Anda di halaman 1dari 26

TEKNOLOGI PEMROSESAN KERAMIK

MEMBUAT KATALIS HEMATIT (α-Fe₂O₃) NANOPARTIKEL


MENGGUNAKAN METODE GREEN SYNTHESIS TANAMAN
BELIMBING WULUH

Dosen Pengampu:
Ade Wahyu Yusariarta Putra Parmita, S.T M.T
Gusti Umindya Nur Tajalla, S.T M.T

Anggota Kelompok 4:
1. Daffa Irsyad Darmawan 06191017
2. Decky Andhika 06191019
3. Inesya Seftianur Arini 06191026
4. Irsyad Al Habib 06191028
5. Lisda Yanti 06191031

Asisten Praktikum:
Friska Claudia S. 06181028

INSTITUT TEKNOLOGI KALIMANTAN


JURUSAN ILMU KEBUMIAN DAN LINGKUNGAN
TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI
TAHUN AJARAN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya
sehingga penyusunan laporan yang berjudul ”Teknologi Pemrosesan Keramik Pemrosesan
Keramik Mutakhir” dapat selesai tepat pada waktunya.
Penyusunan laporan ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi
Pemrosesan Keramik tentang Pemrosesan Keramik Mutakhir. Dalam penyusunan laporan
ini penulis banyak mendapat bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Ade Wahyu Yusariarta Putra Parmita, S.T M.T selaku dosen pengampu mata
kuliah Teknologi Pemrosesan Keramik
2. Ibu Gusti Umindya Nur Tajalla S.T., M.T. selaku dosen pengampu mata kuliah
Teknologi Pemrosesan Keramik
3. Friska Claudia selaku asisten praktikum Teknologi Pemrosesan Keramik
4. Teman-teman seperjuangan kelompok 4
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih belum sempurna,
maka penulis sangat mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan laporan selanjutnya.
Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Balikpapan, 12 Mei 2022

Kelompok 4
ABSTRAK
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN

Bab pendahuluan menjelaskan dasar pemikiran dilakukannya praktikum yang berisikan


latar belakang, permasalahan, dan tujuan.

1.1 Latar Belakang


Perkembangan industri di zaman sekarang sangat pesat, sehingga pemenuhan
kebutuhan manusia semakin mudah untuk didapat dan beragam. Namun, hal ini
menyebabkan masalah baru untuk lingkungan. Salah satunya adalah pencemaran air sungai
akibat pembuangan hasil limbah industri yang berbahaya untuk kesehatan dan lingkungan.
Rata- rata gabungan air limbah pabrik tekstil di Indonesia mengandung 750 mg/padatan
tersuspensi dan 500 mg/L Biological Oxygen Demand (BOD) (Intan, 2013). Pengolahan zat
cair secara umum dilakukan dengan proses kimia, fisika dan biologi. Adapun keterbaruan
pengolahan limbah zat cair melalui nanomaterial dalam bidang nanoteknologi. Material
nano berukuran dibawah 100 nm (Lee, 2014). Dengan ukuran sangat kecil, material
berukuran nano mudah berinteraksi dengan bahan lainnya. Interaksi tersebut yang
digunakan untuk mendegradasi limbah cair. Degradasi dibantu dengan menggunakan sinar
menjadikan nanomaterial tersebut sebagai fotokatalis (Hutabarat, 2012).
Dalam pengaplikasiannya nanomaterial sendiri sedang sangat gencar-gencar di
kembangkan karena selain ukurannya yang kecil juga ini menjadikan lebih efektifnya
material ini jika digunakan karena memiliki luas permukaan yang sangat besar dan ini lah
yang menjadikannya jika menjadi suatu katalis akan sangat mudah untuk bereaksi ataupun
jika digunakan pada panel surya akan meningkatkan efisiensi panel surya tersebut. Sol gel
merupakan salah satu proses pembuatan keramik non-konvensional yang dimana guna
sintesis keramik nanomaterial. Pada penelitian ini menggunakan metode wet chemical,
dengan metode sol-gel. Metode sol-gel dipilih karena prosesnya yang mudah dan sederhana.
Proses sol-gel juga memiliki kelebihan diantaranya hasil lebih homogen dan suhu kalsinasi
rendah dibandingkan metode solid state dan kopresipitasi (Fernandez, 2011).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari laporan adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana proses manufaktur sesuai dengan spesifikasi yang ingin dihasilkan?
2. Bagaimana proses manufaktur keramik sesuai dengan prosedur dan memodifikasinya?
3. Bagaimana hasil manufaktur keramik mutakhir melalui metode pengujian/inspeksi
tertentu untuk mencapai spesifikasi yang diinginkan?

