Anda di halaman 1dari 78

PROSES DELIGNIFIKASI DAN HIDROLISIS

LIGNOSELULOSA AMPAS TEBU MENGGUNAKAN SISTEM


CAIRAN IONIK KOLIN KLORIDA

SKRIPSI

Oleh

WAHYU SATRIA
130425025

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SEPTEMBER 2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PROSES DELIGNIFIKASI DAN HIDROLISIS
LIGNOSELULOSA AMPAS TEBU MENGGUNAKAN SISTEM
CAIRAN IONIK KOLIN KLORIDA

SKRIPSI

Oleh

WAHYU SATRIA
130425025

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN


PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


SEPTEMBER 2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dankarunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini
merupakan skripsidengan judul “Proses Delignifikasi dan Hidrolisis
Lignoselulosa Ampas Tebu Menggunakan Sistem Cairan Ionik Kolin
Klorida” berdasarkan hasil penelitianyang penulis lakukan di Departemen
Teknik Kimia Fakultas Teknik UniversitasSumatera Utara. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik.

Melalui penelitian ini diperoleh selulosa dari proses delignifikasi Ampas


Tebu menggunakan cairan Ionik Kolin Klorida. Sehingga hasil yang
diperoleh dapat dimanfaatkan, untuk mendapatkan gula sederhana. Manfaat
lain yang diperoleh, yaitu dapat meningkatkan nilai ekonomis dari Tandan
Ampas Tebu dan mengurangi masalah limbah Ampas Tebu.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini penulis banyak


mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapakan
terimakasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Ir. Renita Manurung, MT selaku Dosen Pembimbing dan
Koordinator Penelitian Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan arahan
dalam pelaksanaan penelitian.
2. Dr. Eng. Ir. Irvan, Msi. Sebagai Ketua Departemen Teknik
Kimia,Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Siswarni MZ, M.S dan Ibu Dr. Erni Misran, ST, MT selaku
Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk
kesempurnaan skripsi ini.
4. Ibu Dr.Ir. Fatimah MT Selaku Dosen Pembimbing Akademik. Dan
sekertaris Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dedikasi

Skripsi ini kupersembahkan kepada Ayahanda M. Yasin

dan Ibunda Mardhiah tercinta yang telah

melahirkan, membesarkan, mendidik dan membimbing serta

melimpahkan curahan kasih sayangnya kepadaku.

Pencapaian ke tahap ini berkat doa, dukungan baik materil

maupun spirituil dengan sabar dan restumu. Terima kasih

kuucapkan kepada kedua orang tua tercinta yang senantiasa

membantu dan memberikan semangat juga disertai doanya

dalam mewujudkan cita-cita yang kuinginkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Wahyu Satria

NIM : 130425025

Tempat/tgl lahir : Lhokseumawe, 24


September 1991

Nama orang tua : M. Yasin

Alamat orang tua :


Jl. Medan-B.aceh No.73
Lhokseumawe Aceh Utara

Asal Sekolah :

 TK Darul Bahar Batuphat Timur, Lhokseumawe tahun 1998-1999

 MIN Blang Mane II Lhokseumawe tahun 1999 – 2004

 SMP Negeri 1 Lhokseumawe tahun 2004-2006

 SMA Negeri 2 Lhokseumawe tahun 2006-2009

 D3 Politeknik Negeri Lhokseumawe tahun 2009-2012

Pengalaman Organisasi: - Himpunan Mahasiswa Kimia Politeknik Negeri

Lhokseumawe

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Ampas Tebu merupakan limbah perkebunan yang memiliki kandungan


lignoselulosa yang cukup tinggi dan belum dimanfaatkan secara maksimal.
Dengan kandungan selulosa sebesar 30%-35%, maka Ampas Tebu
berpotensi untuk digunakan untuk menjadi gula sederhana. Dalam proses
pembuatan gula sederhana dari Ampas Tebu, delignifikasi lignoselulosa
adalah tahap pertama yang dilakukan untuk memutuskan ikatan antara
selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Pada penelitian ini dilakukan proses
delignifikasi menggunakan NaOH dalam sistem cairan ionik dan tanpa
cairan ionik. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kadar selulosa
tertinggi yang terdapat pada Ampas Tebu. Proses delignifikasi yang
dilakukan menggunakan cairan ionik kolin klorida (ChCl) dalam berbagai
waktu pemasakan dengan jumlah ChCl yang berbeda. Penelitian ini
menggunakan Ampas Tebu yang dikeringkan pada suhu 105 °C dengan
variasi waktu pemasakan 30, 60, dan 90 menit dan variasi penambahan
ChCl sebesar 10%, 20%, dan 30% dari berat Ampas Tebu. Hasil penelitian
delignifikasi menggunakan ChCl diperoleh kadar selulosa tertinggi yaitu
39,80%, pada waktu 90 menit dan penambahan ChCl 20%. Sedangkan
delignifikasi tanpa ChCl diperoleh kadar selulosa tertinggi sebesar 24,98%,
pada waktu 90 menit. Hasil penelitian hidrolisis glukosa tertinggi sebesar
39,4% di peroleh dalam kondisi waktu 90 menit dengan ChCl 15%.
Sedangkan tanpa ChCl diperoleh kadar glukosa sebesar 30,87% pada waktu
90 menit.
Kata Kunci: Ampas Tebu, Lignoselulosa, Delignifikasi, Hidrolisis, Kolin
Klorida, Cairan Ionik, Selulosa, Hemiselulosa, Glukosa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRACT

Pulp cane is a waste which has a fairly high content of lignocelluloses.


Mean while, Pulp cane has not been utilized optimally. With acellulose
content of 30% - 35%, Pulp cane then potentially be used as raw material
for bioethanol. In the process of bioethanol production from Pulp cane,
delignification of lignocellulose the first stage to decide ligament between
cellulose, hemicellulose and lignin. In this research, delignification process
was carried out using NaOH in the ionic liquid system and without ionic
liquids. The purpose of this research was to find out the highest content of
cellulose which contained inthe Pulp cane. Delignification process were
performed using ionic liquids choline chloride (ChCl) in variety of heating
time with amount of different ChCl. This research used Pulp cane powder
heated at a temperature 130 °C with a variety of heating time 30, 60, and 90
minutes and the variation addition of ChCl at 10% ,15% and 20% weight
of Pulp cane. Delignification research results used ChCl obtained highest
content of cellulose is 39,80%, treatment 90 minutes and the addition of
20% ChCl. While delignification without ChCl obtained highest content of
cellulose is 24,98 %, treatment 90 minutes. Hydrolysis research results used
ChCl obtained highest content of cellulose is 39,4%, treatment 90 minutes
and the addition of 15% ChCl. While hydrolisys without ChCl obtained
highest content of glucose is 30,87 %, treatment 90 minutes.

Keywords: Pulp cane, Lignocellulose, Delignification, Hydrolisys,


CholineChloride, Ioniq Liquid, Cellulose, Hemicellulose, Glucose

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN…........... i


PENGESAHAN UNTUK UJIAN SKRIPSI…………………………….… ii
PRAKATA ………………………………………………………………...iii
DEDIKASI….………………………………………………………………v
RIWAYAT HIDUP PENULIS…………….……………………………….vi
ABSTRAK………………………………………………………………...vii
ABSTRAK………………………………………………………………..viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi
BAB IPENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 8
1.4Manfaat Penelitan...................................................................................... 8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 9
2.1 Tebu.......................................................................................................... 9
2.2 Ampas Tebu ........................................................................................... 10
2.3 Delignifikasi ........................................................................................... 12
2.4 Selulosa .................................................................................................. 13
2.5 Hemiselulosa .......................................................................................... 14
2.6 Lignin ..................................................................................................... 15
2.7 Hidrolisis ................................................................................................ 16
2.8 Cairan Ionik (Ionic Liquid) ................................................................... 17
2.8.1 Sifat Fisika dan kimia................................................................. 18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.8.2 Klorid (Trimethyl(2- hydroxyethyl) ammonium chloride) ........ 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..................................................... 20
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................. 20
3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................... 20
3.2.1 Alat dan Bahan untuk Delignifikasi ........................................ 20
3.2.2 Alat dan Bahan untuk Hidrolisa .............................................. 20
3.3 Rancangan Penelitian ............................................................................. 20
3.4 Persiapan Bahan Baku............................................................................ 22
3.5 Prosedur Penelitian Delignifikasi........................................................... 23
3.6 Analisa selulosa, hemiselulosa, dan lignin............................................. 23
3.7 Prosedur Penelitian Hidrolisis ................................................................ 24
3.8 Analisa Kadar Glukosa .......................................................................... 25
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 35
4.1 Proses Delignifikasi terhadap Ampas Tebu ........................................... 35
4.1.1 Perbandingan Kadar Lignin yang Tertinggal didalam
Holoselulosa Hasil Proses Delignifikasi Tanpa ChCl dan
Menggunakan ChCl ............................................................. 36
4.1.2 Perbandingan Proses Delignifikasi Tanpa ChCl dan
Menggunakan ChCl Terhadap Kadar Selulosa .................... 37
4.1.3 Perbandingan Proses Delignifikasi Tanpa ChCl dan
Menggunakan ChCl Terhadap Kadar Hemiselulosa ............ 38
4.1.4 Pengaruh Jumlah Kolin Klorida (ChCl) dan Waktu
Delignifikasi Terhadap Kadar Lignin yang Tertinggal di
Dalam Holoselulosa Hasil Delignifikasi .............................. 39
4.1.5 Pengaruh Jumlah Kolin Klorida (ChCl) dan Waktu
Delignifikasi Terhadap Kadar Selulosa ............................... 41
4.1.6 Pengaruh Jumlah Kolin Klorida (ChCl) dan Waktu
Delignifikasi Terhadap Kadar Hemiselulosa ....................... 42
4.2 Proses Hidrolisa terhadap Ampas Tebu ................................................. 43
4.2.1 Pengaruh Perubahan Waktu Reaksi Dan Konsentrasi Kolin
Klorida Terhadap Kadar Glukosa ....................................... 43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.2.2 Perbandingan Proses Hidrolisis Tanpa Menggunakan Cairan
Ionik Dengan Menggunakan Cairan Ionik .......................... 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 47
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 47
5.2 Saran....................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 48
LAMPIRAN 1 .............................................................................................. 51
LAMPIRAN 2 .............................................................................................. 59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tanaman Tebu ........................................................................... 9


Gambar 2.2 Ampas Tebu ............................................................................. 10
Gambar 2.3 Struktur Selulosa .................................................................... 14
Gambar 2.4 Struktur Hemiselulosa ............................................................. 15
Gambar 2.5 Struktur Molekul Lignin........................................................... 15
Gambar 2.6 Struktur Kolin Klorid ............................................................... 19
Gambar 3.1 Flowchart Persiapan Bahan Baku ........................................... 27
Gambar 3.2 Flowchart Proses Delignifikasi ............................................... 29
Gambar 3.3 Flowchart Analisa Selulosa, Hemiselulosa, dan Lignin .......... 32
Gambar 3.4 Flowchart Pembuatan Kurva Standar Glukosa ....................... 34
Gambar 3.5 Flowchart Proses Hidrolisa ..................................................... 32
Gambar 3.6 Flowchart Analisa Kadar Glukosa .......................................... 34
Gambar 4.1 Perbandingan Kadar Lignin yang Tertinggal didalam
Holoselulosa Hasil Proses Delignifikasi Tanpa ChCl dan
Menggunakan ChCl .................................................................. 36
Gambar 4.2 Perbandingan Kadar Selulosa Hasil Proses Delignifikasi Tanpa
ChCl dan dengan Menggunakan ChCl ....................................... 37
Gambar 4.3 Perbandingan Kadar Hemiselulosa Hasil Proses Delignifikasi
Tanpa ChCl dan Menggunakan ChCl ........................................ 38
Gambar 4.4 Pengaruh Jumlah Kolin Klorida (ChCl) dan Waktu
Delignifikasi Terhadap Kadar Lignin yang Tertinggal di Dalam
Holoselulosa Hasil Delignifikasi................................................ 40
Gambar 4.5 Pengaruh Jumlah ChCl dan Waktu Delignifikasi Terhadap
Kadar Selulosa ........................................................................... 41
Gambar 4.6 Pengaruh Jumlah ChCl dan Waktu Delignifikasi Terhadap
Jumlah Kadar Hemiselulosa ....................................................... 43
Gambar 4.7 Pengaruh Waktu Reaksi Dan Konsentrasi Kolin Klorida
Terhadap Kadar Glukosa............................................................ 45
Gambar 4.8 Perbandingan Kadar Glukosa Proses Hidrolisis Dengan
Menggunakan Cairan Ionik dan Tanpa Menggunakan Cairan
Ionik ........................................................................................... 45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar L2.1 Penghancuran (penggilingan) Ampas Tebu Menggunakan Ball
Mill..................................................................................................... 59
Gambar L2.2 Pengayakan Serbuk Ampas Tebu Menggunakan Ayakan 60
mesh ............................................................................................................. 59
Gambar L2.3 Serbuk Ampas Tebu yang Sudah Diayak .............................. 60
Gambar L2.4 Hasil Proses Pemasakan Menggunakan ChCl ....................... 60
Gambar L2.5 Proses Penyaringan Serbuk Ampas Tebu Hasil Pemasakan
Menggunakan Kertas Saring ................................................... 60
Gambar L2.6 Proses Pemasakan Menggunakan Oven ................................ 61
Gambar L2.7 Hasil Delignifikasi Menggunakan ChCl ................................ 61
Gambar L2.8 Hasil Delignifikasi Tanpa ChCl ............................................. 61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data Hasil Penelitian Tentang Delignifikasi Menggunakan


