SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik
(materai)
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Ditetapkan di : Tasikmalaya
Tanggal : 27 Januari 2023
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan naskah skripsi ini. Penulisan
naskah skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas
Teknik Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya.
Selama proses penyusunan naskah skripsi ini, banyak pengalaman berharga
yang saya dapat saat melakukan pengambilan data, mencari referensi dll. Banyak
hambatan dan tantangan pada saat penyusunan naskah skripsi ini, tetapi semua itu
dapat dilalui dengan baik berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya terutama kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Waspada Kurniadi, M. Sc, selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya.
2. Bapak Nurcholis Salman, S.T., M.T. selaku Ketua Prodi Teknik
Lingkungan.
3. Ibu Estin Nofiyanti, S.Pd., M.Sc., selaku Pembimbing 1 dan Ibu Dr. Melly
Mellyanawaty, S.T., M. Eng., selaku Pembimbing 2 yang telah memberikan
kesediaan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan
saya dalam penyusunan naskah skripsi ini.
4. Ibu dan Bapak saya yang selalu memberikan dukungan, serta mendoakan
dan mencurahkan kasih sayangnya tanpa batas hingga saya dapat
menyelesaikan naskah skripsi ini, dan;
5. Keluarga besar saya yang telah memberikan dukungan moral serta
mendoakan saya
6. Teman hidupku yang selalu membantu dan memberi motivasi agar penulis
bisa terus melangkah
7. Kang Ikhsan sebagai peternak ulat hongkong yang telah menyediakan bahan
penelitian saya
8. Sahabat seperjuangan Keluarga Besar Angkatan 2016 dan 2017 S1 Teknik
Lingkungan yang telah bersama-sama berjuang menyelesaikan naskah
skripsi ini ditengah cobaan wabah virus covid-19.
iv
Saya menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari kata
sempurna, namun saya berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi saya
pribadi khususnya dan para pembaca umumnya. Akhir kata, semoga Allah SWT
berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu dan
semoga naskah skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.
Penulis
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Dibuat di : Tasikmalaya
Pada tanggal : 27 Januari 2023
Yang menyatakan:
vi
ABSTRAK
Plastik merupakan suatu bahan yang terbuat dari polimer sinestetik dengan
sifat mudah dibentuk sesuai kebutuhan dan memiliki resistensi kimia yang tinggi.
Pada tahun 2019 jumlah sampah plastik yang dihasilkan mencapai 15,93%,
sedangkan pada tahun 2020 terjadi peningkatan yang sangat signifikan untuk
penggunaan plastik hingga mencapai 17,11% atau 5.481.786,08 ton/tahun. Plastik
OPP merupakan polimer termo-plastik yang banyak digunakan untuk kepentingan
plastik kemasan produk pada industri farmasi, rokok, shampoo, detergen, tekstil,
makanan dan minuman. Penelitian eksperimental ini disusun berdasarkan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) menggunakan sampah plastik untuk menguji
ulat dalam menndegradasi sampah plastik yang diberikan pada setiap perlakuan
sebanyak 3 kali pengulangan. Variasi perlakuan yang diberikan yaitu OPP 0,23 g
untuk 120 ekor ulat (V0); OPP 0,17 g : Dedak 0,23 g untuk 120 ekor ulat (V1);
OPP 0,11 g : Dedak 0,23 g untuk 120 ekor ulat (V2); dan OPP 0,06 g : Dedak
0,23 g untuk 120 ekor ulat (V3) tiap 4 hari selama 28 hari. Analisis data
menggunakan uji faktorial analisis varian keragaman (ANAVA) untuk
mengetahui perlakuan mana yang signifikan dilanjutkan dengan melakukan uji
Duncan menggunakan SPSS 25. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian
pakan OPP dan dedak berpengaruh terhadap bobot badan larva ulat hongkong.
Pemberian pakan OPP dan dedak terhadap bobot akhir ulat yang maksimal
terdapat pada perlakuan V2 dengan berat awal OPP 0,11 g : dedak 0,23 g untuk
120 ekor ulat. Terdapat kenaikan bobot ulat yang paling signifikan dari hari ke 39
sampai hari ke 67 dan menghasilkan bobot akhir ulat sebesar 1,29 gram.
Sedangkan pada diagram persentase degradasi OPP menunjukan perlakuan V2
memiliki nilai yang rendah sebesar 36,36% dan nilai yang tertinggi diperoleh pada
perlakuan V1 sebesar 50%.
vii
ABSTRACT
viii
DAFTAR ISI
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
14
sehingga akan menyebabkan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), iritasi
mata, kerusakan saraf, gangguan kesuburan, cacat lahir, kanker (karsinogenik) dan
diare (Faridawati & Sudarti, 2021).
Permasalahan sampah plastik yang masih tinggi ini perlu dilakukan
penanganan pengelolaan secara khusus salah satunya degradasi sampah plastik
dengan ulat hongkong. Penelitian lain telah menguji ulat hongkong ini mampu
mendegradasi beberapa jenis polimer diantaranya Polystryene (PS),
Polypropylene (PP), Low Density Polyethylene (LDPE) dan High Density
Polyethylene (HDPE) (Putra & Ma’aruf, 2022). Cara ini dapat mengurangi
sampah plastik, meningkatkan pengelolaan sampah plastik dan memberikan
keuntungan bagi para peternak ulat hongkong dalam mengurangi biaya pakan.
Limbah plastik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis plastik OPP.
Plastik OPP merupakan salah satu jenis pelastik kemasan, umumnya digunakan
sebagai pembungkus baju konveksi, undangan, rokok. OPP ini terbuat dari resin
polypropylene dan bahan kimia sintetis lainnya, sehingga pelastik ini merupakan
salah satu bahan yang sulit terurai. Kebaruan dari penelitian ini adalah
penggunaan ulat hongkong dalam mendegradasi sampah plastik oriented
polypropylene (OPP). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan ulat
hongkong sebagai biodegradator dalam mendegradasi sampah plastik OPP
melalui proses pengujian.
15
2. Mengetahui apakah ulat hongkong efektif untuk mendegradasi sampah
plastik OPP
3. Mengevaluasi proses biodegradasi ulat hongkong terhadap persen
degradasi
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya mengenai kemampuan ulat
hongkong dalam mendegradasi polimer pada sampah plastik.
2. Memberikan informasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat
mengenai ulat yang mampu mendegradasi sampah plastik.
3. Diharapkan dapat memberikan inovasi baru dalam pengelolaan sampah
plastik.
1.5. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian yang sejenis sudah pernah dilakukan sebelumnya.
Namun, sebagian besar literatur yang diperoleh dari penelitian sebelumnya untuk
mendegradasi Styrofoam. Beragam penelitian yang sejenis disajikan pada Tabel
1.1.
16
adlibitum.
Hasil menunjukan berat
badan dan panjang tubuh
tidak berbeda secara
signifikan (P>0,05) di antara
media, tetapi kematian dan
PRODUKTIVITAS kepompong sangat berbeda
ULAT HONGKONG (P<0,05). Media pemberian
(Hapsari et al.,
2 (TENEBRIO MOLITOR) pakan dengan 50% tahu
2018) kering berdasarkan produk +
PADA MEDIA PAKAN
YANG BERBEDA 50% dedak padi lebih baik
digunakan karena dapat
meningkatkan konsumsi
pakan, persentase
kepompong dan mengurangi
angka kematian
Hasil pengujian
PENGARUH
menunjukkan laju
KOMPOSISI NUTRISI
biodegradasi XPS pada
TERHADAP LAJU
ulat hongkong yang diberi
BIODEGRADASI
(Sri Armita S et jenis styrofoam XPS
3 STYROFOAM
al., 2019) dicampur dengan dedak
MENGGUNAKAN
laju biodegradasi sebesar
ULAT HONGKONG
27,26 mg/hari dengan
(LARVA Tenebrio
persentase degradasi
Molitor)
sebesar 42,41%.
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Plastik
Plastik adalah suatu polimer sintetik berantai yang tersusun dari karbon,
hidrogen dan oksigen berasal dari bahan petrokimia. Plastik merupakan senyawa
xenobiotik, resisten untuk didegradasi. Efek dari polimer ini berdampak pada
lingkungan yang menyebabkan lapisan ozon menipis, bersifat toksik bagi
pertanian dan ekosistem akuatik (Sharma & Sharma, 2004). Polimer adalah bahan
yang terdiri dari kumpulan molekul yang lebih kecil yaitu monomer. Polimer
dapat dibagi 2 macam diantaranya polimer alami (sutra, damar, wol dll.) dan
polimer sintetik (nilon, tekstil, poliester, botol plastik dll.) (Harsojuwono &
Arnata, 2015).
Plastik sintetis pertama kali dibuat pada tahun 1869 oleh seorang peneliti
yang berasal dari Amerika bernama Wesley Hyatt, peneliti itu menemukan bahwa
selulosa nitrat dapat dijadikan plastik dengan menambahkan kamper. Plastik
sintetis pertama yang diakui secara komersial disebut seluloid. Plastik ini
digunakan sebagai bahan pembuat gigi palsu, bingkai kacamata, dll. Plastik dibuat
dari bahan bahan alami seperti tanduk hewan, sekresi serangga kecil (shellac) dan
getah perca. Namun, perkembangan plastik dan kebutuhan yang semakin
meningkat dari yang berbahan alami di modifikasi ke berbahan molekul buatan
manusia (Ii & Pustaka, 1976). Politena atau polietilena, pertama kali ditemukan pa
da tahun 1933. Sebagaimana plastik yang lain, plastik jenis ini pernah sukses dipr
oduksi untuk dijual pada akhir tahun 1930-an, yaitu ketika sifat-sifat isolasi yang
dimiliki plastik ini terpaksa langsung digunakan untuk perlengkapan radar saat per
ang. Polietilena tidak diproduksi sampai diperkenalkannya katalisator pada tahun
1950-an (Setia M H, 2016). Bahan kemasan plastik dibuat melalui proses polimeri
sasi.
Selain bahan dasar monomer, plastik juga mengandung bahan aditif yang di
perlukan untuk memperbaiki sifat fisika kimia plastik tersebut dan disebut kompo
nen nonplastik. Kemasan plastik memiliki beberapa keunggulan karena sifatnya y
ang kuat, tetapi ringan, inert, tidak karatan dan bersifat termoplastik juga dapat dib
eri warna. Kemasan plastik juga terdapat kelemahan, yaitu adanya zat-zat 6 mono
18
mer dan molekul kecil lain dari plastik yang melakukan migrasi ke dalam bahan m
akanan yang dikemas. Di lapangan sering dijumpai pembungkus yang umum dise
but “tas kresek”. Pembungkus ini sering dibuat dari bahan dasar yang berasal dari
daur ulang berbagai jenis plastik. Selama ini telah diketahui bahwa monomer me
mpunyai efek karsinogenik (Sulchan & W, 2007). Plastik berdasarkan sifat fisikny
a digolongkan menjadi beberapa jenis, diantaranya:
a. Plastik Termoset
Jenis plastik ini mengalami perubahan yang bersifat irreversible. Pada suhu
tinggi jenis plastik termoset berubah menjadi arang. Hal ini disebabkan struktur ki
mianya bersifat 3 dimensi dan cukup kompleks. Pemakaian termoset dalam indust
ri pangan terutama untuk membuat tutup botol. Plastik tidak akan kontrak langsun
g dengan produk karena tutup selalu diberi lapisan perapat yang sekaligus berfung
si sebagai pelindung. Contoh: PU (Polyurethene), PTFE (Politetra Fluoroetilen) p
ada teflon, melanin, PVdC (Poliviniliden Klorida).
b. Jenis termoplastik
Sebagian besar polimer yang dipakai untuk mengemas atau kontak dengan b
ahan makanan adalah jenis termoplastik. Plastik ini dapat menjadi lunak jika dipa
naskan dan mengeras lagi setelah dingin. Hal ini dapat terjadi berulang- 7 ulang ta
npa terjadi perubahan khusus. Termoplastik termasuk turunan etilena (CH 2 = CH2).
Dinamakan plastik vynil karena mengandung gugus vynil (CH2 = CH2) atau polio
lefin. Contoh: Polyethylene Terephthalate (PET), Polystryene (PS), Polystryene
(PC), Polyethylene (PE), Polypropylene (PP).
Menurut The Society of the Plastic Industry pada tahun 1988 plastik dikelo
mpokkan menjadi 7 jenis macam plastik. Pembagian jenis plastik dapat di lihat pa
da Tabel 2.1.
19
Kuat, transparan, kedap terhadap Botol plastik untuk air
gas dan air, tahan pelarut, mudah mineral, botol kecap,
dibentuk pada suhu , tidak saus sambal, dan
untuk air hangat apalagi panas beberapa jenis botol
lainnya.
Polyethylene
Terephthalate
Kuat, semi fleksibel hingga Botol berwarna putih
keras, titik leleh rendah, tahan susu, galon air minum.
terhadap kondisi yang lembab Dapat didaur ulang
dan bahan kimia, bagian sebagai ember, kemasan
permukaan berlilin, berwarna shampoo atau
buram, mudah diwarnai, kondisioner, dll.
High Density
diproses, maupun dibentuk.
Polyethylene
Keras, jernih, mengkilap, sukar Plastik gulungan (cling
ditembus air, permeabilitas wrap), kemasan
rendah, mengandung DEHA, makanan, kemasan
berbahan PVC, tidak cocok kabel, dan peralatan
untuk wadah minyak atau lemak, elektronik. Hasil daur
Polyethylene
alkohol, atau produk dalam ulang digunakan untuk
Chloride
keadaan panas pipa, pot bunga, dan
mainan anak kecil.
Fleksibel, kuat, mudah diproses, Kantong makanan
kedap terhadap air, permukaan maupun botol yang
agak berlemak/berlilin, warna bertekstur lembek
tidak jernih namun dapat seperti botol madu,
Low Density ditembus cahaya, tidak mudah botol mustard, trash
Polyethylene bereaksi secara kimiawi dengan bag, dll.
produk makanan.
Kuat, keras, fleksibel, ringan, Kemasan makanan atau
daya tembus uap yang rendah, minuman seperti tempat
transparan namun tidak jernih, penyimpanan makanan,
tahan terhadap bahan kimia dan botol minum, toples,
minyak serta lemak, titik leleh tempat obat, sedotan,
Polypropylene tinggi, permukaan berlilin, dapat botol minum bayi, dll
ditembus cahaya, tahan terhadap
panas.
Terbagi menjadi 2 macam yaitu Wadah styrofoam,
bertekstur kaku dan lunak atau wadah minum sekali
berbentuk busa berwarna putih, pakai, tempat VCD, dll.
mudah dipengaruhi lemak atau
pelarut lain seperti alkohol.
Polystyrene
20
Plastik PC berwarna jernih, Botol minum untuk
tahan terhadap cuaca, olahraga, alat rumah
permeabilitas rendah. Nylon tangga, dan peralatan
memiliki titik leleh pada suhu bayi, alat elektronik dll.
Other seperti PC . Plastik ABS
(Polycarbonate), stabil terhadap panas dan tahan
ABS pada bahan kimia dan benda
(Acrylonitrile keras atau pukulan, kaku dan
Butadiene mudah diproses.
Styrene), dan
Nylon.
Sumber: (Wati, 2020)
21
Berawal dari fase telur kepik yang berbentuk oval dengan panjang 1 mm
sehingga sangat sulit untuk dilihat, namun telur kepik ini menempel pada media
pakan ulat yaitu polar dan dapat dilihat ketika sudah menjadi ulat. Ulat merupakan
bentuk siklus hidup kedua yang memiliki 13-15 segmen berwarna coklat
kekuning-kuningan pada bagian tubuhnya. Ulat dewasa akan memasuki fase pupa
sampai akhirnya menjadi kepik dengan waktu yang berbeda-beda tergantung pada
jenisnya. Kepik ini hanya melakukan perkawinan hingga beberapa kali sampai
siklus hidupnya berulang.
2.2.2. Siklus Hidup Ulat Hongkong
Siklus hidup ulat hongkong terdiri dari empat fase yaitu telur, ulat, pupa dan
serangga dewasa atau yang dikenal dengan metamorfosis sempurna seperti pada
Gambar 2. Menurut Salem (2002) stadium pupa berada diantara stadium ulat dan
dewasa, pada stadium pupa terjadi berbagai perubahan pada organ ulat dan diganti
dengan organ imago (dewasa) meskipun beberapa organ ulat masih ada yang
terbawa menjadi organ imago. Perubahan dari telur menuju ulat membutuhkan
waktu 1-4 hari, dari ulat menuju pupa membutuhkan waktu 50-110 hari, dan dari
pupa munuju kumbang membutuhkan waktu 6-8 hari. Proses siklus hidup ulat
hongkong mulai dari telur hingga menjadi kepik kurang lebih 3-4 bulan. Pada usia
1-50 hari atau lebih tepatnya saat menjadi larva mulai dilakukan pemberian pakan,
karena setelah memasuki usia 90-110 fase pupa mulai berhenti makan dan dalam
kondisi diam.
Pupa
Larva Kumbang
Telur
22
2.2.3. Kandungan Nutrisi Ulat Hongkong
Ulat hongkong merupakan salah satu pakan ternak yang paling banyak
diminati bahkan dijadikan makanan utama untuk hewan peliharaan baik dalam
bentuk hidup ataupun sudah diolah. Kandungan nutrisi ulat hongkong terdiri dari
kadar air 57%, protein kasar 48%, lemak kasar 40%, kadar abu 3% dan
kandungan ekstra non nitrogen 8% (Anonymus, 2013 dalam Hartiningsih & Sari
EF, 2014). Hal ini disebabkan oleh kandungan nutrisi pada ulat hongkong bagus
untuk dijadikan bahan makanan ternak dan harga ulat yang sangat ekonomis.
2.3. Reduksi Sampah Plastik dengan Ulat Hongkong
Reduksi sampah plastik dengan ulat hongkong pada penelitian (Hapsari et
al., 2018) menunjukan media pemeliharaan ulat hongkong dengan media ampas
tahu 50% + dedak Padi 50% menghasilkan pertambahan bobot badan tertinggi
yaitu sebesar 0,0427 g/ekor/10 hari di usia 39-49 hari. Karena media ampas tahu +
dedak padi memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik untuk pertumbuhan ulat
hongkong.
Reduksi sampah plastik jenis stereofoam dengan ulat hongkong telah
banyak dilakukan. Styrofoam menjadi pakan utama karena memiliki kandungan
nutrisi yang berkualitas dan baik bagi ulat hongkong. Limbah styrofoam yang
digunakan yaitu jenis Extruded Polystyrene (XPS) dengan variasi komposisi
nutrisi (limbah tahu, dedak dan ragi) diberikan pakan dan XPS sebanyak 1,8gram
tiap 4 hari sekali selama 28 hari dengan 120 ekor ulat hongkong dalam 1 wadah.
Dengan penambahan nutrisi dedak dapat meningkatkan laju biodegradasi sebesar
27,26 mg/hari dengan persentase tertinggi sebesar 42,41% dibandingkan
perlakuan lainnya selama 28 hari. (Sri Armita S et al., 2019).
Penambahan styrofoam didalam pakan, pada perlakuan 75% pakan ayam
(5.3 gram/100 ekor) yang ditambahkan styrofoam menunjukkan hasil yang terbaik
dalam meningkatkan bobot badan larva ulat hongkong (Tenebrio Molitor L.)
dibandingkan dengan perlakuan 100% pakan ayam (Bakrie & Wahyuningrum,
2020).
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
24
b. Variabel Dependen (Terikat): Bobot ulat hongkong dan laju
biodegradasi.
c.4. Parameter Penelitian
a. Penambahan jumlah larva yang optimal dan jumlah pakan yang
dikonsumsi.
b. Menentukan bobot larva yang paling optimal.
c.5. Alur Penelitian
Alur penelitian ini berfungsi sebagai acuan penelitian dari awal hingga akhir
penelitian dan untuk mempermudah penelitian agar sesuai dengan hasil yang
diharapkan. Alur cara penelitian disajikan pada Gambar 3.1.
25
MULAI
SURVEY AWAL
(Melihat kondisi ulat hongkong)
PROSES PENGUJIAN
SELESAI
26
c.5.2. Pengambilan Sampel Ulat
Pengambilan sampel ulat dilakukan di lapangan dengan mengumpulkan
1.440 ekor ulat hongkong di peternak ketika sudah usia 39 hari.
c.5.3. Prosedur Penelitian
Beberapa tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain:
a. Tahap persiapan
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan, seperti wadah/nampan, tutup
jaring, plastik OPP, ulat dan dedak.
b. Tahap aklimatisasi
Proses penyesuaian dan adaptasi ulat terhadap lingkungan baru sebelum
memasuki tahap pengujian. Proses ini berlangsung selama 9 hari sampai
menunggu tahap pengujian.
c. Tahap biodegradasi plastik
Saat ulat berumur 39-67 hari, dilakukan 4 kali perlakuan dengan 3 kali
pengulangan masing-masing berisi 120 ekor/wadah. Biodegradasi plastik
dilakukan selama 28 hari menggunakan metode standar. Selisih bobot badan pasca
perlakuan kemudian ditimbang setiap 4 hari sekali.
c.5.4. Teknis Analisis Data
Hipotesis:
H0 = Tidak ada pengaruh terhadap penambahan bobot akhir ulat hongkong.
H1 = Terdapat pengaruh terhadap penambahan bobot akhir ulat hongkong.
27
Degradasi ( % )= ( W1 )
W 1−W fn
×100
Keterangan:
Wi = massa awal (mg)
Wfn = massa akhir hari ke 4, 8, 12, 16, 20, 24 dan 28 (mg).
V= ( W ∆−Wt )
1 f
Keterangan:
V = Laju biodegradasi (mg/hari).
∆t = Waktu yang dibutuhkan untuk biodegradasi.
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hari ke 1 (usia ulat 39 hari) sampai hari ke 28 (usia ulat 67 hari),
pemberian pakan sampah plastik OPP secara intensif dicatat dan ditimbang.
Jumlah rata-rata bobot akhir ulat hongkong dalam mendegradasi sampah plastik
OPP untuk 4 perlakuan (V0, V1, V2 dan V3) dari hari ke 1-28 (H+39 sampai
H+67) ditunjukkan pada Tabel 4.2.
29
Perbedaan pertumbuhan ulat hongkong dalam proses degradasi sampah
plastik OPP disebabkan oleh kualitas media pakan. Kemampuan ulat hongkong
(Tenebrio molitor L.) untuk mengkonsumsi sampah plastik OPP meningkat
seiring dengan tahap pertumbuhannya, sehingga larva akhir mengkonsumsi lebih
banyak sampah plastik OPP daripada larva awal. Hal ini disebabkan karena fase
pertumbuhan akhir bertransisi menjadi fase kepompong yang membutuhkan lebih
banyak makanan daripada fase pertumbuhan awal.
30
Perlakuan
Variabel
V0 V1 V2 V3
Bobot Badan Awal 0,92 1,2 0,99 1,12
Bobot Badan Akhir 1,1 1,38 1,29 1,24
Pertambahan Bobot Badan 0,18 0,18 0,3 0,12
Jumlah Konsumsi OPP 0,22 0,31 0,19 0,13
Tingkat Konversi OPP 0,01 0,01 0,01 0,01
Tabel 4. 5 Hasil akhir pertambahan bobot ulat hongkong dan tingkat konversi
pakan setiap perlakuan (dalam satuan gram/120 ekor/28 hari)
4.2. Pembahasan
d.2.1. Pertambahan Bobot Akhir Ulat Hongkong
B o b o t A k h ir U la t H o n g k o n g
V0 V1 V2 V3
1.60
1.40
1.20
Bobot Ulat (Gram)
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
H+3 9 H+4 3 H+4 7 H +5 1 H +5 5 H +5 9 H +6 3 H +6 7
31
bertambah 0,04 sampai 0,07 gram/hari. Berat badan ulat hongkong berkisar antara
0,01 sampai 0,02 gram/hari selama empat hari berikutnya (H+55 sampai H+59).
Pada 4 hari keenam (H+59 sampai H+63), bobot ulat hongkong meningkat sekitar
0,02 sampai 0,03 gram per hari. Pada 4 hari terakhir (H+63 sampai H+67), berat
ulat meningkat sekitar 0,01–0,05 gram per hari. Rata-rata kenaikan bobot ulat
hongkong setiap 4 hari sekitar 0,02 sampai 0,06 gram/120 ekor/hari. Pemberian
sampah plastik OPP pada perlakuan V0, V1, V2, dan V3 memengaruhi
penambahan bobot akhir dan meningkatkan konsumsi pakan karena setiap ulat
mengalami proses molting.
Berdasarkan hasil analisis data pengaruh penambahan pakan sampah plastik
OPP terhadap bobot akhir ulat yang disajikan pada Tabel 4.2, penambahan pakan
yang paling maksimal terjadi pada perlakuan V2 hari ke 1 (H+43) mengalami
peningkatan sebesar 8,33% dengan jumlah rata-rata bobot akhir ulat 1,21 gram.
Pada perlakuan V0 hari yang sama jumlah rata-rata bobot akhir ulat lebih kecil
dari perlakuan V2 menjadi 0,89 gram atau mengalami penurunan sebesar 3,37%.
Hari ke 2 (H+47) jumlah penambahan bobot ulat yang paling maksimal
terjadi pada perlakuan V0 mengalami peningkatan sebesar 7,29% menjadi 0,96
gram dibandingkan dengan perlakuan V3 dengan jumlah bobot akhir ulat sebesar
1,14 gram. Jumlah rata-rata bobot akhir pada hari ke 3 (H+51) terjadi pada
perlakuan V0 mengalami peningkatan sebesar 5,88% dengan jumlah 1,02 gram.
Jumlah rata-rata bobot akhir V0 mengalami kenaikan dari perlakuan V2 dan V3
sebesar 0,04 gram dari 0,96 gram menjadi 1,02 gram.
Pada hari ke 4 (H+55) penambahan pakan sampah plastik OPP yang paling
maksimal terjadi pada perlakuan V2 mengalami peningkatan sebesar 5,79%
dengan jumlah 1,21 gram. Rata-rata jumlah bobot akhir ulat paling kecil berada
pada perlakuan V3 sebesar 1,17 gram atau mengalami peningkaan paling sedikit
sebesar 3,42%. Pada hari ke 5 (H+59) penambahan pakan sampah plastik OPP
yang paling maksimal terjadi pada perlakuan V3 dengan jumlah rata-rata bobot
akhir ulat 1,19 gram mengalami peningkatan sebesar 1,68% lebih besar
dibandingkan hari ke 4. Pada perlakuan V2 hari yang sama jumlah rata-rata bobot
akhir ulat 1,21 gram lebih kecil dari perlakuan V2.
32
Pada hari ke 6 (H+63) penambahan pakan sampah plastik OPP yang paling
maksimal terjadi pada perlakuan V2 dengan jumlah rata-rata bobot akhir ulat 1,24
gram mengalami peningkatan sebesar 2,42%. Pada perlakuan V3 hari yang sama
jumlah rata-rata bobot akhir ulat 1,21 gram mengalami peningkaan paling sedikit
sebesar 1,65% lebih kecil dari perlakuan V2. Pada hari ke 7 (H+67) penambahan
pakan sampah plastik OPP yang paling maksimal terjadi pada perlakuan V2
dengan jumlah rata-rata bobot akhir ulat 1,29 gram mengalami peningkatan
sebesar 3,88% lebih besar dibandingkan hari ke 6. Pada perlakuan V0 hari yang
sama jumlah rata-rata bobot akhir ulat 1,10 gram mengalami peningkaan paling
sedikit sebesar 1,65% lebih kecil dari perlakuan V2.
Berdasarkan hasil dan analisis data pada penelitian ini menunjukkan bahwa
rasio perbandingan yang paling efektif yaitu perlakuan V2 (OPP 0,11 g : Dedak
0,23 g untuk 120 ekor) memberikan hasil paling maksimal dari hari ke 1 (H+39)
sampai hari ke 28 (H+67) menghasilkan bobot akhir ulat hongkong sebesar 1,29
gram. Pemberian pakan sampah plastik OPP pada perlakuan V0, V1, V2 dan V3
memberikan pengaruh terhadap bobot akhir ulat hongkong yang meningkat setiap
empat hari sekali.
33
Hasil uji anova menunjukkan P < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima
yang artinya terdapat pengaruh sampah plastik OPP terhadap bobot akhir ulat
hongkong sehingga ada perbedaan nyata perlakuan V0, V1, V2 dan V3. Dalam
penelitian ini dilakukan uji Duncan guna untuk menelusuri lebih lanjut perlakuan
mana yang paling signifikan.
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa bobot akhir ulat hongkong perlakuan
V1 dan V3 memiliki kesamaan, namun berbeda nyata dengan V0 dan V2. Hasil
uji Duncan menunjukkan terdapat perbedaan antara perlakuan V0, V2 dengan V1
dan V3.
Hasil analisis data bobot akhir ulat hari ke 3 (H+47) dan standar deviasi
disajikan pada Tabel 4.6.
Tabel 4. 7 Bobot akhir ulat hongkong H+47 dan standar deviasi
Bobot Akhir Ulat H+47
Perlakuan STDev
(Mean)
V0 0,96a 0,02
V1 1,22 b
0,16
V2 1,15b 0,05
V3 1,14 b
0,07
Keterangan : a,b = notasi huruf serupa berarti tidak ada perbedaan nyata pada taraf
uji Duncan memiliki nilai 5%
Hasil uji anova menunjukkan P < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima
yang artinya terdapat pengaruh sampah plastik OPP terhadap bobot akhir ulat
hongkong sehingga ada perbedaan nyata perlakuan V0, V1, V2 dan V3. Dalam
penelitian ini dilakukan uji Duncan guna untuk menelusuri lebih lanjut perlakuan
mana yang paling signifikan.
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa bobot akhir ulat hongkong perlakuan
V1, V2 dan V3 memiliki kesamaan, namun berbeda nyata dengan V0. Hasil uji
Duncan menunjukkan terdapat perbedaan antara perlakuan V0 dengan V1, V2 dan
V3.
34
Hasil analisis data bobot akhir ulat hari ke 4 (H+51) dan standar deviasi
disajikan pada Tabel 4.7.
Tabel 4. 8 Bobot akhir ulat hongkong H+51 dan standar deviasi
Bobot Akhir Ulat H+51
Perlakuan STDev
(Mean)
V0 1,02a 0,08
V1 1,26b 0,14
V2 1,14 ab
0,04
V3 1,13ab 0,06
Keterangan : a = notasi huruf serupa berarti tidak ada perbedaan nyata pada taraf
uji Duncan memiliki nilai 5%
Hasil uji anova menunjukkan P < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima
yang artinya terdapat pengaruh sampah plastik OPP terhadap bobot akhir ulat
hongkong sehingga ada perbedaan nyata perlakuan V0, V1, V2 dan V3. Dalam
penelitian ini dilakukan uji Duncan guna untuk menelusuri lebih lanjut perlakuan
mana yang paling signifikan.
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa bobot akhir ulat hongkong perlakuan
V2 dan V3 memiliki kesamaan, namun berbeda nyata dengan V0 dengan V1.
Hasil uji Duncan menunjukkan terdapat perbedaan antara perlakuan V0, V1,
dengan V2 dan V3.
Hasil analisis data bobot akhir ulat hari ke 5 (H+55) dan standar deviasi
disajikan pada Tabel 4.8.
Hasil uji anova menunjukkan P < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima
yang artinya terdapat pengaruh sampah plastik OPP terhadap bobot akhir ulat
hongkong sehingga ada perbedaan nyata perlakuan V0, V1, V2 dan V3. Dalam
35
penelitian ini dilakukan uji Duncan guna untuk menelusuri lebih lanjut perlakuan
mana yang paling signifikan.
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa bobot akhir ulat hongkong perlakuan
V2 dan V3 memiliki kesamaan, namun berbeda nyata dengan V0 dengan V1.
Hasil uji Duncan menunjukkan terdapat perbedaan antara perlakuan V0, V1,
dengan V2 dan V3.
Hasil analisis data bobot akhir ulat hari ke 6 (H+59) dan standar deviasi
disajikan pada Tabel 4.9.
Tabel 4. 10 Bobot akhir ulat hongkong H+59 dan standar deviasi
Hasil uji anova menunjukkan P < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima
yang artinya terdapat pengaruh sampah plastik OPP terhadap bobot akhir ulat
hongkong sehingga ada perbedaan nyata perlakuan V0, V1, V2 dan V3. Dalam
penelitian ini dilakukan uji Duncan guna untuk menelusuri lebih lanjut perlakuan
mana yang paling signifikan.
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa bobot akhir ulat hongkong perlakuan
V2 dan V3 memiliki kesamaan, namun berbeda nyata dengan V0 dengan V1.
Hasil uji Duncan menunjukkan terdapat perbedaan antara perlakuan V0, V1,
dengan V2 dan V3.
Hasil analisis data bobot akhir ulat hari ke 7 (H+63) dan standar deviasi
disajikan pada Tabel 4.10.
36
Tabel 4. 11 Bobot akhir ulat hongkong H+63 dan standar deviasi
Bobot Akhir Ulat H+63
Perlakuan STDev
(Mean)
V0 1,10a 0,12
V1 1,37 b
0,12
V2 1,24ab 0,02
V3 1,21 ab
0,06
Keterangan : a = notasi huruf serupa berarti tidak ada perbedaan nyata pada taraf
uji Duncan memiliki nilai 5%
Hasil uji anova menunjukkan P < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima
yang artinya terdapat pengaruh sampah plastik OPP terhadap bobot akhir ulat
hongkong sehingga ada perbedaan nyata perlakuan V0, V1, V2 dan V3. Dalam
penelitian ini dilakukan uji Duncan guna untuk menelusuri lebih lanjut perlakuan
mana yang paling signifikan.
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa bobot akhir ulat hongkong perlakuan
V2 dan V3 memiliki kesamaan, namun berbeda nyata dengan V0 dengan V1.
Hasil uji Duncan menunjukkan terdapat perbedaan antara perlakuan V0, V1,
dengan V2 dan V3.Hasil analisis data bobot akhir ulat hari ke 8 (H+67) dan
standar deviasi disajikan pada Tabel 4.11.
Hasil uji anova menunjukkan P < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima
yang artinya terdapat pengaruh sampah plastik OPP terhadap bobot akhir ulat
hongkong sehingga ada perbedaan nyata perlakuan V0, V1, V2 dan V3. Dalam
penelitian ini dilakukan uji Duncan guna untuk menelusuri lebih lanjut perlakuan
mana yang paling signifikan.
37
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa bobot akhir ulat hongkong perlakuan
V2 dan V3 memiliki kesamaan, namun berbeda nyata dengan V0 dengan V1.
Hasil uji Duncan menunjukkan terdapat perbedaan antara perlakuan V0, V1,
dengan V2 dan V3.
d.2.3.Persen Degradasi
Nilai persen degradasi menunjukan banyaknya jumlah pakan yang
dikonsumsi oleh ulat hongkong selama masa penelitian berlangsung. Diagram
nilai persentase pengurangan massa OPP dapat dilihat pada Gambar 4.2. sebagai
berikut.
P ersen D egrad asi OP P
V0 V1 V2 V3
60
50
Nilai Degradasi OPP (%)
40
30
20
10
0
H+3 9 H +4 3 H+4 7 H +5 1 H+5 5 H +5 9 H+6 3 H +6 7
V0 V1 V2 V3
0.025
0.02
0.015
0.01
0.005
0
H +3 9 H+4 3 H+4 7 H +5 1 H+5 5 H +5 9 H+6 3 H +6 7
39
Gambar 4. 3 Grafik laju biodegradasi OPP
Plastik OPP menjadi salah satu jenis plastik yang mudah dicerna oleh ulat
hongkong. Dedak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap laju degradasi OPP
karena dedak mengandung energi metabolik, antioksidan, vitamin B kompleks
dan mineral yang diperlukan untuk metabolisme ulat hongkong. Usus ulat
hongkong dapat dianggap sebagai bioreaktor yang efisien yang mengekstrak
metabolit inang, yang penting untuk keberhasilan degradasi sampah plastik yang
cepat, karena pemrosesan fisik dan biokimia, degradasi plastik dan styrofoam oleh
konsorsium mikroba usus (Sri Armita S et al., 2019).
40
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, penambahan pakan dedak berpengaruh
terhadap bobot akhir ulat dan laju degradasi OPP. Penambahan pakan dedak yang
efektif memengaruhi kenaikan bobot ditunjukkan pada perlakuan V2 dengan OPP
0,11 g : Dedak 0,23 g untuk 120 ekor ulat. Perlakuan V2 menghasilkan rata-rata
bobot akhir ulat di hari ke 67 sebesar 129 gram. Nilai persen degradasi tertinggi di
peroleh pada perlakuan V3 sebesar 50% dan laju biodegradasi yang paling
optimal terjadi pada perlakuan V1 sebesar 0,02 mg/hari.
5.2. Saran
Adapun saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukannya uji lebih lanjut
dengan pemeliharaan suhu ruangan untuk mendukung proses perkembangan ulat
yang lebih optimal dan juga dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian-
penelitian selanjutnya.
41
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, F. K., Iskandar, A., & Fitasari, E. (2017). Peningkatan Produksi Ulat
Hongkong Di Peternak Rakyat Desa Patihan, Blitar Melalui Exhoust Dan
Termometer Digital Otomatis. Jurnal Akses Pengabdian Indonesia, 1(2), 39–
48.
Bakrie, B., & Wahyuningrum, A. (2020). Pertambahan Bobot Badan Larva Ulat
Hongkong ( Tenebrio Molitor L .) dengan Penambahan Styrofoam Di Dalam
Pakan. 11(2).
Faridawati, D., & Sudarti. (2021). Pengetahuan Masyarakat Tentang Dampak
Pembakaran Terhadap Lingkungan Kabupaten Jember. 1(2), 2020–2021.
Hapsari, D. G. P. L., Fuah, A. M., & Endrawati, Y. C. (2018). Produktivitas Ulat
Hongkong (Tenebrio molitor) pada Media Pakan yang Berbeda
Productivities of Tenebrio larva (Tenebrio molitor) in Different Feeding
Media. In Juni (Vol. 06, Issue 2).
Harsojuwono, B. A., & Arnata, I. W. (2015). Teknologi Polimer Industri
Pertanian. Teknologi Polimer, 108.
Hartiningsih, & Sari EF. (2014). Peningkatan bobot panen ulat hongkong akibat
aplikasi limbah sayur dan buah pada media pakan berbeda. Buana Sains,
14(1), 55–64.
Ii, B. A. B., & Pustaka, T. (1976). ini dibuat dari bahan organik dari selulosa.
Parkes mengatakan bahwa temuannya ini mempunyai karakteristik mirip
karet, namun dengan harga yang lebih murah. Ia juga menemukan bahwa.
Putra, I. L. I., & Ma’aruf, N. (2022). Laju Degradasi Beberapa Jenis Plastik
Menggunakan Ulat Hongkong (Tenebrio molitor L.) dan Ulat Jerman
(Zophobas atratus F.) Degradation. Jurnal Teknologi Lingkungan, 23(1), 1–
8.
Rachmadi, E. L., & Bendatu, L. Y. (2015). Studi Kelayakan Pendirian Perusahaan
OPP di Kota Sidoarjo. Jurnal Titra, 3(2), 123–128.
Santoso, R. E., & Widyamurti, N. (2020). Model Pengolahan Limbah Plastik OPP
Laminasi Menjadi Produk Aksesoris Fesyen. In National Conference PKM
Center Sebelas Maret University (pp. 440–444).
Setia M H, R. (2016). BIODEGRADASI PLASTIK (LOW DENSITY
42
POLYETHYLENE) MENGGUNAKAN JAMUR DARI TEMPAT
PEMBUANGAN AKHIR (TPA). 1–69.
Sharma, A., & Sharma, A. (2004). Degradation assessment of low density
polythene (LDP) and polythene (PP) by an indigenous isolate of
Pseudomonas stutzeri. Journal of Scientific and Industrial Research, 63(3),
293–296.
Sri Armita S, E. Y., Sri Rezeki M, L., Teknik, U., & Riau, J. (2019). PENGARUH
KOMPOSISI NUTRISI TERHADAP LAJU BIODEGRADASI STYROFOAM
MENGGUNAKAN ULAT HONGKONG (LARVA Tenebrio Molitor). 6, 1–6.
Sulchan, M., & W, E. N. (2007). Keamanan Pangan Kemasan Plastik Styrofoam.
Kedokteran Indonesia, 57(2), 54–59.
Wati, R. I. (2020). Uji kemampuan biodegradasi sampah plastik polyethylene
(PE) oleh bakteri pendegradasi plastik yang diisolasi dari Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Jabon …. UIN Sunan Ampel Surabaya.
43
DAFTAR LAMPIRAN
44
Lampiran 1. Bobot Akhir Ulat Hongkong
DATA BOBOT (GRAM) AKHIR PADA ULAT HONGKONG SELAMA 28
HARI
45
Tabel penambahan bobot akhir ulat H+51
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rata-rata
1 2 3
V0 1 0,95 1,1 3,05 1,02
V1 1,13 1,42 1,23 3,78 1,26
V2 1,19 1,11 1,13 3,43 1,14
V3 1,13 1,19 1,07 3,39 1,13
Total 13,65
Total Rata-rata 4,55
46
Tabel penambahan bobot akhir ulat H+63
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rata-rata
1 2 3
V0 1,03 1,02 1,24 3,29 1,10
V1 1,26 1,5 1,34 4,1 1,37
V2 1,24 1,25 1,22 3,71 1,24
V3 1,16 1,28 1,2 3,64 1,21
Total 14,74
Total Rata-rata 4,91
47
Lampiran 2. Hasil Analisis SPSS Bobot Ulat
ANALISIS SPSS BOBOT AKHIR ULAT HONGKONG
Descriptives
48
Descriptives
Minimum Maximum
V0 .75 .97
V1 1.02 1.40
V2 1.05 1.13
V3 1.09 1.21
Total .75 1.40
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .172 3 .057 4.085 .049
Within Groups .112 8 .014
Total .285 11
Homogeneous Subsets
Ulat
a
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2
V0 3 .8867
V2 3 1.0767 1.0767
V3 3 1.1433
V1 3 1.2067
Sig. .085 .234
Means for groups in
homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
49
Analisis SPSS bobot ulat H+47
Descriptives
50
Descriptives
Minimum Maximum
V0 .94 .98
V1 1.03 1.40
V2 1.11 1.21
V3 1.08 1.22
Total .94 1.40
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .110 3 .037 4.352 .043
Within Groups .067 8 .008
Total .177 11
Homogeneous Subsets
Ulat
a
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2
V0 3 .9633
V3 3 1.1433
V2 3 1.1500
V1 3 1.2233
Sig. .1000 .336
Means for groups in
homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
51
Analisis SPSS bobot ulat H+51
Descriptives
52
Descriptives
Minimum Maximum
V0 .95 1.10
V1 1.03 1.42
V2 1.11 1.19
V3 1.07 1.19
Total .95 1.42
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .094 3 .031 4.127 .048
Within Groups .061 8 .008
Total .155 11
Homogeneous Subsets
Ulat
a
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2
V0 3 1.0167
V3 3 1.1300 1.1300
V2 3 1.1433 1.1433
V1 3 1.2667
Sig. .126 .103
Means for groups in
homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
53
Analisis SPSS bobot ulat H+55
Descriptives
54
Descriptives
Minimum Maximum
V0 .96 1.19
V1 1.21 1.48
V2 1.19 1.26
V3 1.15 1.20
Total .96 1.48
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .113 3 .038 4.179 .047
Within Groups .072 8 .009
Total .184 11
Homogeneous Subsets
Ulat
a
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2
V0 3 1.0567
V3 3 1.1667 1.1667
V2 3 1.2133 1.2133
V1 3 1.3267
Sig. .088 .083
Means for groups in
homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
55
Analisis SPSS bobot ulat H+59
Descriptives
56
Descriptives
Minimum Maximum
V0 1.00 1.20
V1 1.23 1.48
V2 1.19 1.23
V3 1.15 1.27
Total 1.00 1.48
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .105 3 .035 4.101 .049
Within Groups .068 8 .008
Total .173 11
Homogeneous Subsets
Ulat
a
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2
V0 3 1.0733
V3 3 1.1900 1.1900
V2 3 1.2067 1.2067
V1 3 1.3367
Sig. .128 .099
Means for groups in
homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
57
Analisis SPSS bobot ulat H+63
Descriptives
58
Descriptives
Minimum Maximum
V0 1.02 1.24
V1 1.26 1.50
V2 1.22 1.25
V3 1.16 1.28
Total 1.02 1.50
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .110 3 .037 4.283 .044
Within Groups .069 8 .009
Total .179 11
Homogeneous Subsets
Ulat
a
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2
V0 3 1.0967
V3 3 1.2133 1.2133
V2 3 1.2367 1.2367
V1 3 1.3367
Sig. .114 .088
Means for groups in
homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
59
Analisis SPSS bobot ulat H+67
Descriptives
60
Descriptives
Minimum Maximum
V0 1.03 1.24
V1 1.26 1.54
V2 1.28 1.30
V3 1.18 1.29
Total 1.03 1.54
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .123 3 .041 4.368 .042
Within Groups .075 8 .009
Total .199 11
Homogeneous Subsets
Ulat
a
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2
V0 3 1.1033
V3 3 1.2400 1.2400
V2 3 1.2933 1.2933
V1 3 1.3833
Sig. .050 .121
Means for groups in
homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
61
Lampiran 3. Persen degradasi
Keterangan : H+39 adalah pengamatan hari ke 1, H+43 adalah hari pengamatan ke 2, H+47 adalah pengamatan hari ke 3, H+51
adalah pengamatan hari ke 4, H+55 adalah pengamatan hari ke 5, H+59 adalah pengamatan hari ke 6, H+63 adalah
pengamatan hari ke 7, H+67 adalah pengamatan hari ke 8.
62
Lampiran 4. Sisa Plastik OPP
DATA SISA PAKAN OPP (GRAM) YANG DIKONSUMSI ULAT
HONGKONG SELAMA 28 HARI
63
Tabel sisa pakan OPP yang dikonsumsi H+51
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rata-rata
1 2 3
V0 0,19 0,21 0,19 0,59 0,20
V1 0,12 0,13 0,12 0,37 0,12
V2 0,09 0,10 0,08 0,27 0,09
V3 0,04 0,04 0,04 0,12 0,04
Total 1,35
Total Rata-rata 0,45
64
Tabel sisa pakan OPP yang dikonsumsi H+63
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rata-rata
1 2 3
V0 0,19 0,19 0,19 0,57 0,19
V1 0,12 0,11 0,11 0,34 0,11
V2 0,08 0,09 0,07 0,24 0,08
V3 0,04 0,03 0,03 0,10 0,03
Total 1,25
Total Rata-rata 0,42
65
Lampiran 5. Hasil Analisis SPSS Sisa Plastik OPP
ANALISIS SPSS SISA PAKAN PLASTIK OPP YANG DIKONSUMSI
ULAT HONGKONG
Descriptives
66
Descriptives
Minimum Maximum
V0 .21 .21
V1 .15 .15
V2 .09 .10
V3 .04 .05
Total .04 .21
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .047 3 .016 931.167 .000
Within Groups .000 8 .000
Total .047 11
Homogeneous Subsets
OPP
a
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2 3 4
V3 3 .0433
V2 3 .0933
V1 3 .1500
V0 3 .2100
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in
homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
67
Analisis SPSS plastik OPP H+47
Descriptives
68
Descriptives
Minimum Maximum
V0 .19 .21
V1 .12 .15
V2 .08 .10
V3 .04 .04
Total .04 .21
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .040 3 .013 113.619 .000
Within Groups .001 8 .000
Total .041 11
Homogeneous Subsets
OPP
a
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2 3 4
V3 3 .0400
V2 3 .0900
V1 3 .1333
V0 3 .1967
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in
homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
69
Analisis SPSS plastik OPP H+51
Descriptives
70
Descriptives
Minimum Maximum
V0 .19 .21
V1 .12 .13
V2 .08 .10
V3 .04 .04
Total .04 .21
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .039 3 .013 194.458 .000
Within Groups .001 8 .000
Total .039 11
Homogeneous Subsets
OPP
a
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2 3 4
V3 3 .0400
V2 3 .0900
V1 3 .1333
V0 3 .1967
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in
homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
71
Analisis SPSS plastik OPP H+55
Descriptives
72
Descriptives
Minimum Maximum
V0 .19 .20
V1 .12 .13
V2 .08 .10
V3 .04 .04
Total .04 .20
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .038 3 .013 251.278 .000
Within Groups .000 8 .000
Total .038 11
Homogeneous Subsets
OPP
a
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2 3 4
V3 3 .0400
V2 3 .0867
V1 3 .1233
V0 3 .1933
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in
homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
73
Analisis SPSS plastik OPP H+59
Descriptives
74
Descriptives
Minimum Maximum
V0 .19 .20
V1 .12 .13
V2 .08 .09
V3 .03 .04
Total .03 .20
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .041 3 .014 411.000 .000
Within Groups .000 8 .000
Total .041 11
Homogeneous Subsets
OPP
a
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2 3 4
V3 3 .0333
V2 3 .0833
V1 3 .1233
V0 3 .1933
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in
homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
75
Analisis SPSS plastik OPP H+63
Descriptives
76
Descriptives
Minimum Maximum
V0 .19 .19
V1 .11 .12
V2 .07 .09
V3 .03 .04
Total .03 .19
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .039 3 .013 313.267 .000
Within Groups .000 8 .000
Total .039 11
Homogeneous Subsets
OPP
a
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2 3 4
V3 3 .0333
V2 3 .0800
V1 3 .1133
V0 3 .1900
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in
homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
77
Analisis SPSS plastik OPP H+67
Descriptives
78
Descriptives
Minimum Maximum
V0 .17 .19
V1 .08 .10
V2 .06 .08
V3 .03 .03
Total .03 .18
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .034 3 .011 151.407 .000
Within Groups .001 8 .000
Total .035 11
Homogeneous Subsets
OPP
a
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2 3 4
V3 3 .0300
V2 3 .0733
V1 3 .0933
V0 3 .1767
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in
homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
79
Lampiran 6. Lampiran Tingkat Konversi Laju Degradasi Pakan OPP
80
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian
DOKUMENTASI PENELITIAN
81
Gambar 3. Dedak
82
Gambar 5. Proses penimbangan plastik OPP
83
Gambar 7. Penebaran ulat dengan dedak dan plastik OPP
84