TAUFIQURRAHMAN SIDQI
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRAK
TAUFIQURRAHMAN SIDQI. Pembuatan dan Karakterisasi Nanopartikel
Ekstrak Temulawak dengan Metode Ultrasonikasi. Dibimbing oleh LAKSMI
AMBARSARI, DIMAS ANDRIANTO, dan MERSI KURNIATI.
TAUFIQURRAHMAN SIDQI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi : Pembuatan dan Karakterisasi Nanopartikel Ekstrak Temulawak
dengan Metode Ultrasonikasi
Nama : Taufiqurrahman Sidqi
NIM : G84051429
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Taufiqurrahman Sidqi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Juli 1987 di Madiun, Jawa Timur dari
ayahanda Mushlih Jamhuri dan ibunda Budi Aswantari. Penulis merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan di Madiun hingga lulus SMA pada tahun
2005. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan sarjana strata satu
(S1) di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)
pada Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama menempuh pendidikan S1, penulis mengambil Mayor Biokimia dan
Minor Teknologi Pangan.
Penulis pernah aktif di beberapa organisasi dan kegiatan kampus selama
melaksanakan pendidikan di IPB. Penulis sempat aktif dalam kepengurusan
Organisasi Mahasiswa Daerah (Omda) Madiun pada tahun 2006-2007 dan
Himpunan Profesi Departemen Biokimia (CREBs) tahun 2006-2007. Penulis
pernah menjadi panitia di beberapa kegiatan seperti Masa Perkenalan Departemen
(MPD) tahun 2007, Pesta Sains Nasional tahun 2007 dan 2008, Pelatihan
Penanganan Hewan Coba tahun 2007, serta Seminar Internasional Biokimia dan
Teknologi Rekayasa Genetik tahun 2008. Penulis juga pernah ikut dalam
Simposium Penelitian Kanker tahun 2008, Seminar HACCP tahun 2008,
Sosialisasi Standardisasi oleh BSN tahun 2008, dan beberapa kegiatan lainnya.
Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Keteknikan
Asam Nukleat, Struktur Fungsi Biomolekul, dan Genetika Dasar tahun 2009.
Penulis melaksanakan Praktik Lapangan di Laboratorium Instrumentasi Balai
Besar Industri Agro (BBIA) dengan judul Analisis Vitamin B1, B2, Aspartam,
dan Sakarin dengan Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) selama
bulan Juli hingga Agustus 2008.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 1
Nanopartikel ...................................................................................... 1
Kitosan .............................................................................................. 3
Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) ......................... 4
Pembuatan Nanopartikel ................................................................... 6
Ultrasonikasi ...................................................................................... 6
Karakterisasi Nanopartikel ................................................................ 7
BAHAN DAN METODE ............................................................................. 7
Alat dan Bahan .................................................................................. 7
Metode Penelitian .............................................................................. 8
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 8
Nanopartikel Kitosan ......................................................................... 8
Nanopartikel Ekstrak Temulawak Tersalut Kitosan ......................... 11
Pengaruh Ultrasonikasi 30 menit dan 60 menit ................................ 13
Gugus Fungsi Spesifik Nanopartikel Ekstrak Temulawak ............... 14
Derajat Kristalinitas Nanopartikel Ekstrak Temulawak .................... 15
SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 16
LAMPIRAN .................................................................................................. 20
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kandungan kimia ekstrak temulawak hasil ekstraksi alkohol 70%
(Sembiring et al. 2006) .......................................................................... 5
2 Rendemen nanokitosan hasil pengeringan semprot pada tiap waktu
sonikasi ................................................................................................... 9
3 Rentang diameter nanopartikel kitosan hasil pengeringan semprot ....... 10
4 Rendemen nanopartikel ekstrak temulawak hasil sekali dan dua kali
ultrasonikasi ........................................................................................... 11
5 Bilangan gelombang gugus fungsi spesifik standar kurkumin, standar
kitosan, sampel nanopartikel kitosan-ekstrak temulawak dengan
ultrasonikasi 30 dan 60 menit ................................................................ 14
6 Nilai derajat kristalinitas sampel nanopartikel ekstrak temulawak hasil
analisis XRD .......................................................................................... 15
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Struktur kimia kitosan (Muzarelli & Peter 1997) .................................. 4
2 Struktur kimia kurkumin (Ravindran et al. 2007) .................................. 5
