SKRIPSI
Oleh
WAHYU SATRIA
130425025
SKRIPSI
Oleh
WAHYU SATRIA
130425025
FAKULTAS TEKNIK
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dankarunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini
merupakan skripsidengan judul “Proses Delignifikasi dan Hidrolisis
Lignoselulosa Ampas Tebu Menggunakan Sistem Cairan Ionik Kolin
Klorida” berdasarkan hasil penelitianyang penulis lakukan di Departemen
Teknik Kimia Fakultas Teknik UniversitasSumatera Utara. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik.
NIM : 130425025
Asal Sekolah :
Lhokseumawe
PENDAHULUAN
Cairan ionik umumnya dapat digunakan pada suhu kamar dan tidak
menghasilkan reaksi samping yang bersifat toksik. Cairan ionik kolin
klorida (Trimethyl(2- hydroxyethyl) ammonium chloride) mempunyai
tingkat toksiksitas yang rendah, biodegradable, dapat dinyatakan sebagai
asam lemah. Riset-riset yang ada saat ini belum melaporkan aplikasi cairan
ionik terhadap lignoselulosa dari ampas tebu. Uraian-uraian diatas menjadi
tantangan untuk mempelajari delignifikasi lignoselulosa ampas tebu
menggunakan cairan ionik. Dapat dilihat pada Tabel 1.1 menunjukkan hasil
penelitian terdahulu tentang delignifikasi menggunakan cairan ionic.
Tabel 1.1 Data hasil penelitian tentang delignifikasi menggunakan cairan
ionik
No Bahan/Metode/ Proses Hasil Nama
. Produk Peneliti/Tahun
1 Kayu / Kayu di Kayu yang telah di Anugwom I, Eta
delignifikasi / delignifikasi delignifikasi V, Virtanen
biomassa menggunakan menggunakan P, Mäki-Arvela
cairan ionik MEA-SO2 -SIL P, Hedenström
switchable (SIL) menghasilkan 80% M, Hummel
yang berasal dari berat selulosa, 10% M, Sixta
amina alkanol berat hemiselulosa, H, Mikkola JP /
(monoethanol dan 3% berat 2014
amina, MEA) dan lignin, sedangkan
dasar super organik delegnifikasi
(1,8-diazabicyclo- menggunakan SIL
[5.4.0 ] -undec-7- MEA-CO2
ena, DBU) dengan menghasilkan 66%
dua gas asam yang berat selulosa, 12%
berbeda (CO2 dan berat hemiselulosa
SO2) dan 11 wt%
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tebu
Produk utama dari pabrik gula adalah gula putih. Namun ada produk
yang merupakan produk samping dari pengolahan tebu menjadi gula. Hasil
samping tersebut berupa tetes (molase), pucuk daun tebu, blotong, ampas
tebu yang merupakan limbah pabrik. Hasil samping berupa limbah pabrik
sering menimbulkan banyak permasalahan sebab menjadi sumber
pencemaran lingkungan.
Ampas tebu sebagai limbah pabrik gula merupakan salah satu bahan
lignoselulosa yang potensial untuk dikembangkan menjadi sumber energi
seperti bioetanol. Konversi bahan lignoselulosa menjadi bioetanol mendapat
perhatian penting karena bioetanol dapat digunakan sebagai bahan bakar.
Penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar terus dikembangkan. Menurut
Licht (2009), pada tahun 1999 produksi bahan bakar etanol mencapai 4.972
Serat bagase tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri
dari jenis selulosa, pentosan dan lignin (Husin, 2007). Menurut Husin
(2007) hasil analisis serat bagas adalah seperti dalam Tabel 2.1.
Kandungan Kadar %
Abu 3,82
Lignin 22,09
Selulosa 37,65
Sari 1,81
Pentosan 27,97
Sumber, Husin, 2007
2.3 Delignifikasi
2.4 Selulosa
2.5 Hemiselulosa
2.6 Lignin
2.7 Hidrolisis
(selulosa) (glukosa)
Cairan ionik adalah garam yang berwujud cair di bawah suhu 100
°C. Cairan ionik di dalamnya mememiliki spesi ioniknya sangat dominan
dibandingkan spesi molekulernya. Cairan ini merupakan garam organik
yang memiliki derajat asimetri yang berbeda, itulah yang mencegahnya
menjadi kristal. Pilihan kation dan anion yang berbeda akan menghasilkan
cairan ionik yang bervariasi. Garam alkilimidazolium, mungkin karena
kemudahan sintesis dan sifat fisiknya yang menarik. Garam amonium
kuarterner didapatkan secara komersil dan digunakan pada proses katalisis.
