun
oleh profesi keperawatan sendiri. Oleh karena itu secara internal keperawatan dapat
melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatannya melalui berbagai cara, salah satunya
adalah penilaian mutu asuhan keperawatan.
1

Penilaian mutu asuhan keperawatan dapat dinilai salah satunya dengan melakukan
audit keperawatan. Audit keperawatan sebaiknya dilakukan secara rutin untuk mengetahui
kesesuaian pemberian asuhan keperawatan dengan standar yang telah disusun (SAK/PPKK),
sehingga dapat dilakukan evaluasi terhadap mutu asuhan keperawatan, dan akhirnya
pelayanan keperawatan yang diberikan akan lebih optimal.
Dampak apabila Audit Keperawatan tidak dilakukan, maka komunikasi di anatra para
pemberi jasa pelayanan, pencatatan dalam rekam keperawatan dan mutu pemberian jasa
pelayanan keperawatan tidak dapat dipantau, Selain itu, asuhan keperawatan yang diberikan
pada pasien dengan penyakit Diabetes Melitus tidak akan diketahui kualitasnya

B. PROGRAM KEGIATAN
Berdasarkan latar belakang di atas maka ners muda berinisiatif untuk mengadakan
audit keperawatan resiko ketidakstabilan gula darah pada pasien Diabetes Melitus yang
telah dilaksanakan pada tanggal 5 Agustus 2016.

C. TUJUAN
Apakah dengan melakukan kegiatan konsultasi dan koordinasi oleh Ners Muda
bersama Ketua Komite Keperawatan, Ketua KFK Penyakit Dalam dan Kepala Ruang
Cendrwasih 1, studi literatur, penyusunan instrumen audit keperawatan, studi rekam medis,
pelaksanaan audit meperawatan resiko ketidakstabilan gula darah pada pasien Diabetes
Melitus

pada 22 rekam medis pasein dengan penyakit Diabetes Melitus di Ruang

Cendrawasih pada tanggal 5 Agustus 2016 selama rentang waktu 1 Januari 30 Juli 2016
dapat tersusun instrumen audit meperawatan resiko ketidakstabilan gula darah pada pasien
diabetes melitus 100% dan melaksanakan audit 100%?

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Audit Keperawatan
1. Pengertian
Definisi standar audit klinik menurut National Institute for Clinical Excellence
(NICE) yakni merupakan proses peningkatan mutu dengan tujuan untuk meningkatkan
pelayanankepada pasien dan luarannya, melalui kajian sistematis terhadap pelayanan
berdasarkankriteria eksplisit dan upaya-upaya perbaikannya. Aspek struktur, proses dan
hasil pelayanandipilih dan dievaluasi secara sistematis berdasarkan kriteria eksplisit. Jika
diindikasikan,upaya-upaya perbaikan diterapkan pada tim individu atau tingkat pelayanan
dan monitoringselanjutnya digunakan untuk memberi konfirmasi adanya perbaikan dalam
pemberianpelayanan. Ada dua metode audit keperawatan, yaitu:
a. Retrospektif
Retrospektif audit adalah metode untuk mengevaluasi kualitas asuhan
keperawatan dengan menguji asuhan keperawatan yang direfleksikan pada catatan
asuhan keperawatan pada pasien yang sudah pulang. Pada tipe audit ini terdapat
kebiasaan spesifik yang digambarkan dan diubah menjadi pertanyaan dan pemeriksa
mencari jawaban tersebut dicatatan keperawatan, misalnya :
1) Apakah proses pemecahan masalah menggunakan rencana asuhan keperawatan?
2) Apakah data pasien dikumpulkan dengan cara yang sistematis?
3) Apakah deskripsi kegiatan pasien pre hospital dimasukkan?
4) Hasil tes laboratorium digunakan untuk rencana asuhan?
5) Apakah perawat melakukan pengkajian fisik?
b. Review Bersamaan
Hal ini berdasarkan pada evaluasi yang dihubungkan dengan kepentingan dari
pasien yang masih menjalani perawatan. Hal ini termasuk mengkaji pasien langsung
yang berhubungan dengan kriteria sebelumnya, mewawancarai perawat yang
bertanggung jawab pada asuhan dan menulis data pasien serta rencana asuhan.

2. Langkah-Langkah (Proses Audit)

a. Memilihan Topik
1) Mamilih topik
Berkoordinasi dengan Kepala ruang Cendrawasih, Kepala pelayanan Cendrawasih,
kepala KFK penyakit dalam dan komite untuk menentukan topik berdasarkan :
Data rutin rumah sakit
Survey kepuasan pasien
Observasi pemberian pelayanan
Masukan (direksi, asuransi, unit-unit, dll)
Dalam memilih topik harus mempertimbangkan beberapa hal seperti :
Dapat diperbaiki
High risk, cost, volume, problem
Ada dukungan atau konsensus dari para klinisi
Ada clinical guidline

Contoh : Audit Keperawatan Kurang Volume Cairan pada Pasien Diare


No

Topik

Risk

Volume

Cost

H M L H M L H

Problem

M L H

M L

Keterangan :
Risk resiko yang diakibatkan jika masalah tidak teratasi
Volume jumlah kejadian masalah/ topik yang ada di ruangan
Cost biaya yang dikeluarkan
Problem kemudahan masalah untuk dipecahkan
H : high (3)
M : Medium (2)
L : low (1)
Nilai kemudian dijumlah, topik yang memiliki nilai tertinggilah yang akan
diangkat.

2) Menyusun latar belakang, sasaran dan tujuan


a) Latar belakang
Latar belakang berisi rasionalitas pemilihan topik audit (pengertian,
epidemiologi internasional-nasional, dan pentingnya topik audit), Ketersediaan
guidline dan permasalahan yang ada
b) Tujuan
Memastikan atau memperbaiki mutu
Tidak hanya menghitung jumlah atau memeriksa tapi lebih terfokus
dalam usaha peningkatan mutu pelayanan
Contoh:

Apakah kita memberikan pelayanan klinik terbaik pada pasien dengan camamme?
Apakah penatalaksanaan pasien dengan ca-paru sudah sesuai dengan
guidelines?
Apakah manajemen kita dalam merawat pasien dengan patah tulang
terbuka sudah sesuai dengan standar/guidelines?
c) Sasaran
untuk meyakinkan bahwa.....:
Appropriateness: Apakah pentalaksanaan yang dilakukan sudah sesuai
standar?
Timeliness : Apakah pentalaksanaan yang diberikan tepat waktu?
Effectiveness : Apakah pentalaksanaan yang diberikan memberikan hasil
sesuai dengan yang diharapkan?
Acceptability*: Apakah pasien puas dengan pelayanan yang diberikan?
Accessibility*: Bagaimana kemudahan pasien dalam mendapatkan
pelayanan?
Efficiency*: Apakah terapi yang diberikan menggunakan biaya, tenaga dan
sumberdaya minimal?
Equity: Apakah perawatan yang tersedia bisa dirasakan merata?
Contoh
Topik audit
Ca Mamae
Tujuan Utama
Meningkatkan mutu asuhan keperawatan pasien dengan Ca Mamae
Sasaran:
Untuk meyakinkan bahwa Ca Mamae dirawat sesuai dengan standar
Untuk meyakinkan bahwa asuhan keperawatan Ca Mamae diberikan tepat
waktu

b. Menetapkan kriteria
Kriteria audit adalah bukti yang diperlukan dan yang harus ada, bahwa penderita
telah diberikan pelayanan pada taraf yang seoptimal mungkin. Kriteria dapat berupa
diagnosis, pengobatan, tindakan, reaksi penderita, atau peristiwa lain yang ada
kaitannya dengan penyakit atau kondisi yang berhubungan dengan topik audit
keperawatan
Contoh pertanyaan pancingan untuk mengidentifikasi kriteria audit
Asuhan keperawatan pasien infark myocard* dapat dikatakan baik/bermutu bila?:

Harus ada .

Harus ada .

