Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN HASIL PENELITIAN

PEMERINTAHAN KOLONIAL BELANDA


DI TANJUNG RAJA

DISUSUN OLEH:
ARRAFI WIRA PEGAGAN (06041282025045)

MATA KULIAH:
SEJARAH DALAM PERSPEKTIF GLOBAL

DOSEN PENGAMPU:
1. Dr. FARIDA, M.Si
2. AULIA NOVEMY DHITA SURBAKTI, M.PD.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas rahmat dan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas laporan penelitian identifikasi sejarah local di daerah
saya tepat pada waktunya. Tujuan dari laporan penelitian ini adalah untuk memenuhi tugas dari
Ibu Dr. Farida, M.Si, Dan Ibu Aulia Novemy Dhita SBK, M.Pd. pada mata kuliah Sejarah
Perspektif Global. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Pemerintahan kolonial belanda dan pemimpin lokal di daerah saya bagi para pembaca dan juga
bagi penulis. Serta menyadarkan para pembaca terkhusus nya generasi muda untuk memahami
sejarah yang berkembang di daerah nya agar dapat berguna dan bermanfaat sebagai pedoman di
masa yang akan datang.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Farida, M.Si Dan Ibu Aulia Novemy Dhita
SBK, M.Pd. Selaku dosen mata kuliah Sejarah dan Perkembangan Pendidikan yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang saya ambil pada saat ini. Ucapan ribuan terima kasih juga tak lupa saya
sampaikan kepada penulis sumber-sumber materi yang tersusun dalam makalah ini. Dan tak lupa
saya ucapkan terima kasih yang mendalam kepada narasumber saya Ibu Jawaria yang telah
banyak membantu saya dalam menyelesaikan laporan ini. Saya menyadari, laporan penelitian
yang saya tulis ini dengan segala keterbatasan dan kesederhanaan masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
laporan ini.

Rantau Panjang, 16 Januari 2021

Arrafi Wira Pegagan


DAFTAR ISI

Halaman Judul…………………………………………………………………………………….
Kata Pengantar…………………………………………………...…………………………….....
Daftar Isi……………………………………………………………………………………….......

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……….………………….…….…………………………..………………
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………….……
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………………………….…….

BAB 2 PEMBAHASAN
A. Profil Kecamatan Tanjung Raja………………………………….……...………………….
B. Tanjung Raja Pada masa kolonial…………………………………………………………..
C. Bukti-Bukti Peninggalan Kolonial Belanda………………………………………………..
D. Wawancara Kepada Narasumber
Mengenai Zaman Kolonial Belanda Di Tanjung Raja……………………………………...

BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan…………………..………………………………..…………………………...
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………….
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sejak tahun 1825, kota Palembang berubah statusnya mejadi daerah keresidenan. Sebelum itu
perlu diketahui dulu apa itu keresidenan. Keresidenanan adalah sebuah daerah administratif yang
dikepalai oleh residen. Jadi disini maksud dari Keresidenan Palembang adalah daerah
administratif yang dikelola oleh pemerintahan Hindia-Belanda. Wilayah pemerintahan
keresidenan Palembang tidak hanya sebatas kota Palembang saja, tetapi meliputi seluruh wilayah
Sumatera Selatan. Keresidenan Palembang dibagi atas beberapa Afdeeling (Kabupaten) kecuali
Ibukota Palembang. Masing-masing Afdeeling dikepalai oleh seorang Asisten Residen. Tiap-tiap
Afdeeling terdiri dari Onder Afdeeling yang dikepalai oleh seorang Kontroler. Tiap-tiap Onder
Afdeeling terdapat marga-marga. Setiap marga dikepalai oleh seorang Kepala marga (Pasirah).

Menurut Djohan Hanafiah (1998:91-95) menyatakan bahwa setelah tahun 1930 Afdeeling di
Keresidenan Palembang terbagi menjadi menjadi tiga, sebelumnya pada tahun 1864 keresidenan
Palembang dibagi menjadi sembilan Afdeeling, dan pada tahun 1878 dipadatkan menjadi tujuh,
kemudian dipadatkan lagi pada tahun 1878 menjadi enam Afdeeling di mana Palembang tidak
berstatus Afdeeling melainkan menjadi Distrik Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Dan akhirnya
dipadatkan menjadi tiga Afdeeling saja pada tahun 1930.

