Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

KIMIA BAHAN ALAM FARMASI


OBJEK IV
ISOLASI SENYAWA FENOLIK DARI KAYU ANGIN 
(Usnea sp.)

OLEH :
NAMA : AMANDA ZULFIKA PUTRI
NO BP : 2011012046
SHIFT :4
HARI/TANGGAL : KAMIS, 2 JUNI 2022

LABORATORIUM KIMIA BAHAN ALAM FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2022
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
KIMIA BAHAN ALAM FARMASI
OBJEK IV
ISOLASI SENYAWA FENOLIK DARI KAYU ANGIN 
(Usnea sp.)

OLEH :
NAMA : AMANDA ZULFIKA PUTRI
NO BP : 2011012046
SHIFT :4
HARI/TANGGAL : KAMIS, 2 JUNI 2022
ANGGOTA KELOMPOK :
1. AYU SEPTIYANTI HENDRA 2011013002
2. INTAN KUMARA TUNGGA 2011017006
3. SYANIA SALSABILA 2011012057
4. WARIN AMALIA UTAMI 2011013023
5. M.IQBAL ABDULRAZAQ 2011012030

LABORATORIUM KIMIA BAHAN ALAM FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2022
OBJEK IV
ISOLASI SENYAWA FENOLIK DARI KAYU ANGIN 
(Usnea sp.)
I. TUJUAN
1. Mengetahui dan mempraktekkan cara mengisolasi senyawa golongan
fenolik dari Usnea sp. 
2. Mengetahui cara mengidentifikasi senyawa fenolik Usnea sp.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Botani

Gambar.1 Usnea sp
II.1.1 Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Thallophyta
Subdivisi : Lichenes
Ordo : Ascolichenes
Famili : Usneaceae
Genus : Usnea
Spesies : Usnea sp (1).
II.1.2 Morfologi
Kayu angin (Usnea sp.) termasuk family dari lichens. Tubuh lichen yang
disebut dengan thallus berwarna mulai dari putih keabuan, coklat bahkan hitam.
Bagian tubuh lichen yang memanjang disebut dengan hifa. Hifa merupakan organ
vegetative dari thallus atau miselium yang biasanya tidak didapatkan pada fungi
yang biasanya didapatkan pada fungi yang bukan lichen (1).
Tumbuh menempel pada kulit pohon tegak atau berjumbai, panjang
sampai 30cm atau lebih. Talus berbentuk benang pada umumnya bulat
memanjang dan bervariasi, sering kali kasar, berwarna hijau kelabu atau sedikit
kekuningan. Aotesium sedang, tumbuh ke arah sisi atau ketengah, berbentuk
seperti perisai agak bercahaya dan berambut pada tepinya (2).
II.1.3 Habitat dan Distribusi
Usnea sp merupakan salah satu spesis lichen yang termasuk dalam suku
usneaceae. Usnea sp terdapat di daerah pegunungan di Indonesia, Malaysia, India,
China, Jepang, Eropa, Amerika, Afrika, Amerika Tengah, Australia, dan Selandia
Baru, Inggris. Di Indonesia, Usnea sp dapat ditemukan hampir semua pegunungan
dengan ketinggian mulai 1000 m dari permukaan laut. Di Jawa Usnea sp
ditemukan di pegunungan antara lain di Cibodas, Jawa Barat, dan pegunungan
Jawa Timur. Di Sumatera ditemukan dikaki gunung Kerinci (1).
Usnea sp mumnya hidup di berbagai habitat yaitu pada batang, cabang dan
ranting pohon, kayu yang membusuk, batu-batuan, cadas dan tanah. Lichen hidup
sebagai epifit pada pohon, seperti tanaman anggrek, artinya hidup hanya
menempel pada pohon inangnya, tidak mengambil makanan dari pohon inangnya
dan dapat ditemukan dari tepi pantai hingga gunung yang tinggi. Lichen (lumut
kerak) merupakan suatu bentuk kehidupan bersama yang sangat erat (simbiosis )
antara dua organisme yang berbeda melalui kehidupan bersama yang saling
menguntungkan (simbiosis mutualistik) yaitu antara ganggang (algae) dan fungi
(jamur).Simbiosis mutualistik terjadi karena ganggang memproduksi
gula/karbohidrat melalui proses fotosintesis, sedangkan fungi sebagai penyedia air
dan mineral yang dibutuhkan untuk kehidupan (2).
Kayu angin ( Usnea sp) merupakan salah satu spesies lichen yang
termasuk dalam suku usneaceae. Usnea sp. terdiri dari daerah pegunungan di
Indonesia, Malaysia, India, China, Jepang, Eropa, Amerika, Afrika, Amerika
Tengah, Australia, dan Selandia Baru, Inggris. Di Indonesia, sehingga ditemukan
semua pegunungan dengan ketinggian mulai 1000 m dari permukaan laut. Di
Jawa Usnea Sp. ditemukan di pegunungan ialah Cibodas, Jawa Barat, dan
pegunungan Jawa Timur serta Sumatera ditemukan dikaki gunung Kerinci (3).
II.2 Kandungan Kimia
Potensi kayu angin sebagai bahan obat dan kandungan kimia lainnya
bergantung pada tumbuhan inang serta lingkungan yang menjadi tempat
tumbuhnya. Berbagai riset juga telah dilaporkan tentang peranan usneaceae
seperti usnea misaminensis yang memiliki potensi untuk menghentikan batuk
darah pada penderita TB karena mengandung senyawa aktif seperti Flavonoid,
terpen dan golongan antrakuinon, asam usnat, asam barbatolat, asam barbatat,
yang diduga bersifat antibakteri terhadap Mycobacterium Tubercolosis. Hal yang
sama dikemukakan Bergner (1990) bahwa usnea juga memiliki potensi sebagai
antibakteri karena mengandung asam usnat, dapat menghambat staphylococcus,
streprococcus dan pneumonococcus dan mycobacterium tubercolosis. Hal ini juga
didukung oleh Dharmananda (2003) yang menyatakan bahwa usnea dapat
digunakan sebagai antibiotik, inhibitor garam positif termauk positif TB,
staphylococcus, streprococcus dan pneumonococcus.Selain itu, juga dapat
digunakan sebagai anti-inflamasi, analgesik, antikanker karena mengandung asam
usnat (1).