Harus tidak adadst

Kriteria yang dapat diudit:


Proses: diagnosis, asuhan, tindakan, edukasi, dsb.
Kriteria yang jarang diaudit:
Input: tidak lazim, karena biasanya terkait dengan keterbatasan budget, sehingga
siklus audit tidak bisa lengkap
Output: agak sulit karena akan terkait dengan faktor lain (penyakit penyerta): Status
keluar rumah sakit, LOS, Kematian, Komplikasi

Menulis kriteria harus memperhatikan : SMART


Specific: bersih, tidak ambigu dan bebas bumbu-bumbu politik
Measureable: dapat diukur
Agreed: disetujui oleh semua pihak
Relevant: relevan
Theoretically sound: berdasarkan bukti klinis yang terbaik dan terbaru
Berikut contoh table kriteria
No

Kriteria

Standar

Perkecaualian

Data collection

Keterangan :
1) Standar 100% dan 0%
2) Perkecualian :
Keadaan-keadaan yang mungkin merupakan alasan bagi sebuah catatan medik
untuk tidak memenuhi kriteria.
Merupakan suatu keadaan klinis yang ada dan dapat menerangkan alasan tidak
terpenuhinya suatu kriteria
3) Petunjuk Pengumpulan Data (Data collection)
Menunjukkan bagian-bagian mana dari suatu catatan keperawatan yang dapat
dipercaya sebagai sumber data
Petunjuk-petunjuk harus ditulis secara obyektif dan semua istilah harus disebutkan
secara lengkap.

c. Mengumpulkan data
1) Persiapan
a) Menentukan cara pengambilan data
b) Menentukan variabel yang mempengaruhi hasil
Varibel diperlukan untuk melihat apakah ada pola dalam mutu pelayanan
yang diberikan kepada pasien dan untuk melihat apakah ada hal-hal tertentu
(dari aspek RS, dokter, perawat, pasien) yang mempengaruhi mutu pelayanan,
misalnya:
Perwatan penanggung jawab
Kelas perawatan
Asal bangsal
Umur pasien, dsb
c) Menentukan jumlah sampel
Ambil seluruh populasi bila topik audit sangat penting (misalnya operasi)
Pakai sampel bila jumlah pasien sangat banyak (misal 1.000)
8

Sampel pragmatis: 20-50 (biasanya 30) pasien sudah cukup


Sampel ilmiah: bila perlu pertanggung jawaban atau publikasi ilmiah
2) Pelaksanaan
1) Umumnya dikerjakan oleh Asisten Panitia Audit (staf RM) berdasar Instrumen
Audit
2) Memisahkan rekam medik yang mengandung penyimpangan (tidak sesuai
standar)
3) Mencatat hasil dalam bentuk kode
Kode 1: Sesuai kriteria
Kode 2:Tidak sesuai kriteria tapi memenuhi perkecualian (ada
alasan/justifikasi)
Kode 3:Tidak sesuai kriteria tidak memenuhi perkecualian
Instrument pengambilan data
RM 01 RM
02

RM

RM

RM

03

04

05

dst

Variabel
Kelas
Umur
Perawat PJ
Kriteria
Kriteria 1
Kriteria 2
Kriteria 3

d. Menganalisa data
1) Re-check: analisa penyimpangan. Memastikan apakah hasil audit menurut asisten
audit sudah benar (yang disebut menyimpang benar-benar menyimpang)
2) Mengidentifikasi karakteristik sampel audit, apakah dapat mewakili seluruh
populasi
3) Menghitung tingkat kepatuhan secara umum
4) Mengidentifikasi pola penyimpangan
9

5) Mengidentifikasi penyebab penyimpangan


Menganalisa masalah menggunakan diagram tulang ikan

Penyebab masalah yang mungkin ada :


Administrasi
Bagian pelayanan medik
Anggota SMF/ individual
Pelayanan medik khusus (lab. X-ray)
Unit/ pelayanan keperawatan
Perawat
Pelayanan terapi bukan oleh dokter
Perlu penyelidikan lebih lanjut

e. Menetapkan rencana kerja (Plan of Action)


Tindak lanjut perubahan yang efektif :
Ditujukan pada yang kompeten
Ada batas waktu
Dibuat rencana tindak lanjut (POA)
Tanggung jawab ditegaskan & dikomunikasikan
Memuat rencana tindakan koreksi (permasalahan, rencana tindakan, pelaksana
tindakan, dan batas waktu penyelesaian tindakan)
Rencana tindak lanjut (cara, waktu, pelaksana)

10

Berikut contoh format penyusunan POA


Tindak

Tujuan

Lanjut

Indikator

Penanggung

Jangka

keberhasilan

jawab

waktu

biaya

3. Persyaratan Pelaksanaan Audit Keperawatan di Rumah Sakit


a. Penuh tanggung jawab dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan, bukan untuk
menyalahkan atau menghakimi seseorang
b. Obyektif, independen & memperhatikan aspek kerahasiaan pasien & wajib menyimpan
rahasia keperawatan.
c. Analisa hasil audit keperawatan dilakukan oleh kelompok staf keperawatan terkait yang
mempunyai kompetensi, pengetahuan & keterampilan sesuai bidang pelayanan atau
kasus yg di audit
d. Publikasi hasil audit harus memperhatikan aspek kerahasiaan pasien & citra RS di
masyarakat

4. Persiapan Pelaksanaan Audit Keperawatan di Rumah Sakit


Persiapan pelaksanaan audit keperawatan di Rumah Sakit yaitu:
a. Ditetapkan organisasi pelaksana audit keperawatan dengan SK Direktur RS.
b. RS menyusun pedoman audit keperawatan RS, standar prosedur operasional, standar,
clinical pathway & kriteria jenis kasus yang akan dilakukan audit.
c. RS membudayakan PDCA (Plan, Do, Check, Action).
d. RS membuat ketentuan bahwa setiap perawat wajib membuat & melengkapi rekam
keperawatan tepat waktu.

11

e. RS melakukan sosialisasi kepada seluruh perawat yang memberikan pelayanan


keperawatan tentang rencana pelaksanaan audit keperawatan.

5. Pelaksanaan Audit Keperawatan di Rumah Sakit


Pelaksanaan audit keperawatan di Rumah Sakit meliputi:
a. Direktur RS membentuk tim pelaksana audit keperawatan beserta uraian tugasnya.
b. Tim pelaksana dapat merupakan tim atau panitia yg dibentuk di bawah Komite
Keperawatan atau panitia khusus untuk itu pelaksana audit keperawatan di RS dapat
dilakukan oleh Komite Keperawatan, Sub Komite (Panitia) Peningkatan Mutu
Keperawatan atau Sub Komite (Panitia) Audit Keperawatan.
c. Pelaksana audit keperawatan wajib melibatkan bagian rekam keperawatan.
d. Pelaksana audit wajib melibatkan SMF mulai dari pemilihan topik, penyusunan standar
& kriteria serta analisa hasil audit keperawatan.
e. Apabila diperlukan dapat mengundang konsultan tamu atau organisasi profesi terkait
untuk melakukan analisa hasil audit keperawatan & memberikan rekomendasi khusus.

12

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL


AUDIT KEPERAWATAN

RSUP Dr. SARDJITO

Standar
Prosedur
Operasional

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

1/2

Disusun Oleh :

Diperiksa Oleh :

Tanggal Terbit

Ditetapkan Oleh :
Direktur Utama,

dr. Mochammad Syafak Hanung, Sp.A


NIP. 196010091986101002
Pengertian

Tujuan

Audit keperawatan adalah evaluasi keperawatan sistemik yang


berfungsi untuk meningkatkan pengembangan kualitas layanan
keperawatan
Mengevaluasi kesesuaian asuhan keperawatan dengan standar yang
berlaku

Kebijakan
Referensi

Komite Keperawatan dan Kelompok Kerja Fungsional Keperawatan


Bedah, 2011, Standar Asuhan Keperawatan Bedah Buku 3, RSUP
DR Sardjito: Yogyakarta.
Komite Keperawatan dan Kelompok Kerja Fungsional Keperawatan Bedah,
2016, Panduan Praktik Klinik Keperawatan (Draft), RSUP DR Sardjito:
Yogyakarta.

Prosedur

1. Persiapan
13

a. Perawat berkoordinasi dengan Kepala ruang, Kepala


pelayanan, kepala KFK dan komite dalam menentukan topik,
menetapkan kriteria standar dan instrumen audit.
b. Menyiapkan rekam medis yang sesuai dengan topik audit
2. Pelaksanaan
a. Perawat bersama Asisten Panitia Audit (staf RM) membuka
proses audit dengan berdoa
b. Perawat bersama Asisten Panitia Audit (staf RM) memisahkan
rekam medik yang mengandung penyimpangan (tidak sesuai
standar)
c. Perawat bersama Asisten Panitia Audit (staf RM) melakukan
pelaksanaan audit berdasarkan instrumen audit
d. Perawat mencatat hasil dalam bentuk kode
e. Perawat menutup kegiatan audit dengan berdoa bersama
3. Dokumentasi
Perawat mendokumentasikan hasil dari audit keperawatan
4. Evaluasi
Perawat menetapkan rencana kerja (Plan of Action)

Catatan Revisi

No.

Isi Perubahan

Tanggal Revisi

1.
2.

B. Diabetes Melitus (DM)


1. Pengertian
Diabetes melitus gangguan metabolism yang ditandai dengan hiperglikemi yang
berhubungan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat, lemak, dan protein yang
disebabkan oleh sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan
menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular dan neuropati. Glukosa
secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari

14

makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormone yang diproduksi pancreas,
mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.

