Anda di halaman 1dari 28

TUGAS KHUSUS

“ EVALUASI HEAT CONSUMPTION TONASA IV BERDASARKAN


HASIL PENGUKURAN ”
1.1.1. Latar Belakang
Dalam proses pembuatan semen secara umun meliputi tahap penggilingan dan
pengeringan bahan baku (raw mill), reaksi kalsinasi (calcination), pembakaran (burning),
pendinginan (cooling), dan tahap akhir yaitu penggilingan clinker dan pengantongan
(packer). Dalam industri semen pembakaran merupakan salah satu proses penting untuk
menentukan kualitas dari semen yang dihasilkan. Proses pembakaran ini terjadi pada
rotary kiln. Dalam diagram alir prosesnya, bahan baku (kiln feed) dari preheater akan
mengalami pemanasan awal sebelum masuk kiln dengan menggunakan cyclone guna
memisahkan gas dari rotary kiln yang masuk dengan kiln feed yang dari preheater. Di
dalam kiln bahan tersebut akan mengalami beberapa tahapan meliputi tahapan
pengeringan, tahapan penguapan air kristal, proses penguraian kalsium karbonat menjadi
kalsium oksida dan magnesium karbonat, dan pembentukan mineral penyusun utama
mineral clinker.
Proses pembakaran di dalam kiln tak lepas dari kebutuhan panas yang digunakan,
karena kebutuhan panas ini nantinya juga berpengaruh dari produk yang dihasilkan. Panas
yang digunakan untuk proses pembakaran tersebut berasal dari bahan bakar utama yaitu
batubara dan disupply sebagian oleh bahan bakar alternatif yaitu sekam yang digunakan di
Tonasa 2,3 dan 4. Hal ini biasanya dinyatakan dalam istilah Heat Consumption (HC), yang
didefinisikan sebagai total panas dari bahan bakar dibagi dengan total produksi clinker
(kcal/kg-clinker).
Sebagaimana diketahui bahwa biaya untuk bahan bakar lebih dari 30 % dari total
biaya di industri semen, maka semakin tinggi nilai dari heat consumption suatu pabrik
maka semakin boros pemakaian energi panas di pabrik tersebut yang berarti biaya
energinya semakin besar. Pada awalnya telah dirancang HC pada kondisi tertentu sebelum
pabrik didirikan. Tetapi dalam kenyataannya, nilai HC biasanya lebih tinggi dari standar
yang telah ditetapkan, dimana banyak faktor – faktor yang berpengaruh dalam proses
sehingga menyebabkan nilai HC cenderung tinggi.

Pada tugas khusus ini, penulis akan melakukan studi terhadap HC di Pabrik Tonasa
IV dan melakukan evaluasi dari faktor – faktor yang berpengaruh terhadap nilai HC pada
pabrik tersebut. Hasil yang didapatkan nantinya diharapkan dapat menjadi evaluasi dan

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 1


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
masukan bagi pihak – pihak yang berkepentingan dipabrik untuk mendapatkan produksi
yang optimal dengan biaya yang lebih efisien.
1.1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dituliskan, maka dirumuskan
beberapa masalah yaitu :
1. Besar Heat Consumption di Pabrik Tonasa IV berdasarkan pengukuran
2. Faktor yang diduga mempengaruhi Specific Heat Consumption di Tonasa IV

1.1.3. Tujuan Tugas Khusus


Adapun tujuan penulisan tugas khusus ini, antara lain :
1. Mengetahui besar Heat Consumption di Pabrik Tonasa IV
2. Mengetahui faktor – faktor yang berpengaruh terhadap Heat Consumption di
Pabrik Tonasa IV dengan Neraca Massa dan Panas

1.1.4. Manfaat Tugas Khusus


Dengan adanya tugas khusus ini maka diharapkan :
1. Dapat mengetahui Heat consumption Tonasa IV berdasarkan hasil pengukuran
yang dilakukan dan menjadi bahan masukan trend Heat consumption Tonasa IV
bagi PT.Semen Tonasa
2. Rekomendasi dan saran dari evaluasi yang dilakukan berdasarkan Heat
consumption dari data hasil pengukuran diharapkan dapat menjadi bahan
masukkan dan bermanfaat untuk PT.Semen Tonasa.

1.2. Tinjauan Pustaka


1.2.1. Teknologi Pembakaran Semen
Sejarah tentang teknologi pembakaran clinker ada dua proses yang berbeda yaitu
proses basah dan proses kering. Dimana proses basah masih memegang peranan penting
di beberapa negara terkemuka seperti halnya di Amerika Serikat. Disamping dua proses
tersebut, proses semi kering (semi-dry process) dengan penggunaan Lepol grate
preheater lebih banyak dipakai khususnya di negara Jerman, Perancis dan juga Jepang
karena konsumsi panasnya jauh lebih rendah dibanding dengan proses basah. Untuk
proses kering sendiri cenderung lebih dominan dengan banyaknya pabrik semen yang
dibangun dengan menggunakan preheater eksternal jenis cyclone. Penerapannya proses
kering dengan menggunakan precalsiner, yang keuntungannya dapat meningkatkan

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 2


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
total produksi clinker, berkurangnya akan gangguan dalam pengoperasian kiln yang
menggunakan suspension preheater, kemungkinan penggunaan bahan bakar dari limbah
yang dapat mengurangi pencemaraan udara sekitar dilihat dari penurunan emisi gas
buang seperti CO, CO2, SO2, NOx dan lainnya. Melihat keuntungan dari proses kering,
maka proses basah semakin lama semakin ditinggalkan.
1. Kiln dengan penggunaan eksternal preheater
Pada tahun lima puluhan dan enam puluhan awal, terdapat dua jenis
preheater eksternal yang mulai dikembangkan yaitu: preheater dengan lepol
grate dan suspension preheater. Secara bertahap suspension preheater
mencapai dominannya, karena mudah dalam pemanfaatannya serta secara
mekanis lebih sederhana dan tidak memerlukan pengolahan awal kiln feed.
Sedangkan yang diperlukan dalam kasus Lepol grate preheaters, di mana
granulasi bahan baku tidak bisa dihindari. Akhirnya dominasi mengenai
suspension preheater mulai didirikan dengan menggunakan teknik
precalsining.
2. Jenis dari precalsiner
Mengingat efek teknis yang diberikan oleh sistem precalcining, maka akan
lebih mudah membagi sistem kiln dengan precalsiner menjadi dua kelompok :
a. Precalcining partial
Proses kalsinasi hanya terbatas pada 60 – 65% yang terjadi di dalam
suspension preheater, dengan memanfaatkan 25 – 30% dari bahan bakar
yang dibutuhkan dalam proses pembakaran di suspension preheater.
b. Precalcining complete
Dalam prosesnya kiln menggunakan precalsiner dan penggunaan udara
tersier untuk menyuplai proses kalsinasi, sehingga proses ini mampu
memberikan kapasitas yang lebih besar dengan kebutuhan panas yang
rendah. Proses kalsinasi bisa mencapai 90 – 95% didalam suspension
preheater dengan memanfaatkan 60 – 65% dari bahan bakar yang digunakan
dalam proses pembakaran.

