Anda di halaman 1dari 104

SKRIPSI

STUDI KARAKTERISTIK KITOSANASE


DARI ISOLAT Bacillus licheniformis MB-2

Oleh :
EVANDA PUSPITA
F24103051

2007
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

EVANDA PUSPITA. F24103051. Studi Karakteristik Kitosanase dari Isolat


Bacillus licheniformis MB-2. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Maggy T. Suhartono
RINGKASAN
Kitosan adalah polisakarida alami hasil dari proses deasetilasi
kitin. Kitosanase merupakan enzim yang mendegradasi kitosan dan beberapa
kitosanase diduga bersifat termostabil. Enzim kitosanase dapat dihasilkan oleh
bakteri, fungi, dan tanaman. Pada penelitian ini, Bacillus licheniformis MB-2 yang
diperoleh dari Tompaso (Manado) digunakan sebagai mikroba penghasil enzim
kitosanase. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pemurnian kitosanase dari
isolat Bacillus lecheniformis MB-2 melalui kromatografi filtrasi gel dan
menganalisa beberapa karakteristik dari enzim kitosanase yang dihasilkan.
Isolat Bacillus licheniformis MB-2 yang memperlihatkan zona
bening diinokulasikan pada media thermus cair yang terdiri dari koloidal kitosan,
K2HPO4, KH2PO4, MgSO4, ekstrak kamir, bacto agar, dan casiton untuk
mendapatkan kultur starter. Selanjutnya untuk produksi enzim kitosanase, kultur
starter yang diperoleh diinokulasikan kedalam media yang sama dan difermentasi
pada shaker waterbath selama 7 hari pada suhu 55C dengan kecepatan 120 rpm.
Supernatan bebas sel dari kitosanase diperoleh dengan cara sentrifugasi dingin
selama 10 menit dengan kecepatan 8000 rpm. Selanjutnya presipitasi dengan
amonium sulfat 80% dilakukan terhadap supernatan bebas sel untuk mendapatkan
crude enzyme (endapan protein). Enzim yang telah diendapkan selanjutnya
dikarakterisasi suhu dan pH untuk mendapatkan suhu dan pH optimum crude
enzyme. Sebelum dilakukan kromatografi, crude enzyme didialisis menggunakan
kantong selofan yang dapat menahan molekul lebih dari 10.000 dalton sehingga
garam-garam dan ion penggangu lainnya yang dapat menggangu kestabilan enzim
dapat bermigrasi keluar membran.
Kromatografi filtrasi gel diawali dengan tahap pengembangan
matriks (swelling) dengan melarutkan Sephadex G-100 kedalam air bebas ion
sambil diaduk dengan magnetic stirrer perlahan selama 30 menit dan didiamkan
selama 3 hari pada suhu dingin. Selanjutnya supernatan diganti dengan bufer
fosfat 0.05 M pH 6. Matriks yang telah dikembangkan diaplikasikan kedalam
kolom kemudian kolom diekuilibrasi dengan bufer yang sama dan sebanyak 2 ml
endapan protein hasil presipitasi dimasukkan kedalam kolom diikuti dengan
perhitungan laju aliran setiap 100 drop. Filtrasi gel dilakukan selama 25 jam
dengan kecepatan elusi 0.22 ml/menit. Pengukuran aktivitas enzim dilakukan
dengan mereaksikan enzim dan soluble kitosan sebagai substrat menggunakan
teknik spektrofotometri pada panjang gelombang 420 nm dan pengukuran protein
dengan metode bradford pada panjang gelombang 595 nm. Fraksi enzim hasil
kromatografi yang menunjukkan adanya peak pada grafik kromatografi
selanjutnya dikarakterisasi dan dilakukan analisis SDS-PAGE. Karakterisasi yang
dilakukan yaitu penentuan pH dan suhu optimum serta pengaruh suhu dan pH
terhadap stabilitas enzim. Sedangkan analisis SDS-PAGE dilakukan untuk
menentukkan berat molekul enzim.
Berdasarkan hasil penelitian ini, aktivitas enzim supernatan bebas
sel adalah 1.076 U/ml dengan aktivitas spesifik sebesar 4.539 U/mg. Setelah

diendapkan dengan amonium sulfat aktivitas enzim meningkat menjadi 1.087


U/ml, namun menurunkan aktivitas spesifik enzim menjadi 1.433 U/mg. Dialisis
menurunkan aktivitas enzim menjadi 1.086 U/ml namun meningkatkan aktivitas
spesifiknya menjadi 2.045 U/mg. Selanjutnya setelah melewati tahap
kromatografi terjadi penurunan aktivitas enzim menjadi 1.049 U/ml dan
peningkatan aktivitas spesifik yang cukup besar menjadi 32.284 U/mg.
Peningkatan aktivitas spesifik setelah tahap kromatografi menyebabkan tingkat
kemurnian enzim meningkat. Adapaun tingkat kemurnian enzim berturut-turut
dari hasil presipitasi, dialisat dan hasil kromatografi filtrasi gel adalah 0.32, 0.45,
dan 7.11 kali.
Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa crude enzyme optimum
pada suhu 60 70oC dan optimum pada bufer Na-fosfat pH 6 7. Sedangkan
enzim hasil kromatografi optimum pada suhu 70 80oC dan optimum pada pH 6.
Uji stabilitas enzim hasil kromatografi dilakukan pada suhu 80oC dan 90oC. Dari
hasil pengujian menunjukkan bahwa aktivitas relatif (sisa) enzim cukup stabil,
dimana setelah melalui pemanasan selama 120 menit masih terdapat aktivitas
relatif sebesar 59.61% (suhu 80oC) dan 58.53% (suhu 90oC). Selain dinyatakan
dengan aktivitas relatif, stabilitas enzim pun dinyatakan dengan nilai k (konstanta
deaktifasi), t1/2 (waktu paruh) dan energi aktifasi (Ea). Adapun nilai k untuk suhu
80oC dan 90oC adalah 0.0041 min-1 dan 0.0045 min-1, sedangkan waktu paruhnya
adalah 169.06 menit (suhu 80oC) dan 154.03 menit (suhu 90oC). Sehingga
didapatkan energi aktifasi sebesar 2371.48 kal/(gmol.oK). Pengaruh pH terhadap
stabilitas enzim hasil kromatografi cenderung lebih stabil. Aktivitas relatif setelah
pemanasan selama 120 menit masih tersisa sebesar 91.94%, nilai k yang diperoleh
adalah 0.0007 min-1 dan waktu paruhnya sebesar 990.21 menit.
Hasil analisis SDS-PAGE menunjukkan terdapat lima pita protein
pada crude enzyme dan diperkirakan memiliki berat molekul 61.48, 48.53, 40.64,
28.49, dan 19.99 kDa. Sedangkan pada enzim murni terdapat dua pita protein
dengan perkiraan berat molekul yaitu 24.15 dan 17.85 kDa.

STUDI KARAKTERISTIK KITOSANASE


DARI ISOLAT Bacillus licheniformis MB-2

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
EVANDA PUSPITA
F24103051

2007
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

STUDI KARAKTERISTIK KITOSANASE DARI ISOLAT


Bacillus licheniformis MB-2
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
EVANDA PUSPITA
F24103051
Dilahirkan pada tanggal 28 Desember 1985
Di Jakarta
Tanggal lulus: 08 Agustus 2007

Bogor, 15 Agustus 2007


Menyetuji,

Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono


Dosen Pembimbing Akademik

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc


Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember


198

1985, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari

pas

Cah

pasangan Cahyan Sofyadi dan Evi Syofia. Penulis

memili

memiliki dua orang adik perempuan yang bernama

Deviani

Deviani Prima Dewi dan Citra Diani Putri.


Pendidikan Sekolah ditempuh dari tahun 1991 1997 di SDN Catihan, kemudian melanjutkan sekolah

menengah pertama di STPN I Pdg-Banten hingga tahun 2000. Pada tahun 2003
penulis telah berhasil menyelesaikan pendidikannya di SMUN I Pdg-Banten.
Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis merupakan anggota HIMITEPA


selama periode 2005 2006. Disamping itu pada tahun 2007, penulis pernah
menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia Pangan. Pelatihan dan seminar
yang pernah diikuti penulis adalah seminar dan pelatihan HACCP (Hazard
Analytical Critical Control Point), seminar Keamanan Pangan, seminar Pangan
Halal, seminar Entreptreneurship, dan seminar FGW Student Forum Milk and
Milk Product.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbialamin, puji dan syukur penulis panjatkan


kepada Allah SWT atas Ridho-Nya serta atas rahmat dan karunian-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di
Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi PAU dengan judul Studi Karakteristik
Kitosanase dari Isolat Bacillus licheniformis MB-2 yang telah dilaksanakan
dari bulan November 2006 sampai Juni 2007 di Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian-IPB.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih
yang tak terhingga kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono, sebagai dosen pembimbing akademik
yang telah banyak memberi bimbingan dan dukungan selama penulis
menjalani pendidikan dan selama penulis melakukan tugas akhir sampai
penulisan skripsi ini.
2. Ir. Sutrisno Koswara, MSi dan Dr. Sukarno, MSc selaku dosen penguji
yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji, membimbing dan
memberi saran kepada penulis.
3. Mamah, papah, dan adik penulis (Ima dan Citra) yang selalu memberi
bimbingan, dorongan (material, spiritual), kasih sayang kepada penulis
selama menjalani pendidikan di IPB dari awal hingga penulis
menyelesaikan tugas akhir ini.
4. My Big Family Bandung atas segala dukungan, kasih sayang, kebaikan,
dan doanya. Specially for enyunk, mamih, dan enin.
5. My best friends forever (Dian, Rucit, Ocha, Anis, Bohay, Iin, Abdy, Wate,
Ikoq, DinY, dan Indach) atas dukungannya, keceriannya, kasih sayang,
doa dan telah menjadi teman terbaik dan tempat curhat terbaik

bagi

penulis. Terimakasih telah memberi kenangan indah bagi penulis.


6. Yuda Ganda Putera (terimakasi atas dukungan, perhatian dan doanya)
serta Jeniar, uwa, Indri, Didik, Jelita, dan yanti (terimakasih tetap menjadi
teman terbaik bagi penulis).

7. Rekan-rekan seperjuangan Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PAU


(Dian, Rika, Prasna dan Usman). Terimakasih atas bantuannya dan
dukungannya selama penulis melaksanakan penelitian.
8. Tatan, Ican, Denang, Danang, dan Ari (terimakasih atas dukungan dan
bantuannya terutama disaat ujian sidang penulis).

Widhi dan Acha

(terimakasih atas dukungannya).


9. Warga Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PAU (Bu Sri, Mbak
Rika, Bu Indah, Bu Emma, Bu Ika, Bu Eni, Bu Dewi, Mbak Pepi, dan
Mbak Ida) yang telah banyak membantu, mengajari, dan membimbing
penulis selama melaksanakan penelitian.
10. Penghuni Wisma Karditha (Mbak Jenab, Mas Aga, Rucit, Ocha, Anis,
Bohai, Wati, Cici, Fitri, Lina, Mbak Nanin, Abdy, Iin, Mbak Rina dan Ibu
Warteg) yang telah memberikan dukungan dan menciptakan lingkungan
yang kondusif bagi penulis sehingga memudahkan dalam penyelesaian
skripsi ini.
11. Teman-teman TPG 40. Terimakasih atas dukungan, kasih sayang, dan
kenangan indah selama di Ilmu dan Teknologi Pangan IPB (2003-2007)
serta terimakasih atas kebaikan dan keceriaan dihari-hari praktikum,
penelitian, perkuliahan, dan di Lab komputernya. Specially for Golongan
B (Erik sebagai ketua golongan B, Tya, Aan, Ina, Tuti, Jeng Ye, Andin,
Anis, Hanifah, Novi, Ola, Idham, Kemal, Nunu, Marto, dan yang lainnya
yang tidak bisa disebutkan satu persatu).
12. Dosen IPB dan ITP-FATETA periode 2003-2007 atas segala pengajaran
dan pendidikan serta kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.

Semoga skripsi hasil penelitian akhir ini dapat memberikan banyak


manfaat bagi yang memerlukannya. Akhirnya kritik dan saran sangat
penulis harapkan demi perbaikan tulisan selanjutnya. Serta mohon maaf
atas segala kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini.

Bogor,

Agustus 2007

Penulis

ii

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ....... i
DAFTAR ISI .. iii
DAFTAR TABEL .

DAFTAR GAMBAR . vi
DAFTAR LAMPIRAN .
I.

viii

PENDAHULUAN

II.

A. LATAR BELAKANG ..........

B. TUJUAN .......

TINJAUAN PUSTAKA
A. KITOSAN ...........................................................................

B. ENZIM KITOSANASE ......................................................

C. MIKROBA TERMOFILIK ................................................

D. PEMURNIAN ENZIM
1. Pemurnian kitosanase ............................................ 9
(a). Umum .............................................................

(b). Kromatografi filtrasi gel .................................

10

2. Pemurnian kitosanase yang telah dilakukan ..........

13

E. SDS-PAGE .......................................................................... 14
III.

METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT..........................................................

18

B. METODE PENELITIAN
1. Tahap Penyegaran dan Pembuatan
kultur Starter .......................................................

20

2. Produksi Enzim ....................................................

21

3. Pengendapan dengan amonium sulfat .................. 21


4. Dialisis .................................................................

21

5. Kromatografi filtrasi gel.......................................

22

6. Analisa aktivitas enzim kitosanase ......................

23

7. Pengukuran Kadar Protein ...................................

25

iii

8. SDS-PAGE ........................................................... 25
9. Karakterisasi Enzim .............................................
IV.

27

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. PRODUKSI ENZIM ...........................................................

30

B. EKSTRAKSI
1. Presipitasi .............................................................

34

2. Dialisis .................................................................

36

C. PEMURNIAN (Kromatografi filtrasi gel) ..........................

39

D. KARAKTERISASI ENZIM KITOSANASE


1. Karakterisasi enzim kasar (crude enzyme)
(a). Suhu optimum ............................................... 43
(b). pH Optimum ................................................. 45
2. Karakterisasi enzim murni (pure enzyme)
(a). Suhu optimum ............................................... 47
(b). pH optimum .................................................. 48

V.

(c). Stabilitas panas .............................................

49

E. SDS-PAGE .........................................................................

55

KESIMPULAN DAN SARAN


A. KESIMPULAN ...................................................................

62

B. SARAN ...............................................................................

62

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

63

LAMPIRAN ............................................................................................... 67

iv

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.

Aplikasi kitosan ..........................................................................

Tabel 2.

Jenis enzim termostabil lain .......................................................

Tabel 3.

Klasifikasi mikroba berdasarkan suhu ........................................ 8

Tabel 4.

Beberapa tipe dari gel sephadex .................................................

Tabel 5.

Tahap pemurnian enzim kitosanase ............................................ 13

Tabel 6.

Beberapa karakteristik enzim murni kitosanase .......................... 16

Tabel 7.

Prosedur analisis aktivitas enzim kitosanase .............................. 24

Tabel 8.

Komposisi gel SDS-PAGE ......................................................... 26

Tabel 9.

Komposisi komponen tipikal mikroorganisme ..........................

Tabel 10.

Perbandingan aktivitas enzim dengan kitosanase lain ................ 38

Tabel 11.

Produksi enzim kitosanase dari isolat Bacllus licheniformis 41

12

32

MB-2 ..........................................................................................
Tabel 12.

Perbandingan tingkat kemurnian dengan kitosanase lain ........... 42

Tabel 13

Kisaran pemisahan gel akrilamida pada berbagai konsentrasi....

56

Tabel 14.

Penentuan berat molekul sampel ................................................

60

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1.

Proses deasetilasi kitin .................................................................... 4

Gambar 2.

Lintasan degradasi kitin .................................................................. 5

Gambar 3.

Mekanisme pemisahan molekul pada kromatografi


filtrasi gel .........................................................................................

11

Gambar 4.

Struktur sephadex ...........................................................................

12

Gambar 5.

Pembentukan gel poliakrilamida ....................................................

15

Gambar 6.

Skema riset penelitian ..................................................................... 20

Gambar 7.

Areal bening dari isolat Bacillus licheniformis MB-2 yang


ditumbuhkan pada media thermus padat ........................................

30

Gambar 8

Aktivitas enzim kitosanase hasil ekstraksi .....................................

36

Gambar 9.

Prinsip dialisis ................................................................................

37

Gambar 10.

Profil elusi aktif kitosanase pada filtrasi gel


(sephadex G-100) ...........................................................................

42

Gambar 11a.

Aktivitas crude kitosanase pada berbagai suhu .............................. 44

Gambar 11b.

Aktivitas spesifik crude kitosanase pada berbagai suhu ................

44

Gambar 12a.

Aktivitas crude kitosanase pada berbagai pH ...............................

46

Gambar 12b.

Aktivitas spesifik crude kitosanase pada bebagai pH ....................

46

Gambar 13a.

Aktivitas kitosanase fraksi 9 pada berbagai kondisi


suhu . 48

Gambar 13b.

Aktivitas spesifik kitosanase fraksi 9 pada berbagai kondisi


suhu . 48

Gambar 14a.

Aktivitas kitosanase fraksi 9 pada berbagai pH .............................

49

Gambar 14b.

Aktivitas spesifik kitosanase fraksi 9 pada berbagai pH ................

49

Gambar 15.

Pengaruhu suhu terhadap stabilitas kitosanase Bacillus


licheniformis MB-2 ........................................................................

Gambar 16.

Gambar 17.

51

Kurva hubungan ln aktivitas kitosanase Bacillus licheniformis


MB-2 terhadap waktu pemanasan ..................................................

52

Kurva hubungan ln k kitosanase Bacillus licheniformis MB-2


terhadap suhu pemanasan ...............................................................

vi

53

Gambar 18.

Gambar 19.

Pengaruh pH terhadap stabilitas kitosanase Bacillus licheniformis


MB-2 pada suhu 80oC ....................................................................

54

Kurva hubungan ln aktivitas kitosanase Bacillus licheniformis


MB-2 terhadap waktu pemanasan pada suhu 80oC ........................

55

Gambar 20.

Mekanisme pembentukan kompleks SDS-Protein .........................

57

Gambar 21.

Hasil Analisa SDS-PAGE ..............................................................

60

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1.

Pembuatan tepung kitosan ..............................................................

Lampiran 2.

Pembuatan koloidal kitosan ............................................................ 68

Lampiran 3.

Pembuatan soluble chitosan ...........................................................

Lampiran 4.

Pembuatan kurva standar glukosamin ............................................. 70

Lampiran 5.

Pembuatan kurva standar protein (BSA) ........................................

71

Lampiran 6.

Komposisi larutan bufer .................................................................

72

Lampiran 7.

Pembuatan pereaksi schales, pereaksi Bradford, dan pereaksi


untuk SDS-PAGE ...........................................................................

67

69

74

Lampiran 8.

Aktivitas dan kadar protein crude enzyme ...................................... 76

Lampiran 9.

Hasil Kromatografi filtrasi gel kitosanase dari isolat Bacillus


licheniformis MB-2 ........................................................................

77

Lampiran 10. Karakterisasi suhu Crude enzyme ... 82


Lampiran 11. Karakterisasi pH crude enzyme ..

83

Lampiran 12. Karakterisasi suhu fraksi 9 (pure enzyme) ...................................... 85


Lampiran 13. Karakterisasi pH fraksi 9 (pure enzyme) ........................................

86

Lampiran 14. Pengaruh suhu pemanasan fraksi 9 (pure enzyme) terhadap


stabilitas enzim ...
Lampiran 15.

87

Pengaruh pH fraksi 9 (pure enzyme) terhadap terhadap stabilitas


enzim ..

88

Lampiran 16. Kurva standar SDS-PAGE .

89

viii

I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kitosan merupakan produk terdeasetilasi (penghilangan gugus
COCH3) dari kitin. Kitin merupakan polimer alami kedua terbanyak di alam
setelah selulosa yang banyak ditemukan pada kutikula serangga, crustacea,
klorofil alga (chlorella sp) dan dinding sel fungi (terutama kelas zygomycetes).
Selain itu kitosan bersifat larut asam dan tidak larut dalam media netral dan
campuran alkali serta merupakan polikation alami (Choi et al., 2004). Piza et
al., (1999) melaporkan kitosan merupakan suatu polisakarida linear yang
mempunyai ikatan -(1,4) glukosamin.
Kitosanase adalah enzim yang menghidrolisis kitosan menjadi
oligomer kitosan dan beberapa kitosanase diduga bersifat termostabil (enzim
yang masih dapat aktif diatas suhu optimal pertumbuhan mikroorganisme
yang menghasilkannya). Sebagai negara yang memiliki kekayaan hayati
tinggi, Indonesia merupakan salah satu habitat bagi mikroorganisme penghasil
enzim kitosanase. Kawasan sumber air panas, kawah gunung berapi, dan
sumur hydrothermal dimana suhunya dapat mencapai 100C merupakan
wilayah Indonesia yang belum banyak digali potensinya. Kawasan ini adalah
habitat bagi mikroorganisme termofilik, dimana mikroorganisme ini
merupakan mikroorganisme penghasil enzim termostabil. Oleh karena itu
peluang untuk mendapatkan mikroorganisme penghasil enzim kitosanase
termostabil sangat tinggi.
Isolasi bakteri penghasil enzim kitosanase termostabil dari
bakteri termofilik telah berhasil dilakukan oleh Chasanah (2004). Hasil isolasi
yaitu isolat Bacillus licheniformis MB-2 dari sumber air panas TompasoManado

digunakan

untuk

produksi,

pemurnian,

elektroforesis,

dan

karakterisasi enzim kitosanase. Selain itu isolat Bacillus coagulans LH 28.38


asal Lahendong-Sulawesi Utara pun telah berhasil diisolasi dan diaplikasikan
untuk menghasilkan enzim kitosanase (Haliza, 2003).
Pada beberapa dekade terakhir, enzim yang stabil pada kondisi
ekstrim (terutama pada suhu tinggi) makin banyak diminati oleh kalangan

industri. Maka dari itu pencarian terhadap mikroorganisme termofil yang


menghasilkan enzim termostabil pun terus dilakukan karena memberikan
banyak keuntungan, seperti enzim termostabil sangat berguna sebagai
biokatalis dalam penelitian dan proses industri. Selain itu menyebabkan
peningkatan reaksi karena adanya peningkatan suhu, yang tentunya hal ini
akan berdampak pada penghematan waktu, tenaga, dan biaya operasi. Enzim
termostabil pun dapat meminimalkan kontaminasi dan lebih tahan terhadap
berbagai senyawa atau keadaan penyebab denaturasi sehingga lebih tahan
untuk disimpan serta dapat menekan kehilangan aktivitas selama produksi
dan penyimpanan (Suwanto, 1991).
Usaha untuk memurnikan enzim dan menentukkan berat molekul
dari enzim telah banyak dilakukan terutama secara analitik. Dimana
pemurnian enzim merupakan proses pemisahan protein enzim dari protein non
enzim dan elektroforesis merupakan suatu cara yang digunakan untuk
menentukkan berat molekul protein enzim. Adapun teknik pemurnian yang
umum dilakukan untuk enzim adalah metode kromatografi filtrasi gel
menggunakan matriks tertentu sehingga terjadi pemisahan protein berdasarkan
ukuran molekulnya, kromatografi ion exchange, kromatografi afinitas, dan
kromatografi interaksi hidrofobik. Tahap kromatografi dilakukan setelah
melalui beberapa tahap ekstraksi enzim yang meliputi tahap pengendapan
dengan amonium sulfat (presipitasi) dan dialisis.
B. TUJUAN DAN SASARAN
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pemurnian enzim
kitosanase dari isolat Bacillus licheniformis MB-2 melalui kromatografi
filtrasi gel dan menganalisa beberapa karakteristik dari enzim kitosanase yang
dihasilkan.

C. MANFAAT PENELITIAN
Informasi beberapa karakteristik enzim termostabil kitosanase dari
isolat Bacillus licheniformis MB-2 bermanfaat untuk penggunaan enzim
secara optimal dan tepat untuk produksi oligomer kitosan.

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. KITOSAN
Kitosan merupakan polimer yang tersusun atas monomer Dglukosamin melalui ikatan glikosidik -1,4 dan diperoleh dari hasil deasetilasi
kitin (penghilangan gugus COCH3) (Piza et al., 1999). Kitin merupakan
polimer yang disusun dari monomer N-asetil glukosamin (2-asetamido-2deoksi-D-glukopiranosa). Proses deasetilasi kitin menjadi kitosan terdapat pada
gambar 1.

n
(Kitin)

n
(Kitosan)

Gambar 1. Proses Deasetilasi Kitin (Piza et al., 1999)


Selain menghilangkan gugus asetil, proses deasetilasi kitin menjadi
kitosan menyisakan gugus amino yang bermuatan positif sehingga kitosan
bersifat polikationik. Proses desetilasi kitin menjadi kitosan dibagi menjadi dua
proses yaitu secara kimiawi dan enzimatis (Emmawati, 2005). Proses
deasetilasi secara kimiawi dilakukan dengan perlakuan alkali NaOH 50%
dengan pemanasan. Sedangkan proses deasetilasi secara enzimatis terjadi
karena aktivitas katalitik CDA (gambar 2).

CDA (EC 3.5.1.41)

Kitin

Kitosan

kitinase

kitosanase

(EC 3.2.1.14)

(EC 3.2.1.132)

Kitin oligosakarida

Kitosan oligosakarida

N-Asetil glukosaminidase

glukosaminidase

N-Asetil glukosamin

Glukosamin

Gambar 2. Lintasan degradasi kitin dan kitosan (Rochima, 2005)


Tabel 1. Aplikasi Kitosan
Aplikasi
Pangan

Kedokteran

Contoh

Edible film pada produk sayur dan buah

Pengawet alami produk pangan

Agen pengurang kolesterol, lemak, dan pelangsing


tubuh

Kosmetik

Skin care (moisturizer), lipstics, foundation, lotion, dan


shampo

Tekstil

Bermanfaat pada pembuatan underwear, bantal, dan


sarung tangan

Lainnya

Penanggulangan

limbah

(kitosan

bisa

mengkelat

tembaga, timah, mercury, dan uranium)

Digunakan untuk pelapisan benih sehingga bisa


menghambat patogen dan membuat tanaman jadi
resistan terhadap penyakit

(http://www.uspto.gov)

B. ENZIM KITOSANASE
Kitosanase merupakan enzim yang menghidrolisis ikatan GIcNGIcN, GIcN-GIcNAc dan GIcNAc-GIcN, bukan pada ikatan GIcNAcGIcNAc (Piza et al., 1999). Beberapa kitosanase diduga bersifat termostabil,
yaitu enzim yang masih stabil dan masih dapat aktif pada suhu diatas suhu
pertumbuhan mikroorganisme yang menghasilkannya selama waktu tertentu.
Enzim termostabil pada umumnya dihasilkan oleh mikroorganisme termofilik
yang hidup pada lingkungan dengan temperatur lebih besar dari 50C,
misalnya perairan air panas, kawah, dan sedimen geotermal lainnya. Dimana
stabilitas dari enzim termostabil disebabkan oleh interaksi van der wals, ikatan
hidrogen, interaksi hidrofobik, interaksi elektrostatik, dan jembatan disulfida
di antara asam amino penyusun protein.
Bakteri penghasil kitosanase diantaranya adalah Bacillus circulans
MH-K1 (Yabuki, 1989), Bacillus licheniformis UTK (Uchida et al., 1992),
Bacillus cereus (Piza et al., 1999), Bacillus megaterium P1 (Pelletier dan
Syugsch, 1992), Bacillus sp. Strain KCTC 0377 BP (Choi et al., 2004),
Matsuebacter chitosanotabidus 3001 (Park et al, 1999), dan genus Aspergillus
(Arcidiacono et al., 1989) dilaporkan juga sebagai mikroba penghasil enzim
kitosanase. Beberapa enzim termostabil yang telah dimanfaatkan dalam
industri dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Jenis Enzim termostabil lain
Mikroba
Bacillus subtilis
Bacillus

Enzim Termostabil

Aplikasi

-amilase

Industri gula cair

Protease

Detergen

Protease

Detergen

Protease

Detergen

licheniformis
Bacillus
stearothermophilus
Suhartono (1989)

Aktivitas enzim dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan


seperti pH, suhu, pelarut, kekuatan ion dan adanya inhibitor atau aktivator.
Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui sifat-sifat/karakteristik
enzim yang meliputi pH optimum, suhu optimum, pengaruh penambahan ion
logam, dan ketahanan enzim terhadap panas. Namun dalam penelitian ini
hanya ditentukan pH optimum, suhu optimum, dan stabilitas panas (hanya
pada enzim murni).
Pengaruh suhu pada reaksi enzimatis merupakan suatu fenomena
yang kompleks. Pada umumnya semakin tinggu suhu, laju reaksi kimia
semakin naik dan inaktifasi enzim semakin naik pula baik yang dikatalis
maupun yang tidak dikatalis oleh enzim (Winarno, 1983). Suhu optimum
merupakan suhu dimana enzim menunjukkan aktivitas yang maksimum.
Meningkatnya aktivitas enzim sampai pada suhu optimum tertentu disebabkan
oleh bertambahnya energi kinetik yang mempercepat gerak vibrasi, translasi,
serta rotasi enzim dan substrat sehingga memperbesar peluang keduanya untuk
saling berinteraksi. Pada suhu yang tinggi protein akan cepat mengalami
kerusakan (denaturasi) (Suhartono, 1989).
Pada umumnya enzim bersifat amfolitik, yaitu enzim mempunyai
konstanta disosiasi pada gugus asam dan basanya terutama pada residu
terminal karboksil dan gugus terminal aminonya. Tidak semua enzim
menunjukkan pH optimum dengan puncak yang tajam. Beberapa enzim
menunjukkan sebuah kisaran pH, dimana kecepatan reaksi tidak berubah. Hal
ini disebabkan beberapa asam amino yang merupakan sisi aktif enzim dapat
terionisasi pada kisaran pH tertentu. Menurut Lehninger (1993) enzim
memiliki pH optimum yang khas, yaitu pH yang menyebabkan aktivitasnya
maksimum. Umumnya enzim optimum pada pH 4.5 8 (Winarno, 1983).
Nilai pH optimum enzim tidak selalu sama dengan pH lingkungan normalnya
(dapat sedikit berada di atas atau di bawah pH lingkungan normalnya).
Kestabilan (ketahanan) enzim dapat diartikan sebagai kestabilan
aktivitas enzim selama penyimpanan enzim, selama penggunaan enzim
tersebut, dan kestabilan terhadap berbagai senyawa yang bersifat merusak
enzim misalnya pelarut-pelarut tertentu (asam, basa), oleh pengaruh luar

misalnya suhu (panas) dan pH ekstrim. Penentuan daya tahan enzim terhadap
panas umumnya dilakukan pada suhu optimum dan pH optimum enzim
tersebut (Suhartono, 1989). Adanya perbedaan sumber atau asal enzim dapat
menyebabkan perbedaan terhadap daya tahan panas enzim tersebut meskipun
jenis enzimnya sama (Winarno, 1983). Tabel 6 menunjukkan beberapa
karakteristik dari enzim kitosanase.
C. MIKROBA TERMOFILIK
Mikroba termofilik merupakan mikroba yang mampu tumbuh
optimal pada lingkungan ekstrim panas yaitu daerah-daerah geotermal di darat
maupun di laut dalam. Mikroba termofil dapat lebih tahan pada suhu tinggi
disebabkan oleh keistimewaan yang dimiliki pada membran selnya yang
berhubungan dengan lingkungan luar. Diduga asam lemak penyusun komponen
membran lebih jenuh sehingga membuat membran ini lebih stabil dan tahan
pada suhu tinggi. Mengingat beraneka ragam kehidupan mikroba, maka
mikroba diklasifikasikan berdasarkan suhu pertumbuhan optimalnya pada tabel
3.
Tabel 3. Klasifikasi mikroba berdasarkan suhu
Klasifikasi

Suhu Pertumbuhan
Minimum (C)

Optimum (C)

Maksimum (C)

Psikrofil

05

5 15

15 20

Mesofil

10 20

20 40

40 45

Termofil

25 45

45 60

60 80

(Prescott et al., 2003)


Bacillus licheniformis MB-2 merupakan salah satu jenis mikroba
termofil yang menghasilkan enzim kitosanase. Berdasarkan identifikasi
mikroba yang telah dilakukan oleh Chasanah (2004), Bacillus licheniformis
MB-2 merupakan jenis bakteri gram positif dan bersifat aerobik atau
anaerobik. Spora dari mikroba ini berbentuk oval, bisa memanfaatkan glukosa,
maltosa, dan pati sebagai sumber karbonnya, memberikan hasil positif pada

reaksi katalase serta hasil negatif pada reaksi indole, methyl red, dan voges
preusker.
D. PEMURNIAN ENZIM
1. Pemurnian Kitosanase
(a). Umum
Pemurnian merupakan suatu usaha untuk mengisolasi enzim
tertentu dari ekstrak enzim kasar yang masih mengandung sel
mikroorganisme ataupun komponen lainnya (Hooper & Homes, 2000).
Walsh (2002) menggolongkan metode kromatografi menjadi empat yaitu
kromatografi

ion

exchange,

kromatografi

interaksi

hidrofobik,

kromatografi afinitas, dan kromatografi filtrasi gel.


Kromatografi ion exchange adalah pemisahan protein yang
memanfaatkan perbedaan afinitas molekul bermuatan di dalam larutan
dengan senyawa pengisi kolom yang muatannya berlawanan (Harris dan
Angal, 1989). Suhartono (1989) berpendapat bahwa ada dua macam
bahan penukar ion yaitu bahan penukar kation dan bahan penukar anion.
Contoh penukar kation adalah Dowex 50, IRC-150, CM-selulosa,
sephadex, dan sulfoetil selulosa. Sedangkan contoh penukar anion adalah
aminoetil,

DEAE

(dietil-aminoetil),

dan

quartener-aminoetil.

Kromatografi interaksi hidrofobik merupakan pemisahan protein


berdasarkan adanya perbedaan interaksi hidrofobik antara larutan protein
dan matriks gel sebagai fase diamnya. Jenis matriks yang biasa
digunakan adalah turunan dari sepharose seperti fenil sepharose
(Suhartono, 1989).
Kromatografi afinitas merupakan tipe kromatografi adsorpsi
(Scouten, 1942). Dalam hal ini molekul yang akan dimurnikan secara
khusus dan bersifat reversibel diadsorpsi oleh ikatan komplemen (ligan)
yang terikat pada matrik. Sedangkan Kromatografi gel filtrasi
merupakan jenis metode pemurnian yang memisahkan larutan protein
berdasarkan berat molekul (Walsh, 2002). Pada tabel 5 dapat dilihat

beberapa tahap pemurnian enzim kitosanase yang dihasilkan dari


berbagai sumber (mikroba) yang berbeda.
(b). Kromatografi filtrasi gel
Kromatografi filtrasi gel digunakan untuk memisahkan protein
yang mempunyai berat molekul tinggi dari protein atau molekul lain
dengan berat molekul rendah, jadi bekerja sebagai suatu penyaring
molekul. Prinsip dari filtrasi gel yaitu digunakanya bahan pengisi berupa
gel yang berpori-pori, dimana pori-pori pada permukaan gel ini cukup
untuk mencegah molekul-molekul besar masuk kedalamnya tetapi hanya
dapat menampung molekul-molekul kecil. Pada filtrasi gel, campuran
protein di dalam larutan dialirkan kedalam kolom butiran kecil berpori
dari polimer hidrofilik, sehingga molekul besar akan terelusi keluar
kolom lebih cepat daripada molekul kecil karena molekul besar tidak
dapat berpenetrasi ke dalam granula-granula filtrasi gel tetapi hanya
melalui sisi granula saja. Sedangkan molekul kecil dapat berpenetrasi ke
dalam granula-granula filtrasi gel sehingga molekul kecil terperangkap
didalamnya, menyebabkan molekul kecil terelusi keluar lebih lambat
daripada molekul besar. Akan tetapi protein yang memiliki berat
molekul menengah akan mengalir kebawah dengan kecepatan antara
tergantung pada tingkat kemampuan menembus butiran (Lehninger,
1993). Filtrasi gel merupakan metoda pemurnian yang dipilih pada
penelitian ini. Mekanisme pemisahan molekul di dalam kolom filtrasi gel
dapat dilihat pada gambar 3.

10

Campuran protein

Pori matriks
Jumlah protein

(250 kDa)

125 kDa

75 kDa

Volume elusi

Gambar 3. Mekanisme pemisahan molekul pada kolom gel filtrasi


(http://www.imb-jena.de/.../proteins_purification.html)
Menurut Darwis dan Sukara (1989) beberapa jenis gel yang dapat
dipakai dalam filtrasi gel antara lain dekstran, poliakrilamida,
polistirena, agarosa, selulosa, silikat, serta pore glass. Jenis gel yang
paling umum digunakan adalah dekstran yang secara komersial dikenal
dengan nama sephadex. Sephadex merupakan polisakarida dekstran yang
berikatan silang dengan epiklorohidrin yang mengandung sejumlah besar
gugus hidroksil. Gel ini mempunyai sifat tahan terhadap garam atau
basa, namun rusak oleh asam (di bawah pH 2) dan oksidator kuat
(Suhartono, 1989). Tipe dari sephadex menentukkan kisaran ukuran
yang dapat dipisahkan. Beberapa tipe gel sephadex dan ukuran molekul
yang dapat dipisahkan dapat dilihat pada tabel 4.

11

Tabel 4. Beberapa tipe dari gel sephadex


Tipe

Nilai pengikatan

Batas

Kisaran

Gel

air g/g sephadex

pengeluaran / BM

fraksinasi

kering

(Dalton)

(Dalton)

G-10

1.0

700

- 700

G-25

2.5

5000

100 5000

G-50

5.0

10.000

500 10.000

G-75

7.5

50.000

1000 50.000

G-100

10.0

100.000

5000 100.000

G-200

20.0

200.000

5000 200.000

Mangunwidjaja (1988)
Huruf G dibelakang nama sephadex menunjukkan bahwa sephadex
tersebut dikembangkan dengan air. Sedangkan nomor dibelakangnya
menunjukkan besarnya pengembangan tersebut. Misalnya, 25 kali, 50
kali, dan sebagainya (Suhartono, 1989). Gambar 4 menunjukkan struktur
dari sephadex.

Gambar 4. Struktur sephadex


(http://ead.univangers.fr/.../1GelSephadex.htm)

12

2. Pemurnian Kitosanase yang telah dilakukan


Tahapan pemurnian kitosanase yang telah berhasil dilakukan
tertera pada tabel 5.
Tabel 5. Tahap pemurnian enzim kitosanase
Sumber
Bacillus cereus

Tahapan

Acuan

1. Presipitasi PEG 22%

Piza et al., 1999

2. Cation

exchange

(s-

sepharose)
Bacillus

sp.

Strain

KCTC 0377 BP

1. Dialisis (PEG)

Choi et al., 2004

2. Anion exchange (CMToyopearl)

Bacillus

coagulans

LH 28.38

1. Presipitasi

amonium

Haliza, 2003

sulfat (80%)
2. Filtrasi gel (sephadex G100)

Bacillus

circulans

MH-K1

1. Presipitasi

amonium

Yabuki, 1989

sulfat (70 - 90%)


2. Dialisis

(Bufer

Tris

Malat 0.02 M pH 6.2)


3. Anion exchange (CMselulosa) dan HPLC
Bacillus licheniformis
UTK

1. Presipitasi

amonium

Uchida, 1992

sulfat (60 90%)


2. Filtrasi gel (sephadex G50 dan sephadex G-100)

Mucor rouxi

1. Presipitasi

amonium

sulfat 85%
2. Ion

1989

exchange

Sephadex

Arcidiacono et al.,

dan

(CMDEAE

Sephadex)
Matsuebacter
chitosanotabidus

1. Presipitasi amonium

Park et al., 1999

sulfat (70%)

13

3001

2. Dialisis (Bufer Tris-HCl


20 mM pH 8.0)
3. Kromatografi isoelectric
(LKB-Produkter)

Aspergilus fumigatus
KB-1

1. Dialisis (Bufer sodium

Eom dan Kang,

asetat 10 mM pH 5.0)

2003

2. Kromatografi anion
exchange

E. SDS-PAGE (PAGE dengan Sodium dodesil sulfat)


Teknik SDS-PAGE merupakan metode yang sudah lama
digunakan secara luas untuk menentukkan berat molekul. Selain itu SDS-PAGE
pun digunakan untuk memonitor pemurnian protein dan mendeteksi
penggunanaan pemalsuan bahan-bahan (Nur dan Adijuwana, 1987). SDSPAGE adalah metoda yang murah, mudah dibuat, dan cepat untuk
menentukkan, membandingkan, dan mengkarakterisasi protein (Bollag dan
Edelstein, 1991).
SDS-PAGE merupakan pemisahkan fraksi-fraksi suatu zat
berdasarkan migrasi partikel bermuatan atau ion-ion makromolekul dibawah
pengaruh medan listrik, dimana migrasi partikel bermuatan dapat terjadi karena
perbedaan ukuran, bentuk, dan muatan (Harris & Angal, 1989).
SDS (CH3-(CH2)10-CH2OSO3-Na+) merupakan detergen anionik
dan merupakan grup ion sulfat. Disamping itu SDS pun sebagai bahan
pendenaturasi protein bila dipanaskan bersama dengan -merkaptoetanol
selama 100C selama 3 menit. Pemanasan menyebabkan rusaknya struktur tiga
dimensi protein menjadi konfigurasi random coil. Hal ini disebabkan oleh
terpecahnya ikatan disulfida yang selanjutnya tereduksi menjadi gugus-gugus
sulfihidril. Gel poliakrilamida diperoleh dengan cara polimerisasi akrilamida
dengan sejumlah cross linking agent metilena bis akrilamida dan amonium
persulfat (APS) sebagai inisiator. Radikal-radikal bebas yang terbentuk dari
amonium persulfat dalam air akan bereaksi dengan akrilamid, dalam hal ini

14

akan terjadi penyimpanan radikal bebas di dalam molekul akrilamid sehingga


terbentuk akrilamid aktif. Akrilamid aktif ini dapat bereaksi dengan cara yang
sama dengan molekul akrilamid yang lain sehingga dihasilkan suatu rantai
polimer yang panjang. Larutan dari rantai polimer ini meskipun kental
(viscous), tapi tidak membentuk gel. Untuk membentuk gel diperlukan N, Nmetilen-bis-akrilamida yang bertindak sebagai cross linking agent. Polimerisasi
menyebabkan jala dari rantai akrilamida. Ukuran pori jala tersebut ditentukkan
oleh jumlah akrilamida yang dipergunakan per unit volume medium reaksi
(%T) dan derajat ikatan silangnya (%C) (Nur dan Adijuwana, 1988). Adapun
mekanisme dari pembentukan gel poliakrilamida dapat dilihat pada gambar 5.

Matriks poliakrilamida

Gambar 5. Pembentukan gel poliakrilamida


(http://www.davidson.edu/.../Molbio/SDSPAGE/SDSPAGE.html)
Analisa hasil elektroforesis SDS-PAGE pada umumnya didasarkan
pada elektroforetik protein. Mobilitas suatu partikel adalah kecepatan yang
dicapai oleh partikel tersebut pada suatu medan listrik dan mobilitas relatif
suatu protein merupakan perbandingan jarak antara titik awal ke pita protein
dengan titik awal ke titik akhir elektroforesis (Suhartono, 1989 dan Nur &
Adijuwana, 1988). Dimana penentuan berat molekul protein ditentukkan

15

dengan membuat hubungan antara log berat molekul dan mobilitasnya (Nur dan
Adijuwana, 1988).
Tabel 6. Beberapa karakteristik enzim murni kitosanase
Sumber

Suhu

pH

Berat

Optimum

Optimum

Molekul

(C)
Bacillus cereus
Bacillus
strain

sp.

54
60

Acuan

(kda)
5.8
46

KCTC

47 (SDS-

Piza

PAGE)

1999

45 (SDSPAGE)

et

al.,

Choi et al.,
2004

0377 BP
50

Bacillus
circulans

6.5

MH-

* 32 (SDS-

Yabuki, 1989

PAGE)

K1

* 27 (HPLCgel filtrasi)
45

Bacillus

6.9

licheniformis

* 31 (SDS-

Uchida, 1992

PAGE)

UTK

* 26 (Filtrasi
gel-sephadex
G-100)
60 - 70

Bacillus
coagulans

8 11

LH

74 87

Haliza, 2003

(SDS-PAGE)

28.38
Matsuebacter

30 - 40

4.0

chitosanotabidus

34 (SDS-

Park et al.,

PAGE)

1999

29 (SDS-

Rivas et al.,

PAGE)

1999

43, 39.5, dan

Pelletier dan

22 (SDS-

Sygusch,

PAGE)

1992

3001
Bacillus subtilis

60

57

168 csn
Bacillus
megaterium P1

45

4.5 6.5

16

Bacillus

sp.

60

6.5

Strain CK4
Aspergillus
fumigatus KB-1

60 dan 70

5.5 6.5

29 (SDS-

Yoon et al.,

PAGE)

2000

25.5 (SDS-

Eom dan

PAGE)

Kang, 2003

17

III. METODOLOGI PENELITIAN


A. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari : (1)
isolat bakteri Bacillus licheniformis MB-2 yang merupakan koleksi
Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PAU Institut Pertanian Bogor. (2)
Tepung kitin Rajungan dan substrat terdiri dari : kitosan dan koloidal kitosan
(Haliza, 2003) (lampiran 1 dan 2), soluble kitosan disiapkan dari metoda
Chasanah (2004) (lampiran 3). (3) Bahan-bahan kimia untuk media padat
(Chasanah, 2004) dan thermus media cair yang disiapkan dari metoda Park et
al., (1999) yaitu K2HPO4, KH2PO4, MgSO4, ekstrak khamir, casiton, bacto
agar, dan gelrite (4) Reagen terdiri dari larutan schales dan larutan bradford
(lampiran 7) (5) Bahan kimia untuk pembuatan kurva standar adalah
glukosamin, BSA (Bovine serum Albumin) (6) Amonium sulfat, Na-karbonat,
dan EDTA digunakan untuk tahap presipitasi dan dialisis (7) Sephadex G-100
digunakan untuk kolom kromatografi metode filtrasi gel (8) Bufer terdiri dari
bufer asetat, bufer fosfat, bufer universal, bufer sitrat, bufer fosfat sitrat, bufer
tris (lampiran 6), bufer elektroforesis dan bufer sampel (lampiran 7) (9)
Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk SDS-PAGE terdiri dari larutan A,
larutan B, larutan C, larutan fiksasi, silver nitrat, Na2CO3, APS (amonium
persulfat), TEMED (N,N,N,N-tetrametil diamin), aquabidestilata, etanol
(30% dan 50%), formaldehida, larutan enhancer, marker (pharmacia)
(lampiran 7). (semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini
berspesifikasi pro-analisis (p.a).
2. Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan yang
berada di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PAU Institut Pertanian
Bogor antara lain: neraca analitik, ruang dingin (cool room), bunsen, oven,
autoklaf, mesin pengering beku, spektrofotometer, kantong dialisis dari
selofan berukuran 10.000 dalton, kolom kromatografi (pharmacia) panjang

18

46,5 cm dengan diameter 1 cm, AC 26 adaptor (pharmacia), redifrac fraction


collector (pharmacia), mini Vertical Electrophoresis (Bio-rad), hamilton
syinges, pH meter, shaker waterbath suhu 55oC, kapas, glass wool, magnetic
stirrer, alumunium foil, sudip, jarum ose, eppendorf, kertas lakmus, kertas
tisu, petridis, pipet mikro, peralatan gelas, dan sarung tangan karet.

19

B. METODA
Skema riset penelitian dapat dilihat pada gambar 6 :
Tahap penyegaran dan
pembuatan kultur starter

Produksi enzim :
1. Aktivitas enzim
2. Kadar protein

Tahap pemurnian enzim :


1. Presipitasi
2. Dialisis
3. Kromatografi teknik
filtrasi gel

Fraksi positif

Elektroforesis SDS-PAGE

Karakterisasi enzim (Crude


enzyme dan Pure enzyme) :
1. Suhu Optimum
2. pH Optimum
3. Stabilitas panas
Gambar 6. Skema Riset Penelitian
1. Tahap penyegaran dan pembuatan kultur starter (Rianti, 2003)
Isolat bakteri Bacillus licheniformis MB-2 yang disimpan dalam
freezer, didiamkan selama lima menit pada suhu ruang. Sebanyak satu ose
bakteri diinokulasikan ke dalam media padat kemudian diinkubasi selama 5

20

hari pada suhu pertumbuhan 55oC. Setelah itu dilihat areal bening/zona
bening. Hasil goresan (zona bening) diambil satu ose kemudian ditumbuhkan
pada 150 ml media cair dan diinkubasi dalam shaker waterbath suhu 55oC
selama 24 jam dengan kecepatan 120 rpm. Media padat yang digunakan
adalah 1.0% koloidal kitosan, 0.7% K2HPO4, 0.3% KH2PO4, 0.5% MgSO4,
0.25% yeast extract, 0.25% casiton, 1.5% bacto agar, dan 0.4% gelrite dengan
pH media 6.0 (Chasanah, 2004). Sedangkan media yang digunakan untuk
pembuatan kultur starter adalah 0.4% koloidal kitosan, 0.5% MgSO4, 0.3%
KH2PO4, 0.7% K2HPO4, 0.25% yeast extract, dan 0.25% casiton dengan pH
media 7.0 (Park et al., 1999).
2. Produksi enzim (Chasanah, 2004)
Sebanyak 15 ml kultur starter dari media starter diinokulasikan ke
dalam 85 ml media cair. Kemudian diinkubasikan ke dalam shaker waterbath
pada suhu 55oC dengan kecepatan 120 rpm selama 7 hari. Media yang
digunakan untuk produksi enzim sama dengan media yang digunakan untuk
membuat kultur starter. Pemisahan biomassa dilakukan dengan cara
sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4oC selama 20 menit,
selanjutnya filtrat yang berisi enzim diukur aktivitas dan kadar proteinnya.
3. Pengendapan protein dengan amonium sulfat (Rianti, 2003)
Pada tahap ini, enzim yang telah diproduksi diendapkan semalam
pada suhu 4C dengan amonium sulfat jenuh 80%. Kemudian disentrifugasi
selama 20 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Endapan yang dihasilkan
diambil dengan melarutkannya pada bufer fosfat 0.05 M pH 6, dengan
perbandingan 1 : 1. Presipitat yang dihasilkan diukur aktivitasnya dan kadar
proteinnya.
4. Dialisis (Rianti, 2003)
Kantong dialisis dipotong sesuai dengan ukuran yang diinginkan.
Kemudian direndam dengan larutan 2% (b/v) Na-Karbonat dan 0.05% (b/v)
EDTA dan direbus selama 10 menit. Larutan diganti dengan akuades dan

21

kembali direbus selama 10 menit (hal ini dilakukan dua kali). Kantong
dibiarkan terendam dalam larutan bufer yang akan digunakan dalam proses
dan disimpan dalam ruang dingin.
Salah satu ujung kantong diikat dengan benang jahit, lalu sebanyak
4 ml enzim hasil presipitasi dimasukkan ke dalam kantong. Karena selama
dialisis volume larutan dapat meningkat, maka pengisian kantong tidak boleh
terlalu penuh. Udara dikeluarkan dari kantong dan ujung yang lain diikat erat.
Kantong berisi enzim ini kemudian dimasukkan dalam larutan bufer fosfat
0.025 M pH 6 dengan volume 100x volume filtrat. Dialisis dilakukan diruang
dingin selama semalam dan dilengkapi dengan stirrer. Selanjutnya hasil
dialisis diukur aktivitas dan kadar proteinnya.
5. Kromatografi filtrasi gel (Haliza, 2003)
a. Persiapan bahan pengepak
Tahapan awal dalam kromatografi filtrasi gel adalah melakukan
persiapan gel matriks dan kolom yang akan digunakan. Agar memperoleh gel
yang bagus maka semua peralatan harus bersih dan kering, bufer dan air yang
digunakan harus disaring terlebih dahulu. Matriks yang digunakan dalam
filtrasi gel adalah sephadex G-100. Matriks terlebih dahulu harus
dikembangkan (swelling) sebelum digunakan. Tahap pengembangan adalah
dengan menimbang sebanyak 2,5 gram sephadex G-100 dilarutkan dalam 300
ml air bebas ion sambil diaduk dengan magnetic stirer perlahan selama 30
menit, kemudian didiamkan selama 3 hari pada suhu dingin atau selama 3 jam
pada suhu 90C. Kemudian matriks dicuci dengan bufer enzim dan diagitasi
sampai gelembung udara hilang.
b. Pembuatan kolom
Pembuatan kolom dilakukan dengan cara menuangkan matriks gel
sephadex G-100 secara perlahan tapi kontinyu. Jika terbentuk rongga udara,
bagian luar kolom diketuk sehingga rongga udara tersebut hilang. Jika tinggi
kolom gel yang diinginkan telah tercapai, bahan pengepak dibiarkan
mengendap. Setelah kolom terbentuk kemudian dilakukan ekuilibrasi kolom

22

dengan mengalirkan sejumlah bufer fosfat 0.05 M pH 6 untuk mencuci kolom.


Semua kegiatan pengepakan kolom dilakukan di ruang dingin.
c. Separasi contoh
Sebelum diaplikasikan ke dalam kolom, sampel enzim hasil dialisis
dipekatkan terlebih dahulu. Selanjutnya 2 ml sampel enzim diaplikasikan di
bagian atas kolom, kemudian didiamkan beberapa saat agar contoh
mempunyai kesempatan untuk memasuki kolom. Kemudian secara perlahan
bufer elusi yang berupa bufer fosfat 0.05 M pH 6 ditambahkan sampai
memenuhi atas kolom dan diikuti dengan perhitungan laju elusi. Fraksi-fraksi
yang keluar ditampung ke dalam 100 buah tabung reaksi dengan volume 3 ml
dengan menggunakan fraction collector.
d. Analisa fraksi
Fraksi-fraksi

yang

telah

ditampung,

kemudian

dianalisis

kandungan protein dan aktivitas enzimnya. Kemudian fraksi yang memiliki


aktivitas tinggi dikumpulkan dan dianalisa karakteristiknya, yaitu suhu
optimum, pH optimum, dan stabilitas panas. Selain itu fraksi dengan aktivitas
relatif tinggi dipersiapkan untuk tahap SDS-PAGE.
6. Analisa aktivitas enzim kitosanase (Meidina, 2003)
Analisis aktivitas enzim kitosanase didasarkan pada perhitungan
gula reduksi yang diproduksi selama hidrolisis soluble kitosan. Campuran
reaksi yang terdiri dari 100 l soluble chitosan 1%, 100 l 0.05 M bufer fosfat
pH 6.0 dan 100 l larutan enzim diinkubasi selama 30 menit pada suhu 70oC.
Reaksi enzimatis dihentikan dengan membekukan campuran reaksi pada suhu
-20oC selama 15 menit. Sebanyak 200 l dari campuran diatas direaksikan
dengan 1 ml pereaksi schales dan 800 l air bebas ion dalam tabung reaksi.
Tabung ditutup dengan alumunium foil dan dipanaskan dalam air mendidih
selama 15 menit. Setelah didinginkan , larutan disentrifugasi dengan kecepatan
8000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC, kemudian diukur absorbansinya
pada panjang gelombang 420 nm. Prosedur analisis aktifitas kitosanase dapat
dilihat pada tabel 7.

23

Tabel 7. Prosedur analisa aktivitas enzim kitosanase


Bahan

Substrat (l)

Kontrol (l)

Blanko (l)

Bufer fosfat 0.05

100

100

100

100

M pH 6.0
Soluble chitosan
1%
Enzim kitosanase

100
o

Inkubasi 30 menit 70 C
Freeze -20oC selama 15 menit
Campuran

200

133

Enzim

67

Air bebas ion

800

800

1000

Pereaksi schales

1000

1000

1000

Dididihkan 15 menit
Sentrifugasi 8000 rpm selama 10 menit pada 4oC
Ukur absorbansi pada panjang gelombang 420 nm

Untuk pengukuran kontrol dilakukan dengan prosedur yang sama


seperti diatas, hanya saja penambahan 67 l enzim dilakukan setelah reaksi
enzimatis dihentikan, dan campuran reaksi yang diambil adalah sebanyak 133
l. Sebagai blanko digunakan 1 ml air bebas ion direaksikan dengan 1 ml
pereaksi schales. Untuk standar digunakan larutan standar glukosamin dengan
konsentrasi 0 275 g/ml dan dilakukan dengan prosedur yang sama seperti
pada pengukuran sampel. Nilai absorbansi dari sampel, kontrol, dan blanko
dimasukan ke dalam kurva standar sehingga dapat ditentukan jumlah
glukosamin yang terkandung didalam sampel. Selanjutnya nilai glukosamin
tersebut dimasukan ke dalam rumus untuk menentukkan unit aktivitas enzim,
sedangkan penentuan aktivitas spesifik enzim dilakukan dengan cara membagi
unit aktivitas dengan konsentrasi protein. Satu unit aktivitas kitosanase
didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat menghasilkan 1mol gula
reduksi glukosamin tiap menit pada kondisi tertentu.

24

Unit aktivitas
(Unit/ml)

= 300 x Glc x 1 x 1000 x 1


200

GIc

BM 100

30

= [(Absorbansi (B-S) Absorbansi (B-K)) b]/a

Unit/mg kitosan = Unit aktivitas


[Protein]
Keterangan :
300

: Volume sampel hasil reaksi enzimatis (l)

200

: Volume sampel untuk reaksi schales (l)

GIc

: Jumlah glukosamin sampel (g)

BM

: Berat molekul glukosamin, yaitu 215,6 (gram/mol)

1000

: Faktor konversi dari l ke ml

100

: Volume larutan enzim/volume larutan soluble chitosan (l)

1/100

: Konsentrasi soluble chitosan (mg/l)

30

: Waktu inkubasi (menit)

: Slope dari persamaan kurva standar glukosamin

: Intercept dari persamaan kurva standar glukosamin

7. Pengukuran konsentrasi protein (Bradford, 1976)


Sebanyak 100 l sampel ditambahkan dengan 2 ml larutan
bradford, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama lima menit. Protein
akan diikat oleh Coomassie Brilliant Blue G-250 yang terdapat pada pereaksi
bradford membentuk kompleks warna biru. Absorbansi larutan diukur pada
panjang gelombang 595 nm. Konsentrasi protein sampel dihitung berdasarkan
kurva standar yang dibuat dari Bovine Serum Albumin (BSA).
8. SDS-PAGE (Bollag dan Edelstein, 1991)
Elektroforesis

dilakukan

dengan

menggunakan

piranti

elektroforesis (mini vertikal). Tahapan dari elektroforesis SDS-PAGE adalah


sebagai berikut :
a. Pembuatan gel elektroforesis
Cetakan gel berupa dua lempeng kaca berukuran 10,1 x 7,5 cm
yang dihimpitkan dengan ketebalan kaca 0,75 mm. Diantaranya diletakan

25

pemisah (spacer) pada bagian tepi cetakan. Susunan ini dijepit dengan klip
sehingga dapat diberdirikan. Klip tidak boleh melewati batas pemisah.
Cetakan ini diletakkan di atas lempeng kaca yang datar. Selanjutnya dibuat
larutan gel penahan dan gel pemisah dengan komposisi sebagai berikut :
Tabel 8. Komposisi gel SDS-PAGE
Bahan

Gel Pemisah/

Gel Penahan /

Separating Gel (8%)

Stacking Gel (4%)

(ml)

(ml)

Stock akrilamid (larutan A)

2.7

0.67

Larutan B

2.5

Larutan C

1.25

Aquades

4.8

3.0

APS 10%

0.05

0.05

TEMED

0.5

0.5

(Bollag dan Edelstein, 1991)


Bahan untuk gel pemisah (separating gel) dicampur satu persatu
dengan memasukkan TEMED pada akhir campuran lalu diaduk dan dipipet
perlahan kedalam lapisan kaca sambil diusahakan agar tidak terbentuk
gelembung udara sampai 1.5 cm dari permukaan kaca lalu dibiarkan memadat
sekitar 30 menit. Setelah gel memadat, perlahan dimasukkan campuran gel
penahan (stacking gel) lalu masukkan sisir (10 sumur) sebagai tempat sampel
protein dan dibiarkan selama 30 menit hingga memadat. Setelah semua
campuran diaplikasikan pada pelat kaca, dilakukan pengecekan apakah pelat
kaca bocor atau tidak.
b. Pelarian Sampel
Sebelum diinjeksikan, sampel enzim hasil pemurnian dan crude
enzyme dipekatkan kemudian dipanaskan terlebih dahulu selama 3 menit,
begitu pula dengan larutan marker (standar protein). Bufer sampel 5 l
direaksikan dengan 20l sampel enzim yang telah dipanaskan, kemudian
ditempatkan pada eppendorf. Kemudian injeksikan 12 l sampel pada sumur-

26

sumur yang terdapat pada pelat kaca sampel menggunakan hamilton syinges,
disertai dengan penginjeksian 10 l marker (standar protein). Marker yang
digunakan adalah LMW (low moleculer weight) yang terdiri dari phosphorilase
b (97 kD), albumin (66 kD), ovalbumin (45 KD), carbonic anhydrase (30 kD),
tripsin inhibitor (20.1 kD), dan -lactalbumin (14.4 kD).
Setelah semua sampel diinjeksikan pada sumur-sumur pelat kaca,
rangkailah alat elektroforesis dengan cara meletakkan alat elektroforesis pada
wadah yang berisi es batu. Sebelum running masukkan bufer elektroforesis
kedalam chamber. Running elektroforesis dilakukan pada 100 volt, 50 mA
atau hingga sampel hampir memasuki bagian gel pemisah. Elektroforesis
berlangsung sekitar 1,5 jam dan dilakukan sampai warna biru dari bromphenol
blue mencapai 1 cm dari bagian bawah gel.
c. Fiksasi dan pewarnaan
Setelah elektroforesis selesai, gel dilepaskan dari pelat kaca dan
direndam dalam larutan fiksasi (12% asam asetat dan 25% metanol) selama 1
jam, kemudian direndam dalam 50% etanol selama 20 menit dan diganti
dengan 30% etanol selama 2 x 20 menit, direndam dalam larutan enhancer
selama 1 menit dan dicuci dengan aquabidestilata selama 3 x 20 menit. Setelah
dicuci kemudian ditambahkan dengan larutan silver nitrat selama 30 menit
kemudian dicuci dengan aquabidestilata selama 2 x 20 detik dan ditambahkan
dengan larutan campuran Na2CO3 dan formaldehida sampai terlihat pita-pita
pada gel. Setelah itu untuk menghentikan reaksi pembentukan pita, gel
direndam dalam larutan fiksasi.
9. Karakterisasi Kitosanase
a. Suhu Optimum (Chasanah, 2004)
Enzim kitosanase (crude dan pure enzyme) dianalisis pada berbagai
suhu untuk menentukkan suhu optimum. Aktivitas enzim dianalisis pada suhu
inkubasi 37, 60, 70, 80, dan 90C.

27

b. pH Optimum (Chasanah, 2004)


Enzim kitosanase (crude enzyme) dianalisa dengan menggunakan
0.05 M bufer sitrat (pH 3), 0.05 M bufer asetat (pH 4, 5, 6), 0.05 M bufer
fosfat sitrat (pH 5), 0.05 M bufer sodium fosfat (pH 6, 7, 8), dan 0.05 M bufer
tris (pH 8). Sedangkan enzim kitosanase (pure enzyme) dianalisis pada
menggunakan bufer universal 0.05 M pada pH 4 sampai 12. Dimana crude
dan pure enzyme dianalisa pada masing-masing suhu optimumnya.
c. Stabilitas panas (Haliza, 2003)
Stabilitas panas dianalisa pada pure enzyme, berupa pengaruh suhu
dan pH terhadap stabilitas enzim. Pengaruh suhu terhadap stabilitas enzim
dilakukan dengan memanaskan enzim (tanpa substrat dan bufer) pada suhu
80oC (selama 0, 30, 60, 90, dan 120 menit) dan pada suhu 90oC (selama 0, 60
dan 120 menit) kemudian dianalisa menggunakan bufer fosfat 0.05 M pH 6.
Sedangkan pengaruh pH terhadap stabilitas enzim dilakukan dengan
memanaskan enzim dengan bufer universal pH 6.0 (tanpa substrat) pada suhu
optimum enzim selama 0, 30, 60, 90, dan 120 menit.
Pengukuran stabilitas enzim dinyatakan dalam nilai k, t1/2, dan Ea.
Nilai k suatu enzim adalah konstanta laju deaktifasi enzim dari model
eksponensial perubahan konsentrasi dan merupakan slope dari plot ln [C]
terhadap waktu.
ln [C] = -K [t] + ln [Co] ............................................................ (1)
[Co] = aktivitas enzim pada awal inkubasi
[t]

= waktu inkubasi
Nilai t1/2 suatu enzim adalah waktu inkubasi pada suhu tertentu

yang menyebabkan aktivitas enzim tinggal 50% dari aktivitas semula.


t1/2 = - ln (0.5) .......................................................................... (2)
k
Energi aktifasi (Ea) dapat ditetapkan secara grafik berdasarkan
persamaan Arrhenius. Persamaan ini merupakan hubungan laju reaksi
terhadap suhu absolut. Ea merupakan slope dari ln k terhadap suhu absolut
(1/T).

28

= Ao [e]-Ea/RT (Persamaan Arrhenius)

ln k = -Ea [1/T] + ln ko .......................................................... (3)


R
Keterangan :
K : Konstanta laju deaktifasi
T : Suhu absolut (oK)
Ea : Energi aktifasi (kkal/(gmol.oK)
R : Tetapan gas (1.987 kal/(gmol.oK)
Ao : Faktor frekuensi

29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. PRODUKSI ENZIM
Isolat yang digunakan dalam produksi enzim ekstraseluler
kitosanase adalah Bacillus licheniformis MB-2 asal Tompaso-Manado. Tahap
awal pada produksi enzim ekstraseluler kitosanase adalah tahap penyegaran
terhadap mikroba yang berpotensi untuk menghasilkan enzim kitosanase.
Dimana isolat Bacillus licheniformis MB-2 ditumbuhkan pada media thermus
padat (Park et al., 1999) pada waktu optimumnya yaitu selama 5 hari pada
suhu 55C. Waktu inkubasi yang singkat menyebabkan enzim tidak optimum
menghidrolisa substrat karena mikroorganisme belum cukup beradaptasi
dengan lingkungannya, sedangkan waktu inkubasi yang lama menyebabkan
terjadinya penumpukkan produk akibat reaksi enzim dengan substrat. Mikroba
yang memproduksi enzim ekstraseluler jika ditumbuhkan pada medium padat
yang mengandung substrat yang dapat dihidrolisa, maka enzim tersebut akan
dikeluarkan

disekeliling

koloninya

dan

akan

menghidrolisa

substrat

disekeliling koloninya (Fardiaz, 1987). Sehingga perubahan disekitar koloni


tersebut dilihat dengan terbentuknya areal bening (gambar 7). Areal bening
menunjukkan bahwa isolat tersebut berpotensi untuk memproduksi enzim
kitosanase.

Gambar 7. Areal bening dari isolat Bacillus licheniformis MB-2 yang


ditumbuhkan pada media thermus padat

30

Isolat Bacillus licheniformis MB-2 yang memperlihatkan zona


bening diinokulasikan pada media thermus cair (Park et al., 1999). Tujuannya
adalah untuk perbanyakan sel dan menyediakan inokulum yang berada dalam
keadaan aktif, sehingga bisa mempersingkat fase adaptasi/lag fase pada saat
produksi. Adapun syarat inokulum yang digunakan untuk produksi enzim
adalah sehat, bebas kontaminasi, dapat menahan kemampuannya membentuk
produk, berada dalam bentuk morfologi yang sesuai, dan tersedia dalam
jumlah yang cukup (Rahman, 1987).
Pemilihan media fermentasi merupakan faktor yang sangat penting
dalam memproduksi enzim dari mikroorganisme disamping faktor-faktor lain
yang mempengaruhi produksi enzim, seperti pengaturan kondisi fermentasi
(pH, suhu, transfer O2 dan nutrien bagi pertumbuhan), seleksi mikroba, dan
pengenalan siklus pertumbuhan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilihan media fermentasi meliputi media-media tersebut mudah didapat,
harganya murah, dan efisiensi penggunaannya. Menurut Rahman (1987)
komponen dari media tersebut harus mampu memenuhi kebutuhan dasar untuk
menghasilkan metabolit, serta mampu memberikan energi yang cukup untuk
biosintesa dan pemeliharaan sel. Dimana sumber-sumber nutrien yang ada
dalam

medium

fermentasi

digunakan

oleh

mikroorganisme

untuk

pertumbuhan, pemeliharaan, sumber energi bagi mikroorganisme untuk


sintesis enzim, asam nukleat, dan senyawa makromolekul lainnya. Komponen
yang terdapat pada media fermentasi meliputi senyawa sumber karbon,
nitrogen, mineral (Mg, Cu, Fe, Zn, Ni, dan Co), air, serta faktor-faktor
pertumbuhan lain seperti vitamin dan asam amino (Darwis dan Sukara, 1989).
Komposisi media yang digunakan untuk memproduksi enzim
kitosanase sama dengan media yang digunakan untuk membuat kultur starter
yaitu media thermus cair (Park et al., 1999). Hal ini dimaksudkan untuk
mempersingkat fase adaptasi dari isolat mikroba. Adapun komposisi media
yang dimaksud terdiri dari koloidal kitosan, MgSO4, KH2PO4, K2HPO4,
ekstrak kamir, dan casiton dengan pH media 7. Koloidal kitosan merupakan
sumber karbon dan sekaligus sebagai substrat yang berfungsi sebagai inducer,
karena sebagian besar mikroba memproduksi enzim secara induktif

31

(memproduksi enzim dengan keberadaan substrat). MgSO4, K2HPO4 dan


KH2PO4 berfungsi sebagai kofaktor enzim dan pertumbuhan. Sedangkan
casiton dan ekstrak kamir digunakan sebagai sumber nitrogen. Firdaus (2003)
menyatakan bahwa casiton merupakan sumber nitrogen organik untuk
memproduksi kitosanase secara optimal. Sedangkan sumber karbon dan
nitrogen merupakan komponen penting dalam media fermentasi karena sel-sel
mikroba dan berbagai produk fermentasi sebagian besar terdiri dari senyawa C
dan N (Rahman, 1987). Pada tabel 9 dapat dilihat komposisi komponen tipikal
sel mikroorganisme. Adapun dasar pemilihan media cair sebagai media
fermentasi adalah agar oksigen, pH, dan faktor lingkungan lain dapat tersebar
secara merata karena adanya aktivitas pengadukan, penanganan media cair
yang lebih mudah, resiko kontaminasi rendah, dan kondisi fermentasi mudah
dikontrol (Suhartono, 1989).
Tabel 9 . Komposisi komponen tipikal mikroorganisme
Komponen

Persen sel (d. b)

Karbon

50

Nitrogen

7 12

Senyawa fosfor

13

Sulfur

0.5 1

Magnesium

0.5

Wang et al., (1979)


Produksi kitosanase dilakukan dengan menginokulasikan kultur
starter ke dalam media cair. Menurut Darwis dan Sukara (1989) penambahan
kultur starter dari bakteri umumnya berkisar antara 0.1 30% dari volume
media. Pada penelitian ini kultur starter yang ditambahkan adalah 17.6% dari
volume media cair. Wadah yang digunakan selama produksi enzim adalah
erlenmeyer berukuran 250 ml, dimana tujuan penggunaan erlenmeyer 250 ml
adalah agar proses aerasi dapat berlangsung dengan baik yaitu memungkinkan
pemasokan O2 memadai, mempertahankan kondisi aerobik, dan membuang
gas CO2 yang dihasilkan selama fermentasi. Selain itu digunakan kapas

32

sebagai penutup pada labu erlenmeyer untuk penyaringan udara. Menurut


Rahman (1987) perpindahan O2 dari udara ke sel mikroba selama fermentasi
terjadi melalui tiga tahap yaitu perpindahan O2 dari gelembung udara ke dalam
larutan media, perpindahan O2 terlarut dari medium ke sel mikroba, dan
pengambilan O2 terlarut dari sel. Untuk mempertahankan keseragaman
suspensi sel mikroba dalam kultur, maka fermentasi dilakukan pada shaker
waterbath yang berputar dengan kecepatan agitasi 120 rpm. Selain itu tujuan
penggunaan shaker waterbath yang berputar adalah untuk mempercepat
pertumbuhan bakteri, karena dengan adanya putaran tersebut maka akan
meningkatkan absorbsi O2 pada media dan menigkatkan aktivitas bakteri.
Produksi enzim dilakukan pada suhu 55C selama 7 hari. Waktu
fermentasi lebih lama dibandingkan waktu saat perbanyakan inokulum, agar
sel bisa mencapai akhir fase log dimana enzim disintesa atau mendekati fase
stationer. Chasanah (2004) melaporkan bahwa Bacillus licheniformis MB-2
yang ditumbuhkan pada media thermus cair yang disuplementasi 0.4%
koloidal kitosan memiliki waktu produksi maksimum pada hari ke-7.
Sedangkan suhu fermentasi dipilih 55C karena sesuai denga suhu optimal
pertumbuhan dari isolat Bacillus licheniformis MB-2. Menurut Suhartono
(1989) bila suhu fermentasi lebih tinggi dibandingkan suhu optimal
pertumbuhan mikroba maka akan terjadi kerusakan struktur protein yang
memegang peranan kunci dalam menentukkan metabolisme dan pertumbuhan
sel. Sedangkan bila suhu fermentasi lebih rendah maka aktivitas metabolisme
sel menurun dengan cepat sehingga produk metabolit yang dihasilkan pun
menurun.
Untuk mendapatkan supernatan enzim yang telah bebas dari sel
bakteri dan sisa media yang tidak larut, maka dilakukan sentrifugasi dingin
untuk mencegah terjadinya denaturasi akibat panas yang ditimbulkan dari
proses sentrifugasi. Saat sentrifugasi sel akan mengendap karena adanya gaya
gravitasi, sedangkan enzim akan tetap ada pada supernatan. Selanjutnya
dilakukan uji aktivitas kitosanase (tabel 6) untuk mengetahui aktivitas
supernatan bebas sel dari enzim kitosanase. Adapun prinsip yang digunakan
untuk pengujian aktivitas enzim kitosanase adalah pengukuran jumlah gula

33

pereduksi glukosamin yang terbentuk karena reaksi hidrolisis substrat dengan


soluble kitosan oleh komplek enzim kitosanase. Gula pereduksi yang
terbentuk akan mereduksi reagen schales yang mengandung ferrycyanide,
dimana bentuk ferri dari besi akan tereduksi menjadi bentuk ferro membentuk
larutan berwarna putih dan nilai absorbansi diukur pada panjang gelombang
420 nm.
Aktivitas supernatan bebas sel dari enzim kitosanase adalah 1.076
U/ml dengan aktivitas spesifik 4.538 U/mg. Aktivitas supernatan bebas sel
yang diperoleh pada penelitian ini lebih besar dibandingkan penelitian
sebelumnya. Chasanah (2004) mendapatkan aktivitas kitosanase dari isolat
Bacillus licheniformis MB-2 sebesar 0.8 U/ml dengan waktu panen 7 hari
pada suhu inkubasi 55oC. Adanya perbedaan aktivitas supernatan bebas sel
dengan penelitian sebelumnya, kemungkinan disebabkan oleh adanya
perbedaan faktor yang mempengaruhi lingkungan fermentasi seperti
penciptaan kondisi aseptis saat fermentasi dan adanya perbedaan waktu
inkubasi isolasi mikroba pada media padat. Perbandingan aktivitas supernatan
bebas sel dengan kitosanase lain terlihat pada tabel 10.
B. EKSTRAKSI
Kerja enzim sering terganggu karena adanya kontaminan, sehingga
agar terhindar dari kontaminan tersebut maka perlu dilakukan ekstraksi enzim
sebelum melakukan tahap pemurnian. Proses ekstraksi yang dilakukan pada
penelitian ini meliputi tahap presipitasi dan dialisis.
1. Presipitasi
Presipitasi merupakan tahap penambahan reagen sehingga terjadi
pengendapan protein. Reagen yang biasa digunakan adalah garam
(amonium sulfat, sodium sulfat), pelarut organik (metanol, etanol,
isopropanol), dan polimer organik (Harris dan Angal, 1989). Reagen yang
dipilih pada penelitian ini adalah garam amonium sulfat karena metode
presipitasi yang digunakan adalah presipitasi dengan peningkatan kekuatan
ion (salting out). Menurut Suwanto et al., (1991) keuntungan
menggunakan garam amonium sulfat adalah kelarutannya tinggi dalam air,

34

harganya murah, tidak dipengaruhi struktur protein, tidak memberi


pengaruh yang berarti pada enzim, dan tidak beracun. Amonium sulfat
ditambahkan dengan konsentrasi yang tinggi yaitu 80% amonium sulfat
jenuh dan bentuk garam yang ditambahkan berupa bahan padat. Dimana
penambahan amonium sulfat dengan konsentrasi tinggi menyebabkan
peningkatan muatan listrik di sekitar protein yang akan menarik mantel air
dari koloid protein, sehingga interaksi hidrofobik diantara sesama molekul
protein pada suasana ionik tinggi akan menurunkan kelarutan protein
(salting out). Haliza (2003) melaporkan bahwa amonium sulfat dengan
tingkat kejenuhan 80% memberikan aktivitas yang optimum bagi enzim
kitosanase. Penambahan amonium sulfat pada kondisi jenuh dimaksudkan
agar terdapat kumpulan molekul protein bila telah melewati titik jenuh.
Amonium sulfat ditambahkan sedikit demi sedikit dan diatur dengan
menggunakan magnetic stirrer, hal ini bertujuan agar kontak antara enzim
dengan garam dapat berlangsung dengan baik.
Proses salting out tergantung pada ikatan hidrofobik yang ada pada
bagian dalam protein. Dimana saat garam ditambahkan, air akan
melarutkan ion garam dan terjadinya peningkatan konsentrasi garam
sehingga air lepas dari sekitar protein menyebabkan hydrophobic patches.
Hydrophobic patches dari suatu protein dapat berinteraksi/berikatan
dengan yang lain menghasilkan endapan, dimana protein yang
hydrophobic patches lebih besar akan mengendap sebelum yang lebih
kecil (Harris & Angal, 1989). Proses presipitasi dilakukan pada kondisi
dingin untuk mengurangi inaktifasi misalnya oleh protease endogenous,
dimana penigkatan suhu akibat proses pelarutan dengan bantuan magnetic
stirrer dapat menyebabkan denaturasi.
Proses pengendapan disempurnakan dengan menyimpan enzim
yang telah ditambahkan amonium sulfat selama semalam pada suhu 4C.
Selama proses penyimpanan molekul-molekul protein beragregasi tetapi
tidak langsung semua mengendap, sebagian agregat protein melayang dan
terkumpul di bagian permukaan membentuk suatu lapisan. Presipitat
(crude enzyme) diperoleh dengan cara sentrifugasi pada suhu 4C selama

35

20 menit dengan kecepatan 10.000 rpm, kemudian pelarutan hasil


sentrifugasi dengan bufer fosfat 0.05 M pH 6.0 dan larutan enzim yang
dihasilkan kemudian diukur aktivitas dan kadar proteinnya. Aktivitas
enzim dan konsentrasi protein setelah presipitasi mengalami peningkatan
menjadi 1.087 U/ml (gambar 8) dengan konsentrasi protein sebesar 0.759
mg/ml. Hal ini dapat dimengerti karena yang diendapkan oleh amonium
sulfat adalah protein enzim dan protein-protein lain. Namun peningkatan
yang terjadi pada aktivitas katalitik enzim dan jumlah protein enzim tidak
diikuti dengan peningkatan aktivitas spesifik enzim. Aktivitas spesifik
enzim setelah presipitasi mengalami penurunan yang cukup besar dari
4.539 U/mg menjadi 1.433 U/mg. Hal ini diduga karena adanya protease
endogenous dan kemungkinan adanya sisi aktif enzim yang terdenaturasi.
Penurunan yang terjadi pada aktivitas spesifik enzim menyebabkan tingkat
kemurnian enzim pun ikut menurun menjadi 0.32 kali.
1.088
1.086
Aktivitas (U/ml)

1.084
1.082
1.08
1.078
1.076
1.074
1.072
1.07
Supernatan bebas
sel

Crude enzim

Dialisat

Gambar 8. Aktivitas enzim kitosanase hasil ekstraksi


2. Dialisis
Menurut Copeland (1994) dialisis merupakan proses yang
dilakukan untuk memisahkan/menghilangkan molekul garam amonium
sulfat dan ion-ion penggangu lainnya yang berpengaruh terhadap
kestabilan molekul protein enzim selama penyimpanan, dimana molekulmolekul kecil dan ion-ion akan melewati pori-pori selaput semipermeabel
dan keluar dari kantong dialisis. Sedangkan menurut Hooper dan Homes

36

(2000) dialisis merupakan proses difusi selektif yang melewati membran


semipermeabel dan merupakan metode yang paling dikenal untuk
menghilangkan molekul-molekul pengganggu berukuran kecil dan
menggantikannya dengan larutan bufer yang masuk ke dalam dialisat.
Pada awal dialisis karena konsentrasi garam di dalam kantong yang
lebih tinggi daripada di luar kantong menyebabkan bufer masuk ke dalam
kantong. Selanjutnya garam akan keluar dari kantong hingga tercapai
kondisi keseimbangan dimana konsentrasi garam di dalam dan di luar
kantong sama (gambar 9). Proses dialisis dilakukan dengan memasukkan
enzim kedalam kantong dialisis dan merendamnya dalam larutan bufer.
Kantong yang digunakan adalah kantong selofan berukuran 10.000 dalton.
Selofan merupakan turunan dari membran selulosa yang akan menahan
molekul yang memiliki berat molekul lebih dari 10.000 dalton. Perebusan
ke dalam larutan EDTA dan sodium karbonat dilakukan terhadap kantong
selofan sebelum kantong selofan tersebut digunakan. Adapun tujuan
perebusan adalah untuk menghilangkan protein yang mungkin menempel
di kantong dan untuk menghindari kontaminasi dari bahan kimia selama
proses pabrikan. Bufer yang digunakan adalah bufer fosfat 0.05 M pH 6.0.
Proses dialisis dilakukan selama semalam pada suhu 4C agar tidak terjadi
kerusakan enzim. Teknik dialisis dikatakan berhasil bila larutan bufer
pendialisis menampakkan warna yang sama seperti sebelum dilakukannya
proses dialisis.

Kantong
dialisis
Konsentrasi
larutan
Bufer

Awal Dialisis

Akhir Dialisis

Gambar 9. Prinsip dialisis


(http://www.imb-jena.de/.../proteins_purification.html)

37

Dari hasil analisa, aktivitas enzim dan konsentrasi protein setelah


dialisis mengalami penurunan menjadi 1.086 U/ml (gambar 8) dan
konsentrasi protein menjadi 0.531 mg/ml. Namun penurunan aktivitas
enzim diikuti dengan peningkatan aktivitas spesifik enzim menjadi 2.045
U/mg. Adanya penurunan aktivitas enzim diduga disebabkan oleh
hilangnya kofaktor yang berupa ion logam yang penting untuk aktivitasnya
dan diduga akibat adanya proteolisis endogenous. Penurunan kadar protein
menunjukkan adanya sebagian protein lain yang memiliki berat molekul
kurang dari 10.000 dalton bermigrasi keluar membran. Sedangkan
peningkatan aktivitas spesifik menunjukkan telah berkurangnya komponen
protein non enzim. Peningkatan aktivitas spesifik menyebabkan tingkat
kemurnian setelah dialisis mengalami peningkatan menjadi 0.45 kali, hal
ini menunjukkan bahwa molekul-molekul yang mengotori telah berkurang
dan tingkat kemurnian pun akan semakin meningkat dengan melakukan
beberapa metode pemurnian yang lebih selektif seperti dengan metode
kromatografi.
Tabel 10. Perbandingan aktivitas enzim dengan kitosanase lain
Sumber

Jenis enzim

Aktivitas atau

Acuan

aktivitas
spesifik
Bacillus

1. Supernatan bebas sel

1.076 U/ml,

licheniformis

(waktu panen 7 hari,

4.539 U/mg

MB-2

55oC)
2. Crude enzyme

1.087 U/ml,

(amonium sulfat 80%)

1.433 U/mg

3. Dialisat

1.086 U/ml,

Penelitian ini

2.045 U/mg
Bacillus

Supernatan bebas sel

lichenifromis

(waktu panen 7 hari,

0.8 U/ml

Chasanah,
2004

MB-2

55 C)

Bacillus

1. Supernatan bebas sel

5.15 U/mg

Haliza, 2003

38

coagulans

(waktu panen 7 hari,

LH 28.38

55oC)
2. Crude enzyme

65.39 U/mg

(amonium sulfat
80%)
Bacillus

Supernatan bebas sel

circulans

(waktu panen 3 hari,

MH-K1

30oC)

Bacillus

1. Supernatan bebas sel

licheniformis

(waktu panen 8

UTK

hari,30oC)
2. Crude enzyme

4.0 U/mg

Yabuki, 1989

3.28 U/ml

Uchida et al.,
1992

124 U/ml

(amonium sulfat 60
90%)
Mucor rouxii

Crude enzyme (amonium


sulfat 65%)

6.65 U/mg

Arcadiacono
et al., 1989

C. PEMURNIAN (Kromatografi Filtrasi gel)


Kromatografi filtrasi gel merupakan metode pemisahan protein
berdasarkan perbedaan berat molekul, dimana molekul ditempatkan secara
partisi antara solven dan fase diam berpori. Solven yang dimaksud pada
penelitian ini adalah bufer fosfat 0.05 M pH 6. Dimana proses pemisahan
menggunakan filtrasi gel, matriks gel yang berpori dipak kedalam kolom dan
dikelilingi oleh solven. Molekul besar akan lolos dari fase diam dan terelusi
lebih awal, molekul sedang akan masuk kedalam fase diam tetapi punya waktu
tinggal yang lebih sedikit dari molekul kecil dalam fase diam. Sedangkan
molekul kecil akan terselusi paling akhir karena memiliki waktu tinggal yang
paling lama di dalam fase diam (Suhartono, 1989).
Pada penelitian ini digunakan sephadex G-100. Dimana pemilihan
matriks dilakukan berdasarkan kisaran berat molekul dari enzim yang akan
dipisahkan. Sephadex G-100 memiliki kisaran fraksinasi antara 5 100 kDa
sehingga matriks ini dianggap mempunyai kisaran fraksinasi yang cukup

39

untuk memisahkan kitosanase. Berdasarkan penelitian sebelumnya kitosanase


memiliki berat molekul antara 22 87 kDa (tabel 6).
Sebelum matriks sephadex G-100 ini diaplikasikan kedalam kolom
dilakukan tahap pengembangan (swelling), dimana matriks dikembangkan
dengan air dan kemudian matriks diagitasi. Adapun tujuan dari pengembangan
matriks adalah agar matriks yang berbentuk butiran bisa mengendap dan
membentuk gel (bubur kental). Sifat gel yang baik adalah mudah mengendap,
bersih, bebas gelembung udara, dan jernih,. Waktu pengembangan gel yang
dilakukan pada penelitian ini adalah 3 hari (72 jam) pada suhu dingin.
Sedangkan tujuan dari agitasi adalah untuk menghilangkan gelembung udara
pada gel yang telah dikembangkan, dimana gelembung udara dapat
menghalangi jalannya enzim kedalam kolom dan dapat mengganggu proses
pemurnian.
Gel yang telah mengalami pengembangan diaplikasikan kedalam
kolom dan diperoleh panjang gel dalam kolom sebesar 25 cm. Ekulibrasi
dilakukan pada kolom yang telah berisi gel. Ekuilibrasi merupakan tahap
pengaliran sejumlah bufer kedalam kolom sehingga dicapai laju aliran yang
konstan. Hal yang paling utama dalam memilih larutan bufer adalah kestabilan
molekul yang dikehendaki dalam bufer yang dipilih. Bufer yang ditambahkan
ditampung dalam tabung reservoir sehingga pengaliran bufer kedalam kolom
dilakukan secara otomatis dengan mengatur katup pada tabung reservoir.
Selanjutnya enzim hasil dialisat dilewatkan pada kolom filtrasi gel setelah
proses pengepakan matriks selesai.
Waktu pemurnian filtrasi gel dilakukan selama 25 jam dengan
kecepatan elusi 0.22 ml/menit dan sampel hasil pemurnian ditampung dalam
100 buah tabung sebanyak 3 ml untuk tiap tabung dengan menggunakan
fraction collector. Pada grafik hasil kromatografi filtrasi gel terlihat adanya
peak dari fraksi protein (gambar 10), dimana Peak ini menandakan adanya
enzim. Peak yang dimaksud pada gambar adalah protein enzim fraksi 9 yang
memiliki aktivitas sebesar 1.049 U/ml. Dari hasil penelitian diperoleh nilai
aktivitas enzim yang lebih rendah dibandingkan dengan aktivitas tahap
sebelumnya dan juga didapatkan penurunan kadar protein menjadi 0.032

40

mg/ml. Hal ini menyebabkan peningkatan aktivitas spesifik enzim yang telah
dimurnikan menjadi 32.284 U/mg dan peningkatan kemurnian menjadi 7.112
kali (tabel 11). Enzim

Kitosanase hasil kromatografi filtrasi gel pada

penelitian ini memiliki tingkat kemurnian yang tidak begitu besar


dibandingkan dengan kitosanase lainnya (tabel 11). Penelitian sebelumnya
yaitu kitosanase dari isolat Bacillus licheniformis MB-2 dengan kromatografi
interaksi hidrofobik memiliki tingkat kemurnian 9.5 kali (F1) dan 25.8 kali
(F2) (Chasanah 2004). Adanya perbedaan tingkat kemurnian dengan
penelitian sebelumnya kenungkinan disebabkan karena perbedaan metode
pemurnian yang digunakan. Dengan merujuk kepada tingkat pemurnian yang
diperoleh, maka dapat dikatakan bahwa metode pemurnian interaksi
hidrofobik lebih efektif dalam memisahkan protein enzim kitosanase dari
protein non enzim dibandingkan dengan metode pemurnian filtrasi gel.
Tabel 11. Produksi enzim kitosanase dari isolat Bacillus licheniformis
MB-2
Tahapan

[Protein]

Aktivitas

Aktivitas

Tingkat

Pemurnian

mg/ml

Enzim

Spesifik

Kemurnian

(U/ml)

(U/mg)

0.237

1.076

4.539

0.759

1.087

1.433

0.316

Dialisat

0.531

1.086

2.045

0.450

Fraksi 9

0.032

1.049

32.284

7.112

Supernatan
bebas sel
Crude
enzyme

41

1.2

1.2
1

0.8

0.8

0.6

0.6

0.4

0.4

0.2

0.2

A (595 nm)

Aktivitas (U/ml)

0
0

10

20

30

40

50

60

Fraksi protein
A (595 nm)

Aktivitas (U/ml)

Gambar 10. Profil elusi aktif kitosanase pada filtrasi gel (sephadex G-100)
Tabel 12. Perbandingan tingkat kemurnian dengan kitosanase lain
Sumber

Metode Pemurnian

Tingkat

Acuan

kemurnian
(kali)
Bacillus

Kromatografi

filtrasi

licheniformis

gel (sephadex G-100)

7.112

Penelitian
ini

MB-2
Bacillus

Kromatografi

filtrasi

coagulans

gel (sephadex G-100)

LH 28.38

Fraksi A : 2.59

Haliza,

Fraksi B : 7.51

2003

Fraksi C : 17.1

Bacillus

Kromatografi

F1 : 9.5

Chasanah,

licheniformis

Interaksi hidrofobik

F2 : 25.8

2004

MB-2

(butyl toyopearl)

Bacillus

Kromatografi HPLC-

40

Yabuki,

circulans

gel filtrasi

1989

MH-K1
Bacillus

Kromatografi filtrasi

Uchida et

42

licheniformis

gel
sephadex G-50

UTK

al., 1992
C1 :160
C2 : 242

sephadex G-100

C1 : 247
C2 : 245

Mucor rouxii

Kromatografi ion

Arcidiacono

exchange

et al., 1989

CM-sephadex

22

DEAE-sephadex

70

D. KARAKTERISASI ENZIM
1. KARAKTERISASI ENZIM KASAR
Karakterisasi enzim bertujuan untuk mengetahui kondisi optimum
aktivitas enzim, sehingga penggunaan enzim dapat disesuaikan dengan
karakteristik enzim tersebut. Dengan penggunaan enzim sesuai dengan kondisi
optimumnya, maka enzim akan bekerja secara optimal dan lebih efisien.
Karakteristik enzim kasar yang dilakukan pada penelitian ini adalah penentuan
suhu optimum dan pH optimum. Dimana enzim kitosanase yang digunakan
untuk karakterisasi adalah enzim hasil presipitasi (enzim yang telah
diendapkan dengan amonium sulfat 80%.
a. Suhu Optimum
Dalam reaksi enzimatis, suhu berperan dalam meningkatkan
interaksi antara substrat dengan enzim. Dimana aktivitas enzim akan semakin
meningkat sejalan dengan kenaikan suhu sampai tingkat optimalnya dan
sesudah itu aktivitas enzim akan mengalami penurunan karena enzim
mengalami denaturasi protein (sebagian atau seluruh aktivitas enzim hilang).
Jika suatu protein terdenaturasi, maka susunan tiga dimensi khas dari rantai
polipeptida terganggu dan molekul ini terbuka menjadi struktur yang acak,
tanpa adanya kerusakan pada struktur kerangka kovalen tetapi aktivitas

43

biologinya menjadi rusak karena terjadi koagulasi protein (protein tidak larut
lagi).
Penentuan suhu optimum enzim kasar kitosanase dilakukan dengan
menganalisa enzim kasar pada berbagai suhu, yaitu suhu 37, 50, 60, 70, 80,
dan 90C selama 30 menit pada pH 6.0. Setelah analisa diperoleh hasil bahwa
enzim kasar kitosanase optimum pada suhu 60 - 70C (gambar 11a dan 11b)
dengan aktivitas sebesar 1.062 U/ml atau 1.399 U/mg (suhu 60oC) dan 1.087
U/ml atau 1.432 U/mg (suhu 70oC).
1.2

Aktivitas (U/ml)

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0

20

40

60

80

100

60

80

100

S uhu

1.6

Aktivitas spesifik (U/mg)

1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0

20

40

S uhu

Gambar 11. Aktivitas crude kitosanase pada berbagai kondisi suhu


a. Aktivitas (U/ml)
b. Aktivitas spesifik (U/mg)

44

Dari gambar 11 terlihat bahwa peningkatan suhu dari suhu 37C


sampai 70C menyebabkan aktivitas enzim meningkat. Tetapi setelah
melewati suhu 70C aktivitas enzim mengalami penurunan dan bisa dikatakan
setelah melewati suhu 70C, enzim kasar kitosanase mulai mengalami
denaturasi. Sebagai perbandingan, penelitian sebelumnya (Chasanah, 2004)
melaporkan bahwa enzim kasar kitosanase dari Bacillus licheniformis MB-2
memiliki suhu optimum 80C. Dari hasil yang diperoleh ternyata enzim kasar
kitosanase pada penelitian sebelumnya optimum pada suhu yang lebih tinggi
sehingga membuat enzim bersifat lebih stabil dibandingkan dengan enzim
kitosanase pada penelitian ini. Adanya perbedaan suhu optimum dengan
penelitian sebelumnya, kemungkinan karena adanya protease endogenous
pada enzim yang dianalisa pada penelitian ini. Sedangkan kitosanase yang
dihasilkan dari Bacillus coagulans LH 28.38 optimum pada suhu 70C
(Haliza, 2003).
b. pH Optimum
pH medium tempat reaksi mempengaruhi terjadinya reaksi enzim.
Oleh sebab itu, pada setiap percobaan dengan enzim diperlukan bufer untuk
mengontrol pH reaksi. Dimana pemilihan pH bufer yang tidak tepat dapat
menyebabkan terganggunya interaksi antara substrat dengan enzim. Pada
umumnya enzim aktif pada pH netral yaitu pH cairan mahluk hidup.
Penentuan pH optimum enzim kasar kitosanase dilakukan dengan
menganalisa enzim dengan kisaran pH 3 8 dengan menggunakan beragam
bufer. Dari gambar 12a dan 12b terlihat bahwa enzim kitosanase yang
dihasilkan dari isolat Bacillus licheniformis MB-2 optimum pada bufer Nafosfat pH 6 -7. Aktivitas enzim pada bufer Na-fosfat pH 6 adalah 1.087 U/ml
atau 1.432 U/mg, sedangkan aktivitas enzim pada bufer Na-fosfat pH 7 adalah
1.088 U/ml atau 1.433 U/mg.
Kenyataan

bahwa

enzim

kitosanase

dari

isolat

Bacillus

licheniformis MB-2 mempunyai aktivitas optimum pada bufer Na-fosfat pH 6


- 7 mendukung penelitian sebelumnya bahwa kitosanase dari isolat Bacillus
licheniformis MB-2 optimum pada bufer Na-fosfat pH 6 (Chasanah, 2004).

45

Selain itu (Haliza, 2003) pun memperoleh pH optimum kitosanase dari


Bacillus coagulans LH 28.38 adalah pH 6 pada bufer fosfat.

1.2

A k tivitas (U /m l)

1
Bufer sitrat

0.8

Bufer asetat
0.6

Bufer fosfat
sitrat
Bufer Na fosfat

0.4

Bufer Tris-Cl
0.2
0
0

10

pH

1.6
A k tivitas s p es ifik (U /m g)

1.4
1.2

Bufer sitrat

Bufer asetat

0.8

Bufer fosfat
sitrat
Bufer Na
fosfat
Bufer Tris-Cl

0.6
0.4
0.2
0
0

10

pH

Gambar 12. Aktivitas crude kitosanase pada berbagai pH


a. Aktivitas (U/ml)
b. Aktivitas spesifik (U/mg)
2. KARAKTERISASI ENZIM MURNI
Enzim murni yang dikarakterisasi adalah fraksi enzim yang telah
berhasil dipisahkan dari proses kromatografi filtrasi gel yang dicirikan dengan
memiliki aktivitas enzim (U/ml) relatif besar dan memperlihatkan adanya peak
pada kurva hasil kromatografi. Dimana karakteristik enzim murni yang
dilakukan pada penelitian ini adalah penentuan suhu optimum, pH optimum
dan pengaruh suhu dan pH terhadap stabilitas panas.

46

a. Suhu Optimum
Penentuan suhu optimum dari enzim murni kitosanase dilakukan
dengan menganalisa aktivitas enzim sesuai dengan yang terdapat pada
metodologi penelitian. Kisaran suhu yang dipakai cukup luas yaitu suhu 37, 50,
60, 70, 80, dan 90, dimana kisaran ini dianggap cukup untuk mewakili kisaran
suhu yang sebenarnya yang biasa dipakai dalam percobaan. Dari hasil
pengujian, fraksi 9 optimum pada suhu 70oC - 80C dengan aktivitas enzim
1.049 U/ml dan aktivitas spesifik 32.28 U/mg (suhu 70oC). Sedangkan aktivitas
enzim pada suhu 80oC adalah 1.086 U/ml dan aktivitas spesifik sebesar 33.405
U/mg (gambar 13a dan 13b). Suhu optimum enzim murni pada penelitian ini
lebih tinggi dibandingkan dengan suhu optimum enzim kasar, hal ini
menyebabkan enzim murni kitosanase bersifat lebih stabil dibandingkan dengan
enzim kasar. Hal ini kemungkinan telah terpisahnya kofaktor-kofaktor enzim
yang bersifat inhibitor dengan enzim selama proses kromatografi. Inhibitor
yang dimaksud misalnya ion logam, protein non enzim (metabolit primer dan
metabolit sekunder), dan sustrat yang tidak terdegradasi. Terpisahnya inhibitor
dari enzim menyebabkan enzim melipat kembali membentuk konformasi yang
lebih stabil, sehingga enzim bersifat lebih tahan panas.
Penelitian sebelumnya Chasanah (2004) melaporkan bahwa
kitosanase dari mikroba yang sama (Bacillus licheniformis MB-2) optimum
pada suhu 70oC, menyebabkan suhu optimum enzim kasar pada penelitian
sebelumnya lebih tinggi dibandingkan dengan enzim murni. Hal ini
disebabkan kemungkinan kofaktor enzim yang telah terpisah selama proses
kromatografi bersifat aktivator bagi enzim. Sehingga dengan terpisahnya
aktivator dari enzim menyebabkan enzim murni bersifat kurang stabil
dibandingkan dengan enzim kasarnya. Disamping itu enzim murni kitosanase
optimum pada suhu 60C dari isolat Bacillus subtilis 168 csn (Rivas et al.,
1999) dan kitosanase mempunyai suhu optimum 45C dari isolat Bacillus
megaterium P1 (Pelletier dan Sygusch, 1992). Haliza (2004) pun melaporkan
bahwa kitosanase dari isolat Bacillus caogulans LH 28.38 memiliki pH
optimum 60 - 70C.

47

1.2

Aktivitas (U/ml)

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0

20

40

60

80

100

S uhu

40
35

Aktivitas (U/mg)

30
25
20
15
10
5
0
0

20

40

60

80

100

S uhu

Gambar 13. Aktivitas pure kitosanase pada berbagai kondisi suhu


a. Aktivitas (U/ml)
b. Aktivitas spesifik (U/mg)
b. pH Optimum
Penentuan pH optimum enzim murni menggunakan bufer
universal dengan kisaran pH yang luas yaitu pH 4 12. Hasil pengujian tertera
pada gambar 14a dan 14b. Dari gambar tersebut terlihat bahwa enzim murni
kitosanase optimum pada bufer universal pH 6.0 dengan aktivitas enzim 1.089
U/ml atau 33.532 U/mg. pH optimum kitosanase setelah pemurnian
kromatografi filtrasi gel relatif sama dengan pH optimum enzim kitosanase
kasar. Hasil yang diperoleh mendukung penelitian Chasanah (2004) bahwa

48

kitosanase dari Bacillus licheniformis MB-2 optimum pada pH 6. Sebagai


bahan perbandingan kitosanase dari Bacillus coagulans LH 28.38 optimum
pada pH 8 (fraksi A), pH 11 (fraksi B), pH 2 9 (fraksi C) (Haliza, 2003).
Piza et al., (1999) melaporkan bahwa kitosanase dari Bacillus cereus optimum
pada pH 5.8, kitosanase dari Bacillus circulans MH-K1 optimum pada pH 6.5
(Yabuki, 1989), dan kitosanase Aspergilus fumigatus KB-1 optimum pada
pH5.5 6.5 (Eom dan Kang, 2003). Selain itu Uchida (1992) pun melaporkan
bahwa kitosanase dari Bacillus licheniformis UTK optimum pada pH 6.5.

1.095

Aktivas (U/ml)

1.09
1.085
1.08
1.075
1.07
1.065
1.06
0

10

12

10

12

14

pH

33.6
33.5

Aktivitas (U/mg)

33.4
33.3
33.2
33.1
33
32.9
32.8
32.7
32.6
0

14

pH

Gambar 14. Aktivitas pure kitosanase pada berbagai pH


a. Aktivitas (U/ml)
b. Aktivitas spesifik (U/mg)

49

c. Stabilitas panas
Uji stabilitas panas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
aktivitas kitosanase tetap stabil pada pemanasan, mengingat enzim merupakan
protein yang mudah mengalami kerusakan akibat denaturasi. Uji stabilitas
enzim dinyatakan dengan aktivitas sisa (aktivitas relatif), dimana aktivitas
relatif adalah hasil bagi antara aktivitas enzim yang mengalami pra inkubasi
dengan aktivitas enzim yang tidak mengalami pra inkubasi.
Alasan

enzim tersebut stabil

terhadap

pemanasan

karena

kemampuan enzim untuk mempertahankan diri dari denaturasi protein oleh


pengaruh panas. Stabilitas enzim dipertahankan oleh adanya ikatan hidrogen,
ikatan van der wals, interaksi hidrofobik, jembatan disulfida dan gaya
elektrostatik dari muatan-muatan yang dimiliki oleh molekul protein itu
sendiri. Meskipun demikian kestabilan panas kitosanase terhadap suhu
cenderung menurun seiring dengan bertambahnya waktu inkubasi. Penurunan
aktivitas enzim akibat penambahan waktu pemanasan merupakan akibat dari
perubahan konformasi sisi aktif enzim, karena molekul enzim memiliki
struktrur yang lembut dan mudah rusak. Jika molekul enzim menyerap energi
terlalu besar akibat naiknya suhu dan dengan bertambahnya waktu inkubasi
maka jumlah panas yang diterima enzim bertambah sehingga struktur tersier
enzim mungkin mengalami perubahan. Akibat dari perubahan struktur tersier
enzim ini, sisi aktif enzim kemungkinan tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya sehingga sulit untuk mengikat substrat. Apabila lama pemanasan
diperpanjang maka kestabilan enzim akan menurun yang berakibat
meningkatnya laju inaktifasi (Winarno, 1983).
Uji stabilitas enzim kitosanase Bacillus licheniformis MB-2
terhadap suhu 80oC dan 90oC tertera pada gambar 15. Pada pemanasan 80oC
selama 30 menit menunjukkan aktivitas relatif kitosanase Bacillus
licheniformis MB-2 tidak banyak berkurang masih tersisa 95.65%. Pada
pemanasan selama 60 dan 90 menit pun aktivitas relatif kitosanase tidak
banyak berkurang masih tersisa 93.51% (pemanasan 60 menit) dan 78.37%
(pemanasan 90 menit). Penurunan aktivitas relatif kitosanase yang lebih besar
terjadi pada pemanasan selama 120 menit, dimana aktivitas relatif mengalami

50

penurunan hampir setengahnya tinggal tersisa 59.61%. Sedangkan pada


pemanasan 90oC hanya dilakukan selama 60 dan 120 menit, hal ini disebabkan
karena ketersediaan enzim kitosanase yang terbatas. Pemanasan selama 60
menit menunjukkan aktivitas relatif kitosanase Bacillus licheniformis MB-2
yang tidak banyak berkurang masih tersisa 96.66%. Namun pada pemanasan
selama 120 menit terjadi pengurangan aktivitas relatif yang cukup besar
sampai setengahnya menjadi 58.53%.

Aktivitas relatif (%)

120
100
80
60
40
20
0
0

20

40

60

80

100

120

140

Waktu pemanasan (menit)


80 C

90 C

Gambar 15. Pengaruh suhu terhadap stabilitas kitosanase Bacillus


licheniformis MB-2
Selain dinyatakan dengan aktivitas relatif, pengukuran stabilitas
enzim terhadap panas dinyatakan dalam nilai k (konstanta deaktifasi), t1/2, dan
Ea. Konstanta laju deaktifasi dapat ditentukkan dari hubungan ln aktivitas
enzim (U/L) terhadap waktu pemanasan (gambar 16). Slope persamaan regresi
hubungan ln aktivitas enzim terhadap waktu pemanasan dinyatakan sebagai
nilai k. Nilai k yang diperoleh pada uji stabilitas enzim terhadap suhu 80oC
dan 90oC adalah 0.0041 min-1 dan 0.0045 min-1 (persamaan 4 dan 5).
Sedangkan waktu paruh dari enzim kitosanase dapat diperoleh dari persamaan
2. Dimana waktu paruh pada suhu 80oC dan 90oC adalah 169.06 menit dan
154.03 menit, sehingga enzim kitosanase Bacillus licheniformis MB-2 lebih
stabil pada suhu 80oC dibandingkan pada suhu 90oC. Hal ini terlihat dari
waktu paruh yang lebih besar pada suhu 80oC. Penentuan energi aktifasi (Ea)

51

melibatkan persamaan Arrhenius (persamaan 3), dimana slope persamaan


regresi dari hubungan ln k terhadap suhu pemanasan (1/T) dinyatakan sebagai
nilai Ea berbanding R (konstanta gas) (gambar 17 dan persamaan 6). Menurut
Pelczar dan Chan (1986) energi aktifasi merupakan energi yang dibutuhkan
untuk membawa suatu substansi ke status reaktifnya. Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh energi aktifasi kitosanase adalah 2371.48 kal/(gmol.oK).

7.1
7
ln Aktivitas (U/L)

6.9
6.8
6.7
6.6
6.5
6.4
6.3
0

20

40
60
80
100
W aktu pe manasan (me nit)
Linear (80 C)

120

140

Linear (90 C)

Gambar 16. Kurva hubungan ln aktivitas kitosanase Bacillus


licheniformis MB-2 terhadap waktu pemanasan.
Persamaan garis pada gambar 16 :
80oC

: ln [C] = -0.0041 [t] + 7.0622 (4)

90oC

: ln [C] = -0.0045 [t] + 6.883 (5)

[C]

: aktivitas kitosanase dalam U/L

[t]

: waktu inkubasi dalam menit


Waktu paruh dari enzim kitosanase Bacillus licheniformis MB-2

terbilang cukup besar sehingga kestabilan enzim kitosanase dari isolat Bacillus
licheniformis MB-2 cenderung lebih stabil dibandingkan dengan kitosanase
lainnya, namun energi aktifasinya cenderung rendah. Hal ini bisa terlihat dari
penelitian sebelumnya oleh Chasanah (2004), dimana enzim kitosanase dari
Bacillus licheniformis MB-2 dengan suhu pemanasan 70oC, 80oC, dan 90oC
memiliki waktu paruh 25.56, 18.44, dan 16.74 menit dengan energi aktifasi

52

sebesar 5.720 kkal/(gmol.oK). Adanya perbedaan nilai waktu paruh dengan


penelitian

sebelumnya

kemungkinan

disebabkan

karena

saat

proses

kromatografi pada penelitian sebelumnya, aktivator enzim telah terpisah dari


enzim. Hal ini menyebabkan enzim bersifat kurang stabil dan waktu paruhnya
pun bernilai lebih rendah dibandingkan dengan waktu paruh pada penelitian
ini. Disamping itu Haliza (2003) pun melaporkan enzim kitosanase dari isolat
Bacillus coagulans LH 28.38 dengan suhu pemanasan 60oC, 70oC, dan 80oC
memiliki waktu paruh 57.28, 13.08, dan 7.81 menit (fraksi A) dengan energi
aktivasi sebesar 23.37 kkal/(gmol.oK). Waktu paruh pada fraksi B dengan
suhu yang sama adalah 150.68, 10.09, dan 10.81 menit dengan energi aktifasi
31.07 kkal/(gmol.oK), sedangkan waktu paruh pada fraksi C pada suhu yang
sama adalah 0.0067, 0.0467, dan 0.0995 menit dengan energi aktifasi 31.64
kkal/(gmol.oK). Choi et al., (2004) pun melaporkan bahwa kitosanase dari
Bacillus sp. Strain KCTC 0377BP memiliki waktu paruh 10 menit dan 5 menit
pada suhu 55oC, dan 60oC.

-5.38
0.00274
-5.4

0.00276

0.00278

0.0028

0.00282

0.00284

ln k (min -1)

-5.42
-5.44
-5.46
-5.48
-5.5
-5.52
S uhu pemanasan (K)

Gambar 17. Kurva hubungan ln k kitosanase Bacillus licheniformis MB-2


terhadap suhu pemanasan
Persamaaan garis pada gambar 17 :
ln k

= -1193.5 [1/T] 2.1159 ........................................................ (6)

53

Pengaruh pH terhadap stabilitas kitosanase Bacillus licheniformis


MB-2 terlihat cenderung cukup stabil karena penurunan aktivitas relatifnya
pun cenderung tidak begitu besar (gambar 18). Pada pemanasan 30 menit,
menunjukkan aktifitas relatif mengalami penurunan yang sangat sedikit masih
tersisa 98.48%. Hal serupa pun terjadi pada pemanasan selama 60 dan 90
menit dengan aktivitas sisa sebesar 97.87% (pemanasan 60 menit) dan 95.06%
(pemanasan 90 menit). Sedangkan pada pemanasan 120 menit, penurunan
aktivitas relatif pun hanya sedikit masih tersisa 91.94%. Nilai k pada uji
stabilitas enzim terhadap pH adalah 0.0007 min-1 (gambar 19 dan persamaan
7) dengan waktu paruh 990.21 menit.

120

Aktivitas relatif (%)

100
80
60
40
20
0
0

50

100

150

Waktu (menit)

Gambar 18. Pengaruh pH terhadap stabilitas kitosanase Bacillus licheniformis


MB-2 pada suhu 80oC

54

ln A ktivitas (U /L)

0
0

20

40

60

80

100

120

140

Waktu (menit)

Gambar 19. Kurva hubungan ln aktivitas kitosanase Bacillus


licheniformis MB-2 terhadap waktu pemanasan pada suhu 80oC
Persamaan gambar 19 :
80oC

: ln [C] = -0.0007 [t] + 7.0001 (7)

[C]

: aktivitas kitosanase dalam U/L

[t]

: waktu inkubasi dalam menit

E. SDS-PAGE
Penentuan berat molekul dari enzim kitosanase ditentukkan dengan
teknik SDS-PAGE (sodium dodesil sulfat poliakrilamida gel elektroforesis).
Pemilihan poliakrilamida sebagai medium penyangga, karena bersifat lebih
menguntungkan dibandingkan medium yang lain yaitu gel poliakrilamida
lebih bersifat transparan sehingga dapat di scan pada daerah sinar tampak
maupun ultra violet, merupakan medium yang bersifat sebagai saringan
molekuler sehingga dapat menahan atau menghalangi pergerakan molekul
besar sedangkan molekul kecil akan bermigrasi dengan bebas, memiliki
resolusi yang lebih baik karena ukuran pori medium dapat diatur, tidak
bermuatan, dan tidak bereaksi dengan sampel (Nur dan Adijuwana, 1987).
Penentuan ukuran pori gel poliakrimalida ditentukkan berdasarkan
jumlah akrilamida (%T) yang digunakan per unit volume medium dan derajat
ikatan silangnya (%C) (Link, 1999). Sedangkan kisaran pemisahan gel
akrilamida yang digunakan pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada tabel

55

13. Ukuran pori pada stacking gel umumnya lebih besar dibandingkan dengan
ukuran pori pada separating gel. Hal ini disebabkan karena konsentrasi
poliakrilamida

stacking

gel

lebih

kecil

dibandingkan

konsentrasi

poliakrilamida pada separating gel. Konsentrasi stacking gel yang digunakan


pada penelitian ini adalah 4% dan konsentrasi pada separating gel adalah 8%.
Sehingga pada stacking gel, sampel protein tidak akan bergerak tapi akan
menumpuk dan terkonsentrasi. Oleh karena itu stacking gel
sebagai

tempat

dicetaknya

sumur

untuk

memasukkan

digunakan
sampel

dan

mengkonsentrasikan sampel protein yang akan membentuk pita tajam pada


separating gel.
Tabel 13. Kisaran pemisahan gel akrilamida pada berbagai konsentrasi
Persentase Poliakrilamida

Resolusi Pemisahan (kD)

15% gel

15 45

12.5% gel

15 60

10% gel

18 75

7.5% gel

30 120

5% gel

60 - 212

Bollag dan Edelstein (1991)


Dalam analisis ini, penggunaan SDS dan -merkaptoetanol dalam
bufer sampel serta pemanasan selama 3 menit sebelum dilakukan pemasukkan
sampel pada sumur elektroforesis ditujukan untuk mendenaturasikan protein.
Efek perlakuan pemanasan mempengaruhi pemisahan pita-pita protein.
Semakin tinggi pemanasan maka semakin banyak pita-pita protein yang
terpisahkan, namun jika sampel tidak dipanaskan maka pemisahan protein
tidak terlihat jelas. Sebelum sampel dipanaskan, sampel dipekatkan (freeze
dry) terlebih dahulu sampai sepertiga volume dari volume enzim awal.
Adapun tujuan dari freeze dry adalah untuk mengurangi jumlah air sehingga
konsentrasi enzim meningkat.
Pada kondisi denaturasi, mula-mula SDS akan merusak struktur
sekunder, tersier, dan kuartener protein menghasilkan rantai polipeptida yang

56

acak. Hal ini disebabkan karena pecahnya semua ikatan disulfida yang ada
menjadi gugus sulfhidril oleh -mercaptoetanol (gambar 20). Menurut Nur
dan Adijuwana (1987) SDS akan mengikat protein yang terdenaturasi tersebut
pada posisi hidrofobik dengan perbandingan yang selalu sama yaitu 1.4 gram
SDS per gram protein sehingga SDS membentuk komplek dengan protein dan
komplek ini bermuatan negatif dikarenakan adanya gugus anion pada SDS.
Komplek SDS-protein yang lebih besar mempunyai mobilitas yang lebih kecil
dibandingkan dengan komplek yang lebih kecil. Adanya brom fenol blue pada
bufer sampel berfungsi untuk memonitor pergerakan sampel selama
elektroforesis.

Sebelum SDS

Muatan grup-R

Area hidrofobik

Setelah SDS

Gambar 20. Mekanisme pembentukan komplek SDS-Protein


(http://www.davidson.edu/../Molbio/SDSPAGE/SDSPAGE.html)
Saat sampel dimasukan ke dalam sumur elektroforesis yang diikuti
dengan pemberian arus listrik, muatan negatif protein akan bermigrasi ke
elektroda positif yang pergerakannya tidak dipengaruhi bentuk. Hal ini
disebabkan adanya denaturasi yang mengakibatkan bentuk molekul seragam
yaitu berbentuk rantai lurus yang diselimuti oleh SDS sehingga bermuatan
negatif (gambar 20) (Copeland, 1994). Saat pergerakan sampel, protein
dengan bobot molekul yang kecil akan bermigrasi lebih jauh karena
bergerak lebih cepat dibandingkan dengan protein yang memiliki bobot
molekul yang besar. Running sampel dilakukan pada kondisi 100 volt dan 5

57

mA, dimana proses running sampel dihentikan apabila migrasi sampel


enzim telah mencapai jarak 1 cm dari bagian bawah gel. Untuk mencapai
kondisi tersebut, running dilakukan selama 1.5 jam. Selama running
sampel, bufer elektroforesis berfungsi untuk mempertahankan pH dalam gel
dan reservoir serta sebagai elektrolit pembawa aliran yang mengandung
listrik (Bollag & Edelstein, 1991).
Perendaman dalam larutan fiksasi merupakan tahap yang dilakukan
setelah proses running sampel. Menurut Harris dan Angal (1989) larutan
fiksasi berfungsi untuk proses pengendapan protein yang telah terpisah serta
untuk menghilangkan komponen-komponen non protein yang dapat
mengganggu pengikatan warna.
Untuk menyempurnakan proses SDS-PAGE ini, dilakukan
pewarnaan dan pelunturan warna (destaining). Sebelum pewarnaan, gel
dicuci dengan aquabisetilata selama 3 x 20 menit untuk menghilangkan
impurities yang mengganggu dan untuk menghilangkan gliserol, glisin dan
tris. Pewarna yang digunakan adalah silver nitrat. Dasar pemilihan
digunakannya silver nitrat sebagai pewarna karena sensitivitasnya yang
tinggi dibandingkan dengan pewarnaan yang lain. Menurut Bollag dan
Edelstein (1989) pewarna silver nitrat dapat mendeteksi protein sampai 2 10 ng protein per mm2 gel. Dengan sensitivitasnya yang tinggi, dirasa
bahwa pewarna silver nitrat mampu mendeteksi sampel protein yang
digunakan pada penelitian ini (crude enzyme dan fraksi 9 kitosanase).
Dimana kadar protein dari crude enzyme dan fraksi 9 yang dianalisis adalah
0.759 mg/ml dan 0.0325 mg/ml. Sedangkan tahap pelunturan warna
dilakukan untuk melunturkan warna sampai diperoleh latar belakang yang
relatif jernih sehingga pita protein yang dihasilkan dapat dengan jelas
teramati. Larutan peluntur yang digunakan pada penelitian ini adalah
larutan natrium karbonat yang diberi formaldehida.
Hasil elektroforesis dapat dilihat pada gambar 21. Pada crude
enzyme terdapat 5 pita protein. Sedangkan pada fraksi 9 hanya terdapat 2
pita protein dimana salah satu pita terlihat tidak nyata/samar. Jumlah pita
fraksi 9 yang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pita pada crude

58

enzyme disebabkan karena selama filtrasi gel secara tidak langsung proteinprotein telah dipisahkan berdasarkan berat molekulnya, sehingga protein
yang bukan penyusun enzim kitosanase telah terpisah. Sedangkan adanya
pita yang tidak nyata/samar diduga karena sedikitnya jumlah sampel yang
diinjeksikan ke dalam sumur elektroforesis, sehingga saat dilarutkan dengan
bufer konsentrasinya sangat rendah.
Penentuan berat molekul enzim yang dihasilkan dapat dilakukan
dengan membandingkan enzim tersebut dengan protein standar, dimana
kurva standar (lampiran 16) menunjukkan hubungan antara logaritma berat
molekul dengan mobilitas protein baku yang telah diketahui berat
molekulnya. Crude enzyme diperkirakan memiliki berat molekul 61.48,
48.53, 40.64, 28.49, dan 19.99 kDa. Sedangkan fraksi yang telah
dimurnikan dengan kromatografi filtrasi gel diperkirakan memiliki berat
molekul 24.15 dan 17.85 kDa (tabel 14). Berat molekul yang diperoleh pada
penelitian ini ternyata berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya. Dimana
Chasanah (2004) melaporkan bahwa kitosanase dari Bacillus licheniformis
MB-2 memiliki berat molekul 75 kDa dengan satu pita protein. Merujuk
dari hasil penelitian sebelumnya, bisa diperkirakan bahwa pada penelitian
ini terdapat 2 subunit dengan berat molekul 24.15 kDa dan 2 subunit dengan
berat molekul 17.85 kDa. Sehingga berat molekul yang diperoleh pada
penelitian ini sebesar 84 kDa. Adanya perbedaan berat molekul dengan
penelitian sebelumnya kemungkinan disebabkan karena pemilihan metode
pemurnian yang berbeda. Penelitian sebelumnya menggunakan metode
pemurnian interaksi hidrofobik, sedangkan pada penelitian ini digunakan
kromatografi filtrasi gel. Dimana kemungkinan kromatografi interaksi
hidrofobik lebih efektif dalam memisahkan enzim kitosanase dari protein
non enzim lainnya dibandingkan dengan filtrasi gel, sehingga menyebabkan
enzim yang diperoleh pun lebih murni. Hal ini terlihat dari diperolehnya
satu pita protein pada penelitian sebelumnya.

59

Tabel 14. Penentuan berat molekul sampel


Jarak

Jarak

Batas

batas

Jenis

bawah

atas

RF

Enzim

(Jbb)

(Jba)

(Jba/Jbb)

log BM

(kDa)

4.5

0.444444

4.788767

61.48

4.5

2.4

0.533333

4.68602

48.53

4.5

2.7

0.6

4.60896

40.64

4.5

3.3

0.733333

4.45484

28.49

4.5

3.9

0.866667

4.30072

19.99

4.4

3.5

0.795455

4.383034

24.15

4.4

0.909091

4.251682

17.85

Berat
molekul

Crude
enzyme

Fraksi 9

(a)

(b)

(c)

kDa

97
66
45
30
20.1
14.4

Gambar 21. Hasil analisa SDS-PAGE : (a). Marker (LMW), (b). crude
enzyme, (c). Fraksi 9 (pure enzyme).

60

Haliza (2003) melaporkan kitosanase dari Bacillus coagulans LH


28.38 memiliki berat molekul 93 kDa (crude enzyme), 91 kDa (dialisat), 87,
77.7, dan 74 kDa (fraksi hasil pemurnian). Kitosanase murni dari isolat
Bacillus cereus memiliki berat molekul 47 kDa (Piza et al., 1999) dan enzim
kitosanase murni dari Matsuebacter chitosanotabidus 3001 memiliki berat
molekul 34 kDa (Park et al., 1999).

61

V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, tingkat kenurnian kitosanase dari
isolat Bacillus licheniformis MB-2 setelah tahap kromatografi filtrasi gel
meningkat menjadi 7.11 kali dengan aktivitas enzim 1.049 U/ml dan aktvitas
spesifik sebesar 32.284 U/mg.
Karakterisasi enzim kitosanase menunjukkan bahwa enzim kasar
kitosanase optimum pada suhu 60 - 70oC dan enzim murni kitosanase
optimum pada suhu 70 80oC. Sedangkan pH optimum dari enzim kasar
adalah pH 6 7 pada bufer Na-fosfat dan pH 6 merupakan pH optimum
enzim murni. Stabilitas panas yang dilakukan pada enzim murni kitosanase
yaitu pengaruh suhu dan pH terhadap stabilitas enzim. Pengaruh suhu
terhadap stabilitas enzim menunjukkan bahwa aktivitas relatif yang diperoleh
masih cukup stabil dengan waktu paruh yang 169.06 menit (suhu 80oC) dan
154.03 menit (suhu 90oC) dan energi aktifasi sebesar 2371.48 kal/(gmol.oK).
Sedangkan pengaruh pH terhadap stabilitas enzim pun relatif lebih stabil
dengan waktu paruh 990.21 menit.
Penentuan berat molekul dilakukan dengan analisa SDS-PAGE
(sodium dodesil sulfat-poliakrilamida gel). Pada crude enzyme terlihat lima
pita dan diperkirakan memiliki berat molekul 61.48, 48.53, 40.64, 28.49, dan
19.99 kDa. Sedangkan pada pure enzyme terlihat ada dua pita dan
diperkirakan memiliki berat molekul 24.15 dan 17.85 kDa.
B. Saran
Isolat Bacillus licheniformis MB-2 ini cukup potensial karena
mampu menghasilkan kitosanase termostabil yang tahan dengan pemanasan
sampai 80oC, oleh sebab itu sebaiknya dilakukan karakterisasi dan penelitian
lebih lanjut untuk memurnikan enzim dengan menambah tahap-tahap
kromatografi meliputi kromatografi ion exchange dan kromatografi afinitas.
Dengan pemurnian lebih lanjut diharapkan memperoleh metode yang paling
efektif untuk memurnikan enzim kitosanase.

62

DAFTAR PUSTAKA
Arcidiacono, S., Stephen, J. L. dan David, L. K. 1989. Fermentation, Processing
and Enzyme Characterization for Chitosan Biosynthesis by Mucor rouxii.
1989. Di dalam : Braek, G. K., Thorleif, A. dan Paul, S. Chitin and
Chitosan. London : Elsevier. hal. 319 332,
Bollag, D. M., dan S. J. Edelstein. 1991. Protein Methods. Willey-Liss. New
York.
Bradford, M. M. 1976. A rapid and sensitive method for quantification of
microgram quantities of protein utilizing the principles of protein dyebinding. Anal Biochem 72:234-254.
Chasanah, E. 2004. Characterization of Chitosanase of Bacillus licheniformis MB2 from Manado hot spring water [disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor
Choi, Y. J., Eun, J. K., Zhe, P., Young, C. Y., dan Yong, C. S. 2004. Purification
and Characterization from Bacillus sp. Strain KCTC 0377 BP and Its
Application for the Production of Chitosan Oligosaccharides. J. Enz.
Microb. Technol . 7 (8) : 4522 4531.
Copeland, R. A. 1994. Methods for Protein Analysis : A practical Guide
Laboratory Protocol. 3rd ed. Chapman and Hall. New York, London.
Darwis, A. A., dan Sukara, E. 1989. Teknologi Microbial. Pusat Antar Universitas
(PAU). Institut Pertanian Bogor.
Emmawati, A. 2005. Produksi Kitosan dengan Kombinasi Metode Kimia dan
Enzimatis menggunakan NaOH dan kitin deasetilasi [tesis]. Bogor : Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Eom, T. K dan Kang., M. L. 2003. Characteristic Chitosanase from Aspergillus
Fumigarus KB-1. J. Enz. Microb. Technol. 26 : 1036-1041.
Fardiaz, S. 1987. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Firdaus, Y. 2003. Produksi Enzim-Enzim Kitinolitik pada Media Fermentasi
dengan Berbagai Komposisi [skripsi]. Bogor:Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Haliza, W. 2003. Karakteristik Kitosanase Unik dari Bacillus coagulans LH 28.38
Asal Lahendong-Sulawesi Utara [tesis]. Bogor : Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

63

Harris, E. L.V., dan S, Angal. 1989. Protein Purification Methods. IRL Press.
New York.
Hartoto, L. 1990. Teknologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi.
Institut Pertanian Bogor.
Hooper, N. M dan B. D Homes. 2000. Biochemistry Second Edition. University
of Leeds, U. K. Springer.
http://ead.univ-angers.fr/.../1GelSephadex.htm.[20 Mei 2007].
http://www.davidson.edu/.../Molbio/SDSPAGE/SDSPAGE.html.[20 Mei 2007]
http://www.imb-jena.de/.../proteins_purification.html.[20 Mei 2007].
http://www.uspto.gov.[19 Desember 2006].
Lehninger, A. L. 1993. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Terjemahan : Suhartono, M.
T. Erlangga. Jakarta.
Link, A. J. 1999. 2-D Proteome Analysis Protocols. Human Press. Totowa-New
Jersey.
Mangunwidjaja, J. 1988. Di dalam Kumpulan Materi Pelatihan Penggunaan Alatalat Laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Meidina. 2003. Aktivitas Antibakteri Oligomer Kitosan Hasil Degradasi oleh
Kitosanase Bacillus licheniformis MB-2 [tesis] Bogor : Sekolah Pasca
Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Nur, M. A., dan H, Adijuwana. 1987. Teknik Separasi dalam Analisa Pangan.
Pusat antar universitas (PAU). Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Park. J. K., K. Shimono, N. Ochiai, K. Shigeru, M. Kurita, Y. Ohta, K. Tanaka, H.
Matsuda, and M. Kawamukai. 1999. Purification, Characterization, and
Gene Analysis of a Chitosanase (ChoA) from Matsuebacter chitosantabidus
3001. J. Biotechnol. 181 (21) : 6642-6649.
Pelczar, M. J. Jr., dan E. C. S. Chan. 1986. Dasa-Dasar Mikrobiologi. UI-Press.
Jakarta.
Pelletier, A., and J. Sygusch. 1992. Purification and characterization of three
chitosanase activities from Bacillus megaterium P1. Appl. and Environ.
Microbiol. 56 (4) : 844-848.
Piza, F. A. T., A. P. Siloto., C. V. Carvalho, and T. T. Franco. 1999. Production,
Characterization, and Purification of Chitosanase from Bacillus cereus.
Appl. And Environ. Microbial. 16 : 663-687.

64

Prescott, L. M., Harley, J. P., and Danold, A. K. 2003. Microbiology. MC Grow


Hill. New York.
Rahman, A. 1987. Pengantar Teknologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Rianti, D. 2003. Mempelajari Pemurnian Kitin Deasetilasi dari Bacillus sp. 13.26
asal Tompaso-Manado [skripsi] Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.
Rivas, L. A., V. Parro., M. M. Paz., dan R. P. Mellado. 1999. The Bacillus subtilis
168 csn Gene Encodes a Chitosanase with Similar Properties to a
Streptomyces Enzyme. J. Enz. Microb. Technol. 146 : 2929 2936.
Rochima, E. 2005. Aplikasi Kitin Deasetilasi Termostabil dari Bacillus
papandayan K29-14 asal Kawah Kamojang Jawa barat pada Pembuatan
Kitosan [tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Scouten, W. M. 1942. Affinity Chromatography (Bioselective Adsorption on Inert
Matrices). John Willey and Sons, New York.
Situmorang, S. H. 2003. Karakterisasi Enzim Kitinase Termostabil Isolat Bacillus
licheniformis MB-2 dari Tompaso, Sulawesi Utara menggunakan teknik
zimogram [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Suhartono, M. T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Pusat Antar Universitas, IPB.
Bogor.
Suwanto, A., Suhartono, M. T., dan Widjaja, H. 1991. Struktur dan Biokimiawi
Protein. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.
Uchida, Y., Koji, T., Osamu, S. dan Kiyoshi, K. 1992. Purification and Enzymatic
Properties of Chitosanases from Bacillus licheniformis UTK and their
Application. Di dalam : Brine, C. J., Paul, A. S. dan John, P. Z. Advances in
Chitin and Chitosan. London : Elsevier. hal. 282 292.
Yabuki, M. 1989. Characterization of Chitosanase Produced By Bacillus
circullans MH K1. Di dalam : Braek, G. S., Thorlief, A. dan Paul, S.
Chitin and Chitosan. London : Elsevier. hal. 197 206.
Walsh, G. 2002. Protein (Biochemistry and Biotechnology). John Willey & Sons,
LTD.
Wang, D. I. C., Charles, L. C., Arnold, L. D., Peter, D., Arthur, E. H., dan
Malcolm, D. L. 1979. Fermentation and enzyme technology. John Willey
and Sons, New York.

65

Winarno, F. G. 1983. Enzim pangan. PT. Gramedia, Jakarta.


Yoon, H. G., Kim, H. Y., Kim, H. K., Shin, D. H., Hong, B. S, dan Cho, H. Y.
2000. Thermostable Chitosanase from Bacillus sp. Strain CK4: Cloning
and Expression of the gene and Characterization of the Enzyme. J. Enz.
Microb. Technol. 66 : 3727 3734.

66

Lampiran 1. Pembuatan tepung kitosan (Haliza, 2003)

20 gram tepung kitin

Penambahan 400 ml NaOH 50%

Pemanasan 100oC selama 60 menit

Pencucian dengan air sampai 12x

Pengeringan menggunakan oven pada


suhu 60oC selama 48 jam

Tepung kitosan

67

Lampiran 2. Pembuatan Koloidal kitosan (Halizah, 2003)


Tepung kitosan
Penambahan HCl pekat (1 : 20)

Penyimpanan di cool room selama 24 jam

Filtrasi dengan glasswool


Endapan
Penambahan air dingin
(w. kitosan : v. air dingin = 1 : 10)

Penambahan NaOH 12N sampai mencapai pH netral

Penyaringan larutan di ruang dingin

Penambahan 50 ml air dingin

Supernatan

Koloidal Kitosan

68

Lampiran 3. Pembuatan soluble chitosan (Chasanah, 2004)

1 gram kitosan

Pelarutan ke dalam 9 ml asetat 1 M

Suspensi ke dalam 40 ml air bebas ion

Distirrer selama 24 jam

Ditepatkan dengan sodium asetat 1 M


sampai pH = 6.0

Ditepatkan menjadi 100 ml dengan buffer


asetat 50 mM pH 6.0

Soluble chitosan

69

Lampiran 4. Pembuatan Kurva Standar Glukosamin


[Stock Glukosamin] = 0,009 gram glukosamin x 106 = 1000 g/ml
9 ml air bebas ion
[Stock

Volume

[Glukosamin]

Vol.gluko

Vol.

Glukosamin]

total

(g/ml)

samin (l)

H2O

(g/ml)

(l)

1000

1000

1000 0.6565

1000

1000

25

25

975

0.6215

1000

1000

125

125

875

0.4825

1000

1000

225

225

775

0.362

1000

1000

250

250

750

0.321

1000

1000

275

275

725

0.244

Abs.
(420 nm)

(l)

Pipet 150 l dari stock glukosamin dan masukan kedalam tabung reaksi,
ditambah 600 l aquadest dan 750 l pereaksi schales (blanko : 600 l
aquadest + 750 l pereaksi schales)
Didihkan selama 15 menit
Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 420 nm
Buat kurva standar dengan absorbansi sebagai ordinat (Y) dan konsentrasi
Glukosamin sebagai absis (X).
0.7
y = -0.0014x + 0.6589
R2 = 0.9902

Absorbansi (nm)

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0

50

100

150

200

250

300

[Glukosam in] (ppm )

70

Lampiran 5. Pembuatan Kurva Standar Protein (BSA)


[Stock BSA] = 0,009 gram BSA x 106 = 1000 g/ml = 1000 ppm
9 ml air bebas ion
Konsentrasi

Volume

Konsentrasi

Volume

Volume

Stock BSA

total

BSA

BSA

H2O

(g/ml)

(l)

(g/ml)

(l)

(l)

Absorbansi
(595 nm)

1000

500

500

0.3525

1000

500

20

10

490

0.366

1000

500

80

40

460

0.438

1000

500

120

60

440

0.462

1000

500

140

70

430

0.494

1000

500

180

90

410

0.5215

Pipet 0.1 ml dari stock BSA kedalam tabung reaksi, ditambahkan 2 ml pereaksi
Bradford (Blanko : 0.1 ml aquadest ditambah 2 ml pereaksi Bradford)
Setelah 5 menit ukur larutan pada panjang gelombang 595 nm
Buat kurva standar dengan absorbansi sebagai ordinat (Y) dan konsentrasi protein

Absorbansi 595 nm

sebagai absis (X). Tentukan konsentrasi protein sampel

0.6
0.5
0.4
0.3

y = 0.001x + 0.352
R2 = 0.9912

0.2
0.1
0
0

50

100

150

200

Konsentrasi BS A (ppm)

71

Lampiran 6. Komposisi Larutan Bufer


1. Bufer Fosfat
Larutan Stock :
Larutan A : 0.2 M larutan Monobasis sodium phosphat, BM=137.99 (27.6 g di
dalam 1 liter.
Larutan B : 0.2 M larutan Dibasis sodium phosphat, BM=177.99 (35.6 g di
dalam 1 liter)
98.5 ml A + 15.5 ml B ditepatkan menjadi 200 ml pH 6.0
2. Bufer Asetat
Larutan A : 0.2 M larutan asam asetat (11.5 cc dalam 1000 cc)
Larutan B : 0.2 M Sodium asetat (16.4 g C2H3O2Na atau 27.7 g
C2H3O2Na.3H2O dalam 1000 cc)
41.0 ml larutan A + 9.0 ml larutan B diencerkan menjadi 100 ml pH 4.0
14.8 ml larutan A + 35.2 ml larutan B diencerkan menjadi 100 ml pH 5.0
2.8 ml larutan A + 53.2 ml larutan B diencerkan menjadi 100 ml pH 6.0
3. Larutan Bufer Universal
Larutan stock :
A : Larutan yang terdiri dari 6.008 g asam sitrat, 3.893 g KH2PO4, 1.769 g
H3BO3, dan 5.266 g 5,5-Diethylbarbiturat dalam 1 L air bebas ion
B : 0.2 N larutan NaOH, BM=40 (8 g di dalam 1L)
100 ml larutan A + x ml larutan B
X

pH

pH

15.5

4.0

72.7

9.0

27.1

5.0

80.8

10.0

38.9

6.0

86.0

11.0

50.6

7.0

99.6

12.0

63.7

8.0

72

4. Bufer sitrat
Larutan A : 0.1 M larutan asam sitrat (21.01 g dalam 1000 cc)
Larutan B : 0.1 M larutan Na-sitrat (29.41 g C6H5O7Na3.2H2O
1000 cc
46.5 ml larutan A + 3.5 ml larutan B, encerkan sampai 1000 cc pH 3.0
5. Bufer Fosfat sitrat
Larutan A : 0.1 M larutan asam sitrat (21.01g dalam 1000 cc)
Larutan B : 0.1 M larutan Dibasis sodium phosphat, BM=177.99
(17.8 g dalam 1000 cc)
x cc larutan A + y cc larutan B ditepatkan menjadi pH 5
6. Bufer Tris-Cl
Larutan A = 0.1 M Tris (1.214 g dalam 1000 cc)
x cc larutan A ditepatkan dengan HCl 0.1 M sampai pH 8

73

Lampiran 7. Pembuatan Pereaksi Schales, pereaksi Bradford, dan pereaksi


Untuk SDS-PAGE
1. Pereaksi Schales. Larutan Schales stock dibuat dengan cara melarutkan
52.995 gram Na2CO3 dan 0.5 gram Pottasium ferri cianida kedalam 1 L
air bebas ion.
2. Peraksi Bradford. Larutan Bradford stock dibuat dengan cara melarutkan
100 mg Coomassie Brilliant Blue G-250 dalam 50 ml etanol 95% dan 100
ml asam fosfat 85% (w/v), kemudian ditepatkan dengan air bebas ion
hingga 1 liter. Encerkan 4 kali sebelum digunakan untuk uji.
3. Larutan A (30% b/v akrilamid, 0.8% b/v bis-akrilamid). Sebanyak 14.6 g
akrilamid dan 0.4 g bis-akrilamid dilarutkan dalam 50 ml aquabidestilata
dan diaduk dengan pengaduk magnetik sehingga larut homogen.
4. Larutan B (Bufer gel pemisah, Tris-HCl 2 M pH 8.8). Sebanyak 75 ml
larutan Tris-HCl 2 M pH 8.8 ditambahkan dengan aquabidestilata
sehingga mencapai volume total 100 ml.
5. Larutan C (Bufer gel penahan, Tris-HCl 1 M pH 6.8). Sebanyak 50 ml
larutan Tris-HCl 1 M pH 6.8 ditambahkan dengan aquabidestilata sampai
volume 100 ml. 50 ml 1M Tris HCl pH 6,8 ditepatkan sampai 100 ml oleh
aquabidestilata.
6. Amonium per sulfat 10% (b/v). Sebanyak 0.1 g ammonium per sulfat
dilarutkan kedalam 1 ml aquabidestilata.
7. Bufer Elektroforesis. Sebanyak 3 g Tris dan 14.4 g glysin dilarutkan
kedalam 1 L aquabidestilata kemudian ditera sampai pH 8.3 dengan HCl 1
M.
8. Bufer Sampel. Sebanyak 0.6 ml Tris-HCl 1 M pH 6.8; 5 ml glyserol 50%
(v/v); 0.5 ml 2-mercaptoetanol; 1 ml bromfenol blue 1% (b/v) dilarutkan
dengan 2.9 ml aquabidestilata.
9. Larutan fiksasi. Sebanyak 25 ml metanol dan 12 ml asam asetat
ditepatkan menjadi 100 ml dengan aquabidestilata.
10. Etanol 50% dan 30%. Sebanyak 50 ml dan 30 ml etanol ditepatkan dengan
aquabidestilata sampai 100 ml.

