89 - 96
Jakarta, ISSN : 2085.3866
Desember 2016 No.376/AU1/P2MBI/07/2011
Manis Yuliani
Pusat Teknologi Lingkungan (PTL) – BPPT
Email: manis.yuliani@bppt.go.id
Abstrak
Dalam rangka mengurangi beban TPA terhadap penumpukan sampah, insinerasi bisa menjadi
salah satu solusi. Selain bisa mengurangi volume sampah, energi yang dihasilkan dari insinerasi
sampah juga bisa dimanfaatkan (waste to energy). Pada plant insinerasi sampah terdapat 4
kategori proses yaitu proses pre-treatment, proses pembakaran, proses recoverienergi dan proses
penanganan flue gas (APC system). Proses pre-treatment berfungsi untuk meningkatkan nilai kalori
rata-rata dari sampah. Jenis dari proses pre-treatment tergantung pada jenis insinerator yang
digunakan. Proses pembakaran insinerator harus memperhatikan prinsip 3 T (temperature,
turbulence dan time). Kondisi proses untuk insinerator tipe grate yang sesuai dengan prinsip 3 T
adalah waktu tinggal sampah dalam grate kurang dari 60 menit, waktu tinggal gas lebih dari 2 detik
dan suhu gas lebih dari 850 oC. Pada proses pembakaran akan dihasilkan panas yang dibawa oleh
flue gas yang selanjutnya akan masuk ke proses energy recovery untuk dimanfaatkan energinya.
Setelah keluar dari proses energy recovery, flue gasakan masuk ke proses penanganan flue gas
untuk diminimalisir polusinya.
In order to reduce the accumulation of waste in landfill, incineration technology could becomes one
of the solutions. In addition to reduce the volume of waste, the energy generated by incineration
process can also be utilized. Plant Incineration consists of four categories process, namely pre-
treatment process, combustion process, energy recovery process and flue gas treatment process
(Air Pollution Control system). Pre-treatment process is used to increase the average calorific value
of waste. Pre-treatment process depends on the type of incinerator used. Combustion process in an
incinerator must accommodate the principles of 3 T (temperature, turbulence, time). Process
conditions for the type of incinerator grate in accordance with the principle of 3 Tare the waste
residence time in the grate less than 60 minutes, gas residence time more than 2 seconds and the
gas temperature over 850 C. In the combustion process will produce heat carried by flue gas. The
heat will flow into energy recovery process to be utilized. From energy recovery process, flue gas
will enter into the APC system to reduce air pollution caused by combustion process.
90 Yuliani, 2016
Tabel 1 Kisaran nilai kalori berbagai jenis TPA.
sampah kota yang dibakar dalam insinerator Dari proses di atas dapat diketahui
(Nels, 1984) bahwa proses insinerasi sampah menghasilkan
Tipe Sampah kJ/kg Kcal/kg keluaran berupa : a) Incinerator Bottom ash
Sampah rumah 6.300- 1.500- (IBA) sebesar 20 -30 % dari berat sampah. IBA
tangga 10.500 2.500 merupakan residu padat yang tidak berbahaya
untuk dibuang, b)Logam (Besi ataupun non
10.500- 2.500-
besi) sebesar 2-5 % dari berat sampah., Logam
Bulky waste 16.800 4.000
diperoleh dari proses pemilahan pada sampah
sampah ataupun IBA. Logam dapat dijual untuk
7.600- 1.800-
komersial dan smelting, c) APC residu (termasuk fly ash,
12.600 3.000
industri reagent dan air limbah) sebesar 2-6 % dari
33.600- 8.000- berat sampah. Merupakan residu padat/ cair
minyak bekas 42.000 10.000 yang berbahaya untuk pembuangan, d) Emisi
limbah lumpur ke atmosfer sebesar ̴ 70 – 75 % dari berat
(75 % 1.200 290 sampah.Emisi ini merupakan produk
kandungan air) pembakaran berupa gas yang sudah
Residu dari 6.300- 1.500- dibersihkan (DEFRA, 2007).
kompos 10.500 2.500
3.2.1. Proses pre-treatment
Proses pre-treatment sampah meliputi
Untuk mendirikan sebuah insinerator kegiatan penyortiran dan homogenisasi. Perlu
pengolah sampah, diperlukan gambaran jangka tidaknya proses pre-treatment sampah sebelum
panjang tentang sampah yang dihasilkan di masuk insinerator, tergantung pada kualitas
masa depan. Tidak hanya jumlah sampah, sampah dan sistem insineratornya. Penyortiran
tetapi juga komposisi, sumber dan nilai kalor berfungsi untuk meningkatkan nilai kalori rata-
sampah. Tabel 1 menyediakan kisaran nilai rata sampah sebelum masuk ke insinerator.
kalori dari berbagai jenis sampah kota yang Kebutuhan penyortiran untuk masing-masing
dibakar dalam insinerator. sistem insinerator berbeda-beda. Untuk tipe
3.2. Proses Insinerasi Sampah movable grate incinerator, sampah dapat
Pada plant insinerasi ada 4 kategori dibakar tanpa melalui proses penyortiran.
proses yaitu : Berbeda dengan fluidized bed incinerator yang
a. Proses pre-treatment membutuhkan proses penyortiran sampah
b. Proses pembakaran sebelum masuk insinerator.
c. Proses recovery energy Kegiatan homogenisasi bisa berupa
d. Proses penanganan flue gas (APC pencampuran sampah (mixing) ataupun
system) pencabikan sampah (shredding). Pencampuran
Berikut ini adalah penjelasan proses dari sampah dilakukan untuk mengontrol masukan
Gambar 1. Sampah campuran/ sampah energi dan proses insinerasi. Sedangkan
unrecyclerable diproses di dalam insinerator. pencabikan sampah dilakukan untuk
Pada proses ini dihasilkan flue gas dan bottom menangani sampah jenis bulky waste yang
ash. Bottom ash yang masih bisa dimanfaatkan berjumlah besar. Pencabikan sampah
seperti metal akan di daur ulang, sedangkan merupakan persyaratan minimal untuk fluidized
bottom ash yang tidak termanfaatkan bisa bed incinerator.
masuk ke TPA. Panas yang dibawa oleh flue 3.2.2. Proses pembakaran
gas dari proses pembakaran akan di-recovery Pada proses pembakaran sampah, ada
dengan menggunakan boiler. Dengan adanya beberapa sistem insinerator yang digunakan,
pertukaran panas antara flue gas dengan air di diantaranya adalah moving grate incinerator,
dalam boiler, akan dihasilkan uap yang rotary kiln incinerator dan fluidized bed
nantinya bisa dimanfaatkan untuk listrik incinerator. Di antara ketiga sistem insinerator
ataupun pemanas yang lain. Flue gas yang tersebut, yang paling banyak digunakan untuk
keluar dari boiler akan masuk ke APC system proses insinerasi sampah adalah moving grate
untuk diminimalisir emisinya. Pada APC system incinerator.
akan dihasilkan fly ash. Fly ashakan masuk ke
proses penanganan fly ash dan akan dibawa ke
Hal ini karena moving grate incinerator dapat menghasilkan energi panas. Energi ini akan
mengakomodasi variasi yang besar dalam terbawa keluar oleh flue gas. Sebelum flue gas
komposisi dan nilai kalor sampah serta tungku masuk ke APC system, suhu flue gas harus
dapat dibangun hingga kapasitas 1.200 diturunkan terlebih dahulu dengan
ton/hari. menggunakan boiler. Melalui boiler ini, proses
Dalam meningkatkan proses energy recovery dilakukan (Wangyao, ….,).
pembakaran, peran prinsip 3 T (temperature, Hasil energy recovery tersebut dapat
turbulence, time) sangat penting. Temperatur, dimanfaatkan sebagai heat, power, steam,
turbulensi dan waktu memiliki perbandingan gabungan dari steam dan power ataupun
lurus terhadap pembakaran. Semakin tinggi gabungan dari heat dan power.Pemanfaatan
temperatur, semakin meningkatnya turbulensi akhir dari proses pemulihan energi tersebut
dan semakin lamanya waktu tinggal flue gas didasarkan pada kondisi pasar energi lokal
dan sampah maka proses pembakaran juga yang meliputi eksisting infrastruktur untuk
akan meningkat. Untuk insinerator tipe grate, distribusi energi, pola konsumsi energi tahunan
ketentuan yang berhubungan dengan prinsip 3 dan harga dari berbagai jenis energi serta
T adalah waktu tinggal sampah dalam kemungkinan persetujuan konsumen. Setelah
grateinsinerasi kurang dari 60 menit, waktu pemanfaatan akhir dari proses pemulihan
tinggal gas lebih dari 2 detik dan suhu gasnya energi ditentukan, barulah menentukan
o
lebih dari 850 C. Selama proses pembakaran, spesifikasi boiler yang layak untuk energy
persediaan udara harus cukup agar proses recovery tersebut.
pembakaran sampah berlangsung secara Setiap sistem energy recovery memiliki
sempurna(Charles H. K. Lam, dkk, 2010) efisiensi yang berbeda-beda. Tabel
3.2.3. Proses Energy recovery 2menyediakan rangkuman efisiensi dari
berbagai sistem energy recovery dan estimasi
Proses insinerasi sampah yang
besarnya yield dari sistem pemulihan energi
merupakan proses pengolahan sampah pada
o yang didasarkan pada nilai kalori sampah.
suhu tinggi (di atas 850 C) pasti akan
(World Bank, 1991)
92 Yuliani, 2016
Tabel 2 Rangkuman Efisiensi dari Berbagai Sistem Energy recovery
Efisiensi
Pemanfaatan Energi Pemulihan Energi
keseluruhan
Heat 60-65 %
Gabungan heat and power 85%
Power 20-25 %
Tabel 3, Jenis Teknologi Penanganan Komponen Polutan Flue gas (Margarida dkk, 2011)
Polutan Teknologi
Electrostatic precipitators
Wet electrostatic precipitators
Partikel Condensation electrostatic precipitators Ionization wet scrubbers
Fabric filters
Cyclones dan multi-cyclones
Wet-scrubber
Gas asam (HCl,
Semi-dray scrubber (misalnya suspension of lime) + bag filter
HF, SOx,….)
Dry-scrubber (misalnya lime or sodium bicarbonate)
Desulfurisasi Injeksi adsorben (misalnya senyawa kalsium ) langsung ke ruang
langsung pembakaran
Teknik utama :
mengontrol udara dan suhu, resirkulasi gas buang,
Nitrogen Oksida
Teknik sekunder :
(Nox)
Selective Non-Catalytic Reduction (SNCR) dan Selective Catalytic
Reduction (SCR)
Teknik Utama :
Pengumpulan terpisah, membatasi penerimaan sampah yang
Hg terkontaminasi.
Teknik sekunder: scrubber dengan penambahan oksidan, karbon
aktif, tungku arang atau zeolit.
Dikonversi ke dalam no-volatile oxides dan disetorkan fly ash,
Logam berat
semua teknik merujuk pada penghilangan partikel yang dapat
yang lain
diterapkan. Karbon aktif diinjeksi ke dalam scrubbing unit.
Adsorbsi pada karbon aktif
SCR digunakan untuk NOx
Senyawa
Catalytic bag filters
karbon organik
Static bed filters
Rapid quenching of flue-gas
Gas Rumah
Semua teknik yang digunakan untuk penanganan NOx.
Kaca (CO2,
Meningkatkan efisiensi energy recovery.
NO2)
Dari gambar 2, dapat ditentukan berapa Untuk memperoleh efisiensi yang besar
MWh/ metric ton sampah yang akan dihasilkan dalam sistem penanganan polusi udara, setiap
jika sampah yang dibakar memiliki nilai kalori unit operasi harus dikombinasikan. Tabel 4
sebesar MJ/kg untuk proses energy recovery menunjukkan kombinasi unit operasi pada
dalam bentuk heat, power ataupun CHP. Sistem Penanganan Polusi Udara. (Margarida
J. Quina, dkk, 2011)
IV. KESIMPULAN