Anda di halaman 1dari 72

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KERAMIK

TRADISIONAL DENGAN BAHAN BAKU KAOLIN, KUARSA,


FELDSPAR DAN CLAY

SKRIPSI

RIZKA AMELIA
150801053

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


ii

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KERAMIK


TRADISIONAL DENGAN BAHAN BAKU KAOLIN, KUARSA,
FELDSPAR DAN CLAY

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar


Sarjana Sains

RIZKA AMELIA
150801053

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


iii

PERNYATAAN ORISINALITAS

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KERAMIK


TRADISIONAL DENGAN BAHAN BAKU KAOLIN, KUARSA,
FELDSPAR DAN CLAY

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 15 Agustus 2019

Rizka Amelia
150801053

Universitas Sumatera Utara


iv

Universitas Sumatera Utara


v

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KERAMIK


TRADISIONAL DENGAN BAHAN BAKU KAOLIN, KUARSA,
FELDSPAR DAN CLAY

ABSTRAK

Pada penelitian ini telah dibuat keramik tradisional dengan bahan baku
kaolin, kuarsa, feldspar, dan clay. Tujuan penelitian ini untuk menghasilkan keramik
tradisional yang mempunyai sifat fisis, sifat mekanik optimum dan sifat termal yang
baik. Kaolin, kuarsa, feldspar, dan clay dipreparasi kemudian dikarakterisasi
mikrostruktur dan kandungan unsur (SEM-EDX), diayak menggunakan ayakan
dengan variasi ukuran 100 mesh, 150 mesh, 200 mesh, dan 300 mesh. Sampel
dicetak menggunakan hydraulic press, dengan perbandingan campuran bahan kaolin:
kuarsa : feldspar : clay yaitu 20 : 30 : 30 : 20 kemudian dibiarkan selama 2 x 24 jam.
Sampel dibakar didalam tanur dengan suhu 1000 oC selama 5 jam. Keramik
dikarakterisasi sifat fisis (susut kering dan susut bakar), sifat mekanik (kekerasan dan
kuat tekan), sifat termal dan mikrostruktur. Hasil karakterisasi susut kering dan susut
bakar dengan nilai penyusutan tertinggi pada ukuran bahan baku 300 mesh,
kekerasan menunjukkan bahwa variasi ukuran butir optimum terjadi pada ukuran
butir bahan baku 300 mesh dengan nilai kekerasan = 2.223,107 MPa dan kuat tekan
optimum pada ukuran butir bahan baku 300 mesh dengan nilai kuat tekan = 45,777
MPa. Hasil uji Different Thermal Analysis (DTA) menunjukkan bahwa tidak terjadi
peleburan atau deformasi pada sampel sampai suhu pemanasan 950 oC. Hasil
karakterisasi mikrostruktur keramik terlihat pori - pori yang terbentuk dengan
diameter pori berkisar 1,027 µm - 7,862 µm. Serta kandungan unsur yaitu unsur
Karbon = 3.20 %; Oksigen = 50.86% ; Sodium = 1.58% ; Alumunium = 12.07% ;
Silicon = 29.43% ; Potassium = 1.36% ; Iron 1.50%.

Kata Kunci : Keramik tradisional, sifat fisis, sifat mekanik, sifat termal

Universitas Sumatera Utara


vi

MAKING AND CHARACTERIZATION OF TRADITIONAL


CERAMICS WITH KAOLIN, QUARTZ, FELDSPAR AND CLAY
RAW MATERIALS

ABSTRACT

In this study traditional ceramics have been made with raw materials of
kaolin, quartz, feldspar, and clay. The purpose of this study is to produce traditional
ceramics that have optimum mechanical properties and good thermal properties.
Kaolin, quartz, feldspar, and clay were prepared and then characterized by
microstructure and elemental content (SEM-EDX), sieved using a sieve with
variations in the size of 100 mesh, 150 mesh, 200 mesh, and 300 mesh. Samples were
printed using a hydraulic press, with a ratio of a mixture of kaolin: quartz: feldspar:
clay which is 20: 30: 30: 20 then left for 2 x 24 hours. Samples were burned in a
furnace with a temperature of 1000 oC for 5 hours. Ceramics are characterized by
physical properties (dry shrinkage and burn shrinkage), mechanical properties
(hardness and compressive strength), thermal and microstructure properties. The
results of the characterization of dry shrinkage and shrinkage of fuel with the highest
shrinkage value at 300 mesh raw material size, hardness shows that the optimum
grain size variation occurs at 300 mesh raw material size with hardness value =
2,223,107 MPa and optimum compressive strength at grain size of raw material 300
mesh with compressive strength value = 45,777 MPa. Different Thermal Analysis
(DTA) test results showed that there was no deformation in the sample until the
heating temperature was 950 oC. The results of the microstructure characterization
of ceramic visible pores formed with pore diameters ranging from 1.027 µm - 7.862
µm. And the element content, namely Carbon = 3.20%; Oxygen = 50.86%; Sodium
= 1.58%; Aluminum = 12.07%; Silicon = 29.43%; Potassium = 1.36%; Iron 1.50%.

Keywords: Traditional ceramics, physical properties, mechanical properties,


thermal properties

Universitas Sumatera Utara


vii

PENGHARGAAN

Puji dan syukur disampaikan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul
“Pembuatan Dan Karakterisasi Keramik Tradisional Dengan Bahan Baku Kolin,
Kuarsa, Feldspar, Clay. Serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW.
Ucapan terimakasih yang setulusnya dan penghargaan yang setingginya
disampaikan kepada Bapak Dr. Perdinan Sinuhaji, MS selaku Dosen Pembimbing
dan juga selaku Ketua Departemen Fisika yang telah memberikan banyak ilmu,
motivasi, nasihat serta dukungan dalam membimbing penulis selama ini.
Terimakasih kepada Bapak Dr. Kerista Sebayang, M.Sc selaku Dekan FMIPA
Universitas Sumatera Utara. Bapak Awan Maghfirah, M.Si selaku Sekretaris
Departemen Fisika, Ibu Dr. Susilawati, M.Si selaku komisi pembanding dan Ibu
Dra. Manis Sembiring, MS selaku komisi pembanding yang banyak memberi saran
dan masukan kepada penulis dan seluruh staf pengajar serta pegawai administrasi
dilingkungan FMIPA Universitas Sumatera Utara. Terimakasih kepada Kakanda
Amalia Ulfa, Suri Khairunnisa, Diah Pratiwi yang banyak memberikan saran dan
masukan kepada penulis dalam proses pengerjaan penelitian. Terimakasih kepada
para Murobbi kakanda Mis Ariska A.J Rambe S.Si, Iffatul Jannah, Nubaity Sitorus,
Ramadani, Suci Purnama Sari S.Si M.Si yang selalu sabar membawa penulis dalam
dekapan tarbiyah. Terima kasih kepada Nurul Hidayati Nasution, Fitri Annisa,
Khairunnisa selaku sahabat dan partner terbaik penulis dalam melakukan penelitian,
Rama dan Eman yang banyak membantu dalam penelitian. Nurmayasari sahabat
penulis yang semangatnya luar biasa, banyak mengajarkan penulis tentang kesabaran
dan keikhlasan. Arya Pradana adik kandung yang sangat penulis sayangi. Afnida,
Inggit, Rini, Isra, Lisda, Mutia, Yoga, Yuda, Elbert, Adit, Rangga, Husna selaku
rekan-rekan Laboratorium Fisika Gelombang. Sahabat – sahabat penulis Shella,
Reza, Fajar, dan Juanda. Rekan-rekan pendidik SMK PAB 7, SMARTHUMAN,
UKMI AL-FALAK FMIPA, UKMI AD-DAKWAH USU serta semua pihak yang
telah membantu dimana tidak dapat disebutkan satu-persatu. Akhirnya terimakasih

Universitas Sumatera Utara


viii

yang paling tulus diucapkan kepada Ibunda Elina Supiana, Ayahanda Hanif, yang
sangat sabar dalam menjaga dan membesarkan penulis, senantiasa menyebut nama
penulis didalam setiap doa-doanya, yang tiada henti memberikan dukungan dan
pengorbanan tak terkira sehingga penulis bisa sampai di tahap ini. Semoga Allah
SWT selalu memberikan balasan dengan kebaikan didunia dan Surga Nya nanti di
akhirat. Aamiin

Medan, 15 Agustus 2019

Rizka Amelia

Universitas Sumatera Utara


ix

DAFTAR ISI

PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................................................ iii


ABSTRAK .................................................................................................................. v
ABSTRACT ............................................................................................................... vi
PENGHARGAAN .................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL...................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 2
1.2.1 Rumusan Masalah...................................................................... 2
1.2.2 Batasan Masalah ........................................................................ 3
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 3
1.3.1 Tujuan Penelitian ....................................................................... 3
1.3.2 Manfaat Penelitian ..................................................................... 4
1.4 Sistematika Penelitian ........................................................................... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 6


2.1 Keramik ................................................................................................. 6
2.2 Bahan Baku Pembuatan Keramik .......................................................... 8
2.3.1 Clay............................................................................................. 8
2.3.2 Feldspar .................................................................................... 10
2.3.3 Kaolin ...................................................................................... 12
2.2.4 Kuarsa ....................................................................................... 13
2.3 Proses Pembuatan Keramik.................................................................... 15
2.2.1 Proses Pembentukan ................................................................ 15
2.2.2 Proses Pengeringan .................................................................. 15
2.2.3 Proses Sintering ....................................................................... 16
2.3 Pengujian Sifat – Sifat Keramik .......................................................... 17
2.4.1 Sifat Fisis ................................................................................ 17
2.4.2 Sifat Mekanik ......................................................................... 18
2.4.3 Sifat Termal ............................................................................. 19
2.4.4 Mikrostruktur ........................................................................... 20

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 22


3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................. 22
3.1.1 Tempat Penelitian .................................................................. 22
3.1.2 Waktu Penelitian.................................................................... 22
3.2 Peralatan dan Bahan Penelitian ........................................................... 22
3.2.1 Peralatan ................................................................................ 22

Universitas Sumatera Utara


x

3.2.2 Bahan...................................................................................... 23
3.3 Prosedur Percobaan ............................................................................. 24
3.3.1 Preparasi Sampel .................................................................... 24
3.3.2 Proses Pembuatan Keramik.................................................... 24
3.4 Diagram Alir Penelitian ..................................................................... 25

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 26


4.1 Uji Susut Kering ................................................................................ 26
4.2 Uji Susut Bakar ................................................................................. 27
4.3 Uji Kekerasan .................................................................................... 29
4.4 Uji Kuat Tekan .................................................................................. 30
4.5 Kandungan Unsur dan Mikrostruktur Menggunakan SEM-EDX ..... 32
4.6 Kandungan Unsur dan Mikrostruktur Keramik Menggunakan
SEM-EDX ........................................................................................ 39
4.7 Hasil Uji DTA ................................................................................... 41

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 44


5.1 Kesimpulan........................................................................................ 44
5.2 Saran .................................................................................................. 44

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 44


LAMPIRAN .......................................................................................................... 46

Universitas Sumatera Utara


xi

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


Tabel
2.1 Komposisi Senyawa Pada Clay 8
2.2 Kandungan Senyawa Yang Terdapat Pada Clay 9
2.3 Kandungan Unsur Pada Clay 9
2.4 Jenis Clay Berdasarkan Aplikasinya 10
2.5 Jenis – Jenis Feldspar 11
2.6 Kandungan Unsur Pada Kaolin 13
2.7 Kandungan Unsur Pada Kuarsa 14
3.1 Peralatan Karakterisasi Keramik 23
4.1 Uji Susut Kering 26
4.2 Uji Susut Bakar 28
4.3 Hasil Uji Kekerasan 29
4.4 Hasil Uji Kuat Tekan 31

Universitas Sumatera Utara


xii

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman


4.1 Hubungan Susut Kering Terhadap Ukuran Butir 27
4.2 Hubungan Susut Bakar Terhadap Ukuran Butir 28
4.3 Hubungan Kekerasan Terhadap Ukuran Butir 30
4.4 Hubungan Kuat Tekan Terhadap Ukuran Butir 31
4.5 Kandungan unsur Bahan Clay 32
(a) Mikrostruktur Bahan Clay
4.6 33
(b) Diameter Pori Clay

4.7 Kandungan unsur Bahan Feldspar 34


(a) Mikrostruktur Bahan Feldspar
4.8 34
(b) Diameter Pori Feldspar
4.9 Kandungan unsur Bahan Kuarsa 36
(a) Mikrostruktur Bahan Kuarsa
4.10 36
(b) Diameter Pori Kuarsa
4.11 Kandungan unsur Bahan Kaolin 37
(a) Mikrostruktur Bahan Kaolin
4.12 38
(b) Diameter Pori Kaolin
4.13 Kandungan unsur Keramik 39
(a) Mikrostruktur Bahan Keramik
4.14 40
(b) Diameter Pori Keramik

Universitas Sumatera Utara


xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Peralatan dan Bahan 46


Lampiran B Perhitungan Susut Kering Susut Bakar 49
Lampiran C Hasil Perhitungan Uji Kekerasan 51
Lampiran D Hasil Perhitungan Uji Kuat Kuat Tekan 53
Lampiran E Hasil Uji DTA 55

Universitas Sumatera Utara


1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan kemajuan teknologi, saat ini bahan keramik telah
dikembangkan menjadi produk modern dengan keunggulan sifat yang sangat
variatif. Dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam seperti lempung,
feldspar, kaolin dan pasir silika yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia,
industri keramik terus berkembang. Lempung adalah salah satu bahan dasar
pembuat keramik yang memiliki sifat plastis, mudah dicetak, kaku setelah
dikeringkan dan bersifat kaca setelah dipanaskan pada temperatur yang sesuai
(Isman et al., 2000). Dalam penelitian Mkrtchyan et al (2002), lempung
sangat memungkinkan dapat digunakan untuk memproduksi bahan-bahan
refraktori, porselen dan lain-lain. Selain itu lempung sebagai komponen utama
dan bahan pengikat dalam produksi refraktori.
Dimana sifat-sifat material keramik pada umumnya memiliki resistansi
panas yang tinggi (high heat resistance), isolator listrik, resistansi tinggi
terhadap deformasi, perpatahan rapuh (brittle fracture), keuletan rendah (law
toughness). Umumnya dalam pembuatan keramik dapat dilakukan dengan
memvariasikan bahan baku keramik dan bentuk butiran di tambah dengan air
atau tanpa air, pressing dan sintering.
Pada penelitian (Wahyu Garinas. 2016) dilakukan penelitian tentang
pembuatan dan pengujian keramik sebagai bahan untuk isolator listrik.
Dengan menggunakan empat bahan dalam negeri yaitu kaolin, kuarsa, feldspar
dan clay yang melimpah merupakan modal awal untuk mengoptimalkan
pemanfaatannya. Pada penelitian itu bahan baku hanya disaring dengan
ayakan 100 mesh, didapatkan nilai tegangan tembus 9,35 kV/mm yang hampir
mendekati angka standar kriteria tegangan tembus listrik standar PLN yaitu
9,85 kV/mm. Namun pada penelitian itu tidak dilakukan pengujian sifat fisis,
sifat mekanik, dan sifat termal pada keramik yang dihasilkan dari campuran
empat bahan tersebut.

Universitas Sumatera Utara


2

(Maulida.2018). Melakukan penelitian tentang pengaruh penambahan


material feldspar terhadap kualitas keramik gerabah didapatkan nilai kuat
tekan terbaik pada penambahan feldspar 35% dan clay 65%. Namun pada
penelitian itu bahan baku hanya disaring pada ayakan 20 mesh sehingga sifat
mekanik yang dihasilkan kurang optimum karena ikatan tiap ukuran butir
partikel bahan pembuat keramik berpengaruh terhadap sifat mekanik
khususnya kuat tekan. Pada penelitian itu suhu pembakaran yang digunakan
adalah 900 oC selama 4 jam.
(Kimambo. 2014) Melakukan pembutan keramik tradisional dengan
komposisi kaolin : feldspar : kuarsa adalah 40% : 45% :15% tanpa
menggunakan clay pada suhu pembakaran 1100 oC dengan nilai kuat tekan
37,625 Mpa.
Berdasarkan data-data yang diperoleh pada penelitian sebelumnya maka
perlu dilakukan perbaikan dalam pembuatan keramik tradisional dengan
menggunakan campuran empat bahan baku yaitu kaolin, kuarsa, feldspar, dan
clay. Menggunakan empat variasi ukuran ayakan dengan suhu pembakaran
1000 oC selama 5 jam. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk
memperbaiki serta melihat pengaruh ukuran butir bahan baku terhadap sifat-
sifat pada keramik, baik sifat fisis (susut kering dan susut bakar), sifat
mekanik (kekerasan dan kuat tekan), dan sifat termal dengan menggunakan
DTA.

1.2 Perumusan Masalah


1.2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka
dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah kaolin, kuarsa, feldspar, dan clay dapat dibuat menjadi
keramik tradisional ?
2. Berapa ukuran butir bahan baku yang optimal dalam pembuatan
keramik tradisional ?
3. Bagaimana pengaruh ukuran butir bahan baku keramik terhadap sifat
fisis, sifat mekanik, sifat termal, dan mikrostruktur ?

Universitas Sumatera Utara


3

1.2.2 Batasan Masalah


Penelitian “Pembuatan Dan Karakterisasi Keramik Tradisional
dengan bahan baku Kaolin, Kuarsa, Feldspar dan Clay” difokuskan
pada beberapa hal berikut ini:

1. Keramik terbuat dari clay yang dibeli dari Tanjung Morawa,


Kabupaten Deli Serdang, kaolin dan kuarsa dibeli ditoko bahan kimia
Medan dan feldspar dibeli dari Surabaya.
2. Bahan baku dikarakterisasi mikrostruktur dan kandungan unsur dengan
menggunakan SEM-EDX.
3. Penghalusan bahan baku keramik yaitu kaolin, kuarsa, feldspar dan
clay dilakukan dengan menggunakan lumpang dan blender.
4. Diayak dengan menggunakan Vibrator.
5. Dalam pembuatan keramik digunakan 4 variasi ukuran butir bahan
baku, yaitu 100 mesh, 150 mesh, 200 mesh dan 300 mesh.
6. Komposisi bahan baku pembuatan keramik dengan perbandingan ;
kaolin : kuarsa : feldspar : clay (20 : 30 : 30 : 20). Dan penambahan air
10 % dari total berat 100 gr.
7. Keramik dibuat dengan cetakan berbentuk balok dengan ukuran yaitu
: 6 cm x 5 cm x 3 cm
8. Digunakan metode Hydraulic press untuk mencetak dengan tekanan 5
ton selama 10 menit dalam proses pencetakan sehingga membentuk
padatan.
9. Bahan baku keramik dibakar di dalam tanur (furnace) dengan suhu
sintering 1000 0C selama 5 jam.
10. Karakaterisasi keramik dilakukan dengan pengujian sifat fisis, sifat
mekanik (kekerasan dan kuat tekan), sifat termal dengan menggunakan
DTA, mikrostruktur dan kandungan unsur dengan SEM-EDX.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

Universitas Sumatera Utara


4

1. Pembuatan keramik tradisional dengan bahan baku kaolin, kuarsa,


feldspar, dan clay
2. Mengetahui ukuran butir bahan baku yang optimal dalam pembuatan
keramik tradisional.
3. Mengetahui pengaruh ukuran butir bahan baku keramik (kaolin,
kuarsa, feldspar, dan clay) terhadap sifat keramik (sifat fisis, sifat
mekanik, sifat termal) dan mikrostruktur.

1.3.2 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini ialah:
1. Memperluas aplikasi kaolin, kuarsa, feldspar, dan clay.
2. Memberikan informasi mengenai ukuran butir bahan baku pembuatan
keramik agar menghasilkan sifat keramik yang optimum.
3. Memberikan informasi mengenai pengaruh ukuran butir bahan baku
keramik terhadap sifat keramik (sifat fisis, sifat mekanik, sifat termal)
dan mikrostruktur.

Universitas Sumatera Utara


5

1.4 Sistematika Penulisan


Adapun sistematika penulisan pada masing-masing bab adalah :
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika
penulisan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


Bab ini menguraikan tentang keramik. Komposisi keramik,
sifat-sifat keramik, jenis-jenis keramik, menerangkan
tentang kaolin, kuarsa, feldspar, dan clay.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN


Bab ini berisi tentang metodologi penelitian pembuatan
keramik.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan analisa yang
diperoleh dari penelitian.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari penelitian dan
saran yang bermanfaat untuk penelitian yang lebih lanjut

Universitas Sumatera Utara


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keramik
Keramik adalah bahan padat anorganik, yang bukan logam. Barang yang
terbuat dari keramik seperti : keramik cina, porselen, gelas, semen, refraktori
(bahan tahan api), sejak dahulu telah dipergunakan dalam kehidupan manusia
sehari-hari. Bahan keramik adalah bahan dasar penyusun kerak bumi, yaitu :
SiO2, Al2O3, CaO, MgO, K2O, Na2O dst., yang banyak tersedia di alam. SiO2,
Al2O3, maupun MgO masing-masing dapat dipakai sebagai bahan keramik
tersendiri, sedangkan banyak bahan lainnya yang terdiri dari campuran silikat
tunggal atau campuran berbagai silikat. Bahan baku dari keramik cina dan
porselen adalah tanah liat yaitu kaolin, serisit, dst., dan silikat yaitu kuarsa,
feldspar, dst., yang diaduk dicetak dan dibakar sehingga menjadi produk.
Selama pembakaran bahan-bahan tersebut bereaksi satu sama lain. Silikat
agak berbeda, dari bahan baku dibentuk mulit (3Al 2O3.2 SiO2) dan gelas,
sehingga dapat dibuat produk yang sifat-sifatnya berbeda dari bahan bakunya.
Di masa lalu keramik umumnya dibuat dari bahan baku alam. Karena
terbatasnya kemampuan pengendalian komposisi kimia dan struktur mikronya,
maka sifat-sifat asli keramik dalam banyak kasus biasanya tidak nampak jelas.
Akhir–akhir ini, keramik dengan sifat-sifat khasnya yang baru telah dibuat
dengan mempergunakan bahan tiruan yang sangat murni dan dengan proses
pembuatan yang sangat terkendali. Produk tersebut dinamakan keramik halus
atau keramik baru, yang memiliki sifat-sifat khas fungsional dalam
elektromagnetik, mekanik, optik, termal, biokimia dan sifat lainnya.Sekarang
keramik ini banyak dipakai di berbagai bidang termasuk penggunaan di ruang
angkasa, elektronik, dan industri mekanik. Di masa mendatang pengembangan
keramik akan pesat. (Surdia, Tata. 1999).
Pada prinsipnya keramik dapat dibagi dua bagian yaitu keramik tradisional
dan keramik modern.Keramik tradisional adalah keramik yang terbuat dari
bahan alam seperti kaolin, feldspar, clay, dan kuarsa. Yang termasuk keramik
ini adalah barang pecah (dinner ware), keperluan rumah tangga (tile brike),

Universitas Sumatera Utara


7

dan untuk industri (refractory). Keramik modern (fine ceramic) adalah


keramik yang dibuat dengan oksida-oksida logam atau logam, seperti oksida.
Penggunaannya sebagai elemen pemanas semikonduktor, komponen turbin.
Keramik memiliki sifat-sifat keramik dapat dilihat dibawah ini :
a. Kapasitas panas yang baik dan konduktivitas panas yang rendah.
b. Tahan terhadap korosi.
c. Dapat bersifat magnetik dan non magnetik.
d. Keras dan kuat.
e. Sifat listriknya dapat menjadi isolator, semikonduktor, konduktor,
bahkan superkonduktor.
Keramik memiliki struktur organik dan non organik seperti gelas tetapi
kebanyakan memiliki struktur kristal. Struktur mikro keramik selalu kompleks
dan dibedakan oleh adanya batas butir (grain boundaries), renik (pores),
ketidakmurniaan dan kondisi multifasa yang membuatnya lebih bervariasi.
Pada daerah batas butir energi bertambah sehingga ketidakmurnian cenderung
berkumpul disana. Ketidakmurnian merupakan fasa kedua dan ketiga, antara
partikel penyusun (konstituen) ke dalam batas butir. Dengan adanya
penambahan ketidakmurnian dan zat aditif lainnya, mikrostruktur dapat
berubah, jika diamati pada batas butirnya atau porositasnya. Kondisi
mikrostruktur ini menggambarkan keadaan terhadap sifat fisis dan kimia dari
keramik. (Hatta, 2011).
Banyak jenis-jenis keramik termasuk diantaranya semen, bata untuk
bangunan, bata tahan api dan gelas telah dipergunakan sejak lama sebagai
bahan konstruksi bangunan. Pada umumnya keramik mempunyai sifat-sifat
yang “baik” yaitu : keras, kuat dan stabil pada temperatur tinggi. Tetapi
keramik bersifat getas dan mudah patah seperti halnya pada porselen ataupun
gelas. (Setiabudy.Rudy, 2007).
Bahan keramik merupakan material yang memiliki prospek yang cukup
cerah, mengingat bahan ini merupakan bahan serbaguna dan memiliki
keunggulan dibandingkan dengan bahan lain. Keunggulan tersebut antara lain
adalah tahan terhadap suhu tinggi, dan pembentukannya dilakukan pada fase
koloid suhu kamar. (Astuti.A 1997).

