Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana (S-1)
Oleh:
RETNO CAHYANINGRUM
F1C1 14 092
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
i
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
Terkendali” dapat diselesaikan. Teriring doa, shalawat dan salam atas Nabi
sedikit hambatan yang dihadapi tetapi semuanya itu dapat teratasi berkat petunjuk
dari Allah SWT serta bimbingan dan arahan yang sangat berharga dari
penghargaan dan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. H. Muh. Nurdin, M.Sc
selaku pembimbing I dan Ibu Dian Burhani, S.Si., M.T. selaku pembimbing II
yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan serta meluangkan waktu untuk
memberikan arahan dan perbaikan- perbaikan sejak awal hingga penyelesaian hasil
penelitian ini.
Secara khusus dengan hati yang tulus penghargaan, rasa patuh dan
terima kasih yang tak terhingga penulis persembahkan kepada Ayahanda Sukidi,
S.Pd dan Ibunda Supriati, S.Pd tercinta sebagai tanda bakti atas doa restu,
iii
Fajar Juniarto dan Muh. Teguh Suprayogi, kepada kakak sepupuku Jamdia dan
S u p r i a d i n serta seluruh keluarga tercinta terima kasih atas doa dan motivasinya
1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zamrun F., S.Si., M.Si., M.Sc. selaku
2. Bapak Analuddin, S.Si., M.Si., M.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Matematika
3. Bapak Dr. La Ode Ahmad, S.Si., M.Si., Ph.D. selaku Ketua Jurusan
4. Ibu Desy Kurniawati, S.Si., M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Kimia FMIPA
6. Ibu Prof. Dr. Hj. Maulidiyah, M.Si.., Desy Kurniawati, S.Si., M.Si. dan Dr. Hj.
Mashuni, S.Si., M.Si. selaku Dewan Penguji yang telah banyak memberikan ide,
kritik dan saran yang membangun bagi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.
7. Bapak Prof. Dr. H. Muh. Nurdin, M.Sc., Dr. Hj. Maulidiyah, M.Si. dan Dr. La
Ode Ahmad, S.Si., M.Si., Ph.D. yang telah memberikan kesempatan kepada
Tangerang Selatan.
8. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Kimia yang telah banyak memberikan ilmu
iv
9. Serta seluruh staf di lingkungan FMIPA UHO atas segala fasilitas dan pelayanan
10. Staf Laboratorium Koica ; Pak Mury dan ibu Feni yang telah membagi
ilmu dan bantuannya atas kelancaran penelitian penulis serta izin kepada
11. Staf Peneliti di lingkungan LIPI-Kimia; Ibu Prof. Yanni, Pak Haznan,
Pak Joko, Ibu Ajeng, Ibu Irni, Kak Yus dan Kak Sesha atas saran,
12. D’Lopc sahabat-sahabatku dari SD dan SMP hingga sekarang: Ummy, Iyat,
Eka dan Sary yang selalu ada setiap saat dan tak henti-hentinya menyemangati
13. Sahabat-sahabatku di rumah : Aliffiyani dan Anis atas bantuan, doa dan
Egawati, Wahyuni H., dan Lora Octavia yang senantiasa menyemangati dan
Kuen, Al Putri Wulandari, Fitri Handayani Hamid dan Irnawati yang senantiasa
16. Saudara-saudariku Angkatan 2014: Widi, Desti, Nisma, Niar, Salsa, Dila, Fafa,
Fian, Muni, Nursin, Fitri, Fitriana, Eva, Apriani, Ari, Novi, Sartina, Resky, Takdir,
Imron, Asep, Trisna, Ramadhan, Zainal, Maryam, Eka, Adiba, Jihan, Tiwi, Linda,
Azizah, Mispa, Amal, Anggi, Diman, Indri, Into, Noval, Mardan, Vivi, Nofia,
v
Owink, Ramliana, Reni, Anti, Valen, Wahyu, Yaya, Alisa, As, Dwi, Ningsih, Rita,
17. Senior-senior terbaik : Kak Rahmat, Kak Hikmawati, Kak Ani, Kak Yoga, Kak
Herlin, Kak Salim, Kak Sarjuna, dan Kak Irwan terimakasih atas ilmunya.
18. Adik-adikku tercinta : Salma, Wilda, Ayu, Dwi, Grace dan Mian atas bantuan
dan doanya.
19. Rekan-rekan penelitian di Lipi-Kimia: Sunu, Fitri, Soleh, Kak Karin, Kak
Audila, Kak Intan, Kak Nur, Gita dan atas suka duka, cerita, pengalaman,
20. Rekan-rekan Seperjuangan : Hadijah, Asriani, Ervi dan Idhal atas suka duka,
21. Partner suka dan duka : Makmur Sahid atas semangat dan dukungannya di
segala situasi.
22. Rekan-rekan mahasiswa kimia angkatan 2011, 2012, 2014, 2015, 2016 dan
2017 yang namanya tidak dapat penulis tuliskan satu-persatu atas bantuannya
selama ini.
Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik. Akhir kata penulis
berharap semoga khasanah ilmu yang terungkap dalam hasil penelitian ini
Penulis
vi
PRODUKSI BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
MENGGUNAKAN METODE SSCF (SIMULTANEOUS SACCARIFICATION
AND CO-FERMENTATION) DAN OKSIGEN TERKENDALI
Oleh
RETNO CAHYANINGRUM
F1C114092
INTISARI
Kata kunci : Bioetanol, Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), Fermentasi, Ko-
kultur, Oksigen Terkendali, SSCF, fermentor, Oksigen Terkendali,
Saccharomyces cerevisiae, Scheffersomyces stipitis.
vii
PRODUCTION OF BIOETANOL FROM PALM OIL EMPTY FRUIT
BRUCH USING SSCF (SIMULTANEOUS SACCARIFICATION AND CO-
FERMENTATION) AND CONTROLLED OXYGEN METHODS
By :
RETNO CAHYANINGRUM
F1C114092
ABSTRACT
Research on Bioethanol Production from Oil Palm Empty Bunches Using SSCF
(Simultaneous Saccarification and Co-Fermentation) and Controlled Oxygen
Methods has been conducted. This study aims to determine the optimum H2SO4
concentration for using in the acid pretreatment, the effect of 2-stage pretreatment
and the ethanol content produced through the SSCF and Oxygen Controlled methods.
H2SO4 concentration optimization was done by using three types of concentration
that was H2SO4 6%, H2SO4 8%, and H2SO4 10%. The optimum concentration was
used in the acid pretreatment and the residue was dried and then continued with the
bases pretreatment using 10% NaOH in the bench scale CHEMEX reactor at a
temperature of 150 oC for 30 minutes. The hydrolysis and fermentation process in
this study used the SSCF method in co-culture and controlled oxygen using a
fermentor. The results showed that H2SO4 6% was the best concentration to be used
because it produced 15.69% cellulose, 2.47% hemicellulose and 45.43% lignin in the
residue and glucose 0.56 g / L, xylose 39.70 g / L and 2.73 g / L acetate compounds
on the filtrate. The initial 2-stage pretreatment increased the cellulose content to
30.65% and lowered the lignin level to 17.40%. The highest bioethanol in 48-hour
co-culture fermentation was 42.42 g / L.
Keywords: Bioethanol, Oil Palm Empty Fruit Bunch (OPEFB), Fermentation, Co-
culture, Controlled Oxygen, SSCF, Fermentor, Controlled Oxygen,
Saccharomyces cerevisiae, Scheffersomyces stipitis.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
INTISARI vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMBANG xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penelitian 5
D. Manfaat penelitian 6
II. TINJAUAN PUSTAKA 7
A. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) 7
B. Lignoselulosa 8
C. Bioetanol 12
D. Analisis 23
III. METODOLOGI PENELITIAN 26
A. Waktu dan Tempat Penelitian 26
B. Alat dan Bahan 26
C. Prosedur Kerja 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 37
A. Karakteristik Kimia TKKS Sebelum Perlakuan Awal 37
B. Optimasi Konsetrasi pada Perlakuan Awal Asam 38
C. Perlakuan Awal Dua Tahap (Asam dan Basa) 44
D. Fermentasi 48
ix
V. PENUTUP 57
A. Kesimpulan 57
B. Saran 57
DAFTAR PUSTAKA 58
LAMPIRAN 64
x
DAFTAR TABEL
Halaman
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 13. Diagram Kandungan Residu TKKS Hasil Perlakuan Awal Asam 39
Gambar 14. Diagram Kandungan Filtrat TKKS Hasil Perlakuan Awal Asam 40
Gambar 15. Reaksi Hidrolisis Asam dengan Selulosa (Ramos, 2003) (1) 41
arabinosa; (2) xilosa; (3) asetil xilogomer; (4) xyloligomer; (5)
oligosakarida; (6) glukosa; (7) selubiosa; (8) seloligomer.
xii
Gambar 18. Pembentukan Furfural dan Hidroksimetilfurfural dari 44
Monosakarida dalam Medium Asan
xiii
DAFTAR LAMBANG
Lambang/Singkatan Arti/Keterangan
% Persen
µm Mikrometer
µL Mikro liter
mm milimeter
o
Derajat
C Celcius
pH Power of Hydrogen
National Renewable Energy
NREL
laboratory
TKKS Tandan Kosong Kelapa Sawit
Simultaneous Saccarification and Co-
SSCF
Fermentation
UV-VIS Ultraviolete-Visible
High Performance Liquid
HPLC
Chromatography
NaOH Natrium Hidroksida
H2SO4 Asam Sulfat
PDA Potato Dextrose Agar
YEPX Yeast Extract Pepton Xilosa
YPMX Yeast Pepton Malt Xilosa
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Prosedur Penelitian 64
Lampiran 2. Perhitungan Kadar Abu, Lignin, Selulosa dan Hemisekulosa 76
Lampiran 3. Tabel Hasil perhitungan Lignin A2.1-C2.3 79
Lampiran 4. Tabel Hasil perhitungan Lignin R1-B3 80
Lampiran 5. Tabel Hasil perhitungan Selulosa dan Hemiselulosa A2.1- 81
C2.3
Lampiran 6. Tabel Hasil perhitungan Selulosa dan Hemiselulosa R1-B3 82
Lampiran 7. Perhitungan Kadar Glukosa, Xilosa dan Asetat Pada Filtrat 83
Lampiran 8. Tabel Hasil perhitungan Glukosa dan Xilosa pada filtrat hasil 84
perlakuan awal asam
Lampiran 9. Perhitungan Kadar Asam Asetat pada Filtrat Perlakuan Awal 85
Asam
Lampiran 10. Tabel Perhitungan Konsentrasi Asam Asetat pada Filtrat 86
Perlakuan Awal Asam
Lampiran 11. Perhitungan Kadar Glukosa, Xilosa dan Etanol pada Hasil 87
Fermentasi
Lampiran 12. Tabel Perhitungan Glukosa, Xilosa dan Etanol Hasil 89
Fermentasi
Lampiran 13. Dokumentasi Penelitian 90
xv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
tahun ke tahun, salah satunya ialah minyak bumi. Pada tahun 2008 produksi minyak
bumi mengalami penurunan signifikan (8%) menjadi sebesar 357 juta barel,
dibandingkan produksi pada tahun 2005 sebesar 386 juta barel. Pada tahun 2013
produksi kembali turun (16%) dibanding tahun 2008 menjadi sebesar 300 juta barel.
