Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH INOVASI REKAYASA TEKNOLOGI SANITASI

“REKAYASA TEKNOLOGI SANITASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH


DAN SAMPAH”

Disusun Oleh :
Kelompok 7

1. Bunga Dewi Arum Sari P23133117008


2. Hamida Puspita Harti P23133117015
3. Hilda Fitriah P23133117017
4. M. Ivan Erlangga P23133117025
5. Raufita Heriyah P23133117030
6. Rizky Amalia P23133117032

Tingkat III D4 A

Dosen Pembimbing : Catur Puspawati, ST., MKM.


Kuat Prabowo, SKM., M.Kes

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II
Jln. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru Jakarta 12120 Telp. 021.7397641, 7397643
Fax. 021. 7397769 E-mail : info@poltekkesjkt2.ac.id Website : http://poltekkesjkt2.ac.id
A. Pengertian Rekayasa Teknologi Dan Rekayasa Teknologi Sanitasi
 Rekayasa Teknologi

Rekayasa Teknologi adalah bidang studi yang berfokus pada penerapan teknik dan
teknologi modern, bukan teoritis. Menurut US Department of Education, Rekayasa
Teknologi adalah bidang berkaitan dengan penerapan teknik dasar prinsip – prinsip
dan keterampilan teknis untuk mendukung para insinyur yang terlibat dalam berbagai
proyek. Rekayasa Teknologi pada umumnya mencakup instruksi dalam berbagai
teknik fungsi dukungan untuk penelitian, produksi, dan operasi, dan aplikasi pada
spesialisasi teknik tertentu.

 Rekayasa Teknologi Sanitasi

Pengembangan dan penerapan teknologi dibidang (air minum) dan sanitasi yang
efektif dan efisien ditujukan untuk meningkatkan pengelolaan sanitasi yang ramah
lingkungan, akses yang lebih luas bagimasyarakat, kontinuitas layanan, perlindungan
dan pelestarian sumberdaya alam.

B. Manfaat Rekayasa Teknologi Sanitasi


1. Keberadaan karya rekayasa teknologi sanitasi memberikan manfaat bagi
kesejahteraan masyarakat yang menggunakannya.
2. Keberadaan karya rekayasa teknologi sanitasi memberikan kemudahan bagi
masyarakat untuk mengatasi permasalah sanitasi sesuai dengan masalah yang
dihadapi.
3. Solusi bagi peningkatan produktifitas dan efektifitas dalam menyelesaikan
permasalahan sanitasi.
4. Memacu kreatifitas dan inovasi pembuatnya untuk terus berkaya mencapai optimal.
5. Terciptanya lapangan pekerjaan untuk mewujudkan karya inovasi dan rekayasa
teknologi sanitasi.

C. Konsep Dan Jenis Rekayasa Teknologi Sanitasi Pengolahan Limbah Cair


 Konsep Rekayasa Teknologi Sanitasi Pengolahan Limbah Cair

Pengolahan air limbah dimaksudkan untuk menghilangkan bahan-bahan pencemar yang


terkandung dalam air limbah. Tujuan pengolahan air limbah seperti berikut : 

1. Menghilangkan/menurunkan konsentrasi bahan pencemar yang terkandung dalam air


limbah 

2.  Menghindari terjadinya pencemaran lingkungan akibat pembuangan air limbah

3. Memanfaatkan kembali air limbah yang telah dilakukan pengolahan

4. Efisiensi penggunaan air

Berdasarkan kandungan bahan pencemar dalam air limbah, pengolahan air limbah
diklasifikasikan :

1. Pengolahan air limbah secara fisik (physical treatment)


Pengolahan air limbah secara fisik bertujuan  untuk menyisihkan padatan
seperti kayu, plastik, kertas, sampah, pasir, minyak, lemak, dan padatan
tersuspensi. Pada pengolahan secara fisik diperkenal berbagai unit operasi
(proses) seperti :
1) Screening, untuk proses pemisahan padatan tak terlarut yang bentuknya
cukup besar
2) Comminution, untuk menghancurkan atau mereduksi padatan yang tidak
seragam menjadi bagian yang lebih kecil dan seragam dengan
comminutor.
3) Grit chamber, berfungsi menghilangkan partikel anorganik untuk
mencegah kerusakan pada pompa, dan untuk mencegah akumulasi di
digestors lumpur
4) Equalisasi, untuk membuat kecepatan aliran dengan bak equalisasi
5) sedimentasi, untuk memisahkan partikel-partikel tersuspensi yang lebih
berat dari air sehingga kotoran-kotoran mengendap dengan gaya beratnya
sendiri (gaya gravitasi)
6) floatasi, untuk pemisahan padatan dari air. Ini diperlukan jika densitas
partikel lebih kecil dibanding densitas air sehingga cenderung mengapung,
sehingga perlu ditambahkan gaya ke atas dengan memasukkan udara ke
dalam air. Misal dalam proses pemisahan lemak dan minyak.
7) Filtrasi, untuk proses pengolahan limbah yang masih mengandung zat-zat
tersuspensi dengan melalui suatu media seperti pasir atau kerikil dengan
ukuran tertentu.

2. Pengolahan air limbah secara kimia (chemical treatment)


Pengolahan air limbah secara kimia bertujuan  untuk memisahkan padatan
tersuspensi yang sulit mengendap dalam waktu cepat, pertikel koloid, dan padatan
terlarut baik bersifat organik maupun anorganik. Proses pengolahan air limbah
secara kimia merupakan proses pengolahan dengan penambahan bahan kimia
kedalam air limbah Pada pengolahan secara kimia diperkenalkan berbagai unit
operasi (proses) ini seperti :
1) netralisasi (netralization),
2) Pengendapan kimia (chemical precipitaions), pengolahan dengan
menambahkan bahan kimia pengendap (alum ferrous sulfate) untuk
mengubah bentuk fisik padatan dan tersuspensi shg mudah dipisahkan
3) Perpindahan gas (gas transfer), proses perpindahan dari fase gas ke fase
lain biasanya ke cair, misalnya pada proses aerob dengan aerator
4) Adsorpsi (adsorption), proses pengambilan suatu bahan terlarut diantara
dua permukaan dari dalam larutan, misalnya dengan karbon aktif
5) Disenfeksi (disenfection), menambahkan bahan kimia seperti chlorine,
dengan pemanasan, radiasi dll untuk menghambat aktifitas organisme
pathogen
3. Pengolahan air limbah secara biologi  (biological treatment)
Pengolahan air limbah secara biologi merupakan pengolahan yang
bertujuan  untuk menyisihkan bahan-bahan organik terlarut yang biodegradable.
Proses pengolahan air limbah secara biologi melibatkan penggunaan
mikroorganisme, mikroorganisme akan mengabsorpsi bahan organik dan
mengkonversinya menjadi bahan organik yang stabil dan gas seperti CO2, NH4,
dan sebagainya.  Berbagai unit operasi (proses) yang diperkenalkan dalam
pengolahan air limbah secara biologi seperti pengolahan secara aerob (aerobic)
dan anaerob (anaerobic)  dengan mikroorganisme tersuspensi (suspended-growth)
, mikroorganisme melekat (attacted-growth) dan danau (lagoon). 

4. Pengolahan air limbah lanjut (Advanced Treatment)


Pengolahan air limbah lanjut dibutuhkan dalam beberapa sistem
pengolahan air limbah yang bertujuan untuk menyisihkan kandungan nutrien
dalam air limbah. Nutrien yang dimaksud adalah phosphor atau nitrogen, proses
pengolahan dapat dilakukan dengan penambahan bahan kimia untuk pengendapan
phosphor atau injeksi udara untuk pemisahan nitrogen (air stripping).
5. Pengolahan lumpur (Sludges treatment)
Sludges (lumpur) dihasilkan pada berbagai tahapan proses pengolahan
seperti pada pengolahan awal (primary) dihasilkan lumpur berupa padatan yang
mudah mengendap (flok),  maupun pada pengolahan kedua (secondary)
dihasilkan lumpur berupa mikroorganisme. Tujuan pengolahan sludge (lumpur)
ini menstabilkan kondisi lumpr, mereduksi bau, menurunkan kadar air,
dekomposisi bahan organik, dan membunuh mikroorganisme berbahaya.
Lumpur yang tidak dilakukan pengolahan pada umunya mengandung air
kurang lebih 95-97%, sehingga dibutuhkan beberapa proses pengolahan. Proses
pengolahan dapat dilakukan dengan metode pengendapan, floatasi, filtrasi dan
pengeringan (drying beds), vacumn filter, filter press, dan centrifuge untuk kadar
air 50-75% serta dengan proses digestion untuk dekomposisi bahan organik dan
mereduksi volume limbah serta bau. Penambahan bahan kimia NaOH atau
pemanasan dapat membunuh mikroorganisme berbahaya