Cairan Ionik ................................................................................... 2
Tabel 1.2 Data Hasil Penelitian Tentang Hidrolisis Menggunakan
Cairan Ionik .................................................................................. 6
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Ampas Tebu .................................................... 12
Tabel 3.1 Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk Proses Delignifikasi ... 21
Tabel 3.2 Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk Proses Hidrolisis ......... 22
Tabel L1.1 Hasil Analisa Kadar Selulosa, Hemiselulosa dan Lignin .......... 52
Tabel L.1.2 Penetapan gula menurut Luff Schoorl berdasarkan SNI .......... 55
Tabel L.1.3 Hasil Analisa Kadar Glukosa ................................................... 58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN DAN DATA HASIL PENELITIAN...... 51

Perhitungan di Proses Delignifikasi ............................................................. 51

1.1 Perhitungan kadar Hemiselulosa ............................................................ 51

1.2 Perhitungan Kadar Selulosa ................................................................... 52

1.3 Perhitungan Kadar Lignin ...................................................................... 53

Perhitungan di Proses Hidrolisa ................................................................... 54

LAMPIRAN 2 DOKUMENTASI PENELITIAN ....................................... 59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan


baku gula dan vetsin. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim
tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak
ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia
tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra. Luas dari
perkebunan tebu di Indonesia mencapai 398.260 ha (BKPM, 2008). Dari
proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90%
dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air (Enny, 2010).

Ampas tebu merupakan salah satu bahan baku pembuatan bioetanol


yang mengandung selulosa. Disamping itu pemanfaatan ampas tebu masih
dalam proses pengembangan, biasanya ampas tebu digunakan untuk bahan
bakar, bahan baku untuk kertas, ahan baku industri kanvas rem, industri
jamur dan lain-lain. Ampas tebu termasuk biomassa yang mengandung
lignoselulosa sangat dimungkinkan untuk dimanfaatkan menjadi sumber
energi alternatif seperti bioetanol atau biogas. Ampas tebu memiliki
kandungan selulosa 52,7%, hemiselulosa 20,0%, dan lignin 24,2% (Samsuri
et al., 2007).

Bioetanol adalah salah satu bentuk energi terbaharui yang dapat


diproduksi dari tumbuhan. Bioetanol dapat dibuat dari tanaman-tanaman
yang umum, misalnya tebu, kentang, singkong, dan jagung. Krisis energi
yang melanda saat ini merupakan akibat dari penggunaan energi fosil yang
terlalu berlebihan sehingga cadangan energi yang tersedia semakin sedikit.
Salah satu solusi mengatasinya adalah mengembangkan energi terbarukan
yang dihasilkan berasal dari pemanfaatan limbah.

Dalam proses pembuatan bioetanol dari ampas tebu, delignifikasi


lignoselulosa adalah tahap pertama yang dilakukan untuk memutuskan
ikatan antara selulosa, hemiselulosa dan lognin. Proses delignifikasi
merupakan proses penghilangan lignin dari bahan, sehingga hasil dari
proses ini sudah berupa selulosa dengan kemurnian yang cukup besar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Delignifikasi selulosa dengan menggunakan cairan ionik lebih
efektif dibandingkan tanpa cairan ionik. Ionic liquid (IL) atau cairan ionik
adalah garam yang pada suhu kamar berbentuk cair. Hal ini disebabkan
cairan ionik telah menurunkan derajat kristalinitas dan meningkatkan
porositas sampel sehingga lebih mudah mendelegnifikasi selulosa.

Cairan ionik umumnya dapat digunakan pada suhu kamar dan tidak
menghasilkan reaksi samping yang bersifat toksik. Cairan ionik kolin
klorida (Trimethyl(2- hydroxyethyl) ammonium chloride) mempunyai
tingkat toksiksitas yang rendah, biodegradable, dapat dinyatakan sebagai
asam lemah. Riset-riset yang ada saat ini belum melaporkan aplikasi cairan
ionik terhadap lignoselulosa dari ampas tebu. Uraian-uraian diatas menjadi
tantangan untuk mempelajari delignifikasi lignoselulosa ampas tebu
menggunakan cairan ionik. Dapat dilihat pada Tabel 1.1 menunjukkan hasil
penelitian terdahulu tentang delignifikasi menggunakan cairan ionic.
Tabel 1.1 Data hasil penelitian tentang delignifikasi menggunakan cairan
ionik
No Bahan/Metode/ Proses Hasil Nama
. Produk Peneliti/Tahun
1 Kayu / Kayu di Kayu yang telah di Anugwom I, Eta
delignifikasi / delignifikasi delignifikasi V, Virtanen
biomassa menggunakan menggunakan P, Mäki-Arvela
cairan ionik MEA-SO2 -SIL P, Hedenström
switchable (SIL) menghasilkan 80% M, Hummel
yang berasal dari berat selulosa, 10% M, Sixta
amina alkanol berat hemiselulosa, H, Mikkola JP /
(monoethanol dan 3% berat 2014
amina, MEA) dan lignin, sedangkan
dasar super organik delegnifikasi
(1,8-diazabicyclo- menggunakan SIL
[5.4.0 ] -undec-7- MEA-CO2
ena, DBU) dengan menghasilkan 66%
dua gas asam yang berat selulosa, 12%
berbeda (CO2 dan berat hemiselulosa
SO2) dan 11 wt%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 1.1 Data hasil penelitian tentang delignifikasi menggunakan cairan
ionik (Lanjutan)

No. Bahan/Metode Proses Hasil Nama Peneliti


/Produk /Tahun
lignin. Dengan
demikian, MEA-
SO2 -SIL terbukti
lebih efisien
daripada SIL-
MEA-CO2
2 Pinus/ Larutan ionik Kayu pinus yang Fangchao Cheng,
Delignifikasi/ biopolimer terlarut telah didelignifikasi Hui Wang,
Pulp dapat dipisahkan menggunakan Gregory Cha tel,
dari partikel larut kolin asetat [Cho] Gabriela Gurau,
dengan [OAc] Robin D Rogers /
penambahan air menghasilkan 80% 2014
(20% berat cairan berat selulosa,
ionik) diikuti 10,2% berat
dengan hemiselulosa, dan
penyaringan atau 5% berat lignin,
sentrifugasi. kolin asetat
[Cho] [OAc]
dilarutkan dalam 1-
etil-3-
metilimidazolium
asetat selama 17
jam
3 Jerami padi Jerami padi Jerami padi yang Jian Luo et al
didelignifikasi telah didelignifikasi / 2013
menggunakan kolin menggunakan
klorida (SIL) Switchable ionic
berupa 1-etil-3- liquids (SIL)
metilimidazolium berupa 1-etil-3-
asetat ([C2mim] metilimidazolium
OAc) asetat ([C2mim]
OAc)
menghmasilkan
32% berat selulosa,
20% berat
hemiselulosa, dan
18% berat lignin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa
SIL MEA-SO2 terbukti lebih efisien dan lebih baik sebagai pelarut untuk
menghilangkan lignin, tapi memiliki harga yang mahal. Kemudian cairan
ionik (kolin asetat ([Cho] [OAc]) bersifat biodegradable namun memiliki
kekurangan yaitu kurang cepat sebagai bahan pelarut dalam proses
delignifikasi. Sedangkan [C2mim] OAc adalah pelarut yang baik untuk
kayu. Kekurangan dari penelitian-penelitian sebelumnya menjadi kelemahan
dalam proses delignifikasi, dan akan diperbaiki dalam penelitian ini.

Ampas tebu mempunyai potensi untuk digunakan sebagai sumber


glukosa melalui proses hidrolisis dengan asam atau enzim. Larutan gula
yang dihasilkan selanjutnya dapat dikonversi menjadi berbagai prosuk
seperti alkohol yang mempunyai nilai ekonomis yang jauh lebih tinggi.
Hidrolisis lignoselulosa dengan asam encer adalah yang paling umum
diaplikasikan untuk mendapatkan gula .

Hidrolisis asam encer dilakukan menggunakan asam mineral seperti


H2SO4 dan HCl, pada suhu antara 120-200 oC (Taherzadeh dan Karimi,
2007). Proses hidrolisis berbahan lignoselulosa yang telah dilakukan antara
lain hidrolisis biji nangka menggunakan larutan HCl 0,1 N mendapatkan
gula 9,84 mg/ml (Maryudi, 2009). Hidrolisis serbuk gergaji menggunakan
larutan H2SO4 0,5% mendapatkan gula dengan kadar 11,53 mg/ml
(Sediawan, dkk, 2010). Dari hidrolisis asam memiliki kelemahan antara lain
adalah membutuhkan waktu yang lebih lama, rendahnya laju hidrolisis dan
jumlah glukosa yang dihasilkan sedikit

Penelitian yang telah dilakukan mengenai aplikasi cairan ionik


dalam produksi bioalkohol menunjukkan bahwa cairan ionik berperan
sebagai pelarut dalam proses hidrolisa lignoselulosa dan selulosa. Pelarutan
selulosa dan lignoselulosa dalam cairan ionik mampu mempercepat reaksi
hidrolisa dan meningkatkan konversi selulosa dan lignoselulosa menjadi
gula.

Perkembangan teknologi terbaru saat ini, dengan menggunakan


cairan ionik telah memperlihatkan hasil hidrolisis yang lebih baik sebagai
pelarut yang efesien untuk pelarutan biomassa. Cairan ionik merupakan
cairan yang tidak mudah menguap (non-volatile), tidak mudah terbakar dan
mempunyai kestabilan termal yang tinggi serta merupakan cairan yang
ramah lingkungan atau biasa disebut green solvent. Keunggulan ini dapat
dijadikan sebagai alternatif dalam proses pelarutan selulosa karena tidak
menimbulkan dampak berbahaya terhadap lingkungan dan dapat mencapai
efisiensi 94%, sehingga dapat mengurangi biaya produksi (Setiadi, 2009).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Beberapa kajian hidrolisis menggunakan cairan ionik telah dilaporkan
seperti ditunjukkan dalam Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Data Hasil Penelitian Tentang hidrolisis dengan menggunakan
cairan ionik.
No. Bahan/Metode Proses Hasil Nama
/Produk Peneliti
/Tahun
1. TKKS/ Proses Kristalinitas dari selulosa menjadi Kartika
hidrolisis/ pelarutan lebih rendah (dari 63,39% sebelum Mayasa
biomassa biomassa pengolahan awal menjadi 59 dan ri/
TKKS 36% setelah pengolahan awal), 2014
dilakukan dan memperkecil ukuran partikel
menggunakan TKKS (dari 63,55 nm sebelum
cairan ionik meningkatkan kadar glukosa yang
fatty dihasilkan dari proses hidrolisis
imidazolinium enzimatik. Hasil glukosa selama
dengan 48 jam hidrolisis enzimatik
berbagai sebesar 1,280 mg/mL
anion (menggunakan TKKS-treated-[cis-
menggunakan Ol-Imz-CH3COO]) > 1,172
pemanasan mg/mL (menggunakan TKKS-
microwave. treated-[cis-Ol-Imz-SCN] > 1,098
mg/mL (menggunakan TKKS-
treated-[cis-Ol-Imz-I]) > 0,431
mg/mL
2. TKKS/ Hidrolisis Sintesis [BMIM]bromida dengan Lucy
hidrolisis/ Lignoselulosa menggunakan metode Arianie,
bioetanol Tandan konvensional membutuhkan waktu Deana
Kosong reaksi 8 jam pada temperatur 90°C Wahyu
Kelapa Sawit dan waktu kontak 20 jam ningru
menggunakan menunjukkan bahwa cairan ionik m dan
cairan ionik 1- mempunyai reusabilitas hingga 3 Zeily/
butil-3-metil kali dengan selulosa sebelum 2012
imidazolium perlakuan mempunyai nilai LOI
bromida dan (Lateral Order Indeks) tinggi yaitu
selulase 1,0642 sedangkan selulosa tanpa
perlakuan adalah 0,750.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 1.2 Data Hasil Penelitian Tentang hidrolisis dengan menggunakan
cairan ionic (Lanjutan)

No Bahan/Metode Proses Hasil Nama


/Produk Peneliti
/Tahun
3. Bagas / Dengan Hasil glukosa selama 48 jam Noor
hidrolisis/ melakukan hidrolisis enzimatik sebesar Azizah/
pengolahan 2,282 mg/ml menggunakan [c- 2014
biomassa awal biomassa Oim](CH3COO) >1,77 mg/ml
bagas dengan yield glukosa meningkat
menggunakan 25,7% dari sebelum dilakukan
garam fatty pengolahan awal.
imidazolinium
untuk
meningkatkan
hidrolisis
enzimatik
selulase.

Berkaitan dengan hasil penelitian di atas, masih terdapat beberapa


kekurangan yang perlu diperbaiki antara lain: cairan ionik 1-butil-3-metil
imidazolium bromida dan selulase yang harus di sintesis terlebih dahulu,
bersifat toksik dan waktu hirolisis yang cukup lama.

Kelebihan cairan ionik dibanding pelarut lain adalah tidak menguap


dan polaritasnya dapat didesain menurut kebutuhan. Hal ini dapat
meningkatkan selektifitas cairan ionik sebagai pelarut terhadap alkohol.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik melakukan
penelitian yang berjudul “PROSES DELIGNIFIKASI DAN
HIDROLISIS LIGNOSELULOSA AMPAS TEBU MENGGUNAKAN
SISTEM CAIRAN IONIK KOLIN KLORIDA”.

1.2 Rumusan Masalah


Keberadaan lignin dalam bahan baku mengikat selulosa. Dalam
penelitian ini dilakukan pelepasan lignin menggunakan sistem cairan ionik
kolin klorida, kemudian dihidrolisis menjadi gula sederhana.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui bagaimana pengaruh cairan ionik kolin klorida yang
digunakan dalam proses delignifikasi dan hidrolisis ampas tebu.
2. Menentukan kondisi terbaik dari delignifikasi dan hidrolisis ampas
tebu.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian delignifikasi ini adalah:
1. Menambah wawasan tentang proses delignifikasi dan hidrolisis
ampas tebu dengan menggunakan cairan ionik kolin klorida.
2. Memanfaatkan limbah ampas tebu untuk dijadikan sesuatu yang
lebih bernilai.
3. Cairan ionik berbasis garam kolin klorida ini diharapkan mampu
melarutkan biomassa dengan lebih baik dan dapat menggantikan
pelarut yang saat ini digunakan. Sehingga dapat mengurangi biaya
produksi dan dapat mengurangi tingkat pencemaran lingkungan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah :


a. Ampas tebu yang digunakan dari PTPN 2
b. Cairan ionik yang digunakan adalah kolin klorida
c. Jumlah ampas tebu yang digunakan adalah 30 gram
d. Variabel dalam proses delignifikasi yang dilakukan adalah :
1. Jumlah ChCl : 10%, 15% dan 20% (dari berat
ampas tebu)
2. Jumah NaOH 1N : 6% (dari berat ampas tebu)
(Ferdin Oktavianus, 2013)
3. Waktu : 30 menit, 60 menit dan 90 menit
4. Temperatur : 130 °C
e. Analisa dalam proses delignifikasi yang dilakukan adalah uji
komposisi yaitu analisis selulosa, hemiselulosa dan lignin.
f. Jumlah selulosa hasil delignifikasi yang digunakan adalah 10 gram.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


g. Variabel dalam proses hidrolisis yang dilakukan adalah :

1. Jumlah ChCl : 10%, 15%, 20% (dari berat selulosa


hasil delignifikasi)
2. Jumlah H2SO4 1N : 10 % (dari berat selulosa hasil
delignifikasi) (Ferdin oktavianus,
2013)

3. Waktu : 30 menit, 60 menit dan 90 menit


4. Temperatur : 105 °C
h. Analisa yang dilakukan analisa kadar glukosa menggunakn
Metode Luff Schoorl

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tebu

Tanaman tebu (Saccharum officinarum) dimanfaatkan sebagai bahan


baku utama dalam industri gula. Pengembangan industri gula mempunyai
peranan penting bukan saja dalam rangka mendorong pertumbuhan
perekonomian di daerah serta penambahan atau penghematan devisa, tetapi
juga langsung terkait dengan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dan
penyediaan lapangan kerja (Farid, 2003). Bagian lain dari tanaman seperti
daunnya dapat pula dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan bahan baku
pembuatan pupuk hijau atau kompos. Ampas tebu digunakan oleh pabrik
gula itu sendiri untuk bahan bakar selain itu biasanya dipakai oleh industri
pembuat kertas sebagai campuran pembuat kertas.

Daun tebu yang kering (dalam bahasa Jawa, dadhok) adalah


biomassa yang mempunyai nilai kalori cukup tinggi. Di
pedesaan dadhok sering dipakai sebagai bahan bakar untuk memasak; selain
menghemat minyak tanah yang makin mahal, bahan bakar ini juga cepat
panas. Dalam konversi energi pabrik gula, daun tebu dan juga ampas batang
tebu digunakan untuk bahan bakar boiler, yang uapnya digunakan untuk
proses produksi dan pembangkit listrik (Anonim, 2007). Tanaman tebu
dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Tanaman Tebu

Tanaman tebu di Indonesia banyak ditanam oleh para petani kecil


baik atas usaha sendiri maupun atas usaha kerjasama dengan pabrik gula

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


atau pabrik gula yang menyewa lahan pertanian penduduk dan sekaligus
mengupah tenaganya dalam usaha mengembangkan tanaman tebu bagi
keperluan memenuhi bahan baku bagi pabriknya (Kartasapoetra, 1988).

Produk utama dari pabrik gula adalah gula putih. Namun ada produk
yang merupakan produk samping dari pengolahan tebu menjadi gula. Hasil
samping tersebut berupa tetes (molase), pucuk daun tebu, blotong, ampas
tebu yang merupakan limbah pabrik. Hasil samping berupa limbah pabrik
sering menimbulkan banyak permasalahan sebab menjadi sumber
pencemaran lingkungan.

Ampas tebu adalah hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan)


cairan tebu. Dari satu pabrik dapat dihasilkan ampas tebu sekitar 35 – 40%
dari berat tebu yang digiling. Mengingat begitu banyak jumlahnya, maka
ampas tebu akan memberikan nilai tambah untuk pabrik jika diberi
perlakuan lebih lanjut (Tim Penulis PS, 1992).

2.2 Ampas Tebu

Ampas tebu adalah suatu residu dari proses penggilingan tanaman


tebu (saccharum oficinarum) setelah diekstrak atau dikeluarkan niranya
pada Industri pemurnian gula sehingga diperoleh hasil samping sejumlah
besar produk limbah berserat yang dikenal sebagai ampas tebu (bagasse).
Ampas tebu dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Ampas Tebu

Ampas tebu sebagai limbah pabrik gula merupakan salah satu bahan
lignoselulosa yang potensial untuk dikembangkan menjadi sumber energi
seperti bioetanol. Konversi bahan lignoselulosa menjadi bioetanol mendapat
perhatian penting karena bioetanol dapat digunakan sebagai bahan bakar.
Penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar terus dikembangkan. Menurut
Licht (2009), pada tahun 1999 produksi bahan bakar etanol mencapai 4.972

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


juta galon (setara dengan 18.819 juta liter) dan pada tahun 2008 meningkat
menjadi 17.524 juta galon (setara dengan 66.328 juta liter). (Hermiati,
2009).

Manfaat umum yang dapat diperoleh dari bahan bakar bioetanol


antara lain, digunakan untuk bahan baku industri turunan alkohol, campuran
minuman keras, industri farmasi, sampai pada bahan baku campuran
kendaraan. Tentu saja, pemanfaatan etanol ini harus disesuaikan dengan
jenis kebutuhannya. Misalnya, untuk kebutuhan industri diperlukan etanol
dengan grade antara 90-96,5%, sedangkan untuk minuman keras dibutuhkan
etanol berkadar 99,5-100%, atau etanol yang harus betulbetul kering dan
anhydrous supaya tidak korosif (Abidin, 2009).

Pemanfaatan ampas tebu untuk dikonversikan menjadi bioetanol


telah banyak diteliti dari dulu hingga saat ini, diantaranya yang pernah
memanfaatkan ampas tebu menjadi bioetanol yaitu M.Samsuri dkk (2007)
dan Euis Hermiati dkk (2009).

Ampas tebu sebagian besar mengandung lignoselulosa. Panjang


seratnya antara1,7 sampai 2 mm dengan diameter sekitar 20 mikro, sehingga
ampas tebu ini dapat memenuhi persyaratan untuk diolah menjadi papan-
papan buatan. Bagase mengandung air 48 - 52%, gula rata-rata 3,3% dan
serat rata-rata 47,7%.

Serat bagase tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri
dari jenis selulosa, pentosan dan lignin (Husin, 2007). Menurut Husin
(2007) hasil analisis serat bagas adalah seperti dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi kimia ampas tebu

Kandungan Kadar %
Abu 3,82
Lignin 22,09
Selulosa 37,65
Sari 1,81
Pentosan 27,97
Sumber, Husin, 2007

2.3 Delignifikasi

Delignifikasi adalah suatu proses pendahuluan penghilangan lignin


pada material berlignoselulosa sehingga hasil dari proses ini sudah berupa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


selulosa dengan kemurnian yang cukup besar. Delignifikasi selulosa dapat
dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya yaitu :
1. Ozonolysis Pretreatment, yaitu delignifikasi menggunakan ozon
dilakukan pada suhu ruangan dan tekanan atmosfer serta dapat
menghancurkan sekitar lignin yang terkandung dalam lignoselulosa.
2. Delignifikasi Pulp menggunakan Hidrogen Peroksida ( dalam
media asam asetat.
3. Delignifikasi Oksigen, yaitu proses untuk mengurangi kandungan
lignin dari pulp coklat (yang belum mengalami proses pemutihan).
Bahan kimia yang dipakai adalah dan alkali.
4. Delignifikasi dengan larutan NaOH.
5. Delignifikasi menggunakan cairan ionik, yaitu delignifikasi
menggunakan garam yang berwujud cair di bawah suhu 100 °C.
Contoh cairan ionik kolin klorida (Trimethyl(2- hydroxyethyl)
ammonium chloride).

Tujuan dari proses delignifikasi yaitu untuk menghilangkan lignin,


juga dapat mengurangi kristalinitas selulosa, dan meningkatkan porositas
bahan. Selain lignin terdapat juga zat non selulosa lain seperti zat ekstraktif,
tanin dan resin yang melekat kuat pada selulosa. Lignin merupakan salah
satu bagian yang mengayu dari tanaman seperti janggel, kulit keras, biji,
bagian serabut kasar, akar, batang dan daun. Lignin mengandung substansi
yang kompleks dan merupakan suatu gabungan beberapa senyawa yaitu
karbon, hidrogen dan oksigen. Selain lignin, bagian yang lain dari ampas
tebu adalah selulosa. Selulosa merupakan polisakarida yang didalamnya
mengandung zat-zat gula. Dalam pembuatan etanol dari ampas tebu yang
digunakan adalah selulosanya sehingga lignin dalam kayu harus
dihilangkan. Proses pemisahan atau penghilangan lignin dari serat-serat
selulosa disebut delignifikasi atau pulping.

2.4 Selulosa

Selulosa adalah polimer tak bercabang dari glukosa yang


dihubungkan melalui ikatan beta 1,4 atau 1,4 beta glukosidase. Molekul
lurus dengan unit glukosa rata- rata sebanyak 5000 ini beragregasi
membentuk fibril yang terikat melalui ikatan hidrogen di antara gugus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


hidroksil pada rantai di sebelahnya. Serat selulosa yang mempunyai
kekuatan fisik yang tinggi terbentuk dari fibril-fibril ini, tergulung seperti
spiral dengan arah-arah yang berlawan menurut satu sumbu. Selulosa
merupakan jenis polisakarida yang paling melimpah pada hampir setiap
struktur tanaman. Kandungan selulosa kayu berkisar 48 – 50%, pada bagas
berkisar antara 50 – 55% dan pada tandan kosong kelapa sawit sekitar 45%.
Selulosa dapat dihidrolisis dengan asam kuat maupun dengan enzim
selulase.

Selulosa adalah salah satu komponen utama dari ligniselulosa yang


terdiri dari unit monomer D-glukosa yang terikat pada ikatan 1,4-glikosidik.
Selulosa cenderung membentuk mikrofibril melalui ikatan inter dan intra
molekuler sehingga memberikan struktur yang larut. Mikrofibril selulosa
terdiri dari 2 tipe, yaitu kristalin dan amorf (Trisanti Anindyawati, 2009).

