Anda di halaman 1dari 91

PERBANDINGAN METODE ELISA DENGAN ECLIA DALAM

PEMERIKSAAN KADAR TSH DAN fT4 (STUDI LITERATUR)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Meraih Gelar Sarjana Terapan Kesehatan

Oleh :

Nina Agnina

NIM: P3.73.34.2.16.022

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA III

2020

i
PERBANDINGAN METODE ELISA DENGAN ECLIA DALAM
PEMERIKSAAN KADAR TSH DAN fT4 (STUDI LITERATUR)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Meraih Gelar Sarjana Terapan Kesehatan

Oleh :

Nina Agnina

NIM: P3.73.34.2.16.022

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA III

2020

ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya, serta telah memberikan berbagai kemudahan kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbandingan Metode ELISA
Dengan ECLIA Dalam Pemeriksaan Kadar TSH dan fT4 (Studi Literatur)”.
Skripsi ini berhasil penulis selesaikan karena dukungan dari berbagai pihak.
Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada:
1. Yupi Supartini, S.Kp., MSc selaku direktur Poltekkes Kemenkes Jakarta III
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu di
Poltekkes Kemenkes Jakarta III dengan segala dukungan sarana dan
prasarana yang ada.
2. Dra. Mega Mirawati, M.Biomed selaku Ketua Jurusan Teknologi
Laboratorium Medis.
3. Husjain Djajaningrat, S.K.M, M.Kes selaku Ketua Program Studi D-IV
Teknologi Laboratorium Medis.
4. Rizana Fajrunni‟mah, M.Si.Med selaku dosen pembimbing I dan dosen
penguji III yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta dorongan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bagya Mujianto, S.Pd., M.Kes selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, arahan, serta dorongan dalam menyelesaikan skripsi
ini.
6. Dewi Inderiati, S.Pd., S.Si., M.Biomed selaku dosen penguji I yang telah
memberikan saran serta masukan pada skripsi ini.
7. Tri Prasetyorini, S.Si. MM selaku dosen penguji II yang telah memberikan
saran serta masukan pada skripsi ini.
8. Dra. Diah Lestari, M.K.M selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan pada penulis.
9. Mama tersayang dan Alm. Bapak tercinta yang telah memberikan dukungan
moral dan materil, doa dari penulis selalu menyertai kedua orang tua penulis.

v
Serta kakak dan adik, Kak Lia, Abang Fakhrul, Kak Kiki, dan Ghifar yang
telah membantu menyemangati dan memberikan dukungan materil.
10. Sahabat Sukses Squad yaitu Zanjabila, Niantiara, Hannisa, dan Alifia yang
selalu memberikan saran, motivasi, doa, dan mendengarkan keluh kesan
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Para sahabat Danesya, Ghefira, Shalisya, Anita, Naafi, Rizka, Winda, Mona,
Eftika, Sarah, Prinka, Arfiyyah, Lingga serta GTF yang selalu memberikan
saran, motivasi, doa, suka duka serta canda tawa, dan mendengarkan keluh
kesan penulis selama masa perkuliahan berlangsung.
12. Teman-teman seperjuangan angkatan ketiga D-IV Teknologi Laboratorium
Medis Poltekkes Kemenkes Jakarta III yang telah berbagi canda dan tawa,
semangat dan kebersamaan selama kurang lebih empat tahun baik dalam suka
maupun duka.
13. Semua pihak yang tidak mungkin disebut satu per satu yang telah membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari akan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, sehingga
penulis mohon maaf apabila dikemudian hari ditemukan kesalahan dalam skripsi
ini. Tentunya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat serta
berguna bagi para pembacanya.

Bekasi, Juli 2019

Penulis

vi
ABSTRAK

Agnina, Nina. 2020. Perbandingan Metode ELISA Dengan ECLIA Dalam


Pemeriksaan Kadar TSH dan fT4 (Studi Literatur).
Skripsi, Program Studi Diploma IV Teknologi Laboratorium Medis Poltekes
Kemenkes Jakarta III.
Rizana Fajrunni‟mah, M.Si.Med, Bagya Mujianto, S.Pd., M.Kes.

Gangguan tiroid merupakan masalah terbesar kedua di bidang


endokrinologi dan metabolisme, setelah diabetes mellitus. Baik hipertiroidisme
atau hipotiroidisme akan mengganggu proses metabolisme, aktivitas fisiologis,
serta menyebabkan gejala gagal jantung yang berujung kematian. Pemeriksaan
TSH dan fT4 adalah pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis gangguan
tiroid. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan dengan pemeriksaan serologis
dengan metode ELISA dan ECLIA. Akan tetapi, penelitian yang dilakukan
sampai saat ini masih sangat terbatas dalam bentuk studi literatur. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perbandingan metode ELISA dengan ECLIA dalam
pemeriksaan kadar TSH dan fT4.
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan (library
research). Data hasil penelitian didapatkan dari data sekunder berupa hasil studi
literatur yang dikumpulkan sesuai dengan topik penelitian. Hasil menunjukkan
bahwa ada perbedaan metode ELISA dengan ECLIA dalam pemeriksaan kadar
TSH dan fT4 dengan nilai p = 0,0001 (p < 0,05). Nilai rata-rata pemeriksaan TSH
dengan metode ECLIA lebih tinggi dari metode ELISA. Namun, nilai rata-rata
pemeriksaan fT4 dengan metode ECLIA lebih rendah dari metode ELISA.
Metode ECLIA memiliki sensitivitas, spesifisitas, PPV, NPV, serta akurasi yang
lebih baik daripada metode ELISA. Maka dari itu, metode ECLIA lebih unggul
daripada metode ELISA. ECLIA dapat digunakan untuk pemeriksaan TSH dan
fT4, namun karena biaya peralatan dan pemeliharaan yang mahal maka metode
ELISA bisa digunakan untuk skrining pada fasilitas kesehatan yang terbatas.

Kata Kunci : ELISA, ECLIA, TSH, fT4, Gangguan Tiroid.

vii
ABSTRACT

Agnina, Nina. 2020. Comparison of ELISA and ECLIA Methods in Examining


TSH and fT4 (Literature Study).
Thesis, Diploma IV Study Program of Medical Laboratory Technology
Polytechnic Ministry of Health Jakarta III.
Rizana Fajrunni‟mah, M.Si.Med, Bagya Mujianto, S.Pd., M.Kes.

Thyroid disorders are the second biggest problem in the fields of


endocrinology and metabolism, after diabetes mellitus. Both hyperthyroidism or
hypothyroidism will disrupt metabolic processes, physiological activities, and
cause symptoms of heart failure that lead to death. TSH and fT4 tests are
laboratory tests to diagnose thyroid disorders. The examination can be done by
serological examination by ELISA and ECLIA methods. However, research
conducted to date is still very limited in the form of literature studies. This study
aims to determine the comparison of the ELISA method with ECLIA in
examining TSH and fT4 levels.
The type of research used is library research. Research data obtained from
secondary data in the form of literature study results collected in accordance with
the research topic. The results showed that there were differences in the ELISA
method with ECLIA in examining TSH and fT4 levels with a value of p = 0,0001
(p < 0,05). The average value of TSH examination by the ECLIA method is
higher than the ELISA method. However, the average value of fT4 examination
by the ECLIA method is lower than the ELISA method. The ECLIA method has
better sensitivity, specificity, PPV, NPV, and accuracy than the ELISA method.
therefore, the ECLIA method is superior to the ELISA method. ECLIA can be
used for TSH and fT4 tests, but due to expensive equipment and maintenance
costs, the ELISA method can be used for screening at limited health facilities.

Keywords: ELISA, ECLIA, TSH, fT4, Thyroid Disorders.

viii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL DEPAN ............................................................................ i


HALAMAN SAMPUL DALAM .......................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN .................................. Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 7


A. Kerangka Teori ................................................................................................ 7
1. Kelenjar Tiroid ............................................................................................ 7
a. Thyroid Stimulating Hormone (TSH) ..................................................... 9
b. free Thyroxine (fT4) ............................................................................. 10
c. Kelainan Hormon Tiroid ...................................................................... 11
1) Hipotiroidisme ................................................................................ 11
2) Hipertiroidisme ............................................................................... 12
2. Diagnosis Kelainan Hormon Tiroid .......................................................... 13
3. Metode Enzyme-Linked Immunoassay (ELISA) ....................................... 18
4. Metode Electrochemiluminescent Immunoassay (ECLIA) ....................... 24
B. Kerangka Berpikir .......................................................................................... 27
C. Hipotesis Penelitian ....................................................................................... 28

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 29


A. Jenis Penelitian............................................................................................... 29
B. Variabel Penelitian ......................................................................................... 29
C. Sumber Data ................................................................................................... 29
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 30
E. Prosedur Penelitian ........................................................................................ 33
F. Teknik Analisis Data ...................................................................................... 46

ix
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 48
A. Hasil ............................................................................................................... 48
B. Pembahasan .................................................................................................... 52

BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 60


A. Simpulan ........................................................................................................ 60
B. Saran .............................................................................................................. 60

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 62


LAMPIRAN ......................................................................................................... 66

x
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Gejala dan Tanda Hipotiroidisme ......................................................... 12

Tabel 2.2 Gejala dan Tanda Hipertiroidisme ........................................................ 13

Tabel 2.3 Pengaruh Beberapa Obat-obatan Terhadap Uji Fungsi Tiroid.............. 15

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kadar TSH ............................................................. 48

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Kadar fT4 ............................................................... 49

Tabel 4.3 Sensitivitas dan Spesifisitas Kadar TSH ............................................... 50

Tabel 4.4 Perbandingan Metode ELISA dan ECLIA ........................................... 51

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 ELISA Direct..................................................................................... 19

Gambar 2.2 ELISA Indirect .................................................................................. 20

Gambar 2.3 ELISA Sandwich .............................................................................. 21

Gambar 2.4 ELISA Kompetitif ............................................................................. 22

Gambar 2.5 Prinsip Multiskan GO ....................................................................... 23

Gambar 2.6 Prinsip ECLIA ................................................................................... 25

Gambar 2.7 Cobas e 411. ...................................................................................... 25

Gambar 2.8 Kerangka Berpikir ............................................................................. 27

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Pernyataan Keaslian Tulisan ............................................................. 66

Lampiran 2 Surat Pernyataan Kesediaan Dimuat Dalam Majalah/Jurnal ............. 67

Lampiran 3 Data Rekap Hasil Studi Literatur....................................................... 68

Lampiran 4 Dokumentasi ...................................................................................... 73

Lampiran 5 Agenda Bimbingan ............................................................................ 75

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit atau gangguan tiroid merupakan masalah terbesar kedua di

bidang endokrinologi dan metabolisme, setelah diabetes mellitus (DM).

Hormon tiroid berperan sangat penting dalam berbagai proses metabolisme

mulai dari metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak, hingga aktivitas

fisiologis pada hampir semua sistem organ tubuh. Oleh karena itu, apabila

terdapat gangguan fungsi tiroid, baik berupa kelebihan hormon tiroid

(hipertiroidisme) atau kekurangan (hipotiroidisme) akan mengganggu proses

metabolisme dan aktivitas fisiologis yang akan mempengaruhi pertumbuhan

dan perkembangan berbagai jaringan termasuk sistem saraf dan otak. Bahkan

bisa menyebabkan gejala dan tanda gagal jantung yang berujung kematian

pada penderita hipertiroidisme (Pusdatin, 2015).

American Association of Clinical Endokrinologis memperkirakan

terdapat 27 juta orang Amerika menderita hipertiroid/hipotiroid, dimana lebih

dari setengah penderita tidak terdiagnosis. Di Indonesia, kejadian hipertiroid

berkisar antara 44%-48% dari seluruh kelainan kelenjar tiroid yang ditemui

dan diperkirakan terdapat 12 juta kasus hipertiroid pada tahun 1960. Beberapa

penelitian tentang hipertiroid di RSUP DR. M. Djamil Padang menunjukkan

bahwa jumlah pasien yang menderita hipertiroid cenderung mengalami

peningkatan, yaitu pada tahun 2011 terdapat 697 kasus, sedangkan pada tahun

1
2

2012 terdapat 716 kasus (Juwita, Suhatri dan Hestia, 2018). Data tersebut

memperlihatkan jumlah kasus hipertiroid yang cukup tinggi terjadi pada

populasi negara maju maupun negara berkembang (Pratama, Yerizel dan

Afriant, 2014). Menurut sistem informasi surveilans PTM (Penyakit Tidak

Menular) jumlah orang dengan gangguan tiroid yang datang ke Puskesmas

tahun 2016 adalah 594 kasus, terdiri dari 144 kasus pada laki-laki dan 450

kasus pada perempuan. Sedangkan menurut sistem informasi rumah sakit

(SIRS) jumlah kasus gangguan tiroid terbanyak pada perempuan yaitu 7.865

(Kemenkes, 2017). Prevalensi pada perempuan lebih banyak jika

dibandingkan pada laki-laki dan meningkat pada usia lanjut (Hendromartono,

2006).

Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis gangguan tiroid tidak

hanya pemeriksaan TSH (Thyroid Stimulating Hormone) tetapi juga meliputi

pemeriksaan T3 (Triiodotironine), T4 (Thyroxine), dan fT4 (free Thyroxine).

Namun pemeriksaan TSH dan fT4 adalah pemeriksaan laboratorium yang

sering dilakukan untuk mendiagnosis gangguan tiroid (Suryaatmadja 2010).

Hal ini disebabkan karena pemeriksaan TSH dapat memprediksi fungsi tiroid

dan tidak terpengaruh oleh perubahan konsentrasi protein pengikat tiroid

yaitu TBG (Thyroid Binding Globulin) di dalam plasma/serum. Berbeda

dengan sifat T3 dan T4 yang terikat dengan TBG sehingga konsentrasi TBG

dapat mempengaruhi kadar T3 dan T4. Selain itu, fT4 menjadi fraksi aktif

hormon tiroid di dalam tubuh (Pratama, A., Yerizel, E., dan Afriant, R.,

2014).
3

Pemeriksaan TSH dan fT4 dapat dilakukan dengan pemeriksaan

serologis dengan beberapa metode seperti radioimmunoassay (RIA) sebagai

metode generasi pertama dengan sensitivitas fungsional 1 mIU/L,

immunoradiometric assay (IRMA) sebagai generasi kedua dengan sensitivitas

fungsional 0,1 mIU/L, dan metode generasi ketiga dimulai dari enzyme-linked

immunoassay (ELISA), enzyme-linked immunofluorescence assay (ELFA)

dan enzyme immunoassay (EIA), serta yang terbaru electrochemiluminescent

assay (ECLIA) dengan sensitivitas fungsional yang semakin meningkat

(Suryaatmadja, 2010; Kazerouni & Amirrasouli, 2012).

Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Metode RIA dan IRMA sudah jarang digunakan karena bersifat radioaktif

(Darwish, 2006). Metode IRMA memiliki kelebihan dari metode RIA yaitu

menggunakan antibodi monoklonal yang jauh lebih spesifik (Mondrida, et al.,

2018). Sedangkan metode ELFA memiliki kelebihan hanya membutuhkan

waktu deteksi yang cepat. Namun, memiliki kekurangan tidak terlalu akurat

untuk mendeteksi konsentrasi TSH yang sangat rendah dan sangat tinggi

(Abdalla dan Abdealla, 2015). Berbeda dengan metode EIA yang memiliki

sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi daripada metode ELFA. Namun,

kekurangan metode ini masih adanya reaksi silang yang terjadi (Reza, N. R.,

2015).

Kursus Laboratory Endrocrinology di Singapore tahun 1989

menyatakan metode ECLIA sebagai metode yang menjanjikan untuk analisis

hormon. Metode ECLIA berfungsi untuk mendeteksi keberadaan antigen atau


4

antibodi dengan memanfaatkan reaksi antara antigen dengan antibodi yang

menghasilkan cahaya. Metode ini melalui 2 tahapan inkubasi, dimana voltase

(tegangan) pada elektroda akan menginduksi emisi chemiluminescent yang akan

diukur oleh photomultiplier (Suryaatmadja, 2010; Cobas, 2016). ECLIA

mempunyai tingkat sensitivitas yang tinggi, namun metode ini memiliki

kekurangan yaitu biaya peralatan dan pemeliharaan yang mahal. Kekurangan

ini membuat metode ECLIA jarang digunakan untuk skrining awal gangguan

tiroid dan hanya digunakan di laboratorium besar seperti Rumah Sakit

(Kazerouni dan Amirrasouli, 2012; Bolton et al., 2020).

Berbeda dengan metode ELISA yang masih digunakan sampai saat

ini, karena metode ini cocok untuk skrining awal gangguan tiroid (Shamsian

et al., 2016). ELISA merupakan teknik biokimia yang berfungsi untuk

mendeteksi antigen atau antibodi dalam sampel dengan menggunakan enzim

sebagai label. ELISA mampu mendeteksi protein tertentu dalam sampel yang

diperiksa dengan menggunakan antibodi poliklonal atau monoklonal

terkonjugasi dengan enzim. Pengikatan antigen dengan antibodi dideteksi

melalui perubahan warna substrat menjadi produk (BIO-RAD, 2017). Metode

ELISA lebih mudah dalam mengoperasikan alat serta biaya peralatan dan

pemeliharaan yang relatif rendah dari metode ECLIA. Namun, metode ini

membutuhkan waktu analisa yang cukup lama (Shamsian et al., 2016;

Thermo Scientific, 2010). Penelitian yang dilakukan sampai saat ini masih

sangat terbatas dalam bentuk studi literatur. Maka dari itu, perlu dilakukan
5

perbandingan metode ELISA dengan ECLIA dalam pemeriksaan kadar TSH

dan fT4 dari beberapa sumber literatur.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini yaitu bagaimana hasil studi literatur

mengenai perbandingan metode ELISA dengan ECLIA dalam pemeriksaan

kadar TSH dan fT4.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbandingan metode ELISA dengan ECLIA dalam

pemeriksaan kadar TSH dan fT4

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui hasil pemeriksaan kadar TSH dan fT4 metode ELISA

dengan ECLIA melalui studi literatur.

b. Mengetahui kelebihan dan kekurangan metode pemeriksaan ELISA

dalam pemeriksaan kadar TSH dan fT4.

c. Mengetahui kelebihan dan kekurangan metode pemeriksaan ECLIA

dalam pemeriksaan kadar TSH dan fT4.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:

1. Bagi Peneliti

Dapat menambah pengetahuan peneliti terkait dengan perbandingan

metode ELISA dengan ECLIA dalam pemeriksaan kadar TSH dan fT4
6

sebagai upaya untuk mengembangkan diagnosis gangguan tiroid yang

lebih baik.

2. Bagi Akademis

a. Dapat menambah sumber data dan bahan acuan dalam melakukan

penelitian selanjutnya.

b. Dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan dari metode ELISA

dengan ECLIA dalam pemeriksaan kadar TSH dan fT4.

3. Bagi Masyarakat

Dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang metode ELISA

dengan ECLIA dalam pemeriksaan kadar TSH dan fT4.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Kelenjar Tiroid

Tiroid merupakan kelenjar endokrin murni terbesar dalam tubuh

manusia yang terletak di leher bagian depan, berbentuk seperti kupu-kupu

(Pusdatin, 2015). Kelenjar tiroid berfungsi untuk menghasilkan hormon

tiroid. Kelenjar tiroid memerlukan iodium sebagai suatu elemen yang

terdapat dalam makanan dan air untuk dapat menghasilkan hormon tiroid.

Kelenjar tiroid akan menangkap iodium dan mengolahnya menjadi

hormon tiroid. Hormon tiroid terbagi menjadi hormon Thyroxine (T4) dan

Triiodothyronine (T3), yang akan diedarkan dalam darah (Gibson, 2002;

Kariadi, 2017).

Ada tiga organ yang berperan dalam produksi dan pengaturan

hormon tiroid. Organ tersebut adalah tiroid, kelenjar hipofisis yang

menghasilkan Thyroid Stimulating Hormone (TSH), dan hipotalamus

yang menghasilkan Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) (Kariadi,

2017). Kelenjar tiroid akan mendapatkan sinyal TSH dari hipofisis,

dimana hipofisis mendapatkan sinyal dari hipotalamus melalui TRH.

Selanjutnya TSH akan disalurkan ke kelenjar tiroid melalui pembuluh

darah, dan kelenjar tiroid akan merespon sinyal dengan mengambil

iodium dari makanan dan minuman yang sudah beredar dalam darah

(Cooper, D.S., Greenspan, F.S., Ladenson, 2007).


7
8

Jumlah terbanyak adalah T4 sebagai hormon utama dan T3 lebih

sedikit, tetapi T3 merupakan hormon yang aktif secara biologis dengan

potensi metabolik 3 kali T4. Sedangkan T4 dianggap sebagai prekursor,

yang bila diperlukan akan dipecah di jaringan untuk membentuk T3.

Dalam keadaan normal pengeluaran T3 sekitar 15% dan T4 sekitar 80%,

dan hormon lainnya 5%. T3 dan T4 akan disimpan dalam bentuk koloid di

dalam tiroid. Sebagian besar T4 akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan

sisanya tetap di dalam kelenjar untuk mengalami daur ulang

(Suryaatmadja, 2010).

Hormon tiroid berperan sangat penting dalam berbagai proses

metabolisme mulai dari metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak,

hingga aktivitas fisiologis pada hampir semua sistem organ tubuh. Oleh

karena itu, apabila terdapat gangguan fungsi tiroid, baik berupa kelebihan

hormon tiroid (hipertiroidisme) atau kekurangan (hipotiroidisme) akan

mengganggu proses metabolisme dan aktivitas fisiologis yang akan

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan berbagai jaringan

termasuk sistem saraf dan otak. Bahkan bisa menyebabkan gejala dan

tanda gagal jantung yang berujung kematian pada penderita

hipertiroidisme (Pusdatin, 2015).

American Association of Clinical Endokrinologis memperkirakan

terdapat 27 juta orang Amerika menderita hipertiroid/hipotiroid, dimana

lebih dari setengah penderita tidak terdiagnosis. Di Indonesia, kejadian

hipertiroid berkisar antara 44%-48% dari seluruh kelainan kelenjar tiroid


9

yang ditemui dan diperkirakan terdapat 12 juta kasus hipertiroid pada

tahun 1960. Beberapa penelitian tentang hipertiroid di RSUP DR. M.

Djamil Padang menunjukkan bahwa jumlah pasien yang menderita

hipertiroid cenderung mengalami peningkatan, yaitu pada tahun 2011

terdapat 697 kasus, sedangkan pada tahun 2012 terdapat 716 kasus

(Juwita, Suhatri dan Hestia, 2018). Data tersebut memperlihatkan jumlah

kasus hipertiroid yang cukup tinggi terjadi pada populasi negara maju

maupun negara berkembang (Pratama, Yerizel dan Afriant, 2014).

Menurut sistem informasi surveilans PTM (Penyakit Tidak

Menular) jumlah orang dengan gangguan tiroid yang datang ke

Puskesmas tahun 2016 adalah 594 kasus, terdiri dari 144 kasus pada laki-

laki dan 450 kasus pada perempuan. Sedangkan menurut sistem informasi

rumah sakit (SIRS) jumlah kasus gangguan tiroid terbanyak pada

perempuan yaitu 7.865 (Kemenkes, 2017). Prevalensi pada perempuan

lebih banyak jika dibandingkan pada laki-laki dan meningkat pada usia

lanjut (Hendromartono, 2006).

a. Thyroid Stimulating Hormone (TSH)

TSH mengatur biosintesis hormon mulai dari merangsang

penangkapan iodium dari darah. Selain mempunyai fungsi

merangsang, TSH juga menggerakkan dan mengatur semua tahap di

dalam proses biosintesis hormon tiroid. TSH juga berfungsi untuk

memerintahkan pelepasan hormon. TSH akan menyuruh sel tiroid

bekerja lebih keras untuk meningkatkan produksi hormon tiroid


10

tersebut. Akibatnya, kelenjar tiroid akan membesar. Pembesaran

kelenjar tiroid dapat terjadi karena kekurangan iodium atau hormon

tiroid. Tiroid yang membesar disebut struma atau goiter. Dalam bahasa

awam kelenjar tiroid yang besar disebut „gondok‟ (Kariadi, 2017).

Konsentrasi TSH dalam darah sangat rendah, namun sangat

penting untuk mengatur fungsi tiroid yang normal. Pelepasan TSH

diatur oleh TRH yang diproduksi oleh hipotalamus. Kadar TSH dan

TRH berbanding terbalik dengan kadar hormon tiroid. Jika kadar

hormon tiroid dalam darah meningkat, maka hipotalamus akan

mensekresi sedikit TRH sehingga TSH yang disekresi oleh hipofisis

juga sedikit, begitu juga sebaliknya. Proses ini dikenal sebagai

mekanisme umpan balik yang bertanggung jawab untuk

mempertahankan kadar hormon dalam darah yang optimal (Wirawati,

2017).

b. free Thyroxine (fT4)

fT4 merupakan Thyroxine (T4) yang berada dalam keadaan

bebas, ada sekitar 0,03%. fT4 ini merupakan suatu uji laboratorium

yang paling baik untuk mengetahui adanya disfungsi dari kelenjar

tiroid. Sedangkan, T4 merupakan hormon yang disintesis dan disimpan

dalam kelenjar tiroid. Proses pemecahan proteolisis Thyroglobulin

akan melepaskan T4 ke dalam aliran darah. Lebih dari 99% T4 terikat

pada 3 protein plasma secara reversibel, yaitu: Thyroxine binding


11

globulin (TBG) 70%, thyroxine binding pre albumin (TBPA) 20% dan

albumin 10% (Eva, D dan Alexander, 2007; Wirawati, 2017).

Konsentrasi T4 total dalam serum tergantung pada kadar TBG

pada sirkulasi. Kadar TBG dapat dipengaruhi oleh beberapa obat,

hormon steroid, kehamilan, dan berbagai macam penyakit non tiroid.

Pemeriksaan fT4 dibuat untuk mengetahui secara langsung adanya

keseimbangan antara T4 dan T4 yang terikat TBG dalam serum.

Pemeriksaan ini dapat menggambarkan status tiroid secara umum

dengan satu macam pemeriksaan (Wirawati, 2017).

c. Kelainan Hormon Tiroid

1) Hipotiroidisme

Hipotiroidisme merupakan kelainan akibat kekurangan

hormon tiroid (Suryaatmadja, 2010). Menurut Pusdatin (2015),

kekurangan hormon tiroid mengakibatkan perlambatan proses

metabolik di dalam tubuh manusia. Gejala dan tanda

hipotiroidisme sebagai berikut.


12

Tabel 2.1 Gejala dan Tanda Hipotiroidisme

Organ Gejala dan Tanda


Otak Gangguan ingatan, depresi, kemampuan
berbicara menurun, lemah, lelah,
mengantuk, intelektual menurun.
Mata Gangguan penglihatan, sakit kepala
Telinga, hidung, Suara serak
dan tenggorokan
Kelenjar tiroid Pembesaran tiroid/ goiter noduler atau
difusa
Jantung dan Tekanan nadi berkurang (bradikardi),
pembuluh darah hipertensi diastolik
Saluran cerna Berat badan naik/gemuk, sulit buang air
besar
Ginjal Fungsi ginjal menurun
Sistem reproduksi Gangguan menstruasi, infertilitas
Otak dan saraf Kaku sendi, kesemutan, nyeri sendi,
gerakan otot lemah
Kulit Tidak tahan dingin, produksi keringat
berkurang
(Sumber : Pedoman Pengendalian Penyakit Tiroid Ditjen PP dan PL, 2010)

Hipotiroidisme dibedakan berdasarkan gejala yang terjadi

menjadi:

a) Hipotiroidisme klinis ditandai dengan kadar TSH tinggi dan

kadar fT4 rendah.

b) Hipotiroidisme subklinis ditandai dengan TSH tinggi dan

kadar fT4 normal (Djokomoeljanto, 2010).

2) Hipertiroidisme

Hipertiroidisme merupakan kelainan akibat kelebihan

hormon tiroid (Suryaatmadja, 2010). Menurut Pusdatin (2015),

kelebihan hormon tiroid menyebabkan proses metabolik dalam

tubuh berlangsung lebih cepat. Gejala dan tanda hipertiroidisme

adalah sebagai berikut.