1.2.2. Bahan bakar di sistem kiln


Bahan bakar yang digunakan di Tonasa IV yaitu Batubara, Minyak (solar) dan
Sekam Pada kondisi normal, pengoperasian kiln menggunakan bahan bakar batubara
yang di alirkan langsung di inlet kiln dan calsiner. Sedangkan penggunaan bahan bakar

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 3


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
solar dilakukan ketika batubara halus dalam kondisi kritis maupun pada saat kiln heating
up ( pemanasan kembali setelah kiln stop dalam durasi cukup lama ).
1. Batubara
Bahan bakar jenis padat ini diklasifikasikan menjadi beberapa macam
berdasarkan sifat – sifat dan umur terbentuknya sebagai berikut :
Tabel V.1 Sifat – sifat beberapa jenis batubara
Jenis Batubara
Parameter
Lignit Bituminous Antarcit
Total moisture
40 – 50 5 - 10 0–3
(%)
Volatile matter
40 – 50 10 - 40 5
(%)
Air terikat (%) 10 – 25 1-3 1
Ash (debu) 5 – 25 10 - 20 5 – 10
Komposisi kimia
:
56 70 78
C
4 3 2
H
1 1 1
S
19 3 2
N+O
Nilai Kalor :
Gross (kcal/kg) 5120 6625 7100
Net (kcal/kg) 4820 6310 6900
Udara Untuk
Pembakaran
(Combustion Air)
kg/kg 7.1 9.2 9.9
3
Nm /kg 5.5 7.1 7.8
Combustion Gas
(0% Oksigen) 6 7.4 7.8
Nm3/kg

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 4


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Nilai kalor batubara sangat bergantung pada kandungan air dan debu. Akan tetapi,
kadar volatile juga berpengaruh pada nilai kalor dari batubara tersebut. Karena rangkaian
hidrokarbon pada batubara menghasilkan nilai kalor yang tinggi dibanding karbon bebas,
maka untuk batubara dengan umur menengah hingga tua untuk kenaikan kadar volatile
akan meningkatkan nilai kalornya. Untuk mengetahui kandungan dari batubara, maka ada
beberapa macam cara pengamatan yaitu melalui analisa sebagai berikut :
 Analisis Proximate
Merupakan analisa yang menunjukan zat – zat yang terkandung di dalam batubara
seperti kadar fly ash, kandungan H2O di dalam batubara (Whole Water), Volatile Matter,
Fixed Carbon.
 Analisis Ultimate
Analisis ini untuk mengetahui kadar dari kandungan karbon, hidrogen, oksigen,
nitrogen, dan belerang yang terdapat dalam batubara. Dari hasil analisis ultimate ini,
maka akan didapat perkiraan nilai kalor (net heating value) dari batubara.
Untuk memperoleh proses pembakaran yang baik dalam pembentukan clinker di
kiln, kehalusan dari batubara merupakan salah satu parameter yang penting. Pada
umumnya untuk batubara dengan kadar volatile yang rendah, semakin lembut butir dari
batubara maka proses pembakaran akan berjalan lebih cepat. Namun, untuk batubara
dengan kadar volatile tinggi sebaiknya ukuran butir dibuat lebih kasar untuk mengatur laju
keluarnya gas dari padatan sehingga tidak terlalu membahayakan proses pembakaran dan
dapat dikontrol dengan baik. Jika keluarnya gas dari padatan terlalu cepat,
pencampurannya dengan udara akan menyulitkan pengaturan proses pembakaran. Nilai
kalor batubara biasanya ditentukan dengan calorimeter. Selain itu juga bisa diperkirakan
dengan melakukan perhitungan berdasarkan hasil analisa ultimate.
2. Bahan bakar minyak
Bahan bakar minyak masih digunakan di pabrik semen di Indonesia
walaupun bukan merupakan bahan bakar utamanya. Pada umumnya penggunaan
bahan bakar minyak seperti solar hanya digunakan pada saat heating up karena
sifatnya mudah dibakar dan kestabilan apinya. Untuk nilai kalor dari bahan bakar
minyak biasanya terkorelasi dengan sifat specific gravity-nya.
Specific gravity merupakan perbandingan berat dari bahan bakar minyak
pada temperatur tertentu terhadap air pada volume dan temperatur yang sama.
Sehingga Semakin tinggi nilai dari specific gravity-nya maka semakin rendah nilai

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 5


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
kalorinya. Bahan bakar minyak umumnya mempunyai specific gravity antara 0.74
– 0.96 dengan kata lain bahan bakar minyak lebih ringan daripada air.
Tabel V.2 Sifat – sifat beberapa jenis bahan bakar minyak
Jenis minyak
Parameter
Gas oil LFO HFO
Komposisi :
C (%) 86.3 86.2 86.1
H (%) 12.8 12.4 11.8
S (%) 0.9 1.4 2.1
Specific gravity :
0 oC,kg/liter 0.88 0.905 0.96
15 oC,kg/liter 0.87 0.895 0.95
Panas Spesifik
0.485 0.48 0.465
kcal/kg/K
Temp. Api teoritis,
o
2160 2120 2120
C
Dew Point, oC 50 50 49
Nilai Kalor :
Gross,kcal/kg 10875 10550 10375
Net,kcal/kg 10200 9900 9750
Combustion air
Kg/kg 14.4 14.2 14.0
Nm3/kg 11.1 11.0 10.8
Combustion Gas
(0% Oksigen), 11.8 11.68 11.51
3
Nm /kg

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 6


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
3. Sekam
Sekam merupakan ampas padi, bahan bakar alternatif ini digunakan guna
mengurangi emisi CO dari penggunaan Batu bara serta mengurangi biaya
pengadaan energi yang digunakan.

Fraksi
Komponen BM
%
C 12,00 35,00
H 1,00 5,30
O 16,00 39,96
N 14,00 0,38
S 32,00 0,12
Abu (ash) 18,57
H2O 18,00 0,67
Nilai Kalor Sekam 2650

1.2.3. Proses Pembakaran di Kiln


Proses pembakaran merupakan salah satu proses penting dalam pembuatan semen
karena berpengaruh dalam menentukan kualitas terak. Proses pembakaran berlangsung
apabila Kiln feed hasil dari preheater dan precalsiner dapat berjalan dengan baik, dalam
arti tidak terjadi flushing dan coating selama proses berlangsung. Selama proses
pembakaran kiln feed akan melewati beberapa tahapan diantaranya yaitu pemanasan awal
kiln feed di suspension preheater 4 stage 2 string dengan total 10 cyclone dan pembakaran
di dalam rotary kiln.
 Pemanasan awal kiln feed
Pemanasan Kiln feed dilakukan didalam suspension preheater 4 stage dan
precalsiner. Aliran kiln feed dari silo kiln feed dibawa bucket elevator masuk ke bagian
puncak preheater (stage 1), sedangkan gas panas masuk dari cyclone bawah berlawanan
arah dengan kiln feed masuk preheater. Aliran gas panas masuk dimungkinkan karena
adanya hisapan fan sedangkan kiln feed masuk bergerak kebawah karena adanya gaya
gravitasi. Kiln feed masuk dari bagian atas dan pada saat itu langsung terbawa aliran gas
panas dari cyclone stage 2 masuk ke cyclone stage 1 yang terdiri dari dua buah cyclone
yang dipasang secara paralel. Di dalam cyclone material kiln feed akan terpisah antara yang
halus dengan yang kasar karena adanya gaya sentrifugal, sehingga bagian yang halus akan
terbawa aliran gas panas ke atas sedangkan bagian kasar akan jatuh dari cyclone satge 1 ke
duct melalui pipa material. Dari sini material langsung terbawa aliran gas panas dari