Titik leleh dari garam yang memiliki anion halida cenderung lebih
tinggi bila anion yang digunakan lebih banyak, dan titik leleh umumnya
meningkat seiring meningkatnya panjang rantai subtituen. Cairan ionik
pertama yang banyak digunakan adalah campuran dari dialkilimidazolium
atau alkilpiridinum halida dengan AlCl3 atau AlBr3 (Welton, 1999). Cairan
ionik pertama yang stabil terhadap udara dan air yang memiliki titik leleh
rendah adalah 1-etil-3-metilimidazolium BF4 dan 1-etil-3-metilimidazolium
MeCO2 (Wilkes dan Zaworotko, 1992).
Salah satu keuntungan dari cairan ionik ini adalah tidak mudah
menguap karena memiliki tekanan uap yang mendekati nol. Selain itu,
cairan ini juga stabil pada suhu tinggi sampai 400°C sehingga bisa
siaplikasikan pada reaksi pada kondisi ekstrim. Pada suhu kamar, cairan ini
sangat murni sehingga bisa melarutkan dengan lebih baik.
Kolin Klorida merupakan salah satu contoh cairan ionik yang berupa
garam organik dengan rumus molekul C5H14ClNO dan mempunyai titik
leleh 302 °C (576 °F; 575 K). Dalam laboratorium kolin dapat dibuat
dengan metilasi dimetiletanolamina dengan metil klorida.
1 30 10
2 30 15
3 30 20
4 60 10
5 60 15
6 60 20
7 90 10
8 90 15
9 90 20
1 10 30
2 15 30
3 20 30
4 10 60
5 15 60
6 20 60
7 10 90
8 15 90
9 20 90
W1 x fp
% Glukosa = ___________ x 100%
W
Dimana:
W1 = Glukosa (mg)
fp = Faktor pengenceran
W = Bobot Contoh (mg)
Mulai
Pengeringan dengan
sinar matahari langsung
Selesai
Mulai
Larutan NaOH
sebanyak 3% dari
berat ampas tebu
serbuk ampas
tebu diayak
Mulai
Ampas tebu
dipanaskan selama 2
jam pada suhu 100
o
C
Selesai
Mulai
Selulosa hasil
delignifikasi di timbang
sebanyak 10 gram
Selulosa disaring
menggunakan kertas saring
Selesai
Mulai
Kemudian ditambahkan 15 ml
aquades dan 25 ml larutan luff
Larutan ditambahkan 10 ml
larutan KI 20% dan 25 ml larutan
H2SO4
Selesai
Dapat dilihat pada Gambar 4.1 bahwa kadar lignin menurun secara
signifikan seiring peningkatan jumlah ChCl dan waktu delignifikasi,
sedangkan kadar lignin tanpa ChCl hanya sedikit menurun. Penurunan
lignin secara signifikan ini disebabkan adanya kerja ganda antara ChCl dan
NaOH yang memutuskan ikatan lignin dari bahan baku untuk meningkatkan
senyawa lignin yang terbuang. Sehingga kadar lignin yang tertinggal di
dalam Ampas Tebu semakin sedikit. Namun, kadar selulosa yang tertinggal
Pada proses delignifikasi ampas tebu ini, NaOH dan ChCl bekerja
sama sebagai larutan pemasak untuk memutuskan ikatan lignin. ChCl
membantu NaOH meningkatkan kadar selulosa yang dihasilkan. Dapat
dilihat pada Gambar 4.2 bahwa kadar selulosa meningkat secara signifikan
dengan menggunakan NaOH dalam sistem cairan ionik ChCl, sedangkan
kadar selulosa yang diperoleh tanpa ChCl peningkatannya tidak besar,
Dapat dilihat dari gambar, kadar glukosa lebih sedikit fluktuasi dari
waktu 30 menit sampai waktu 90 menit pada proses hidrolisis dalam sistem
cairan ionik. Jika waktu hidrolisis diperpanjang dengan menggunakan
temperatur yang sama dan kenaikan waktu hidrolisis yang sama, didapat
hasil hidrolisis yang tidak terlalu jauh dengan menggunkan cairan ionik.
Namun, jika tanpa menggunkan cairan ionik akan terjadi kenaikan kadar
glukosa sampai batas waktu tertentu dan diperkirakan tidak mengalami
Proses hidrolisis ampas tebu dilakukan dalam sistem cairan ionik kolin
klorida dengan variasi konsentrasi kolin klorida 10%, 15% dan 20% dan
variasi waktu hidrolisis 30, 60, dan 90 menit. Hasil analisis menunjukkan
bahwa jumlah cairan ionik yang berbeda, berpengaruh terhadap kadar
glukosa yang dihasilkan dengan konsentrasi optimum 20% dan waktu reaksi
optimum 60 menit yaitu sebesar 39,4%. Gambar 4.7 menunjukkan
hubungan antara kadar glukosa dengan jumlah kolin klorida dan waktu
hidrolisis.
5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan
adalah:
1. Pada proses delignifikasi ampas tebu menggunakan ChCl didapatkan
kadar selulosa terbaik adalah pada penggunaan ChCl sebesar 20 % dan
pada waktu 90 menit dengan hasil kadar selulosa yang didapat mencapai
39,80 %.
2. Penggunaan jumlah ChCl 20% dari berat ampas tebu sudah mencukupi
untuk terjadinya degradasi gugus basa dari larutan pemasak yang
menyerang alfa dan beta lignin, yang menyebabkan kadar selulosa
meningkat.
3. Kadar glukosa tertinggi sebesar 39,4%, diperoleh pada kondisi waktu
hidrolisis 90 menit dengan konsentrasi cairan ionik kolin klorida 15%,
sedangkan tanpa menggunakan cairan ionik kolin klorida diperoleh
kadar glukosa sebesar 30,87%.
5.2 SARAN
Sebaiknya untuk penelitian berikutnya disarankan untuk:
1. Mengkaji pengaruh peningkatan temperatur pada proses delignifikasi
ampas tebu.
2. Menggunakan cairan ionik berbasis kolin dengan anion yang berbeda
untuk melihat pengaruhnya terhadap kadar selulosa, hemiselulosa, dan
lignin yang dihasilkan.
3. Menggunakan alat uv-visible untuk menganalisa kadar glukosa yang
dihasilkan karena lebih efisien dalam menganalisa.
Anggraini, D., Han Roliadi, (2011), “Pembuatan Pulp Dari Tandan Kosong
Kelapa Sawit Untuk Karton Pada Skala Usaha Kecil”, Jurnal
Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 No. 3, September 2011: 211-225.
Artati, Enny, K., Novia, Margareta, dan Widhie, Visia, (2010), “Konstanta
Kecepatan Reaksi Sebagai Fungsi Suhu pada Hidrolisa Selulosa dari
Ampas Tebu dengan Katalisator Asam Sulfat”, Jurnal Teknik Kimia,
Vol. 9. No. 1. Halaman: 1-4, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas
Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Cheng, Fangchao, Wang, Hui, Chatel, Gregory, Gurau, Gabriel, and Rogers,
Robin, (2014), “Facile pulping of lignocellulosic biomass using
choline acetate”, Laboratory of Bio-based Material Science and
Technology of Ministry Education of China, College of Material
Science and Engineering, Northeast Forestry University.
Irna, Cicy, dkk, (2013), “Produksi Bioetanol dari Ampas Tebu dengan
Metode Simultan Sakarifasi dan Fermentasi”, Jurnal Kimia, Jurusan
Kimia FMIPA, Universitas Andalas.
Maryudi, (2009), Pembuatan Gula dari Pati Biji Nangka dengan Hidrolisis
Asam Khlorida, Laporan Penelitian, Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
Samsuri, M. G., Baiquni, M., Hermansyah, A., Wijanarko, A., Prasetya, B.,
Nasikin, M., 2007, Pemanfaatan Selulosa Bagas untuk Produksi
Ethanol Melalui Sakarifasi dan Fermentasi Serentak dengan Enzim
Xylanase. Makara Teknologi 2007, Vol. 11:17-24.
Vancov T., Alston A., Brown T., McIntosh S. 2014. Use of Ionic Liquids in
Converting Lignocellulosic Material to Biofuels. USA: Energy 45.
Wilkes, Jhon S., Zaworotko, Michael J. 1992. Air and Water Stable 1-ethyl-
3-methylimidazolium Based Ionic Liquid. USA: Royal Society of
chemistry.
× 100 %
× 100 %
× 100 %
2. Tahap Hidrolisa
Pada percobaan ini, dilakukan analisa kadar glukosa menggunakan
metode Luff:
% Glukosa =
Keterangan :
Normalitascontoh
Vblanko = 24,95 ml
Vtio = 16,85 ml
Ntio = 0,0990 N
Table L.1.2 Penetapan gula menurut Luff Schoorl berdasarkan SNI 01-
2892-1992
Dan untuk run selanjutnya akan dilanjutkan dengan cara seperti di atas.
Vblanko = 24,95 ml
Vtio = 13,75 ml
Ntio = 0,0990 N
Kadar Glukosa =
Vblanko = 24,95 ml
Vtio = 13,10 ml
Ntio = 0,0990 N
Kadar Glukosa =
Vblanko = 24,95 ml
Vtio = 12,45 ml
Ntio = 0,0990 N
Kadar Glukosa =
Maka hasil dari semua analisa pada proses hidrolisa dapat dilihat pada Tabel
L 1.3.
1 35,3
2 36,1
3 37,4
4 36,7
5 38,6
6 39,4
7 35,9
8 37,3
9 38,3