Skripsi
Oleh :
Risha Tiara Jayanti
NIM. M0406052
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri
dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar
kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.
iii
PENGARUH pH, SUHU HIDROLISIS ENZIM α-AMILASE DAN
KONSENTRASI RAGI ROTI UNTUK PRODUKSI ETANOL
MENGGUNAKAN PATI BEKATUL
ABSTRAK
Selama ini bekatul hanya digunakan untuk pakan ternak. Sebagai sumber
biomassa, bekatul berpotensi sebagai alternatif sumber energi berbasis etanol
karena karbohidratnya yang tinggi. Karbohidrat melalui proses fermentasi dapat
diubah menjadi etanol. Untuk mempercepat proses fermentasi karbohidrat,
dibutuhkan katalis untuk mengubahnya menjadi gula sederhana (monosakarida),
yaitu dengan menggunakan enzim α-amilase. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pH dan suhu optimum yang dapat menghasilkan gula reduksi paling
tinggi pada proses hidrolisis pati bekatul oleh enzim α-amilase dan mengetahui
kadar etanol tertinggi yang dihasilkan setelah difermentasikan dengan
menggunakan variasi konsentrasi ragi roti.
Penelitian ini dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan tiga faktor yaitu suhu hidrolisis (700C, 800C dan 900C), pH (5,2; 5,4 dan
5,6) dan konsentrasi ragi roti (0,5 mg, 1 mg dan 1,5 mg) dengan 3 ulangan.
Bekatul dihidrolisis menggunakan enzim α-amilase dengan variasi pH dan suhu
hidrolisis, dilanjutkan dengan fermentasi menggunakan ragi roti dalam botol
fermentor. Waktu fermentasinya yaitu 3 hari. Kadar etanol dianalisis dengan
AOAC tabel kadar etanol metode destilasi. Data dianalisis dengan ANAVA, dan
jika terdapat beda nyata antar perlakuan variasi ketersediaan air dilanjutkan
dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan variasi pH dan suhu
hidrolisis tidak berpengaruh terhadap konsentrasi gula reduksi. Kadar etanol
tertinggi sebesar 2,84% ditunjukkan dengan penambahan ragi roti 1,5 mg pada
suhu hidrolisis 700C dan pH 5,6. Tetapi dari uji statistik (α=0,05) hasil tersebut di
atas tidak berbeda nyata dengan kadar etanol dengan penambahan ragi roti 1 mg.
Sehingga ditinjau dari segi efisiensinya, penggunaan 1 mg ragi roti lebih
ekonomis.
Kata kunci : bekatul, pH, suhu, enzim α-amilase, gula reduksi, etanol.
iv
EFFECT OF pH, HYDROLISIS TEMPERATURE α-AMYLASE ENZYME
AND BREAD YEAST CONCENTRATION FOR ETHANOL
PRODUCTION USING RICE POLISH STARCH
ABSTRACT
All this time rice polish have been use only for cattle food. As a biomass
source, rice polish is potential to be used as alternative ethanol based energi
source cause it contains high carbohydrate. The carbohydrate through the
fermentation process can be converted into ethanol. To accelerate the fermentation
process of carbohydrate, α-amylase enzyme is need to catalyzed fermentation of
simple sugar (monosaccharide). This research were aimed at studying pH and
temperature optimum to produce the highest reduction sugar through hydrolysis of
rice polish starch using α-amylase enzyme and to asses the highest ethanol
concentration after fermentation by varying bread yeast concentration.
Completely Randomized Design was used in this research with three
factorial : hydrolisis temperature (700C, 800C and 900C), pH (5,2;, 5,4 and 5,6)
and bread yeast concentration (0,5 mg, 1 mg and 1,5 mg) each with 3 repetition.
Rice polish was hidrolyzed using α-amylase enzyme by varying pH and hydrolisis
temperature, followed by fermentation using bread yeast on fermentor bottle. The
fermentation time was 3 days. Ethanol concentration was analyzed with a
distillation method AOAC table-ethanol level. Data were analyzed with ANAVA,
and if found a significant different from the treatments would be continued with
Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) at level of 5%.
The results show that pH and hydrolisis temperature variation treatment not
effecting the reduction sugar concentration. The highest ethanol concentration as
much 2,84% showed by adding bread yeast 1,5 mg in hydrolisis temperature 700C
and pH 5,6. However, statistic analysis (α= 0,05) revealed no significant different
between adding 1 mg and 1,5 mg of bread yeast during fermentation process.
