Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG Berlaku sejak 03 Maret 2008
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA Revisi 00
LABORATORIUM BIOKIMIA Halaman 1 dari
LABORATORIUM BIOKIMIA
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH
MADA YOGYAKARTA
2021
ACARA 5
BAHAN MAKANAN DAN VITAMIN C
I. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini diantaranya yaitu mengidentifikasi struktur
dan nutrien yang terdapat di dalam susu melalui percobaan pemeriksaaan air
susu dibawah mikroskop, penetapan berat jenis, reaksi air susu, pengendapan
air susu, reaksi biuret, grease spot test, dan reaksi molisch, mempelajari
pengertian, struktur, dan sifat dari vitamin C beserta prosedur untuk
mengukur kadar vitamin C dalam suatu sampel, serta membandingkan kadar
vitamin C pada buah berwarna dan buah tidak berwarna.
Buah dan sayuran merupakan sumber vitamin C yang baik, dan kurang
lebih 90% asupan harian vitamin C pada masyarakat umum berasal dari
sumber ini. Kandungan vitamin C bervariasi antar spesies, tetapi buah jeruk,
kiwi, mangga, dan sayuran seperti brokoli, tomat, dan paprika merupakan
sumber kaya vitamin C. Vitamin C terdegradasi saat dipanaskan dan apabila
disimpan, sehingga prosedur pengolahan dan persiapan harus
dipertimbangkan saat memperkirakan asupan makanan vitamin C. Sebanyak
5-9 porsi buah dan sayuran segar atau diproses secara minimal per hari
memberikan kandungan vitamin C sebanyak 200 mg (Lykkesfeldt, 2014).
III. Metode
A. Alat
1. Eksperimental di Rumah
Alat-alat yang digunakan pada praktikum eksperimental di
rumah, di antaranya sendok untuk mengambil sampel maupun reagen,
gelas atau mangkok sebagai wadah titrasi, ATK atau alat tulis untuk
menuliskan hasil titrasi, dan kamera untuk dokumentasi.
2. Eksperimental di Laboratorium
Alat-alat yang digunakan pada praktikum eksperimental di
laboratorium, di antaranya, pipet ukur untuk mengambil larutan
dengan volume tertentu, propipet atau pipet pump untuk memompa
larutan agar dapat diambil menggunakan pipet ukur, buret dan statis
sebagai alat bantu titrasi, timbangan untuk menimbang sampel, corong
untuk membantu menuangkan larutan ke wadah, gelas ukur untuk
mendapatkan larutan dengan volume tertentu, gelas beaker sebagai
wadah larutan, kertas saring untuk menyaring sampel dari larutan,
labu erlenmeyer untuk mereaksikan sampel, mikroskop untuk
mengamati sampel susu, kertas lakmus sebagai indikator keasaman,
plat tetes sebagai wadah mereaksikan sampel, pinset untuk mengambil
kertas lakmus, labu reaksi sebagai wadah untuk melarutkan, tabung
reaksi untuk mereaksikan sampel, serta mortar dan pestle untuk
menghaluskan sampel.
B. Bahan
1. Eksperimental di Rumah
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum eksperimental
di rumah, di antaranya air, tablet vitamin C 500 mg, sari buah atau
sayur, dan betadine.
2. Eksperimental di Laboratorium
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum eksperimental di
laboratorium terdiri atas larutan 2,6-diklorofenolindolfenol, CuSO4
0,5%, CH3COOH 2%, akuades, buah berwarna (stroberi, pepaya,
tomat, semangka, buah naga merah, mangga) dan tidak berwarna
(bengkuang, jeruk nipis, pir, apel, belimbing wuluh, mentimun), susu,
H2SO4 pekat, eter, asam asetat glasial, kloroform, NaOH 40%, alfa
naphtol 4%
C. Cara Kerja
1. Eksperimental di Rumah
Rangkaian langkah kerja yang dilakukan saat praktikum
menentukan kuantitas vitamin C dari bahan makanan di rumah yaitu
mula-mula, disiapkan semua alat dan bahan. Kemudian, tablet vitamin
C 500 mg dilarutkan ke dalam 5 mL air. Setelah itu, 1 mL betadine
dituangkan ke masing-masing dari tiga gelas atau mangkok yang sudah
dilabeli. Larutan vitamin C selanjutnya diteteskan ke dalam gelas
berlabel Vit C, sampel buah/sayur 1 ke dalam gelas berlabel S1, dan
sampel buah/sayur 2 ke dalam gelas berlabel S2. Setiap satu tetes, gelas
atau mangkok digojok. Lalu, jumlah tetesan kontrol atau sampel untuk
dapat menjernihkan betadine dihitung dan dicatat kemudian
didokumentasi.