13

Tabel 2.2 Gejala dan Tanda Hipertiroidisme

Organ Gejala dan Tanda


Susunan saraf Sulit tidur, sulit konsentrasi, nervositas,
tremor, labil/emosional, menangis tanpa
alasan yang jelas (iritabel)
Mata Pandangan ganda, melotot
Tulang Osteoporosis, nyeri tulang
Kelenjar tiroid Pembesaran tiroid
Jantung dan paru Sesak napas, hipertensi, aritmia, berdebar-
debar, gagal jantung, tekanan nadi
meningkat (takikardi)
Saluran cerna Banyak makan, haus, muntah, berat badan
cepat turun, sering buang air besar
Darah-limfatik Limfositosis, anemia, pembesaran limpa
Sistem reproduksi Tingkat kesuburan menurun, menstruasi
berkurang, tidak haid
Otot Lemah badan, refleks meningkat
Kulit Berkeringat tidak wajar (berlebihan) di
beberapa tempat
(Sumber : Pedoman Pengendalian Penyakit Tiroid Ditjen PP dan PL, 2010)

Hipertiroid diklasifikasikan berdasarkan gejala yang terjadi, yaitu:

a) Hipertiroid klinis terjadi apabila kadar TSH rendah dan kadar

fT4 tinggi.

b) Hipertiroid subklinis terjadi apabila kadar TSH rendah dan

kadar fT4 normal (Suryaatmadja, 2010).

2. Diagnosis Kelainan Hormon Tiroid

Penegakan diagnosis gangguan tiroid memerlukan pemeriksaan

laboratorium yaitu minimal diketahui kadar TSH, T3, T4, dan fT4

(Pusdatin, 2015). Pemeriksaan laboratorium fungsi tiroid yang sering

dilakukan adalah kadar TSH dan fT4. Pemeriksaan TSH lebih banyak

dilakukan untuk mengetahui disfungsi tiroid yang biasanya muncul dari

gangguan primer kelenjar tiroid (Syahbudin, 2009).


14

Selain itu, pemeriksaan TSH dipercaya dapat memprediksi fungsi

tiroid berdasarkan prinsip umum umpan balik negatif dan tidak

terpengaruh oleh perubahan konsentrasi protein pengikat tiroid yaitu TBG.

Sedangkan pemeriksaan fT4 juga tidak terpengaruh oleh perubahan

konsentrasi TBG di dalam plasma/serum dan menjadi fraksi aktif hormon

tiroid di dalam tubuh. Berbeda dengan sifat T3 dan T4 yang terikat dengan

TBG sehingga konsentrasi TBG akan mempengaruhi kadar T3 dan T4.

TBG berfungsi dalam mempertahankan kadar T3 dan T4 dalam kondisi

normal dan memastikan bahwa T3 dan T4 akan selalu tersedia secara

kontinu dalam jaringan. TBG ini sebagai tempat penyimpanan, hanya

0,4% dari T3 dan 0,04% dari T4 yang tidak terikat atau bebas yang disebut

dengan fT3 dan fT4. Selain itu, fT4 cocok untuk pemeriksaan biologis

karena hormon ini mempunyai efek terhadap jaringan seperti mengatur

metabolisme tubuh dan juga pengaturan mekanisme pengiriman sinyal ke

hipotalamus (TRH) dan hipofisis (TSH) (Pratama, A., Yerizel, E., dan

Afriant, R., 2014). Beberapa obat-obatan dapat mempengaruhi diagnosis

metabolisme hasilan hormon tiroid dan pelepasannya serta mempengaruhi

sekresi TSH (Kurniawan, L.B. dan Arif, 2015).


15

Tabel 2.3 Pengaruh Beberapa Obat-obatan Terhadap Uji Fungsi Tiroid

Obat-obatan Mekanisme Pengaruh


Litium dan sulfonilurea Menghambat fT4 dan fT3 turun,
pembuatan hormon TSH naik
tiroid atau
pelepasannya
Glukokortikoid, Menurunkan hasilan fT3 turun
propanolol, amiodaron T3 mengakibatkan
dan propiltiourasil fT4 naik
Iodin, litium, antagonis Merangsang hasilan TSH naik
dopamin dan simetidin TSH
Glukokortikoid, agonis Menghambat sekresi TSH turun
dopamin dan somastatin TSH
Fenitoin, sulfonilurea, Menghambat fT4 dan fT3 naik
diazepam, furosemid dan pengikatan T4 dan T3
Salisilat di protein pengangkut
Kolestiramin, sulfat Menghambat fT4 turun, TSH
ferosus, penyerapan hormon naik
aluminiumhidroksida dan tiroid yang dimakan
sukralfat pada pengobatan tiroid
(Sumber : Kurniawan, L.B. dan Arif, 2015)

Pemeriksaan TSH dan fT4 dapat dilakukan dengan pemeriksaan

serologis dengan beberapa metode seperti radioimmunoassay (RIA)

sebagai metode generasi pertama dengan sensitivitas fungsional 1 mIU/L,

immunoradiometric assay (IRMA) sebagai generasi kedua dengan

sensitivitas fungsional 0,1 mIU/L, dan metode generasi ketiga dimulai dari

enzyme-linked immunoassay (ELISA), enzyme linked immunofluorescence

assay (ELFA) dan enzyme immunoassay (EIA), serta yang terbaru

electrochemiluminescent assay (ECLIA) dengan sensitivitas fungsional

yang semakin meningkat (Suryaatmadja, 2010; Kazerouni dan

Amirrasouli, 2012).

Metode RIA merupakan pengujian antibodi atau antigen yang

memanfaatkan pengikatan secara langsung. RIA mendeteksi antigen


16

menggunakan antibodi yang berlabel senyawa radioaktif, biasanya 125


I. Pada

RIA, antigen dalam sampel akan terikat pada permukaan microplate dan akan

dikenali oleh antibodi berlabel. Metode RIA sudah jarang digunakan karena

bersifat radioaktif atau berbahaya (Darwish, 2006).

Metode IRMA yang hampir mirip dengan RIA mempunyai

sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi. Metode IRMA pada

umumnya menggunakan antibodi monoklonal yang jauh lebih spesifik

sehingga metode IRMA mempunyai kelebihan dibandingkan RIA. Jika

pada RIA reaksi didasarkan pada kompetisi antara antigen bertanda

radioaktif dan antigen yang akan ditentukan kadarnya dengan jumlah

antibodi yang terbatas dan tetap, maka pada metode IRMA antibodilah

yang ditandai unsur radioaktif dan digunakan dalam jumlah berlebih

sehingga tidak terjadi reaksi kompetisi. Namun, metode IRMA memiliki

kekurangan yaitu bersifat radioaktif atau berbahaya (Mondrida et al, 2018).

Metode ELFA merupakan cara pemeriksaan dengan menggunakan

enzim sebagai petanda dan digunakan substrat yang berfluoresensi. Metode

ELFA menggunakan system reagen strip dan solid phase receptable (SPR)

yang dilapisi antigen atau antibodi berfungsi sebagai pippeting. Semua

langkah dilakukan otomatis oleh alat. Produk fluoresen yang biasa digunakan

adalah 4-Methyl-umbelliferone dan akan dibaca pada panjang gelombang 450

nm (Suryaatmadja, 2010). ELFA memiliki kelebihan hanya membutuhkan

waktu deteksi selama 40 menit sedangkan ELISA membutuhkan waktu 130

menit. Selain itu, ELFA membutuhkan konsentrasi enzim lebih sedikit

dibandingkan dengan ELISA. ELFA hanya membutuhkan enzim HRP


17

sebanyak 25-50 ng/ml sedangkan ELISA membutuhkan 20-200 ng/ml.

Namun, ELFA terbukti tidak terlalu akurat untuk mendeteksi konsentrasi TSH

yang sangat rendah dan sangat tinggi (Abdalla dan Abdealla, 2015).

Metode EIA berfungsi untuk mendeteksi antigen dan antibodi

dengan penambahan enzim yang dapat mengkatalisis substrat sehingga

terjadi perubahan warna. Enzim berlabel yang sering digunakan adalah

horseradish peroxidase, alkaline phosphatase, Glucose-6-phosphatase

dehydrogenase dan b-galaktosidase. Pada metode EIA plate yang dilapisi

dengan antigen akan bereaksi dengan antibodi pada serum pasien, kemudian

diinkubasi dengan gabungan enzim antibodi pada plate. Jika terdapat antibodi,

gabungan tersebut bereaksi dengan kompleks antigen antibodi pada plate.

Aktivitas enzim diukur denga spektrofotometer setelah penambahan substrat

kromogenik spesifik yang akan menyebabkan perubahan warna

(Suryaatmadja, 2010). Metode EIA memiliki sensitivitas dan spesifisitas

lebih tinggi daripada metode ELFA. Namun, memiliki kekurangan masih

adanya reaksi silang yang menyebabkan hasil positif palsu (Reza, N. R.,

2015).

Sebuah pemeriksaan atau tes skrining yang ideal adalah yang

mempunyai validitas tinggi dalam mendeteksi kemungkinan adanya suatu

penyakit secara lebih dini. Validitas sebuah tes skrining meliputi

sensitivitas dan spesifisitas. Validitas suatu skrining didasarkan atas

akurasinya dalam mengidentifikasi individu ke dalam sakit dan tidak sakit.

Maka dari itu, sebuah tes skrining harus dibandingkan dengan gold

standard test yang menyatakan bahwa seseorang adalah benar-benar sakit


18

atau tidak sakit. Selain validitas, nilai prediksi positif (PPV) dan nilai

prediksi negatif (NPV) juga diperlukan untuk tes skrining (Putra et al.,

2016).

3. Metode Enzyme-Linked Immunoassay (ELISA)

ELISA merupakan teknik biokimia yang biasa digunakan dalam

imunologi untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam

sampel. ELISA adalah teknik pengujian berbasis plat yang dirancang

untuk mendeteksi dan mengukur peptida, protein, antibodi, dan hormon.

ELISA pertama kali dikembangkan oleh Engvall dan Pearlmann pada awal

1970-an sebagai pengganti radioimunoassay yang bersifat radioaktif

(Boster, 2017; BIO-RAD, 2017). Sampai saat ini, ELISA masih digunakan

dari metode lain karena metode ini cocok untuk skrining awal gangguan

tiroid (Shamsian et al., 2016).

a. Prinsip

ELISA merupakan immunoassay yang menggunakan enzim

sebagai label. ELISA mampu mendeteksi protein tertentu dalam sampel

yang diperiksa dengan menggunakan antibodi poliklonal atau

monoklonal terkonjugasi dengan enzim. Pengikatan antigen dengan

antibodi dideteksi melalui perubahan warna substrat menjadi produk.

Perubahan warna tersebut yang akan dideteksi menggunakan alat

Multiskan GO (Thermo Scientific Multiskan GO UV/Vis Microplate

and Cuvette)
19

ELISA dikerjakan pada alat yang disebut microplate. Microplate

terdiri dari 96 sumur dan terbuat dari plastik dimana protein dapat

teradsorbsi atau terikat dengan mudah. Jenis plastik yang digunakan

sebagai bahan pembuatan microplate adalah polystyrene, polypropylene,

polycarbonate (Thermo Scientific, 2010).

b. Jenis ELISA

1) ELISA Direct

ELISA jenis ini merupakan ELISA yang paling sederhana.

Antigen target dimobilisasi pada permukaan sumur microplate

secara langsung. ELISA direct hanya menggunakan satu jenis

antibodi deteksi terkonjugasi dengan enzim. ELISA direct memiliki

keunggulan yaitu sederhana, lebih cepat daripada jenis ELISA

lainnya karena langkah yang lebih sedikit diperlukan, relatif lebih

murah, dan mengurangi kemungkinan cross reactivity. Kekurangan

ELISA jenis ini yaitu tidak dapat mengamplifikasi sinyal sehingga

kurang sensitif, serta kurang fleksibel karena setiap protein target

membutuhkan antibodi primer terkonjugasi spesifik (Thompson,

2010; BIO-RAD, 2017).

Gambar 2.1 ELISA Direct (Boster, 2017)


20

2) ELISA Indirect

ELISA jenis indirect merupakan hasil pengembangan ELISA

direct. Pada ELISA jenis ini sinyal dapat diamplifikasi. Sama seperti

ELISA direct, antigen target pada ELISA ini diimobilisasi pada

permukaan sumur microplate secara langsung. Namun ELISA indirect

menggunakan dua jenis antibodi, yaitu antibodi deteksi yang tidak

terkonjugasi dengan enzim (antibodi primer) dan antibodi yang

terkonjugasi dengan enzim (antibodi sekunder). Jenis antibodi primer

yang biasanya digunakan adalah antibodi monoklonal sedangkan jenis

antibodi sekundernya adalah antibodi poliklonal (Murphy, 2012).

Keuntungan ELISA jenis ini yaitu memiliki sensitivitas tinggi, lebih

ekonomis, dan lebih fleksibel daripada ELISA direct . Kekurangan

ELISA jenis ini yaitu adanya kemungkinan cross reactivity antara

antibodi primer dan sekunder, serta membutuhkan waktu lebih lama

daripada ELISA direct (BIO-RAD, 2017).

Gambar 2.2 ELISA Indirect (Boster, 2017)

3) ELISA Sandwich

ELISA sandwich merupakan jenis ELISA yang paling sering

digunakan dalam bidang klinis maupun riset. Berbeda dengan dua jenis

ELISA sebelumnya, ELISA jenis ini diawali dengan tahap capture.


21

Antigen target diimobilisasi dengan bantuan antibodi lain yang disebut

antibodi capture. Oleh karena itu, ELISA sandwich membutuhkan dua

antibodi atau lebih. Antibodi yang bertugas untuk membantu proses

imobilisasi antigen disebut antibodi capture sedangkan antibodi yang

berfungsi untuk mendeteksi kehadiran antigen disebut antibodi deteksi.

Kedua antibodi tersebut harus dapat mengenali epitop yang berbeda

(Thermo Scientific, 2010). ELISA sandwich memiliki keunggulan

dibanding dua jenis sebelumnya, yaitu lebih sensitif, spesifik, dapat

mengamplifikasi sinyal. Kekurangan jenis ini adalah lebih mahal, lebih

lama, dan adanya kemungkinan cross reactivity.

Gambar 2.3 ELISA Sandwich (Pestka Biomedical Laboratories, 2015)

4) ELISA Kompetitif

Pada ELISA jenis ini, antigen yang berlabel akan

berkompetisi dengan antigen yang tidak berlabel untuk berikatan

dengan antibodi primer. Pengukuran sinyal pada ELISA jenis ini

berbeda dengan ketiga jenis sebelumnya. Jika pada ketiga jenis lain

semakin banyak antigen dalam sampel maka sinyalnya akan semakin


22

kuat. Namun, pada ELISA ini semakin banyak antigen dalam

sampel, semakin sedikit antigen berlabel yang terikat pada sumur

dan sinyalnya akan semakin lemah (Thompson, 2010). Biasa

digunakan ketika hanya ada satu antibodi yang tersedia untuk

antigen yang menarik. Ini juga cocok untuk mendeteksi antigen kecil

yang tidak dapat diikat oleh dua antibodi yang berbeda seperti dalam

ELISA sandwich (BIO-RAD, 2017).