3 Struktur kimia xantorizol (Ravindran et al. 2007) ................................. 6
4 Hasil ultrasonikasi dengan penambahan TPP selama 30 menit (a),
selama 60 (b) serta tanpa penambahan TPP selama 30 menit (c) dan
selama 60 menit (d) ................................................................................ 9
5 Foto SEM kitosan tanpa TPP sonikasi 30 menit (a), 60 menit (b) serta
dengan TPP sonikasi 30 menit (c), dan 60 menit (d) pada perbesaran
3000 kali dengan skala 2,7 cm : 5000 nm. Partikel terbesar dalam
lingkaran kuning dan terkecil lingkaran merah (inset) .......................... 11
6 Foto SEM nanopartikel temulawak dengan sekali ultrasonikasi (a) dan
dua kali ultrasonikasi 30 menit (b) pada perbesaran 4000 kali dengan
skala 3,1 cm : 5000 nm. Partikel terbesar dalam lingkaran kuning
sedangkan partikel terkecil dalam lingkaran merah (inset) ................... 12
7 Foto SEM nanopartikel temulawak sonikasi 30 menit (a) dan sonikasi
60 menit (b) pada perbesaran 2000 kali serta sonikasi 30 menit (c) dan
sonikasi 60 menit (d) pada perbesaran 10000 kali dengan skala
1,7:1000 nm. Partikel terkecil ditunjukkan dengan lingkaran merah
sedangkan partikel terbesar ditunjukkan dengan lingkaran kuning ....... 13
8 Grafik transmitan hasil FTIR untuk standar kurkumin (ungu), standar
kitosan (biru), sampel nanopartikel ekstrak temulawak sonikasi 30
menit (hijau), dan nanopartikel eksrak temulawak sonikasi 60 menit
(jingga) ................................................................................................... 15
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Strategi optimasi pembuatan nanopartikel ekstrak temulawak .............. 21
2 Penghitungan nilai rendemen nanokitosan hasil pengeringan semprot
pada tiap waktu sonikasi ........................................................................ 22
3 Penghitungan nilai rendemen rendemen nanokitosan hasil sekali dan
dua kali ultrasonikasi ............................................................................. 23
4 Sampel hasil pengeringan beku berbentuk lembaran membran (a)
sedangkan hasil pengeringan semprot berbentuk serbuk (b) .................. 24
5 Grafik derajat kristalinitas (biru) nanopartikel kitosan (atas),
nanopartikel ekstrak temulawak dengan dua kali ultrasonikasi 30
menit (tengah), dan 60 menit (bawah) menunjukkan puncak lemah
(jingga) pada sudut difraksi sekitar 20 ................................................. 25
PENDAHULUAN Salah satu hewan golongan tersebut adalah
udang. Produk limbah kulit udang di
Nanoteknologi menjadi salah satu bidang Indonesia mencapai 325.000 ton per tahun
ilmu Fisika, Kimia, Biologi, dan Rekayasa (Prasetyo 2006).
yang penting dan menarik beberapa tahun Kitosan telah dibuktikan mampu
terakhir ini. Jepang dan Amerika Serikat menghambat penyerapan lemak oleh tubuh
merupakan dua negara terdepan dalam riset (Kaats et al. 2006). Kitosan juga banyak
nanoteknologi (Poole & Owens 2003). digunakan sebagai penyalut obat dengan
Berdasarkan data tahun 2004, pemerintah tujuan mengoptimalisasi penyerapan obat
Jepang mengeluarkan dana riset sebesar 875 pada sel target. Desai & Park (2005)
juta dolar (Kallender 2004) sedangkan membuktikan bahwa mikrosfer kitosan yang
Amerika Serikat sebesar 1,3 milyar dolar pada berikatan silang dengan tripolifosfat dapat
tahun 2006 (USGAO 2008). Penelitian digunakan sebagai peyalut obat dengan
nanobiosistem dan biomedis bahkan telah metode pengeringan semprot (spray drying).
menjadi prioritas di beberapa negara maju Selain itu, kitosan bersifat biodegradabel,
termasuk Amerika Serikat, Inggris, Jepang, biokompatibel, nonimunogenik, serta
Australia, dan Cina (Malsch 2005). nonkarsinogenik sehingga cocok digunakan
Penggunaan nanopartikel sebagai dalam teknologi farmasi (Hejazi & Amiji
pembawa obat dan sistem pengantar obat telah 2003).
berkembang beberapa tahun terakhir. Ukuran Salah satu metode yang dapat digunakan
nanopartikel yang kecil menyebabkan ekstrak untuk pembuatan nanopartikel adalah
mudah larut dan memiliki efisiensi ultrasonikasi. Nanopartikel kitosan larut air
penyerapan yang tinggi di usus (Poulain & yang diperoleh dari hasil ultrasonikasi dapat
Nakache 1998). digunakan sebagai penyalut retinol.
Indonesia merupakan salah satu negara Nanopartikel retinol tersalut kitosan memiliki
yang memiliki ragam sumber daya alam ukuran 50 200 nm sesuai dengan jumlah
terbesar di dunia (Matthews 2002). Ragam retinol yang mengisi kitosan (Kim et al.
tanaman herbal yang cukup melimpah di 2006). Akan tetapi belum ada penelitian
Indonesia merupakan sumber yang tidak akan mengenai nanopartikel ekstrak temulawak
pernah habis dikembangkan menjadi obat tersalut kitosan.
(Nurkhasanah 2006). Salah satu tanaman Penelitian ini bertujuan memperoleh
herbal yang dapat dimanfaatkan dalam nanopartikel ekstrak temulawak dengan
teknologi nanobiomedis adalah temulawak. metode ultrasonikasi serta karakterisasi
Ekstrak temulawak diketahui memiliki morfologi, gugus fungsi, dan derajat
khasiat sebagai antibakteri (Rukayadi & kristalinitas nanopartikel yang diperoleh.