1.3 Tujuan Masalah


Adapun tujuan masalah dari laporan ini adalah sebagai berikut.
1. Mampu menyusun rancangan proses manufaktur sesuai dengan spesifikasi yang ingin
dihasilkan
2. Mampu melaksanakan proses manufaktur keramik sesuai dengan prosedur dan
mampu memodifikasinya
3. Mampu menganalisis hasil manufaktur keramik mutakhir melalui metode
pengujian/inspeksi tertentu untuk mencapai spesifikasi yang diinginkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bab tinjauan pustaka yang menjadi landasan praktikum ini dilakukan yang berasal dari
buku perkuliahan terkait.

2.1 Ekstraksi
Ekstraksi secara umum merupakan suatu proses pemisahan zat aktif dari suatu
padatan maupun cairan dengan menggunakan bantuan pelarut. Ekstraksi padat-cair
(leaching) adalah proses pemisahan zat yang dapat melarut (solut) dari suatu campurannya
dengan padatan yang tidak dapat larut (inert) dengan menggunakan pelarut cair. Proses yang
terjadi didalam leaching ini biasanya disebut juga dengan difusi. Prinsip proses ekstraksi
yaitu: Pelarut ditransfer dari bulk menuju ke permukaan.Pelarut menembus masuk atau
terjadi difusi massa pelarut pada permukaan padatan inert ke dalam pori padatan.
(intraparticle diffusion). Zat terlarut (solut)yang ada dalam padatan larut ke dalam pelarut
lalu karena adanya perbedaan konsentrasi. Campuran solut dalam pelarut berdifusi keluar
dari permukaan padatan inert.Selanjutnya, zat terlarut (solut) keluar dari pori padatan inert
dan bercampur dengan pelarut yang ada pada luar padatan.Dalam proses ekstraksi, beberapa
macam faktor yang ikut menentukan nilai koefisien transfer massa adalah kecepatan putaran
pengadukan, ukuran partikel, suhu, dan sifat fisis padatan. Nilai koefisien transfer massa
ikut bertujuan untuk menentukan kecepatan difusi dari suatu zat yang terlarut ke dalam
pelarut. Meskipun leaching banyak diaplikasikan di dalam dunia industri terutama produk
farmasi , namun sampai saat ini belum banyak penelitian yang berkaitan dengan proses
ekstraksi yang optimum, oleh karena itu perlu penelitian yang meninjau tentang koefisien
transfer massa agar dalam pemakaiannya proses ekstraksi dapat berjalan secara optimum.
(Prayudo, dkk., 2015).

2.2 Green Synthesis


Metode green synthesis telah muncul sebagai alternatif untuk mengatasi keterbatasan
tersebut. Metode green synthesis adalah sebuah metode sintesis yang digunakan dalam
pembuatan material anorganik menggunakan bahan yang tidak berbahaya. Metode ini
ramah lingkungan dan tidak menimbulkan efek bahaya bagi lingkungan dan peneliti yang
menggunakannya (Jayandran et al., 2015).
Green synthesis juga merupakan bidang gabungan dari bioteknologi dan
nanoteknologi dan memberikan banyak manfaat bagi ekonomi dan lingkungan. Meskipun
memiliki kelemahan tertentu seperti proses yang memakan waktu, namun metode ini sangat
diperlukan untuk menghindari pembentukan produk sampingan yang tidak diinginkan atau
berbahaya melalui pengembangan prosedur sintesis yang andal, berkelanjutan, dan ramah
lingkungan (Jayandran et al., 2015).