Gambar 2.4 ELISA Kompetitif (Boster, 2017)

c. Multiskan GO (Thermo Scientific Multiskan GO UV/Vis Microplate and

Cuvette)

Multiskan GO (Thermo Scientific Multiskan GO UV/Vis

Microplate and Cuvette) adalah spektrofotometer UV/Vis berbasis

monokromator berkualitas tinggi. Multiskan GO adalah alat yang

digunakan untuk mengukur jumlah dari cahaya yang menembus well

dari microplate atau kuvet. Cahaya yang berasal dari lampu xenon yang

bersifat polikromatis akan di teruskan melalui lensa ke monokromator.

Monokromator kemudian akan mengubah cahaya polikromatis menjadi

cahaya monokromatis (tunggal) dengan bantuan kisi difraksi. Berkas-

berkas cahaya dengan panjang gelombang tertentu kemudian akan

dilewatkan pada sampel yang mengandung suatu zat dalam konsentrasi


23

tertentu. Oleh karena itu, terdapat cahaya yang diserap (diabsorbsi) dan

ada pula yang dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan ini kemudian di

terima oleh detektor. Cahaya pada microplate akan diukur secara

vertikal (dari bawah ke atas), sedangkan cahaya pada kuvet akan diukur

secara horizontal. Detektor kemudian akan menghitung cahaya yang

diterima dan mengetahui cahaya yang diserap oleh sampel. Cahaya

yang diserap sebanding dengan konsentrasi zat yang terkandung dalam

sampel sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam sampel secara

kuantitatif dan ditampilkan dalam bentuk nilai absorbansi atau

konsentrasi pada layar komputer.

Gambar 2.5 Prinsip Multiskan GO (Thermo Scientific, 2015)


24

4. Metode Electrochemiluminescent Immunoassay (ECLIA)

ECLIA adalah suatu metode untuk mendeteksi keberadaan antigen

atau antibodi dengan memanfaatkan reaksi antara antigen dengan antibodi

yang menghasilkan cahaya. Menjadi metode yang paling sensitif dan

spesifik dibandingkan yang lain. ECLIA dinyatakan sebagai metode yang

menjanjikan untuk analisis hormon pada Kursus Laboratory

Endrocrinology di Singapore tahun 1989 (Suryaatmadja, 2010).

a. Prinsip

Metode ECLIA melalui beberapa tahapan inkubasi dimana

inkubasi pertama: sampel ditambahkan antibodi spesifik monoklonal

biotinylasi dan antibodi spesifik yang dilabel dengan komplek ruthenium

dan tripropylamine (TPA) sebagai pendonor elektron pada ruthenium

membentuk kompleks sandwich. Pada inkubasi kedua: setelah

ditambahkan mikropartikel yang dilapisi streptavidin, komplek yang

terbentuk berikatan dengan fase solid melalui interaksi biotin dengan

streptavidin. Campuran reaksi diaspirasi dalam cell pengukur dimana

mikropartikel secara magnetic ditangkap pada permukaan elektroda. Zat

yang tidak berikatan dibuang melalui procell. Aplikasi voltase (tegangan)

pada elektroda kemudian menginduksi emisi chemiluminescent yang akan

diukur oleh photomultiplier pada panjang gelombang 620 nm. Hasil

ditentukan melalui kurva kalibrasi yang merupakan instrument yang

dihasilkan secara khusus oleh kalibrasi 2 titik dan master kurva

dihasilkan melalui reagen barcode. Jumlah cahaya yang dihasilkan

berbanding lurus dengan kadar analit dalam sampel (Cobas, 2016).


25

Gambar 2.6 Prinsip ECLIA (Cobas, 2016)

b. Jenis ECLIA

Berbeda dengan ELISA, ECLIA hanya terdiri dari dua jenis, yaitu

sandwich dan kompetitif. ECLIA sandwich digunakan untuk menganalisis

analit dengan berat molekul yang besar seperti TSH, prolaktin, LH, dan

testosteron. Sedangkan ECLIA kompetitif dipakai untuk menganalisis

analit yang mempunyai berat molekul kecil seperti fT4, fT3, estradiol dan

progesteron (Cobas, 2009).

c. Cobas e 411

Cobas e 411 adalat alat yang digunakan untuk pemeriksaan

imunologi termasuk hormon tiroid dari sampel berupa serum atau plasma.

Jumlah sampel dalam sekali uji adalah 88 sampel per jam. Volume sampel

yang dibutuhkan berkisar 10-50 μl. Alat ini dapat melakukan analisis

menggunakan tiga metode uji, yaitu sandwich, kompetitif, dan titrasi

(Cobas, 2009).

Gambar 2.7 Cobas e 411 (Cobas, 2009).


26

Cobas e 411 menggunakan prinsip ECLIA, dimana menggunakan

antibodi spesifik monoklonal biotinylasi dan antibodi spesifik komplek

ruthenium sebagai label dan tripropylamine (TPA) sebagai pendonor

elektron pada ruthenium. Reaksi tersebut chemiluminescence untuk

mendeteksi kompleks reaksi diinisiasi dengan memberikan arus listrik

ke larutan sampel. Cahaya hasil reaksi akan diukur oleh photomultiplier

pada panjang gelombang 620 nm (Cobas, 2016)

Alat ini memiliki keunggulan dalam hal mudah dioperasikan,

menggunakan sistem barcode, sangat sensitif mendeteksi antigen pada

tingkat yang sangat rendah, rentang pengukuran yang luas, efisiensi

waktu, serta membutuhkan volume sampel yang sedikit (Cobas, 2009).


27

B. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kerangka teori di atas dapat disusun suatu kerangka berpikir

yang disajikan dalam bentuk bagan sebagai berikut:

Pemeriksaan Hormon Tiroid TSH

fT4

T4

T3

Metode Pemeriksaan

RIA IRMA ELISA ELFA EIA ECLIA

Hasil Hasil

Perbandingan

Keterangan :

Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

Gambar 2.8 Kerangka Berpikir

Dari kerangka berpikir diatas, dapat dijelaskan bahwa pemeriksaan

laboratorium hormon tiroid meliputi pemeriksaan T3, T4, TSH dan fT4,

tetapi pemeriksaan laboratorium yang sering dilakukan ialah pemeriksaan

kadar TSH dan fT4. Pemeriksaan TSH dan fT4 dapat dilakukan dengan
28

pemeriksaan serologis dengan beberapa metode. Pada penelitian ini ingin

dilihat dari metode ELISA yang sering digunakan dan ECLIA sebagai metode

yang terbaru. Dari masing-masing metode memiliki kelebihan dan

kekurangan yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Dari kedua metode

tersebut, manakah metode yang terbaik dalam pemeriksaan TSH dan fT4?

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang ditegakkan pada penelitian ini adalah ada perbedaan metode

ELISA dengan ECLIA dalam pemeriksaan kadar TSH dan fT4.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan studi kepustakaan (library

research), salah satu metode penelitian kualitatif dengan cara mengumpulkan

informasi yang sesuai dengan topik atau masalah yang akan diteliti. Ada

beberapa sumber pustaka yang dapat digunakan sebagai bahan penelitian

yaitu jurnal ilmiah, buku/ textbook, makalah seminar, skripsi dan karya tulis

ilmiah. Sehingga didapatkan 18 sumber pustaka yang sesuai dengan topik

perbandingan metode ELISA dengan ECLIA dalam pemeriksaan kadar TSH

dan fT4, meskipun dari beberapa sumber pustaka hanya membahas sebagian

variabel penelitian.

B. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Metode ELISA dalam pemeriksaan kadar TSH dan fT4.

2. Metode ECLIA dalam pemeriksaan kadar TSH dan fT4.

C. Sumber Data

Penelitian ini dibuat berdasarkan data sekunder dari jurnal, buku/

textbook, artikel, penelitian terdahulu, dan sumber ilmiah dari lembaga yang

kompeten yang terkait dengan topik penelitian. Data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data yang dikumpulkan dari database Science Direct,

Pubmed, Google Scholar, DOAJ (Directory of Open Access Journals),


29
30

Biomed Central, serta instansi atau lembaga-lembaga milik pemerintah atau

swasta dalam sepuluh tahun terakhir.

Selain itu, data dikumpulkan juga dari buku/ textbook dari berbagai

perpustakaan, seperti perpustakaan Poltekkes Kemenkes Jakarta III dan

Perpustakaan Nasional. Semua literatur yang digunakan adalah literatur yang

dipublikasikan secara nasional maupun internasional. Pencarian literatur

dilakukan dengan menggunakan kata kunci metode ELISA dengan ECLIA

dalam pemeriksaan kadar TSH dan fT4.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dokumentasi,

yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku,

artikel, jurnal dan sebagainya (Arikunto, 2010). Langkah-langkah

pengumpulan data yang ditempuh peneliti dalam penulisan studi literatur ini

adalah sebagi berikut.

1. Menentukan permasalahan topik penelitian yaitu perbandingan metode

ELISA dengan ECLIA dalam pemeriksaan kadar TSH dan fT4.

2. Melakukan penelurusan sumber literatur dengan kata kunci pemeriksaan

kadar TSH dan fT4 dengan metode ELISA diberbagai database seperti

Google Scholar didapatkan sekitar 65 hasil pencarian dan DOAJ

(Directory of Open Access Journals) didapatkan sekitar 1 hasil

pencarian. Sedangkan untuk metode ECLIA didapatkan sekitar 10 hasil

pencarian pada database Google Scholar dalam Bahasa Indonesia.


31

3. Melakukan penelurusan sumber literatur kembali dengan kata kunci

examination of TSH and fT4 levels by ELISA method diberbagai database

seperti Google Scholar didapatkan sekitar 5.370 hasil pencarian, Science

Direct didapatkan sekitar 128 hasil pencarian, Pubmed didapatkan sekitar

7 hasil pencarian, dan Biomed Central didapatkan sekitar 53 hasil

pencarian. Sedangkan untuk metode ECLIA pada database Google

Scholar didapatkan sekitar 1.030 hasil pencarian, Science Direct

didapatkan sekitar 38 hasil pencarian, Pubmed didapatkan sekitar 2 hasil

pencarian, dan Biomed Central didapatkan sekitar 15 hasil pencarian.

Serta instansi atau lembaga-lembaga milik pemerintah atau swasta dalam

sepuluh tahun terakhir.

4. Pencarian sumber literatur juga peneliti lakukan di berbagai

perpustakaan, seperti perpustakaan Poltekkes Kemenkes Jakarta III dan

Perpustakaan Nasional.

5. Semua literatur yang diperoleh, sebagian menggunakan Bahasa Indonesia

dan Bahasa Inggris. Sumber literatur yang diperoleh dari Bahasa Inggris,

terlebih dahulu peneliti menterjemahkannya ke dalam Bahasa Indonesia

agar lebih mudah dalam memahami isinya.

6. Setelah itu masuk tahap editing, memeriksa kembali data yang diperoleh

terutama dari segi kelengkapan, kejelasan, keselarasan topik penelitian

antara literatur yang satu dengan yang lain.

7. Selanjutnya organizing, mengorganisir data yang diperoleh sesuai

dengan kriteria inklusi dan ekslusi, yaitu:


32

a. Kriteria Inklusi

1) Sumber literatur yang mencantumkan hasil pemeriksaan TSH dan

fT4 dengan menggunakan metode ELISA (nilai minimal, nilai

maksimal, nilai rata-rata, p value, sensitivitas, spesifisitas, NPV,

PPV, serta akurasi).

2) Sumber literatur yang mencantumkan hasil pemeriksaan TSH dan

fT4 dengan menggunakan metode ECLIA (nilai minimal, nilai

maksimal, nilai rata-rata, p value, sensitivitas, spesifisitas, NPV,

PPV, serta akurasi).

3) Sumber literatur yang mencantumkan hasil mengenai kelebihan

dan kekurangan metode ELISA dalam pemeriksaan kadar TSH dan

fT4.

4) Sumber literatur yang mencantumkan hasil mengenai kelebihan

dan kekurangan metode ECLIA dalam pemeriksaan kadar TSH dan

fT4.

b. Kriteria Eksklusi

1) Sumber literatur yang mencantumkan hasil pemeriksaan TSH dan

fT4 tetapi tidak menggunakan metode ELISA maupun ECLIA.

2) Sumber literatur yang mencantumkan kelebihan dan kekurangan

metode ELISA maupun ECLIA tetapi bukan pada hasil

pemeriksaan TSH dan fT4.

8. Sehingga jurnal yang muncul akan berkurang dari pencarian awal karena

sudah dipilah berdasarakan kriteria inklusi dan eksklusi. Sehingga


33

didapatkan 18 sumber literatur yang sesuai, kemudian diolah menjadi

sebuah studi literatur.

E. Prosedur Penelitian

Adapun langkah-langkah dalam prosedur pemeriksaan TSH dan fT4 adalah

sebagai berikut:

1. Metode ELISA (Maulidiyanti, 2018; Boster, 2017)

a. Nama Alat : Multiskan GO (Thermo Scientific Multiskan GO UV/Vis

Microplate and Cuvette)

b. Metode : Enzyme-linked Immunoassay (ELISA)

c. Prinsip :

1) Pemeriksaan TSH (ELISA Sandwich)

ELISA sandwich diawali dengan tahap capture. Antigen target

diimobilisasi dengan bantuan antibodi lain yang disebut antibodi

capture. Oleh karena itu, ELISA sandwich membutuhkan dua

antibodi atau lebih. Antibodi yang bertugas untuk membantu proses

imobilisasi antigen disebut antibodi capture sedangkan antibodi yang

berfungsi untuk mendeteksi kehadiran antigen disebut antibodi

deteksi. Kedua antibodi tersebut harus dapat mengenali epitop yang

berbeda. Pengikatan antigen dengan antibodi dideteksi melalui

perubahan warna substrat menjadi warna kuning. Perubahan warna

tersebut yang akan dideteksi menggunakan alat multiskan GO.

Aktivitas enzim yang tinggal berbanding lurus dengan kadar

antigen dalam sampel.


34

2) Pemeriksaan fT4 (Kompetitif)

Antigen yang berlabel akan berkompetisi dengan antigen yang

tidak berlabel untuk berikatan dengan antibodi primer. Pengukuran

sinyal pada ELISA jenis ini berbeda, semakin banyak antigen

dalam sampel maka sinyalnya akan semakin kuat. Namun, pada

ELISA ini semakin banyak antigen dalam sampel, semakin sedikit

antigen berlabel yang terikat pada sumur dan sinyalnya akan

semakin lemah

d. Sampel : Serum

e. Pra Analitik

1) Persiapan Pasien

Dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi obat-obatan yang

mengandung iodium dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi

hasil tes untuk pemeriksaan TSH maupun fT4.