Wilayah Ogan Ilir pada tahun 1930 termasuk ke dalam Afdeeling Palembang Ilir atau
Palembangsche Benedenlanden. dan ibu kota onder afdeeling Ogan Ilir saat itu ialah Tanjung
Raja dengan dikepalai oleh seorang kontroler Belanda. Di Tanjung Raja sendiri pada waktu itu
terdapat sebuah marga yaitu Pegagan Ilir Suku 2 yang dikepalai seorang pesirah yang menjadi
bawahan pemerintah belanda dalam mengatur birokrasi didaerah kepemimpinannya. Pesirah yang
terkenal ialah Pangeran Liting yang memprakarsai pembangunan terusan sungai atau yang lebih
dikenal penduduk setempat sebagai “Kedukan Bujang”.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Profil Kecamatan Tanjung Raja?
2. Bagaimana Kondisi Tanjung Raja Pada masa kolonial?
3. Apa-apa Saja Bukti Kolonial Belanda di Tanjung Raja?
4. Bagaimana Penuturan Narasumber Tentang Masa Kolonial Belanda di Tanjung Raja?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk Mengetahui Profil Kecamatan Tanjung Raja?
2. Untuk Mengetahui Kondisi Tanjung Raja Pada masa colonial
3. Untuk Mengetahui Bukti-bukti Kolonial Belanda di Tanjung Raja
4. Untuk Mengetahui Penuturan Narasumber Tentang Masa Kolonial Belanda di
Tanjung Raja
BAB 2
PEMBAHASAN

A. PROFIL KECAMATAN TANJUNG RAJA

Tanjung Raja adalah sebuah kecamatan tertua di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra
Selatan, Indonesia. Awal mulanya kecamatan ini meliputi Kecamatan Rantau Alai,
Rantau Panjang, Sungai Pinang, dan beberapa desa yang sekarang menjadi wilayah
Kecamatan Indralaya Selatan. Letak kota kecil ini strategis terletak di jalur perlintasan
timur Sumatra menjadikan wilayahnya sebagai Kota Transit. Salah satu yang
menjadikan icon kecil kota ini adalah Pindang Tulang Pegagan-nya yang terkenal lezat
dan sedap. Penduduk kecamatan Tanjung Raja mayoritas bekerja sebagai petani, dan
sebagian kecil sebagai PNS. Untuk perekonomian sendiri di wilayah ini terdapat pasar
tradisonal yang besar, pasar tersebut berkembang dan menjadi penopang kehidupan
masyarakat, tidak hanya masyarakat tanjung raja itu sendiri tetapi juga masyarakat dari
kecamatan lain yang tinggal di diluar kecamatan Tanjung Raja. hampir Semua penduduk
kecamatan Tanjung Raja bersuku bangsa Pegagan dan bahasa yang digunakan oleh
masyarakat sehari-hari adalah Bahasa Pegagan dan adat dalam pernikahan umumnya
merupakan adat asli daerah Tanjung Raja. Kecamatan Tanjung Raja merupakan salah
satu kota terbesar selain Indralaya dari segi aspek sosial, budaya, perekonomian,
penduduk, dan kota kecil yang mandiri, maju, dan sejahtera masyarakatnya. Dan apabila
nantinya Indralaya menjadi Kota Madya di lingkungan Provinsi Sumatra Selatan,
Tanjung Raja mungkin akan sebagai ibu kota penggantinya.

B. TANJUNG RAJA PADA MASA PEMERINTAHAN KOLONIAL

Tanjung Raja sendiri pada saat masa pemerintahan Hindia-Belanda telah menjadi
ibukota Onder Afdeeling Ogan Ilir, dan berarti jauh sebelum Indralaya dipilih menjadi
ibu kota Ogan Ilir pada tahun 2003, jauh sebelum itu ibu kota dari Ogan Ilir adalah
Tanjung Raja. Dengan beberapa kali perubahan pembagian Afdeeling oleh Keresidenan
Palembang tentu hal ini juga membuat Onder Afdeeling Ogan Ilir berada di wilayah
Afdeeling yang berbeda-beda, penetapan wilayah yang pertama adalah pada tanggal 13
Juni 1864 dimana Keresidenan Palembang dibagi menjadi Sembilan Afdeeling dimana
untuk Ogan Ilir pada saat itu masih menjadi wilayah Afdeeling bersama dengan wilayah
Blida dan beribukota di Tanjung Raja. Kemudian pada tahun 1872 Afdeeling di
Keresidenan Palembang dipadatkan lagi menjadi tujuh, dan kemudian pada tahun 1878
dipadatkan lagi menjadi enam, dan sampai akhirnya afdeeling di Keresidenan Palembang
dipadatkan lagi menjadi menjadi empat Afdeeling saja (Panji, 2002: 19-20). Barulah
disini wilayah Ogan Ilir menjadi Onder Afdeeling dibawah Afdeeling Palembang Ilir atau
Palembangsche Benedenlanden, (di bawah seorang Asisten Residen yang berkedudukan
di Ibukota “Kota Palembang”.
Onder Afdeeling Ogan Ilir sendiri dikepalai oleh seorang kontroler belanda, kontroler
belanda tersebut yang diketahui adalah bernama A.V. Peggemeier yang mulai memimpin
pada januari 1939, artinya A. V. Peggemeier menjadi Kontroler Sembilan tahun setelah
Afdeeling Keresidenan dipadatkan menjadi tiga saja di tahun 1930. Onder Afdeeling
Ogan Ilir memiliki kantor yang terletak di wilayah ibu kota nya pada saat itu, yakni
Tanjung Raja.
Untuk wilayah Tanjung Raja pada saat itu terdapat marga yakni Pegagan Ilir Suku 2 yang
dipimpin oleh seorang Pasirah yang dikepalai seorang pesirah yang menjadi bawahan
pemerintah belanda dalam mengatur birokrasi didaerah kepemimpinannya. Dibawah seorang
pasirah juga terdapat pemimpin wilayah-wilayah desa yang termasuk dalam wilayah Tanjung
Raja, pemimpin desa tersebut disebut dengan Kerio atau bila pada masa sekarang kedudukan nya
sama dengan Kepala Desa.

C. BUKTI-BUKTI PENINGGALAN KOLONIAL BELANDA DI TANJUNG RAJA

1.) Kantor Bekas Pemerintahan Kolonial Belanda.

Bekas kantor pemerintahan belanda yang kini beralih fungsi menjadi kantor camat T anjung Raja ,
Sumber: Koleksi Pribadi

Kantor bekas peninggalan masa pemerintahan Kolonial Belanda di atas saat ini telah
bearalih fungsi menjadi kantor pemerintahan kecamatan Tanjung Raja, bangunan tersebut
berada di dekat pasar tradisional dan dilalui oleh jalan lintas timur Sumatera, bangunan
tersebut memiliki gaya arsitektur khas belanda dimana material penyusunnya adalah
semen/batu berbeda dengan rumah-rumah penduduk saat itu yang kebanyakan masih
menggunakan material kayu dan berjenis rumah panggung. Bangunan tersebut juga baru-
baru ini mengalami pemugaran karena usia nya yang sudah tua, tetapi dalam pemugaran
tersebut tidak menghilangkan gaya arsitektur awal nya yang berciri khas bangunan
belanda.
Tidak diketahui dengan jelas kapan bangunan ini mulai berdiri, namun bila mengikuti
tahun dimana Kesultanan Palembang berubah menjadi Keresidenan Palembang yakni
pada tahun 1825 tentu mustahil juga bangunan tersebut berbarengan dengan peristiwa itu,
karena Belanda awalnya masih kesulitan untuk memaksakan kekuasaanya di Palembang
terutama di Daerah Uluan. Meskipun pada Waktu itu pemerintah kolonial berada di
Palembang dan menguasai Bangka Belitung , tetapi secara Riil daerah Uluan yang
letaknya jauh dari pusat kota, kekuasaan pemerintah kolonial belum atau kurang
dirasakan Bahkan sampai pada pertengahan tahun 1860an Belanda masih belum dapat
berkuasa sepenuhnya atas daerah pedalaman (Sevenhoven, 1971:9). Oleh sebab itu pada
masa transisi ini P. de Roo De La Faille (1971: 50-53) mengatakan bahwa pemerintah
kolonial Belanda masih membutuhkan bantuan pengaruh dan tenaga dari golongan
tertentu, karena merasa takut dan belum banyak memiliki kemampuan dalam menghadapi
situasi dan kondisi. Namun pada tahun 1860an ini sangat besar kemungkinannya wilayah
Ogan Ilir terkhusus Tanjung Raja sudah terjamah Oleh Belanda, hal ini dimungkinkan
dengan letak geografis Tanjung Raja yang terhitung dekat dengan Kota Palembang dapat
melalui jalur sungai yakni sungai Ogan maupun jalur darat sekalipun. Diperlukan
penelitian yang lebih mendalam oleh para ahli untuk menentukan kapan persis mulai
berdirinya bangunan tersebut.

2.) Foto-foto Kondisi Tanjung Raja pada tahun 1928

Pada saat penelitian ini dibuat, penulis menemukan beberapa foto dari situs digital milik
Meseum Tropen Belanda dengan mencari menggunakan kata kunci Tandjoengradaja.
Kehapsahan foto tersebut diyakini dengan adanya tanggal dan tahun foto tersebut diambil
dan juga dalam foto tersebut menyebut wilayah Tanjung Raja. Dan Uniknya bulan dan
tahun foto tersebut diambil sama-sama pada agustus 1926 hal ini dapat diartikan bahwa
foto-foto tersebut diambil oleh orang yang sama dan jauh sebelum A.V. Pegemeier
menjadi kontroler di wilayah Tanjung Raja . Adapun foto tersebut diantaranya,
a. Foto dua orang Belanda sedang duduk di sebuah taman, Agustus 1926

Foto T aman v. Limburg Stirum Park di T anjung Raja T ahun 1926. Sumber: https://collectie.wereldculturen.nl/#/query/1d80733d-
97fa-4155-a90d-f51a3ddd828b

Diketahui bahwa orang yang mengambil foto Taman tersebut tidak dicantumkan
namun dalam foto tersebut terdapat judul yang berbahasa belanda yakni, Een
bankje in het ‘v. Limburg Stirum Park’ langs de weg van Tandjoengradja naar
Palembang, augustus 1926. Setelah diterjemahkan arti judul tersebut adalah
Sebuah bangku di taman v. Limburg Stirum Park di sepanjang jalan dari Tanjung
Raja ke Palembang. Nama v. Limburg Stirum sendiri tertuju kepada seorang
Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang memimpin dari 21 Maret 1916 sampai
21 Maret 1921. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa Taman tersebut adalah
bentuk penghormatan kepada jasa v. Limburg Stirum yang telah memimpin
Hindia-Belanda selama lima tahun pas. dan jika dikaitkan pada tahun saat foto
diambil yaitu tahun 1926, Onder Afdeeling Ogan Ilir telah termasuk ke dalam
wilayah Afdeeling Palembang Ilir atau Palembangsche Benedenlanden. Untuk
letak taman tersebut berdasarkan pada judul foto, taman tersebut terletak di jalan
Tanjung Raja menuju Palembang. Dengan letak tersebut hal ini diyakini bahwa
Taman tersebut adalah Taman Tanjung Raja saat ini. Yang terletak di pinggir
jalan Lintas Timur menuju Palembang. Adapun kondisi Taman Tanjung Raja saat
ini dapat dilihat dari foto dibawah ini.
T aman T anjung Raja. Sumber: Koleksi Pribadi

b. Foto Sungai Ogan di Tanjung Raja, agustus 1926

Foto Sungai Ogan pada tahun 1926. Sumber: https://collectie.wereldculturen.nl/#/query/b1789337-aff2-484b-8e09-701202fb2cce