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 7


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
cyclone stage 3 melalui duct menuju cyclone stage 2. Di cyclone stage 2 material
mengalami proses yang sama pada cyclone stage 1, kemudian karena gaya gravitasi maka
material kasar jatuh dari cyclone stage 2 menuju cyclone stage 3 karena terbawa oleh aliran
gas panas dari cyclone stage 4. Pada cyclone stage 3 material yang turun kebawah dipisah
dengan komposisi 91,529% masuk ke calciner dan 8,471% langsung di alirkan menuju kiln
yang disesuaikan dengan kondisi operasi. Hasil material keluaran dari calciner akan
menuju ke cyclone stage 4 dan kemudian hasilnya dialirkan menuju ke kiln, bahan bakar
yang digunakan di calsiner adalah Sekam dan Batu bara. Hal ini dilakukan karena untuk
mengurangi beban kiln.
Kiln feed dari preheater diumpakan berlawanan arah dengan arah aliran gas panas.
Pemanas yang digunakan berasal dari gun burner dan udara primer. Begitu batubara dan
O2 dari udara masuk maka batubara langsung terbakar dan berkontak dengan material kiln
feed yang masuk ke dalam kiln. Didalam kiln akan mengalami beberapa reaksi seperti
penguapan air, pelepasan air yang terkandung didalam komponen tanah liat, penguraian
magnesium karbonat serta kalsium karbonat, dan reaksi pembentukan 4 mineral penyusun
utama clinker (C2S, C3S, C3A, dan C4AF).

Gambar V.1 Diagram Alir Proses Pembakaran di Kiln

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 8


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
1.2.4. Spesifikasi Rotary Kiln Unit IV
Di Pabrik Tonasa IV kiln yang digunakan mempunyai dimensi panjang 84
meter dan diameter sebesar 5.6 meter. Jenis dari sistem kiln yang digunakan yaitu
Suspension Preheater 4 Stage, Two string, SLC Calciner dengan pendingin grate
cooler. Untuk desain heat consumption pada kiln Tonasa IV yaitu sebesar 873
kcal/kg-clinker dengan total produksi clinker minimal ± 7800 ton/hari, dengan
prasyarat umum sebagai berikut :
 Komposisi raw mix:
LSF 97 - 98 %
SM 2.2 – 2.25 %
AM 1.5 – 1.6 %
HM 1.7 – 2.3 %

 Total moisture kiln feed yang masuk ke kiln maksimum 1%

 Nilai kalori dari batubara yang digunakan dalam proses pembakaran minimal
4237 kcal/kg batubara yang disupply ke kiln dan calsiner. Dengan kehalusan
batubara maksimum 20% untuk ayakan 90 µm dan maksimum 1% untuk
ayakan 200 µm serta kandungan air dalam batubara maksimum 8.5%.
 Kandungan chlorine yang masuk dalam proses pembakaran ≤ 0.023% dari basis
clinker, sedangkan untuk kandungan sulfur ≤ 300 g/100 kg clinker.

1.2.5. Specific Heat Consumption


Specific Heat consumption merupakan salah satu penentu ekonomi operasi
pabrik, karena menjadi salah satu parameter operasi yang berpengaruh terhadap
sistem kiln. Nilai dari specific heat consumption merupakan jumlah dari energi
panas yang harus disediakan untuk dapat membakar sejumlah material didalam
kiln, selain itu nilai specific heat consumption dapat diperkirakan dari neraca panas
sebagai selisih antara panas yang hilang dan panas yang dipasok ke dalam sistem
kiln. Karena berpengaruh terhadap operasi sistem kiln maka meningkat atau
penurunan 10% lebih dari specific heat consumption akan mempengaruhi
kelayakan ekonomi. Untuk menghitung nilai dari heat consumption dapat
menggunakan persamaan sebagai berikut :

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 9


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Dalam prosesnya, specific heat consumption ini sangat berpengaruh terhadap
proses pembakaran sehingga perlu dilakukan optimasi terhadap nilai specific heat
consumption. Perlu diketahui parameter yang berpengaruh terhadap specific heat
consumption antara lain :
1. Kualitas kiln feed
Pengaruh kualitas kiln feed terhadap heat consumption seringkali diabaikan
akan tetapi pengaruh ini sangat signifikan apabila tidak diperhatikan. Pengaruh
dari kualitas kiln feed yang berkaitan dengan kinerja sistem kiln yaitu :
 Panas reaksi
Panas reaksi dari kiln feed adalah jumlah teoritis energi yang
dibutuhkan untuk mengubah kiln feed kedalam campuran sesuai dengan
mineral clinker. Dimana panas ini akan diserap secara kimia oleh reaksi
pembentukan clinker. Panas reaksi terdiri dari panas yang dibutuhkan untuk
menguraikan karbonat, silikat, dan silikat akali yang direaksikan secara
kimia dikurangi dengan panas yang dibebaskan oleh pembentukan kalsium
silikat, alkali sulfat, dan dari pembakaran setiap pirit dan senyawa organik.
Panas reaksi ini normalnya pada rentang 385 – 410 kcal/kg clinker. Heat
consumption akan semakin naik sebanding dengan kenaikan panas reaksi,
hal ini dikarenakan adanya panas yang hilang dengan gas pembakaran.
 Kadar material yang mudah terbakar dalam kiln feed
Material yang mudah terbakar di dalam kiln feed seperti tanah, bahan
organik, pirit, dan lain – lain. Material tersebut masuk dalam proses sebagai
bahan pengotor. Dimana material yang terbakar tersebut diwakili oleh
persentase karbon di dalam kiln feed. Material yang terbakar tersebut
sebagian dapat mensubtitusi sebagai bahan bakar sehingga mampu
mengurangi biaya bahan bakar. Pengaruh dari meningkatnya kandungan
yang mudah terbakar didalam kiln feed tersebut akan mengurangi kebutuhan
panas pada sistem kiln karena berkontribusi terhadap panas total yang masuk
dalam proses
 Kadar air bebas dan air yang terserap di dalam kiln feed

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 10


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Air bebas di dalam kiln feed feed adalah air yang menguap pada suhu
dibawah 100 oC. Kadar air bebas ini normalnya berkisar < 1% untuk
menghindari terjadinya kelembaban udara di silo dan untuk mengikuti
kondisi operasi di dalam peralatan proses. Sedangkan air yang terserap
adalah air yang terikat secara kimia dan akan menguap pada temperature di
atas 100 oC, untuk kadar air yang terserap biasanya diasumsikan sekitar 0.5 –
1.5%. Pengaruh dari kadar air bebas dan total uap air dalam kiln feed
terhadap heat consumption hanya sedikit.
 Temperatur dari kiln feed
Pengeringan kiln feed dilakukan di unit raw mill dengan menggunakan gas
panas dari kiln sebelum diumpankan kekiln, tujuannya untuk mendapatkan
kadar air kurang dari 1%, temperature kiln feed keluar raw mill biasanya
sekitar 80 oC.Pengaruh dari temperatur kiln feed terhadap heat consumption
sangat sedikit.
Tabel V.3 Pengaruh kualitas kiln feed terhadap heat consumption
Kualitas kiln feed Pengaruh terhadap heat
consumption
Panas Reaksi :
Setiap kenaikan 1 kcal/kg clinker Menambah 1.1 kcal/kg clinker
Kadar bahan yang mudah terbakar :
Mengurangi 73 kcal/kg clinker
Setiap kenaikan 1%
Kadar air bebas :
Menambah 1.8 kcal/kg clinker
Setiap kenaikan 1%
Kadar air yang terserap
Menambah 5.6 kcal/kg clinker
Setiap kenaikan 1%
Temperatur kiln feed :
Mengurangi 0.5 kcal/kg clinker
Setiap kenaikan 10 oC

Mengetahui kondisi seperti tersebut, maka perlu adanya langkah untuk


pengkondisian operasi. Langkah ini sangat penting dilakukan dalam menjaga
kondisi operasi pembakaran dalam kiln, variabel yang harus diperhatikan
terbagi atas dua yaitu :
a. Variabel Control

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 11


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Variabel control adalah variabel yang harus diperhatikan dan dapat
dikendalikan oleh operator dalam pengoperasiannya.
b. Control Parameter
Control parameter adalah parameter – parameter yang dapat dikendalikan
langsung oleh operator dalam mempertahankan kondisi operasi kiln agar
stabil.