Sampai saat ini sumber energi utama umat manusia diperoleh dari bahan bakar
fosil yang tidak dapat diperbaharui sehingga kemungkinan suatu saat persediaannya
akan habis. Selain itu, bahan bakar fosil menghasilkan emisi CO 2 yang
mengakibatkan gas rumah kaca yang konstribusinya paling besar dalam pemanasan
global (Aprilia dkk., 2018). Masalah ini dapat ditangani dengan adanya suatu sumber
energi baru dan terbarukan yang dapat digunakan sebagai bahan alternatif pengganti
bahan bakar fosil yang dikenal sebagai biofuel. Biofuel dapat didefinisikan sebagai
bahan bakar yang berasal dari biomassa (Assadad dkk., 2010) dan menghasilkan gas
CO2 relatif sedikit (Sivakumar dkk., 2010) sehingga lebih ramah lingkungan. Ada 2
jenis produk komersial biofuel yang cukup populer dikembangkan yaitu biodiesel
dan bioetanol.
Biodiesel (Fatty Acid Methyl EsterI) terbuat dari minyak nabati melalui proses
1
2
untuk jenis kendaraan truk dan bus, sedangkan kendaraan yang digunakan secara
bensin sebagai bahan bakarnya. Salah satu solusi untuk mengurangi penggunaan
bahan bakar untuk kendaraan yang tidak bermesin diesel adalah bioetanol.
oksigen yang tinggi sebesar 35%, yang dapat mengurangi partikulat dari proses
menggunakan mikroba seperti ragi atau bakteri. Mikroba ini akan mengubah
monomer gula (glukosa dan xilosa) menjadi alkohol. Berdasarkan bahan baku yang
dipakai bioetanol dibagi menjadi bioetanol generasi pertama (G1), generasi kedua
sering digunakan dan dikembangkan sebab bahan baku ini tidak berkompetisi dengan
(Aiman, 2014). Biomassa limbah agroindustri juga dapat digunakan sebagai bahan
baku bioetanol karena mengandung selulosa dan hemiselulosa. Salah satu limbah
agroindustri yang dapat digunakan sebagai bahan baku bioetanol adalah tandan
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan limbah dari buah sawit
setelah buahnya diambil. Limbah TKKS seluruh Indonesia pada tahun 2010
diperkirakan jumlahnya mencapai 64.000 juta ton. Setiap hektar tanaman kelapa
3
sawit diperkirakan mampu menghasilkan 100 ton limbah TKKS. Setiap pengolahan 1
ton tandan buah segar dihasilkan sebanyak 22-23% TKKS sebanding dengan 220-
Proses produksi bioetanol dari TKKS secara garis besar dapat dikelompokkan
menjadi beberapa tahap. Tahap pertama yaitu perlakuan awal TKKS, tahap kedua
yaitu sakarifikasi (hidrolisis pati) dan tahap ketiga yaitu fermentasi (Muryanto dkk.,
2016). Pada proses perlakuan awal terhadap TKKS dilakukan dengan 2 tahap yaitu
pretreatment asam yang dilanjutkan dengan perlakuan awal basa. Perlakuan awal
TKKS, sehingga menghasilkan filtrat yang kaya akan xilosa dan residu berupa
selulosa dan lignin. Sisa fraksi lignin dalam residu selulosa dari proses pelarutan
reaksi hidrolisis (Hamid, 2014). Kedua hasil perlakuan awal tersebut (filtrat xilosa
dikembangkan seperti yang dilakukan oleh Ningsih dkk. (2012); Usmana dkk.
(2012); serta Nasruddin (2013) yang membuat bioetanol dari TKKS dengan
satu jenis substrat yang dimanfaatkan yaitu glukosa. Sementara lignoselulosa TKKS
selain glukosa, juga mengandung xilosa. Menurut Badger (2002) 1 ton TKKS dapat
menghasilkan 151 L etanol dari glukosa dan 76 L etanol dari xilosa. Sehingga bila
kedua substrat dimanfaatkan, kita dapat memperoleh 227 L etanol dari 1 ton TKKS.
substrat (glukosa dan xilosa) seperti yang dilakukan oleh Karagoz dan Melek (2014),
Scheffercomyces stipitis untuk memproduksi etanol dari jerami gandum. Kedua jenis
mikroba tersebut, dikombinasikan dengan tujuan agar tidak hanya monomer glukosa
dari selulosa yang dapat diubah menjadi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae,
monomer xilosa dari hemiselulosa juga dapat diubah menjadi etanol oleh
ko-kultur bebas namun etanol yang dihasilkan masih relatif rendah hal ini disebabkan
dan Nhung, 2012). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan
B. Rumusan Masalah
selulosa, hemiselulosa dan lignin serta furfural dan asetat yang merupakan hasil
selulosa, hemiselulosa dan lignin pada tandan kosong kelapa sawit (TKKS)?
C. Tujuan Penelitian
xilosa, selulosa, hemiselulosa dan lignin serta furfural dan asetat yang merupakan
hasil perlakuan awal asam pada tandan kosong kelapa sawit (TKKS).
perolehan selulosa, hemiselulosa dan lignin pada tandan kosong kelapa sawit
(TKKS).
bioetanol.
6
D. Manfaat Penelitian
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan limbah dari buah sawit
setelah buahnya dirontohkan. Setiap satu ton Tandan Buah Segar (TBS) yang
TKKS 0,23 ton. Berat kering TKKS adalah sekitar 8% dari berat tandan buah segar
Bahan lignoselulosa ini mempunyai tiga komponen utama polimer alam yaitu
lignin, hemiselulosa dan selulosa yang saling berikatan membentuk satu kesatuan
yang utuh. Selulosa dan hemiselulosa yang diperoleh dari proses perlakuan awal baik
secara fisika, kimia maupun biologi dapat dikonversi menjadi bioetanol generasi dua
(G2) yang kini kian intensif dikembangkan di berbagai negara, termasuk di Indonesia
7
8
B. Lignoselulosa
Lignoselulosa adalah senyawa yang ditemukan dalam sel tanaman yang terdiri
dan lignin. Sel tanaman mengandung sekitar 40-50% selulosa, 20-30% hemiselulosa
dan 20-30% lignin (Susanti dan Fidia, 2017). Selulosa secara alami diikat oleh
hemiselulosa dan dilindungi oleh lignin (Gambar 2). Adanya senyawa pengikat
1. Lignin
Lignin adalah molekul kompleks yang tersusun dari unit phenylphropane yang
terikat di dalam struktur tiga dimensi. Struktur lignin terdiri dari monomer-monomer
p-coumaryl alkohol, coniferyl alkohol dan sinapyl alkohol yang dihubungkan dengan
ikatan silang membentuk polimer lignin (Gambar 3). Lignin adalah material yang
paling kuat di dalam biomassa. Lignin sangat resisten terhadap degradasi, baik secara
biologi, enzimatis, maupun kimia. Karena kandungan karbon yang relatif tinggi
2001). Lignin merupakan kelas polimer organik kompleks. Lignin mengisi ruang-
ruang di dinding sel antara selulosa, hemiselulosa dan komponen pektin, terutama
pada trakeid xylem dan sel sklereid. Lignin berikatan secara kovalen dengan
menyumbang sifat kaku dan tidak mudah busuk (Susanti dan Fidia, 2017).
2. Holoselulosa
selulosa
a. Hemiselulosa
merupakan bagian dari karbohidrat. Hemiselulosa tersusun oleh gula bercincin lima
seperti C5H10O5 yang disebut pentosa atau gula bercincin 6 seperti C6H12O6 yang
10
disebut hexosa. Zat-zat ini berfungsi sebagai bahan bangunan dinding-dinding sel
derajat polimerisasi rendah dan mudah larut dalam basa tetapi susah larut dalam
menghasilkan xilosa sebagai substansi gula, furfural dan xylitol (Suharto, 2017).
b. Selulosa
Bahan dasar selulosa ialah glukosa, gula bercincin enam dengan rumus kimia
panjang dan membentuk rantai selulosa. Selulosa merupakan bahan dasar yang
penting bagi industri-industri yang memakai selulosa sebagai bahan baku, misalnya
Selulosa merupakan polimer linier dengan berat molekul tinggi yang tersusun
selulosa dapat dinyatakan sebagai polimer linier glukan dengan struktur rantai yang
seragam. Unit-unit terikat dengan ikatan glikosidik 𝛽-1,4 (Fengel dan Gerd, 1995).
Selulosa dalam biomassa hadir dalam bentuk kristal dan amorf ditemukan
dalam struktur berserat yang terorganisasi. Polimer selulosa rantai panjang terdiri
dari subunit D-glukosa yang dihubungkan bersama oleh 𝛽-1,4 ikatan glikosidik.
Polimer linier ini dihubungkan bersama oleh ikatan inter dan intramolekul yang
planar dan dibundel menjadi mikrofibril (Gambar 5). Oleh karena itu, selulosa tidak
larut dalam air karena gugus hidroksil dalam rantai gula terikat satu sama lain,
dan Van Der Waals untuk mengganggu aksesibilitas hidrolisis untuk sintesis
12
dapat dengan mudah dijangkau oleh pelarut, reaktan, dan bahan kimia. Oleh karena
C. Bioetanol
Bioetanol merupakan salah satu biofuel yang hadir sebagai bahan bakar
diproduksi melalui proses fermentasi bahan baku hayati. Etanol atau etil alkohol
mudah terbakar, larut dalam air, tidak karsinogenik dan apabila terjadi pencemaran
tidak memberikan dampak lingkungan yang signifikan (Novia dkk., 2011). Proses
produksi bioetanol secara garis besar melalui 3 tahap yaitu perlakuan awal, hidrolisis
dan fermentasi.
meningkatkan proses hidrolisis enzimatik dan menentukan jumlah gula yang dapat
13
awal adalah membuka struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih mudah
diakses oleh enzim yang memecah polimer sakarida menjadi monomer gula.
Perlakuan awal menyediakan akses yang lebih mudah untuk enzim sehingga akan
mengalami peningkatan hasil glukosa dan xilosa (Ni’mah dkk., 2016). Secara
biologi, kimia dan gabungan antara dua atau tiga pengolahan. Pengolahan awal
dalam uap air bertekanan tinggi atau penghancuran secara mekanis. Pengolahan
secara biologis dilakukan dengan memanfaatkan berbagai jenis jamur dan bakteri.
Pengolahan secara kimiawi adalah yang paling banyak dilakukan dan paling
liquid, asam dan basa (Aiman, 2014). Gambar 7 memperlihatkan bagian selektif
perlakuan awal asam dan perlakuan awal basa. Perlakuan awal asam bertujuan untuk
(TKKS). Reaksi antara bahan asam dan lignoselulosa akan mengganggu ikatan
kovalen, ikatan hidrogen dan gaya van der Waals yang menyebabkan hemiselulosa
(Burhani dkk., 2017). Suhu tinggi dalam perlakuan asam encer melunakkan lignin di
sekitar serat hemiselulosa dan menyebabkan penetrasi asam yang mudah untuk
menghidrolisis xilan amorf untuk membentuk xilosa. Namun, kondisi perlakuan awal
ini tidak cukup efektif untuk menghidrolisis struktur kristal selulosa yang tetap dalam
fraksi padat. Hal ini dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Chong dkk
konsentrasi glukosa rendah pada setiap konsentrasi asam yang berbeda. Kehadiran
15
Perlakuan awal ini mampu menurunkan beberapa lignin yang terikat pada
menghancurkan DNA dan menghambat sintesis protein dan RNA. Selain furfural,
asam asetat juga terdeteksi pada filtrat hasil perlakuan awal menggunakan asam
tidak dapat larut oleh asam, namun lignin dapat larut dalam basa. Dianjurkan untuk
melakukan perlakuan awal basa setelah perlakuan awal asam untuk menghilangkan
Sisa fraksi padat dari perlakuan awal asam dilanjutkan dengan perlakuan awal
alkali (basa) untuk mendapatkan selulosa dan lignin. Perlakuan awal Basa umumnya
16
digunakan untuk delignifikasi biomassa dalam kondisi operasi ringan dan untuk
Chul, 2013). Proses perlakuan awal kimia dengan alkali bertujuan untuk mengurangi
kandungan lignin, senyawa grup asetil dan melarutkan sedikit hemiselulosa. Proses
(swelling) pada struktur selulosa (Muryanto dkk., 2016). Perlakuan awal basa dapat
pada biomassa akan mengalami proses penguraian dengan proses NaOH perlakuan
awal, tetapi tidak terjadi pada kandungan selulosanya. Perlakuan awal Alkali dapat
dkk., 2012).
larut, dan selanjutnya dilepaskan dan terlarut dalam lindi hitam. Reaksi mekanisme
dalam proses ini melibatkan pemutusan ikatan ester ikatan silang lignin dan xilan
yang terjadi melalui solvasi dan saponifikasi. Reaksi antara basa juga menyebabkan
penghilangan asetil dan asam uronat lainnya. Ini meningkatkan peluang untuk
2. Hidrolisis
untuk memecahkan ikatan kimia dari substansinya (Arianie dan Nora, 2011). Secara
garis besar ada 3 jenis hirolisis yaitu hidrolisis kimiawi, hidrolisis fermentatif dan
tinggi sehingga memerlukan energi yang besar disamping sifatnya yang kurang
17
memerlukan cukup energi untuk proses pemekatan jika akan dilakukan proses
cukup tinggi (Anwar dkk., 2010). Enzim selulase merupakan enzim yang sering
enzimatik.
Mekanisme hidrolisis selulosa yang telah banyak dikaji dan paling banyak
diakses dari rantai selulosa secara acak untuk menghasilkan rantai baru.
selobiase, tetrasakarida atau glukosa. Dua jenis selobiohidrolase CBHI dan CBHII
bekerja pada sisi yang berlawanan pada rantai selulosa. Sedangkan β-glukosida
mengurangi inhibisi oleh selobiase. Setelah proses adsorpsi awal enzim pada
permukaan padatan selulosa, hidrolisis yang terjadi pada substrat padat melepaskan
gula ke dalam fase cair dibantu endoselulase dan eksoglukanase. Tahap penentu laju
Gambar 8. Skema hidrolisis enzimatik oleh enzim selulase (Susilo dkk., 2017)
3. Fermentasi
substrat oleh enzim dari mikroba menjadi produk baru. Mikroba terdiri atas bakteri,
khamir (yeast) dan jamur (mold) (Suharto, 2017). Proses fermentasi menyebabkan
metode yang berbeda yaitu hidrolisis fermentasi terpisah (Separate Hydrolisis and
hidrolisis dan fermentasi selulosa dijalankan pada unit terpisah. SHF menghasilkan
hidrolisat biomassa atau larutan gula setelah proses hidrolisis. Selanjutnya, larutan
gula difermentasi pada tangki yang berbeda. Sedangkan SSF merupakan metode di
mana biomassa hasil perlakuan awal ditempatkan pada unit hidrolisis dan fermentasi
adalah proses yang mirip dengan SSF namun pada SSCF fermentasi hexosa dan
pentosa terjadi dalam satu langkah. SSCF menawarkan potensi untuk pengolahan
lebih efisien dan biaya modal yang lebih rendah dan mengurangi penghambatan
hidrolisis oleh xilosa (Zhang dan Lee, 2010). Proses fermentasi hanya dapat
Pachysolen tannophilus dapat mengkonversi xilosa menjadi bioetanol (Fu dan Peiris,
2008).
20
gliserol, 2,3-butanadiol, dan asetat yang jumlahnya lebih kecil dari bioetanol.
Gambar 10. Jalur fermentasi xilosa oleh Scheffersomyces stipitis (Ida, 2009)
melalui jalur metabolisme pentosa fosfat (xylulosa-5-P) (Ida, 2009). Glukosa dan
stipitis untuk konversi xilosa (Karagoz dan Melek, 2014). Ko-kultur sendiri
4. Scheffersomyces stipitis
stipitis termasuk dalam grup yeast yang diisolasi dari kayu yang membusuk dan dari
untuk memfermentasi berbagai macam gula yang ada dalam lignoselulosa hidrolisat,
termasuk selobiosa, heksosa dan pentosa menjadi etanol. Secara khusus, organisme
ini mampu memfermentasi xilosa menjadi etanol lebih efisien daripada ragi alami
5. Saccharomycess cereviseae
jenis ragi. Saccharomyces berasal dari Bahasa Latin yang berarti gula jamur.
untuk produksi etanol karena mempunyai toleransi yang tinggi terhadap alkohol, laju
fermentasi yang cepat, dan menghasilkan yield etanol yang tinggi. Selain itu
mikroorganisme ini mudah diperoleh, cepat berkembang biak, tahan terhadap suhu
tumbuh baik pada suhu 30ᵒC dan pH 4.8. Pertumbuhan Saccharomyces dipengaruhi
oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai sumber karbon, unsur N yang
diperoleh dari penambahan urea, ZA, ammonium, dan pepton, mineral, dan vitamin
D. Analisis
Kinerja Tinggi. Prinsip kerja HPLC adalah pemisahan dengan menggunakan teknik
cuplikan (sampel) antara fasa bergerak dan fasa diam. Berdasarkan sifat-sifat dari
kedua fasa tersebut, maka kromatografi dapat dibedakan menjadi 5 sistem yaitu
sistem kromatografi padat-padat, cair-padat, cair-cair, gas padat dan gas-cair. Pada
HPLC sistem kromatografi yang digunakan adalah cair-padat, fasa bergerak (mobile
phase) berupa cairan yaitu pelarut dan fasa diam (stationer phase) berupa padatan
yaitu adsorban yang terdapat dalam kolom analitik (Murningsih dan Chairul, 2000).
cairan menembus pori-pori padatan fasa diam dan mengelusi solut dan mengalir
menuju detektor. Fasa diam biasanya dalam bentuk partikel berdiameter sangat kecil
5-10 mm secara seragam dikemas ke dalam tabung berbentuk silinder. Untuk fase
gerak HPLC jarang digunakan pelarut tunggal tetapi lazim digunakan sistem pelarut
yang terdiri dari beberapa jenis pelarut yang dimodifikasi kepolarannya (Rubiyanto,
2017).
2. Spektrofotometer UV-Vis
sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal dapat pula dilakukan (Day
panjang gelombang dan fotometri adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
25
energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan
sinar tampak untuk ultraviolet dengan suatu molekul yang dapat menyebabkan
terjadinya eksitasi molekul dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih
Hukum Lambert Beer’s dikembangkan pada tahun 1852 oleh J. Beer dan
Keterangan:
Hubungan I0/It akan lebih cepat dipahami dengan melihat kebalikan dari
perbandingan tersebut yakni I0/It sebagai transmisi (T) dari larutan. Log (I0/It)
1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi, botol schott
100 mL dan 1000 mL, cawan petri, kain kasa, gelas piala 100 mL, gelas ukur 100
mL, pipet volume 50 mL, erlenmeyer 100 mL, erlenmeyer 500 mL, pipet ukur 10
mL, pipet tetes, autosampler vial HPLC, cawan porselin, desikator, autoklaf, pompa
vakum, corong buchner, spatula, magnetic stirrer, neraca analitik, hot plate, oven,
moisture content, hydrolic press, CHEMEX reactor bench scale, kawat ose, bunsen,
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tandan Kosong Kelapa
Sawit (TKS) ukuran ~30 mesh, H2SO4 72%, H2SO4 4%, H2SO4 6%, H2SO4 8%,
H2SO4 10% akuades, xilosa p.a, glukosa p.a, CaCO3 p.a, NaOH teknis, NaOH p.a,
furfural p.a, CH3COOH 30%, yeast extract p.a, bacto agar p.a, pepton p.a, malt
26
27
extract p.a, potato dextrose agar p.a, KH2PO4 p.a, MgSO4.7H2O, p.a (NH4)2SO4 p.a,
C. Prosedur Kerja
TKS dengan ukuran ~30 mesh dicampurkan dengan H2SO4 6%, H2SO4 8% dan
H2SO4 10% dengan perbandingan 1:3 (Burhani dkk., 2017) yaitu 20 g TKS dan 60
untuk proses perlakuan awal dengan kondisi suhu 115oC selama 45 menit. Setelah 45
menit, sampel didiamkan hingga sama dengan suhu ruangan lalu disaring dengan
kain kasa, filtrat yang kaya akan xilosa ditampung di dalam botol untuk analisis
kandungan (furfural, asam asetat, xilosa, glukosa) dan endapan (TKS treated acid)
dicuci dengan air hingga netral (pH= 7). Setelah netral, endapan dikeringkan hingga
kadar air <10% dan selanjutnya dilakukan analisis komponen untuk mengetahui
perbandingan 1:3 (Burhani dkk., 2017) yaitu 120 g TKS dan 360 mL H2SO4 di
dalam botol schott 1000 mL lalu dimasukkan ke dalam autoklaf untuk proses
perlakuan awal dengan kondisi suhu 115oC selama 45 menit. Setelah 45 menit,
28
sampel didiamkan hingga sama dengan suhu ruangan lalu disaring dengan kain kasa,
filtrat yang kaya akan xilosa ditampung di dalam botol untuk analisis kandungan
(furfural, asam asetat, xilosa, glukosa) dan untuk substrat pembuatan bioetanol.
Endapan (TKS treated acid) dicuci dengan air hingga netral (pH= 7) lalu dipress
dengan mesin hidrolic press. Setelah netral, endapan dikeringkan hingga kadar air
selulosa, hemiselulosa dan lignin yang kemudian dilanjutkan dengan perlakuan awal
basa.
TKS treated acid atau TKS hasil perlakuan awal asam ditimbang sebanyak
CHEMEX reactor bench scale pada suhu 150 oC dan waktu 30 menit dengan
menggunakan larutan NaOH 10%. Setelah 30 menit, endapan dicuci dengan air
hingga netral (pH=7) lalu dipress dengan mesin hydrolic press lalu dikeringkan
hingga kadar air <10% dan selanjutnya dilakukan analisa komponen lignin, selulosa
2011).
dkk., 2013)
agar miring YEPXA (yeast extract, pepton, xilosa dan bacto agar) ialah 10 g/L, 20
g/L, 20 g/L dan 30 g/L. Media agar miring tersebut dibuat dengan cara menimbang
29
dengan 100 mL akuades dan diaduk sambil dipanaskan sampai semua bahan larut.
Medium dimasukkan ke dalam rabung reaksi lalu disterilkan dengan autoklaf selama
15 menit pada suhu 121 oC. Medium yang telah steril didinginkan dengan cara
tabung dimiringkan. Lampu UV dan blower laminar air flow dinyalakan selama ±20
menit sebelum digunakan. Sebanyak 1 ose Scheffersomyces stipitis dari media stock
kultur diinokulasikan pada media agar miring YEPXA steril, kemudian diinkubasi
4. Propagasi Scheffersomyces stipitis pada Media Cair YPMX (Bari dkk., 2013)
Komposisi media cair YPMX (yeast extract, pepton, malt extract, xilosa dan
glukosa) yaitu 3 g/L, 5 g/L, 3 g/L, 50 g/L dan 5 g/L. Medium dibuat dengan cara
menimbang 0,3 g yeast extract, 0,5 g pepton, 5 g xilosa, 0,5 g glukosa dan dilarutkan
dengan akuades sampai 100 mL serta diatur derajat keasaman dengan buffer sitrat
pada kondisi ph 5,5. Media tersebut disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu
121 oC selama ±15 menit. Ujung ose digoreskan pada biakan Scheffersomyces stipitis
dalam agar miring berumur ±72 jam dan dicelupkan pada medium cair YEPMX
steril pada ph 5,5 kemudian diinkubasikan pada suhu 30 oC dan agitasi dengan rotary
shaker pada 100 rpm selama 48 jam. Selanjutnya setelah 48 jam sampel biakan
dkk., 2014)
(PDA). Komposisi media agar miring PDA ialah PDA, 40 g/L dan agar 1 g/L. Media
agar miring tersebut dibuat dengan cara menimbang 4 g PDA dan 2 g bacto agar,
kemudian dilarutkan dalam 100 mL akuades dan diaduk sambil dipanaskan sampai
semua bahan larut. Medium dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu disterilisasi
dengan autoklaf pada 121 oC selama 15 menit. Medium yang telah steril didinginkan
dengan cara tabung dimiringkan. Lampu UV dan blower laminar air flow
dinyalakan selama ±20 menit sebelum digunakan. Sebanyak 1 Ujung ose biakan
dibuat secara zig-zag. Setelah itu diinokulasi pada media agar miring PDA,
dkk., 2013)
g/L, pepton 20 g/L dan glukosa 20 g/L. Medium dibuat dengan cara menimbang 1 g
yeast extract, 2 g pepton, 2 g glukosa dan dilarutkan dalam akuades sampai 200 mL,
diatur derajat keasamannya dengan dengan buffer sitrat pada kondisi pH 5,5. Media
tersebut disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121 oC selama ±15 menit.
Ujung ose digoreskan pada biakan Saccharomyces cereviceae dalam agar miring
PDA berumur ±72 jam dan dicelupkan pada medium cair steril pH 5,5, kemudian
diinkubasikan pada suhu 30 oC dan diagitasi dengan rotary shaker pada 100 rpm
31
7. Analisis Kadar Selulosa dan Hemiselulosa dengan HPLC (Sluiter dkk., 2011)
diameternya kurang dari 1 mm dan kadar air kurang dari 10%, ditimbang sebanyak
0,3 g (Ws) ke dalam tabung reaksi, ditambahkan dengan H2SO4 72%, dan
o
dihidrolisis selama 2 jam pada suhu 20 C sambil dihomogenkan dengan
botol schott 100 mL yang berisi 42 mL akuades dan tabung reaksi dibilas dengan
Sampel dihidrolisis lagi di dalam autoklaf selama 60 menit dengan suhu 121 oC.
Setelah itu, sampel didinginkan hingga suhu kamar, disaring dengan penyaring
buchner dan kertas saring 0,45 µm. Filtratnya ditampung dan dinetralkan dengan
pori 0,2 µm menggunakan syringe ke dalam autosampler vial HPLC. Filtrat tersebur
HPX 87H (300 × 7,8 mm) pada suhu 65 oC dengan fasa gerak 5 mM H2SO4 dan laju
alir sebesar 0,6 mL min-2 serta detektor refractory index (waters 2414 T: 40 oC).
Kadar selulosa dan hemiselulosa dapat diketahui dengan persamaan di bawah ini.
CGS = ………………………………………………………………….(2)
Keterangan :
CGS : Konsentrasi Glukosa
HS : Tinggi puncak sampel
Hstd : Tinggi puncak standar
CstdG : Konsentrasi Standar Glukosa
WS : Berat sampel kering
CXS = …………………………………………………………………..(5)
Keterangan :
CXS : Konsentrasi Xilosa
HS : Tinggi puncak sampel
Hstd : Tinggi puncak standar
CstdX : Konsentrasi Standar Xilosa
WS : Berat sampel kering
sama dengan analisis kadar selulosa dan hemiselulosa sampai tahap pendinginan
pada suhu ruang. Selanjutnya ditimbang kertas saring yang berukuran 0,45 µm (Wk).
Setelah itu sampel disaring menggunakan sistem penyaring vakum dan kertas saring
yang telah ditimbang. Endapan akan tertahan di kertas saring. Kertas saring dan
endapannya dikeringkan dan ditimbang beratnya (Wks). Lalu kertas saring dan
endapan yang telah dikeringkan diabukan pada tanur dengan suhu 575 oC selama 3
jam, kemudian ditimbang berat abunya (A). Filtrat hasil penyaringan diambil
sebanyak 0,15 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi H2SO4 4%.
33
gelombang 205 nm dengan blanko 4% H 2SO4. Untuk menghitung kadar lignin yang
%AIL = ......................................................................................(8)
( ⁄ ) ( ⁄ )
%ASL = ..................................................................(9)
Keterangan :
%AIL : Acid Insoluble Lignin (Lignin yang tidak larut dalam asam)
%ASL : Acid Soluble Lignin (Lignin yang larut dalam asam)
WKS : Berat kertas saring dan sampel setelah dikeringkan
WK : Berat kertas saring
A : Berat Abu
Abs : Absorbansi
df : Faktor Pengenceran
WS : Berat sampel kering (tanpa kadar air)
glukosa, xilosa dan etanol dibuat untuk pembuatan kurva standar HPLC. Larutan
induk glukosa dibuat dengan melarutkan 0,1 g glukosa dan 0,1 g xilosa ke dalam
akuades sebanyak 3 mL. Kemudian larutan induk tersebut dilakukan empat kali
pengenceran hingga diperoleh larutan glukosa dengan konsentrasi 0,07; 0,17; 0,43
mL dengan syringe filter dan filtrat ditampung di dalam autosampler vial HPLC.
Langkah yang sama juga dilakukan untuk membuat larutan standar xilosa anhidrat
34
dengan deret konsentrasi standar sama yaitu 0,07; 0,17; 0,43 dan 0,74 % dan etanol
dengan deret konsentrasi standar 0,50; 1,15; 3,11 dan 4,96% dengan perlakuan yang
sama. Setelah itu dilakukan analisis menggunakan HPLC dengan kolom Aminex
HPX 87H (300 7,8 mm) pada suhu 65 oC dengan fasa gerak 5 mM H2SO4 dan laju
alir sebesar 0,6 mL min-2 serta detector Refractory Index (Waters 2414 T: 40 oC)
Konsentrasi glukosa, xilosa dan etanol dalam sampel dapat diketahui dengan
memisahkan cairan dan padatannya. Filtrat diambil dan disaring dengan syringe filter
Konsentrasi glukosa, xilosa dan etanol dapat diketahui dengan memasukkan tinggi
peak hasil HPLC ke dalam kurva standar yang telah dibuat sebelumnya.
10. Analisis Furfural dan Asetat Filtrat Perlakuan Awal Asam dengan HPLC
Filtrat hasil perlakuan awal asam diambil 5 mL, dimasukkan kedalam tabung
reaksi lalu dinetralkan dengan CaCO3. Setelah netral, dipipet 0,5 mL filtrat yang
telah netral tersebut dan ditambah akuades sebanyak 4,5 mL lalu dihomogenkan
ditampung dalam autosampler vial HPLC. Filtrat tersebur telah siap digunakan untuk
11. Fermentasi
Komposisi media fermentasi yaitu 1,5 g/L yeast extract, 3 g/L pepton, 2 g/L
KH2PO4, 0,5 g/L MgSO4.7H2O dan 1 g/L (NH4)2SO4. Media dibuat dengan
menimbang 0,15 g yeast extract, 0,3 g pepton, 0,2 g KH2PO4, 0,05 g MgSO4.7H2O
dan 0,1 g (NH4)2SO4 ke dalam erlenmeyer lalu ditambahkan enzim selulase dan 1,4-
β-glukosidase sebanyak 30 FPU, substrat berupa residu selulosa perlakuan awal basa
dan filtrat perlakuan awal asam dengan perbandingan 2:3 (residu selulosa 20 g dan
filtrat xilosa 30 mL), 2,5 mL hasil propagasi Saccharomyces cereviceae dan 7,5 mL
serta diatur pH nya hingga 5,5 menggunakan buffer sitrat kemudian diinkubasikan
pada suhu 30 oC dan diagitasi dengan Shaker Incubator pada 100 rpm selama 24
jam. Selanjutnya, pada jam ke-24, 48 dam 120 sampel diambil sebanyak 2 mL dan
LiFlus GX. Komposisi media fermentasi yaitu 1,5 g/L yeast extract, 3 g/L pepton, 2
g/L KH2PO4, 0,5 g/L MgSO4.7H2O dan 1 g/L (NH4)2SO4. Media di buat dengan
glukosidase sebanyak 30 FPU, substrat berupa residu selulosa dari perlakuan awal
basa dan filtrat dari perlakuan awal asam dengan perbandingan 2:3 (residu selulosa
36
200 g dan filtrat xilosa 300 mL), 25 mL hasil propagasi Saccharomyces cereviceae
1 L serta diatur pH nya hingga 5,5 menggunakan buffer sitrat kemudian dilakukan
mL selama 1 menit kemudian diinkubasikan pada suhu 30 oC dan diagitasi 100 rpm
selama 24 jam. Selanjutnya, tiap 24 jam sekali selama 5 hari sampel diambil
sebanyak 2 mL dan dianalisis kandungan glukosa, xilosa dan etanol dengan HPLC.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
menjadi bahan acuan dalam menganalisis optimasi lebih lanjut pemanfaatan selulosa
metode NREL (National Renewable Energy laboratory) dan analisis HPLC (High
hemiselulosa pada tahap selanjutnya (Hamid, 2014). Oleh karena itu, dibutuhkan
suatu proses perlakuan awal untuk mengurangi kandungan lignin yang terkandung
Perlakuan awal yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari 2 tahap yaitu
perlakuan awal asam dan basa. Perlakuan awal asam bertujuan untuk memisahkan
37
38
kandungan lignin. Langkah pertama sebelum memulai perlakuan awal ialah optimasi
penggunaan konsentrasi H2SO4 untuk proses perlakuan awal dalam kondisi asam.
Proses Optimasi ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi H2SO4 manakah yang
bioetanol dari bahan lignoselulosa pada Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS).
dari TKKS yang akan bereaksi dengan bahan lignoselulosa dan mengganggu ikatan
kovalen, ikatan hidrogen dan gaya van der waals sehingga menyebabkan senyawa
yang digunakan ialah H2SO4. karena lebih baik dalam menghasilkan glukosa dan
Proses optimasi konsentrasi H2SO4 pada perlakuan awal asam dilakukan untuk
laboratorium yang akan digunakan sebagai acuan tahap selanjutnya dalam perlakuan
awal asam untuk pembuatan bioetanol dari biomassa lignoselulosa TKKS. Optimasi
konsentrasi H2SO4 yang berbeda yaitu 6%, 8% dan 10%. Optimasi konsentrasi asam
pada perlakuan awal menghasilkan residu dan filtrat yang kemudian dianalisis
kandungannya.
39
Kandungan Residu hasil perlakual awal asam dapat dilihat pada Tabel 2 dan
Gambar 15 berikut:
Tabel 2. Kandungan selulosa dan hemiselulosa pada Residu TKKS hasil perlakuan
awal asam
Jenis Konsentrasi Asam Selulosa (%) Hemiselulosa (%)
yang digunakan
H2SO4 6% 15.69 2.47
H2SO4 8% 7.72 1.59
H2SO4 10% 7.61 1.51
Tabel 3. Kandungan lignin pada Residu TKKS hasil perlakuan awal asam
Acid
Acid soluble
Konsentrasi insoluble
Abu (%) lignin Total Lignin
Asam lignin
[%]
[%]
H2SO4 6% 4,94 39,32 6,11 45,43
H2SO4 8% 5,25 40,57 6,24 46,81
H2SO4 10% 5,75 44,08 5,64 48,73
Selulosa
Hemiselulosa
Lignin
50
40
30
%
20
10
0
6% 8% 10%
Konsentrasi H2SO4
40
Gambar 15. Diagram kandungan residu TKKS hasil perlakuan awal asam
kandungan selulosa dan hemiselulosa tertinggi dihasilkan oleh residu hasil perlakuan
tinggi konsentrasi asam yang digunakan mengakibatkan reaksi antara asam dan
lignoselulosa berlangsung lebih cepat sehingga selulosa dan hemiselulosa yang larut
kandungan tertinggi yang terdapat dalam filtrat tersebut adalah xilosa yang
glukosa. Kandungan filtrat perlakuan asam dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar
16.
Glukosa
Xilosa
Asetat
40
35
30
25
g/L
20
15
10
0
6% 8% 10%
Konsentrasi H2SO4
Gambar 16. Diagram kandungan filtrat TKKS hasil perlakuan awal asam
gula heksosa, asam alifatik (terutama asam asetat, asam formiat dan asam levulinat)
polisakarida lignoselulosa, lignin tetap sebagai residu padat, meskipun sebagian kecil
terdegradasi menjadi fenolik dan senyawa aromatik lainnya (Jonsson dkk, 2013).
Gambar 17. Reaksi hidrolisis asam dengan lignoselulosa (Ramos, 2003) (1)
arabinosa; (2) xilosa; (3) asetil xilogomer; (4) xyloligomer; (5)
oligosakarida; (6) glukosa; (7) selobiosa; (8) seloligomer;
Selain memutuskan rantai lignoselulosa, asam juga dapat menghidrolisis
glikosida melalui 3 tahap. Tahap pertama proton berinteraksi cepat dengan oksigen
glikosida yang menghubungkan 2 jenis gula (I), membentuk yang disebut asam
konjugat (II). Langkah ini diikuti dengan pemecahan yang lambat dari ikatan C-O,
dalam kebanyakan hal menghasilkan zat antara kation siklis (III). Hal inilah yang
Gambar 18. Mekanisme reaksi hidrolisis selulosa dalam suasana asam (Fengel dan
Gred, 1995).
Komponen lain yang terdapat dalam filtrat hasil perlakuan awal asam adalah
asetat. Kandungan asetat paling rendah dihasilkan oleh perlakuan awal H 2SO4 6%
sebesar 2,73 g/L. Kandungan asam asetat merupakan salah satu hal yang patut
terdapat pada filtrat maka semakin baik. Asam asetat terbentuk dari dekomposisi
hemiselulosa (Chong dkk., 2013) dan oksidasi gugus aldosa yang terdapat di dalam
monokarida (Gambar 17). Adanya asam asetat dengan rentang konsentrasi ≥ 4 g/L
Gambar 19. Reaksi Oksidasi gugus aldehid menjadi asam asetat (Hart, 1987)
44
perlakuan awal asam selain asam asetat. Keduanya merupakan hasil dari reaksi-
reaksi dehidrasi yang terjadi selama perlakuan panas terhadap polisakarida. Produk
hasil dehidrasi yang paling sering ditemui adalah senyawa siklis furfural (2-
furaldehida) (Gambar 20). Hasil-hasil tinggi dari senyawa ini dapat diperoleh bila
menggunakan asam pekat dan suhu tinggi (Fengel dan Gred, 1995).
sintesis protein dan RNA (Chong dkk., 2013). Namun pada hasil pegujian kandungan
filtrat hasil perlakuan awal asam tidak ditemukan adanya furfural sebab perlakuan
awal ini menggunakan asam dengan konsentrasi rendah sehingga tidak sampai
membuat senyawa pentosa dan glukosa mengalami dehidrasi. Menurut Silva dkk.,
(2016) furfural dan HMF dengan konsentrasi 0,25 g/L dan 0,05 g/L dapat
Berdasarkan hasil yang diperoleh, konsentrasi H2SO4 yang paling baik untuk
digunakan untuk proses perlakuan awal asam ialah H2SO4 6%. H2SO4 6%
menghasilkan substrat selulosa dan juga xilosa yang tinggi serta hasil samping
perlakuan awal asam, konsentrasi H2SO4 yang digunakan adalah 6%. Perlakuan awal
asam akan menghasilkan substrat xilosa yang nantinya akan diubah oleh mikroba
17 dan Gambar 18) sehingga akan dihasilkan filtrat xilosa dalam jumlah cukup
banyak dan sedikit glukosa (Tabel 3). Selain filtrat, perlakuan awal asam juga
menghasilkan residu yang terdiri dari selulosa dan lignin (Tabel 4). Residu hasil
perlakuan awal asam kemudian dilanjutkan dengan perlakuan awal basa untuk
Tabel 5. Komposisi TKKS sebelum dan sesudah perlakuan awal asam dan basa
Sampel Selulosa (%) Hemiselulosa (%) Lignin (%)
TKKS raw
13,50 6,94 36.96
material
TKKS perlakuan
19,11 1,40 44,05
awal asam
TKKS perlakuan
30,65 0 17,40
awal asam-basa
46
Selulosa
Hemiselulosa
Lignin
40
30
%
20
10
0
TKKS raw material Perlakuan awal asam Perlakuan awal asam-basa
Gambar 21. Diagram komposisi TKKS sebelum dan sesudah mengalami perlakuan
awal 2 tahap.
dan menurunkan jumlah lignin. Kandungan selulosa pada raw material sebesar
13,50%, hemiselulosa 6,94% dan lignin 36,96%. Pada perlakuan awal asam,
menjadi 19,11%. Namun perlakuan awal asam ini tidak dapat mendegradasi lignin
sehingga lignin masih terdapat paada residu dalam jumlah cukup besar yaitu 44,05%.
menyebabkannya ikut terlarut dalam pelarut. NaOH juga dapat mendegradasi lignin
secara hidrolisis dan melarutkan gugus gula sederhana yang masih bersatu dalam
serat namun NaOH tidak dapat melarutkan selulosa sehingga selulosa akan tetap
tertinggal pada residu (Sutikno dkk., 2015). Selain lignin, kandungan hemiselulola
47
juga menurun hingga 0% dikarenakan sifat dari hemiselulosa yang amorf sehingga
ikatan glikosidanya mudah terputus dengan adanya larutan basa dan akan ikut larut
oleh basa (Winarno, 1997). Selulosa yang tinggi pada substrat hasil perlakuan awal
asam- basa ini dapat dimanfaatkan sebagai substrat dalam proses fermentasi
bioetanol.
pembengkakan selulosa, dan mengakibatkan lignin larut serta terpisah dari selulosa.
48
Lignin dalam larutan NaOH akan membentuk garam fenolat yang larut dalam air.
Garam fenolat ini terbentuk setelah ikatan antara selulosa dengan lignin lepas
sehingga diperoleh selulosa dalam keadaan bebas lignin. Lignin yang terdegradasi
akan larut dalam lindi hitam sebagai natrium fenolat (Noermala dkk., 2013).
xilosa yang terdapat dalam filtrat hasil perlakuan awal asam dan selulosa yang
terkandung dalam residu hasil perlakuan awal asam dan basa. Selulosa tidak dapat
D. Fermentasi
antara metode SSCF dan SSF yaitu metode SSF hanya menggunakan 1 jenis
mikroorganisme
perlakuan awal asam-basa dan xilosa hasil perlakuan awal asam. Substrat merupakan
media pertumbuhan yang di dalamnya terdapat nutrisi yang diperlukan oleh mikroba
(Azizah dkk., 2012). Jumlah substrat mempunyai pengaruh yang cukup besar.
49
Menurut Moeksin dan Fransisca (2010) substrat yang terlalu sedikit akan
menghambat kecepatan proses fermentasi dan konsentrasi substrat yang terlalu tinggi
Enzim yang digunakan pada penelitian ini yaitu enzim selulase dan β-
2010). Banyaknnya enzim yang digunakan pada penelitian ini ialah sebanyak 30
FPU (Filter Paper Unit). FPU menyatakan aktifitas yaitu konsentrasi enzim yang
Scheffersomyces stipitis dengan rasio sel 1:2 dan substrat selulosa dan xilosa
dengan perbandingan 2:3, kecepatan agitasi sebesar 100 rpm, kondisi pH 5,5, suhu
30oC selama 120 jam. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2017)
Bioetanol.
1. Fermentasi Ko-Kultur
etanol naik dan kemudian turun dalam waktu tertentu. Dari grafik dapat dilihat
bahwa pada 24 jam konsentrasi etanol meningkat menjadi 25,28 g/L yang
menunjukkan bahwa mikroorganisme mulai bekerja pada jam ke-24. Hal ini
didukung dengan menurunnya jumlah glukosa dari 16,17 g/L menjadi 3,07 g/L. Hal
etanol.
etanol dibandingkan dengan xilosa. Setelah 48 jam dan kehabisan glukosa, Pichia
stipitis mengkonversi xilosa. Sedangkan pada jam ke-24 kadar xilosa meningkat
dari 8,18 g/L menjadi 15,45 g/L karena hasil hidrolisis selulosa yang masih
2,10 g/L dan xilosa menurun menjadi 15,22. Hasil Fermentasi Ko-Kultur dapat
Glukosa
50
Xilosa
Etanol
40
30
g/L
20
10
0 20 40 60 80 100 120
waktu fermentasi
Gambar 23. Grafik hubungan waktu terhadap konsentrasi zat dalam sampel (g/L)
konversi glukosa lebih cepat dibandingkan dengan xilosa. Hal ini didukung oleh
dihasilkan pada jam ke 48 dan mulai jam ke 96 produksi etanol mulai menurun.
5.50
5.45
5.40
pH
5.35
5.30
0 20 40 60 80 100 120
namun setelah itu produksi etanol menurun sebab gula telah dikonversi menjadi
dan produk samping berupa CO2,. Pembentukan CO2 yang dihasillkan secara teroti
Adanya CO2 dalam media fermentasi akan bereaksi dengan air yang ada dalam
media menjadi lebih asam. Selain terbentuknya CO2, asam-asam organik seperti
asam piruvat, asam suksinat, asam laktat dan lain-lain (Smunindar, 2010) dapat
dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan high (tinggi) peak HPLC masing-
masing komponen terhadap waktu. Semakin tinggi peak nya maka semakin tinggi
pula konsentrasinya. Namun pada hasil pengukuran HPLC tersebut peak etanol
mempunyai waktu retensi sekitar 21. Akan tetapi ada 2 senyawa yang muncul pada
waktu retensi sekitar 11 dan 14. Senyawa dengan waktu retensi 14 (senyawa X)
mulai muncul pada jam ke 24 dan senyawa dengan waktu retensi 11 (senyawa Y)
0 11499 8068 - -
Selain itu kandungan glukosa dan xilosa menurun dari waktu ke waktu. Keduanya
digunakan oleh mikroba sebagai substratnya. Penurunan kadar glukosa dan xilosa
13 Glukosa
12 Xilosa
11
10
9
8
g/L
7
6
5
4
3
2
20 40 60 80 100 120
waktu fermentasi
Gambar 25. Grafik hubungan waktu terhadap konsentrasi zat dalam sampel (g/L)
55
Tabel 7 dan Gambar 25 terlihat bahwa kadar glukosa dan xilosa menurun.
Penurunan kadar glukosa dan xilosa menunjukkan bahwa glukosa dan xilosa
digunakan oleh mikroba dalam proses fermentasi. Akan tetapi turunnya kedua zat
tersebut tidak diiringi dengan terbentuknya etanol, melainkan senyawa lain yang
belum diketahui jenisnya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya asam piruvat yang dikonversi secara langsung menjadi senyawa selain
alkohol, terbentuk alkohol dalam jumlah yang sangat sedikit sehingga tidak dapat
terdeteksi oleh alat atau alcohol yang terbentuk terkonversi kembali menjadi
5.6
5.5
5.4
pH
5.3
5.2
5.1
0 20 40 60 80 100 120
Waktu (jam)
terbentuknya gas CO2 dapat juga disebabkan oleh terbentuknya asam-asam organik.
56
terbentuk pada proses ini adalah asam laktat dimana reaksinya adalah sebagai
berikut:
………………………………..(15)
…………..(16)
…………………………..(17)
………....(16)
(Pujaningsih, 2005)
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ilmen dkk., (2007) mengenai
mengkonversi xilosa menjadi asam laktat pada akhir proses fermentasi dan
A. Kesimpulan
1. Konsentrasi optimum H2SO4 yang digunakan pada perlakuan awal asam adalah
dan 45,43% lignin serta kandungan filtratnya yaitu 0,56 g/L glukosa, 39,70 g/L
jam ke-48 dengan kandungan etanol sebesar 42,42 g/L dan pada fermentasi
B. Saran
57
DAFTAR PUSTAKA
58
59
Chong, Poh S., Jamaliah M. J., Shuhaida H., Swee S. L., Sahilah A. M, Osman H.,
Mohd T. M. N. 2013. Enhancement of batch biohydrogen production from
prehydrolysate of acid treated oil palm empty fruit bunch. International journal
of hydrogen energy. XXX:1-8.
Day, R. A dan A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta :
Erlangga.
Dumanauw, J.F. 2001. Mengenal Kayu. Yogyakarta : Kanisius.
Dwiastuti, Inne. 2008. Analisis Manajemen Strategi Industri Alternatif: Studi kasus
Biofuel. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan. ISSN 0854-526X:17-24.
Farias, Daniele, Daniel I. P. A., dan Francisco M. F. 2017. Improving bioethanol
production by Scheffersomyces stipitis using retentostat extractive
fermentation at high xylose concentration. Biochemical Engineering Journal.
172:361–379.
Fengel, Dietrich dan Gerd W. 1995. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Fu N, Peiris P. 2008. Co-fermentation of a mixture of glucose and xylose to ethanol
by Zymomonas mobilis and Pachysolen tannophilus. World Journal of
Microbiology and Biotechnology. 24: 1091–1097.
Ghose, T.K., 1987. Measurement of cellulase activities.Pure & Appl. Chem., 59(2),
257—268.
Gikonyo, Barbanas. 2015. Sugarcane as Biofuel Feedstock. Canada: Aple Academic
Press.
Hambali, Erliza, Siti M., Armansyah H.T., Abdul W.P., dan Roy H. 2007. Teknologi
Bioenergi. Bogor : Agromedia.
Hamid, Sharifah B. A. 2014. Nanocellulose: Structure and Chemical Process. The
Scientific World Journal. 1-16.
Hart, Harold. 1990. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Hidayat, Mohamad R. 2013. Teknologi Pretreatment Bahan Lignoselulosa dalam
Proses Produksi Bioetanol. Biopropal Industry. 4(1): 33-48.
Ida RE. 2009. Biomassa sebagai Bahan Baku Boetanol. Bogor: Balai Besar
Penelitiandan Pengembangan bioteknologi dan Sumber Daya Genetik
Pertanian.
Ilmen, M., K., Laura r., Pirkko S., dan Merja p. 2007. Efficient Production of L-
Lactic Acid from xylose by Pichia Stipitis. Juornal of Microbiology.
73(1):117-123.
Iskandar, Soetyono. 2015. Ilmu Kimia Teknik. Yogyakarta : Deepublish.
60
Madigan MT, Martinko JM, Stahl DA. 2011. Biology of Microorganisms. 13th ed.
Benjamin Cummings, San Francisco.
Martini, A. E. 1984. Comparazione dei genomi del lievito Pichia stipitis e de alcune
specie imperfette affini. Ann. Fac. Agr. Univ. Perugia 38B: 331-335.
Moeksin, Rosdiana dan Fransisca, Shinta. 2010. Pembuatan Etanol dari Bengkuang
dengan Variasi Berat Ragi, Waktu dan Jenis Ragi. Jurnal Teknik Kimia. 2(17):
25-30.
Moreno, Antonio D., David I., Pablo A., Elia T. P., and Mercedes B. 2015. A review
of biological delignification and detoxification methods for lignocellulosic
bioethanol production. Informa Healthcare. ISSN 0738-8551:342-354.
Murningsih, Tri dan Chairul. 2000. Mengenal HPLC: Peranannya Dalam Analisa
Dan Proses Isolasi Bahan Kimia Alam. Berita Biologi. 5(2): 261-271.
Muryanto, Yanni S., dan Haznan A. 2016. Optimasi Proses Perlakuan Awal NaOH
Tandan Kosong Kelapa Sawit untuk menjadi Bioetanol. J.Kim.Terap.Indones.,
ISSN:0853–2788:27-35.
Nadia, Asma., Asma F., Ersha M., dan Sunardi. 2017. Potensi Limbah Lignoselulosa
Kelapa Sawit di Kalimantan Selatan untuk Produksi Bioetanol dan Xylitol.
Jurnal Inovasi Pendidikan Sains. 8(2):41-51.
Nasruddin. 2013. Rekayasa glukosa dari tandan kosong kelapa sawit melalui proses
fermentasi dengan Saccharomyces cereviseae menjadi bioetanol. Jurnal litbang
industri. 3(1):1-10.
61
Ni’mah, Lailan., Abdul G., dan Achmad K.S. 2016. Pemanfaatan Serat Kelapa Sawit
untuk Pembuatan Gasohol (Premium-Bioetanol) dengan Pretreatment
Lignocelulotic Material dan Fermentasi dengan Menggunakan Ragi Tape dan
NPK. Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah. ISBN 978-602-6483-34-
8:647-653.
Ningsih, Yuni A., Kartini R.L., dan Rosdiana M. 2012. Pembuatan etanol dari tandan
kosong kelapa sawit (TKKS) dengan metode hidrolisis asam dan fermentasi.
Jurnal teknik kimia. 18(1):30-34.
Nlewem KC, Thrash JME. 2010. Comparison of different pretreatment methods
based on residual lignin effect. Bioresource Technology. 101: 5426–5430.
Noermala S, Rosdiana, Purbowatiningrum RS, Nies SM. 2013: Aktivitas Fusarium
oxysporum dalam Menghidrolisis Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes)
dengan Variasi Temperatur. Chemical Information. 1(1): 220-225.
Nofiana, Yulia. 2017. Optimasi Fermentasi Bioetanol Holoselulosa Tandan Kosong
Sawit Dengan Co-Culture Saccharomyces cerevisiae dan Scheffersomyces
stipitis Terimobilisasi Alginat. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Novia, Muhammad F., Meilinda F. A., dan Daru H. Y. 2011. Hidrolisis enzimatik
dan fermentasi tkks yang didelignifikasi dengan asam sulfat dan NaOH untuk
memproduksi bioetanol. Prosiding seminar nasional avoer ke-3. ISBN:979-
587-395-4:451-461.
Novia, Windarti A, Rosmawati. 2014. Pembuatan Bioethanol dari Jerami Padi
dengan Metode Ozonolisis – Simultaneous Saccharomyces and Fermentation
(SSF). Jurnal Teknik Kimia. 20(3): 38-48.
Pujaningsih, R.I. 2005. Teknologi Fermentasi dan Peningkatan Kualitas Pangan.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Purnamayani, Rima. 2013. Teknologi Pembuatan Kompos Tandan Kosong Kelapa
Sawit. Jambi : BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN.
Puspitasari, kartika D.M.P., Suwandi., dan Hartono A. B. 2018. Proses Pembuatan
Bioetanol dari Jerami Padi dengan Metode SSF Delignifikasi Asam dan
Metode SHF. e-Proceeding of Engineering. 5(1):954-958.
Ramos LP. 2003. The Chemistry Involved in The Steam Treatment of
Lignocellulosic materials. Quimica Nova. 26(6): 863-871.
Riyanti, E. I. 2009. Biomassa Sebagai Bahan Baku Bioetanol. Jurnal Litbang
Pertanian. 29 (3):101-110.
Rubiyanto, Dwiarso. 2017. Metode Kromatografi. Yogyakarta : Deepublish.
62
Sarwono, Rakhman, Eka T., Yosi A., Hendris H. K., dan Trisanti A. 2014. Konversi
Selulosa Tandan Kosong Sawit (TKS) Menjadi Etanol. Jurnal Selulosa. 4(1):1-
6.
Silaban, Belli M. J., dan Li F. Y. 2017. Optimasi Fermentasi Produksi Etanol dari
Nira Siwalan (Borassus flabellifer) Menggunakan Mikroorganisme
Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis dengan Response Surface
Methodology. Skripsi. Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.
Silva AS, Junior AMO, Silva CE, Abud AKS. 2016. Inhibitors Influence on Ethanol
Fermentation by Pichia Stipitis. Chemical Engineering Transactions. 49: 367-
372.
Sivakumar, Ganapathy., Daniel R. V., Jianfeng X., David M. B., Jackson O. L.,
Xumeng G., dan Pamela J. 2010. Bioethanol and biodiesel: Alternative liquid
fuels for future generations. Eng. Life Sci. 10(1):8-18.
Sluiter B, Hames R, Ruiz C, Scarlata J, Sluiter D, Templeton M, Crocker D. 2011.
Determination of Structural Carbohydrates and Lignin in Biomass. Technical
report. NREL/TP-510-42618.
Suharto. 2017. Bioteknologi dalam Bahan Bakar Non-Fosil. Yogyakarta : Penerbit
Andi.
Sumar, Hendayana. 1994. Kimia Analisis Farmasi. Jakarta: UI Press.
Supraningsih, Juliati. 2012. Pengembangan Kelapa Sawit Sebagai Biofuel Dan
Produksi Minyak Sawit Serta Hambatannya. Ekonomi. 29(321):10-16.
Susanti, R., dan Fidia F. 2017. Teknologi Enzim. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Susilo, Bambang, Retno D., dan Ni’matul I. 2017. Teknik Bioenergi. Malang : UB
Press.
Sutikno, Meri F. Y., dan Marniza. 2015. Pengaruh Perlakuan Awal Basa dan
Hidrolisis Asam terhadap Kadar Gula Reduksi Ampas Tebu. Prosiding
Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Polinela. ISBN 978-
602-70530-0-7:1-10.
Unrean, Pornkamol dan Nhung H. A. N. 2012. Metabolic pathway analysis of
Scheffersomyces (Pichia) stipitis: effect of oxygen availability on ethanol
synthesis and flux distributions. Appl Microbiol Biotechnol. 94:1387–1398.
Usmana, Akhmad S., Novia dan Sapta R. 2012. Pengaruh volume enzim dan waktu
fermentasi terhadap kadar etanol (bahan baku tandan kosong kelapa sawit
dengan pretreatment alkali. Jurnal Teknik Kimia. 2(18):17-24.
Wahyuningtyas P, Argo AD, Nugroho WA. 2013. Studi Pembuatan Enzim Selulase
dari Mikrofungi Trichoderma reesei dengan Substrat Jerami Padi Sebagai
Katalis Hidrolisis Enzimatik pada Produksi Bioetanol. Jurnal Bioproses
Komoditas Tropis. 1(1): 21-25.
63
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Wusnah, Samsul B., dan Dwi H. 2016. Proses Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang
Kepok (Musa acuminata B.C) Secara Fermentasi. Jurnal Teknologi Kimia
Unimal. 5 (1):57-65.
Xu, H., Li, B., & Mu, X. (2016). Review of Alkali-Based Pretreatment to Enhance
Enzymatic Saccharification for Lignocellulosic Biomass Conversion.
Industrial and Engineering Chemistry Research. 55(32).
Zhang, Jiayi dan Lee R. L. 2010. Ethanol Production From Paper Sludge by
Simultaneous Saccharification and Co-Fermentation Using Recombinant
Xylose-Fermenting Microorganisms. Biotechnology and Bioengineering.
107(2):235-242.
Zihe, Liu. 2012. Different expression systems for production of recombinant proteins
in Saccharomyces cerevisiae. Biotechnol Bioeng. (5):1259-68.
Lampiran 1. Prosedur Penelitian
Selulosa Xilosa
Bioetanol
64
65
Residu Filtrat
- dicuci dengan air hingga netral - ditampung di
(pH = 7) dalam botol
- di dikeringkan hingga kadar air untuk analisis
<10% kandungan
- dilakukan analisis komponen (furfural,
untuk mengetahui kadar asam asetat,
selulosa, hemiselulosa dan xilosa,
lignin glukosa)
- dilakukan hal yang sama untuk
penggunaan konsentrasi H2SO4 Hasil
8% dan H2SO4 8%
Hasil
66
Residu Filtrat
- dicuci dengan air hingga netral - ditampung di
(pH = 7) dalam botol
- di dikeringkan hingga kadar air untuk analisis
<10% kandungan
- dilakukan analisis komponen (furfural,
untuk mengetahui kadar asam asetat,
selulosa, hemiselulosa dan xilosa,
lignin glukosa)
- dilanjutkan dengan perlakuan
awal basa Hasil
Hasil
67
Residu Filtrat
- di dikeringkan hingga kadar air
<10%
- dilakukan analisis komponen
untuk mengetahui kadar
selulosa, hemiselulosa dan
lignin
Hasil
68
4. Pembuatan Media
- ditimbang sebanyak 1 g
- ditambahkan 2 g pepton, 2 g xilosa
dan 3 g bacto agar
- dilarutkan dengan 100 mL akuades
- diaduk sambil dipanaskan sampai
semua bahan larut
- dimasukkan ke dalam tabung reaksi
- disterilkan dengan autoklaf selama
15 menit pada suhu 121 oC
- didinginkan dengan cara tabung
dimiringkan
- ditimbang sebanyak 4 g
- ditambahkan 2 g bacto agar
- dilarutkan dengan 100 mL akuades
- diaduk sambil dipanaskan sampai
semua bahan larut
- dimasukkan ke dalam tabung reaksi
- disterilkan dengan autoklaf selama
15 menit pada suhu 121 oC
- didinginkan dengan cara tabung
dimiringkan
yeast extract
yeast extract
- ditimbang sebanyak 1 g
- ditambahkan 2 g pepton dan 2 g
glukosa
- dilarutkan dengan 200 mL akuades
- diatur derajat keasaman dengan
buffer sitrat pada kondisi ph 5,5
- disterilkan dengan autoklaf selama
15 menit pada suhu 121 oC
Agar miring YPD
70
5. Peremajaan Mikroba
Scheffersomyces stipitis
Saccharomyces cereviceae
- diinokulasi 1 ose Saccharomyces
cereviceae dari media stock kultur
- digoreskan pada agar miring YPD
steril
- diinkubasi pada 30 oC selama ±72 jam
menit pada suhu 121 oC
Saccharomyces cereviceae
hasil penanaman
6. Analisis Furfural dan Asetat Filtrat Perlakuan Awal Asam dengan HPLC
- dipipet 0,5 mL
- dimasukkan kedalam tabung reaksi
- ditambah akuades sebanyak 4,5 mL
- dihomogenkan menggunakan vortex
- disaring dengan penyaring berukuran
pori 0,2 µm menggunakan syringe ke
dalam autosampler vial HPLC
Saccharomyces cereviceae
hasil penanaman
72
Sampel TKS
Kering Sampel TKS Hasil Sampel TKS Hasil
Pretreatment Asam Pretreatment Basa
Filtrat
Residu
- dinetralkan dengan CaCO3
- dilanjutkan analisis terhadap hingga ph menjadi netral
kandungan lignin tak terlarut - disaring dengan penyaring
dalam asam berukuran pori 0,2 µm
menggunakan syringe ke
dalam autosampler vial
Hasil
HPLC
Hasil
73
Sampel TKS
Kering Sampel TKS Hasil Sampel TKS Hasil
Pretreatment Asam Pretreatment Basa
Filtrat
Residu
- diambil sebanyak 100 µL
- dikeringkan - dimasukkan ke dalam
- ditimbang tabung reaksi yang berisi
- diabukan menggunakan tanur H2SO4 4%
(T=575˚C) selama 3 jam
- diukur menggunakan
- ditimbang berat abunya spektrofotometer UV-vis
pada panjang gelombang
205 nm
Hasil Hasil
74
9. Fermentasi
a. Fermentasi Tanpa Penambahan Oksigen
yeast extract
- ditimbang 0,15 g
- 0,3 g pepton, 0,2 g KH2PO4, 0,05 g
MgSO4.7H2O dan 0,1 g (NH4)2SO4
- ditambahkan residu selulosa 20 g dan
filtrat xilosa 30 mL
- disterilkan dengan autoklaf selama 15
menit pada suhu 121 oC
Hasil fermentasi
Hasil
75
yeast extract
- ditimbang 1,5 g
- ditambahkan 3 g pepton, 2 g
KH2PO4, 0,5 g MgSO4.7H2O dan 1 g
(NH4)2SO4
- ditambahkan residu selulosa 200 g
dan filtrat xilosa 300 mL
- disterilkan dengan autoklaf selama 15
menit pada suhu 121 oC
Medium fermentasi netral
Hasil fermentasi
Hasil
76
= 64,7918 g – 64,7880 g
= 0,00380 g
Ash (%) =
= 1,27 %
% AIL =
= 25,26 %
⁄ ⁄
% ASL =
⁄ ⁄
=
= 11,36 %
= 25,26 % + 11,36 %
= 36,96 %
77
Konsentrasi Glukosa R1 =
= 0,0925 %
⁄
% Biomass R1 =
= 26,829 %
% Adjust R1 = % biomass
= 26,829 %
=14,71 %
Faktor selulosa =
= 0,54842
Konsentrasi Glukosa R1 =
= 0,0497 %
⁄
% Biomass R1 =
78
% Biomass R1 = 14,398 %
% Adjust R1 = % biomass
= 14,398 %
= 7,90 %
Faktor selulosa =
=
= 0,54842
Biomass
Filter crucible+ Acid
Biomass weight Filter biomass lignin
Moisture paper + crucible biomass Ash Ash insoluble absorbansi Dilution ASL ASL Total
No Name weight (except paper after Absorbansi rata-
[%] biomass [g] after dry [g] [%] lignin rata-rata rate (g/L) [%] lignin
[g] moisture) [g] dry rata
after dry [g] [%]
[g]
1 A2.1 0,3001 6,15 0,3001 0,0906 0,2176 0,1319 71,1952 71,21 0,01480 4,93 39,02 0,4616 0,462 0,4616 0,4617 51 0,21 6,21 45,23
45,43
2 A2.2 0,3004 6,15 0,3004 0,09 0,2178 0,1327 72,841 72,855 0,01400 4,66 39,51 0,4725 0,4732 0,4724 0,4727 51 0,22 6,35 45,86
3 A2.3 0,3001 6,15 0,3001 0,0893 0,2184 0,1340 66,5432 66,5589 0,01570 5,23 39,42 0,4296 0,4284 0,4297 0,4292 51 0,20 5,77 45,19
4 B2.1 0,3002 7,54 0,3002 0,0898 0,2234 0,1385 67,1919 67,2085 0,01660 5,53 40,61 0,4596 0,4592 0,4593 0,4594 51 0,21 6,17 46,78
46,81
5 B2.2 0,3001 7,54 0,3001 0,09 0,221 0,1359 64,7804 64,7961 0,01570 5,23 40,05 0,4729 0,4718 0,4718 0,4722 51 0,22 6,35 46,40
6 B2.3 0,3003 7,54 0,3003 0,0901 0,2235 0,1383 67,7779 67,7929 0,01500 5,00 41,06 0,4618 0,4608 0,4616 0,4614 51 0,21 6,20 47,26
7 C2.1 0,3003 7,2 0,3003 0,0899 0,2343 0,1493 71,8816 71,8988 0,01720 5,73 43,99 0,4191 0,4199 0,4195 0,4195 51 0,19 5,63 49,62
49,73
8 C2.2 0,3002 7,2 0,3002 0,0887 0,2329 0,1491 66,5487 66,565 0,01630 5,43 44,24 0,428 0,427 0,4275 0,4275 51 0,20 5,74 49,98
9 C2.3 0,3003 7,2 0,3003 0,0886 0,2342 0,1505 21,8433 21,8616 0,01830 6,09 44,02 0,4141 0,4142 0,4146 0,4143 51 0,19 5,56 49,59
10 Std 0,3001 0,3001 0,0863 0,0882 0,0068 21,5962 21,5971 0,00090 0,30 1,97 0,0657 0,0655 0,0659 0,0657 51 0,03 0,88 2,85
80
Biomass Filter
crucible+ Acid
Biomass weight Filter paper + lignin
Moisture biomass crucible biomass Ash Ash insoluble absorbansi Dilution ASL ASL Total
No Name weight (except paper biomass Absorbansi rata-
[%] after dry [g] after dry [g] [%] lignin rata-rata rate (g/L) [%] lignin
[g] moisture) [g] after rata
[g] [%]
[g] dry
1 R1 0,3001 6,15 0,3001 0,0817 0,1564 0,0796 64,788 64,7918 0.00380 1,27 25,26 0,8467 0,8451 0,8438 0,8452 51 0,39 11,36 36,62
36,96
2 R2 0,3002 6,15 0,3002 0,0809 0,154 0,0780 66,5509 66,5548 0.00390 1,30 24,68 0,9438 0,9435 0,9446 0,9439 51 0,44 12,68 37,37
3 R3 0,3005 6,15 0,3005 0,0819 0,1565 0,0795 67,2019 67,2064 0.00450 1,50 24,96 0,8897 0,8901 0,8904 0,8901 51 0,41 11,95 36,91
4 A1 0,3003 7,54 0,3003 0,0828 0,1939 0,1160 67,7875 67,7965 0.00900 3,00 35,63 0,7189 0,7202 0,7182 0,7191 51 0,33 9,66 45,29
44,05
5 A2 0,3002 7,54 0,3002 0,0836 0,1998 0,1211 71,2037 71,2184 0.01470 4,90 35,44 0,6013 0,6008 0,6044 0,6022 51 0,28 8,09 43,53
6 A3 0,3001 7,54 0,3001 0,0838 0,1936 0,1147 71,8919 71,9001 0.00820 2,73 35,49 0,5828 0,5831 0,5828 0,5829 51 0,27 7,83 43,32
7 B1 0,3007 7,2 0,3007 0,0825 0,128 0,0504 67,9543 67,9624 0.00810 2,69 14,07 0,2037 0,2025 0,2022 0,2028 51 0,09 2,72 16,79
17,40
8 B2 0,3000 7,2 0,3000 0,0809 0,1295 0,0535 72,8471 72,857 0.00990 3,30 14,53 0,202 0,2017 0,2021 0,2019 51 0,09 2,72 17,25
9 B3 0,3004 7,2 0,3004 0,0816 0,1317 0,0550 21,5637 21,5725 0.00880 2,93 15,38 0,206 0,206 0,2099 0,2073 51 0,10 2,78 18,16
10 Std 0,3006 0,3006 0,0828 0,079 0,0011 66,5557 66,5567 0.00100 0,33 0,03 0,1293 0,1293 0,128 0,1289 51 0,06 1,73 1,76 1,76
81
Glucose Xylose
rata-
rata-rata
No Name Conc. biomass adjust Selulosa Conc. biomass adjust Hemiselulosa rata
Height Height hemiselulosa
[%] [%] [%] (%) [%] [%] [%] (%) selulosa
180215-0334-
1 8171 0,11104697 32,193 17,63 15,86 976 0,020534399 5,953 3,26 2,87
A.2.1
180215-0335-
2 7846 0,1068727 30,952 16,95 15,25 646 0,015927886 4,613 2,53 2,22 15,69 2,47
A.2.2
180215-0336-
3 8216 0,11162494 32,360 17,72 15,95 695 0,016611883 4,816 2,64 2,32
A.2.3
180215-0337-
4 5847 0,08119776 23,532 12,88 11,60 246 0,010344232 2,998 1,64 1,44
B.2.1
180215-0338-
5 5354 0,07486572 21,704 11,88 10,69 630 0,015704539 4,553 2,49 2,19 7,72 1,59
B.2.2
180215-0339-
6 0 0,00609951 1,767 0,97 0,87 81 0,008040976 2,330 1,28 1,12
B.2.3
180215-0340-
7 6382 0,08806924 25,515 13,97 12,57 428 0,012884795 3,733 2,04 1,80
C.2.1
180215-0341-
8 4552 0,06456491 18,711 10,24 9,22 410 0,01263353 3,661 2,00 1,76 7,67 1,51
C.2.2
180215-0342-
9 182 0,0084371 2,444 1,34 1,20 0 0,006910286 2,002 1,10 0,96
C.2.3
10 standar 45204 0,5866949 170,085 93,12 83,81 1889 0,033279088 9,648 5,28 4,65
82
Glucose Xylose
rata-
rata-rata
No Name Conc. biomass adjust Selulosa Conc. biomass adjust Hemiselulosa rata
Height Height hemiselulosa
[%] [%] [%] (%) [%] [%] [%] (%) selulosa
1 R1 14373 0,0925 26,829 14,71 13,24 6970 0,0497 14,398 7,90 6.95
13,50 6,94
2 R2 14557 0,0937 27,161 14,90 13,41 6897 0,0491 14,242 7,81 6.87
3 R3 15050 0,0969 28,047 15,38 13,84 7035 0,0501 14,512 7,96 7.00
4 A1 22065 0,1418 41,068 22,52 20,27 1430 0,0102 2,949 1,62 1.42
19,11 1,40
5 A2 18761 0,1206 34,956 19,17 17,25 1232 0,0088 2,541 1,39 1.23
6 A3 21539 0,1384 40,120 22,00 19,80 1570 0,0112 3,240 1,78 1.56
7 B1 34428 0,2208 63,897 35,04 31,54 0 0,0000 0,00 0,00 0.00
30,65 0,00
8 B2 33008 0,2118 61,411 33,68 30,31 0 0,0000 0,00 0,00 0.00
9 B3 32830 0,2106 61,000 33,45 30,11 0 0,0000 0,00 0,00 0.00
10 standar 45204 0,5866949 169,802 93,12 83,81 1889 0,033279088 9,632 5,28 4.65
83
Lampiran 7. Perhitungan Kadar glukosa, Xilosa dan Asetat dalam filtrat perlakuan
awal asam
= 0,052405 %
= 3,839804437 %
= 38,39804437 g/L
84
Lampiran 8. Tabel perhitungan Glukosa dan Xilosa pada filtrate hasil perlakuan awal asam
Rata-rata
H % H % Rata2 Glukosa
No Tanggal Sampel Xilosa (g/L) glukosa
Glukosa Glukosa Xilosa Xilosa Xilosa (g/L)
(g/L)
1 180226-0439-A1 3846 0.0524 26855 3.8398 38.39804437 39.70337531 0.5240522 0.563648171
2 180226-0440-A2 4296 0.0584 28246 4.0385 40.38460382 0.583711307
3 180226-0441-A3 4292 0.0583 28206 4.0327 40.32747774 0.583181004
4 180226-0442-B1 4650 0.0631 30334 4.3367 43.36658523 37.08604872 0.630643138 0.547032004
5 28-Feb-18 180226-0443-B2 4502 0.0611 28465 4.0697 40.69736911 0.611021921
6 180226-0435-B3 2906 0.0399 19010 2.7194 27.19419183 0.399430954
7 180226-0436-C1 6066 0.0818 29682 4.2435 42.43543011 39.45963737 0.818370462 0.748370443
8 180226-0437-C2 5812 0.0785 29089 4.1589 41.58853597 0.784696211
9 180226-0438-C3 4736 0.0642 24024 3.4355 34.35494602 0.642044657
85
Lampiran 9. Perhitungan kadar asam asetat pada filtrate hasil perlakuan asam
Kurva standar
600
400
200
-
0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
konsentrasi (g/L)
= 2,6335 g/L
86
Lampiran 10. Tabel perhitungan konsentrasi asam asetat pada filtrate perlakuan awal asam
No Tanggal Sampel H Asam Asetat Asam asetat (g/L) Rata-rata Asam asetat (g/L)
1 180226-0439-A1 479 2.6335 2.7337
2 180226-0440-A2 504 2.7440
3 180226-0441-A3 522 2.8236
4 180226-0442-B1 571 3.0402 2.9607
5 28-Feb-18 180226-0443-B2 535 2.8811
6 180226-0435-B3 - -
7 180226-0436-C1 607 3.1994 2.8914
8 180226-0437-C2 514 2.7882
9 180226-0438-C3 491 2.6866
87
Lampiran 11. Perhitungan Kadar Glukosa, Xilosa dan Etanol pada hasil fermentasi
= 1,616996397%
= 16,17 g/L
B. Perhitungan Kadar Xilosa
Persamaan regresi xilosa : y = 41349x + 170.18
= 0,818355946%
= 8,18 g/L
88
KadarEtanol (%) =
= 2.528398658%
= 25,28 g/L
89
Lampiran 12. Tabel Perhitungan glukosa, xilosa dan etanol hasil fermentasi
HPLC
Kode Glukosa Xilosa Glukosa Glukosa Etanol (g/L)
Komposisi Waktu H H H Etanol (%) fp Xilosa (%) Etanol (%) Xilosa (g/L)
Sampel (%) (%) (%) (g/L)
Glukosa xilosa etanol
TKKS 30 mesh
TKKS + H2SO4
Proses Penyaringan
91
D. Fermentasi
E. Analisis Komponen
Moisture Content