2.3 Metode Sol-Gel


Sol-gel merupakan suatu istilah yang umum digunakan untuk menggambarkan
preparasi material keramik melalui beberapa tahapan yang meliputi pembuatan sol, gelasi
sol, dan penghilangan fasa cair. Sol merupakan suatu suspensi koloid dimana fasa
terdispersinya berupa zat padat yang masih mengalami Brownian motion (gerak Brownian)
atau diffusion Brownian (difusi Brownian) dan pendispersinya berupa zat cair. Sedangkan
gel merupakan suatu zat yang memiliki pori semirigid yang terdiri dari jaringan kontinu
dalam tiga dimensi yang terbentuk dari rantai polimer. Metode sol-gel merupakan metode
yang digunakan untuk membuat suatu material padat dari nanopartikel atau molekul yang
berukuran kecil terutama digunakan untuk fabrikasi dari oksida logam seperti
silikon(Si)(79) dan titanium(Ti)(80) (Liza, dkk., 2018).
2.3.1 Tahapan Proses Sol-Gel
Pada umumnya, tahapan proses sol-gel terbagi atas tiga bagian, yaitu hidrolisis,
kondensasi alkohol, dan kondensasi air. Ada juga beberapa sumber yang mengatakan
bahwasanya tahapan proses sol gel itu terbagi atas empat tahap, yaitu hidrolisis, kondensasi,
aging atau pematangan, dan drying atau pengeringan. Berikut merupakan tahapan proses
sol-gel (Liza, dkk., 2018).
1. Hidrolisis
Pada tahap hidrolisis terjadi reaksi penggantian gugus alkoksida –OR oleh gugus
karboksil –OH. Hidrolisis ini dapat terjadi dalam kondisi asam dan basa. Pada kondisi
asam, gugus alkoksida akan terprotonasi dengan cepat. Misalnya, dengan
menggunakan Tetraethyl orthosilicate atau biasa disingkat dengan TEOS yang
merupakan alkoksida dari silikon, menyebabkan alkoksidanya akan lebih mudah
diserang oleh H2O. Hal ini dikarenakan TEOS tersebut akan mengambil kerapatan
dari atom silikon yang mengakibatkan alkoksidanya bersifat elektrofilik. Proses
tahapan sol gel dalam kondisi asam ini berjalan sesuai mekanisme SN-2 yang
menghasilkan formasi penta-coordinate transition state. Mekanisme hidrolisis pada
kondisi asam dapat dilihat pada reaksi di bawah ini:

Gambar 2.1 Mekanisme Hidrolisis pada Kondisi Asam (Liza, dkk., 2018)
Dengan konsentrasi katalis yang sama, ternyata alkoksida silikon pada kondisi basa
akan terprotonasi lebih lama dibandingkan dengan alkoksida silikon pada kondisi
asam yang disebabkan oleh kecenderungan oksigen alkoksida untuk menolak gugus
–OH. Mekanisme hidrolisis pada kondisi basa dapat dilihat pada reaksi di bawah ini:

Gambar 2.2 Mekanisme Hidrolisis pada Kondisi Basah (Liza, dkk., 2018)
2. Kondensasi
Umumnya reaksi kondensasi ini akan terjadi sebelum reaksi hidrolisis selesai.
Molekul yang sudah terhidrolisis akan akan membentuk ikatan siloksan (Si-O-Si), dua
logam yang digabungkan melalui rantai oksigen. Reaksi kondensasi ini terbagi
menjadi dua bagian, yaitu kondensasi dalam suasana asam dan kondensasi dalam
kondisi basa. Pada kondisi asam silanol akan terprotonasi yang menyebabkan silikon
lebih elektrofilik sehingga lebih mudah diserang oleh nukleofilik. Pada kondisi basa
nukleofilik akan menyerang silanol yang terdeprotonasi pada asam silika netral
menghasilkan ikatan siloksan (Liza, dkk., 2018).
Mekanisme kondensasi dalam suasana asam dan basa dapat dilihat pada reaksi di
bawah ini :