Dalam hal ini, kiln feed yang perlu dikontrol dari segi jumlah dan
karakteristik kiln feed yang berpengaruh terhadap proses pembakaran. Adapun
parameter yang perlu diperhatikan pada kiln feed yaitu :

 Rating
Pada prinsipnya untuk menaikkan atau menurunkan kiln feed
didasarkan pada kondisi temperatur dikiln maupun di suspension preheater
serta torque dari kiln main drive. Temperatur di suspension preheater yang
perlu diperhatikan pada waktu akan melakukan perubahan feeding adalah :
1. Temperatur top cyclone dijaga pada temperatur < 400 oC.
o
2. Temperatur raw mix inlet dijaga pada temperatur 820 C, apabila
temperatur dibawah tersebut maka dilakukan pengurangan feeding atau
bila masih mungkin ditambah bahan bakar.
3. Temperatur gas sesudah precalsiner, untuk kondisi kiln yang
menggunakan precalsiner maka harus dijaga range temperaturnya.

 Komposisi kimia dan kadar air


Untuk mereaksikan raw mix, dibutuhkan panas yang cukup untuk
dikonsumsi ke dalam sistem kiln. Namun, dalam mereaksikan raw mix harus
perhatikan dari komposisi kimianya serta kadar airnya karena akan
berpengaruh terhadap kebutuhan panas.

 Tingkat kehalusan
Raw mix makin halus, artinya luas permukaan juga makin besar. Akan tetapi,
ada efek negatif yang lain bila raw mix terlalu halus yaitu :
1. Perlu power yang lebih tinggi di raw mill untuk menggiling sampai raw
mix menjadi lebih halus.
2. Banyak material yang kembali ke top cyclone.
Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 12
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
2. Kualitas Bahan bakar
Jenis bahan bakar yang digunakan serta kualitasnya mempunyai pengaruh
terhadap specific heat consumption. Pengaruh dari kualitas bahan bakar yang
perlu diperhatikan yaitu:
 Jenis bahan bakar
Besarnya jumlah gas pembakaran dan komposisi kimia dari gas buang
mempunyai perbedaan ketika menggunakan bahan bakar batubara, minyak
(solar) atau gas. Perbedaan lainnya yaitu dari jumlah dari ash yang
dimasukkan kedalam clinker dari bahan bakar. Karena perbedaan tersebut,
maka specific heat consumption akan bervariasi ketika menggunakan bahan
bakar yang berbeda. Sehingga perlu dipertimbangkan untuk menentukan
jenis bahan bakar apa yang menguntungkan untuk spesifik dari proses di
pabrik.
 Nilai kalori dari bahan bakar
Nilai kalor bersih dari bahan bakar adalah jumlah penggunaan panas
yang dilepaskan selama proses pembakaran. Nilai kalor bersih ini diketahui
mempunyai pengaruh terhadap heat consumption pada sistem kiln.
Pengaruhnya nilai kalor bersih terhadap heat consumption yaitu semakin
rendah nilai kalor bersih maka semakin tinggi heat consumption di dalam
kiln. Sedangkan nilai kalor bersih untuk jenis bahan bakar minyak relatif
konstan, tetapi sedikit tergantung pada rasio hidrogen / karbon dan
kandungan sulfur dalam minyak. Oleh karena itu konsumsi panas dan
parameter lainnya tidak akan berubah signifikan untuk jenis bahan bakar
minyak yang lainnya.
Bahan bakar batubara memiliki perbedaan yang jauh lebih besar
dalam nilai kalori bersih dan heat consumption di kiln dapat bervariasi
tergantung pada jenis batubara dan kadar abu yang digunakan. Batubara
dengan nilai kalor rendah cenderung lebih murah secara kalori dibandingkan
batubara bermutu tinggi. Karena itu, bahan bakar ini banyak menarik minat
untuk pabrik semen dan dalam kenyataannya batubara dengan kelas rendah
banyak digunakan oleh pabrik semen. Namun, penggunaan dari batubara
kelas rendah tergantung pada heat consumption yang dihasilkan pada operasi
kiln.
 Jumlah uap air dalam batubara
Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 13
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Sebagian dari uap air dibiarkan tetap didalam batubara untuk
mencegah terjadinya pembakaran otomatis dari batubara, sementara terlalu
banyak uap air didalam batubara juga harus dihindari karena akan
mengurangi kemampuan transportasi batubara. Selain itu semakin tinggi
kandungan air dibatubara makan nilai kalor akan semakin turun.
Uap air yang terkandung dalam fine coal akan masuk didalam kiln dan
preheater sebagai uap aktif, yang akan meningkatkan volume gas buang dan
meningkatkan panas yang hilang bersama dengan gas yang keluar.
Tabel V.4 Pengaruh kualitas bahan bakar terhadap heat consumption
Kualitas bahan bakar Pengaruh terhadap heat consumption
Jenis bahan bakar :
Basis pembakaran menggunakan bahan bakar
minyak pada sistem kiln
Ketika dikonversi ke pembakaran dengan gas Menambah 12 kcal/kg clinker
Ketika dikonversi ke pembakaran dengan
batubara Menambah 12 kcal/kg clinker

Nilai kalori dari bahan bakar minyak :


Mengurangi 0.22 kcal/kg clinker
Setiap kenaikan NHV 100 kcal/kg minyak

Nilai kalori dari bahan bakar gas :


Mengurangi 0.09 kcal/kg clinker
Setiap kenaikan NHV 100 kcal/kg minyak

Nilai kalori dari bahan bakar batubara :


Mengurangi 0.25 kcal/kg clinker
Setiap kenaikan NHV 100 kcal/kg batubara
Jumlah kadar moisture dalam batubara :
Menambah 0.47 kcal/kg clinker
Setiap kenaikan 1%

3. Distribusi udara
Distribusi udara dalam sistem kiln memiliki pengaruh yang besar terhadap heat
consumption. Untuk jenis udara pada sistem kiln terdiri dari :
 Udara primer
Udara primer adalah udara yang dialirkan langsung melalui pipa ke gun
burner didalam kiln sebagai salah satu sumber oksigen untuk pembakaran.
Udara primer harus selalu diminimalkan karena akan merugikan kebutuhan

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 14


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
panas dikiln dikarenakan adanya subtitusi dari udara sekunder panas yang
berasal dari cooler. Pada sistem kiln dengan suspension preheater lebih
sensitif terhadap udara primer daripada calsiner pada kiln. Udara primer
adalah parameter yang seringkali difokuskan dan dioptimalkan karena
memiliki suatu pengaruh besar pada konsumsi panas. Kelemahan
menggunakan panas dari udara primer yaitu diperlukannya fan dengan
ukuran yang lebih besar.
 Temperatur udara primer
Temperatur udara primer ini mempengaruhi neraca panas dan temperatur gas
yang keluar kiln, sehingga temperature udara primer mempunyai pengaruh
terhadap specific heat consumption.
 Udara berlebih pada kiln
Ketentuan kadar udara berlebih di dalam kiln diperlukan untuk menjamin
pembakaran yang sempurna. Selain itu meningkatnya udara berlebih mampu
mengurangi temperatur flame. Udara berlebih dimanfaatkan untuk
mengoptimalkan kondisi zona pembakaran. Tingkat udara berlebih dalam
kiln hanya memiliki pengaruh sedikit terhadap specific heat consumption.
Tabel V.5 Pengaruh distribusi udara terhadap heat consumption
Distribusi udara Pengaruh terhadap heat consumption
Jumlah udara Primer :
Setiap kenaikan 1% dari udara Menambah 0.68 kcal/kg clinker
pembakaran stoikiometri
Temperatur udara primer :
Setiap kenaikan 10 oC temperatur Mengurangi 0.1 kcal/kg clinker
Udara berlebih :
Setiap kenaikan 1 % udara berlebih di Menambah 0.18 kcal/kg clinker
kiln
Setiap kenaikan 1 % udara berlebih di Menambah 0.22 kcal/kg clinker
calciner

4. Cooler loss dari pendingin clinker


Untuk kiln dengan pendingin jenis grate cooler, panas yang hilang terdiri
dari panas yang terdapat dalam udara berlebih di cooler. Dimana kehilangan

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 15


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
panas dari pendingin tersebut difungsikan sebagai udara sekunder dan tersier
untuk proses pembakaran. Besarnya kehilangan panas untuk pendingin jenis
grate cooler standarnya 80 – 120 kcal/kg clinker. Cooler loss penting untuk
dipertimbangkan dalam upaya mengoptimalkan Specific heat consumption.

Tabel V.6 Pengaruh Cooler loss terhadap heat consumption


Cooler loss Pengaruh terhadap heat
consumption
Setiap kenaikan 1 kcal/kg clinker
Menambah 1.2 kcal/kg clinker
cooler loss

1.3. Metodologi

1.3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kerja Praktek ini dilaksanakan pada tanggal 1 Juli 2014 sampai dengan 25
Juli 2014 di Pabrik Semen PT. Semen Tonasa unit IV Kabupaten Pangkep,
Sulawesi Selatan, pada Biro Perencanaan Operasi dan Evaluasi Proses.

1.3.2. Teknik Pengumpulan Data


Metode yang digunakan dalam pengambilan data adalah sebagai berikut :
1. Pengamatan Langsung dan Studi Dokumentasi
Pengamatan langsung yang dilakukan adalah dengan observasi di sekitar
pabrik serta wawancara. Observasi dilakukan di semua unit Tonasa IV, Lab.
Kimia, Lab. QC (Quality Control), Lab. Fisika Tonasa II/III, Lab. Mix Tonasa
IV, Gudang Bahan Baku dan ruang pengendalian (CCR) Tonasa IV. Sedangkan
wawancara dilakukan dengan berhubungan langsung kepada Staff Biro
Perencanaan dan Evaluasi Proses, Operator lapangan yang berkaitan dengan
topik permasalahan serta Kepala Seksi dan Bepala Biro Operasi B-2 Tonasa IV.
Adapun data – data yang di ambil adalah :
a. Data analisa komposisi kiln feed, Batu bara (Analisis Proksimat dan
Ultimate), dan clinker
b. Jumlah total produksi clinker,
c. Jumlah batu bara yang digunakan pada kiln dan calsiner,
d. Jumlah sekam yang digunakan pada calsiner,

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 16


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
e. Temperatur, tekanan dinamis & statis, komposisi udara dan kecepatan udara
(m/s) top preheater,
f. Temperatur, tekanan, kecepatan udara (m/s) tertiary air duct,
g. Temperatur, tekanan, kecepatan udara (m/s) quartener air duct,
h. Temperatur, tekanan, kecepatan udara (m/s) pfister 1,2 & 3 Coal mill,
i. Temperatur, tekanan, kecepatan udara (m/s) all cooler fan,
j. Panas Radiasi dan Konveksi pada permukaan preheater, kiln dan cooler
Tonasa IV.
k. Temperatur clinker, excess air, clinker factor.
2. Studi pustaka
Data – data yang di ambil bersumber dari bacaan – bacaan dan literatur
berbagai bidang disiplin ilmu sesuai dengan topik permasalahan seperti :
a. Data formula modulus dan faktor,
b. Data desain dari kiln Tonasa IV
c. Komposisi Sekam yang digunakan pada Tonasa IV.

1.3.3. Metode Analisa Data


Data – data pengamatan yang berupa data operasional pabrik yang di ambil
selama penyelesaian tugas khusus ini ditampilkan dalam bentuk tabel yang bisa
dilihat pada bagian lampiran.
Untuk melakukan perhitungan, data – data pengamatan operasional pabrik
selama satu hari pada tanggal 15 Juli 2014 diambil nilai rata – ratanya dan
dijadikan sebagai acuan. Setelah mendapatkan nilai rata – rata, nilai ini yang
selanjutnya dipakai untuk menentukan berbagai macam perhitungan seperti data
analisa kiln feed, batu bara, dan clinker, data temperature top cyclone dan tekanan
preheater, dan data jumlah produksi clinker dan jumlah batu bara yang digunakan.
Dalam hal melakukan perhitungan, juga dilakukan beberapa asumsi –
asumsi sehingga dimungkinkan untuk menyelesaikan perhitungan.
Asumsi yang digunakan antara lain :
1. Bukaan excess air 67,47 % dan suhu keluaran excess air 240 0C
2. Tanggal dimana pabrik tidak beroperasi maka tanggal tersebut tidak disertakan
dalam perataan hitungan.
3. Perhitungan data diambil berdasarkan pabrik yang beroperasi selama 24 jam.
Pengolahan data dan grafik menggunakan aplikasi Microsoft Excel

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 17


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
1.4. Hasil dan Pembahasan
Data yang diperoleh melalui pengamatan secara langsung, serta wawancara
kepada Staff Biro Perencanaan dan Evaluasi Proses, Operator lapangan yang
berkaitan dengan topik permasalahan serta Kepala Seksi dan Kepala Biro Operasi
Tonasa IV kemudian dilakukan perhitungan dan evaluasi terhadap parameter yang
berpengaruh dalam specific heat consumption di kiln,cooler.

Energy Balance Kiln


JENIS 1000 kcal/t-ck %
(1) Kalor pembakaran bahan bakar Qa 850,67 97,42
(2) Kalor sensibel bahan bakar Qb 3,67 0,42
(3) Kalor pembakaran material Qc 0,00 0,00
(4) Kalor sensibel material Qd
(a) Kalor sensibel material kering 17,50 2,00
INPUT Q1
(b) Kalor sensibel kandungan air di dalam material 0,16 0,02
(c) Kalor sensibel udara untuk transport material 0,00 0,00
(5) Kalor sensibel udara primer Qe 0,26 0,03
(6) Kalor sensibel udara pendingin di cooler Qf 0,90 0,10
Total 873,161 100,000
(7) Kalor untuk proses pembentukan klinker Qg 453,69 51,96
(8) Kalor sensibel klinker masuk cooler Qh 305,33
(9) Kalor sensibel terbawa oleh clinker Qi 29,95 3,43
(10) Kalor sensibel terbawa oleh udara exhaust dari
cooler Qj 98,78 11,31
(11) Kalor penguapan kandungan air di dalam material Qk 4,73 0,54
(12) Kalor sensibel yang terbawa oleh exhaust gas dari
OUTPUT Q2 preheater atau kiln Ql 197,18 22,58
(a) Kalor sensibel uap yang terkandung di dalam material 0,00
(b) Kalor sensibel karbon dioksida yang berasal dari
material (rawmix) 0,00
(c) Kalor sensibel dari gas hasil pembakaran bahan bakar 0,00
(13) Kalor sensibel yang terbawa oleh debu Qm 0,00 0,00
(14) Kalor hilang karena radiasi dan semacamnya Qn 88,83 10,17
Total 873,161 100,000
Efisiensi pembakaran fAp 51,26 %
(15) Kalor yang berasal dari udara primer Qo 0,26
Kalor yang (16) Kalor yang berasal dari udara sekunder dan udara ekstraksi
bersikulasi Q3 dari cooler untuk proses pembakaran di kalsiner Qp 171,21
(17) Kalor udara pendingin cooler hasil sirkulasi Qq 0

Tabel 1. Perhitungan Neraca Panas di Kiln

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 18


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Energy Balance Cooler
ITEM 1000 kcal/t-ck %
(1) Kalor sensibel dari klinker memasuki cooler Qh 305,33 99,71
INPUT Q4 (2) Kalor sensibel udara pendingin Qf 0,90 0,29
Total 306,23 100,00
(3) Kalor sensibel udara sekunder menuju kiln dan ekstraksi udara
dari cooler untuk proses kalsinasi Qp
(a) Kalor sensibel udara sekunder menuju kiln Qpk 129,53 42,30
(b) Kalor sensibel ekstraksi udara dari cooler untuk proses
pembakaran bahan bakar di kalsiner Qpc 41,68 13,61
OUTPUT Q5 (4) Kalor sensibel yang terbawa oleh klinker Qi 29,95 9,78
(5) Kalor sensibel terbawa dari exhaust cooler Qj 73,16 23,89
(6) Kalor sensibel terbawa dari ekstraksi udara cooler selain yang
digunakan untuk proses kalsinasi Qw 25,62 8,37
(7) Rugi-rugi kalor akibat radiasi Qx 6,29 2,05
Total 306,23 100
Efisiensi yang terkandung dalam udara sekunder fAc 55,91 %
Kalor (8) Kalor yang terkandung dalam udara pendingin cooler hasil
bersikulasi Q6 sirkulasi Qq 0

Tabel 2. Perhitungan Neraca Panas di Cooler

Mass Balance Total


JENIS kg/kg-ck %
bahan bakar masuk (batu bara + sekam) 0,204 4,04
kiln feed 1,616 31,94
udara primer untuk pembakaran 0,003 0,06
input udara dari blower transport batu bara 0,028 0,54
udara luar dari cooler fan 2,725 53,87
false air 0,483 9,54
Total 5,057 100,000
klinker keluar cooler 1,000 19,77
exit gas preheater 2,325 45,98
output udara kuartener keluar cooler 0,319 6,30
udara excess keluar cooler 1,413 27,95
Total 5,057 100,000
Tabel 3. Perhitungan Neraca Massa Total

Dari data diatas dapat diketahui bahwa Heat consumption pada Pabrik Tonasa IV
untuk per kg clinker adalah sebesar 873 kcal. Kebutuhan panas yang paling besar di supply
dari bahan bakar batu bara yaitu sebesar 850,7 kcal/kg clinker, sehingga ada beberapa
aspek yang berpengaruh terhadap Heat consumption.

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 19


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
1. Faktor umum yang berpengaruh terhadap heat consumption

a. Kandungan air (H2O) dalam Batubara


Semakin tinggi kandungan air dalam batu bara maka akan semakin banyak pula
energi yang dibutuhkan membakar batubara sehingga jumlah bahan bakar bertambah untuk
mendapatkan suhu operasi yang diinginkan. Penambahan bahan bakar berdampak pada
kebutuhan oksigen yang digunakan yang berarti volume udara pembakaran yang masuk
kedalam kiln atau calsiner harus lebih banyak dengan cara menaikkan rate udara masuk
Grate cooler, karena setiap kenaikan 1% kadar air dalam batu bara akan menaikkan Heat
consumption sebesar 0,47 kcal/kg-clinker. Hal ini perlu dicegah karena dapat menambah
kebutuhan energi dalam proses produksi dan juga semakin tingginya kandungan air dalam
batu bara akan menurunkan nilai kalor dari batu bara. Kadar air fine coal pada saat
pengukuran sekitar 19 %.
b. False air
Udara luar yang masuk dari di preheater, kiln atau calsiner berpengaruh terhadap
Heat consumption. Berdasarkan hasil perhitungan dapat dilihat bahwa false air total di
sistem kiln – cooler yang masuk kedalam sistem 0,483 kg/kg-clinker. False air ini akan
menyebabkan udara menyerap panas dari sistem sehingga kebutuhan panas yang disupply
harus lebih banyak lagi karena panasnya diambil oleh udara luar. Berdasarkan literatur,
setiap kenaikan udara berlebih pada kiln akan menaikkan Heat consumption sebesar 0,18
kcal/kg-clinker sedangkan pada calsiner sebesar 0,22 kcal/kg-clinker.
c. Panas Radiasi dan Konveksi
Semakin besar panas yang terbuang maka panas yang berada dalam sistem akan
berkurang dapat dilihat pada data diatas Heat loss sebesar 88,83 kcal/kg-clinker, hal ini
paling besar terjadi pada preheater, sehingga panas yang seharusnya digunakan untuk
pengeringan dan pemanasan awal Kiln feed akan berkurang sehingga dampaknya
meningkatkan Heat consumption pada sistem. Hilangnya panas karena / konveksi bisa jadi
disebabkan oleh kurangnya insulasi pada dinding ( batu / casting / insulasi lain).
d. Suhu keluar clinker dari cooler
Suhu Clinker yang keluar dari cooler berpengaruh pada Heat consumption, karena
semakin tinggi suhu clinker keluar dengan panas yang dibawa clinker masuk 305,33
kcal/kg-clinker dan panas keluar dari cooler 29,95 kcal/kg-clinker maka suhu udara
sekunder yang masuk kedalam kiln dan udara tersier yang ke calsiner akan semakin

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 20


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
rendah, sehingga meningkatkan pemakaian panas agar udara sekunder dan tersier semakin
tinggi suhunya dan juga panas yang terbuang semakin besar.
e. ID fan preheater
Apabila volume udara / flow udara yang ditarik oleh ID fan preheater semakin
besar maka panas yang hilang akan semakin besar dapat dilihat dari data diatas sebesar
2,316 kg/kg-clinker hal ini dapat dilihat pada tingginya temperatur pada top preheater
sehingga panas yang dibutuhkan untuk menggantikan panas yang dibuang oleh ID fan
semakin besar dan dampaknya Heat consumption semakin tinggi.
f. Primary air
Udara primer yang digunakan harus sangat minimal, karena dengan semakin
besarnya volume udara primer yang masuk kedalam kiln untuk pembakaran batu bara akan
meningkatkan Heat consumption, dari data diatas didapatkan udara primer 0,003 kg/kg-
clinker sehingga panas yang seharusnya digunakan untuk proses didalam kiln akan diserap
oleh udara primer itu sendiri karena udara primer yang masuk berlebih.
g. Komposisi Kiln feed
Komposisi kiln feed juga berpengaruh dalam hal panas reaksi yang digunakan
untuk membentuk suatu material clinker dari data diatas panas yang dibutuhkan untuk
membentuk mineral clinker adalah sebesar 453,69 kcal/kg-clinker, apabila kandungan CaO
meningkat maka panas yang dibutuhkan (Heat consumption) akan meningkat bila
komposisi dari kiln feed mengandung CaO yang tinggi karena sebagian besar dari material
clinker adalah CaO dimana material clinker terdiri dari C2S, C3S, C3A, C4AF.

2. Analisa abnormalitas umum yang terjadi pada hasil pengukuran Tonasa IV


Rentang nilai Heat Consumption untuk industri semen antara 780 – 840 kcal/kg-
clinker. Pada hasil pengukuran didapat nilai 873 kcal/kg-clinker yang cukup tinggi.
Tingginya Heat Consumption ini menjadi indikasi awal adanya beberapa masalah pada
sistem unit operasi untuk produksi klinker. Pada unit Tonasa IV, temperatur exit gas
preheater untuk string 1 dan 2 adalah 412,8 oC. Rentang temperatur normal adalah 350-
360 oC untuk preheater dengan 4-stage.
( FLSmidth, Dry process kiln systems)
Temperatur yang lebih tinggi daripada yang seharusnya ini dapat terjadi karena beberapa
hal. Kondisi abnormalitas dari hasil pengukuran lainnya yaitu jumlah udara tersier pada
tertiary air duct (TAD) di bawah standar yang diinginkan sehingga udara sekunder yang
masuk ke kiln menjadi besar, lebih dari yang seharusnya.

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 21


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
3. Perbandingan hasil pengukuran antar pabrik semen
Berikut tabel perbandingan antara hasil pengukuran (diambil dari data lokakarya
manajemen energi Asosiasi Semen Indonesia Bidang Teknik Tahun 2002) untuk udara
ekses, udara tersier, udara sekunder, udara quartener, dan total udara dari fan cooler pada
berbagai macam pabrik semen dengan PT. Semen Tonasa Unit IV:

Perbandingan Pabrik
Udara Semen Cibinong Semen Padang Semen Padang Semen Semen Semen Tonasa
Narogong Indarung V Indarung III Baturaja Bosowa Tonasa IV 2014
Tertiary air 0,36 0,55 0,00 0,61 0,75 0,23
% 16,84 28,09 0,00 24,92 33,50 8,44
Secondary air 0,30 0,30 0,77 0,33 0,34 0,76
% 14,08 15,17 88,34 13,45 14,98 27,89
Quartenary air 0,09 0,02 0,05 0,35 0,04 0,32
% 4,29 1,11 6,16 14,23 1,60 11,67
Excess 1,38 1,09 0,05 0,85 1,12 1,41
% 64,79 55,63 5,50 34,80 49,92 51,85
Total air from
cooler fan 2,13 1,96 0,87 2,43 2,24 2,73

Tabel 4. Perbandingan Hasil Pengukuran Pabik Semen dalam kg/kg-clinker.

Dengan perbandingan ini terlihat bahwa udara tersier Tonasa IV terukur hanya 0,23 kg/kg-
clinker atau hanya 8,44% dari total udara cooler digunakan sebagai udara tersier menuju ke
kalsiner dimana untuk pabrik lain berkisar antara 16,84% sampai 33,5% dari total udara
cooler. Untuk udara sekunder Tonasa IV terukur 0,76 kg/kg-clinker atau 27,89% dari total
udara cooler sedangkan untuk pabrik lain sekitar 13,45% sampai 14,98% dari total udara
cooler ( untuk Semen Padang pabrik Indarung III tidak menggunakan udara tersier untuk
pembakaran kalsiner ). Dari sini terlihat bahwa adanya indikasi awal udara untuk
pembakaran bahan bakar di kalsiner di bawah standar yang seharusnya.

4. Membandingkan perhitungan teoritis dengan hasil pengukuran dan indikasinya


Untuk memastikan apakah kebutuhan oksigen untuk pembakaran bahan bakar pada
kalsiner ( batu bara dan sekam ) tercukupi maka dilakukan perhitungan untuk udara
pembakaran minimal yang dibutuhkan. Jumlah bahan bakar terukur pada kalsiner untuk
batu bara 29.386,8 kg/jam dan untuk sekam 2.875 kg/jam. Dari hasil perhitungan dengan
dengan udara berlebih 10% dari udara stoikiometris didapatkan perbandingan perhitungan
teoritis dengan hasil pengukuran sebagai berikut:

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 22


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Udara
Perhitungan teoritis Pengukuran
pembakaran
Nm3/jam kg/jam kg/kg-ck Nm3/jam kg/jam kg/kg-ck
Tersier 193213,5 249825,0 0,76 58340,6 75434,4 0,231
Sekunder 154986,2 200397,1 0,613 192787,0 249273,6 0,762
Total 348199,6 450222,1 1,38 251127,5 324707,9 0,993
Tabel 5. Perbandingan Jumlah Udara Pembakaran Hasil Perhitungan dan Pengukuran

Perbandingan antara teoritis dan hasil pengukuran menunjukkan bahwa minimal kebutuhan
udara tersier untuk pembakaran di kalsiner sebanyak 0,76 kg/kg-ck. Setelah dibandingkan
dengan hasil pengukuran dapat terlihat bahwa supply udara tersier adalah 0,231 kg/kg-ck
jauh lebih kecil daripada jumlah udara yang dibutuhkan untuk terjadinya pembakaran
sempurna di kalsiner. Hal ini mengindikasikan bahwa karbon (C) pada bahan bakar batu
bara dan sekam tidak bereaksi sempurna dengan oksigen (O 2) membentuk CO2 dan adanya
CO yang terbentuk. Akibat dari tidak terbentuknya CO 2 adalah kehilangan panas yang
dihasilkan dari pembakaran bahan bakar menurut reaksi sebagai berikut:
1. Reaksi Pembakaran Sempurna
C + O2 = CO2 + 97600 cal
12g C + 32g O2 = 44g CO2 + 97600 cal
1 kg C + 2,666 kg O2 = 3,666 kg CO2 + 8100 kcal
2. Reaksi Pembakaran Tidak Sempurna
C + O2 = CO

12g C + 16g O2 = 28g CO


1 kg C + 1,33 kg O2 = 2,33 kg CO + 2400 kcal
( Dipl.-Ing. Walter H.Duda, Cement Data-Book )

Untuk reaksi pembakaran sempurna, setiap 1 kg karbon terbakar menghasilkan panas 8100
kcal. Sedangkan untuk reaksi pembakaran tidak sempurna hanya menghasilkan 2400 kcal
untuk setiap 1kg karbon terbakar sehingga panas hilang akibat pembakaran tidak sempurna
sebanyak 5700 kcal/kg-karbon. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab heat
consumption akan naik untuk menggantikan kehilangan panas akibat pembakaran tidak
sempurna. Untuk pembuktian lebih lanjut dapat dilakukan pengukuran dengan gas
analyzer pada outlet gas dari kalsiner menuju preheater. Apabila komposisi CO yang
terbaca rendah mengindikasikan bahwa bahan bakar terbakar dengan oksigen yang cukup.

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 23


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Kecukupan oksigen ini dapat mengindikasikan bahwa terjadinya kebocoran pada kalsiner
sehingga adanya false air sebagai udara pembakaran bahan bakar.

5. Hubungan indikasi pembakaran tidak sempurna dan persentase kalsinasi yang


tinggi pada kalsiner
Apabila bahan bakar pada kalsiner tidak menghasilkan panas yang optimal karena
pembakaran yang terjadi tidak sempurna maka seharusnya akan menurunkan kemampuan
kalsinasi di dalam kalsiner itu sendiri. Setelah dilakukan perhitungan berdasarkan data
pengukuran LOI, kalsinasi yang terjadi di dalam kalsiner masih sesuai dengan harapan
yaitu diatas 90%.

LOI STRING 1
Calc degree (%) 91,341
LOI STRING 2
Calc degree (%) 91,717
Calc.deg. Avrge. 91,529

Dari data pengukuran LOI raw meal pada siklon 5 dan 10 dan dengan LOI pada kiln feed
hasil kalsinasi didapatkan persentase kalsinasi yang terjadi sebesar 91,529 %. Panas untuk
proses kalsinasi yang tercukupi ini mengindikasikan bahwa panas disupply dari bahan
bakar yang ditambahkan atau dipaksakan berlebih akibat heat consumption yang
dibutuhkan naik untuk memenuhi panas yang hilang akibat adanya pembakaran tidak
sempurna karena oksigen dari udara tersier tidak tercukupi.

6. Faktor penyebab dan hubungan indikasi antara udara sekunder berlebih dan
kenaikan temperatur exit gas preheater
CO yang terbentuk di dalam kalsiner membutuhkan oksigen untuk membentuk
CO2. Akibat dari terlalu banyaknya udara sekunder yang masuk ke kiln maka banyak
oksigen berlebih yang tidak digunakan pada reaksi pembakaran bahan bakar pada kiln.
Oksigen berlebih dari udara sekunder ini akan bereaksi dengan CO yang berasal dari
pembakaran di kalsiner untuk membentuk CO2. Reaksi pembakaran lanjutan ini akan
terjadi di sepanjang siklon preheater. Hal ini dapat menyebabkan panas hasil reaksi
pembentukan CO2 dihasilkan di sepanjang siklon yang mengakibatkan naiknya temperatur
sepanjang siklon yang berujung pada naiknya temperatur dari exit gas preheater. Untuk
mengendalikan pembagian proporsi udara sekunder dan tersier seharusnya dapat diatur

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 24


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
dengan restrictor gate. Berdasarkan hasil pengukuran, ini mengindikasikan bahwa
restrictor gate tidak berfungsi.
7. Hubungan kenaikan temperatur exit gas preheater dengan unburnt coal
Berdasarkan dari Batubara yang dimasukkan ke dalam sistem rotary kiln dan
calsiner dapat diketahui bahwa berapa banyak batubara yang terbakar baik dalam rotary
kiln dan calsiner melalui pendekatan dari komposisi udara keluar dari top preheater,

Dan dari reaksi diatas didapatkan tabel sebagai berikut :

CO2 dari Preheater 192771,12 kg/h


CO2 dari Kalsinasi 164997,78 kg/h
CO2 dari Bahan Bakar 27773,34 kg/h

CO dari Preheater 919,72 kg/h


CO dari Bahan Bakar 919,72 kg/h

Carbon dari Bahan Bakar 35590,25 kg/h


Yg jadi CO2 27773,34 kg/h
Yg jadi CO 919,72 kg/h
Unburnt Coal 6897,18 kg/h

Dari hasil tabel diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 6,89718 ton/h tidak terbakar dalam
rotary kiln dan calsiner dalam bentuk serbuk atau free carbon sehingga material ini
terbawa oleh udara panas ke cyclone yang ada di preheater sehingga carbon ini terbakar
disepanjang bottom preheater sampai top preheater, hal ini yang menyebabkan suhu exit
gas top preheater naik karena pembakaran carbon yang terjadi pada cyclone preheater dan
panas yang dihasilkan dari hasil pembakaran ini menaikkan temperatur gas buang pada top
preheater.
Kadar air fine coal berpengaruh terhadap mudah / tidaknya batubara terbakar. Semakin
tinggi kadar fine coal maka semakin sulit batubara untuk terbakar.

8. Hubungan kenaikan temperatur exit gas preheater dengan inner tube siklon

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 25


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
o
Kenaikan temperatur pada exit gas preheater menjadi 412,8 C dari yang
seharusnya berkisar 352 oC dapat diakibatkan oleh kemungkinan penyebab lainnya yaitu
tidak adanya inner tube siklon 5 dan 10. Inner tube berperan dalam transfer panas dari gas
ke raw meal. Dengan adanya inner tube akan memperlama kontak antara gas dan raw meal
sehingga panas dapat terserap dengan baik oleh raw meal. Tidak adanya inner tube akan
mengakibatkan lama kontak tidak optimal, sedikit panas yang terserap oleh raw meal, dan
banyak panas yang terbawa oleh gas sehingga temperatur pada exit gas preheater menjadi
naik. Perlu adanya pengecekan kembali terhadap siklon 5 dan siklon 10 terhadap inner
tube dan perlu adanya penggantian apabila inner tube siklon telah terdegradasi.

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 26


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
PENUTUP

1 Kesimpulan
1. Heat consumption Tonasa IV terhitung berdasarkan data hasil pengukuran adalah 873
kcal/kg-clinker.
2. Faktor yang berpengaruh terhadap heat consumption Tonasa IV adalah sebagai
berikut:
 Kebutuhan udara tersier minimal untuk pembakaran sempurna adalah 249.825
kg/jam sedangkan dari pengukuran hanya 75.434 kg/jam
 Pembakaran di kalsiner tidak sempurna mengakibatkan hilangnya 5.700
kcal/kg-karbon sehingga heat consumption tinggi/penambahan bahan bakar di
kalsiner untuk menggantikan panas yang hilang, dimana kadar air batubara
yang masih tinggi ikut berperan terhadap mudah tidaknya batubara terbakar.
 Kalsinasi yang terjadi 91,5% mengindikasikan kalor yang dibutuhkan material
untuk terkalsinasi terpenuhi dari penambahan bahan bakar untuk menggantikan
kalor hilang akibat pembakaran tidak sempurna
 Oksigen dari udara sekunder berlebih akibat restrictor gate yang tidak
berfungsi, digunakan oleh CO untuk reaksi pembakaran lanjutan di sepanjang
siklon sehingga temperatur exit gas preheater naik
 Unburnt coal terhitung sebanyak 6.897 kg/jam sehingga heat consumption
meningkat untuk menggantikan panas yang hilang dari unburnt coal.
 Indikasi tidak adanya inner tube pada siklon 5 dan 10 menyebabkan transfer
panas gas dan material tidak optimal dan banyak panas terbuang melalui exit
gas preheater sehingga temperatur naik.

2 Saran
1. Pengukuran seharusnya dilakukan dengan probe yang lebih panjang agar dapat
mengukur keseluruhan daerah pada tiap-tiap duct dengan diameter yang besar. Agar
didapat data dengan distribusi yang merata dan hasil pengukuran yang lebih akurat

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 27


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
2. Memperbaiki restrictor gate agar dapat mengatur proporsi udara masuk kiln dan
kalsiner. Hal ini dapat mencegah adanya pembakaran tidak sempurna pada kalsiner
sehingga tidak adanya unburn coal dan panas yang dihasilkan optimal.
3. Melakukan pengukuran dengan gas analyzer untuk mengetahui kadar oksigen dan
CO pada outlet gas hasil pembakaran kiln dan kalsiner.
4. Penggantian siklon 5 dan siklon 10 dengan pertimbangan pentingnya inner tube
agar panas terserap oleh material dapat berjalan optimal dan tidak terlalu banyak panas
yang terbawa oleh exit gas preheater sehingga temperatur exit gas preheater tidak
terlalu tinggi.

Jurusan Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri 28


Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Anda mungkin juga menyukai