 Jenis Rekayasa Teknologi Sanitasi Pengolahan Limbah Cair

1. Grease Trap
Grease trap adalah alat perangkap grease atau minyak dan oli. Alat ini
membantu untuk memisahkan minyak dari air, sehingga minyak tidak
menggumpal dan membeku di pipa pembuangan dan membuat pipa tersumbat.
Terbuat dari pasangan bata maupun stainless steel atau Fiberglass sehingga aman
dari korosi. Alat ini cocok digunakan di rumah tangga dan di restoran atau Kantin
Rumah makan.
Grease Trap terdiri dari minimal 3 ruangan yaitu :
a. Ruang pertama terdapat basket yang di rancang untuk mampu menjebak
padatan atau sisa makanan dari Air cucian dapur. air mengalir dari bawah ke
atas karna massa minyak lebih ringan dari massa air.
b. Ruang kedua di rancang untuk dapat menahan sisa makan halus dan lemak
yang terjebak
c. Ruang ketiga terdapat pipa tee dengan pipa kebawah agar hanya air bersih saja
yang dapat keluar melalui pipa outlet.

2. Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Film Mikrobiologis (Biofilm)


a. Klasifikasi proses film mikrobiologis (biofilm)
Proses tersebut dapat dilakukan dalam kondisi aerobik, anaerobik atau
kombinasi anaerobic dan aerobik. Proses aerobik dilakukan dengan kondisi
adanya oksigen terlarut di dalam reactor air limbah, dan proses anaerobik
dilakukan dengan tanpa adanya oksigen dalam reaktor air limbah. Sedangkan
proses kombinasi anaerobaerob adalah merupakan gabungan proses anaerobik
dan proses aerobik. Proses ini biasanya digunakan untuk menghilangan
kandungan nitrogen di dalam air limbah. Pada kondisi aerobik terjadi proses
nitrifikasi yakni nitrogen ammonium diubah menjadi nitrat (NH4+---> NO3 )
dan pada kondisi anaerobik terjadi proses denitrifikasi yakni nitrat yang
terbentuk diubah menjadi gas nitrogen (NO3 -----> N2 ).

b. Prinsip pengolahan air limbah dengan sistem biofilm


Suatu sistem biofilm yang yang terdiri dari medium penyangga, lapisan
biofilm yang melekat pada medium, lapisan alir limbah dan lapisan udara
yang terletak diluar. Senyawa polutan yang ada di dalam air limbah misalnya
senyawa organic (BOD, COD), ammonia, phospor dan lainnya akan terdifusi
ke dalam lapisan atau film biologis yang melekat pada permukaan medium.
Pada saat yang bersamaan dengan menggunakan oksigen yang terlarut di
dalam air limbah senyawa polutan tersebut akan diuraikan oleh
mikroorganisme yang ada di dalam lapisan biofilm dan energi yang dihasilhan
akan diubah menjadi biomasa. Sulpai oksigen pada lapisan biofilm dapat
dilakukan dengan beberapa cara misalnya pada sistem RBC yakni dengan cara
kontak dengan udara luar, pada sistem “Trickling Filter” dengan aliran balik
udara, sedangkan pada sistem biofilter tercelup dengan menggunakan blower
udara atau pompa sirkulasi.
Jika lapiasan mikrobiologis cukup tebal, maka pada bagian luar lapisan
mikrobiologis akan berada dalam kondisi aerobik sedangkan pada bagian
dalam biofilm yang melekat pada medium akan berada dalam kondisi
anaerobik. Pada kondisi anaerobik akan terbentuk gas H2S, dan jika
konsentrasi oksigen terlarut cukup besar maka gas H 2S yang terbentuk
tersebut akan diubah menjadi sulfat (SO4) oleh bakteri sulfat yang ada di
dalam biofilm.
Selain itu pada zona aerobik nitrogen–ammonium akan diubah menjadi
nitrit dan nitrat dan selanjutnya pada zona anaerobik nitrat yang terbentuk
mengalami proses denitrifikasi menjadi gas nitrogen. Oleh karena di dalam
sistem bioflim terjadi kondisi anaerobik dan aerobik pada saat yang
bersamaan maka dengan sistem tersebut maka proses penghilangan senyawa
nitrogen menjadi lebih mudah.
3. Daur Ulang Air Limbah
Pada tahun 1994 dalam sebuah jurnal international water science
technology, Hidenari yasui dari Kurita Co, Jepang, memperkenalkan sebuah
proses inovasi pengolahan air limbah dengan mereduksi jumlah endapan lumpur
yang dihasilkan dari proses pengolahan lumpur aktif. Proses inovasi tersebut
kemudian dikenal dengan proses pengolahan air limbah emisi zero (zero
emission). Hidenari yasui berhasil mereduksi hampir 100 persen dari limbah
endapan lumpur dengan menerapkan teknologi ozon pada proses pengolahan air
limbah lumpur aktif.
Pada sistem ini sebagian endapan lumpur diambil untuk melalui proses
ozonisasi dalam chamber ozon proses. Selanjutnya endapan lumpur tadi
dikembalikan pada chamber lumpur aktif. Melalui proses ozonisasi endapan
lumpur tadi menjadi material yang mudah untuk diuraikan dan direduksi oleh
mikroorganisme. Dalam chamber lumpur aktif bersamaan dengan proses
penguraian air limbah material oleh mikroorganisme, terjadi pula proses
penguraian endapan lumpur hasil proses tersebut, sehingga tercipta sistem praktis
pengolahan air limbah.
Ozon yang merupakan spesis aktif dari oksigen memiliki oksidasi
potential 2.07V, lebih tinggi dibandingkan chlorine yang hanya memiliki oksidasi
potential 1.36V. Dengan oksidasi potential yang tinggi ozon dapat dimanfaatkan
untuk membunuh bakteri (strilization), menghilangkan warna (decoloration),
menghilangkan bau (deodoration), menguraikan senyawa organik (degradation).
Dengan kemampuan multifungsi yang dimilikinya ozon dapat
menguraikan endapan lumpur yang sebagian besar kandungannya adalah bakteri
dan senyawa-senyawa organik seperti phenol, benzene, atrazine, dioxin, dan
berbagai zat pewarna organik yang tidak dapat teruraikan dalam proses lumpur
aktif.
Ozon membunuh bakteri dengan cara merusak dinding sel bakteri
sekaligus menguraikan bakteri tersebut (Collignon, 1994). Hal ini berbeda dengan
chlorine yang hanya mampu membunuh bakteri saja. Ozon juga mampu
membunuh bakteri tipe filamen seperti bakteri S Natans, M Parvicella, Thiotrix I
dan II penyebab bulking di mana zat padat dan zat cair sulit terpisahkan pada
kolam pengendapan.
Dengan menerapkan teknologi ozon pada pengolahan air limbah lumpur
aktif didapatkan sistem praktis pengolahan air limbah. Beberapa keuntungan
penerapan sistem ini adalah lumpur endapan dapat dihilangkan sehingga
pengolahan lanjutan dan/atau pencemaran sungai dapat dihindarkan, bulking
dapat dihilangkan sehingga sistem proses lumpur aktif berjalan stabil, dan air
limbah dapat didaur ulang.
Dengan menerapkan sistem ini didapatkan air bersih yang tidak lagi
mengandung senyawa organik beracun dan bakteri yang berbahaya bagi
kesehatan. Air tersebut dapat dipergunakan kembali sebagai sumber air untuk
kegiatan industri selanjutnya.

D. Jenis Rekayasa Teknologi Pengelolaan Sampah


1. Teknologi Pengkomposan

Pengkomposan adalah proses biologi yang dilakukan oleh mikroorganisme untuk


mengubah limbah padat organik menjadi produk yang stabil menyerupai humus. Proses
pengkomposan pada dasarnya dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kriteria yakni
berdasarkan penggunaan oksigen, suhu dan pendekatan teknik.

Jika penggunaan oksigen sebagai dasar, maka pembagiannya adalah aerobic (kondisi
dengan menggunakan oksigen) dan anaerobik (kondisi tanpa oksigen). Proses pembuatan
kompos secara aerob memanfaatkan jasad renik aerob dan ketersediaan oksigen selama
proses berlangsung. Prosesnya biasanya dicirikan oleh suhu yang tinggi, tidak berbau
busuk dan dekomposisinya lebih cepat bila dibandingkan dengan proses yang anaerob.

Sedangkan proses anaerob, dekomposisinya dilakukan oleh jasad renik anaerob,


dimana oksigen (udara) tidak diperlukan lagi. Ciri-ciri dari dekomposisi anaerob adalah
suhu rendah (kecuali digunakan panas dari sumber luar), menghasilkan produk yang agak
berbau serta prosesnya biasanya lebih lambat bila dibandingkan dengan pengkomposan
secara aerob.
Pengkomposan sampah organik dapat dilakukan pada skala rumah tangga (home
composting), skala kawasan dan skala besar (centralised composting). Pengkomposan
skala rumah tangga dapat menggunakan komposter yang terbuat dari tong atau kotak
bekas, sistem timbun di dalam tanah dan vermicomposting (pengkomposan dengan
budidaya cacing). Pengkomposan skala kawasan dapat menggunakan sisten open
windrow, bak aerasi, atau sistem cetak. Sedangkan pengkomposan skala besar biasanya
menggunakan sistem open windrow.

2. Briket Sampah

Sampah organik yang bersifat keras seperti ranting dan batok kelapa dapat dijadikan
briket bahan bakar. Sampah tersebut pertama-tama dibakar di dalam wadah atau drum
selapis demi selapis sampai menjadi arang. Arang tersebut kemudian dihancurkan
menjadi bubuk. Sementara itu dipersiapkan pula adonan daun segar yang telah digerus.
Serbuk arang dan adonan daun kemudian dicampur dengan komposisi 83% serbuk arang
dan 13% adonan daun. Campuran tersebut kemudian dicetak atau dipres menjadi briket
dengan beberapa lubang di dalamnya. Fungsi dari adonan daun adalah untuk merekatkan
serbuk arang.
3. Digestor Anaerobik

Sampah organik dapat difermentasikan di ruang tertutup (reaktor/digestor) secara


anaerobik untuk menghasilkan biogas. Sebelum dimasukan ke dalam digestor, sampah
dicacah terlebih dahulu dan dijadikan bubur. Dengan memanfaatkan kinerja bakteri
anaerobik, dari sampah yang terdekomposisi muncul gas yang mengandung metan. Dari
1 m3 biogas akan terkandung energi sekitar 5500 kcal yang equivalen dengan 0,58 liter
bensin atau 5,80 kWH listrik. Sebagai contoh, dari digestor skala komersial di Valorga
(Perancis) diperoleh produksi biogas sebesar 140 L/kg kering sampah dengan 65% metan
(Damanhuri, E. 2001).

4. Pelet Pakan Ternak

Sisa-sisa makanan dari warung makan atau restoran dapat dimanfaatkan menjadi
pelet. Teknologi ini sudah dipakai di Jepang. Pertama-tama, sisa makanan dicacah dan
diblender menjadi bubur setengah padat. Kemudian padatan tersebut masuk ke dalam
screw press sehingga kadar airnya berkurang dan selanjutnya masuk ke peletizer. Padatan
yang sudah menjadi pelet kemudian dikeringkan dan dikemas, siap menjadi pakan ternak.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/377701761/inovasi-rekayasa-teknologi-sanitasi
http://ketutsumada.blogspot.com/2012/03/konsep-pengolahan-air-limbah.html
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131572380/pendidikan/KUL+
+TPL+TOPIK+LIMBAH+CAIR.pdf
http://lipi.go.id/berita/daur-ulang-air-limbah/120
http://kelair.bppt.go.id/Jtl/2000/vol1-2/01bfil.pdf
http://digilib.uinsby.ac.id/1534/5/Bab%202.pdf

Anda mungkin juga menyukai