2. Eksperimental di Laboratorium
A. Pemeriksaan di bawah mikroskop
Langkah kerja yang dilakukan pada pengamatan susu di bawah
mikroskop adalah sebagai berikut. Setetes air susu diteteskan ke kaca
benda atau preparat, kemudian preparat diamati di bawah mikroskop.
Struktur yang ditemukan selanjutnya digambar dan diidentifikasi.
B. Penetapan berat jenis
Langkah kerja untuk uji penetapan berat jenis yaitu pertama-
tama, susu dituangkan ke dalam gelas ukur secukupnya atau sebanyak x
mL. Setelah itu, higrometer atau laktometer dimasukkan ke dalam gelas
ukur hingga posisinya tetap. Kemudian, angka pada skala dibaca dan
dihitung berat jenisnya menggunakan rumus.
C. Reaksi air susu
Langkah kerja untuk reaksi air susu yaitu susu diteteskan ke plat
tetes menggunakan pipet tetes. Kemudian kertas lakmus merah dan biru
ditambahkan pada plat tetes dengan air susu dan dilihat perubahan yang
terjadi terkait dengan pH susu.
D. Pengendapan kasein
Langkah kerja untuk uji pengendapan kasein yaitu mula-mula,
10 mL susu diencerkan dengan 10 mL air pada tabung reaksi.
Kemudian, ditambahkan asam cuka 2% tetes demi tetes hingga
terbentuk endapan. Larutan tersebut kemudian disaring sehingga
menghasilkan endapan dan filtrat.
E. Reaksi biuret
Langkah kerja untuk reaksi biuret adalah sebagai berikut. 3 mL
endapan dari uji sebelumnya yang telah dilarutkan ditambahkan dengan
1 mL NaOH 40% dan 1 tetes CuSO4 0,5% sebagai reagen biuret.
Setelah itu, hasil diamati positif apabila terbentuk warna ungu.
F. Grease spot test
Langkah kerja untuk grease spot test adalah sebagai berikut.
Endapan dari uji sebelumnya yang telah dilarutkan ditambahkan 1 mL
eter. Kemudian, campuran tersebut digojog hingga homogen. Setelah
itu, campuran dipindahkan ke plat tetes dan dibiarkan menguap di
lemari maserasi. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya noda
transparan saat diseka menggunakan kertas.
G. Reaksi Molisch
Langkah kerja untuk reaksi Molish yaitu pertama, 2 mL filtrat
yang diperoleh dari percobaan sebelumnya ditambahkan 2 tetes larutan
alfa naphtol 4%. Kemudian, 2 mL H2SO4 pekat juga ditambahkan
melalui dinding tabung. Hasil positif diamati apabila terbentuk cincin
ungu.
H. Pengukuran kadar vitamin C
Langkah kerja untuk uji pengukuran kadar vitamin C adalah
sebagai berikut. Buah tidak berwarna dan buah berwarna masing-
masing ditimbang sebesar 20 gram. Setelah itu, buah dihancurkan
dengan mortar dan ditambahkan 15 mL akuades. Campuran tersebut
selanjurnya disaring dan dipindahkan ke dalam labu ukur. Penyaringan
diulangi sebanyak 4-5 kali. Lalu, ditambahkan akuades pada labu ukur
hingga volume menunjukkan 100 mL. Untuk buah tidak berwarna, 5
mL campuran diambil dan dipindahkan ke labu erlenmeyer kemudian
ditambahkan 1 mL asam asetat glasial. Terakhir, larutan tersebut
dititrasi dengan 2,6-dikloroindolfenol sampai terbentuk warna merah
muda. Untuk buah berwarna, langkah yang sama dilakukan tetapi
dengan penambahan 1 mL kloroform sebelum dititrasi.
