METODE HOMOGENISASI
NINA JUSNITA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Nina Jusnita
NIM F351110031
*
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait
RINGKASAN
Curcuma xanthorriza Roxb. has been used widely for treatment of lack of
appetite, stomach ulcers, eczema, and acne. Curcuma xanthorriza Roxb. contain
yellow pigments known as curcuminoids (curcumin and desmetoxicurcumin),
protein, phosphorus, potassium, iron and vitamin C, with curcumin as the highest
component (50-60 %). Curcuma xanthorriza Roxb. is served by soaking the
rhizome or powder in hot water. Curcumin has a low bioavailability and poor-
water solubility, to enhance its properties, the curcumin convert to nanoemulsion.
The combination of emulsifiers and stabilizers will result a smaller droplets.
In this study, Tween 80 was used as emulsifier because can easily to get, soluble
in water and suitable for oil in water emulsions. In making nanoemulsion of
curcuma extract, maltodextrin is added as a thickening agent which can increase
the viscosity and slow down the deposition process, thus resulting nanoemulsion
more stable.
Nanoemulsions stabilized by Tween 80 and maltodextrin were prepared by
homogenization. The purposes of this study were to produce nanocurcumin by
homogenization methode and to see the effect of curcumin extract, the speed and
time of homogenization. In this research, the curcuma extract was produced by
maceration in ethanol with ratio of simplicia powder to ethanol 1:5 for 3 hours
with stirring at 220 rpm. To produced nanoemulsion, 20 and 30 % of curcumin
extract as the oil phase was mixed by continue phase that consist of buffer
phosphat pH 7, Tween 80 (10 % v/v) and maltodextrin (1:1 v/w). The oil and
continue phase were mixed by homogenizer at 20 000, 22 000 and 24 000 rpm for
20, 30 and 40 minutes.
Nanoemulsion of curcuma extract produces better characteristics. It can be
seen from the color, droplet size, viscosity, pH, solubility and bioavailability.
Nanoemulsion of curcuma extract have transparent color. The research was able
to produce nanocurcumin with the droplet size 95 nm (less than 100 nm) by using
a variation of the stirring speed 22 000 for 20 minute and curcumin concentration
30 %. The viscosity of nanoemulsion was 3,23 cP and has pH that suitable to
human’s skin (6,79). Nanoemulsion of curcuma extract soluble in non-polar
solvents (hexane and acetone), semi-polar solvent (ethanol and methanol) as well
as the polar solvent (water). Nanoemulsion also have a higher bioavailability
(21,75 %) compared with extracts of curcumin emulsion (0,32 %).
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PRODUKSI NANOEMULSI EKSTRAK TEMULAWAK
DENGAN METODE HOMOGENISASI
NINA JUSNITA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Dwi Setyaningsih S.TP, M.Si
Judul Tesis : Produksi Nanoemulsi Ekstrak Temulawak dengan Metode
Homogenisasi
Nama : Nina Jusnita
NIM : F351110031
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Akhirnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu, tiada balasan
yang dapat disampaikan melainkan doa yang tulus semoga Allah SWT membalas
amal baik yang telah diberikan agar senantiasa selalu dalam lindungan-Nya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan menjadi acuan para pembaca untuk
melakukan pengembangan penelitian selanjutnya. Semoga ilmu yang penulis
peroleh dapat bermanfaat untuk kemaslahatan umat dan tesis ini dapat
dikembangkan, diaplikasikan dan bermanfaat menuju bangsa dan negara yang
mandiri. Aamiin.
Nina Jusnita
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR ii
DAFTAR LAMPIRAN iii
1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 3
1.4 Ruang Lingkup 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 3
1.1 Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) 3
2.2 Kurkumin 4
2.3 Ekstraksi 5
2.4 Emulsi 6
2.5 Nanoemulsi 7
3 METODOLOGI 10
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 10
3.2 Bahan dan Alat 10
3.3 Metode Penelitian 10
3.4 Rancangan Percobaan dan Analisis Data 13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 13
4.1 Ekstrak temulawak 13
4.2 Karakterisasi Nanoemulsi ekstrak temulawak 14
5 SIMPULAN DAN SARAN 26
DAFTAR TABEL
dalam bentuk nanoemulsi yang diharapkan mampu diserap tubuh lebih baik (100
%) dan kelarutan yang lebih baik. Hal ini diharapkan akan mengefisienkan
penggunaannya. Nanoemulsi yang dihasilkan dapat digunakan pada industri obat-
obatan, parfum, kosmetika, makanan-minuman, aromaterapi dan lain-lain. Pada
penelitian ini, pembuatan nanoemulsi ekstrak temulawak dilakukan menggunakan
metode homogenisasi. Proses homogenisasi untuk mengecilkan ukuran partikel
perlu dilakukan untuk mendapatkan emulsi yang stabil (Chiewchan et al. 2006).
Prinsip kerja homogenizer yaitu mengurangi ukuran butiran dengan cara
menggerus partikel besar, sehingga menghasilkan partikel berukuran lebih kecil
dari ukuran sebelumnya. Pada umumnya proses emulsifikasi secara mekanis dapat
meningkatkan stabilitas emulsi, namun kombinasi dengan bahan pengemulsi atau
penstabil akan menghasilkan ukuran butiran emulsi lebih kecil, sehingga lebih
stabil (Marie et al. 2002). Emulsi santan yang dihomogenisasi menggunakan
homogenizer mampu bertahan selama 24 jam pada suhu ruang (30o C) (Tanta dan
Pongsawatmanit 2004). Penambahan emulsifier dapat mencegah koalesen, yaitu
penggabungan irreversible dua atau lebih butiran menjadi unit yang lebih besar
dan mudah mengendap (Tangsuphoom at al. 2005). Pada penelitian ini digunakan
Tween 80 sebagai emulsifier karena mudah didapat, larut dalam air dan cocok
digunakan untuk emulsi minyak dalam air.
Peningkatan kestabilan emulsi dapat diperoleh dengan meningkatkan
viskositas karena semakin meningkatnya viskositas akan mengurangi kecepatan
pemisahan emulsi. Viskositas dapat meningkat dengan adanya penambahan bahan
pengental. Emulsi akan stabil apabila tidak cepat mengalami pengendapan (Ansel
1989). Penggunaan maltodekstrin sebagai bahan pengental dan penstabil
bertujuan untuk meningkatkan viskositas dan memperlambat proses pengendapan,
sehingga emulsi akan stabil. Maltodekstrin dipilih karena dapat meningkatkan
viskositas produk dan dapat larut dalam air (Deman 1993).
Permasalahan dari proses yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana kombinasi kecepatan dan lama pengadukan serta konsentrasi
ekstrak temulawak yang terbaik untuk menghasilkan nanoemulsi ekstrak
temulawak yang berkualitas tinggi
2. Bagaimana sifat fisikokimia nanoemulsi yang dihasilkan menggunakan metode
homogenisasi.
1.3 Tujuan
2 TINJAUAN PUSTAKA
coloris) dan pemberi aroma (corrigentia odoris) (Sidik et al. 1992). Kandungan
kimia rimpang temulawak dibedakan menjadi beberapa fraksi, yaitu fraksi pati,
kurkuminoid dan minyak atsiri (Sidik et al. 1992). Kadar masing-masing
kandungan bergantung pada umur rimpang yang dipanen, letak dan ketinggian
tempat tumbuh temulawak (Sidik 1985). Kandungan senyawa rimpang temulawak
tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
2.2 Kurkumin
2.3 Ekstraksi
2.4 Emulsi
Berdasarkan fase terdispersinya, emulsi dibagi atas dua tipe yaitu tipe
minyak dalam air (O/W) dan tipe air dalam minyak (W/O) (Lissant 1974). Tipe
emulsi W/O adalah emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar ke dalam
minyak, air berfungsi sebagai fase internal & minyak sebagai fase eksternal. Tipe
emulsi O/W adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar ke
dalam air (Ansel, 1989). Sistem emulsi pada dasarnya adalah suatu sistem yang
tidak stabil, karena masing-masing butiran mempunyai kecenderungan untuk
bergabung dengan butiran lainnya membentuk suatu agregat yang akhirnya dapat
mengakibatkan emulsi tersebut pecah (Suryani et al. 2000, Bergenstahl et al.
1990).
Kestabilan emulsi dapat disebabkan oleh banyak hal diantaranya adalah
rasio antar fase minyak dan air, jumlah dan pemilihan emulsifier yang tepat, suhu,
waktu dan kecepatan pencampuran yang tepat, ukuran butiran, perbedaan densitas
antara kedua fase partikel serta viskositas fase eksternal (Bennet 1996 dan Griffin
1954). McClements (2004) menjelaskan bahwa kerusakan atau destabilisasi
emulsi terjadi diantaranya melalui tiga mekanisme utama, yaitu creaming,
flokulasi dan koalesen. Creaming merupakan proses pemisahan yang terjadi
akibat gerakan-gerakan ke atas atau ke bawah. Apabila gerakan yang terjadi ke
atas maka akan terjadi creaming, sebaliknya, apabila gerakan yang terjadi ke
bawah, maka akan terjadi sedimentasi. Hal ini terjadi karena gaya gravitasi
terhadap fase-fase yang berbeda densitasnya. Flokulasi merupakan agregasi
butiran, namun tidak terjadi pemusatan film antar permukaan, sehingga jumlah
dan ukuran butiran tetap. Flokulasi akan mempercepat terjadinya creaming.
Koalesen adalah penggabungan butiran-butiran menjadi butiran yang berukuran
lebih besar karena terjadi pemusatan film antar permukaan, sehingga ukuran
butiran berubah. Jenis-jenis kerusakan emulsi dapat dilihat pada Gambar 2.
Phase
Kinetically inversion
Stable
Emulsion
2.5 Nanoemulsi
3 METODOLOGI
Rimpang temulawak dicuci dan ditiriskan lalu diiris-iris setebal 6-7 mm.
Hasil irisan rimpang kemudian dikeringkan dengan dijemur selama 24 jam sampai
kadar airnya kurang dari 10 %. Setelah kering, simplisia kemudian digiling dan
11
Temulawak
segar
Pencucian
Penirisan
Ekstraksi dengan maserasi
dalam etanol selama 4 jam
pada suhu 30oC
Pengirisan setebal
6-7 mm
Penyaringan
Pengeringan dengan
penjemuran sampai
Pemekatan dengan rotavapor
kadar air < 10%
40oC sampai tidak ada distilat
yang menetes
Serbuk
temulawak
Pencampuran dengan
Tween 80 10% (v/v)
dan maltodekstrin 1:1
(b/v) dengan minyak
Karakterisasi ukuran
Nanoemulsi partikel, viskositas,
Ekstrak kandungan kurkumin,
Temulawak kelarutan dan uji
bioavailabilitas
Keterangan:
Yijk = Nilai pengamatan pada perlakuan kecepatan pengadukan taraf ke-i
dan perlakuan waktu pengadukan taraf ke-j
µ = Nilai tengah polulasi (rata-rata yang sesungguhnya)
Ai = Pengaruh perlakuan kecepatan pengadukan taraf ke-i
Bj = Pengaruh perlakuan waktu pengadukan taraf ke-j
(AB)ij = Interaksi dari kecepatan pengadukan dan waktu pengadukan
Ɛij = Galat (sisa) dari perlakuan
j = Kecepatan pengadukan
j = Waktu pengadukan
Kadar air serbuk temulawak yang dihasilkan sebesar 7,12 % dan telah
memenuhi mutu yang ditetapkan oleh Materia Medika Indonesia (MMI), yaitu
kurang dari 12 %. Penentuan kadar air ini penting untuk mengetahui masa simpan
serbuk kering sampel dan sebagai salah satu syarat bahan baku herbal, dengan
kadar air 10 % maka sampel dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama
(Depkes RI 1995). Suatu sampel dikatakan baik dan dapat disimpan dalam jangka
waktu yang lama apabila memiliki kadar air 10 %. Hal ini disebabkan karena pada
tingkat air tersebut sampel dapat terhindar dari pertumbuhan kapang yang cepat
(Harjadi 1986).
Kadar abu simplisia sebesar 3,24 %, nilai ini memenuhi standar mutu
kadar abu serbuk yaitu sebesar 3-7 %. Kadar kurkumin pada serbuk temulawak
yaitu 2,83 %. Hasil ini tidak berbeda jauh dari beberapa hasil penelitian lain yang
14
membran protektif yang menjaga butiran agar tidak terjadi agregasi sedangkan
penstabil ditambahkan untuk menambah viskositas fase kontinyu (air) sehingga
mencegah pergerakan butiran nanoemulsi dan akan meningkatkan stabilitas
emulsi. Tween 80 termasuk emulsifier nonionik yang bersifat tidak toksik,
hidrofilik dan mempunyai HLB 8-18 sehingga sangat cocok digunakan sebagai
emulsifier dalam pembuatan emulsi minyak dalam air mampu menstabilkan
sistem emulsi minyak dalam air. Di bidang farmasi, Tween 80 dapat membantu
dalam pelepasan obat atau agen dalam kemoterapi. Tween 80 dinyatakan aman
digunakan dalam produk makanan dan telah digunakan pada pembuatan es krim,
pengolahan vitamin/mineral serta produk makanan lainnya. Penambahan
maltodekstrin sebagai pengental dapat meningkatkan viskositas yang akan
mempengaruhi penurunan ukuran butiran. Maltodekstrin dipilih karena
merupakan gula yang tidak manis dan mudah larut dalam air. Maltodekstrin yang
digunakan memiliki nilai DE 15 yang tergolong DE tinggi. Maltodekstrin dengan
DE yang tinggi bersifat higroskopis sehingga dapat larut dalam air dan sesuai
digunakan sebagai pengental dalam emulsi W/O. Keunggulan lainnya yaitu dapat
melindungi zat aktif dari oksidasi, dapat meningkatkan kelarutan dan murah
(Sansone et al. 2011). Nanoemulsi ekstrak temulawak yang dihasilkan dapat
dilihat pada Lampiran 7.
Ukuran butiran yang kecil yang dihasilkan oleh proses homogenisasi dapat
meningkatkan fase terdispersi sehingga viskositas semakin meningkat dan
penyerapan emulsifier dapat meningkat. Ketidakcukupan emulsifier dalam
menyelubungi permukaan butiran-butiran akan menyebabkan koalesen.
Pengemulsian juga membutuhkan waktu homogenisasi yang tepat. Intensitas dan
lama proses pencampuran tergantung waktu yang diperlukan untuk melarutkan
dan mendistribusikannya secara merata.
Viskositas Nanoemulsi
Semakin kecil ukuran butiran, maka nanoemulsi yang terbentuk pun akan
lebih stabil. Kecepatan dan lama putaran sangat berpengaruh terhadap ukuran
butiran yang terbentuk. Kecepatan putar yang semakin tinggi akan menyebabkan
ukuran butiran yang semakin kecil. Setelah emulsi W/O terbentuk, butiran-butiran
akan bergabung satu sama lain melalui proses flokulasi yang diikuti oleh
koalensens. Ukuran butiran yang kecil akan relatif lebih stabil daripada butiran
yang berukuran lebih besar. Hal ini disebabkan karena butiran yang besar
memiliki tegangan muka yang lebih kecil bila dibandingkan dengan butiran yang
berukuran lebih kecil (Sullivan et al. 2002). Butiran berukuran besar ini akan
menarik butiran-butiran yang lebih kecil sehingga membentuk butiran yang lebih
besar. Pada sistem nanoemulsi tipe O/W, penambahan maltodekstrin akan
meningkatkan viskositas, sehingga dapat membentuk nanoemulsi yang lebih stabil
(Tabel 5).
21
Kadar Kurkumin
Perubahan pH
sesuai dengan pH usus halus (7-7,4), dimana usus halus merupakan organ utama
penyerapan obat (Utami 2010).
Gambar 10. Kelarutan nanoemulsi ekstrak temulawak terhadap pelarut heksan (a),
aseton (b), etanol (c), metanol (d) dan air (e)
Bioavailabilitas
Simpulan
Saran
Perlu dicari pelarut lain pengganti etanol sebagai pelarut dalam pembuatan
nanoemulsi agar produk yang dihasilkan halal di konsumsi secara oral. Perlu
dilakukan uji konsentrasi kurkumin terlarut pada masing-masing nanoemulsi yang
telah dilarutkan ke berbagai pelarut. Selain itu juga perlu dicari jenis dan
komposisi emulsifier lain yang dapat menstabilkan nanoemulsi dengan
konsentrasi yang lebih kecil.
DAFTAR PUSTAKA
MMI (Materia Medika Indonesia). 1979. Jilid III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
McClements DJ. 2004. Food Emulsion Principles, Practices, and Techniques.
New York: CRC Pr.
McClements DJ. 2011. Formation of nanoemulsions stabilized by model food-
grade emulsifiers using high-pressure homogenization: Factors affecting
particle size. Food Hydrocoll. 25: 1000-1008.
Mozafari. 2006. Recent trends in the lipid-based nanoencapsulation of
antioxidants and their role in foods. J Sci Food Agric. 86: 2038–2045.
Muller-Fischer N, Suppiger D, Windhab EJ. 2006. Impact of static pressure and
volumetric energy input on the microstructure of food foam whipped in a
rotor-stator device. J. Food Engin. 80: 306-316
Nguyen T. 2010. Emulsi [Internet]. [3 Juni 2011]. Tersedia padaa:
http://crimoet.wordpress.com/2010/09/04/emulsi/.
Parthasarathy VA, Chempakam B, Zachariah TJ. 2008. Chemistry of Spices.
Oxford: CABI.
Pasto D, Johnson C, Miller M. 1992. Experiments and Techniquest in Organic
Chemistry. New Jersey: Prentice Hall Inc.
Peamprasart T, N. Chiewchan. 2006. Effect of fat content and prehat treatment on
the apparent viscosity of coconut milk after homogenization. J Food Eng.
77: 653-658.
Poulain N, Nakache E. 1998. Nanoparticles from vesicles polymerization II.
Evaluation of their encapsulation capacity. J Polym Sci. 36: 3035–3043.
Pramono S, (1995). Kontrol Efektifitas Berbagai Cara Pembuatan Ekstrak
temulawak Dilihat Dari Kandungan Kurkumin Dan Minyak Atsirinya
[skripsi]. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Prasetyorini. 2011. Penerapan Teknologi nanopartikel propolis trigona Spp asal
Bogor sebagai antibakteri Escherichia coli secara In vitro. Ekologia, 11(1):
36-43.
Ria EB. 1989. Pengaruh Jumlah Pelarut, Lama Ekstraksi, dan Ukuran Bahan
Terhadap Rendemen dan Mutu Oleoresin Temulawak [skripsi]. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Rismunandar. 1988. Rempah-rempah Komoditi Ekspor Indonesia. Bandung: Sinar
Baru.
Rukayadi Y, Hwang JK. 2007. In vitro antimycotic activity of xanthorrizhol
isolated from curcuma xanthorriza Roxb. againts opportunities filamentous
fungi. Phytother Res. 21:434-438.
Sansone F, Mencherini T, Picerno P, d’Amore, Aquino RP, Lauro MR. 2011.
Maltodextrin/pectin microparticles by spray drying as carrier for
nutraceutical extracts. J Food Eng. 105: 468–476.
Sembiring BB, Ma’mun, Ginting EI. 2006. Pengaruh kehalusan bahan dan lama
ekstraksi terhadap mutu ekstrak temulawak (curcuma xanthorriza Roxb).
Bul. Balitro. 17(2): 53-58.
Shargel L, Yu ABC. 1999. Applied Biopharmaceutics. Edisi ke-4. Stamford. hlm
325-352.
Sidik, Mulyono MW, Mutadi A. 1992. Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb).
Jakarta : Phytomedika.
30
d. Perhitungan Rendemen
Rendemen nanoemulsi dihitung berdasarkan perbandingan antara
nanoemulsi yang diperoleh dengan bobot kering bahan dikalikan 100 persen.
e. Bobot Jenis
Piknometer kosong dikeringkan di dalam oven kemudian ditimbang. Lalu
piknometer diisi dengan akuades pada suhu 20oC kemudian disimpan dalam water
bath pada suhu 25oC selama 30 menit. Diusahakan tidak ada gelembung-
gelembung udara di dalam piknometer yang berisi akuades maupun ekstrak
temulawak. Piknometer kemudian diangkat, dikeringkan dan ditimbang. Berat
akuades diperoleh dari selisih berat piknometer berisi akuades dan berat
piknometer kosong. Pada tahap selanjutnya sampel minyak didinginkan sampai
suhu 20oC. Kemudian minyak dimasukkan ke dalam piknometer yang sebelumnya
telah dibersihkan dan dikeringkan hingga meluap dan tidak terbentuk gelembung
udara. Bagian luar piknometer dikeringkan dan piknometer ditempatkan di dalam
water bath pada suhu konstan 25oC selama 30 menit. Piknometer diangkat dari
water bath lalu dikeringkan dan ditimbang. Berat sampel diperoleh dengan
menghitung selisih berat piknometer berisi sampel dan berat piknometer kosong.
Bobot jenis dihitung dengan rumus :
d=
h. Viskositas
Sampel diukur dengan viscometer rotary pada suhu ruang (27± 0.2oC).
34
Jumlah kurkumin yang terpenetrasi per luas area difusi (μg/cm2) dihitung
dengan rumus:
Q = {Cn.V + . S} /A
Keterangan:
Q = kurkumin yang terpenetrasi per luas area difusi (μg/cm2)
Cn = konsentrasi kurkumin (μg/ml) pada menit ke-120 = 1,592 μg/ml
V = volume sel difusi Franz = 13.0 ml
= jumlah konsentrasi kurkumin (μg/ml) pada sampling pertama = 0
S = volume sampling = 3 ml
A = luas area membran = 1.389 cm2
35
Subset
Kecepatan (rpm) N
1 2
20 000 6 1.6683E2
22 000 6 1.4167E2
24 000 6 1.2650E2
Subset
Waktu (menit) N
1 2
20 6 1.5883E2
30 6 1.4967E2
40 6 1.2650E2
36
Subset
Kecepatan (rpm) N
1 2
20 000 6 2.3150
22 000 6 2.5100
24 000 6 2.9883
Waktu Subset
N
(menit) 1 2 3
20 6 2.3817
30 6 2.6100
40 6 2.8217
a. b.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada 19 Mei 1984 sebagai anak kedua dari
pasangan Nasrul dan Sumiarni. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung, lulus pada Tahun 2007.
Pada Tahun 2011, penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian pada
Program Pascasarjana IPB dengan Beasiswa Unggulan diperoleh dari Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti).
Selama mengikuti program S-2, penulis juga mengikuti presentasi hasil
penelitian dan masuk pada prosiding internasional yaitu :
1. September 2012, Karya ilmiah dengan judul “Study of The Use of Chitosan with
The Quality of Product Processed Fish Products During The Storage Room
Temperature” telah disajikan pada The 2nd International Seminar On Food &
Agricultural Sciences in Malaysia (ISFAS 2012).
2. September 2013, presentasi dengan judul “Utilization of Cacao (Theobroma
cacao L.) Pod’s Waste as a Natural Food Colorants” pada Summer Course
Program on “Sustainable Agriculture for Food Security”. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
3. Juli 2014, Sebuah artikel berjudul “Production of Nanocurcumin by
Homogenization” diterbitkan pada Jurnal Chemical and Process Engineering
Research International Instiute for Science, Technology and Education (IISTE)
ISSN 2224-7467 (Paper), ISSN 2225-0913 (Online).