74

11. Larutan enhancer. Sebanyak 0.1 gram Na2S2O3.5H2O dilarutkan ke dalam


500 ml aquabidestilata
12. Larutan silver nitrat. Sebanyak 0.4 gram AgNO3 dilarutkan ke dalam 200
ml aquabidestilata dan ditambah dengan 70 l formaldehid 37%.
13. Larutan Na2CO3. Sebanyak 15 gram Na2CO3 dilarutkan ke dalam 250 ml
aquabidestilata dan ditambahkan dengan 120 l formaldehida 37%.

75

Lampiran 8. Aktivitas dan kadar protein crude enzyme

Tahapan/Hasil
Supernatan bebas sel

Crude enzyme

Dialisis

Tahapan/Hasil
Supernatan bebas sel

Crude enzim

Dialisis

76

Abs.
blanko
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618

Absorbansi
0.588
0.590
0.586
1.108
1.092
1.113
0.882
0.880
0.884

Abs.
kontrol
0.420
0.420
0.429
0.047
0.053
0.052
0.030
0.036
0.041

Abs.
sampel
0.412
0.420
0.418
0.050
0.052
0.050
0.053
0.032
0.038

Ratarata
blanko
0.6195

Ratarata
kontrol
0.4245

Ratarata
sampel
0.415

Aktivitas
(U/ml)
1.0757

Aktivitas
spesifik
(U/mg)
4.5389

Tingkat
kemurnian
1

0.6195

0.0525

0.05

1.0873

1.4326

0.3156

0.6195

0.0385

0.035

1.0857

2.0446

0.4504

Rata-rata
Absorbansi
0.589

a
0.001

b
0.352

ppm
237

[protein]
(mg/ml)
0.237

1.1105

0.001

0.352

758.5

0.759

0.883

0.001

0.352

531

0.531

Lampiran 9. Hasil Kromatografi filtrasi gel kitosanase dari isolat Bacillus licheniformis MB-2

Fraksi
1

77

Abs.
blanko
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.018
0.050
0.020
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618

Abs.
kontrol
0.605
0.591
0.610
0.579
0.578
0.573
0.576
0.580
0.570
0.546
0.564
0.563
0.501
0.523
0.510
0.488
0.502
0.487
0.510
0.518
0.509
0.522
0.532
0.533
0.574
0.583
0.575

Abs.
sampel
0.534
0.684
0.691
0.684
0.688
0.686
0.664
0.674
0.675
0.650
0.643
0.646
0.024
0.02
0.041
0.010
0.050
0.090
0.328
0.341
0.343
0.018
0.015
0.010
0.515
0.560
0.538

Ratarata
blanko
0.6195

Ratarata
kontrol
0.6075

Ratarata
sampel
0.6875

Aktv.
Spesifik
(U/mg)
-

Tingkat
kemurnian
-

0.6195

0.5785

0.6870

0.6195

0.578

0.6745

0.6195

0.5635

0.6445

0.6195

0.5055

0.0220

0.2906

0.198

1.4674

0.3233

0.6195

0.4875

0.0075

0.2963

0.036

8.2319

1.8136

0.6195

0.5095

0.0190

0.2789

0.021

13.2836

2.9266

0.6195

0.5325

0.0165

0.2367

0.04

5.9179

1.3038

0.6195

0.5745

0.5490

1.0492

0.0325

32.2840

7.1126

Aktv.
(U/ml)
-

[Protein]
(mg/ml)
-

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

78

0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.603
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.63
0.621
0.618
0.63
0.621

0.570
0.573
0.578
0.539
0.545
0.551
0.539
0.567
0.577
0.570
0.568
0.567
0.515
0.552
0.573
0.565
0.561
0.566
0.564
0.570
0.567
0.566
0.574
0.560
0.496
0.503
0.516
0.468
0.512
0.509
0.502
0.502

0.539
0.564
0.553
0.103
0.147
0.133
0.195
0.201
0.221
0.231
0.283
0.294
0.375
0.340
0.358
0.388
0.418
0.429
0.425
0.359
0.442
0.455
0.469
0.486
0.428
0.331
0.419
0.443
0.451
0.445
0.444
0.462

0.6195

0.5715

0.5585

1.0699

0.035

30.5696

6.7349

0.6195

0.5420

0.14

0.4256

0.029

14.6743

3.2329

0.6195

0.5720

0.198

0.4719

0.056

8.4275

1.8567

0.6195

0.5675

0.2885

0.6293

0.036

17.4807

3.8513

0.6195

0.5625

0.349

0.7378

0.0355

20.7833

4.5789

0.6195

0.5655

0.4235

0.8562

0.02

42.8124

9.4322

0.6195

0.5655

0.4335

0.8728

0.018

48.4896

10.6829

0.6195

0.563

0.462

0.9242

0.051

18.1209

3.9923

0.6195

0.4995

0.4235

0.9656

0.028

34.4849

7.5975

0.6195

0.5105

0.444

0.9813

0.047

20.8790

4.5999

0.6195

0.502

0.4655

1.0310

0.047

21.9364

4.8329

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

79

0.618
0.63
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630

0.485
0.504
0.507
0.504
0.497
0.51
0.507
0.493
0.509
0.506
0.499
0.51
0.502
0.509
0.507
0.514
0.664
0.664
0.665
0.604
0.611
0.614
0.596
0.64
0.594
0.595
0.612
0.615
0.589
0.588
0.59
0.511

0.469
0.462
0.475
0.465
0.47
0.463
0.47
0.453
0.442
0.468
0.467
0.466
0.472
0.464
0.457
0.49
0.644
0.644
0.645
0.576
0.585
0.57
0.574
0.61
0.59
0.543
0.592
0.595
0.572
0.588
0.596
0.454

0.6195

0.5040

0.4635

1.0244

0.0485

21.1213

4.6533

0.6195

0.5085

0.4700

1.0277

0.054

19.0314

4.1929

0.6195

0.5075

0.4550

1.0045

0.058

17.3191

3.8156

0.6195

0.5005

0.4665

1.0352

0.018

57.5084

12.6699

0.6195

0.5080

0.4605

1.0128

0.040

25.3197

5.5783

0.6195

0.6640

0.6440

1.0580

0.0460

23

5.0672

0.6195

0.6125

0.5730

1.0260

0.030

34.2013

7.5350

0.6195

0.595

0.582

1.0699

0.036

29.7205

6.5478

0.6195

0.6135

0.5935

1.0583

0.04

26.4585

5.8292

0.6195

0.5895

0.580

1.0757

0.012

89.6446

19.75

0.6195

0.512

0.4550

0.9971

0.026

38.3481

8.4486

32

33

34

35

36

37

38

39

40

41

80

0.621
0.618
0.018
0.050
0.020
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.63
0.621
0.618
0.63
0.621
0.618

0.513
0.510
0.520
0.521
0.521
0.520
0.520
0.50
0.518
0.517
0.514
0.518
0.518
0.519
0.521
0.523
0.519
0.525
0.521
0.523
0.522
0.522
0.523
0.521
0.523
0.527
0.521
0.52
0.521
0.518
0.517
0.517

0.456
0.451
0.456
0.458
0.459
0.456
0.458
0.450
0.456
0.458
0.452
0.455
0.458
0.458
0.455
0.456
0.455
0.451
0.453
0.452
0.451
0.452
0.452
0.450
0.453
0.453
0.453
0.458
0.456
0.461
0.460
0.461

0.6195

0.521

0.457

0.9855

0.029

33.9812

7.4865

0.6195

0.52

0.457

0.9871

0.062

15.9211

3.5077

0.6195

0.519

0.457

0.9888

0.067

14.7578

3.2513

0.6195

0.518

0.458

0.9921

0.107

9.2718

2.0427

0.6195

0.52

0.455

0.9838

0.039

25.2256

5.5576

0.6195

0.522

0.4535

0.9780

0.023

42.5218

9.3682

0.6195

0.5225

0.452

0.9747

0.024

40.6120

8.9474

0.6195

0.522

0.453

0.9772

0.018

54.2874

11.9603

0.6195

0.521

0.457

0.985456

0.03

32.8485

7.2370

0.6195

0.5175

0.461

0.99788

0.033

30.2388

6.6620

42

43

44

45

46

47

48

49

50

81

0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.63
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618
0.630
0.621
0.618

0.517
0.519
0.521
0.517
0.519
0.52
0.544
0.571
0.577
0.63
0.653
0.663
0.518
0.517
0.515
0.512
0.519
0.519
0.561
0.561
0.56
0.568
0.57
0.565
0.578
0.576
0.578

0.467
0.463
0.461
0.462
0.462
0.463
0.559
0.573
0.572
0.61
0.632
0.616
0.453
0.455
0.457
0.449
0.449
0.447
0.473
0.477
0.479
0.457
0.459
0.455
0.454
0.454
0.455

0.6195

0.518

0.462

0.9987

0.03

33.2902

7.3343

0.6195

0.518

0.4625

0.9995

0.016

62.4710

13.7633

0.6195

0.574

0.5725

1.0889

0.008

136.1234

29.9899

0.6195

0.658

0.613

1.0169

0.0065

156.4507

34.4683

0.6195

0.519

0.456

0.9871

0.003

329.0375

72.4917

0.6195

0.5195

0.449

0.9747

0.002

487.3443

107.3690

0.6195

0.561

0.478

0.9539

0.022

43.3628

9.5535

0.6195

0.569

0.458

0.9076

0.002

453.80

99.9787

0.6195

0.578

0.454

0.8861

0.001

886.0655

195.2130

Lampiran 10. Karakterisasi suhu Crude enzyme

Suhu
37

50

60

70

80

90

82

Abs.
blanko
0.599
0.562
0.563
0.584
0.585
0.58
0.575
0.598
0.599
0.63
0.621
0.618
0.613
0.621
0.622
0.60
0.623
0.638

Abs.
sampel
0.105
0.10
0.10
0.098
0.087
0.098
0.055
0.053
0.05
0.05
0.052
0.05
0.063
0.062
0.063
0.065
0.064
0.062

Abs.
kontrol
0.488
0.476
0.488
0.210
0.20
0.20
0.072
0.072
0.074
0.047
0.053
0.052
0.104
0.108
0.104
0.208
0.212
0.208

Ratarata
blanko
0.5625

Ratarata
sampel
0.10

Ratarata
kontrol
0.488

Aktv.
(U/ml)
0.4487

[Protein]
(mg/ml)
0.759

Aktv.
Spesifik
(U/mg)
0.5912

0.5845

0.098

0.20

0.9225

0.759

1.2154

0.5985

0.054

0.072

1.0616

0.759

1.3988

0.6195

0.05

0.0525

1.0873

0.759

1.4326

0.6215

0.063

0.104

1.0236

0.759

1.3486

0.6305

0.0645

0.208

0.8537

0.759

1.1249

Lampiran 11. Karakterisasi pH crude enzyme

Jenis
bufer
1

83

Abs.
blanko
0.620
0.621
0.618
0.620
0.621
0.618
0.620
0.621
0.618
0.620
0.621
0.618
0.620
0.621
0.618
0.620
0.621
0.618
0.620
0.621
0.618
0.620
0.621
0.618
0.620
0.621

Abs.
sampel
0.054
0.054
0.055
0.041
0.045
0.043
0.004
0.004
0.005
0.114
0.116
0.12
0.034
0.034
0.030
0.050
0.052
0.050
0.044
0.046
0.040
0.041
0.043
0.048
0.035
0.037

Abs.
kontrol
0.37
0.372
0.374
0.067
0.069
0.069
0.06
0.067
0.062
0.244
0.242
0.249
0.067
0.067
0.063
0.047
0.053
0.052
0.043
0.045
0.046
0.055
0.05
0.055
0.05
0.05

Ratarata
blanko
0.6205

Ratarata
sampel
0.054

Ratarata
kontrol
0.371

Aktv.
(U/ml)
0.5664

[Protein]
(mg/ml)
0.759

Aktv.
spesifik
(U/mg)
0.7462

0.6205

0.042

0.069

1.0467

0.759

1.3791

0.6205

0.04

0.061

1.0567

0.759

1.3922

0.6205

0.115

0.243

0.8794

0.759

1.1587

0.6205

0.034

0.067

1.0368

0.759

1.3660

0.6205

0.05

0.0525

1.0873

0.759

1.4321

0.6205

0.045

0.047

1.0882

0.759

1.4337

0.6205

0.042

0.055

1.0699

0.759

1.4097

0.6205

0.036

0.05

1.0683

0.759

1.4075

0.618

0.033

Keterangan :
1. Bufer sitrat (pH 3)
2. Bufer asetat (pH 4)
3. Bufer asetat (pH 5)
4. Bufer asetat (pH 6)
5. Bufer fosfat sitrat (pH 5)
6. Bufer Na-fosfat (pH 6)
7. Bufer Na-fosfat (pH 7)
8. Bufer Na-fosfat (pH 8)
9. Bufer Tris-Cl (pH 8)

84

0.051

Lampiran 12. Karakterisasi suhu fraksi 9 (pure enzyme)

Suhu
37

50

60

70

80

90

85

Abs.
Blanko
0.610
0.609
0.613
0.618
0.619
0.610
0.575
0.622
0.620
0.630
0.621
0.618
0.613
0.621
0.622
0.60
0.623
0.638

Abs.
Sampel
0.199
0.190
0.199
0.364
0.364
0.363
0.564
0.566
0.560
0.515
0.560
0.538
0.612
0.637
0.622
0.60
0.66
0.604

Abs.
kontrol
0.603
0.60
0.605
0.599
0.610
0.630
0.610
0.614
0.619
0.574
0.583
0.575
0.601
0.621
0.620
0.617
0.633
0.659

Ratarata
blanko
0.6115

Ratarata
sampel
0.199

Ratarata
kontrol
0.604

Aktv
.(U/ml)
0.4206

[Protein]
(mg/ml)
0.0325

Aktv.
spesifik
(U/mg)
12.9411

0.6185

0.364

0.60

0.7005

0.0325

21.5549

0.621

0.565

0.612

1.0136

0.0325

31.1882

0.6195

0.549

0.5745

1.0492

0.0325

32.2840

0.6215

0.617

0.6205

1.0857

0.0325

33.4054

0.6305

0.602

0.646

1.0186

0.0325

31.3411

Lampiran 13. Karakterisasi pH fraksi 9 (pure enzyme)

pH
4

10

11

12

86

Abs.
blanko
0.640
0.640
0.650
0.660
0.660
0.660
0.650
0.660
0.670
0.667
0.667
0.665
0.664
0.666
0.667
0.660
0.660
0.661
0.665
0.665
0.664
0.670
0.670
0.660
0.640
0.640
0.630

Abs.
sampel
0.626
0.626
0.621
0.646
0.648
0.710
0.641
0.639
0.643
0.656
0.65
0.656
0.655
0.653
0.650
0.644
0.648
0.642
0.650
0.650
0.670
0.645
0.647
0.640
0.623
0.615
0.6210

Abs.
kontrol
0.638
0.64
0.635
0.654
0.654
0.655
0.643
0.645
0.647
0.664
0.662
0.662
0.661
0.668
0.663
0.65
0.652
0.654
0.660
0.662
0.666
0.663
0.664
0.663
0.637
0.639
0.631

Ratarata
blanko
0.640

Ratarata
sampel
0.626

Ratarata
kontrol
0.639

Aktv.
(U/ml)
1.0699

[Protein]
(mg/ml)
0.0325

Aktv.
spesifik
(U/mg)
32.9211

0.660

0.647

0.654

1.0799

0.0325

33.2269

0.655

0.642

0.643

1.0898

0.0325

33.5328

0.667

0.656

0.662

1.0815

0.0325

33.2779

0.665

0.654

0.662

1.0782

0.0325

33.1760

0.660

0.643

0.653

1.0749

0.0325

33.0740

0.665

0.65

0.661

1.0732

0.0325

33.0231

0.670

0.646

0.663

1.0633

0.0325

32.7173

0.640

0.620

0.638

1.0616

0.0325

32.6663

Lampiran 14. Pengaruh suhu pemanasan fraksi 9 (pure enzyme) terhadap stabilitas enzim

Suhu
80

Waktu
(menit)
0

30

60

90

120

90

60

120

87

Abs.
blanko
0.613
0.621
0.622
0.623
0.625
0.62
0.582
0.59
0.587
0.632
0.632
0.631
0.588
0.588
0.587
0.648
0.648
0.649
0.622
0.623
0.623
0.648
0.647
0.647

Abs.
sampel
0.612
0.637
0.622
0.624
0.637
0.639
0.549
0.548
0.549
0.505
0.507
0.503
0.536
0.552
0.555
0.6
0.66
0.604
0.555
0.557
0.578
0.345
0.347
0.349

Abs.
kontrol
0.601
0.621
0.62
0.667
0.674
0.659
0.6
0.59
0.57
0.622
0.624
0.62
0.537
0.554
0.54
0.617
0.633
0.659
0.62
0.621
0.615
0.645
0.644
0.645

Ratarata
blanko
0.6215

Ratarata
sampel
0.617

Ratarata
kontrol
0.6205

Aktv.
(U/ml)
1.0856

Aktv.
Relatif
(%)
100

ln Aktv
(U/ml)
6.9899

0.624

0.554

0.586

1.0385

95.6515

6.9455

0.5885

0.549

0.595

1.0152

93.5154

6.9229

0.632

0.506

0.623

0.8509

78.3719

6.7463

0.66

0.362

0.63

0.6472

59.6155

6.4727

0.648

0.602

0.646

1.0186

100

6.9261

0.623

0.556

0.6205

0.9846

96.6661

6.5288

0.647

0.346

0.645

0.5961

58.5298

6.3905

Lampiran 15. Pengaruh pH fraksi 9 (pure enzyme) terhadap terhadap stabilitas enzim

Waktu
0

30

60

90

120

88

Abs.
blanko
0.606
0.604
0.631
0.623
0.625
0.620
0.588
0.588
0.587
0.620
0.621
0.180
0.601
0.601
0.60

Abs.
sampel
0.641
0.639
0.643
0.515
0.51
0.509
0.545
0.569
0.57
0.509
0.532
0.53
0.513
0.512
0.51

Abs.
kontrol
0.643
0.645
0.647
0.519
0.479
0.522
0.5
0.574
0.595
0.572
0.561
0.568
0.567
0.569
0.55

Ratarata
blanko
0.6050

Ratarata
sampel
0.6420

Ratarata
kontrol
0.643

Aktv
(U/ml)
1.0898

Aktv.
Relatif
(%)
100

ln Aktv
(U/L)
6.9938

0.6215

0.5095

0.5205

1.0733

98.4800

6.9784

0.5880

0.5695

0.5845

1.0666

97.8720

6.9722

0.6205

0.5310

0.5645

1.0359

95.0600

6.9431

0.6010

0.5140

0.568

1.0019

91.9398

6.9097

Lampiran 16. Kurva standar SDS-PAGE

Marker
Phosphorilase
Albumin
ovalbumin
Carbonic
anhydrase
Tripsin inhibitor
-laktalbumin

BM
(dalton)
97000
66000
45000

log BM
4.987
4.819
4.653

Jbb (Jarak
batas bawah)
4.5
4.5
4.5

Jba (Jarak
batas atas)
1
2
2.9

Rf
(Jba/Jbb)
0.2222
0.4444
0.6444

30000
20100
14400

4.477
4.303
4.158

4.5
4.5
4.5

3.2
3.9
4.2

0.7111
0.8667
0.9333

6
5

log BM

4
y = -1.1559x + 5.3025
R2 = 0.9639

3
2
1
0
0

0.2

0.4

0.6

Jarak Rf

89

0.8

ix

Anda mungkin juga menyukai