Hwang 2006), antijamur (Rukayadi & Hwang Hipotesis yang diajukan adalah metode
2007), antioksidan, dan antiinflamasi (Lim et ultrasonikasi dengan variasi waktu sonikasi,
al. 2005). Akan tetapi, konsumsi ekstrak penambahan TPP, dan seleksi metode
temulawak secara oral menimbulkan rasa getir pengeringan dapat menghasilkan nanopartikel
pada lidah serta memiliki bioavailabilitas ekstrak temulawak tersalut kitosan. Penelitian
rendah. Hal ini disebabkan ekstrak temulawak ini diharapkan dapat memberikan inovasi
memiliki kelarutan rendah dalam saluran teknologi pembuatan nanopartikel ekstrak
pencernaan sehingga sulit masuk ke plasma temulawak dengan penyalut kitosan untuk
darah (Marczylo et al. 2007). Salah satu upaya pengobatan. Selain itu, penggunaan kitosan
yang telah dikembangkan untuk mengatasi dalam penelitian ini diharapkan dapat
permasalahan tersebut adalah penyalutan meningkatkan nilai guna kitosan dalam bidang
dengan partikel nano. Enkapsulasi dengan kesehatan.
menggunakan nanopartikel menyebabkan
ekstrak mudah menyebar dalam darah dan
lebih akurat dalam mencapai target (Poulain TINJAUAN PUSTAKA
& Nakache 1998). Salah satu penyalut yang
aman digunakan dalam teknologi Nanopartikel
nanoenkapsulasi adalah kitosan. Kitosan Nanoteknologi merupakan ilmu yang
merupakan hasil ekstraksi limbah kulit hewan mempelajari partikel dalam rentang ukuran 1 -
golongan Crustacea (Hu et al. 2007). 1000 nm (Jain 2008). Penelitian nanopartikel
Limbah kulit hewan golongan Crustacea sedang berkembang pesat karena dapat
yang cukup melimpah di Indonesia berpotensi diaplikasikan secara luas seperti dalam bidang
untuk dijadikan sebagai bahan baku kitosan. lingkungan, elektronik, optis, dan biomedis.
2
Nanopartikel emas digunakan sebagai dibanding obat kanker biasa (Sunderland et al.
pengatur pelepasan obat dalam tubuh. Proses 2006). Senyawa-senyawa yang bersifat
pelepasan obat pada sel target dapat antioksidan umumnya memerlukan penyalut
dikendalikan dengan pelapisan nanopartikel agar aktivitas antioksidan tetap optimal.
emas pada dinding partikel polimer pengantar Mozafari et al. (2006) menunjukkan bahwa
obat. Dinding polimer pengantar obat akan penggunaan nanopartikel senyawa antioksidan
terbuka apabila nanopartikel emas terkena seperti vitamin E, vitamin C, karotenoid, dan
sinar laser dari luar tubuh. Kelebihan fenol dengan penyalut asal lemak seperti
nanopartikel emas sebagai sistem pengantar nanoliposom, arkaeosom, dan nanokokleat
obat adalah pengendaliannya dapat dilakukan mampu memberikan perlindungan yang
secara eksternal. Pada umumnya pelepasan signifikan terhadap senyawa antioksidan.
obat dikendalikan oleh perubahan lingkungan Penggunaan penyalut berbahan dasar lemak
pada sel target (Radt et al. 2004). dapat meningkatkan potensi pengiriman
Nanopartikel kalsium fosfat digunakan intraseluler.
dalam sistem pengantaran insulin secara oral. Nanoenkapsulasi memiliki banyak
Nanopartikel kalsium fosfat yg terisi insulin keuntungan antara lain melindungi senyawa
direaksikan dengan polietilen glikol (PEG) dari penguraian, meningkatkan akurasi obat
dan diendapkan dengan kasein sehingga dapat pada target, dan mengendalikan pelepasan
dikonsumsi secara oral. Dosis tunggal dari senyawa aktif seperti obat (Mozafari et al.
campuran tersebut diujikan terhadap mencit 2006). Pengendalian pelepasan obat dilakukan
yang mengalami diabetes non obesitas agar penggunaan obat lebih efisien, untuk
sebelum dan sesudah makan untuk mengamati memperkecil efek samping, serta untuk
aktivitas glikemik. Hasil pengujian mengurangi frekuensi penggunaan obat
menunjukkan kadar hipoglikemik yang (Babtsov et al. 2005).
berkepanjangan setelah pemberian secara oral Senyawa aktif yang dienkapsulasi
nanopartikel kalsium fosfat-insulin pada umumnya yang mudah bereaksi dengan
mencit yang mengalami diabetes. senyawa lain, cenderung tidak stabil, atau
Nanopartikel kalsium fosfat melindungi memiliki waktu paruh eliminasi yang singkat
insulin dari degradasi ketika melewati (Birnbaum & Peppas 2003). Senyawa aktif
lingkungan asam lambung (Morcol et al. dapat terletak tepat di tengah-tengah kapsul
2004). dan bertindak sebagai intinya, atau tersebar di
Siklodekstrin merupakan kelompok seluruh kapsul atau tidak terpusat pada satu
oligosakarida siklik dengan permukaan luar titik saja (Mozafari et al. 2006).