Universitas Sumatera Utara


8

2.2 Bahan Baku Pembuatan Keramik


2.2.1 Clay
Clay merupakan partikel mineral tanah berukuran mikroskopis sampai
dengan sub mikroskopis sekitar 0,002 mm yang berasal dari pelapukan unsur-
unsur kimiawi penyusun batuan. Clay sangat keras dalam keadaan kering dan
bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada kadar air lebih tinggi clay bersifat
lengket (kohesif) dan sangat lunak. Warna clay tidak dipengaruhi oleh unsur
kimia yang terkandung didalamnya, karena tidak adanya perbedaan yang
dominan dimana kesemuanya hanya dipengaruhi oleh unsur Natrium saja
yang paling mendominasi. Semakin tinggi plastisitas, grafik yang dihasilkan
pada masing-masing unsur kimia belum tentu sama. Hal ini disebabkan
karena unsur-unsur warna tanah dipengaruhi oleh nilai Liquid Limit (LL)
yang berbeda-beda. (Subriyer, 2013).
Hasil pelapukan unsur-unsur kimia dari clay tersebut merupakan unsur-
unsur mineral clay terutama terdiri dari silikat aluminium dan atau besi
magnesium. Beberapa diantaranya juga mengandung alkali atau tanah alkalin
sebagai komponen dasarnya. Sebagian besar mineral clay mempunyai
struktur berlapis. Beberapa diantaranya berbentuk silinder memanjang atau
struktur yang berserat. Berikut ini adalah unsur kimia yang terdapat pada clay
yaitu : (Yeggi, 2013).

Tabel 2.1 Komposisi Senyawa Kimia Pada Clay


Senyawa Persentase (% berat)
Silika (SiO2) 65,54
Aluminium Oksida (Al2O3) 18,78
Besi Oksida (Fe2O3) 1,57
Titanium Oksida (TiO2) 0,991
Kalium Oksida (K2O) 0,651
Magnesium Oksida (MgO) 0,609
Natrium Oksida (NaO2) 0,298
Kalsium Oksida (CaO) 0,0868

Pada clay terdapat beberapa senyawa kimia dengan komposisi yang berbeda -
beda. Berikut adalah kandungan senyawa - senyawa yang terdapat pada clay
yaitu:

Universitas Sumatera Utara


9

Tabel 2.2. Kandungan Senyawa yang Terdapat pada Clay (Muhdarina, 2013)
Senyawa % Berat
SiO2 77,92
Al2O2 14,73
Fe2O2 1,01
MgO 0,92
CaO 0,09
Na2O 1,69
K2O 2,39

Tabel 2.3. Kandungan Unsur Pada Clay (Ariesnawan, R Adi, 2015)


Unsur Persentase Unsur (%)
Carbon (C) - - - 3,17
Oksigen (O) 44,09 44.29 51,09 40,56
Natrium (Na) - 1.02 0,94 -
Fluor (F) 2,18 - - 2,01
Magnesium (Mg) 1,62 1,09 1,5 1,21
Aluminium (Al) 9,65 10,31 - 9,21
Silika (Si) 19,55 26,91 24,78 17,07
Molibden (Mo) 13,46 5,08 12,52 14,56
Kalium (K) - 2,82 1,61 1,43
Calcium (Ca) 5 5,5 4,22 7,67
Ferrum (Fe) 4,46 2,97 3,35 3,11

Jenis-jenis Clay
Clay merupakan material yang berisi air dalam persentase besar dan
terjerap antara lembaran. Kebanyakan clay secara kimia dan fisika hampir
sama dengan clay yang lainnya, tetapi berisi sejumlah air yang mengisi
kationnya. Material ini memiliki keadaan basah, ukuran butir sangat halus
yaitu 0.02 mm dan sebagian besar tersusun atas magnesium dan silika.
Berdasarkan strukturnya clay dibagi menjadi tiga kategori yaitu clay yang
dapat dijumpai dalam bentuk kristalin (crystalline minerals), struktur tidak
teratur (amorphous), dan campuran (mixed layered). Sedangkan berdasarkan
komposisi mineralnya clay dapat dibedakan menjadi kaolinit, monmorilonit
(smektit), ilit (clay-mica), klorit dan haloisit. Clay juga dibedakan menjadi
beberapa jenis berdasarkan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari yaitu :

Universitas Sumatera Utara


10

Tabel 2.4.Jenis Clay Berdasarkan Aplikasinya (Murray, 2000), (Huessein, et


al, 2011).
Clay Mineralogi Aplikasi Utama Industri
Kaolin Putih atau keabu-abuan, Perekat, semen, keramik,
subtitusi dan perubahan aerosol, kosmetik,
muatan minimal, katalis, cracking, krayon,
kapasitas tukar kation dan kapur, pigmen dalam
rendah, luas permukaan cat, fiber glass, pengisi
spesifik rendah, dan karet, atap, pensil,
kapasitas adsorpsi pengisi kertas, dan
rendah pengecoran.
Smektit (Smektit) Warna bervariasi, Perekat, aerosol,
biasanya cokelat atau pembawa pupuk, bahan
abu-abu kehijauan, tambahan pakan,
adanya subsitusi kisi, bleaching, katalis, semen,
lapisan muatan tinggi, keramik, detergen, biji
kapasitas tukar tinggi, besi, plastic, pengisi
luas permukaan, dan karet, lempung terpilar,
kapasitas penyerapan pengeboran lumpur,
tinggi aditif makananan.
Plagyorskitserpentin Coklat muda, coklat, Perekat, carrier, cairan
krem, atau warna hijau pengeboran, adsorben,
kebiruan. Beberapa adsorben lantai industry,
subsitusi kisi, lapisan filler bubuk laundry,
muatan, kapasitas tukar obat-obatan dan farmasi,
kation, daya penyerapan penyulingan minyak cat,
sedang, dan luas pupuk suspense, katalis,
permukaan sedang keramik, dan bleaching

2.2.2 Feldspar
Feldspar hingga saat ini merupakan grup mineral dengan jumlah paling
besar di kerak bumi, membentuk sekitar 60 % batuan terrestrial.

Universitas Sumatera Utara


11

Kebanyakan feldspar yang tersedia berupa sodium feldspar, potassium


feldspar dan feldspar campuran. Feldspar kebanyakan digunakan pada
aplikasi-aplikasi industri yang membutuhkan kandungan feldspar yang
berupa alumina dan alkali. Sebagian besar produk yang digunakan sehari-
hari terbuat dari feldspar : gelas untuk minum, gelas sebagai pengaman,
fiberglass sebagai isolator, lantai keramik, bak mandi, peralatan makan.
Rumus kimia feldspar secara umum adalah XAl(Al,Si)Si2O8 dengan X
adalah potassium, sodium, kalsium atau barium. Secara khusus rumus kimia
feldspar dapat dilihat pada Tabel 2.4 (E. Worral W. 1988).

Tabel 2.5 Jenis-Jenis Feldspar


Jenis Feldspar Rumus Kimia
Albite Na(Si3Al)O8

Anorthite Ca(Si2Al2)O8

Orthoclase K(Si3Al)O8

Celsian Ba(Si2Al2)O8

Pada SiO2 murni tidak terdapat ion logam dan setiap atom oksigen
merupakan atom penghubung antara dua atom silikon (dan setiap atom
silikon dikelilingi oleh empat atom oksigen). Maka akan diperoleh suatu
struktur jaringan. Silika (SiO2) mempunyai beberapa struktur kristal, laksana
grafit yang berbentuk grafit dan intan. Feldspar suatu silikat alamiah,
berwarna merah jambu atau coklat merupakan mineral granit dengan
komposisi KAISiO8. Feldspar merupakan jaringan silikat dan satu diantara
empat atom silikon digantikan oleh ion Al 3+. Al hanya bermuatan tiga
sedangkan silikon empat sehingga perlu ditambah muatan K+ untuk
mengimbanginya. Ion K+ merupakan ion sisipan. Jaringan ini bersifat
terbuka sehingga ada tempat untuk ion tambahan.(Lawrence. 1981).
Dilihat dari unsur-unsurnya maka feldspar mengandung bahan alumina
(Al2O3), silica (SiO2), dan flux (K2O atau Na2O), yang mengandung kalium
(K2O) biasanya dipakai untuk membuat badan keramik halus karena sangat
aktif melarutkan kwarsa, membentuk masa gelas yang sangat kental, dan

Universitas Sumatera Utara


12

sebagai pelebur yang baik dalam badan keramik halus sehingga badan
keramik menjadi padat tanpa mengalami perubahan bentuk (deformasi),
sedang yang banyak mengandung natrium (Na2O) untuk membuat glasir.
Dari komposisinya dapat dilihat bahwa struktur feldspar tidak berbeda
dengan struktur tanah liat, merupakan silikat alamiah. Feldspar juga
merupakan jaringan silikat dan satu diantara empat atom silikon digantikan
oleh atom aluminium. Diatas temperatur 900°C feldspar umumnya masih
dalam keadaan stabil dan tidak mengalami perubahan fasa. Feldspar
mengandung semua bahan-bahan penting untuk membentuk glasir sehingga
biasa disebut glasir alami. Feldspar merupakan kelompok mineral batuan
beku yang terutama terdiri dari senyawa alumina silikat dari K, Na, dan Ca
yang umumnya satu kation basa merupakan kation utama.(Haris, 2014).

2.2.3 Kaolin
Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan alam yang
cukup dapat dibanggakan. Salah satunya adalah terdapat banyak
kandungan mineral seperti kaolin dan Alumunium (Budihartono,2012)
Kaolin (Al2O3.2SiO2.2H2O) sebagai salah satu bahan dasar pembuatan
keramik merupakan salah satu jenis dari tipe mineral clay yang
mempunyai sifat : (Razak. 1978)
a. Plastis dan mudah dicetak untuk butir yang serta pada waktu basah,
sifat plastisitas dan work ability kebanyakan dipengaruhi oleh kondisi
fisik.
b. Kaku setelah dikeringkan.
c. Vitreous (bersifat kaca) setelah dipanaskan pada temperatur yang
sesuai
Kegunaan kaolin bagi industri antara lain industri keramik, porselen,
gerabah, sebagai isolator panas dan listrik. Pada ulang alik kaolin dipakai
sebagai ujung dari pesawat ulang alik karena daya hantar panas yang
rendah. Sifat- sifat mineral kaolin antara lain: yaitu kekerasan 2 - 2,5
mohs, plastis, mempunyai daya hantar panas dan listrik yang rendah serta
pH bervariasi. Cadangan endapan Kaolin paling besar terdapat di

Universitas Sumatera Utara


13

Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Pulau Bangka dan Belitung.


Sedangkan lainnya tersebar di Pulau Sumatera , Jawa , dan Sulawesi
Utara. Potensi endapan kaolin ini antara lain berada di Bandar Pulau
(Sumut), Bonjol Pasaman (Sumbar), Belilas dan Indragiri Hulu (Riau),
Pulau Bangka Belitung, Pondok Kelapa (Bengkulu), Garut dan
Tasikmalaya (Jabar), Blitar dan Trenggalek (Jatim), Sambas dan
singkawang (Kalbar), Martapura (Kalsel), Polewali (Sulsel), dan Paniai
(Papua). Industri yang membutuhkan mineral kaolin antara lain industri
keramik, kayu lapis, kertas, dan tekstil. Saat ini sebagian besar hasil
tambang mineral kaolin diekspor ke berbagai negara seperti Jepang,
Taiwan, Korea dan Cina.

Berikut adalah kandungan unsur dari kaolin :


Tabel 2.6. Kandungan Unsur Pada Kaolin (Darmawan, Rahmad. 2017)
Unsur Persentase (%)
Al 12
Si 65,4
K 8
Ca 2,68
Ti 3,68
V 0,08
Mn 0,22
Fe 8,61
Ni 0,19
Cu 0,12
Eu 0,11

2.2.4 Kuarsa
Pasir kuarsa adalah bahan galian yang terdiri atas kristal-kristal silika
(SiO2) dan senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan.
Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama pasir putih yang merupakan hasil
pelapukan batuan yang mengandung mineral utama, seperti kuarsa dan

Universitas Sumatera Utara


14

feldspar. Hasil pelapukan kemudian tercuci dan terbawa oleh air atau angin
dan diendapkan di tepi-tepi sungai, danau atau laut. Pasir kuarsa mempunyai
komposisi gabungan dari SiO2, Fe2O3, Al2O3, TiO2, CaO, MgO, dan K2O,
berwarna putih bening atau warna lain bergantung pada senyawa
pengotornya, adapun sifat pasir kuarsa memiliki kekerasan 7 (skala Mohs),
berat jenis 2,65 kgL-1, titik lebur 1728°C, bentuk kristal hexagonal, panas
spesifik 0,185 J, dan konduktivitas panas 12 – 1000°C.
Dalam kegiatan industri, penggunaan pasir kuarsa sudah berkembang
meluas, baik langsung sebagai bahan baku utama maupun bahan aditif.
Sebagai bahan baku utama, misalnya digunakan dalam industri kaca, semen,
tegel, mosaik keramik, bahan baku fero silikon, silikon carbide, dan bahan
abrasit (ampelas dan sand blasting). Sedangkan sebagai bahan aditif
digunakan dalam industri cor, industri perminyakan dan pertambangan, bata
tahan api (refraktori), dan lain sebagainya. (Asmuni. 2000).
Berikut adalah kandungan unsur yang terdapat pada kuarsa
berdasarkan uji XRF.

Tabel 2.7 Kandungan Unsur Pada Kuarsa (Metungku NA, 2017)


Unsur Persentase (%)
Si 50,205
O 45,705
Fe 1,710
P 0,950
Ca 0,491
K 0,470
Ti 0,268
Zn 0,041
Sn 0,037
Nb 0,036
Zr 0,028
Mo 0,026
In 0,015
Ru 0,010
Rh 0,006

Universitas Sumatera Utara


15

2.3 Proses Pembuatan Keramik


Proses pembuatan keramik terdiri dari pembentukan, pengeringan dan
pembakaran. Pada proses pembentukan, bahan baku yang berbentuk bubuk
dipadatkan.
2.3.1. Proses Pembentukan
Terdapat beberapa proses pembentukkan yaitu :
a. Die Pressing. Pada proses ini bahan keramik dihaluskan hingga
menjadi bubuk, lalu dicampur dengan pengikat kemudian dimasukkan
ke dalam cetakan lalu ditekan hingga menjadi bentuk padat yang kuat.
Metode ini biasanya digunakan dalam pembuatan ubin, keramik
elektronik dengan cukup sederhana dan murah.
b. Rubber Mold Pressing. Pada proses ini pembuatan keramik
menggunakan pembungkus karet kemudian bubuk dimasukkan ke
dalam sarung karet kemudian dibentuk dalam cetakan hidrostatis.
c. Extrusion Molding. Pada metode ini melalui lubang cetakan dengan
ekstruksi memalui mulut yang keras. Metode ini biasa digunakan
untuk membuat pipa saluran, pipa reaktor atau material lain yang
memiliki suhu normal untuk penampang lintang tetap.
d. Slip Casting. Pada metode ini dilakukan untuk memperkeras suspensi
dengan air dan cairan lainnya, lalu dituang ke dalam plester berpori, air
akan diserap dari daerah kontak ke dalam cetakan dan lapisan
lempung yang kuat terbentuk.
e. Injection Molding. Bahan yang bersifat plastis diinjeksikan dan
dicampur dengan bubuk pada cetakan. Metode ini banyak digunakan
untuk memproduksi benda-benda yang mempunyai bentuk yang
kompleks.

2.3.2. Proses Pengeringan


Setiap proses pembuatan keramik dengan menggunakan tekanan,
ditambahkan sejumlah air atau cairan sebagai pengikat. Proses pengeringan
berfungsi untuk menghilangkan kandungan air atau cairan tambahan. Air

Universitas Sumatera Utara


16

atau cairan terevaporasi partikel partikel keramik menjadi lebih dekat satu
sama lain dan terjadi penyusutan.

2.3.3. Proses Sintering


Keramik adalah bahan yang dibuat melalui pembakaran suhu tinggi.
Oleh karena itu pembakaran atau perlakuan panas adalah proses utama di
dalam pembuatan bahan keramik. Dalam tahap perlakuan panas, terjadi
peristiwa kimia antara lain: pengeringan, penguraian bahan organik,
penguapan air kristal, oksidasi logam transisi, penguraian karbonat, sulfat,
aditif dan lainnya. Di dalam bahan kaolin misalnya, air kristal keluar pada
suhu antara 450 °C – 700 °C, dehidrasi pada bahan aluminium hidrat pada
suhu antara 320°C – 560 °C, pada talc terjadi antara 900 °C – 1000 °C.
Dekomposisi bahan magnesium karbonat pada 700 °C, dolomite pada 830
°C – 920 °C, magnesium sulfat pada 970 °C, sedangkan kalsium sulfat pada
1050 °C. Oksidasi bahan organik yang halus umumnya terjadi pada 200 °C
– 700 °C, tetapi partikel karbon yang kasar terjadi pada 1000 °C.
Bersamaan dengan terjadinya reaksi kimia, terjadi pula perubahan yaitu
yang disebut sintering.
Perubahan struktur mikro terjadi melalui beberapa tahapan. Pertama,
perataan permukaan partikel, pembentukan grain boundary (batas butir)
melalui pertumbuhan leher antar partikel, gerakan di antara partikel dalam
pori terbuka, difusi dan penurunan porositas. Kedua, penyusutan pori antara
grain boundary, porositas menurun lebih banyak, perlahan-lahan grain
tumbuh. Terakhir, pori-pori menutup, mengecil dan posisinya terselip
diantara grain boundary.
Sintering adalah proses penggabungan partikel partikel serbuk
melalui peristiwa difusi pada saat suhu meningkat. Pada dasarnya sintering
adalah peristiwa penghilangan pori-pori antara partikel bahan, pada saat
yang sama terjadi penyusutan komponen, dan diikuti oleh pertumbuhan
grain serta peningkatan ikatan antar partikel yang berdekatan, sehingga
menghasilkan bahan yang lebih mampat/kompak. Suhu sintering
mempengaruhi proses penyusutan, sedangkan pengaruh waktu sintering

Universitas Sumatera Utara


17

tidak banyak, hal ini dinyatakan oleh Richerson. Sintering umumnya dapat
terjadi didalam produk pada suhu tidak melebihi dari setengah sampai dua
pertiga dari suhu meltingnya, suhu yang membuat atom cukup mampu
untuk berdifusi. (Akhmad, Ramlan., 2011)

2.4 Pengujian Sifat – Sifat Keramik

2.4.1 Sifat Fisis


1. Pengujian Susut Kering
Susut kering adalah pengurangan panjang atau volume suatu benda
uji dari keadaan plastis ke keadaan kering udara, diperhitungkan
terhadap keadaan plastis. Hal ini dapat terjadi saat proses pengeringan
terjadi pengeluaran air yang menyelimuti butir-butir bahan baku secara
berangsur–angsur sehingga memungkinkan butir-butir tersebut mendekat
satu sama lain. Untuk menghitungnya dapat menggunakan persamaan
berikut : (Guner, Sumer. 1998)

% susut kering = x 100% (2.1)

2. Pengujian Susut Bakar


Dalam proses pembakaran, sampel akan mengalami penyusutan. Susut
bakar ialah pengurangan panjang atau volume suatu benda uji dari
keadaan plastiske keadaan sesudah pembakaran. Terjadinya penyusutan
dikarenakan partikel-partikel bahan mengisi tempat-tempat yang
ditinggalkan air karena proses penguapan saat pembakaran
(Suwardono.2002).
Nilai susut bakar dapat diketahui dengan persamaan sebagai
berikut : (Guner, Sumer. 1998)

% susut bakar = x 100% (2.2)

Universitas Sumatera Utara


18

2.4.2 Sifat Mekanik


1. Pengujian Kekerasan
Kekerasan suatu material merupakan ketahanan material terhadap
gaya penekanan dari material lain yang lebih keras. Prinsip pengujian
kekerasan ini yaitu pada permukaan material dilakukan penekanan dengan
indikator sesuai dengan parameter (diameter, beban, dan waktu). Nilai
kekerasan filter dapat diukur dengan persamaan sebagai berikut :

(2.3)

Keterangan :
Hv = Hardness of Vickers (N/m2)
F = Beban yang diberikan (N)
d = panjang diagonal sampel (m)

2 Pengujian Kuat Tekan


Kuat tekan (compressive strength) adalah salah satu sifat mekanik
bahan. Kuat tekan didapatkan dari gaya F yang diberikan pada bahan
dibagi dengan luas bidang tekan A. Massa ini akan menekan bahan
sepanjang arah tekan. Alat uji tekan memberikan informasi mengenai gaya
yang diberikan dan luas permukaan tekan dihitung sesuai sampel yang
digunakan (Husain dkk, 2016). Uji kuat tekan dilakukan untuk mengetahui
kekuatan dari keramik. Keramik yang akan diuji diletakkan pada mesin
penekan. Ditekan dengan alat penekan sampai keramik pecah atau
maksimal menahan beban atau tekanan. Pada saat pecah dicatat besarnya
gaya tekan maksimum yang bekerja (Ratri dkk, 2008). Kuat tekan
merupakan ukuran maksimum suatu bahan menerima beban aksial.
Kuat tekan (tegangan = stress) merupakan gaya persatuan luas pada
suatu benda yang cenderung mengakibatkan benda tersebut mengalami
deformasi. Stress merupakan ukuran gaya – gaya internal antara partikel–

Universitas Sumatera Utara


19

partikel bahan yang dikandung sebuah benda untuk melawan pemisahan,


pemampatan atau penggelinciran sebagai reaksi terhadap gaya eksternal
yang bekerja. (Van Vlack, 2004)
Secara umum persamaan yang digunakan untuk menghitung kuat tekan
atau tekanan pada suatu bahan seperti ditunjukkan pada persamaan (2.4)

σ= (2.4)

Keterangan :
σ = Tegangan benda uji (N/cm2)
F = Beban yang diterima benda uji (N)
A = Luas penampang benda uji

2.4.3 Sifat Termal


Pengujian sifat termal dengan menggunakan DTA (Differential
Thermal Analysis) pada keramik bertujuan untuk melihat sifat termal pada
keramik pada suhu tertentu atau perubahan yang terjadi seperti pelehan
atau dekomposisi. Analisa termal merupakan suatu perlakuan ketika suatu
bahan diuji dengan variasi suhu, yakni dengan mengubah suhu nya.
Sementara DTA ini, sesuai dengan namanya Differential Thermal
Analysis, bekerja sesuai dengan perubahan suhu. Yaitu dengan cara
membandingkan suhu antara material referensi dan material sampel.
Material referensi (referen inert) yang biasa digunakan yaitu alumina
(Al2O3). Digunakan karena termogram alumina menunjukkan konstan
sampai suhu lebih dari 1000 derajat celcius, berarti alumina tidak
mengalami perubahan sampai suhu tersebut. Sementara material sempel
merupakan bahan yang akan diuji secara termal. Suhu sampel dan referen
akan sama apabila tidak terjadi perubahan, namun pada saat terjadinya
beberapa peristiwa termal seperti pelelehan, dekomposisi atau perubahan
struktur kristal pada sampel, suhu dari sampel dapat berada di bawah
(apabila perubahannya bersifat endotermik) ataupun diatas (apabila
perubahan bersifat eksotermik) suhu referen (Höhne : 2003).

Universitas Sumatera Utara


20

Alat-alat yang digunakan dari DTA kit adalah Sample holder beserta
thermocouples, material referensi Al2O3, furnace (dapur) yang digunakan
harus stabil pada zona panas yang besar dan harus mampu merespon
perintah dengan cepat dari temperatur programmer, temperature
programmer untuk menjaga laju pemanasan agar tetap konstan dan sistem
perekaman (recording).
Prinsip kerja dari DTA adalah sample holder terdiri dari
thermocouple yang masing-masing terdapat pada material sampel dan
reference. Thermocouple ini dikelilingi oleh sebuah blok untuk
memastikan tidak ada kebocoran panas. Sampel ditaruh di kubikel kecil
dimana bagian bawahnya dipasangkan thermocouple. Thermocouple
diletakkan langsung berkontakan dengan sampel dan material referensi.
Tahapan kerjanya terlebih dahulu dipanaskan heating block,
ukuran sampel dengan ukuran material referensi sedapat mungkin identik
dan dipasangkan pada sampel holder. Thermocouple harus ditempatkan
berkontakan secara langsung dengan sampel dan material referensi,
temperatur di heating block akan meningkat, diikuti dengan peningkatan
temperatur sampel dan material referensi. Apabila pada thermocouple
tidak terdeteksi perbedaan temperatur antara sampel dan material referensi,
maka tidak terjadi perubahan fisika dan kimia pada sampel, jika ada
perubahan fisika dan kimia, maka akan terdeteksi adanya ΔT.

2.4.4. Mikrostruktur
Pengujian mikrostruktur dilakukan dengan Scanning Electron
Microscope (SEM) untuk melihat bentuk dan ukuran partikel
penyusunnya. Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan
mikroskop elektron yang banyak digunakan untuk analisa permukaan
material. SEM juga dapat digunakan untuk menganalisa data kristalografi,
sehingga dapat dikembangkan untuk menentukan elemen atau senyawa.
Prinsip kerja SEM menggunakan dua sinyal elektron secara simultan. Satu

Universitas Sumatera Utara


21

strike spesimen digunakan digunakan untuk menguji dan strike yang lain
adalah Cathoda Ray Tobe (CRT) memberikan tampilan gambar.
SEM menggunakan prinsip scanning, maksudnya berkas elektron
diarahkan dari titik ke titik objek, gerakkan berkas elektron dari suatu titik
ke titik objek. Gerakan berkas elektron dari suatu titik ke titik yang lain
pada suatu daerah objek yang menyerupai gerakan membaca. Gerakan ini
disebut dengan scanning. Komponen utama SEM terdiri dari dua unit
yaitu electron column (B) dan display console (A). Elektron column
merupakan model elecron beam scanning. Sedangkan display consule
merupakan elektron sekunder yang di dalamnya terdapat CRT. Pancaran
elektron energi tinggi dihasilkan oleh elektron gun yang kedua tipenya
berdasarkan pada pemanfaatan arus.
Perkembangan mutakhir paling berarti adalah perolehan informasi
mengenai komposisi kimia. Mikroskopnya juga menggambarkan sebuah
energy Dispersive X-ray Spectrometer (EDX) yang dapat digunakan untuk
menentukan komposisi unsur dari sampel. Ketika sebuah sampel difoto
oleh SEM, sinar elektron juga diemisikan oleh sinar-X yang dibawa oleh
EDX. Emisi sinar-X tiap unsur khas dalam energi dan panjang
gelombangnya, karena itu unit EDX mampu menentukan tiap unsur yang
merespon emisi tersebut. Data ini dapat ditambahkan pada gambar SEM
untuk menghasilkan sebuah peta unsur yang sebenarnya dari permukaan
sampel. Selain itu melalui EDX dapat diketahui ukuran diameter pori dari
keramik yang dihasilkan.

Universitas Sumatera Utara


22

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian


3.1.1 Tempat Penelitian
Pada penelitian “Pembuatan Dan Karakterisasi Keramik Tradisional Dengan
Bahan Baku Kaolin, Kuarsa, Feldspar, dan Clay” dilakukan preparasi
sampel, pembuatan dan pembakaran keramik, pengujian mekanik dan sifat
termal (DTA) di Laboratorium Material Test PTKI Medan. Karakterisasi
kandungan unsur dengan menggunakan SEM-EDX di Laboratorium Mabes
Polri Jakarta.

3.1.2 Waktu Penelitian


Penelitian “Pembuatan Dan Karakterisasi Keramik Tradisional Dengan
Bahan Baku Kaolin, Kuarsa, Feldspar dan Clay” dilakukan mulai bulan
Januari 2019 sampai Juni 2019.

3.2 Peralatan dan Bahan Penelitian


3.2.1 Peralatan
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah
1. Ayakan 100,150,200,300 mesh : untuk memisahkan butiran sesuai
ukuran yang diperlukan.
2. Neraca digital : untuk menimbang massa sampel
3. Lumpang : untuk menghancurkan bongkahan
clay
4. Vibrator : untuk mengayak bahan baku
keramik
5. Spatula : untuk mengaduk bahan agar
tercampur merata (homogen)
6. Cetakan Sampel : sebagai tempat mencetak sampel
7. Hidraulik Cold Press : untuk menekan sampel yang sudah
dimasukkan ke cetakan agar padat.

Universitas Sumatera Utara


23

8. Jangka sorong : untuk mengukur tebal dan panjang


sampel.
9. Stopwatch : untuk menghitung waktu penekanan
saat pencetakan dan waktu
pembakaran
10. Clip Paper Plastik : untuk memasukkan bahan baku
yang sudah diayak dan sampel
11. High Temperature Furnance (Tanur) : sebagai tempat pembakaran sampel
dengan suhu pembakaran 10000 C.

Peralatan Karakterisasi Keramik

Tabel 3.1 Peralatan Karakterisasi Keramik

No Nama Alat Fungsi


1 Scanning Electron Microscopy Untuk melihat mikrostruktur dan
(SEM- EDX) kandungan unsur bahan baku dan
keramik.
2 Hardness Vickers Tokyo Untuk mengetahui nilai kekerasan
keramik.
3 Alat Uji Kuat Tekan Untuk menguji kekuatan tekan
keramik.
4 Differential Thermal Analysis Untuk melihat perubahan atau
(DTA) deformasi pada sampel saat
dipanaskan.

3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam proses pembuatan keramik tradisional
1. . Kaolin
2. Kuarsa
3. Feldspar
4. Clay
5 Aquades

Universitas Sumatera Utara


24

3.3 Prosedur Percobaan


3.3.1 Preparasi sampel
1. Dihancurkan lempung (clay), kemudian digerus dan diremukkan clay
dengan menggunakan mortar dan lumpang.
2. Dikarakterisasi kandungan unsur yang terkandung dalam clay dengan
menggunakan SEM-EDX.
3. Disiapkan kaolin dan dikarakterisasi kandungan unsur yang terkandung
dalam kaolin dengan menggunakan SEM-EDX.
4. Disiapkan feldspar, kemudian dikarakterisasi kandungan unsur yang
terkandung dalam feldspar dengan menggunakan SEM-EDX.
5. Dihaluskan pasir kuarsa, kemudian dikarakterisasi kandungan unsur yang
terkandung dalam kuarsa dengan menggunakan SEM-EDX.

3.3.2. Proses Pembuatan Keramik


1. Diayak butiran kaolin, kuarsa, feldspar dan clay dengan ayakan 100
mesh.
2. Ditimbang kaolin, kuarsa, feldspar, dan clay.
3. Dicampurkan bahan baku dengan perbandingan 20:30:30:20
4. Ditambahkan air 10% dari total campuran bahan baku.
5. Dicetak sampel menggunakan cetakan dan ditekan dengan Hidraulik
Cold Press selama 10 menit dengan beban 5 ton.
6. Dikeluarkan sampel dari cetakan untuk dikondisikan.
7. Dikondisikan sampel yang telah dicetak selama 2 × 24 jam.
8. Disiapkan tungku pembakaran dan dimasukkan sampel bahan baku
keramik variasi 100 mesh untuk disinterring pada suhu 1000 0C selama
5 jam
9. Dimatikan aliran listrik, dibiarkan selama 2 jam.
10. Dikeluarkan sampel dari tungku.
11. Dikondisikan sampel selama 2x24 jam.
12. Dilakukan proses pembuatan yang sama dengan ayakan 150 mesh,
200 mesh, dan 300 mesh.

Universitas Sumatera Utara


25

3.4 Diagram Alir Penelitian


Secara keseluruhan pelaksanaan penelitian diuraikan dalam diagram alir
berikut ini:

Kaolin Kuarsa Feldspar Clay

Diperkecil ukuran butir

Analisis unsur SEM-EDX

Diayak dengan ukuran


butir 100; 150; 200; 300
mesh
Ditimbang, Kaolin:Kuarsa:Feldspar :Clay =
20:30:30:20

Pencampuran

Pencetakan

Dibiarkan: 2x24 jam

Pembakaran 1000oC. Selama 5 jam

Sampel dibiarkan: 2x24 jam

Dikarakterisasi

Uji Sifat Fisis Uji Sifat Mekanik Uji Sifat Termal Uji SEM EDX:
1. Susut Kering 1. Kekerasan 1. Differential Thermal 1 Mikrostruktur
2. Susut Bakar 2. Kuat Tekan Analysis 2. Kandungan Unsur

Data dan Hasil

Kesimpulan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Universitas Sumatera Utara


26

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Susut Kering


Pembuatan dan karakterisasi keramik tradisional dengan bahan baku kaolin,
kuarsa, feldspar dan clay bertujuan untuk melihat sifat-sifat dari keramik yang
dihasilkan dengan pencampuran empat bahan tersebut, diantaranya susut
kering dan susut bakar. Hasil uji susut kering dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil Uji Susut Kering


Ukuran
Ukuran
Ukuran sampel Volume Volume Susut
sampel kering
NO Butir basah basah Kering kering
(p x l x t)
(mesh) (p x l x t) (cm3) (cm3) (%)
(cm)
(cm)
6 x 4,95 x 5,95 x 4,94 x
1 100 50,49 49.674 1,616
1,7 1,69
5,95 x 4,9 5,9 x 4,88 x
2 150 49,563 48,658 1,825
x1,7 1,69
6 x 4,95 x 5,89 x 4,92
3 200 50,49 48,974 3,002
1,7 x1,69
6 x 4,95 x 5,88 x 4,9 x
4 300 50,49 14,232 3,561
1,7 1,69

Dari data Tabel 4.1 menunjukkan bahwa nilai susut kering optimum pada sampel
dengan ukuran bahan baku 300 mesh dengan nilai penyusutan 3,561% dan nilai
susut kering paling rendah pada sampel dengan ukuran bahan baku 100 mesh
dengan nilai penyusutan 1,616 %. Nilai susut kering ukuran butir 150 mesh
1,825% dan nilai susut kering ukuran butir 200 mesh 3,002%. Hubungan nilai
susut kering terhadap ukuran butir bahan baku dapat dilihat seperti pada grafik
(Gambar 4.1).

Universitas Sumatera Utara


27

Grafik Susut Kering Vs Ukuran Butir


4

Susut Kering (%) 3 y = 0,010x + 0,544


R² = 0,911
2

0
0 50 100 150 200 250 300 350
Ukuran Butir (mesh)

Gambar 4.1 Hubungan Susut Kering Terhadap Ukuran Butir

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa grafik hubungan susut kering terhadap ukuran
butir linear naik. Berarti semakin kecil ukuran butir bahan baku pembuatan
sampel keramik tradisional maka semakin tinggi nilai susut keringnya. Hal ini
dikarenakan proses difusi terjadi semakin tinggi atau mengalirnya molekul dalam
hal ini air dari daerah yang berkonsenterasi tinggi ke daerah yang berkonsenterasi
rendah dalam hal ini udara. Sehingga penyusutan volume yang terjadi semakin
besar.
Pada proses pengeringan air bergerak dari dalam massa sampel melalui
pori-pori ke permukaan dan selanjutnya menguap ke udara. Pengeringan sampel
selalu diikuti penyusutan volume. Pada saat lapisan air yang menyelimuti partikel
bahan menguap ke udara, partikel-partikel menjadi saling mendekat, akibatnya
seluruh massa menyusut. Banyak sedikitnya susut kering tergantung pada ukuran
partikel. Untuk bahan berpartikel halus susut keringnya akan relatif besar seperti
yang terlihat pada Grafik 4.1

4.2 Uji Susut Bakar


Sampel yang dibakar akan mengalami penyusutan ukuran atau volume
akibat pembakaran disebut susut bakar. Pengujian susut bakar dilakukan pada
sampel dengan setiap ukuran butir yang berbeda. Hasil pengujian susut bakar
dapat dilihat pada Tabel 4.2

Universitas Sumatera Utara


28

Tabel 4.2 Hasil Uji Susut Bakar


Ukuran Ukuran
Ukuran Sampel Sampel Volume Volume Susut
NO Butir Basah Bakar Basah Bakar Bakar
(mesh) (p x l x t) (p x l x t) (cm3) (cm3) (%)
(cm) (cm)
6 x 4,95 x 5,9 x 4,9 x
1 100 50,49 47,701 5,523
1,7 1,65
5,95 x 4,9 x 5,88 x 4,87 x
2 150 49,563 45,988 7,213
1,7 1,606
6 x 4,95 x 5,85 x 4,9 x
3 200 50,49 46,809 7,290
1,7 1,633
6 x 4,95 x 5,85 x 4,87 x
4 300 50,49 46,010 8,873
1,7 1,615

Dari data Tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai susut bakar optimum pada sampel
dengan ukuran bahan baku 300 mesh dengan nilai penyusutan 8,873% dan nilai
susut bakar paling rendah pada sampel dengan ukuran bahan baku 100 mesh
dengan nilai penyusutan 5,523%. Pada sampel dengan ukuran bahan baku 150
mesh nilai penyusutan 7,213% dan pada sampel dengan ukuran bahan baku 200
mesh dengan nilai penyusustan 7,290%. Hubungan nilai susut kering terhadap
ukuran butir bahan baku dapat dilihat seperti pada grafik (Gambar 4.2).

Grafik Susut Bakar Vs Ukuran butir


10
Susut Bakar (%)

8
6
y = 0.0153x + 4.3483
4 R² = 0.9165
2
0
0 50 100 150 200 250 300 350
Ukuran Butir (mesh)

Gambar 4.2 Hubungan Susut Bakar Terhadap Ukuran Butir

Gambar 4.2 menunjukkan bahwa grafik hubungan susut bakar terhadap


ukuran butir linear naik. Berarti semakin kecil ukuran butir bahan baku

Universitas Sumatera Utara


29

pembuatan sampel keramik tradisional maka semakin tinggi nilai susut


bakarnya. Hal ini dikarenakan semakin kecil butiran material, proses sinter
berlangsung dengan lebih maksimal karena energi yang diberikan pada proses
densifikasi atau pemadatan semakin besar dimana antar butir mendekat secara
bersama – sama, kemudian terjadi kecepatan difusi volume yang sangat tinggi
sehingga penyusutan berat yang terjadi semakin besar dan didapatkan
kerapatan yang lebih tinggi pada material.

4.3 Uji Kekerasan (Hardness Test)


Uji kekerasan merupakan salah satu dari uji mekanik, yang
memperlihatkan kekerasan suatu bahan dalam hal ini keramik. Pengujian
kekerasan ini menggunakan alat Microhardness Tester metode Vickers
dengan massa sebesar 5 kg dan waktu penahan 30 detik. Tujuan dilakukan
pengujian kekerasan adalah untuk mengetahui nilai kekerasan yang terdapat
pada setiap sampel. Hasil uji kekerasan terhadap ukuran butir bahan baku
dapat dilihat seperti pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Uji Kekerasan


Ukuran Kekerasan
No Butir Kekerasan (MPa) (MPa)
(mesh) Rata-Rata
1 2 3
1 100 1.255,674 1.423,516 1.246,145 1.308,445
2 150 1.646,115 1.524,4023 1.501,9107 1.557,476
3 200 1.789,2203 1.734,076 1.949,9055 1.827,4006
4 300 2.103,37 2.205,475 2.227,54 2.223,107

Pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai kekerasan pada sampel dengan
ukuran butir 100 mesh adalah 1.308,445 MPa, 150 mesh 1.557,476 MPa, 200
mesh 1.827,4006 MPa, dan 300 mesh, 2.223,107 MPa. Nilai kekerasan
optimum pada sampel dengan ukuran butir bahan baku 300 mesh dengan nilai
kekerasan 2.223,107 MPa. Hubungan nilai kekersan terhadap ukuran butir
bahan baku dapat dilihat seperti pada grafik (Gambar 4.3).

Universitas Sumatera Utara


30

Grafik Kekerasan Vs Ukuran butir


2,500.00

Kekerasan (MPa)
2,000.00
1,500.00
1,000.00 y = 4.5736x + 871.55
R² = 0.9945
500.00
0.00
0 50 100 150 200 250 300 350
Ukuran Butir (mesh)

Gambar 4.3 Hubungan Kekerasan Terhadap Ukuran Butir

Gambar 4.3 menunjukkan bahwa grafik linear naik. Berarti semakin kecil
ukuran butir bahan baku pembuatan sampel keramik tradisional maka
semakin tinggi nilai kekerasannya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
kecilnya ukuran butir bahan baku keramik, pori di keramik semakin
mengecil.
Semakin kecil ukuran butir bahan baku maka laju reaksi pembakaran
semakin cepat, proses sinter berlangsung dengan lebih maksimal karena
energi yang diberikan pada proses densifikasi atau pemadatan semakin besar
dimana antar butir mendekat secara bersama – sama dan membentuk ikatan
ion dan ikatan kovalen yang lebih kuat. Sehingga keramik dengan ukuran
partikel yang lebih kecil memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi.

4.4 Uji Kuat Tekan


Kuat tekan merupakan gaya persatuan luas pada suatu benda yang
cenderung mengakibatkan benda tersebut mengalami deformasi. Pengujian
kuat tekan dilakukan pada sampel keramik yang dibuat dengan variasi bahan
baku keramik yaitu 100 mesh, 150 mesh, 200 mesh, 300 mesh yang dibakar
pada suhu 1000 C selama 5 jam. Hasil uji kuat tekan terhadap ukuran butir
bahan baku dapat dilihat seperti pada Tabel 4.4.

Universitas Sumatera Utara


31

Tabel 4.4 Hasil Uji Kuat Tekan

Luas Beban Kuat


Lebar Tebal Gaya Maks
Sample Permukaan Maks Tekan
(mm) (mm) (N)
(mm2) (kgf) (MPa)

1 48,5 17,5 848,75 1.605,920 15.738,024 18,542

2 48,5 17,5 848,75 1.760,845 17.273.891 20,352

3 48,5 17,5 848,75 2.493,830 24.439,539 28,794

4 48,5 17,5 848,75 3.964,639 38.853,463 45,777

Pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai kuat tekan pada sampel dengan ukuran
butir 100 mesh adalah 18,542 MPa, 150 mesh 20,352 MPa, 200 mesh 28,794
MPa, dan 300 mesh, 45,777 MPa. Nilai kuat tekan optimum pada sampel dengan
ukuran butir bahan baku 300 mesh dengan nilai kuat tekan 45,777 MPa.
Hubungan nilai kuat tekan terhadap ukuran butir bahan baku dapat dilihat seperti
pada grafik (Gambar 4.4).

Grafik Kuat Tekan Vs Ukuran butir


50
Kuat Tekan (MPa)

40
30
20 y = 0.1428x + 1.5879
R² = 0.9615
10
0
0 50 100 150 200 250 300 350
Ukuran Butir (mesh)

Gambar 4.4 Hubungan Kuat Tekan Terhadap Ukuran Butir

Pada Gambar 4.4 menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran butir bahan baku
pembuatan sampel keramik tradisional maka semakin tinggi nilai kuat tekannya.

Universitas Sumatera Utara


32

Hal ini dapat dipengaruhi oleh gradasi ukuran butir bahan baku yang berpengaruh
pada kepadatan dan tingkat porositas keramik. Susunan butiran (gradasi) yang
baik dapat menghasilkan kepadatan maksimum dan porositas minimum. Sehingga
keramik dengan ukuran butir yang lebih kecil memiliki ketahanan terhadap beban
axial yang diberikan kepada keramik.

4.5 Kandungan Unsur dan Mikrostruktur Menggunakan SEM-EDX


4.5.1 Kandunagn Unsur dan Mikrostruktur Clay
Telah dikarakterisasi kandungan unsur pada bahan dasar pembuatan
keramik, yaitu clay dengan menggunakan SEM EDX dan untuk mengetahui
mikrostruktur pada clay. Kandungan unsur pada bahan clay ditunjukkan pada
Gambar 4.5

Gambar 4.5 Kandungan Unsur Bahan Clay dengan SEM EDX

Pada Gambar 4.5 menunjukkan ada beberapa unsur yang terkandung dalam clay.
Diantara unsur tersebut adalah: Oxigen sebesar 55,13%, Sodium sebesar 0,73%,
Magnesium sebesar 0,62%, Aluminium sebesar 13,41%, Silicon sebesar 24,40%,
Potassium sebesar 1,16%, Calcium sebesar 0,36%, Titanium sebesar 0,60%, dan
Iron sebesar 3,61%. Dari data kandungan unsur pada Gambar 4.5 menunjukkan

Universitas Sumatera Utara


33

benar bahwa bahan yang dikarakterisasi adalah clay dilihat dari kesesuain unsur
yang terkandung pada clay secara teori (Ariesnawan R Adi, 2015)

(a)

(b)
Gambar 4.6 (a) Mikrostruktur clay (b) Mikrostruktur clay dengan ukuran diameter
pori

Gambar 4.6 (a) merupakan mikrostruktur dari bahan clay pada perbesaran 2500
kali. Gambar ini menunjukkan mikrostruktur clay memiliki permukaan yang tidak
merata dan terdapat rongga-rongga. Gambar 4.6 (b) merupakan mikrostruktur dari
bahan clay pada perbesaran 2500 kali. Telah dilakukan pengukuran diameter pori
pada 6 titik dengan masing masing diameter 4,601µm, 1,429 µm, 0,9028 µm,
3,038 µm, 1,401µm, dan 1,429 µm dengan rata-rata diameter pori adalah 2,133µm

Universitas Sumatera Utara


34

4.5.2 Kandungan Unsur dan Mikrostruktur Feldspar


Telah dikarakterisasi kandungan unsur pada bahan dasar pembuatan
keramik, yaitu feldspar. Karakterisasi dilakukan dengan SEM EDX untuk
mengetahui kandungan unsur yang terdapat pada feldspar dan hasilnya dapat
dilihat pada Gambar 4.7

Gambar 4.7 Kandungan Unsur Feldspar dengan SEM EDX

Pada Gambar 4.7 menunjukkan ada beberapa unsur yang terkandung dalam
feldspar. Diantara unsur tersebut adalah: Oxigen sebesar 50,51%, Sodium sebesar
5,72%, Aluminium sebesar 10,77%, Silicon sebesar 26,40%, Potassium sebesar
1,52%, Calcium sebesar 1,41%, dan Carbon sebesar 3,67%. Dari data kandungan
unsur pada Gambar 4.7 menunjukkan benar bahwa bahan yang dikarakterisasi
adalah feldspar dilihat dari kesesuain unsur yang terkandung. (Haris, 2014)

(a)

Universitas Sumatera Utara


35

(b)

Gambar 4.8 (a) Mikrostruktur feldspar (b) Mikrostruktur feldspar dengan ukuran
diameter pori

Gambar 4.8 (a) merupakan mikrostruktur dari feldspar pada perbesaran 2500 kali.
Gambar ini menunjukkan feldspar memiliki mikrostruktur yang mirip seperti
beningan kaca berwarna putih. Gambar 4.8 (b) menunjukkan ukuran diameter pori
feldspar pada perbesaran 2500 kali. Telah dilakukan pengukuran diameter pori
pada 7 titik dengan masing-masing diameter 0,8041µm, 1,295µm, 0,848µm,
0,9392µm, 1,252µm, 0,625µm, dan 1,385µm dengan rata-rata diameter pori
1,0211

4.5.3 Kandungan Unsur dan Mikrostruktur Kuarsa


Telah dikarakterisasi kandungan unsur pada bahan dasar pembuatan
keramik, yaitu kuarsa. Karakterisasi dilakukan dengan SEM EDX untuk
mengetahui kandungan unsur yang terdapat pada kuarsa dan hasilnya ditunjukkan
pada Gambar 4.9.

Universitas Sumatera Utara


36

Gambar 4.9 Kandungan Unsur Kuarsa dengan SEM EDX

Pada Gambar 4.9 menunjukkan ada beberapa unsur yang terkandung dalam
kuarsa. Diantara unsur tersebut adalah: Oxigen sebesar 47,36%, Aluminium
sebesar 0,49%, Silicon sebesar 44,71%, dan Carbon sebesar 7,44%. Dari data
kandungan unsur pada Gambar 4.9 menunjukkan benar bahwa bahan yang
dikarakterisasi adalah kuarsa dilihat dari kesesuain unsur yang terkandung pada
kuarsa secara teori. (Metungku N A. 2017)

(a)

Universitas Sumatera Utara


37

(b)
Gambar 4.10 (a) Mikrostruktur kuarsa (b) Mikrostruktur kuarsa dengan ukuran
diameter pori

Gambar 4.10 (a) merupakan mikrostruktur dari kuarsa pada perbesaran 2500 kali.
Gambar ini menunjukkan kuarsa memiliki mikrostruktur yang cukup padat namun
juga banyak rongga. Gambar 4.10 (b) menunjukkan diameter pori-pori pada
kuarsa. Pengukuran dilakukan pada 8 titik dengan masing-masing diameter
1,905µm, 1,027µm, 1,579µm, 0,727µm, 0,402 µm, 0,446µm, 0,357µm, dan 0,568
µm dengan rata-rata ukuran diameter pori adalah 0,876 µm.

4.5.4 Kandunngan Unsur dan Mikrostruktur Kaolin


Telah dikarakterisasi kandungan unsur pada bahan dasar pembuatan
keramik, yaitu kaolin. Karakterisasi ini dilakukan dengan SEM EDX, kandungan
unsur yang terdapat pada kaolin ditunjukkan pada Gambar 4.11.

Gambar 4.11 Kandungan Unsur Kaolin dengan SEM EDX

Universitas Sumatera Utara


38

Pada Gambar 4.11 menunjukkan ada beberapa unsur yang terkandung dalam
kaolin. Diantara unsur tersebut adalah: Oxigen sebesar 52,88%, Aluminium
sebesar 11,42%, Silicon sebesar 9,98%, Potassium sebesar 0,34% dan Carbon
sebesar 25,39%. Gambar 4.11 menunjukkan benar bahwa bahan yang
dikarakterisasi adalah kaolin dilihat dari kesesuain unsur yang terkandung.
(Darmawan, 2017)

(a)

(b)

Gambar 4.12 (a) Mikrostruktur kaolin (b) Mikrostruktur kaolin dengan ukuran
diameter pori

Gambar 4.12 (a) merupakan mikrostruktur dari bahan kaolin pada perbesaran
2500 kali. Gambar ini menunjukkan mikrostruktur kaolin ada penggumpalan di
beberapa titik. Pada Gambar 4.12 (b) menunjukkan diameter pori kaolin yang
diambil pada 5 titik yaitu 0, 893 µm, 1,117µm, 1,340µm, 1,295 µm, dan 1,385
µm. dengan rata-rata ukuran diameter pori adalah 1,206 µm.

Universitas Sumatera Utara


39

4.6 Kandungan Unsur dan Mikrostruktur Keramik dengan SEM-EDX


Telah dikarakterisasi kandungan unsur pada keramik. Karakiterisasi ini
dilakukan dengan SEM-EDX untuk mengetahui kandungan unsur yang terdapat
pada keramik ditunjukkan pada Gambar 4.13

Gambar 4.13 Kandungan Unsur Keramik dengan SEM EDX

Pada gambar 4.13 menunjukkan beberapa unsur yang terkandung dalam keramik.
Diantara unsur tersebut adalah Oxigen sebesar 50,65%, Sodium sebsar 2,45%,
Aluminium sebesar 16,52%, Silicon sebesar 28,00%, Potassium sebesar 1,01%
dan Iron sebesar 1,36%. Dari Gambar 4.13 menunjukkan bahwa ada beberapa
unsur yang hilang akibat pembakaran seperti Titanium, Magnesium, Calcium, dan
Carbon.

(a)

Universitas Sumatera Utara


40

(b)
Gambar 4.14 (a) Mikrostruktur Keramik (b) Mikrostruktur keramik dengan
ukuran diameter pori

Gambar 4.14 (a) menunjukkan mikrostruktur keramik terjadi penumpukkan pada


beberapa titik. Berwarna bersinar akibat campuran bahan feldspar, bahan clay
yang berwarna gelap, berwarna abu-abu muda karena bahan kuarsa dan berwarna
putih karena campuran kaolin. Tampak kurang homogen pada sampel. Pada
gambar 4.14 (b) menunjukkan diameter pori pada keramik dilakukan pengukuran
pada 8 titik. Dengan masing masing diameter 3,976 µm, 5,941µm, 2,546 µm,
1,653 µm, 1,474 µm, 1,027 µm, 0,786 µm, dan 1,117 µm. dengan rata-rata
diameter pori-pori pada keramik ialah 2,315 µm

Universitas Sumatera Utara


41

4.6 Hasil Uji DTA


Pada pengujian ini digunakan Thermal Analysis DT-30 Shimadzu-
JAPAN. Untuk menguji keramik dengan ukuran butir bahan baku 100 mesh,
150 mesh, 200 mesh dan 300 mesh. Alat ini dioperasikan dari temperatur
kamar hingga 9500C dengan heating speed 15 0
C/menit. Alat ini
menggunakan termokopel pada pengoperasiannya, dengan skala tegangan 15
mV dimana untuk menguji ketahanan panas suatu material digunakan bahan
pembanding yaitu Al2O3 karena kestabilannya terhadap perlakuan panas
hingga 1000 an 0C.
Pada pengujian DTA ini hasil pengujian dibaca pada kertas grafik
yang menunjukkan 2 garis yaitu garis DTA dan garis temperatur. Garis DTA
yang membentuk peak ke kiri atau ke kanan menyatakan terjadi reaksi
eksoterm atau endoterm. Apabila terjadi reaksi eksoterm atau endoterm,
pembacaan suhu terjadinya reaksi tersebut dilihat di skala 15 mV pada grafik
sesuai dengan skala yang digunakan.
Pulpen penggambar grafik pada garis DTA dan temperatur memiliki
selisih posisi 2 kotak pada kertas grafik sehingga cara membacanya
diturunkan 2 kotak dari titik terjadinya reaksi eksoterm atau endoterm yang
menunjukkan adanya peleburan atau deformasi pada garis DTA kemudian
ditarik garis kearah skala 15 mV, sehingga diketahuilah suhu terjadinya
reaksi tersebut.

4.6.1 Hasil Uji DTA Pada Bahan Baku 100 mesh


Hasil pengujian DTA pada bahan baku 100 mesh (LAMPIRAN E)
menujukkan bahwa temperatur sampel dan temperatur referensi berada
pada satu garis DTA, tidak menunjukkan terjadi reaksi eksoterm atau
endoterm yang berarti tidak ada perbedaan temperatur antara material
sampel dengan material referensi, dimana kedua spesimen diperlakukan
dibawah temperatur yang identik di dalam lingkungan pemanasan hingga
suhu 950 oC. Pembacaaan dilakukan pada skala 15 mV sesuai dengan
skala yang digunakan pada pengujian ini. Hal ini berarti keramik tidak
mengalami peleburan atau deformasi sampai pemanasan 950 oC.

Universitas Sumatera Utara


42

4.6.2 Hasil Uji DTA Pada Bahan Baku 150 mesh


Hasil pengujian DTA pada bahan baku 150 mesh (LAMPIRAN E)
menujukkan bahwa temperatur sampel dan temperatur referensi berada
pada satu garis DTA, tidak menunjukkan terjadi reaksi eksoterm atau
endoterm yang berarti tidak ada perbedaan temperatur antara material
sampel dengan material referensi, dimana kedua spesimen diperlakukan
dibawah temperatur yang identik di dalam lingkungan pemanasan hingga
suhu 950 oC. Pembacaaan dilakukan pada skala 15 mV sesuai dengan skala
yang digunakan pada pengujian ini. Hal ini berarti keramik tidak
mengalami peleburan atau deformasi sampai pemanasan 950 oC.

4.6.3 Hasil Uji DTA Pada Bahan Baku 200 mesh


Hasil pengujian DTA pada bahan baku 200 mesh (LAMPIRAN E)
menujukkan bahwa temperatur sampel dan temperatur referensi berada
pada satu garis DTA, tidak menunjukkan terjadi reaksi eksoterm atau
endoterm yang berarti tidak ada perbedaan temperatur antara material
sampel dengan material referensi, dimana kedua spesimen diperlakukan
dibawah temperatur yang identik di dalam lingkungan pemanasan hingga
suhu 950 oC. Pembacaaan dilakukan pada skala 15 mV sesuai dengan skala
yang digunakan pada pengujian ini. Hal ini berarti keramik tidak
mengalami peleburan atau deformasi sampai pemanasan 950 oC.

4.6.4 Hasil Uji DTA Pada Bahan Baku 300 mesh


Hasil pengujian DTA pada bahan baku 300 mesh (LAMPIRAN E)
menujukkan bahwa temperatur sampel dan temperatur referensi berada
pada satu garis DTA, tidak menunjukkan terjadi reaksi eksoterm atau
endoterm yang berarti tidak ada perbedaan temperatur antara material
sampel dengan material referensi, dimana kedua spesimen diperlakukan
dibawah temperatur yang identik di dalam lingkungan pemanasan hingga
suhu 950 oC. Pembacaaan dilakukan pada skala 15 mV sesuai dengan skala
yang digunakan pada pengujian ini. Hal ini berarti keramik tidak
mengalami peleburan atau deformasi sampai pemanasan 950 oC.

Universitas Sumatera Utara


43

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan


yaitu :

1) Keramik tradisional dapat dibuat dengan pencampuaran empat bahan baku


yaitu kaolin, kuarsa, feldspar dan clay.
2) Ukuran bahan baku yang optimum dari variasi 100 mesh, 150 mesh, 200
mesh, dan 300 mesh yaitu pada ukuran butir bahan baku 300 mesh.
Berdasarkan hasil pengujian susut kering, susut bakar, uji kekerasan, dan uji
kuat tekan.
3) Semakin kecil ukuran butir bahan baku semakin meningkatkan sifat fisis dan
sifat mekanik keramik. Tetapi untuk sifat termal tidak ada pengaruh yang
signifikan.

5.2 Saran

1. Sebaiknya pada penelitian selanjutnya percampuran bahan dilakukan hingga


pencampuran homogen.
2. Sebaiknya pada penelitian selanjutnya dilakukan pengujian pemuaian linear,
untuk mengetahui pemuaian yang terjadi.

Universitas Sumatera Utara


44

DAFTAR PUSTAKA

Abduh, S. 2003. Teori Kegagalan Isolasi. Universitas Trisakti Press. Jakarta.


Ariesnawan, R Adi. 2015. Karakteristik Mekanik dan Dinamik Clay Shale
Kabupaten Tuban Terhadap Perubahan Kadar Air. [Tesis]. Surabaya:
Institut Sepuluh November. Program Pascasarjana.
Asmuni. 2000. Karakterisasi Pasir Kuarsa dengan Metode XRD. Medan: USU.
Astuti, A. 1997. Pengetahuan Keramik. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Budihartono, Sigit. 2012. Pengaruh Pressureleses Sintering Komposit Al-
Kaolin Terhadap Densitas, Kekerasan dan Struktur Makro. Traksi Vol. 12
No. 1 Juni 2012.
Darmawan, Rahmad. 2017. Sintesis dan Karakterisasi Zeolit NaA Dari Kaolin dan
Metakaolin Sebagai Adsorben Logam Tembaga (Cu), Besi (Fe), dan
Timbal (Pb) Pada Limbah Logam Laboratorium. [Skripsi]. Malang :
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Dewi, Maulida E. 2018. Pengaruh Penambahan Material Feldspar Terhadap
Kualitas Keramik Gerabah. [Skripsi]. Lampung : Universitas Lampung.
Garinas, Wahyu. 2016. Proses Pembuatan dan Pengujian Benda Uji Keramik
Untuk Bahan Baku Isolator Keramik Porselen. Majalah Ilmiah Pengkajian
Industri. Vol. 10. 10.29122/mipi.v10i3.487.
Grant, N. M & Suryanayana, C. 1998. X - Ray Diffraction : A Partical
Approach. New York : Plennum Press.
Grega Klančnik, Jožef Medved, Primož Mrvar. 2009. Differrential Thermal
Analysis (DTA) and Differential Scanning Calorimetry (DSC) As A
Method of Material Investigation.
R M Z. 2010. Materials and Geoenvironment. Vol. 57, No. 1, pp. 127 – 142.
G. Sumer. 1998. The Physical Properties Of The Red Clay From The
Kayakent Eskisehir Region. Turkey And Its Usage In Ceramic Bodies.
Tile & Brick Int. Volume 14 No 6.
Haris, Oacar. 2014. Analisis Kegagalan Bitnik Hitam Pada Permukaan Keramik
Peralatan Makan. Jurnal Magister Teknik Mesin Fakultas Teknologi
Industri Universitas Trisakti. Hal 3-4.
Harper, C. A. 2001. Handbook of Ceramics, Glasses and Diamonds. McGraw-
Hill. USA.
Hatta, D. 2011. Pengaruh Penggunaan Membran Keramik Berbasis Zeolit,
Silika dan Karbon Aktif Terhadap Gas CO Dan CO2 Pada Gas Buang
Kendaraan Bermotor. Jurnal Sintesa Kemika. Volume 18 (1). Palembang :
Universitas Sriwijaya.
Hőhne, G W H et al. 2003. Differential Scanning Calorimetry. Verlag Berlin
Heidelberg. Jerman
Husaini, Kusmono. 2011. Studi Sifat Mekanik Komposit Hibrid Unsaturated
Polyester / Clay / Serat Glass. Di dalam : Peranan Sains Dan Teknologi
Untuk Meningkatkan Kapasitas Inovasi Dalam Rangka Mempercepat
Kemandirian Ekonomi Nasional. Prosiding Industrial Research Workshop
An National Seminar. Bandung. Politeknik Negeri Bandung. Hal 1-5.

Universitas Sumatera Utara


45

H.K.D. H. Badeshia. Thermal Analysis Techniques. University of Cambridge,


Materials Science & Metalurgy.
Kartika ratri, Aamaryllis. Sriatun. Adi, Darmawan. 2008. Pengaruh Serbuk Kaca
dan Variasi Suhu Pembakaran pada Pembuatan Genteng Lempung
Sedimentasi Banjir Kanal Timur Kota Semarang terhadap Kuat Tekan
serta Daya Serapnya terhadap Air. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi. Vol
11. No 3.
Kimambo V, Philip J Y N, Lugwisha E H. Suitability of Tanzanian Kaolin,
Quartz and Feldspar as Raw Materials for the Production of Porcelain
Tiles. International Journal of Science, Technology and Society. Vol. 2
No. 6 2014, pp. 201-209. doi: 10.11648/j.ijsts.20140206.17.
Mkrtchyan, R. V, A. A. Ismatov, & R. A. Musaev. 2002. Clay Shale from The
Dzherdanakskoe Deposit : a High – Quality Ceramic Material. Journal
Glass and Ceramics. Vol 59, No. 5-6, 2002, 177-179.
Muhdarina, Mohammad, A. W., dan Muchtar, A. 2010. Prospektif Lempung
Alam Cengar Sebagai Adsorben Polutan Anorganik Di Dalam Air :Kajian
Kinetika Adsorpsi Kation Co(II). Reaktor. Vol. 13 No. 2, Desember 2010,
Hal. 81-88.
Murray A S, et al. 2000. Optical Dating of Singel Sand-Sized Grains of Quartz,
Sources of Variability. Radiat. Meas. 32, 435-437.
Nuryanto, dan Taufik, D. 1991. Evaluasi Beberapa Ball Clay di Pulau Jawa. Balai
Besar Keramik, Bandung.
Ramlan R, Bama A A. 2011. Pengaruh Suhu dan Waktu Sintering Terhadap
Sifat Bahan Porselen Untuk Elektronik Padat ( Komponen Elektronik ).
Jurnal Penelitian Sains.
Razak, R. A. 1978. Industri Keramik. Balai Pustaka. Jakarta.
Setiabudy, Rudy. 2007. Material Teknik Listrik. Universitas Indonesia (UI-Press).
Jakarta.
Shaise Jacob. Differential Thermal Analysis ( DTA ). Nirmala College of
Pharmacy. India.
Smallman, R ., & Bishop, R. 1999. Modern Physics Metallurgy and
Materials Engineering. Oxford : Butterworth-Heinemann.
Subriyer, N. 2013. Aplikasi Filter Keramik Berbasis Tanah Liat Alam
Dan Zeolit Pada Pengolahan Air Limbah Hasil Proses Laundry. Jurnal
Bumi Lestari. Volume 13 (1) Halaman 45-51. Palembang : Universitas
Sriwijaya.
Surdia, Tata. 1999. Pengetahuan Bahan Teknik. Paradnya Paramita. Jakarta.
Suwardono. 2002. Mengenal Keramik Hias. CV. Yrama Widya. Bandung.
Van Vlack, L. 1985. Ilmu dan Teknologi Bahan. Erlangga. Jakarta.
Widyawati, N. 2012. Analisa Pengaruh Heating Rate Terhadap Tingkat
Kristal Dan Ukuran Butir Lapisan BZT Yang Ditumbuhkan Dengan
Metode Sol Gel. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Worral, W. E. 1986. Clays and Ceramic Raw Materials. 2nd edition. London.
Elsivier Applied Science Publisher. 1986.
Yeggi, D. 2013. Ekstraksi Alumunium Dari Tanah Lempung Gambut Sebagai
Koagulan Cair. Jurnal Teknik Lingkungan Volume 10 (1) Halaman : 11-
19. Padang: Universitas Andalas.

Universitas Sumatera Utara


46

LAMPIRAN A

PERALATAN DAN BAHAN

1. Bahan

Gambar 1.Bongkahan Clay Gambar 2. Clay yang sudah diayak

Gambar 3.Feldspar yang sudah diayak Gambar 4. Kaolin yang sudah diayak

Gambar 5.Kuarsa yang sudah diayak Gambar 6. Aquades

Universitas Sumatera Utara


47

2. Alat

Gambar 1 : Ayakan Gambar 2 : Plastik Clip

Gambar 3 : Vibrator Gambar 4 : Hydraulic Press

Gambar 4 : Neraca Digital Gambar 5 : Mortar

Universitas Sumatera Utara


48

Gambar 6 : Spatula Gambar 7 : Blender

Gambar 8: Tanur Gambar 9 : Jangka Sorong

Gambar 10 : stopwatch Gambar 11. Cetakan

Universitas Sumatera Utara


49

LAMPIRAN B
HASIL PERHITUNGAN UJI SUSUT KERING DAN SUSUT BAKAR

1. Hasil Pengujian Susut Kering


Berikut ini adalah hasil pengujian susut kering pada keramik dengan bahan
baku kaolin, kuarsa, feldspar, dan clay dengan variasi ukuran bahan baku ; 100
mesh, 150 mesh, 200 mesh, 300 mesh. Dengan menggunakan rumus :

% susut kering = x 100%

a) Keramik pada bahan baku 100 mesh

% susut kering = x 100%

= x 100%

= 0,01616 x 100%
= 1,616 %

b) Keramik pada bahan baku 150 mesh

% susut kering = x 100%

= x 100%

= 0,01825 x 100%
= 1,825 %

c) Keramik pada bahan baku 200 mesh

% susut kering = x 100%

= x 100%

= 0,03002 x 100%
= 3,002 %

Universitas Sumatera Utara


50

d) Keramik pada bahan baku 300 mesh

% susut kering = x 100%

= x 100%

= 0,03561 x 100%
= 3,561 %

2. Hasil Pengujian Susut Bakar


Berikut ini adalah hasil pengujian susut bakar pada keramik dengan bahan
baku kaolin, kuarsa, feldspar, dan clay dengan variasi ukuran bahan baku ; 100
mesh, 150 mesh, 200 mesh, 300 mesh pada suhu 10000C. Dengan
menggunakan rumus :

% susut bakar = x 100%

a.) Keramik pada bahan baku 100 mesh

% susut bakar = x 100%

= x 100%

= 0,05523 x 100%
= 5,523 %

b.) Keramik pada bahan baku 150 mesh

% susut bakar = x 100%

= x 100%

= 0,07213 x 100%
= 7,213%

c.) Keramik pada bahan baku 200 mesh

% susut bakar = x 100%

Universitas Sumatera Utara


51

= x 100%

= 0,0729 x 100%
= 7,290 %

e) Keramik pada bahan baku 300 mesh

% susut bakar = x 100%

= x 100%

= 0,08873 x 100%
= 8,873 %

LAMPIRAN C
HASIL PERHITUNGAN UJI KEKERASAN

a) Keramik dengan ukuran bahan baku 100 mesh


= 1.255,674 x 10-6 N/m2

= 1.255,674 MPa

= 1.423,516 x 10-6N/m2

= 1.423,516 Mpa

= 1.246,145 x 10-6 N/m2

= 1.246,145 MPa

( )
HV = = =1.308.445 MPa

Universitas Sumatera Utara


52

b) Keramik dengan ukuran bahan baku 150 mesh

= 1.646,115 x 10-6 N/m2

= 1.646,115 MPa

= 1.524,4023 x 10-6N/m2

= 1.524,4023 MPa

= 1.501,9107 x 10-6 N/m2

= 1.501,9107 MPa

( )
HV = = = 1.557,476 MPa

c) Keramik dengan ukuran bahan baku 200 mesh

= 1.789,2203 x 106 N/m2

= 1.789,2203 MPa

= 1,734076 x 106N/m2

= 1.734,076 MPa

= 1.949,9055 x 10-6 N/m2

= 1.949,9055 MPa

( )
HV = = = 1.827,4006 MPa

d) Keramik dengan ukuran bahan baku 300 mesh

= 2.103,37 x 10-6 N/m2

Universitas Sumatera Utara


53

= 2.103,37 MPa

= 2.205,475 x 10-6N/m2

= 2.205,475 Mpa

= 2.227,54 x 106 N/m2

= 2.227,54 MPa

( )
HV = = = 2.223,107MPa

LAMPIRAN D
HASIL PERHITUNGAN UJI KUAT TEKAN

a) Keramik dengan ukuran bahan baku 100 mesh

18,5425918 x 106 N/m2


18,5425918 MPa

b) Keramik dengan ukuran bahan baku 150 mesh

20,35215474 x 106 N/m2


20,35215474 MPa

Universitas Sumatera Utara


54

c) Keramik dengan ukuran bahan baku 200 mesh

28,79474413 x 106 N/m2


28,79474413 MPa

d) Keramik dengan ukuran bahan baku 300 mesh

45,77727605 x 106 N/m2


45.77727605 MPa

Universitas Sumatera Utara


55

LAMPIRAN D
HASIL UJI DTA

Universitas Sumatera Utara


56

Universitas Sumatera Utara


57

Universitas Sumatera Utara


58

Universitas Sumatera Utara


59

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai