Anda di halaman 1dari 149

I

TESIS - TK185401

SINTESA MEMBRAN CELLULOSE ACETATE /


POLYBUTYLENE SUCCINATE (CA/PBS) DENGAN VARIASI
NON-PELARUT PADA COAGULANT BATH DAN
PENAMBAHAN ZAT ADDITIVE UNTUK PROSES
DESALINASI

RETNO DWI NYAMIATI


02211950010006

Dosen Pembimbing
Siti Nurkhamidah, S.T., M.S., Ph.D.
Prof. Dr. Ir. Ali Altway, M.Sc

Departemen Teknik Kimia


Fakultas Teknologi Industri dan Rekayasa Sistem
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
2021
TESIS - TK185401

SINTESA MEMBRAN CELLULOSE ACETATE /


POLYBUTYLENE SUCCINATE (CA/PBS) DENGAN VARIASI
NON-PELARUT PADA COAGULANT BATH DAN
PENAMBAHAN ZAT ADDITIVE UNTUK PROSES
DESALINASI

RETNO DWI NYAMIATI


02211950010006

Dosen Pembimbing
Siti Nurkhamidah, S.T., M.S., Ph.D.
Prof. Dr. Ir. Ali Altway, M.Sc

Departemen Teknik Kimia


Fakultas Teknologi Industri dan Rekayasa Sistem
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
2021
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
Tesis disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Magister Teknik (M.T.)


Di

Institut Teknologi Sepuluh Nopember


Oleh:

RETNO DWI NYAMIATI


NRP: 02211950010006
Tanggal Ujian: 16 Februari 2021
Periode Wisuda: April 2021
Disetujui Oleh:

Pembimbing:
1. Siti Nurkhamidah, S.T., M.S., Ph.D ………………
NIP: 1984 0508 2009 12 2004

2. Prof. Dr. Ir. Ali Altway, M.Sc ………………


NIP: 1951 0804 1974 12 1001

Penguji
1. Dr. Yeni Rahmawati, S.T., M.T. ………………
NIP: 1976 1020 2005 01 2001

2. Juwari, S.T., M.Eng., Ph.D. ………………


NIP: 197306151999031003

3. Hikmatun Ni’mah, S.T., M.Sc. Ph.D ………………


NIP: 1984 1010 2009 12 2006

Kepala Departemen Teknik Kimia


Fakultas Teknologi Industri dan Rekayasa Sistem

Dr. Widiyastuti, S.T., M.T.


NIP: 197503062002122002
“SINTESA MEMBRAN CELLULOSE ACETATE / POLYBUTYLENE
SUCCINATE (CA/PBS) DENGAN VARIASI NON-PELARUT PADA
COAGULANT BATH DAN PENAMBAHAN ZAT ADDITIVE UNTUK
PROSES DESALINASI”

Nama : Retno Dwi Nyamiati (02211950010006)


Pembimbing : 1. Siti Nurkhamidah, S.T., M.S., Ph.D.
2. Prof. Dr. Ir. Ali Altway, M.S.c

ABSTRAK
Kebutuhan akan air bersih terus meningkat serta kelangkaan sumber air menjadi
faktor pendorong besar dalam perkembangan teknologi membran dengan proses
desalinasi. Reverse Osmosis merupakan teknologi proses pemisahan dengan
menggunakan membran semipermeabel dengan proses memaksa pelarut dari
daerah dengan konsentrasi zat terlarut yang tinggi menuju ke daerah dengan
konsentrasi yang rendah dan memberikan tekanan melebihi tekanan osmotiknya
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh variasi non-pelarut
pada coagulant bath water, methanol dan isopropanol dan pengaruh penngantian
pelarut DMSO serta penambahan PEG, Dekstran, dan Al 2O3 terhadap karakteristik
dan kinerja Membran Cellulose Acetate (CA)/ Polybutylene Succinate (PBS).
Penelitian dilakukan secara bertahap yakni dengan sintesa membran CA/ PBS
dengan menggunakan pelarut DMF yang di variasi dengan non-pelarut pada
coagulant bath water, methanol dan isopropanol untuk mengetahui non-pelarut
terbaik yang menghasilkan membran dengan karakteristik dan kinerja terbaik.
Kemudian mengganti pelarut dengan DMSO dan Kemudian menyintesa membran
CA/PBS dengan non-pelarut terbaik dari tahap sebelumnya dengan penambahan
partikel PEG, Dekstran, dan Al2O3 untuk mengetahui campuran yang memiliki
kinerja dan karakteristik yang baik. Dari hasil yang didapatkan bahwa variasi pada
nonpelarut terbaik yaitu penggunaan isopropanol, dan penggunaan pelarut DMSO
terbukti dapat menaikkan kinerja dan karakteristik terbaik, serta variasi dengan
penambahan zat aditif terbaik yaitu penambahan zat additive Dekstran hingga 3%
yang dapat menaikkan nilai rijeksi garam sebesar 99,44 %, nilai FRR (Flux

iii
Recovery Ratio) sebesar 92% dan tingkat biodegradasi sebesar 44,88% dan tensile
strength sebesar 49,701 kPa, yang kedua yaitu dengan tambahan additif PEG yang
dapat menaikkan nilai rijeksi garam hingga 93,33%, nilai FRR sebesar 97.959 %
serta tingkat biodegradasi sebesar 44.13% dan tensile strength sebesar 68.366 kPa,
dan urutan ketiga yaitu membran dengan tambahan Al2O3 2.5 % yang dapat
menaikkan rijeksi garam sebesar 95,00 % , nilai FRR sebesar 87 % dan tingkat
biodegradasi sebesar 33.65% dan tensile strength sebesar 51.682 kPa.

Kata Kunci : Membran, Desalinasi, Cellulose Acetate, Polybutylene Succinate

iv
"SYNTHESIS OF CELLULOSE ACETATE/ POLYBUTYLENE
SUCCINATE (CA/ PBS) MEMBRANES WITH NON SOLVENT
VARIATIONS IN COAGULANT BATH AND THE ADDITION OF
ADDITIVE MATERIALS FOR DESALINATION PROCESS"

By : Retno Dwi Nyamiati (02211950010006)


Supervisor : 1. Siti Nurkhamidah, S.T., M.S., Ph.D.
2. Prof. Dr. Ir. Ali Altway, M.S.c

ABSTRACT
The need for clean water continues to increase and the scarcity of water sources is
a major driving factor in the development of membrane technology with the
desalination process. Reverse Osmosis is a separation process technology using a
semipermeable membrane by forcing the solvent from an area with a high
concentration of solute to an area with a low concentration and exerting a pressure
exceeding its osmotic pressure. The purpose of this research is to study the effect
of non-solvent variations on the coagulant bath. water, methanol, and isopropanol
and the effect of DMSO solvent replacement and addition of PEG, Dextran, and
Al2O3 on the characteristics and performance of Cellulose Acetate (CA)/
Polybutylene Succinate (PBS) membranes. The research was carried out in stages,
namely by synthesizing the CA/ PBS membrane using DMF solvent which was
varied with non-solvent in coagulant bath water, methanol and isopropanol to
determine the best non-solvent that produced the best performance and
characteristics of the membrane. Then replace the solvent with DMSO and then
synthesize the CA/ PBS membrane with the best non-solvent from the previous
stage with the addition of PEG, Dextran, and Al2O3 particles to determine which
mixtures have good performance and characteristics. From the results obtained that
the variations in the best non-solvent, namely the use of isopropanol, and the use of
DMSO solvent were proven to increase the best performance and characteristics,
and variations with the addition of the best additives, namely the addition of dextran
up to 3% which can increase rejection value of salt is 99.44%, FRR (Flux Recovery
Ratio) value is 92% and biodegradation rate is 44.88% and tensile strength is

v
49,701 kPa, with the addition of PEG additives which can increase the rejection
value of salt to 93.33%, FRR value is 97.959% and biodegradation rate is 44.13 %
and tensile strength is 68,366 kPa, and the membrane with the addition of Al2O3
2.5% which can increase salt rejection until 95.00%, FRR value is 87% and
biodegradation rate is 33.65% and tensile strength is 51,682 kPa.

Keywords: Membrane, Desalination, Cellulose Acetate, Polybutylene


Succinate

vi
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
laporan Akhir Thesis yang berjudul:

“SINTESA MEMBRAN CELLULOSE ACETATE / POLYBUTYLENE


SUCCINATE (CA/PBS) DENGAN VARIASI NON-PELARUT PADA
COAGULANT BATH DAN PENAMBAHAN ZAT ADDITIVE UNTUK
PROSES DESALINASI”
Laporan akhir Thesis ini disusun untuk melengkapi persyaratan penelitian
dalam memperoleh gelar Magister Teknik (MT) pada bidang Studi S2 Teknik
Kimia di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Pada kesempatan ini
dengan kerendahan hati saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Kedua orang tua dan keluarga kami yang telah memberikan segalanya yang tak
mungkin tercantumkan dalam tulisan ini.
2. Ibu Siti Nurkhamidah, S.T., M.S., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing 1 dan Bapak
Prof. Dr. Ir. Ali Altway, M. selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah
membimbing dan mendukung kami sepenuhnya.
3. Bapak Dr. Ir. Susianto, DEA selaku Kepala Laboratorium Perpindahan Panas
dan Massa, Ibu Dr. Yeni Rahmawati, ST, MT, bapak Prof. Dr. Ir. Ali Altway,
M.Sc dan bapak Fadlilatul Taufany, ST., Ph.D selaku Dosen Laboratorium
Perpindahan Panas dan Massa.
4. Ibu Dr. Eng Widiyastuti, ST., MT, selaku Ketua Departemen Teknik Kimia
FTI - ITS
5. Seluruh Dosen dan Staff Departemen Teknik Kimia FTI - ITS.
6. Rekan-rekan mahasiswa S2 Teknik Kimia ITS 2019 yang senantiasa
memberikan dukungan dalam pengerjaan laporan Thesis ini.

vii
Saya menyadari bahwa laporan akhir thesis ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kami menerima saran dan kritik untuk perbaikan kedepan. Saya
berharap penelitian yang saya lakukan memiliki kebermanfaatan untuk kampus
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Surabaya, 1 Januari 2021

Penyusun

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN TESIS ......................................................................... ii


ABSTRAK ............................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi
DAFTAR NOTASI ............................................................................................. xvii
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah .........................................................................................5
1.3. Tujuan Penelitian ...........................................................................................6
1.4. Batasan Penelitian .........................................................................................6
1.5 Manfaat Penelitian ..........................................................................................6
BAB 2 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................7
2.1 Membran.........................................................................................................7
2.1.1. Mikrofiltrasi ..........................................................................................8
2.1.2. Ultrafiltrasi ............................................................................................8
2.1.3 Nanofiltrasi ............................................................................................8
2.1.4. Reverse Osmosis ....................................................................................9
2.2 Teknik pembuatan membran ..........................................................................9
2.3 Inversi fasa (Phase inversion) ......................................................................11
2.4 Cellulose Acetate (CA) .................................................................................12
2.5 Poly(1,4-butylene succinate) (PBS) .............................................................13
2.6 Polyethylen Glycol (PEG) ............................................................................13
2.7 Al2O3.............................................................................................................14
2.8 Dextran (DEX) .............................................................................................14
2.9 Dimethyl Sulfoxide (DMSO) ........................................................................15
2.10 N-Dimethyl formamide (DMF) ...................................................................15
2.11 Isopropanol.................................................................................................15
2.12 Methanol .....................................................................................................16

ix
2.13 Pemisahan Fase berdasarkan Diagram Cloud Point .................................. 17
2.14 Analisa kelarutan menurut Hansen Solubility ........................................... 18
2.15 Penelitian Terdahulu .................................................................................. 19
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 23
3.1 Garis Besar Penelitian................................................................................ 23
3.2 Bahan dan Alat Penelitian.......................................................................... 25
3.2.1 Bahan yang digunakan .......................................................................... 25
3.2.2 Alat yang digunakan .............................................................................. 25
3.3 Kondisi Penelitian ....................................................................................... 26
3.3.1 Kondisi yang di tetapkan ....................................................................... 26
3.3.2 Kondisi Bebas........................................................................................ 26
3.3.3 Kondisi Respon ..................................................................................... 26
3.4 Prosedur Penelitian .................................................................................... 27
3.4.1 Pembuatan Membran dengan variasi non-pelarut di coagulant bath ... 27
3.4.2 Pembuatan membran dengan non-pelarut terbaik yang ditambahkan
PEG, Al2O3, Dekstran ........................................................................... 30
3.5 Pengujian Membran ...................................................................................... 31
3.5.1 Karakteristik Membran .......................................................................... 31
3.5.2 Kinerja Membran................................................................................... 37
3.6 Jadwal Penelitian ......................................................................................... 41
BAB 4 HASIL PENELITIAN ............................................................................... 43
4.1 Sintesa Membran CA-PBS/DMF dengan Variasi Nonpelarut pada Proses
Perendaman (Coagulant Bath)................................................................... 44
4.1.1 Prediksi Penentuan Nonpelarut yang Digunakan pada Proses Pemadatan
Membran .................................................................................................... 44
4.1.2 Analisa Hansen Solubility Parameter ....................................................... 46
4.1.3 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) Membran CA PBS/DMF/
Variasi Nonpelarut ..................................................................................... 48
4.1.4 Analisa Fourier Transformed Infrared Spectroscopy (FTIR) Membran CA
PBS/DMF/Nonpelarut ............................................................................... 51
4.1.4 Analisa Water Content pada Membran CA-PBS/DMF dengan Variasi
Nonpelarut dan Waktu Perendaman .......................................................... 52
4.1.5 Analisa Uji Kinerja Membran CA-PBS/DMF dengan Variasi Nonpelarut
dan Waktu Perendaman ............................................................................. 53

x
4.1.6 Analisa Mechanical Strength pada Membran CA-PBS/DMF/Modifikasi
Nonpelarut dan Waktu Perendaman ...........................................................55
4.1.7 Analisa Biodegradable pada Membran CA-PBS/DMF/Modifikasi
Nonpelarut dan Waktu Perendaman ...........................................................56
4.1.8 Pemilihan Membran Terbaik untuk Variasi Nonpelarut pada Coagulant
Bath ............................................................................................................57
4.2 Penggantian Pelarut DMF pada Membran CA-PBS dengan Pelarut yang
Lebih Ramah Lingkungan untuk Menaikkan Kinerja dan Karakteristik
Membran ....................................................................................................58
4.2.1 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) Membran CA
PBS/Solvent-Isopropanol ...........................................................................60
4.2.2 Fourier Transformed Infrared Spectroscopy (FTIR) Membran CA
PBS/Solvent-Isopropanol ...........................................................................62
4.2.3 Analisa Water Content Membran dengan Penggantian Pelarut yang Lebih
Ramah Lingkungan ....................................................................................63
4.2.4 Analisa Uji Kinerja Membran untuk FLuks Permeate dan (%) Rijeksi
Garam pada Membran Pelarut yang Lebih Ramah Lingkungan ................64
4.2.5 Analisa Permeabilitas pada Membran Penggantian Pelarut Ramah
Lingkungan.................................................................................................65
4.2.6 Analisa Mechanical Strength pada Membran CA-
PBS/Solvent/Isopropanol ...........................................................................66
4.2.7 Uji Biodegradable pada Membran CA-PBS/Solvent/Isopropanol............66
4.3 Sintesa Membran CA-PBS dengan Pelarut DMSO dan Nonpelarut Terbaik
dengan Tambahan Partikel .........................................................................67
4.3.1 Sintesa Membran CA-PBS dengan Pelarut DMSO dan Nonpelarut
Terbaik dengan Tambahan Al2O3...............................................................67
4.3.1.1 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) Membran CA
PBS/DMSO/Isopropanol/Al2O3 .................................................................68
4.3.1.2 Fourier Transformed Infrared Spectroscopy (FTIR) Membran CA
PBS/DMSO/Al2O3 .....................................................................................70
4.3.1.3 Analisa Water Content Membran CA-PBS/DMSO/ Isopropanol dengan
Tambahan Al2O3 ........................................................................................71
4.3.1.4 Analisa Uji Kinerja Membran Fluks Permeate dan %Rijeksi Garam
Membran CA-PBS/DMSO/ Isopropanol dengan Tambahan Al2O3 ..........72
4.3.1.5 Analisa Uji Permeabilitas Membran CA-PBS/DMSO/ Isopropanol
dengan Tambahan Al2O3 ............................................................................73
4.3.1.6 Analisa Mechanical Strength pada Membran CA-
PBS/DMSO/Isopropanol/Al2O3 .................................................................74

xi
4.3.1.7 Analisa Biodegradasi pada Membran CA-
PBS/DMSO/Isopropanol/Al2O3 ................................................................. 74
4.3.2 Sintesa Membran CA-PBS dengan Pelarut DMSO dan Nonpelarut
Terbaik dengan Tambahan Polyethylene Glycol (PEG400)...................... 76
4.3.2.1Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) Membran CA
PBS/DMSO/Isopropanol/PEG400 ............................................................. 76
4.3.2.2 Fourier Transformed Infrared Spectroscopy (FTIR) Membran CA
PBS/Solvent-Isopropanol........................................................................... 78
4.3.2.3 Analisa Water Content Membran CA-PBS/DMSO/ Isopropanol dengan
Tambahan PEG 400 ................................................................................... 79
4.3.2.4 Analisa Uji Kinerja Membran Fluks Permeate dan % Rijeksi Garam
Membran CA-PBS/DMSO/ Isopropanol dengan Tambahan PEG ............ 80
4.3.2.5 Analisa Uji Permeabilitas Membran CA-PBS/DMSO/ Isopropnaol
dengan Tambahan PEG400 ....................................................................... 81
4.3.2.6 Analisa Mechanical Strength pada Membran CA-
PBS/DMSO/Isopropanol/ PEG400 ............................................................ 82
4.3.2.7 Analisa Biodegradable pada Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/
PEG400 ...................................................................................................... 83
4.3.3 Sintesa Membran CA-PBS dengan Pelarut DMSO dan Nonpelarut
Terbaik dengan Tambahan Dekstran ......................................................... 84
4.3.3.1 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) Membran CA
PBS/DMSO/Isopropanol/Dekstran ............................................................ 84
4.3.3.2 Fourier Transformed Infrared Spectroscopy (FTIR) Membran CA
PBS/DMSO-Isopropanol/ Dekstran........................................................... 86
4.3.3.3 Analisa Water Content Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol dengan
Tambahan Dekstran ................................................................................... 88
4.3.3.4 Analisa Uji Kinerja Membran Fluks Permeate dan % Rijeksi Garam
untuk Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol dengan Tambahan Dekstran
................................................................................................................... 89
4.3.3.5 Analisa Uji Permeabilitas Membran CA-PBS/DMOS/Isopropanol
dengan Tambahan Dekstan ........................................................................ 90
4.3.3.6 Analisa Mechanical Strength pada Membran CA-
PBS/DMSO/Isopropanol/Dekstran ............................................................ 90
4.3.3.7 Analisa Biodegradable pada Membran CA-
PBS/DMSO/Isopropanol/Dekstran ............................................................ 91
4.4 Analisa Uji Antifouling pada Membran CA-PBS ........................................ 93
4.5 Uji Kinerja Membran dengan 3 Cycle Secara Seri ...................................... 94

xii
4.6 Pemilihan Membran Terbaik dan Perbandingan dengan Referensi .............96
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................99
5.1 Kesimpulan ......................................................................................................99
5.2 Saran...............................................................................................................100
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... xix
APPENDIKS A ....................................................................................................xxv
APPENDIKS B ...................................................................................................... xl
RIWAYAT PENULIS ..................................................................................... xlviii

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Ukuran pori membran (Muralidhara., 2010) ....................................................... 8


Gambar 2. 2 Diagram ternary Polimer-pelarut dan nonpelarut (Ebrahimpour dkk., 2017) ... 16
Gambar 2. 3 Diagram Ternary Sistem dari Polimer, pelarut dan nonpelarut (Mulder, 1996) 18
Gambar 3. 1 Garis besar pembuatan Membran CA/PBS dengan Metode Kombinasi Pelarut
dan Penambahan nanopartikel 24
Gambar 3. 2 Diagram Alir Pembuatn Membran CA/PBS dengan Variasi pada non-pelarut 28
Gambar 3. 3 Diagram Alir Pembuatan Membran CA/PBS dengan Penggantian Pelarut
DMSO............................................................................................................... 29
Gambar 3. 4 Diagram Alir treatment partikel Al2O3 .............................................................. 30
Gambar 3. 5 Diagram Alir Pembuatn membran CA/PBS dengan kombinasi nonpelarut
terbaik dengan penambahan PEG, Al2O3, Dekstran......................................... 31
Gambar 3. 6 Skema alat uji desalinasi (Bai dkk., 2015) ........................................................ 37
Gambar 3. 7 Skema Proses 3 Cycle Uji Desalinasi Secara Seri ............................................. 38
Gambar 3. 8 Alat uji desalinasi (Sterlitech CF042A)............................................................ 38
Gambar 3. 8 Jadwal Penelitian ............................................................................................... 41
Gambar 4. 1 Diagram Ternary Sistem dari Polimer, pelarut dan nonpelarut (Gaikwad et al.,
2017) (Mulder., 1996) 44
Gambar 4. 2 Ternary Diagram Sistem CA-PBS/DMF/Nonpelarut pada suhu 25 0C .. 45
Gambar 4. 3 Morfologi membran CA-PBS/DMF dengan variasi nonpelarut air, methanol,
dan isopropanol ................................................................................................ 49
Gambar 4. 4 Distribusi Pori a) Pori Spongelike Variasi nonpelarut water ; b) Spongelike
variasi nonpelarut methanol ; c) Spongelike variasi nonpelarut Isopropanol .. 51
Gambar 4. 5 Hasil Analisa FTIR Membran CA PBS/DMF/Nonpelarut ............................... 52
Gambar 4. 6 Nilai Rijeksi Garam dan Fluks Permeat Membran CA-PBS/DMF dengan
Variasi Nonpelarut............................................................................................ 54
Gambar 4. 7 Permeabilitas Membran CA-PBS/DMF dengan variasi Nonpelarut ................. 55
Gambar 4. 8 Grafik Nilai a) Mechanical Strength b)Tegangan- Regangan Membran CA-
PBS/DMF/Nonpelarut ...................................................................................... 56
Gambar 4. 9 Penurunan tingkat biodegradasi Membran CA-PBS/DMF/Nonpelarut ............ 57
Gambar 4. 10 Diagram Ternary Sistem CA-PBS/Solvent/Isopropanol ................................. 59
Gambar 4. 11 Morfologi membran CA-PBS/Solvent/Isopropanol ........................................ 61
Gambar 4. 12 Distribusi Pori Membrane a) Spongelike CA-DMF/Isopropanol dan
b)Spongelike CA-DMSO/Isopropanol ..................................................................................... 62
Gambar 4. 13 Hasil Analisa FTIR membran CA-PBS/Solvent/Isopropanol ......................... 62
Gambar 4. 14 Hasil Uji Rijeksi Garam dan Fluks Permeate Membran CA-PBS degan
Penggantian Pelarut DMSO ........................................................................... 64
Gambar 4. 15 Hasil Uji Permeabilitas Membran CA-PBS degan Penggantian Pelarut DMSO
........................................................................................................................ 65
Gambar 4. 16 a) Nilai Mechanical Strength b) Tegangan- Regangan Membran CA-
PBS/Solvent/Isopropanol ............................................................................... 66
Gambar 4. 17 Nilai Biodegradasi Membran CA-PBS/Solvent/Isopropanol ......................... 67
Gambar 4. 18 Morfologi membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/Al2O3 ............................. 68

xiv
Gambar 4. 19 Distribusi Pori Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol a)Al2O3 0% ; b)
Al2O3 2%; c) Al2O3 2,5%; d) Al2O3 3% .......................................................... 70
Gambar 4. 20 Spektra FTIR Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/ Al2O3 ....................... 70
Gambar 4. 21 Hasil Uji Rijeksi Garam (%) dan Fluks Permeate Pada Membran CA-
PBS/DMSO/Isopropanol dengan Penambahan Partikel Al 2O3 ...................... 73
Gambar 4. 22 Hasil Uji Permeabilitas Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol dengan
Penembahan Partikel Al2O3 ............................................................................ 73
Gambar 4. 23 a) Hasil Mechanical Strength b) Regangan-Tegangan Membran CA-
PBS/DMSO/Isopropanol dengan Penembahan Partikel Al 2O3 ...................... 74
Gambar 4. 24 Hasil Uji Biodegradasi Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol dengan
Penembahan Partikel Al2O3 ............................................................................ 75
Gambar 4. 25 Morfologi Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/ PEG400 ........................ 77
Gambar 4. 26 Analisa SEM Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol a) PEG400 0%; b)
PEG400 2%; c) PEG400 7%; d) PEG400 8% ................................................ 78
Gambar 4. 27 Spektra FTIR Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/ PEG400 ................... 79
Gambar 4. 28 Hasil Uji Fluks Permeate dan % Rijeksi Garam Membran CA-
PBS/DMSO/Isopropanol dengan Penembahan Partikel PEG400 .................. 81
Gambar 4. 29 Hasil Uji Permeabilitas Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol dengan
Penembahan Partikel PEG .............................................................................. 82
Gambar 4. 30 a) Nilai Mechanical Strength b) Tegangan-regangan Membran CA-
PBS/DMSO/Isopropanol/PEG400.................................................................. 83
Gambar 4. 31 Nilai Uji Biodegradasi Strength Membran CA-
PBS/DMSO/Isopropanol/PEG400.................................................................. 84
Gambar 4. 32 Morfologi membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/DEX ............................... 85
Gambar 4. 33 Distribusi Pori CA-PBS/DMSO/Isopropanol a)Dekstran 0%; b) Dekstran
1,5%; c) Dekstran 3%; d) Dekstran 3,5% ....................................................... 86
Gambar 4. 34 Spektra FTIR Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/ Dekstran ................. 87
Gambar 4. 35 Hasil Uji Fluks Permeate dan % Rijeksi Garam Membran CA-
PBS/DMSO/Isopropanol dengan Penembahan Partikel Dekstran ................. 89
Gambar 4. 36 Hasil Uji Permeabilitas Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol dengan
Penembahan Partikel Dekstran ....................................................................... 90
Gambar 4. 37 a) Nilai Tensile Strength b) Tegangan-Regangan Membran CA-
PBS/DMSO/Isopropanol dengan Penembahan Partikel Dekstran ................. 91
Gambar 4. 38 Hasil Uji Biodegradasi Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol dengan
Penembahan Partikel Dekstran ....................................................................... 92
Gambar 4. 39 Hasil Uji Antifouling Membran CA-PBS ....................................................... 93
Gambar 4. 40 Hasil Uji Kinerja 1 Cycle Secara Seri Membran dengan penambahan additf
Variabel Terbaik ............................................................................................. 94
Gambar 4. 41 Hasil a) Rijeksi Garam b)Fluks Permeate 3 Cycle Secara Seri Membran
dengan penambahan additf Variabel Terbaik ................................................. 95
Gambar 4. 42 Perbandingan Morfologi Pori Membran a) Referensi b) Penelitian ini ........... 98

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Klasifikasi Membran (Kucera., 2015) ...................................................................... 9


Tabel 2. 2 Daftar penelitian Terdahulu ................................................................................... 19
Tabel 3. 1 Variasi Membran CA/PBS dengan variasi non-pelarut ......................................... 26
Tabel 3. 2 Konsentrasi Pelarut dan Polimer yang digunakan untuk titrasi Cloud Point ......... 41
Tabel 4. 1 Data Parameter Hansen Solubility untuk setiap komponen (Gaikwad dkk., 2017)
(Hansen, 2007) ........................................................................................................ 47
Tabel 4. 2 Hansen Solubility untuk setiap komponen ............................................................. 47
Tabel 4. 3 Data Ukuran Finger like, Pori di Sponge-like dan Top Surface, dan Tebal
Membran dengan Variasi Nonpelarut ................................................................... 50
Tabel 4. 4 Luasan Gugus -OH Membran CA PBS/DMF/Nonpelarut ..................................... 52
Tabel 4. 5 Nilai Water Content dari membran CA-PBA/DMF dengan variasi nonpelarut .... 53
Tabel 4. 6 Penentuan Variabel Terbaik pada Membran CA-PBS/DMF/ Nonpelarut ............. 58
Tabel 4. 7 Data Parameter Hansen Solubility untuk setiap komponen (Hansen, 2007) ......... 59
Tabel 4. 8 Parameter Hansen Solubility untuk setiap komponen............................................ 60
Tabel 4. 9 Data Ukuran Pori dan Tebal Membran CA-PBS/Solvent/Isopropanol .................. 61
Tabel 4. 10 Luasan Gugus OH Membran CA-PBS/Solvent/Isopropanol ............................... 63
Tabel 4. 11 Hasil Analisa Water Content dan Porositas Membran ......................................... 63
Tabel 4. 12 Ukuran Pori dan Tebal Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/Al2O3 .............. 69
Tabel 4. 13 Nilai Luasan Peak -OH Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/PEG400 ......... 71
Tabel 4. 14 Hasil Uji Water Content (%) dan Porositas Membran CA-
PBS/DMSO/Isopropanol/Al2O3 .......................................................................... 72
Tabel 4. 15 Data Ukuran Pori dan Ketebalan Membran CA-PBS/Solvent/Isopropanol ....... 77
Tabel 4. 16 Nilai Luasan Peak -OH Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/PEG400 ....... 79
Tabel 4. 17 Hasil Analisa Water Content dan Porositas Membran CA-PBS/DMSO/
Isopropanol/ PEG 400......................................................................................... 80
Tabel 4. 18 Ukuran Pori Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/Dekstran ......................... 85
Tabel 4. 19 Nilai Luasan Peak -OH Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/PEG400 ........ 87
Tabel 4. 20 Hasil Analisa Water Content (%) dan Porositas Membran CA-PBS/DMSO/
Isopropanol dengan Tambaha Dekstran ............................................................. 88
Tabel 4. 21 Hasil Flux Recovery Ratio Membran CA-PBS................................................... 93
Tabel 4. 22 Pembanding Nilai Penelitian dengan nilai di pasaran ......................................... 96
Tabel 4. 23 Pemilihan Membran terbaik dari setiap Modifikasi pada Membran CA-PBS .... 97

xvi
DAFTAR NOTASI

A = luas permukaan membran (m2)


BM = berat massa (gram/mol)
J = Fluks permeat (L/m2.h)
M = konsentrasi (mol/L, ppm)
m = massa (gram)
n = mol (kmol)
P = tekanan (kPa)
Pm = permeabilitas membran (L/m.h.kPa)
Pos = tekanan osmotik (kPa)
Q = debit (mL/sekon)
R = konstanta tetapan gas (L.atm/K.mol)
T = Suhu (Kelvin)
t = waktu (sekon)
V = volume (mL, L)
%R = rejeksi garam (%)
ΔP = Selisih tekanan operasi dan osmotik (kPa)
Δz = tebal membran (m)
δ = Hildebrand Solubility Parameter
δd = dispesion parameter
δh = hydrogen bond parameter
δp = polar parameter

xvii
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

xviii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan senyawa penting bagi semua bentuk kehidupan di bumi, dan
sekitar 71% air menutupi permukaan bumi. Dari keseluruhan jumlah air yang ada
di bumi, 97% merupakan air laut, 3 % sisanya merupakan sumber air yang layak
untuk di konsumsi (Redjeki., 2011). Menurut Sekretaris Jenderal PBB Antonio
Guterres, kebutuhan air bersih pada tahun 2050 akan meningkat lebih dari 40%, dan
setidaknya seperempat populasi dunia akan hidup di negara-negara dengan krisis
air bersih yang sangat kronis. Saat ini dunia sudah mengalami ancaman krisis air
bersih, dan menurut Guterres tiga perempat dari 193 negara anggota PBB berbagi
sumber air dengan negara tentangga. Krisis air bersih dapat mengakibatkan kualitas
air yang rusak Hal tersebut mendorong manusia untuk selalu menemukan dan
mengembangkan teknologi yang dapat mengatasi masalah diatas. Dalam keadaan
seperti ini, teknologi membran untuk pemisahan zat pengotor diprediksi menjadi
alternatif pengolahan air.
Faktor yang dapat menyebabkan air tidak layak untuk di konsumsi yaitu
adanya kandungan dari garam-garam yang sudah melebihi ambang batas. Salah satu
metode yang dikembangkan saat ini untuk menjadi solusi atas permasalahan krisis
air adalah pemisahan zat cair dengan pengotor seperti garam dengan metode
penyaringan membran. Proses desalinasi dalam perkembangannya, meliputi
pemurnian air seperti air limbah, air payau, hingga air laut. Teknik membran dengan
prinsip Reverse Osmosis saat ini merupakan teknik yang cepat berkembang
dibanding dengan desalinasi termal dengan proses evaporasi (Shannon dkk., 2008).
Reverse Osmosis merupakan teknologi proses pemisahan dengan menggunakan
membran semipermeabel dengan proses memaksa pelarut dari daerah dengan
konsentrasi zat terlarut yang tinggi menuju ke daerah dengan konsentrasi yang
rendah dan memberikan tekanan melebihi tekanan osmotiknya (Fritzmann,
Löwenberg, Wintgens, & Melin., 2007), Syarat dari membran yang baik digunakan
adalah ukuran pori yang kecil dan persebaran pori yang merata, semakin kecil pori
maka zet pengotor yang tertinggal akan semakin banyak. Penelitian membran yang
dikembangkan saat ini bertujuan untuk mengetahui kinerja membran seperti fluks,

1
rijeksi garam dan morfologi permukaan, serta hidrofilisitas. Semua parameter
tersebut dipengaruhi oleh jenis, komposisi bahan baku pembentuk membran dan
metode yang digunakan (Sanadi dkk., 2017).
Salah satu kekurangan dari membran desalinasi yang digunakan pada skala
industri adalah penyumbatan membran dari waktu ke waktu yang disebabkan oleh
pertumbuhan alga atau selaput-biologis bakteri (Redjeki, 2011), adanya fouling
dapat membuat fluks permeat dari membran menurun karena dapat menghambat
jalannya air bersih dan tingkat biodegradasi yang lambat sehingga diperlukan
penggantian dan pencucian membran pada jangka watu yang pendek yang dapat
meningkatkan biaya operasional dan pemeliharaan membran. hal ini perlunya
penambahan partikel yang berguna untuk membuat membran memiliki sifat
antifouling dan memiliki sifat biodegradable setelah penggunaan membran pada
jangka yang Panjang. Pelarut yang digunakan dalam setiap proses kimia dapat
memengaruhi dampak keselamatan, lingkungan, dan ekonomi secara keseluruhan.
Proses membran telah menarik minat yang meningkat sebagai alternatif
berkelanjutan untuk teknologi tradisional, ditandai dengan berkurangnya konsumsi
energi dan penggunaan bahan kimia. Namun demikian sebagian besar teknik
persiapan membran sering didasarkan pada penggunaan pelarut beracun, yang
mengurangi manfaat bagi lingkungan. Karena pengaruh sifat pelarut seperti
viskositas, konstanta dielektrik, polaritas, dan titik didih pada prasyarat yang sangat
diperlukan dari melarutkan polimer yang dipilih.
Pembuatan membran memiliki berbagai macam proses, pada proses
desalinasi ini digunakan metode phase inversion, yaitu suatu metode dimana
meniriskan campuran pelarut dan polimer diatas lempeng kaca dan merendamnya
kedalam zat non organik umumnya air. Bahan membran yang digunakan untuk
membran air minum adalah Cellulose Acetate karena polimer ini tidak beracun dan
tahan terhadap klorin (Kim dkk., 2016), tetapi polimer Cellulose Acetate memiliki
kekurangan yaitu degradasi polimer yang lambat (Ghaffarian & Mahmoud., 2012),
dan nilai fluks yang masih rendah serta mechanical strength yang masih rendah jika
di aplikasikan dalam membran (Aprilia dkk., 2018).
Untuk menaikkan kinerja membran Cellulose Acetate Pendi dkk (2015)
melakukan penelitian pembuatan membrane Cellulose Acetate yang divariasi

2
dengan penambahan PEG didapatkan hasil bahwa ditemukan komposisi terbaik
CA/PEG adalah 80/20 namun memiliki fluks dan rijeksi garam yang masih rendah
yaitu sebesar 0,56 L/m2.hr dan 36,88 %, PEG merupakan additif Polimer yang
memiliki kelebihan sebagai agent plastisizer yang mengakibatkan kekuatan tarik
membran meningkat dan disamping itu sebagai agent pembentuk pori yang
mengakibatkan penampang morfologi membran semakin berpori hal tersebut yang
mengakibatkan pori semakin besar, hal tersebut juga dapat dikarenakan PEG
adalah hidrofilic additive dengan sifat nonpelarut yang berarti memiliki afinitas
tinggi terhadap pelarut dan rendah terhadap polimer (CA) Dengan demikian,
keberadaan PEG meningkatkan ketidakstabilan termodinamika dari film yang
dibuat pada coagulant bath dan setelah itu meningkatkan laju demixing (Liquid-
Liquid Demixing) Efek langsung dari percepatan pengendapan adalah terbentuknya
membran berpori fingerlike (berongga) dengan ketebalan membran yang lebih
tipis.sehingga perlu dilakukan penambahan partikel untuk menaikan kinerja
membran.
Beberapa nanopartikel seperti TiO2 (Titanium Oxide), CNT (Carbon Nano
Tube), SiO2, dan GO (Graphene Oxide) telah ditambahkan sebagai aditif pada
membran CA/PEG pada penelitian (Nurkhamidah & Rahmawati, 2017) untuk
menaikkan kinerja dan karakteristik serta sifat biodegradasi dan menaikkan
antifouling membran tetapi hasil yang didapatkan masih kurang maksimal dimana
masih memiliki kekuatan mekanik yang rendah, kinerja membran yang meliputi
rijeksi garam tertinggi sebesar 48,30% dan fluks 111,82 L. m-2. hr-1 serta morfologi
membran yang belum merata dan masih banyak berbentuk finger-like dan tingkat
biodegradasi yang masih rendah yang nantinya masih menimbulkan masalah
lingkungan.
Nurkhamidah dkk., (2019) mencoba melakukan variasi membran Cellulose
Acetate yang di kombinasikan dengan Poly (butylene Succinate) PBS dimana PBS
ditambahhkan karena PBS dapat membantu proses solid-liquid demixing pada
proses pemadatan membran yang mengakibatkan proses secara thermodinamika
dapat menaikkan interaksi antara pelarut-nonpelarut yang mengakibatkan pori yang
terbentuk lebih kecil. Pada Penelitian tersebut dengan rasio (CA/PBS) 80/20 dengan
menggunakan pelarut N-Methylpyrrolidone (NMP) dan N-Dimethyl formamide

3
(DMF) didapatkan hasil bahwa membran CA-PBS/DMF dapat menaikkan
hidrofilisitas membran, menaikkan % rijeksi garam sebesar 76% serta menaikkan
kekuatan tarik membran, tetapi masih memiliki morfologi membran yang belum
maksimal dimana pori yang dihasilkan masih belum seragam yang mengakibatkan
kinerja membran belum maksimal.

Terdapat banyak jenis pelarut yang biasa digunakan untuk membuat


membran, pada proses pembuatan membran umumnya menggunakan pelarut
organik seperti Methylpyrrolidone (NMP), Tetrahydrofuran (THF), Acetone, dan
N-Dimethyl formamide (DMF) namun pelarut organik tersebut sebagian besar
memiliki tingkat toxic yang tinggi dan tidak ramah lingkungan (Figoli dkk., 2014),
Oleh karena itu diperlukan pelarut yang memiliki nilai toxic yang rendah dan lebih
ramah lingkungan. Nu dkk., (2019) melakukan pembuatan membran dengan pelarut
DMSO, dimana pelarut tersebut dipilih karena DMSO tidak hanya memiliki toksisitas
intrinsik yang relatif rendah, tetapi juga dapat terurai secara hayati, membentuk produk-
produk non-toksik dan DMSO merupakan pelarut yang lebih ramah untuk pembuatan
membran Cellulose Acetate (CA).
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ebrahimpour dkk., (2017)
dengan variasi non-pelarut methanol dan isopropanol telah dilakukan didapatkan
hasil bahwa membran dengan non-pelarut methanol memiliki hidrofilisitas,
permeabilitas dan fluks yang tinggi serta dengan non-pelarut isopropanol dapat
menaikkan nilai rijeksi hingga 98,9%. Tanaka dkk., (2010) melakukan penelitian
dengan menggunakan membran yang di variasi dengan nonpelarut methanol
dengan menggunakan pelarut klorofom didapatkan nilai rijeksi tertinggi yaitu 99 %
dengan konsentrasi polimer sebesar 12%.
Pengaruh penambahan dekstran hingga 3% berat pada membran yang dibuat
dari polimer polyethylenesulfone (PES) dapat meningkatkan % FRR (Fluks
Recovery Ratio) dari 86 % menjadi 96 % hal ini berarti bahwa dektran
meningkatkan sifat antifouling dari membran, hal ini dapat dikaitkan bahwa
membran yang memiliki hidrofilisitas tinggi memiliki kecenderungan nilai yang
rendah terhadap pengotor yang mengakibatkan %FRR lebih tinggi dan
mengakibatkan fluks air murni lebih efisien (Yu, Zhang, Sun, Liu, & Zhang., 2014).

4
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ali dkk., ( 2017) membran yang ditambahkan
dekstran dari 0 hingga 2 % berat dapat menaikkan % FRR dari 80% hingga 99 %.
Polyethylene Glycol (PEG) merupakan material aditif yang umum
digunakan dalam membuat membran Polyethylene Glycol (PEG) biasa digunakan
sebagai plasticizer agen pembentuk pori pada membran dan material tambahan
pada membran CA, penambahan PEG hingga 7% berat dapat menaikkan
hidrofilisitas membran dan serta kekuatan tarik membran hingga 2 Mpa (Taylor
dkk., 2015).
Aluminium oksida merupakan nanopartikel anorganik yang memiliki
kinerja pemisahan yang baik pada membran dan memiliki ketahanan thermal dan
kimia yang baik. Penamabahan Al2O3 hingga 1 %wt dapat menaikkan nilai
kekuatan tarik hingga 556 Mpa dan permeabilitas membran hingga 39 L/m 2.h. bar
(Ebrahimpour dkk., 2017).
Berdasarkan beberapa penelitian diatas, dapat diambil hipotesa bahwa
variasi nonpelarut pada coagulant bath dapat memperbaiki struktur morfologi
membran dan penggantian pelarut dengan pelarut DMSO dapat mengurangi polusi
lingkungan serta penambahan partikel Al2O3, PEG, dan dekstran dapat menaikkan
kinerja dan karakteristik dari membran serta menaikkan tingkat biodegradasi
membran terhadap lingkungan. Oleh karena itu pada penelitian ini diperlukan untuk
meneliti lebih lanjut pada membran CA-PBS dengan melakukan variasi pada
nonpelarut dan penambahan partikel Al2O3, PEG, dan dekstran guna menaikkan
kinerja dan karakteristik dari membran, memperbaiki struktur morfologi membran,
menaikkan sifat antifouling serta menaikkan tingkat biodegradasi membran.

1.2. Rumusan Masalah

Penelitian terdahulu dalam sintesa membran CA-PBS dengan pelarut DMF


dengan tujuan menaikkan performa dan karakteristik membran dimana membran
yang dihasil masih belum maksimal dan memiliki struktur pori yang memiliki
diameter besar. Oleh karena itu berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh
penambahan variasi pada nonpelarut, dan penggantian pelarut dengan pelarut

5
DMSO serta penambahan partikel Al2O3, PEG, dan dekstran terhadap morfologi,
tingka biodegradasi, sifat antifouling dan kinerja serta karakteristik dari membran

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :


1. Mengetahui Pengaruh variasi non-pelarut pada coagulant bath water,
methanol dan isopropanol pada Membran Cellulose Acetate
(CA)/Polybutylene Succinate (PBS) dan penggantian pelarut dengan
pelarut DMSO terhadap karakteristik dan kinerja membran.
2. Mengetahui Pengaruh variasi penambahan PEG, Dekstran, dan Al2O3
pada Membran variasi Cellulose Acetate (CA)/ Polybutylene Succinate
(PBS) dengan non-pelarut terbaik terhadap karakteristik dan kinerja
membran.
1.4. Batasan Penelitian

1. Berat molekul CA yang digunakan yaitu 30000 Da


2. Polybutylene Succinate (PBS) dengan massa jenis 1,26 g/cm3
3. Ukuran partikel Al2O3 < 50 nm
4. PEG yang digunakan yaitu 400 Dalton
5. Sintesa Membran ini menggunakan metode phase inversion.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan kontribusi pada pembuatan membran CA/PBS pada
proses desalinasi
2. Memberikan pengetahuan baru tentang pengaruh metode variasi non-
pelarut pada coagulant bath dan dan penggantian pelarut dengan pelarut
DMSO serta penambahan partikel PEG, Dekstran, dan Al2O3 terhadap
kinerja membran CA/PBS pada proses desalinasi

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Membran
Membran berasal dari bahasa latin “membrana” yang arti nya kulit kertas,
pada saat ini membran diperluas arti nya sebagai lembaran tipis yang fleksibel atau
film dimana membran berperan sebagai pemisah selektif antar dua fase karena
bersifat semipermeable. Pemisahan membran merupakan perpindahan komponen
atau materi secara selektif karena adanya gaya dorong atau penggerak seperti
perbedaan konsentrasi, tekanan, potensial listrik atau suhu. Pemisahan
menggunakan membran umum nya digunakan untuk memisahkan fasa cair-cair
dengan menggunakan driving force perbedaan konsentrasi dan tekanan (Mulder.,
1996).
Berdasarkan geometri pori membran dibedakan menjadi membran asimetrik dan
simetrik :
1. Membran simetrik; membran ini mengandung pori ketebalan 10 μm -
200 μm. Membran ini memiliki struktur pori homogen, dan persebaran
struktur pori membran yang seragam, jenis membran ini kurang efektif
karena memiliki kelemahan yaitu lebih mudah terjadi penyumbatan yang
akan mengakibatkan fouling (Mulder., 1996)
2. Membran asimetrik; membran ini terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan
pendukung pori dengan ketebalan 50 μm - 150 μm dan lapisan tipis dan
rapat di permukaan membran dan memiliki ketebalan 0,1 μm -0,5 μm,
lapisan ini sering disebut lapisan aktif. Membran asimetrik menghasilkan
selektivitas yang lebih tinggi disebabkan oleh rapatnya lapisan atas
membran dan memiliki kecepatan permeasi yang tinggi karena ketebalan
lapisan aktif membran yang tipis, performa membran asimetris lebih tinggi
dari membran simetris pada ketebalan yang sama, hal ini disebabkan karena
pada membran simetrik partikel yang melewati pori akan menyumbat pori
membran sehingga penyaringan membran menurun drastis
(Mulder., 1996).

7
Gambar 2. 1 Ukuran pori membran (Muralidhara., 2010)
Berdasarkan perbedaan ukuran pori, membran dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa jenis yaitu :
2.1.1. Mikrofiltrasi
Membran mikrofiltrasi dapat memisahkan partikel kecil seperti sel, bakteri
dan virus. Membran mikrofiltrasi umumnya berupa cartridge yang berukuran pori
0,1 – 10 μm. Bahan cartridge bisa berasal dari katun, selulosa, fiber glass,
polipropilen, akrilik, nilon, ester selulosa, dan polimer hidrokarbon. Lemak serta
partikel kecil seperti mikroorganisme akan tertahan di membran, sementara
senyawa, makromolekul (protein, karbohidrat, gula, garam, mineral, dan air) akan
lolos melewati membran (Mulder., 1996).
2.1.2. Ultrafiltrasi
Ultrafiltrasi merupakan proses membran yang mempunyai sifat diantara
makrofiltrasi dan nanofiltrasi. Ukuran membran ultrafiltrasi biasanya berkisar
antara 0,05 μm pada sisi makrofiltrasi hingga 1 nm pada sisi nanofiltrasi. Semua
garam terlarut dan molekul yang lebih kecil akan melewati pori membran,
sedangkan koloid, protein, kontaminan mikrobiologi, dan molekul organik yang
mempunyai ukuran lebih besar akan tertahan (Mulder., 1996).
2.1.3 Nanofiltrasi
Membran ini memiliki ukuran pori 0,001 μm dengan keterbatasan dalam
mengolah air baku menjadi air minum. Membran nanoflitrasi hanya dapat

memisahkan air dari padatan terlarut, bakteri, virus, ion multivalensi seperti Ca 2+

8
Mg2+ yang menyebabkan kesadahan atau molekul yang mempunyai berat molekul
dengan rentang 200-5000 dan tidak dapat memisahkan ion monovalensi seperti
Na+, K+. Hal ini berarti membran nanofiltrasi hanya dapat mengolah air baku yang
berupa air tawar (Asapu dkk., 2014).

2.1.4. Reverse Osmosis


Membran reverse osmosis akan memberikan tekanan balik dengan tekanan
osmotik lebih besar pada permukaan cairan yang lebih kental, sehingga cairan akan
menembus permukaan membran menjadi cairan yang lebih murni (Ahmad dkk.,
2016; Saljoughi & Mohammadi., 2009). Pengolahan menggunakan membran
reverse osmosis merupakan pengolahan proses fisika yang dilakukan dengan
memberikan dorongan atau tekanan, menahan semua ion, melepaskan air murni
serta membuang air kotor. Membran ini memiliki ukuran pori 0,0001 µm dan dapat
menghilangkan zat-zat organik, bakteri, pirogen, serta koloid yang tertahan oleh
struktur pori yang berfungsi sebagai penyaring (Tchobanoglous dkk., 2002).

Tabel 2. 1 Klasifikasi Membran (Kucera., 2015)

Process Pore Size Driving Force


Microfiltration 0,03 – 10 µm 1-2 bar
Ultrafiltration 0,001 – 0,05 µm 2-5 bar
Nanofiltration < 2 nm 5-15 bar
Reverse Osmosis ± 0,6 nm 15-100 bar

2.2 Teknik pembuatan membran


Teknik yang digunakan untuk membuat membran antara lain :
1. Sintering
Sintering merupakan teknik yang sederhana, bisa dilakukan pada zat
organik dan non organik. Bubuk dengan ukuran tertentu di kompresi dan
melalui proses sintering pada temperatur tinggi, selama sintering kontak
permukaan antara partikel hilang dan membentuk pori. Teknik ini dapat
menghasilkan membran berpori 0,1 μm - 10 μm (Mulder., 1996).

9
2. Streching
Streching adalah teknik ini dilakukan pada bahan membran semi kristalin
yang dieksrusi atau foil yang terbuat dari bahan polimer ditarik searah proses
ekstrusi kristal, sehingga molekul kristal nya akan terletak paralel. Jika stress
mekanik diaplikasikan maka akan terjadi pemutusan dan terbentuk struktur
pori berukuran 0,1 μm hingga 0,3 μm (Mulder., 1996).
3. Track-eching
Teknik ini merupakan metode dimana sinar berenergi tinggi ditembakan
tegak lurus dengan permukaan membran dan membentuk suatu
lintasan,ketika membran ditaruh pada wadah asam maka polimer akan
membentuk suatu goresan yang akan membentuk pori silinder yang sama
dan distribusi pori yang sempit (Mulder., 1996).
4. Template – leaching
Metode ini merupakan metode pembuatan membran berpori dengan cara
melepaskan salah satu komponen (leaching). Aplikasi dari metode ini
adalah pembuatan membran gelass (Mulder., 1996).
5. Papan dengan penguapan terkendali
Metode ini memanfaatkan perbedaan volatilitas dari pelarut dan
polimer perbedaan ini akan menggeser kesetimbangan ke arah polimer
selama penguapan membran yang terbentuk pada fasa ini adalah membran
berkulit (Singh., 2015).
6. Thermally Induced Phase-Separation (TIPS)
Proses ini disebabkan oleh perubahan temperatur. Umumnya metode
ini dibagi dalam 5 langkah dasar yaitu: polimer dengan titik didih tinggi
dicampur dengan pelarut yang memiliki masa relatif kecil lalu suhu dinaikan
untuk mendapatkan larutan homogen; larutan polimer panas dicetak pada
permukaan yang dingin; larutan yang telah dicetak didinginkan untuk proses
induced phase separation dan solidifikasi; pelarut yang masih terperangkap
dalam matriks polimer selama solidifikasi dipisahkan dengan ekstraksi
pelarut untuk membentuk struktur mikrophorous; proses lanjutan seperti
streching dapat dilakukan dapat dilakukan hingga mencapai sifat membran
yang diinginkan (Yanan dkk., 2007).

10
7. Metode Inversi Fasa
Metode ini adalah metode yang saat ini dipakai dalam penelitian, pada
metode ini larutan casting di rendam pada wadah yang berisi non pelarut
(coagulation bath), pada wadah ini terjadi pemisahan antara polimer dan
pelarut (Celik dkk., 2011).
8. Metode inversi fasa dengan kombinasi pelarut
Metode ini adalah metode pengubahan polimer dari fase cair ke fase
padat, dengan temperatur proses yang terkendali, proses perubahan fasa
diawali dengan transisi dari fasa cair ke fasa 2 cairan (liquid-liquid
demixing), cairan polimer dengan konsentrasi tinggi akan memadat dan
membentuk matrik lalu polimer dengan konsentrasi rendah akan terikut
dalam pelarut (Won dkk., 1998).

2.3 Inversi fasa (Phase inversion)


Pembuatan membran umum nya menggunakan inversi fasa dimana suatu
campuran polimer dan pelarut nya berubah dari fase liquid ke fase padat, fenomena
ini diawali dengan transisi dari fase 1 cairan menjadi 2 fase cair (liquid – liquid
demixing) ketika casting solution dimasukan pada wadah koagulasi, pada wadah ini
akan menghasilkan 2 zat yaitu polimer konsentrasi tinggi dan pelarut yang berisi
polimer berkonsentrasi rendah. Polimer yang berkonsentrasi tinggi akan
membentuk suatu padatan matriks (Mulder., 1996). Metode inversi fasa
mencangkup berbagai macam pengendapan yaitu :
1. Pengendapan dengan penguapan pelarut
Merupakan metode sederhana, dimana larutan polimer yang telah dicetak
dibiarkan menguap pada suasana inert untuk mengeluarkan uap air, sehingga
di dapat membran homogen yang tebal.
2. Pengendapan fase uap
Pada metode ini membran dibuat dengan meletakan cetakan film terdiri dari
cetakan polimer dan pelarut, pada suasana uap dimana uap dalam fase jenuh
non pelarut dan pelarut yang sama dengan yang ada pada cetakan film,
konsentrasi pelarut yang tinggi di fase uap mencegah pelarut tak menguap,
dari cetakan film. Karena, pada fase uap terdapat polimer dengan konsentrasi

11
tinggi, uap itu akan berdifusi ke permukaan kaca dan membentuk membran
berpori tanpa lapisan dalam.
Metode pembuatan membran Cellulose acetate dalam penelitian ini adalah
metode inversi fasa dan kombinasi pelarut. Syarat yang yang harus dipenuhi dalam
proses ini adalah polimer yang digunakan dapat larut pada pelarut yang akan
digunakan, agar dapat terjadi liquid-liquid demixing. Proses ini merupakan proses
awal dari pemadatan untuk membuat membran, dan akan terjadi pertukaran pelarut
dan non pelarut pada membran tersebut. Pertukaran pelarut ini memicu membran
untuk membentuk matriks padatan. Proses demixing dibedakan menjadi 2
mekanisme :
1. Instaneous demixing; pada proses ini terjadi pada saat campuran direndam
pada wadah koagulasi yang berisi non pelarut. Mekanisme ini terjadi ketika
kesetimbangan polimer – pelarut dan non pelarut pada kurva kesetimbangan
3 fasa memotong binodal. Binodal adalah garis kesetimbangan 2 fasa.
Mekanisme ini umum nya terjadi pada pembentukan membran berpori
2. Delayed demixing; delayed demixing berarti demixing yang terjadi setelah
beberapa saat polimer direndam. Pada kesetimbangan 3 fasa titik dimana
terjadinya Delayed demixing tidak memotong binodal. Membran yang
terbentuk adalah membran tidak berpori (Mulder., 1996).

2.4 Cellulose Acetate (CA)


Selulosa asetat (CA) merupakan ester organik selulosa yang berupa padatan
putih, tidak berbau dan tidak berasa. Selulosa asetat: larut dalam acetone,
dimetilformamida (DMF), dioksan, tetrahidrofuran (THF), asam asetat,
dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilasetamida (DMAc). Salah satu pemanfaatan
utama CA adalah sebagai bahan utama dalam pembuatan membran nanofiltrasi
(NF) dan reverse osmosis (RO) yang biasa digunakan untuk pemurnian air. Hal ini
dikarenakan CA dapat membentuk struktur asimetrik dengan lapisan aktif yang
sangat tipis dan dapat menahan bahan terlarut pada lapisan pendukung yang kasar,
serta toleran terhadap klorin dan tahan terhadap terjadinya pengendapan. Selain itu,
eksistensi permeabilitas yang tinggi dan selektifitas yang tinggi dari CA

12
memungkinkan untuk menghasilkan keseimbangan sifat hidrofilik dan
hidrofobik (Ghaffarian & Mahmoud, 2012; Saljoughi dkk., 2010).
Selulosa asetat memiliki beberapa keuntungan yaitu tak beracun karena tak
mengandung florin dan kuat, karena sifat nya yang tak beracun membran ini sering
dipakai untuk memproduksi air untuk kebutuhan sehari- hari khusus nya pada
wilayah timur tengah (Mulder., 1996).

2.5 Poly(1,4-butylene succinate) (PBS)


Poly(1,4-butylene succinate) merupakan Polimer biodegradable,
merupakan polimer termoplastik dari keluarga polyester. Memiliki rumus formula
(C8H12O4)n dan massa jenis 1,26 g/cm3 (Lee & Kim., 2010). PBS pada campuran
membran CA dapat meningkatakn sifat hidrofilisitas membran pada penambahan
PBS hingga komposisi 50% berat. Penambahan PBS juga secara nyata dapat
mempengruhi morfologi membran dengan pembentukan struktur pori seperti
sponge-like (Ghaffarian & Mahmoud., 2012).
Penambahan PBS hingga 85% berat dapat menaikkan kinerja dari membran,
dimana dapat menaikkan % rijeksi turbidity hingga 99%, rijeksi COD hingga 83%
dan TDS hingga 78% pada pengolahan air limbah.(Ghaffarian & Mahmoud, 2012)
Polybutylene Succinate (PBS) merupakan Polimer yang memiliki degradasi yang
tinggi hal itu dibuktikan oleh penimbunan polimer tersebut dapat mengurangi berat
molekul dari Polybutylene Succinate (PBS) (Mizuno dkk., 2015)Penambahan PBS
pada membran CA/PBS dengan perbandingan % berat 50:50 dapat menaikkan
tingkat biodegradable terhadap alam (Mousavi & Shoaei, 2017).

2.6 Polyethylen Glycol (PEG)

Polyethylene glycol merupakan zat yang mudah larut dalam air dan pelarut
organik, zat ini juga mempunyai racun dengan kadar rendah, PEG merupakan
senyawa polyether yang banyak diaplikasikan pada pembuatan dan formulasi
membran terutama membran reverse osmosis (RO). Zat ini mempunyai berat
molekul kurang dari 20.000 gram/mol. PEG memiliki rumus molekul
H(OCH2CH2)nOH, rumus penulisan PEG menunjukan berat molekul rata rata.

13
Misalkan dengan n = 9, memiliki berat molekul rata– rata sekitar 400 dalton, dan
akan diberi nama PEG 400. PEG ini tak larut pada hexanae dan dimethyl
ether.bahan co-solvent ini juga dapat diganti dengan etilen glikol dan polipropilen
glikol. PEG dalam pembuatan membran bersifat hidrofobik dan bertindak sebagai
pembentuk pori (Arthanareeswaran dkk., 2010), penambahan PEG pada jumlah
maksimum meningkatkan fluks namun disaat yang sama rijeksi garam menurun
hingga batas paling bawah. Ini dikarenakan PEG menciptakan struktur makrovoid
pada membran mendorong perpindahan air bersama molekul garam melalui
membran. Sifat hidrofilis PEG dapat meningkatkan laju difusi
air (Arthanareeswaran dkk,. 2004).

2.7 Al2O3

Alumunium Oksida adalah sebuah senyawa kimia dari alumunium dan


oksegen, dengan rumus kimia Al2O3. Nama mineralnya adalah alumina, dan dalam
bidang pertambangan, keramik dan teknik material senyawa ini lebih banyak
disebut dengan nama alumina. Aluminium oksida merupakan nanopartikel
anorganik yang memiliki kinerja pemisahan yang baik pada membran dan memiliki
ketahanan thermal dan kimia yang baik. Penamabahan Al 2O3 hingga 1 %wt dapat
menaikkan nilai kekuatan tarik hingga 556 Mpa dan permeabilitas membran hingga
39 L.m-2.h-1. Bar-1 (Ebrahimpour dkk., 2017).

2.8 Dextran (DEX)

Dextran merupakan polisakarida yang memiliki rantai cabang


monosakarida yaitu glukosa. Dekstran merupakan polisakarida yang memiliki
kelebihan menaikkan hidrofilisitas membran jika disintesis dengan membran PBS
dan PES, karena sifat hidrofilisitasnya tinggi mengakibatkan membran memiliki
tingkat antifouling yang tinggi (Yu dkk., 2014). Pembuatan membran CA/PBS
dengan penambahan dektran dapat meningkatkan porositas membran, dimana
penambahan hingga 2 % berat dapat menaikkan porositas membran dari 60,15 %
hingga 80,16 % (Ali dkk., 2017).

14
2.9 Dimethyl Sulfoxide (DMSO)
Dimethyl Sulfoxide merupakan pelarut yang biasa digunakan untuk
melarutkan polimer seperti Cellulose Acetate, dikarenakan DMSO dapat larut
dalam CA dalam temperatur rendah. DMSO memiliki titik didih sebesar 1890 C,
dan larut dengan air serta tidak beracun (Figoli dkk., 2014). Penggunaan pelarut
DMSO dapat menaikkan fluks dari membran yang berbahan dasar dari
Polyethersulfone (PES) (Arthanareeswarana & Starovb., 2010). Pada tahun 2019
Nu dkk., (2019) melakukan pembuatan membran Cellulose Acetate dengan pelarut
DMSO, dimana pelarut tersebut dipilih karena DMSO tidak hanya memiliki toksisitas
intrinsik yang relatif rendah, tetapi juga dapat terurai secara hayati, membentuk produk-
produk non-toksik dan DMSO merupakan pelarut yang lebih ramag untuk pembuatan
membran CA.

2.10 N-Dimethyl formamide (DMF)


Merupakan suatu senyawa organik yang memiliki rumus (CH3)2NC(O)H.
Cairan tidak berwarna, larut dengan air dan mayoritas cairan organik. DMF
adalah pelarut umum bagi reaksi kimia. Dimetilformamida tidak berbau sedangkan
pada kualitas teknis. DMF merupakan solven yang dapat melarutkan polimer dan
garam anorganik, karena kemampuan ini DMF sering digunakan dalam pembuatan
bermacam macam membran seperti PVC dan selulosa asetat, khusus membran
selulosa asetat biasa nya diaplikasikan pada 10 – 20 % wt (Mulder., 1996).

2.11 Isopropanol
Isopropanol merupakan senyawa yang memiliki rumus C3H8O senyawa ini
tak berwana, mudah terbakar dengan bau menyengat. Pembuatan membran PBS
dengan non-pelarut isopropanol telah dilakukan didapatkan hasil bahwa membran
dengan non-pelarut isopropanol dapat menaikkan nilai rijeksi COD hingga 98,9%
(Ebrahimpour dkk, 2017). Pada penelitian yang dilakukan oleh
M Ebrahimpor dkk., (2017) yang membahas tentang perilaku fase secara
eksperimental pada tiga senyaswa yaitu polimer- pelarut-nonpelarut dengan
menggunakan variasi non-pelarut methanol-methanol:isopropanol (50:50) %v -
isopropanol dan dengan menggunakan polimer PBS dengan pelarut 1,1,2,2-
Tetrachloroethane didapatkan hasil bahwa kekuatan koagulasi terbesar yaitu

15
methanol > Methanol: Isopropanol> Isopropanol, dimana kekuatan koagulan
merupakan parameter yang mempengaruhi pemisahan fasa. Koagulan yang besar
menandakan bahwa komponen tersebut cepat berdifusi Namun, dengan
memperkenalkan isopropanol sebagai non-pelarut, proses demixing cair-cair
tertunda, dan proses demixing padat-cair terjadi. Temuan signifikan adalah bahwa
porositas sedikit menurun ketika komponen koagulan diubah dari metanol menjadi
metanol / isopropanol (50/50, v / v) dan isopropanol. Diagram tiga fasa dapat
ditunjukan pada Gambar 2.2.

Gambar 2. 2 Diagram ternary Polimer-pelarut dan nonpelarut (Ebrahimpour dkk.,


2017)
2.12 Methanol
Methanol merupakan senyawa kimia yang memiliki rumus CH3OH,
methanol merupakan senyawa alkohol yang paling sederhana, pada keadaan
atmosphere methanol berbentuk cairan ringan, mudah menguap, tiak berwarna,
mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas. Pembuatan membran PBS
dengan non-pelarut methanol telah dilakukan didapatkan hasil bahwa membran
dengan non-pelarut methanol memiliki hidrofilisitas, permeabilitas dan fluks yang
tinggi (Ebrahimpour dkk., 2017). Pada penelitian yang dilakukan oleh M
Ebrahimpor dkk., (2017) yang membahas tentang perilaku fase secara
eksperimental pada tiga senyawa yaitu polimer- pelarut-nonpelarut dengan
menggunakan variasi non-pelarut methanol-methanol:isopropanol (50:50) %v -
isopropanol dan dengan menggunakan olimer PBS dengan pelarut

16
1,1,2,2-Tetrachloroethane didapatkan hasil bahwa kekuatan koagulasi terbesar
yaitu methanol > Methanol : Isopropanol > Isopropanol, kekuatan koagulan
menandakan bahwa pemisahan fase yang besar. Morfologi membran yang
disiapkan dalam wadah koagulasi metanol menunjukkan porositas yang lebih
tinggi, dibandingkan dengan membran yang disiapkan dalam metanol / isopropanol
(50/50, v / v) dan wadah koagulasi isopropanol.

2.13 Pemisahan Fase berdasarkan Diagram Cloud Point


Diagram fasa berguna untuk memprediksi transisi fasa yang dapat terjadi
jika pemisahan fasa diinduksi menurut metode presipitasi perendaman. Polimer
Cellulose Acetate merupakan polimer amorf, dimana polimer amorf tidak memiliki
pola yang teratur dalam struktur molekulnya. Polimer amorf sebagian besar terbuat
dari rantai polimer ataktis. Hal ini menyebabkan tidak adanya kristalinitas, oleh
karena memiliki struktur yang lemah. Karena tingkat kristalinitas yang rendah maka
memiliki kerapatan yang rendah dibandingkan dengan polimer kristalin. Oleh
karena itu, polimer amorf memiliki ketahanan kimia rendah dan transparan serta
daya tarik yang lemah antara rantai polimer karena tidak adanya struktur yang
berpola. Sementara Polyethylene Succinate merupakan polimer kristal, dimana
Polimer kristalin memiliki struktur tersusun yang terbuat dari rantai polimer
syndiotactic dan isotactic. Struktur yang teratur ini menyebabkan polimer menjadi
tembus cahaya. Ada juga gaya tarik yang kuat antar molekul. Oleh karena itu, bahan
ini tahan bahan kimia dan memiliki kepadatan tinggi dibandingkan dengan polimer
amorf. Mekanisme pembentukan membran didasarkan pada proses demixing
dimana proses demixing terjadi pada saat penambahan nonpelarut pada proses
pemadatan sehingga larutan polimer menjadi tidak stabil secara termodinamika,
proses demixing menjadi salah satu tanda bahwa proses binodal pada larutan
tersebut telah tercapai. Demixing dibagi menjadi demixing liquid-liquid dan
demixing solid-liquid.

17
Gambar 2. 3 Diagram Ternary Sistem dari Polimer, pelarut dan nonpelarut
(Mulder, 1996)
Pada Gambar 2.3 Menyajikan diagram ternary yang dibuat dari polimer,
pelarut, dan nonpelarut. Terjadinya demixing yang dilakukan dengan penambahan
atau memasukkan nonpelarut pada sistem polimer pelarut akan membuat
ketidakstabilan mekanisme thermodinamika pada sistem membran tersebut. Dan
demixing terjadi pada saat binodal tercapai.

2.14 Analisa kelarutan menurut Hansen Solubility


Karakteristik membran berpengaruh terhadap struktur morfologi membran,
dimana dapat disebabkan oleh tingkat interaksi antara polimer pembentuk membran
dan pelarut itu sendiri. Analisis HSP ini dilakukan dengan menentukan nilai δ dari
setiap komponen yang terdiri dari nilai δd (dispersi), δp (polar), δh (ikatan hidrogen)
dengan menggunakan Persamaan 2.1. Ketiga parameter yang merupakan bagian
dari Hansen Solubility Parameter merupakan parameter 3 dimensi yang
menggambarkan interaksi antara 2 senyawa. Ketiga parameter ini dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut untuk mendapatkan nilai Hansen Solubility
Parameter (δ):
𝛿 2 = 𝛿𝑑2 + 𝛿𝑝2 + 𝛿ℎ2 ..........................................................................(2.1)

Keterangan:
𝛿 d = Energi dispersi polimer
𝛿 p = Energi dari polar intermolekul

18
𝛿 h = Energi dari hydrogen bond

Setelah Hansen Solubility Parameter dari masing masing senyawa didapatkan,


maka interaksi antara 2 senyawa bisa diprediksi dengan menggunakan persamaan
radial distance. Persamaan radial distance ini merepresentasikan jarak radial
antara pelarut dan pusat dari solubility sphere dari sebuah polimer (Welker, 2012).

2
𝑅(𝑆−𝑃) = [4 × (𝛿𝑑 𝑆 − 𝛿𝑑 𝑃)2 + (𝛿𝑝 𝑆 − 𝛿𝑝 𝑃) + (𝛿ℎ 𝑆 − 𝛿ℎ 𝑃)2 ]0,5 ......(2.2)

Rasio antara radial distance dengan interaction radius (R0) ini disebut
dengan Relative Energy Difference (RED) yang dimana nilai RED ini
menunjukkan 3 jenis interaksi antara 2 senyawa:
RED < 1, maka kedua senyawa dapat larut
RED = 1, maka kedua senyawa akan larut sebagian
RED > 1, maka kedua senyawa tidak akan larut

2.15 Penelitian Terdahulu


Tabel 2. 2 Daftar penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Hasil Referensi


1. V. Ghaffarian & Preparation and Pada Rasio (Ghaffarian &
S. Mahmod 2012 Characterization of CA/PBS 50:50 Mahmoud,
Biodegradable dapat menaikkan 2012)
Blend Membranes hidrofilisitas
of PBS / CA membran;
campuran
Membran CA/PBS
(15:85) dapat
menaikkan rijeksi
turbidity 99%,
Rijeksi COD 78%
dan TDS 83 %

19
2. V. Mousavi dkk. Biodegradation of Biodegradable (Mousavi &
2017 Cellulose Acetate / tertinggi pada Shoaei., 2017)
Poly (Butylene membran yang
Succinate ) telah dibuat yaitu
Membrane PBS murni,
Campuran CA/PBS
50:50 dan CA/PBS
70:30
3. Tanaka dkk 2010 Formation of Kenaikan (Tanaka dkk .,
Microporous konsentrasi polimer 2010)
membranes of hingga 12% dapat
poly(1,4-butylene menaikkan retensi
succinate) via dari kinerja
nonsolvent and membran dan
thermally induced memiliki rijeksi
phase separation garam sebesar 99 %
4. Ebrahimpour dkk Modification Penambahan Al2O3 (Ebrahimpour
2017 strategy of sebesar 1% berat dkk., 2017)
biodegradable poly dapat menaikkan
(butylene stabilitas termal
succinate) (PBS) dan memiliki
membrane by ketahan kimia yang
introducing Al2O3 baik (kekuatan
nanoparticles: tarik) dan
preparation, menaikkan
characterization permebilitas
and wastewater membran, serta
treatment variasi nonpelarut
dengan
Isopropanol dapat

20
menaikkan rijeksi
garam hingga 99 %
5. Ali Bahreman dan Biodegradable Fluks permeat air (Ali dkk.,
Mahmoud., 2017 Blend Membranes limbah meningkat 2017)
of Poly (Butylene masing-masing
Succinate)/Cellulos sebesar 154% dan
e Acetate/Dextran: 153%, dengan
Preparation, meningkatkan
Characterization konsentrasi aditif
and Performance (Dextran) menjadi
2% berat
6. Yu dkk., 2014 Improving the Penambahan (Yu dkk.,
antifouling Dekstran hingga 2014)
property of 3% berat dapat
polyethersulfone menaikkan sifat
ultrafiltration antifouling dari
membrane by membran dari 76%
incorporation of menjadi 96%
dextran grafted
halloysite nanotube
7. Nurkhamidah, S.;Synthesis of Ditemukan (Nurkhamidah
Rahmawati,Y.; Polymeric komposisi terbaik dkk., 2015)
CA/PEG adalah
Taufany, F.; Membrane for 80/20 namun
Merta,I.M.P.A.; Desalination memiliki fluks dan
Putra, D.D.D. 2015 Process rijeksi garam yang
rendah sehingga
perlu dilakukan
variasi penambahan
partikel

21
8. Nurkhamidah, S.; Variasi membran Pembuatan (Nurkhamidah
Rahmawati,Y.; cellulose membran CA/PEG dkk., 2015)
Taufany, F.; acetate/polyetilene dengan
Pityah Alifiyanti; glycol (CA/PEG) penambahan
Krisna Dimas dengan TiO2 memiliki
Priambodo. nanopartikel rijeksi garam
2015 anorganik untuk tertinggi hingga
proses desalinasi penambahan
𝑔𝑟
1 𝑙

9. Nurkhamidah, S.; Effect of Silica Pembuatan (Nurkhamidah


Rahmawati,Y.; Particle Size in membran CA/PEG dkk., 2015)
Taufany, F.; Cellulose dengan
Merta,I.M.P.A.; Membrane for penambahan
Putra, D.D.D.; Desalination Silika memiliki
Woo, E.M. Process fluks
2015 yang tinggi namun
rijeksi garam yang
rendah sehingga
perlu dilakukan
penambahan

22
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Garis Besar Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh variasi
Membran Cellulose Acetate (CA) -Polybutylene Succinate (PBS) terhadap variasi
non-pelarut pada coagulant bath water, methanol, dan isopropanol dan
penggantian pelarut organik dengan pelarut DMSO yang lebih ramah lingkungan
serta pengaruh penambahan partikel PEG, Dekstran, dan Al2O3 untuk memperbaiki
karakteristik dan kinerja membran. Penelitian dilakukan secara bertahap yakni
dengan sintesa membran CA/PBS dengan menggunakan pelarut DMF yang di
variasi dengan non-pelarut pada coagulant bath water, methanol, methanol-
isopropanol dan isopropanol untuk mengetahui non-pelarut terbaik yang
menghasilkan membran dengan kinerja terbaik. Kemudian mengganti pelarut
organic yang digunakan sebelumnya dengan pelarut DMSO dan di uji karakteristik
serta kinerja nya, kemudian menyintesa membran CA-PBS dengan non-pelarut
terbaik dari tahap sebelumnya dan pelarut DMSO dengan penambahan partikel
PEG, Dekstran, dan Al2O3 untuk mengetahui campuran yang memiliki kinerja dan
karakteristik yang baik. Sintesa membran CA-PBS dengan variasi dilakukan
dengan metode phase inversion, sedangkan dalam karakterisasi membran
dilakukan beberapa analisa yaitu Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk
mengetahui bentuk pori dan struktur permukaan membran, Fourier Transform
Infrared Spectroscopy (FTIR) untuk mengetahui gugus yang terkandung dalam
membran, analisa water content untuk mengetahui hidrofilisitas dari membran, uji
fluks dan salt rejection untuk mengetahui performa membran dari fluks dan rijeksi
garam, dan permeabilitas, uji Tensille Streght untuk mengetahui kekuatan
membran, uji biodegradable test digunakan untuk mengetahui tingkat penguraian
membran pada alam dan uji antifouling untuk mengetahui tingkat penghambatan
kerak pada membran. Secara garis besar penelitian ini dapat disajikan pada bagan
di Gambar 3.1.

23
Mulai

CA,PBS, DMF, non-pelarut water, methanol,


methanol-isopropanol dan isopropanol

Membuat membran CA/PBS dengan DMF yang dimodifikasi dengan non-


pelarut pada coagulant bath water, methanol dan isopropanol

Menguji dan memilih membran Menguji dan memilih membran dengan Kinerja
dengan Kinerja membran: membran:
• Rijeksi Garam • Scanning Electron Microscopy (SEM)
• Fluks Permeat • Fourier Transform Infrared Spectroscopy
• Permeabilitas (FTIR)
• Antifouling test • Water content
• Tensile Strength
• Biodegradable test
Porosity Membran
• S
Memilih membran dengan kinerja dan karakteristik terbaik yang nantinya akan c
diganti pelarutnya menuju green solvent yaitu DMSO dan disintesa kembali a
dengan partikel n
n
CA,PBS, DMSO, PEG, Dekstran, dan Al2O3 i
n
g
Membuat membran CA/PBS dengan DMSO dan dengan modifikasi non-pelarut E
terbaik dan tambahan zat additif l
e
Menguji Kinerja membran: Menguji karakterisasi membran: c
• Scanning Electron Microscopy t
• Rijeksi Garam
(SEM) r
• Fluks Permeat
• Fourier Transform Infrared o
• Permeabilitas
Spectroscopy (FTIR) n
• Antifouling test M
• Water content
• Tensile Strength i
• Biodegradable test c
r
• oS
Memilih membran dengan kinerja dan karakteristik terbaik sc
ca
Gambar 3. 1 Garis besar pembuatan Membran CA/PBS dengan Metode on
Kombinasi Pelarut dan Penambahan nanopartikel pn
yi
(n
24
Sg
EE
Ml
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
3.2.1 Bahan yang digunakan
1. Cellulose Acetate (CA), Sigma Aldrich,
Acetyl Content : 39,8 %
Berat Molekul : 30.000 Da
2. Polybutylene Succinate (PBS) , Sigma Aldrich,
Densitas : 1,3 g. mL-1
3. Alumina Oksida (Al2O3), Sigma Aldrich
Ukuran Partikel : < 50 nm
4. PEG 400, Sigma Aldrich
5. Dekstran
6. N-Dimethyl formamide (99,5%), Sigma Aldrich :
7. Dimethyl Sulfoxide (99,5%), Sigma Aldrich
8. Methanol (99,9%) Sigma Aldrich
9. Isopropanol (99,5%), Sigma Aldrich
10. Garam NaCl, Merck
11. Aquades
12. Sodium Dodecyl Sulfat (98,5%), Sigma Aldrich
3.2.2 Alat yang digunakan
1. Botol sampel 50 ml
2. Pipet ukur 25 ml
3. Hotplate + Stirer
4. Timbangan
5. Mold
6. Coagulation Bath
7. Scotlite
8. Kertas saring
9. Buchner Funnel diameter 9,5 cm
10. Filtering flask 500 ml, Schott Duran
11. Alat uji reverse osmosis
12. Ultrasonik
13. Film Aplicator

25
3.3 Kondisi Penelitian
3.3.1 Kondisi yang di tetapkan
1. Total Massa Polimer : 2,5 Gram
2. Perbandingan CA/PBS : (80/20) % wt
3. Volume total pelarut : 17 ml
4. Suhu Pencampuran : 70 0C
5. Suhu Perendaman : 300C (Suhu Ambient)
6. Ketebalan Membran : 200 µm
3.3.2 Kondisi Bebas
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑃𝐸𝐺
1. Massa PEG = 2; 5; 7, 8% (𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑜𝑙𝑖𝑚𝑒𝑟)
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐴𝑙2𝑂3
2. Massa Al2O3 = 1,5; 2; 2,5; 3% (𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑜𝑙𝑖𝑚𝑒𝑟
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐷𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑛
3. Massa Dekstran = 1,5; 2 ; 2,5; 3; 3,5 % (𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑜𝑙𝑖𝑚𝑒𝑟)

Tabel 3. 1 Variasi Membran CA/PBS dengan variasi non-pelarut

Non-pelarut Waktu non pelarut

W 15 menit
M 15 menit
I 15 menit
I:W 15 menit : 15 menit

M:W 15 menit : 15 menit

A:W 15 Menit : 15 menit

W:M 15 Menit : 15 menit

I:W 15 Menit : 6 jam


M:W 15 Menit : 6 jam
W:I 6 jam : 15 menit
W: M 6 jam : 15 menit
Keterangan : W = Water ; M = Methanol; I = Isopropanol

3.3.3 Kondisi Respon


1. Morfologi Membran
2. Gugus -OH
3. Water Content

26
4. Fluks Permeat
5. Rijeksi Garam
6. Permeabilitas
7. Tensille Strength
8. Fouling Test
9. Biodegradable test
10. Porositiy Test
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Pembuatan Membran dengan variasi non-pelarut di coagulant bath
Tahap I Pembuatan Membran dengan variasi pada non-pelarut disajikan pada
Gambar 3. 2 dengan tahapan proses sebagai berikut:
1. Menimbang CA dan PBS masing-masing sesuai dengan variabel dengan
total massa CA/PBS adalah 2,5 gram
2. Mengambil pelarut DMF dengan total pelarut 17 mL
3. Mencampur CA, PBS, dan DMF dengan pengadukan konstan pada suhu
70oC hingga homogen
4. Mencetak membran menggunakan mold
5. Merendam membran pada non-pelarut sesuai dengan variasi yang disajikan
pada Tabel 3.1
6. Mengeluarkan dan mendiamkan membran pada suhu 30o C (Suhu Ambient)
7. Melakukan uji kinerja dan karakterisasi membran.

27
Mulai

CA,PBS, Pelarut

Memasukkan CA/PBS (2,5 Gram) dan pelarut DMF (17mL) ke botol

Mencampurkan CA/PBS/DMF dan pengadukan pada suhu 700C hingga


homogen

Mencetak Membran dengan mold dan Merendam membran dalam non-


pelarut sesuai dengan Tabel 3.1

Menguji Kinerja membran: Menguji karakterisasi membran:


• Rijeksi Garam • Scanning Electron Microscopy
• Fluks Permeat (SEM)
• Permeabilitas • Fourier Transform Infrared
Spectroscopy (FTIR)
• Antifouling test
• Water content
• Tensile Strength
• Biodegradable test

• S
Memilih membran dengan kinerja dan karakteristik
c
terbaik
a
Gambar 3. 2 Diagram Alir Pembuatn Membran CA/PBS dengan Variasi pada n
non-pelarut n
i
Tahap II Pembuatan Membran dengan variasi pada non-pelarut terbaik dan n
penggantian pelarut dengan DMSO yang disajikan pada Gambar 3. 3 dengan g
E
tahapan proses sebagai berikut: l
1. Menimbang CA dan PBS masing-masing sesuai dengan variabel dengan e
c
total massa CA/PBS adalah 2,5 gram
t
2. Mengambil pelarut DMSO dengan total pelarut 17 mL r
3. Mencampur CA, PBS, dan DMSO dengan pengadukan konstan pada suhu o
n
70oC hingga homogen
M
i
c
28 r
o
s
c
4. Mencetak membran menggunakan mold dan Merendam membran pada non-
pelarut yang terbaik pada Tabel 3.1
5. Mengeluarkan dan mendiamkan membran pada suhu 30o C (Suhu Ambient)
6. Melakukan uji kinerja dan karakterisasi membran.

Mulai

CA,PBS, Pelarut

Memasukkan CA/PBS (2,5 Gram) dan pelarut DMSO (17mL) ke


botol

Mencampurkan CA/PBS/DMSO dan pengadukan pada suhu 700C hingga


homogen

Mencetak Membran dengan mold dan merendam membran dalam non-


pelarut sesui dengan Tabel 3.1

Menguji Kinerja membran: Menguji karakterisasi membran:


• Rijeksi Garam • Scanning Electron Microscopy
• Fluks Permeat (SEM)
• Permeabilitas • Fourier Transform Infrared
• Antifouling test Spectroscopy (FTIR)
• Water content
• Tensile Strength
• Biodegradable test

• S
Memilih membran dengan kinerja dan karakteristik
c
terbaik
a
Gambar 3. 3 Diagram Alir Pembuatan Membran CA/PBS dengan Penggantian n
Pelarut DMSO n
i
n
Tahap III merupakan treatment partikel Al2O3 disajikan pada Gambar 3.4 dan g
E
tahapan proses sebagai berikut : l
1. Menimbang Al2O3 sebanyak 5 gram e
c
2. Membuat larutan SDS 3,5 % dalam 1000 mL
t
3. Mencampurkan Al2O3 dan larutan SDS dan di jaga pH hingga 4 r
o
n
M
29
i
c
r
o
4. Dilakukan pengadukan selama 8 jam
5. Dilakukan penyaringan dengan vacuum pump
6. Dikeringkan selama 6 jam pada suhu 500C

Mulai

Al2O3 (5 gram), SDS 3,5 % (1000 mL )

Mencampurkan Al2O3 dengan larutan SDS dan di jaga pH hingga 4

Dilakukan pengadukan selama 8 jam

Dilakukan penyaringan dengan vacuum pump

Dikeringkan selama 6 jam pada suhu 500C

Selesai

Gambar 3. 4 Diagram Alir treatment partikel Al2O3


3.4.2 Pembuatan membran dengan non-pelarut terbaik yang ditambahkan PEG,
Al2O3, Dekstran
Tahap IV merupakan Pembuatan membran dengan non-pelarut terbaik dan
ditambahkan PEG, Al2O3, Dekstran disajikan pada Gambar 3.5 dan tahapan proses
sebagai berikut:

1. Menimbang CA/PBS masing-masing sesuai dengan variabel.


2. Mengambil pelarut DMSO
3. Menambahkan PEG/ Al2O3 / Dekstran sesuai dengan variabel
4. Mencampur CA, PBS, DMSO dengan PEG/ Al2O3 / Dekstran sesuai variabel
dengan pengadukan konstan pada suhu 70oC hingga homogen
5. Mencetak membran menggunakan mold
6. Merendam membran pada non-pelarut yang terbaik pada Tahap I
7. Mengeluarkan dan mendiamkan membran pada suhu 30o C (Suhu Ambient)

30
8. Melakukan uji kinerja dan karakterisasi membran

Mulai

CA,PBS,DMSO, non-pelarut terbaik, PEG/ Al2O3 /


Dekstran

Memasukkan CA/PBS, DMSO sesuai variabel

Memasukkan PEG/ Al2O3/ Dekstran sesuai Variabel

Mencampurkan CA/PBS, DMSO dan PEG/ Al2O3/ Dekstran sesuai dengan variabel
dengan pengadukan pada suhu 700C hingga homogen

Mencetak membran dengan mold dan Merendam membran dengan non pelarut terbaik
pada Tahap I

Menguji Kinerja membran: Menguji Karakteristik membran:


• Rijeksi Garam • Scanning Electron Microscopy (SEM)
• Fluks Permeat • Fourier Transform Infrared
Spectroscopy (FTIR)
• Permeabilitas
• Water content
• Antifouling test • Tensile Strength
• Biodegradable test

• S
c
Memilih membran dengan kinerja dan karakteristik terbaik a
n
n
Gambar 3. 5 Diagram Alir Pembuatn membran CA/PBS dengan kombinasi i
nonpelarut terbaik dengan penambahan PEG, Al2O3, Dekstran n
g
3.5 Pengujian Membran E
3.5.1 Karakteristik Membran l
e
1. Analisa struktur morfologi c
t
r
o
31 n
M
i
c
Pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM) digunakan untuk mengetahui
morfologi permukaan bahan. Karakterisasi bahan menggunakan SEM
dimanfaatkan untuk melihat struktur topografi permukaan, ukuran butiran, cacat
struktural, dan komposisi pencemaran suatu bahan. Hasil yang diperoleh dari
karakterisasi ini dapat disajikan secara langsung pada hasil SEM berupa Scanning
Electron Micrograph yang menyajikan bentuk tiga dimensi berupa gambar atau
foto. Hasil SEM yang berupa gambar morfologi menyajikan bentuk permukaan
bahan dengan berbagai lekukan dan tonjolan (Smallman & R. J. Bishop., 2013).
Pengujian SEM dilakuka dengan menggunakan alat dengan merk Hitachi type
flexsem 1000 dengan 5 ,00 kV dari Jepang.

Langkah analisa struktur morfologi adalah :

1. Membran dicelupkan ke dalam nitrogen cair selama beberapa detik


kemudian dipatahkan
2. Membran dicoating terlebih dahulu dengan gold Au selama 120 detik pada
5 mA
3. Sampel kemudian dianalisa dengan mesin SEM Hasil yang didapatkan
adalah gambar membran dengan perbesaran sesuai variable seperti 2000x,
5000x, 10000x
2. Analisa gugus -OH
Teknik pengujian yang dapat digunakan untuk menganalisa komposisi
kimia dari senyawa-senyawa organik, polimer, hingga senyawa - senyawa
anorganik adalah Fourier Transform-Infra Red Spectroscopy (FTIR) menggunakan
mesin Thermo Scientific Nicolet iS10. Uji ini mampu menganalisa suatu material
baik secara keseluruhan, lapisan tipis, cairan, padatan, pasta, serbuk, serat, dan
bentuk yang lainnya dari suatu material. Spektroskopi FTIR tidak hanya
mempunyai kemampuan untuk analisa kualitatif namun juga untuk analisa
kuantitatif.(Adams, Nxumalo, Krause, Hoek, & Mamba., 2013).

Langkah analisa gugus -OH adalah :

1. Membran dimasukkan ke dalam alat FTIR dan dianalisa


2. Membaca grafik yang terbentuk untuk mengamati gugus -OH

32
3. Menghitung Luasan Gugus OH dengan menggunakan aplikasi Image J

3. Analisa DMA
Analisa DMA bertujuan untuk mengetahui mechanical strength pada membran
(Melika Ebrahimpour dkk., 2017). Analisa DMA dilakukan dengan menggunakan
alat DMA/SDTA861e dengan mesin ASTM D5026.
Langkah untuk Analisa DMA adalah :
1. Sampel disiapkan dengan dimensi Panjang 20 mm, lebar 5 mm dan tebal
maksimal 3 mm
2. Kemudian dipasang dalam holder mode tensile pada alat DMA
3. Dengan menggunakan pengujian variasi gaya dan memakai gaya
sinusoidal, dengan gaya dari 0 sampai dengan 100 N pada frekuensi
1 Hz
4. Didapatkan luaran yang selanjutnya diolah menjadi grafik stress dan
strain.
Dengan persamaan sebagai berikut :
𝐹
𝑇𝑒𝑛𝑠𝑖𝑙𝑒 𝑆𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ = 𝑆𝑡𝑟𝑒𝑠𝑠 ∶ 𝐴..............................................................(3.1)
∆𝑥
𝑆𝑡𝑟𝑎𝑖𝑛 (𝜀) = .........................................................................(3.2)
𝑥0

Dimana :
F =Besar gaya yang diberikan (N)
A = Luasan Sampel (m2)
∆𝑥 = Pertambahan Panjang (μm)
𝑥0 = Panjang mula-mula (μm)

4. Analisa water content


Analisa water content berfungsi untuk megetahui kemampuan membran dalam
menyerap air (hidrofilisitas) (Ya nan Yang dkk., 2008).
Langkah analisa water content adalah :

1. Membran di rendam selama 24 jam pada water


2. Air pada permukaan membran dihilangkan dengan kertas saring

33
3. Menimbang membran basah dengan neraca
4. Mengoven membran pada suhu 700C selama hingga berat konstan.
5. Menimbang membran kering dengan neraca
Rumus perhitungan water content :

𝑊𝑠 −𝑊𝑑
𝑋% = 𝑥 100 % …………………………..............................(3.3)
𝑊𝑠

Keterangan :
X% = Water content (%)
WS = Membran basah
Wd = Membran kering

5. Uji Biodegradasi

Uji biodegradasi digunakan untuk menganalisa biodegradabilitas


membran yang dilakukan dengan cara ditimbun dalam kompos. Biodegradabilitas
membran dilakukan dengan mengukur penurunan berat membran setelah
penimbunan (Ali dkk., 2017). Langkah untuk menganalisa uji biodegradasi
adalah :

1. Membran dipotong menjadi 30 x 30 mm2


2. Sampel membran ditimbang
3. Sampel ditimbun dalam kompos dan diinkubasi pada suhu konstan 30 ºC
sekitar 5 bulan
4. Kompos dilakukan perawatan dengan menyiram air dengan interval 3
hari untuk menjaga agar kompos tetap basah
5. Secara berkala sampel dikeluarkan dari kompos, dicuci dengan sangat
hati-hati untuk menghilangkan kompos dan kotoran yang menempel
6. Sampel dikeringkan pada 30 ºC selama 48 jam dalam incubator
7. Sampel ditimbang

Presentase penurunan berat membran dihitung dengan persamaan (Ghaffarian &


Mahmoud., 2012).

𝑀𝑟
Weight loss (%)= 100 𝑥 (1 − 𝑀𝑜)………………....................................( 3.4)

34
Keterangan :

Mr = Berat sampel setalah ditimbun dalam kompos


Mo = Berat sampel sebelum ditimbun dalam kompos

6. Uji Antifouling
Uji Antifouling merpakan uji yang digunakan untuk mengetahui sifat
antifouling membran dengan mengevaluasi perbandingan antara rasio fluk yang
telah dipakai untuk uji perbandingan antara fluks air murni setelah membran
dibersihkan dari larutan protein dengan Fluks murni sebelum dilakukan uji dengan
larutan protein.
Langkah untuk menguji antifouling adalah :
1. Membuat larutan protein yang terdiri dari 1 g/ L larutan BSA dalam
larutan PBS (buffer fosfat) dengan pH 7,0.
2. Melakukan stabilisasi alat kinerja dan membran dengan
mengoperasikan pada tekanna 0,2 Mpa selama 30 menit.
3. Tekanan dikurangi hingga 0,1 Mpa dan fluks air murni dicatat (Jwi)
4. Melakukan uji fouling dengan memasukkan larutan protein dalam alat
uji dan dilakukan dalam 1,5 jam
5. Fluks permeat diambil 50 mL setiap 5 menit untuk menghitung fluks
6. Setelah uji diatas membran yang telah dipakai dicuci dengan
0,1 mol/L Larutan NaOH selama 20 menit diikuti deionisasi air
selama 10 menit. Kemudian fluks air murni dari membran yang
dibersihkan dicatat (Jwc).

Untuk mengevaluasi sifat antifouling membran,dihitung menggunakan persaman


(3.5)- (3.9) berikut (Yu dkk., 2014):

𝐽𝑤2
𝐹𝑅𝑅% = 𝑥 100 %..................................................................(3.5)
𝐽𝑤1

𝐽𝑝
Rt (%) = (1 − 𝐽𝑤1) 𝑥 100.............................................................(3.6)

𝐽𝑤2−𝐽𝑝
Rr (%) = ( ) 𝑥 100 ..............................................................(3.7)
𝐽𝑤1

35
𝐽𝑤1−𝐽𝑤2
Rir (%) = ( ) 𝑥 100= Rt (%)- Rr (%) ................................(3.8)
𝐽𝑤1

Dimana:

FRR = Flux Recovery Ratio (%)


Jw2 = Fluks air murni setelah membran dibersihkan dari larutan
protein
Jw1 = Fluks murni sebelum dilakukan uji dengan larutan protein
Jp = Fluks Perlakuan dengan larutan BSA
Rt = Total Ratio Fouling (%)
Rr = Reversible Fouling Ratio (%)
Rir = Irreversible Fouling Ratio (%)

7. Analisa Pengukuran Pori, Porositas Membran dan Distribusi Pori


Distribusi ukuran pori, porositas dan rata-rata ukuran pori membran yang
dihasilkan dari SEM diukur dengan menggunakan aplikasi “ImageJ” (Zambare
dkk., 2017) yang kemudian di konversi dengan menggunakan aplikasi “Origin”.
Untuk mengukur ukuran pori dan distribusi pori membran dilakukan beberapa
langkah uji sebagai berikut :

1. Memilih pori yang terdapat dalam gambar SEM dengan bantuan


highlight aplikasi Photoshop
2. Membuka gambar yang telah dihitamkan pada aplikasi image J
untuk menghitung area dari pori dan melakukan set scale (dirubah
dari pixel ke um)
3. Melakukan threshold pada bagian pori yang akan diukur luasannya
4. Melakukan Analyze Particle
5. Memilih Outline
6. Maka akan muncul ukuran luasan pori yang telah di threshold
7. Data yang didapatkan dipindah pada microsoft excel untuk
menghitung diameter dari pori
8. Diameter pori tersebut dibuat histrogram untuk melihat distribusi
pori pada aplikasi ‘Origin’

36
9. lalu melakukan klik pada Go to bin worksheet dan data dirubah
menjadi scatter dan dilakukan fit pada peaks and baseline
10. Maka akan terlihat grafik distribusi dari pori tersebut.

Porositas pori membran diukur dengan menggunakan persamaan Gravimetri


(Kusumocahyo dkk., 2020; Zambare dkk., 2017) pada persamaan (3.9):

(𝑤1 −𝑤2 )/𝑑𝑤


ε= 𝑤1 −𝑤2 𝑤2 ......................................................................................(3.9)
+𝑑
𝑑𝑤 𝑝

Dimana :

ε = Porositas membran (%)


W1 = Berat Basah Membran (gram)
W2 = Berat kering Membran (gram)
dw = Densitas Air (g/cm3)
dp = Densitas Polimer (g/cm3)

3.5.2 Kinerja Membran


Input Retentate

Feed
Tank P in

P out
Inlet
Valve Membrane
Retentate
valve

Permeate

Pump

Gambar 3. 6 Skema alat uji desalinasi (Bai dkk., 2015)

37
Gambar 3. 7 Skema Proses 3 Cycle Uji Desalinasi Secara Seri

2
3
4
5
6

Keterangan Gambar: 4. Membran RO


1. Sekrup Pengencang
5. O-ring
2. Atas sel
6. Bawah sel
3. Logam sinter

Gambar 3. 8 Alat uji desalinasi (Sterlitech CF042A)

Menyiapkan alat uji desalinasi seperti Gambar 3.6

1. Memasukkan air garam 1000 ppm ke dalam feed tank


2. Meletakkan membran pada alat uji flux (modul RO) seperti Gambar 3.7
3. Lalu mengatur tekanan pompa sesuai dengan variabel.
4. Menyalakan alat (pompa) ke sumber listrik
5. Mengatur tekanan in dan tekanan out nya

38
6. Air garam yang dapat melewati alat uji flux (modul RO) ditampung di
dalam gelas ukur, kemudian diukur kadar garamnya dengan alat saltmeter
7. Menghitung fluks permeat, permeabilitas dan rijeksi garam

1. Perhitungan Fluks Permeat


Didapatkan data analisa uji desalinasi adalah luas membran (A) [cm 2] dan data dari
analisa kadar garam adalah jumlah volume (volume permeat) [liter] dan waktu
[jam] (El-Din, El-Gendi, Ismail, Abed, & Ahmed., 2015).

Kemudian data tersebut untuk mendapat data fluks permeat dari rumus:

𝑄
𝐽 = (𝐴 𝑥 𝑡)……………………………………….....................................(3.10)

J = fluks permeat (l/m2.jam)


Q = jumlah permeat (liter)
A = luas membran (m2)
t = waktu (jam)
Hasil yang didapatkan adalah fluk permeat (L/m 2.jam) fluk permeat adalah
kemampuan air untuk melewati membran.

2. Perhitungan Permeabilitas
Permeabilitas membran (Pm) menunjukkan toleransi membran terhadap tekanan
hidrofilik (Gebru & Das., 2017). Pm dapat diperoleh dengan mengukur fluks pada
tekanan tras membran yang berbeda, dimana permeabilitas membran dapat
digambarkan pada persamaan:

Jxl
Pm = ...............................................................................................(3.11)
ΔP

Keterangan :
Pm = Permeabilitas membran (L/m.jam.kPa)
J = fluks permeat (L/m2.jam)
ΔP = Perbedaan tekanan (kPa)
l = Ketebalan membran (m)

39
3. Perhitungan Rijeksi Garam

Didapatkan hasil permeat dari uji desalinasi yang kemudian diujikan kadar NaCl
dengan menggunakan metode titrasi argentometri. Kemudian data diolah untuk
mendapat data rijeksi garam dengan rumus :
𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 𝑖𝑛 – 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 𝑜𝑢𝑡
% Rijeksi garam = 𝑥 100 %......................................................(3.12)
𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 𝑖𝑛

Dimana:

𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚𝑖𝑛 = kadar garam masuk (ppm)

𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚𝑜𝑢𝑡 = kadar garam keluar (ppm)

Hasil yang didapat adalah rijeksi garam (%), rijeksi garam menandakan
kemampuan membran melakukan filtrasi semakin tinggi reijeksi garam
maka performa membran semakin baik.(Saljoughi & Mohammadi., 2009).

4. Analisa Cloud Point

Analisa Cloud point digunakan untuk menentukan titik awan dari larutan polimer
dan untuk melihat titik ketidakstabilan dari suatu larutan membran.

Dengan uraian proses sebagai berikut:

1. Melakukan pengadukan dengan bantuan stirrer untuk larutan


polimer dengan konsentrasi yang disajikan pada Tabel 3.2 selama
24 jam.
2. Setelah dilakukan pengadukan selama 24 jam, dilakukan titrasi pada
suhu ruang (T = 300 C) dengan penambahan nonpelarut sesuai
dengan variasi yang telah ditentukan hingga larutan berubah dari
bening menjadi keruh seperti susu, lalu dicatat hasil titrasi.
3. Setelah itu dilakukan pengadukan kembali selama 20-40 menit
untuk mengetahui apakah larutan keruh berubah menjadi larutan
bening atau tidak.

40
4. Jika larutan berubah menjadi bening, maka dilakukan titrasi
kembali, jika larutan tidak berubah menjadi bening maka titrasi
pertama merupakan titik kekeruhan.

Tabel 3. 2 Konsentrasi Pelarut dan Polimer yang digunakan untuk titrasi


Cloud Point
No Polymer (wt %) Solvent (wt %)
1. 3 97
2. 5 95
3. 8 92
4. 11 89
5. 13 87
6. 15 85

3.6 Jadwal Penelitian

Gambar 3. 9 Jadwal Penelitian

41
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

42
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh variasi nonpelarut pada
coagulant bath dan pengaruh penggantain pelarut dengan DMSO serta penambahan
partikel pada membran CA-PBS terhadap karakteristik dan kinerja membran dalam
proses desalinasi. Komposisi CA-PBS yang digunakan adalah 80/20 dengan berat
masing-masing adalah 2 gram CA dan 0,5 gram PBS. Variasi nonpelarut yang
digunakan yaitu penggantian aquadest sebagai nonpelarut dengan methanol dan
isopropanol serta kombinasi waktu perendaman. Penelitian dilakukan secara
bertahap yakni dengan sintesa membran CA/PBS dengan variasi nonpelarut untuk
mengetahui nonpelarut tyang menghasilkan membran dengan karakteristik terbaik.
Kemudian menyintesa membran CA-PBS dengan variasi nonpelarut terbaik yang
kemudian diganti dengan pelarut DMSO, kemudian membran CA-PBS dengan
variasi nonpelarut terbaik dan pelarut DMSO dilakukan penambahan zat additive
Al2O3; PEG 400; dan Dextran, dimana Al2O3 terlebih dahulu dilakukan treatment
untuk membuat Al2O3 tercampur sempurna dengan larutan membran ketika di buat
membran dan tidak terjadi aglomerasi. Pada membran CA-PBS dengan
penambahan partikel dilakukan proses sonifikasi untuk mengoptimalkan blending
larutan membran. Sintesa membran CA-PBS dengan variasi nonpelarut dan
penambahan zat additif dilakukan dengan metode phase inversion. Untuk
mengetahui karakterisasi membran dilakukan beberapa analisa yaitu Scanning
Electron Microscopy (SEM) untuk mengetahui bentuk dan ukuran pori serta
struktur permukaan membran, Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)
untuk mengetahui gugus yang terkandung dalam membran, Analisa DMA
(Mechanical Strength) untuk mengetahui kekuatan tarik membran, %porositas
membran untuk mengetahui tingkat porositas membrane, uji antifpuling untuk
mengetahui tingkat fouling dalam membrane, analisa water content untuk
mengetahui hidrofilisitas dari membran, % salt rejection untuk mengetahui ion
garam yang terperangkap pada mrmbran, fluks permeat untuk mengetahui
banyaknya pure water yang terkumpul, dan permeabilitas untuk mengetahui
toleransi membran terhadap tekanan hidrolik dari suatu membran.

43
4.1 Sintesa Membran CA-PBS/DMF dengan Variasi Nonpelarut pada Proses
Perendaman (Coagulant Bath)
4.1.1 Prediksi Penentuan Nonpelarut yang Digunakan pada Proses Pemadatan
Membran
Diagram fasa berguna untuk memprediksi transisi fasa yang dapat terjadi jika
pemisahan fasa diinduksi menurut metode presipitasi perendaman. Mekanisme
pembentukan membran didasarkan pada proses demixing dimana proses demixing
terjadi pada saat penambahan nonpelarut pada proses pemadatan sehingga larutan
polimer menjadi tidak stabil secara termodinamika, proses demixing menjadi salah
satu tanda bahwa proses binodal pada larutan tersebut telah tercapai. Demixing
dibagi menjadi demixing liquid-liquid dan demixing solid-liquid.

Gambar 4. 1 Diagram Ternary Sistem dari Polimer, pelarut dan nonpelarut


(Gaikwad et al., 2017) (Mulder., 1996)
Pada Gambar 4.1 Menunjukkan diagram ternary yang dibuat dari polimer,
pelarut, dan nonpelarut. Terjadinya demixing yang dilakukan dengan penambahan
atau memasukkan nonpelarut pada sistem polimer pelarut akan membuat
ketidakstabilan mekanisme thermodinamika pada sistem membran tersebut. Dan
demixing terjadi pada saat binodal tercapai.

Pada Gambar 4.2 menunjukkan kurva titik awan (cloud point) untuk CA-
PBS/DMF/Nonpelarut. Pada nonpelarut water yang digambarkan pada rentang
konsentrasi polimer dari 3-15% dimana menggunakan water sebagai nonpelarut,
44
sistem tersebut dibuat pada suhu 250C. Dari Diagram tersebut terlihat bahwa
semakin dekat titik awan ke sumbu pelarut-polimer yang berarti bahwa dengan
menggunakan nonpelarut water terjadi proses liquid-liquid demixing dan solid-
liquid demixing yang lebih lambat dimana proses pembentukan pori membran
terjadi tetapi proses pemadatan membran terjadi cukup lama yang diperkirakan
dapat menghasilkan pori yang berbentuk asimateris yang terbentuk pori fingerlike
dan sponge-like.

Sementara untuk diagram ternary sistem CA-PBS/ DMF/ Methanol dapat


disajikan pada Gambar 4.2 yang memiliki kurva titik awan yang lebih jauh dengan
sumbu pelarut-polimer dibandingkan dengan nonpelarut water, hal ini berarti jika
di representasikan dengan diagram yang disajikan pada Gambar 4.1 garis cloud
point dengan variasi nonpelarut methanol terjadi proses demixing liquid-liquid yang
lebih lambat dibanding water dan lebih menjauhi solidification line yang diprediksi
dapat memiliki pori yang asimetris dan didominasi oleh pori sponge-like dan
methanol sebagai nonpelarut memiliki tingkat koagulasi yang lebih rendah
dibandingkan dengan water sehingga level koagulasi menjadi CA-PBS/DMF/
Water > CA-PBS/ DMF/ Methanol.

Gambar 4. 2 Ternary Diagram Sistem CA-PBS/DMF/Nonpelarut pada suhu


30 0C (Suhu Ambient)

45
Pada diagram ternary sistem CA-PBS/DMF/Isopropanol dapat ditunjukkan
pada Gambar 4.2 bahwa titik awan terlihat lebih menjauhi sumbu polimer-pelarut
dibanding sistem nonpelarut water dan Methanol, hal ini jika di representasikan
dengan diagram pada Gambar 4.1 garis cloud point dengan variasi nonpelarut
isopropanol terjadi proses demixing liquid-liquid yang diprediksi dapat memiliki
pori yang asimetris dan didominasi oleh pori sponge-like, dengan menggunakan
nonpelarut isopropanol terjadi proses demixing liquid-liquid yang kemudian di
susul dengan proses demixing solid liquid dikarenakan garis isopropanol lebih
mendekati solidification line yang merupakan tanda pemadatan membran terjadi,
kombinasi kedua proses tersebut diperkirakan akan menghasilkan membran yang
memiliki pori-pori asimetris dan memiliki pori-pori mirip spons yang diharapkan
dapat meningkatkan karakterisasi dan kinerja membran. kekuatan koagulasi sistem
nonpelarut isopropanol lebih rendah dari pada keduanya dan dapat disimpulkan
bahwa kekuatan koagulasi non-pelarut berada dalam urutan: Air> Metanol>
Isopropanol, sehingga dari prediksi Cloud point dapat disimpulkan dengan
menggunakan variasi nonpelarut isopropanol dapat diharapkan memiliki pori
membran yang asimetris dan memiliki diameter pori yang lebih kecil.

4.1.2 Analisa Hansen Solubility Parameter


Karakteristik membran berpengaruh terhadap struktur morfologi membran,
dimana dapat disebabkan oleh tingkat interaksi antara polimer pembentuk membran
dan pelarut itu sendiri. Analisis HSP ini dilakukan dengan menentukan nilai δ dari
setiap komponen yang terdiri dari nilai δd (energi dispersi polimer) , δp (energi dari
polar intermolekul), δh (energi dari ikatan hydrogen). Ketiga parameter tersebut
merupakan parameter 3 dimensi yang menggambarkan interaksi antara 2 senyawa.
Nilai δ dihitung dengan menggunakan Persamaan 4.1 dan hasil perhitungannya
dapat disajikanpada Tabel 4.1.
𝛿 2 = 𝛿𝑑2 + 𝛿𝑝2 + 𝛿ℎ2 (4.1)

46
Tabel 4. 1 Data Parameter Hansen Solubility untuk setiap komponen (Gaikwad
dkk., 2017) (Hansen., 2007)

Polymer/ Palarut/ Nonpelarut 𝛿𝑑 𝛿𝑝 𝛿ℎ 𝛿

Cellulose Acetate 16,9 16,3 3,7 23,8


PBS 18,57 7,71 9,63 22,3
DMF 17,4 13,7 11,3 24,9
Isopropanol 15,8 6,1 16,4 23,6
Methanol 15,1 12,3 22,3 29,6
Water 15,5 16 42,3 47,8

Setelah Hansen Solubility Parameter dari masing masing senyawa didapatkan,


maka interaksi antara 2 senyawa bisa diprediksi dengan menggunakan persamaan
perbedaan kelarutan. Persamaan perbedaan kelarutan (Persamaan 4.2.) ini
merepresentasikan jarak radial antara pelarut dan pusat dari solubility sphere dari
sebuah polimer (Welker, 2012).

2
∆(𝑆−𝑃) = [(𝛿𝑑 𝑆 − 𝛿𝑑 𝑃)2 + (𝛿𝑝 𝑆 − 𝛿𝑝 𝑃) + (𝛿ℎ 𝑆 − 𝛿ℎ 𝑃)2 ]0,5 (4.2)

Rasio antara radial distance dengan interaction radius (R0) ini disebut
dengan Relative Energy Difference (RED) yang dimana nilai RED ini menunjukkan
3 jenis interaksi antara 2 senyawa:
RED < 1, maka kedua senyawa dapat larut, memiliki afinitas yang sangat tinggi
RED = 1, maka kedua senyawa akan larut Sebagian dan menjadi kondisi batas
RED > 1, maka kedua senyawa tidak larut, memiliki afinitas yang rendah
(Hansen., 2007)

Tabel 4. 2 Hansen Solubility untuk setiap komponen


∆𝑝,𝑠 ∆𝑠,𝑛𝑠 𝑅𝐸𝐷𝑝,𝑠
Component
(cal cm-3/2)
1/2
(cal1/2cm-3/2)
CA/PBS-DMF- 6.4765 31.1432 0,473
Water
CA/PBS-DMF- 6.4765 11.3248 0,473
Methanol
CA/PBS-DMF- 6.4765 9.2914 0,473
Isopropanol

47
Nilai ∆s-p dan ∆s-ns pada Tabel 4.2 menunjukkan interaksi antara solvent-
polimer dan solvent-non-solvent yang dihitung menggunakan persamaan 4.2
berdasarkan nilai dari HSP masing-masing senyawa. Nilai ∆s-p untuk setiap
komponen memiliki nilai yang sama karena komposisi dari pelarut dan polimer
konstan. Parameter konsentrasi pelarut-polimer; pelarut-nonpelarut dan polimer-
nonpelarut berbanding terbalik dengan parameter kelarutan Hansen (∆), semakin
kecil nilai dari (∆) maka semakin kuat interaksi yang ada didalamnya (Gebru &
Das, 2017).
Pada nilai ∆s,ns dan ∆p-ns Mengalami penurunan seiring digantinya nonpelarut
dari water menjadi methanol dan isopropanol, hal ini berarti bahwa interaksi antara
solvent dan nonsolvent serta interasi antara polimer dan nonsolvent semakin kuat
yang dapat memicu terjadinya fast demixing yang dapat mengakibatkan morfologi
membran lebih berpori dan berbentuk sponge-like (Bagheripour dkk., 2017)
(Bagheripour dkk., 2014). Oleh karena itu, interaksi polimer-non-pelarut dan
pelarut-non-pelarut dari tiga pelarut meningkat dalam urutan Isopropanol>
Metanol> Air, karena isopropanol memiliki nilai perbedaan kelarutan terkecil yang
dapat ditunjukkan pada Tabel 4.2 yaitu 9,2914.
Pada Tabel 4.2 nilai RED untuk pelarut-polimer memiliki nilai kurang dari 1
yang berarti bahwa polimer larut didalam pelarut DMF dan memiliki afinitas yang
tinggi yang mengakibatkan membran yang dihasilkan memiliki pori (Mulder,
1996).

4.1.3 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) Membran CA PBS/DMF/ Variasi


Nonpelarut
Metode analisa yang sering digunakan untuk mengetahui struktur morfologi
membran yaitu analisa Scanning Electron Microscopy (SEM). Dari uji SEM dapat
diketahui hasil analisa berupa gambar morfologi membran dengan berbagai lekukan
dan tonjolan dari bagian patahan (fracture surface) dan perbesaran untuk melihat
pori– pori pada patahan membran.

48
Gambar 4. 3 Morfologi membran CA-PBS/DMF dengan variasi nonpelarut air,
methanol, dan isopropanol
Gambar 4.3 merupakan morfologi dari fracture surface dan Top Surface
hasil analisa SEM pada membran CA-PBS/DMF dengan variasi nonpelarut water,
Methanol, dan Isopropanol. Membran yang dibuat dengan variasi nonpelarut water
memiliki pori fingerlike yang besar dimana diameter finger-like 102,469 (𝜇𝑚) dan
pori sponge-like sebesar 0,4829 (𝜇𝑚). Untuk membran yang dibuat dengan variasi
nonpelarut methanol tidak memiliki struktur pori finger-like, sementara untuk
membran yang dibuat dari nonpelarut isopropanol memiliki ukuran sponge-like
yang lebih kecil dibanding variasi nonpelarut water dan methanol yaitu sebesar
0,35057 (𝜇𝑚). Hal ini sesuai dengan prediksi pada diagram ternary dan Hansen
Solubility Parameter pada Tabel 4.2 dimana membran yang dibuat dengan variasi
nonpelarut isopropanol terjadi proses liquid-liquid demixing dan solid-liquid
demixing serta interaksi antara pelarut dan nonpelarut serta interaksi antara polimer
dan nonpelarut semakin kuat yang dapat memicu terbentuknya morfologi membran
lebih berpori dan berbentuk sponge-like hal ini juga dapat dibuktikan dari nilai

49
porositas membran Pada Tabel 4.3 yang lebih besar dibanding dengan nonpelarut
water dan isopropanol.

Tabel 4. 3 Data Ukuran Finger like, Pori di Sponge-like dan Top Surface, dan
Tebal Membran dengan Variasi Nonpelarut
No Variasi Ukuran Pori rata-rata Tebal
Nonpelarut Finger-like Sponge- Top Membran
(μm) Like (μm) Surface (um)
(μm)
1 Water 102,469 0,4829 1,0457 176

2 Methanol - 0,39470 0,8473 90,6


3 Isopropanol - 0,35057 0,7745 81,2

Porositas merupakan banyaknya ruang kosong dari suatu material, pada


variasi nonpelarut nilai porositas membran berbanding terbalik dengan ukuran
diameter pori dan penampang pada hasil foto SEM, pada variasi nonpelarut water
memiliki pori fingerlike yang sangat besar yang mengakibatkan porositas besar
sementa untuk nonpelarut methanol dan isopropanol memiliki porositas yang lebih
kecil hal ini dikarenkan sudah tidak ada pori fingerlike pada penampang membran.
Dan distribusi dari ukuran pori dapat ditunjukkan pada Gambar 4.4.

a)

50
b) c)
Gambar 4. 4 Distribusi Pori a) Pori Spongelike Variasi nonpelarut water ; b)
Spongelike variasi nonpelarut methanol ; c) Spongelike variasi nonpelarut
Isopropanol
4.1.4 Analisa Fourier Transformed Infrared Spectroscopy (FTIR) Membran CA
PBS/DMF/Nonpelarut
Analisa Fourier Transormed Infrared Spectroscopy (FTIR) merupakan salah
satu metode karakterisasi untuk menganalisa senyawa kimia dengan menggunakan
sinar infra merah. Gugus –OH ditunjukkan dengan adanya peak dengan panjang
gelombang 3300–3700 cm-1, gugus –CH pada panjang gelombang 2800–3000 cm1,
gugus C-O pada panjang gelombang 1300 cm-1, gugus C=C pada panjang
gelombang 1680 cm-1, serta gugus C=O pada panjang gelombang 1700 cm -1 (J.
Kim & Lung, 2007) Hidrofilisitas membran dapat ditunjukkan dari analisa FTIR
yang ditunjukkan dengan adanya gugus fungsi hidroksil. Nilai hidrofilisitas
(Wepasnick dkk., 2011) dapat dihitung dengan cara menghitung luas area peak
gugus -OH pada grafik FTIR dengan menggunakan aplikasi ImageJ.

51
Gambar 4. 5 Hasil Analisa FTIR Membran CA PBS/DMF/Nonpelarut

Dari Gambar 4.5 menunjukkan spectra FTIR dari membran


CA/PBS/DMF/Nonpelarut. Dari gambar tersebut dapat diamati adanya gugus -OH,
-CH, -C=O, -C=C dan -CO. Besarnya hidrofilisitas dari membran dapat dihitung
dari luas gugus -OH yang ditunjukkan pada Tabel 4.4. Pada Tabel 4.4 terlihat
bahwa nilai luasan gugus -OH mengalami penurunan seiring digantikannya no-
pelarut dari water menjadi isopropanol, hal ini sesuai dengan nilai water content
pada Tabel 4.5
Tabel 4. 4 Luasan Gugus -OH Membran CA PBS/DMF/Nonpelarut

No Variasi Non-solvent Luasan Peak (cm2 )


63.799,539
1 Water
29.618,572
2 Methanol
6.324,406
3 Isopropanol

4.1.4 Analisa Water Content pada Membran CA-PBS/DMF dengan Variasi


Nonpelarut dan Waktu Perendaman
Analisa water content dilakukan untuk mengetahui kemampuan membran
dalam menyerap air (hidrofilisitas). Analisa water content ini dilakukan dengan
menghitung selisih massa basah dengan massa kering. Massa basah adalah massa

52
membran setelah mengalami perendaman hingga berat konstan, sementara massa
kering merupakan massa membran yang telah dikeringkan dengan oven hingga
berat konstan. Pada Tabel 4.5 disajikan nilai water content untuk modifikasi
nonpelarut water, methanol, dan isopropanol serta modifikasi penambahan
perendaman dengan water yang berfungsi sebagai pembilasan untuk
menghilangkan sisa-sisa pelarut dan nonpelarut pada membran (Melika
Ebrahimpour dkk., 2017), pada Tabel 4.5 disajikan nilai water content menurun
seiring penggantian nonpelarut dari water ke isopropanol.

Tabel 4. 5 Nilai Water Content dari membran CA-PBA/DMF dengan variasi nonpelarut
Modifikasi Water Porositas
Nonpelarut Content Membran
(%) (%)
Water (15) 79,161 76,035
Methanol (15) 73,535 69,327

Isopropanol 46,296 51,724


(15)
I : W (15:15) 72,238 77,438

W:I (15:15) 78,173 76,337


W:M (15:15) 79,621 79,605

I:W (15:6) 72,549 73,276


W:I (6:15) 73,045 62,755
W:M (6:15) 78,732 81,409
Keterangan : W = Water ; M = Methanol; I = Isopropanol

4.1.5 Analisa Uji Kinerja Membran CA-PBS/DMF dengan Variasi Nonpelarut dan
Waktu Perendaman
Kinerja pada membran dapat disajikan dari tiga parameter, yaitu rijeksi
garam, fluks permeate dan permebilitas. Rijeksi garam dapat digambarkan sebagai
rasio perbedaan konsentrasi solute pada feed water dan permeat yang melewati

53
membran. Dan Uji Fluks permeat merupakan banyaknya pure water yang
terkumpul per satuan luas pada tekanan tertentu

400 90
Permeate Flux Salt Rejection (%) 80
350
77.78 346.40
Permeate Flux (l/m2.hr)

341.44 70
300

Salt Rejection (%)


66.67 66.67 60
250
55.56 55.56 55.56 50
200 52.78
50.00
47.22 40
150
30
141.05
100 20
113.38
98.88
50 75.96 62.63 10
59.48 60.53
0 0

Variation Nonsolvent

Gambar 4. 6 Nilai Rijeksi Garam dan Fluks Permeat Membran CA-PBS/DMF


dengan Variasi Nonpelarut

Berdasarkan Gambar 4.6 hasil salt rejection dari membran CA-PBS/DMF


dengan variasi nonpelarut dapat diketahui sesuai dengan bentuk dan ukuran pori
pada membran dan porositas dari membran yang disajikan dari hasil analisa SEM
pada Tabel 4.3. Semakin kecil ukuran pori maka semakin besar pula nilai rijeksi
garam yang didapat, hal ini sesuai dengan penampang pada foto SEM bahwa
semakin rapat ukuran pori membran dapat menahan partikel garam yang lewat
(Phuong dkk, 2013) (Kim, 2013). Sementara hasil fluks yang didapatkan pun
berbanding terbalik dengan nilai rijeksi garam dimana semakin tinggi nilai rijeksi
maka semakin kecil nilai pure water yang didapatkan ini berarti bahwa ukuran pori
yang didapatkan dapat mempengaruhi air yang keluar dari membran.

Permeabilitas membran dapat menunjukkan toleransi membran terhadap


tekanan hidrolik dari suatu membran. Kemampuan membran untuk menyaring
menjadi faktor yang penting karena diharapkan membran memiliki permeabilitas
yang tinggi dan stabil sebagai fungsi waktu filtrasi.

54
Pada Gambar 4.7 disajikan nilai permeabilitas semakin menurun dengan
penggantian nonpelarut pada Coagulant bath dimana permeabilitas tertinggi yaitu
pada membran dengan variasi nonpelarut water sebesar 8,32 x 10-5 L.m-1. Jam-1.
kPa-1. Hal ini sesuai dengan nilai fluks permeate dari membran, dimana penggantian
nonpelarut pada coagulant bath dari water menjadi isopropanol dapat memperkecil
ukuran pori yang mengakibatkan semakin kecil nilai fluks dan nilai permeabilitas
membran.

0.00009
0.00008
Permeability (L.m-1.jam-1.kPa-1)

8.32465E-05
0.00007
0.00006
0.00005
0.00004
0.00003
0.00002 1.39368E-05
0.00001 4.34077E-06
0
Water Methanol Isopropanol
Modification Nonsolvent

Gambar 4. 7 Permeabilitas Membran CA-PBS/DMF dengan variasi Nonpelarut

4.1.6 Analisa Mechanical Strength pada Membran CA-PBS/DMF/Modifikasi


Nonpelarut dan Waktu Perendaman

Analisa DMA bertujuan untuk mengetahui mechanical strength pada


membran (Melika Ebrahimpour dkk., 2017). Kekuatan tarik membran CA/PBS
yang divariasikan pada nonsolvent yang berbeda dalam rendaman koagulan
disajikan pada Gambar 4.8 a) Variasi nonpelarut dari water ke isopropanol dapat
meningkatkan nilai kuat tarik, dimana kekuatan tarik terendah terdapat pada
nonpelarut water. Mechanical strength tertinggi pada variasi nonpelarut
isopropanol sebesar 30,291 kPa. Pada saat digunakan water sebagai non solvent
maka mechanical strength mengalami penurunan hal ini dikarenakan pori dan
rongga yang besar serta terbentuknya makrovoid, sedangkan variasi nonpelarut
isopropanol memilik kekuatan tarik yang semakin meningkat, hal ini dikarenakan

55
ukuran pori yang lebih kecil dan menyerupai spons. struktur pori dan rongga yang
besar dan ukuran pori yang besar pada struktur membran menurunkan sifat mekanik
membran. Pada Gambar 4.8 b) merupakan nilai Tegangan-regangan dari ketiga
variasi membran, terlihat bahwa dengan variasi nonpelarut isopropanol ketika
diberikan regangan yang lebih besar, penurunan kekuatan membran menurun
secara stabil dibandingkan dengan nonpelarut water dan methanol.

35 35
30.591
Tensile Strength (kPa)

30 30
25 22.830 25

Stress (kPa)
18.876
20 20
15 15 Isopropanol

10 Water
10
Methanol
5 5

0 0
0 0.005 0.01 0.015 0.02
Water Methanol Isopropanol Strain (%)
Non-solvent Variation

Gambar 4. 8 Grafik Nilai a) Mechanical Strength b)Tegangan- Regangan


Membran CA-PBS/DMF/Nonpelarut

4.1.7 Analisa Biodegradable pada Membran CA-PBS/DMF/Modifikasi Nonpelarut


dan Waktu Perendaman

Uji biodegradasi digunakan untuk menganalisa biodegradabilitas membran


yang dilakukan penimbunan dalam kompos Biodegradabilitas membran dilakukan
dengan mengukur penurunan berat membran setelah penimbunan (Ali dkk., 2017).
Selama 5 bulan dilakukan proses penimbunan membran pada pupuk kompos
dengan menyiram dalam kurun waktu 3 hari sekali.. Pada penimbunan bulan ke-1
dan ke-2 semua variasi nonpelarut memiliki tingkat penurunan berat yang masih
sedikit hal ini dikarenakan struktur membran yang relatif padat, permukaan yang
cukup efektif untuk aktivitas mikroorganisme serta kemungkinan perembesannya
ke dalam membran belum banyak pada bulan-bulan awal. Oleh karena itu, derajat
biodegradabilitas dan persentase penurunan berat dalam 60 hari pertama tergolong
rendah, hal ini sesuai dengan penelitian Ghaffarian & Mahmoud (2012) bahwa,
derajat biodegradabilitas dan persentase penurunan berat dalam bulan ke-1 dan -2

56
tergolong rendah, Dalam penurunan berat membran pada bulan ke-5 terlihat bahwa
variasi nonpelarut memiliki kenaikan tingkat pengurangan berat membran yang
lebih signifikan, hal ini dikarenakan membran berbahan dasar polimer cellulose
Acetate yang di modifikasi dengan Polybutylene Succinate memiliki tingkat
kenaikan pengurangan berat membran yang lebih signifikan dibandingkan dengan
membran yang hanya dibuat dari polimer Cellulose Acetate saja (Ghaffarian &
Mahmoud, 2012), dengan dengan menggunakan methanol memiliki tingkat
biodegradasi lebih tinggi sebesar 72,68% dibanding kedua variasi lainnya, hal ini
dikarenakan membran yang dibuat dengan variasi methanol memiliki struktur yang
cepat rapuh yang mengakibatkan membran tersebut cepat terurai jika di timbun
dalam kompos, sementara untuk tingkat biodgradasi dengan variasi nonpelarut
water dan isopropanol sebesar 21,88% dan 25,58%.

80.00
70.00
72.68
Water
60.00
Methanol
% Weight Lost

50.00
Isopropanol
40.00
30.00 21.88
25.58
20.00
10.00
0.00
0 1 2 3 4 5 6
Bulan Ke-
Gambar 4. 9 Penurunan tingkat biodegradasi Membran CA-
PBS/DMF/Nonpelarut

4.1.8 Pemilihan Membran Terbaik untuk Variasi Nonpelarut pada Coagulant Bath
Membran CA-PBS/DMF dengan variasi nonpelarut yang telah di sintesa
kemudian dibandingkan untuk menghasilkan karakterisasi dan performa membran
yang baik. Pemilihan nonpelarut terbaik dilakukan melalui analisa prediksi meliputi
Cloud point data dan Parameter Hansen Solubility, Analisa karakterisasi membran
yaitu analisa Water Content, morfologi membran dengan SEM, porositas membran

57
dan Biodegradable membran serta uji kinerja membran meliputi uji rijeksi garam,
uji fluks dan Permeabilitas

Tabel 4. 6 Penentuan Variabel Terbaik pada Membran CA-PBS/DMF/


Nonpelarut

Jenis Analisa Variabel Variasi dengan


Hasil Terbaik
Ternary Diagram/ Cloud Point Isopropanol
Hansen Solubility Isopropanol
Ukuran Pori Isopropanol
% Porositas Isopropanol
Water Content Water
% Salt Rejection Isopropanol
Fluks Isopropanol
Permeabilitas Isopropanol
Biodegradable Methanol
Mechanical Evaluation Isopropanol

Dari Tabel 4.6 dapat disimpulkan bahwa variabel nonpelarut terbaik yaitu
dengan menggunakan isopropanol, oleh karena itu untuk variabel selanjutnya
menggunakan isopropanol sebagai nonpelarut pada coagulant bath.

4.2 Penggantian Pelarut DMF pada Membran CA-PBS dengan Pelarut yang Lebih
Ramah Lingkungan untuk Menaikkan Kinerja dan Karakteristik Membran

Dimethyl Sulfoxide (DMSO) merupakan pelarut yang biasa digunakan untuk


melarutkan polimer seperti Cellulose Acetate, dikarenakan DMSO dapat larut
dalam CA pada suhu rendah. DMSO memiliki titik didih sebesar 1890 C, dan larut
dengan air serta tidak beracun (Figoli dkk., 2014). Pembuatan membran Cellulose
Acetate dengan pelarut DMSO tidak hanya memiliki toksisitas intrinsik yang relatif
rendah, tetapi juga dapat terurai secara hayati, membentuk produk-produk non-toksik
dan DMSO merupakan pelarut yang lebih ramah untuk pembuatan membran CA
(Nu. dkk 2019).

58
Gambar 4. 10 Diagram Ternary Sistem CA-PBS/Solvent/Isopropanol

Pada Gambar 4.10 disajikan sumbu binodal dengan pelarut DMSO dan DMF
terlihat bahwa dengan pelarut DMSO memiliki garis yang lebih mendekati non-
pelarut polimer yang berarti akan terjadi proses demixing liquid-liquid dan solid-
liquid dibanding DMF yang berarti polimer akan lebih stabil berdifusi dan
membentuk matrik membran yang lebih baik dibanding pelarut DMF, hal ini berarti
bahwa membran yang dibuat dengan menggunakan pelarut DMSO menyebabkan
membran lebih berpori karena nilai tukar nonpelarut-pelarut akan lebih tinggi
(Evenepoel dkk., 2018).

Tabel 4. 7 Data Parameter Hansen Solubility untuk setiap komponen (Hansen,


2007)

Polymer/ Palarut/ Nonpelarut 𝛿𝑑 𝛿𝑝 𝛿ℎ 𝛿

Cellulose Acetate 16,9 16,3 3,7 23,8


PBS 18,57 7,71 9,63 22,3
DMSO 18,4 16,4 10,2 26,7
Isopropanol 15,8 6,1 16,4 23,6
Methanol 15,1 12,3 22,3 29,6
Water 15,5 16 42,3 47,8

59
Tabel 4. 8 Parameter Hansen Solubility untuk setiap komponen

Component ∆𝒔,𝒑 ∆𝒔,𝒏𝒔 𝑅𝐸𝐷𝑠,𝑝

CA/PBS-DMF- 6,4765 9,2914 0,473


Isopropanol
CA/PBS-DMSO- 5,7361 12,3000 0,444
Isopropanol

Nilai ∆s-p dan ∆s-ns serta pada Tabel 4.8 menunjukkan interaksi antara pelarut-
polimer dan pelarut-non-pelarut yang dihitung menggunakan Persamaan 4.2
berdasarkan nilai dari HSP masing-masing senyawa. Nilai ∆s-p untuk variasi pelarut
DMSO memiliki nilai yg lebih kecil dari variasi pelarut DMF dimana parameter
konsentrasi pelarut-polimer; pelarut-nonpelarut dan polimer-nonpelarut berbanding
terbalik dengan parameter kelarutan Hansen (R), semakin kecil nilai dari (R) maka
semakin kuat interaksi yang ada didalamnya (Gebru & Das, 2017).
Pada Tabel 4.8 disajikan nilai RED pelarut-polimer semakin kecil seiring
pelarut diganti dengan DMSO hal ini berarti bahwa dengan pelarut DMSO polimer
CA-PBS semakin larut karena memiliki nilai kurang dari 1. Pada nilai ∆s,p
Mengalami penurunan seiring digantinya pelarut dari DMF ke DMSO, hal ini
berarti bahwa interaksi antara pelarut dan polimer semakin kuat yang dapat memicu
terjadinya demixing liquid-liquid yang dapat mengakibatkan morfologi membran
lebih berpori dan membentuk membran asimetris (Bagheripour, 2014). Oleh karena
itu, interaksi polimer-non-pelarut dan pelarut-non-pelarut dari kedua pelarut
meningkat dalam urutan DMSO> DMF.

4.2.1 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) Membran CA PBS/Solvent-


Isopropanol
Dari uji SEM dapat diketahui hasil analisa berupa gambar struktur morfologi
membran dengan berbagai lekukan dan tonjolan dari bagian patahan (fracture
surface) dan perbesaran untuk melihat pori– pori pada patahan membran dan dapat
disajikan pada Gambar 4.11.

60
Gambar 4. 11 Morfologi membran CA-PBS/Solvent/Isopropanol

Analisis SEM dilakukan dengan perbesaran 5000x dan 10.000x untuk


menunjukkan morfologi membran pada permukaan atas dan luas penampang,
masing-masing. Morfologi membran CA/PBS baik dengan pelarut DMF maupun
DMSO menunjukkan membran padat dengan struktur seperti spons. Permukaan
atas pada kedua membran menunjukkan permukaan yang kasar, namun permukaan
atas membran dengan pelarut DMSO lebih padat dibandingkan permukaan
membran dengan pelarut DMF.

Tabel 4. 9 Data Ukuran Pori dan Tebal Membran CA-PBS/Solvent/Isopropanol


Modifikasi Sponge-like Porositas Tebal
Nonpelarut (μm) Membran (%) Membran(µm)

DMF 0,35057 51,724 81,2

DMSO 0,33117 58,843 79,8

Pada Tabel 4.9 disajikan nilai Porositas membran CA/PBS dengan pelarut
DMF dan DMSO masing-masing adalah 51.724 % dan 58.843%. Nilai porositas ini
hampir sama, karena ukuran pori keduanya juga hampir sama yaitu sekitar 0,33117-
0,35057 μm dan tebal membran yang semakin menurun. Distribusi pori dapat

61
ditunjukan pada Gambar 4.12 terlihat bahwa dengan menggunakan pelarut DMSO
dapat menambah frekuensi dari pori membran.

(a) (b)
Gambar 4. 12 Distribusi Pori Membrane a) Spongelike CA-
DMF/Isopropanol dan b)Spongelike CA-DMSO/Isopropanol

4.2.2 Fourier Transformed Infrared Spectroscopy (FTIR) Membran CA


PBS/Solvent-Isopropanol
Dari Gambar 4.13 menunjukkan spectra FTIR dari membran CA-
PBS/DMF/Nonpelarut. Dari gambar tersebut dapat diamati adanya gugus -OH, -
CH, -C=O, -C=C dan -CO. Besarnya hidrofilisitas dari membran dapat dihitung
dari luas gugus -OH yang ditunjukkan pada Tabel 4.10.

Gambar 4. 13 Hasil Analisa FTIR membran CA-PBS/Solvent/Isopropanol

62
Pada Tabel 4.10 disajikan luasan gugus -OH yang meningkat seiring
digantikannya pelarut DMF menjadi DMSO hal ini berarti bahwa pelarut DMSO
dapat menaikkan nilai hidrofilisitas membran.

Tabel 4. 10 Luasan Gugus OH Membran CA-PBS/Solvent/Isopropanol

No Variasi Solvent Luasan Peak (cm2 )


6.324,406
1 DMF
32.636,31
2 DMSO

4.2.3 Analisa Water Content Membran dengan Penggantian Pelarut yang Lebih
Ramah Lingkungan
Analisa water content dilakukan untuk mengetahui kemampuan membran
dalam menyerap air (hidrofilisitas). Analisa water content ini dilakukan dengan
menghitung selisih massa basah dengan massa kering. Massa basah adalah massa
membran setelah mengalami perendaman hingga berat konstan, sementara massa
kering merupakan massa membran yang telah dikeringkan dengan oven hingga
berat konstan.

Tabel 4. 11 Hasil Analisa Water Content dan Porositas Membran

Modifikasi Water Porositas


Membran Content Membran
(%) (%)
DMF 46,296 51,724
DMSO 52,326 58,843

Pada Tabel 4.11 disajikan nilai water content untuk penggantian pelarut dari DMF
ke DMSO terlihat bahwa DMSO dapat menaikkan sifat hidrofilik dari membran
CA-PBS. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Evenepoel dkk

63
(2018) bahwa penggunaan pelarut DMSO dapat meningkatkan tingkat hidrofilisitas
membran, yang ditandai dengan semakin kecil nilai sudut kontak membran.

4.2.4 Analisa Uji Kinerja Membran untuk FLuks Permeate dan (%) Rijeksi Garam
pada Membran Pelarut yang Lebih Ramah Lingkungan
Salt Rejection dapat digambarkan sebagai rasio perbedaan konsentrasi solute
pada feed water dan permeat yang melewati membran. Dan Uji Fluks permeat
merupakan banyaknya pure water yang terkumpul per satuan luas pada tekanan
tertentu
70 78.40
59.48 78.30
60
Permeate Flux 78.20
Permeate Flux (L/m2.hr)

50 78.10

Salt Rejection (%)


Salt Rejection (%)
78.00
40 35.19
77.90
78.33
30
77.80

20 77.70

77.78 77.60
10
77.50
0 77.40
DMF DMSO
Solvent Variation

Gambar 4. 14 Hasil Uji Rijeksi Garam dan Fluks Permeate Membran CA-PBS
degan Penggantian Pelarut DMSO

Berdasarkan Gambar 4.14 membran yang diganti pelarutnya dari DMF ke


DMSO mengalami kenaikan nilai Rijeksi garam dari 77,78 % menjadi 78,33 % hal
ini berarti bahwa pelarut DMSO terbukti sesuai dengan prediksi analisis pemisahan
fasa dimana dengan menggunakan pelarut DMSO garis yang dihasilkan lebih dekat
ke garis polimer-pelarut yang mengakibatkan proses pemadatan membran menjadi
delayed demixing yang mengakibatkan pori yang dihasilkan lebih seragam dan
lebih mampu menahan solute yang melewati membran serta merupakan pelarut
yang lebih ramah lingkungan juga dapat menaikkan kinerja dari pembuatan
membran (Evenepoel dkk., 2018; Nu dkk., 2019; Soroko dkk., 2011).

64
4.2.5 Analisa Permeabilitas pada Membran Penggantian Pelarut Ramah
Lingkungan
Permeabilitas membran dapat menunjukkan toleransi membran terhadap
tekanan hidrolik dari suatu membran. Kemampuan membran untuk memfiltrasi
menjadi faktor yang penting karena diharapkan membran memiliki permeabilitas
yang tinggi dan stabil sebagai fungsi waktu filtrasi.

0.000005
4.34077E-06
Permeability (L. m-1. jam-1. kPa-1)

0.0000045
0.000004
0.0000035
0.000003 2.76844E-06
0.0000025
0.000002
0.0000015
0.000001
0.0000005
0
DMF DMSO
Modification of Solvent

Gambar 4. 15 Hasil Uji Permeabilitas Membran CA-PBS degan Penggantian


Pelarut DMSO

Pada Gambar 4.15 disajikan grafik nilai uji permeabilitas, terlihat bahwa
penggantian pelarut DMSO dapat memiliki nilai permeabilitas yang rendah, hal ini
dikarenakan nilai fluks yang didapatkan semakin kecil yang diakibatkan oleh
ukuran pori yang semakin kecil. Hal ini sesuai dengan Analisa pemisahan fasa dan
kelarutan Hasen Solubility dimana pelarut DMSO memiliki garis binodal yang
lebih dekat ke garis polimer-nonpelarut yang mengakibatkan proses pemadatan
membran menjadi delayed demixing yang mengakibatkan pori yang dihasilkan
lebih seragam selain lebih mampu menahan solute yang melewati membran juga
dapat menaikkan kinerja membran seperti fluks dan permeabilitas membran
(Evenepoel dkk., 2018; Nu dkk., 2019; Soroko dkk., 2011).

65
4.2.6 Analisa Mechanical Strength pada Membran CA-PBS/Solvent/Isopropanol
Analisa DMA bertujuan untuk mengetahui mechanical strength pada membran
(Melika Ebrahimpour dkk., 2017). Pada Gambar 4.16 Secara umum kekuatan tarik
membran dengan pelarut DMSO lebih tinggi dibandingkan membran dengan
pelarut DMF. Membran dengan variasi pelarut DMSO memiliki ukuran pori yang
relatif kecil dibandingkan dengan pelarut DMF sehingga terjadi peningkatan
kekuatan mekanik membran dengan DMSO sebagai pelarut.

60.000 60
48.088 DMF-Iso
Tensile Strength (kPa)

50.000 50
Stress (kPa) DMSO-Iso
40.000 40
30.591
30.000 30
20
20.000
10
10.000
0
0.000 0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03
DMF DMSO Strain (%)
Solvent Variation with Isopropanol Non-solvent

(a) (b)

Gambar 4. 16 a) Nilai Mechanical Strength b) Tegangan- Regangan Membran


CA-PBS/Solvent/Isopropanol
4.2.7 Uji Biodegradable pada Membran CA-PBS/Solvent/Isopropanol
Uji biodegradasi digunakan untuk menganalisa biodegradabilitas membran
yang dilakukan penimbunan dalam kompos Biodegradabilitas membran dilakukan
dengan mengukur penurunan berat membran setelah penimbunan (Ali dkk., 2017).
Selama 5 bulan dilakukan proses penimbunan membran pada pupuk kompos
dengan menyiram dalam kurun waktu 3 hari sekali. Pada penimbunan bulan ke-1
dan ke-2 semua variasi nonpelarut memiliki tingkat penurunan berat yang masih
sedikit hal ini dikarenakan struktur membran yang relatif padat, permukaan yang
cukup efektif untuk aktivitas mikroorganisme serta kemungkinan perembesannya
ke dalam membran belum banyak pada bulan-bulan awal. Oleh karena itu, derajat
biodegradabilitas dan persentase penurunan berat dalam 60 hari pertama tergolong
rendah, hal ini sesuai dengan penelitian Ghaffarian & Mahmoud (2012) bahwa,
derajat biodegradabilitas dan persentase penurunan berat dalam bulan ke-1 dan -2

66
tergolong rendah, Dalam Bulan ke-5 terlihat bahwa dengan pelarut DMSO dapat
menaikkan tingkat biodegradable membran hal ini dikarenakan penambahan dan
penggantian pelarut yang memiliki tingkat hidrofilisitas dan tingkat dispersi yang
tinggi dapat menaikkan nilai biodegradasi membran (Evenepoel dkk., 2018), Dalam
studi yang dilakukan oleh Hoque dkk., (2013) mengemukakan bahwa penambahan
zat hidrofilik ke sampel polimer dalam pembuatan membran mengakibatkan
peningkatan degradasi. Oleh karena itu, laju degradasi diperkirakan akan meningkat
dengan meningkatnya porositas dan hidrofilisitas membran. Dengan penggantian
pelarut DMSO tingkat biodegradasi meningkat dari 25,58 % menjadi 29,58%.
35
DMF/ISO DMSO/ISO
30 29.58
25
% Weight Lost

25.58
20

15

10

0
0 1 2 3 4 5 6
Bulan Ke-
Gambar 4. 17 Nilai Biodegradasi Membran CA-PBS/Solvent/Isopropanol

4.3 Sintesa Membran CA-PBS dengan Pelarut DMSO dan Nonpelarut Terbaik
dengan Tambahan Partikel
4.3.1 Sintesa Membran CA-PBS dengan Pelarut DMSO dan Nonpelarut Terbaik
dengan Tambahan Al2O3
Sintesa membran CA/PBS dengan menggunakan pelarut DMSO dan
nonpelarut Isopropanol, dengan penambahan Al2O3 dengan variable perbandingan
massa Al2O3 terhadap massa total polimer (CA-PBS) yang digunakan sebagai
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐴𝑙2𝑂3
berikut: 1,5; 2; 2,5; 3% (𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑜𝑙𝑖𝑚𝑒𝑟). Membran yang telah dibuat,

dikarakterisasi dengan menggunakan analisa water content, porositas membrane,


uji fluks permeat, salt rejection, dan permeabilitas membran.

67
4.3.1.1 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) Membran CA
PBS/DMSO/Isopropanol/Al2O3
Analisis SEM dilakukan dengan perbesaran 5000x dan 10.000x untuk
menunjukkan morfologi membran pada permukaan atas dan luas penampang,
masing-masing. Dari hasil analisis SEM, parameter morfologi yang diamati adalah
distribusi pori, jenis pori, diameter pori dan porositas. Distribusi pori pada
penambahan Al2O3 dapat disajikan pada Gambar 4.18, menunjukkan
kecenderungan asimetris dimana membran memiliki pori-pori seperti spons.
Semakin banyak penambahan Al2O3 maka semakin kecil ukuran pori yang terjadi.

Gambar 4. 18 Morfologi membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/Al2O3

Pada Tabel 4.12 menunjukkan besarnya ukuran pori dan porositas membran
CA/PBS dengan penambahan Al2O3. Terlihat bahwa dengan penambahan Al2O3
sebesar 2,5% wt menghasilkan diameter ukuran pori terkecil dan memiliki porositas
yang besar.

68
Tabel 4. 12 Ukuran Pori dan Tebal Membran CA-
PBS/DMSO/Isopropanol/Al2O3
Penambahan Sponge-like Porositas Tebal
PEG (μm) Membran Membran
(%) (µm)
Al2O3 0% 0,33117 58,843 79,8
Al2O3 1.5% - 68,28 -
Al2O3 2% 0,46899 68,40 40,7

Al2O3 2.5% 0,32818 72,53 83,2

Al2O3 3% 0,50985 67,00 98,4

Distribusi pori dapat disajikan pada Gambar 4.19, pada penambahan Al2O3 dapat
memperkecil jumlah pori dari membran dan mengecilkan ukuran membran yang
berarti bahwa membran dengan tambahan Al 2O3 dapat membuat membran lebih
dense.

(a) (b)

69
(c) (c)
Gambar 4. 19 Distribusi Pori Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol
a)Al2O3 0% ; b) Al2O3 2%; c) Al2O3 2,5%; d) Al2O3 3%

4.3.1.2 Fourier Transformed Infrared Spectroscopy (FTIR) Membran CA


PBS/DMSO/Al2O3
Dari Gambar 4.20 menunjukkan spectra FTIR dari membran CA-
PBS/DMSO/Al2O3. Dari gambar tersebut dapat diamati adanya gugus -OH, -
CH, -C=O, -C=C dan -CO. Besarnya hidrofilisitas dari membran dapat
dihitung dari luas gugus -OH yang ditunjukkan pada Tabel 4.13.

Gambar 4. 20 Spektra FTIR Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/ Al2O3


70
Pada Tabel 4.13 disajikan nilai luasan peak -OH membran dan terlihat bahwa
penambahan Al2O3 dapat menaikkan nilai hidrofiliditas dari membran.
Hidrofilisitas tertinggi yaitu pada penambahan Al 2O3 sebanyak 2,5%.

Tabel 4. 13 Nilai Luasan Peak -OH Membran CA-


PBS/DMSO/Isopropanol/PEG400
Variasi Penambahan
No Al2O3 Luasan Peak (cm2 )

1. Al2O3 0% 32.636,31

2. Al2O3 2% 35.303,21

3. Al2O3 5% 36.103,09

4. Al2O3 7% 40.343,10

5. Al2O3 8% 39.130,08

4.3.1.3 Analisa Water Content Membran CA-PBS/DMSO/ Isopropanol dengan


Tambahan Al2O3
Analisa water content dilakukan untuk mengetahui kemampuan membran
dalam menyerap air (hidrofilisitas). Analisa water content ini dilakukan dengan
menghitung selisih massa basah dengan massa kering. Massa basah adalah massa
membran setelah mengalami perendaman hingga berat konstan, sementara massa
kering merupakan massa membran yang telah dikeringkan dengan oven hingga
berat konstan.

71
Tabel 4. 14 Hasil Uji Water Content (%) dan Porositas Membran CA-
PBS/DMSO/Isopropanol/Al2O3

Modifikasi Water Porositas


Membran Content Membran
(%) (%)
Al2O3 0% 52.326 58,843
Al2O3 1,5% 62,302 68,28
Al2O3 2% 62,385 68,40
Al2O3 2,5 % 66,962 72,53
Al2O3 3% 61,429 67,00

Pada Tabel 4.14 disajikan nilia uji water content dan porositas membran
terlihat bahwa penambahan Al2O3 pada membran CA-PBS/DMSO dapat
meningkatkan hidrofilisitas membran, hidrofilisitas membran meningkat hingga
66,962 % seriring penambahan hingga 2,5%. Hal ini dikarenakan Al2O3 memiliki
afinitas oksida logam yang lebih tinggi dengan air, yang mengakibatkan membran
dengan tambahan partikel Al2O3 lebih bersifat hidrofilik (Melika Ebrahimpour et
al., 2017). Pada membran yang ditambahkan Al2O3 sebesar 3% mengalami
penurunan water content. Hal ini dikarenakan pada konsentrasi penambahan Al 2O3
diatas 2,5% sudah tidak optimum dan terbentuk aglomerasi pada membran, yang
mengakibatkan karakteristik dari membran menurun (Yan dkk., 2006).
4.3.1.4 Analisa Uji Kinerja Membran Fluks Permeate dan %Rijeksi Garam
Membran CA-PBS/DMSO/ Isopropanol dengan Tambahan Al2O3
Salt Rejection dapat digambarkan sebagai rasio perbedaan konsentrasi
solute pada feed water dan permeat yang melewati membran. Dan Uji Fluks
permeat merupakan banyaknya pure water yang terkumpul per satuan luas pada
tekanan tertentu. Pada Gambar 4.21 hasil rijeksi garam dari penambahan Al 2O3
dimana semakin banyak penambahan Al 2O3 semakin besar nilai % Rijeksi Garam,
% rijeksi garam tertinggi yaitu sebesar 91,7 % yaitu pada penambahan 2,5% berat
Al2O3.

72
120 100
Permeate Flux Salt Rejection (%)
90
100
80
70

Salt Rejection (%)


80
Permeate Flux

60
60 50
91.7
78.3 75.0 77.8 40
40 66.7
30
20
20
10
35.190 82.845 99.206 29.762 78.649
0 0
Al2O3 0% Al2O3 1.5% Al2O3 2% Al2O3 2.5 % Al2O3 3%
Al2O3 Content

Gambar 4. 21 Hasil Uji Rijeksi Garam (%) dan Fluks Permeate Pada Membran
CA-PBS/DMSO/Isopropanol dengan Penambahan Partikel Al2O3
Pada membran yang ditambahkan Al2O3 sebesar 3% mengalami penurunan %
Rijeksi Garam. Hal ini dikarenakan pada konsentrasi penambahan Al 2O3 2,5%
sudah optimum sehingga ketika dinaikkan menjadi 3% hasil menjadi turun dan
sudah tidak optimum yang mengakibatkan terbentuk aglomerasi pada membran,
yang mengakibatkan performa membran menurun (Yan dkk., 2006).

4.3.1.5 Analisa Uji Permeabilitas Membran CA-PBS/DMSO/ Isopropanol dengan


Tambahan Al2O3
0.000009
7.62599E-06
Permeability (L. m-1.hr-1. kPa-1)

0.000008
0.000007
0.000006
0.000005
0.000004
3.08966E-06
2.76844E-06
0.000003
1.75941E-06
0.000002
0.000001
0
Al2O3 0% Al2O3 2% Al2O3 2.5 % Al2O3 3%
Al2O3 Content (%)

Gambar 4. 22 Hasil Uji Permeabilitas Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol


dengan Penembahan Partikel Al2O3

73
Permeabilitas membran dapat menunjukkan toleransi membran terhadap
tekanan hidrolik dari suatu membran. Kemampuan membran untuk memfiltrasi
menjadi faktor yang penting karena diharapkan membran memiliki permeabilitas
yang tinggi dan stabil sebagai fungsi waktu filtrasi. Dari Gambar 4.22 terlihat
bahwa nilai permeabilitas membran mengalami penurunan seiring ditambahkannya
partikel Al2O3 hal ini sebanding dengan nilai fluks permeate membran tersebut.

4.3.1.6 Analisa Mechanical Strength pada Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/Al2O3


Analisa DMA bertujuan untuk mengetahui mechanical strength pada membran
(Melika Ebrahimpour dkk., 2017). Kekuatan tarik CA-PBS / DMSO dengan
penambahan Al2O3 digambarkan pada Gambar 4.23 menunjukkan bahwa untuk
membran yang dibuat dengan penambahan Al 2O3 2,5% meningkatkan kekuatan
tarik hingga 51,682 kPa. Pada konsentrasi Al2O3 yang lebih tinggi, terbentuk pori-
pori besar yang tidak diinginkan di permukaan. Diketahui bahwa porositas yang
tinggi dan rongga yang besar pada struktur membran menurunkan kekuatan tarik,
dan kemudian kekuatan tarik membran pada penambahan Al 2O3 3% menurun.

60 60
51.682 46.641285
48.088 71
50
Tensile Strength (kPa)

50
40 35.778
Stress (kPa)

40
30 30
Al2O3 2%
20 20 Al2O3 2.5%
Al2O3 3%
10 10
Al2O3 0%

0 0
0 2 2.5 3 0 0.01 0.02 0.03 0.04
Al2O3 Content (%) Strain (%)

a) b)
Gambar 4. 23 a) Hasil Mechanical Strength b) Regangan-Tegangan Membran
CA-PBS/DMSO/Isopropanol dengan Penembahan Partikel Al2O3

4.3.1.7 Analisa Biodegradasi pada Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/Al2O3


Uji biodegradasi digunakan untuk menganalisa biodegradabilitas membran
yang dilakukan penimbunan dalam kompos Biodegradabilitas membran dilakukan

74
dengan mengukur penurunan berat membran setelah penimbunan (Ali dkk., 2017).
Selama 5 bulan dilakukan proses penimbunan membran pada pupuk kompos
dengan menyiram dalam kurun waktu 3 hari sekali. Pada penimbunan bulan ke-1
dan ke-2 semua variasi nonpelarut memiliki tingkat penurunan berat yang masih
sedikit hal ini dikarenakan struktur membran yang relatif padat, permukaan yang
cukup efektif untuk aktivitas mikroorganisme serta kemungkinan perembesannya
ke dalam membran belum banyak pada bulan-bulan awal. Oleh karena itu, derajat
biodegradabilitas dan persentase penurunan berat dalam 60 hari pertama tergolong
rendah, hal ini sesuai dengan penelitian Ghaffarian & Mahmoud (2012) bahwa,
derajat biodegradabilitas dan persentase penurunan berat dalam bulan ke-1 dan -2
tergolong rendah, Pada Gambar 4.24 terlihat bahwa Bulan ke-4 terlihat bahwa
dengan penambahan additif Al2O3 dapat terlihat belum meningkatkan tingkat
biodegradable membran, dan ketika pada bulan ke-5 baru mengalami kenaikan
tingkat biodegradasi yang lebih tinggi hal ini dikarenakan additif Al2O3 memiliki
tingkat hidrofilisitas dan porositas yang lebih rendah dibandingkan dengan additif
lain yang ditambahkan Dalam studi yang dilakukan oleh Hoque dkk., (2013)
mengemukakan bahwa penambahan zat hidrofilik ke sampel polimer dalam
pembuatan membran mengakibatkan peningkatan degradasi. Oleh karena itu, laju
degradasi diperkirakan akan meningkat dengan meningkatnya porositas dan
hidrofilisitas membran.

40.00
Al2O3 0%
35.00 37.96
Al2O3 1.5% 33.65
30.00 29.58
Al2O3 2% 28.10
% Weight Lost

25.00
Al2O3 2.5%
20.00 Al2O3 3%
16.67
15.00

10.00

5.00

0.00
0 1 2 3 4 5 6
Bulan Ke-

Gambar 4. 24 Hasil Uji Biodegradasi Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol


dengan Penembahan Partikel Al2O3

75
4.3.2 Sintesa Membran CA-PBS dengan Pelarut DMSO dan Nonpelarut Terbaik
dengan Tambahan Polyethylene Glycol (PEG400)
Sintesa membran CA/PBS dengan menggunakan pelarut DMSO dan
nonpelarut Isopropanol, dimana parikel PEG400 yang digunakan yaitu 2; 5; 7; dan
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑃𝐸𝐺400
8% (𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑜𝑙𝑖𝑚𝑒𝑟). Membran yang telah dibuat, dikarakterisasi dengan

menggunakan analisa water content, % porositas membrane, uji fluks permeat, salt
rejection, dan permeabilitas.

4.3.2.1Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) Membran CA


PBS/DMSO/Isopropanol/PEG400
Analisis SEM dilakukan dengan perbesaran 5000x dan 10.000x untuk
menunjukkan morfologi membran pada permukaan atas dan luas penampang,
masing-masing. Morfologi membran. Dari hasil analisis SEM, parameter morfologi
yang diamati adalah distribusi pori, jenis pori, diameter pori dan porositas.
Distribusi pori pada additif PEG dapat disajikan pada Gambar 4.24, menunjukkan
kecenderungan asimetris dimana membran memiliki pori-pori seperti spons.
Semakin banyak penambahan PEG maka semakin kecil ukuran pori yang terjadi.
Hal ini dikarenakan PEG merupakan pembentuk pori dan bertindak sebagai agen
plasticizer yang membuat membran menjadi lebih kuat (Saljoughi et al., 2010).
Namun, penambahan PEG sebanyak 8% berat polimer menghasilkan membran
yang lebih rapat dan simetris dan ukuran pori yang lebih besar.

76
Gambar 4. 25 Morfologi Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/ PEG400

Pada Tabel 4.15 menunjukkan besarnya ukuran pori dan ketebalan membran
CA/PBS dengan penambahan PEG. Terlihat bahwa dengan penambahan PEG
sebesar 7% wt menghasilkan diameter ukuran pori terkecil.

Tabel 4. 15 Data Ukuran Pori dan Ketebalan Membran CA-


PBS/Solvent/Isopropanol

Penambahan Porositas Sponge-like (μm) Ketebalan


PEG Membran (%) Membran (µm)
PEG 0% 58,843 0,33117 79,8

PEG 2% 59,00 0,4409 61,75

PEG 5% 72,14 - -

PEG 7% 75,16 0,2623 56,25

PEG 8% 67,47 0,5959 60

77
Pada Gambar 4.26 ditunjukkan nilai distribusi pori pada penambahan PEG400
dapat memperkecil jumlah pori dari membran dan mengecilkan ukuran membran
yang berarti bahwa membran dengan tambahan PEG400 dapat membuat membran
lebih dense.

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 4. 26 Analisa SEM Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol a)
PEG400 0%; b)PEG400 2%; c) PEG400 7%; d) PEG400 8%

4.3.2.2 Fourier Transformed Infrared Spectroscopy (FTIR) Membran CA PBS/Solvent-


Isopropanol
Dari Gambar 4.26 menunjukkan spectra FTIR dari membran CA-
PBS/Solvent/Isopropanol. Dari gambar tersebut dapat diamati adanya gugus -OH, -
CH, -C=O, -C=C dan -CO. Besarnya hidrofilisitas dari membran dapat dihitung
dari luas gugus -OH yang ditunjukkan pada Tabel 4.16.

78
Gambar 4. 27 Spektra FTIR Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/ PEG400

Pada Tabel 4.16 disajikan nilai luasan peak -OH membran dan terlihat bahwa
penambahan PEG400 dapat menaikkan nilai hidrofiliditas dari membran.
Hidrofilisitas tertinggi yaitu pada penambahan PEG sebanyak 7%.

Tabel 4. 16 Nilai Luasan Peak -OH Membran CA-


PBS/DMSO/Isopropanol/PEG400
Variasi
Penambahan
No PEG Luasan Peak (cm2 )
32.636,31
1. PEG 0%
36.673,40
2. PEG 2%
42.447,72
3. PEG 5%
43.544,94
4. PEG 7%
35.159,19
5. PEG 8%

4.3.2.3 Analisa Water Content Membran CA-PBS/DMSO/ Isopropanol dengan


Tambahan PEG 400
Analisa water content dilakukan untuk mengetahui kemampuan membran
dalam menyerap air (hidrofilisitas). Analisa water content ini dilakukan dengan
79
menghitung selisih massa basah dengan massa kering. Massa basah adalah massa
membran setelah mengalami perendaman hingga berat konstan, sementara massa
kering merupakan massa membran yang telah dikeringkan dengan oven hingga
berat konstan.

Tabel 4. 17 Hasil Analisa Water Content dan Porositas Membran CA-


PBS/DMSO/ Isopropanol/ PEG 400

Modifikasi Water Porositas


Membran Content Membran
(%) (%)
PEG 0% 52,326 58,843
PEG 2% 52,489 59,00
PEG 5% 66,531 72,14
PEG 7% 69,905 75,16
PEG 8% 61,429 67,47

Pada Tabel 4.17 Merupakan nilai water content dari membran yang
ditambahkan PEG 400 terlihat bahwa semakin tinggi penambahan PEG, maka
semakin hidrofilis membran tersebut, yang ditandai dengan semakin tinggi nilai
water content. PEG adalah hidrofilic additive dengan sifat nonpelarut yang berarti
memiliki afinitas tinggi dan rendah terhadap pelarut (DMSO) dan polimer (CA dan
PBS). Dengan demikian, keberadaan PEG meningkatkan ketidakstabilan
termodinamika dari film yang dibuat pada coagulant bath dan setelah itu
meningkatkan laju demixing. Efek langsung dari percepatan pengendapan adalah
terbentuknya membran berpori dengan ketebalan lebih tinggi.
4.3.2.4 Analisa Uji Kinerja Membran Fluks Permeate dan % Rijeksi Garam
Membran CA-PBS/DMSO/ Isopropanol dengan Tambahan PEG
Salt Rejection dapat digambarkan sebagai rasio perbedaan konsentrasi
solute pada feed water dan permeat yang melewati membran, dan Uji Fluks permeat
merupakan banyaknya pure water yang terkumpul per satuan luas pada tekanan
tertentu. Pada Gambar 4.28 disajkan nilai kinerja membran, terlihat bahwa

80
semakin banyak penambahan PEG pada membran maka hasil kinerja membran
semakin baik, kinerja membran terbaik yaitu pada penambahan PEG sebanyak 7%
yaitu sebesar 87%. Ketika PEG400 yang ditambahakan dalam membran CA-
PBS/DMSO direndam dalam bak koagulasi, proses pemisahan fase dimulai.
PEG400 memiliki panjang rantai molekul yang hampir rendah dan akibatnya
mobilitas yang baik yang menghasilkan pergerakan ke fase polimer lebih kecil pada
permukaan membran bersama dengan aliran keluar pelarut. Oleh karena itu,
molekul PEG teragregasi tersebar secara seragam pada permukaan membran
menyebabkan pembentukan permukaan yang lebih berpori (Zuo dkk., 2008) dan
keberadaan molekul PEG di permukaan membuat proses difusi molekul air ke film
yang di buat selama tahap pencelupan dalam bak koagulasi terjadi yang
mengakibatkan menjadi titik pembentukan pori (Taylor dkk., 2015).

50 90
45 Permeate Flux Salt Rejection (%) 88
40 86
Permete Flux (L/m2.hr)

Salt Rejection (%)


35
84
30
82
25
88.89 47.24 80
20
35.19 35.01 78
15 31.33 29.04
10 79.44 76
78.33 78.89
77.78
5 74
0 72
PEG 0% PEG 2% PEG 5% PEG 7% PEG 8%
PEG Content Membrane Additive (%)
Gambar 4. 28 Hasil Uji Fluks Permeate dan % Rijeksi Garam Membran CA-
PBS/DMSO/Isopropanol dengan Penembahan Partikel PEG400

4.3.2.5 Analisa Uji Permeabilitas Membran CA-PBS/DMSO/ Isopropnaol dengan


Tambahan PEG400
Permeabilitas membran dapat menunjukkan toleransi membran terhadap
tekanan hidrolik dari suatu membran. Kemampuan membran untuk memfiltrasi
menjadi faktor yang penting karena diharapkan membran memiliki permeabilitas
yang tinggi dan stabil sebagai fungsi waktu filtrasi.
81
0.000003 2.76844E-06
Permeability (L. m-1.hr-1.kPa-1)

0.0000025 2.35736E-06
2.16469E-06
0.000002

0.0000015 1.34831E-06

0.000001

0.0000005

0
PEG 0% PEG 2% PEG 7% PEG 8%
PEG Content (%)
Gambar 4. 29 Hasil Uji Permeabilitas Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol
dengan Penembahan Partikel PEG

Pada Gambar 4.29 disajikan nilai permeabilitas membran, terlihat bahwa nilai
permeabilitas membran mengalami penurunan seiring ditambahkannya partikel
PEG hal ini sebanding dengan nilai flusk permeate membran tersebut.

4.3.2.6 Analisa Mechanical Strength pada Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/


PEG400
Analisa DMA bertujuan untuk mengetahui mechanical strength pada
membran (Melika Ebrahimpour dkk., 2017). Kekuatan tarik CA-PBS / DMSO
dengan penambahan PEG400 digambarkan pada Gambar 4.30 menunjukkan
bahwa untuk membran yang dibuat dengan penambahan PEG 7% meningkatkan
kekuatan tarik hingga 68,366 kPa. Pada konsentrasi PEG yang lebih tinggi,
terbentuk pori-pori besar yang tidak diinginkan di permukaan. Diketahui bahwa
porositas yang tinggi dan rongga yang besar pada struktur membran menurunkan
kekuatan tarik, dan kemudian kekuatan tarik membran pada penambahan PEG 8%
menurun.

82
80 80
68.366
70 70
Tensile Strength (kPa)

PEG 2%
60 60
48.088 PEG 7%

Stress (kPa)
50 50 PEG 8%
40 40 PEG 0%
30 21.067 21.240 30
20 20
10 10
0 0
0 2 7 8 0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03
PEG Content (%) Strain (%)
a) b)

Gambar 4. 30 a) Nilai Mechanical Strength b) Tegangan-regangan Membran


CA-PBS/DMSO/Isopropanol/PEG400
4.3.2.7 Analisa Biodegradable pada Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/ PEG400
Uji biodegradasi digunakan untuk menganalisa biodegradabilitas membran
yang dilakukan penimbunan dalam kompos Biodegradabilitas membran dilakukan
dengan mengukur penurunan berat membran setelah penimbunan (Ali dkk., 2017).
Selama 5 bulan dilakukan proses penimbunan membran pada pupuk kompos
dengan menyiram dalam kurun waktu 3 hari sekali. Pada penimbunan bulan ke-1
dan ke-2 semua variasi nonpelarut memiliki tingkat penurunan berat yang masih
sedikit hal ini dikarenakan struktur membran yang relatif padat, permukaan yang
cukup efektif untuk aktivitas mikroorganisme serta kemungkinan perembesannya
ke dalam membran belum banyak pada bulan-bulan awal. Oleh karena itu, derajat
biodegradabilitas dan persentase penurunan berat dalam 60 hari pertama tergolong
rendah, hal ini sesuai dengan penelitian Ghaffarian & Mahmoud (2012) bahwa,
derajat biodegradabilitas dan persentase penurunan berat dalam bulan ke-1 dan -2
tergolong rendah, Pada Gambar 4.31 terlihat bahwa Bulan ke-5 terlihat bahwa
dengan penambahan additif PEG dapat terlihat meningkatkan tingkat biodegradable
membran hal ini dikarenakan additif PEG memiliki tingkat hidrofilisitas dan tingkat
dispersi yang baik Dalam studi yang dilakukan oleh Hoque dkk., (2013)
mengemukakan bahwa penambahan zat hidrofilik ke sampel polimer dalam
pembuatan membran mengakibatkan peningkatan degradasi. Oleh karena itu, laju
degradasi diperkirakan akan meningkat dengan meningkatnya porositas dan

83
hidrofilisitas membran. Tingakat biodegradasi tertinggi pada penambahan PEG 8%
sebesar 46,81%.
50.00
46.81
45.00 PEG 0% 44.13
40.00 PEG 2%
36.65
35.00 PEG 5%
% Weight Lost

32.40
30.00 PEG 7% 29.58
25.00 PEG 8%
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
0 1 2 3 4 5 6
Bulan Ke-

Gambar 4. 31 Nilai Uji Biodegradasi Strength Membran CA-


PBS/DMSO/Isopropanol/PEG400
4.3.3 Sintesa Membran CA-PBS dengan Pelarut DMSO dan Nonpelarut Terbaik
dengan Tambahan Dekstran
Sintesa membran CA/PBS dengan menggunakan pelarut DMSO dan
nonpelarut Isopropanol, dimana parikel Dekstran yang digunakan yaitu 0; 1,5; 2;
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐷𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑛
2,5; 3; 3,5 (𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑜𝑙𝑖𝑚𝑒𝑟). Membran yang telah dibuat, dikarakterisasi dengan

menggunakan analisa water content, % porositas membrane, uji fluks permeat, salt
rejection, dan permeabilitas.

4.3.3.1 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) Membran CA


PBS/DMSO/Isopropanol/Dekstran
Analisis SEM dilakukan dengan perbesaran 5000x dan 10.000x untuk
menunjukkan morfologi membran pada permukaan atas dan luas penampang,
masing-masing. Dari hasil analisis SEM, parameter morfologi yang diamati adalah
distribusi pori, jenis pori, diameter pori dan porositas.

84
Gambar 4. 32 Morfologi membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/DEX

Distribusi pori pada membran dengan penambahan dekstran dapat disajikan pada
Gambar 4.32, menunjukkan kecenderungan asimetris dimana membran memiliki
pori-pori seperti spons. Semakin banyak penambahan Dekstran maka semakin kecil
ukuran pori yang didapatkan.

Tabel 4. 18 Ukuran Pori Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/Dekstran

Penambahan Sponge-like (μm) Tebal membran Porositas


Dekstran (µm) membran (%)
DEX 0% 0,33117 79,8 58,843

DEX 1,5% 0,38010 43,9 65,25

DEX 2% - - 67,40
DEX 2,5% - - 75,02
DEX 3% 0,31830 60,5 79,00

DEX 3,5% 0,62740 74,9 64,00

85
Pada Tabel 4.18 menunjukkan besarnya ukuran pori dan porositas membran
CA/PBS dengan penambahan Dekstran. Terlihat bahwa dengan penambahan
Dekstran sebesar 3% wt menghasilkan diameter ukuran pori terkecil dan
memiliki porositas yang besar.

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 4. 33 Distribusi Pori CA-PBS/DMSO/Isopropanol a)Dekstran 0%;
b) Dekstran 1,5%; c) Dekstran 3%; d) Dekstran 3,5%

4.3.3.2 Fourier Transformed Infrared Spectroscopy (FTIR) Membran CA PBS/DMSO-


Isopropanol/ Dekstran
Dari Gambar 4.34 menunjukkan spectra FTIR dari membran CA-
PBS/Solvent/Isopropanol. Dari gambar tersebut dapat diamati adanya gugus -OH, -
CH, -C=O, -C=C dan -CO. Besarnya hidrofilisitas dari membran dapat dihitung dari
luas gugus -OH yang ditunjukkan pada Tabel 4.19.

86
Gambar 4. 34 Spektra FTIR Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/
Dekstran

Pada Tabel 4.19 disajikan nilai luasan peak -OH membran, terlihat bahwa
penambahan Dekstran dapat menaikkan nilai hidrofiliditas dari membran.
Hidrofilisitas tertinggi yaitu pada penambahan Dekstran sebanyak 3,5%.

Tabel 4. 19 Nilai Luasan Peak -OH Membran CA-


PBS/DMSO/Isopropanol/PEG400
Variasi
Penambahan
No PEG Luasan Peak (cm2 )
32636,31
1. Dekstran 0%
14690,43
2. Dekstran 1.5%
25343,94
3. Dekstran 2%
19515,6
4. Dekstran 2.5%
33774,08
5. Dekstran 3%
67752,86
6. Dekstran 3.5%

87
4.3.3.3 Analisa Water Content Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol dengan
Tambahan Dekstran
Analisa water content dilakukan untuk mengetahui kemampuan
membran dalam menyerap air (hidrofilisitas). Analisa water content ini dilakukan
dengan menghitung selisih massa basah dengan massa kering. Massa basah adalah
massa membran setelah mengalami perendaman hingga berat konstan, sementara
massa kering merupakan massa membran yang telah dikeringkan dengan oven
hingga berat konstan.

Tabel 4. 20 Hasil Analisa Water Content (%) dan Porositas Membran CA-
PBS/DMSO/ Isopropanol dengan Tambaha Dekstran
Modifikasi Water Porositas
Membran Content Membran
(%) (%)
DEX 0% 52,326 58,843
DEX 1,5% 59,043 65,250
DEX 2% 61,379 67,400
DEX 2,5 % 69,744 75,020
DEX 3% 73,810 79,000
DEX 3.5% 57,655 64,000

Pada Tabel 4.20 disajkan nilai water content dan porositas membran,
terlihat bahwa membran yang ditambahkan additive Dekstran dapat menaikkan
sifat hidrofilisitas membran dan porositas membran. Membran dengan penambahan
dekstran sebanyak 2% dapat menaikkan nilai water content dan porositas membran
tertinggi. adanya aditif dengan sifat nonpelarut menghasilkan laju proses pemisahan
fasa yang lebih tinggi dan berpengaruh pada fast-demixing dan intensifikasi
ketidakstabilan termodinamika larutan yang akan dibuat membran yang
mengakibatkan membran memiliki porositas yang lebih banyak. Dekstran adalah
aditif dengan sifat nonpelarut karena memiliki sedikit kelarutan dengan PBS dan
CA (polimer membran) serta kelarutan yang sesuai dengan DMSO (pelarut). Oleh
karena itu, penambahan dekstran dalam larutan polimer meningkatkan

88
ketidakstabilan termodinamika. Hal Ini juga dapat mempercepat pembentukan
membran di dalam bak koagulasi. Dengan demikian, proses pengendapan film dan
pembentukan membran dilakukan dalam waktu yang lebih singkat, sehingga
terbentuk membran dengan porositas yang lebih banyak (Bachelder dkk., 2008).

4.3.3.4 Analisa Uji Kinerja Membran Fluks Permeate dan % Rijeksi Garam
untuk Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol dengan Tambahan
Dekstran
Salt Rejection dapat digambarkan sebagai rasio perbedaan konsentrasi
solute pada feed water dan permeat yang melewati membran. Dan Uji Fluks
permeat merupakan banyaknya pure water yang terkumpul per satuan luas pada
tekanan tertentu. Pada Gambar 4.35 merupakan hasil uji fluks permeate dan rijeksi
garam dari membran yang ditambahkan dekstran.Semakin tinggi penambahan
dekstran pada membran, maka nilai penolakan garam pada membran semakin
tinggi, tetapi berbanding terbalik dengan nilai fluks permeate yang didapapatkan,
hal ini dikarenakan kemungkinan ukuran pori yang dihasilkan pada penambahan
dekstrn semakin kecil yang mengakibatkan nilai fluks semakin menurun dan
partikel garam terperangkap didalam morfologi membran yang mengakibatkan
penghambatan air murni yang lewat.

100 100
90 Permeate Flux Salt Rejection (%0 90
Permeate Flux (L/m2.hr)

80 88.031 80
Salt Rejection (%)

70 70
60 68.668 60
50 50
54.113
40 40
30 35.190 34.674 30
34.014
20 20
10 78.33 77.78 79.44 88.89 94.44 77.78 10
0 0
DEX 0% DEX 1.5% DEX 2% DEX 2.5% DEX 3% DEX 3.5%
DEX Content (%)

Gambar 4. 35 Hasil Uji Fluks Permeate dan % Rijeksi Garam Membran CA-
PBS/DMSO/Isopropanol dengan Penembahan Partikel Dekstran

89
4.3.3.5 Analisa Uji Permeabilitas Membran CA-PBS/DMOS/Isopropanol dengan
Tambahan Dekstan
Permeabilitas membran dapat menunjukkan toleransi membran terhadap
tekanan hidrolik dari suatu membran. Kemampuan membran untuk memfiltrasi
menjadi faktor yang penting karena diharapkan membran memiliki permeabilitas
yang tinggi dan stabil sebagai fungsi waktu filtrasi. Pada Gambar 4.36 disajikan
nilai permeabilitas membran, terlihat bahwa semakin tinggi penambahan dekstran
maka nilai permeabilitas yang dihasilkan semakin turun, hal ini sebanding dengan
nilai fluks yang didapatkan pada Gambar 4.35.
0.000007
Permeability (L.m-1.hr-1.Kpa-1)

0.000006 6.50324E-06
4.84014E-06
0.000005

0.000004

0.000003 2.76844E-06
2.51427E-06

0.000002

0.000001

0
DEX 0% DEX 1.5% DEX 3% DEX 3.5%
DEX Content (%)

Gambar 4. 36 Hasil Uji Permeabilitas Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol


dengan Penembahan Partikel Dekstran

4.3.3.6 Analisa Mechanical Strength pada Membran CA-


PBS/DMSO/Isopropanol/Dekstran
Analisa DMA bertujuan untuk mengetahui mechanical strength pada
membran (Melika Ebrahimpour dkk., 2017). Kekuatan tarik CA-PBS/DMSO
dengan penambahan Dekstran digambarkan pada Gambar 4.37 menunjukkan
bahwa untuk membran yang dibuat dengan penambahan Dekstran 3%
meningkatkan kekuatan tarik hingga 49,701 kPa. Pada konsentrasi Dekstran yang
lebih tinggi, terbentuk pori-pori besar yang tidak diinginkan di permukaan.
Diketahui bahwa porositas yang tinggi dan rongga yang besar pada struktur

90
membran menurunkan kekuatan tarik, dan kemudian kekuatan tarik membran pada
penambahan Dekstran 3,5% menurun.

60 60
48.088 49.701
50 50
Tensile Strength (kPa)

40 40

Stress (kPa)
30 24.513 30
22.884
20 20
DEX 0 %
10
10 DEX 1.5 %
DEX 3%
0
0
0 1.5 3 3.5
0 0.01 0.02 0.03
DEX Content (%) Strain (%)

a) b)

Gambar 4. 37 a) Nilai Tensile Strength b) Tegangan-Regangan Membran CA-


PBS/DMSO/Isopropanol dengan Penembahan Partikel Dekstran

4.3.3.7 Analisa Biodegradable pada Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/Dekstran


Uji biodegradasi digunakan untuk menganalisa biodegradabilitas membran
yang dilakukan penimbunan dalam kompos Biodegradabilitas membran dilakukan
dengan mengukur penurunan berat membran setelah penimbunan (Ali dkk., 2017).
Selama 5 bulan dilakukan proses penimbunan membran pada pupuk kompos
dengan menyiram dalam kurun waktu 3 hari sekali. Pada penimbunan bulan ke-1
dan ke-2 semua variasi nonpelarut memiliki tingkat penurunan berat yang masih
sedikit hal ini dikarenakan struktur membran yang relatif padat, permukaan yang
cukup efektif untuk aktivitas mikroorganisme serta kemungkinan perembesannya
ke dalam membran belum banyak pada bulan-bulan awal. Oleh karena itu, derajat
biodegradabilitas dan persentase penurunan berat dalam 60 hari pertama tergolong
rendah, hal ini sesuai dengan penelitian Ghaffarian & Mahmoud (2012) bahwa,
derajat biodegradabilitas dan persentase penurunan berat dalam bulan ke-1 dan -2
tergolong rendah, Pembentukan microcracks pada permukaan membran serta
adanya DEX dan PBS sebagai dua komponen biodegradable pada struktur
membran memudahkan terjadinya degradasi membran yang dipengaruhi oleh

91
mikroorganisme. Kemungkinan dalam proses penimbunan membran dalam
kompos, microcracks pertama kali terbentuk di dalam membran diikuti oleh
biodegradasi molekul polimer PBS dan DEX. Dengan terbentuknya microcracks,
permukaan efektif untuk aktivitas mikroorganisme meningkat. Dengan penetrasi
mikroorganisme ini ke dalam membran, degradasi ikatan yang lebih akan tercapai.
Dengan demikian, derajat penurunan berat badan akan meningkat selama beberapa
bulan berikutnya, yang mengarah pada penurunan berat badan yang lebih nyata.
Pada Gambar 4.38 disajikan nilai biodegradasi membran, terlihat bahwa Bulan ke-
4 terlihat bahwa dengan penambahan additif Dekstran dapat terlihat meningkatkan
tingkat biodegradable membran hal ini dikarenakan additif DEX memiliki tingkat
hidrofilisitas dan tingkat dispersi yang baik Dalam studi yang dilakukan oleh Hoque
dkk., (2013) mengemukakan bahwa penambahan zat hidrofilik ke sampel polimer
dalam pembuatan membran mengakibatkan peningkatan degradasi. Oleh karena
itu, laju degradasi diperkirakan akan meningkat dengan meningkatnya porositas
dan hidrofilisitas membran. DEX mempengaruhi dua parameter ini dengan cara
meningkatkan jumlah DEX pada larutan polimer menghasilkan peningkatan
porositas dan hidrofilisitas membran. Penmabahan DEX dapat mempertahankan
lebih banyak jumlah kelembaban di membran, karena DEX bersifat hidrofilik.
Tingkat biodegradasi tertinggi pada penambahan DEX sebesar 3,5% yaitu 50,82 %.

60.00
DEX 0%
50.00 DEX 1.5% 50.82
DEX 2% 44.88
40.00 40.40
% Weight Lost

DEX 2.5%
DEX 3% 34.27
30.00 31.71
29.58
DEX 3.5%
20.00

10.00

0.00
0 1 2 3 4 5 6
Bulan Ke-

Gambar 4. 38 Hasil Uji Biodegradasi Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol


dengan Penembahan Partikel Dekstran

92
4.4 Analisa Uji Antifouling pada Membran CA-PBS
Uji Antifouling merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui sifat antifouling
membran dengan mengevaluasi perbandingan antara rasio fluks yang telah dipakai
untuk uji perbandingan antara fluks air murni setelah membran dibersihkan dari
larutan protein dengan Fluks murni sebelum dilakukan uji dengan larutan protein.

120.00
FRR (%) Rt (%) Rr (%) Rir (%) 92.00
100.00 87.00
80.00
97.96
60.00 53.73

40.00

20.00 6.99 7.78


0.00

Gambar 4. 39 Hasil Uji Antifouling Membran CA-PBS


Uji Antifouling pada masing-masing membran yang terbaik dari masing-masing
modifikasi dapat disajikan pada Gambar 4.39, dengan modifikasi nonpelarut, pelarut
dan beberapa tambahan additif terbukti dapat menaikkan nilai %FRR (Fouling Recovery
Ratio) dan Rr (Reversible Fouling Ratio) dari membran dan menurunkan nilai fouling
membran Rt (Total Fouling Ratio) dan Rir (Irreversible Fouling Ratio).

Tabel 4. 21 Hasil Flux Recovery Ratio Membran CA-PBS


Modifikasi FRR (%) Rt (%) Rr (%) Rir (%)

DMF/Water 6,99 95,338 2,331002 93,00699


DMF/Iso 7,78 94,81193 2,594034 92,2179
DMSO/Iso 53,73 55,72139 9,452736 46,26866
DMSO/Iso/PEG 7% 97,96 45,57823 43,53741 2,040816
DMSO/Iso/Al2O3 2.5% 87,00 49,33333 36,33333 13
DMSO/Iso/DEX 3% 92,00 45,06667 37,06667 8

93
Pada Penelitian yang dilakukan oleh Yu dkk (2014), dengan penambahan
Dekstran sebanyak 3% dapat menaikkan %FRR dari 86% menjadi 96%. Banyak
penelitian menegaskan bahwa membran dengan hidrofilisitas tinggi memiliki
kecenderungan lebih rendah untuk pengotoran dan pemulihan fluks membran,
membran yang memiliki sifat hidrofilisitas tertinggi lebih efisien setelah dilakukan
pencucian ulang (Yu dkk., 2014; Nu dkk., 2019; Shen dkk., 2019). Oleh karena itu
membran dengan penambahan Dekstran dan PEG memiliki nilai FRR yang tinggi
yang disebabkan karena penambahan PEG dan dekstran menaikkan hidrofilisitas
membran.

4.5 Uji Kinerja Membran dengan 3 Cycle Secara Seri


Uji kinerja dengan satu kali proses uji desalinasi (1 cycle secara seri) untuk
setiap tahapan penambahan additif terbaik dapat disajikan pada Gambar 4.30. Nilai
Rijeksi garam tertinggi yaitu 94,44% pada penambahan additif dekstran 3%.

95.00 35.00
94.00 34.01 34.00
Salt Rejection Flux Permeate

Flux Permeate (L/m2.hr)


93.00 33.00
Salt Rejection (%)

92.00 32.00
91.00 31.00
94.44 29.76
90.00 30.00
29.04
89.00 91.67 29.00
88.00 28.00
88.89
87.00 27.00
86.00 26.00
DEX 3% PEG 7% Al2O3 2.5 %
Membran Modification

Gambar 4. 40 Hasil Uji Kinerja 1 Cycle Secara Seri Membran dengan


penambahan additf Variabel Terbaik
Nilai pada satu kali proses uji tersebut masih belum memenuhi standar pasaran,
oleh karena itu dilakukan uji desalinasi kembali dengan permeate yang didapatkan
dari analisa pertama di masukkan kembali pada feed untuk analisa kedua dan ketiga,
dan didapatkan hasil kinerja pad Gambar 4.41.

94
102.00
DEX 3% PEG 7% Al2O3 2.5 % 99.44
100.00
98.00
96.11
96.00 95.00
Salt Rejecion (%)

94.44
94.00 93.33 93.33
91.67
92.00 91.11

90.00 88.89
88.00
86.00
84.00
82.00
Cycle 1 Cycle 2 Cycle 4
Cycle Membrane

a)
DEX 3% PEG 7% Al2O3 2.5 %
40.00
34.67 35.71
34.01
35.00 31.89
29.76 30.53
Flux Permeate (L/m2.hr)

30.00
30.27 31.06
29.04
25.00

20.00

15.00

10.00

5.00

0.00
Cycle 1 Cycle 2 Cycle 3
Cycle Membran
b)
Gambar 4. 41 Hasil a) Rijeksi Garam b)Fluks Permeate 3 Cycle Secara Seri
Membran dengan penambahan additf Variabel Terbaik
Pada Gambar 4.41 a) disajikan nilai rijeksi garam, terlihat bahwa dengan
melakukan uji hingga 3 kali secara seri dapat menaikkan nilai rijeksi garam hingga
kenaikan kurang lebih 5%, hal ini berarti bahwa nilai dari kinerja yang didapatkan
pada penelitian ini sudah sesuai dengan standard yang diinginkan yang dapat
disajikan pada Tabel 4.22, sementara untuk tekanan yang digunakan masih belum
memenuhi standar dari pasaran, sehingga kedepan harapannya untuk penelitian
selanjutnya menggunakan modifikasi penambahan membran support, agar

95
membran yang dihasilkan lebih kuat terhadap tekanan. Nilai fluks permeate dapat
ditunjukkan pada Gambar 4.41 b) terlihat bahwa meningkat dengan kenaikan uji
hingga 3 kali secara seri hal ini dikarenakan konsentrasi garam yang digunakan
pada uji ke-2 dan ke-3 sudah menurun yang menyebabkan fluks semakin mudah
melintasi membran.

Tabel 4. 22 Pembanding Nilai Penelitian dengan nilai di pasaran


Pembanding Bahan Membran Nacl % Permeate Operating
(ppm) Rijeksi Flux Pressure
Garam (L/m2.hr) (kPa)
Penelitian Ini Cellulose Acetate 1000 99,44 34,80 882,598

Referensi Poliamide 1000- 99,5 43,76 1.550


Vontron Model : 2000
BW 4040-XLFR

4.6 Pemilihan Membran Terbaik dan Perbandingan dengan Referensi


Membran CA-PBS dengan variasi nonpelarut , pelarut dan penambahan
additif telah di sintesa kemudian dibandingkan untuk menghasilkan karakterisasi
dan performa membran yang baik. Pemilihan membran terbaik dilakukan melalui
analisa prediksi meliputi Cloud point data dan Parameter Hansen Solubility,
Analisa karakterisasi membran yaitu analisa Water Content, morfologi membran
dengan SEM, porositas membran dan Biodegradable membran serta uji kinerja
membran meliputi uji rijeksi garam, uji fluks dan Permeabilitas.

96
Tabel 4. 23 Pemilihan Membran terbaik dari setiap Modifikasi pada Membran CA-
PBS
Variasi %Water Luasan %Rijeksi Fluks Porositas Dimeter %FRR %
Membran Content Gugus OH Garam Permeate (%) Pori Weight
Lost
DMF/Water 76,03 63799,54 47,22 341,44 76,035 0,48290 6,9930 21,88
DMF/Iso 51,62 6324,406 77,78 59,48 58,258 0,35047 7,7820 25,58
DMSO/Iso 52,33 32636,31 78,33 35,19 58,843 0,33117 53,731 29,58
Al2O3 2.5% 66,96 40343,10 95,00 31,89 72,53 0,32818 87,00 33,65
PEG400 7% 69,90 43544,94 93,33 31,06 75,16 0,2623 97,959 44,13
Dekstran 3% 73,81 33774,08 99,44 35,71 79,00 0,3183 92,00 44,88

Dari urarian yang ditunjukkan pada Tabel 4.23 terlihat bahwa membran
yang memiliki kinerja, karakteristik dan yang memiliki tingkat biodegradasi terbaik
untuk penambahan partikel yaitu dengan urutan Dekstran 3% > PEG 400 7%>
Al2O3 2,5%.

Variabel terbaik pada penelitian ini yaitu penambahan dekstran hingga 3%,
penelitian ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan penelitian pada
referensi yang memakai tambahan dekstran (Ali dkk., 2017), yaitu Membran pada
penelitian ini sudah mampu digunakan untuk memfiltrasi dengan feed air payau
dengan konsentrasi 1000 ppm, sementara untuk referensi dengan penggunakan
additif yang sama masih digunakan untuk memfiltrasi air limbah Pabrik Susu, dan
pada penelitian ini memiliki ukuran pori yang lebih kecil dan berbentuk sponge-
like, sementara jika pada penelitian Ali dkk., (2017) ukuran pori yang terbentuk
lebih mengarah ke fingerlike dengan diameter 42 µm sementara pada penelitian ini
berdiameter 0,318 µm dan nilai % biodegradasi yang lebih tinggi sebesar 44,88%
sementara pada penelitian Ali dkk., (2017) biodegradasi terbesar yaitu dibawah 32-
35%.

97
a) b)
Gambar 4. 42 Perbandingan Morfologi Pori Membran a) Referensi b) Penelitian
ini

98
BAB 5
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut:

1. Sintesa membran CA-PBS/DMF dengan variasi nonpelarut terbaik yaitu dengan


isopropanol, karena isopropanol dapat menaikkan nilai kinerja dan karakterisik
membran dimana, karena memilki kekuatan interaksi antara polimer-pelarut dan
nonpelarut semakin kuat dan mengakibatkan proses liquid-liquid demixing dan
solid-liquid demixing yang dapat meningkatkan porositas membran, mengecilkan
ukuran pori dan menaikkan kinerja membran dengan rijeksi garam sebesar 77,78%
dengan tensile strength sebesar 30,591 kPa.
2. Penggantian pelarut dari DMF menjadi DMSO selain sebagai pelarut yang ramah
terhadap lingkungan juga dapat menaikkan kinerja dan karakteristik dari membran
CA-PBS dimana kekuatan interaksi antara polimer-pelarut dan nonpelarut lebih
kuat dibanding pelarut DMF yang mengakibatkan membran yang dihasilkan lebih
hidrofilik dan kinerja yang didapatkan semakin meningkat dengan rijeksi garam
sebesar 78,33%, tensile strength sebesar 48,088 kPa tingkat biodegradasi hingga
29,58% serta antifouling lebih tinggi sebesar 53,731%.
3. Variasi dengan penambahan zat aditif terbaik pertama yaitu penambahan zat
additive Dekstran hingga 3% yang dapat menaikkan nilai rijeksi garam sebesar
99,44 %, nilai FRR sebesar 92% dan tingkat biodegradasi sebesar 44,88% dan
tensile strength sebesar 49,701 kPa, yang kedua yaitu dengan tambahan additif PEG
7% yang dapat menaikkan nilai rijeksi garam hingga 93,33%, nilai FRR sebesar
97,959% serta tingkat biodegradasi sebesar 44,13% dan tensile strength sebesar
68,366 kPa, dan urutan ketiga yaitu membran dengan tambahan Al2O3 2,5 % yang
dapat menaikkan rijeksi garam sebesar 95,00% , nilai FRR sebesar 87,00% dan
tingkat biodegradasi sebesar 33,65% dan tensile strength sebesar 51,682 kPa.

99
5.2 Saran

1. Pada penelitian lebih lanjut dilakukan modifikasi nonpelarut dengan


menggunakan campuran antara water dan beberapa alkohol, untuk menambah
nilai dispersi hidrogen bonding dari membran.
2. Dilakukan proses cycle kembali untuk permeate yang didapatkan hingga
mendapatkan performa membran yang tinggi.
3. Dilakukan penambahan membran Support seperti PAN, non Woven dan TFC
untuk menaikkan kekuatan membran.
4. Pada Uji Biodegradasi Untuk media biodegradable sebisa mungkin standard dicari
literatur se “tinggi” mungkin Q nya.

100
DAFTAR PUSTAKA
Adams, F. V., Nxumalo, E. N., Krause, R. W. M., Hoek, E. M. V, & Mamba, B. B. (2013).
The influence of solvent properties on the performance of polysulfone/β-cyclodextrin
polyurethane mixed-matrix membranes. Journal of Applied Polymer Science, 130(3),
2005–2014. https://doi.org/10.1002/app.39378
Ahmad, A., Jamshed, F., Riaz, T., Sabad-E-Gul, Waheed, S., Sabir, A., Alanezi, A. A.,
Adrees, M., & Jamil, T. (2016). Self-sterilized composite membranes of cellulose
acetate/polyethylene glycol for water desalination. Carbohydrate Polymers, 149,
207–216. https://doi.org/10.1016/j.carbpol.2016.04.104
Ali, A., Bahremand, H., & Mahmoud, S. (2017). Acetate/ Dextran : preparation,
characterization and performance. Carbohydrate Polymers. 1-38.
https://doi.org/10.1016/j.carbpol.2017.06.010
Aprilia, N. A. S., Mulyati, S., Aprilia, S., Aryanti, P. T. P., & Hakim, A. N. (2020). The
Effect of Cellulose Acetate Concentration from Coconut Nira on Ultrafiltration
Membrane Characters. IOP Proceeding, 349, 1-7. https://doi.org/10.1088/1757-
899X/349/1/012020
Arthanareeswaran, G., Thanikaivelan, P., Srinivasn, K., Mohan, D., & Rajendran, M.
(2004). Synthesis, characterization and thermal studies on cellulose acetate
membranes with additive. European Polymer Journal, 40(9), 2153–2159.
https://doi.org/10.1016/j.eurpolymj.2004.04.024
Asapu, S., Pant, S., Gruden, C. L., & Escobar, I. C. (2014). An investigation of low
biofouling copper-charged membranes for desalination. Desalination, 338(1), 17–25.
https://doi.org/10.1016/j.desal.2014.01.018
Bachelder, E. M., Beaudette, T. T., Broaders, K. E., Dashe, J., & Fre, J. M. J. (2008).
Acetal-Derivatized Dextran : An Acid-Responsive Biodegradable Material for
Therapeutic Applications. JACS Coommunication, 130, https://doi.org/: 10494–
10495. doi/10.1021/ja803947s
Bagheripour, E., Moghadassi, A. R., & Hosseini, S. M. (2014). Novel nanofiltration
membrane with low concentration of polyvinylchloride : Investigation of solvents ’
mixing ratio effect ( Dimethyl acetamide/ Tetrahydrofuran ). Arabian Journal Of
Chemistry, 10, 1878-5352. https://doi.org/10.1016/j.arabjc.2014.01.019
Bai, H., Zan, X., Zhang, L., & Sun, D. D. (2015). Multi-functional CNT/ZnO/TiO2
Nanocomposite Membrane for Concurrent Filtration and Photocatalytic Degradation.
Separation and Purification Technology, 156, 922–930.

xix
https://doi.org/10.1016/j.seppur.2015.10.016
Celik, E., Park, H., Choi, H., & Choi, H. (2011). Carbon Nanotube Blended
Polyethersulfone Membranes for Fouling Control in Water Treatment. Water
Research, 45(1), 274–282. https://doi.org/10.1016/j.watres.2010.07.060
Ebrahimpour, M, Safekordi, A. A., Mousavi, S. M., & Nasab, A. H. (2017). Phase
Separation Analysis in the Ternary System of Poly(Butylene Succinate) /1,1,2,2,-
Tetrachloethane/Non-Solvent in Relation to Membrane Formation. Bulgarian
Chemical Communications Special Issue J, 49, 389–395.
Ebrahimpour, Melika, Akbar, A., & Mahmoud, S. (2017). Modification Strategy of
Biodegradable Poly(Butylene Succinate ) (PBS) Membrane by Introducing Al2O3
Nanoparticles : Preparation, Characterization and Wastewater Treatment.
Desalination and Wastewater Treatment. 79, 19-29.
https://doi.org/10.5004/dwt.2017.20834
El-Din, L. A. N., El-Gendi, A., Ismail, N., Abed, K. A., & Ahmed, A. I. (2015). Evaluation
Of Cellulose Acetate Membrane With Carbon Nanotubes Additives. Journal of
Industrial and Engineering Chemistry, 26, 259–264.
https://doi.org/10.1016/j.jiec.2014.11.037
Evenepoel, N., Wen, S., Tsehaye, M. T., & Bruggen, B. Van Der. (2018). Potential Of
DMSO As Greener Solvent For PES Ultra- And Nanofiltration Membrane
Preparation. Journal of Applied Polymer Science, 2, 1–10.
https://doi.org/10.1002/app.46494
Figoli, A., Marino, T., Simone, S., Di Nicolò, E., Li, X. M., He, T., Tornaghi, S., & Drioli,
E. (2014). Towards non-toxic solvents for membrane preparation: A review. Green
Chemistry, 16(9), 4034–4059. https://doi.org/10.1039/c4gc00613e
Fritzmann, C., Löwenberg, J., Wintgens, T., & Melin, T. (2007). State-Of-The-Art Of
Reverse Osmosis Desalination. Desalination, 216, 1–76.
https://doi.org/10.1016/j.desal.2006.12.009
G. Arthanareeswarana, Victor M. Starovb, aMembrane. (2010). Effect of Solvents On
Performance Of Polyethersulfone Ultrafiltration Membranes: Investigation Of Metal
Ion Separations. Desalination, 267, 57-63.
https://doi.org/10.1016/j.desal.2010.09.006
Gaikwad, E. R., Khabade, S. S., Sutar, T. B., Bhat, M. R., & Ambadas Payghan, S. (2017).
Three-dimensional Hansen Solubility Parameters as Predictors of Miscibility in
Cocrystal Formation. Asian Journal of Pharmaceutics, 11(4), 302–318.

xx
https://doi.org/10.22377/AJP.V11I04.1627
Gebru, K. A., & Das, C. (2017). Effects Of Solubility Parameter Differences Among PEG,
PVP And CA On The Preparation Of Ultrafiltration Membranes: Impacts of Solvents
And Additives On Morphology, Permeability And Fouling Performances. Chinese
Journal of Chemical Engineering, 25(7), 911–923.
https://doi.org/10.1016/j.cjche.2016.11.017
Ghaffarian, V., & Mahmoud, S. (2012). Preparation and Characterization of Biodegradable
Blend Membranes of PBS / CA. J Polymer Environ, 1-8.
https://doi.org/10.1007/s10924-012-0551-1
Hansen, C. M. (2007). Hansen Solubulity Parameters.
Hoque, E., Ye, T. J., Yong, L. C., & Dahlan, K. M. (2013). Sago Starch-Mixed Low-
Density Polyethylene Biodegradable Polymer : Synthesis and Characterization.
Journal of Material, 7, 1-7 2013. https://doi.org/10.1155/2013/365380
Kim, D., Moreno, N., & Nunes, S. P. (2016). Fabrication Of Polyacrylonitrile Hollow Fiber
Membranes From Ionic Liquid Solutions. Polymer Chemistry, 7(1), 113–124.
https://doi.org/10.1039/c5py01344e
Kim, J., & Lung, M. (2007). Functionalization of Carbon Nanotube Surface Via UV / O3
Treatment. Materials Science and Engineering, 123, 1407–1410.
https://doi.org/10.4028/www.scientific.net/SSP.121-123.1407
Kucera, J. (2015). Reverse Osmosis Design, Processes, and Applications for Engineers.
Kusumocahyo, S. P., Ambani, S. K., Kusumadewi, S., Sutanto, H., Widiputri, D. I., &
Kartawiria, I. S. (2020). Journal of Environmental Chemical Engineering Utilization
of Used Polyethylene Terephthalate (PET) Bottles For The Development of
Ultrafiltration Membrane. Journal of Environmental Chemical Engineering, 8(6),
104381. https://doi.org/10.1016/j.jece.2020.104381
Lee, S., & Kim, M. (2010). Isolation of Bacteria Degrading Poly (Butylene Succinate- Co
-Butylene Adipate) and Their Lip A Gene. International Biodeterioration &
Biodegradation, 64(3), 184–190. https://doi.org/10.1016/j.ibiod.2010.01.002
Mizuno, S., Maeda, T., Kanemura, C., & Hotta, A. (2015). Biodegradability,
Reprocessability, and Mechanical Properties of Polybutylene Succinate (PBS)
Photografted by Hydrophilic or Hydrophobic Membranes. Polymer Degradation and
Stability, 117, 58–65. https://doi.org/10.1016/j.polymdegradstab.2015.03.015
Mousavi, V. G. S. M., & Shoaei, M. B. N. (2017). Biodegradation of Cellulose Acetate/
Poly (Butylene Succinate) Membrane. International Journal of Environmental

xxi
Science and Technology, 14(6), 1197–1208. https://doi.org/10.1007/s13762-016-
1220-z
Mulder. (1996). Basic Principles of Membrane Technology.
https://doi.org/9780792342489
Muralidhara. (2010). Membrane Technology.
Nu, D. T. T., Hung, N. P., Van Hoang, C., & Van der Bruggen, B. (2019). Preparation of
an Asymmetric Membrane from Sugarcane Bagasse Using DMSO as Green Solvent.
Applied Sciences (Switzerland), 9, (16). https://doi.org/10.3390/app9163347
Nurkhamidah, S, & Rahmawati S. (2017). Effectiveness Method of Surface Coating and
Blending for The Addition of Titanium Dioxide (TiO2) to Membrane Cellulose
Acetate/Polyethylene Glycol (CA/PEG). Skripsi Teknik Kimia ITS.
Nurkhamidah, Siti, Dwi, R., Ramadhani, A., & Cintya, B. (2019). Effect of Solvents in the
Performance of Cellulose Acetate/ Poly (1, 4-butylene succinate) Membrane Prepared
by Using Phase Inversion Method. Indonesian Polymer Journal Article, 22(2), 10–
15. https://doi.org/10.37889/mpi.2019.22.2.3
Pendi, I. M., Merta, A., Danius, D., Putra, D., Nurkhamidah, S., & Rahmawati, Y. (2015).
Synthesis of Polymeric Membrane for Desalination Process. International Seminar
on Science and Technology, 1699, 161–162. https://doi.org/10.1063/1.4938373
Phuong, T., Nguyen, N., Yun, S. E., Kim, S. I., & Kwon, Y. (2013). Persiapan Selulosa
Triasetat / Selulosa Asetat (CTA /CA ) Berbasis Membran Untuk Maju Osmosis.
Jurnal Membran Sains, 433, 49–59. https://doi.org/10.1016/j.memsci.2013.01.027
Redjeki, S. (2011). Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DP2M)
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departement Pendidikan Nasional. Proses
Desalinasi Dengan Membran, Direktorat, 215.
Saljoughi, E., Amirilargani, M., & Mohammadi, T. (2010). Effect Of PEG Additive and
Coagulation Bath Temperature on The Morphology, Permeability and Thermal/
Chemical Stability of Asymmetric CA Membranes. Desalination, 262(1–3), 72–78.
https://doi.org/10.1016/j.desal.2010.05.046
Saljoughi, E., & Mohammadi, T. (2009). Cellulose Acetate (CA)/Polyvinylpyrrolidone
(PVP) Blend Asymmetric Membranes: Preparation, Morphology and Performance.
Desalination, 249(2), 850–854. https://doi.org/10.1016/j.desal.2008.12.066
Sanadi, N. F. A., Van Fan, Y., Leow, C. W., Wong, J. H., Koay, Y. S., Lee, C. T., Chua,
L. S., & Sarmidi, M. R. (2017). Growth of Bacillus Coagulans Using Molasses as A
Nutrient Source. Chemical Engineering Transactions, 56(2008), 511–516.

xxii
https://doi.org/10.3303/CET1756086
Shannon, M. A., Bohn, P. W., Elimelech, M., Georgiadis, J. G., Marin, B. J., & Mayes, A.
M. (2008). Science And Technology For Water Purification in the Coming Decades.
Nature, 452, 301–310. https://doi.org/10.1038/nature06599
Singh, R. (2015). Membrane Tecgnology and Engineering for Water Purification.
Smallman, R. E., & R. J. Bishop. (2013). Modern Physical Metallurgy and Materials
Engineering. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1016/B978-075064564-5/50010-0
Soroko, I., Bhole, Y., & Livingston, A. G. (2011). Environmentally Friendly Route for the
Preparation of Solvent Resistant Polyimide Nanofiltration Membranes. Green
Chemistry, 13(1), 162–168. https://doi.org/10.1039/c0gc00155d
Tanaka, T., Takahashi, M., Kawaguchi, S., Hashimoto, T., Saitoh, H., Kouya, T.,
Taniguchi, M., & Lloyd, D. R. (2010). Formation of Microporous Membranes of
Poly(1,4-Butylene Succinate) Via Nonsolvent and Thermally Induced Phase
Separation. Desalination and Water Treatment, 17(1–3), 176–182.
https://doi.org/10.5004/dwt.2010.1715
Taylor, P., Ghaffarian, V., Mousavi, S. M., Bahreini, M., & Chamani, H. (2015). Poly
(Butylene Succinate)/ Polyethersulfone/ Poly (Ethylene Glycol) Membrane :
Influence of Additive Molecular Weight and Concentration on Morphology,
Properties, and Performance of The Membrane. Desalination and Water Treatment,
57, 16800-16809. https://doi.org/10.1080/19443994.2015.1084597
Tchobanoglous G., L.Burton Franklin., Stensel David H. (2004). Wastewater Engineering-
Treatment and Reuse (4th edition).
Welker, R. W. (2012). Basics and Sampling of Particles for Size Analysis and
Identification. Developments in Surface Contamination and Cleaning. 1-80
https://doi.org/10.1016/B978-1-4377-7883-0.00001-8
Wepasnick, K. A., Smith, B. A., Schrote, K. E., Wilson, H. K., Diegelmann, S. R., &
Fairbrother, D. H. (2011). Surface and Structural Characterization of Multi-Walled
Carbon Nanotubes Following Different Oxidative Treatments. Carbon, 49(1), 24–36.
https://doi.org/10.1016/j.carbon.2010.08.034
Won, J., Kang, Y. S., Park, H. C., & Kim, U. Y. (1998). Light Scattering and Membrane
Formation Studies on Polysulfone Solutions In NMP and In Mixed Solvents of NMP
And Ethyl Acetate. Journal of Membrane Science, 145(1), 45–52.
https://doi.org/10.1016/S0376-7388(98)00056-8

xxiii
Yan, L., Li, Y. S., Xiang, C. B., & Xianda, S. (2006). Effect of Nano-Sized Al2O3-Particle
Addition On PVDF Ultrafiltration Membrane Performance. Journal of Membrane
Science, 276(1–2), 162–167. https://doi.org/10.1016/j.memsci.2005.09.044
Yang, Ya nan, Jun, W., Qing-zhu, Z., Xue-si, C., & Hui-xuan, Z. (2008). The research of
Rheology And Thermodynamics of Organic-Inorganic Hybrid Membrane During The
Membrane Formation. Journal of Membrane Science, 311(1–2), 200–207.
https://doi.org/10.1016/j.memsci.2007.12.014
Yang, Yanan, Zhang, H., Wang, P., Zheng, Q., & Li, J. (2007). The Influence of Nano-
Sized TiO2 Fillers on The Morphologies and Properties of PSF UF Membrane.
Journal of Membrane Science, 288(1–2), 231–238.
https://doi.org/10.1016/j.memsci.2006.11.019
Yu, H., Zhang, Y., Sun, X., Liu, J., & Zhang, H. (2014). Improving The Antifouling
Property of Polyethersulfone Ultrafiltration Membrane by Incorporation of Dextran
Grafted Halloysite Nanotubes. Chemical Engineering Journal, 237, 322–328.
https://doi.org/10.1016/j.cej.2013.09.094
Zambare, R. S., Dhopte, K. B., Patwardhan, A. V., & Nemade, P. R. (2017). Polyamine
Functionalized Graphene Oxide Polysulfone Mixed Matrix Membranes With
Improved Hydrophilicity and Anti-Fouling Properties. Desalination, 403, 24–35.
https://doi.org/10.1016/j.desal.2016.02.003
Zuo, D., Xu, Y., Xu, W., & Zou, H. (2008). The Influence of PEG Molecular Weight on
Morphologies and Properties of PVDF Asymmetric Membranes. Chinese Journal of
Polymer Science, 26(4), 405–414. doi/abs/10.1142/S0256767908003072

xxiv
APPENDIKS A
METODE ANALISA DAN CONTOH PERHITUNGAN
A. Metode Analisa

A.1. Analisa Water Content


Analisa water content berfungsi untuk megetahui kemampuan membran
dalam menyerap air (hidrofilisitas). Hasil analisa water content yaitu selisih antara
berat basah dengan berat kering. Cara analisa water content adalah:

Start

Sampel

Gunting tiap sampel menjadi persegi ukuran 2,2 cm seragam

Memasukkan sampel dalam oven dengan T=100 0C hingga konstan

Menimbang berat kering sampel dengan neraca analitik sebanyak 3


kali dan dirata-rata

Memasukkan sampel ke dalam aquades hingga tercelup selama 15 detik

Menimbang berat basah sampel hingga konstan dengan


neraca analitik

xxv
A

Menghitung selisih berat basah dengan berat kering sampel

End

Gambar A.1 Flow Diagram Analisa Water Content

A.2. Analisa Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)

Analisa Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) adalah metode


analisa untuk mengetahui gugus yang ada dalam CNT dan membran. Dalam uji
ini difokuskan pada gugus fungsional -OH dan C-O, sebab gugus ini
menggambarkan hidrofilisitas dari CNT dan membran. FTIR menggunakan mesin
Thermo Scientific Nicolet iS10. Cara analisa FTIR adalah:

Start

Sampel

Membuat grafik berdasarkan data yang diperoleh dari uji FTIR dengan sumbu X
merupakan wavenumbers dan sumbu Y merupakan % Transmittance

Menentukan karakteristik puncak pada pembacaan

Membaca karakteristik grafik pada kisaran wavenumber 500 hingga 4000 cm-1

End

Gambar A.2 Flow Diagram Analisa FTIR


xxvi
A.3. Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)

Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) menggunakan alat dengan


merk Hitachi type flexsem 1000 dengan 5 kVA dari Jepang. Analisa SEM bertujuan
untuk mengetahui morfologi permukaan membran. Hasil yang didapatkan adalah
gambar membran dengan perbesaran sesuai variable seperti 2000x, 5000x, 10000x
dimana yang diamati adalah pori dari membran tersebut. Diharapkan pori yang
didapatkan yaitu pori dengan ukuran yang lebih kecil dari ukuran partikel garam,
sehingga kinerja membran dalam menyaring garam dapat lebih efektif. Sampel
yang akan di lakukan Analisa SEM dilakukan coating terlebih dahulu dengan gold
Au selama 120 detik pada 5mA.

A.4 Analisa Uji DMA

Analisa DMA bertujuan untuk mengetahui mechanical strength atau


kekuatan tarik pada membran. Analisa DMA dilakukan dengan menggunakan alat
DMA/SDTA861e dengan mesin ASTM D5026.
Langkah untuk Analisa DMA adalah :
1. Sampel disiapkan dengan dimensi Panjang 20 mm, lebar 5 mm dan tebal
maksimal 3 mm
2. Kemudian dipasang dalam holder mode tensile pada alat DMA
3. Dengan menggunakan pengujian variasi gaya, dengan gaya dari 1 sampai
dengan 100 N pada frekuensi 1 Hz
4. Didapatkan luaran yang selanjutnya diolah menjadi grafik stress dan strain.

A.5 Analisa Uji Biodegrabilitas

Uji biodegradasi digunakan untuk menganalisa biodegradabilitas membran


yang dilakukan penimbunan dalam kompos Biodegradabilitas membran dilakukan
dengan mengukur penurunan berat membran setelah penguburan dengan
menggunakan persamaan :

𝑀𝑟
Weight loss (%)= 100 𝑥 (1 − 𝑀𝑜)

xxvii
Dimana :
Mr = Berat sampel setalah ditimbun dalam kompos
Mo = Berat sampel sebelum ditimbun dalam kompos
Langkah untuk menganalisa uji biodegradasi adalah :

1. Membran dipotong menjadi 30 x 30 mm2


2. Sampel membran ditimbang
3. Sampel ditimbun dalam kompos dan diinkubasi pada suhu konstan 30 ºC
sekitar 5 bulan
4. Kompos dilakukan perawatan dengan menyiram air dengan interval 3 hari
untuk menjaga agar kompos tetap basah
5. Secara berkala sampel dikeluarkan dari kompos, dicuci dengan sangat hati-hati
untuk menghilangkan kompos dan kotoran yang menempel
6. Sampel dikeringkan pada 30 ºC selama 48 jam dalam incubator
7. Sampel ditimbang

A.6 Analisa Uji Anti-Fouling


Uji Antifouling merpakan uji yang digunakan untuk mengetahui sifat
antifouling membran dengan mengevaluasi perbandingan antara rasio fluk yang
telah dipakai untuk uji perbandingan antara fluks air murni setelah membran
dibersihkan dari larutan protein dengan Fluks murni sebelum dilakukan uji dengan
larutan protein dengan menggunakan persamaan :
𝐽𝑤𝑐
𝐹𝑅𝑅% = 𝑥 100 %
𝐽𝑤𝑖
Dimana :

FRR = Flux Recovery Ratio (%)

Jwc = Fluks air murni setelah membran dibersihkan dari larutan protein
Jwi = Fluks murni sebelum dilakukan uji dengan larutan protein

xxviii
A.7 Porositas Membran

Bertujuan untuk mengetahui porositas dari membran. Dengan menggunakan


persamaan :
(𝑤1 −𝑤2 )/𝑑𝑤
ε= 𝑤1 −𝑤2 𝑤2
+𝑑
𝑑𝑤 𝑝

εDimana :

W1 = Berat basah dari membran (gr)


W2 = berat kering dari membran (gr)

A = Area membran (cm2)


l = Ketebalan membran (cm)
ρ = Densitas air (g/cm3)

dw = Densitas Water
dp = Densitas Polimer

A.8 Uji Kinerja Membran

Analisa uji desalinasi berfungsi untuk mengetahui kinerja membran dalam


proses desalinasi. Hasil yang didapatkan yaitu fluks, permeabilitas dan salt
rejection dari membran. Langkah kerja uji desalinasi yaitu:

1. Preparasi Membran

1. Menyiapkan membran yang akan di uji desalinasi.

2. Memotong membran dan kertas saring menjadi berukuran 5 x 5 cm sesuai


dengan ukuran lubang pada akrilik.

3. Merekatkan membran yang sudah dipotong pada permukaan akrilik tepat


diatas lubang akrilik dengan scotlite.

xxix
Gambar A.3 Penampang Horizontal Akrilik dan Membran

4. Memasang akrilik dalam alat desalinasi.

5. Mengunci dan memastikan sambungan pada alat uji desalinasi supaya


tidak ada kebocoran saat proses desalinasi.

Input Retentate

Feed
Tank P in

P out
Inlet
Valve Membrane
Retentate
valve

Permeate

Pump

Gambar A.4 Alat Uji Desalinasi

2. Preparasi Larutan Garam

1. Menimbang 1 gram NaCl dengan neraca ohaus.

xxx
2. Menyiapkan 1 liter aquadest, mencampurkan 1 gr NaCl ke dalam 1 liter
aquades, kemudian diaduk menggunakan sendok.

3. Didapatkan larutan NaCl sebesar 1000 ppm

3. Uji Desalinasi (Gambar Alat)

1. Memasukkan air garam 1 L ke dalam feed tank lalu membuka valve.

2. Menghubungkan alat (pompa) ke sumber listrik, kemudian mengatur


bukaan valve sebesar 3/4

3. Menyalakan pompa dengan menekan tombol on.

4. Air garam yang dapat melewati modul RO ditampung di dalam gelas


ukur, kemudian diukur kadar garamnya dengan alat konduktometer

5. Menghitung fluks permeat, permeabilitas dan rijeksi garam

B. CARA PERHITUNGAN
B.1. Perhitungan Kadar Air Garam
a. Bahan:
1. Garam NaCl

2. Aquades
b. Langkah Kerja:
1. Menimbang berat garam NaCl

2. Melarutkan garam ke dalam aquades


c. Perhitungan
Kadar Garam yang diharapkan

1000 ppm = 1 g/L


= 1.000 mg/L
Massa NaCl = 1 gram

xxxi
Maka, untuk membuat kadar garam menjadi 1000 ppm, 1,5 gram NaCl dilarutkan
ke dalam 1 L aquades

B.2. Perhitungan Salt Rejection


Dari hasil uji performa, salt rejection dapat ditentukan dengan argentometri
metode Mohr. Berikut adalah contoh langkah perhitungan salt rejection untuk
variabel CA-PBS/DMF/Water:

1. Menentukan konsentrasi NaCl pada feed

Volume titran = 0,6 mL


M AgNO3 = 0,0141 mol/L
BM Cl = 35,45 gr/mol
Volume titran blanko = 0,3 mL
Pengenceran = 100 kali
Vsample = 25 mL

Konsentrasi Cl- dalam ppm:

(𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 − 𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 ) × 𝑀 𝐴𝑔𝑁𝑂3 × 𝐵𝑀 𝐶𝑙


𝐶𝑜𝑛𝑐. =
𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 × 𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 × 1000
(0,6 − 0,3) × 0,0141 × 35,45
𝐶𝑜𝑛𝑐. =
100 × 25 × 1000
𝐶𝑜𝑛𝑐. = 599,814 𝑝𝑝𝑚

Konsentrasi NaCl pada feed:


𝐶𝑜𝑛𝑐. = 599,814 × 1,65
𝐶𝑜𝑛𝑐. = 989,693 𝑝𝑝𝑚

2. Menentukan konsentrasi NaCl pada Membran CA-PBS/DMF/Isopropanol:


Volume titran = 0,3833 mL
M AgNO3 = 0,0141 mol/L

BM Cl = 35,45 gr/mol
Volume titran blanko = 0,3 mL

xxxii
Pengenceran = 100 kali

Vsample = 25 mL

Konsentrasi Cl- dalam ppm:


(𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 − 𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 ) × 𝑀 𝐴𝑔𝑁𝑂3 × 𝐵𝑀 𝐶𝑙
𝐶𝑜𝑛𝑐. =
𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 × 𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 × 1000
(0,35833 − 0,3) × 0,0141 × 35,45
𝐶𝑜𝑛𝑐. =
100 × 25 × 1000
𝐶𝑜𝑛𝑐. = 166,615 𝑝𝑝𝑚

Konsentrasi NaCl pada CGT 0:


𝐶𝑜𝑛𝑐. = 166,615 × 1,65

𝐶𝑜𝑛𝑐. = 274,915 𝑝𝑝𝑚

3. Menentukan % rejeksi garam:


𝐶𝑜𝑛𝑐. 𝑓𝑒𝑒𝑑 − 𝐶𝑜𝑛𝑐. 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% 𝑅𝑒𝑗𝑒𝑘𝑠𝑖 =
𝐶𝑜𝑛𝑐. 𝑓𝑒𝑒𝑑
989,693 − 274,915
% 𝑅𝑒𝑗𝑒𝑘𝑠𝑖 =
989,693
% 𝑅𝑒𝑗𝑒𝑘𝑠𝑖 = 72,22 %

B.3. Perhitungan Fluks Permeat


Dari analisis uji performa membran diperoleh data luas membran (m2) dna
data dari analisis garam yaitu volume garam (mL) dan waktu yang dibutuhkan untuk
mendapatkan sejumlah volume garam tersebut (sekon). Kemudian, data yang didapat
diolah sebagai berikut:

𝑄
𝐽=
𝐴×𝑡
𝑄 (𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟)
𝐽=
𝐴 (𝑚2 ) × 𝑡(𝑗𝑎𝑚)
Berikut adalah contoh perhitungan dari Membran CA-PBS/DMF/Isopropanol
40,5 /1.000
𝐽=
25/10,000 × 10,945/3,600

xxxiii
𝐽 = 3,538,7234 𝐿⁄𝑚2 . ℎ

B.4. Perhitungan Tekanan Osmotik


Untuk 1500 ppm larutan NaCl pada suhu 25oC

C = 1000 ppm

BM NaCl = 58,44 g/mol


Massa = 1 gram
Mol = 0,0266 mol

Volume =1L
Suhu = 298,15 K
Tetapan gas = 0,082057 L.atm/K.mol
𝑛×𝑅×𝑇
𝑃𝑜𝑠 =
𝑉
𝐿. 𝑎𝑡𝑚
2,567 × 10−5 𝑘𝑚𝑜𝑙 × 0,082 × 298,15 𝐾
𝑃𝑜𝑠 = 𝐾. 𝑚𝑜𝑙
1𝐿
𝑃𝑜𝑠 = 0,627 𝑎𝑡𝑚

𝑃𝑜𝑠 = 63,518 𝑘𝑃𝑎

B.5. Permeabilitas Membran


Dari data yang sudah didapatkan, dapat diketahui tekanan operasi dan
menghitung tekanan osmotik dari feed air garam sehingga nilai dari permeabilitas
membran dapat ditentukan.

Persamaan untuk menghitung permeabilitas membran adalah:


𝐽
𝑃𝑚 = × ∆𝑧
∆𝑃
Dimana: J = Fluks Permeat (L/m2.h)
ΔP = Selisih tekanan operasi dan osmotik (kPa)
Δz = Tebal membran (m)

xxxiv
Contoh perhitungan permeabilitas untuk membran CA-PBS/DMF/Isopropanol :
Dimana: J = 3.538,7234 L/m2.h)
ΔP = 1113,2794 (kPa)

Δz = 0,000096 (m)
Maka,
𝐿
3.538,7234
𝑃𝑚 = 𝑚2 . ℎ × 0,000096 𝑚
1113,2794 𝑘𝑃𝑎
𝐿
𝑃𝑚 = 0,000305150
𝑚. ℎ. 𝑘𝑃𝑎

B.6. Perhitungan Relative Energy Difference dengan Hansen Solubility Parameter


Perhitungan Hildebrand Solubility Parameter menggunakan parameter-
parameter HSP yang didapatkan dari beberapa referensi. Berikut adalah daftar HSP
untuk beberapa komponen yang digunakan dan sumber referensinya:

Tabel B.1 Hansen Solubility Parameter

Kategori Komponen δd δp δh δ
Polimer CA 16,9 16,3 3,7 23,8
PBS 18,57 7,71 9,63 22,3
Solvent DMF 17,4 13,7 11,3 24,9
DMSO 18,4 16,4 10,2 26,7
Non- Methanol 15,1 12,3 22,3 29,6
Solvent Isopropanol 15,8 6,1 16,4 23,6
Aquades 15,5 16 42,3 47,8

1. Perhitungan Hildebrand Solubility Parameter untuk senywa CA-PBS dengan


paramater HSP
Fraksi massa CA = 0,8
Fraksi massa PBS = 0,2

𝛿𝑑 = 0,8 × 16,9 + 0,2 × 16,8 = 16,88


𝛿𝑝 = 0,8 × 16,3 + 0,2 × 10,2 = 15,08
𝛿ℎ = 0,8 × 3,7 + 0,2 × 8,6 = 4,68

xxxv
𝛿 2 = 𝛿𝑑2 + 𝛿𝑝2 + 𝛿ℎ2
𝛿 2 = (0,8 × 16,9 + 0,2 × 18,57)2 + (0,8 × 16,3 + 0,2 × 7,71)2
+ (0,8 × 3,7 + 0,2 × 9,63)2
𝛿 = 23,098

2. Perhitungan Perbedaan Kelarutan antara 2 komponen, dalam contoh


perhitungan ini akan diambil perhitungan radial distance antara solvent DMF
dan polimer CA/PBS

2
∆(𝑆−𝑃) = [4 × (𝛿𝑑 𝑆 − 𝛿𝑑 𝑃)2 + (𝛿𝑝 𝑆 − 𝛿𝑝 𝑃) + (𝛿ℎ 𝑆 − 𝛿ℎ 𝑃)2 ]0,5
∆(𝑆−𝑃) = [4 × (17,234 − 17,4)2 + (14,582 − 13,7)2 + (4,886 − 11,3)2 ]0,5
∆(𝑆−𝑃) = 6,4828

3. Perhitungan Relative Energy Difference. Untuk CA-PBS, R0 = 13,7


𝑅𝐴
𝑅𝐸𝐷 =
𝑅0
6,4828
𝑅𝐸𝐷 =
13,7
𝑅𝐸𝐷 = 0,4732

RED < 1, menandakan bahwa DMF dapat melarutkan CA/PBS


B.7 Perhitungan Porositas Membran

➢ Bahan :
1. Membran
2. Aquadest
➢ Contoh Perhitungan untuk membran CA-PBS/DMF/Aquadest:
W1 = 0,1574 (gr)
W2 = 0,0328 (gr)
A = 6 (cm2)
l = 0,0096 (cm)
ρ = 1 (g/cm3)
dp = 1,3 (g/cm3)

xxxvi
(0,1574−0,0328)/1
ε = 0,1574−0,0328 0,0328
+
1 1,3

ε = 84%

B.7 Perhitungan Water Content

Bahan :

1. Membran
2. Aquadest
Contoh Perhitungan untuk membran CA-PBS/DMF/Aquadest:
W1 = 0,1574 (gr)
W2 = 0,0328 (gr)

0,1574 − 0,0328
%𝑤𝑐 = ( ) 𝑋100%
0,0328

%𝑤𝑐 = 79,124%

B.8 Contoh Perhitungan Luas Area Peak FTIR

Perhitungan luas area peak gugus fungsi pada carbon nanotube dan pada
membran yaitu menggunakan aplikasi ImageJ. Berikut merupakan cara perhitungan
luas area peak:

1. Membuka aplikasi Image J dan membuat garis kalibrasi


2. Membuat panjang untuk kalibrasi
3. Melakukan perhitungan luas area peak gugus –OH

B.9 Contoh Perhitungan Uji Biodegrabilitas

➢ Bahan :
1. Membran
2. Kompos
3. Air

➢ Contoh perhitungan :
Diketahui :

xxxvii
Mr = 0,02 gram
Mo = 0,0256 gram
0,02
% Weight loss (%)= 100 𝑥 (1 − )
0,0256

= 21,88 %

B.10 Contoh Perhitungan Anti-Fouling

➢ Bahan :
1. Larutan Protein
2. Air murni
➢ Contoh Perhitungan :
Jwc = 23,80952 L.m-2.hr-1
Jwi = 340,4762L.m-2.hr-1
𝐽𝑤𝑐
𝐹𝑅𝑅% = 𝑥 100 %
𝐽𝑤𝑖
𝐿
23,80952 ( 2 .hr)
𝑚
𝐹𝑅𝑅% = 𝐿 𝑥 100 %
340,4762 ( 2.hr)
𝑚

%FRR = 6,993 %

B.11 Contoh Perhitungan Analisa DMA

Dengan menggunakan Persmaan berikut :


𝐹
𝑆𝑡𝑟𝑒𝑠𝑠 ∶
𝐴
∆𝑥
𝑆𝑡𝑟𝑎𝑖𝑛 (𝜀) =
𝑥0
Dimana :
F =Besar gaya yang diberikan (N)
A = Luasan Sampel
∆𝑥 = Pertambahan Panjang (m2)
𝑥0 = Panjang mula-mula (m)

xxxviii
Tabel B.2. Contoh 1 sampel Data Mentah yang didapatkan dari lab Fisika ITS

Tensile Tensile
F (Dari delta x delta x dari A(luasan sampel) X0= 2 Cm = Stress Stress
data .txt) analisis data .txt (m2) 20000 μm Strain (N/m2) (kPa)
[N] [μm] [μm] delta x/x0 F/A
0 0 0 0.00000016 20000 0 0 0

1.09E-02 3.33E+01 3.33E+01 0.00000016 20000 0.00166345 68365.625 68,365

3.83E-03 59.7721 2.65E+01 0.00000016 20000 0.00298861 23937.8125 23,937

3.84E-03 83.8048 2.40E+01 0.00000016 20000 0.00419024 23993.25 23,993

xxxix
APPENDIKS B
HASIL PERCOBAAN
B.1. Uji Salt Rejection
Tabel B.1 Hasil Uji Rijeksi Garam Membran CA-PBS/DMF/Nonpelarut

Variasi Kadar Garam (ppm) Rijeksi Garam


Feed Permeat (%)
Aquadest (15) 989,6931 522,338 47,22222
Methanol (15) 989,6931 329,8977 66,66667
Isopropanol (15) 989,6931 219,9318 77,77778
I : A (15:15) 989,6931 439,8636 55,55556
M:A (15:15) 989,6931 - -
A:I (15:15) 989,6931 467,355075 52,7778
A:M (15:15) 989,6931 494,84655 50
I:A (15:6) 989,6931 329,8977 66,6667
M:A (15:6) 989,6931 - -
A:I (6:15) 989,6931 439,8636 55,5556
A:M (6:15) 989,6931 439,8636 55,55556

Tabel B.2 Hasil Uji Rijeksi Garam Membran CA-PBS/DMF/Isopropanol dan CA-
PBS/DMSO/Isopropanol

Variasi Kadar Garam (ppm) Rijeksi Garam


Feed Permeat (%)
DMF (15) 989,6931 219,9318 77,77778
DMSO (15) 989,6931 214,4335 78,33333

Tabel B.3 Hasil Uji Rijeksi Garam Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/Al2O3

Variasi Kadar Garam (ppm) Rijeksi Garam


Feed Permeat (%)
Al2O3 1,5% 989,6931 247,423275 75
Al2O3 2% 989,6931 329,8977 66,6667
Al2O3 2,5% 989,6931 82,474425 91,6667
Al2O3 3% 989,6931 219,9318 77,7778

xl
Tabel B.4 Hasil Uji Rijeksi Garam Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/PEG400

Variasi Kadar Garam (ppm) Rijeksi Garam


Feed Permeat (%)
PEG 2% 989,6931 208,93521 78,8889
PEG 5% 989,6931 203,436915 79,444
PEG 7% 989,6931 109,9659 88,889
PEG 8% 989,6931 219,9318 77,778

Tabel B.4 Hasil Uji Rijeksi Garam Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/Dekstran

Variasi Kadar Garam (ppm) Rijeksi Garam


Feed Permeat (%)
DEX 1,5% 989,6931 219,9318 77,778
DEX 2% 989,6931 203,436915 79,4444
DEX 2,5% 989,6931 109,9659 88,889
DEX 3% 989,6931 54,98295 94,444
DEX 3,5% 989,6931 219,9318 77,778

B.2. Uji Fluks Permeat


Tabel B.5 Hasil Uji Fluks Permeat Membran CA-PBS/DMF/Nonpelarut

Fluks Permeat
Sampel Permeat (L) Waktu (jam)
(L. m-2.hr-1)

Aquadest (15) 0,25 0,174333 341,437


Methanol (15) 0,25 0,4222 141,052
Isopropanol (15) 0,25 1,000667 59,484
I : W (15:15) 0.,25 0,525 113,379
M:W (15:15) - - -
W:I (15:15) 0,25 0,171833 346,404
W:M (15:15) 0,25 0,602 98,877
I:W (15:6) 0,25 0,983333 60,533
M:W (15:6) - - -
W:I (6:15) 0,25 0,783667 75,956
A:M (6:15) 0,25 0,950333 62,635

xli
Tabel B.6 Hasil Uji Fluks Permeat Membran CA-PBS/DMF/Isopropanol dan CA-
PBS/DMSO/Isopropanol

Fluks Permeat
Sampel Permeat (L) Waktu (jam)
(L. m-2.hr-1)

DMF 0,25 1,000667 59,484


DMSO 0,25 1,6915 35,190

Tabel B.7 Hasil Uji Fluks Permeat Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/Al2O3

Fluks Permeat
Sampel Permeat (L) Waktu (jam)
(L. m-2.hr-1)

Al2O3 1,5% 0,25 0,7185 82,845


Al2O3 2% 0,25 0., 99,206
Al2O3 2,5% 0,25 2 29,762
Al2O3 3% 0,25 0,7568 78,649

Tabel B.8 Hasil Uji Fluks Permeat Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/PEG

Fluks Permeat
Sampel Permeat (L) Waktu (jam)
(L. m-2.hr-1)

PEG 2% 0,25 1,700 35,014


PEG 5% 0,25 1,900 31,328
PEG 7% 0,25 2,050 29,036
PEG 8% 0,25 1,260 47,241

Tabel B.9 Hasil Uji Fluks Permeat Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/Dekstran

Fluks Permeat
Sampel Permeat (L) Waktu (jam)
(L. m-2.hr-1)

DEX 1,5% 0,25 0,8668 68,668


DEX 2% 0,25 1,1111 54,113
DEX 2,5% 0,25 1,7167 34,674
DEX 3% 0,25 1,7500 34,014
DEX 3,5% 0,25 0,6762 88,031

xlii
B.3. Permeabilitas
Tabel B.10 Hasil Uji Permeabilitas Membran CA-PBS/DMF/Nonpelarut

Fluks Tebal (m) Permeabilitas


P in P osmostik (L. m-2.hr-1.KPa)
Sampel Permeat
(Kpa) (Kpa)
(L. m-2.hr-1)
Water (15) 784,532 63,5186 341,437 0,0001760 8,3246 E-05
Methanol (15) 980,665 63,5186 141,052 0,0000906 1,3936 E-05
Isopropanol (15) 1176,798 63,5186 59,484 0,0000812 4,3407 E-05

Tabel B.11 Hasil Permeabilitas Membran CA-PBS/DMF/Isopropanol dan CA-


PBS/DMSO/Isopropanol
Fluks Tebal (m) Permeabilitas
P
Permeat (L. m-2.hr-
Sampel P in (Kpa) osmostik
(L. m-2.hr- 1
.KPa)
(Kpa) 1
)
DMF 1176,798 63,5186 59,484 0,0000812 4,3407 E-05
DMSO 1078,732 63,5186 35,190 0,0000798 2,7684 E-06

Tabel B.12 Hasil Uji Permeabilitas Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/Al2O3


P Fluks Tebal (m) Permeabilitas
P in (L. m-2.hr-
Sampel osmostik Permeat
(Kpa) 1
.KPa)
(Kpa) (L. m-2.hr-1)
Al2O3 1,5% -
82,845
1176,798 63,5186 -
Al2O3 2% 1372,931 63,5186 99,206 0,00004078 3,0896 E-06

Al2O3 2,5% 1470,998 63,5186 29,762 0,0000832 1,7594 E-06


Al2O3 3% 1078,732 63,5186 78.649 0,0000984 7,6259 E-06

xliii
Tabel B.13 Hasil Uji Permeabilitas Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/PEG
Fluks Tebal (m) Permeabilitas
P
P in Permeat (L. m-2.hr-
Sampel osmostik
(Kpa) (L. m- 1
.KPa)
(Kpa) 2 -1
.hr )
PEG 2% 980,665 63,5186 35,014 0,00006175 2,3573E-06
PEG 5% 1078,732 63,5186 31,328 - -
PEG 7% 1274,865 63,5186 29,036 0,00005625 1,3483E-06
PEG 8% 1372,931 63,5186 47,241 0,0000600 2,1647E-06

Tabel B.14 Hasil Uji Permeabilitas Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/Dekstran


Fluks Tebal (m) Permeabilitas
P
P in Permeat (L. m-2.hr-
Sampel osmostik
(Kpa) (L. m-2.hr- 1
.KPa)
(Kpa) 1
)
DEX 1,5% 686,465 63,5186 68,668 0,0000439 4,8401E-06
DEX 2% 1372,931 63,5186 54,113 - -
DEX 2,5% 1274,865 63,5186 34,674 - -
DEX 3% 882,5985 63,5186 34,014 0,0000605 2,5143E-06
DEX 3,5% 1078,732 63,5186 88,031 0,0000749 6,5032E-06

B.4. Water Content dan Porositas

A = 6 cm2
Tebal = 0,0096 cm
Tabel B.15 Water Content dan Porositas Membran CA-PBS/DMF/Nonpelarut
Berat (gram) Water
Variasi
Content Porositas
Basah Kering
(%)
Water (15) 0,1574 0,0328 79,161 76,035
Methanol (15) 0,1166 0,0313 73,535 69,327
Isoprpanol(15) 0,0486 0,0261 46,296 51,724
I : W (15:15) 0,1005 0,0279 72,238 77,438
W:I (15:15) 0,1237 0,0270 78,173 76,337
W:M (15:15) 0,1423 0,0290 79,621 79,605
I:W (15:6) 0,1224 0,0336 72,549 73,276
W:I (6:15) 0,1228 0,0310 73,045 62,755

xliv
W:M (6:15) 0,142 0,0302 78,732 81,409

Tabel B.16 Water Content dan Porositas Membran CA-PBS/DMF/Isopropanol dan CA-
PBS/DMSO/Isopropanol
Berat (gram) Water
Variasi
Content Porositas
Basah Kering
(%)
DMF 0,0486 0,02610 46,296 51,724
DMSO 0,0387 0,01845 52,326 58,843

Tabel B.17 Water Content dan Porositas Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/Al2O3


Berat (gram) Water
Variasi
Content Porositas
Basah Kering
(%)
Al2O3 1,5% 0,0252 0,0095 62,302 68,28
Al2O3 2% 0,0109 0,0041 62,385 68,40
Al2O3 2,5% 0,0196 0,0072 66,962 72,53
Al2O3 3% 0,0295 0,0131 61,429 67,00

Tabel B.18 Water Content dan Porositas Membran CA-PBS/DMSO/Isopropanol/PEG


Berat (gram) Water
Variasi
Content Porositas
Basah Kering
(%)
PEG 2% 0,028 0,0093 52,489 59,00
PEG 5% 0,0245 0,0082 66,531 72,14
PEG 6% 0,0390 0,0121 68,974 74,33
PEG 7% 0,0384 0,0123 69,905 75,16
PEG 8% 0,028 0,0108 61,429 67,47
PEG 9% 0,045 0,0182 59,556 65,73

Tabel B.19 Water Content dan Porositas Membran CA-


PBS/DMSO/Isopropanol/Dekstran
Berat (gram) Water
Variasi
Content Porositas
Basah Kering
(%)
DEX 1,5% 0,0188 0,0077 59,043 65,25
DEX 2% 0,0145 0,0056 61,397 67,40

xlv
DEX 2,5% 0,0195 0,0059 69,744 75,02
DEX 3% 0,021 0,0055 73,810 79,00
DEX 3,5% 0,0307 0,0130 57,655 64,00

Tabel B.20 Uji Biodegradasi Membran CA-PBS


Berat (gram) Weight
Variasi
Lost
Awal Akhir
(%)
Aquadest (15) 0,0256 0,020 21.88
Methanol (15) 0,0183 0,005 72.68
Isoprpanol(15) 0,0215 0,016 25.58
DMSO 0,0213 0,015 29.58
Al2O3 1,5% 0,0240 0,020 16.67
Al2O3 2% 0,0153 0,011 28.10
Al2O3 2,5% 0,0211 0,014 33.65
Al2O3 3% 0,0274 0,017 37.96
PEG 2% 0,0215 0,018 32.40
PEG 5% 0,0221 0,014 36.65
PEG 7% 0,0358 0,020 44.13
PEG 8% 0,0282 0,015 46.81
DEX 1,5% 0,0205 0,014 31.71
DEX 2% 0,0213 0,014 34.27
DEX 2,5% 0,0151 0,009 40.40
DEX 3% 0,0254 0,014 44.88
DEX 3,5% 0,0183 0,009 50.82

xlvi
Tabel B.21 Uji Antifouling Membran CA-PBS
Fluks sebelum Perlakuan Fluks setelah Perlakuan
Nama Variasi t t % FRR
Q (L) (hr) A Fluks Q (L) (hr) A Fluks
CA-PBS/DMF/Water 1.43 1 0,0042 340,4762 0,1 1 0,0042 23,80952 6,993
CA-PBS/DMF/Iso 0.771 1 0,0042 183,5714 0,06 1 0,0042 14,28571 7,782
CA-PBS/DMSO/Iso 0.134 1 0,0042 31,90476 0,072 1 0,0042 17,14286 53,731
CA-PBS/DMSO/Iso/PEG
7% 0.049 1 0,0042 11,66667 0,048 1 0,0042 11,42857 97,959
CA-PBS/DMSO/Iso/Al2O3
2.5% 0.1 1 0,0042 23,80952 0,087 1 0,0042 20,71429 87,000
CA-PBS/DMSO/Iso/DEX
3% 0.125 1 0,0042 29,7619 0,115 1 0,0042 27,38095 92,000

xlvii
RIWAYAT PENULIS

Penulis memiliki nama panjang Retno Dwi


Nyamiati, yang biasa dipanggil Retno, putri
kedua dari empat bersaudara. Lahir di
Sidoharjo, 13 September 1995. Di jenjang
perkuliahan, penulis sudah menyelesaikan
pendidikan Diploma III Teknik Kimia
Diponegoro Universitas (2013-2016),
penulis juga telah menyelesaikan gelar
Sarjana pada Laboratorium Perpindahan
Panas dan massa di Teknik Kimia, Fakultas
Teknologi Industri, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember (2017-2019) dan telah
selesai melanjutkan program magister pada Laboratorium yang sama yaitu
Laboratorium Perpindahan Panas dan Massa di Teknik Kimia, Fakultas Teknologi
Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (2019-2021).

Publikasi dalam Seminar Internasional Selama Program Studi Magister:

R D Nyamiati,Y Rahmawati, A Altway and S Nurkhamidah. Effect of Dimethyl


Sulfoxide (DMSO) as a Green Solvent and the Addition of Polyethylene Glycol
(PEG) in Cellulose Acetate/Polybutylene Succinate (CA/PBS) Membrane’s
Performance. International on Chemical Engineering Soehadi Reksowardojo
(STKSR 2020) Virtual Conference 16th-17th November 2020.

xlviii

Anda mungkin juga menyukai