Therefore, application of 1mg of bread yeast is considered to be more economics.
v
MOTTO
vi
PERSEMBAHAN
Allah SWT
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat, karunia serta hidayah-Nya yang tak tehingga sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul : “Pengaruh
pH, Suhu Hidrolisis Enzim α-Amilase dan Konsentrasi Ragi Roti untuk Produksi
Etanol menggunakan Pati Bekatul”. Penyusunan skripsi ini merupakan suatu
syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan strata 1 (S1) pada Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Dalam pelaksanaan penelitian maupun penyusunan skripsi ini penulis
mendapatkan banyak masukan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang
sangat bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setulusnya
kepada:
Prof. Drs. Sutarno, M.Sc. Ph.D., selaku Dekan FMIPA Universitas Sebelas
Maret Surakarta yang telah memberikan arahan serta ijin penelitian skripsi.
Dra. Endang Anggarwulan, M.Si., selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ijin penelitian untuk keperluan skripsi.
Tjahjadi Purwoko, M.Si., selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, arahan serta dukungan selama penelitian hingga
selesainya penyusunan skripsi.
Elisa Herawati, M.Eng., selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, arahan serta dukungan selama penelitian hingga
selesainya penyusunan skripsi.
Sunarto, M.S., selaku dosen penelaah I yang telah memberikan bimbingan
dan petunjuk selama penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi.
Prabang Setyono, M.Si., selaku dosen penelaah II sekaligus pembimbing
akademik yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk selama penelitian
sampai selesainya penyusunan skripsi.
viii
Seluruh dosen, karyawan, staf Laboratorium Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah dengan sabar dan tiada henti-
hentinya memberikan dorongan baik spiritual maupun materil sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
Kepala dan staf Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah mengijinkan dan membantu penulis untuk melakukan
penelitian di laboratorium.
Keluarga besar Harjoko atas doa, dukungan dan perhatian yang
memberikan semangat bagi penulis.
Keluarga besar Biologi 2006, terutama kepada Lilin Indah, Mita Mutia,
Nina Kurnianingrum, Cintya Sandra, Ikke Irmawati, Idhyas Ayu, Pramesti Dwi A,
Siska, Hartini, Rhosid Fajar, Prasasti Wahyu, Rianita, Nur Ana Fiatun, Galih
Septia, Septiana W dan Setyabudi, untuk semangat, kebersamaan, dan
persaudaraan yang luar biasa. Serta semua pihak yang telah memberikan
dukungan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan
penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik
yang membangun dari para pembaca akan sangat membantu. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ..................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................... iv
ABSTRACT.................................................................................................. v
HALAMAN MOTTO .................................................................................. vi
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. vii
KATA PENGANTAR.................................................................................. viii
DAFTAR ISI................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................. xv
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian...................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 3
BAB II. LANDASAN TEORI ..................................................................... 4
A. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 4
1. Bekatul .................................................................................. 4
2. Pati ........................................................................................ 5
3. Ragi roti ................................................................................ 6
4. Enzim α-amilase ................................................................... 8
5. Fermentasi etanol ................................................................. 11
B. Kerangka Pemikiran ................................................................. 15
BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................. 17
A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. 17
B. Alat dan Bahan ......................................................................... 17
x
C. Cara Kerja ................................................................................. 17
1. Penyiapan Alat dan Bahan................................................... 17
2. Pembuatan Bubur Bekatul ................................................... 17
3. Proses Hidrolisis................................................................... 18
4. Proses Fermentasi ................................................................ 18
5. Pengukuran Kadar Etanol .................................................... 18
E. Analisis Data............................................................................. 19
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 20
A. Pemecahan Pati Bekatul menjadi Gula Reduksi oleh Enzim
α-amilase dengan Menggunakan Variasi Suhu dan pH ......... 20
B. Fermentasi Etanol oleh Ragi Roti ........................................... 23
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN..................................................... 31
A. Kesimpulan ............................................................................... 31
B. Saran.......................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 32
LAMPIRAN.................................................................................................. 33
RIWAYAT HIDUP PENULIS .................................................................... 53