Gambar 2.3 Mekanisme Kondensasi dalam Suasana Asam (Liza, dkk., 2018)
Gambar 2.4 Mekanisme Kondensasi dalam Suasana Basa (Liza, dkk., 2018)
3. Aging
Pada proses pematangan ini, terjadi reaksi pembentukan jaringan gel yang lebih kaku,
kuat, dan menyusut di dalam larutan. Fase cair yang masih mengandung partikel padat
dan menggumpal akan terus bereaksi dan akan mengembun saat gel mengering. Gel
yang dihasilkan sangat fleksibel. Gel tersebut akan semakin kental yang disebabkan
oleh kelompok-kelompok cabang disampingnya yang mengembun. Hal ini
menyebabkan cairan yang terdapat di dalam gel akan diserap oleh
kelompok-kelompok cabang tersebut sehingga gel mengalami penyusutan. Proses ini
akan terus berlanjut selama di dalam gel masih terdapat fleksibilitas (Liza, dkk.,
2018).
4. Drying
Fase cair atau pelarut yang tersisa perlu dihilangkan atau dibuang melalui proses
drying atau pengeringan yang disertai dengan penyusutan dan densifikasi. Ketika
cairan dikeluarkan dari gel, ada beberapa hal yang mungkin terjadi. Apabila cairan
dalam gel digantikan oleh udara maka akan terjadi perubahan besar pada struktur
jaringan. Jika gel dikeringkan dengan penguapan maka jaringan gel akan runtuh dan
menghasilkan xerogel. Jika pengeringan terjadi pada kondisi superkritis, maka
struktur jaringan dapat dipertahankan, dan akan membentuk gel dengan pori-pori
yang besar yang disebut aerogel. Pada proses penghapusan sisa pelarut tersebut sangat
dipengaruhi oleh distribusi porositas dalam gel tersebut. Proses drying ini dilakukan
dengan cara menguapkan larutan . untuk mendapatkan struktur sol gel yang memiliki
luas permukaan yang tinggi maka cairan tidak didinginkan. Untuk mendukung
polikondensasi lebih lanjut dan untuk meningkatkan sifat mekanik serta stabilitas
struktural gel, maka diperlukan proses pembakaran melalui tahap sintering akhir,
densifikasi, dan pertumbuhan butir. Untuk mendapatkan suatu prekursor sol dengan
kualitas yang baik, maka prekursor sol tersebut diletakkan di atas substrat yang akan
menghasilkan sebuah film misalnya dengan dip-coating atau spin coating dengan cara
dilemparkan ke dalam sebuah wadah yang sesuai dengan bentuk atau model yang kita
inginkan misalnya keramik, gelas, dan aerogels . Metode sol gel ini dapat diterapkan
dalam bidang optik, elektronik, energi, ruang, biosensor, serta obat (Liza, dkk., 2018).

2.4 Belimbing Wuluh


Belimbing wuluh merupakan tanaman yang mengandung asam sitrat yang tinggi yaitu
sekitar 92,6-133,8 meq asam/100g dari total padatan sehingga cocok untuk dimanfaatkan
sebagai agen pengkelat. Belimbing wuluh memberikan ukuran partikel cerium oksida
terdoping lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan asam sitrat murni (Latifah, 2008).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

Bab metodologi percobaan menjelaskan tahapan kegiatan yang akan dilakukan dalam
melakukan percobaan.

3.1 Diagram Alir


Adapun diagram alir dari percobaan yang akan dilakukan yaitu sebagai berikut:

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Sampel Uji


3.2 Alat dan Bahan
Berikut merupakan daftar alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini.
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu sebagai berikut:

1. Gelas ukur 1 set

2. Magnetic stirrer 1 set

3. pH meter 1 set

4. Furnace 1 set

5. Kertas saring Secukupnya

6. Aluminium foil Secukupnya

7. Botol kaca Secukupnya

3.2.2 Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu sebagai berikut:

1. Ekstrak tanaman 100 ml

2. Fe(NO)3.9H2O 4 gram

3. NaOH Secukupnya

4. Methylene blue 1 gram

5. Aqua DM Secukupnya

3.3 Prosedur
Berikut merupakan prosedur percobaan yang dilakukan.
3.3.1 Persiapan Bahan Baku
Adapun prosedur percobaan yang dilakukan pada persiapan bahan baku adalah
sebagai berikut:
Gambar 3.2 Skema Persiapan Bahan Baku
3.3.2 Pemrosesan
Adapun prosedur percobaan yang dilakukan pada pemrosesan adalah sebagai berikut:
Gambar 3.3 Skema Pemrosesan Bahan Baku

3.3.3 Pengujian
Adapun prosedur percobaan yang dilakukan pada pengujian adalah sebagai berikut:

Gambar 3.4 Skema Pengujian XRD


Gambar 3.5 Skema Pembuatan Artifisial Limbah
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sintesis Nanopartikel Fe₂O₃


4.1.1 Ekstrak Belimbing Wuluh
Buah belimbing wuluh yang sudah dipetik kemudian dihancurkan menggunakan
blender tanpa penambahan air, hasil ekstrak belimbing wuluh yang digunakan berupa bubur
hasil blender seperti pada Gambar 4.1

Gambar 4.1 Ekstrak Belimbing Wuluh


Belimbing wuluh digunakan karena mengandung asam sitrat yang tinggi sehingga cocok
digunakan sebagai agen pengkelat dalam proses sintesis nano partikel (Latifa, 2008).
4.1.2 Nanopartikel Fe2O3
Pada praktikum pembuatan katalis nanopartikel Fe2NO3 ini dilakukan dengan proses
green synthesis dimana digunakan ekstrak belimbing wuluh dengan pH 1,67, penambahan
ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) ini berfungsi sebagai agen pengkelat untuk
memperoleh partikel dengan ukuran yang sangat kecil (nanopartikel) (Indriyani, 2015).
Pada proses sintesis juga dilakukan penambahan NaOH untuk mengontrol pH larutan,
penambahan NaOH pada proses sintesis menyebabkan larutan berwarna merah.
Metode sol gel dipilih karena metode ini hanya memerlukan reagen yang sederhana
dan temperatur yang relatif rendah untuk menghasilkan nanopartikel dengan kemurnian
tinggi dan ukuran nanopartikel yang baik dibandingkan dengan metode sintesis nanopartikel
yang lainnya (Bahadur et al., 2006; Safee et al., 2009).

4.2 Pengujian
Pengujian yang dilakukan pada pembuatan nanopartikel Fe2NO3 dengan menggunakan
agen pengkelat ekstrak belimbing wuluh adalah XRD, BET, dan uji visual.
4.2.1 Pengujian XRD

Gambar 4.2 Grafik Hasil Pengujian XRD

Gambar 4.3 Hasil software Match!


Berdasarkan hasil analisis menggunakan software Match! menunjukkan bahwa pola
difraksi sinar-X dari hasil sintesis sol gel yang telah dibuat menggunakan Fe(NO3)3 dengan
pengkelat organik berupa ekstrak belimbing wuluh, diketahui bahwa puncak puncak yang
teridentifikasi mempunyai fasa dominan berupa Hematite (Fe2O3). Software Match!
digunakan untuk mengetahui dari hasil XRD dengan data yang telah dimiliki oleh software
dibandingkan dengan data yang diperoleh dari hasil penelitian, dimana dapat diketahui fasa
yang terdapat dalam suatu bahan. Kemudian di analisis XRD juga dapat diketahui
kandungan senyawa yang terdapat dalam katalis ini adalah Hematite (Fe2O3) dengan nilai
FOM sebesar 0,8 seperti pada Gambar 4.3 yang menunjukan hasil dari software Match!.
Hasil ini sesuai dengan fasa katalis yang diinginkan pada praktikum ini yaitu fasa Hematite
(Fe2NO3) fasa ini terbentuk selama proses kalsinasi pada suhu 200oC selama 2 jam.
Selain pengujian kualitatif uji XRD juga dapat dilakukan uji kuantitatif untuk
menghitung ukuran butiran kristal (D) film dapat diukur dengan persamaan scherrer (cullity,
1956).

Gambar 4.4 Persamaan Scherrer


4.2.2 Pengujian BET
Pada pengujian BET Surface Area ini sampel yang diuji dibuat menjadi serbuk agar
bisa dimasukan kedalam sample cell BET Surface Area Analyzer. Prosedur analisis yang
dilakukan adalah prosedur analisis yang sudah ditetapkan di laboratorium terpadu ITK.
Sampel yang diuji bermassa 0,1238 gram dengan prosedur degas vakum dalam waktu 4 jam
dengan suhu 200°C dan menggunakan gas analisis nitrogen (N2). Metode pengukuran
surface area yang digunakan adalah single point BET. Didapatkan hasil pengujian sebagai
berikut:
Gambar 4.5 Grafik Hasil Pengujian BET
Didapatkan bahwa massa aktif dari sampel memiliki specific surface area sebesar
2
25.341 𝑚 /g. Luas permukaan sampel diukur dengan satuan m2 /g menunjukkan bahwa
semakin tinggi suhu kalsinasi nanopartikel maka semakin besar luas permukaan jenisnya.
Luas permukaan jenis yang besar akan menghasilkan ukuran partikel yang sangat kecil
(Mikrajuddin, 2010).

4.2.3 Pengamatan Visual

(a) (b)
Gambar 4.6 (a) Hasil Kalsinasi Hari Pertama (b) Hasil kalsinasi Hari Keempat

Pengamatan visual artifisial dilakukan dengan mengamati perubahan warna serbuk


belimbing wuluh yang ditambahkan dengan larutan artifisial setiap hari, selama 4 hari.
Pengamatan dilakukan guna mengetahui proses sedimentasi yang terjadi pada nanofluida.
Kondisi yang diamati dari proses ini adalah dengan mengamati penurunan tinggi
nanofluida, banyaknya endapan serbuk artifisial didasar nanofluida yang terbentuk, serta
perubahan warna nanofluida. Nanofluida yang diindikasikan stabil adalah nanofluida yang
tidak mengalami proses sedimentasi selama kurang lebih 7 hari setelah nanofluida tersebut
disintesis (Syarif & Prajitno,2016) sehingga apabila nanofluida telah mengalami penurunan
tinggi nanofluida secara drastis, muncul banyak endapan serbuk belimbing wuluh didasar
nanofluida, serta nanofluida tersebut berubah warna menjadi bening sebelum melewati
waktu 7 hari maka dapat diindikasikan bahwa nanofluida yang disintesis adalah nanofluida
yang tidak stabil.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Bab kesimpulan dan saran berisi kesimpulan yang didapatkan dari praktikum dan saran
untuk praktikum yang telah dilakukan.

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan setelah melakukan praktikum ini yaitu sebagai
berikut:
1. Dapat diketahui cara merancang proses manufaktur keramik mutakhir dimana metode
yang digunakan yaitu metode sol gel dengan menggunakan agen pengkelat belimbing
wuluh melalui prosedur-prosedur yang telah disusun dari pembuatan ekstrak hingga
proses kalsinasi.
2. Melalui proses pembuatan katalis hematite sesuai dengan prosedur-prosedur yang telah
dibuat dimulai dari pembuatan ekstrak hingga sintesis nanopartikel Fe2O3 dapat
diketahui parameter-parameter yang kontrol yang digunakan sehingga dapat melakukan
modifikasi agar sesuai dengan hasil yang diinginkan.
3. Berdasarkan pembuatan sintesis hematite setelah dilakukan pengujian untuk mengetahui
bagaimana hasil sintesis yang didapatkan apakah sesuai dengan yang diinginkan atau
tidak, pengujian XRD menunjukan kandungan senyawa yang dihasilkan dari yaitu
Fe2O3 seperti hasil dari software Match! dengan ukuran specific surface area sebesar
2
25.341 𝑚 /g dari hasil uji BET.
5.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum ini yaitu sebagai berikut:
1. Waktu pengerjaan proyek sebaiknya diperpanjang lagi.
2. Pemilihan bahan baku harus tepat agar pada saat pemrosesan tidak ada kesalahan
yang terjadi.
3. Pada saat pemrosesan persiapan karakterisasi, harus dilakukan penyaringan dengan
menggunakan kertas saring agar hasil dari proses ekstraksi bisa menghasilkan gel.
4. Pada saat proses pemanasan untuk alat yang digunakan sebaiknya dipilih yang masih
bagus agar temperaturnya dapat naik lebih stabil.
DAFTAR PUSTAKA

B. R. Fernandez. (2011). Sintesis Nanopartikel, Padang: Universitas Andalas.


F. Intan, "Pengaruh Zat Warna Limbah Tekstil terhadap Air Tanah,"
https://faneniintan.wordpress.com/2013/03/25/pengaruh-zat-warna-limbah-tekstil-terh
adap-air-tanah/, 2013
Jayandran, M. Muhamed haneefa, V. Balasubramanian. (2015). Green synthesis and
characterization of Manganese nanoparticles using natural plant extracts and its
evaluation of antimicrobial activity. India: J App Pharm Sci.
K. Lee, Z. A. Saipolbahri, B. H. Guan and H. Soleimani. (2014). Organic Sol-Gel Method
in The Shynthesis and Characterization of Zinc Oxide Nanoparticles. American
Journal of Applied Sciences 11, vol. VI, p. 959.
Liza, Y. M., Yasin, R. C., Maidani, S. S., & Zainul, R. (2018). Sol Gel: Principle And
Technique (A Review).
R. Hutabarat. (2012). Sintesis dan Karakterisasi Fotokatalis Fe-ZnO Berbasis Zeolit Alam,
Jakarta: Universitas Indonesia.
DATA PENULIS

Anda mungkin juga menyukai