2) Persiapan Sampel

a) Pengambilan darah vena

(1) Persiapkan alat dan bahan: Jarum, Holder, Tourniquet,

Tabung Serum Separator Tube/SST (Serum) atau EDTA

(Plasma).

(2) Responden diminta untuk duduk di kursi.

(3) Responden diminta untuk menyatakan nama depan dan

belakangnya, usia, jenis kelamin.


35

(4) Tourniquet ditempatkan pada 3 sampai 4 inci di atas tempat

tusukan yang dipilih pada pasien, jangan meletakkan

tourniquet terlalu erat dan lama.

(5) Vena diraba terlebih dahulu, bila sudah yakin, vena

diantisepsis memakai alkohol swab 70% dan biarkan

sampai kering.

(6) Responden diminta untuk mengepalkan tangan, lengan

responden dipegang menggunakan ibu jari untuk menarik

kencang dan menahan vena.

(7) Jarum ditusukkan ke dalam vena dengan membentuk sudut

15-45 dari permukaan lengan, kemudian masukan tabung

vakum SST/ EDTA, darah akan mengalir dengan sendirinya

ke dalam tabung vakum SST/EDTA.

(8) Saat darah sudah tidak mengalir, tourniquet dilepaskan dari

lengan responden.

(9) Tabung vakum SST/EDTA dilepaskan dari jarum,

kemudian jarum dikeluarkan dari vena responden dan jarum

ditutup dengan penutup jarum. Setelah itu jarum dibuang ke

tempat sampah infeksius.

(10) Sampel darah pada tabung EDTA dihomogenisasi sebanyak

8x, sedangkan tabung SST tidak perlu dihomogenisasi.

Kemudian tabung SST/EDTA yang berisi darah diberi label

sesuai data responden.


36

b) Kemudian centrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 1000 g

baik tabung SST/EDTA.

c) Bila tidak segera diperiksa, serum sebaiknya disimpan pada suhu

2-8 C untuk 4 hari, bila disimpan pada suhu -20 C akan bertahan

selama 30 hari. Sebaiknya serum tidak hemolisis atau lipemik.

3) Persiapan Reagen

a) Siapkan semua reagen agar berada pada suhu kamar (20-25oC)

selama 30 menit.

b) Siapkan buffer 1X dengan menambahkan 15 ml wash buffer

concentrate ke dalam 285 ml air deionisasi dengan perbandingan

1:19, lalu letakkan pada wash plate/chamber.

f. Analitik

1) Alat dan Bahan

a) Multiskan GO (Thermo Scientific Multiskan GO UV/Vis

Microplate and Cuvette)

b) Mikropipet dan tip

c) Multichannel pipet

d) Strip Microtiter dan strip holder

e) Wadah plate/chamber

f) Beaker glass dan lysol

g) Alumunium foil dan adhesive strips (pelekat)

h) Inkubator

i) TSH Kit
37

j) fT4 Kit

k) Air deionisasi atau suling

l) Pipet volume dan bulb

m) Tissue

2) Prosedur Kerja

a) Pemeriksaan TSH (ELISA Sandwich)

(1) Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan

(2) Tetapkan well untuk blanko, standar, sampel, dan

kontrol. Kontrol dilakukan bersamaan dengan

pemeriksaan sampel dengan menggunakan kontrol

negatif dan positif.

(3) Masukkan sebanyak 100 µl standar, kontrol, dan sampel

serum pada well yang sesuai

(4) Tambahkan 50 µl enzyme conjugate ke setiap well

kecuali blanko, lalu homogenkan

(5) Tutup dengan adhesive strip lalu inkubasi 2 jam pada

suhu 37 C

(6) Lalu buang larutan kemudian dicuci 3 kali dengan buffer

cuci 1X 300 μl larutan pencuci (wash buffer concentrate),

larutan yang tersisa dikeluarkan dengan mengetuk plate

pada tissue

(7) Kemudian ditambahkan 100 μl substrate solution (SA+SB)

ke masing-masing well lalu homogenkan selama 20 detik,


38

dan inkubasi 15 menit pada suhu 37 C (hindarkan dari

cahaya)

(8) Hentikan reaksi dengan menambahkan 50 μl stop solution

ke masing-masing well, lalu homogenkan selama 20 detik

(9) Absorbans dibaca pada 450 nm dengan multiskan GO

dalam waktu 15 menit.

b) Pemeriksaan fT4 (ELISA Kompetitif)

(1) Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan

(2) Tetapkan well untuk blanko, standar, sampel, dan

kontrol. Kontrol dilakukan bersamaan dengan

pemeriksaan sampel dengan menggunakan kontrol

negatif dan positif.

(3) Masukkan sebanyak 50 µl standar, kontrol, dan sampel

serum pada well yang sesuai

(4) Tambahkan 50 µl antigen yang terbiotinilasi ke setiap

well kecuali blanko, lalu homogenkan

(5) Tutup dengan adhesive strip lalu inkubasi 60 menit pada

suhu 37 C

(6) Lalu buang larutan kemudian dicuci 3 kali dengan buffer

cuci 1X 300 μl larutan pencuci (wash buffer concentrate),

larutan yang tersisa dikeluarkan dengan mengetuk plate

pada tissue

(7) Tambahkan 50 µl enzyme conjugate ke setiap well

kecuali blanko, lalu homogenkan


39

(8) Tutup dengan adhesive strip lalu inkubasi 30 menit pada

suhu 37 C

(9) Lalu buang larutan kemudian dicuci 3 kali dengan buffer

cuci 1X 300 μl larutan pencuci (wash buffer concentrate),

larutan yang tersisa dikeluarkan dengan mengetuk plate

pada tissue

(10) Kemudian ditambahkan 100 μl substrate solution (SA+SB)

ke masing-masing well lalu homogenkan selama 20 detik,

dan inkubasi 15 menit pada suhu 37 C (hindarkan dari

cahaya)

(11) Hentikan reaksi dengan menambahkan 50 μl stop solution

ke masing-masing well

(12) Absorbans dibaca pada 450 nm dengan multiskan GO

dalam waktu 15 menit.

g. Pasca Analitik

1) Interpretasi Hasil

Nilai Normal :

TSH : 0,4-6,2 mIU/L

FT4 : 0,8-2,0 ng/dL

2) Melakukan verifikasi dan validasi hasil pemeriksaan yang sudah

dilakukan. Sudah sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) atau

belum, dilakukan pengecekan kembali.

2. Metode ECLIA (Cobas, 2016)

a. Nama Alat : Cobas e 411


40

b. Metode : Electrochemiluminescence Assay (ECLIA)

c. Prinsip :

1) Pemeriksaan TSH (Sandwich)

Melalui beberapa tahapan inkubasi dimana inkubasi pertama:

sampel ditambahkan antibodi spesifik TSH monoklonal biotinylasi

dan antibodi spesifik TSH yang dilabel dengan komplek ruthenium

dan tripropylamine (TPA) sebagai pendonor elektron pada ruthenium

membentuk kompleks sandwich. Pada inkubasi kedua: setelah

ditambahkan mikropartikel yang dilapisi streptavidin, komplek yang

terbentuk berikatan dengan fase solid melalui interaksi biotin dengan

streptavidin. Campuran reaksi diaspirasi dalam cell pengukur dimana

mikropartikel secara magnetic ditangkap pada permukaan elektroda.

Zat yang tidak berikatan dibuang melalui procell. Aplikasi voltase

(tegangan) pada elektroda kemudian menginduksi emisi

chemiluminescent yang akan diukur oleh photomultiplier pada

panjang gelombang 620 nm. Hasil ditentukan melalui kurva

kalibrasi yang merupakan instrument yang dihasilkan secara

khusus oleh kalibrasi 2 titik dan master kurva dihasilkan melalui

reagen barcode. Jumlah cahaya yang dihasilkan berbanding lurus

dengan kadar analit dalam sampel (Cobas, 2016).

2) Pemeriksaan fT4 (Kompetitif)

Melalui beberapa tahapan inkubasi dimana inkubasi pertama:

sampel ditambahkan antibodi spesifik T4 yang dilabel dengan

komplek ruthenium dan tripropylamine (TPA) sebagai pendonor


41

elektron pada ruthenium. Pada inkubasi kedua: setelah ditambahkan

biotin dan mikropartikel yang dilapisi streptavidin, komplek yang

terbentuk berikatan dengan fase solid melalui interaksi biotin dengan

streptavidin. Campuran reaksi diaspirasi dalam cell pengukur dimana

mikropartikel secara magnetic ditangkap pada permukaan elektroda.

Zat yang tidak berikatan dibuang melalui procell. Aplikasi voltase

(tegangan) pada elektroda kemudian menginduksi emisi

chemiluminescent yang akan diukur oleh photomultiplier pada

panjang gelombang 620 nm. Hasil ditentukan melalui kurva

kalibrasi yang merupakan instrument yang dihasilkan secara

khusus oleh kalibrasi 2 titik dan master kurva dihasilkan melalui

reagen barcode. Jumlah cahaya yang dihasilkan berbanding lurus

dengan kadar analit dalam sampel (Cobas, 2016).

d. Sampel : Serum

e. Pra Analitik

1) Persiapan Pasien

Dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi obat-obatan yang

mengandung iodium dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi

hasil tes untuk pemeriksaan TSH maupun fT4.

2) Persiapan Sampel

a) Pengambilan darah vena

(1) Persiapkan alat dan bahan: Jarum, Holder, Tourniquet,

Tabung Serum Separator Tube/SST (Serum) atau EDTA

(Plasma)
42

(2) Responden diminta untuk duduk di kursi

(3) Responden diminta untuk menyatakan nama depan dan

belakangnya, usia, jenis kelamin.

(4) Tourniquet ditempatkan pada 3 sampai 4 inci di atas tempat

tusukan yang dipilih pada pasien, jangan meletakkan

tourniquet terlalu erat dan lama.

(5) Vena diraba terlebih dahulu, bila sudah yakin, vena

diantisepsis memakai alkohol swab 70% dan biarkan sampai

kering.

(6) Responden diminta untuk mengepalkan tangan, lengan

responden dipegang menggunakan ibu jari untuk menarik

kencang dan menahan vena.

(7) Jarum ditusukkan ke dalam vena dengan membentuk sudut

15-45 dari permukaan lengan, kemudian masukan tabung

vakum SST/ EDTA, darah akan mengalir dengan sendirinya

ke dalam tabung vakum SST/ EDTA.

(8) Saat darah sudah tidak mengalir, tourniquet dilepaskan dari

lengan responden.

(9) Tabung vakum SST/ EDTA dilepaskan dari jarum, kemudian

jarum dikeluarkan dari vena responden dan jarum ditutup

dengan penutup jarum. Setelah itu jarum dibuang ke tempat

sampah infeksius.
43

(10) Sampel darah pada tabung EDTA dihomogenisasi sebanyak

8x, sedangkan tabung SST tidak perlu dihomogenisasi.

Kemudian tabung SST/EDTA yang berisi darah diberi label

sesuai data responden.

b) Kemudian centrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 1000 g

baik tabung SST/EDTA.

c) Bila tidak segera diperiksa, serum sebaiknya disimpan pada suhu

2-8 C untuk 4 hari, bila disimpan pada suhu -20 C akan bertahan

selama 30 hari. Sebaiknya serum tidak hemolisis atau lipemik.

3) Persiapan Reagen

Siapkan semua reagen agar berada pada suhu kamar (20-25oC)

selama 30 menit.

f. Analitik

1) Alat dan Bahan

a) Alat Cobas e 411

b) Procell

c) Clean cell

d) Assay cup

e) Assay tip

f) Aquabides

g) Microcup

h) Kalibrator Reagen TSH dan fT4

i) Cairan Kontrol TSH dan fT4

j) Reagen TSH dan fT4


44

2) Prosedur Kerja Pemeriksaan TSH dan fT4

a) Nyalakan alat sebelum digunakan. Cek volume procell, clean cell,

assay cup, assay tip, dan aquabides pada masing-masing

tempatnya.

b) Setiap ganti reagen baru dilakukan kalibrasi kemudian dilakukan

quality control sebelum melakukan pemeriksaan sampel setiap

hari. Control yang digunakan untuk pemeriksaan TSH dan fT4

ada 3 level yaitu low control, medium control, dan high control.

c) Hasil kontrol kemudian dilihat pada layar komputer dan bila hasil

tersebut terdapat dalam range yang diperbolehkan yaitu mean ± 2

SD maka hasil kontrol dapat diterima.

d) Kalibrasi harus dilakukan bila:

(1) 3 SD titik keluar

(2) 2 titik berturut-turut disisi yang sama keluar

(3) 2 SD 1 titik keluar

(4) 1 SD 4 titik berturut-turut disisi yang sama keluar

(5) 7 titik berturut-turut di sisi yang sama

(6) 7 titik berturut-turut cenderung meningkat atau menurun

e) Bila kalibrasi tidak memungkinkan untuk dilakukan, hasil

pemeriksaan harus dikoreksi dengan faktor, yaitu hasil kontrol

dibagi nilai mean kontrol. Setelah memungkinkan harus segera

dilakukan kalibrasi.

f) Setiap hari hasil print out alat ditempelkan dibuku dan ditanda

tangani oleh manajer QC atau kepala unit patologi klinik.


45

g) Setiap bulan, supervisor harus mencetak flow chart hasil

pemantapan mutu, lalu disimpan di dalam odner.

h) Bila hasil kontrol dapat diterima maka sampel pasien dapat

masuk untuk dilakukan pemeriksaan.

i) Masukkan sampel dengan barcode ke dalam alat, lalu tekan

start, alat akan melakukan pemeriksaan sesuai permintaan dari

Laboratory Information System (LIS).

j) Apabila sampel tidak menggunakan barcode, siapkan serum di

dalam microcup dan beri identitas.

k) Tekan workplace, test selection, masukkan posisi sampel.

l) Masukkan identitas sampel, tandai pada alat tes yang

diinginkan.

m) Tekan start. Alat tersebut akan mengerjakan parameter

pemeriksaan sesuai dengan yang diminta.

n) Secara otomatis alat akan mengambil sejumlah sampel dan

reagen yang diperlukan sesuai dengan parameter yang

diinginkan. Lalu keduanya dicampur di dalam mikroplate

khusus dan diinkubasi. Kemudian absorban diukur pada panjang

gelombang yang telah ditentukan.

o) Hasil pemeriksaan pasien akan langsung terhubung ke komputer

kemudian hasil tersebut release oleh analis yang mengerjakan

kemudian akan di autorize oleh dokter penanggung jawab.


46

g. Pasca Analitik

1) Interpretasi Hasil

Nilai Normal :

TSH : 0,4-6,0 mIU/mL

FT4 : 0,93-1,70 ng/dL

2) Melakukan verifikasi dan validasi hasil pemeriksaan yang sudah

dilakukan. Sudah sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) atau

belum, dilakukan pengecekan kembali.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis isi (content

analysis) yaitu teknik mengumpulkan dan menganalisis isi dari suatu teks

(Martono, 2011). Analisis isi yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut.

1. Membandingkan hasil pemeriksaan kadar TSH dan fT4 metode ELISA

dengan ECLIA. Pada penelitian ini menggunakan uji beda rata-rata data

independent dengan uji independent sample t test, karena

membandingkan rata-rata 2 kelompok variabel yang tidak terikat dari 2

sampel yang tidak saling berpasangan diperiksa dengan menggunakan 2

metode yang berbeda, antara numerik dengan numerik. Nilai alpha

ditentukan sebesar 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%, maka dapat

diperoleh hasil sebagai berikut. Bila nilai p < 0,05 maka dapat

disimpulkan ada perbedaan metode ELISA dengan ECLIA dalam

pemeriksaan TSH dan fT4 yang didapatkan dari literatur.


47

2. Membandingkan kelebihan dan kekurangan metode ELISA dengan

ECLIA dalam pemeriksaan kadar TSH dan fT4.

3. Menggabungkan beberapa sumber literatur mengenai metode ELISA

dengan ECLIA dalam pemeriksaan kadar TSH dan fT4.

4. Memilah serta mengkaji kembali hasil-hasil penelitian terdahulu yang

ada kaitannya dengan metode ELISA dengan ECLIA dalam pemeriksaan

kadar TSH dan fT4. Artinya hasil penelitian terdahulu mengenai hal yang

akan diteliti dan atau mengenai hal lain yang berkaitan dengan hal yang

akan diteliti. Sehingga diperoleh kesimpulan tertentu yang merupakan

hasil jawaban dari rumusan masalah (Sabarguna, 2005).


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil pemeriksaan kadar TSH dan fT4 didapatkan dari 4 sumber

literatur masing-masing menggunakan metode ELISA dan ECLIA. Data

sekunder yang diperoleh dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kadar TSH

Sumber Minimal Maksimal Rata-Rata


Metode p
Literatur (mIU/L) (mIU/L) (mIU/L)
Maulidiyanti
ELISA 0,2 18,0 1,9 -
(2018)
Saragih
ECLIA 0,04 19,54 3,29 -
(2019)
Shamsian ELISA
et al (2015) dan - - 7,72 0,0001
ECLIA
(Sumber : Maulidiyanti, 2018; Saragih, 2019; Shamsian et al, 2015)

Berdasarkan tabel 4.1 hasil pemeriksaan kadar TSH diperoleh nilai

terendah 0,2 mIU/L, tertinggi 18,0 mIU/L, dan rata-ratanya 1,9 mIU/L

dengan nilai normal 0,4-6,2 mIU/L menggunakan metode ELISA.

Sedangkan, pada metode ECLIA diperoleh nilai terendah 0,04 mIU/L,

tertinggi 19,54 mIU/L, dan rata-ratanya 3,29 mIU/L dengan nilai normal 0,4-

6,0 mIU/L. Sedangkan, berdasarkan penelitian Shamsian et al. pada tahun

2015 hasil uji menggunakan independent sample t test diperoleh nilai rata-

rata 7,72 mIU/L dengan nilai p = 0,0001 (p < 0,05) maka dapat disimpulkan

48
49

bahwa pada tingkat kepercayaan 95% terdapat perbedaan hasil pemeriksaan

TSH metode ELISA dengan ECLIA.

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Kadar fT4

Sumber Minimal Maksimal Rata-Rata


Metode P
Literatur (ng/dL) (ng/dL) (ng/dL)
Maulidiyanti
ELISA 0,8 18,0 2,8 -
(2018)
Saragih
ECLIA 0,60 7,25 1,52 -
(2019)
Eshratkhah ELISA - - 0,59
0,0001
et al (2010) ECLIA - - 0,83
(Sumber : Maulidiyanti, 2018; Saragih, 2019; Eshratkhah et al, 2010)

Berdasarkan tabel 4.2 hasil pemeriksaan kadar fT4 diperoleh nilai

terendah 0,8 ng/dL, tertinggi 18,0 ng/dL, dan rata-ratanya 2,8 ng/dL dengan

nilai normal 0,8-2,0 ng/dL menggunakan metode ELISA. Sedangkan, pada

metode ECLIA diperoleh nilai terendah 0,60 ng/dL, tertinggi 7,25 ng/dL, dan

rata-ratanya 1,52 ng/dL dengan nilai normal 0,93-1,70 ng/dL.. Sedangkan,

berdasarkan penelitian Eshratkhah et al. pada tahun 2010 hasil uji

menggunakan independent sample t test diperoleh nilai rata-rata 0,59 ng/dL

dengan menggunakan metode ELISA serta 0,83 ng/dL menggunakan metode

ECLIA dengan nilai p = 0,0001 (p < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa

pada tingkat kepercayaan 95% terdapat perbedaan hasil pemeriksaan fT4

metode ELISA dengan ECLIA.

Penelitian Shamsian et al. pada tahun 2015 dengan tujuan mengetahui

perbandingan metode ELISA dan ECLIA untuk penentuan kadar hormon

tiroid menggunakan sampel serum 195 subjek (23 laki-laki dan 172

perempuan), yang terdiri dari 137 pasien dengan penyakit tiroid dan 58 subjek
50

sehat. Usia peserta berkisar 14 hingga 86 tahun. Data yang diperoleh dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.3 Sensitivitas dan Spesifisitas Kadar TSH

Sensitivitas Spesifisitas PPV NPV


Sasaran Metode Akurasi
(%) (%) (%) (%)
Seluruh ELISA 96,12 98,48 99,20 92,85 96,92
Populasi ECLIA 100 98,48 99,23 100 99,48
ELISA 95,74 100 100 98,66 98,97
Hipertiroid
ECLIA 97,87 99,32 97,87 99,32 98,97
ELISA 96,34 100 100 97,41 98,46
Hipotiroid
ECLIA 100 100 100 100 100
(Sumber : Shamsian et al., 2015)

Berdasarkan tabel 4.3 pada seluruh populasi menunjukkan sensitivitas

metode ECLIA lebih baik daripada metode ELISA dengan nilai masing-

masing adalah 100% dan 96,12%. Sedangkan untuk spesifisitas didapatkan

hasil yang sama yaitu 98,48%. Selain itu, ECLIA memiliki PPV (Positive

Predective Value), NPV (Negative Predective Value), serta akurasi yang lebih

baik daripada ELISA. Pada kelompok hipertiroid, ECLIA memiliki

sensitivitas dan NPV lebih tinggi daripada ELISA, sebaliknya untuk

spesifisitas dan PPV ELISA yang terbaik. Selain itu, akurasi antar metode

bernilai sama yaitu 98,97%. Pada kelompok hipotiroid, ECLIA menunjukkan

kinerja terbaik dengan sensitivitas, spesifisitas, PPV, NPV, dan akurasi yang

sempurna yaitu 100%. Secara umum, menurut penelitian ini metode ECLIA

adalah metode yang mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi

untuk diagnosis gangguan tiroid.


51

Tabel 4.4 Perbandingan Metode ELISA dan ECLIA

ELISA ECLIA
Sensitivitas Rendah Tinggi
Spesifisitas Rendah Tinggi
Electro-
Metode Enzymatic
chemiluminescence
Deteksi Colorometry Luminescence
Otomatisasi Tidak Ya
Rentang linear Sempit Lebar
Multiplexing Tidak Ya
Pengenceran serial Ya Tidak
Reaksi silang Ada Tidak ada
Jumlah analit 1 analit/well 1-10 analit/well
> 5 l untuk satu < 0,1 l untuk 10
Volume sampel
antigen antigen
Waktu analisis per
180 menit 18 menit
sampel
8 plates/hari yaitu 48 8 plates/hari yaitu 640
Hasil
sampel/hari sampel/hari
Biaya alat Sedang Tinggi
Biaya pengujian Tinggi Sedang
Keahlian operator Rendah-sedang Sedang
(Sumber : Bolton et al., 2020; Bowerbank, Carlin dan Dean, 2019)

Berdasarkan tabel 4.4 secara umum metode ECLIA lebih unggul

daripada metode ELISA, dengan memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan

dari metode ini antara lain memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi, rentang

linear yang lebih lebar, tidak memerlukan pengenceran serial, tidak ada reaksi

silang, jumlah analit setiap well lebih banyak, memerlukan volume sampel

lebih sedikit ( < 0,1 l untuk 10 antigen), waktu analisis sampel lebih cepat,

dan pengerjaan sampel lebih banyak dalam sehari. Namun, metode ini

memiliki kekurangan yaitu biaya peralatan dan pemeliharaan yang mahal,

serta membutuhkan keahlian operator yang khusus. Meskipun ELISA

tertinggal jauh dengan ELISA tetapi metode ini memiliki kelebihan dalam hal
52

kemudahan dalam mengoperasikan alat, biaya peralatan dan pemeliharaan

yang relatif rendah dari metode ECLIA. Disamping itu, metode ini memiliki

kekurangan antara lain sensitivitas yang rendah, waktu pengerjaan sampel

yang terbatas dan lama, memerlukan sejumlah besar reagen dan volume

sampel ( > 5 l untuk satu antigen), diperlukan pengenceran serial, dan

sebagainya yang dapat dilihat pada tabel 4.4.

B. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan dengan data sekunder berupa hasil studi

literatur perbandingan metode ELISA dengan ECLIA dalam pemeriksaan

kadar TSH dan fT4. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data yang dikumpulkan dari database Science Direct, Pubmed, Google

Scholar, DOAJ (Directory of Open Access Journals), Biomed Central,

instansi atau lembaga-lembaga milik pemerintah atau swasta dalam sepuluh

tahun terakhir, serta buku/ textbook dari berbagai perpustakaan, seperti

perpustakaan Poltekkes Kemenkes Jakarta III dan Perpustakaan Nasional.

Beberapa sumber literatur yang sesuai dengan topik penelitian diperoleh,

meskipun dari beberapa sumber literatur hanya membahas sebagian variabel

penelitian.

Berdasarkan tabel 4.1, data yang diperoleh menunjukkan hasil nilai

rata-rata pemeriksaan TSH dengan metode ECLIA lebih tinggi dari metode

ELISA. Hal ini disebabkan pada metode ECLIA memiliki tingkat sensitivitas

analitik yang tinggi, terutama untuk pengukuran TSH dengan rentang deteksi

konsentrasi TSH yang lebih luas 0,005-100 mIU/L (Kazerouni dan


53

Amirrasouli, 2012). Sesuai dengan penelitian Sarkar (2013), sensitivitas

analitik untuk metode ECLIA dalam mendeteksi konsentrasi TSH juga sama

berkisar antara 0,005-100 mIU/L. ECLIA dapat mendeteksi analit yang

konsentrasinya sangat bervariasi tiap tahapnya. Hal ini tidak jauh berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh Matyjaszek-Matuszek et al. (2013),

bahwa metode ECLIA memiliki sensitivitas analitik yang jauh lebih tinggi

dengan kemampuan deteksi konsentrasi TSH 0,01 mIU/L, yang berarti

tidak mungkin terdapat konsentrasi rendah palsu untuk TSH serta

memfasilitasi diagnosis hipertiroidisme subklinis. Berbeda dengan metode

ELISA yang memiliki tingkat sensitivitas analitik rendah, dengan rentang

deteksi konsentrasi TSH hanya 0,3-40 mIU/L (Kazerouni dan Amirrasouli,

2012). Selain itu, berdasarkan penelitian Shamsian et al. pada tahun 2015

diperoleh nilai p = 0,0001 (p < 0,05) yang menyatakan bahwa terdapat

perbedaan hasil pemeriksaan TSH metode ELISA dengan ECLIA.

Kemudian berdasarkan tabel 4.2, hasil nilai rata-rata pemeriksaan

fT4 dengan metode ECLIA lebih rendah dari metode ELISA. Hal ini dapat

terjadi karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan

fT4. Beberapa obat-obatan dapat menghambat penyerapan hormon tiroid

yang dikonsumsi pada saat pengobatan tiroid. Seperti obat kolestiramin untuk

menurunkan kolesterol tinggi, yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan

fT4 menjadi rendah (Kurniawan, L.B. dan Arif, 2015). Namun, berbeda

dengan penelitian Eshratkhah et al. pada tahun 2010 yang menunjukkan hasil

nilai rata-rata pemeriksaan fT4 dengan metode ECLIA lebih tinggi dari
54

metode ELISA. Metode ECLIA memiliki tingkat sensitivitas analitik yang

tinggi untuk pengukuran fT4 dengan rentang deteksi konsentrasi fT4 yang

lebih luas dibandingkan dengan metode ELISA, dengan batas deteksi

terendah adalah 0,300 pmol/L atau 0,023 ng/dL (Cobas, 2013). Selain itu,

berdasarkan penelitian Eshratkhah et al. pada tahun 2010 yang diperoleh

nilai p = 0,0001 (p < 0,05) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan hasil

pemeriksaan fT4 metode ELISA dengan ECLIA.

Hasil penelitian Shamsian et al. (2015), seperti yang tertulis di tabel

4.3 didapatkan nilai sensitivitas ECLIA 97,87%-100% lebih baik daripada

ELISA 95,74%-96,34%. Sedangkan untuk nilai spesifisitas didapatkan hasil

yang sama ECLIA dan ELISA 98,48%-100%. Hal ini sebanding dengan

penelitian yang dilakukan oleh Kazerouni and Amirrasouli (2012), yang

menyatakan bahwa sensitivitas dan spesifisitas metode ECLIA adalah lebih

baik dibandingkan metode ELISA. Hal ini membuat metode ECLIA

ditetapkan sebagai gold standart untuk diagnosis gangguan tiroid (Shamsian

et al., 2015). Sensitivitas dan spesifisitas terbagi menjadi dua yaitu analitik

dan klinis. Sensitivitas analitik dapat diartikan sebagai batas deteksi, yaitu

kadar terendah dari suatu analit yang dapat dideteksi oleh suatu metode.