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Konsentrasi gula reduksi (mg / ml) pada bubur bekatul
dengan variasi suhu hidrolisis dan pH .................................... 22
Tabel 2. Kadar etanol pada konsentrasi ragi roti yang berbeda ........... 26
Tabel 3. Absorbansi gula reduksi standar ............................................. 41
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Amilosa .............................................................................. 5
Gambar 2. Amilopektin........................................................................ 5
Gambar 3. Cara kerja α-amilase .......................................................... 10
Gambar 4. Fase pertumbuhan bakteri pada kultur curah ................... 12
Gambar 5. Jalur fermentasi etanol oleh S. Cerevisiae ....................... 14
Gambar 6. Alur Kerangka Pemikiran ................................................ 16
Gambar 7. Kurva standar gula reduksi ............................................... 41
Gambar 8. Konsentrasi gula reduksi (mg/ml) pada bubur bekatul 42
dengan variasi suhu hidrolisis dan pH .............................. 44
Gambar 9. Kadar etanol pada konsentrasi ragi roti yang berbeda..... 48
Gambar 10. Bekatul................................................................................ 51
Gambar 11. Ragi roti .............................................................................. 51
Gambar 12. Proses hidrolisis ................................................................. 51
Gambar 13. Enzim α-amilase ................................................................ 51
Gambar 14. Uji gula reduksi .................................................................. 52
Gambar 15. Proses fermentasi ............................................................... 52
Gambar 16. Destilasi .............................................................................. 52
Gambar 17. Etanol .................................................................................. 52
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Penyediaan Reagen .................................................................. 37
Lampiran 2. Pengukuran Parameter ............................................................. 38
Lampiran 3. Hasil pengukuran parameter ................................................... 41
Lampiran 4. Hasil analisis ANAVA perlakuan suhu hidrolisis dan pH
terhadap hasil konsentrasi gula reduksi .................................. 45
Lampiran 5. Hasil analisis ANAVA perlakuan konsentrasi ragi roti
terhadap kadar etanol ............................................................... 48
Lampiran 6. Tabel etanol .............................................................................. 50
Lampiran 7. Gambar ..................................................................................... 51
xiv
DARTAR SINGKATAN
Singkatan Keterangan
ºC derajat celcius
ANAVA analisis varian
ATP adenosine tri phospphate
CO2 gas karbondioksida
DMRT Duncan’s multiple range test
g gram
H hidrogen
H2O dihidrogen oksida
J. Biosci. Bioeng Jurnal Bioscience Bioenergy
J. Biotechnol Jurnal Biotechnology
J. Sci. & Technol Jurnal Science and Technology
l liter
mg mili gram
ml mili liter
nm nanometer
O2 gas oksigen
RAL rancangan acak lengkap
xv
BAB I
PENDAHULUAN
cadangan minyak bumi dunia akan habis. Ini disebabkan oleh persediaan bahan
bakar fosil yang terbatas dan tidak dapat diperbaharui. Indonesia merupakan salah
satu negara yang sedang menghadapi persoalan energi yang serius akibat
ketergantungan yang sangat besar terhadap energi fosil. Etanol merupakan salah
satu bahan bakar alternatif yang dapat diperoleh dari proses fermentasi biomassa
jerami, dedak, dan bekatul. Bekatul merupakan lapisan sebelah dalam butiran
beras (lapisan aleuron/kulit ari) dan sebagian kecil endosperma berpati. Bekatul
Proses pembentukan etanol dari pati / amilum melalui dua tahap yaitu
hidrolisis dan fermentasi. Tahap pertama adalah tahap hidrolisis yaitu pati
1
2
kedua yaitu fermentasi, glukosa yang terbentuk dikonversi menjadi etanol dan
dan roti. Oleh karena itu, isolat S.cerevisiae dapat dijumpai pada ragi tape dan ragi
roti. Ragi roti dapat menjadi salah satu alternatif pengganti penggunaan isolat
S.cerevisiae dalam proses fermentasi produksi etanol. Hal ini disebabkan ragi roti
mudah diperoleh di pasaran dan tidak memerlukan perlakuan yang spesifik (Reed,
1991).
etanol karena tidak memiliki enzim amilase yang cukup. Fardiaz (1988)
melaporkan bahwa pati dapat dipecah oleh enzim amilase menjadi komponen
dengan berat molekul lebih rendah dan lebih larut. Enzim tersebut memecah
ditambahkan enzim α-amilase. Hal ini disebabkan tidak ada pemutusan ikatan
optimum untuk enzim α-amilase berkisar 70-900C. Selain itu, enzim α-amilase
B. Rumusan Masalah
paling tinggi pada proses hidrolisis pati bekatul oleh enzim α-amilase ?
C. Tujuan Penelitian
paling tinggi pada proses hidrolisis pati bekatul oleh enzim α-amilase.
D. Manfaat Penelitian
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Bekatul
yang jumlahnya cukup banyak. Pada proses penggilingan beras pecah kulit
diperoleh hasil samping dedak 8-9% dan bekatul sekitar 2-3%. Ketersediaan
bekatul di Indonesia cukup banyak dan mencapai 4.5-5 juta ton setiap tahunnya
Pada penyosohan beras dihasilkan dua macam limbah, yaitu dedak (rice
bran) dan bekatul (rice polish). Badan Pangan Dunia (FAO = Food and
Dedak merupakan hasil sampingan dari proses penggilingan padi yang terdiri atas
lapisan sebelah luar butiran beras (perikarp dan tegmen) dan sejumlah lembaga
Menurut Luh (1991), nilai gizi bekatul yaitu protein 12-15,6%; lemak 15-
19,7%; karbohidrat 34,1-52,3%; abu 6,6-9,9% dan serat kasar 7-11,4%. Bekatul
juga mengandung asam lemak tidak jenuh dan oryzanol (ester asam firulat).
4
5
2. Pati
tanaman. Senyawa ini disimpan dalam bentuk granula dengan ukuran dan
karakteristik yang spesifik untuk setiap spesies tanaman (van der Maarel, dkk.,
Pati merupakan polimer yang tersusun dari unit satuan α-D-glukosa yang
dihubungkan oleh ikatan α-1,4 glikosidik dan ikatan α-1,6 glikosidik pada
percabangan rantainya. Secara alami, pati merupakan campuran dari amilosa dan
terbentuk dari 100.000 monomer glukosa yang dihubungkan oleh ikatan α-1,4
3. Ragi roti
Ragi roti terdiri atas 3 jenis yaitu (a) Ragi basah (fresh yeast) yaitu ragi
yang mengandung 70% air, harus disimpan pada suhu 2-40C dan bisa langsung
digunakan pada saat pengadukan dengan jumlah pemakaian 2-5% dari jumlah
tepung. Contoh merk dagang : Red Star dan Fleishcmann’s; (b) Ragi koral (active
dry yeast) yaitu ragi yang mengandung 7% air dan daya simpannya lama. Jika
akan digunakan, harus diaktifkan dengan cara mencampur satu bagian ragi dengan
empat bagian air hangat (suhu 400C) selama 10-30 menit. Jumlah pemakaiannya
sebesar 1,5-3% dari jumlah terigu. Contoh merk dagang : Red Star, Fleishcmann’s
dan Rize; (c) Ragi instan (instant yeast) yaitu ragi yang mengandung air 1-2% dan
jumlah pemakaian 0,75-3% dari jumlah tepung. Contoh merk dagang : Fermipan
Ketiga jenis ragi roti tersebut sudah beredar di Indonesia. Akan tetapi ragi
konsisten dan penyimpanannya yang sangat mudah (pada suhu ruang normal)
Ragi roti hanya mengandung S.cerevisiae sehingga tidak ada mikroba lain
di dalamnya. Hal ini dapat diketahui dari proses pembuatannya. Dalam proses
berbentuk butiran kecil halus yang mengandung 2%–7% air dan 94%–95% materi
kering dengan jumlah sel ragi 105-107 per gram ragi. Selanjutnya dikemas dalam
kemasan tanpa udara (vacuum packed) dan memiliki umur kadaluwarsa 2 tahun
7
dalam kemasannya (Pelczar dan Chan, 1988). Selain itu, dapat juga diketahui dari
kemasannya, komposisi ragi roti terdiri dari ragi (S.cerevisiae) dan pengemulsi
(sorbitan monostearate).
yang dikehendaki dalam hal tekstur, rasa dan aroma. Galur-galur S.cerevisiae
yang dipilih untuk memproduksi ragi roti secara komersial memiliki kemampuan
untuk memfermentasi gula dengan baik di dalam adonan dan tumbuh dengan
adonan mengembang. Mutu produk bergantung pada seleksi khamir yang baik,
keadaan inkubasi dan pemilihan bahan mentah (Pelczar dan Chan, 1988).
Fungsi alternatif ragi roti antara lain dapat digunakan dalam pembuatan
etanol, produksi minyak kelapa fermentasi (Hariawanty dan Nita, 2010) dan
Menurut Cheng dkk. (2009), ragi roti merupakan salah satu strain
S.cerevisiae yang digunakan secara intensif untuk memproduksi SCP (single cell
protein) dan etanol dari gula yang difermentasi. Strain yeast tersebut dapat
fermentasi etanol.
8
4. Enzim α-amilase
Hidrolisis adalah suatu proses antara reaktan dengan air agar suatu
senyawa pecah terurai. Pada reaksi hidrolisis pati dengan air, air akan menyerang
tergantung pada derajat pemecahan rantai polisakarida dalam pati. Reaksi antara
air dan pati ini berlangsung sangat lambat sehingga diperlukan bantuan katalisator
untuk memperbesar kereaktifan air. Katalisator ini bisa berupa asam maupun
enzim. Katalisator asam yang biasa digunakan adalah asam klorida, asam nitrat
dan asam sulfat. Dalam industri umumnya digunakan asam klorida sebagai
penetralan hasil merupakan garam yang tidak berbahaya yaitu garam dapur.
