Anda di halaman 1dari 37

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL

EKSTRAK TEMULAWAK DENGAN METODE


ULTRASONIKASI

TAUFIQURRAHMAN SIDQI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRAK
TAUFIQURRAHMAN SIDQI. Pembuatan dan Karakterisasi Nanopartikel
Ekstrak Temulawak dengan Metode Ultrasonikasi. Dibimbing oleh LAKSMI
AMBARSARI, DIMAS ANDRIANTO, dan MERSI KURNIATI.

Ekstrak temulawak diketahui memiliki khasiat obat sebagai antioksidan,


antiinflamasi, antibakteri, dan antijamur. Namun, konsumsi ekstrak temulawak
secara oral menimbulkan rasa getir dan memiliki bioavailabilitas rendah. Salah
satu upaya yang dapat dikembangkan untuk mengatasi permasalahan tersebut
adalah penyalutan dengan menggunakan nanokitosan. Ultrasonikasi merupakan
salah satu metode yang dapat digunakan untuk pembuatan nanopartikel ekstrak
temulawak. Penelitian ini bertujuan memperoleh nanopartikel ekstrak temulawak
dengan metode ultrasonikasi serta karakterisasi fisik hasil baik morfologi, gugus
fungsi maupun derajat kristalinitas. Penelitian ini menggunakan perlakuan waktu
sonikasi (30 dan 60 menit), penggunaan TPP, dan proses penambahan ekstrak
temulawak. Data yang diperoleh menghasilkan perlakuan terpilih yaitu dengan
penggunaan TPP dan dua kali ultrasonikasi selama 60 menit yang dikeringkan
dengan pengering semprot. Rendemen nanopartikel ekstrak temulawak yang
dihasilkan dari perlakuan terpilih sebanyak 5,47%. Ukuran nanopartikel yang
diperoleh dari perlakuan terpilih dengan menggunakan SEM berkisar 470 3000
nm. Permukaan nanopartikel ekstrak temulawak lebih halus dan cembung
dibandingkan dengan nanokitosan. Karakterisasi FTIR menunjukkan tidak adanya
gugus fungsi kurkumin yang khas pada sampel nanopartikel ekstrak temulawak
dengan dua kali ultrasonikasi selama 30 menit dan 60 menit. Akan tetapi, terjadi
kenaikan derajat kristalinitas pada sampel nanopartikel ekstrak temulawak
dibandingkan dengan nanokitosan. Hasil ini menunjukkan adanya senyawa
pengisi dalam kitosan.
ABSTRACT
TAUFIQURRAHMAN SIDQI. Production and Characterization of Curcuma
xanthorrhiza Roxb. Extract Nanoparticles using Ultrasonication Method.
Supervised by LAKSMI AMBARSARI, DIMAS ANDRIANTO, and MERSI
KURNIATI.

Curcuma xanthorrhiza Roxb. extract is known to have antioxidant, anti-


inflammatory, antibacterial, and antifungal activities. However, it cause a taste of
bitterness and also has a low bioavailability. One of the efforts that can be
developed to solve this problem is encapsulation using nanochitosan.
Ultrasonication is one of the methods that can be used to produce Curcuma
xanthorrhiza Roxb. extract nanoparticles. This research has focused on gaining
Curcuma xanthorrhiza Roxb. extract nanoparticles using ultrasonication, physical
characterization of morphology, functional groups, and crystanility degree. This
research has used the treatment of sonication time (30 and 60 minutes), usage of
TPP, and the additon process of Curcuma xanthorrhiza Roxb. extract. The data
has shown that the choosen treatment to produce Curcuma xanthorrhiza Roxb.
extract nanoparticles by the addition of TPP and twice 60 minutes ultrasonication
which drying by spray dryer. The yield of nanoparticles that resulting from the
choosen treatment is 5,47%. Nanoparticles size of the choosen treatment ranges
from 470 3000 nm by SEM. Curcuma xanthorrhiza Roxb. extract nanoparticles
surface more smooth and convex than nanochitosan. The characterization of FTIR
has shown no presence of curcumin functional groups at Curcuma xanthorrhiza
Roxb. extract nanopartikel by twice ultrasonication for 30 and 60 minutes.
However, there is crystalinity degree increase of Curcuma xanthorrhiza Roxb.
extract nanoparticles compared than nanochitosan. This result has shown the
presence of filler compounds in chitosan.
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL
EKSTRAK TEMULAWAK DENGAN METODE
ULTRASONIKASI

TAUFIQURRAHMAN SIDQI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi : Pembuatan dan Karakterisasi Nanopartikel Ekstrak Temulawak
dengan Metode Ultrasonikasi
Nama : Taufiqurrahman Sidqi
NIM : G84051429

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Laksmi Ambarsari, M.S.


Ketua

Dimas Andrianto, M.Si. Mersi Kurniati, M.Si.


Anggota Anggota

Diketahui

Dr. Ir. I Made Artika, M.App., Sc.


Ketua Departemen Biokimia

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan hanya kepada


Allah SWT atas limpahan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah yang berjudul Pembuatan dan Karakterisasi Nanopartikel Ekstrak
Temulawak dengan Metode Ultrasonikasi. Sholawat serta salam senantiasa
penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan
wahyu Allah SWT sehingga kita memiliki pegangan hidup yang benar. Karya
ilmiah ini ditulis berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium
Penelitian Departemen Biokimia IPB mulai bulan April hingga bulan Oktober
2009.
Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Ayah, Mama, dik
Zaki, dik Opsi serta seluruh keluarga besar atas dukungan doa dan kasih sayang
yang tiada henti. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Laksmi
Ambarsari, M.S., Dimas Andrianto, M.Si., dan Mersi Kurniati, M.Si. atas
bimbingan, masukan, dan saran yang sangat bermanfaat. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Sulistyoso Giat, M.T. dari Badan Tenaga
Nuklir (BATAN) Serpong untuk karakterisasi SEM, bapak Dadang dari Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan untuk karakterisasi XRD, mbak Wiwi,
mas Nio, Waras Nurkholis M.Si dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) Bogor untuk
karakterisasi FTIR, pak Wawan dari PPGL Bandung untuk karakterisasi SEM,
bapak Nurwanto dari Pusat Antar Universitas (PAU) IPB untuk pengeringan
semprot, dan mas Syaiful dari Laboratorium Bioteknologi Teknologi Hasil
Perikanan (THP) IPB untuk pengeringan beku. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Martini Hudayanti, S.Si. atas bantuannya, seluruh staf
Laboratorium Penelitian Biokimia (pak Arya, pak Yadi, pak Nana, ibu Iis, ibu
Mary Annie, dan ibu Tuti) serta Tyas atas dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca dan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang Biokimia.

Bogor, Agustus 2011

Taufiqurrahman Sidqi
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Juli 1987 di Madiun, Jawa Timur dari
ayahanda Mushlih Jamhuri dan ibunda Budi Aswantari. Penulis merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan di Madiun hingga lulus SMA pada tahun
2005. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan sarjana strata satu
(S1) di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)
pada Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama menempuh pendidikan S1, penulis mengambil Mayor Biokimia dan
Minor Teknologi Pangan.
Penulis pernah aktif di beberapa organisasi dan kegiatan kampus selama
melaksanakan pendidikan di IPB. Penulis sempat aktif dalam kepengurusan
Organisasi Mahasiswa Daerah (Omda) Madiun pada tahun 2006-2007 dan
Himpunan Profesi Departemen Biokimia (CREBs) tahun 2006-2007. Penulis
pernah menjadi panitia di beberapa kegiatan seperti Masa Perkenalan Departemen
(MPD) tahun 2007, Pesta Sains Nasional tahun 2007 dan 2008, Pelatihan
Penanganan Hewan Coba tahun 2007, serta Seminar Internasional Biokimia dan
Teknologi Rekayasa Genetik tahun 2008. Penulis juga pernah ikut dalam
Simposium Penelitian Kanker tahun 2008, Seminar HACCP tahun 2008,
Sosialisasi Standardisasi oleh BSN tahun 2008, dan beberapa kegiatan lainnya.
Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Keteknikan
Asam Nukleat, Struktur Fungsi Biomolekul, dan Genetika Dasar tahun 2009.
Penulis melaksanakan Praktik Lapangan di Laboratorium Instrumentasi Balai
Besar Industri Agro (BBIA) dengan judul Analisis Vitamin B1, B2, Aspartam,
dan Sakarin dengan Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) selama
bulan Juli hingga Agustus 2008.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 1
Nanopartikel ...................................................................................... 1
Kitosan .............................................................................................. 3
Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) ......................... 4
Pembuatan Nanopartikel ................................................................... 6
Ultrasonikasi ...................................................................................... 6
Karakterisasi Nanopartikel ................................................................ 7
BAHAN DAN METODE ............................................................................. 7
Alat dan Bahan .................................................................................. 7
Metode Penelitian .............................................................................. 8
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 8
Nanopartikel Kitosan ......................................................................... 8
Nanopartikel Ekstrak Temulawak Tersalut Kitosan ......................... 11
Pengaruh Ultrasonikasi 30 menit dan 60 menit ................................ 13
Gugus Fungsi Spesifik Nanopartikel Ekstrak Temulawak ............... 14
Derajat Kristalinitas Nanopartikel Ekstrak Temulawak .................... 15
SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 16
LAMPIRAN .................................................................................................. 20
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kandungan kimia ekstrak temulawak hasil ekstraksi alkohol 70%
(Sembiring et al. 2006) .......................................................................... 5
2 Rendemen nanokitosan hasil pengeringan semprot pada tiap waktu
sonikasi ................................................................................................... 9
3 Rentang diameter nanopartikel kitosan hasil pengeringan semprot ....... 10
4 Rendemen nanopartikel ekstrak temulawak hasil sekali dan dua kali
ultrasonikasi ........................................................................................... 11
5 Bilangan gelombang gugus fungsi spesifik standar kurkumin, standar
kitosan, sampel nanopartikel kitosan-ekstrak temulawak dengan
ultrasonikasi 30 dan 60 menit ................................................................ 14
6 Nilai derajat kristalinitas sampel nanopartikel ekstrak temulawak hasil
analisis XRD .......................................................................................... 15
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Struktur kimia kitosan (Muzarelli & Peter 1997) .................................. 4
2 Struktur kimia kurkumin (Ravindran et al. 2007) .................................. 5
3 Struktur kimia xantorizol (Ravindran et al. 2007) ................................. 6
4 Hasil ultrasonikasi dengan penambahan TPP selama 30 menit (a),
selama 60 (b) serta tanpa penambahan TPP selama 30 menit (c) dan
selama 60 menit (d) ................................................................................ 9
5 Foto SEM kitosan tanpa TPP sonikasi 30 menit (a), 60 menit (b) serta
dengan TPP sonikasi 30 menit (c), dan 60 menit (d) pada perbesaran
3000 kali dengan skala 2,7 cm : 5000 nm. Partikel terbesar dalam
lingkaran kuning dan terkecil lingkaran merah (inset) .......................... 11
6 Foto SEM nanopartikel temulawak dengan sekali ultrasonikasi (a) dan
dua kali ultrasonikasi 30 menit (b) pada perbesaran 4000 kali dengan
skala 3,1 cm : 5000 nm. Partikel terbesar dalam lingkaran kuning
sedangkan partikel terkecil dalam lingkaran merah (inset) ................... 12
7 Foto SEM nanopartikel temulawak sonikasi 30 menit (a) dan sonikasi
60 menit (b) pada perbesaran 2000 kali serta sonikasi 30 menit (c) dan
sonikasi 60 menit (d) pada perbesaran 10000 kali dengan skala
1,7:1000 nm. Partikel terkecil ditunjukkan dengan lingkaran merah
sedangkan partikel terbesar ditunjukkan dengan lingkaran kuning ....... 13
8 Grafik transmitan hasil FTIR untuk standar kurkumin (ungu), standar
kitosan (biru), sampel nanopartikel ekstrak temulawak sonikasi 30
menit (hijau), dan nanopartikel eksrak temulawak sonikasi 60 menit
(jingga) ................................................................................................... 15
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Strategi optimasi pembuatan nanopartikel ekstrak temulawak .............. 21
2 Penghitungan nilai rendemen nanokitosan hasil pengeringan semprot
pada tiap waktu sonikasi ........................................................................ 22
3 Penghitungan nilai rendemen rendemen nanokitosan hasil sekali dan
dua kali ultrasonikasi ............................................................................. 23
4 Sampel hasil pengeringan beku berbentuk lembaran membran (a)
sedangkan hasil pengeringan semprot berbentuk serbuk (b) .................. 24
5 Grafik derajat kristalinitas (biru) nanopartikel kitosan (atas),
nanopartikel ekstrak temulawak dengan dua kali ultrasonikasi 30
menit (tengah), dan 60 menit (bawah) menunjukkan puncak lemah
(jingga) pada sudut difraksi sekitar 20 ................................................. 25
PENDAHULUAN Salah satu hewan golongan tersebut adalah
udang. Produk limbah kulit udang di
Nanoteknologi menjadi salah satu bidang Indonesia mencapai 325.000 ton per tahun
ilmu Fisika, Kimia, Biologi, dan Rekayasa (Prasetyo 2006).
yang penting dan menarik beberapa tahun Kitosan telah dibuktikan mampu
terakhir ini. Jepang dan Amerika Serikat menghambat penyerapan lemak oleh tubuh
merupakan dua negara terdepan dalam riset (Kaats et al. 2006). Kitosan juga banyak
nanoteknologi (Poole & Owens 2003). digunakan sebagai penyalut obat dengan
Berdasarkan data tahun 2004, pemerintah tujuan mengoptimalisasi penyerapan obat
Jepang mengeluarkan dana riset sebesar 875 pada sel target. Desai & Park (2005)
juta dolar (Kallender 2004) sedangkan membuktikan bahwa mikrosfer kitosan yang
Amerika Serikat sebesar 1,3 milyar dolar pada berikatan silang dengan tripolifosfat dapat
tahun 2006 (USGAO 2008). Penelitian digunakan sebagai peyalut obat dengan
nanobiosistem dan biomedis bahkan telah metode pengeringan semprot (spray drying).
menjadi prioritas di beberapa negara maju Selain itu, kitosan bersifat biodegradabel,
termasuk Amerika Serikat, Inggris, Jepang, biokompatibel, nonimunogenik, serta
Australia, dan Cina (Malsch 2005). nonkarsinogenik sehingga cocok digunakan
Penggunaan nanopartikel sebagai dalam teknologi farmasi (Hejazi & Amiji
pembawa obat dan sistem pengantar obat telah 2003).
berkembang beberapa tahun terakhir. Ukuran Salah satu metode yang dapat digunakan
nanopartikel yang kecil menyebabkan ekstrak untuk pembuatan nanopartikel adalah
mudah larut dan memiliki efisiensi ultrasonikasi. Nanopartikel kitosan larut air
penyerapan yang tinggi di usus (Poulain & yang diperoleh dari hasil ultrasonikasi dapat
Nakache 1998). digunakan sebagai penyalut retinol.
Indonesia merupakan salah satu negara Nanopartikel retinol tersalut kitosan memiliki
yang memiliki ragam sumber daya alam ukuran 50 200 nm sesuai dengan jumlah
terbesar di dunia (Matthews 2002). Ragam retinol yang mengisi kitosan (Kim et al.
tanaman herbal yang cukup melimpah di 2006). Akan tetapi belum ada penelitian
Indonesia merupakan sumber yang tidak akan mengenai nanopartikel ekstrak temulawak
pernah habis dikembangkan menjadi obat tersalut kitosan.
(Nurkhasanah 2006). Salah satu tanaman Penelitian ini bertujuan memperoleh
herbal yang dapat dimanfaatkan dalam nanopartikel ekstrak temulawak dengan
teknologi nanobiomedis adalah temulawak. metode ultrasonikasi serta karakterisasi
Ekstrak temulawak diketahui memiliki morfologi, gugus fungsi, dan derajat
khasiat sebagai antibakteri (Rukayadi & kristalinitas nanopartikel yang diperoleh.
Hwang 2006), antijamur (Rukayadi & Hwang Hipotesis yang diajukan adalah metode
2007), antioksidan, dan antiinflamasi (Lim et ultrasonikasi dengan variasi waktu sonikasi,
al. 2005). Akan tetapi, konsumsi ekstrak penambahan TPP, dan seleksi metode
temulawak secara oral menimbulkan rasa getir pengeringan dapat menghasilkan nanopartikel
pada lidah serta memiliki bioavailabilitas ekstrak temulawak tersalut kitosan. Penelitian
rendah. Hal ini disebabkan ekstrak temulawak ini diharapkan dapat memberikan inovasi
memiliki kelarutan rendah dalam saluran teknologi pembuatan nanopartikel ekstrak
pencernaan sehingga sulit masuk ke plasma temulawak dengan penyalut kitosan untuk
darah (Marczylo et al. 2007). Salah satu upaya pengobatan. Selain itu, penggunaan kitosan
yang telah dikembangkan untuk mengatasi dalam penelitian ini diharapkan dapat
permasalahan tersebut adalah penyalutan meningkatkan nilai guna kitosan dalam bidang
dengan partikel nano. Enkapsulasi dengan kesehatan.
menggunakan nanopartikel menyebabkan
ekstrak mudah menyebar dalam darah dan
lebih akurat dalam mencapai target (Poulain TINJAUAN PUSTAKA
& Nakache 1998). Salah satu penyalut yang
aman digunakan dalam teknologi Nanopartikel
nanoenkapsulasi adalah kitosan. Kitosan Nanoteknologi merupakan ilmu yang
merupakan hasil ekstraksi limbah kulit hewan mempelajari partikel dalam rentang ukuran 1 -
golongan Crustacea (Hu et al. 2007). 1000 nm (Jain 2008). Penelitian nanopartikel
Limbah kulit hewan golongan Crustacea sedang berkembang pesat karena dapat
yang cukup melimpah di Indonesia berpotensi diaplikasikan secara luas seperti dalam bidang
untuk dijadikan sebagai bahan baku kitosan. lingkungan, elektronik, optis, dan biomedis.
2

Jain (2008) mengklasifikasikan dan pengukuran molekul tunggal. Partikel


nanopartikel menjadi lima macam yang digunakan pada aplikasi tersebut harus
berdasarkan jenis materi partikel yaitu memenuhi persyaratan seperti keseragaman
kuantum dot, nanokristal, lipopartikel, ukuran, paramagnetik kuat, dan stabil dalam
nanopartikel magnetik, dan nanopartikel lingkungan larutan penyangga garam (Jain
polimer. Kuantum dot merupakan kristal 2008).
berukuran nano dari suatu bahan Beberapa penelitian mengenai
semikonduktor yang bersinar atau nanopartikel telah diaplikasikan secara luas
berfluoresens apabila dikenai dengan cahaya dalam bidang industri. Pembuatan pipa nano
seperti laser. Kuantum dot memiliki sifat tidak karbon (carbon nanotubes) telah digunakan
stabil dan sulit larut sehingga penggunaan dalam pembuatan elektroda baterai dan
kuantum dot harus ditanamkan dalam bahan peralatan listrik lainnya (Poole & Owens
penjerap karet. Beberapa kristal yang sering 2003). Pengembangan nanoteknologi dalam
digunakan sebagai kuantum dot adalah industri tekstil terbukti mampu melindungi
kadmium selenida (CdSe) dan seng selenida kain dari paparan bakteri. Penggunaan
(ZnSe). Pembuatan nanopartikel kuantum dot nanopartikel perak oksida (AgO2) tersalut
menggunakan gas mikroemulsi pada suhu kitosan dapat digunakan sebagai pelindung
kamar. Teknik ini memanfaatkan fase kain agar warna kain tidak mudah luntur dan
terdispersi dari berbagai mikroemulsi untuk lebih tahan terhadap paparan bakteri.
beberapa nanoreaktor yang identik. Kuantum Nanopartikel perak oksida tersalut kitosan
dot banyak digunakan sebagai penanda dalam yang diperoleh dengan metode emulsifikasi
pelacakan protein pada sel hidup, biosensor, ini berdiameter kurang lebih 300 nm.
ekspresi gen, pengambilan gambar sel hidup Pengujian antibakteri dilakukan dengan kapas
secara in vitro, dan melacak keberadaan sel dan menunjukkan aktivitas antibakteri yang
kanker dengan bantuan Magnetic Resonance tahan lama hingga 20 kali pencucian kapas
Imaging (MRI) secara in vivo. (Hu et al. 2007). Penggunaan nanopartikel
Partikel yang termasuk dalam kuantum dot dalam bidang pertanian dapat menghindari
selain CsSe dan ZnSe adalah nanopartikel fitotoksisitas pada tanaman dengan
emas dan nanopartikel silika (SiO2). menggunakan herbisida terhadap gulma yg
Nanopartikel emas digunakan untuk bersifat parasit. Nanopartikel herbisida dapat
mengetahui keberadaan timbal dalam DNA. meningkatkan penetrasi melewati kutikula dan
Molekul DNA yang melekat pada jaringan tanaman dan mengatur pelepasan
nanopartikel emas menghasilkan warna biru herbisida dalam gulma (Luque & Rubiales
pada spektroskopi. Keberadaan senyawa 2009). Di bidang makan dan minuman,
timbal mengakibatkan putusnya ikatan penggunaan nanopartikel dengan penyalut
molekul DNA dengan nanopartikel emas seng oksida (ZnO) dapat melindungi senyawa
sehingga menyebabkan perubahan warna asam linoleat terkonjugasi dan asam linoleat
menjadi merah. Nanopartikel emas juga dapat gamma terhadap suhu tinggi diatas 50 C.
digunakan sebagai biosensor dalam Penyalut seng oksida juga dapat mencegah
mendeteksi adanya penyakit. Metode terjadinya autooksidasi pada kedua asam
biosensor menggunakan nanopertikel emas ini lemak tersebut (Won et al. 2008).
lebih akurat dibanding penggunaan molekul Nanopartikel dapat digunakan sebagai
fluoresens lainnya karena lebih banyak salinan pengantar obat melalui berbagai jalur
antibodi dan DNA yang dapat melekat pada pengiriman. Nanopartikel sangat penting
nanopartikel emas. Nanopartikel silika dalam pengantaran obat secara intravena
diperoleh dari ekstrak cangkang silika hasil sehingga dapat melewati pembuluh darah
sedimentasi alga. Nanopartikel ini telah terkecil secara aman. Penggunaan
digunakan dalam sistem pengantaran obat dan nanopartikel juga dapat memperluas
terapi gen (Jain 2008). permukaan obat sehingga meningkatkan
Lipopartikel adalah matriks berukuran kelarutan obat dalam sistem pengantaran obat
nano yang dikelilingi oleh lipid bilayer dan melalui saluran pernapasan (Jain 2008).
ditanamkan dalam protein membran integral. Beberapa jenis nanopartikel yg dapat
Jenis nanopartikel ini digunakan dalam digunakan sebagai pengantar obat antara lain
biosensor, pengembangan antibodi, penelitian nanopartikel emas (Radt et al. 2004),
mengenai struktur reseptor kompleks, dan nanopartikel kalsium fosfat (Morcol et al.
mikrofluida (Jain 2008). 2004), nanopartikel siklodekstrin
Nanopartikel magnetik merupakan bahan (Memisoglu-Bilensoy & Hincal 2006), dan
penting untuk sortasi sel, pemisahan protein, nanopartikel kitosan (Xu et al. 2003).
3

Nanopartikel emas digunakan sebagai dibanding obat kanker biasa (Sunderland et al.
pengatur pelepasan obat dalam tubuh. Proses 2006). Senyawa-senyawa yang bersifat
pelepasan obat pada sel target dapat antioksidan umumnya memerlukan penyalut
dikendalikan dengan pelapisan nanopartikel agar aktivitas antioksidan tetap optimal.
emas pada dinding partikel polimer pengantar Mozafari et al. (2006) menunjukkan bahwa
obat. Dinding polimer pengantar obat akan penggunaan nanopartikel senyawa antioksidan
terbuka apabila nanopartikel emas terkena seperti vitamin E, vitamin C, karotenoid, dan
sinar laser dari luar tubuh. Kelebihan fenol dengan penyalut asal lemak seperti
nanopartikel emas sebagai sistem pengantar nanoliposom, arkaeosom, dan nanokokleat
obat adalah pengendaliannya dapat dilakukan mampu memberikan perlindungan yang
secara eksternal. Pada umumnya pelepasan signifikan terhadap senyawa antioksidan.
obat dikendalikan oleh perubahan lingkungan Penggunaan penyalut berbahan dasar lemak
pada sel target (Radt et al. 2004). dapat meningkatkan potensi pengiriman
Nanopartikel kalsium fosfat digunakan intraseluler.
dalam sistem pengantaran insulin secara oral. Nanoenkapsulasi memiliki banyak
Nanopartikel kalsium fosfat yg terisi insulin keuntungan antara lain melindungi senyawa
direaksikan dengan polietilen glikol (PEG) dari penguraian, meningkatkan akurasi obat
dan diendapkan dengan kasein sehingga dapat pada target, dan mengendalikan pelepasan
dikonsumsi secara oral. Dosis tunggal dari senyawa aktif seperti obat (Mozafari et al.
campuran tersebut diujikan terhadap mencit 2006). Pengendalian pelepasan obat dilakukan
yang mengalami diabetes non obesitas agar penggunaan obat lebih efisien, untuk
sebelum dan sesudah makan untuk mengamati memperkecil efek samping, serta untuk
aktivitas glikemik. Hasil pengujian mengurangi frekuensi penggunaan obat
menunjukkan kadar hipoglikemik yang (Babtsov et al. 2005).
berkepanjangan setelah pemberian secara oral Senyawa aktif yang dienkapsulasi
nanopartikel kalsium fosfat-insulin pada umumnya yang mudah bereaksi dengan
mencit yang mengalami diabetes. senyawa lain, cenderung tidak stabil, atau
Nanopartikel kalsium fosfat melindungi memiliki waktu paruh eliminasi yang singkat
insulin dari degradasi ketika melewati (Birnbaum & Peppas 2003). Senyawa aktif
lingkungan asam lambung (Morcol et al. dapat terletak tepat di tengah-tengah kapsul
2004). dan bertindak sebagai intinya, atau tersebar di
Siklodekstrin merupakan kelompok seluruh kapsul atau tidak terpusat pada satu
oligosakarida siklik dengan permukaan luar titik saja (Mozafari et al. 2006).
yang bersifat hidrofilik dan pusat rongga yang Polimer yang bisa digunakan pada proses
bersifat lipofilik. Nanopartikel siklodekstrin enkapsulasi suatu senyawa aktif adalah yang
digunakan untuk meningkatkan kelarutan dan bersifat biokompatibel dan biodegradabel. Hal
stabilitas senyawa dalam air (Memisoglu- ini disebabkan produk yang dihasilkan akan
Bilensoy & Hincal 2006). dimasukkan ke dalam tubuh baik secara oral
Nanopartikel kitosan dibentuk dengan maupun intravena. Selain itu, polimer sebagai
ikatan ionik dengan tripolifosfat (TPP). penyalut tidak boleh bereaksi secara kimia
Penggunaan nanopartikel kitosan dapat dengan senyawa aktif yang dibawa. Polimer
meningkatkan efisiensi protein Bovine Serum yang dapat digunakan untuk proses
Albumin (BSA) tersalut kitosan hingga 90%. enkapsulasi antara lain alginat, kitosan (Ain et
Ukuran nanopartikel kitosan-BSA yang al. 2003) dan etilselulosa (Warsiti 2008).
dihasilkan mencapai 110-180 nm. Efisiensi
nanoenkapsulasi meningkat seiring Kitosan
bertambahnya konsentrasi BSA (Xu et al. Kitosan merupakan senyawa berbobot
2003). molekul besar yang memiliki rantai
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa polisakarida (1-4)-2-amino-2-deoksi-D-
penggunaan obat-obatan dalam ukuran glukosa dengan rumus kimia (C6H11NO4)n.
nanometer mampu meningkatkan kelarutan Gugus amino menggantikan OH pada atom
dan penyerapan oleh tubuh. Selain itu, C2 (Gambar 1) (Muzzarelli & Peter 1997).
penggunaan obat-obatan dalam skala nano Kitosan memiliki bobot molekul besar, tidak
dapat mengurangi dosis obat yang dapat bersifat racun, larut dalam asam pada suhu
mengakibatkan efek samping pada beberapa kamar, tidak larut dalam pelarut organik
pasien (Malsch 2005). Penggunaan seperti metanol, mampu mengikat air, dan
nanopartikel dalam mendeteksi dan mengobati mampu membentuk penyalut (Alasalvar &
sel target yang terkena kanker lebih efektif Taylor 2002).
4

penelitian menunjukkan penggunaan kitosan


dapat diterima oleh tubuh dan tidak
menimbulkan gejala klinis. Menurut laporan
Wedmore et al. (2006), kitosan digunakan
untuk mencegah pendarahan tentara Amerika
Serikat pada saat perang di Irak. Data
Gambar 1 Struktur kimia kitosan (Muzarelli & penelitian menunjukkan 97% kasus
Peter 1997). pendarahan dapat dihentikan dengan
Bahan baku yang digunakan untuk penggunaan kitosan sebagai pengganti obat
pembuatan kitosan adalah kulit, kepala, atau anti pendarahan. Sebanyak 62 dari 64 pasien
cangkang dari hewan golongan Crustacea berhasil dihentikan pendarahan dengan
yang mengandung kitin (Alasalvar & Taylor menggunakan kitosan sedangkan 2 pasien
2002). Kitosan diperoleh dari deasetilasi kitin lainnya tidak bisa dihentikan pendarahan
yang merupakan biopolimer alami. Kitosan karena terkena luka yg cukup dalam.
dapat diproduksi dari limbah udang hasil Kitosan juga mulai banyak digunakan
industri pangan asal laut. Pemanfaatan limbah dalam teknologi pengantar obat. Beberapa
tersebut sekaligus meningkatkan produktifitas penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
industri pangan asal laut (Suyatma et al. kitosan sebagai pengantar obat meningkatkan
2004). efisiensi obat tanpa menimbulkan efek
Indonesia merupakan salah satu negara samping pada tubuh. Nanopartikel kitosan
pengekspor udang terbesar di dunia dengan yang ditambahkan gugus tiol mampu
nilai ekspor antara 850 juta hingga 1 miliar meningkatkan penyerapan teofilin dalam
dolar per tahun. Data Direktorat Jenderal pengobatan penyakit asma. Teofilin
Budidaya Departemen Kelautan dan merupakan obat antiinflamasi yang sering
Perikanan menunjukkan bahwa areal tambak digunakan dalam pengobatan asma melalui
udang nasional pada tahun 2003 seluas intranasal. Efek antiinflamasi teofilin
478.847 hektar dengan volume produksi ditunjukkan dengan adanya penurunan
191.723 ton atau 400 kg per hektar. Jumlah eosinofil dalam cairan Bronchoalveolar
tempat pengolahan udang di Indonesia lavage (BAL) hingga 20%. Penggunaan
mencapai sekitar 170 tempat dengan kapasitas nanopartikel kitosan sebagai pembawa tiofilin
produksi sebesar 500.000 ton per tahun. menunjukkan penurunan eosinofil hingga
Proses pembekuan udang dilakukan dalam 35% pada tikus (Lee et al. 2006).
bentuk tanpa kepala dan tanpa kulit. Bagian Nanopartikel kitosan sebagai pengantar
kepala dan kulit sebesar 60 hingga 70 persen obat mata juga menunjukkan adanya
dari berat udang menjadi limbah (Prasetyo peningkatan efisiensi penyerapan. Selama ini
2009). Pengolahan produk kitosan dalam pengobatan penyakit mata terhambat oleh
negeri diharapkan dapat menciptakan nilai sistem pertahanan kompleks sel epitel
tambah dari limbah kulit udang dan konjugtiva pada kornea mata sehingga
menanggulangi masalah pencemaran limbah penyerapan obat kurang efisien. Penggunaan
kulit udang. nanopartikel kitosan sebagai pengantar obat
Kitosan telah digunakan dalam bidang fluorescein isothiocyanate-bovine serum
pertanian, pengolahan air, industri pangan, albumin (FITC-BSA) pada kelinci yg
industri kosmetika, farmasi, kedokteran, mengalami inflamasi pada kornea mata
industri aneka (seperti industri cat dan tekstil), menunjukkan penurunan secara signifikan
bioteknologi, dan sektor industri lainnya. ketika diamati dengan mikroskop konvokal.
Dalam bidang makanan, kitosan dapat Pengamatan efek samping pemberian
berfungsi sebagai bahan pembentuk gel, nanopartikel kitosan dilakukan setiap 30 menit
pembentuk tekstur, dan pelembut (Hirano selama 6 jam. Hasil pengamatan menunjukkan
1996). Dalam bidang kesehatan dan farmasi, tidak adanya efek samping dan kelinci tetap
kitosan dapat digunakan sebagai diet serat dan nyaman sehingga kitosan aman dikonsumsi
obat penurun kandungan kolesterol di dalam dan dapat diterima oleh sel kornea (Enriquez
darah (Hennen 1996). Glukosamin dari de Salamanca et al. 2006)
kitosan juga telah dipdroduksi secara luas.
Produk glukosamin dapat dikonsumsi Ekstrak Temulawak (Curcuma
langsung atau dalam bentuk suplemen xanthorrhiza Roxb)
(Alasalvar dan Taylor 2002). Temulawak merupakan tanaman obat
Kitosan bersifat biokompatibel, berbatang semu. Tanaman ini memiliki tinggi
biodegradabel dan non toksik. Beberapa antara 1-2 meter dan berwarna hijau atau
5

coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan Tabel 1 Kandungan kimia ekstrak temulawak
sempurna, bercabang kuat, dan berwarna hijau hasil ekstraksi alkohol 70%
gelap. Temulawak di Indonesia dikenal (Sembiring et al. 2006)
dengan berbagai nama daerah seperti Kandungan ekstrak
temulawak di Sumatra; koneng gede, temu Kadar (%)
temulawak
raya, temu besar, aci koneng, koneng tegel,
dan temulawak di Jawa; temulobak di Minyak atsiri 6,48
Madura; tommo di Bali; tommon di Sulawesi Kurkumin 1,36
Selatan; atau karbaga di Ternate (Dalimartha Xantorizol 1,86
2000). Secara lengkap taksonomi temulawak
adalah sebagai berikut: Dunia Plantae, Divisi
Spermatophyta, Sub divisi Angiospermae,
Kelas Monocotyledoneae, Keluarga
Zingiberaceae, Genus Curcuma, dan Spesies
Curcuma xanthorrhiza Roxb. Bagian yang
paling banyak dimanfaatkan dari tanaman ini
adalah rimpang temulawak.
Kandungan kimia rimpang temulawak
sebagai sumber bahan pangan, bahan baku
industri atau bahan baku obat dapat dibedakan Gambar 2 Struktur kimia kurkumin
menjadi beberapa fraksi yaitu fraksi pati, (Ravindran et al. 2007).
kurkuminoid, dan fraksi minyak atsiri (Sidik
et al. 1995). Selain ketiga fraksi tersebut, Xantorizol merupakan komponen khas
masih terdapat kandungan lain dalam rimpang minyak atsiri hasil ekstraksi menggunakan
temulawak yaitu lemak, serat kasar, dan metanol dari famili Zingiberaceae dan
protein (Suwiah 1991). Senyawa aktif yang Astericeae seperti rimpang temulawak.
banyak dimanfaatkan dari ekstrak tanaman Komponen ini termasuk dalam kelompok
temulawak adalah kurkuminoid dan seskuiterpen tipe bisabolen (Aguilar et al.
xantorizol. Presentase komposisi ekstrak 2001). Xantorizol memiliki rumus molekul
temulawak dapat dilihat pada Tabel 1. C12H22O7 dengan bobot molekul 218.335
Fraksi kurkuminoid merupakan komponen g/mol (Gambar 3) (Sidik et al. 1995).
yang memberi warna kuning berbentuk serbuk Xantorizol merupakan antibakteri yang
dengan rasa pahit, larut dalam aseton, alkohol, memiliki spektrum luas terhadap aktivitas
asam glasial, alkohol hidroksida, tidak larut antibakteri, stabil terhadap panas, dan aman
dalam air, memiliki aroma yang khas, dan terhadap kulit manusia. Xantorizol secara
tidak bersifat toksik. Kurkuminoid rimpang efisien dapat menghambat infeksi pada gigi
temulawak terdiri atas desmetoksikurkumin dan penyakit kulit, dapat dimanfaatkan pada
dan kurkumin yang memiliki rumus struktur berbagai produk, misalnya digunakan sebagai
C21H20O6 (Gambar 2) dan bobot molekul 368 agen antibakteri, pasta gigi, sabun, pembersih
g/mol (Sidik et al. 1995). Hal ini berbeda mulut, permen karet, dan kosmetik yang
dengan kandungan kurkuminoid pada rimpang memerlukan aktivitas antibakteri. Aktivitas
kunyit (Curcuma domestica Vahl.) yang antibakteri dari xantorizol mempunyai
memiliki komponen lain yaitu stabilitas yang baik terhadap panas yaitu
bisdemetoksikurkumin di samping memiliki masih terdapat aktivitas antibakteri pada
kedua komponen di atas. Sifat menarik dari temperatur tinggi antara 60-120 C (Hwang
bisdemetoksikurkumin ini adalah aktivitas 2004).
kerjanya terhadap sekresi empedu yang Xantorizol diketahui dapat menghambat
antagonis dengan kurkumin dan pertumbuhan berbagai macam bakteri seperti
desmetoksikurkumin. Berdasarkan hal Streptococcus mutans, S. sobrinus, S.
tersebut, penggunaan rimpang temulawak salivarius, Bifidobacterium bifidum,
sebagai sumber kurkuminoid lebih Staphylococcus aureus, dan beberapa bakteri
menguntungkan dibandingkan dengan lainnya. Di antara bakteri-bakteri tersebut,
rimpang kunyit walaupun kandungan rimpang yang mengalami hambatan pertumbuhan
temulawak lebih rendah dari rimpang kunyit paling besar adalah Streptococcus mutans.
Kandungan kurkuminoid rimpang temulawak Xantorizol mampu menghambat bakteri S.
kering berkisar 3.16 % sedangkan mutans pada konsentrasi yang rendah yaitu
kurkuminoid rimpang kunyit sebesar 6.9 % 0.0002 % (b/v) sebagai konsentrasi hambat
(Afifah et al. 2003). minimum (Hwang 2004).
6