Adapun struktur selulosa dapat dilihat dibawah ini :

Gambar 2.3 Struktur Selulosa

Selulosa terdapat pada semua tanaman baik pohon tingkat tinggi


hingga organisme primitif seperti rumput laut. Senyawa-senyawa seperti
lemak, lilin, protein, dan pektin dapat dihilangkan dengan cara ekstraksi
dengan pelarut organik atau alkali encer (Sastrohamidjojo dan
Prawirohatmojo, 1995).

2.5 Hemiselulosa

Hemiselulosa termasuk dalam kelompok polisakarida heterogen


yang dibentuk melalui biosintesis yang berbeda dari selulosa. Bebbeda
dengan selulosa yang merupakan homopolisakarida, hemiselulosa
merupakan heteropolisakarida. Derajat polimerisasi hemiselulosa dapat
mencapai 200 (Sastrohamidjojo dan Prawirohatmojo, 1995).

Hemiselulosa merupakan polisakarida dengan bobot molekul lebih


kecil dibandingkan selulosa. Molekul hemiselulosa lebih mudah menyerap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


air, bersifat plastis, dan mempunyai permukaan kontak antar molekul lebih
luas dibandingkan dengan selulosa (Judoamidjojo, et al., 1989; Winarno,
1997). Ikatan di dalam rantai hemiselulosa banyak bercabang karena gugus
β-glukosida di dalam molekul yang satu berkaitan dengan gugus hidroksil
, , dan dari molekul yang lain. Hemiselulosa berbentuk amorf,
mempunyai derajat polimerisasi lebih rendah dan mudah larut dalam alkali
tetapi struktur larut dalam asam, sedangkan selulosa sebaliknya
(Tjokroadikoesoemo, 1986). Struktur hemiselulosa dapat dilihat pada
gambar 2.4.

Gambar 2.4 Struktur Hemiselulosa

2.6 Lignin

Lignin adalah polimer aromatik kompleks yang terbentuk melalui


polimerisasi tiga dimensi dari sinamil alkohol dengan bobot molekul 11.000
(Krisnawati, 2008). Lignin terbentuk dari fenil propana, unit-unit fenil
propana terikat satu dengan lainnya dengan ikatan ester (C-0-C) maupun
ikatan karbon-karbon (Sjostrom, 1985).

Lignin bersifat hidrofobik dan melindungi selulosa sehingga


strukturnya bersifat kaku (rigrid). Lignin dapat dioksidasi oleh larutan alkali
dan oksidator lain, Pada suhu tinggi, lignin dapat mengalami perubahan
menjadi asam format, metanol, asam asetat, aseton dan vanilin
(Judoamidjojo, et al,. 1989). Rumus struktur molekul lignin dapat dilihat
pada gambar 2.5.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.5 Struktur molekul lignin

2.7 Hidrolisis

Hidrolisis merupakan proses pemecahan polisakarida dalam


biomassa lignoselulosa, yaitu selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer
gula yang dapat dilakukan secara kimia ataupun enzimatis. Pada hidrolisis
sempurna selulosa akan menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa
menghasilkan beberapa monomer gula pentose (C5) dan heksosa (C6).
Hidrolisis dapat dilakukan secara kimia (asam) atau enzimatik (Trisanti,
2010). Hidrolisis ampas tebu adalah representasi dari proses delignifikasi
yaitu memisahkan serat (selulosa dan fragmentasinya) yang terdapat dalam
kayu dari senyawa lignin.

Pada metode hidrolisis asam, biomassa lignoselulosa dihidrolisa


dengan asam pada suhu dan tekanan tertentu selama waktu tertentu, dan
menghasilkan monomer gula dari polimer selulosa dan hemiselulosa.
Hidrolisis selulosa menjadi glukosa dapat dilakukan menggunakan cara
kimiawi dan hayati. Hidrolisis dengan cara kimiawi menggunakan asam
kuat, sedangkan dengan cara hayati menggunakan enzim murni atau
mikroorganisme penghasil enzim selulase. Kendala yang dihadapi yaitu
rendahnya laju hidrolisis karena adanya kandungan lignin dalam bahan
lignoselulosa. Oleh karena itu dilakukan proses delignifikasi sebelum
dihidrolisis.

Beberapa asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam antara


lain adalah asam sulfat (H2SO4), asam perklorat dan HCl. Asam sulfat
merupakan asam yang paling banyak diteliti dan dimanfaatkan untuk
hidrolisis asam. Hidrolisis asam dapat dikelompokkan menjadi hidrolisis
asam pekat dan hidrolisis asam encer (Isroi, 2008).

Aplikasi hidrolisis menggunakan enzim secara sederhana dilakukan


dengan mengganti tahap hidrolisis asam dengan tahap hidrolisis enzim
selulosa. Hidrolisis enzimatik memiliki beberapa keuntungan dibandingkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


hidrolisis asam, antara lain: tidak terjadi degradasi gula hasil hidrolisis,
kondisi proses yang lebih rendah (suhu rendah), berpotensi memberikan
hasil yang tinggi dan biaya pemeliharaan peralatan relatif rendah karena
tidak ada bahan yang korosif. Beberapa kelemahan dari hidrolisis enzimatik
antara lain adalah membutuhkan waktu yang lebih lama, dan kerja enzim
dihambat oleh produk. Di sisi lain harga enzim saat ini lebih mahal daripada
asam sulfat, namun demikian pengembangan terus dilakukan untuk
menurunkan biaya dan meningkatkan efisiensi hidrolisis maupun fermentasi
(Isroi, 2008).

Hidrolisis dalam suasana asam menghasilkan pemecahan ikatan


glikosida dan berlangsung dalam tiga tahap. Tahap pertama proton yang
berkelakuan sebagai katalisator asam berinteraksi cepat dengan oksigen
glikosida yang menghubungkan dua unit gula, yang akan membentuk asam
konjugat. Langkah ini akan diikuti dengan pemecahan yang lambat dari
ikatan C-O, dalam kebanyakan hal menghasilkan zat antara kation
karbonium siklis. Protonasi dapat juga terjadi pada oksigen cincin ,
menghasilkan pembukaan cincin dan kation karbonium non siklis.
Mekanisme reaksi total hidrolisis selulosa secara asam ditampilkan dibawah
ini :

(C6H10O5)n + nH2O katalis asam/enzim nC6H12O6

(selulosa) (glukosa)

2.8 Cairan Ionik (Ionic Liquid)

Air adalah pelarut yang sangat populer di masyarakat. Namun, bila


ditanyakan kepada ahli kimia tentang pelarut maka mereka bisa mengatakan
banyak tentang benzena, toluen, diklorometan, kloroform dan banyak lagi.
Pelarut memang menjadi sangat esensial dalam proses kimia. Banyak
pelarut digunakan dengan penyesuaian zat terlarutnya. Itulah yang membuat
banyak sekali jenis pelarut yang digunakan dalam proses kimia, baik itu
dalam reaksi maupun pemisahan satu zat dari kumpulan zat.

Cairan ionik adalah garam yang berwujud cair di bawah suhu 100
°C. Cairan ionik di dalamnya mememiliki spesi ioniknya sangat dominan
dibandingkan spesi molekulernya. Cairan ini merupakan garam organik
yang memiliki derajat asimetri yang berbeda, itulah yang mencegahnya
menjadi kristal. Pilihan kation dan anion yang berbeda akan menghasilkan
cairan ionik yang bervariasi. Garam alkilimidazolium, mungkin karena
kemudahan sintesis dan sifat fisiknya yang menarik. Garam amonium
kuarterner didapatkan secara komersil dan digunakan pada proses katalisis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Ada tiga komponen penting dari cairan ionik ini. Pertama, yang
bermuatan positif (+) disebut kation. Kedua, yang bermuatan negatif (-)
adalah anion. Dan terakhir yang diberi simbol R adalah subtituen alkil yang
juga merupakan bagian dari kation. Ketiga komponen itu bisa divariasikan
untuk mendapatkan sifat fisika dan kimia yang berbeda pula.

2.8.1 Sifat fisika dan kimia

Sifat fisik dari cairan ionik dapat diatur dengan memvariasikan


kation, anion dan subtituen gugus alkilnya. Contohnya, kelarutan dalam air
bisa diatur dengan gugus R-nya. Memperpanjang gugus alkil (R) akan
menurunkan kelarutan dalam air dengan meningkatkan hidrofobisitas dari
kationnya. Sifat kimia dan fisikanya bisa diubah dengan mengatur anionnya,
seperti halida, nitrat, asetat, trifluoroasetat, tetrafluoroborat, triflat,
heksafluorofosfat dan bis(trifluorometilsulfonil)imida. Contohnya, garam
imidazolium dengan anion halida, nitrat dan trifluorofosfat bercampur
sempurna dengan air, tapi dengan anion [PF6-] dan [(CF3SO2)2N-] tidak
bercampur dengan air, dan [BF4-] dan [CF3SO3-] bisa bercampur atau tidak
tergantung pada subtituen kationnya.

Titik leleh dari garam yang memiliki anion halida cenderung lebih
tinggi bila anion yang digunakan lebih banyak, dan titik leleh umumnya
meningkat seiring meningkatnya panjang rantai subtituen. Cairan ionik
pertama yang banyak digunakan adalah campuran dari dialkilimidazolium
atau alkilpiridinum halida dengan AlCl3 atau AlBr3 (Welton, 1999). Cairan
ionik pertama yang stabil terhadap udara dan air yang memiliki titik leleh
rendah adalah 1-etil-3-metilimidazolium BF4 dan 1-etil-3-metilimidazolium
MeCO2 (Wilkes dan Zaworotko, 1992).

Cairan ionik lebih kental dari pelarut organik biasa. Contohnya,


viskositas dari kebanyakan imidazolium berada pada rentang 35 sampai 500
cP dalam suhu ruang (Seddon et al, 2000). Garam dengan anion
bis(trifluorometilsulfonil)imida [(CF3SO2)2N-] memiliki viskositas
terendah dalam rentang tadi (Bonhote et al., 1996), sama juga seperti garam
dengan kation pirolidinium (MacFarlane et al., 1999). Data yang dimiliki
bahwa cairan ionik merupakan fluida Newtonian (Brennecke et al., 2001).

Salah satu keuntungan dari cairan ionik ini adalah tidak mudah
menguap karena memiliki tekanan uap yang mendekati nol. Selain itu,
cairan ini juga stabil pada suhu tinggi sampai 400°C sehingga bisa
siaplikasikan pada reaksi pada kondisi ekstrim. Pada suhu kamar, cairan ini
sangat murni sehingga bisa melarutkan dengan lebih baik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.8.2 Kolin Klorida (Trimethyl(2- hydroxyethyl) ammonium chloride)

Kolin Klorida merupakan salah satu contoh cairan ionik yang berupa
garam organik dengan rumus molekul C5H14ClNO dan mempunyai titik
leleh 302 °C (576 °F; 575 K). Dalam laboratorium kolin dapat dibuat
dengan metilasi dimetiletanolamina dengan metil klorida.

Kolin klorida diproduksi secara massal dan merupakan aditif penting


dalam pakan terutama untuk ayam mempercepat pertumbuhan. Garam
kolin komersial lainnya adalah hidroksida kolin dan bitartrat kolin. Dalam
bahan makanan senyawa ini sering hadir sebagai fosfatidilkolin. Hal ini juga
digunakan sebagai aditif dalam cairan yang digunakan untuk rekah hidrolik.
Dan berfungsi untuk menurunkan derajat kristalinitas dan meningkatkan
porositas sampel sehingga lebih mudah mendelegnifikasi selulosa.
Keuntungan kolin klorid dibandingkan perarut lainnya yaitu lebih mudah
larut, harganya ekonomis, dan biodegradable. Struktur kolin klorid dapat
dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Struktur kolin klorid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini berlangsung selama 2 bulan. Penelitian dilaksanakan di
Laboratorium Penelitian Kimia, Jurusan Teknik Kimia Industri, Fakultas
Teknik, Pendidikan Teknologi Kimia Industri.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat dan Bahan untuk Delignifikasi
Alat yang digunakan adalah neraca analitik, blender, ayakan mesh,
kertas saring, oven, dan alat-alat gelas (pyrex) yang umum digunakan dalam
laboratorium kimia. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah
ampas tebu. Bahan kimia yang digunakan antara lain: aquadest, kolin
klorida, dan natrium hidroksida.
3.2.2 Alat dan Bahan untuk Hidrolisa
Peralatan yang digunakan adalah: magnetic stirrer, dan alat-alat
gelas (pyrex) yang umum digunakan dalam laboratorium kimia. Sedangkan
bahan yang di gunakan adalah selulosa hasil delignifikasi. Bahan kimia
yang digunakan antara lain: aquadest, kolin klorida, dan asam sulfat.

3.3 Rancangan Penelitian


Penelitian ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) yang terdiri dari variabel yaitu variasi waktu dan jumlah cairan ionik
pada proses deliginfikasi terhadap rendemen selulosa, sehingga terdapat 9
unit percobaan. Parameter yang diamati yaitu jumlah lignin, hemiselulosa
dan selulosa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 3.1 Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk Proses Delignifikasi
Run W (menit) C (% jumlah)

1 30 10

2 30 15

3 30 20

4 60 10

5 60 15

6 60 20

7 90 10

8 90 15

9 90 20

Keterangan untuk proses delignifikasi:


W (Waktu) : = 30 menit, = 60 menit, = 90 menit
C (Jumlah larutan ionik) : = 10 %, = 15 %, = 20 %

Sedangkan untuk proses hidrolisis terdiri dari variabel yaitu variasi


waktu dan jumlah cairan ionik. Parameter yang di amati adalah jumlah
glukosa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 3.2 Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk Proses Hidrolisis
Run C (%) W (menit)

1 10 30

2 15 30

3 20 30

4 10 60

5 15 60

6 20 60

7 10 90

8 15 90

9 20 90

Keterangan untuk proses hidrolisis:


W (Waktu) : = 30 menit, = 60 menit, = 90 menit
C (Jumlah larutan ionik) : C1 = 10 %, C2 = 15 %, C3 = 20 %

3.4 Persiapan Bahan Baku


Perlakuan awal terhadap ampas tebu meliputi pencucian,
pengeringan, dan pengayakan. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan
bahan-bahan yang terikut dalam ampas tebu seperti kulit dan kotoran lain.
Pengeringan dilakukan dengan menggunakan sinar matahari langsung.
Pengeringan dilakukan untuk memudahkan dalam proses penggilingan serat
ampas tebu, karena pada keadaan lembab ampas tebu sukar untuk
dihancurkan. Tahap penghancuran bertujuan untuk memperkecil ukuran
ampas tebu menggunakan blender. Ampas tebu yang sudah dihancurkan
kemudian diayak menggunakan ayakan 60 mesh.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.5 Prosedur Tahap Delignifikasi
1. Serbuk ampas tebu ditimbang sebanyak 30 gram, kemudian dimasukkan
ke dalam gelas kimia.
2. Larutan NaOH 1N sebanyak 6% (dari berat ampas tebu) ditambahkan ke
dalam gelas kimia yang berisi serbuk ampas tebu.
3. Kemudian campuran diaduk dengan rata sampai merendam serbuk
ampas tebu.
4. Serbuk ampas tebu yang sudah tercampur rata dicuci 3 kali dengan air
dan dikeringkan pada suhu 105 °C selama 16 jam sebelum digunakan.
5. Lalu serbuk ampas tebu diayak, kemudian dicampurkan dengan cairan
ionik kolin klorida, dipanaskan sampai suhu 130 °C selama waktu yang
sudah ditentukan.
6. Setelah itu serbuk ampas tebu dicuci dengan air untuk menghilangkan
cairan ionik.
7. Kemudian dicuci lagi dengan air sampai pH 7 selanjutnya dikeringkan
pada suhu 30 °C didalam oven.

3.6 Analisis selulosa, hemiselulosa, dan lignin


1. Sebanyak 1 gram serbuk kering ampas tebu hasil delignifikasi (berat
konstan) dimasukkan dalam Erlemmeyer 250 ml dan ditambah aquades
150 ml.
2. Kemudian dipanaskan selama 2 jam di dalam penangas pada suhu
100°C, dan dilakukan penyaringan dan pencucian dengan aquades
sampai volume filtrat 300 ml.
3. Kemudian residu dikeringkan pada oven bersuhu 105 °C hingga
diperoleh berat konstan (a). Residu kering (a) dimasukkan kedalam
Erlenmeyer 250 ml ditambah 150 ml H2SO4 1N, kemudian dipanaskan
pada penangas air pada suhu 100°C selama 1 jam.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Kemudian dilakukan penyaringan dan residu dicuci dengan aquades
sampai volume filtrat 300 ml. Residu yang diperoleh kemudian
dikeringkan hingga beratnya konstan dan ditimbang (b).
5. Selanjutnya residu kering (b) dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml
dan ditambahkan H2SO4 72% sebanyak 10 ml. Direndam selama 4 jam
pada suhu kamar kemudian ditambahkan 150 ml H2SO4 1 N (untuk
pengenceran), dipanaskan pada penangas air pada suhu 100 °C selama 2
jam.
6. Kemudian dilakukan penyaringan dan dicuci dengan aquades hingga
volume filtrat 400 ml. Residu dikeringkan hingga beratnya konstan dan
ditimbang (c). Residu (c) tersebut kemudian diabukan selama 6 jam
(600 °C) (Chesson, 1981).
Kadar hemiselulosa, selulosa, dan lignin dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:

Kadar hemiselulosa = × 100%

Kadar selulosa = × 100%

Kadar lignin = × 100%

3.7 Prosedur Tahap Hidrolisis


Selulosa yang tidak segera diproses disimpan terlebih dahulu di
lemari es untuk menghindari tumbuhnya jamur dan atau mikroorganisme.
Sedangkan untuk selulosa yang akan digunakan, dikeringkan terlebih dahulu
pada suhu 105oC selama 16 jam selanjutnya disimpan dalam desikator untuk
mempertahankan level moisture (Lavarack dkk., 2002). Tahap hidrolisis
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Selulosa hasil delignifikasi ditimbang sebanyak 10 gram.
2. Kemudian siapkan larutan H2SO4 10 % dari berat bahan baku.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Masukkan selulosa hasil delignifikasi tersebut ke dalam erlenmeyer dan
di campur dengan cairan ionik sebanyak yang telah ditentukan.
4. Kemudian tutup erlenmeyer tersebut dengan gabus dan dipanaskan
sambil diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer selama 30, 60, dan
90 menit.
5. Suhu di dalam erlenmeyer dijaga pada 90 oC.
6. Hasil dari hidrolisa ini kemudian disaring dengan menggunakan kertas
saring.
7. Kemudian dilakukan pengukuran kadar glukosa dengan menggunakan
metode Luff Schoorl.

3.8 Analisa Kadar Glukosa

1. Timbang sebanyak 2 gr sampel dan masukkan kedalam labu ukur 250


ml, ditambahkan 100 ml air dan di homogenkan.
2. Kemudian tambahkan 5 ml pb-asetat.
3. Selanjutnya teteskan 1 tetes larutan (NH4)2HPO4 10%
4. Kemudian goyang dan tepatkan isi labu ukur sampai tanda garis batas
dengan aquades, dihomogenkan dan disaring.
5. Larutan hasil penyaringan dipipet dan dimasukkan kedalam erlenmeyer
500 ml.
6. Setelah itu tambahkan 15 ml aquades dan 25 ml larutan Luff serta
beberapa butir batu didih.
7. Kemudian hubungkan erlenmeyer dengan pendingin tegak, dipanaskan
diatas pemanas listrik sampai mendidih selama 10 menit.
8. Setelah dipanaskan kemudian diangkat dan didinginkan.
9. Setelah dingin ditambah 10 ml larutan KI 20% dan 25 ml larutan H2SO4
25%.
10. Titrasi dengan larutan natrium tio-sulfat 0,0990 N dengan larutan kanji
0,5% sebagai indikator.
11. Selanjutnya buat larutan blanko dengan 25 ml air dan 25 ml larutan luff
dengan cara yang sama tanpa menggunakan larutan sampel
12. Kemudian hitung kadar glukosa yang didapat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Cara perhitungan: ( Vblanko – Vtio ) ml tio yang dibutuhkan oleh contoh
dijadikan ml 0,1000 N, kemudian dalam daftar table lampiran A cari
beberapa mg glukosa yang tertera untuk ml tio yang dipergunakan
(misalnya W1 mg)

W1 x fp
% Glukosa = ___________ x 100%
W
Dimana:
W1 = Glukosa (mg)
fp = Faktor pengenceran
W = Bobot Contoh (mg)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.9 Flowchart Percobaan

3.9.1 Persiapan Bahan Baku

Mulai

Ampas Tebu ditimbang


30 gram

Ampas Tebu dicuci

Pengeringan dengan
sinar matahari langsung

Ampas tebu dihancurkan

Ampas tebu diayak

Ampas tebu siap untuk


di lanjutkan ke tahap
selanjutnya

Selesai

Gambar 3.1 Persiapan Bahan Baku

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.9.2 Proses Delignifikasi

Mulai

Serbuk ampas tebu


direndam sebanyak 30
gram didalam gelas
kimia

Larutan NaOH
sebanyak 3% dari
berat ampas tebu

Ampas tebu dicuci 3


kali dengan air

Ampas tebu dikeringkan pada suhu 105°C


selama 16 jam

serbuk ampas
tebu diayak

Ampas tebu dicampurkan


dengan cairan ionik kolin
klorida

Ampast tabu dipanaskan sampai suhu


130°C selama waktu yang sudah
ditentukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


A

Serbuk ampas tebu dicuci dengan air


sampai pH 7

Ampas tebu dikeringkan pada


suhu ruang

Gambar 3.2 Proses Delignifikasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.9.3 Analisa Selulosa, hemiselulosa, dan lignin

Mulai

1 gram serbuk kering


ampas tebu disiapkan

Ampas tebu dimasukkan ke


dalam erlenmeyer 250 ml

Ampas tebu ditambahkan


aquades 150 ml

Ampas tebu
dipanaskan selama 2
jam pada suhu 100
o
C

Ampas tebu disaring dan


dicuci

Ampas tebu dikeringkan pada


oven dengan suhu 105 oC dan
diperoleh berat konstan (a)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


A

Residu kering (a) dimasukkan


ke dalam erlenmeyer 250 ml

Ampas tebu ditambahkanambahkan 150


ml H2SO4 1N

Kemudian dipanaskan di penangas


air pada suhu 100 oC selama 1 jam

Ampas tebu disaring dan dicuci dengan aquades


samapai volume filtral 300 ml

Kemudian dikeringkan hingga


beratnya konstan dan ditimbang (b)

Residu kering (b) dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml


dan ditambahkan H2SO4 72% 10 ml

Kemudian direndam selama 4 jam dan ditambahkan 150 ml H2SO4 1N


(untuk pengenceran) dan dipanaskan pada suhu 100°C selama 2 jam

Selanjutnya disaring dan dicuci dengan aquades hingga volume filtrat


400 ml. Residu dikeringkan hingga berat konstan dan ditimbang (c)

Kadar hemiselulosa, selulosa dan lignin


dapat dihitung dengan menggunakan rumus

Selesai

Gambar 3.3 Analisa Selulosa, hemiselulosa, dan lignin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.9.4 Proses Hidrolisa

Mulai

Selulosa hasil
delignifikasi di timbang
sebanyak 10 gram

Selulosa dicampur dengan cairan ionik


dengan jumlah yang telah di tentukan

Selulosa ditambahkan larutan H2SO4 10%


dari berat selulosa, campur semua menjadi
satu di dalam erlenmeyer

Kemudian dipanaskan di magnetic


stirrer dengan waktu yang telah
ditetapkan

Suhu dijaga tetap stabil


90 oC di dalam magnetic
stirrer

Selulosa disaring
menggunakan kertas saring

Selesai

Gambar 3.4 Proses Hidrolisa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.9.5 Flowchart Analisa Kadar Glukosa

Mulai

2 gr sampel dimasukkan ke dalam


labu ukur 250 ml

Kemudian ditambahkan 5 ml Pb-asetat

Kemudian diteteskan 1 tetes


larutan (NH4)2HPO4 10%

Larutan dikocok 12 kali dan disaring


Tidak

Apakah larutan sudah terendapkan


seluruhnya?

Ya Larutan hasil penyaringan dipipet 10 ml

Kemudian ditambahkan 15 ml
aquades dan 25 ml larutan luff

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


A

Larutan dipanaskan menggunakan


pemanas listrik selama 10 menit

Larutan ditambahkan 10 ml
larutan KI 20% dan 25 ml larutan
H2SO4

Kemudian dititrasi dengan tiosulfat


0,0990 N

Kemudian dibuat larutan blanko dengan 25 ml air


dan 25 ml larutan luff dengan cara yang sama tanpa
menggunakan sampel

Kemudian dihitung kadar glukosa


yang didapat

Selesai

Gambar 3.5 Flowchart Analisa Kadar Glukosa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Proses Delignifikasi terhadap Ampas Tebu

Pada penelitian ini dilakukan proses delignifikasi, yaitu proses


pemutusan senyawa lignin dari biomassa. Proses ini dilakukan sebagai
pretreatment sebelum proses hidrolisis, agar kandungan lignin dalam
biomassa pada proses hidrolisis menjadi berkurang dari bahan baku
sehingga mendapatkan selulosa dengan kadar kemurnian yang tinggi.
Delignifikasi ampas tebu ini menggunakan NaOH dalam sistem Kolin
Klorida (ChCl) dan tanpa ChCl.