Faktor – faktor yang berpengaruh pada reaksi hidrolisa pati adalah suhu reaksi,
tersusun dari serangkaian asam amino dalam komposisi dan susunan rantai yang
teratur dan tetap. Enzim memiliki peranan yang sangat penting dalam berbagai
reaksi kimia yang terjadi di dalam sel yang mungkin sangat sulit dilakukan oleh
hidup. Kelebihan enzim dibandingkan katalis biasa adalah (1) dapat meningkatkan
produk lebih tinggi; (2) bekerja pada pH yang relatif netral dan suhu yang relatif
rendah; dan (3) bersifat spesifik dan selektif terhadap substrat tertentu. Enzim
telah banyak digunakan dalam bidang industri pangan, farmasi dan industri kimia
9
lainnya. Enzim dapat diisolasi dari hewan, tumbuhan dan mikroorganisme (Azmi,
2006).
Pati dapat dipecah oleh enzim amilase menjadi komponen dengan berat
molekul lebih rendah dan lebih larut. Enzim tersebut memecah ikatan α-1,4-
dan dekstrin. Enzim β-amilase bekerja dengan memecah ikatan α-1,4 glikosidik
dengan menghidrolisis ikatan α-1,4 dan α-1,6 glikosidik dari gugus non pereduksi
amilase endospliting yang memutuskan ikatan glikosidik pada bagian dalam rantai
pati secara acak. Enzim α-amilase hanya spesifik untuk menghidrolisis ikatan α-
menghasilkan isomaltase. Hasil hidrolisis pati dan glikogen oleh α-amilase adalah
2006; Kunamneni dkk., 2005). Menurut Reed (1991), temperatur optimum untuk
enzim α-amilase berkisar 70 - 900C. Selain itu, enzim α-amilase aktif pada
10
kisaran pH 5,2 –5,6 (Novozyme, 2010). Hal ini didukung oleh Fogarty (1983),
paling banyak digunakan adalah jamur dan bakteri seperti Aspergillus oryzae,
metallo-enzyme yang mengandung minimal satu atom kalsium per molekul enzim
(Moo Young, 1985). Aktivitas atau kinerja enzim amilase dipengaruhi oleh
banyak faktor. Terdapat lima faktor utama yang mempengaruhi aktivitas enzim
yaitu pH, temperatur, konsentrasi enzim, dan konsentrasi substrat (Sukandar dkk.,
a. G G G G G G G G G G G G
b. G G G G G G G G G G G G
G G G G
α-amilase.
G : glukosa.
Cara kerja α-amilase terjadi melalui dua tahap yaitu pertama degradasi
amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Degradasi ini
terjadi sangat cepat dan diikuti dengan menurunnya viskositas dengan cepat.
Tahap kedua relatif lambat yaitu pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil
akhir secara tidak acak. Keduanya merupakan kerja enzim α-amilase pada
oligosakarida yang terdiri dari empat atau lebih residu gula yang semuanya
5. Fermentasi Etanol
sekaligus pula setelah proses, kecuali oksigen atau udara dialirkan secara kontinyu
(Crueger and Crueger, 1988). Keuntungan metode ini yaitu produktivitas tinggi,
waktu fermentasi cepat dan efek toksik direduksi pada komponen media
Gambar 4. Fase pertumbuhan bakteri pada kultur curah; 1 fase adaptasi; 2 fase
culture) terdiri atas 4 fase yaitu fase adaptasi (log fase), fase perbanyakan
(exponential fase), fase statis (stationer fase), dan fase kematian (death fase).