Metode polimer hidrofilik tidak


memerlukan surfaktan seperti metode
polimerisasi monomer. Polimer yang
digunakan dalam metode ini merupakan
polimer larut air seperti kitosan larut air,
natrium alginat dan gelatin. Nanopartikel
umumnya terbentuk secara spontan ataupun
dengan penambahan pengemulsi (Soppimath
Gambar 3 Struktur kimia xanthorrizol et al. 2001)
(Ravindran et al. 2007). Metode evaporasi pelarut menggunakan
pelarut organik seperti diklorometan,
Pembuatan Nanopartikel kloroform atau etil asetat untuk melarutkan
Sediaan nanopartikel dapat dibuat dengan polimer. Senyawa obat atau pengisi
berbagai metode. Hingga saat ini, ada enam ditambahkan dalam campuran kemudian
metode pembuatan nanopartikel yang sering diemulsifikasi dengan penambahan surfaktan.
digunakan yaitu metode emulsifikasi spontan Homogenasi atau sonikasi dilakukan agar
atau difusi pelarut, salting out, fluida emulsi menjadi stabil. Nanopartikel kemudian
superkritis, polimerisasi monomer, polimer dikeringkan untuk memperoleh produk dalam
hidrofilik, dan dispersi pembentukan polimer bentuk serbuk nanopartikel. Metode ini sangat
(Soppimath et al. 2001). cocok dilakukan untuk skala laboratorium
Metode emulsifikasi spontan (Soppimath et al. 2001).
menggunakan prinsip difusi antara pelarut
larut air seperti aseton atau metanol dengan Ultrasonikasi
pelarut organik tidak larut air seperti Ultasonik merupakan vibrasi suara dengan
kloroform dengan penambahan polimer. frekuensi melebihi batas pendengaran
Difusi yang terjadi antara dua pelarut tersebut manusia yaitu di atas 20 KHz (Tipler 1998).
mengakibatkan emulsifikasi pada daerah di Ultrasonikasi merupakan salah satu teknik
antara dua fase pelarut. Partikel yang berada paling efektif dalam pencampuran, proses
di antara dua fase pelarut tersebut berukuran reaksi, dan pemecahan bahan dengan bantuan
lebih kecil dari pada kedua fase pelarut itu energi tinggi (Pirrung 2007). Batas atas
sendiri (Soppimath et al. 2001). rentang ultrasonik mencapai 5 MHz untuk gas
Metode salting out merupakan modifikasi dan 500 MHz untuk cairan dan padatan
dari metode emulsifikasi spontan. Penggunaan (Mason & Lorimer 2002).
pelarut organik pada metode emulsifikasi Penggunaan ultasonik berdasarkan
spontan dapat membahayakan lingkungan rentangnya yang luas ini dibagi menjadi dua
serta sistem fisiologis sehingga diperlukan bagian. Bagian pertama adalah suara
pemisahan pelarut organik (Soppimath et al. beramplitudo rendah (frekuensi kebih tinggi).
2001). Gelombang beramplitudo rendah ini secara
Metode fluida superkritis menggunakan umum digunakan untuk analisis pengukuran
senyawa yang memiliki suhu dan tekanan di kecepatan dan koefisien penyerapan
atas titik kritis. Senyawa yang termasuk dalam gelombang pada rentang 2 hingga 10 MHz.
golongan ini antara lain karbon dioksida, air, Bagian kedua adalah gelombang berenergi
dan gas metan. Senyawa ini digunakan tinggi dan terletak pada frekuensi 20 hingga
sebagai pengganti pelarut organik yang 100 KHz. Gelombang ini dapat digunakan
berbahaya bagi lingkungan (Soppimath et al. untuk pembersihan, pembentukan plastik, dan
2001). modifikasi bahan-bahan organik maupun
Metode polimerisasi monomer anorganik (Mason & Lorimer 2002).
menggunakan senyawa polialkilsianoakrilat Ultrasonikasi dengan intensitas tinggi
(PACA). Metil atau etil sianoakrilat dapat menginduksi secara fisik dan kimia.
dimasukkan dalam media asam dengan Efek fisik dari ultrasonikasi intensitas tinggi
penambahan surfaktan. Monomer sianoakrilat salah satunya adalah emulsifikasi. Beberapa
ditambahkan dalam campuran yang sedang aplikasi ultrasonikasi ini adalah dispersi bahan
diaduk dengan magnetic stirrer. Senyawa obat pengisi dalam polimer dasar, emulsifikasi
ditambahkan baik sebelum penambahan partikel anorganik pada polimer dasar, serta
monomer maupun setelah reaksi polimerisasi. pembentukan dan pemotongan plastik
Suspensi nanopartikel yang terbentuk (Suslick & Price 1999).
dimurnikan dengan ultrasentrifugasi Efek kimia pada ultrasonikasi ini
(Soppimath et al. 2001). menyebabkan molekul-molekul berinteraksi
7

sehingga terjadi perubahan kimia. Interaksi elektron pada terowongan antara permukaan
tersebut disebabkan panjang gelombang partikel spesimen dengan tip probe atau
ultrasonik lebih tinggi dibandingkan panjang sebuah probe yang menangkap gaya dorong
gelombang molekul-molekul. Interaksi antara permukaan dengan tip probe (Poole &
gelombang ultrasonik dengan molekul- Owens 2003).
molekul terjadi melalui media cairan. Analisis difraksi sinar X (XRD)
Gelombang yang dihasilkan oleh tenaga listrik menggunakan prinsip emisi sinar X yang
diteruskan oleh media cair ke medan yang dihasilkan oleh tumbukan elektron dan atom
dituju melalui fenomena kavitasi akustik yang Cr, Fe, Co, Cu, Mo, atau W. Analisis XRD
menyebabkan kenaikan suhu dan tekanan dapat memberikan informasi mengenai
lokal dalam cairan (Wardiyati et al. 2004). struktur sampel seperti parameter kisi,
Ultrasonikasi pada cairan memiliki berbagai orientasi, dan sistem kristal. Analisis XRD
parameter seperti frekuensi, tekanan, suhu, juga berguna untuk mengindentifikasi fase
viskositas, dan konsentrasi suatu sampel. sampel semi kuantitatif, dengan menghitung
Aplikasi ultrasonikasi pada polimer fraksi volume suatu sampel dan perbandingan
berpengaruh terhadap degradasi polimer fraksi area kristalin terhadap fraksi total area
tersebut (Wardiyati et al. 2004). (Poole & Owens 2003).
Spektroskopi infra merah (FTIR)
Karakterisasi Nanopartikel digunakan untuk mengidentifikasi gugus
Ukuran nanopartikel yang sangat kecil kompleks dalam senyawa tetapi tidak dapat
memerlukan karakterisasi yang berbeda menentukan unsur-unsur penyusunnya. Pada
dengan mikromolekul pada umumnya. FTIR, radiasi infra merah dilewatkan pada
Karakterisasi nanopartikel kitosan dapat sampel. Sebagian radiasi sinar infra merah
dilakukan secara fisiologi dan struktur fisik. diserap oleh sampel dan sebagian lainnya
Beberapa karakterisasi fisiologis yang telah diteruskan. Jika frekuensi dari suatu vibrasi
dilakukan antara lain stabilitas nanopartikel spesifik sama dengan frekuensi radiasi infra
dalam larutan garam, nilai pH, serta fenomena merah yang langsung menuju molekul,
agregrasi akibat pengaruh suhu dan waktu molekul akan menyerap radiasi tersebut.
(Kauper et al. 2007). Spektrum yang dihasilkan menggambarkan
Poole & Owens (2003) membagi metode penyerapan dan transmisi molekuler.
karakterisasi fisik nanopartikel menjadi tiga Transmisi ini akan membentuk suatu sidik jari
macam yaitu metode kristalografi, molekuler suatu sampel. Karena bersifat sidik
mikroskopi, dan spektroskopi. Kristalografi jari, tidak ada dua struktur molekuler unik
dengan menggunakan sinar X sangat berguna yang menghasilkan spektrum infra merah
untuk mengidentifikasi kristal isomorfik yaitu yang sama (Kencana 2009).
kristal yang memiliki kesamaan struktur tetapi
berbeda dalam pola-pola geometrisnya. BAHAN DAN METODE
Metode mikroskopi dapat digolongkan
menjadi mikroskop elektron transmisi, Alat dan Bahan
mikroskop elektron payar, dan mikroskop
medan ion. Karakterisasi dengan spektroskopi Alat yang digunakan untuk pembuatan
dapat menggunakan fotoemisi, spektroskopi nanopartikel ekstrak temulawak adalah labu
resonansi magnetik, spektroskopi infra merah Erlenmeyer 600 mL, 250 mL, gelas piala,
(Fourier Transform Infra Red/ FTIR), dan neraca analitik, magnetic stirrer, gelas ukur
spektroskopi sinar X (X ray diffractometry/ 100 mL, pipet Mohr 5 mL, 25 mL,
XRD). ultrasonikator, pengering beku, pengering
Mikroskop elektron payaran (SEM) semprot Buchi 190. Alat yang digunakan
digunakan dalam pengamatan morfologi dan untuk karakterisasi nanopartikel ekstrak
penentuan ukuran nanopartikel. Metode ini temulawak adalah penyalut JFC 1600,
merupakan cara yang efisien dalam mikroskop elektron payaran (scanning
memperolah gambar permukaan spesimen. electron microscopy/SEM) JSM 6510,
Cara kerja mikroskop ini adalah dengan defraktometer sinar X (X ray diffractometry/
memancarkan elektron ke permukaan XRD), dan spektrofotometer Fourier
spesimen. Informasi tentang permukaan Transform Infra Red (FTIR).
partikel dapat diperoleh dengan pengenalan Bahan yang digunakan dalam penelitian
probe dalam lintasan pancaran elektron yang ini adalah serbuk kitosan, tripolifosfat (TPP),
mengenai permukaan partikel. Informasi juga ekstrak temulawak, asam asetat 2%, etanol
dapat dibawa oleh probe yang menangkap 70%, dan akuades.
8

Metode Penelitian ukuran nanopartikel yang terbentuk akibat


penambahan waktu sonikasi.
Pembuatan Nanopartikel Kitosan
(Ambarsari et al. 2009) Penentuan Ukuran dan Morfologi
Kitosan dilarutkan dalam asam asetat 2% Nanopartikel dengan Mikroskop Elektron
sehingga diperoleh konsentrasi kitosan 2%. Payaran (SEM) (Modifikasi Desai & Park
Campuran diaduk dengan magnetic stirrer 2005)
untuk mempercepat pelarutan. Larutan kitosan Serbuk nanopartikel kitosan diletakkan
kemudian dibagi dalam 4 Erlenmeyer dengan pada potongan kuningan (stub) berdiameter 1
volume masing-masing 100 mL. Erlenmeyer 1 cm dengan menggunakan selotip dua sisi.
dan 2 ditambahkan dengan masing-masing 50 Selanjutnya serbuk tersebut dibuat menjadi
mL TPP 0,5% sedangkan Erlenmeyer 3 dan 4 konduktif secara elektrik dengan seberkas
tidak ditambahkan dengan TPP. Larutan sinar platina lapis tipis dari coater selama 30
kemudian disonikasi dengan ultrasonikator. detik pada tekanan dibawah 2 Pa dan kuat
Erlenmeyer 1 dan 3 disonikasi selama 30 arus 30 mA. Foto diambil pada tegangan
menit dengan pulsa hidup 5 detik dan pulsa elektron 10 kV dengan perbesaran yang
mati 1 detik. Erlenmeyer 2 dan 4 disonikasi diinginkan.
selama 60 menit dengan pulsa hidup 5 detik
dan pulsa mati 1 detik. Keempat larutan Karakterisasi Gugus Fungsi Nanopartikel
kitosan yang telah disonikasi dikeringkan. dengan Fourier Transform Infra Red
Pengeringan dilakukan dengan dua metode (FTIR) (Kencana 2009)
yaitu pengeringan beku dan pengeringan Sebanyak 2 mg sampel nanopartikel
semprot untuk mengetahui bentuk kitosan dicampur dengan 100 mg KBr untuk dibuat
kering yang dapat dikarakterisasi. pelet dengan pencetak vakum. Pelet yang
terbentuk dikenai sinar infra merah pada
Pembuatan Nanopartikel Ekstrak jangkauan bilangan gelombang 4000 400
Temulawak Tersalut Kitosan (Modifikasi cm-1. Latar belakang penyerapan dihilangkan
Kim et al. 2006) dengan cara pelet KBr dijadikan satu pada
Kitosan dilarutkan dalam asam asetat 2% setiap pengukuran.
sehingga diperoleh konsentrasi kitosan 2%.
Campuran diaduk dengan magnetic stirrer Karakterisasi Derajat Kristalinitas
untuk mempercepat pelarutan. Disiapkan 2 Nanopartikel dengan Difraksi Sinar X
labu Erlenmeyer yang diisi dengan 100 mL (XRD) (Kencana 2009)
larutan kitosan 2%. Tiap Erlenmeyer Sebanyak 200 mg sampel dicetak langsung
ditambahkan 50 mL TPP 0.5%. Erlenmeyer 1 pada cetakan aluminium berukuran 2 x 2,5 cm
ditambahkan dengan 1 mL ekstrak temulawak dengan bantuan perekat. Derajat kristalinitas
5% larut dalam etanol 70% sedangkan ditentukan menggunakan XRD dengan
Erlenmeyer 2 tidak ditambahkan dengan sumber sinar dari tembaga pada panjang
ekstrak temulawak. Kedua sampel kemudian gelombang 1,5406 .
disonikasi selama 30 menit. Kedua larutan
kitosan yang telah disonikasi dikeringkan HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan pengering semprot sehingga diperoleh
sampel dalam bentuk serbuk. Nanopartikel Kitosan
Serbuk kitosan-TPP dilarutkan kembali Optimalisasi pembuatan nanopartikel
dalam 100 mL asam asetat 2% dan 50 mL kitosan menggunakan tiga variasi yaitu
akuades. Untuk mempercepat pelarutan, penambahan TPP, waktu ultrasonikasi, dan
digunakan magnetic stirrer dengan seleksi metode pengeringan. Penambahan TPP
pemanasan. Sebanyak 1 mL ekstrak bertujuan untuk membentuk ikatan silang
temulawak 5% ditambahkan dalam larutan ionik antar melekul kitosan sehingga dapat
kitosan-TPP. Campuran disonikasi kembali digunakan sebagai bahan penjerap (Mi et al.
selama 30 menit kemudian dikeringkan 1999). Ultrasonikasi digunakan untuk
dengan pengering semprot. Sampel kering memecah molekul polimer menjadi berukuran
dikarakterisasi dengan SEM untuk lebih kecil dengan energi ultrasonik. Semakin
memperoleh ukuran partikel. lama waktu ultrasonikasi, proses pemecahan
Setelah diperoleh tahapan pembuatan molekul polimer kitosan akan terus berjalan.
nanopartikel terpilih, dilakukan variasi waktu Menurut Kencana (2009), bobot molekul
sonikasi selama 30 dan 60 menit untuk kitosan mengalami penurunan signifikan
mengetahui apakah masih terdapat perbedaan antara waktu ultrasonikasi 8 menit dan 60
9

menit. Penurunan bobot molekul ini


a b
menunjukkan polimer kitosan mengalami
pemecahan molekul selama proses
ultrasonikasi. Variasi waktu ultrasonikasi
yang digunakan adalah 30 dan 60 menit untuk
melihat pengaruh waktu ultrasonikasi
terhadap ukuran partikel. Seleksi metode
pengeringan dilakukan untuk memperoleh
bentuk kering sampel nanopartikel sehingga c d
dapat dikarakterisasi. Metode pengeringan
yang diseleksi adalah pengeringan beku dan
pengeringan semprot. Karakterisasi ukuran
dan morfologi partikel dilakukan dengan
SEM. Karakterisasi gugus fungsi dengan
FTIR dan karakterisasi derajat kristalinitas
dengan XRD dilakukan apabila telah Gambar 4 Hasil ultrasonikasi dengan
diperoleh sediaan nanopartikel ekstrak penambahan TPP selama 30 menit
temulawak. (a), 60 menit (b) serta tanpa
Kitosan yang digunakan dalam penelitian penambahan TPP selama 30 menit
ini adalah kitosan larut asam. Larutan kitosan (c) dan selama 60 menit (d).
2% tersebut diberi dua perlakuan yaitu
penambahan TPP 0,5% dan tanpa Sampel yang telah dikeringkan dengan
penambahan TPP. Selain itu, dilakukan variasi pengering semprot kemudian dihitung
waktu sonikasi 30 dan 60 menit untuk masing- rendemennya. Rendemen dari 150 mL sampel
masing sampel. Perlakuan ini bertujuan larutan nanopartikel kitosan ditunjukkan pada
membandingkan ukuran dan kestabilan Tabel 2. Secara umum, rendemen yang
partikel setelah proses sonikasi dan diperoleh setelah pengeringan baik untuk
pengeringan. Hasil sonikasi menunjukkan sampel nanopartikel kitosan maupun
sampel dengan penambahan TPP berbusa nanopartikel kitosan-TPP di bawah 50%.
sedangkan sampel tanpa penambahan TPP Rendahnya rendemen yang diperoleh
tidak berbusa (Gambar 4). Tripolifosfat disebabkan beberapa sampel menempel pada
merupakan senyawa pengkelat yang dijadikan tabung pengering semprot. Hal ini disebabkan
bahan baku pembuatan deterjen. Fosfat alat tidak mampu mempertahankan suhu
memiliki fungsi antara lain meningkatkan pengeringan semprot secara stabil. Suhu pada
emulsifikasi serta mengurangi penggunaan awal penyemprotan sebesar 140 C (inlet) dan
surfaktan (Madsen et al. 2001). suhu saat sampel keluar dari tabung penguap
Sampel hasil ultrasonikasi dikeringkan sebesar 80 C (outlet). Suhu inlet di bawah
dengan dua cara yaitu pengeringan beku dan 140 C menyebabkan sampel tidak bisa kering
pengeringan semprot. Kedua cara pengeringan secara sempurna sehingga menempel pada
tersebut menghasilkan bentuk sampel kering dinding tabung pengering semprot (Zuidam &
yang berbeda. Pengeringan beku Nedovic 2010).
menghasilkan sampel kering berbentuk Pengeringan semprot banyak digunakan
lembaran kuning seperti plastik sedangkan untuk sampel yang mengandung partikel yang
hasil pengeringan semprot berbentuk serbuk larut dalam air, memiliki sifat kristalinitas dan
putih. Pengeringan beku menggunakan prinsip mudah berdifusi. Selain itu, sampel yang
sublimasi air dalam bentuk beku. Sampel dikeringkan dengan pengering semprot harus
amorf cenderung membentuk gel apabila tahan terhadap panas (Patel et al. 2009).
dikeringkan dengan pengering beku sehingga
kitosan kering yang diperoleh berbentuk Tabel 2 Rendemen nanopartikel kitosan hasil
lembaran seperti plastik (Jennings 1999). pengeringan semprot pada tiap waktu
Kitosan hasil pengeringan semprot berbentuk sonikasi
serbuk putih. Pengeringan semprot Rendemen
menggunakan panas untuk menghilangkan air Sampel 30 menit 60 menit
pada kitosan. Penguapan dilakukan pada saat gram % gram %
larutan sampel disemprotkan (Patel et al.
Kitosan 0,652 32,58 0,804 40,21
2009). Pada tahap selanjutnya, pengeringan
Kitosan 0,833 37,02 0,614 27,31
sampel beku tidak digunakan karena tidak
+ TPP
diperoleh gambaran partikel oleh SEM.
10

Setelah diperoleh nanopartikel kering, berikatan silang sehingga peluang terjadi


sampel dikarakterisasi secara fisik. penggumpalan semakin besar (Desai & Park
Karakterisasi fisik partikel dilakukan dengan 2005). Penggumpalan dapat dikurangi dengan
mikroskop elektron payaran (scanning mempersingkat jarak waktu antara sonikasi
electron microscopy/ SEM). Mikroskop dengan pengeringan semprot.
elektron payaran digunakan untuk mengamati Morfologi partikel kitosan berdasarkan
morfologi dan menentukan ukuran foto SEM memiliki bentuk bulat dengan
nanopartikel. Metode ini merupakan cara permukaan kasar dan berkerut. Nanopartikel
yang efisien dalam memperolah gambar kitosan dan nanopartikel kitosan-TPP
permukaan spesimen. Cara kerja mikroskop memiliki bentuk permukaan partikel yang
ini adalah dengan memancarkan elektron ke sama. Menurut Desai & Park (2005),
permukaan spesimen. Informasi tentang penambahan TPP pada kitosan tidak akan
permukaan partikel dapat diperoleh dengan mempengaruhi morfologi permukaan
pengenalan probe dalam lintasan pancaran nanopartikel yang dihasilkan karena TPP
elektron yang mengenai permukaan partikel. hanya membentuk ikatan ionik antar molekul
Informasi juga dapat dibawa oleh probe yang kitosan. Perubahan morfologi nanopartikel
menangkap elektron pada terowongan antara kitosan akan berubah apabila ada bahan
permukaan partikel spesimen dengan tip pengisi dalam kitosan.
probe atau sebuah probe yang menangkap Rentang ukuran partikel dari keempat
gaya dorong antara permukaan dengan tip perlakuan sulit ditentukan karena banyaknya
probe (Poole & Owens 2003). Data yang partikel yang menggumpal dan beragamnya
diperoleh dari SEM berupa foto dua dimensi ukuran partikel yang diperoleh (Gambar 5).
yang menampilkan permukaan spesimen. Berdasarkan data foto SEM, ukuran partikel
Menurut Kencana (2009), penentuan sampel kitosan dengan perlakuan penambahan
ukuran partikel ditentukan oleh bentuk TPP dan ultrasonikasi 60 menit tidak bisa
partikel kitosan. Foto SEM pada sampel ditentukan karena terjadi penggumpalan yang
pengeringan semprot menunjukkan bahwa sangat banyak. Rentang ukuran nanopartikel
nanopartikel memiliki bentuk menyerupai yang dapat diamati disajikan dalam Tabel 3.
bola. Oleh karena itu, ukuran partikel Beragamnya ukuran partikel disebabkan tidak
ditentukan dengan mengukur diameter semua molekul kitosan terpecah pada saat
nanopartikel kitosan. ultrasonikasi. Pada bagian terluar larutan
Sampel pengeringan beku dan pengeringan kitosan dalam Erlenmeyer tidak memperoleh
semprot menghasilkan foto SEM yang energi yang cukup dari ultrasonikator untuk
berbeda. Nanopartikel kitosan hasil memecah molekul kitosan. Derajat deasetilasi
pengeringan beku tidak dapat diambil gambar kitosan juga berpengaruh terhadap pemecahan
partikelnya oleh SEM. Bentuk kering molekul. Semakin rendah derajat deasetilasi
nanopartikel berupa membran pada sampel maka gugus asetil pada molekul kitosan
pengeringan beku menyebabkan sampel semakin banyak sehingga bobot molekulnya
kurang konduktif walaupun telah diberi semakin besar. Besarnya molekul kitosan
pelapis platina. Menurut Poole & Owens memerlukan energi ultrasonikasi yang lebih
(2003), kondisi ini menyebabkan elektron tinggi untuk memecah molekul (Kencana
yang dipancarkan pada permukaan partikel 2009).
tidak dapat terdeteksi. Karena sampel Berdasarkan hasil yang diperoleh,
pengeringan beku tidak dapat diambil foto nanopartikel kitosan dengan ukuran terkecil
SEM, maka metode pengeringan ini tidak dihasilkan melalui perlakuan penambahan
digunakan pada tahap selanjutnya. TPP dengan ultrasonikasi selama 30 menit
Sampel nanopartikel kitosan hasil dan pengeringan sampel dengan pengering
pengeringan semprot terlihat oleh SEM semprot. Perlakuan ini digunakan untuk tahap
berupa partikel aglomerat putih (Gambar 5). pembuatan nanopartikel ekstrak temulawak
Penggumpalan ini disebabkan larutan kitosan tersalut kitosan.
tidak diberi surfaktan (Kencana 2009). Selain
itu, jarak waktu antara sonikasi dengan Tabel 3 Rentang diameter nanopartikel
pengeringan semprot yang terlalu lama dapat kitosan hasil pengeringan semprot
mengakibatkan terjadinya penggumpalan. Perlakuan waktu sonikasi
Penggumpalan lebih banyak terjadi pada Perlakuan 30 menit 60 menit
larutan kitosan yang diberi TPP dibanding (nm) (nm)
tanpa penambahan TPP. Penambahan TPP Kitosan 384 6900 577 4800
mengakibatkan molekul-molekul kitosan Kitosan + TPP 267 - 3000 -
11

a b

c d

Gambar 5 Foto SEM kitosan tanpa TPP sonikasi 30 menit (a), 60 menit (b) serta dengan TPP
sonikasi 30 menit (c), dan 60 menit (d) pada perbesaran 3000 kali dengan skala 2,7 cm :
5000 nm. Partikel terbesar dalam lingkaran kuning dan terkecil lingkaran merah (inset).

Nanopartikel Ekstrak Temulawak Tersalut kurkumin dan xantorizol memiliki bobot


Kitosan molekul lebih kecil. Kurkumin memiliki
Nanopartikel ekstrak temulawak dibuat bobot molekul 368 Da sedangkan xantorizol
dengan menggunakan perlakuan terpilih pada memiliki bobot molekul 218 Da (Sidik et al.
tahap pembuatan nanopartikel kitosan yaitu 1995). Senyawa-senyawa aktif tersebut
penambahan TPP dan ultrasonikasi 30 menit diharapkan dapat terjerap dalam kitosan.
dengan pengeringan semprot. Pembuatan Kedua sampel yang telah dikeringkan
sediaan nanopartikel ekstrak temulawak dengan pengering semprot kemudian dihitung
tersalut kitosan dilakukan dengan rendemennya. Sebanyak 151 mL larutan
membandingkan dua perlakuan penambahan nanopartikel kitosan-ekstrak temulawak sekali
ekstrak temulawak sebelum ultrasonikasi 30 ultrasonikasi diperoleh 0,862 gram
menit dan setelah pengeringan (dua kali nanopartikel kering sedangkan larutan
ultrasonikasi). Perlakuan ini bertujuan nanopartikel kitosan-ekstrak temulawak dua
mengamati pengaruh tahap penambahan kali ultrasonikasi dengan volume yang sama
ekstrak temulawak terhadap bentuk dan diperoleh 0,126 gram nanopartikel kering.
ukuran optimal nanopartikel. Perlakuan Persentase rendemen yang diperoleh dari
pertama adalah penyediaan nanopartikel kedua perlakuan masih di bawah 50% (Tabel
kitosan sekaligus penambahan ekstrak 4).
temulawak dengan sekali ultrasonikasi
kemudian dikeringkan. Perlakuan kedua Tabel 4 Rendemen nanopartikel ekstrak
adalah penyediaan nanopartikel kitosan temulawak hasil sekali dan dua kali
terlebih dahulu dalam bentuk serbuk ultrasonikasi
kemudian dilarutkan kembali dengan Rendemen
Sampel
penambahan ekstrak temulawak diikuti oleh gram %
ultrasonikasi kedua dan dikeringkan. Kitosan+TPP+ekstrak 0,862 37,48
Kitosan yang digunakan dalam penelitian temulawak (sekali
ini memiliki bobot molekul 800 kDa ultrasonikasi)
sedangkan ekstrak temulawak yang digunakan
merupakan ekstrak kasar dengan bobot Nanokitosan+ekstrak
0,126 5,47
molekul cukup besar. Akan tetapi, komponen temulawak (dua kali
senyawa aktif ekstrak temulawak seperti ultrasonikasi)
12

Kedua sampel perlakuan yang telah Berdasarkan hasil yang diperoleh pada
dikeringkan kemudian dikarakterisasi dengan kedua tahap penelitian, ukuran nanopartikel
SEM. Hasil foto SEM menunjukkan kitosan kosong lebih kecil dibandingkan
perlakuan penambahan ekstrak temulawak nanopartikel kitosan yang terisi oleh ekstrak
setelah pengeringan (dua kali ultrasonikasi) temulawak dengan waktu sonikasi yang sama.
terlihat lebih seragam daripada perlakuan Nanopartikel kitosan kosong dengan
penambahan ekstrak temulawak sebelum penambahan TPP pada awal penelitian
ultrasonikasi. Selain itu, rentang ukuran memiliki rentang ukuran 267 - 3000 nm
partikel pada perlakuan kedua lebih kecil sedangkan ukuran nanopartikel kitosan-
dengan diameter partikel 400 3600 nm ekstrak temulawak antara 400 - 5000 nm.
sedangkan rentang ukuran partikel pada Data tersebut memperlihatkan bahwa
perlakuan pertama berkisar 400 5000 nm pengisian ekstrak temulawak ke dalam
(Gambar 6). Hasil ini menunjukkan bahwa nanopartikel kitosan mengakibatkan ukuran
ultrasonikasi kedua masih dapat memecah partikel menjadi lebih besar.
partikel kitosan-ekstrak temulawak. Mekanisme penjerapan ekstrak temulawak
Perbedaan keseragaman nanopartikel antara diduga merupakan penjerapan fisik dengan
kedua sampel disebabkan proses pemberian bantuan energi ultrasonikasi. Hal ini
energi ultrasonikasi untuk pemecahan partikel disebabkan senyawa aktif dalam ekstrak
pada sampel dua kali ultrasonikasi lebih temulawak dan kitosan tidak memiliki muatan
banyak dibandingkan dengan satu kali sehingga tidak ada ikatan ionik yang terjadi.
ultrasonikasi. Akan tetapi, ukuran partikel Menurut Mi et al. (1999), kitosan akan
terkecil yang diperoleh dari kedua perlakuan berikatan silang dengan TPP membentuk
relatif sama yaitu sebesar 400 nm. butiran manik-manik yang memiliki pori-pori.
Indikasi penyalutan ekstrak temulawak Pori-pori tersebut dapat digunakan untuk
oleh kitosan dapat dilihat dari morfologi menjerap bahan seperti logam atau obat-
nanopartikel yang dihasilkan dari foto SEM. obatan. Berdasarkan penelitian Kencana
Menurut Desai & Park (2005), nanokitosan (2009), energi ultrasonikasi dapat memberikan
yang telah terisi dengan senyawa obat tekanan terhadap partikel ekstrak temulawak
memiliki bentuk seperti bola dan morfologi sehingga masuk dalam kitosan melalui pori-
permukaan partikel yang lebih halus. pori hasil ikatan silang partikel kitosan dengan
Nanokitosan yang tidak terisi dengan senyawa TPP. Akan tetapi, diperlukan penelitian
obat cenderung memiliki bentuk tidak lanjutan mengenai mekanisme penjerapan
beraturan dan memiliki morfologi permukaan ekstrak temulawak oleh nanopartikel kitosan.
partikel yang cekung. Selain itu, konsentrasi Hasil perbandingan kedua perlakuan
TPP yang ditambahkan akan mempengaruhi tersebut menunjukkan teknik penambahan
porositas kitosan. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak temulawak setelah diperoleh
TPP menyebabkan ikatan silang dengan nanopartikel kitosan kering dengan
kitosan semakin banyak sehingga pori-pori ultrasonikasi 30 menit menghasilkan rentang
kitosan-TPP semakin kecil. Ukuran pori ukuran lebih kecil. Selanjutnya, teknik ini
kitosan-TPP yang terlalu kecil dapat akan digunakan untuk menentukan pengaruh
menyebabkan ekstrak temulawak sulit masuk waktu ultrasonikasi 60 menit terhadap ukuran
ke dalam kitosan. nanopartikel ekstrak temulawak.

a b

Gambar 6 Foto SEM nanopartikel temulawak dengan sekali ultrasonikasi (a) dan dua kali
ultrasonikasi 30 menit (b) pada perbesaran 4000 kali dengan skala 3,1 cm : 5000 nm.
Partikel terbesar dalam lingkaran kuning sedangkan partikel terkecil dalam lingkaran
merah (inset).
13

Pengaruh Ultrasonikasi 30 menit dan 60 oleh semua partikel dalam larutan kitosan.
menit Pemecahan molekul kitosan ini terjadi apabila
Nanopartikel ekstrak temulawak tersalut frekuensi gelombang yang dikeluarkan
kitosan yang memiliki keseragaman tinggi dan ultrasonikator mengalami resonansi dengan
ukuran terkecil diperoleh dengan perlakuan frekuensi molekul kitosan. Resonansi
dua kali ultrasonikasi selama 30 menit. Akan merupakan peristiwa ikut bergetarnya suatu
tetapi belum diketahui apakah penambahan benda akibat gelombang dari sumber (Tipler
waktu ultrasonikasi masih berpengaruh 1998).
terhadap ukuran nanopartikel ekstrak Keragaman ukuran nanopartikel ekstrak
temulawak dengan teknik penambahan ekstak temulawak tersalut kitosan yang diperoleh
temulawak setelah terbentuk nanopartikel pada penelitian ini cukup besar. Menurut
kitosan kering. Variasi waktu sonikasi selama Poulain & Nakache (1997), keragaman ini
30 menit dan 60 menit dilakukan untuk dapat dikurangi dengan ultrafiltrasi atau
mengetahui apakah ukuran nanopartikel ultrasentrifugasi. Ultrafiltrasi dengan alat
ekstrak temulawak masih bisa dioptimalkan mikrokonsentrator yang dilengkapi membran
dengan penambahan waktu ultrasonikasi. ultrafiltrasi dapat memisahkan nanopartikel
Kedua sampel nanopartikel kitosan- dengan mikropartikel. Mikrokonsentrator ini
ekstrak temulawak kering yang diperoleh bahkan dapat digunakan untuk seleksi
diamati ukuran dan morfologi partikel dengan nanopartikel yang telah terisi atau belum
SEM. Hasil foto SEM yang diperoleh terisi. Ultrasentifugasi dengan pendingin pada
menunjukkan nanopartikel ekstrak temulawak kecepatan 20.000 rpm selama 45 menit dapat
dengan dua kali ultrasonikasi selama 30 menit memisahkan nanopartikel yang telah terisi
memiliki rentang ukuran 647 - 3529 nm pada bagian pelet dan nanopartikel yang tidak
sedangkan sampel yang sama dengan waktu terisi pada bagian supernatan.
ultrasonikasi 60 menit berukuran 470 3000 Letak ekstrak temulawak tidak dapat
nm (Gambar 7). Perbedaan ukuran ini diketahui dari foto SEM. Salah satu metode
memperlihatkan bahwa masih ada efek yang dapat digunakan untuk menentukan
pemecahan molekul kitosan yang dihasilkan gugus fungsi senyawa adalah FTIR. Menurut
dari penambahan waktu ultrasonikasi. Bisht et al. (2007) dan Poulain & Nakache
Menurut Kencana (2009), semakin lama (1997), FTIR dapat digunakan untuk
waktu ultrasonikasi menyebabkan energi yang menentukan keberadaan polimer yang
dikeluarkan oleh ultrasonikator dapat diterima dijadikan sebagai bahan pengisi.

a b

c d

Gambar 7 Foto SEM nanopartikel temulawak sonikasi 30 menit (a) dan sonikasi 60 menit (b)
pada perbesaran 2000 kali serta sonikasi 30 menit (c) dan sonikasi 60 menit (d) pada
perbesaran 10000 kali dengan skala 1,7 cm : 1000 nm. Partikel terkecil ditunjukkan
dengan lingkaran merah sedangkan partikel terbesar ditunjukkan dengan lingkaran
kuning.
14

Gugus Fungsi Spesifik Nanopartikel spesifik dari kurkumin dan kitosan


Ekstrak Temulawak ditunjukkan pada Tabel 5.
Penentuan keberadaan ekstrak temulawak Grafik transmitan hasil FTIR nanokitosan
dalam kitosan sangat diperlukan untuk murni pada penelitian ini menunjukkan
mengetahui kemampuan penyalutan. Salah adanya gugus amida pada bilangan gelombang
satu metode yang dapat digunakan untuk 1575 cm-1. Gugus yang sama terlihat juga
menentukan keberadaan ekstrak temulawak pada sampel nanopartikel ekstrak temulawak
adalah FTIR. Spektrum infra merah dapat dengan sonikasi 30 dan 60 menit yaitu pada
mendeteksi keberadaan gugus fungsi yang bilangan gelombang 1576 cm-1 dan 1572 cm-1
digunakan untuk identifikasi senyawa dalam (Gambar 8). Gugus fungsi hidroksil pada
suatu sampel polimer (Zhang et al. 2007). sampel nanokitosan murni muncul pada
FTIR yang digunakan pada penelitian ini bilangan gelombang 3415 cm-1 (Tabel 5).
menggunakan bilangan gelombang tingkat Menurut Bumkhar & Pokharkar (2006) dan
menengah yaitu antara 4000200 cm-1. Firdaus et al. (2008), gugus hidroksil pada
Pembanding yang digunakan pada penelitian kitosan akan muncul pada bilangan
ini adalah standar kurkumin. Hal ini gelombang sekitar 3450 cm-1 karena adanya
disebabkan belum adanya data FTIR standar interaksi regangan vibrasi antara gugus
ekstrak temulawak. Kurkumin digunakan hidroksil dengan gugus amida pada kitosan.
sebagai pembanding karena merupakan salah Berdasarkan grafik FTIR yang diperoleh,
satu senyawa aktif yang terdapat dalam gugus fungsi khas yang terdapat pada
ekstrak temulawak (Wahyudi 2006). kurkumin seperti gugus fungsi C=O, C=C,
Prinsip kerja FTIR berdasarkan pada dan C-H tekuk tidak terdeteksi pada sampel
serapan atau transmitan sinar infra merah oleh nanopartikel ekstrak temulawak dengan
molekul penyusun suatu senyawa pada ultrasonikasi 30 menit maupun 60 menit.
sampel. Apabila frekuensi dari suatu vibrasi Akan tetapi terjadi pergeseran gugus fungsi
gugus fungsi sama dengan frekuensi radiasi OH, -NH2, C-O, dan C-H ulur pada sampel
sinar infra merah maka molekul akan nanopartikel ekstrak temulawak dibandingkan
menyerap sinar tersebut. Hal ini menyebabkan dengan standar kitosan. Pergeseran panjang
tidak semua sinar infra merah diserap oleh gelombang tersebut disebabkan adanya
molekul, sebagian lainnya diteruskan interaksi antara gugus fungsi lain selain gugus
(Kencana 2009). Data yang diperoleh dari alat fungsi kitosan (Colthup et al. 1975). Gugus
ini berupa grafik serapan dan transmitan dari fungsi spesifik kurkumin yang tidak terdeteksi
sampel. pada sampel nanopartikel ekstrak temulawak
Menurut Wahyudi (2006), kurkumin disebabkan konsentrasi ekstrak temulawak
memiliki gugus fungsi spesifik yaitu C-H ulur, yang digunakan dalam metode ini sangat
C-H tekuk, C-C, C=C, -OH, C-O, dan C=O sedikit yaitu 5%. Keberadaan kurkumin dapat
sedangkan gugus fungsi khas yang terdapat terlihat dari warna kuning sediaan
pada kitosan murni adalah gugus amida (- nanopartikel ekstrak temulawak kering.
NH2) dan hidroksil (-OH) (Bumkhar & Analisis lanjutan menggunakan XRD
Pokharkar 2006, Firdaus et al. 2008). diperlukan untuk membuktikan adanya
Bilangan gelombang tiap gugus fungsi senyawa pengisi dalam kitosan.

Tabel 5 Bilangan gelombang gugus fungsi spesifik standar kurkumin, standar kitosan, sampel
nanopartikel kitosan-ekstrak temulawak dengan ultrasonikasi 30 dan 60 menit
Bilangan gelombang (cm-1)
Gugus Sampel Sampel
fungsi Kurkumin Kitosan ultrasonikasi 30 ultrasonikasi 60 Literatur
menit menit
-OH 3509 3415 3398 3372 3700-3100
C-H ulur 2922 2926 2925 2924 3000-2700
C=O 1628 - - - 1900-1550
C=C 1602 - - - 1700-1550
N-H 1575 1576 1572 1660-1500
C-C 1429 1413 1413 1411 1500-1430
C-O 1281 1257 1256 1259 1300-1000
C-H tekuk 812 - - - 880-750
Sumber data literatur: Colthup et al. (1975)
15

Transmitan

Bilangan gelombang

Gambar 8 Grafik transmitan hasil FTIR untuk standar kurkumin (ungu), standar kitosan (biru),
sampel nanopartikel ekstrak temulawak sonikasi 30 menit (hijau), dan nanopartikel
eksrak temulawak sonikasi 60 menit (jingga).

Derajat Kristalinitas Nanopartikel Ekstrak (2002), adanya molekul pengisi tersebut


Temulawak menyebabkan susunan antar partikel menjadi
Analisis XRD digunakan untuk semakin kompak. Nilai derajat kristalinitas
menentukan struktur fisik bahan. Data yang nanokitosan merupakan yang paling rendah
diperoleh dari analisis XRD berupa grafik menunjukkan nanokitosan lebih mudah
hubungan sudut difraksi sinar X pada bahan disisipi dengan ekstrak temulawak
dengan intensitas sinar yang dipantulkan oleh dibandingkan nanopartikel ekstrak temulawak
bahan. Nilai derajat kristalinitas dapat sonikasi 30 dan 60 menit. Data ini
diketahui dari grafik kristalinitas yang menunjukkan bahwa ekstrak temulawak telah
memotong bagian lembah dari grafik. mengisi kitosan.
Hasil karakterisasi sampel nanopartikel Puncak-puncak yang sangat tajam pada
dengan XRD menunjukkan sifat amorf. Sifat grafik derajat kristalinitas (Lampiran 5)
amorf ini menunjukkan bahwa partikel menunjukkan adanya pengotor logam yang
penyusun suatu molekul tersusun secara tidak bersifat kristalin. Logam yang terdeteksi
beraturan dan kurang kompak. merupakan bahan cetakan yang digunakan
Ketidakteraturan susunan partikel ini untuk meletakkan sampel. Hal ini disebabkan
menyebabkan ruang di antara partikel mudah sampel yang dianalisis terlalu sedikit sehingga
untuk disisipi partikel lain. Semakin amorf terdapat bagian cetakan yang tidak tertutup
sifat suatu molekul maka semakin mudah oleh sampel.
untuk disisipi molekul lain (Mason & Lorimer
2002) Sifat ini ditandai dengan puncak pada Tabel 6 Nilai derajat kristalinitas sampel
sudut difraksi 20 untuk sampel nanopartikel nanopartikel ekstrak temulawak hasil
kitosan-ekstrak temulawak ultrasonikasi 30 analisis XRD
menit dan 21 pada sampel nanopartikel Derajat
Sampel
kitosan-ekstrak temulawak ultrasonikasi 60 kristalinitas (%)
menit. Menurut Kencana (2009), bentuk Nanopartikel kitosan
amorf ditandai dengan puncak lemah pada 21,94
sudut difraksi 20. Nanopartikel ekstrak
22,24
Nilai derajat kristalinitas yang diperoleh temulawak
dari ketiga sampel ditunjukkan pada Tabel 6. ultrasonikasi 30
Kenaikan derajat kristalinitas pada sampel menit
nanopartikel ekstrak temulawak dengan dua Nanopartikel ekstrak 23,58
kali ultrasonikasi selama 30 menit dan 60 temulawak
menit menunjukkan adanya molekul pengisi ultrasonikasi 60
dalam kitosan. Menurut Mason & Lorimer menit
16

SIMPULAN DAN SARAN effects. J Antimicrob Chemotherapy 52:


931-938.
Simpulan
Optimasi pembuatan nanopartikel ekstrak Alasalvar C, Taylor T. 2002. Seafoods-
temulawak menghasilkan perlakuan terpilih Quality, Technology and Nutraceutical
yaitu dengan penambahan TPP 0,5%, dua kali Applications. New York: Springer.
ultrasonikasi selama 60 menit, dan
pengeringan semprot. Rendemen yang Ambarsari L, Kurniati M, Nurcholis W,
diperoleh sebanyak 5,47% sedangkan ukuran Andrianto D, Darusman LK. 2009.
nanopartikel yang diperoleh dari perlakuan Pembuatan nanopartikel kitosan sebagai
terpilih dengan menggunakan SEM berkisar bahan penyalut alami. Laporan Hasil
470 3000 nm. Permukaan nanopartikel Penelitian IPB.
ekstrak temulawak lebih halus dan cembung
dibandingkan dengan nanokitosan. Hasil ini
Babtsov et al. penemu; Tagra Biotechnologies
menunjukkan ekstrak temulawak telah masuk
Ltd. 23 Agu 2005. Method of
dalam kitosan. Karakterisasi FTIR
microencapsulation. US patent 6 932
menunjukkan tidak adanya gugus fungsi
984.
kurkumin yang khas pada sampel nanopartikel
ekstrak temulawak dengan dua kali
ultrasonikasi selama 30 menit dan 60 menit. Birnbaum DT, Peppas B. 2003. Microparticle
Akan tetapi, terjadi kenaikan derajat Drug Delivery Systems. Drug Delivery
kristalinitas pada sampel nanopartikel kitosan- Systems in Cancer Therapy. Totowa:
esktrak temulawak dibandingkan dengan Humana Press.
nanopartikel kitosan yang menunjukkan
adanya molekul yang mengisi kitosan. Bisht S et al. 2007. Polymeric nanoparticle -
encapsulated curcumin (nanocurcumin):
Saran a novel strategy for human cancer
Uji in vivo terhadap sampel nanopartikel therapy. J of Nanobiotechnol. 5:1-18.
ekstrak temulawak diperlukan untuk
mengetahui efisiensi dan bioavailabilitas Bumkhar DR, Pokharkhar VB. 2006. Studies
nanopartikel dalam mencapai sistem on effect of pH on cross-linking of
peredaran darah. Penambahan emulsifier chitosan with sodium tripolyphosphate:
diperlukan untuk mencegah terjadinya a technical note [catatan penelitian].
penggumpalan pada sampel nanopartikel. http://www.aapspharmscitech.org.html
Selain itu, pemurnian ekstrak temulawak dan [17 Jan 2010]
variasi perbandingan ekstrak temulawak
dengan kitosan diperlukan untuk mengetahui Colthup NB, Daly LH, Wiberley SE. 1975.
kadar optimum ekstrak temulawak yang Introduction To Infrared And Raman
mampu terjerap oleh kitosan. Spectroscopy. New York: Academic
Press

DAFTAR PUSTAKA Dalimartha S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat


Jilid ke-2. Jakarta: Puspa Swara.
Afifah E, Tim Lentera. 2003. Khasiat dan
Manfaat Temulawak: Rimpang Desai KGH, Park HJ. 2005. Preparation and
Penyembuh Aneka Penyakit. Jakarta: characterization of drug-loaded
Agromedia Pustaka. chitosantripolyphosphate microspheres
by spray drying. Drug Development Res.
Aguilar MI, Guilermo D, Maria LV. 2001. 64:114128.
New bioactive derivatives of
xanthorrhizol. J. Mex. Chem. Soc. 45:56- Enriquez de Salamanca A et al. 2006.
59. Chitosan Nanoparticles as a Potential
Drug Delivery System for the Ocular
Ain Q, Sharma S, Khuller GK, Garg SK. Surface: Toxicity, Uptake Mechanism
2003. Alginate-based oral drug delivery and In Vivo Tolerance. Investigative
system for tuberculosis Ophthalmology & Visual Science
pharmakokinetics and therapeutics 47:1416-1425.
17

Firdaus F, Darmawan E, Mulyaningsih S. Kencana AL. 2009. Perlakuan sonikasi


2008. Karakteristik spektra infrared (IR) terhadap kitosan: viskositas dan bobot
kulit udang, kitin, dan kitosan yang molekul [skripsi]. Bogor: Fakultas
dipengaruhi oleh proses demineralisasi, Matematika dan Ilmu Pengetahuan
deproteinisasi, deasetilasi I, dan Alam, Institut Pertanian Bogor.
deasetilasi II. Jurnal Ilmiah Farmasi
4:11-22. Kim DG et al. 2006. Preparation and
characterization of retinol-encapsulated
Hejazi R, Amiji M. 2003. Chitosan-based chitosan nanoparticle. J. App. Chem.
gastrointestinal delivery systems. J. 10:65-68.
Control Rel. 89:151165.
Lee DW, Shirley SA, Lockey RF, Mohapatra
Hennen WJ. 1996. Chitosan Natural Fat SS. 2006. Thiolated chitosan
Blocker. Salt Lake City: Woodland nanoparticles enhance anti-inflammatory
Publishing Inc. effects of intranasally delivered
theophylline. BioMed Central 7:1-10.
Hirano S. 1996. Chitin biotechnology
application. Dalam: El-Gewely MR. Lim et al. 2005. Antioxidant and
1996. Biotechnology Annual Review. antiinflammatory activities of
Canada: Elsevier. xanthorrhizol in hippocampal neurons
and primary cultured microglia. J. of
Hu Z, Chan WL, Szeto YS. 2007. Neurosci. Res. 82:831838.
Nanocomposite of chitosan and silver
oxide and its antibacterial property. J Luque AP, Rubiales D. 2009. Nanotechnology
Appl Polym Sci. 108: 5256 for parasitic plant control. J. of Pest.
Manag. Sci. 65:540545.
Hwang JK. 2004. Xanthorrhizol: a potential
antibacterial agent from Curcuma Madsen et al. 2001. Environmental and
xanthorrihiza againts Streptococcus Health Assessment of Substance in
mutant. Plant. Med. 66:196-197. Household Detergent and Cosmetic
Detergent Product. Horslhom:
Jain KK. 2008. The Handbook of Miljostirelsen.
Nanomedicine. Basel: Humana Press.
Malsch NH. 2005. Biomedical
Jennings TA. 1999. Lyophilization: Nanotechnology. New York: Taylor &
Introduction & Basic Principles. CRC Francis Group.
Press: Florida.
Marczylo et al. 2007. Comparison of systemic
Kallender P. 2004. Japan boosts availability of curcumin with that of
nanotechnology budget and industrial. curcumin formulated with
Small Times. [terhubung berkala]. phosphatidylcholine. J. of Cancer
http://www.electroiq.com/index/nanotec Chemotherapy and Pharmacology. 60:
h-mems.html [30 Des 2009]. 171-177.

Kaats GR, Michalek JE, Preuss HG. 2006. Mason TJ, Lorimer JP. 2002. Applied
Evaluation efficacy of a chitosan Sonochemistry : The Uses of Power
product using a double-blinded, placebo- Ultrasound in Chemistry and
controlled protocol. Journal of the Processing. Verlag: Whiley-VCH.
American College of Nutrition 25: 389
394. Matthews E. 2002. The State of The Forest:
Indonesia. [terhubung berkala].
Kauper P et al. 2007. Chitosan-based http://www.globalforestwatch.org/comm
nanoparticles for medical applications on/indonesia.html [6 Mei 2011].
stability in physiological environments.
Journal of European Cells and Material. Memisoglu-Bilensoy E, Hincal AA. 2006.
13:3. Sterile, injectable cyclodextrin
18

nanoparticles: effects of gamma Radt B, Smith A, Caruso F. 2004. Optically


irradiation and autoclaving. Int J Pharm addressable nanostructured capsules. J
311: 203-208. Adv Mater 16:21842189.

Mi FL, Shyu SS, Lee ST, Wong TB. 1999. Ravindran PN, Babu KN, Sivaraman K. 2007.
Kinetic study of chitosan- Turmeric: The Genus Curcuma. Boca
tripolyphosphate complex reaction and Raton: CRC Press.
acid-resistive properties of the chitosan-
tripolyphosphate gel beads prepared by Rukayadi Y, Hwang JK. 2006. In vitro
in-liquid curing method. J Polym Sci activity of xanthorrhizol against
37:1551-1564. Streptococcus mutans biofilms. Journal
Compilation The Society for Appl.
Morcol T et al. 2004. Calcium phosphate- Microbiol. 42:400404.
PEG-insulin-casein (CAPIC) particles as
oral delivery systems for insulin. Int J Rukayadi Y, Hwang JK. 2007. In vitro
Pharma 277:9197. antimycotic activity of xanthorrhizol
isolated from Curcuma xanthorrhiza
Mozafari et al. 2006. Recent trends in the Roxb. against opportunistic filamentous
lipid-based nanoencapsulation of fungi. Phytother. Res. 21: 434438.
antioxidants and their role in foods. J Sci
Food Agric 86:20382045. Sembiring BBr, Mamun, Ginting EI. 2006.
Pengaruh kehalusan bahan dan lama
Muzarelli RAA, Peter MG. 1997. Chitosan ekstraksi terhadap mutu ekstrak
Handbook. Grottammare: Europan temulawak (curcuma xanthorriza
Chitin Society. Roxb.). J. Bul. Littro. 17: 53 58.

Nurkhasanah. 2006. Bahan obat alam sumber Sidik, Mulyono MW, Mutadi A. 1995.
pendapatan pembangunan. Di Dalam: Al Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Chaidar, editor. Prosiding Persidangan Roxb). Jakarta: Yayasan Pengembangan
Antarbangsa Pembangunan Aceh; Obat Phytomedica.
Bangi, 26-27 Desember 2006: Selangor:
UKM Bangi. hlm 82-87. Soppimath KS, Aminabhavi TM, Kulkarni
AR, Rudzinski WE. 2001.
Patel RP, Patel MP, Suthar AM. 2009. Spray Biodegradable polymeric nanoparticles
drying technology: an overview. Indian as drug delivery devices. J of Controlled
Journal of Science and Technology 10: Release 70:1-20.
44-47.
Sulisck KS, Price GJ. 1999. Applications of
Pirrung MC. 2007. The Synthetic Organic ultrasound to materials chemistry. Annu
Chemists Companion. New Jersey: Rev Mater Sci. 29:295-326.
John Wiley & Sons Inc.
Sunderland CJ, Steiert M, Talmadge JE,
Poole CPJr, Owens FJ. 2003. Introduction to Derfus AM, Barry SE. 2006. Targeted
Nanotechnology. New Jersey: John nanoparticles for detecting and treating
Wiley & Sons Inc. cancer. Drug Dev. Res. 67:7093.

Poulain N, Nakache E. 1998. Nanoparticles Suwiah A. 1991. Pengaruh perlakuan bahan


from vesicles polymerization II. dan jenis pelarut yang digunakan pada
evaluation of their encapsulation pembuatan temulawak (Curcuma
capacity. J. Polym. Sci. 36: 30353043. xanthorrhiza Roxb) instan terhadap
rendemen dan mutunya. [skripsi].
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian,
Prasetyo KW. 2009. Pengolahan limbah Institut Pertanian Bogor.
cangkang udang. [terhubung berkala].
http://www.biomaterial.lipi.go.id/?p=15 Suyatma NE, Copinet A, Coma V, Tighzert L.
4.html. [3 Jan 2010]. 2004. Mechanical and barrier properties
19

of biodegradable films based on chitosan nanoparticle as a protein carrier. J


and poly (lactic acid) for food packaging Biomaterials 24:50155022.
application. J. of Polym. and the
Environ. 12:1-12. Zhang Y, Yang Y, Tang K, Hu X, Zhou G.
2007. Physicochemical characterization
Tipler PA. 1998. Fisika untuk Sains dan and antioxidant activity of quercetin-
Teknik. Prasetyo L & Adi RW, loaded chitosan nanoparticles. J Appl.
penerjemah. Jakarta: Erlangga. Polym. Sci. 107: 891897.
Terjemahan dari: Physics for Scientists
and Engineers. Zuidam NJ, Nedovic V. 2010. Encapsulation
Technologies for Active Food
[USGAO] United States Government Ingredients and Food Processing. New
Accountability Office. 2008. Accuracy York: Springer.
of data on federally funded
environmental, health, and safety
research could be improved.
http://www.gao.gov/products/GAO-08-
709T.html [30 Des 2009].

Wahyudi A. 2006. Pengaruh penambahan


kurkumin dari rimpang temu giring pada
aktivitas antioksidan asam askorbat
dengan metode FTC. J Akta Kimindo 2:
37 40.

Wardiyati S. 2004. Pemanfaatan ultrasonik


dalam bidang kimia. Di dalam:
Penguasaan IPTEK Bahan untuk
Meningkatkan Kualitas Produk
Nasional. Prosiding Pertemuan Ilmiah
IPTEK Bahan; Serpong, 7 Sep 2004.
Serpong: P3IB Batan. Hlm 419-424.

Warsiti AD. 2008. Penggunaan etil selulosa


sebagai matriks tablet lepas lambat
tramadol HCl: studi evaluasi sifat fisik
dan profil disolusinya [skripsi].
Surakarta: Fakultas Farmasi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Wedmore I, Mc Manus JG, Pusateri AE,


Holcomb JB. 2006. A Special Report on
the Chitosan-based Hemostatic
Dressing: Experience in Current Combat
Operations. J Trauma 60:655658.

Won J et al. 2008. Stability analysis of zinc


oxide nanoencapsulated conjugated
linoleic acid and gamma linoleic acid. J
of Food Sci 73:39-43.

Xu Y, Du Y, Huang R, Gao L. 2003.


Preparation and modification of N-(2-
hydroxyl) propyl-3-trimethyl
ammonium chitosan chloride
LAMPIRAN
21

Lampiran 1 Strategi optimasi pembuatan nanopartikel ekstrak temulawak

Nanopartikel Kitosan dengan


variasi penambahan TPP, waktu
sonikasi, dan proses liofilisasi

Formula terpilih hasil


SEM

Pemilihan metode penambahan ekstrak temulawak di


awal dan metode penambahan setelah terbentuk
nanokitosan dengan formula terpilih

Formula terpilih hasil


SEM

Variasi waktu sonikasi 30 dan 60


menit terhadap formula terpilih

Analisis SEM Analisis FTIR Analisis XRD

Nanopartikel Ekstrak
Temulawak
22

Lampiran 2 Penghitungan nilai rendemen nanokitosan hasil pengeringan semprot


pada tiap waktu sonikasi

Sampel dengan sonikasi 30


Sampel dengan sonikasi 60 menit
menit
Sampel
Bobot Bobot Rendemen Bobot Bobot Rendemen
awal (g) akhir (g) (%) awal (g) akhir (g) (%)
Kitosan 2,00 0,6515 32,58 % 2,00 0,8041 40,21 %
Kitosan + 2,25 0,8329 37,02 % 2,25 0,6144 27,31 %
TPP
Keterangan:
Bobot kitosan 2% dalam 100 mL asetat (b/v)= 2,00 gram
Bobot TPP 0,5% dalam 50 mL akuades (b/v)= 0,25 gram

Persentase rendemen dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai


berikut:

% Rendemen = 100%
,
= ,
100%
= 32,58 %
23

Lampiran 3 Penghitungan nilai rendemen nanokitosan hasil sekali dan dua kali
ultrasonikasi

Sampel dengan sonikasi 30 menit


Sampel Bobot awal Bobot akhir Rendemen (%)
(g) (g)
Kitosan+TPP+ekstrak 2,30 0,8621 37,48 %
temulawak (sekali
ultrasonikasi)
Nanokitosan+ekstrak 2,30 0,1258 5,47 %
temulawak (dua kali
ultrasonikasi)
Keterangan:
Bobot kitosan 2% dalam 100 mL asetat (b/v) = 2,00 gram
Bobot TPP 0,5% dalam 50 mL akuades (b/v) = 0,25 gram
Bobot ekstrak temulawak 5% dalam 1 ml etanol 70% = 0.05 gram

Persentase rendemen dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai


berikut:

% Rendemen = 100%
,
= ,
100%
= 37,48 %
24

Lampiran 4 Sampel hasil pengeringan beku berbentuk lembaran membran (a)


sedangkan hasil pengeringan semprot berbentuk serbuk (b)

b
25

Lampiran 5 Grafik derajat kristalinitas (biru) nanopartikel kitosan (atas),


nanopartikel ekstrak temulawak dengan dua kali ultrasonikasi 30
menit (tengah), dan 60 menit (bawah) menunjukkan puncak lemah
(jingga) pada sudut difraksi sekitar 20
Intensitas Sinar X

Derajat Kemiringan Sinar


X

Anda mungkin juga menyukai