Foto keadaan Sungai Ogan ini juga disertai dengan judul yang berbahasa belanda
yakni, Zicht op een paaldorp langs de weg van Tandjoengradja naar Palembang,
augustus 1926 yang dapat diartikan menjadi Pemandangan desa panggung di
sepanjang jalan (Sungai) dari Tandjoengradja ke Palembang. Dari foto tersebut
menampilkan kondisi Sungai Ogan yang mengering disertai Rumah-rumah
penduduk di pinggir tebing Sungai. Perbedaan Sungai Ogan pada waktu itu
dengan masa sekarang sangat berbeda jauh, dimana Sungai Ogan yang terletak di
wilayah Tanjung Raja saat ini begitu lebar dan memiliki aliran air yang deras dan
tak pernah mengalami kekeringan seperti foto di atas. Adapun kondisi Sungai
Ogan saat ini dapat dilihat dari foto dibawah ini,
Sungai Ogan Pada Masa Sekarang. Sumber: Koleksi Pribadi

D. WAWANCARA KEPADA NARASUMBER MENGENAI ZAMAN KOLONIAL


BELANDA DI TANJUNG RAJA

Ibu Jawaria, Usia 71 T ahun, Sumber: Koleksi Pribadi

Dari wawancara yang dilakukan kepada Narasumber yang bernama Ibu Jawaria yang
lahir pada tahun 1950, Saat ini berusia 71 tahun dan tinggal di wilayah Rantau Panjang
yang dulu termasuk ke dalam wilayah Tanjung Raja. Tidak banyak informasi penting
yang beliau ketahui mengenai bukti-bukti peninggalan Kolonial Belanda seperti yang
diuraikan diatas. Namun terdapat satu yang di rasa benar adanya yakni Ukuran Sungai
Ogan yang membesar dikarenakan abrasi atau longsor, menurut pengakuan Narasumber.
Beliau merasakan sendiri bagaimana saat terjadi abrasi/longsor yang berangsur-angsur
pada tebing-tebing Sungai Ogan yang membuat ukuran sungai menjadi membesar dan
melebar.
Terdapat juga informasi penting mengenai kehidupan pada masa kolonial, walaupun
Narasumber sendiri tidak terlibat langsung pada jaman tersebut tetapi beliau waktu muda
kerap kali mendengar cerita dari orang tua nya yang merasakan hidup pada jaman
kolonial. Informasi dari Ibu Jawaria bahwa ayah nya meninggal pada tahun 2003 di usia
93 tahun, artinya ayah beliau lahir pada tahun 1910. Dengan rentang hidup ayahnya
tersebut sangat memungkinkan informasi dari beliau benar adanya, karena Kontroler
Belanda yang memimpin Onder Afdeeling Ogan Ilir saja yang diketahui adalah tahun
1939 dimana ayah dari ibu Jawariah sudah berusia sekitar 29 tahun, berarti dapat
disimpulkan memang benar Pendahulu Ibu Jawaria hidup dan tumbuh di jaman kolonial
belanda.
Menurut cerita Ayah beliau bahwa pada saat itu terdapat situasi dimana masyarakat
Tanjung Raja dan sekitarnya, mendengar bahwa kapal Belanda akan bergerak dari
Palembang ke hulu melalui Sungai Ogan dan akan melewati Tanjung Raja. Masyarakat
sekitar yang mendengar kabar itu sangat cemas dan ketakutan, banyak rakyat yang
memutuskan untuk bersembunyi ke Lebak (daerah pertanian yang biasanya terletak di
pedalaman desa), dan juga terdapat rakyat yang ingin melakukan perlawanan dengan
mempersiapkan meriam di sekitar tebing-tebing Sungai bertujuan untuk mengenai kapal
Belanda yang lewat. Namun akhirnya hal ini tak terjadi karena Belanda membatalkan
rencana perjalanan ke hulu tersebut. Dari penuturan cerita tersebut walau Belanda batal
melintas namun juga dapat disimpulkan bahwa pada kehidupan jaman kolonial belanda,
bangsa belanda sangat ditakuti dan dicemaskan oleh rakyat ini terbukti dari banyaknya
rakyat yang memutuskan bersembunyi, namun terdapat juga rakyat yang berani melawan
dengan mempersiapkan rencana untuk menghalau kapal Belanda yang lewat.
BAB 3
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sejarah Kolonial Belanda di Ogan
Ilir khusus nya di Tanjung Raja sangat beragam dan terikat satu dengan yang lainnya.
Ini terbukti dengan tahun-tahun yang berdekatan dan saling berhubungan, contohnya
adalah ketika A.V. Peggemeier menjadi Kontroler Sembilan tahun setelah Afdeeling
Keresidenan dipadatkan menjadi tiga saja di tahun 1930. Dan contoh lainnya adalah
nama dari penamaan sebuah Taman di Tanjung Raja pada tahun 1926 yang dibangun
Oleh Belanda yang menggunakan nama Gubernur Jendral Hindia Belanda yakni van
Limburg Stirum yang berkuasa lima tahun sebelum nya atau bisa saja Taman tersebut
sudah ada sebelum tahun 1926 dimana foto Taman tersebut di ambil. Dari penelitian
ini juga dapat disimpulkan dari wawancara yang telah dilakukan kepada narasumber
dimana adanya korelasi dari cerita beliau dengan bukti foto sungai ogan pada tahun
1926 dan dapat menyimpulkan kebenaran bahwa Sungai Ogan memang mengalami
pelebaran dari masa ke masa. Dari penuturan Narasumber juga dapat disimpulkan
bahwa rakyat pada saat itu merasa takut dan cemas akan kehadiran Belanda namun
tidak sedikit juga yang berani melawan belanda. Hal ini terbukti menurut cerita turun
temurun yang beliau ketahui. Namun dalam penelitian ini sangat terhambat akan
sumber-sumber yang terbatas, serta pengetahuan Narasumber mengenai sejarah
Kolonial Belanda yang hanya sebatas cerita turun temurun. Hal ini tentu diperlukan
penelitian lebih mendalam oleh ahli-ahli sejarah, agar sejarah-sejarah yang belum
diketahui dapat terungkap dan keaslian sejarah dapat dijaga, yang tentu berguna bagi
generasi penerus bangsa agar dapat mengetahui kehidupan-kehidupan sebelum
mereka lahir serta berguna menjadi pedoman di masa yang akan datang dengan
menerapkan hal-hal baik yang ada pada masa lalu serta menghindari kesalahan-
kesalahan yang terjadi pada masa lalu.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Ma'moen, dkk., 1984. Kota Palembang sebagai “Kota Dagang dan Industri”. R.Z.
Leirissa, dkk. (Penyunting). Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional “Proyek
Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Depdikbud.

Djenen, dkk., 1972. Sumatera Selatan Dipandang dari Sudut Geografi Sejarah dan Kebudayaan.
Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Nasional Deparetemen Pendidikan
dan Kebudayaan.

Faille, P. De Roo De La, 1971. Dari Zaman Kesultanan Palembang. Jakarta: Bhratara.

Hanafiah, Djohan, 1998. Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kotamdya Daerah Tingkat II


Palembang. Palembang: Pemerintah Kota Dati II Palembang.

Hidayah, Zulyani dan Hari Radiawan, 1993. Sistem Pemerintahan Tradisional Daerah Sumatera
Selatan, Sri Mintosih (Penyempurna). Jakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan
Nusantara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Mas'oed, Ki Agoes, 1941. Sedjarah Palembang Moelai sedari Seriwidjaya sampai kedatangan
balatentara Dai Nippon. Palembang: Maroeyama

Panji, Kemas A.Rachman, 2002. Masyarakat Tionghoa Palembang, Tinjauan Sejarah Sosial
(1823-1945). Palembang: Forum Pengkajian Sejarah Sosial dan Budaya (FPS2B dengan
Paguyuban Sosial Masyarakat Tionghoa Palembang (PSMTI)
van Sevenhoven, J.L., 1971. Lukisan tentang Ibukota Palembang, terjemahan Sugarda
Purbakawatja. Jakarta: Bhratara

Panji, Kemas A.Rachman. Suriana, Sri. Sejarah Keresidenan Palembang. Dosen Luar Biasa pada
Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Budaya Islam IAIN Raden Fatah dan
FKIP Pendidikan Sejarah Universitas PGRI Palembang. Dosen Sejarah pada Jurusan Sejarah dan
Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Budaya Islam UIN Raden Fatah Palembang.

https://collectie.wereldculturen.nl/

https://wikipedia.com/tanjungraja

Anda mungkin juga menyukai