Pemutusan senyawa lignin menggunakan NaOH dalam sistem cairan


ionik ChCl bekerja ganda untuk memicu terjadinya degradasi gugus basa
dari larutan pemasak (ChCl dan NaOH) yang menyerang alfa dan beta
lignin, sehingga hasil degradasi tidak stabil memicu terjadinya kondensasi.
Kondensasi menyebabkan putusnya ikatan lignin dari hemiselulosa dan
selulosa. ChCl adalah cairan yang bersifat asam. Pada suasana asam, bobot
molekul lignin cenderung bertambah. Peristiwa ini menyebabkan lignin
mengendap, lalu larut dalam air proses pencucian. Sehingga lignin yang
terbuang semakin banyak, berbanding terbalik dengan lignin sisa yang
tertinggal di dalam ampas tebu hasil delignifikasi. Hal tersebut
mengakibatkan kadar selulosa dan hemiselulosa semakin meningkat seiring
bertambahnya waktu pemasakan. Sedangkan mekanisme pemutusan
senyawa lignin menggunakan NaOH tanpa ChCl tidak berbeda dengan
mekanisme menggunakan ChCl. Hanya saja NaOH bekerja sendiri untuk
memutuskan senyawa lignin tanpa adanya bantuan ChCl (Irna, 2013).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.1.1 Perbandingan Kadar Lignin yang Tertinggal di dalam Ampas
Tebu Hasil Proses Delignifikasi Tanpa ChCl dan
Menggunakan ChCl
Proses delignifikasi ampas tebu dilakukan menggunakan NaOH
dalam sistem cairan ionik kolin klorida (ChCl) dengan berbagai variasi
jumlah ChCl yaitu 10%, 15%, 20% dari berat ampas tebu dan hanya
menggunakan NaOH tanpa ChCl. Gambar 4.1 adalah grafik yang
menunjukkan perbandingan proses delignifikasi dengan jumlah ChCl 15%
dan tanpa ChCl terhadap kadar lignin.

Gambar 4.1 Perbandingan Kadar Lignin yang Tertinggal di dalam


Ampas Tebu Hasil Proses Delignifikasi Tanpa ChCl dan
Menggunakan ChCl 15 %

Dapat dilihat pada Gambar 4.1 bahwa kadar lignin menurun secara
signifikan seiring peningkatan jumlah ChCl dan waktu delignifikasi,
sedangkan kadar lignin tanpa ChCl hanya sedikit menurun. Penurunan
lignin secara signifikan ini disebabkan adanya kerja ganda antara ChCl dan
NaOH yang memutuskan ikatan lignin dari bahan baku untuk meningkatkan
senyawa lignin yang terbuang. Sehingga kadar lignin yang tertinggal di
dalam Ampas Tebu semakin sedikit. Namun, kadar selulosa yang tertinggal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


di dalam Ampas Tebu hasil delignifikasi menggunakan NaOH tanpa ChCl
lebih besar, hal ini disebabkan tanpa adanya bantuan dari ChCl.

Peneliti terdahulu melaporkan delignifikasi kayu menggunakan kolin


asetat ([Cho] [OAc]) menghasilkan kadar lignin sebesar 5% (Cheng et al.,
2014). Namun, pada penelitian ini delignifikasi ampas tebu menggunakan
NaOH (tanpa ChCl) menghasikan kadar lignin sebesar 18,99% dan
delignifikasi menggunakan ChCl sebesar 3,62 %. Hal ini terlihat jelas
bahwa delignifikasi menggunakan NaOH dalam sistem cairan ionik ChCl
menurunkan kadar lignin lebih besar dibandingkan tanpa ChCl.

4.1.2 Perbandingan Proses Delignifikasi Tanpa ChCl dan


Menggunakan ChCl Terhadap Kadar Selulosa

Gambar 4.2 menunjukkan pengaruh perbandingan antara jumlah ChCl


15% dan tanpa ChCl terhadap kadar selulosa.

Gambar 4.2 Perbandingan Kadar Selulosa Hasil Proses Delignifikasi Tanpa


ChCl dan dengan Menggunakan ChCl 15 %

Pada proses delignifikasi ampas tebu ini, NaOH dan ChCl bekerja
sama sebagai larutan pemasak untuk memutuskan ikatan lignin. ChCl
membantu NaOH meningkatkan kadar selulosa yang dihasilkan. Dapat
dilihat pada Gambar 4.2 bahwa kadar selulosa meningkat secara signifikan
dengan menggunakan NaOH dalam sistem cairan ionik ChCl, sedangkan
kadar selulosa yang diperoleh tanpa ChCl peningkatannya tidak besar,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bahkan relatif konstan. Hal ini disebabkan ChCl bersifat asam
mengakibatkan terjadinya degradasi senyawa penyusun lignin sehingga
kadar selulosa yang diperoleh semakin meningkat. Sedangkan kadar
selulosa yang diperoleh tanpa ChCl peningkatannya tidak besar disebabkan
NaOH merupakan basa alkali yang memiliki kemampuan melarutkan
senyawa organik dan anorganik tidak relatif tinggi.
Penelitian terdahulu menyatakan bahwa delignifikasi jerami padi
menggunakan Switchable Ionic Liquids dengan 1-etil-3-metilimidazolium
asetat ([C2mim] OAc) menghasilkan kadar selulosa sebesar 32% (jian Luo,
2013). Pada penelitian ini, kadar selulosa tertinggi yang dihasilkan
menggunakan ChCl sebesar 39,8%, sedangkan kadar selulosa tertinggi yang
dihasilkan tanpa menggunakan ChCl sebesar 24,98%. Sangat terlihat jelas
bahwa delignifikasi menggunakan NaOH dalam sistem cairan ionik ChCl
menghasilkan kadar selulosa yang lebih besar dibandingkan tanpa ChCl.

4.1.3 Perbandingan Proses Delignifikasi Tanpa ChCl dan


Menggunakan ChCl Terhadap Kadar Hemiselulosa
Gambar 4.3 menunjukkan pengaruh perbandingan antara jumlah
ChCl 15% dan tanpa ChCl terhadap kadar hemiselulosa.

Gambar 4.3 Perbandingan Kadar Hemiselulosa Hasil Proses


Delignifikasi Tanpa ChCl dan Menggunakan ChCl

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sama halnya dengan selulosa, ChCl membantu NaOH dalam
meningkatkan kadar hemiselulosa yang dihasilkan. Pada proses delignifikasi
ampas tebu ini, NaOH dan ChCl bekerja sama sebagai larutan pemasak
untuk memutuskan ikatan lignin dari hemiselulosa dan selulosa. Dapat
dilihat pada Gambar 4.3 bahwa kadar hemiselulosa meningkat seiring
peningkatan jumlah ChCl dan waktu delignifikasi, tetapi kadar hemiselulosa
tanpa ChCl meningkat tidak signifikan, bahkan cenderung konstan. Hal ini
disebabkan tanpa adanya bantuan dari ChCl yang membantu memutuskan
ikatan lignin untuk meningkatkan kadar hemiselulosa.

Peneliti sebelumnya menyatakan bahwa delignifikasi kayu pinus


menggunakan cairan ionik Choline Acetate ([Cho][OAc]) menghasilkan
kadar hemiselulosa sebesar 10,2% (Cheng 2014). Pada penelitian ini, kadar
hemiselulosa tertinggi yang dihasilkan menggunakan ChCl sebesar 18,59%,
sedangkan kadar hemiselulosa tertinggi yang dihasilkan tanpa menggunakan
ChCl sebesar 8,25%. Hal ini terlihat jelas bahwa kadar hemiselulosa lebih
besar dihasilkan dengan menggunakan NaOH dalam sistem cairan ionik
ChCl dibandingkan tanpa ChCl.

4.1.4 Pengaruh Jumlah Kolin Klorida (ChCl) dan Waktu Delignifikasi


Terhadap Kadar Lignin yang Tertinggal di Dalam Ampas Tebu
Hasil Delignifikasi

Proses delignifikasi ampas tebu dilakukan menggunakan NaOH


dalam sistem cairan ionik kolin klorida (ChCl) pada berbagai variasi jumlah
ChCl, yaitu 10%, 15%, dan 20% berat ampas tebu. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa jumlah cairan ionik yang berbeda berpengaruh
terhadap lignin yang dihasilkan. Gambar 4.4 menunjukkan hubungan antara
kadar lignin yang tertinggal di dalam Ampas Tebu dengan jumlah ChCl dan
waktu delignifikasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 4.4 Pengaruh Jumlah Kolin Klorida (ChCl) dan Waktu
Delignifikasi Terhadap Kadar Lignin yang Tertinggal
di dalam Ampas Tebu Hasil Delignifikasi

Pada proses delignifikasi ampas tebu dalam sistem ChCl ini


diharapkan dapat dihasilkan selulosa dengan kandungan lignin yang rendah.
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa kadar lignin menurun seiring peningkatan
jumlah ChCl. Penurunan kadar lignin disebabkan waktu pemasakan yang
cukup lama memicu terjadinya degradasi gugus basa dari larutan pemasak
yang menyerang alfa dan beta lignin, sehingga hasil degradasi tidak stabil
memicu terjadinya kondensasi (Hidayati, 2014). Kondensasi menyebabkan
putusnya ikatan lignin dari hemiselulosa dan selulosa. Dan karena ChCl
bersifat asam, pada suasana asam bobot molekul lignin cenderung
bertambah. Peristiwa ini menyebabkan lignin mengendap, lalu larut dalam
air proses pencucian.

Sesuai dengan uraian di atas, bahwa ChCl sebagai larutan pemasak


yang membantu NaOH menyebabkan makin berkurangnya kadar lignin
seiring bertambahnya waktu sampai pada batas waktu tertentu. Peningkatan
jumlah larutan pemasak memudahkan pemutusan ikatan senyawa penyusun
lignin karena kondisi asam menyebabkan perusakan senyawa lignin yang
ikut terlarut pada pelarut. Namun, dengan jumlah ChCl lebih dari 15%
menyebabkan kadar lignin yang tertinggal di dalam Ampas Tebu relatif
konstan pada waktu 90 menit akibat terjadinya reaksi adisi gugus hidroksil

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang menyebabkan lignin tidak ikut larut dalam air pencucian (Hidayati,
2014).

Peran ChCl terhadap kadar lignin yang dihasilkan adalah


memutuskan senyawa lignin, sehingga pada saat pengendapan dilakukan
semakin banyak lignin terisolasi. Kandungan lignin di dalam ampas tebu
yaitu sekitar 3 % dari berat ampas tebu.

4.1.5 Pengaruh Jumlah Kolin Klorida (ChCl) dan Waktu Delignifikasi


Terhadap Kadar Selulosa

Kadar selulosa merupakan faktor penting dari proses delignifikasi.


Semakin tinggi kadar selulosa yang bisa dihasilkan dari ampas tebu, maka
semakin besar pengaruh untuk proses selanjutnya.
Gambar 4.5 menunjukkan hubungan antara kadar selulosa dengan
jumlah ChCl dan waktu delignifikasi.

Gambar 4.5 Pengaruh Jumlah ChCl dan Waktu Delignifikasi Terhadap


Kadar Selulosa

Dapat dilihat pada Gambar 4.5, bahwa kadar selulosa meningkat


seiring peningkatan jumlah ChCl dan waktu delignifikasi. Peningkatan
selulosa terjadi sampai pada batas waktu tertentu dan diperoleh kadar
selulosa yang relatif tinggi karena ChCl yang digunakan merupakan bahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang bersifat selektif, yang khusus menyerang lignin dan menguraikan
selulosa dari ikatan lignin.
Sesuai dengan pernyataan di atas bahwa peningkatan kadar selulosa
disebabkan oleh ikatan lignin yang terputus dari hemiselulosa dan selulosa
akibat degradasi pada alfa dan beta lignin, sehingga selulosa yang dihasilkan
semakin meningkat. Namun, kadar selulosa yang dihasilkan cenderung
konstan pada waktu 90 menit dengan jumlah ChCl lebih dari 15%. Hal ini
disebabkan terjadinya degradasi pada kelompok polisakarida yaitu selulosa
dan hemiselulosa yang terkandung pada bahan baku.
Dilaporkan dari hasil penelitian terdahulu bahwa kadar selulosa dari
hasil delignifikasi yang dilakukan pada ampas tebu menggunakan H2O2
dalam media asam asetat pada konsentrasi H2O2 15% adalah 35,71% pada
suhu 130 °C dengan waktu delignifikasi 3 jam. Penggunaan H2O2 pada
konsentrasi lebih dari 15% menyebabkan terjadinya oksidasi polisakarida
yang pada akhirnya menyebabkan penurunan selulosa akibat reaksi yang
terjadi (Zuidar, 2014).
Peran ChCl terhadap kadar selulosa yang didapatkan adalah sebagai
larutan pemasak yang dapat meningkatkan kadar selulosa yang dihasilkan
dibandingkan tanpa ChCl. ChCl juga meningkatkan porositas sampel
sehingga lebih mudah mendelignifikasi serbuk ampas tebu dengan
meningkatnya waktu delignifikasi. Kandungan selulosa hasil dari
delignifikasi di dalam ampas tebu adalah sekitar 39% dari berat ampas tebu.

4.1.6 Pengaruh Jumlah Kolin Klorida (ChCl) dan Waktu Delignifikasi


Terhadap Kadar Hemiselulosa
Gambar 4.6 menunjukkan hubungan antara kadar hemiselulosa
dengan jumlah ChCl dan waktu delignifikasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 4.6 Pengaruh Jumlah ChCl dan Waktu Delignifikasi Terhadap
Jumlah Kadar Hemiselulosa

Kadar hemiselulosa meningkat seiring peningkatan jumlah ChCl dan


waktu delignifikasi. Sama halnya dengan selulosa, peningkatan
hemiselulosa disebabkan oleh ikatan lignin yang terputus dari hemiselulosa
dan selulosa akibat degradasi pada alfa dan beta lignin, sehingga
hemiselulosa yang dihasilkan semakin meningkat. Hemiselulosa merupakan
suatu polisakarida yang terdapat dalam tanaman dan tergolong senyawa
organik non-kristalin.
Penelitian terdahulu menyatakan bahwa delignifikasi dapat
menurunkan kadar lignin hingga 16% dari kandungan awal, serta
meningkatkan kadar selulosa hingga 32% dan hemiselulosa hingga tiga kali
lipat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh perlakuan yang
terbaik, yaitu delignifikasi dengan konsentrasi NaOCl 1% dan lama
perendaman 5 jam (Bagus Ida, 2011). Pada penelitian ini, kandungan
hemiselulosa di dalam ampas tebu adalah 18,59 % dari berat ampas tebu.

4.2 Proses Hidrolisis terhadap Ampas Tebu

4.2.1 Perbandingan Proses Hidrolisis Tanpa Menggunakan Cairan


Ionik Dengan Menggunakan Cairan Ionik

Jika dibandingkan antara proses hidrolisis dengan menggunakan


cairan ionik dan tanpa menggunakan cairan ionik, diperoleh kadar glukosa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang lebih besar pada sistem yang menggunakan cairan ionik seperti
ditunjukan pada Gambar 4.2. Kadar glukosa optimum diperoleh pada
kondisi waktu reaksi 60 menit dengan kadar glukosa yang dihasilkan 39,4%
pada konsentrasi kolin klorida 15%. Sedangkan untuk proses hidrolisis
tanpa penggunaan cairan ionik didapat kadar glukosa yang lebih sedikit
pada kondisi waktu yang sama yaitu 90 menit sebesar 30,87%.

Gambar 4.8 Perbandingan Kadar Glukosa Proses Hidrolisis Dengan


Menggunakan Cairan Ionik 15 % dan Tanpa Menggunakan
Cairan Ionik

Dapat dilihat pada Gambar 4.8 bahwa kadar glukosa semakin


meningkat dengan meningkatnya waktu reaksi dan didapat kadar glukosa
tertinggi dengan menggunakan cairan ionik. Waktu reaksi optimum untuk
memeperoleh kadar glukosa tertinggi adalah 60 menit dengan menggunakan
cairan ionik 20%. Dengan menggunakan cairan ionik dapat mengefisienkan
waktu hidrolisisis lebih cepat untuk mendapatkan kadar glukosa terbaik.

Dapat dilihat dari gambar, kadar glukosa lebih sedikit fluktuasi dari
waktu 30 menit sampai waktu 90 menit pada proses hidrolisis dalam sistem
cairan ionik. Jika waktu hidrolisis diperpanjang dengan menggunakan
temperatur yang sama dan kenaikan waktu hidrolisis yang sama, didapat
hasil hidrolisis yang tidak terlalu jauh dengan menggunkan cairan ionik.
Namun, jika tanpa menggunkan cairan ionik akan terjadi kenaikan kadar
glukosa sampai batas waktu tertentu dan diperkirakan tidak mengalami

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


perubahan kenaikan yang signifikan sebab di pengaruhi oleh pemanasan
yang dapat merusak rantai polisakarida yang akan menjadi glukosa.

Peneliti sebelumnya merancang penggunaan cairan ionik mampu


mengikat selulosa dan asam serta dapat memecah kristal selulosa dengan
mengikat beberapa gugus hidroksil, meningkatkan kelarutan dan aktivitas
katalitik (Haryanti, 2015).

4.2.2 Pengaruh Perubahan Waktu Reaksi Dan Konsentrasi Kolin


Klorida Terhadap Kadar Glukosa

Proses hidrolisis ampas tebu dilakukan dalam sistem cairan ionik kolin
klorida dengan variasi konsentrasi kolin klorida 10%, 15% dan 20% dan
variasi waktu hidrolisis 30, 60, dan 90 menit. Hasil analisis menunjukkan
bahwa jumlah cairan ionik yang berbeda, berpengaruh terhadap kadar
glukosa yang dihasilkan dengan konsentrasi optimum 20% dan waktu reaksi
optimum 60 menit yaitu sebesar 39,4%. Gambar 4.7 menunjukkan
hubungan antara kadar glukosa dengan jumlah kolin klorida dan waktu
hidrolisis.

Gambar 4.7 Pengaruh Waktu Reaksi Dan Konsentrasi Kolin Klorida


Terhadap Kadar Glukosa

Dapat dilihat pada Gambar 4.7 bahwa kadar glukosa semakin


meningkat dengan meningkatnya waktu reaksi hidrolisis dan konsentrasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kolin klorida. Pada penelitian ini, untuk peningkatan konsentrasi kolin
klorida dari 10% sampai 20% terjadi kenaikan persentase kadar glukosa
yaitu sebesar 2,1% pada waktu 30 menit, 2,7% pada waktu 60 menit, dan
2,4% pada waktu 90 menit. Sedangkan untuk jumlah kolin klorida 20%,
peningkatan waktu hidrolisis dari 60 menit ke 90 menit, didapatkan kadar
glukosa yang menurun.

Semakin bertambahnya waktu reaksi, kadar glukosa yang dihasilkan


semakin bertambah dan sampai pada batas waktu tertentu akan diperoleh
kadar glukosa yang maksimum. Ini disebabkan kontak antara zat–zat yang
bereaksi dapat lebih lama dan apabila waktu tersebut diperpanjang
pertambahan kadar glukosa sangat kecil bahkan akan menurun. Jika
semakin lama waktu reaksi, selulosa tidak larut dalam air sehingga
pemecahan rantai polisakarida menjadi glukosa tidak dapat berlangsung
dengan baik. Selain itu pemanasan yang terus-menerus dapat merusak
glukosa.

Kolin klorida mampu meningkatkan konversi selulosa menjadi gula.


Cairan ionik bereaksi dengan air dan dapat membantu mengikat
hemiselulosa agar serat hemiselulosa tidak terikut bersama selulosa dan
dapat membentuk senyawa glukosa dengan baik dan karena sifat cairan
ramah lingkungan maka dapat mengurangi konsentrasi katalis asam sulfat,
sehingga aman bagi lingkungan dan tidak menimbulkan korosi pada alat.

Pada penelitian ini, kadar glukosa optimum sebesar 39,4% diperoleh


pada kondisi waktu reaksi hidrolisis 60 menit dan konsentrasi cairan ionik
20%. Penggunaan cairan ionik yang berbeda sebagai pelarut memiliki
kemampuan melarutkan yang berbeda-beda pula tergantung pada ukuran
dan polaritas dari anion atau kation yang digunakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan
adalah:
1. Pada proses delignifikasi ampas tebu menggunakan ChCl didapatkan
kadar selulosa terbaik adalah pada penggunaan ChCl sebesar 20 % dan
pada waktu 90 menit dengan hasil kadar selulosa yang didapat mencapai
39,80 %.
2. Penggunaan jumlah ChCl 20% dari berat ampas tebu sudah mencukupi
untuk terjadinya degradasi gugus basa dari larutan pemasak yang
menyerang alfa dan beta lignin, yang menyebabkan kadar selulosa
meningkat.
3. Kadar glukosa tertinggi sebesar 39,4%, diperoleh pada kondisi waktu
hidrolisis 90 menit dengan konsentrasi cairan ionik kolin klorida 15%,
sedangkan tanpa menggunakan cairan ionik kolin klorida diperoleh
kadar glukosa sebesar 30,87%.

5.2 SARAN
Sebaiknya untuk penelitian berikutnya disarankan untuk:
1. Mengkaji pengaruh peningkatan temperatur pada proses delignifikasi
ampas tebu.
2. Menggunakan cairan ionik berbasis kolin dengan anion yang berbeda
untuk melihat pengaruhnya terhadap kadar selulosa, hemiselulosa, dan
lignin yang dihasilkan.
3. Menggunakan alat uv-visible untuk menganalisa kadar glukosa yang
dihasilkan karena lebih efisien dalam menganalisa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Abidin, R. 2009. Membuat Bensin dari Ubi. Jakarta : Cipta Prima.

Aden, A., M. Ruth, K. Ibsen, dan J. Jechura, (2002), “Lignocellulosic


Biomass to Ethanol Process Design and Economics Utilizing Co-
Current Dilute Acid Prehydrolysis and Enzymatic Hydrolysis for
Corn Stover”, Report T-P510- 32438. Golden, CO: National
Renewable Energy Laboratory.

Al-Baari, A. N, (2013),”Profil Produksi Alkohol dari Fermentasi Whey dan


Ampas Tebu”, Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan.

Anggraini, D., Han Roliadi, (2011), “Pembuatan Pulp Dari Tandan Kosong
Kelapa Sawit Untuk Karton Pada Skala Usaha Kecil”, Jurnal
Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 No. 3, September 2011: 211-225.

Anindyawati, Trisanti. 2009. Prospek Enzim dan Limbah Lignoselulosa


untuk Produksi Bioetanol. Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI:
Cibinong.

Anonim. 2007. Sugarcane Bud Chips for Seed Multiplication. Sugarcane


Breeding Institute, Indian.

Artati, Enny, K., Novia, Margareta, dan Widhie, Visia, (2010), “Konstanta
Kecepatan Reaksi Sebagai Fungsi Suhu pada Hidrolisa Selulosa dari
Ampas Tebu dengan Katalisator Asam Sulfat”, Jurnal Teknik Kimia,
Vol. 9. No. 1. Halaman: 1-4, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas
Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Cheng, Fangchao, Wang, Hui, Chatel, Gregory, Gurau, Gabriel, and Rogers,
Robin, (2014), “Facile pulping of lignocellulosic biomass using
choline acetate”, Laboratory of Bio-based Material Science and
Technology of Ministry Education of China, College of Material
Science and Engineering, Northeast Forestry University.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Elda Melwita. 2011. Ionic Liquid Sebagai Katalisator Potensial Untuk
Meningkatkan Produksi Bioetanol. Prosiding Seminar Nasional A
VoER ke-3. Palembang

Farmer V, Welton T. 1999. The Oxidation of Alcohols Using Rethonium


Catalysts and Imidazolium Ionic Liquids. International Symposium
on Molten Salts: Electrochemical Society INC.

Gendish, Yoricya. 2015. Proses Delignifikasi Lignoselulosa Tandan Kosong


Kelapa Sawit Menggunakan Cairan Ionik Kolin Klorida.
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Kimia. Medan:
Universitas Sumatera Utara.

Hermiati, Euis, (2009), “ Pemanfaatan Biomassa Lignoselulosa Ampas


Tebu untuk Produksi Bioetanol”, Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Farid. B. 2003. Perbanyakan Tebu (Saccharum Officinarum L.) Secara In


Vitro pada Berbagai Konsentrasi IBA dan BAP. J. Sains dan
Teknologi. 3: 103-109.

Ida, Bagus, dkk, (2011), “Delignifikasi Ampas Tebu dengan Larutan


Natrium Hidroksida sebelum Proses Sakaraifikasi secara Enzimatis
menggunakan Selulase Kasar dari Aspergillus Niger FNU 6018”,
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Denpasar, Bali.

Irna, Cicy, dkk, (2013), “Produksi Bioetanol dari Ampas Tebu dengan
Metode Simultan Sakarifasi dan Fermentasi”, Jurnal Kimia, Jurusan
Kimia FMIPA, Universitas Andalas.