2. Etiologi
Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan
kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap
insulin.
Diabetes tipe I
Diabetes tipe I ditandai penghancuran sel-sel beta pancreas. Kombinasi faktor genetik,
imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya infeksi virus) diperkirakan turut
menimbulkan destruksi sel beta.
1. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu proses autoimun. Respon ini merupakan
resppon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah-olah sebagai jaringan asing.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang mendestruksi sel beta.
Diabetes tipe II
Disebabkan oleh kegagalan sel beta dan resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktorfaktor risiko tertentu yang berhungan dengan terjadinya diabetes tipe II, yaitu :
1. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2. Obesitas
3. Riwayat keluarga

15

4. Kelompok etnik (golongan hispanik serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki

kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II dibandingkan dengan
golongan Afro-Amerika)

3. Klasifikasi
No.
1

Klasifikasi DM
Diabetes tipe I
(Insulin Independent
Diabetes
melitus/IDDM)

Diabetes tipe II
(Non Insulin
Independent
Diabetes
melitus/NIDDM)

Ciri-ciri Klinik
- Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya
usia muda (<30 tahun)
- Biasanya bertubuh kurus pada saat didiagnosa,
dengan penurunan berat yang baru saja terjadi
- Etiologi mencakup faktor genetik, imunologi atau
lingkugan, misalnya virus.
- Sering memilki antibody sel pulau langerhans
- Sering memiliki antibody terhadap insulin
sekalipun belum pernah mendapatkan terapi
insulin
- Sedikit atau tidak mempunyai insulin endogen
- Memerlukan insulin untuk mempertahankan
kelangsungan hidup
- Cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki
insulin
- Komplikasi akut hiperglikemia, ketoasidosis
diabetic
- Awitan terjadi di segala usia, biasanya lebih dari
30 tahun
- Biasanya bertubuh gemuk (obese) pada saat
didiagnosis
- Etiologi mencakup faktor obesitas, herediter atau
lingkungan
- Tidak ada antibody sel pulau langerhans
- Penurunan produksi insulin endogen atau
peningkatan resistensi insulin
- Mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan
kadar glukosa darahnya melalui penurunan berat
badan
- Agens hipoglikemia oral dapat memperbaiki kadar
glukosa darah bila modifikasi diet dan latihan
tidak berhasil
- Mungkin memerlukan insulin dalam waktu yang
pendek atau panjang untuk mencegah
hiperglikemia

16

Diabetes
melitus
gestasional
(Gestational
Diabetes
Melitus/GDM)

Diabetes
melitus
yang berhubungan
dengan keadaan atau
sindrom lainnya.

- Ketosis jarang terjadi, kecuali bila dalam keadaan


stres atau menderita infeksi
- Komplikasi akut, sindrom hiperglikemia
hiperosmoler non ketotik
- Awitan selama kehamilan, biasanya terjadi pada
trimester kedua atau ketiga
- Disebabkan oleh hormone yang disekresikan
plasenta dan menghambat kerja insulin
- Risiko terjadinya komplikasi perinatal di atas
normal, khususnya makrosomia (bayi yang secara
abnormal berukuran besar)
- Diatasi dengan diet dan insulin (jika diperlukan)
untuk mempertahankan secara ketat kadar glukosa
darah normal
- Terjadi pada sekita 2-5% dari seluruh kehamilan
- Intoleransi glukosa terjadi sementara waktu tetapi
dapat kambuh kembali pada kehamilan berikutnya
atau 30-40% akan mengalami diabetes yang nyata
(biasanya tipe II) dalam waktu 10 tahun
(khususnya jika obesitas)
- Faktor risiko mencakup obesitas, usia diatas 30
tahun, riwayat diabetes dalam keluarga, pernah
melahirkan bayi besar (lebih dari 4,5 kg)
- Pemeriksaan skrining (tes toleransi glukosa) harus
dilakukan pada semua wanita hamil dengan usia
kehamilan antara 24-28 minggu
- Disertai dengan keadaan yang diketahui atau
dicurigai dapat menyebabkan pancreatitis, kelainan
hormonal, obat-obat seperti glukokortikoid dan
preparat yang mengandung estrogen penyandang
diabetes
- Bergantung pada kemampuan pancreas untuk
menghasilkan
nsulin,
pasien
mmungkin
memerlukan terapi dengan obat oral atau insulin

4. Patofisiologi
1. Diabetes tipe 1
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena selsel beta pancreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi
akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal
dari makanan tidak disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
17

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi
ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan gula yang
disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hierglikemia. Di samping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi bahan keton yang
merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda seperti nyeri abdomen, mual,
muntah, hiperventilasi, napas bau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama dengan cairan
dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik
tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemia serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar glukosa darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
2. Diabetes tipe 2
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin
yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada pada permukaan sel. Sebagai akibatnya terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes melitus tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intra sel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.

18

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi bahan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic
tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari
30 tahun dan obesitas. Akibat toleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabiltas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh,
infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Untuk sebagian besar pasien , penyakit diabetes tipe II yang dideritanya ditemukan secara
tidak sengaja. Salah satu konsekuensi terdeteksinya diabetes selama bertahun-tahun
adalah bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya kelainan mata, neuropati
perifer, kelainan vascular perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis belum
ditegakkan.
3. Diabetes dan Kehamilan
Diabetes yang terjadi selama kehamilan memerlukan perhatian khusus. Wanita yang
sudah diketahui mengalami diabetes sebelum terjadinya pembuahan harus mendapatkan
penyuluhan atau konseling tentang penatalaksanaan diabetes selama kehamilan.
Pengendalian diabetes yang buruk pada saat pembuahan dapat disertai timbulnya
malformasi congenital. Karena alasan ini lah, wanita yang menderita diabetes harus
mengendalikan penyakitnya dengan baik sebelum konsepsi terjandi dan sepanjang
kehamilannya. Dianjurkan agar wanita yang menderita diabetes sudah mmeulai program
19

terapi yang intensif (pemeriksaan kadar glukosa darah empat kali perhari dan pemberian
suntikan insulin tiga sampai empat kali per hari) dengan maksud mencapai kadar
hemoglobin A1C yang normal 3 bulan sebelum pembuahan.
Diabetes yang tidak terkontrol pada saat melahirkan akan disertai dengan peningkatan
insidens makrosomia janin, pesalianan dan kelahiran yang sulit, bedah sesar dan kelahiran
kematian (stillbirth). Di samping itu, bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita
hiperglikemia dapat mengalami hipoglikemia pada saat lahir. Keadaan ini terjadi karena
pancreas bayi yang normal telah mensekresi insulin untuk mengimbangi keadaan
hiperglikemia ibu

5. Tanda dan gejala


a. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin) karena air mengikuti glukosa yang keluar
melalui urin
b. Polidipsia (peningkatan ras ahaus) akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya
air menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intasel mengikuti dehidrasi ekstrasel
karena karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti gradien konsentrasi
plasma yang hipertonik (konsentrasi tinggi). Dehidrasi intrasel menstimulasi
pengeluaran hormon ADH/vasopresin (anti diuretic hormone) dan menimbulkan rasa
haus.
c. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan
sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagi energy. Aliran darah yang
buruk pada pasien diabetes kronis juga berperan menyebabkan kelelahan.
d. Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan paska absortif yang kronis,
katabolisme protein dan lemak, dan kelaparan relative sel. Sering terjadi penurunan
berat badan tanpa terapi.
e. Diabetes tipe I mungkin sering disertai mual dan muntah yang parah.

Meskipun kedua diabetes tipe I dan II dapat memperlihatkan gambaran klinis yang serupa,
pada diabetes tipe II dapat muncul satu atau lebih gejala non spesifik seperti :
1. Peningkatan angka infeksi akibat peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus,
gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah.

20

2. Gangguan penglihatan yang berhubungan dengan kesimbangan air atau pada kasus
yang berat kerusakan retina.
3. Parestesia atau abnormalitas sensasi
4. Kandidiasis vagina (infeksi ragi), akibat peningkatan kadar glukosa di sekret vaguina
dan urin serta gangguan fungsi imun.
5. Pelisutan otot dapat terjadi karena protein otot digunakan untuk memenuhi kebutuhan

energy tubuh.

6. Komplikasi
a. Komplikasi akut
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kadar gula yang terlalu rendah (di bawah 50 mg/dl).
Pengidap diabetes tipe I dapat mengalami komplikasi hipoglikemia setelah
penyuntikan insulin. Gejala yang mungkin terjadi adalah hilangnya kesadaran atau
bahkan koma.
2) Hiperglikemia
a) Ketoasidosis diabetik
Kadar glukosa meningkat dengan cepat akibat glukoneogenesis dan
penguraian lemak yang progresif. Terjadi poliuria dan dehidrasi. Kadar keton juga
meningkat (ketosis) akibat penggunaan asam lemak yang hampir total
menghasilkan ATP. Keton keluar melalui urim (ketouria) dan menyebabkan bau
napas seperti buah. Pada ketosis, pH turun dibawah 7,3 dan menyebabkan asidosis
metabolic dan menstimulasi hiperventilasi untuk mengeluarkan karbondioksida
(asam volatile).
Individu dengan ketoasidosis sering mengalami mual dan nyeri abdomen.
Dapat terjadi muntah, yang memperparah dehidrasi ekstrasel dan intasel. Kadar
kalium total tubuh turun akibatpoliuria dan muntah berkepanjangan.
Ketoasidosis diabetik adalah keadaan yang mengancam jiwa dan memelukan
koreksi terhadap elektrolit dan cairan. Pemberian insulin diperlukan untuk
mengembalikan hiperglikemia. Karena kepekaan insulin mengingkat seiring
dengan penurunan pH, dosis dan kecepatan pemberian insulin harus dipantau
21

secara hati-hati. Peneltian memperlihatkan bahwa analog insulin kerja cepat


(lispro/humalog) efektif untuk ketosidosis diabetik.
b) Koma NonKetotik Hipreglikemia Hiperosmolar
Merupakan komplikasi akut yang ditemukan pada pengidap diabetes tibe 2
sebagai tanda perburukkan drastis penyakit. Hiperglikemia berat (300mg/100 ml)
menyebabkan osmolalitas plasma meningkat melibihi 310 mOsm/L dan
menyebabkan pengeluaran urin yang banyak, rasa haus yang hebat, defisit kalium.
b. Komplikasi kronis
1) Komplikasi Makrovaskular
a) Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh sehingga
tekanan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh
darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis), dengan resiko penderita
penyakit jantung koroner atau stroke
b) Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf -saraf sensorik, keadaan ini
berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang
menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celah-celah kulit yang mengalami
hipertropi, pada selsel kuku yang tertanam pada bagian kaki, bagia kulit kaki
yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah-daerah yang terkena.
c) Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah
ke otak menurun.
2) Komplikasi Mikrovaskular
a) Retinopati diabetika
Retinopati diabetes dibagi dalam 2 kelompok, yaitu Retinopati non proliferatif
dan Proliferatif. Retinopati non proliferatif merupkan stadium awal dengan
ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan retinoproliferatif, ditandai dengan
adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia
retina. Pada stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah
22

yang baik, sedangkan pada kelainan sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki
hanya dengan kontrol gula darah, sebaliknya akan menjadi lebih buruk apabila
dilakukan penurunan kadar guladarah yang terlalu singkat.
b) Nefropati diabetika
Diabetes mellitus tipe 2, merupakan penyebab nefropati paling banyak, sebagi
penyebab terjadinya gagal ginjal terminal. Kerusakan ginjal yang spesifik pada
DM mengaikibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul
besar seperti protein dapat lolos ke dalam kemih (mis. Albuminuria). Akibat
nefropati diabetika dapat timbul kegagalan ginjal yang progresif. Nefropati
diabetic ditandai dengan adanya proteinuri persisten ( > 0.5 gr/24 jam), terdapat
retino pati dan hipertensi. Dengan demikian upaya preventif pada nefropati adalah
kontrol metabolisme
dan kontrol tekanan darah.
c) Neuropati
Umumnya berupa polineuropati diabetika, kompikasi yang sering terjadi pada
penderita DM, lebih 50 % diderita oleh penderita DM. Manifestasi klinis dapat
berupa gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses kejadian neuropati
biasanya progresif di mana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan gejalagejala nyeri atau bahkan baal. Yang terserang biasanya adalah serabut saraf
tungkai atau lengan. Neuropati disebabkan adanya kerusakan dan disfungsi pada
struktur syaraf akibat adanya peningkatan jalur polyol, penurunan pembentukan
myoinositol, penurunan Na/K ATP ase, sehingga menimbulkan kerusakan struktur
syaraf, demyelinisasi segmental, atau atrofi axonal.
3) Ulkus diabetikum
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
a) Grade 0 : tidak ada luka
b) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
c) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
d) Grade III : terjadi abses
e) Grade IV: Gangren pada kaki bagian distal
f) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal
23

7. Penatalaksanaan
Ada lima komponen penatalaksanaan diabetes melitus, yaitu :
a. Diet
Penatalaksanaan diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar penatalaksanaan
diet diabetes. Penatalaksanaan nutrisi penderita diabetes diarahkan untuk mencapai
tujuan berikut ini :
1) Memberikan semua unsur makanan esensial
2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
3) Memenuhi kebutuhan energi
4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan
kadar glukosa darah mendekati nilai normal
5) Menurunkan kadar lemak darah jika meningkat
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
1) J I

: jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah

2) J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.


3) J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan
kalorinya.
1) Diit DM I :

1100 kalori

2) Diit DM II

1300 kalori

3) Diit DM III :

1500 kalori

4) Diit DM IV :

1700 kalori

5) Diit DM V

1900 kalori

6) Diit DM VI :

2100 kalori

7) Diit DM VII :

2300 kalori

8) Diit DM VIII :

2500 kalori

Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk


Diit IV s/d V

: diberikan kepada penderita dengan berat badan normal

Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes
komplikasi,
24

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative
body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:
BBR =

BB(Kg)

x 100%

TB (cm) - 100
1) Kurus (underweight) :
2) Normal (ideal)

BBR 90 110 %

3) Gemuk (overweight) :
4) Obesitas, apabila :

BBR < 90 %

BBR > 110 %

BBR > 120 %

- Obesitas ringan :

BBR 120 130 %

- Obesitas sedang :

BBR 130 140 %

- Obesitas berat :

BBR 140 200 %

- Morbid

BBR > 200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang
bekerja biasa adalah:
1) kurus

BB X 40 60 kalori sehari

2) Normal :

BB X 30 kalori sehari

3) Gemuk :

BB X 20 kalori sehari

4) Obesitas

BB X 10-15 kalori sehari

b. Latihan
Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan emmperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot
juga diperbaiki dengan berolahraga.
c. Pemantauan
Pemantauan kadar glukosa darah secara mandirimemungkinkan deteksi dan mencegah
hiperglikemia/hipoglikemia dan berperan dalam menentukan kadar glukosa darah
normal yang kemungkinan akan mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang.
d. Terapi
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a) Mekanisme kerja sulfanilurea
kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
25

kerja OAD tingkat reseptor


b) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang
dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
-

Menghambat absorpsi karbohidrat

Menghambat glukoneogenesis di hati

Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin


Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
2) Insulin
Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
e. Pendidikan/Pendidikan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu
bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara
atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya

26

C. Panduan Praktik Klinik Keperawatan (PPKK) DM


PANDUAN PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN (PPKK)
DIABETES MELLITUS (DM)

1.

Pengertian (Definisi)

2.

Masalah Keperawatan

3.

Diagnosis Keperawatan

4.

Intervensi Keperawatan

Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul


pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya
peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relative
1. Gangguan pemenuhan nutrisi
2. Gangguan rasa nyaman
3. Keamanan dan proteksi
4. Promosi kesehatan
5. Gangguan aktivitas dan istirahat
6. Gangguan kardiovaskuler dan respon pulmonary
7. Gangguan persepsi diri
8. Gangguan respon koping
1. Risiko ketidakstabilan gula darah (00179)
2. Resiko kerusakan integritas kulit (00047)
3. Kurang pengetahuan (00126)
4. Risiko infeksi (00004)
5. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh (00002)
6. Ketidakpatuhan (00079)
7. Gangguan persepsi sensori : visual
8. Gangguan citra tubuh (00118)
9. Kurang volume cairan (00027)
10.
Pola nafas tidak efektif (00032)
11. Kelelahan (00093)
12.
Kurang Perawatan Diri : mandi
(0108)
13.
Kurang Perawatan Diri : toileting
(00110)
14.
Risiko cedera (00035)
15.
Cemas (00146)
1. Hyperglycemia Management
a. Monitor kadar glukosa darah
b. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (poliuria,
polidipsia, pilyphagia, mudah lelah, letargi, malaise)
c. Monitor keton urin
d. Monitor level elektrolit
e. Dorong pasien untuk mempertahankan intake cairan
f. Kelola pemberian insulin
g. Identifikasi faktor penyebab terjadinya hiperglikemia
h. Edukasi tentang diit DM dan aktivitas fisik
27

2.

3.

4.

5.

i. Periksa kadar gula darah anggota keluarga


Skin care: topical treatments
a. Hindari penggunaan tekstur linen yang kasar
b. Bersihkan kulit dengan sabun antibakteri
c. Kenakan pakaian yang tidak restriktif
d. Kenakan pakaian yang tidak restriktif
e. Pakaikan diaper dengan baik
f. Berikan antibiotik topikal pada area yang terkena
g. Berikan agen antiinflamasi pada area yang terkena
h. Inspeksi permukaan kulit setiap hari
i. Dokumentasikan derajat kerusakan kulit
j. Gunakan lubrikan untuk memberi kelembaban pada
mukosa atau bibir
k. Berikan massage untuk memperlancar aliran darah
l. Pertahankan linen yang bersih, rapi dan tidak basah
m. Gunakan pelindung tumit, bila perlu
Skin surveilance
a. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, suhu yang ekstrim atau adnya drain
b. Monitor sumber friksi dan tekanan
c. Monitor kulit terhadap kekeringan dan kelembaban
d. Monitor kemungkinan pakaian yang terlalu sempit
Pembelajaran: Proses Penyakit
a. Gali pengetahuan pasien tentang proses penyakit
b. Jelaskan patofisiologi penyakit
c. Jelaskan tnda dan gejala penyakit
d. Jelaskan proses penyakit
e. Berikan informasi tentang kondisi pasien
f. Hindari memberi harapan palsu
g. Diskusikan pilihan terapi
h. Jelaskan rasional tindakan
i. Jelaskan komplikasi
j. Terangkan tanda dan gejala apa yang harus
dilaporkan kepada tenaga kesehatan
k. Jelaskan cara mencegah atau meminimalkan
komplikasi penyakit
Infection Protection
a. lokasi tanda dan gejala infeksi
b. Monitor krentanan terjadinya infeksi
c. Batasi pengunjung, bila diperlukan
d. Pertahankan teknik isolasi, bila diperlukan
e. Promosikan untuk mempertahankan nutrisi yang
cukup
f. Dorong untuk intake cairan
g. Dorong pasien untuk istirahat yang cukup
h. Kolaborasi dengan medis untuk pemberian
28

antibiotik
i. Edukasi pasien dan keluarga untuk melaporkan
apabila terjadi tanda dan gejala infeksi
6. Manajemen nutrisi
a. Kaji berat badan, tinggi badan, dan lingkar lengan
atas
b. Kaji kebiasaan makanan, dan kaji adanya alergi
makanan
c. Kaji keluhan mual dan muntah yang dialami pasien.
d. Kaji kebutuhan nutrisi dan kalori
e. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi
sering.
f. Pertahankan pemberian asi pada bayi
g. Catat jumlah/porsi makanan yang dihabiskan oleh
pasien setiap hari
h. Kolaborasi pemberian nutrisi sesuai dengan
kebutuhan kalori dan jenis makanan.
i. Kolaborasi pemberian antiemetic
7. Self Efficacy : Enhancement
a. Eksplorasi persepsi individu tentang perilaku
kesehatan
b. Identifikasi faktor penghalang perubahan perilaku
sehat
c. Bantu pasien untuk komiten terhadap rencana
perubahan perilaku
d. Ciptakan lingkungan yang supportiv untuk belajar
dan merubah perilaku
e. Demonstrasikan perilaku sehat
f. Ikut sertakan pasien untuk melakukan roleplay
perilaku sehat
g. Berikan reinforcement positif dan dukungan
emosional selama pembelajaran
h. Dorong untuk melakukan interaksi dengan orang lain
yang berhasil menerapkan perilaku sehat
8. Body Image Enhancement
a. Kaji gambaran tubuh yang diinginkan pasien sesuai
dengan tingkat perkembangannya
b. Gunakan penjelasan untuk mengantisipasi dan
menyiapkan pasien menerima perubahan gambaran
tubuh yang diprediksikan
c. Ajak passien untuk mendiskusikan perubahan yang
terjadi karena proses penyakit atau pembedahan
d. Bantu pasien mengungkapkan perubahan gambaran
tubuh atau fungsi tubuh saat ini
e. Bantu pasien untuk membedakan antara perubahan
gambaran tubuh dengan rasa tidak berharga
29

f. Dorong pasien untuk mendiskusikan stressor yang


menpengaruhi gambaran tubuh
g. Identifikasi kebudayaan, ras, agama, gender dan usia
pasien yang mempengaruhi gambaran tubuh
h. Kaji
apakah
perubahan
gambaran
tubuh
berkontribusi meningkatkan isolasi sosial
i. Dorong pasien untuk mengungkapkan bagian tubuh
yang paling disukai
j. Dorong pasien mengidentifikasi tindakan yang dapat
meningkatkan penampilan
9. Fluid Management
a. Pertahankan keakuratan intake dan output cairan
b. Ukur berat diapers, bila diperlukan
c. Kelola pemasangan urin kateter, bila diperlukan
d. Monitor status hidrasi (kelembaban membran
mukosa)
e. Monitor hasil laboratorium terkait cairan (BUN,
Creat, peningkatan osmolalitas cairan, penurunan
hematocrit)
f. Monitor tanda-tanda vital
g. Monitor status hemodinamik
h. Monitor indikas terjadinya overload atau retensi
cairan
i. Monitor perubahan berat badan pasien sebelum dan
sesudah dialisis
j. Kaji adanya edema
k. Kelola terapi intravena
l. Monitor status nutrisi
m. Berikan cairan, bila diperlukan
n. Kolaborasi pemberian diuretik, bila diperlukan
o. Monitor respon pasien setelah pemberian terapi
elektrolit
10.
Airway Management
a. Buka jalan napas dengan teknik chin lift atau jaw
thrust
b. Beri posisi ventilasi maksimal
c. Identifikasi perlunya intubasi
d. Pasang nasoparingeal bila diperlukan
e. Keluakan sekret dengan batuka tau suction
f. Auskultas suara napas, catat area penurunan ventilasi
g. Kolaborasi pemberian bronkodilator
h. Kolaborasi penggunaan nebulizer
i. Pertahankan intake cairan adekuat
j. Monitor status respirasi dan oksigenasi
11.
Energy management
a. Kaji status psikologi pasien untuk mengidentifikasi
30

kelelahan
b. Pilih intervensi untuk menutunkan tingkat kelelahan
menggunakan farmakologi maupun non farmakologi
c. Monitor intake nutrisi sebagai sumber energi yang
adekuat
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk intake nutrisi yang
dapat meningkatkan energi
e. Monitor respon status kardiovaskular terhadap
aktivitas yang dilakukan pasien (takikardi, dysritmia,
dyspnea, diaphoresis, pernapasan)
f. Monitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri saat
beraktivitas
g. Ajarkan teknik managemen waktu untuk
meminimalkan terjadinya kelelahan
h. Dorong pasien untuk memilih aktivitas yang sesuai
dengan daya tahan
i. Batasi stimulasi lingkungan misalnya kebisingan dan
pencahayaan
j. Batasi pengunjung bila perlu
k. Dorong pasien mempertahankan istirahat yang
adekuat
l. Ajarkan pasien untuk mengenali tanda dan gejala
terjadinya kelelahan dan melaporkan kepada petugas
kesehatan
12.
Self care assistance : Bathing
a. Kaji kebutuhan pasien akan bantuan selfcare-mandi
b. Tempatkan handuk, sabun, dan peralaan lain yang
digunakan ditempat yang mudah dijangkau pasien
c. Bantu pasien melakukan oral hygiene
d. Bantu pasin untuk mandi
e. Monitor kebersihan kuku
f. Monitor integritas kulit pasien
g. Pertahankan ygiene pasien
h. Dorong keluarga untuk ikut berpartisipasi dalam
hygiene pasien
13.
Self care assistance: toileting
a. Bantu pasien ke toilet, bila memungkinkan
b. Jaga privasi pasien
c. Fasilitasi toilet hygiene setelah dari toilet
d. Bantu pasien mengenakan celana/pakaian setelah
dari toilet
e. Monitor status integritas kulit pasien
14. Environment Management
a. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
b. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai
dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan
31

5.

Observasi

riwayat penyakit terdahulu


c. Menghindari lingkungan yang berbahaya misalnya
memindahkan perabotan
d. Memasang side rail tempat tidur
e. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
f. Membatasi pengunjung
g. Memberikan penerangan yang cukup
h. Menganjurkan keluarga untuk selalu mendampingi
pasien
i. Memindahkan barang barang yang biasa dipakai ke
tempat yang mudah dijangkau pasien
15.
Anxiety Reduction
a. Gunakan pendekatan yang tenang
b. Dengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian
c. Gunakan komunikasi terapeutik untuk menciptakan
rasa percaya
d. Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaan
secara verbal
e. Identifikasi kapan terjadinya perubahan tingkat
kecemasan
f. Berikan reinforcement positif
g. Dorong keluarga untuk selalu mendampingi pasien
h. Ajarkan teknik relaksasi misalnya napas dalam untuk
menurunkan tingkat kecemasan
i. Kaji tanda dan gejala verbal maupun non verbal
terjadinya kecemasan
j. Kolaborasi dengan medis untuk pemberian
antianxiety, bila diperlukan
1. Observasi tanda-tanda vital
2. Observasi kadar glukosa darah
3. Observasi status integritas kulit pasien
4. Observasi status respirasi dan oksigenasi
5. Observasi intake makanan dan cairan
6. Observasi tanda dan gejala infeksi
7. Observasi Perubahan mood
8. Observasi level elektrolit
9. Observasi hasil laboratorium terkait cairan (BUN,
Creat, peningkatan osmolalitas cairan, penurunan
hematocrit)
10. Observasi status hemodinamik
11. Observasi respon status kardiovaskular terhadap
aktivitas yang dilakukan pasien (takikardi, dysritmia,
dyspnea, diaphoresis, pernapasan)
12.
Observasi hygiene pasien

32

6.

7.

8.

9.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
1.
2.
3.
4.
5.

Tanda-tanda vital dalam batas normal


Kadar glukosa darah dalam batas normal dan stabil
Tidak terjadi dekubitus
Status hemodinamik dalam batas normal
Evaluasi
Tidak ada tanda infeksi
Harga diri meningkat
Hygiene terjaga
Intake cairan dan nutrisi dalam batas normal
Hand hygiene
Diet rendah gula
Obat DM diminum teratur
Informasi dan edukasi
Dukungan keluarga
Hindari aktivitas yang dapat menyebabkan terjadinya
luka
1. Mematuhi diit yang rendah lemak,
gula, garam dan tinggi serat
2. Olah raga teratur
3. Obat DM teratur
4. Kontrol gula darah rutin
Discharge Planning
5. Pengenalan tanda dan gejala
hipoglikemi
6. Penanganan hipoglikemi di rumah
7. Menghindari terjadinya luka
8. Perawatan kaki
1. Diit rendah lemak, garam dan mengurangi penggunaan
gula
Nasehat pulang/instruksi 2. Obat diminum teratur
3. Aktivitas ringan meminimalkan terjadinya luka
kontrol
4. Penanganan luka di rumah
5. Kontrol kadar glukosa darah rutin
6. Olahraga yang ringan dan teratur

10. Rehabilitasi
11. Penelaah kritis

12. Indikator

13. Kepustakaan

1. Gula darah dalam batas normal


2. Harga diri meningkat
3. Integritas kulit baik
4. Tidak ada luka
1. Anonim. 2011. Informasi tentang penyakit : Diabetes
Melitus. Download dari
http://medicastore.com/penyakit/135/Diabetes_Mellitus
.html pada tanggal 10 Januari 2011.
2. Anonim. 2011. Kontrol HbA1C. Download dari
http://www.klinikdiabetesnusantara.com/pages/tentangdiabetes/kontrol-hba1c.php pada tanggal 10 Januari
33

2011
5. Mott, S.R, James, S.R, Sperhac, A.M. 1990. Nursing
Care of Children and Family, Addison Wesley,
California
6. Smeltzel,S.C., Bare, B.G., Hinkle,J.L, Cheever, K.H.
2008. Brunner & Suddarths textbook of Medical
Surgical Nursing 8th edition. Lippincott, Williams and
Wilkins.
7. Stratton, Irene M, et al. 2000. Association of glycaemia
with macrovascular and microvascular complications
of type 2 diabetes (UKPDS 35): prospective
observational study.Download dari
http://www.bmj.com/content/321/7258/405.full pada
tanggal 10 Januari 2011
8. Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medical Bedah Ed.8 vol.2. Jakarta : EGC
9. Hudak, C.M, Gallo, B.M. 1995. Keperawatan Kritis
Pendekatan Holistik Ed. VI, EGC, Jakarta
10.
NANDA. 2015. Nursing Diagnoses : Definitions
and Classification 2015-2017, Wiley Blackwell
11.
Bulecheck, M. Butcher, H. Dochterman, J.
Wagner, C. Nursing Outcomes Classification (NIC),
2015-2017 Mosby, Elsevier.
12.
Redmon B, Caccamo D, Flavin P, Michels R,
OConnor P, Roberts J, Smith S, Sperl-Hillen J. Institute
for Clinical Systems Improvement. Diagnosis and
Management of Type 2 Diabetes Mellitus in Adults.
2014
13.
AMERICAN DIABETES ASSOCIATION. 2012.
Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus.

34

BAB III
PELAKSANAAN DAN EVALUASI
A. PELAKSANAAN
1. Langkah-langkah Kegiatan
Langkah-langkah penyusunan instrument dan pelaksanaan audit keperawatan resiko
ketidakstabilan gula darah pada pasien diabetes melitus di Cendrawasih RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta adalah sebagai berikut :
Tabel 1
Langkah-langkah penyusunan instrument dan pelaksanaan audit keperawatan resiko
ketidakstabilan gula darah pada pasien diabetes melitus di Cendrawasih RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta
No
Kegiatan
Pelaksana
Sasaran
Tujuan
Waktu
Tempat
1.

Persiapan

a.

Melakukan
koordinasi dengan
Ka. KFK penyakit
dalam, anggota
komite, dan kepala
ruang cendrawasih
1 dan kepala
pelayanan ruang
cendrawasih (Irna
5)

Ners muda

Komite,
Ka. KFK
penyakit
dalam,
kepala
ruang dan
kepala
pelayanan
cendrawasi
h

Didapatkan
kasus
penyakit
yang akan
dilakukan
audit
keperawata
n

1, 2
Agustus
2016

Cendrawas
ih, ruang
komite,
ruang KFK

b.

Mencari literature

Ners muda

Teori
tentang
DM, PPKK
dan SAK
tentang
DM

Didapatkan
sumber
yang tepat
untuk
menyusun
instrument
mengenai
asuhan
keperawata
n pada
pasien DM

2 Agustus
2016

Ruang
KFK,
perpustaka
an

2.

Pelaksanaan

35

a.

Melakukan
penyusunan
instrument audit
keperawatan resiko
ketidakstabilan
gula darah pada
pasien DM

Ners muda

SPKK dan
SAK DM

Tersusunny
a
instrument
audit
keperawata
n resiko
ketidakstab
ilan gula
darah pada
pasien DM

3,4
Agustus
2016

Ruang
cendrawasi
h

b.

Melakukan
konsultasi dengan
anggota komite
tentang instrument
audit keperawatan
resiko
ketidakstabilan
gula darah pada
pasien DM

Ners muda

Anggota
komite

Memastika
n
instrument
yang akan
dilakukan
audit
keperawata
n

4 Agustus
2016

Ruang
Komite

c.

Melakukan
perizinan
peminjaman RM
pasien

Ners muda
dan komte
keperawatan

Bagian
Instalasi
Catatan
Medik
(ICM)

Meminjam
tempat dan
RM untuk
melakukan
audit
keperawata
n

4 Agustus
2016

ICM

d.

Melakukan audit
keperawatan resiko
ketidakstabilan
gula darah pada
pasien DM

Komite
keperawatan,
perawat
Instalasi
cendrawasih
1, dan ners
muda

22 Rekam
Medis
tentang
penyakit
DM di
Cendrawasi
h

Audit
keperawata
n resiko
ketidakstab
ilan gula
darah pada
pasien DM
terlaksana

5 Agustus
2016

ICM

e.

Melakukan analisis
data dan
pembahasan dari

Ners muda

Data audit
keperawata
n

Data audit
keperawata

8 Agustus
2016

Ruang
Cendrawas
ih
36

hasil audit
keperawatan

n
teranalisis

3.

Evaluasi

a.

Melakukan
konsultasi hasil
dengan komite dan
perawat
cendrawasih 1

Ners muda

Komite,
perawat
cendrawasi
h

Hasil audit
keperawata
n resiko
ketidakstab
ilan gula
darah pada
pasien DM
terevaluasi

9 Agustus
2016

Ruang
komite,
ruang
cendrawasi
h

b.

Presentasi hasil dan


evaluasi

Ners muda

Perawat
cendrawasi
h, komite

Mengevalu
asi hasil
audit
keperawata
n resiko
ketidakstab
ilan gula
darah pada
pasien DM

11 Agustus
2016

Ruang
Cendrawas
ih

Berikut adalah table skoring penentuan topik pada pasien diabetes melitus
Table 2
Skoring topik diagnose keperawatan pada penyakit Diabetes Melitus berdasarkan PPKK
No.

Risk

Topik
H

1
2
3
4
5
6
7

Resiko ketidakstabilan kadar gula


darah (00179)
Ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari
kebutuhan tubuh (00001)
Resiko kerusakan integritas kulit
(00047)
Kerusakan integritas kulit (00046)
Kerusakan integritas jaringan (00044)
Resiko Infeksi (00004)
Kurang Pengetahuan (00126)

Volume
L

Cost
L

2
3
1

12

1
3
2
1

TOTAl

2
2

1
1

H M

Problem
Prone
H M L

8
2
2
2
2

8
10
8
7

37

9
10
11
12
13
14
15
16
17

Gangguan persepsi sensori : visual


Gangguan citra tubuh (00118)
kurang volume cairan (00027)
pola napas tidak efektif (00032)
Kelelahan (00093)
Kurang perawatan diri : mandi (0108)
kurang perawatan diri : toileting (00110)
risiko cedera 900035)
Cemas (00146)
Keterangan :

1
1
1
1

1
1
1
2

3
1
1

2
1

3
1

2
2

1
1
1

1
1

8
5
6
6
7
4
4
10
5

2
1
1

2
2

1
1
3

1 low
2 medium
3 high

Table 3
Pedoman Audit Keperawatan Resiko Ketidakseimbangan Gula Darah pada Pasien Diabetes
Melitus di Ruang Cendrawasih RSUP Dr Sardjito
Kriteria
Standard Perkecualian
Pengambilan data
1. Menganalisis hasil pemeriksaan 100%
Pemeriksaan penunjang,
kadar gula darah
catatan perkembangan,
lembar care plan
2. Mengkaji riwayat penyakit DM
100%
form pengkajian,catatan
perkembangan
3. Mengelola pemberian obat DM
100%
Pasien tidak mendapat
lembar pemantauan obat
terapi DM
4. Mencatat asupan makanan/diit
100%
Monitoring terpadu
dm
5. Kadar GDS < 200
100%
catatan perkembangan, lab
penunjang
6. Asupan diit tercukupi (target
100%
care plan terintegrasi dan
tercapai)
monitoring terpadu/CPPT

38

Table 4
Instrumen Audit Keperawatan Resiko Ketidakseimbangan Gula Darah pada Pasien Diabetes
Melitus di Ruang Cendrawasih RSUP Dr Sardjito
RM
No
Kriteria
Kesesuaian
1 2 3 4 5 6 7 8 dst
A. Proses Diagnosa
1

Menganalisis hasil pemeriksaan kadar


gula darah

2 Mengkaji riwayat penyakit DM


B.

Intervensi

1 Mengelola pemberian obat DM


2 Mencatat asupan makanan/diit dm
C.

Outcome

1 kadar GDS < 200


Asupan diit tercukupi (target
2
tercapai)
Variabel
Ruangan
Usia
Jenis DM
Keterangan :
1 : Sesuai kriteria
2 : Tidak sesuai kriteria tapi memenuhi perkecualian (ada alasan/justifikasi) khusus poin B.1 jika tidak
sesuai dinilai 2 apabila tidak ada terapi DM yang diberikan
3 :Tidak sesuai kriteria tidak memenuhi perkecualian
Khusus mencatat asupan makanan / diit
Jika data tidak lengkap < 20% dianggap tidak ada (3)
Jika > 80% dianggap lengkap (1)

Data Collection
A.1 Pemeriksaan penunjang, catatan perkembangan, lembar care plan
A.2 form pengkajian,catatan perkembangan
B.1 lembar pemantauan obat
B.2 Monitoring terpadu
C.1 catatan perkembangan, lab penunjang
C.2 care plan terintegrasi dan monitoring terpadu/CPPT

39

2. Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan penyusunan pedoman dan pelaksanaan audit keperawatan resiko
ketidakstabilan gula darah pada pasien DM di ruang cendrawasih (Irna V) RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta.
Tabel 5
Time Line Kegiatan Penyusunan Pedoman dan Pelaksanaan Audit Keperawatan
Resiko Ketidakstabilan Gula Darah pada Pasien DM RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Rencana dan Pelaksanaan
Kegiatan
1
2
3
4
5
8
9
10
11
A. Persiapan
a. Melakukan koordinasi

X,Y

b. Mencari literature

X,Y

B. Pelaksanaan
a. Menyusun instrument

X,Y

b. Konsultasi instrument

X,Y

c. Perizinan meminjam RM pasien

X,Y

d. Melakukan audit keperawatan


e. Analisis dan pembahasan hasil

X,Y
X,Y

audit keperawatan
C. Evaluasi
a. Konsultasi hasil
b. Presentasi hasil dan evaluasi

X,Y
X,Y

Keterangan : X=perencanaan Y=pelaksanaan

40

3. Anggaran Biaya
Anggaran biaya penyusunan instrumen dan pelaksanaan audit keperawatan resiko
ketidakstabilan gula darah di ruang Cendrawasih RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dapat dilihat
pada tabel berikut:

Tabel 6
Anggaran Biaya Pelaksanaan Audit Keperawatan Resiko Ketidakstabilan Gula Darah di Ruang
Cendrawasih RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
No
Kebutuhan
Rencana biaya
Realisasi biaya
1.
Kertas dan print
Rp 20.000
Rp 10.000
2.
Penjilidan
Rp 10.000
Rp 10.000
3.
Penggandaan
Rp 30.000
Rp 20.000
Jumlah
Rp 60.000
Rp 40.000
B. HASIL dan EVALUASI
1. Umum
Data diambil dari rekam medis pasien DM yang diambil dari Januari 2016 - juni 2016.
Rekam medik yang diperiksa adalah 22 status dan semua status dapat dilakukan audit.
2. Karakteristik
Rekam medis yang digunakan untuk audit adalah pasien :
Terdiagnosa DM (tidak melihat jenis DM)
dirawat di kelas VIP Cendrawasih 1-3
3. Tingkat kesesuaian
Audit menunjukan bahwa tingkat kesesuaian penatalaksanaan pasien Diabetes melitus
dengan factor resiko ketidakstabilan gula darah untuk setiap kriteria adalah antara 13/22
(59%) hingga 20/22 (90%). Hasil lengkap terlihat pada tabel 7

41

Tabel 7
Hasil Audit Keperawatan Resiko Ketidakseimbangan Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus di Ruang Cendrawasih RSUP Dr Sardjito Yogyakarta
No
Kriteria
RM
Kesesuaian
1

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

1 Menganalisis hasil
pemeriksaan kadar gula darah

20/22 (90%)

2 Mengkaji riwayat penyakit DM

13/22 (59%)

1 Mengelola pemberian obat DM

17/19 (89%)

2 Mencatat asupan makanan/diit


dm

19/22 (86,3%)

1 kadar GDS < 200

20/22 (90%)

2 Asupan diit tercukupi (target


tercapai)

19/22 (86,3%)

Ruangan

C1 C2 C1 C1 C1 C1 C1 C1 C1 C1

C1

C1

C1

C1

C1

C1

C1

C1

C1

C1

C3

C1

Usia

66 66 61

59 65

78 56 56

77

78

60

64

60

60

44

62

65

68

52

45

63

58

Jenis DM

A.

B.

C.

Proses Diagnosa

Intervensi

Outcome

Variabel

42

Tabel 8.
Tingkat kesesuaian penatalaksanaan resiko ketidakseimbangan gula darah pada pasien diabetes
melitus terhadap standard
Kriteria
Kesesuaian
Menganalisis hasil pemeriksaan kadar
gula darah

20/22 (90%)

Mengkaji riwayat penyakit DM

13/22 (59%)

Mengelola pemberian obat DM

17/19 (89%)

Mencatat asupan makanan/diit dm

19/22 (86,3%)

kadar GDS < 200

20/22 (90%)

Asupan diit tercukupi (target tercapai)

19/22 (86,3%)

4. Penyebab Ketidaksesuaian terhadap Standar


Berdasarkan hasil diskusi tim adhoc dengan menggunakan alat bantu berupa fish bone
diagram

berhasil

diidentifikasi

penyebab

ketidak-sesuaian

terhadap

standar

penatalaksanaan pasienresikoinfeksipadapasienca recti post operasi sebagai berikut (table


9)

Kriteria

Table 9
Penyebab Ketidaksesuaian terhadap standar
Penyebab ketidak sesuaian

Menganalisis hasil pemeriksaan kadar

Perawat tidak menulis/ lupa

gula darah
Mengkaji riwayat penyakit DM

Tidak ada lembar pengkajian khusus untuk perawat,


sehingga kadang perawat cukup melihat pengkajian
dari dokter dan tidak menulis atau mengkaji riwayat
penyakit dm

Mengelola pemberian obat DM

Pasien tidak mendapat terapi DM

43

Mencatat asupan makanan/diit dm

Perawat tidak menulis/lupa


Kurang memahami pentingnya pencatatan diit untuk
pasien dm

kadar GDS < 200

Perawat tidak menulis/ lupa


Kurang memahami pentingnya dokumentasi
evaluasi

Asupan diit tercukupi (target tercapai)

Tidak menulis/ lupa


Kurang memahami pentingnya dokumentasi
evaluasi

5. Rencana Tindak lanjut


Berdasarkan identifikasi masalah tersebut diatas, maka tim adhoc mengusulkan
untuk melakukan tindak lanjut berupa DRK terkait pendokumentasian yang benar dan
pentingnya pendokumentasian keperawatan., secara detail dapat terlihat pada tabel 10.

Tabel 10.
Rencana Tindak Lanjut (POA) peningkatan mutu penatalaksanaan perawatan pasien dengan
resiko ketidakstabilan gula darah pada pasien diabetes melitus
Tindak lanjut
Tujuan
Indikator keberhasilan
PJ
Jangka
Biaya
waktu
DRK

Mengetahui pentingnya

pentingnya

Dokumentasi lengkap

PN,

Agustus

dokumentasi dan dapat

Karu,

pendokumenta

mendokumentasikan pada

Ketua

Septem

sian dan cara

indikator proses diagnosa

KFK

ber

pendokumenta

dengan benar

2016

sian yang
benar pada
44

indikator
proses
diagnose
resiko
ketidakstabila
n gula darah
pada pasien
DM
Re edukasi

Memberikan gambaran

Adanya diagnose

AN,P

pada perawat

terkait diagnose

keperawatan yang sesuai

N,

terkait dengan

keperawatan yang mungkin

dengan PPKK Diabetes

Karu

diagnose yang

muncul pada pasien

Melitus

muncul pada

diabetes melitus

Agustus

pasien
diabetes
melitus dan
indikatornya
Re-Audit

Mengetahui secara benar

ulang pada

evaluasi asuhan

rekam medis

keperawatan yang

pasien

dilakukan perawat sesuai

diabetes

dengan instrument yang

-Audit dapat terlaksana

melitus yang

digunakan

dengan melibatkan KFK

sesuai dengan

- Instrumen sesuai PPKK


-Rekam medis pada
pasien diabetes melitus

AN,

Desemb

PN,

er 2016

Karu,
Ketua
KFK

terkait

instrument
yang disusun

45

C. FAKTOR KENDALA DAN PENDUKUNG


1. Faktor Kendala
Tidak ada kendala selama proses audit, kegiatan berjalan dengan lancar.
2. Faktor Pendukung
a. Adanya dukungan, bimbingan dan motivasi dari Komite Keperawatan, Ketua KFK
penyakit dalam, Kepala Ruang, PN, dan AN Cendrawasih.
b. Tersedianya SAK dan PPKK tentang Diabetes Melitus
c. Tersedia RM sebanyak 22 dan tidak ada ekslusi.
d. Adanya beberapa literatur mengenai Audit Keperawatan.
e. Adanya sumber-sumber pustaka mengenai diabetes melitus
f. Adanya dukungan dan kerjasama dari rekan-rekan kelompok stase manejemen.

D. KESINAMBUNGAN
Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan agar terjadi kesinambungan
sehingga hasil audit keperawatan resiko ketidakstabilan gula darah pada pasien diabetes
melitus yang akan datang terlaksana lebih baik, yaitu:
a. Ketua Komite Keperawatan dan jajarannya bersama bagian terkait dapat menindaklanjuti
hasil audit keperawatan dengan mengadakan DRK terkait pentingnya pendokumentasian
keperawatan dan cara pendokumentasian keperawatan yang benar.
b. Komite keperawatan dan pihak terkait bisa melakukan penilaian instrument audit
keperawatan pada topik ini dan melakukan re audit terkait topik ini untuk melihat mutu
asuhan keperawatan

E. GAYA KEPEMIMPINAN
Gaya kepemimpinan yang digunakan dalam stase managemen di Cendrawasih ini adalah
demokratis yaitu semua anggota kelompok memiliki porsi yang sama dalam menentukan
keputusan, jadi tidak hanya terfokus pada ketua kelompok. Selain itu apabila terdapat masalah
program kerja dari masing-masing individu, maka diputuskan secara bermusyawarah. Ketua
bersifat memoderatori dan menyimpulkan hasil kesepakatan kelompok.

46

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Audit keperawatan resiko ketidakstabilan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus
telah terlaksana pada tanggal 5 Agustus 2016.
2. Nilai kesesuaian pada audit keperawatan resiko ketidak stabilan kadar gula darah pada
pasien diabetes melitus baik (80-90) kecuali pada tindakan perawat mengkaji riwayat
penyakit diabetes pasien (59). Hal ini bisa dikarenakan tidak ada lembar khusus
pengkajian riwayat penyakit untuk perawat atau perawat belum paham tentang bagaimana
pendokumentasian asuhan keperawatan pasien diabetes melitus dengan masalah resiko
ketidaksetabilan kadar gula darah.

B. Saran
1. Diharapkan Komite Keperawatan, KFK penyakit dalam dan Kepala Ruang setiap bagian
melakukan evaluasi ulang terhadap draft instrument audit keperawatan resiko ketidak
stabilan gula darah pada pasien diabetes melitus untuk membahas kemungkinan adanya
format instrumen audit keperawatan yang kurang sesuai. Dan diharapkan pelaksanaan
audit keperawatan pada pasien DM tidak hanya pada masalah resiko ketidak stabilan gula
darah namun uga masalah keperawatan lain yang muncul pada penyakit DM.
2. Diharapkan Komite Keperawatan, KFK Penyakit dalam dan Kepala Ruang dapat
melakukan audit keperawatan secara rutin, baik untuk kasus pasien dengan diabetes
melitus atau kasus-kasus lain yang menjadi 10 besar kasus terbanyak di Cendrawasih.
3. Diharapkan

Komite

Keperawatan,

KFK

penyakit

dalam

dan

Kepala

Ruang

mensosialisasikan PPKK tentang DM dan pencatatatan dokumen yang benar sesuai


standar.

48

DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., Wagner, C.M., 2013. Nursing Interventions
Classification (NIC) 6th Edition.USA : Elsevier Mosby.
Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes Classification
(NOC) 5th Edition. SA : Elsevier Mosby.
NANDA. 2015. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2015-2017. The North American
Nursing Diagnosis Association. Philadelphia. USA
Price, S.A & Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume 1. Jakarta : EGC.

49

Instrumen Audit Keperawatan Resiko Ketidakseimbangan Gula Darah pada Pasien DM


Cendrawasih RSUP DR Sardjito Januari-Juni 2016
No.

Kriteria

RM
1

RM
2

RM
3

RM
4

RM
5

RM
6

RM RM
7
8

RM
9

RM
10

RM
11

RM
12

RM
13

RM
14

RM
15

Keterangan

A.

Proses Diagnosa
Menganalisis hasil pemeriksaan
1.
kadar gula darah
2. Mengkaji riwayat penyakit DM

B.

Intervensi

1. Mengelola pemberian obat DM


2. Mencatat asupan makanan/diit dm
C.

Outcome

1. kadar GDS < 200


Asupan diit tercukupi (target
2.
tercapai)
Variabel
Ruangan
Usia
Jenis DM
Keterangan :
1 : Sesuai kriteria
2 : Tidak sesuai kriteria tapi memenuhi perkecualian (ada alasan/justifikasi) khusus poin B.1 jika tidak sesuai dinilai 2 apabila tidak ada terapi DM yang diberikan
3 :Tidak sesuai kriteria tidak memenuhi perkecualian
Data Collection
A.1 Pemeriksaan penunjang, catatan perkembangan, lembar care plan
A.2 form pengkajian,catatan perkembangan
B.1 lembar pemantauan obat
B.2 Monitoring terpadu
C.1 catatan perkembangan, lab penunjang
C.2 care plan terintegrasi dan monitoring terpadu/CPPT

Khusus mencatat asupan makanan / diit


Jika data tidak lengkap < 20% dianggap tidak ada (3)
Jika > 80% dianggap lengkap (1)

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL


AUDIT KEPERAWATAN

RSUP Dr. SARDJITO

Standar
Prosedur
Operasional

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

1/2

Disusun Oleh :

Diperiksa Oleh :

Tanggal Terbit

Ditetapkan Oleh :
Direktur Utama,

dr. Mochammad Syafak Hanung, Sp.A


NIP. 196010091986101002
Pengertian

Tujuan

Audit keperawatan adalah evaluasi keperawatan sistemik yang


berfungsi untuk meningkatkan pengembangan kualitas layanan
keperawatan
Mengevaluasi kesesuaian asuhan keperawatan dengan standar yang
berlaku

Kebijakan
Referensi

Komite Keperawatan dan Kelompok Kerja Fungsional Keperawatan


Bedah, 2011, Standar Asuhan Keperawatan Bedah Buku 3, RSUP
DR Sardjito: Yogyakarta.
Komite Keperawatan dan Kelompok Kerja Fungsional Keperawatan Bedah,
2016, Panduan Praktik Klinik Keperawatan (Draft), RSUP DR Sardjito:
Yogyakarta.

Prosedur

1. Persiapan

a. Perawat berkoordinasi dengan Kepala ruang, Kepala


pelayanan, kepala KFK dan komite dalam menentukan topik,
menetapkan kriteria standar dan instrumen audit.
b. Menyiapkan rekam medis yang sesuai dengan topik audit
2. Pelaksanaan
a. Perawat bersama Asisten Panitia Audit (staf RM) membuka
proses audit dengan berdoa
b. Perawat bersama Asisten Panitia Audit (staf RM) memisahkan
rekam medik yang mengandung penyimpangan (tidak sesuai
standar)
c. Perawat bersama Asisten Panitia Audit (staf RM) melakukan
pelaksanaan audit berdasarkan instrumen audit
d. Perawat mencatat hasil dalam bentuk kode
e. Perawat menutup kegiatan audit dengan berdoa bersama
3. Dokumentasi
Perawat mendokumentasikan hasil dari audit keperawatan
4. Evaluasi
Perawat menetapkan rencana kerja (Plan of Action)

Catatan Revisi

No.
1.
2.

Isi Perubahan

Tanggal Revisi

Anda mungkin juga menyukai