Pada fase eksponensial, sel meningkat sampai batas tertentu sehingga memasuki
fase statis. Pada fase ini, sel melakukan konsumsi nutrien dan proses fisiologis
lainnya. Etanol merupakan salah satu produk senyawa yang dihasilkan pada fase
dari 250C. Selain itu, suhu yang rendah dapat menyebabkan produktivitas etanol
Proses konversi pati menjadi etanol dilakukan melalui dua tahap yang berjalan
secara simultan di dalam satu reaktor. Tahap pertama adalah tahap sakarifikasi,
yaitu pati dikonversi menjadi glukosa dengan katalisis amilase. Pada tahap kedua,
setiap glukosa yang terbentuk sebagai hasil sakarifikasi, langsung secara simultan
dikonversi menjadi etanol dan karbondioksida oleh ragi S.cerevisiae yang sudah
ada dalam reaktor yang sama. Dengan proses ini, hambatan substrat dalam
produksi etanol dan hambatan produk dalam hidrolisis pati secara enzimatik dapat
zimase dan invertase yang dihasilkan oleh S.cereviseae. Fungsi enzim zimase
adalah untuk memecah polisakarida (pati) yang masih terdapat dalam proses
Parnas) untuk memfermentasi glukosa menjadi etanol pada kondisi netral atau
merespirasi 10% glukosa menjadi CO2. Fermentasi etanol oleh S.cerevisiae dapat
Glukosa 6-fosfat
ATP
ADP
Fruktosa 1,6-bifosfat
Dihidroksi-
aseton fosfat
2H ADP
Gliseraldehid 3-fosfat
Pi ATP
2 ADP
2 ATP 2H Gliserol
Piruvat
2H Asetat
Etanol CO2
B. Kerangka Pemikiran
karena konsumsi bahan bakar fosil yang semakin tinggi. Bioetanol merupakan
salah satu bahan bakar alternatif non fosil yang diperoleh dari proses fermentasi
Bekatul merupakan salah satu hasil samping proses penggilingan padi yang
amilase dengan berbagai variasi pH dan suhu pada saat hidrolisis perlu dilakukan
agar diketahui pH dan suhu optimumnya. Selain itu digunakan ragi roti sebagai
dengan menggunakan ragi roti akan menghasilkan etanol dan CO2. Alur dari
Ketersediaan sumber
energi terbatas
Hidrolisis dengan
variasi pH dan suhu
enzim α-amilase
Glukosa
(C6H12O6)n + gula
pereduksi lain
Fermentasi etanol
dengan variasi
konsentrasi ragi roti
CO2 Etanol
(C2H5 OH)
METODE PENELITIAN
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi erlenmeyer, hot plate,
pipet volum, spektrofotometer, pH meter, cawan petri, tabung reaksi, laminary air
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah bekatul,
enzim α-amilase (Novozyme) 0,09 gram dan ragi roti (Fermipan) 0,5 mg; 1 mg
C. Cara kerja
Alat dan bahan yang digunakan disterilisasi dengan autoclave pada suhu
17
18
kemudian dilarutkan dengan akuades 100 ml dan dibuat tiga ulangan setiap
3. Proses hidrolisis
Bubur bekatul yang sudah disterilisasi, diatur pH-nya menjadi 5,2; 5,4 dan
5,6 dengan penambahan HCl 0,1%. Enzim α-amilase sebanyak 0,09 gram (Banati
700C, 800C dan 900C. Proses hidrolisis selesai ditandai dengan parameter dimana
bubur yang diproses menjadi lebih cair seperti sup. Setelah dihidrolisis, dilakukan
4. Proses fermentasi
masing sebanyak 0,5 mg; 1 mg; dan 1,5 mg. Selanjutnya erlenmeyer ditutup
sampel cairan hasil fermentasi pati bekatul dicampur dengan 100 ml akuades,
akuades destilasi dan ditutup. Piknometer dan akuades ditimbang, berat yang
Piknometer yang telah kering ditimbang, berat yang didapatkan adalah B. Berat
permukaan luar piknometer dikeringkan dan ditimbang. Hasil yang didapat adalah
A.
gravity” atau spg = L/W. Nilai spg ditentukan dengan menggunakan tabel AOAC
D. Analisis Data
dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) untuk mengetahui beda
nyata perlakuan.
BAB IV
A. Pemecahan pati bekatul menjadi gula reduksi oleh enzim α-amilase dengan
menjadi glukosa kurang sempurna sebab tidak ada pemutusan ikatan spesifik pada
dengan jumlah glukosa yang lebih tinggi (8 – 10%). Enzim ini berupa cairan
o
dengan berat jenis 1,20 – 1,25 g/ml dan stabil dalam suhu 110 C (Darmajana dkk.,
2008).
20
21
(C6H10O5)n N C6H12O6
(pati) enzim amilase (glukosa)
Proses setelah hidrolisis adalah fermentasi dengan menggunakan ragi.
Glukosa hasil hidrolisis diubah oleh ragi menjadi etanol. Kemampuan ragi
menghasilkan etanol bergantung pada kadar glukosa, pH, kadar oksigen dan
penelitian ini. Salah satunya adalah kadar glukosa sebagai media pertumbuhan
ragi.
yang sudah diberi 0,09 gr enzim α-amilase. Pada penelitian ini digunakan variasi
suhu hidrolisis (700C, 800C dan 900C) dan pH (5,2; 5,4 dan 5,6) untuk mengetahui
tertentu yang disebut pH optimum kerja enzim. Enzim umumnya aktif pada
luar pH optimumnya, aktivitas katalitik enzim dapat menjadi rendah atau bahkan
terlebih dulu ditambah HCl 0,1%. Dalam hal ini penambahan HCl bertujuan untuk
Suhu dapat menentukan laju suatu reaksi. Pada reaksi yang melibatkan
suatu protein. Kenaikan suhu sampai sedikit di atas suhu optimumnya dapat
menurunkan aktivitas enzim sedangkan suhu jauh di atas suhu optimumnya enzim
(Sukandar dkk., 2009). Hasil pengukuran konsentrasi gula reduksi pada tiap
Tabel 1. Konsentrasi gula reduksi (mg/ml) pada bubur bekatul dengan variasi
Suhu
Dari tabel 1 terlihat bahwa suhu hidrolisis 900C dan pH 5,6 menghasilkan
konsentrasi gula reduksi lebih tinggi (1,161 mg/ml). Hal ini didukung oleh
penelitian Vickers dkk. (1996), sebagai kandidat untuk proses malting pada
optimum pada suhu 900C dan pH 5,5. Pada rentang suhu 40-900C, aktivitas enzim
23
α-amilase semakin naik. Sedangkan pada suhu >1000C, aktivitas enzim α-amilase
menurun.