Isroi. 2011. Produksi Bioethanol Berbahan Baku Biomassa Lignoselulosa :


Hidrolisis Asam. (online)
(http://isroi.wordpress.com/2008/11/21/produksi-bioethanol-
berbahan-baku-biomassa-lignoselulosa-hidrolisis/ diakses pada
tanggal 11 februari 2015.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Judoamidjojo M, Sa’id EG, Hartoto L. 1989. Biokonversi. Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi. Bogor. Pusat antar Universitas
Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.

K. Zhao, Changzhi Li. 2012. Efficient Acid-Catalyzed Hydrolysis of


Cellulose in Ionic Liquid. China: Chinese Academy of Sciences.

Kataren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas


Indonesia.

Krisna, Agustin. 2015. Preatretment Ampas Tebu (Saccharum Oficinarum)


Sebagai Bahan Baku Bioetanol Generasi Kedua. Jurnal Pangan dan
Agroindustri Vol. 3 No. 4 P. 1430-1437. Malang: Universitas
Brawijaya.

Maryudi, (2009), Pembuatan Gula dari Pati Biji Nangka dengan Hidrolisis
Asam Khlorida, Laporan Penelitian, Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.

Oktavianus, Ferdin, Martua, Roy S, dan Bustan, Djoni, (2013), “Pembuatan


Bioetanol dari Batang Jarak Menggunakan Metode Hidrolisa dengan
Katalis Asam Sulfat”, Jurnal Teknik Kimia, Jurusan Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Palembang.

Risdianto H, Setiadi T, Suhardi SH, Nipoperbowo W. 2007. Pemilihan


spesies jamur dan media amobilisasi untuk produksi enzim lignolitik.
Prosiding seminar nasional rekayasa kimia dan proses. ISSN: 1411-
4216.

Samsuri, M. G., Baiquni, M., Hermansyah, A., Wijanarko, A., Prasetya, B.,
Nasikin, M., 2007, Pemanfaatan Selulosa Bagas untuk Produksi
Ethanol Melalui Sakarifasi dan Fermentasi Serentak dengan Enzim
Xylanase. Makara Teknologi 2007, Vol. 11:17-24.

Sastrohamidjojo H, Prawirohatmojo S. 1995. KAYU : Kimia, Ultrastruktur,


Reaksi-reaksi. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sediawan, W.B., Megawati, Millati, R., and Syamsiah, S., (2007),
Hydrolysis of Lignocellulosic Waste for Ethanol Production,
International Biofuel Conference, Bali, Indonesia.

Sjostrom, E. (1995). Kimia Kayu Dasar-Dasar dan Penggunaan. UGM


Press. Yogyakarta.

Syamsuri I, Sulisestijono, Ibrohim, dan Rahayu, (2007), “IPA Biologi”, jilid


2. Jakarta: Erlangga.

Taherzadeh, M. J. dan Karimi, Keikhosro, (2008), “Pretreatment of


Lignocellulosic Wastes to Improve Ethanol and Biogas production:
A Review”, International Journal of Molecular Sciences, Vol. 9,
Hal. 1621- 1651Ketaren,S. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta :
Universitas Indonesia, 1986.

Tjokroadikoesoemo S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Jakarta.


PT. Gramedia.

Vancov T., Alston A., Brown T., McIntosh S. 2014. Use of Ionic Liquids in
Converting Lignocellulosic Material to Biofuels. USA: Energy 45.

Wilkes, Jhon S., Zaworotko, Michael J. 1992. Air and Water Stable 1-ethyl-
3-methylimidazolium Based Ionic Liquid. USA: Royal Society of
chemistry.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 1
PERHITUNGAN DAN DATA HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini, dilakukan dua analisa yaitu analisa kadar


selulosa, hemiselulosa, dan lignin terhadap pulp yang dihasilkan pada proses
delignifikasi serta analisa kadar glukosa terhadap kadar glukosa yang di
hasilkan pada proses hidrolisa.
L.1 Tahap Delignifikasi
L.1.1 Perhitungan Kadar Hemiselulosa
Kadar hemiselulosa dihitung dengan rumus:

× 100 %

1. Kadar hemiselulosa (blanko 1)


Berat a = 0,9748 gr
Berat b = 0,8940 gr

Kadar hemiselulosa = × 100 % = 8,08 %

2. Kadar hemiselulosa (Run 2)


Berat a = 0,9639 gr
Berat b = 0,8537 gr

Kadar hemiselulosa = × 100 % = 10,02 %

3. Kadar hemiselulosa (Run 5)


Berat a = 0,9519 gr
Berat b = 0,8062 gr

Kadar hemiselulosa = × 100 % = 14,57 %

4. Kadar hemiselulosa (Run 8)


Berat a = 0,9392 gr
Berat b = 0,7811 gr

Kadar hemiselulosa = × 100 % = 15,81 %

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.2 Perhitungan Kadar Selulosa
Kadar selulosa dihitung dengan rumus :

× 100 %

1. Kadar Selulosa (blanko 1)


Berat b = 0,8940 gr
Berat c = 0,6518 gr

Kadar selulosa = × 100 % = 24,22 %

2. Kadar Selulosa (Run 2)


Berat b = 0,8537 gr
Berat c = 0,5553 gr

Kadar selulosa = × 100 % = 29,48 %

3. Kadar Selulosa (Run 5)


Berat b = 0,8062 gr
Berat c = 0,4517 gr

Kadar selulosa = × 100 % = 35,45 %

4. Kadar Selulosa (Run 8)


Berat b = 0,7811 gr
Berat c = 0,3887 gr

Kadar selulosa = × 100 % = 39,24%

1.3 Perhitungan Kadar Lignin


Kadar lignin dihitung dengan rumus :

× 100 %

1. Kadar lignin (blanko 1)


Berat c = 0,6518 gr
Berat abu = 0,4578 gr

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kadar lignin = × 100 % = 19,40 %

2. Kadar lignin (Run 2)


Berat c = 0,5553 gr
Berat abu = 0,4240 gr

Kadar lignin = × 100 % = 13,13 %

3. Kadar lignin (Run 5)


Berat c = 0,4517 gr
Berat abu = 0,3865 gr

Kadar lignin = × 100 % = 6,52 %

4. Kadar lignin (Run 8)


Berat c = 0,3887 gr
Berat abu = 0,3510 gr
Kadar lignin = × 100 % = 3,77 %

Maka,hasil dari keseluruhan hasil pada proses delignifikasi dapat dilihat


pada tabel L1.1:

Tabel L1.1 Hasil Analisa Kadar Hemiselulosa, Selulosa dan Lignin


Kadar Kadar Selulosa Kadar Lignin
Run
Hemiselulosa (%) (%) (%)
Blanko 1 (30 menit) 8,08 24,22 19,40
Blanko 2 (60 menit) 8,16 24,90 19,10
Blanko 3 (90 menit) 8,25 24,98 18,99
1 9,93 25,46 16,45
2 10.00 29,84 13,13
3 15,58 30,37 11,39
4 10,72 33,28 9,04
Run Kadar Kadar Selulosa Kadar Lignin
Hemiselulosa (%) (%) (%)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5 14,57 35,45 6,52
6 16,09 37,54 5,35
7 12,95 38,76 4,98
8 15,81 39,24 3,77
9 18,59 39,80 3,62
*Larutan blanko adalah larutan yang hanya menggunakan larutan NaOH

2. Tahap Hidrolisa
Pada percobaan ini, dilakukan analisa kadar glukosa menggunakan

metode Luff:

1. Rumus Perhitungan Kadar Glukosa

% Glukosa =

Keterangan :

W1 = Berat glukosa (mg)

Fp = Faktor pengenceran dari volume larutan Luff yang digunakan

W = Bobot contoh (mg)

2. Rumus Perhitungan Volume Na2SO4 Menurut Metode Luff

Volume Na2SO4 = ( Vblanko - Vtio ) x Normalitassesungguhnya/

Normalitascontoh

Wsampel = 2,0271 gr = 2027,1 mg

Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 16,85 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Volume Na2SO4 = ( 24,95 ml – 16,85 ml ) x = 8,019 ml

Table L.1.2 Penetapan gula menurut Luff Schoorl berdasarkan SNI 01-

2892-1992

Na2 S2 O3, 0,1 Glukosa, Laktosa Maltosa


N Fruktosa mg mg
ml Glukosa
Inversi
mg
1 2,4 3,6 3,9
2 4,8 7,3 7,8
3 7,2 11,0 11,7
4 0,7 14,7 15,6
5 12,2 18,4 19,6
6 14,7 22,1 23,5
7 17,2 25,8 27,5
8 19,8 29,5 31,5
9 22,4 33,2 35,5
10 25,0 37,0 39,5
11 27,6 40,8 43.5
12 30,3 44,6 47,5
13 33,0 48,6 51,6
14 35,7 52,2 55,7
15 38,5 56,0 59,8
16 41,3 59,9 63,9
17 44,2 63,8 68,0
18 47,1 67,7 72,2
19 50,0 71,1 76,5
20 53,0 75,1 80,9
21 56,0 79,8 85,4
22 59,1 83,9 90,0
23 62,4 88,0 94,6

Penentuan berat glukosa menurut metode Luff dilakukan dengan

menggunakan interpolasi dari yang tertera pada Table L.1.2.

Rumus : Y = Y1 + (X2 – X1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dimana :

X (Vol Tio) ml Y (Berat Glukosa) mg


X1 8 Y1 19,8
X 8,019 Y 19,849
X2 9 Y2 22,4

Berat glukosa = 19,8 ml + (0,019 mg x 2,6 mg) = 19,849 mg

Maka kadar glukosa =

Dan untuk run selanjutnya akan dilanjutkan dengan cara seperti di atas.

1. Sampel pada menit 60 dengan cairan ionik 10 %.

Wsampel = 1,9918 gr = 1991,8 mg

Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 13,75 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

Volume Na2SO4 = ( 24,95 ml – 13,75 ml ) x = 11,088 ml

Berat Glukosa = 27,6 mg + ( 0,088 mg x 2,7 mg ) = 27,8376 mg

Kadar Glukosa =

2. Sampel pada menit 60 dengan cairan ionik 15 %.

Wsampel = 2,0653 gr = 2065,3 mg

Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 13,10 ml

Ntio = 0,0990 N

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Faktor Pengenceran = 250/10

Volume Na2SO4 = ( 24,95 ml – 13,10 ml ) x = 11,731 ml

Berat Glukosa = 27,6 mg + ( 0,731 mg x 2,7 mg ) = 29,5750 mg

Kadar Glukosa =

3. Sampel pada menit 60 dengan cairan ionik 20 %.

Wsampel = 2,1094 gr = 2109,4 mg

Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 12,45 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

Volume Na2SO4 = ( 24,95 ml – 12,45 ml ) x = 12,05 ml

Berat Glukosa = 30,3 mg + ( 0,05 mg x 2,7 mg ) = 30,435 mg

Kadar Glukosa =

Maka hasil dari semua analisa pada proses hidrolisa dapat dilihat pada Tabel

L 1.3.

Tabel L 1.3 Hasil Analisa Kadar Glukosa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Run Kadar Glukosa (%)

Blanko 1 (30 menit) 24,48

Blanko 2 (60 menit) 28,13

Blanko 3 (90 menit) 30,87

1 35,3

2 36,1

3 37,4

4 36,7

5 38,6

6 39,4

7 35,9

8 37,3

9 38,3

*Larutan blanko adalah sampel yang dihidrolisis tanpa menggunakan cairan


ionik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 2
DOKUMENTASI PENELITIAN
L 2.1 Gambar Proses Penggilingan Ampas Tebu

Gambar L 2.1 Penghancuran (penggilingan) Ampas Tebu Menggunakan


Ball Mill

L 2.2 Gambar Proses Pengayakan Serbuk Ampas Tebu

Gambar L 2.2 Pengayakan Serbuk Ampas Tebu Menggunakan Ayakan 60


mesh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


L 2.3 Gambar Serbuk Ampas Tebu yang Sudah Diayak

Gambar L 2.3 Serbuk Ampas Tebu yang Sudah Diayak

L 2.4 Gambar Hasil Proses Pemasakan Menggunakan ChCl

Gambar L 2.4 Hasil Proses Pemasakan Menggunakan ChCl

L 2.5 Gambar Penyaringan Serbuk Ampas Tebu Hasil Pemasakan

Gambar L 2.5 Proses Penyaringan Serbuk Ampas Tebu Hasil Pemasakan


Menggunakan Kertas Saring

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


L 2.6 Gambar Proses Pemasakan dengan Menggunakan Oven

Gambar L 2.6 Proses Pemasakan dengan Menggunakan Oven

L 2.7 Gambar Serbuk Ampas Tebu Hasil Delignifikasi

Gambar L 2.7 Hasil Delignifikasi Gambar L 2.8 Hasil Delignifikasi


Menggunakan ChCl Tanpa ChCl

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai