Anda di halaman 1dari 7

Pengaruh Perbedaan Tinggi Lumpur dan Konsentrasi COD Awal terhadap Penurunan Konsentrasi COD

Pada Pengolahan Limbah Cair Kecap Lokal secara Anaerob

Efraim Ade Novian Ginting1, Willbram Magihut Agafe2, Ir. Indro Sumantri, MEng3.
1,2,3
Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Jl.Prof Soedarto, Tembalang, Semarang 50275

ABSTRACT
Soy sauce is an extract of fermented soybeans mixed with other ingredients such as sugar, salt, and spices, to improve
the taste of food. The raw material of soy sauce is soybean. Soybean has its own advantages, such as a high content
of nutrient, especially protein and carbohydrates. Two amino acids contained in soy is leucine and lysine, which are
amino acids that are required by digesting enzyme to produce the soy sauce with high taste, delicious, and unique.
Soy sauce also contains other nutrients such as fat, carbohydrates, vitamins, and minerals which are relatively lower
when compared to the protein content.
This research is planned through four stages: (1) preparation of activated sludge, (2) the initial analysis
of COD levels, (3) anaerobic fermentation process, (4) the final analysis of COD levels. Initial analyzes of COD
levels required for determining the levels of COD in wastewater before going through the process of anaerobic
fermentation, so once the process is done it can be seen COD levels were reduced and the efficiency of the
fermentation process. The main tool used is the anaerobic baffled reactor with the addition of activated sludge.
Wastewater that has been fermented in accordance with the specified time titrated with KMnO4 to determine levels
of COD after the fermentation process.
Keywords: Soy sauce, soybean, anaerobic baffled reactor, activated sludge

ABSTRACT
Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti
gula, garam, dan bumbu, dengan tujuan untuk meningkatkan cita rasa makanan. Bahan baku kecap umumnya adalah
kedelai. Kedelai memiliki keunggulan tersendiri, yaitu kandungan gizi yang tinggi terutama protein dan karbohidrat.
Dua asam amino yang terdapat pada kedelai adalah leusin dan lisin, yang mana keduanya merupakan asam amino
yang diperlukan oleh enzim pemecah kedelai untuk menghasilkan kecap dengan cita rasa tinggi, lezat, dan khas.
Kecap juga mengandung gizi lain seperti lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral yang jumlahnya relatif lebih
rendah jika dibandingkan dengan kandungan proteinnya.
Penelitian direncanakan melalui 4 tahap, yaitu (1) penyiapan lumpur aktif, (2) analisa awal kadar COD, (3)
proses fermentasi anaerob, (4) analisa akhir kadar COD. Analisa awal kadar COD dimaksudkan untuk menentukan
kadar COD pada limbah sebelum melalui proses fermentasi anaerob, sehingga setelah proses dilakukan dapat
diketahui kadar COD yang berkurang dan efesiensi dari proses fermentasi. Alat utama yang digunakan adalah
anaerobic baffled reactor dengan penambahan lumpur aktif. Air limbah yang sudah difermentasi sesuai dengan
waktu yang ditentukan dititrasi dengan KMnO4 standart untuk mengetahui kadar COD akhir setelah melalui proses
fermentasi.
Kata kunci: kecap, kedelai, anaerobic baffled reactor, lumpur aktif

PENDAHULUAN kemungkinan kecap dibuat dari kedelai kuning. Kecap


juga akan manghasilkan limbah berupa limbah padat
Perkembangan teknologi yang terjadi sekarang maupun limbah cair. Limbah cair yang tidak diolah
ini cukup memberikan efek yang signifikan terhadap atau langsung dibuang ke lingkungan akan berdampak
sektor industri yang semakin berkembang, baik buruk terhadap ekosistem di dalam air sungai,
industri yang berskala kecil maupun industri yang membuat air sungai tercemar sehingga tidak bisa lagi
berskala besar, salah satu industri yang terus dijadikan sebagai sumber air bersih sehingga
berkembang yaitu industri makanan dan minuman. menggangu kesehatan manusia (Akpor and Muchie,
Kecap merupakan jenis makanan cair hasil fermentasi 2011).
kedelai. Meskipun bahan baku pembuatan kecap
adalah kedelai hitam, tetapi tidak menutup

1
Limbah cair terutama limbah cair kecap
dikatakan aman atau tidak mencemari lingkungan
apabila kadar BOD 100 mg/L, pH 6-9, kadar TSS 100
mg/L dan kadar COD 250 mg/L, sesuai dengan
batasan baku mutu air limbah industri yang ditetapkan
oleh Peraturan Gubernur Jawa Tengah No 72 Tahun
2013. Sedangkan kadar COD yang terkandung dalam
limbah kecap adalah 31.698 mg/L ; kadar BOD 21.238
mg/L ; TSS 3.776 mg/L (Indriyanti, 2009). Oleh
karena itu dibutuhkan suatu proses pengolahan lebih
lanjut agar tidak Gambar 3.1 Alat utama
mencemari
lingkungan.
Metode pengolahan limbah yang digunakan
bermacam-macam diantara lain secara aerob atau
anaerob dengan penambahan mikroba (lumpur aktif), Alat tambahan yang digunakan antara lain
atau dengan mengunakan membran untuk memfiltrasi. : pompa, thermometer, indikator pH, pipet
Perbedaan utama pengolahan limbah cair secara aerob
tetes, buret, statif, klem, labu takar,
dan anaerob terletak pada kondisi lingkungannya
erlenmeyer, pengaduk, beaker glass, dan gelas
seperti pH, alkalinitas, dan, temperatur, pada proses
anaerob diperlukan temperatur yang lebih tinggi untuk ukur dan alat pendukung lainnya.
mencapai laju reaksi yang diperlukan, dan bekerja Bahan baku yang digunakan adalah
optimum pada kisaran pH 6,5-7,5 atau dijaga
limbah cair kecap lokal yang didapatkan dari
sekurang-kurangnya pada nilai 6,2. Selain itu
pengenceran produk kecap lokal yang bisa
pengolahan limbah secara aerob harus dimasuk
oksigen secara kontinyu, sedangkan pengolahan didapatkan di pasar-pasar tradisional di Kota
secara anaerob tidak memerlukan oksigen bebas Semarang. Bahan lain yang digunakan dalam
(Septiana dkk., 2010). penelitian ini adalah, lumpur aktif, KMnO4,
Ca, H2SO4, H2C2O4, aquadest.
Dalam penelitian ini limbah kecap yang digunakan
adalah limbah dari kecap manis Sukasari yang Prosedur Pelaksanaan
merupakan produsen kecap lokal dan memproduksi
kecap secara tradisional di daerah Semarang, Jawa 1. Persiapan bahan
Tengah. Proses yang dinilai cocok untuk mengolah a. Penyiapan lumpur aktif
limbah cair produksi kecap adalah dengan cara
anaerob mengunakan lumpur aktif, proses ini dipilih Lumpur aktif dibuat sendiri dengan proses
karena nilai COD limbah lebih dari 1000 mg/L dan seeding lumpur aktif selama kurang lebih 2
menurut penelitian-penelitian sebelumnya cara ini minggu. Lumpur aktif diberi nutrient, yaitu
efektif untuk menurunkan nilai BOD 75%-95% penambahan Ca dengan konsentrasi 40 mg/L
(Amin, 2013). Pada penelitian ini difokuskan untuk setiap harinya.
mengetahui hubungan ketinggian lumpur aktif dalam
reaktor, serta nilai COD awal terhadap penurunan b. Analisa awal kadar COD.
COD limbah produksi kecap.
2 . Persiapan alat

Alat yang harus dipersiapkan adalah bak


METODE PENELITIAN anaerob dan selang. Setelah alat-alat telah
Alat dan Bahan siap, lumpur aktif dimasukkan ke dalam bak
Alat utama yang digunakan adalah anaerobic baffled fermentor. Lalu limbah kecap lokal
reactor. dimasukkan dan didiamkan sampai waktu
yang ditentukan.

3. Proses fermentasi anaerob

Bahan baku yang sudah di saring kemudian


dikondisikan agar berada pada pH 7 (netral).

2
Selanjutnya dimasukkan kedalam reaktor 6. Natrium oksalat (COONa)22H2O
pada suhu lingkungan . Tutup semua saluran
yang ada. Diusahakan jangan sampai ada
lubang/saluran yang terbuka. Setelah itu 5. Persiapan pengujian
dilakukan fermentasi dalam reaktor dengan
Penetapan larutan kalium permanganat, KMnO 4
waktu tertentu. Setelah proses fermentasi
0,01 N dengan tahapan sebagai berikut:
pada reaktor sesuai dengan waktu yang
diinginkan kemudian hasil proses dianalisis
1. Pipet 100 mL air suling secara duplo dan
masukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 mL,
sesuai dengan parameter yang diinginkan
panaskan hingga 700C.
COD.
2. Tambahkan 5 mL H2SO4 8 N yang bebas zat
4. Analisa akhir kadar COD. organik.
a. Prinsip 3. Tambahkan 10 mL larutan baku asam oksalat
Zat organik di dalam air dioksidasi dengan KMnO 4 0,01 N menggunakan pipet volume.
direduksi oleh asam oksalat berlebih. Kelebihan 4. Titrasi dengan larutan kalium permanganat 0.01
asam oksalat dititrasi kembali dengan KMnO 4. N sampai warna merah muda dan catat volume
pemakaian.
b. Bahan
1. Asam sulfat, H2SO4 8 N yang bebas zat organik 5. Hitung normalitas larutan baku kalium
permanganat dengan menggunakan rumus
a. Pindahkan 222 mL H2SO4 pekat sedikit demi sebagai berikut:
sedikit ke dalam 500 mL air suling dalam gelas
piala sambil didinginkan dan encerkan sampai N2 = V1 x N 1
1000 mL dalam labu ukur 1000 mL. V2
b. Pindahkan kembali ke dalam gelas piala dan
dengan pengertian:
tetesi dengan larutan KMnO4 sampai berwarna
V1 adalah mL larutan baku asam oksalat;
merah muda.
N1 adalah normalitas larutan baku asam
c. Panaskan pada temperatur 800C selama 10 oksalat yang dipergunakan untuk titrasi;
menit, bila warna merah hilang selama pemanasan V2 adalah mL larutan baku kalium
tambah kembali larutan KMnO4 0,01 N sampai permanganat; dan
warna merah muda stabil. N2 adalah normalitas larutan baku kalium
permanganat yang tidak dicari.
2. Kalium permanganat, KMnO4 0,1 N
6. Prosedur
Larutkan 3,16 g KMnO4 dengan air suling dalam
labu ukur 1000 mL. Simpan dalam botol gelap Uji nilai permanganat dengan tahapan sebagai
selama 24 jam sebelum digunakan. berikut:
3. Kalium permanganat, KMnO4 0,01 N a) Pipet 100 mL contoh uji masukkan ke dalam
Pipet 10 mL KMnO4 0,1 N masukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 mL dan tambahkan 3 butir
ukur 100 mL, tepatkan dengan air suling sampai batu didih.
tanda tera. b) Tambahkan KMnO4 0,01 N beberapa tetes
4. Asam oksalat, (COOH)2.2H2O 0,1 N ke dalam contoh uji hingga terjadi warna
merah muda.
Larutkan 6,302 g (COOH)2.2H2 O dalam 1000 mL
air suling atau larutkan 6,7 g natrium oksalat, c) Tambahkan 5 ml asam sulfat 8 N bebas zat
(COONa)2.2H2O dalam 25 mL H2SO4 6 N, organik.
dinginkan dan encerkan sampai 1000 mL dalam d) Panaskan di atas pemanas listrik pada suhu
labu takar. 105oC ± 2OC, bila terdapat bau H2S,
pendidihan diteruskan beberapa menit.
5. Asam oksalat 0,01 N e) Pipet 10 mL larutan baku KMnO4 0,01 N.
Pipet 10 mL larutan asam oksalat 0,1 N masukkan
kedalam labu ukur 100 mL, tepatkan dengan air f) Panaskan hingga mendidih selama 10 menit.
suling sampai tanda tera.
g) Pipet 10 mL larutan baku asam oksalat 0,01 N.

3
h) Titrasi dengan kalium permanganat 0,01 N 2500
hingga warna merah muda. 2000 mg/L,
2000
i) Catat volume pemakaian KMnO4. 20% Volume
Lumpur
j) Apabila pemakaian larutan baku kalium

COD (MG/L)
1500 2000 mg/L,
permanganat 0,01 N lebih dari 7 mL, ulangi 40% Volume
pengujian dengan cara mengencerkan contoh Lumpur
uji. 1000

500
7. Perhitungan nilai permanganat

[(10 − a)b − (10 x c)] 1 x 31,6 x 1000 0


KMnO4(mg/l) = 𝑥𝑓 0 2 4 6 8 10 12 14
d
WAKTU FERMENTASI (HARI)
dengan pengertian:
a adalah volume KMnO4 0,01 N yang Gambar 4.1 Pengaruh variasi tinggi lumpur terhadap
penurunan konsentrasi COD
dibutuhkan pada titrasi;
b adalah normalitas KMnO4 yang sebenarnya;
c adalah normalitas asam oksalat; 90
COD
80
d adalah volume contoh; dan Removal(%),
70
COD REMOVAL (%) 20% Volume
f adalah faktor pengenceran contoh uji 60 Lumpur
Analisis Data 50 COD
40 Removal(%),
Analisis yang digunakan dalam peneltian ini adalah 40% Volume
30
analisis deskriptif, yaitu analisis yang memberikan Lumpur
kecendrungan suatu hasil penelitian yang 20
COD
menunjukkan gejala atau fenomena. Dimana analisis 10
Removal(%),
ini adalah kadar COD. 0 60% Volume
0 2 4 6 8 10 12 14 Lumpur
HASIL DAN PEMBAHASAN WAKTU FERMENTASI (HARI)
Pengaruh Tinggi Lumpur Terhadap Penurunan
Gambar 4.2 COD removal(%) pada variasi tinggi
nilai COD lumpur
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Pada Gambar 4.1 diatas terlihat bahwa penurunan
perbedaan tinggi lumpur terhadap penurunan nilai COD terjadi pada semua jenis tinggi lumpur.
COD Volume lumpur 20 % V artinya lumpur yang Penurunan nilai COD terbesar adalah saat
diisikan ke dalam reaktor adalah 0,2 x volume reaktor, menggunakan tinggi lumpur 60%V sedangkan
sehingga jumlah lumpur yang dimasukkan adalah ±0,2 penurunan COD terkecil saat menggunakan tinggi
x 20 L = 4 L. Untuk volume lumpur 40% V, lumpur lumpur 20%V. Hal ini juga dibuktikan pada gambar
yang dimasukkan adalah ±0,4 x 20 L = 8 L. Untuk 4.2 persentase penghilangan COD terlihat bahwa
tinggi lumpur 60% V lumpur yang dimasukkan adalah persentase penurunan COD terkecil yaitu pada tinggi
±0,6 x 20 L = 12 L. COD dan waktu tinggal dijadikan lumpur 20%V yaitu sebesar 68,4%. Sedangkan
sebagai variabel tetap dengan COD awal ± 2000 mg/L persentase penurunan COD terbesar yaitu pada tinggi
dan diamati setiap 2 hari selama 14 hari. Pengaruh lumpur 60%V yaitu sebesar 76,3%. Berdasarkan
tinggi lumpur terhadap penurunan nilai COD dapat penelitian yang dilakukan oleh Eko Zuliyanto (2015),
dilihat pada Gambar 4.1 dan COD Removal (%) dapat pengaruh tinggi lumpur terhadap penurunan
dilihat pada gambar 4.2. konsentrasi COD pada pengolahan limbah cair secara
anaerob, variasi tinggi lumpur yang digunakan yaitu
30%, 40%, 50%, penurunan nilai COD terbesar adalah
saat menggunakan tinggi lumpur 50%V sedangkan

4
penurunan COD terkecil saat menggunakan tinggi Dari gambar 4.3 diatas dapat dilihat bahwa
lumpur 30%V. Hal ini dikarenakan oleh volume pada variabel COD awal 5.000 mg/L mengalami
lumpur lebih besar, berarti mikroba lebih banyak, penurunan yang cukup signifikan selama 14, pada hari
sehingga senyawa organik dalam air limbah yang ke 14 nilai COD dibawah 900 mg/L. Untuk variabel
dibutuhkan oleh mikroba juga makin banyak, COD awal 7.000 mg/L mengalami penurunan nilai
akibatnya penurunan COD makin besar (Yuniarti COD yang signifikan selama 14 hari, pada hari ke 14
Sani, Elly 2006). Semakin banyak mikroorganisme nilai COD 892 mg/L. Pada variabel COD awal 10.000
maka akan semakin banyak senyawa organik yang mg/L dari hari pertama sampai hari ke 14 juga
diuraikan, sehingga kadar COD dalam limbah akan mengalami penurunan nilai COD yang signifikan,
semakin kecil. pada hari ke 14 nilai COD sebesar 948 mg/L. Hal ini
juga dapat diamati pada gambar 4.4 persentase
Pengaruh Konsentrasi COD awal Terhadap penurunan COD paling besar yaitu pada konsentrasi
Penurunan nilai COD COD awal 10.000 mg/L sedangkan persentase
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penurunan COD terkecil yaitu pada konsentrasi COD
dari besarnya COD awal terhadap penurunan nilai awal 5.000 mg/L.
COD yang dihasilkan selama waktu tinggal 14 hari Penurunan COD pada variabel awal 5.000
12000
mg/L pada hari 1-14 yang cukup drastis terjadi
dikarenakan oleh senyawa organik yang terkandung
10000 dalam limbah yang menjadi sumber makanan bagi
mikroorganisme di dalam lumpur aktif jumlahnya
COD AWAL (MG/L)

8000 COD Awal masih banyak. Hal ini juga dibuktikan pada gambar
5000 mg/L 4.4 persentase penurunan COD terbesar terjadi pada
6000 hari ke 4, dengan selisih persentase peghilangan COD
COD Awal
7000 mg/L sebesar 14,31% dibandingkan dengan hari
4000
COD Awal sebelumnya. Semakin banyak sumber makanan bagi
2000 10000 mg/L mikroorganisme maka pertumbuhan dan jumlah
mikroorganisme semakin meningkat, sehingga proses
0 penguraian senyawa dalam limbah juga semakin
0 2 4 6 8 10 12 14 cepat, hal ini menyebabkan penurunan nilai COD yang
WAKTU FERMENTASI (HARI) cukup drastis (Guyer, 2011).
Gambar 4.3 Pengaruh variasi konsentrasi COD awal Pada variabel COD awal 7.000, penurunan
terhadap penurunan konsentrasi COD nilai COD terjadi cukup signifikan sampai hari ke 14,
100 hal ini dikarenakan sumber makanan bagi
90 mikroorganisme masih sangat mencukupi sehinggan
80 pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme
meningkat dan jumlah mikroorganisme terus
COD REMOVAL (%)

70
COD Awal mertambah, sehingga proses penguraian senyawa
60 5000 mg/L dalam limbah lebih cepat, akibatnya penurunan nilai
50
COD Awal COD yang terjadi cukup signifikan. Hal ini juga
40 7000 mg/L terlihat pada gambar 4.4 persentase penghilangan
30
COD Awal COD terbesar terjadi pada hari ke 6 yaitu dengan
20 10000 mg/L selisih persentase penghilangan COD sebesar 20,32%
10 dibandingkan dengan hari sebelumnya.
0 Pada variabel COD awal 10.000 mg/L terjadi
0 2 4 6 8 10 12 14
penurunan nilai COD yang signifikan sampai hari ke
WAKTU FERMENTASI (HARI)
14 dikarenakan jumlah senyawa organik dalam limbah
Gambar 4.4 COD removal (%) pada variasi COD yang menjadi sumber makan bagi mikroorganisme
awal masih banyak, sehingga pertumbuhan dan
perkembangbiakan mikroorganisme juga cepat,
sehingga jumlah mikroorganisme meningkat,

5
akibatnya penurunan nilai COD terjadi cukup
signifikan. Hal ini juga terlihat pada gambar 4.4
Chandra, Budiman. (2006). Pengantar Kesehatan
penghilangan COD terbesar terjadi pada hari ke 4
Lingkungan. EGC. 135-203. Jakarta.
dengan selisih persentase penghilangan COD sebesar
15,8% dibandingkan dengan hari sebelumnya. Doraja, P.H., Shovitri, M., dan Kuswytasari, N. D.
(2012). Biodegradasi Limbah Domestik
dengan Menggunakan Inokulum Alami Dari
Tangki Septik. Jurnal Sains dan Seni ITS
Kesimpulan
1(1): E44-E47.
Pada variabel pengaruh tinggi lumpur terhadap
penurunan nilai COD. Penurunan nilai COD terbesar Indriyanti, I., dan Prayitno, J.S. (2009). Pengolahan
Limbah Cair Pabrik Kecap Secara Koagulasi
adalah saat menggunakan tinggi lumpur 60%V. Hal
dan Flokulasi. Pusat Teknologi Lingkungan
ini dikarenakan semakin banyak lumpur yang Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
digunakan maka semakin banyak mikroorganisme Jakarta.
yang akan menguraikan senyawa organik dalam
limbah.
Indriyati, I., Prayitno, J.S. 2009. Pengolahan Limbah
Pada variabel pengaruh konsentrasi COD awal limbah Cair Pabrik Kecap Secara Koagulasi dan
terhadap penurunan nilai COD. Semakin besar Flokulasi. Jurnal Teknik Lingkungan. 10(3):
konsentrasi awal limbah maka akan semakin 265-270.
signifikan penurunan yang terjadi, hal ini dikarenakan
semakin besar konsentrasi COD, maka sumber
makanan bagi mikroorganisme sangat mencukupi Koswara, S. 1997. Mengenal makanan tradisional
sehinggan pertumbuhan dan perkembangbiakan hasil olahan kedelai. Buletin Teknologi dan
mikroorganisme dalam lumpur meningkat dan jumlah Industri Pangan 8(2): 75-76.
mikroorganisme terus bertambah.

Metcalf & Eddy, Inc. (1991) Wastewater Engineering:


DAFTAR PUSTAKA Treatment, Disposal and Reuse, 3rd ed.
McGraw-Hill, New York.

Adisarwanto, T. (2005). Kedelai. Penebar Swadaya.


Jakarta. Metcalf dan Eddy, (2004), Wastewater Engineering:
Treatment, Disposal and Reuse, 4th
ed.,McGrawHill, New York.
Ahansazan, B., Afrashteh, H., Ahansazan, N., and
Ahansazan, Z. (2014). Activated Sludge Mrowiec, B., Kuglarz, M., and Suschka, J. (2007).
Process Overview. International Journal of Removal of Selected Organic Pollutants in
Environmental Science and Development. Anaerobic Wastewater Treatment Process.
5(1): 81-85. University of Bielsko-Biala. Poland.

Akpor, O.B. and Muchie, M. (2011). Environmental Risdoanto, Dian (2007). Optimisasi proses koagulasi
and Public Health Implications of flokulasi untuk Pengolahan air limbah
Wastewater Quality. African Journal of Industri jamu. Program pascasarjana
Biotechnology. 10(13): 2379-2387. Universitas diponegoro. Semarang.

Cahyadi, S. (2006). Analisis dan Aspek Kesehatan Windari, R.T. 2013. Penentuan Kadar COD (
Bahan Tambahan Pangan. Cetakan Pertama. Chemical Oxygen Demand ) Pada Limbah
PT. Bumi Aksara. Jakarta Cair Rumah Sakit Sultan Sulaiman Dengan
Menggunakan Spectroquant Nova 60.

6
Program Studi D-3 Kimia Departemen Kimia Depok. departemen teknik sipil fakultas
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan teknik universitas Indonesia. Depok.
Alam Universitas Sumatera Utara. Medan.

Safitri, Silviana. (2009). Perencanaan Sistem Instalasi Suwardin, D., Setiadi, T., dan Damanhuri, E. (2007).
Pengolahan Air Limbah. UI Press. Jakarta. Biofiltrasi dalam Penyisihan Limbah Gas
H2S dan NH3 Aplikasi Teknik. Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknik Industri
Samet, T., Munter, R., and Abo, S.A. (2001). Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Advanced Oxidation Processes-Current Surabaya.
Statusand Prospect. Proc Estonian Acad Sci
Chem. 2(50): 59–80.
Sugiharto (1987), Dasar–dasar Pengelolaan Air
Limbah. Cetakan Pertama. UI Press, Jakarta
Sidik, Sukarna. (2008). Komposisi limbah padat
domestik di Wilayah kecamatan sukmajaya

Anda mungkin juga menyukai