D. Bagan Alir
1. Eksperimental di Rumah
2. Eksperimental di Laboratorium
A) Pemeriksaan di bawah mikroskop
D) Pengendapan kasein
E) Reaksi Biuret
3 mL endapan kasein dari uji
sebelumnya yang telah
dilarutkan ditambahkan Hasil diamati positif
dengan 1
mL NaOH 40% dan 1 tetes
apabila terbentuk
CuSO4 0,5% sebagai warna ungu
reagen biuret
G) Reaksi Molisch
Campuran tersebut
Buah tidak berwarna selanjurnya disaring
dan buah berwarna Buah dihancurkan dan dipindahkan ke
masing-masing dengan mortar dan dalam labu ukur.
ditimbang sebesar 20 ditambahkan 15 mL Penyaringan diulangi
gram akuades sebanyak 4-5 kali
300
250
Jumlah tetesan (tetes)
200
150 284
100
134
50
0 3
Vitamin C Cabai Merah Jambu Biji
Sampel
1 Strawberry 10,05
2 Pepaya 35,66
3 Tomat 9,01
4 Semangka 4,87
6 Mangga 2,80
1 Bengkuang 0,78
3 Pear 0,20
4 Apel 0,65
6 Mentimun 1,09
Buah berwarna
Vitamin C Kadar
40
35
30
gr buah)
(mg Vit. C/100Kadar
25
20
35.66
15
10
10
gr buah)
8
(mg Vit. C/100Kadar
9.56
4
2 4.21
1.09
0 0.78 0.2 0.65
Bengkuang Jeruk Nipis Pir Apel Belimbing Mentimun
Wuluh
B. Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan di dua tempat, yaitu percobaan di
rumah dan percobaan di labratorium. Percobaan di rumah menggunakan alat
yang lebih sederhana dan mudah di dapat dari pada percobaan yang dilakukan
di laboratorium. Uji yang dilakukan pada praktikum di rumah merupakan uji
untuk menentukan kadar vitamin C menggunakan metode titrasi dengan
iodin, sedangkan uji yang dilakukan pada praktikum di laboratorium dapat
dibagi menjadi uji yang dilakukan pada susu dan uji untuk menentukan kadar
vitamin C menggunakan titrasi dengan 2,6-diklorofenolindolfenol. Uji yang
dilakukan pada susu meliputi pengamatan di bawah mikroskop, penetapan
berat jenis, reaksi air susu, pengendapan kasein, reaksi biuret, grease spot test,
dan reaksi Molisch.
Uji yang dilakukan di rumah, yaitu uji penentuan kadar vitamin C
memiliki tujuan untuk mengetahui dan membandingkan kandungan vitamin C
dari beberapa sampel sayur atau buah dengan tablet komersial vitamin C 500
mg. Dasar reaksi dari uji tersebut adalah titrasi yang memanfaatkan proses
redoks yang terjadi antara iodin dan vitamin C atau asam askorbat.
Mekanisme reaksinya adalah vitamin C yang bersifat sangat pereduksi akan
mendonorkan elektronnya berupa ion hidrogen kepada iodin hingga iodin dari
betadine yang digunakan, yaitu sebanyak 1 mL, habis bereaksi dengan
vitamin C sehingga menghasilkan warna yang jernih. Persamaan reaksinya
adalah:
Uji selanjutnya adalah grease spot test yang bertujuan untuk menentukan
keberadaan lipid dalam susu sampel. Dasar reaksi dari uji grease spot test di
laboratorium adalah ekstraksi lipid dengan pelarut organik. Mekanisme kerja
dari reaksi ini adalah berdasarkan asas “like dissolve like” yang mengatakan
bahwa senyawa polar hanya akan larut dalam senyawa polar, begitu pula
senyawa nonpolar akan larut dalam senyawa nonpolar. Namun, senyawa
polar tidak akan larut dalam senyawa nonpolar juga sebaliknya. Maka dari
itu, lipid yang bersifat nonpolar akan larut dalam pelarut eter yang bersifat
nonpolar juga. Setelah dilarutkan, larutan kemudian dimaserasi hingga yang
tersisa hanya lipid. Hal itu disebabkan karena ether yang digunakan sebagai
pelarut merupakan zat volatil (mudah menguap), sedangkan lemak non
volatil. Pernyataan tersebut kemudian didukung dengan
hasil positif dari reaksi ini yaitu noda transparan pada kertas setelah
diseka. Eter digunakan sebagai pelarut anorganik yang dapat melarutkan lipid
serta mengekstraksi lipid tersebut dari sampel. Sebelum dituangkan ke plat
tetes, campuran lipid dan eter digojok agar membuat larutan menjadi
homogen. Proses maserasi yang dilakukan digunakan untuk menguapkan eter
sehingga membuktikan sifat volatilitas kedua bahan, dengan eter yang lebih
mudah menguap daripada lipid.
Uji terakhir yang dilakukan terhadap susu adalah reaksi Molisch.
Tujuan dari dilakukannya uji Molisch adalah untuk membuktikan keberadaan
karbohidrat secara umum (bisa berupa monosakarida (kecuali triosa dan
tetrosa), disakarida, maupun polisakarida) dari suatu sampel uji. Dasar reaksi
yang digunakan pada uji ini adalah proses kondensasi dan dehidrasi.
Prinsipnya adalah gula berupa monosakarida awalnya akan didehidrasi oleh
asam kuat atau H2SO4 pekat menjadi furfural untuk pentosa atau
hidroksimetilfurfural untuk heksosa. Apabila sampel mengandung disakarida
dan polisakarida, akan terjadi reaksi hidrolisis terlebih dahulu oleh asam
pekat (H2SO4) menjadi monosakarida yang akhirnya dapat didehidrasi
menjadi furfural ataupun hidroksimetilfurfural. Selanjutnya, furfural akan
dikondensasi atau mengalami reaksi adisi dengan alfa naphtol membentuk
kompleks berwarna ungu. Dapat disimpuulkan bahwa asam sulfat digunakan
sebagai agen hidrolisis dan agen dehidrasi. Agen hidrolisis karena
memberikan reaksi hidrolisis atau pemutusan ikatan glikosidik pada
karbohidrat karena sifatnya asam menjadi komponen yang lebih sederhana,
misalnya dari polisakarida menjadi monosakarida. Agen dehidrasi karena
memberikan reaksi dehidrasi kepada karbohidrat atau monosakarida yaitu
reaksi pengeluaran air (H2O) agar menjadi furfural atau hidroksimetilfurfural.
Alfa naphtol merupakan agen kondensasi karena berperan dalam mengadisi
furfural hasil dehidrasi menjadi kompleks yang berwarna ungu. Pada
praktikum uji Molisch ini, perlu dicatat bahwa pada saat menambahkan asam
sulfat pekat pada reagen, harus melalui dinding tabung reaksi. Hal ini
dilakukan untuk menghindari terjadinya reaksi spontan yang dapat berakibat
bereaksinya reagen dengan asam yang terlalu cepat sehingga membakar
karbohidrat yang diuji. Hasil yang didapat dari uji ini adalah negatif yaitu
tidak terbentuk cincin ungu. Hal ini tidak sesuai dengan teori karena susu
seharusnya mengandung laktosa, yaitu disakarida dari glukosa dan galaktosa
yang dapat bereaksi dengan reagen Molisch. Kesalahan ini dapat disebabkan
oleh ketidakcermatan praktikan dalam menuangkan asam sulfat pekat
sehingga terjadi reaksi spontan dan menghasilkan cincin hitam karena proses
pembakaran atau bisa juga karena terjadi kontaminasi.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa susu merupakan sistem koloid yang memiliki komponen penyusun
antara lain room, clump, cluster, kasein, dan plasma serta mengandung
banyak jenis biomolekul berupa protein, karbohidrat, dan lemak. Vitamin C
adalah vitamin yang memiliki struktur enediol dan bersifat sangat pereduksi
sehingga seringkali berfungsi sebagai agen antioksidan dan kofaktor enzim
dalam proses biokimia. Kadar vitamin C dapat dihitung menggunakan titrasi
redoks sederhana dengan iodin maupun 2,6-diklorofenolindolfenol.
Didapatkan kadar vitamin C buah berwarna dari terendah ke tertinggi adalah
buah mangga, semangka, naga merah, tomat, strawberry, pepaya, dan untuk
buah tidak berwarna dari rendah ke tertinggi yaitu pear, apel, bengkuang,
mentimun, belimbing wuluh, jeruk nipis
VI. Daftar Pustaka
Bharati, P. & Pennarsi, M. (2016). Production of Lipids from Municipal
Sewage Sludge by Two Stage Extraction Process. Asean Journal of
Chemical Engineering, 16(1): 38-44.
Cresna, C., Napitupulu, M. and Ratman, R., 2014. Analisis Vitamin C Pada
Buah Pepaya, Sirsak, Srikaya dan Langsat yang Tumbuh Di Kabupaten
Donggala. Jurnal Akademika Kimia, 3(3), pp.121-128.
Dalgleish, D. G. & Corredig, M. (2012). The Structure of the Casein Micelle
of Milk and Its Changes During Processing. Annual Review of Food
Science and Technology, 3(1): 449–467.
Gironés-Vilaplana, A., Villaño, D., Marhuenda, J., Moreno, D. A., & García-
Viguera, C. 2017. Nutraceutical and Functional Food Components, Pp. 159-
160
Lykkesfeldt, J., Michels, A. J., Frei, B. (2014). Vitamin C. Advances in
nutrition (Bethesda, Md.), 5(1): 16–18.
Nerdy, N. (2018). Determination of Vitamin C in Various Colours of Bell
Pepper (Capsicum annuum L.) by Titration Method. ALCHEMY Jurnal
Penelitian Kimia, 14(1): 164-177.
Pereira, P. C. (2014). Milk nutritional composition and its role in human
health. Nutrition, 30(6): 619–627.
Ramadevi, K. (2016) Ambika Shanmugam’s Fundamentals of Biochemistry for
Medical Students. New Delhi: Wolters Kluwer.
Risnayanti, R., Sabang, S.M. and Ratman, R., Analisis Perbedaan Kadar
Vitamin C Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) Dan Buah Naga
Putih (Hylocereus undatus) Yang Tumbuh Di Desa Kolono Kabupaten
Morowali Provinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Akademika Kimia, 4(2), pp.91-
96
Romero-Velarde, E., Delgado-Franco, D., García-Gutiérrez, M., Gurrola-
Díaz, C., Larrosa-Haro, A., Montijo-Barrios, E., Muskiet, F., Vargas-
Guerrero, B., Geurts, J. (2019). The Importance of Lactose in the Human
Diet: Outcomes of a Mexican Consensus Meeting. Nutrients, 11(11): 2737.
Sharaa, E. I. & Mussa, S. (2019). Determination of Vitamin C (Ascorbic Acid)
Contents in Vegetable Samples by UV-Spectrophotometry and Redox
Titration Methods and Estimation the Effect of Time, Cooking and
Frozen on Ascorbic Acid Contents. International Journal of Progressive
Sciences and Technologies, 15(2): 281-293.
Tiwari, A. (2015). Practical Biochemistry: A Student Companion.
Saarbrücken: Lambert Academic Publishing. and parity. Nigerian Journal
of Animal Production, 39(2)
VII. LAMPIRAN