Anda di halaman 1dari 115

PRODUKSI BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

MENGGUNAKAN METODE SSCF (SIMULTANEOUS SACCHARIFICATION


AND CO-FERMENTATION) DAN OKSIGEN TERKENDALI

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana (S-1)

Oleh:
RETNO CAHYANINGRUM
F1C1 14 092

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018

i
i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan

Rahmat, Taufik serta Hidayah-Nya sehingga hasil penelitian yang berjudul

“Produksi Bioetanol dari Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Metode

SSCF (Simultaneous Saccarification And Co-Fermentation) dan Oksigen

Terkendali” dapat diselesaikan. Teriring doa, shalawat dan salam atas Nabi

Muhammad SAW beserta keluarga.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan hasil penelitian ini tidak

sedikit hambatan yang dihadapi tetapi semuanya itu dapat teratasi berkat petunjuk

dari Allah SWT serta bimbingan dan arahan yang sangat berharga dari

berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan

penghargaan dan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. H. Muh. Nurdin, M.Sc

selaku pembimbing I dan Ibu Dian Burhani, S.Si., M.T. selaku pembimbing II

yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan serta meluangkan waktu untuk

memberikan arahan dan perbaikan- perbaikan sejak awal hingga penyelesaian hasil

penelitian ini.

Secara khusus dengan hati yang tulus penghargaan, rasa patuh dan

terima kasih yang tak terhingga penulis persembahkan kepada Ayahanda Sukidi,

S.Pd dan Ibunda Supriati, S.Pd tercinta sebagai tanda bakti atas doa restu,

pengorbanan curahan kasih sayang dan dukungan materil yang diberikan

kepada penulis, serta kepada adik-adikku Nurul Muchlisah Ramadhani, Muh.

iii
Fajar Juniarto dan Muh. Teguh Suprayogi, kepada kakak sepupuku Jamdia dan

S u p r i a d i n serta seluruh keluarga tercinta terima kasih atas doa dan motivasinya

sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.

Terima kasih penulis ucapkan, khusunya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zamrun F., S.Si., M.Si., M.Sc. selaku

Rektor Universitas Halu Oleo.

2. Bapak Analuddin, S.Si., M.Si., M.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo.

3. Bapak Dr. La Ode Ahmad, S.Si., M.Si., Ph.D. selaku Ketua Jurusan

Kimia FMIPA Universitas Halu Oleo.

4. Ibu Desy Kurniawati, S.Si., M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Kimia FMIPA

Universitas Halu Oleo.

5. Bapak Drs. H. Zakir Muzakkar, M.Si., Ph.D. selaku Penasehat Akademik.

6. Ibu Prof. Dr. Hj. Maulidiyah, M.Si.., Desy Kurniawati, S.Si., M.Si. dan Dr. Hj.

Mashuni, S.Si., M.Si. selaku Dewan Penguji yang telah banyak memberikan ide,

kritik dan saran yang membangun bagi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.

7. Bapak Prof. Dr. H. Muh. Nurdin, M.Sc., Dr. Hj. Maulidiyah, M.Si. dan Dr. La

Ode Ahmad, S.Si., M.Si., Ph.D. yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk menyelesaikan tugas akhir di LIPI-Kimia PUSPIPTEK, Serpong,

Tangerang Selatan.

8. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Kimia yang telah banyak memberikan ilmu

pengetahuan, Bantuan dan motivasi

iv
9. Serta seluruh staf di lingkungan FMIPA UHO atas segala fasilitas dan pelayanan

yang diberikan selama penulis dalam menuntut ilmu.

10. Staf Laboratorium Koica ; Pak Mury dan ibu Feni yang telah membagi

ilmu dan bantuannya atas kelancaran penelitian penulis serta izin kepada

penulis untuk melaksanakan penelitian di laboratorium Koica.

11. Staf Peneliti di lingkungan LIPI-Kimia; Ibu Prof. Yanni, Pak Haznan,

Pak Joko, Ibu Ajeng, Ibu Irni, Kak Yus dan Kak Sesha atas saran,

dukungan, bantuan dan kebersamaannya.

12. D’Lopc sahabat-sahabatku dari SD dan SMP hingga sekarang: Ummy, Iyat,

Eka dan Sary yang selalu ada setiap saat dan tak henti-hentinya menyemangati

serta memberi dukungan.

13. Sahabat-sahabatku di rumah : Aliffiyani dan Anis atas bantuan, doa dan

semangat yang telah diberikan.

14. Sahabat-sahabat seperjuanganku semasa di SMAK : Yunike Naolan, Lila

Egawati, Wahyuni H., dan Lora Octavia yang senantiasa menyemangati dan

memberikan motivasi walaupun dalam keadaan yang saling berjauhan.

15. Sahabat-sahabatku di kampus: Hadijah Putriani, Novianti Anggareni Wulandari

Kuen, Al Putri Wulandari, Fitri Handayani Hamid dan Irnawati yang senantiasa

memberikan bantuan, motivasi, saran selama kuliah.

16. Saudara-saudariku Angkatan 2014: Widi, Desti, Nisma, Niar, Salsa, Dila, Fafa,

Fian, Muni, Nursin, Fitri, Fitriana, Eva, Apriani, Ari, Novi, Sartina, Resky, Takdir,

Imron, Asep, Trisna, Ramadhan, Zainal, Maryam, Eka, Adiba, Jihan, Tiwi, Linda,

Azizah, Mispa, Amal, Anggi, Diman, Indri, Into, Noval, Mardan, Vivi, Nofia,

v
Owink, Ramliana, Reni, Anti, Valen, Wahyu, Yaya, Alisa, As, Dwi, Ningsih, Rita,

Fatimah, Esti, Amrin dan Satelit.

17. Senior-senior terbaik : Kak Rahmat, Kak Hikmawati, Kak Ani, Kak Yoga, Kak

Herlin, Kak Salim, Kak Sarjuna, dan Kak Irwan terimakasih atas ilmunya.

18. Adik-adikku tercinta : Salma, Wilda, Ayu, Dwi, Grace dan Mian atas bantuan

dan doanya.

19. Rekan-rekan penelitian di Lipi-Kimia: Sunu, Fitri, Soleh, Kak Karin, Kak

Audila, Kak Intan, Kak Nur, Gita dan atas suka duka, cerita, pengalaman,

pengetahuan, kebersamaan dan bantuannya selama penulis meneliti di Lipi.

20. Rekan-rekan Seperjuangan : Hadijah, Asriani, Ervi dan Idhal atas suka duka,

kebersamaan, bantuan dan dukungannya selama berada di Tangerang.

21. Partner suka dan duka : Makmur Sahid atas semangat dan dukungannya di

segala situasi.

22. Rekan-rekan mahasiswa kimia angkatan 2011, 2012, 2014, 2015, 2016 dan

2017 yang namanya tidak dapat penulis tuliskan satu-persatu atas bantuannya

selama ini.

Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik. Akhir kata penulis

berharap semoga khasanah ilmu yang terungkap dalam hasil penelitian ini

dapat memberikan banyak manfaat. Aamiin

Kendari, Desember 2018

Penulis

vi
PRODUKSI BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
MENGGUNAKAN METODE SSCF (SIMULTANEOUS SACCARIFICATION
AND CO-FERMENTATION) DAN OKSIGEN TERKENDALI

Oleh

RETNO CAHYANINGRUM
F1C114092

INTISARI

Telah dilakukan penelitian mengenai Produksi Bioetanol dari Tandan Kosong


Kelapa Sawit Menggunakan Metode SSCF (Simultaneous Saccarification and Co-
Fermentation) dan Oksigen Terkendali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
konsentrasi H2SO4 optimum untuk digunakan dalam perlakuan awal asam, pengaruh
perlakuan awal 2 tahap serta kadar etanol yang dihasilkan melalui metode SSCF dan
Oksigen Terkendali. Optimasi konsentrasi H2SO4 dilakukan dengan menggunakan 3
jenis konsentrasi yaitu H2SO4 6%, H2SO4 8% dan H2SO4 10%. Konsentrasi optimum
digunakan pada perlakuan awal asam dan residunya dikeringkan lalu dilanjutkan
dengan perlakuan awal basa menggunakan NaOH 10% pada reaktor CHEMEX
reactor bench scale pada suhu 150 oC selama 30 menit. Proses hidrolisis dan
fermentasi dalam penelitian ini menggunakan metode SSCF secara ko-kultur dan
oksigen terkendali menggunakan fermentor. Hasil yang diperoleh menunjukkan
H2SO4 6% merupakan konsentrasi paling baik untuk digunakan karena menghasilkan
selulosa 15,69%, hemiselulosa 2,47% dan lignin 45,43% pada residunya dan glukosa
0,56 g/L, xilosa 39,70 g/L serta senyawa asetat 2,73 g/L pada filtratnya. Perlakuan
awal 2 tahap ini meningkatkan kandungan selulosa menjadi 30,65% dan menunkan
kadar lignin hingga 17,40%. Bioetanol tertinggi pada fermentasi ko-kultur jam ke-
48 sebesar 42,42 g/L.

Kata kunci : Bioetanol, Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), Fermentasi, Ko-
kultur, Oksigen Terkendali, SSCF, fermentor, Oksigen Terkendali,
Saccharomyces cerevisiae, Scheffersomyces stipitis.

vii
PRODUCTION OF BIOETANOL FROM PALM OIL EMPTY FRUIT
BRUCH USING SSCF (SIMULTANEOUS SACCARIFICATION AND CO-
FERMENTATION) AND CONTROLLED OXYGEN METHODS

By :

RETNO CAHYANINGRUM
F1C114092

ABSTRACT

Research on Bioethanol Production from Oil Palm Empty Bunches Using SSCF
(Simultaneous Saccarification and Co-Fermentation) and Controlled Oxygen
Methods has been conducted. This study aims to determine the optimum H2SO4
concentration for using in the acid pretreatment, the effect of 2-stage pretreatment
and the ethanol content produced through the SSCF and Oxygen Controlled methods.
H2SO4 concentration optimization was done by using three types of concentration
that was H2SO4 6%, H2SO4 8%, and H2SO4 10%. The optimum concentration was
used in the acid pretreatment and the residue was dried and then continued with the
bases pretreatment using 10% NaOH in the bench scale CHEMEX reactor at a
temperature of 150 oC for 30 minutes. The hydrolysis and fermentation process in
this study used the SSCF method in co-culture and controlled oxygen using a
fermentor. The results showed that H2SO4 6% was the best concentration to be used
because it produced 15.69% cellulose, 2.47% hemicellulose and 45.43% lignin in the
residue and glucose 0.56 g / L, xylose 39.70 g / L and 2.73 g / L acetate compounds
on the filtrate. The initial 2-stage pretreatment increased the cellulose content to
30.65% and lowered the lignin level to 17.40%. The highest bioethanol in 48-hour
co-culture fermentation was 42.42 g / L.

Keywords: Bioethanol, Oil Palm Empty Fruit Bunch (OPEFB), Fermentation, Co-
culture, Controlled Oxygen, SSCF, Fermentor, Controlled Oxygen,
Saccharomyces cerevisiae, Scheffersomyces stipitis.

viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
INTISARI vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMBANG xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penelitian 5
D. Manfaat penelitian 6
II. TINJAUAN PUSTAKA 7
A. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) 7
B. Lignoselulosa 8
C. Bioetanol 12
D. Analisis 23
III. METODOLOGI PENELITIAN 26
A. Waktu dan Tempat Penelitian 26
B. Alat dan Bahan 26
C. Prosedur Kerja 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 37
A. Karakteristik Kimia TKKS Sebelum Perlakuan Awal 37
B. Optimasi Konsetrasi pada Perlakuan Awal Asam 38
C. Perlakuan Awal Dua Tahap (Asam dan Basa) 44
D. Fermentasi 48

ix
V. PENUTUP 57
A. Kesimpulan 57
B. Saran 57
DAFTAR PUSTAKA 58
LAMPIRAN 64

x
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komponen TKKS Sebelum Perlakuan Awal 37

Tabel 2. Kandungan Selulosa dan Hemiselulosa pada Residu TKKS hasil 39


perlakuan awal asam

Tabel 3. Kandungan lignin pada Residu TKKS Hasil Perlakuan Awal 39


Asam

Tabel 4. Kandungan Filtrat Hasil Perlakuan Awal Asam 40

Tabel 5. Kandungan TKKS Sebelum dan Sesudah Perlakuan Awal Asam 45


dan Basa

Tabel 6. Hubungan Waktu Terhadap Konsentrasi Glukosa, Xilosa Dan 50


Etanol Fermentasi Ko-Kultur

Tabel 7. Hubungan Waktu Terhadap Peak Hasil Analisis HPLC 53

Tabel 8. Hubungan Waktu Terhadap Kadar Glukosa Dan Xilosa 54


fermentasi oksigen terkendali

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) 7

Gambar 2. Struktur Lignoselulosa 8

Gambar 3. Struktur Kimia Lignin 9

Gambar 4. Struktur Kimia Komponen Hemiselulosa (Xylan (1) dan 10


Glukomanan (2) adalah biopolymer yang paling banyak
terkandung pada hemiselulosa)

Gambar 5. Struktur Kimia Rantai Selulosa 12

Gambar 6. Skema Tujuan Perlakuan Awal Selulosa 13

Gambar 7. Selektivitas Perlakuan Awal Kimia Terhadap Biomassa 14

Gambar 8. Skema Hidrolisis Enzimatik oleh Enzim Selulosa 18

Gambar 9. Jalur Fermentasi Glukosa oleh Saccharomyces cerevieeae 20

Gambar 10. Jalur Fermentasi Xilosa oleh Scheffercomyces stipitis 21

Gambar 11. Scheffercomyces stipitis 22

Gambar 12. Saccharomyces cereviceae 23

Gambar 13. Diagram Kandungan Residu TKKS Hasil Perlakuan Awal Asam 39

Gambar 14. Diagram Kandungan Filtrat TKKS Hasil Perlakuan Awal Asam 40

Gambar 15. Reaksi Hidrolisis Asam dengan Selulosa (Ramos, 2003) (1) 41
arabinosa; (2) xilosa; (3) asetil xilogomer; (4) xyloligomer; (5)
oligosakarida; (6) glukosa; (7) selubiosa; (8) seloligomer.

Gambar 16. Mekanisme Reaksi Hidrolisis Selulosa dalam Suasana Asam 42

Gambar 17. Reaksi Oksidasi Gugus Aldehid Menjadi Asam Asetat 43

xii
Gambar 18. Pembentukan Furfural dan Hidroksimetilfurfural dari 44
Monosakarida dalam Medium Asan

Gambar 19. Diagram Komposisi TKKS Sebelum dan Sesudah Perlakuan 45


awal 2 tahap

Gambar 20. Reaksi Pemutusan Ikatan Lignoselulosa dengan NaOH 47

Gambar 21. Diagram Hubungan Waktu Terhadap Konsentrasi glukosa, 51


xilosa dan etanol.

Gambar 22. pH Selama Proses Fermentasi Ko-koltur 52

Gambar 23. Diagram Hubungan Waktu Terhadap Konsentrasi glukosa dan 54


xilosa

Gambar 24. pH Selama Proses Fermentasi dengan Oksigen Terkendali 52

xiii
DAFTAR LAMBANG

Lambang/Singkatan Arti/Keterangan
% Persen
µm Mikrometer
µL Mikro liter
mm milimeter
o
Derajat
C Celcius
pH Power of Hydrogen
National Renewable Energy
NREL
laboratory
TKKS Tandan Kosong Kelapa Sawit
Simultaneous Saccarification and Co-
SSCF
Fermentation
UV-VIS Ultraviolete-Visible
High Performance Liquid
HPLC
Chromatography
NaOH Natrium Hidroksida
H2SO4 Asam Sulfat
PDA Potato Dextrose Agar
YEPX Yeast Extract Pepton Xilosa
YPMX Yeast Pepton Malt Xilosa

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Prosedur Penelitian 64
Lampiran 2. Perhitungan Kadar Abu, Lignin, Selulosa dan Hemisekulosa 76
Lampiran 3. Tabel Hasil perhitungan Lignin A2.1-C2.3 79
Lampiran 4. Tabel Hasil perhitungan Lignin R1-B3 80
Lampiran 5. Tabel Hasil perhitungan Selulosa dan Hemiselulosa A2.1- 81
C2.3
Lampiran 6. Tabel Hasil perhitungan Selulosa dan Hemiselulosa R1-B3 82
Lampiran 7. Perhitungan Kadar Glukosa, Xilosa dan Asetat Pada Filtrat 83
Lampiran 8. Tabel Hasil perhitungan Glukosa dan Xilosa pada filtrat hasil 84
perlakuan awal asam
Lampiran 9. Perhitungan Kadar Asam Asetat pada Filtrat Perlakuan Awal 85
Asam
Lampiran 10. Tabel Perhitungan Konsentrasi Asam Asetat pada Filtrat 86
Perlakuan Awal Asam
Lampiran 11. Perhitungan Kadar Glukosa, Xilosa dan Etanol pada Hasil 87
Fermentasi
Lampiran 12. Tabel Perhitungan Glukosa, Xilosa dan Etanol Hasil 89
Fermentasi
Lampiran 13. Dokumentasi Penelitian 90

xv
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beberapa dekade terakhir kebutuhan energi Indonesia terus meningkat dari

tahun ke tahun, salah satunya ialah minyak bumi. Pada tahun 2008 produksi minyak

bumi mengalami penurunan signifikan (8%) menjadi sebesar 357 juta barel,

dibandingkan produksi pada tahun 2005 sebesar 386 juta barel. Pada tahun 2013

produksi kembali turun (16%) dibanding tahun 2008 menjadi sebesar 300 juta barel.

Penurunan produksi tersebut diakibatkan oleh penurunan cadangan minyak bumi

(Dewan Energi Nasional, 2014).

Sampai saat ini sumber energi utama umat manusia diperoleh dari bahan bakar

fosil yang tidak dapat diperbaharui sehingga kemungkinan suatu saat persediaannya

akan habis. Selain itu, bahan bakar fosil menghasilkan emisi CO 2 yang

mengakibatkan gas rumah kaca yang konstribusinya paling besar dalam pemanasan

global (Aprilia dkk., 2018). Masalah ini dapat ditangani dengan adanya suatu sumber

energi baru dan terbarukan yang dapat digunakan sebagai bahan alternatif pengganti

bahan bakar fosil yang dikenal sebagai biofuel. Biofuel dapat didefinisikan sebagai

bahan bakar yang berasal dari biomassa (Assadad dkk., 2010) dan menghasilkan gas

CO2 relatif sedikit (Sivakumar dkk., 2010) sehingga lebih ramah lingkungan. Ada 2

jenis produk komersial biofuel yang cukup populer dikembangkan yaitu biodiesel

dan bioetanol.

Biodiesel (Fatty Acid Methyl EsterI) terbuat dari minyak nabati melalui proses

transesterifikasi dan hanya dapat digunakan untuk kendaraan bermesin diesel

(Dwiastuti, 2008). Kendaraan bermesin diesel di Indonesia lebih banyak digunakan

1
2

untuk jenis kendaraan truk dan bus, sedangkan kendaraan yang digunakan secara

umum oleh masyarakat adalah kendaraan bermesin nondiesel yang menggunakan

bensin sebagai bahan bakarnya. Salah satu solusi untuk mengurangi penggunaan

bahan bakar untuk kendaraan yang tidak bermesin diesel adalah bioetanol.

Bioetanol merupakan etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung

komponen selulosa atau pati (Supraningsih, 2012). Bioetanol mempunyai beberapa

keunggulan dibandingkan bahan bakar, di antaranya bioetanol memiliki kandungan

oksigen yang tinggi sebesar 35%, yang dapat mengurangi partikulat dari proses

pembakaran (Sutikno dkk., 2015). Bioetanol diproduksi melalui proses fermentasi

menggunakan mikroba seperti ragi atau bakteri. Mikroba ini akan mengubah

monomer gula (glukosa dan xilosa) menjadi alkohol. Berdasarkan bahan baku yang

dipakai bioetanol dibagi menjadi bioetanol generasi pertama (G1), generasi kedua

(G2), generasi ketiga (G3), dan generasi keempat (G4).

Bioetanol generasi kedua (G2) merupakan generasi bioetanol yang paling

sering digunakan dan dikembangkan sebab bahan baku ini tidak berkompetisi dengan

kebutuhan pangan, terbarukan dan memanfaatkan limbah yang tidak digunakan

(Aiman, 2014). Biomassa limbah agroindustri juga dapat digunakan sebagai bahan

baku bioetanol karena mengandung selulosa dan hemiselulosa. Salah satu limbah

agroindustri yang dapat digunakan sebagai bahan baku bioetanol adalah tandan

kosong kelapa sawit (TKKS) (Sutikno dkk., 2015)

Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan limbah dari buah sawit

setelah buahnya diambil. Limbah TKKS seluruh Indonesia pada tahun 2010

diperkirakan jumlahnya mencapai 64.000 juta ton. Setiap hektar tanaman kelapa
3

sawit diperkirakan mampu menghasilkan 100 ton limbah TKKS. Setiap pengolahan 1

ton tandan buah segar dihasilkan sebanyak 22-23% TKKS sebanding dengan 220-

230 Kg limbah TKKS. TKKS merupakan biomassa lignoselulosa yang memiliki

kandungan selulosa tinggi, jumlahnya berlimpah dan murah sehingga memiliki

potensi untuk produksi komersial industri bioetanol (Sutikno dkk., 2015).

Proses produksi bioetanol dari TKKS secara garis besar dapat dikelompokkan

menjadi beberapa tahap. Tahap pertama yaitu perlakuan awal TKKS, tahap kedua

yaitu sakarifikasi (hidrolisis pati) dan tahap ketiga yaitu fermentasi (Muryanto dkk.,

2016). Pada proses perlakuan awal terhadap TKKS dilakukan dengan 2 tahap yaitu

pretreatment asam yang dilanjutkan dengan perlakuan awal basa. Perlakuan awal

asam bertujuan untuk melarutkan komponen hemiselulosa yang terdapat dalam

TKKS, sehingga menghasilkan filtrat yang kaya akan xilosa dan residu berupa

selulosa dan lignin. Sisa fraksi lignin dalam residu selulosa dari proses pelarutan

hemiselulosa kemudian dihilangkan melalui proses pemurnian selulosa dengan

memanfaatkan perlakuan awal basa, di mana terjadi proses delignifikasi untuk

memisahkan lignin dari selulosa sehingga meningkatkan aksesibilitas selulosa untuk

reaksi hidrolisis (Hamid, 2014). Kedua hasil perlakuan awal tersebut (filtrat xilosa

dan residu selulosa) sama-sama berpotensi untuk dikonversi menjadi bioetanol.

Penelitian mengenai pembuatan bioetanol dari TKKS sudah banyak

dikembangkan seperti yang dilakukan oleh Ningsih dkk. (2012); Usmana dkk.

(2012); serta Nasruddin (2013) yang membuat bioetanol dari TKKS dengan

menggunakan Saccharomyces cereviseae dan menghasilkan bioetanol sekitar 4-9%.

Penelitian-penelitian tersebut memiliki teknoekonomi yang kurang baik sebab hanya


4

satu jenis substrat yang dimanfaatkan yaitu glukosa. Sementara lignoselulosa TKKS

selain glukosa, juga mengandung xilosa. Menurut Badger (2002) 1 ton TKKS dapat

menghasilkan 151 L etanol dari glukosa dan 76 L etanol dari xilosa. Sehingga bila

kedua substrat dimanfaatkan, kita dapat memperoleh 227 L etanol dari 1 ton TKKS.

Produksi bioetanol dapat lebih ditingkatkan dengan menggabungkan kedua

substrat (glukosa dan xilosa) seperti yang dilakukan oleh Karagoz dan Melek (2014),

mereka memanfaatkan kedua substrat (glukosa dan xilosa) dengan

mengkombinasikan kinerja mikroba Saccharomyces cerevisiae dengan

Scheffercomyces stipitis untuk memproduksi etanol dari jerami gandum. Kedua jenis

mikroba tersebut, dikombinasikan dengan tujuan agar tidak hanya monomer glukosa

dari selulosa yang dapat diubah menjadi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae,

monomer xilosa dari hemiselulosa juga dapat diubah menjadi etanol oleh

Scheffercomyces stipitis sehingga semua substrat dapat termanfaatkan. Nofiana

(2017) dalam penelitiannya telah mencoba pembuatan bioetanol dengan fermentasi

ko-kultur bebas namun etanol yang dihasilkan masih relatif rendah hal ini disebabkan

karena Scheffercomyces stipitis merupakan mikroba mikroaerofilik yang

membutuhkan oksigen dalam jumlah tertentu untuk proses fermentasinya (Unrean

dan Nhung, 2012). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan

penelitian mengenai fermentasi dengan konsorsium mikroba Saccharomyces

cerevisiae dan Scheffercomyces stipitis dengan oksigen yang terkendali

menggunakan fermentor yang diharapkan dapat meningkatkan produksi bioetanol.


5

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh perbedaan konsentrasi H2SO4 terhadap perolehan xilosa,

selulosa, hemiselulosa dan lignin serta furfural dan asetat yang merupakan hasil

perlakuan awal asam pada tandan kosong kelapa sawit (TKKS)?

2. Bagaimana pengaruh perlakuan awal 2 tahap (asam-basa) terhadap perolehan

selulosa, hemiselulosa dan lignin pada tandan kosong kelapa sawit (TKKS)?

3. Apakah penambahan oksigen dengan metode SSCF menggunakan mikroba

Saccharomyces cerevisiae dan Scheffercomyces stipitis dengan oksigen terkendali

dapat meningkatkan produksi bioetanol?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi H2SO4 terhadap perolehan

xilosa, selulosa, hemiselulosa dan lignin serta furfural dan asetat yang merupakan

hasil perlakuan awal asam pada tandan kosong kelapa sawit (TKKS).

2. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan awal 2 tahap (asam-basa) terhadap

perolehan selulosa, hemiselulosa dan lignin pada tandan kosong kelapa sawit

(TKKS).

3. Untuk mengetahui apakah penambahan oksigen meningkatkan produksi bioetanol

dengan metode SSCF menggunakan mikroba Saccharomyces cerevisiae dan

Scheffercomyces stipitis dengan oksigen terkendali dapat meningkatkan produksi

bioetanol.
6

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan kontribusi dalam

pengembangan pembuatan bioetanol sebagai sumber energi alternatif dengan

memanfaatkan limbah biomassa tandan kosong kelapa sawit (TKKS).


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)

Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan limbah dari buah sawit

setelah buahnya dirontohkan. Setiap satu ton Tandan Buah Segar (TBS) yang

diproses di pabrik pengolahan minyak sawit, akan dihasilkan biomassa lignoselulosa

TKKS 0,23 ton. Berat kering TKKS adalah sekitar 8% dari berat tandan buah segar

(TBS) (Sarwono dkk., 2014).

Gambar 1. Tandan Kosong Kelapa Sawit (Purnamayani, 2013)

Bahan lignoselulosa ini mempunyai tiga komponen utama polimer alam yaitu

lignin, hemiselulosa dan selulosa yang saling berikatan membentuk satu kesatuan

yang utuh. Selulosa dan hemiselulosa yang diperoleh dari proses perlakuan awal baik

secara fisika, kimia maupun biologi dapat dikonversi menjadi bioetanol generasi dua

(G2) yang kini kian intensif dikembangkan di berbagai negara, termasuk di Indonesia

(Nadia dkk., 2017).

7
8

B. Lignoselulosa

Lignoselulosa adalah senyawa yang ditemukan dalam sel tanaman yang terdiri

dari 3 komponen utama. Komponen utama lignoselulosa yaitu selulosa, hemiselulosa

dan lignin. Sel tanaman mengandung sekitar 40-50% selulosa, 20-30% hemiselulosa

dan 20-30% lignin (Susanti dan Fidia, 2017). Selulosa secara alami diikat oleh

hemiselulosa dan dilindungi oleh lignin (Gambar 2). Adanya senyawa pengikat

lignin inilah yang menyebabkan bahan-bahan lignoselulosa sulit untuk dihidrolisa

(Ni’mah dkk., 2016).

Gambar 2. Struktur lignoselulosa (Susanti dan Fidia, 2017)

1. Lignin

Lignin adalah molekul kompleks yang tersusun dari unit phenylphropane yang

terikat di dalam struktur tiga dimensi. Struktur lignin terdiri dari monomer-monomer

p-coumaryl alkohol, coniferyl alkohol dan sinapyl alkohol yang dihubungkan dengan

ikatan silang membentuk polimer lignin (Gambar 3). Lignin adalah material yang

paling kuat di dalam biomassa. Lignin sangat resisten terhadap degradasi, baik secara

biologi, enzimatis, maupun kimia. Karena kandungan karbon yang relatif tinggi

dibandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa, lignin memiliki kandungan energi

yang tinggi (Ni’mah dkk., 2017).

Lignin merupakan senyawa kimia yang tidak termasuk dalam golongan

karbohidrat. Struktur senyawanya tidak sederhana dan bersifat amorf (Dumanauw,


9

2001). Lignin merupakan kelas polimer organik kompleks. Lignin mengisi ruang-

ruang di dinding sel antara selulosa, hemiselulosa dan komponen pektin, terutama

pada trakeid xylem dan sel sklereid. Lignin berikatan secara kovalen dengan

hemiselulosa. Lignin sangat penting dalam pembentukan dinding sel karena

menyumbang sifat kaku dan tidak mudah busuk (Susanti dan Fidia, 2017).

Gambar 3. Struktur kimia lignin (Hamid, 2014)

2. Holoselulosa

Holoselulosa merupakan komponen tanaman yang terdiri dari hemiselulosa dan

selulosa

a. Hemiselulosa

Hemiselulosa merupakan suatu senyawa dengan molekul-molekul besar yang

merupakan bagian dari karbohidrat. Hemiselulosa tersusun oleh gula bercincin lima

seperti C5H10O5 yang disebut pentosa atau gula bercincin 6 seperti C6H12O6 yang
10

disebut hexosa. Zat-zat ini berfungsi sebagai bahan bangunan dinding-dinding sel

dan juga cadangan makanan (Dumanau, 2001).

Unit polimer penyusun hemiselulosa tidak sejenis. Unit pembentuk

hemiselulosa adalah D-xilosa, pentosa dan heksosa lain. Hemiselulosa mempunyai

derajat polimerisasi rendah dan mudah larut dalam basa tetapi susah larut dalam

asam. Sedangkan selulosa sebaliknya (Iskandar, 2015). Hidrolisis hemiselulosa

menghasilkan xilosa sebagai substansi gula, furfural dan xylitol (Suharto, 2017).

Berikut struktur hemiselulosa:

Gambar 4. Struktur kimia komponen Hemiselulosa (Xylan (1) dan Glukomanan


adalah (2) biopolimer yang paling banyak terkandung pada
hemiselulosa) (Hamid, 2014)
11

b. Selulosa

Selulosa merupakan bahan kristalin untuk membangun dinding-dinding sel.

Bahan dasar selulosa ialah glukosa, gula bercincin enam dengan rumus kimia

C6H12O6. Molekul-molekul glukosa disambung menjadi molekul-molekul besar,

panjang dan membentuk rantai selulosa. Selulosa merupakan bahan dasar yang

penting bagi industri-industri yang memakai selulosa sebagai bahan baku, misalnya

pabrik kertas atau pabrik sutra tiruan (Dumanau, 2001).

Selulosa merupakan polimer linier dengan berat molekul tinggi yang tersusun

seluruhnya oleh monomer β-D-glukosa. Sifat-sifat kimia dan fisikanya maupun

struktur molekulnya membuatnya dapat memenuhi fungsinya sebagai komponen

struktur utama dinding sel tumbuhan. Selulosa terdiri atas unit-unit

anhidroglukopiranosa yang bersambung membentuk rantai molekul. Karena itu

selulosa dapat dinyatakan sebagai polimer linier glukan dengan struktur rantai yang

seragam. Unit-unit terikat dengan ikatan glikosidik 𝛽-1,4 (Fengel dan Gerd, 1995).

Selulosa dalam biomassa hadir dalam bentuk kristal dan amorf ditemukan

dalam struktur berserat yang terorganisasi. Polimer selulosa rantai panjang terdiri

dari subunit D-glukosa yang dihubungkan bersama oleh 𝛽-1,4 ikatan glikosidik.

Polimer linier ini dihubungkan bersama oleh ikatan inter dan intramolekul yang

berbeda, yang memungkinkan mereka untuk dikemas berdampingan dalam lembaran

planar dan dibundel menjadi mikrofibril (Gambar 5). Oleh karena itu, selulosa tidak

larut dalam air karena gugus hidroksil dalam rantai gula terikat satu sama lain,

membuatnya bersifat hidrofobik. Adanya ikatan hidrogen intermolekular yang luas

dan Van Der Waals untuk mengganggu aksesibilitas hidrolisis untuk sintesis
12

nanoselulosa. Sehingga hanya rantai-rantai selulosik yang ada di permukaan yang

dapat dengan mudah dijangkau oleh pelarut, reaktan, dan bahan kimia. Oleh karena

itu, reaktivitas selulosa terhadap hidrolisis sangat rendah (Hamid, 2014).

Gambar 5. Struktur kimia rantai Selulosa (Hamid, 2014)

C. Bioetanol

Bioetanol merupakan salah satu biofuel yang hadir sebagai bahan bakar

alternatif ramah lingkungan dan terbarukan. Bioetanol merupakan etanol yang

diproduksi melalui proses fermentasi bahan baku hayati. Etanol atau etil alkohol

(C2H5OH) merupakan cairan tak berwarna dengan karakteristik mudah menguap,

mudah terbakar, larut dalam air, tidak karsinogenik dan apabila terjadi pencemaran

tidak memberikan dampak lingkungan yang signifikan (Novia dkk., 2011). Proses

produksi bioetanol secara garis besar melalui 3 tahap yaitu perlakuan awal, hidrolisis

dan fermentasi.

1. Perlakuan Awal (Pretreatment)

Perlakuan awal (pretreatment) biomassa adalah langkah terpenting untuk

meningkatkan proses hidrolisis enzimatik dan menentukan jumlah gula yang dapat
13

difermentasi yang tersedia untuk menghasilkan bioetanol. Tujuan dari perlakuan

awal adalah membuka struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih mudah

diakses oleh enzim yang memecah polimer sakarida menjadi monomer gula.

Perlakuan awal menyediakan akses yang lebih mudah untuk enzim sehingga akan

mengalami peningkatan hasil glukosa dan xilosa (Ni’mah dkk., 2016). Secara

skematis dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 6. Skema tujuan perlakuan awal selulosa (Ni’mah dkk., 2016)

Perlakuan awal terhadap TKKS dapat dibedakan mejadi pengolahan fisika,

biologi, kimia dan gabungan antara dua atau tiga pengolahan. Pengolahan awal

secara fisik umumnya dilakukan dengan memanfaatkan energi yang terkandung

dalam uap air bertekanan tinggi atau penghancuran secara mekanis. Pengolahan

secara biologis dilakukan dengan memanfaatkan berbagai jenis jamur dan bakteri.

Pengolahan secara kimiawi adalah yang paling banyak dilakukan dan paling

bervariasi yaitu perlakuan awal menggunakan oksidator, pelarut organik, ionic

liquid, asam dan basa (Aiman, 2014). Gambar 7 memperlihatkan bagian selektif

yang dipengaruhi oleh perlakuan awal kimia.


14

Gambar 7. Selektivitas perlakuan awal Kimia terhadap biomassa (Hamid, 2014)

Perlakuan awal yang biasa digunakan dalam pembuatan bioetanol yaitu

perlakuan awal asam dan perlakuan awal basa. Perlakuan awal asam bertujuan untuk

mengekstrak dan memisahkan hemiselulosa dari Tandan Kosong Kelapa Sawit

(TKKS). Reaksi antara bahan asam dan lignoselulosa akan mengganggu ikatan

kovalen, ikatan hidrogen dan gaya van der Waals yang menyebabkan hemiselulosa

terpisah, terpisahnya hemiselulosa membuat aksesibilitas selulosa meningkat.

(Burhani dkk., 2017). Suhu tinggi dalam perlakuan asam encer melunakkan lignin di

sekitar serat hemiselulosa dan menyebabkan penetrasi asam yang mudah untuk

menghidrolisis xilan amorf untuk membentuk xilosa. Namun, kondisi perlakuan awal

ini tidak cukup efektif untuk menghidrolisis struktur kristal selulosa yang tetap dalam

fraksi padat. Hal ini dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Chong dkk

(2013) yang memperoleh prehidrolisat dengan konsentrasi xilosa tinggi tetapi

konsentrasi glukosa rendah pada setiap konsentrasi asam yang berbeda. Kehadiran
15

glukosa menunjukkan bahwa beberapa glukan di fraksi hemiselulosa dihidrolisis

selama proses hidrolisis.

Perlakuan awal ini mampu menurunkan beberapa lignin yang terikat pada

karbohidrat yang menghasilkan berbagai senyawa aromatik. Senyawa fenolik, seperti

furfural dan hidroksimetilfurfural yang terbentuk selama degradasi lignin adalah

beberapa senyawa aromatik yang sangat menghambat proses biologis. Furfural

dihasilkan sebagai produk dehidrasi pentosa selama hidrolisis Tandan Kosong

Kelapa Sawit (TKKS). Furfural telah dilaporkan menghambat pertumbuhan

mikroorganisme dengan mengurangi aktivitas enzimatik dan biologis,

menghancurkan DNA dan menghambat sintesis protein dan RNA. Selain furfural,

asam asetat juga terdeteksi pada filtrat hasil perlakuan awal menggunakan asam

encer. Pembentukan asam asetat adalah karena dekomposisi awal komponen

hemiselulosa (Chong dkk., 2013).

Kehadiran asam asetat dalam kisaran 4-10 g/L dapat menghambat

pertumbuhan mikroba dalam proses fermentasi berikutnya. Hal ini menekan

fermentasi dengan memasuki membran sel dan menurunkan pH intraseluler,

sehingga mempengaruhi metabolisme mikroorganisme (Chong dkk., 2013). Lignin

tidak dapat larut oleh asam, namun lignin dapat larut dalam basa. Dianjurkan untuk

melakukan perlakuan awal basa setelah perlakuan awal asam untuk menghilangkan

komponen hemiselulosa dari bahan lignoselulosa sehingga akses terhadap

selulosanya lebih maksimal (Hamid, 2014).

Sisa fraksi padat dari perlakuan awal asam dilanjutkan dengan perlakuan awal

alkali (basa) untuk mendapatkan selulosa dan lignin. Perlakuan awal Basa umumnya
16

digunakan untuk delignifikasi biomassa dalam kondisi operasi ringan dan untuk

meminimalkan degradasi gula tanpa membentuk senyawa penghambatan (Kim dan

Chul, 2013). Proses perlakuan awal kimia dengan alkali bertujuan untuk mengurangi

kandungan lignin, senyawa grup asetil dan melarutkan sedikit hemiselulosa. Proses

perlakuan kimia dengan NaOH dapat juga menyebabkan terjadinya pengembangan

(swelling) pada struktur selulosa (Muryanto dkk., 2016). Perlakuan awal basa dapat

meningkatkan efektifitas enzim pada proses enzimatik hidrolisis. Kandungan lignin

pada biomassa akan mengalami proses penguraian dengan proses NaOH perlakuan

awal, tetapi tidak terjadi pada kandungan selulosanya. Perlakuan awal Alkali dapat

meningkatkan kandungan selulosa dan efektif untuk menghilangkan lignin (Kristina

dkk., 2012).

Reaksi antara alkali dan lignoselulosa menyebabkan lignin terdegradasi dan

larut, dan selanjutnya dilepaskan dan terlarut dalam lindi hitam. Reaksi mekanisme

dalam proses ini melibatkan pemutusan ikatan ester ikatan silang lignin dan xilan

yang terjadi melalui solvasi dan saponifikasi. Reaksi antara basa juga menyebabkan

penghilangan asetil dan asam uronat lainnya. Ini meningkatkan peluang untuk

hidrolisis enzimatik dalam proses selanjutnya (Xu dkk., 2016).

2. Hidrolisis

Hidrolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan menggunakan pelarut encer

untuk memecahkan ikatan kimia dari substansinya (Arianie dan Nora, 2011). Secara

garis besar ada 3 jenis hirolisis yaitu hidrolisis kimiawi, hidrolisis fermentatif dan

hidrolisis enzimatis. Hidrolisis kimiawi sangat cepat tetapi memerlukan temperatur

tinggi sehingga memerlukan energi yang besar disamping sifatnya yang kurang
17

ramah lingkungan. Hidrolisis fermentatif menggunakan Aspergillus niger

menghasilkan konsentrasi glukosa tertinggi kurang dari 80 mg/dL dengan waktu

fermentasi 7 jam. Konsentrasi glukosa tersebut belum cukup tinggi. sehingga

memerlukan cukup energi untuk proses pemekatan jika akan dilakukan proses

lanjutan. Hidrolisis enzimatik memiliki beberapa kelebihan karena dapat

dilangsungkan pada temperatur rendah dan menghasilkan perolehan glukosa yang

cukup tinggi (Anwar dkk., 2010). Enzim selulase merupakan enzim yang sering

digunakan dalam teknologi konversi biomassa lignoselulosa menjadi etanol secara

enzimatik.

Mekanisme hidrolisis selulosa yang telah banyak dikaji dan paling banyak

diterima adalah mekanisme dimana proses enzimatisnya melibatkan 3 jenis utama

selulase: endoselulase, endoglukanase/selobiohidrolase dan β-glukosidase.

Endoselulase menghidrolisis ikatan intramolekuler β-1,4-glikosidik yang dapat

diakses dari rantai selulosa secara acak untuk menghasilkan rantai baru.

Endoglukanase atau selobiohidrolase memotong rantai selulase untuk menghasilkan

selobiase, tetrasakarida atau glukosa. Dua jenis selobiohidrolase CBHI dan CBHII

bekerja pada sisi yang berlawanan pada rantai selulosa. Sedangkan β-glukosida

menghidrolisis selobiase menjadi molekul D-glukosa, langkah ini membantu

mengurangi inhibisi oleh selobiase. Setelah proses adsorpsi awal enzim pada

permukaan padatan selulosa, hidrolisis yang terjadi pada substrat padat melepaskan

gula ke dalam fase cair dibantu endoselulase dan eksoglukanase. Tahap penentu laju

keseluruhan adalah tahap depolimerisasi enzimatik yang dilakukan oleh endoselulase

dan selobihidrolase (Susilo dkk., 2017).


18

Gambar 8. Skema hidrolisis enzimatik oleh enzim selulase (Susilo dkk., 2017)

3. Fermentasi

Fermentasi adalah reaksi biokatalis digunakan untuk mengonversi bahan baku

substrat oleh enzim dari mikroba menjadi produk baru. Mikroba terdiri atas bakteri,

khamir (yeast) dan jamur (mold) (Suharto, 2017). Proses fermentasi menyebabkan

terjadinya penguraian senyawa-senyawa organik untuk menghasilkan energi serta

mengubah substrat menjadi produk baru (metabolit primer) oleh mikroba

(Madigan dkk., 2011). Fermentasi biomassa terhidrolisis dapat dilakukan dalam 3


19

metode yang berbeda yaitu hidrolisis fermentasi terpisah (Separate Hydrolisis and

Fermentatiron/SHF) dan Sakarifikasi Fermentasi Simultan (Simultaneous

Saccarification and Fermentation/SSF). SHF merupakan metode di mana proses

hidrolisis dan fermentasi selulosa dijalankan pada unit terpisah. SHF menghasilkan

hidrolisat biomassa atau larutan gula setelah proses hidrolisis. Selanjutnya, larutan

gula difermentasi pada tangki yang berbeda. Sedangkan SSF merupakan metode di

mana biomassa hasil perlakuan awal ditempatkan pada unit hidrolisis dan fermentasi

bersamaan dalam satu tangki dengan menggunakan campuran mikroorganisme

biomassa sakarifikasi dan mikroorganisme fermentasi (Susilo dkk., 2017).

Sakarifikasi simultan dan cofermentation gula hexosa dan pentosa (SSCF)

adalah proses yang mirip dengan SSF namun pada SSCF fermentasi hexosa dan

pentosa terjadi dalam satu langkah. SSCF menawarkan potensi untuk pengolahan

lebih efisien dan biaya modal yang lebih rendah dan mengurangi penghambatan

hidrolisis oleh xilosa (Zhang dan Lee, 2010). Proses fermentasi hanya dapat

dilakukan dengan mikroorganisme yang spesifik aktivitasnya seperti Saccharomyces

cerevisiae dan Zymomonas mobilis yang dapat mengkonversi glukosa menjadi

bioetanol sedangkan Scheffersomyces stipitis (Pichia stipitis), Candida shehatae dan

Pachysolen tannophilus dapat mengkonversi xilosa menjadi bioetanol (Fu dan Peiris,

2008).
20

Gambar 9. Jalur fermentasi glukosa oleh Saccharomyces cerevisiae (Brigham dan


Macedo, 2014)
Gambar 9 memperlihatkan jalur fermentasi glukosa oleh yeast Saccharomyces

cerevisiae menghasilkan produk utama bioetanol dengan produk samping berupa

gliserol, 2,3-butanadiol, dan asetat yang jumlahnya lebih kecil dari bioetanol.

Bioetanol didapatkan melalui jalur glikolisis glukosa menjadi gliseraldehid-3-fosfat

dengan menghasilkan 1 NAD+ (Brigham dan Macedo, 2014).


21

Gambar 10. Jalur fermentasi xilosa oleh Scheffersomyces stipitis (Ida, 2009)

Pembentukan bioetanol dari xilosa oleh Scheffersomyces stipitis, xilosa tidak

dapat difermentasi langsung melainkan dilakukan perubahan menjadi D-xylulosa

dengan xylose isomerase. D-xylulosa yang terbentuk akan menghasilkan bioetanol

melalui jalur metabolisme pentosa fosfat (xylulosa-5-P) (Ida, 2009). Glukosa dan

xilosa dapat difermentasi secara bersamaan menggunakan metode ko-kultur dengan

menggunakan yeast Saccharomyces cerevisiae untuk konversi glukosa dan Pichia

stipitis untuk konversi xilosa (Karagoz dan Melek, 2014). Ko-kultur sendiri

merupakan pembudidayaan dua mikroorganisme dalam waktu yang sama dan

bekerja secara simultan di media yang sama (Chen, 2011).


22

4. Scheffersomyces stipitis

Gambar 11. Mikroba Scheffersomyces stipitis (Martini, 1984)

Scheffersomyces stipitis merupakan jamur dari genus Scheffersomyces,

dominan berbentuk haploid heterolitik yang berhubungan dengan Candida shehatae

dan spesies ragi ascomycetous. Seperti kebanyakan anggota Saccharomycetales,

individu Scheffersomyces stipitis memiliki diameter 3 sampai 5 μm. Scheffersomyces

stipitis termasuk dalam grup yeast yang diisolasi dari kayu yang membusuk dan dari

larva serangga yang hidup di kayu (Silaban dan Li, 2017).

Scheffersomyces stipitis adalah ragi ascomycetous yang berpotensi menarik

sebagai katalis biologis untuk produksi etanol lignoselulosa karena kemampuannya

untuk memfermentasi berbagai macam gula yang ada dalam lignoselulosa hidrolisat,

termasuk selobiosa, heksosa dan pentosa menjadi etanol. Secara khusus, organisme

ini mampu memfermentasi xilosa menjadi etanol lebih efisien daripada ragi alami

lainnya yang dilaporkan sejauh ini (Unrean, 2012).


23

5. Saccharomycess cereviseae

Gambar 12. Saccharomyces cereviseae (Zihe, 2012)

Saccharomyces adalah genus dalam kerajaan jamur yang mencakup banyak

jenis ragi. Saccharomyces berasal dari Bahasa Latin yang berarti gula jamur.

Saccharomyces merupakan mikroorganisme bersel satu, tidak berklorofil, dan

termasuk dalam kelompok Eumycetes. Mikroorganisme ini paling banyak digunakan

untuk produksi etanol karena mempunyai toleransi yang tinggi terhadap alkohol, laju

fermentasi yang cepat, dan menghasilkan yield etanol yang tinggi. Selain itu

mikroorganisme ini mudah diperoleh, cepat berkembang biak, tahan terhadap suhu

tinggi, mempunyai sifat stabil, dan cepat mengadakan adaptasi. Saccharomyces

tumbuh baik pada suhu 30ᵒC dan pH 4.8. Pertumbuhan Saccharomyces dipengaruhi

oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai sumber karbon, unsur N yang

diperoleh dari penambahan urea, ZA, ammonium, dan pepton, mineral, dan vitamin

(Silaban dan Li, 2017).

D. Analisis

1. High Performance Liquid Cromatography (HPLC)

HPLC adalah singkatan dari High Performance Liquid Chromatography yang

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi "KCKT" atau Kromatografi Cair


24

Kinerja Tinggi. Prinsip kerja HPLC adalah pemisahan dengan menggunakan teknik

kromatografi. Kromatografi merupakan cara pemisahan yang mendasarkan partisi

cuplikan (sampel) antara fasa bergerak dan fasa diam. Berdasarkan sifat-sifat dari

kedua fasa tersebut, maka kromatografi dapat dibedakan menjadi 5 sistem yaitu

sistem kromatografi padat-padat, cair-padat, cair-cair, gas padat dan gas-cair. Pada

HPLC sistem kromatografi yang digunakan adalah cair-padat, fasa bergerak (mobile

phase) berupa cairan yaitu pelarut dan fasa diam (stationer phase) berupa padatan

yaitu adsorban yang terdapat dalam kolom analitik (Murningsih dan Chairul, 2000).

HPLC merupakan teknik analisis mutakhir untuk pemisahan dan penentuan

senyawa-senyawa organik dan anorganik dalam beragam sampel seperti bahan

biologi, farmasetika, makanan dan lain-lain. Dalam proses kromatografinya suatu

cairan menembus pori-pori padatan fasa diam dan mengelusi solut dan mengalir

menuju detektor. Fasa diam biasanya dalam bentuk partikel berdiameter sangat kecil

5-10 mm secara seragam dikemas ke dalam tabung berbentuk silinder. Untuk fase

gerak HPLC jarang digunakan pelarut tunggal tetapi lazim digunakan sistem pelarut

yang terdiri dari beberapa jenis pelarut yang dimodifikasi kepolarannya (Rubiyanto,

2017).

2. Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer adalah suatu instrumen untuk mengukur transmitan atau

absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang; pengukuran terhadap

sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal dapat pula dilakukan (Day

dan Underwood, 2002). Spektrofotometri menghasilkan sinar dan spektrum dengan

panjang gelombang dan fotometri adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
25

ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometri digunakan untuk mengukur

energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan

sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 1990).

Spektrofometri UV-Vis adalah teknik analisis spektroskopi yang menggunakan

sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dan sinar tampak dengan menggunakan

instrumen spektrofotometer. Prinsip dari Spektrofometri UV-Vis adalah penyerapan

sinar tampak untuk ultraviolet dengan suatu molekul yang dapat menyebabkan

terjadinya eksitasi molekul dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih

tinggi (Sumar, 1994).

Hukum Lambert Beer’s dikembangkan pada tahun 1852 oleh J. Beer dan

Lambert yang menyatakan secara kuantitatif absorpsi ini sebagai :

Log I0/It = €.L.C (1)

Keterangan:

I0 = Intensitas cahaya sebelum melewati sampel


It = Intensitas cahaya setelah melewati sampel
€ = Koefesien ekstingsi, yaitu konstanta yang tergantung pada sifat alami dari
senyawa substansi dan panjang gelombang yang digunakan untuk analisis (M-
1cm-1)
L = Panjang atau jarak cahaya yang melewati sampel (cm)
C = Konsentrasi dari larutan yang dianalisa (M)

Hubungan I0/It akan lebih cepat dipahami dengan melihat kebalikan dari

perbandingan tersebut yakni I0/It sebagai transmisi (T) dari larutan. Log (I0/It)

dikenal sebagai absorbansi (A) larutan (Khopkar, 2003).


III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2018-April 2018, bertempat di

Laboratorium Korea International Coorporation Agency (KOICA) dan Biomass

Environmental Chemistry (BEC) Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (P2K-LIPI) Serpong Tangerang Selatan.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi, botol schott

100 mL dan 1000 mL, cawan petri, kain kasa, gelas piala 100 mL, gelas ukur 100

mL, pipet volume 50 mL, erlenmeyer 100 mL, erlenmeyer 500 mL, pipet ukur 10

mL, pipet tetes, autosampler vial HPLC, cawan porselin, desikator, autoklaf, pompa

vakum, corong buchner, spatula, magnetic stirrer, neraca analitik, hot plate, oven,

vortex, inkubator hidrolisis , rak tabung, mikropipet, microtube, pipette bulp,

moisture content, hydrolic press, CHEMEX reactor bench scale, kawat ose, bunsen,

laminar air flow, rak tabung, shaking incubator dan fermentor 2 L.

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tandan Kosong Kelapa

Sawit (TKS) ukuran ~30 mesh, H2SO4 72%, H2SO4 4%, H2SO4 6%, H2SO4 8%,

H2SO4 10% akuades, xilosa p.a, glukosa p.a, CaCO3 p.a, NaOH teknis, NaOH p.a,

furfural p.a, CH3COOH 30%, yeast extract p.a, bacto agar p.a, pepton p.a, malt

26
27

extract p.a, potato dextrose agar p.a, KH2PO4 p.a, MgSO4.7H2O, p.a (NH4)2SO4 p.a,

buffer sitrat, etanol p.a, akuades, kapas dan aluminium foil.

C. Prosedur Kerja

1. Optimasi Konsentrasi Perlakuan awal asam

TKS dengan ukuran ~30 mesh dicampurkan dengan H2SO4 6%, H2SO4 8% dan

H2SO4 10% dengan perbandingan 1:3 (Burhani dkk., 2017) yaitu 20 g TKS dan 60

mL H2SO4 di dalam botol schott 100 mL kemudian dimasukkan ke dalam autoklaf

untuk proses perlakuan awal dengan kondisi suhu 115oC selama 45 menit. Setelah 45

menit, sampel didiamkan hingga sama dengan suhu ruangan lalu disaring dengan

kain kasa, filtrat yang kaya akan xilosa ditampung di dalam botol untuk analisis

kandungan (furfural, asam asetat, xilosa, glukosa) dan endapan (TKS treated acid)

dicuci dengan air hingga netral (pH= 7). Setelah netral, endapan dikeringkan hingga

kadar air <10% dan selanjutnya dilakukan analisis komponen untuk mengetahui

kadar selulosa, hemiselulosa dan lignin.

2. Persiapan Bahan Baku Fermentasi Bioetanol

Fermentasi bioetanol pada penelitian ini menggunakan substrat selulosa dan

xilosa dengan perbandingan 2:3 , rasio sel Saccharomyces cerevisiae dan

Scheffersomyces stipitis 1:2 dan agitasi 100 rpm (Yulia, 2017).

a. Perlakuan awal asam untuk bioetanol

TKS dengan ukuran 30 mesh dicampurkan dengan H2SO4 dengan

perbandingan 1:3 (Burhani dkk., 2017) yaitu 120 g TKS dan 360 mL H2SO4 di

dalam botol schott 1000 mL lalu dimasukkan ke dalam autoklaf untuk proses

perlakuan awal dengan kondisi suhu 115oC selama 45 menit. Setelah 45 menit,
28

sampel didiamkan hingga sama dengan suhu ruangan lalu disaring dengan kain kasa,

filtrat yang kaya akan xilosa ditampung di dalam botol untuk analisis kandungan

(furfural, asam asetat, xilosa, glukosa) dan untuk substrat pembuatan bioetanol.

Endapan (TKS treated acid) dicuci dengan air hingga netral (pH= 7) lalu dipress

dengan mesin hidrolic press. Setelah netral, endapan dikeringkan hingga kadar air

<10% dan selanjutnya dilakukan analisis komponen untuk mengetahui kadar

selulosa, hemiselulosa dan lignin yang kemudian dilanjutkan dengan perlakuan awal

basa.

b. Perlakuan awal basa (Barlianti dkk., 2015)

TKS treated acid atau TKS hasil perlakuan awal asam ditimbang sebanyak

500 g kemudian dilakukan proses delignifikasi dengan menggunakan reaktor

CHEMEX reactor bench scale pada suhu 150 oC dan waktu 30 menit dengan

menggunakan larutan NaOH 10%. Setelah 30 menit, endapan dicuci dengan air

hingga netral (pH=7) lalu dipress dengan mesin hydrolic press lalu dikeringkan

hingga kadar air <10% dan selanjutnya dilakukan analisa komponen lignin, selulosa

dan hemiselulosa menggunakan Laboratory Analytical Procedures (LAP) yang

ditetapkan oleh National Renewable Energy Laboratory (NREL) (Sluiter dkk.,

2011).

3. Peremajaan Scheffersomyces stipitis pada Media Agar Miring YEPX (Bari

dkk., 2013)

Scheffersomyces stipitis diremajakan pada media YEPXA. Komposisi media

agar miring YEPXA (yeast extract, pepton, xilosa dan bacto agar) ialah 10 g/L, 20

g/L, 20 g/L dan 30 g/L. Media agar miring tersebut dibuat dengan cara menimbang
29

1 g yeast extract, 2 g pepton, 2 g xilosa dan 3 g bacto agar, kemudian dilarutkan

dengan 100 mL akuades dan diaduk sambil dipanaskan sampai semua bahan larut.

Medium dimasukkan ke dalam rabung reaksi lalu disterilkan dengan autoklaf selama

15 menit pada suhu 121 oC. Medium yang telah steril didinginkan dengan cara

tabung dimiringkan. Lampu UV dan blower laminar air flow dinyalakan selama ±20

menit sebelum digunakan. Sebanyak 1 ose Scheffersomyces stipitis dari media stock

kultur diinokulasikan pada media agar miring YEPXA steril, kemudian diinkubasi

pada 30 oC selama ±72 jam.

4. Propagasi Scheffersomyces stipitis pada Media Cair YPMX (Bari dkk., 2013)

Komposisi media cair YPMX (yeast extract, pepton, malt extract, xilosa dan

glukosa) yaitu 3 g/L, 5 g/L, 3 g/L, 50 g/L dan 5 g/L. Medium dibuat dengan cara

menimbang 0,3 g yeast extract, 0,5 g pepton, 5 g xilosa, 0,5 g glukosa dan dilarutkan

dengan akuades sampai 100 mL serta diatur derajat keasaman dengan buffer sitrat

pada kondisi ph 5,5. Media tersebut disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu

121 oC selama ±15 menit. Ujung ose digoreskan pada biakan Scheffersomyces stipitis

dalam agar miring berumur ±72 jam dan dicelupkan pada medium cair YEPMX

steril pada ph 5,5 kemudian diinkubasikan pada suhu 30 oC dan agitasi dengan rotary

shaker pada 100 rpm selama 48 jam. Selanjutnya setelah 48 jam sampel biakan

Scheffersomyces stipitis diambil sebanyak 2 mL dan dianalisis kandungan xilosa

serta etanol dengan HPLC.


30

5. Peremajaan Saccharomyces cereviceae pada Media Agar Miring PDA (Novia

dkk., 2014)

Saccharomyces cereviceae diremajakan pada medium Potato Dextrose Agar

(PDA). Komposisi media agar miring PDA ialah PDA, 40 g/L dan agar 1 g/L. Media

agar miring tersebut dibuat dengan cara menimbang 4 g PDA dan 2 g bacto agar,

kemudian dilarutkan dalam 100 mL akuades dan diaduk sambil dipanaskan sampai

semua bahan larut. Medium dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu disterilisasi

dengan autoklaf pada 121 oC selama 15 menit. Medium yang telah steril didinginkan

dengan cara tabung dimiringkan. Lampu UV dan blower laminar air flow

dinyalakan selama ±20 menit sebelum digunakan. Sebanyak 1 Ujung ose biakan

murni Saccharomyces cereviceae digoreskan ke medium agar miring yang telah

dibuat secara zig-zag. Setelah itu diinokulasi pada media agar miring PDA,

diinkubasikan pada suhu 30 oC selama ±72 jam.

6. Propagasi Saccharomyces cereviceae pada Media Cair YPD YEPX (Bari

dkk., 2013)

Komposisi media cair untuk Saccharomyces cereviceae adalah yeast extract 10

g/L, pepton 20 g/L dan glukosa 20 g/L. Medium dibuat dengan cara menimbang 1 g

yeast extract, 2 g pepton, 2 g glukosa dan dilarutkan dalam akuades sampai 200 mL,

diatur derajat keasamannya dengan dengan buffer sitrat pada kondisi pH 5,5. Media

tersebut disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121 oC selama ±15 menit.

Ujung ose digoreskan pada biakan Saccharomyces cereviceae dalam agar miring

PDA berumur ±72 jam dan dicelupkan pada medium cair steril pH 5,5, kemudian

diinkubasikan pada suhu 30 oC dan diagitasi dengan rotary shaker pada 100 rpm
31

selama 24 jam. Setelah 48 jam sampel Saccharomyces cereviceae diambil sebanyak

2 mL dan dianalisis kandungan xilosa serta etanol dengan HPLC.

7. Analisis Kadar Selulosa dan Hemiselulosa dengan HPLC (Sluiter dkk., 2011)

Analisis kandungan selulosa dan hemiselulosa menggunakan prosedur yang

ditetapkan oleh National Renewable Energy Laboratory (NREL). Sampel dengan

diameternya kurang dari 1 mm dan kadar air kurang dari 10%, ditimbang sebanyak

0,3 g (Ws) ke dalam tabung reaksi, ditambahkan dengan H2SO4 72%, dan
o
dihidrolisis selama 2 jam pada suhu 20 C sambil dihomogenkan dengan

menggunakan vortex setiap 15 menit sekali. Hasil hidrolisat dipindahkan ke dalam

botol schott 100 mL yang berisi 42 mL akuades dan tabung reaksi dibilas dengan

akuades sebanyak 42 mL. Hasil pembilasan dimasukkan ke dalam botol schott.

Sampel dihidrolisis lagi di dalam autoklaf selama 60 menit dengan suhu 121 oC.

Setelah itu, sampel didinginkan hingga suhu kamar, disaring dengan penyaring

buchner dan kertas saring 0,45 µm. Filtratnya ditampung dan dinetralkan dengan

CaCO3 hingga pHnya netral, kemudian disaring menggunakan penyaring berukuran

pori 0,2 µm menggunakan syringe ke dalam autosampler vial HPLC. Filtrat tersebur

di analisis selulosa dan hemiselulosa menggunakan HPLC dengan kolom aminex

HPX 87H (300 × 7,8 mm) pada suhu 65 oC dengan fasa gerak 5 mM H2SO4 dan laju

alir sebesar 0,6 mL min-2 serta detektor refractory index (waters 2414 T: 40 oC).

Kadar selulosa dan hemiselulosa dapat diketahui dengan persamaan di bawah ini.

Perhitungan kadar selulosa

CGS = ………………………………………………………………….(2)

%Glukosa dalam sampel = ...................................................(3)


32

%Selulosa dalam sampel = % Glukosa dalam sampel …………………….....(4)

Keterangan :
CGS : Konsentrasi Glukosa
HS : Tinggi puncak sampel
Hstd : Tinggi puncak standar
CstdG : Konsentrasi Standar Glukosa
WS : Berat sampel kering

Perhitungan kadar Hemiselulosa

CXS = …………………………………………………………………..(5)

% Xilosa dalam sampel = .....................................................(6)

% Hemiselulosa dalam sampel = % xilosa dalam sampel ……………….....(7)

Keterangan :
CXS : Konsentrasi Xilosa
HS : Tinggi puncak sampel
Hstd : Tinggi puncak standar
CstdX : Konsentrasi Standar Xilosa
WS : Berat sampel kering

8. Analisis Kadar Lignin dengan spektrofotometer UV (Sluiter dkk., 2011)

Analisis kandungan lignin menggunakan prosedur yang ditetapkan oleh

National Renewable Energy Laboratory (NREL). Tahap-tahap analisis lignin yang

sama dengan analisis kadar selulosa dan hemiselulosa sampai tahap pendinginan

pada suhu ruang. Selanjutnya ditimbang kertas saring yang berukuran 0,45 µm (Wk).

Setelah itu sampel disaring menggunakan sistem penyaring vakum dan kertas saring

yang telah ditimbang. Endapan akan tertahan di kertas saring. Kertas saring dan

endapannya dikeringkan dan ditimbang beratnya (Wks). Lalu kertas saring dan

endapan yang telah dikeringkan diabukan pada tanur dengan suhu 575 oC selama 3

jam, kemudian ditimbang berat abunya (A). Filtrat hasil penyaringan diambil

sebanyak 0,15 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi H2SO4 4%.
33

Setelah itu larutan sampel diukur menggunakan spektrofotometer UV pada panjang

gelombang 205 nm dengan blanko 4% H 2SO4. Untuk menghitung kadar lignin yang

terlarut dan tidak terlarut dapat digunakan persamaan di bawah ini.

Perhitungan kadar lignin yang tidak larut dalam asam :

%AIL = ......................................................................................(8)

( ⁄ ) ( ⁄ )
%ASL = ..................................................................(9)

Kadar lignin total = %AIL + %ASL……………………………………………..(10)

Keterangan :

%AIL : Acid Insoluble Lignin (Lignin yang tidak larut dalam asam)
%ASL : Acid Soluble Lignin (Lignin yang larut dalam asam)
WKS : Berat kertas saring dan sampel setelah dikeringkan
WK : Berat kertas saring
A : Berat Abu
Abs : Absorbansi
df : Faktor Pengenceran
WS : Berat sampel kering (tanpa kadar air)

9. Analisis Glukosa, Xilosa dan Etanol dengan HPLC

Analisis kandungan glukosa, xilosa dan etanol menggunakan prosedur yang

ditetapkan oleh National Renewable Energy Laboratory (NREL). Larutan standar

glukosa, xilosa dan etanol dibuat untuk pembuatan kurva standar HPLC. Larutan

induk glukosa dibuat dengan melarutkan 0,1 g glukosa dan 0,1 g xilosa ke dalam

akuades sebanyak 3 mL. Kemudian larutan induk tersebut dilakukan empat kali

pengenceran hingga diperoleh larutan glukosa dengan konsentrasi 0,07; 0,17; 0,43

dan 0,74 %. Larutan standar glukosa tersebut disaring masing-masing sebanyak 1

mL dengan syringe filter dan filtrat ditampung di dalam autosampler vial HPLC.

Langkah yang sama juga dilakukan untuk membuat larutan standar xilosa anhidrat
34

dengan deret konsentrasi standar sama yaitu 0,07; 0,17; 0,43 dan 0,74 % dan etanol

dengan deret konsentrasi standar 0,50; 1,15; 3,11 dan 4,96% dengan perlakuan yang

sama. Setelah itu dilakukan analisis menggunakan HPLC dengan kolom Aminex

HPX 87H (300 7,8 mm) pada suhu 65 oC dengan fasa gerak 5 mM H2SO4 dan laju

alir sebesar 0,6 mL min-2 serta detector Refractory Index (Waters 2414 T: 40 oC)

sehingga kurva standar dapat dibuat.

Konsentrasi glukosa, xilosa dan etanol dalam sampel dapat diketahui dengan

dilakukannya analisis terhadap sampel hasil fermentasi. Sampel diambil sebanyak 3

mL kemudian ditampung ke dalam microtube, sampel tersebut disentrifugasi untuk

memisahkan cairan dan padatannya. Filtrat diambil dan disaring dengan syringe filter

lalu dimasukkan ke dalam autosampler vial HPLC untuk keperluan analisis.

Konsentrasi glukosa, xilosa dan etanol dapat diketahui dengan memasukkan tinggi

peak hasil HPLC ke dalam kurva standar yang telah dibuat sebelumnya.

10. Analisis Furfural dan Asetat Filtrat Perlakuan Awal Asam dengan HPLC

(Sluiter dkk., 2011)

Filtrat hasil perlakuan awal asam diambil 5 mL, dimasukkan kedalam tabung

reaksi lalu dinetralkan dengan CaCO3. Setelah netral, dipipet 0,5 mL filtrat yang

telah netral tersebut dan ditambah akuades sebanyak 4,5 mL lalu dihomogenkan

menggunakan vortex. Filtrat yang sudah diencerkan tersebut kemudian disaring

dengan penyaring berukuran pori 0,2 µm menggunakan syringe. Hasil penyaring

ditampung dalam autosampler vial HPLC. Filtrat tersebur telah siap digunakan untuk

keperluan analisis selulosa dan hemiselulosa menggunakan HPLC. Larutan standar

furfural dan asetat dibuat untuk pembuatan kurva standar HPLC.


35

11. Fermentasi

a. Fermentasi Ko-Kultur (Bari dkk., 2013)

Proses fermentasi ko-kultur dilakukan menggunakan erlenmeyer biasa.

Komposisi media fermentasi yaitu 1,5 g/L yeast extract, 3 g/L pepton, 2 g/L

KH2PO4, 0,5 g/L MgSO4.7H2O dan 1 g/L (NH4)2SO4. Media dibuat dengan

menimbang 0,15 g yeast extract, 0,3 g pepton, 0,2 g KH2PO4, 0,05 g MgSO4.7H2O

dan 0,1 g (NH4)2SO4 ke dalam erlenmeyer lalu ditambahkan enzim selulase dan 1,4-

β-glukosidase sebanyak 30 FPU, substrat berupa residu selulosa perlakuan awal basa

dan filtrat perlakuan awal asam dengan perbandingan 2:3 (residu selulosa 20 g dan

filtrat xilosa 30 mL), 2,5 mL hasil propagasi Saccharomyces cereviceae dan 7,5 mL

hasil propagasi Scheffersomyces stipitis lalu ditambahkan akuades hingga 100 mL

serta diatur pH nya hingga 5,5 menggunakan buffer sitrat kemudian diinkubasikan

pada suhu 30 oC dan diagitasi dengan Shaker Incubator pada 100 rpm selama 24

jam. Selanjutnya, pada jam ke-24, 48 dam 120 sampel diambil sebanyak 2 mL dan

dianalisis kandungan glukosa, xilosa dan etanol dengan HPLC.

b. Fermentasi dengan Oksigen Menggunakan Fermentor

Proses fermentasi dengan oksigen dilakukan menggunakan alat fermentor

LiFlus GX. Komposisi media fermentasi yaitu 1,5 g/L yeast extract, 3 g/L pepton, 2

g/L KH2PO4, 0,5 g/L MgSO4.7H2O dan 1 g/L (NH4)2SO4. Media di buat dengan

menimbang 1,5 g yeast extract, 3 g pepton, 2 g KH2PO4, 0,5 g MgSO4.7H2O dan 1 g

(NH4)2SO4 ke dalam fermentor lalu ditambahkan enzim selulase dan 1,4-β-

glukosidase sebanyak 30 FPU, substrat berupa residu selulosa dari perlakuan awal

basa dan filtrat dari perlakuan awal asam dengan perbandingan 2:3 (residu selulosa
36

200 g dan filtrat xilosa 300 mL), 25 mL hasil propagasi Saccharomyces cereviceae

dan 75 mL hasil propagasi Scheffersomyces stipitis lalu ditambahkan akuades hingga

1 L serta diatur pH nya hingga 5,5 menggunakan buffer sitrat kemudian dilakukan

fermentasi dengan menggunakan oksigen dengan pemberian oksigen sebanyak 10

mL selama 1 menit kemudian diinkubasikan pada suhu 30 oC dan diagitasi 100 rpm

selama 24 jam. Selanjutnya, tiap 24 jam sekali selama 5 hari sampel diambil

sebanyak 2 mL dan dianalisis kandungan glukosa, xilosa dan etanol dengan HPLC.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Kimia TKKS Sebelum Perlakuan Awal

Karakterisasi Kimia TKKS sebelum perlakuan awal dilakukan untuk

mengetahui komponen-komponen yang terdapat dalam TKKS yang nantinya

menjadi bahan acuan dalam menganalisis optimasi lebih lanjut pemanfaatan selulosa

sebagai bahan bioetanol. Karakterisasi dalam penelitian inia dilakukan menggunakan

metode NREL (National Renewable Energy laboratory) dan analisis HPLC (High

Performance Liquid Cromatography) dengan menggunakan TKKS yang berukuran

~30 mesh. Hasil karaktersisasi TKKS dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komponen TKKS sebelum Perlakuan Awal


Komponen Kadar (%)
Selulosa 13,50
Hemiselulosa 6,94
Lignin 36,96
Abu 1,36

Hasil karakterisasi (Tabel 2) menunjukkan tingginya kandungan lignin pada TKKS

mengganggu bahan kimia maupun mikroba untuk mengakses selulosa dan

hemiselulosa pada tahap selanjutnya (Hamid, 2014). Oleh karena itu, dibutuhkan

suatu proses perlakuan awal untuk mengurangi kandungan lignin yang terkandung

dalam TKKS agar proses selanjutnya dapat berjalan dengan baik.

Perlakuan awal yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari 2 tahap yaitu

perlakuan awal asam dan basa. Perlakuan awal asam bertujuan untuk memisahkan

hemiselulosa TKKS sedangkan perlakuan awal basa untuk menghilangkan

37
38

kandungan lignin. Langkah pertama sebelum memulai perlakuan awal ialah optimasi

penggunaan konsentrasi H2SO4 untuk proses perlakuan awal dalam kondisi asam.

Proses Optimasi ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi H2SO4 manakah yang

dapat bekerja secara optimal dalam melarutkan hemiselulosa pada TKKS.

B. Optimasi Konsentrasi pada Perlakuan Awal Asam

Perlakuan awal merupakan tahap awal yang dilakukan dalam pembuatan

bioetanol dari bahan lignoselulosa pada Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS).

Perlakuan awal asam bertujuan untuk mengisolasi dan memisahkan hemiselulosa

dari TKKS yang akan bereaksi dengan bahan lignoselulosa dan mengganggu ikatan

kovalen, ikatan hidrogen dan gaya van der waals sehingga menyebabkan senyawa

hemiselulosa akan mudah larut. Larutnya hemiselulosa akan memperbesar pori

lignoselulosa dan mempermudah proses hidrolisis (Hamid, 2014). Pelarut asam

yang digunakan ialah H2SO4. karena lebih baik dalam menghasilkan glukosa dan

xilosa yg lebih tinggi.

Proses optimasi konsentrasi H2SO4 pada perlakuan awal asam dilakukan untuk

mengetahui seberapa konsentrasi asam yang dibutuhkan untuk mengisolasi dan

memisahkan hemiselulosa secara optimal. Perlakuan ini dilaksanakan dalam skala

laboratorium yang akan digunakan sebagai acuan tahap selanjutnya dalam perlakuan

awal asam untuk pembuatan bioetanol dari biomassa lignoselulosa TKKS. Optimasi

konsentrasi H2SO4 pada perlakuan awal asam dilakukan dengan menggunakan 3

konsentrasi H2SO4 yang berbeda yaitu 6%, 8% dan 10%. Optimasi konsentrasi asam

pada perlakuan awal menghasilkan residu dan filtrat yang kemudian dianalisis

kandungannya.
39

1. Pengaruh Konsentrasi H2SO4 Terhadap Residu Hasil Perlakuan Awal Asam

Kandungan Residu hasil perlakual awal asam dapat dilihat pada Tabel 2 dan

Gambar 15 berikut:

Tabel 2. Kandungan selulosa dan hemiselulosa pada Residu TKKS hasil perlakuan
awal asam
Jenis Konsentrasi Asam Selulosa (%) Hemiselulosa (%)
yang digunakan
H2SO4 6% 15.69 2.47
H2SO4 8% 7.72 1.59
H2SO4 10% 7.61 1.51

Tabel 3. Kandungan lignin pada Residu TKKS hasil perlakuan awal asam
Acid
Acid soluble
Konsentrasi insoluble
Abu (%) lignin Total Lignin
Asam lignin
[%]
[%]
H2SO4 6% 4,94 39,32 6,11 45,43
H2SO4 8% 5,25 40,57 6,24 46,81
H2SO4 10% 5,75 44,08 5,64 48,73

Selulosa
Hemiselulosa
Lignin
50

40

30
%

20

10

0
6% 8% 10%
Konsentrasi H2SO4
40

Gambar 15. Diagram kandungan residu TKKS hasil perlakuan awal asam

Hasil analisis kandungan residu hasil perlakuan awal asam menunjukkan

kandungan selulosa dan hemiselulosa tertinggi dihasilkan oleh residu hasil perlakuan

awal menggunakan H2SO4 6%. Kandungan selulosa dan hemiselulosa pada

residunya semakin berkurang seiring dengan peningkatan konsentrasi H2SO4 yang

digunakan. Hal ini menunjukkan peningkatan konsentrasi H2SO4 dapat melarutkan

selulosa dan hemiselulosa menjadi glukosa dan xilosa mengakibatkan turunnya

persentase selulosa dan hemiselulosa serta meningkatnya persentase lignin. Semakin

tinggi konsentrasi asam yang digunakan mengakibatkan reaksi antara asam dan

lignoselulosa berlangsung lebih cepat sehingga selulosa dan hemiselulosa yang larut

akan semakin banyak, namun peningkatan konsentrasi asam juga dapat

mengakibatkan glukosa dan senyawa gula lainnya terdegradasi menjadi senyawa

hidroksi metil furfural (HMF), furfural dan asam asetat.

2. Pengaruh Konsentrasi H2SO4 Terhadap Filtrat Hasil Perlakuan Awal Asam

Hasil analisis kandungan filtrat hasil perlakuan awal asam memperlihatkan

kandungan tertinggi yang terdapat dalam filtrat tersebut adalah xilosa yang

merupakan monomer hemiselulosa. Sedangkan hanya terdapat sedikit jumlah

glukosa. Kandungan filtrat perlakuan asam dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar

16.

Tabel 4. Kandungan filtrat hasil perlakuan awal asam


Jenis Konsentrasi Glukosa Xilosa (g/L) Asetat Furfural
Asam yang (g/L) (g/L) (g/L)
digunakan
H2SO4 6% 0,56 39,70 2,73 -
H2SO4 8% 0,54 37,09 2,96 -
41

H2SO4 10% 0,74 39,49 2,89 -

Glukosa
Xilosa
Asetat
40

35

30

25
g/L

20

15

10

0
6% 8% 10%
Konsentrasi H2SO4

Gambar 16. Diagram kandungan filtrat TKKS hasil perlakuan awal asam

Perlakuan awal asam akan mendegradasi hemiselulosa menjadi pentosa dan

gula heksosa, asam alifatik (terutama asam asetat, asam formiat dan asam levulinat)

dan furan aldehid (5-hydroxymethylfurfural (HMF) dan furfural). Setelah hidrolisis

polisakarida lignoselulosa, lignin tetap sebagai residu padat, meskipun sebagian kecil

terdegradasi menjadi fenolik dan senyawa aromatik lainnya (Jonsson dkk, 2013).

Berikut reaksi pemutusan rantai lignoselulosa oleh asam (Gambar 17).


42

Gambar 17. Reaksi hidrolisis asam dengan lignoselulosa (Ramos, 2003) (1)
arabinosa; (2) xilosa; (3) asetil xilogomer; (4) xyloligomer; (5)
oligosakarida; (6) glukosa; (7) selobiosa; (8) seloligomer;
Selain memutuskan rantai lignoselulosa, asam juga dapat menghidrolisis

polimer dalam selulosa menjadi monomer-monomernya dengan memecahkan ikatan

glikosida melalui 3 tahap. Tahap pertama proton berinteraksi cepat dengan oksigen

glikosida yang menghubungkan 2 jenis gula (I), membentuk yang disebut asam

konjugat (II). Langkah ini diikuti dengan pemecahan yang lambat dari ikatan C-O,

dalam kebanyakan hal menghasilkan zat antara kation siklis (III). Hal inilah yang

menyebabkan adanya glukosa dalam filtrat


43

Gambar 18. Mekanisme reaksi hidrolisis selulosa dalam suasana asam (Fengel dan
Gred, 1995).
Komponen lain yang terdapat dalam filtrat hasil perlakuan awal asam adalah

asetat. Kandungan asetat paling rendah dihasilkan oleh perlakuan awal H 2SO4 6%

sebesar 2,73 g/L. Kandungan asam asetat merupakan salah satu hal yang patut

dipertimbangkan dalam pembuatan bioetanol. Semakin sedikit asam asetat yang

terdapat pada filtrat maka semakin baik. Asam asetat terbentuk dari dekomposisi

hemiselulosa (Chong dkk., 2013) dan oksidasi gugus aldosa yang terdapat di dalam

monokarida (Gambar 17). Adanya asam asetat dengan rentang konsentrasi ≥ 4 g/L

akan menghambat pertumbuhan mikroba (Chong dkk., 2013).

Gambar 19. Reaksi Oksidasi gugus aldehid menjadi asam asetat (Hart, 1987)
44

Furfural dan hidroksimetil furfural juga merupakan hasil samping pada

perlakuan awal asam selain asam asetat. Keduanya merupakan hasil dari reaksi-

reaksi dehidrasi yang terjadi selama perlakuan panas terhadap polisakarida. Produk

hasil dehidrasi yang paling sering ditemui adalah senyawa siklis furfural (2-

furaldehida) yang dibentuk dari pentosa dan hidroksimetilfurfural (5-hidroksimetil-2-

furaldehida) (Gambar 20). Hasil-hasil tinggi dari senyawa ini dapat diperoleh bila

menggunakan asam pekat dan suhu tinggi (Fengel dan Gred, 1995).

Furfural telah dilaporkan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan

mengurangi aktivitas enzimatik dan biologis, memecah DNA dan menghambat

sintesis protein dan RNA (Chong dkk., 2013). Namun pada hasil pegujian kandungan

filtrat hasil perlakuan awal asam tidak ditemukan adanya furfural sebab perlakuan

awal ini menggunakan asam dengan konsentrasi rendah sehingga tidak sampai

membuat senyawa pentosa dan glukosa mengalami dehidrasi. Menurut Silva dkk.,

(2016) furfural dan HMF dengan konsentrasi 0,25 g/L dan 0,05 g/L dapat

menghambat pertumbuhan sel dalam memproduksi bioetanol.

Gambar 20. Pembentukan furfural dan hidroksimetilfurfural dari monosakarida


dalam medium asam (Fengel dan Gred, 1995).
45

Berdasarkan hasil yang diperoleh, konsentrasi H2SO4 yang paling baik untuk

digunakan untuk proses perlakuan awal asam ialah H2SO4 6%. H2SO4 6%

menghasilkan substrat selulosa dan juga xilosa yang tinggi serta hasil samping

berupa asam asetat yang sedikit dan tidak menghasilkan furfural.

C. Perlakuan Awal Dua Tahap (Asam dan Basa)

Perlakuan awal menggunakan 2 tahap dilakukan untuk memberoleh sumber

substrat secara optimal. Berdasarkan hasil optimasi konsentrasi H2SO4 pada

perlakuan awal asam, konsentrasi H2SO4 yang digunakan adalah 6%. Perlakuan awal

asam akan menghasilkan substrat xilosa yang nantinya akan diubah oleh mikroba

Scheffercomyces stipitis menjadi etanol. Perlakuan awal asam ini akan

mendekomposisi lignoselulosa dan melarutkan xilosa dan sebagian glukosa (Gambar

17 dan Gambar 18) sehingga akan dihasilkan filtrat xilosa dalam jumlah cukup

banyak dan sedikit glukosa (Tabel 3). Selain filtrat, perlakuan awal asam juga

menghasilkan residu yang terdiri dari selulosa dan lignin (Tabel 4). Residu hasil

perlakuan awal asam kemudian dilanjutkan dengan perlakuan awal basa untuk

menghilangkan lignin yang berada pada residu tersebut.

Tabel 5. Komposisi TKKS sebelum dan sesudah perlakuan awal asam dan basa
Sampel Selulosa (%) Hemiselulosa (%) Lignin (%)
TKKS raw
13,50 6,94 36.96
material
TKKS perlakuan
19,11 1,40 44,05
awal asam
TKKS perlakuan
30,65 0 17,40
awal asam-basa
46

Selulosa
Hemiselulosa
Lignin
40

30
%

20

10

0
TKKS raw material Perlakuan awal asam Perlakuan awal asam-basa

Gambar 21. Diagram komposisi TKKS sebelum dan sesudah mengalami perlakuan
awal 2 tahap.

Grafik tersebut menunjukkan perlakuan 2 tahap meningkatkan jumlah selulosa

dan menurunkan jumlah lignin. Kandungan selulosa pada raw material sebesar

13,50%, hemiselulosa 6,94% dan lignin 36,96%. Pada perlakuan awal asam,

hemiselulosanya larut ke dalam filtrat sehingga kandungan selulosa meningkat

menjadi 19,11%. Namun perlakuan awal asam ini tidak dapat mendegradasi lignin

sehingga lignin masih terdapat paada residu dalam jumlah cukup besar yaitu 44,05%.

Perlakuan awal basa membuat kandungan lignin menurun secara signifikan

menjadi 17,40% disebabkan karena NaOH merusak senyawa lignin dan

menyebabkannya ikut terlarut dalam pelarut. NaOH juga dapat mendegradasi lignin

secara hidrolisis dan melarutkan gugus gula sederhana yang masih bersatu dalam

serat namun NaOH tidak dapat melarutkan selulosa sehingga selulosa akan tetap

tertinggal pada residu (Sutikno dkk., 2015). Selain lignin, kandungan hemiselulola
47

juga menurun hingga 0% dikarenakan sifat dari hemiselulosa yang amorf sehingga

ikatan glikosidanya mudah terputus dengan adanya larutan basa dan akan ikut larut

oleh basa (Winarno, 1997). Selulosa yang tinggi pada substrat hasil perlakuan awal

asam- basa ini dapat dimanfaatkan sebagai substrat dalam proses fermentasi

bioetanol.

Gambar 22. Reaksi pemutusan ikatan lignoselulosa dengan NaOH

Menurut Nlewem dan Thrash (2010) Penggunaan basa pada bahan

lignoselulosa dapat meningkatkan solubilisasi (kelarutan) dari lignin,

pembengkakan selulosa, dan mengakibatkan lignin larut serta terpisah dari selulosa.
48

Lignin dalam larutan NaOH akan membentuk garam fenolat yang larut dalam air.

Garam fenolat ini terbentuk setelah ikatan antara selulosa dengan lignin lepas

sehingga diperoleh selulosa dalam keadaan bebas lignin. Lignin yang terdegradasi

akan larut dalam lindi hitam sebagai natrium fenolat (Noermala dkk., 2013).

Proses perlakuan 2 tahap (asam-basa) menghasilkan 2 jenis substrat yaitu

xilosa yang terdapat dalam filtrat hasil perlakuan awal asam dan selulosa yang

terkandung dalam residu hasil perlakuan awal asam dan basa. Selulosa tidak dapat

langsung difermentasi oleh mikroba sehingga perlu dihidrolisis menjadi monomer-

monomernya. Proses hidrolisis dilakukan sekaligus dengan proses fermentasi

dengan menggunakan 2 jenis mikroba sehingga dinamakan metode SSCF

(Simultaneous Saccarification and Co-Fermentation).

D. Fermentasi

Proses hidrolisis dan fermentasi dalam penelitian ini menggunakan metode

SSCF (Simultaneous Saccarification and Co-Fermentation). Metode ini mirip

dengan metode SSF (Simultaneous Saccarification and Fermentation) di mana

proses hidrolisis dan fermentasinya dilakukan secara bersamaannya. Perbedaan

antara metode SSCF dan SSF yaitu metode SSF hanya menggunakan 1 jenis

mikroorganisme sedangkan metode SSCF menggunakan 2 atau lebih jenis

mikroorganisme

Fermentasi dilakukan menggunakan 2 jenis substrat yaitu selulosa hasil

perlakuan awal asam-basa dan xilosa hasil perlakuan awal asam. Substrat merupakan

media pertumbuhan yang di dalamnya terdapat nutrisi yang diperlukan oleh mikroba

(Azizah dkk., 2012). Jumlah substrat mempunyai pengaruh yang cukup besar.
49

Menurut Moeksin dan Fransisca (2010) substrat yang terlalu sedikit akan

menghambat kecepatan proses fermentasi dan konsentrasi substrat yang terlalu tinggi

menyebabkan viskositas larutan menurun dengan terbentuknya glukosa dan bioetanol

serta memudahkan untuk pencampuran melalui pencernaan enzimatik dan fermentasi

(Han dkk., 2014).

Enzim yang digunakan pada penelitian ini yaitu enzim selulase dan β-

glukosidase. Selulase merupakan enzim yang berperan dalam pemecahan selulosa

menjadi gula sederhana dengan memecahkan ikatan ß-1,4-D-glikosida pada selulosa

sehingga menghasilkan glukosa (Wahyuningtyas dkk., 2013). Enzim β-glukosidase

ditambahkan karena aktivitas pemecahan selobiosa oleh selulase tidak memadai.

Penambahan β-glukosidase akan mempercepat kerja selulase karena selobiosa yang

terbentuk langsung dikonversi menjadi glukosa oleh β-glukosidase (Hermiati dkk.,

2010). Banyaknnya enzim yang digunakan pada penelitian ini ialah sebanyak 30

FPU (Filter Paper Unit). FPU menyatakan aktifitas yaitu konsentrasi enzim yang

diperlukan untuk menghasilkan 2 mg gula pereduksi dari 50 mg kertas saring

whatman selama 60 menit (Ghose, 1987).

Fermentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan metode ko-kultur dan

menggunakan fermentor dengan penambahan oksigen murni. Fermentasi dilakukan

menggunakan 2 jenis mikrorganisme yaitu Saccharomyces cerevisiae dan

Scheffersomyces stipitis dengan rasio sel 1:2 dan substrat selulosa dan xilosa

dengan perbandingan 2:3, kecepatan agitasi sebesar 100 rpm, kondisi pH 5,5, suhu

30oC selama 120 jam. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2017)

mengenai Optimasi Fermentasi Bioetanol Holoselulosa Tandan Kosong Sawit


50

dengan ko-kultur Saccharomyces cerevisiae dan Scheffersomyces stipitis

Terimobilisasi Alginat, perbandingan rasio sel, perbandingan substrat, kecepatan

agitasi, suhu dan pH tersebut merupakan kondisi optimum dalam fermentasi

Bioetanol.

1. Fermentasi Ko-Kultur

Hasil pengukuran terhadap konsentrasi etanol menunjukkan bahwa produksi

etanol naik dan kemudian turun dalam waktu tertentu. Dari grafik dapat dilihat

bahwa pada 24 jam konsentrasi etanol meningkat menjadi 25,28 g/L yang

menunjukkan bahwa mikroorganisme mulai bekerja pada jam ke-24. Hal ini

didukung dengan menurunnya jumlah glukosa dari 16,17 g/L menjadi 3,07 g/L. Hal

ini disebabkan Saccharomyces cerevisiae dan Scheffersomyces stipitis pada 24 jam

pertama mengkonfersi glukosa menjadi etanol dan Scheffersomyces stipitis juga

mempunyai kemampuan untuk mengkonversi glukosa dan xilosa untuk menjadi

etanol.

Scheffersomyces stipitis terlebih dahulu mengkonversi glukosa menjadi

etanol dibandingkan dengan xilosa. Setelah 48 jam dan kehabisan glukosa, Pichia

stipitis mengkonversi xilosa. Sedangkan pada jam ke-24 kadar xilosa meningkat

dari 8,18 g/L menjadi 15,45 g/L karena hasil hidrolisis selulosa yang masih

mengandung hemiselulosa didalamnya. Kandungan Bioetanol pada jam ke-48

meningkat meningkat menjadi 42,42 g/L, konsentrasi glukosa menurun menjadi

2,10 g/L dan xilosa menurun menjadi 15,22. Hasil Fermentasi Ko-Kultur dapat

dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 23.


51

Tabel 5. Hubungan waktu terhadap konsentrasi glukosa, xilosa dan etanol.


Waktu (Jam) Glukosa (g/L) Xilosa (g/L) Etanol (g/L)
0 16,16996397 8,18355946 0,64223043
24 3,06622604 15,45096617 25,28398658
48 2,10245585 15,2187961 42,41532572
120 2,35445081 13,69034318 0,64223043

Glukosa
50
Xilosa
Etanol
40

30
g/L

20

10

0 20 40 60 80 100 120

waktu fermentasi

Gambar 23. Grafik hubungan waktu terhadap konsentrasi zat dalam sampel (g/L)

Rouhoullah dkk. (2007) menyatakan bahwa Scheffersomyces stipitis mulai

mengkonversi glukosa pada waktu 30 jam pertama sedangkan Saccharomyces

cerevisiae mulai mengkonversi glukosa menjadi etanol pada waktu 18 jam.

Scheffersomyces stipitis mengkonversi glukosa terlebih dahulu dengan kecepatan

konversi glukosa lebih cepat dibandingkan dengan xilosa. Hal ini didukung oleh

penelitian Smunindar (2010) yang membuat bioethanol dengan masing-masing

Saccharomyces cerevisiae dan Scheffersomyces stipitis serta campuran keduanya.


52

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa baik pada fermentasi menggunakan

mikroorganisme tunggal maupun campuran, produksi bioetanol tertinggi

dihasilkan pada jam ke 48 dan mulai jam ke 96 produksi etanol mulai menurun.

5.50

5.45

5.40
pH

5.35

5.30

0 20 40 60 80 100 120

Waktu Fermentasi (jam)

Gambar 24. pH selama proses fermentasi

Gambar 23 menunjukkan bahwa produksi etanol meningkat dari jam 0-48

namun setelah itu produksi etanol menurun sebab gula telah dikonversi menjadi

produk nonetanol. Hal ini dibuktikan dengan menurunnya pH selama proses

fermentasi. Fermentasi bioetanol selain menghasilkan etanol sebagai produk utama,

dan produk samping berupa CO2,. Pembentukan CO2 yang dihasillkan secara teroti

sebanding dengan etanol.

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 …………………………..…. (11)

3C3H10O5 5C2H5OH + 5CO2 ………………………. ……..(12)

Adanya CO2 dalam media fermentasi akan bereaksi dengan air yang ada dalam

media fermentasi membentuk asam karbonat.


53

CO2 + H2O H2CO3 ………………………. ……..(13)

H2CO3 H+ + HCO3- ……………………………....(14)

Pelepasan H+ inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan pH sehingga pH

media menjadi lebih asam. Selain terbentuknya CO2, asam-asam organik seperti

asam piruvat, asam suksinat, asam laktat dan lain-lain (Smunindar, 2010) dapat

menyebabkan terjadinya penurunan pH.

2. Fermentasi dengan Penambahan Oksigen Menggunakan Fermentor

Fermentasi dengan penambahan oksigen bertujuan untuk mengoptimalkan

kinerja dari Scheffersomyces stipitis. Hal ini dikarenakan Scheffersomyces stipitis

bersifat mikroaerofilik yaitu mikroba yang membutuhkan oksigen dalam jumlah

tertentu. Hasil fermentasi dengan menggunakan fermentor dan penambahan oksigen

dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan high (tinggi) peak HPLC masing-

masing komponen terhadap waktu. Semakin tinggi peak nya maka semakin tinggi

pula konsentrasinya. Namun pada hasil pengukuran HPLC tersebut peak etanol

tidak muncul dimana berdasarkan larutan standar yang digunakan, etanol

mempunyai waktu retensi sekitar 21. Akan tetapi ada 2 senyawa yang muncul pada

waktu retensi sekitar 11 dan 14. Senyawa dengan waktu retensi 14 (senyawa X)

mulai muncul pada jam ke 24 dan senyawa dengan waktu retensi 11 (senyawa Y)

mulai muncul pada jam ke-48.

Tabel 6. Hubungan waktu terhadap peak analisis HPLC


Waktu (Jam) Glukosa Xilosa Senyawa X Senyawa Y

0 11499 8068 - -

24 5093 7473 872 -

48 2781 6343 1104 1229


54

71 2454 7327 1539 2544

112 - 5141 1359 3466

120 1228 5158 1482 3988

Selain itu kandungan glukosa dan xilosa menurun dari waktu ke waktu. Keduanya

digunakan oleh mikroba sebagai substratnya. Penurunan kadar glukosa dan xilosa

dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 25.

Tabel 7. Hubungan waktu terhadap kadar glukosa dan xilosa


Waktu (Jam) Glukosa (g/L) Xilosa (g/L)
0 6,83001162 13,26619652
24 7,74941173 12,33374079
48 4,47211748 10,56285849
71 4,00859014 12,10493653
96 0,53000879 8,6164551
120 2,27071698 8,70578279

13 Glukosa
12 Xilosa
11
10
9
8
g/L

7
6
5
4
3
2
20 40 60 80 100 120
waktu fermentasi

Gambar 25. Grafik hubungan waktu terhadap konsentrasi zat dalam sampel (g/L)
55

Tabel 7 dan Gambar 25 terlihat bahwa kadar glukosa dan xilosa menurun.

Penurunan kadar glukosa dan xilosa menunjukkan bahwa glukosa dan xilosa

digunakan oleh mikroba dalam proses fermentasi. Akan tetapi turunnya kedua zat

tersebut tidak diiringi dengan terbentuknya etanol, melainkan senyawa lain yang

belum diketahui jenisnya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal

diantaranya asam piruvat yang dikonversi secara langsung menjadi senyawa selain

alkohol, terbentuk alkohol dalam jumlah yang sangat sedikit sehingga tidak dapat

terdeteksi oleh alat atau alcohol yang terbentuk terkonversi kembali menjadi

senyawa lain sehingga tidak sempat dianalisis.

5.6

5.5

5.4
pH

5.3

5.2

5.1

0 20 40 60 80 100 120
Waktu (jam)

Gambar 26. pH selama proses fermentasi

Gambar 26 menunjukkan penurunan pH dari 5,5 hingga ±5,1. Grafik ini

menunjukkan adanya senyawa-senyawa bersifat asam yang diproduksi selama

proses fermentasi. Penurunan pH pada media fermentasi selain disebabkan

terbentuknya gas CO2 dapat juga disebabkan oleh terbentuknya asam-asam organik.
56

Asam-asam organik yang terbentuk akan berdisosiasi dengan air menghasilkan H+

yang menyebabkan turunnya pH media. Kemungkinan asam-asam organic yang

terbentuk pada proses ini adalah asam laktat dimana reaksinya adalah sebagai

berikut:

Reaksi pembentukan asam laktat dari glukosa

………………………………..(15)

…………..(16)

Reaksi pembentukan asam laktat dari xilosa

…………………………..(17)

………....(16)

(Pujaningsih, 2005)

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ilmen dkk., (2007) mengenai

‘Efficient Production of L-Lactic Acid from xylose by Pichia Stipitis’

memperlihatkan bahwa Scheffersomyces stipitis (Pichia Stipitis) turut

mengkonversi xilosa menjadi asam laktat pada akhir proses fermentasi dan

menyebabkan pH media menurun.


V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa

1. Konsentrasi optimum H2SO4 yang digunakan pada perlakuan awal asam adalah

6% dengan kandungan pada residu berupa 15,69% Selulosa, 2,47% hemiselulosa

dan 45,43% lignin serta kandungan filtratnya yaitu 0,56 g/L glukosa, 39,70 g/L

Xilosa dan 2,73 g/L asetat tanpa adanya kandungan furfural.

2. Pada perlakuan awal 2 tahap (asam-basa) dapat menurunkan kandungan lignin

hingga 17,40%, selulosa 30,65% dan hemiselulosa 0%.

3. Fermentasi menggunakan metode Ko-kultur menghasilkan etanol terbesar pada

jam ke-48 dengan kandungan etanol sebesar 42,42 g/L dan pada fermentasi

menggunakan fermentor tidak menghasilkan etanol tetapi menghasilkan suatu

senyawa bersifat asam yang diduga merupakan asam laktat.

B. Saran

Adapun saran yang dapat saya masukkan ialah:

1. Perlunya pengkalibrasian ulang terhadap alat fermentor yang digunakan.

2. Perlunya mengembangan metode dan dilakukan optimasi produksi fermentasi

menggunakan fermentor dengan dan tanpa penambahan oksigen yang terkendali.

3. Perlunya penambahan uji oksigen terlarut untuk mengetahui banyaknya oksigen

yang dikonsumsi oleh mikroorganisme.

57
DAFTAR PUSTAKA

Aiman, Syahrul. 2014. Perkembangan Teknologi dan Tantangan dalam Riset


Bioetanol Indonesia. 16(2):108-117.
Anwar, Nadiem, Arief W., dan Sugeng W. 2010. Peningkatan Unjuk Kerja Hidrolisis
Enzimatik Jerami Padi Menggunakan Campuran Selulase Kasar dari
Trichoderma Reesei dan Aspergillus Niger. MAKARA, SAINS. 14(2):113-116.
Aprilia, Diana., Shinta E., dan Sri R.M. 2018. Pemanfaatan Mikroalga dari Limbah
Cair Kelapa Sawit Menjadi Bioetanol dengan Variasi Konsentrasi Asam Sulfat.
Jom FTEKNIK. 5(1):1-5.
Arianie, Lucy dan Nora I. 2011. Penentuan Lignin dan Kadar Glukosa Dalam
Hidrolisis Organosolv dan Hidrolisis Asam. Sains dan Terapan Kimia.
5(2):140-150.
Azizah, N., A. N. Al‐Baarri., dan S. Mulyani. 2012. Pengaruh Lama Fermentasi
Terhadap Kadar Alkohol, Ph, Dan Produksi Gas Pada Proses Fermentasi
Bioetanol Dari Whey Dengan Substitusi Kulit Nanas. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan. 1(2):72-76.
Badger, P. (2002). Ethanol from cellulose: A general review. Trends in New Crops
and New Uses. 17–21.
Bari ID, Canio PD, Cuna D, Liuzzi F, Capece A, Romano P. 2013. Bioethanol
production from mixed sugars by Scheffersomyces stipitis free and
immobilized cells, and co-cultures with Saccharomyces cerevisiae. New
Biotechnology. 30: 591-597.
Brigham CJ, Macedo N. 2014. From Beverages to Biofuels: The Journeys of
Ethanol-Producing Microorganisms. International Journal of Biotechnology
for Wellness Industries. 3: 79-87.
Burhani, Dian., Ary M. H. P., Joko W., Yulia N., dan Yanni S. 2017. The effect of
two-stage pretreatment on the physical and chemical characteristic of oil palm
empty fruit bunch for bioethanol production. Proceedings of the 3rd
International Symposium on Applied Chemistry 2017. 020016:1-10.
Bustaman, Sjahrul. 2008. Kebijakan Pengembangan Bahan Bakar Nabati
(Bioetanol). Jurnal Ekonomi dan Pembangunan. ISSN 0854-526X:35-42.
Cahyono, Agung., Wahyunanto A. N., Darwin K., dan Muryanto. 2016. Penggunaan
Lindi Hitam Pada Proses Pretreatment Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis
Guineensis). Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. 4(1):33-40.
Chen Y. 2011. Development and application of co-culture for ethanol production by
co-fermentation of glucose and xylose: a systematic review. Journal of
Industrial Microbiology Biotechnology. 38: 581-597.

58
59

Chong, Poh S., Jamaliah M. J., Shuhaida H., Swee S. L., Sahilah A. M, Osman H.,
Mohd T. M. N. 2013. Enhancement of batch biohydrogen production from
prehydrolysate of acid treated oil palm empty fruit bunch. International journal
of hydrogen energy. XXX:1-8.
Day, R. A dan A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta :
Erlangga.
Dumanauw, J.F. 2001. Mengenal Kayu. Yogyakarta : Kanisius.
Dwiastuti, Inne. 2008. Analisis Manajemen Strategi Industri Alternatif: Studi kasus
Biofuel. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan. ISSN 0854-526X:17-24.
Farias, Daniele, Daniel I. P. A., dan Francisco M. F. 2017. Improving bioethanol
production by Scheffersomyces stipitis using retentostat extractive
fermentation at high xylose concentration. Biochemical Engineering Journal.
172:361–379.
Fengel, Dietrich dan Gerd W. 1995. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Fu N, Peiris P. 2008. Co-fermentation of a mixture of glucose and xylose to ethanol
by Zymomonas mobilis and Pachysolen tannophilus. World Journal of
Microbiology and Biotechnology. 24: 1091–1097.
Ghose, T.K., 1987. Measurement of cellulase activities.Pure & Appl. Chem., 59(2),
257—268.
Gikonyo, Barbanas. 2015. Sugarcane as Biofuel Feedstock. Canada: Aple Academic
Press.
Hambali, Erliza, Siti M., Armansyah H.T., Abdul W.P., dan Roy H. 2007. Teknologi
Bioenergi. Bogor : Agromedia.
Hamid, Sharifah B. A. 2014. Nanocellulose: Structure and Chemical Process. The
Scientific World Journal. 1-16.
Hart, Harold. 1990. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Hidayat, Mohamad R. 2013. Teknologi Pretreatment Bahan Lignoselulosa dalam
Proses Produksi Bioetanol. Biopropal Industry. 4(1): 33-48.
Ida RE. 2009. Biomassa sebagai Bahan Baku Boetanol. Bogor: Balai Besar
Penelitiandan Pengembangan bioteknologi dan Sumber Daya Genetik
Pertanian.
Ilmen, M., K., Laura r., Pirkko S., dan Merja p. 2007. Efficient Production of L-
Lactic Acid from xylose by Pichia Stipitis. Juornal of Microbiology.
73(1):117-123.
Iskandar, Soetyono. 2015. Ilmu Kimia Teknik. Yogyakarta : Deepublish.
60

Jonsson LJ, Alriksson B, Nilvebrant NO. 2013. Bioconversion of lignocellulose:


inhibitors and detoxification. Biotechnology for Biofuels. 6(16): 1-10.
Karagoz, Pınar dan Melek O. 2014. Ethanol production from wheat straw by
Saccharomyces cerevisiae and Scheffersomyces stipitis co-culture in batch and
continuous system. Bioresource Technology. 158:286-293.
Khopkar SM. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Kim, Seonghun dan Chul H. K. 2013. Bioethanol Production Using The Sequential
Acid/Alkali-Pretreated Empty Palm Fruit Bunch Fiber. Renewable Energy.
54:150-155.
Kong, Gan Thay. 2010. Peran Biomassa bagi energi terbarukan. Jakarta : Elex
Media Komputindo.
Kristina, Evi R. S., dan Novia. 2012. Alkaline Pretreatment Dan Proses Simultan
Sakarifikasi – Fermentasi Untuk Produksi Etanol Dari Tandan Kosong Kelapa
Sawit. Jurnal Teknik Kimia. 3(18):34-42.

Madigan MT, Martinko JM, Stahl DA. 2011. Biology of Microorganisms. 13th ed.
Benjamin Cummings, San Francisco.
Martini, A. E. 1984. Comparazione dei genomi del lievito Pichia stipitis e de alcune
specie imperfette affini. Ann. Fac. Agr. Univ. Perugia 38B: 331-335.
Moeksin, Rosdiana dan Fransisca, Shinta. 2010. Pembuatan Etanol dari Bengkuang
dengan Variasi Berat Ragi, Waktu dan Jenis Ragi. Jurnal Teknik Kimia. 2(17):
25-30.
Moreno, Antonio D., David I., Pablo A., Elia T. P., and Mercedes B. 2015. A review
of biological delignification and detoxification methods for lignocellulosic
bioethanol production. Informa Healthcare. ISSN 0738-8551:342-354.
Murningsih, Tri dan Chairul. 2000. Mengenal HPLC: Peranannya Dalam Analisa
Dan Proses Isolasi Bahan Kimia Alam. Berita Biologi. 5(2): 261-271.
Muryanto, Yanni S., dan Haznan A. 2016. Optimasi Proses Perlakuan Awal NaOH
Tandan Kosong Kelapa Sawit untuk menjadi Bioetanol. J.Kim.Terap.Indones.,
ISSN:0853–2788:27-35.
Nadia, Asma., Asma F., Ersha M., dan Sunardi. 2017. Potensi Limbah Lignoselulosa
Kelapa Sawit di Kalimantan Selatan untuk Produksi Bioetanol dan Xylitol.
Jurnal Inovasi Pendidikan Sains. 8(2):41-51.
Nasruddin. 2013. Rekayasa glukosa dari tandan kosong kelapa sawit melalui proses
fermentasi dengan Saccharomyces cereviseae menjadi bioetanol. Jurnal litbang
industri. 3(1):1-10.
61

Ni’mah, Lailan., Abdul G., dan Achmad K.S. 2016. Pemanfaatan Serat Kelapa Sawit
untuk Pembuatan Gasohol (Premium-Bioetanol) dengan Pretreatment
Lignocelulotic Material dan Fermentasi dengan Menggunakan Ragi Tape dan
NPK. Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah. ISBN 978-602-6483-34-
8:647-653.
Ningsih, Yuni A., Kartini R.L., dan Rosdiana M. 2012. Pembuatan etanol dari tandan
kosong kelapa sawit (TKKS) dengan metode hidrolisis asam dan fermentasi.
Jurnal teknik kimia. 18(1):30-34.
Nlewem KC, Thrash JME. 2010. Comparison of different pretreatment methods
based on residual lignin effect. Bioresource Technology. 101: 5426–5430.
Noermala S, Rosdiana, Purbowatiningrum RS, Nies SM. 2013: Aktivitas Fusarium
oxysporum dalam Menghidrolisis Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes)
dengan Variasi Temperatur. Chemical Information. 1(1): 220-225.
Nofiana, Yulia. 2017. Optimasi Fermentasi Bioetanol Holoselulosa Tandan Kosong
Sawit Dengan Co-Culture Saccharomyces cerevisiae dan Scheffersomyces
stipitis Terimobilisasi Alginat. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Novia, Muhammad F., Meilinda F. A., dan Daru H. Y. 2011. Hidrolisis enzimatik
dan fermentasi tkks yang didelignifikasi dengan asam sulfat dan NaOH untuk
memproduksi bioetanol. Prosiding seminar nasional avoer ke-3. ISBN:979-
587-395-4:451-461.
Novia, Windarti A, Rosmawati. 2014. Pembuatan Bioethanol dari Jerami Padi
dengan Metode Ozonolisis – Simultaneous Saccharomyces and Fermentation
(SSF). Jurnal Teknik Kimia. 20(3): 38-48.
Pujaningsih, R.I. 2005. Teknologi Fermentasi dan Peningkatan Kualitas Pangan.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Purnamayani, Rima. 2013. Teknologi Pembuatan Kompos Tandan Kosong Kelapa
Sawit. Jambi : BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN.
Puspitasari, kartika D.M.P., Suwandi., dan Hartono A. B. 2018. Proses Pembuatan
Bioetanol dari Jerami Padi dengan Metode SSF Delignifikasi Asam dan
Metode SHF. e-Proceeding of Engineering. 5(1):954-958.
Ramos LP. 2003. The Chemistry Involved in The Steam Treatment of
Lignocellulosic materials. Quimica Nova. 26(6): 863-871.
Riyanti, E. I. 2009. Biomassa Sebagai Bahan Baku Bioetanol. Jurnal Litbang
Pertanian. 29 (3):101-110.
Rubiyanto, Dwiarso. 2017. Metode Kromatografi. Yogyakarta : Deepublish.
62

Sarwono, Rakhman, Eka T., Yosi A., Hendris H. K., dan Trisanti A. 2014. Konversi
Selulosa Tandan Kosong Sawit (TKS) Menjadi Etanol. Jurnal Selulosa. 4(1):1-
6.
Silaban, Belli M. J., dan Li F. Y. 2017. Optimasi Fermentasi Produksi Etanol dari
Nira Siwalan (Borassus flabellifer) Menggunakan Mikroorganisme
Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis dengan Response Surface
Methodology. Skripsi. Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.
Silva AS, Junior AMO, Silva CE, Abud AKS. 2016. Inhibitors Influence on Ethanol
Fermentation by Pichia Stipitis. Chemical Engineering Transactions. 49: 367-
372.
Sivakumar, Ganapathy., Daniel R. V., Jianfeng X., David M. B., Jackson O. L.,
Xumeng G., dan Pamela J. 2010. Bioethanol and biodiesel: Alternative liquid
fuels for future generations. Eng. Life Sci. 10(1):8-18.
Sluiter B, Hames R, Ruiz C, Scarlata J, Sluiter D, Templeton M, Crocker D. 2011.
Determination of Structural Carbohydrates and Lignin in Biomass. Technical
report. NREL/TP-510-42618.
Suharto. 2017. Bioteknologi dalam Bahan Bakar Non-Fosil. Yogyakarta : Penerbit
Andi.
Sumar, Hendayana. 1994. Kimia Analisis Farmasi. Jakarta: UI Press.
Supraningsih, Juliati. 2012. Pengembangan Kelapa Sawit Sebagai Biofuel Dan
Produksi Minyak Sawit Serta Hambatannya. Ekonomi. 29(321):10-16.
Susanti, R., dan Fidia F. 2017. Teknologi Enzim. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Susilo, Bambang, Retno D., dan Ni’matul I. 2017. Teknik Bioenergi. Malang : UB
Press.
Sutikno, Meri F. Y., dan Marniza. 2015. Pengaruh Perlakuan Awal Basa dan
Hidrolisis Asam terhadap Kadar Gula Reduksi Ampas Tebu. Prosiding
Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Polinela. ISBN 978-
602-70530-0-7:1-10.
Unrean, Pornkamol dan Nhung H. A. N. 2012. Metabolic pathway analysis of
Scheffersomyces (Pichia) stipitis: effect of oxygen availability on ethanol
synthesis and flux distributions. Appl Microbiol Biotechnol. 94:1387–1398.
Usmana, Akhmad S., Novia dan Sapta R. 2012. Pengaruh volume enzim dan waktu
fermentasi terhadap kadar etanol (bahan baku tandan kosong kelapa sawit
dengan pretreatment alkali. Jurnal Teknik Kimia. 2(18):17-24.
Wahyuningtyas P, Argo AD, Nugroho WA. 2013. Studi Pembuatan Enzim Selulase
dari Mikrofungi Trichoderma reesei dengan Substrat Jerami Padi Sebagai
Katalis Hidrolisis Enzimatik pada Produksi Bioetanol. Jurnal Bioproses
Komoditas Tropis. 1(1): 21-25.
63

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Wusnah, Samsul B., dan Dwi H. 2016. Proses Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang
Kepok (Musa acuminata B.C) Secara Fermentasi. Jurnal Teknologi Kimia
Unimal. 5 (1):57-65.
Xu, H., Li, B., & Mu, X. (2016). Review of Alkali-Based Pretreatment to Enhance
Enzymatic Saccharification for Lignocellulosic Biomass Conversion.
Industrial and Engineering Chemistry Research. 55(32).
Zhang, Jiayi dan Lee R. L. 2010. Ethanol Production From Paper Sludge by
Simultaneous Saccharification and Co-Fermentation Using Recombinant
Xylose-Fermenting Microorganisms. Biotechnology and Bioengineering.
107(2):235-242.
Zihe, Liu. 2012. Different expression systems for production of recombinant proteins
in Saccharomyces cerevisiae. Biotechnol Bioeng. (5):1259-68.
Lampiran 1. Prosedur Penelitian

Diagram Alir Penelitian

Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKS)


Ukuran 30 Mesh
- Perlakuan awal menggunakan
H2SO4

Residu (Selulosa & Filtrat (Xilosa)


Lignin)
- diuji kadar Selulosa, - diuji kadar
Hemiselulosa dan Selulosa,
Lignin Hemiselulosa
- dilakukan perlakuan dan Lignin
awal menggunakan
NaOH 10%

Residu (selulosa) Filtrat (Lignin)

- diuji kadar Selulosa,


Hemiselulosa dan
lignin

Selulosa Xilosa

- hidrolisis dan fermentasi


secara SSCF oleh
Scheffersomyces stipitis dan
Saccharomyces cereviceae

Bioetanol

64
65

Diagram Alir Prosedur Kerja

1. Optimasi Konsentrasi Perlakuan awal asam

Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKS)


Ukuran 30 Mesh
- ditimbang sebanyak 20 g
- dimasukkan ke dalam botol
schoot 100 mL
- ditambahkan dengan 60 mL
H2SO4 6%
- dimasukkan ke dalam autoklaf
- dipanaskan pada suhu 115oC
selama 45 menit
- didinginkan
- disaring menggunakan kain
kasa

Residu Filtrat
- dicuci dengan air hingga netral - ditampung di
(pH = 7) dalam botol
- di dikeringkan hingga kadar air untuk analisis
<10% kandungan
- dilakukan analisis komponen (furfural,
untuk mengetahui kadar asam asetat,
selulosa, hemiselulosa dan xilosa,
lignin glukosa)
- dilakukan hal yang sama untuk
penggunaan konsentrasi H2SO4 Hasil
8% dan H2SO4 8%

Hasil
66

2. Perlakuan Awal Asam

Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKS)


Ukuran 30 Mesh

- ditimbang sebanyak 120 g


- dimasukkan ke dalam botol
schoot 1000 mL
- ditambahkan dengan 360 mL
H2SO4 6%
- dimasukkan ke dalam autoklaf
- dipanaskan pada suhu 115oC
selama 45 menit
- didinginkan
- disaring menggunakan kain
kasa

Residu Filtrat
- dicuci dengan air hingga netral - ditampung di
(pH = 7) dalam botol
- di dikeringkan hingga kadar air untuk analisis
<10% kandungan
- dilakukan analisis komponen (furfural,
untuk mengetahui kadar asam asetat,
selulosa, hemiselulosa dan xilosa,
lignin glukosa)
- dilanjutkan dengan perlakuan
awal basa Hasil

Hasil
67

3. Perlakuan Awal Basa

Residu Pretreatment Asam kering


- ditimbang sebanyak 500 g
- dimasukkan ke dalam reaktor
chemical bench-scale
- ditambahkan dengan 2,5 L
NaOH 10%
- dipanaskan pada suhu 150 oC
selama 30 menit
- dicuci dengan air hingga netral
(pH=7)
- dipress dengan mesin hidrolic
press

Residu Filtrat
- di dikeringkan hingga kadar air
<10%
- dilakukan analisis komponen
untuk mengetahui kadar
selulosa, hemiselulosa dan
lignin

Hasil
68

4. Pembuatan Media

a. Pembuatan Agar Miring YEPX


yeast extract

- ditimbang sebanyak 1 g
- ditambahkan 2 g pepton, 2 g xilosa
dan 3 g bacto agar
- dilarutkan dengan 100 mL akuades
- diaduk sambil dipanaskan sampai
semua bahan larut
- dimasukkan ke dalam tabung reaksi
- disterilkan dengan autoklaf selama
15 menit pada suhu 121 oC
- didinginkan dengan cara tabung
dimiringkan

Agar miring YEPX

b. Pembuatan Agar Miring PDA

Potato Dextrose Agar (PDA)

- ditimbang sebanyak 4 g
- ditambahkan 2 g bacto agar
- dilarutkan dengan 100 mL akuades
- diaduk sambil dipanaskan sampai
semua bahan larut
- dimasukkan ke dalam tabung reaksi
- disterilkan dengan autoklaf selama
15 menit pada suhu 121 oC
- didinginkan dengan cara tabung
dimiringkan

Agar miring YPD


69

c. Pembuatan Media Cair YPMX

yeast extract

- ditimbang sebanyak 0,3 g


- ditambahkan 0,5 g pepton, 5 g
xilosa, 0,5 g glukosa
- dilarutkan dengan 100 mL akuades
- diatur derajat keasaman dengan
buffer sitrat pada kondisi ph 5,5
- disterilkan dengan autoklaf selama
15 menit pada suhu 121 oC

Agar miring YEPX

d. Pembuatan Media Cair YPD

yeast extract

- ditimbang sebanyak 1 g
- ditambahkan 2 g pepton dan 2 g
glukosa
- dilarutkan dengan 200 mL akuades
- diatur derajat keasaman dengan
buffer sitrat pada kondisi ph 5,5
- disterilkan dengan autoklaf selama
15 menit pada suhu 121 oC
Agar miring YPD
70

5. Peremajaan Mikroba

a. Peremajaan Scheffersomyces stipitis pada Media Agar Miring YEPXA

Scheffersomyces stipitis

- diinokulasi 1 ose Scheffersomyces


stipitis dari media stock kultur
- digoreskan pada agar miring YEPXA
steril
- diinkubasi pada 30 oC selama ±72 jam
menit pada suhu 121 oC

Biakan Scheffersomyces stipitis

b. Peremajaan Saccharomyces cereviceae pada Media Agar Miring PDA

Saccharomyces cereviceae
- diinokulasi 1 ose Saccharomyces
cereviceae dari media stock kultur
- digoreskan pada agar miring YPD
steril
- diinkubasi pada 30 oC selama ±72 jam
menit pada suhu 121 oC

Biakan Saccharomyces cereviceae

c. Penanaman Scheffersomyces stipitis pada Media Cair YPMX

Biakan Scheffersomyces stipitis


- diinokulasi 1 ose biakan
Scheffersomyces stipitis dari agar
miring agar miring berumur ±72
jam
- dicelupkan pada medium cair
YEPMX steril
- diinkubasikan pada suhu 30 oC
dan agitasi dengan rotary shaker
pada 100 rpm selama 48 jam

Scheffersomyces stipitis hasil penanaman


71

d. Penanaman Saccharomyces cereviceae pada Media Cair YPD

Biakan Saccharomyces cereviceae


- diinokulasi 1 ose biakan
Saccharomyces cereviceae dari
agar miring agar miring berumur
±72 jam
- dicelupkan pada medium cair
YPD steril
- diinkubasikan pada suhu 30 oC
dan agitasi dengan rotary shaker
pada 100 rpm selama 48 jam

Saccharomyces cereviceae
hasil penanaman

6. Analisis Furfural dan Asetat Filtrat Perlakuan Awal Asam dengan HPLC

Filtrat hasil perlakuan awal asam


- diambil 5 mL
- dimasukkan kedalam tabung
reaksi
- dinetralkan dengan CaCO3

Filtrat hasil perlakuan awal asam netral

- dipipet 0,5 mL
- dimasukkan kedalam tabung reaksi
- ditambah akuades sebanyak 4,5 mL
- dihomogenkan menggunakan vortex
- disaring dengan penyaring berukuran
pori 0,2 µm menggunakan syringe ke
dalam autosampler vial HPLC

Saccharomyces cereviceae
hasil penanaman
72

7. Analisis Komponen (Selulosa dan Hemiselulosa

Sampel TKS
Kering Sampel TKS Hasil Sampel TKS Hasil
Pretreatment Asam Pretreatment Basa

- dikeringkan hingga kadar airnya kurang


dari 10%
- ditimbang sebanyak 0,3 g
- dimasukkan ke dalam tabung reaksi
- ditambahkan dengan H2SO4 72%
- dihidrolisis selama 2 jam pada suhu 20 oC
sambil dihomogenkan dengan
menggunakan vortex setiap 15 menit sekali
- dipindahkan ke dalam botol schoot 100 mL
yang telah diisi 42 mL akuades dan tabung
reaksi dibilas dengan akuades sebanyak 42
mL
- dihidrolisis lagi di dalam autoklaf selama
60 menit dengan suhu 121 oC
- didinginkan hingga suhu kamar
- disaring dengan penyaring bunchner dan
kertas saring 0,45 µm

Filtrat
Residu
- dinetralkan dengan CaCO3
- dilanjutkan analisis terhadap hingga ph menjadi netral
kandungan lignin tak terlarut - disaring dengan penyaring
dalam asam berukuran pori 0,2 µm
menggunakan syringe ke
dalam autosampler vial
Hasil
HPLC

Hasil
73

8. Analisis Kadar Lignin dengan spektrofotometer UV

Sampel TKS
Kering Sampel TKS Hasil Sampel TKS Hasil
Pretreatment Asam Pretreatment Basa

- dikeringkan hingga kadar airnya kurang


dari 10%
- ditimbang sebanyak 0,3 g
- dimasukkan ke dalam tabung reaksi
- ditambahkan dengan H2SO4 72%
- dihidrolisis selama 2 jam pada suhu 20 oC
sambil dihomogenkan dengan
menggunakan vortex setiap 15 menit sekali
- dipindahkan ke dalam botol schoot 100 mL
yang telah diisi 42 mL akuades dan tabung
reaksi dibilas dengan akuades sebanyak 42
mL
- dihidrolisis lagi di dalam autoklaf selama
60 menit dengan suhu 121 oC
- didinginkan hingga suhu kamar
- disaring dengan penyaring bunchner dan
kertas saring 0,45 µm

Filtrat
Residu
- diambil sebanyak 100 µL
- dikeringkan - dimasukkan ke dalam
- ditimbang tabung reaksi yang berisi
- diabukan menggunakan tanur H2SO4 4%
(T=575˚C) selama 3 jam
- diukur menggunakan
- ditimbang berat abunya spektrofotometer UV-vis
pada panjang gelombang
205 nm

Hasil Hasil
74

9. Fermentasi
a. Fermentasi Tanpa Penambahan Oksigen

yeast extract
- ditimbang 0,15 g
- 0,3 g pepton, 0,2 g KH2PO4, 0,05 g
MgSO4.7H2O dan 0,1 g (NH4)2SO4
- ditambahkan residu selulosa 20 g dan
filtrat xilosa 30 mL
- disterilkan dengan autoklaf selama 15
menit pada suhu 121 oC

Medium fermentasi netral

- diambil 2,5 mL hasil propagasi


Saccharomyces cereviceae dan 7,5
mL hasil propagasi Scheffersomyces
stipitis
- dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu
ditambahkan akuades hingga 100 mL
serta diatur pH nya hingga 5,5
menggunakan buffer sitrat
- diinkubasikan pada suhu 30 oC dan
diagitasi dengan rotary shaker pada
100 rpm selama 120 jam

Hasil fermentasi

- diambil sebanyak 2 mL dan dianalisis


kandungan glukosa, xilosa dan etanol
dengan HPLC untuk diketahui
aktivitasnya

Hasil
75

b. Fermentasi dengan Penambahan Oksigen menggunakan fermentor

yeast extract

- ditimbang 1,5 g
- ditambahkan 3 g pepton, 2 g
KH2PO4, 0,5 g MgSO4.7H2O dan 1 g
(NH4)2SO4
- ditambahkan residu selulosa 200 g
dan filtrat xilosa 300 mL
- disterilkan dengan autoklaf selama 15
menit pada suhu 121 oC
Medium fermentasi netral

- diambil 25 mL hasil propagasi


Saccharomyces cereviceae dan 75 mL
hasil propagasi Scheffersomyces stipitis
- dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu
ditambahkan akuades hingga 1000 mL
serta diatur pH nya hingga 5,5
menggunakan buffer sitrat
- ditambahkan oksigen sebanyak 10
mL/menit
- diinkubasikan pada suhu 30 oC dan
diagitasi dengan rotary shaker pada 100
rpm selama 120 jam

Hasil fermentasi

- diambil sebanyak 2 mL dan dianalisis


kandungan glukosa, xilosa dan etanol
dengan HPLC untuk diketahui
aktivitasnya

Hasil
76

Lampiran 2. Perhitungan kadar Abu Lignin, Selulosa, dan Hemiselulosa


A. Perhitungan Kadar Abu
Berat Abu

Ash (g) = Biomass after dry (g) – crucible (g)

= 64,7918 g – 64,7880 g

= 0,00380 g

Ash (%) =

= 1,27 %

B. Perhitungan Kadar Lignin

Kadar lignin tak larut dalam asam

% AIL =

= 25,26 %

Kadar lignin yang larut dalam asam

⁄ ⁄
% ASL =

⁄ ⁄
=

= 11,36 %

Total Lignin = % AIL + % ASL

= 25,26 % + 11,36 %

= 36,96 %
77

C. Perhitungan Kadar Selulosa

Persamaan regresi glukosa : y = 156,309.0438x - 92.5785

Tinggi peak R1 = 14373

Konsentrasi Glukosa R1 =

= 0,0925 %


% Biomass R1 =

= 26,829 %

% Adjust R1 = % biomass

= 26,829 %

=14,71 %

Faktor selulosa =

= 0,54842

% selulosa (R1) = Adjust R1 * 0,9 = 14,71% * 0,9

% selulosa (R1) = 13,24%

D. Perhitungan Kadar Hemiselulosa

Persamaan regresi glukosa : y = 140,309.9472x + 1.7683

Tinggi peak R1 = 6970

Konsentrasi Glukosa R1 =

= 0,0497 %


% Biomass R1 =
78

% Biomass R1 = 14,398 %

% Adjust R1 = % biomass

= 14,398 %

= 7,90 %

Faktor selulosa =
=

= 0,54842

% hemiselulosa (R1) = Adjust R1 * 0,88 = 7,90% * 0,88

% hemiselulosa (R1) = 6,95%


79

Lampiran 3. Tabel Hasil Perhitungan lignin A2.1 – C2.3

Biomass
Filter crucible+ Acid
Biomass weight Filter biomass lignin
Moisture paper + crucible biomass Ash Ash insoluble absorbansi Dilution ASL ASL Total
No Name weight (except paper after Absorbansi rata-
[%] biomass [g] after dry [g] [%] lignin rata-rata rate (g/L) [%] lignin
[g] moisture) [g] dry rata
after dry [g] [%]
[g]

1 A2.1 0,3001 6,15 0,3001 0,0906 0,2176 0,1319 71,1952 71,21 0,01480 4,93 39,02 0,4616 0,462 0,4616 0,4617 51 0,21 6,21 45,23
45,43
2 A2.2 0,3004 6,15 0,3004 0,09 0,2178 0,1327 72,841 72,855 0,01400 4,66 39,51 0,4725 0,4732 0,4724 0,4727 51 0,22 6,35 45,86
3 A2.3 0,3001 6,15 0,3001 0,0893 0,2184 0,1340 66,5432 66,5589 0,01570 5,23 39,42 0,4296 0,4284 0,4297 0,4292 51 0,20 5,77 45,19
4 B2.1 0,3002 7,54 0,3002 0,0898 0,2234 0,1385 67,1919 67,2085 0,01660 5,53 40,61 0,4596 0,4592 0,4593 0,4594 51 0,21 6,17 46,78
46,81
5 B2.2 0,3001 7,54 0,3001 0,09 0,221 0,1359 64,7804 64,7961 0,01570 5,23 40,05 0,4729 0,4718 0,4718 0,4722 51 0,22 6,35 46,40
6 B2.3 0,3003 7,54 0,3003 0,0901 0,2235 0,1383 67,7779 67,7929 0,01500 5,00 41,06 0,4618 0,4608 0,4616 0,4614 51 0,21 6,20 47,26
7 C2.1 0,3003 7,2 0,3003 0,0899 0,2343 0,1493 71,8816 71,8988 0,01720 5,73 43,99 0,4191 0,4199 0,4195 0,4195 51 0,19 5,63 49,62
49,73
8 C2.2 0,3002 7,2 0,3002 0,0887 0,2329 0,1491 66,5487 66,565 0,01630 5,43 44,24 0,428 0,427 0,4275 0,4275 51 0,20 5,74 49,98
9 C2.3 0,3003 7,2 0,3003 0,0886 0,2342 0,1505 21,8433 21,8616 0,01830 6,09 44,02 0,4141 0,4142 0,4146 0,4143 51 0,19 5,56 49,59
10 Std 0,3001 0,3001 0,0863 0,0882 0,0068 21,5962 21,5971 0,00090 0,30 1,97 0,0657 0,0655 0,0659 0,0657 51 0,03 0,88 2,85
80

Lampiran 4. Tabel hasil analisis komponen lignin R1-B3

Biomass Filter
crucible+ Acid
Biomass weight Filter paper + lignin
Moisture biomass crucible biomass Ash Ash insoluble absorbansi Dilution ASL ASL Total
No Name weight (except paper biomass Absorbansi rata-
[%] after dry [g] after dry [g] [%] lignin rata-rata rate (g/L) [%] lignin
[g] moisture) [g] after rata
[g] [%]
[g] dry

1 R1 0,3001 6,15 0,3001 0,0817 0,1564 0,0796 64,788 64,7918 0.00380 1,27 25,26 0,8467 0,8451 0,8438 0,8452 51 0,39 11,36 36,62
36,96
2 R2 0,3002 6,15 0,3002 0,0809 0,154 0,0780 66,5509 66,5548 0.00390 1,30 24,68 0,9438 0,9435 0,9446 0,9439 51 0,44 12,68 37,37
3 R3 0,3005 6,15 0,3005 0,0819 0,1565 0,0795 67,2019 67,2064 0.00450 1,50 24,96 0,8897 0,8901 0,8904 0,8901 51 0,41 11,95 36,91
4 A1 0,3003 7,54 0,3003 0,0828 0,1939 0,1160 67,7875 67,7965 0.00900 3,00 35,63 0,7189 0,7202 0,7182 0,7191 51 0,33 9,66 45,29
44,05
5 A2 0,3002 7,54 0,3002 0,0836 0,1998 0,1211 71,2037 71,2184 0.01470 4,90 35,44 0,6013 0,6008 0,6044 0,6022 51 0,28 8,09 43,53
6 A3 0,3001 7,54 0,3001 0,0838 0,1936 0,1147 71,8919 71,9001 0.00820 2,73 35,49 0,5828 0,5831 0,5828 0,5829 51 0,27 7,83 43,32
7 B1 0,3007 7,2 0,3007 0,0825 0,128 0,0504 67,9543 67,9624 0.00810 2,69 14,07 0,2037 0,2025 0,2022 0,2028 51 0,09 2,72 16,79
17,40
8 B2 0,3000 7,2 0,3000 0,0809 0,1295 0,0535 72,8471 72,857 0.00990 3,30 14,53 0,202 0,2017 0,2021 0,2019 51 0,09 2,72 17,25
9 B3 0,3004 7,2 0,3004 0,0816 0,1317 0,0550 21,5637 21,5725 0.00880 2,93 15,38 0,206 0,206 0,2099 0,2073 51 0,10 2,78 18,16
10 Std 0,3006 0,3006 0,0828 0,079 0,0011 66,5557 66,5567 0.00100 0,33 0,03 0,1293 0,1293 0,128 0,1289 51 0,06 1,73 1,76 1,76
81

Lampiran 5. Tabel hasil perhitungan selulosa dan hemiselulosa A2.1- C2.3

Glucose Xylose
rata-
rata-rata
No Name Conc. biomass adjust Selulosa Conc. biomass adjust Hemiselulosa rata
Height Height hemiselulosa
[%] [%] [%] (%) [%] [%] [%] (%) selulosa

180215-0334-
1 8171 0,11104697 32,193 17,63 15,86 976 0,020534399 5,953 3,26 2,87
A.2.1
180215-0335-
2 7846 0,1068727 30,952 16,95 15,25 646 0,015927886 4,613 2,53 2,22 15,69 2,47
A.2.2
180215-0336-
3 8216 0,11162494 32,360 17,72 15,95 695 0,016611883 4,816 2,64 2,32
A.2.3
180215-0337-
4 5847 0,08119776 23,532 12,88 11,60 246 0,010344232 2,998 1,64 1,44
B.2.1
180215-0338-
5 5354 0,07486572 21,704 11,88 10,69 630 0,015704539 4,553 2,49 2,19 7,72 1,59
B.2.2
180215-0339-
6 0 0,00609951 1,767 0,97 0,87 81 0,008040976 2,330 1,28 1,12
B.2.3
180215-0340-
7 6382 0,08806924 25,515 13,97 12,57 428 0,012884795 3,733 2,04 1,80
C.2.1
180215-0341-
8 4552 0,06456491 18,711 10,24 9,22 410 0,01263353 3,661 2,00 1,76 7,67 1,51
C.2.2
180215-0342-
9 182 0,0084371 2,444 1,34 1,20 0 0,006910286 2,002 1,10 0,96
C.2.3
10 standar 45204 0,5866949 170,085 93,12 83,81 1889 0,033279088 9,648 5,28 4,65
82

Lampiran 6. Tabel hasil perhitungan selulosa dan hemiselulosa R1-B3

Glucose Xylose
rata-
rata-rata
No Name Conc. biomass adjust Selulosa Conc. biomass adjust Hemiselulosa rata
Height Height hemiselulosa
[%] [%] [%] (%) [%] [%] [%] (%) selulosa

1 R1 14373 0,0925 26,829 14,71 13,24 6970 0,0497 14,398 7,90 6.95
13,50 6,94
2 R2 14557 0,0937 27,161 14,90 13,41 6897 0,0491 14,242 7,81 6.87
3 R3 15050 0,0969 28,047 15,38 13,84 7035 0,0501 14,512 7,96 7.00
4 A1 22065 0,1418 41,068 22,52 20,27 1430 0,0102 2,949 1,62 1.42
19,11 1,40
5 A2 18761 0,1206 34,956 19,17 17,25 1232 0,0088 2,541 1,39 1.23
6 A3 21539 0,1384 40,120 22,00 19,80 1570 0,0112 3,240 1,78 1.56
7 B1 34428 0,2208 63,897 35,04 31,54 0 0,0000 0,00 0,00 0.00
30,65 0,00
8 B2 33008 0,2118 61,411 33,68 30,31 0 0,0000 0,00 0,00 0.00
9 B3 32830 0,2106 61,000 33,45 30,11 0 0,0000 0,00 0,00 0.00
10 standar 45204 0,5866949 169,802 93,12 83,81 1889 0,033279088 9,632 5,28 4.65
83

Lampiran 7. Perhitungan Kadar glukosa, Xilosa dan Asetat dalam filtrat perlakuan

awal asam

Perhitungan kadar glukosa

Persamaan regresi glukosa : y = 75428,5508x – 106,8498

Tinggi puncak glukosa = 3846

Kadar glukosa (%) =

= 0,052405 %

Kadar glukosa (g/L) = 0,052405 0,52405 g/L

Perhitungan kadar xilosa

Persamaan regresi glukosa : y = 70020,5574x – 31,5247

Tinggi puncak glukosa = 26855

Kadar glukosa (%) =

= 3,839804437 %

Kadar glukosa (g/L) =

= 38,39804437 g/L
84

Lampiran 8. Tabel perhitungan Glukosa dan Xilosa pada filtrate hasil perlakuan awal asam

Rata-rata
H % H % Rata2 Glukosa
No Tanggal Sampel Xilosa (g/L) glukosa
Glukosa Glukosa Xilosa Xilosa Xilosa (g/L)
(g/L)
1 180226-0439-A1 3846 0.0524 26855 3.8398 38.39804437 39.70337531 0.5240522 0.563648171
2 180226-0440-A2 4296 0.0584 28246 4.0385 40.38460382 0.583711307
3 180226-0441-A3 4292 0.0583 28206 4.0327 40.32747774 0.583181004
4 180226-0442-B1 4650 0.0631 30334 4.3367 43.36658523 37.08604872 0.630643138 0.547032004
5 28-Feb-18 180226-0443-B2 4502 0.0611 28465 4.0697 40.69736911 0.611021921
6 180226-0435-B3 2906 0.0399 19010 2.7194 27.19419183 0.399430954
7 180226-0436-C1 6066 0.0818 29682 4.2435 42.43543011 39.45963737 0.818370462 0.748370443
8 180226-0437-C2 5812 0.0785 29089 4.1589 41.58853597 0.784696211
9 180226-0438-C3 4736 0.0642 24024 3.4355 34.35494602 0.642044657
85

Lampiran 9. Perhitungan kadar asam asetat pada filtrate hasil perlakuan asam

Kurva standar

Standar asam asetat


1,200
y = 2262x - 116.7
1,000
R² = 0.9998
800
tinggi peak

600

400

200

-
0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
konsentrasi (g/L)

No Konsentrasi (g/L) Tinggi


1 0.2 338
2 0.3 561
3 0.4 783
4 0.5 1,018

Perhitungan konsentrasi asam asetat

Persamaan regresi asam asetat : y = 2262 – 116,7

Tinggi puncak asam asetat = 479

Kadar asam asetat (g/L) =

= 2,6335 g/L
86

Lampiran 10. Tabel perhitungan konsentrasi asam asetat pada filtrate perlakuan awal asam

No Tanggal Sampel H Asam Asetat Asam asetat (g/L) Rata-rata Asam asetat (g/L)
1 180226-0439-A1 479 2.6335 2.7337
2 180226-0440-A2 504 2.7440
3 180226-0441-A3 522 2.8236
4 180226-0442-B1 571 3.0402 2.9607
5 28-Feb-18 180226-0443-B2 535 2.8811
6 180226-0435-B3 - -
7 180226-0436-C1 607 3.1994 2.8914
8 180226-0437-C2 514 2.7882
9 180226-0438-C3 491 2.6866
87

Lampiran 11. Perhitungan Kadar Glukosa, Xilosa dan Etanol pada hasil fermentasi

A. Perhitungan Kadar Glukosa

Persamaan regresi glukosa : y = 45239x + 13,87

Tinggi peak F. Ko-kultur jam ke-0 = 7329

Kadar Glukosa (%) =

= 1,616996397%

Kadar Glukosa (g/L) =

= 16,17 g/L
B. Perhitungan Kadar Xilosa
Persamaan regresi xilosa : y = 41349x + 170.18

Tinggi peak F. Ko-kultur jam ke-0 = 3554

Kadar Glukosa (%) =

= 0,818355946%

Kadar Glukosa (g/L) =

= 8,18 g/L
88

C. Perhitungan Kadar Etanol


Persamaan regresi etanol : y = y = 29519x - 189.58

Tinggi peak F. Ko-kultur jam ke-24 = 7274

KadarEtanol (%) =

= 2.528398658%

Kadar Etanol (g/L) =

= 25,28 g/L
89

Lampiran 12. Tabel Perhitungan glukosa, xilosa dan etanol hasil fermentasi

HPLC
Kode Glukosa Xilosa Glukosa Glukosa Etanol (g/L)
Komposisi Waktu H H H Etanol (%) fp Xilosa (%) Etanol (%) Xilosa (g/L)
Sampel (%) (%) (%) (g/L)
Glukosa xilosa etanol

0 7329 3554 0 10 1,616996397 0,818355946 0,064223043 16,16996397 8,18355946 0,64223043


R. Substrat 0,16169964 0,08183559 0,0064223
2:3 24 1401 6559 7274 10 0,306622604 1,545096617 2,528398658 3,06622604 15,45096617 25,28398658
Fermentasi 0,03066226 0,15450966 0,25283987
R. Sel 1:3
Ko-Kultur 48 965 6463 12331 10 0,210245585 1,52187961 4,241532572 2,10245585 15,2187961 42,41532572
Agitasi : 0,02102456 0,15218796 0,42415326
100 rpm 0,64223043
120 1079 5831 0 0,02354451 0,13690343 0,0064223 10 0,235445081 1,369034318 0,064223043 2,35445081 13,69034318

0 11499 8068 - - 10 1,326619652 - 13,26619652 -


0,16830012 0,13266197 1,683001162 16,83001162

24 5093 7473 - - 10 1,233374079 - 12,33374079 -


R. Substrat 0,07749412 0,12333741 0,774941173 7,74941173
Fermentasi 2:3 48 2781 6343 - - 10 1,056285849 - 10,56285849 -
0,04472117 0,10562858 0,447211748 4,47211748
dengan R. Sel 1:3
71 2454 7327 - - 10 1,210493653 - 12,10493653 -
fermentor Agitasi : 0,0400859 0,12104937 0,400859014 4,00859014
100 rpm -
112 0 5101 - 0,00530009 0,08616455 - 10 0,053000879 0,86164551 - 5,3000879 8,6164551

120 1228 5158 - - 10 0,870578279 - 8,70578279 -


0,02270717 0,08705783 0,227071698 2,27071698
90

Lampiran 13. Dokumentasi Penelitian

A. Optimasi Konsentrasi Perlakuan Awal Asam

TKKS 30 mesh

TKKS + H2SO4

Proses Penyaringan
91

Residu perlakuan awal asam Filtrat perlakuan awal asam

B. Perlakuan Awal Asam

Perlakuan awal asam dengan H2SO4 6%


92

Penyaringan menggunakan mesin Pencucian Residu


hydrolic press

Resiudu perlakuan awal asam


Filtrat perlakuan awal asam
setelah dikeringkan
93

C. Perlakuan Awal Basa

CHEMEX reactor bench scale Proses pemasukan sampel dan


NaOH ke dalam reaktor

Residu TKKS sebelum Residu TKKS setelah dikeringkan


dikeringkan
94

D. Fermentasi

Fermerntor Liflux GX kapasitas 2 L

Saccharomyces cereviceae pada Scheffersomyces stipitis pada agar


agar miring PDA setelah 72 jam miring YEPX setelah 72 jam
95

Propagasi jam ke-0

Propagasi jam ke-24


96

Fermentasi Ko-kultur jam ke-0 Fermentasi Ko-kultur jam ke-24

Fermentasi Ko-kultur jam ke-48 Fermentasi Ko-kultur jam ke-120


97

Fermentasi dengan fermentor jam Fermentasi dengan fermentor jam


ke-0 ke-24

Fermentasi dengan fermentor jam Fermentasi dengan fermentor jam


ke-48 ke-71
98

Fermentasi dengan fermentor jam Fermentasi dengan fermentor jam


ke-112 ke-120

E. Analisis Komponen

Proses hidrolisis dengan H2SO4 72% Proses Filtrasi


pada suhu 30o
99

Proses homogenisasi dengan vortex Proses Netralisasi

Sampel setelah diabukan HPLC


100

Moisture Content

Anda mungkin juga menyukai