Sedangkan, sensitivitas klinis adalah kemampuan tes untuk mendeteksi orang

yang benar-benar sakit di antara orang sakit. Spesifisitas analitik berkaitan

dengan kemampuan dan akurasi suatu metode untuk memeriksa suatu analit

tanpa dipengaruhi zat-zat lain. Sedangkan, spesifisitas klinis adalah


55

kemampuan tes mendeteksi orang yang benar-benar sehat di antara orang

sehat (Marliana, N., dan Widhyasih, 2018).

Kursus Laboratory Endrocrinology di Singapore tahun 1989

menyatakan juga metode ECLIA sebagai metode yang menjanjikan untuk

analisis hormon. Metode ECLIA berfungsi untuk mendeteksi keberadaan

antigen atau antibodi dengan memanfaatkan reaksi antara antigen dengan

antibodi yang menghasilkan cahaya. Metode ini melalui 2 tahapan inkubasi,

dimana voltase (tegangan) pada elektroda akan menginduksi emisi

chemiluminescent yang akan diukur oleh photomultiplier (Suryaatmadja, 2010;

Cobas, 2016). Berbeda dengan metode ELISA yang mendeteksi antigen atau

antibodi dalam sampel dengan menggunakan enzim sebagai label (BIO-RAD,

2017).

Menurut Fristiani, A.K.B., Santoso, B., dan Ariyadi (2017), PPV

(Positive Predective Value) adalah populasi pasien yang benar-benar positif

(true positive) di antara keseluruhan penderita yang menunjukkan hasil tes

konfirmasi positif jika dibandingkan dengan pemeriksaan gold standart.

Sedangkan, NPV (Negative Predective Value) adalah proporsi pasien yang

benar-benar negatif (true negative) di antara keseluruhan penderita yang

menunjukkan hasil tes konfirmasi negatif jika dibandingkan dengan

pemeriksaan gold standart. Akurasi dalam pengukuran merupakan tingkat

kedekatan hasil pengukuran terhadap nilai yang sebenarnya (Fitrya et al.,

2017).
56

Pada penelitian Shamsian et al. (2015) untuk PPV menunjukkan

bahwa pasien yang benar-benar positif memiliki hipertiroid sebesar 100%

untuk metode ELISA yang lebih tinggi dibandingkan metode ECLIA 97,87%.

Sedangkan pasien yang benar-benar positif memiliki hipotiroid sebesar 100%

untuk metode ELISA dan ECLIA. Lain halnya dengan NPV, pasien yang

benar-benar negatif hipertiroid sebesar 98,66% untuk metode ELISA yang

lebih rendah daripada metode ECLIA 99,32%. Begitu juga dengan pasien

yang benar-benar negatif hipotiroid metode ELISA 97,41% lebih rendah

daripada metode ECLIA 100%. Metode ECLIA juga memiliki akurasi yang

lebih baik daripada ELISA dengan nilai akurasi 100% pada kelompok

hipotiroid.

Hasil yang kurang signifikan dapat terjadi karena banyak faktor yang

dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan TSH dan fT4. Beberapa obat-obatan

dapat mempengaruhi diagnosis metabolisme hasil pemeriksaan hormon tiroid

dan pelepasannya serta mempengaruhi sekresi TSH. Seperti orang yang

mengonsumsi obat iodin akan mempengaruhi hasil pemeriksaan TSH menjadi

naik, karena merangsang hasil produksi TSH lebih banyak. Ada juga obat

antidiabetes yang sering dikonsumsi oleh penderita diabetes yaitu

sulfonilurea, yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan TSH menjadi

tinggi dan fT4 serta fT3 menjadi rendah (Kurniawan, L.B. dan Arif, 2015).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Matyjaszek-Matuszek

et al. (2013), bahwa obat-obatan, usia, serta kondisi lainnya seperti kehamilan

dan beberapa penyakit dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan TSH dan fT4.
57

Hal ini juga tidak terlepas dari kit insert dan alat yang digunakan setiap

laboratorium di mana mempunyai tingkat sensitivitas analitik yang berbeda-

beda.

Selain itu, tahap analitik sangat mempengaruhi hasil pemeriksaan

TSH dan fT4, sehingga bisa didapatkan hasil rendah/tinggi palsu. Pada

metode ELISA proses pemipetan dan teknik pengenceran serial sangat

mempengaruhi akurasi dan presisi dari mikropipet. Maka dari itu,

penggunaan mikropipet ini membutuhkan keterampilan dan pengalaman

untuk dapat melakukannya dengan benar. Sama dengan metode ECLIA yang

harus memperhatikan teknik pippeting apalagi dengan volume yang diambil

lebih sedikit < 0,1 l. Hasil pemeriksaan TSH dan fT4 juga dipengaruhi oleh

lemahnya sinyal deteksi ELISA yang disebabkan oleh kontaminasi atau

jumlah substrat yang terlalu sedikit. Selain itu, bisa juga dipengaruhi adanya

kesalahan dalam tahap washing yang tidak bersih, serta jumlah antibodi

deteksi (enzim konjugat) yang terlalu banyak.

Secara keseluruhan kedua metode ini memiliki kelebihan dan

kekurangan masing-masing. Berdasarkan tabel 4.4, metode ECLIA lebih

unggul daripada metode ELISA. ECLIA memiliki kelebihan dalam

melakukan pengukuran dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang

tinggi sehingga dapat mendeteksi sampel dalam konsentrasi rendah, rentang

linear yang lebih luas sehingga dapat mendeteksi analit yang konsentrasinya

sangat bervariasi tiap tahapnya. ECLIA mendeteksi sampel dengan

luminescence/ pendaran cahaya. ECLIA merupakan metode otomatisasi


58

dengan pemeriksaan multiplexing, sehingga memberikan manfaat praktis

yaitu memerlukan volume sampel lebih sedikit ( < 0,1 l untuk 10 antigen)

serta waktu analisis sampel lebih cepat yaitu 18 menit. ECLIA juga tidak

memerlukan pengenceran serial, tidak ada reaksi silang, jumlah analit setiap

well lebih banyak, dan mampu mengerjakan 640 sampel dalam sehari.

Walaupun memiliki kelebihan yang sangat unggul, namun metode ECLIA

memiliki kekurangan yaitu biaya peralatan dan pemeliharaan yang mahal,

serta membutuhkan keahlian operator yang khusus. Sedangkan metode

ELISA memiliki kelebihan dalam hal kemudahan dalam mengoperasikan alat,

biaya peralatan dan pemeliharaan yang relatif rendah dan mudah dari metode

ECLIA.

Meskipun banyak kekurangan pada metode ELISA, tetapi metode

ELISA dapat direkomendasikan sebagai uji untuk skrining awal pada

gangguan tiroid (Shamsian et al., 2015). Selain itu pula, diharapkan metode

ELISA ini dapat diterapkan sebagai salah satu program pemeriksaan skrining

pada pasien dengan gangguan tiroid di fasilitas kesehatan yang memiliki

laboratorium kecil dengan keterbatasan peralatan (klinik atau puskesmas)

sehingga penyakit gangguan tiroid dapat dicegah dan dapat menekan angka

kematian akibat penyakit ini. ELISA berguna untuk mendeteksi antibodi atau

antigen dalam sampel secara kolorometri/ perubahan warna dengan metode

enzymatic. ELISA juga dikembangkan sebagai pengganti radioimunoassay

yang bersifat radioaktif (Boster, 2017; BIO-RAD, 2017).


59

Adapun keterbatasan dalam penelitian ini yaitu jumlah literatur yang

digunakan dalam penelitian ini masih sedikit yang disebabkan sumber yang

didapat terbatas dan diperlukan ketelitian peneliti dalam interpretasi hasil

penelitian. Selain itu, kit insert dan metode yang digunakan setiap alat

memiliki rentang nilai normal yang berbeda-beda.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Simpulan yang dapat disampaikan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Ada perbedaan metode ELISA dengan ECLIA dalam pemeriksaan kadar

TSH dan fT4 melalui beberapa sumber literatur.

2. Hasil nilai rata-rata pemeriksaan TSH dengan metode ECLIA lebih tinggi

dari metode ELISA. Namun, hasil nilai rata-rata pemeriksaan fT4 dengan

metode ECLIA lebih rendah dari metode ELISA.

3. Metode ECLIA memiliki sensitivitas, spesifisitas, PPV, NPV, serta

akurasi yang lebih baik daripada metode ELISA. Namun, memiliki

kekurangan yaitu biaya peralatan dan pemeliharaan yang mahal, serta

membutuhkan keahlian operator yang khusus.

4. Metode ELISA memiliki kelebihan dalam hal kemudahan dalam

mengoperasikan alat, biaya peralatan dan pemeliharaan yang relatif

rendah dan mudah dari metode ECLIA.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, saran yang dapat

direkomendasikan adalah sebagai berikut:

60
61

1. Bagi pihak fasilitas kesehatan

Metode ELISA dapat diterapkan sebagai salah satu program pemeriksaan

skrining pada pasien dengan gangguan tiroid di fasilitas kesehatan yang

memiliki laboratorium kecil dengan keterbatasan peralatan (klinik atau

puskesmas) sehingga penyakit gangguan tiroid dapat dicegah dan dapat

menekan angka kematian akibat penyakit ini.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Sebaiknya dapat mempersiapkan lebih awal ketersediaan sumber literatur

yang memadai, misalnya buku, jurnal, artikel maupun literatur dari

berbagai sumber yang lebih lengkap dan beragam. Diharapkan peneliti

selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan sumber data primer

mengenai perbandingan metode ELISA dengan ECLIA dalam

pemeriksaan kadar TSH dan fT4.


DAFTAR PUSTAKA

Abdalla, B. E and Abdealla, A. M. 2015. Hormonal Immunoassays; comparison


using ECL & ELFA. The Professional Medical Journal 22(5): 648-655.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta.


Jakarta.

BIO-RAD. 2017. ELISA Basics Guide. Available from URL: doi:10.3109/97814


20019797-36. Cited 2020 Juni.

Bolton, J. S. et al. 2020. Comparison of ELISA with Electro-chemiluminescence


Technology for The Qualitative and Quantitative Assessment of Serological
Responses to Vaccination. Malaria Journal. Vol 19 No 1: 1-13.

Boster. 2017. ELISA Handbook, Bulletin of the American Geographical Society.


Available from URL: doi:10.2307/198393. Cited 2020 Juni.

Bowerbank, S. L., Carlin, M. G. and Dean, J. R.. 2019. A Direct Comparison of


Liquid Chromatography-mass Spectrometry with Clinical Routine Testing
Immunoassay Methods for The Detection and Quantification of Thyroid
Hormones in Blood Serum. Analytical and Bioanalytical Chemistry. Vol 411
No 13: 1-15.

Cairns, D. 2009. Esssentials of Pharmaceutical Chemistry. Second Edition. Buku


Kedokteran EGC. Jakarta.

Cobas. 2009. Cobas e 411 analyzer. Available from URL: www.roche.com. Cited
2020 Juni.

Cobas. 2013. free Thyroxine. Available from URL: www.roche.com. Cited 2020
Juli.

Cobas. 2016. Products and Solutions 2016 Roche Diagnostics. Available from
URL: http://www.roche.com/about/business/diagnostics/productsandsolutions.
htm. Cited 2020 Juni.

Cooper, D.S., Greenspan, F.S., dan Ladenson, P. 2007. Greenspan‟s Basic and
Clinical Endocrinology. Yale Journal of Biology and Medicine. Vol 85 No 4:
559.

Darwish, I. A. 2006. Immunoassay Methods and their Applications in


Pharmaceutical Analysis: Basic Methodology and Recent Advances.
International Journal of Biomedical Science 2 (3): 217-235.

62
63

Djokomoeljanto, R. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Pusat


Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.

Eshratkhah, B. et al. 2010. Comparative study on the determination of serum


thyroid hormones by two methods of immunoassay in broiler breeder poultry.
Comparative Clinical Pathology. Vol 20 No 4: 337–340. doi:10.1007/s00580-
010-0999-

Eva, D dan Alexander, K. 2007. Dampak Klinis Thyroid Stimulating Hormon.


Jurnal Kesehatan Andalas.

Fitrya, N. et al. 2017. Pentingnya Akurasi dan Presisi Alat Ukur dalam Rumah
Tangga. Jurnal Pengabdian Untukmu Negeri. Vol 1 No 2: 1-4.

Fristiani, A.K.B., Santoso, B., Ariyadi, T. 2017. Sensitivitas dan Spesifisitas


HBsAg Metode Rapid Test terhadap ELISA. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah. Semarang.

Gibson, J. 2002. Modern Physiology and Anatomy far Nurses (Fisiologi dan
Anatomi Modern untuk Perawat). Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Hendromartono. 2006. Hipotiroid dan Hipertiroid Subklinis Diterapi atau Tidak


Diterapi. Edisi Pertama. Airlangga University Press. Surabaya.

Juwita, A. D., Suharti dan Hestia, R. 2018. Evaluasi Penggunaan Obat Antitiroid
Pada Pasien Hipertiroid di RSUP Dr. M. Djamil Padang, Indonesia. Jurnal
Sains Farmasi dan Klinis. Vol 5 No 1: 49-54.

Kariadi, S. H. K. 2017. Kenali Tiroid dan Masalahnya. Edisi I. PT Citra Aditya


Bakti. Bandung.

Kazerouni, F. and Amirrasouli, H. 2012. Performance Characteristics of Three


Automated Immunoassays for Thyroid Hormones. Caspian Journal of Internal
Medicine. Vol 3 No 2: 400-404.

Kemenkes. 2017. Profil Penyakit Tidak Menular Tahun 2016. Kementerian


Kesehatan RI. Jakarta.

Kuhltau, C. 2002. Teaching The Library Research. Scarecrow Press Inc. USA.

Kurniawan, L.B. dan Arif, M. 2015. Diagnosis Tiroid. Indonesian Journal of


Clinical Pathology and Medical Laboratory. Vol 21 No 3: 304-308.

Marliana, Nina. Widhyasih, R. M. 2018. IMUNOSEROLOGI. Edisi Tahun 2018.


Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan. Jakarta.
64

Martono, N. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Data Sekunder. Raja


Grafindo Persada. Jakarta.

Matyjaszek-Matuszek, B. et al. 2013. Diagnostic Methods of TSH in Thyroid


Screening Tests. Annals of Agricultural and Environmental Medicine. Vol 20
No 4: 731-735.

Maulidiyanti, E. T. S. 2018. Hubungan Kadar TSH Terhadap Kadar FT4 Pada


Pasien Tiroid Di Bangkalan. The Journal of Muhammadiyah Medical
Laboratory Technologist. Vol 1 No 2: 21.

Mondrida, Gina. et al. 2018. Validasi KIT IRMA TSH untuk Penentuan Kadar
TSH dalam Serum Darah Manusia. JKPK (Jurnal Kimia dan Pendidikan
Kimia). Vol 3 No 3: 126-134.

Murphy, K. P. 2012. Janeway’s Immunobiology. Edisi 8. Garland Science, Taylor


& Francis Group. New York

Pestka Biomedical Laboratories. 2015. Introduction To ELISA. Available from


URL: https://www.pblassaysci.com/content/introduction-elisa. Cited 2020 Juni.

Prastowo, A. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan


Penelitian. Ar-ruzzmedia. Jogjakarta.

Pratama, A., Yerizel, E., dan Afriant, R. 2014. Hubungan Kadar FT4 dan TSH
Serum dengan Profil Lipid Darah pada Pasien Hipertiroid yang Dirawat Inap di
RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2009-2013. Jurnal Kesehatan Andalas.
Vol 3 No 1.

Pusdatin. 2015. Situasi dan Analisis Penyakit Tiroid. Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. pp:1-8.

Putra, E.A., et al. 2016. Uji Diagnostik dan Skrining. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana. Denpasar.

Reza, N. R. 2015. Pemeriksaan Laboratorium Infeksi Chlamydia Trachomatis


Pada Saluran Genital. Periodical of Dermatology and Venereology. Vol 27 No
2: 144-149.

Sabarguna, B. S. 2005. Analisis Data pada Penelitian Kualitatif. UI Press.


Jakarta.
65

Saragih, T. 2019. Gambaran Kadar TSH dan fT4 pada Pasien Penyakit Jantung
Koroner (PJK) di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD)
Harapan Kita Periode Juli-Oktober 2018. KTI. Jurusan D III TLM Poltekkes
Kemenkes Jakarta III. Jakarta.

Sarkar, R. 2013. TSH Comparison Between Chemiluminescence (Architect) and


Electrochemiluminescence (Cobas) Immunoassays: An Indian Population
Perspective. Indian Journal of Clinical Biochemistry. Vol 29 No 2: 1-7.

Shamsian, A. A. et al. 2015. Which Quantitative Method in Determination of The


Thyroid Hormone Levels is More Consistent with The Clinical Symptoms ff
The Thyroid Disorders?. Comparative Clinical Pathology. Vol 25 No 1: 101-
106.

Suryaatmadja, M. 2010. Tiroid : Pemeriksaan Laboratorium. ABC Laboratorium


Amerind Bio-Clinic. Jakarta.

Syahbudin, S. 2009. Diagnosis dan Pengobatan Hipotiroidisme. Second Edition.


Thyroidologi Update. Semarang.

Syaibani, R. 2012. Studi Kepustakaan. Available from URL:


http://repository.usu.ac.id/bitstream. Cited 2020 Juni.

Thermo Scientific. 2010. ELISA Technical Guide and Protocols. Thermo Fisher
Scientific Inc. USA. pp:2-13. doi: 10.4028/www.scientific.net/AMM.597.421.

Thermo Scientific. 2015. Thermo Scientific Multiskan GO. Thermo Scientific.


USA. pp:1-46. doi: 10.1111/inm.12109.

Thompson, M. 2010. Immunoanalysis – Part 2: Basic Principle of ELISA. Amc


technical briefs.

Wirawati, I. A. 2017. Pemeriksaan Tiroid. Skripsi. Fakultas Kedokteran


Universitas Udayana. Bali.
66

Lampiran 1 Pernyataan Keaslian Tulisan

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Nina Agnina
NIM : P3.73.34.2.16.022
Program Studi : D IV Teknologi Laboratorium Medis

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis dengan


judul “Perbandingan Metode ELISA dengan ECLIA dalam Pemeriksaan Kadar
TSH dan fT4 (Studi Literatur)”, benar-benar merupakan hasil karya saya bukan
merupakan hasil menjiplak/mengambil karya orang lain yang saya akui sebagai
karya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa skripsi ini adalah
hasil plagiat/jiplakan, maka saya menerima konsekuensi atau sanksi atas
perbuatan tersebut.

Bekasi, 24 Juli 2020


Yang membuat pernyataan,

(Nina Agnina)
NIM. P3.73.34.2.16.022
67

Lampiran 2 Surat Pernyataan Kesediaan Dimuat Dalam Majalah/Jurnal

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Nina Agnina
NIM : P3.73.34.2.16.022
Program Studi : D IV Teknologi Laboratorium Medis

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa hasil penelitian saya dengan


judul “Perbandingan Metode ELISA dengan ECLIA dalam Pemeriksaan Kadar
TSH dan fT4 (Studi Literatur)”. Bersedia untuk dimuat di dalam majalah atau
jurnal atas nama pembimbing dengan tetap mencantumkan nama saya sebagai
peneliti utama.

Bekasi, 24 Juli 2020


Yang membuat pernyataan,

(Nina Agnina)
NIM. P3.73.34.2.16.022
68

Lampiran 3 Data Rekap Hasil Studi Literatur

DATA REKAP HASIL STUDI LITERATUR

Penulis Judul Jenis Hasil


Hasil pemeriksaan diperoleh
kadar TSH dengan nilai terendah
Hubungan Kadar
0,2 mIU/L, tertinggi 18,0 mIU/L,
TSH Terhadap
Maulidiyanti dan rata-ratanya 1,9 mIU/L.
Kadar FT4 Pada Jurnal
(2018) Sedangkan, hasil pemeriksaan fT4
Pasien Tiroid Di
diperoleh nilai terendah 0,8
Bangkalan.
ng/dL, tertinggi 18,0 ng/dL, dan
rata-ratanya 2,8 ng/dL.
Gambaran Kadar
Hasil pemeriksaan diperoleh
TSH dan fT4 pada
kadar TSH dengan nilai terendah
Pasien Penyakit
0,04 mIU/L, tertinggi 19,54
Jantung Koroner Karya
mIU/L, dan rata-ratanya 3,29
Saragih, T. (PJK) di Rumah Tulis
mIU/L. sedangkan, hasil
(2019) Sakit Jantung dan Ilmiah
pemeriksaan fT4 diperoleh nilai
Pembuluh Darah (KTI)
terendah 0,60 ng/dL, tertinggi
(RSJPD) Harapan
7,25 ng/dL, dan rata-ratanya 1,52
Kita Periode Juli-
ng/dL.
Oktober 2018.
Comparative study
on the
Diperoleh nilai p = 0,0001
determination of
(p < 0,05) yang menyatakan
serum thyroid
Eshratkhah bahwa pada tingkat kepercayaan
hormones by two Jurnal
et al. (2010) 95% terdapat perbedaan hasil
methods of
pemeriksaan fT4 metode ELISA
immunoassay in
dengan ECLIA.
broiler breeder
poultry.
Metode ECLIA memiliki tingkat
sensitivitas analitik yang tinggi
untuk pengukuran fT4 dengan
Cobas rentang deteksi konsentrasi fT4
free Thyroxine Internet
(2013) yang lebih luas dibandingkan
dengan metode ELISA, dengan
batas deteksi terendah adalah
0,300 pmol/L atau 0,023 ng/dL.
Which Quantitative Penelitian ini menggunakan
Shamsian et Method in sampel serum 195 subjek (23
Jurnal
al. (2015) Determination of laki-laki dan 172 perempuan),
The Thyroid yang terdiri dari 37 pasien dengan
69

Hormone Levels is penyakit tiroid dan 58 subjek


More Consistent sehat. Usia peserta berkisar 14-86
with The Clinical tahun. Data yang diperoleh
Symptoms ff The berupa nilai sensitivitas,
Thyroid Disorders? spesifisitas, PPV, NPV, dan
akurasi metode ELISA dan
ECLIA untuk pemeriksaan TSH.
Secara umum, menurut penelitian
ini metode ECLIA adalah metode
yang mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi untuk
diagnosis gangguan tiroid. Hal ini
membuat metode ECLIA
ditetapkan sebagai gold standart
untuk diagnosis gangguan tiroid.
Selain itu, diperoleh nilai p =
0,0001 (p < 0,05) yang
menyatakan bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% terdapat
perbedaan hasil pemeriksaan TSH
metode ELISA dengan ECLIA.
Secara keseluruhan kedua metode
Comparison of ini memiliki kelebihan dan
ELISA with kekurangan masing-masing.
Electro- Secara umum, metode ECLIA
chemiluminescence lebih unggul daripada metode
Technology for The ELISA dilihat dari beberapa
Bolton et al.,
Qualitative and Jurnal kelebihan yang dimilikinya.
(2020)
Quantitative Namun, metode ini memiliki
Assessment of kekurangan yaitu biaya peralatan
Serological yang mahal. Sehingga metode
Responses to ELISA dapat digunakan sebagai
Vaccination alternatif untuk diagnosis
gangguan tiroid.
A Direct Secara keseluruhan, metode
Comparison of ECLIA lebih baik daripada
Liquid metode ELISA, dilihat dari
Chromatography- beberapa kelebihan yang
mass Spectrometry dimilikinya juga. Metode ECLIA
Bowerbank,
with Clinical memiliki waktu analisis sampel
Carlin dan Jurnal
Routine Testing lebih cepat dibandingkan ELISA.
Dean (2019)
Immunoassay Namun, metode ini memiliki
Methods for The kekurangan membutuhkan
Detection and keahlian operator yang khusus.
Quantification of Sedangkan metode ELISA
Thyroid Hormones memiliki hal kemudahan dalam
70

in Blood Serum. mengoperasikan alat, biaya


peralatan dan pemeliharaan yang
relatif rendah dari metode ECLIA.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa metode ECLIA memiliki
tingkat sensitivitas analitik yang
tinggi, terutama untuk pengukuran
Performance
Kazerouni TSH dengan rentang deteksi
Characteristics of
dan konsentrasi TSH yang lebih luas
Three Automated Jurnal
Amirrasouli 0,005-100 mIU/L dibandingkan
Immunoassays for
(2012) metode ELISA 0,3-40 mIU/L.
Thyroid Hormones.
Sehingga sensitivitas dan
spesifisitas metode ECLIA lebih
baik dibandingkan metode
ELISA.
TSH Comparison Hasil penelitian menunjukkan
Between sensitivitas analitik untuk metode
Chemiluminescence ECLIA dalam mendeteksi
(Architect) and konsentrasi TSH berkisar antara
Sarkar
Electrochemilumine Jurnal 0,005-100 mIU/L. Hal ini
(2013)
scence (Cobas) membuat ECLIA dapat
Immunoassays: An mendeteksi analit yang
Indian Population konsentrasinya sangat bervariasi
Perspective. tiap tahapnya.
Hasil penelitian menunjukkan
metode ECLIA memiliki
sensitivitas analitik yang jauh
lebih tinggi dengan kemampuan
deteksi konsentrasi TSH 0,01
mIU/L, yang berarti tidak
Matyjaszek- Diagnostic Methods mungkin terdapat konsentrasi
Matuszek et of TSH in Thyroid Jurnal rendah palsu untuk TSH serta
al. (2013) Screening Tests. memfasilitasi diagnosis
hipertiroidisme subklinis. Namun,
ada beberapa faktor yang
mempengaruhi hasil TSH dan fT4
seperti obat-obatan, usia, serta
kondisi lainnya seperti kehamilan
dan beberapa penyakit.
Sensitivitas analitik sebagai batas
deteksi, yaitu kadar terendah dari
Marliana,
suatu analit yang dapat dideteksi
N., dan IMUNOSEROLOGI
Buku oleh suatu metode. Sedangkan,
Widhyasih, .
sensitivitas klinis kemampuan tes
(2018)
untuk mendeteksi orang yang
benar-benar sakit di antara orang
71

sakit. Spesifisitas analitik


berkaitan dengan kemampuan dan
akurasi suatu metode untuk
memeriksa suatu analit tanpa
dipengaruhi zat-zat lain.
Sedangkan, spesifisitas klinis
adalah kemampuan tes
mendeteksi orang yang benar-
benar sehat di antara orang sehat.
Kursus Laboratory
Endrocrinology di Singapore
Tiroid :
Suryaatmadj tahun 1989 menyatakan bahwa
Pemeriksaan Buku
a (2010) metode ECLIA sebagai metode
Laboratorium.
yang menjanjikan untuk analisis
hormon.
Metode ECLIA berfungsi untuk
mendeteksi keberadaan antigen
atau antibodi dengan
memanfaatkan reaksi antara
Products and antigen dengan antibodi yang
Cobas
Solutions 2016 Internet menghasilkan cahaya. Melalui 2
(2016)
Roche Diagnostics. tahapan inkubasi, dimana voltase
(tegangan) pada elektroda akan
menginduksi emisi
chemiluminescent yang akan
diukur oleh photomultiplier.
Metode ELISA yang mendeteksi
antigen atau antibodi dalam
sampel dengan menggunakan
BIO-RAD enzim sebagai label. ELISA
ELISA Basics
(2017) Internet mendeteksi antibodi atau antigen
Guide.
dengan metode enzymatic. ELISA
dikembangkan sebagai pengganti
radioimunoassay yang bersifat
radioaktif.
PPV adalah populasi pasien yang
benar-benar positif di antara
keseluruhan penderita yang
Fristiani, menunjukkan hasil tes konfirmasi
Sensitivitas dan
A.K.B., positif. Sedangkan, NPV adalah
Spesifisitas HBsAg
Santoso, B., Skripsi proporsi pasien yang benar-benar
Metode Rapid Test
dan Ariyadi negatif di antara keseluruhan
terhadap ELISA.
(2017) penderita yang menunjukkan hasil
tes konfirmasi negatif jika
dibandingkan dengan
pemeriksaan gold standart.
72

Pentingnya Akurasi Akurasi dalam pengukuran


Fitrya et al.,
dan Presisi Alat merupakan tingkat kedekatan
(2017) Jurnal
Ukur dalam Rumah hasil pengukuran terhadap nilai
Tangga. yang sebenarnya.
Beberapa obat-obatan seperti
Kurniawan,
kolestiramin, iodin, serta
L.B. dan Diagnosis Tiroid. Jurnal
sulfonilurea dapat mempengaruhi
Arif (2015)
hasil pemeriksaan TSH dan fT4.
ELISA Handbook, Metode ELISA dapat diterapkan
Bulletin of the sebagai pemeriksaan skrining
Boster
American Internet pada pasien dengan gangguan
(2017)
Geographical tiroid di fasilitas kesehatan yang
Society terbatas.
73

Lampiran 4 Dokumentasi

ALAT THERMO SCIENTIFIC MULTISKAN GO


74

ALAT COBAS E 411


75

Lampiran 5 Agenda Bimbingan


76
77
78

Anda mungkin juga menyukai