yang bersifat hidrofilik dan pusat rongga yang Polimer yang bisa digunakan pada proses
bersifat lipofilik. Nanopartikel siklodekstrin enkapsulasi suatu senyawa aktif adalah yang
digunakan untuk meningkatkan kelarutan dan bersifat biokompatibel dan biodegradabel. Hal
stabilitas senyawa dalam air (Memisoglu- ini disebabkan produk yang dihasilkan akan
Bilensoy & Hincal 2006). dimasukkan ke dalam tubuh baik secara oral
Nanopartikel kitosan dibentuk dengan maupun intravena. Selain itu, polimer sebagai
ikatan ionik dengan tripolifosfat (TPP). penyalut tidak boleh bereaksi secara kimia
Penggunaan nanopartikel kitosan dapat dengan senyawa aktif yang dibawa. Polimer
meningkatkan efisiensi protein Bovine Serum yang dapat digunakan untuk proses
Albumin (BSA) tersalut kitosan hingga 90%. enkapsulasi antara lain alginat, kitosan (Ain et
Ukuran nanopartikel kitosan-BSA yang al. 2003) dan etilselulosa (Warsiti 2008).
dihasilkan mencapai 110-180 nm. Efisiensi
nanoenkapsulasi meningkat seiring Kitosan
bertambahnya konsentrasi BSA (Xu et al. Kitosan merupakan senyawa berbobot
2003). molekul besar yang memiliki rantai
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa polisakarida (1-4)-2-amino-2-deoksi-D-
penggunaan obat-obatan dalam ukuran glukosa dengan rumus kimia (C6H11NO4)n.
nanometer mampu meningkatkan kelarutan Gugus amino menggantikan OH pada atom
dan penyerapan oleh tubuh. Selain itu, C2 (Gambar 1) (Muzzarelli & Peter 1997).
penggunaan obat-obatan dalam skala nano Kitosan memiliki bobot molekul besar, tidak
dapat mengurangi dosis obat yang dapat bersifat racun, larut dalam asam pada suhu
mengakibatkan efek samping pada beberapa kamar, tidak larut dalam pelarut organik
pasien (Malsch 2005). Penggunaan seperti metanol, mampu mengikat air, dan
nanopartikel dalam mendeteksi dan mengobati mampu membentuk penyalut (Alasalvar &
sel target yang terkena kanker lebih efektif Taylor 2002).
4
coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan Tabel 1 Kandungan kimia ekstrak temulawak
sempurna, bercabang kuat, dan berwarna hijau hasil ekstraksi alkohol 70%
gelap. Temulawak di Indonesia dikenal (Sembiring et al. 2006)
dengan berbagai nama daerah seperti Kandungan ekstrak
temulawak di Sumatra; koneng gede, temu Kadar (%)
temulawak
raya, temu besar, aci koneng, koneng tegel,
dan temulawak di Jawa; temulobak di Minyak atsiri 6,48
Madura; tommo di Bali; tommon di Sulawesi Kurkumin 1,36
Selatan; atau karbaga di Ternate (Dalimartha Xantorizol 1,86
2000). Secara lengkap taksonomi temulawak
adalah sebagai berikut: Dunia Plantae, Divisi
Spermatophyta, Sub divisi Angiospermae,
Kelas Monocotyledoneae, Keluarga
Zingiberaceae, Genus Curcuma, dan Spesies
Curcuma xanthorrhiza Roxb. Bagian yang
paling banyak dimanfaatkan dari tanaman ini
adalah rimpang temulawak.
Kandungan kimia rimpang temulawak
sebagai sumber bahan pangan, bahan baku
industri atau bahan baku obat dapat dibedakan Gambar 2 Struktur kimia kurkumin
menjadi beberapa fraksi yaitu fraksi pati, (Ravindran et al. 2007).
kurkuminoid, dan fraksi minyak atsiri (Sidik
et al. 1995). Selain ketiga fraksi tersebut, Xantorizol merupakan komponen khas
masih terdapat kandungan lain dalam rimpang minyak atsiri hasil ekstraksi menggunakan
temulawak yaitu lemak, serat kasar, dan metanol dari famili Zingiberaceae dan
protein (Suwiah 1991). Senyawa aktif yang Astericeae seperti rimpang temulawak.
banyak dimanfaatkan dari ekstrak tanaman Komponen ini termasuk dalam kelompok
temulawak adalah kurkuminoid dan seskuiterpen tipe bisabolen (Aguilar et al.
xantorizol. Presentase komposisi ekstrak 2001). Xantorizol memiliki rumus molekul
temulawak dapat dilihat pada Tabel 1. C12H22O7 dengan bobot molekul 218.335
Fraksi kurkuminoid merupakan komponen g/mol (Gambar 3) (Sidik et al. 1995).
yang memberi warna kuning berbentuk serbuk Xantorizol merupakan antibakteri yang
dengan rasa pahit, larut dalam aseton, alkohol, memiliki spektrum luas terhadap aktivitas
asam glasial, alkohol hidroksida, tidak larut antibakteri, stabil terhadap panas, dan aman
dalam air, memiliki aroma yang khas, dan terhadap kulit manusia. Xantorizol secara
tidak bersifat toksik. Kurkuminoid rimpang efisien dapat menghambat infeksi pada gigi
temulawak terdiri atas desmetoksikurkumin dan penyakit kulit, dapat dimanfaatkan pada
dan kurkumin yang memiliki rumus struktur berbagai produk, misalnya digunakan sebagai
C21H20O6 (Gambar 2) dan bobot molekul 368 agen antibakteri, pasta gigi, sabun, pembersih
g/mol (Sidik et al. 1995). Hal ini berbeda mulut, permen karet, dan kosmetik yang
dengan kandungan kurkuminoid pada rimpang memerlukan aktivitas antibakteri. Aktivitas
kunyit (Curcuma domestica Vahl.) yang antibakteri dari xantorizol mempunyai
memiliki komponen lain yaitu stabilitas yang baik terhadap panas yaitu
bisdemetoksikurkumin di samping memiliki masih terdapat aktivitas antibakteri pada
kedua komponen di atas. Sifat menarik dari temperatur tinggi antara 60-120 C (Hwang
bisdemetoksikurkumin ini adalah aktivitas 2004).
kerjanya terhadap sekresi empedu yang Xantorizol diketahui dapat menghambat
antagonis dengan kurkumin dan pertumbuhan berbagai macam bakteri seperti
desmetoksikurkumin. Berdasarkan hal Streptococcus mutans, S. sobrinus, S.
tersebut, penggunaan rimpang temulawak salivarius, Bifidobacterium bifidum,
sebagai sumber kurkuminoid lebih Staphylococcus aureus, dan beberapa bakteri
menguntungkan dibandingkan dengan lainnya. Di antara bakteri-bakteri tersebut,
rimpang kunyit walaupun kandungan rimpang yang mengalami hambatan pertumbuhan
temulawak lebih rendah dari rimpang kunyit paling besar adalah Streptococcus mutans.
Kandungan kurkuminoid rimpang temulawak Xantorizol mampu menghambat bakteri S.
kering berkisar 3.16 % sedangkan mutans pada konsentrasi yang rendah yaitu
kurkuminoid rimpang kunyit sebesar 6.9 % 0.0002 % (b/v) sebagai konsentrasi hambat
(Afifah et al. 2003). minimum (Hwang 2004).
6
sehingga terjadi perubahan kimia. Interaksi elektron pada terowongan antara permukaan
tersebut disebabkan panjang gelombang partikel spesimen dengan tip probe atau
ultrasonik lebih tinggi dibandingkan panjang sebuah probe yang menangkap gaya dorong
gelombang molekul-molekul. Interaksi antara permukaan dengan tip probe (Poole &
gelombang ultrasonik dengan molekul- Owens 2003).
molekul terjadi melalui media cairan. Analisis difraksi sinar X (XRD)
Gelombang yang dihasilkan oleh tenaga listrik menggunakan prinsip emisi sinar X yang
diteruskan oleh media cair ke medan yang dihasilkan oleh tumbukan elektron dan atom
dituju melalui fenomena kavitasi akustik yang Cr, Fe, Co, Cu, Mo, atau W. Analisis XRD
menyebabkan kenaikan suhu dan tekanan dapat memberikan informasi mengenai
lokal dalam cairan (Wardiyati et al. 2004). struktur sampel seperti parameter kisi,
Ultrasonikasi pada cairan memiliki berbagai orientasi, dan sistem kristal. Analisis XRD
parameter seperti frekuensi, tekanan, suhu, juga berguna untuk mengindentifikasi fase
viskositas, dan konsentrasi suatu sampel. sampel semi kuantitatif, dengan menghitung
Aplikasi ultrasonikasi pada polimer fraksi volume suatu sampel dan perbandingan
berpengaruh terhadap degradasi polimer fraksi area kristalin terhadap fraksi total area
tersebut (Wardiyati et al. 2004). (Poole & Owens 2003).
Spektroskopi infra merah (FTIR)
Karakterisasi Nanopartikel digunakan untuk mengidentifikasi gugus
Ukuran nanopartikel yang sangat kecil kompleks dalam senyawa tetapi tidak dapat
memerlukan karakterisasi yang berbeda menentukan unsur-unsur penyusunnya. Pada
dengan mikromolekul pada umumnya. FTIR, radiasi infra merah dilewatkan pada
Karakterisasi nanopartikel kitosan dapat sampel. Sebagian radiasi sinar infra merah
dilakukan secara fisiologi dan struktur fisik. diserap oleh sampel dan sebagian lainnya
Beberapa karakterisasi fisiologis yang telah diteruskan. Jika frekuensi dari suatu vibrasi
dilakukan antara lain stabilitas nanopartikel spesifik sama dengan frekuensi radiasi infra
dalam larutan garam, nilai pH, serta fenomena merah yang langsung menuju molekul,
agregrasi akibat pengaruh suhu dan waktu molekul akan menyerap radiasi tersebut.
(Kauper et al. 2007). Spektrum yang dihasilkan menggambarkan
Poole & Owens (2003) membagi metode penyerapan dan transmisi molekuler.
karakterisasi fisik nanopartikel menjadi tiga Transmisi ini akan membentuk suatu sidik jari
macam yaitu metode kristalografi, molekuler suatu sampel. Karena bersifat sidik
mikroskopi, dan spektroskopi. Kristalografi jari, tidak ada dua struktur molekuler unik
dengan menggunakan sinar X sangat berguna yang menghasilkan spektrum infra merah
untuk mengidentifikasi kristal isomorfik yaitu yang sama (Kencana 2009).
kristal yang memiliki kesamaan struktur tetapi
berbeda dalam pola-pola geometrisnya. BAHAN DAN METODE
Metode mikroskopi dapat digolongkan
menjadi mikroskop elektron transmisi, Alat dan Bahan
mikroskop elektron payar, dan mikroskop
medan ion. Karakterisasi dengan spektroskopi Alat yang digunakan untuk pembuatan
dapat menggunakan fotoemisi, spektroskopi nanopartikel ekstrak temulawak adalah labu
resonansi magnetik, spektroskopi infra merah Erlenmeyer 600 mL, 250 mL, gelas piala,
(Fourier Transform Infra Red/ FTIR), dan neraca analitik, magnetic stirrer, gelas ukur
spektroskopi sinar X (X ray diffractometry/ 100 mL, pipet Mohr 5 mL, 25 mL,
XRD). ultrasonikator, pengering beku, pengering
Mikroskop elektron payaran (SEM) semprot Buchi 190. Alat yang digunakan
digunakan dalam pengamatan morfologi dan untuk karakterisasi nanopartikel ekstrak
penentuan ukuran nanopartikel. Metode ini temulawak adalah penyalut JFC 1600,
merupakan cara yang efisien dalam mikroskop elektron payaran (scanning
memperolah gambar permukaan spesimen. electron microscopy/SEM) JSM 6510,
Cara kerja mikroskop ini adalah dengan defraktometer sinar X (X ray diffractometry/
memancarkan elektron ke permukaan XRD), dan spektrofotometer Fourier
spesimen. Informasi tentang permukaan Transform Infra Red (FTIR).
partikel dapat diperoleh dengan pengenalan Bahan yang digunakan dalam penelitian
probe dalam lintasan pancaran elektron yang ini adalah serbuk kitosan, tripolifosfat (TPP),
mengenai permukaan partikel. Informasi juga ekstrak temulawak, asam asetat 2%, etanol
dapat dibawa oleh probe yang menangkap 70%, dan akuades.
8
a b
c d
Gambar 5 Foto SEM kitosan tanpa TPP sonikasi 30 menit (a), 60 menit (b) serta dengan TPP
sonikasi 30 menit (c), dan 60 menit (d) pada perbesaran 3000 kali dengan skala 2,7 cm :
5000 nm. Partikel terbesar dalam lingkaran kuning dan terkecil lingkaran merah (inset).
Kedua sampel perlakuan yang telah Berdasarkan hasil yang diperoleh pada
dikeringkan kemudian dikarakterisasi dengan kedua tahap penelitian, ukuran nanopartikel
SEM. Hasil foto SEM menunjukkan kitosan kosong lebih kecil dibandingkan
perlakuan penambahan ekstrak temulawak nanopartikel kitosan yang terisi oleh ekstrak
setelah pengeringan (dua kali ultrasonikasi) temulawak dengan waktu sonikasi yang sama.
terlihat lebih seragam daripada perlakuan Nanopartikel kitosan kosong dengan
penambahan ekstrak temulawak sebelum penambahan TPP pada awal penelitian
ultrasonikasi. Selain itu, rentang ukuran memiliki rentang ukuran 267 - 3000 nm
partikel pada perlakuan kedua lebih kecil sedangkan ukuran nanopartikel kitosan-
dengan diameter partikel 400 3600 nm ekstrak temulawak antara 400 - 5000 nm.
sedangkan rentang ukuran partikel pada Data tersebut memperlihatkan bahwa
perlakuan pertama berkisar 400 5000 nm pengisian ekstrak temulawak ke dalam
(Gambar 6). Hasil ini menunjukkan bahwa nanopartikel kitosan mengakibatkan ukuran
ultrasonikasi kedua masih dapat memecah partikel menjadi lebih besar.
partikel kitosan-ekstrak temulawak. Mekanisme penjerapan ekstrak temulawak
Perbedaan keseragaman nanopartikel antara diduga merupakan penjerapan fisik dengan
kedua sampel disebabkan proses pemberian bantuan energi ultrasonikasi. Hal ini
energi ultrasonikasi untuk pemecahan partikel disebabkan senyawa aktif dalam ekstrak
pada sampel dua kali ultrasonikasi lebih temulawak dan kitosan tidak memiliki muatan
banyak dibandingkan dengan satu kali sehingga tidak ada ikatan ionik yang terjadi.
ultrasonikasi. Akan tetapi, ukuran partikel Menurut Mi et al. (1999), kitosan akan
terkecil yang diperoleh dari kedua perlakuan berikatan silang dengan TPP membentuk
relatif sama yaitu sebesar 400 nm. butiran manik-manik yang memiliki pori-pori.
Indikasi penyalutan ekstrak temulawak Pori-pori tersebut dapat digunakan untuk
oleh kitosan dapat dilihat dari morfologi menjerap bahan seperti logam atau obat-
nanopartikel yang dihasilkan dari foto SEM. obatan. Berdasarkan penelitian Kencana
Menurut Desai & Park (2005), nanokitosan (2009), energi ultrasonikasi dapat memberikan
yang telah terisi dengan senyawa obat tekanan terhadap partikel ekstrak temulawak
memiliki bentuk seperti bola dan morfologi sehingga masuk dalam kitosan melalui pori-
permukaan partikel yang lebih halus. pori hasil ikatan silang partikel kitosan dengan
Nanokitosan yang tidak terisi dengan senyawa TPP. Akan tetapi, diperlukan penelitian
obat cenderung memiliki bentuk tidak lanjutan mengenai mekanisme penjerapan
beraturan dan memiliki morfologi permukaan ekstrak temulawak oleh nanopartikel kitosan.
partikel yang cekung. Selain itu, konsentrasi Hasil perbandingan kedua perlakuan
TPP yang ditambahkan akan mempengaruhi tersebut menunjukkan teknik penambahan
porositas kitosan. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak temulawak setelah diperoleh
TPP menyebabkan ikatan silang dengan nanopartikel kitosan kering dengan
kitosan semakin banyak sehingga pori-pori ultrasonikasi 30 menit menghasilkan rentang
kitosan-TPP semakin kecil. Ukuran pori ukuran lebih kecil. Selanjutnya, teknik ini
kitosan-TPP yang terlalu kecil dapat akan digunakan untuk menentukan pengaruh
menyebabkan ekstrak temulawak sulit masuk waktu ultrasonikasi 60 menit terhadap ukuran
ke dalam kitosan. nanopartikel ekstrak temulawak.
a b
Gambar 6 Foto SEM nanopartikel temulawak dengan sekali ultrasonikasi (a) dan dua kali
ultrasonikasi 30 menit (b) pada perbesaran 4000 kali dengan skala 3,1 cm : 5000 nm.
Partikel terbesar dalam lingkaran kuning sedangkan partikel terkecil dalam lingkaran
merah (inset).
13
Pengaruh Ultrasonikasi 30 menit dan 60 oleh semua partikel dalam larutan kitosan.
menit Pemecahan molekul kitosan ini terjadi apabila
Nanopartikel ekstrak temulawak tersalut frekuensi gelombang yang dikeluarkan
kitosan yang memiliki keseragaman tinggi dan ultrasonikator mengalami resonansi dengan
ukuran terkecil diperoleh dengan perlakuan frekuensi molekul kitosan. Resonansi
dua kali ultrasonikasi selama 30 menit. Akan merupakan peristiwa ikut bergetarnya suatu
tetapi belum diketahui apakah penambahan benda akibat gelombang dari sumber (Tipler
waktu ultrasonikasi masih berpengaruh 1998).
terhadap ukuran nanopartikel ekstrak Keragaman ukuran nanopartikel ekstrak
temulawak dengan teknik penambahan ekstak temulawak tersalut kitosan yang diperoleh
temulawak setelah terbentuk nanopartikel pada penelitian ini cukup besar. Menurut
kitosan kering. Variasi waktu sonikasi selama Poulain & Nakache (1997), keragaman ini
30 menit dan 60 menit dilakukan untuk dapat dikurangi dengan ultrafiltrasi atau
mengetahui apakah ukuran nanopartikel ultrasentrifugasi. Ultrafiltrasi dengan alat
ekstrak temulawak masih bisa dioptimalkan mikrokonsentrator yang dilengkapi membran
dengan penambahan waktu ultrasonikasi. ultrafiltrasi dapat memisahkan nanopartikel
Kedua sampel nanopartikel kitosan- dengan mikropartikel. Mikrokonsentrator ini
ekstrak temulawak kering yang diperoleh bahkan dapat digunakan untuk seleksi
diamati ukuran dan morfologi partikel dengan nanopartikel yang telah terisi atau belum
SEM. Hasil foto SEM yang diperoleh terisi. Ultrasentifugasi dengan pendingin pada
menunjukkan nanopartikel ekstrak temulawak kecepatan 20.000 rpm selama 45 menit dapat
dengan dua kali ultrasonikasi selama 30 menit memisahkan nanopartikel yang telah terisi
memiliki rentang ukuran 647 - 3529 nm pada bagian pelet dan nanopartikel yang tidak
sedangkan sampel yang sama dengan waktu terisi pada bagian supernatan.
ultrasonikasi 60 menit berukuran 470 3000 Letak ekstrak temulawak tidak dapat
nm (Gambar 7). Perbedaan ukuran ini diketahui dari foto SEM. Salah satu metode
memperlihatkan bahwa masih ada efek yang dapat digunakan untuk menentukan
pemecahan molekul kitosan yang dihasilkan gugus fungsi senyawa adalah FTIR. Menurut
dari penambahan waktu ultrasonikasi. Bisht et al. (2007) dan Poulain & Nakache
Menurut Kencana (2009), semakin lama (1997), FTIR dapat digunakan untuk
waktu ultrasonikasi menyebabkan energi yang menentukan keberadaan polimer yang
dikeluarkan oleh ultrasonikator dapat diterima dijadikan sebagai bahan pengisi.
a b
c d
Gambar 7 Foto SEM nanopartikel temulawak sonikasi 30 menit (a) dan sonikasi 60 menit (b)
pada perbesaran 2000 kali serta sonikasi 30 menit (c) dan sonikasi 60 menit (d) pada
perbesaran 10000 kali dengan skala 1,7 cm : 1000 nm. Partikel terkecil ditunjukkan
dengan lingkaran merah sedangkan partikel terbesar ditunjukkan dengan lingkaran
kuning.
14
Tabel 5 Bilangan gelombang gugus fungsi spesifik standar kurkumin, standar kitosan, sampel
nanopartikel kitosan-ekstrak temulawak dengan ultrasonikasi 30 dan 60 menit
Bilangan gelombang (cm-1)
Gugus Sampel Sampel
fungsi Kurkumin Kitosan ultrasonikasi 30 ultrasonikasi 60 Literatur
menit menit
-OH 3509 3415 3398 3372 3700-3100
C-H ulur 2922 2926 2925 2924 3000-2700
C=O 1628 - - - 1900-1550
C=C 1602 - - - 1700-1550
N-H 1575 1576 1572 1660-1500
C-C 1429 1413 1413 1411 1500-1430
C-O 1281 1257 1256 1259 1300-1000
C-H tekuk 812 - - - 880-750
Sumber data literatur: Colthup et al. (1975)
15
Transmitan
Bilangan gelombang
Gambar 8 Grafik transmitan hasil FTIR untuk standar kurkumin (ungu), standar kitosan (biru),
sampel nanopartikel ekstrak temulawak sonikasi 30 menit (hijau), dan nanopartikel
eksrak temulawak sonikasi 60 menit (jingga).
Kaats GR, Michalek JE, Preuss HG. 2006. Mason TJ, Lorimer JP. 2002. Applied
Evaluation efficacy of a chitosan Sonochemistry : The Uses of Power
product using a double-blinded, placebo- Ultrasound in Chemistry and
controlled protocol. Journal of the Processing. Verlag: Whiley-VCH.
American College of Nutrition 25: 389
394. Matthews E. 2002. The State of The Forest:
Indonesia. [terhubung berkala].
Kauper P et al. 2007. Chitosan-based http://www.globalforestwatch.org/comm
nanoparticles for medical applications on/indonesia.html [6 Mei 2011].
stability in physiological environments.
Journal of European Cells and Material. Memisoglu-Bilensoy E, Hincal AA. 2006.
13:3. Sterile, injectable cyclodextrin
18
Mi FL, Shyu SS, Lee ST, Wong TB. 1999. Ravindran PN, Babu KN, Sivaraman K. 2007.
Kinetic study of chitosan- Turmeric: The Genus Curcuma. Boca
tripolyphosphate complex reaction and Raton: CRC Press.
acid-resistive properties of the chitosan-
tripolyphosphate gel beads prepared by Rukayadi Y, Hwang JK. 2006. In vitro
in-liquid curing method. J Polym Sci activity of xanthorrhizol against
37:1551-1564. Streptococcus mutans biofilms. Journal
Compilation The Society for Appl.
Morcol T et al. 2004. Calcium phosphate- Microbiol. 42:400404.
PEG-insulin-casein (CAPIC) particles as
oral delivery systems for insulin. Int J Rukayadi Y, Hwang JK. 2007. In vitro
Pharma 277:9197. antimycotic activity of xanthorrhizol
isolated from Curcuma xanthorrhiza
Mozafari et al. 2006. Recent trends in the Roxb. against opportunistic filamentous
lipid-based nanoencapsulation of fungi. Phytother. Res. 21: 434438.
antioxidants and their role in foods. J Sci
Food Agric 86:20382045. Sembiring BBr, Mamun, Ginting EI. 2006.
Pengaruh kehalusan bahan dan lama
Muzarelli RAA, Peter MG. 1997. Chitosan ekstraksi terhadap mutu ekstrak
Handbook. Grottammare: Europan temulawak (curcuma xanthorriza
Chitin Society. Roxb.). J. Bul. Littro. 17: 53 58.
Nurkhasanah. 2006. Bahan obat alam sumber Sidik, Mulyono MW, Mutadi A. 1995.
pendapatan pembangunan. Di Dalam: Al Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Chaidar, editor. Prosiding Persidangan Roxb). Jakarta: Yayasan Pengembangan
Antarbangsa Pembangunan Aceh; Obat Phytomedica.
Bangi, 26-27 Desember 2006: Selangor:
UKM Bangi. hlm 82-87. Soppimath KS, Aminabhavi TM, Kulkarni
AR, Rudzinski WE. 2001.
Patel RP, Patel MP, Suthar AM. 2009. Spray Biodegradable polymeric nanoparticles
drying technology: an overview. Indian as drug delivery devices. J of Controlled
Journal of Science and Technology 10: Release 70:1-20.
44-47.
Sulisck KS, Price GJ. 1999. Applications of
Pirrung MC. 2007. The Synthetic Organic ultrasound to materials chemistry. Annu
Chemists Companion. New Jersey: Rev Mater Sci. 29:295-326.
John Wiley & Sons Inc.
Sunderland CJ, Steiert M, Talmadge JE,
Poole CPJr, Owens FJ. 2003. Introduction to Derfus AM, Barry SE. 2006. Targeted
Nanotechnology. New Jersey: John nanoparticles for detecting and treating
Wiley & Sons Inc. cancer. Drug Dev. Res. 67:7093.
Nanopartikel Ekstrak
Temulawak
22
% Rendemen = 100%
,
= ,
100%
= 32,58 %
23
Lampiran 3 Penghitungan nilai rendemen nanokitosan hasil sekali dan dua kali
ultrasonikasi
% Rendemen = 100%
,
= ,
100%
= 37,48 %
24
b
25