p > 0,05 yang artinya tidak berbeda nyata antar perlakuan yaitu 0,815. Hal ini
besar terhadap kadar gula reduksi yang dihasilkan. Tetapi jika berdasarkan
efisiensinya, perlakuan suhu hidrolisis 700C dengan pH 5,6 lebih efisien dalam
proses hidrolisis.
Pada kondisi anaerobik, piruvat direduksi menjadi etanol dan CO2. Menurut
Wulan dkk. (2007), kadar glukosa yang dibutuhkan untuk fermentasi berada pada
fermentasi sedangkan di atas 70% proses fermentasi akan berhenti. Hal ini
disebabkan adanya tekanan osmotik. Pada konsentrasi gula substrat sekitar 16%
kadar glukosa, gula reduksi bubur bekatul sebesar 9,98-11,61% maka gula reduksi
hasil hidrolisis bubur bekatul dapat digunakan sebagai substrat pada proses
fermentasi.
dkk., 2008). Ada tiga komponen yang terlibat dalam proses fermentasi yaitu
substrat, mikroba dan produk. Dalam penelitian ini, substrat yang digunakan
adalah larutan hasil sakarifikasi pati bekatul 20% yang diberi enzim α-amilase
dengan perlakuan suhu 700C dan pH 5,6. Hal ini karena energi yang digunakan
pada proses hidrolisis dengan suhu 700C lebih sedikit daripada suhu 800C atau
900C. Selain itu digunakan pH 5,6 karena mendekati pH awal bubur bekatul
(etanol) dan CO2. Untuk memisahkan alkohol dan air dapat dilakukan
penyulingan atau destilasi sehingga dapat diperoleh alkohol dengan kadar kurang
lebih 90% (Fessenden and Fessenden, 1991). Destilasi adalah suatu proses
atau lebih zat cair ke dalam fraksi-fraksinya berdasarkan perbedaan titik didihnya
(Bustaman, 2008).
yang dikeringkan hingga berbentuk butiran kecil halus yang disebut ragi roti. Ragi
roti mengandung 2%–7% air dan 94%–95% materi kering dengan jumlah sel ragi
Parnas) untuk memfermentasi glukosa menjadi etanol pada kondisi netral atau
merespirasi 10% glukosa menjadi CO2. Fermentasi etanol oleh S.cerevisiae dapat
etanol, produk etanol dihasilkan bersamaan dengan pertumbuhan sel. Gula reduksi
akan dihasilkan etanol. Besarnya etanol yang dihasilkan dan pertumbuhan sel
sangat dipengaruhi oleh besarnya substrat yang tersedia (Wulan dkk., 2007).
ditentukan oleh tinggi rendahnya konsentrasi gula reduksi yang digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi (Wen and Cheng, 2000). Sehingga semakin tinggi
konsentrasi gula reduksi yang digunakan sebagai substrat maka semakin tinggi
Dalam fermentasi kadar gula total semakin lama akan semakin menurun.
Hal ini dapat terjadi karena gula-gula tersebut akan di metabolisme oleh
pertumbuhan sehingga semakin lama waktu fermentasi gula akan diubah menjadi
berikut :
A-B
Konsentrasi etanol = X1
C- B
Keterangan :
1 2,64 ± 0,31754b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata (α=0,05).
Dari data tabel 2, dapat diketahui bahwa ragi roti 1,5 mg menghasilkan
analisis anava antara kadar etanol dengan perlakuan penambahan ragi roti,
menunjukkan hasil yang signifikan yaitu p < 0,05. Artinya perbedaan konsentrasi
ragi roti berpengaruh terhadap hasil etanol yang diperoleh, dengan tingkat
mg tidak berbeda nyata dengan konsentrasi ragi roti sebesar 1,5 mg. Dengan kata
lain, konsentrasi ragi roti sebesar 1 mg dapat menghasilkan kadar etanol yang
hampir sebanding dengan konsentrasi ragi roti sebesar 1,5 mg. Selain itu menurut
Sari (2009), jumlah yeast yang digunakan harus tepat sebab jika ragi yang
kemampuan yeast untuk fermentasi menjadi berkurang. Begitupula jika ragi yang
dapat terjadi jika botol untuk fermentasi tidak tertutup rapat sehingga udara masuk
Pada penelitian ini juga dilakukan uji sampling berdasarkan jumlah sel
khamir untuk mengetahui apakah jumlah ragi roti yang digunakan sudah
mencukupi untuk proses fermentasi. Jumlah sel khamir ragi roti pada 1 jam
fermentasi diperoleh sebesar 1,4 x 107 sel/mg. Hasil yang diperoleh ini
menunjukkan bahwa jumlah ragi roti yang digunakan sudah mencukupi untuk
fermentasi. Hal ini didukung oleh penelitian Elevri dan Surya (2006), 1 jam
fermentasi pada kurva pertumbuhan sel S.cerevisiae, diperoleh jumlah sel khamir
Selain itu menurut Sari (2009), semakin besar konsentrasi ragi roti maka
akan semakin besar pula kadar alkohol yang diperoleh. Hal ini dikarenakan
konsentrasi ragi roti dipengaruhi lag phase. Semakin besar konsentrasi ragi maka
semakin pendek lag phase, sehingga cepat mencapai fase exponensial yaitu yeast
tumbuh dengan sempurna dan mampu beradaptasi dengan baik. Hal ini
28
produk.
ragi roti berfungsi sebagai agen nutrisi untuk pertumbuhan. Sodium karbonat
untuk kontrol pH, dan vitamin B sebagai pembawa gugus asetaldehida (Reed,
1991).
Berdasarkan hasil penelitian Khongsay dkk. (2010), pada jam ke-60 pertumbuhan
sel telah memasuki fase stasioner, dimana jumlah sel yang hidup dan sel yang
mati seimbang. Jika fermentasi diteruskan maka akan banyak sel yang mati.
Kadar etanol yang dihasilkan substrat bubur bekatul pada penelitian ini
sebesar 2,84%. Dengan demikian kadar etanol yang dihasilkan dengan substrat
bubur bekatul secara fermentasi termasuk etanol dalam kadar yang rendah. Hal ini
kemurnian yang rendah yaitu sekitar 5-20%. Apabila konsentrasi etanol yang
29
dihasilkan melebihi 15% maka etanol akan merusak dinding sel dan membekukan
yang tidak bernilai ekonomis dan berasal dari hasil pertanian budidaya yang dapat
diperoleh dengan mudah. Oleh karena itu, biaya produksi bioetanol cenderung
lebih rendah daripada BBM. Hal yang terpenting dalam penggunaan bioetanol
sebagai bahan bakar adalah penghematan sumber daya alam tak terbarui yang
bioetanol sebagai bahan bakar adalah meningkatkan efisiensi dan emisi gas buang
yang lebih ramah lingkungan. Selain itu, penggunaan bioetanol yang bersumber
dari limbah serta produk pertanian membuka peluang bagi para petani.
energi fuel cell ataupun pada mesin pembakaran dalam (internal combustion
Bioetanol dengan kadar 95-99% dapat dipakai sebagai bahan substitusi premium
(bensin), sedangkan kadar 40% dipakai sebagai bahan substitusi minyak tanah
(Bustaman, 2008).
Selain itu, etanol dapat digunakan sebagai pelarut untuk zat organik
maupun anorganik, bahan dasar industri asam cuka, ester, spirtus, asetaldehid,
antiseptik topical dan sebagai bahan baku pembuatan eter dan etil ester. Etanol
juga untuk campuran minuman dan dapat digunakan sebagai bahan bakar
30
(gasohol) (Endah dkk., 2007). Penambahan beberapa persen etanol dalam air akan
menurunkan tegangan permukaan air secara drastis. Campuran etanol dengan air
yang lebih dari 50% etanol bersifat mudah terbakar dan mudah menyala
(Sukandar, 2009).
90 telah berdampak positif bagi lingkungan. Uji coba BPPT (Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi) menunjukkan bahwa E10 (etanol 10% dalam bensin)
menghasilkan emisi karbon (CO2 dan CO) dan sulfur dioksida lebih rendah
Biopertamax dengan kadar etanol 5-10 % oleh Pertamina (Endah dkk., 2007).
BAB V
A. KESIMPULAN
1. Pada proses hidrolisis oleh enzim α-amilase, suhu hidrolisis 900C dan pH 5,6
2. Konsentrasi ragi roti 1,5 mg (suhu hidrolisis 700C dan pH 5,6) menghasilkan
B. SARAN
1. Kebutuhan akan etanol semakin besar karena itu perlu penelitian lebih lanjut yang
2. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penambahan konsentrasi ragi roti untuk
31