Gambar 2. Struktur molekul asam usnat (Chemdraw)


Lichen Usnea sp. mengandung (+) –asam usnat, antara lain: U. dasypoga, U.
aspera, U. longissima, U. orientalis, U. implicita, U. aureola, U. iacerata, U.
rubicunda, U. pusilla, U. eulychniae, U. florida, U. hirta dan U. articulata. Akan
tetapi, Usnea sp. yang mengandung (-)-asam usnat ini perlu diteliti lagi karena
senyawa ini mengandung aktivitas biologis sebagai anti tumor (4).
Selain itu kandungan Usnea Sp. yang mengandung senyawa lichen ini terdiri
dari turunan asam amino, asam pulvinat, peptida, gula alkohol, terpenoid, steroid,
karotenoid, asam alifatik, fenol monosiklik, depsida, depsidone dibenzofuran,
antrakuinon, xanton dan turunan terpen lainnya. Kelompok senyawa ini
memberikan aktivitas pengobatan yang jarang ditemukan pada tumbuhan maupun
organisme lain. Senyawa kimia sebagai aktivitas biologi sehingga sudah diisolasi
dari lichen kurang lebih 350 dan 200 dari senyawa tersebut setelah dikarekterisasi.
Umumnya berbentuk kristal jarum yang memiliki bobot molekul rendah (4).
Usnea subfloridana adalah jenis lichen yangtergolong kelompok fructicose
dengan ciri-ciri tumbuh seperti semak yang menempel pada batang pohon,
khususnya pada cabang pohon yang lebih kecil. Lichen ini memiliki bentuk
thallus yang menyerupai akar dengan bentuk bercabangcabang, bersifat elastis,
menggantung seperti janggut, serta memiliki bagian dasar berwarna hitam (Shukla
et al., 2014). Berdasarkan hasil uji fitokimia yang telah dilakukan, diketahui
bahwa ekstrak U. subfloridana mengandung senyawametabolit sekunder berupa
asam usnat, alkaloid, fenolik, steroid, triterpenoid, saponin, dan tanin yang
bersifat sebagai zat antimikroba (7).
II.3 Guna Secara Tradisional
Usnea sp. juga dikenal sebagai 'perban india’ dan digunakan sebagai
pembalut luka. Suku Baiga di Madhya Pradesh menggunakan lumut bersama
dengan bahan lain untuk perawatan patah tulang. Di Uttaranchal, suku Bhotia dan
Grahwal menggunakan Usnea longissima sebagai bumbu, untuk menjaring jaring
dan bahkan sebagai bahan khusus tapal untuk pengaturan tulang. Ini adalah salah
satu komponen makanan penting dari rusa Musk yang ditemukan di wilayah
Himalaya Garhwal di India (1).
Kayu angin dimanfaatkan untuk campuran obat luar dan kosmetik dalam,
seperti jerawat, penghalus kulit, pengencang kulit, obat luka- luka, kudis, gatal-
gatal dan sebagai pelancar peredaran darah, sementara untuk campuran obat
tradisional untuk bedak kulit yang dapat membuat kulit tampak segar berserk- seri
dan cerah (5).
Hasil studi di pasar Jatinegara, Bandung dan Sukabumi ditemukan jenis kayu
angin terdapat dalam 27 racikan jamu,selain itu di Yogyakarta dan Surakarta, juga
dimanfaatkan baik sebagai campuran racikan jamu maupun simplisia tunggal,
yang digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit seperti peluruh air
seni, masuk angin, darah tinggi, stroke, jantung, nyeri haid, pegel linu, dan batuk.
Hasil survey menunjukkan jenis yang berbeda terdapat dalam satu racikan jamu di
pasar tradisional, setiap jenis Usnea mempunyai kandungan metabolit sekunder
yang berbeda sehingga memiliki fungsi yang spesifik. Pemanfaatan yang tidak
tepat akan memberikan hasil yang kurang maksimal dalam pengobatan (6).
II.4 Bioaktivitas
II.4.1 Bioaktivitas Ekstrak
Ekstrak metanol dari Usnea rubrotincta memiliki aktivitas antioksidan dan
antibakteri terhadap S. aureus dan B. subtilis. Ekstrak aseton dari Usnea
rubrotincta memiliki aktivitas antioksidan dan antibakteri terhadap S. aureus dan
B. subtilis karena mengandung senyawa asam usnat dan antranorin (1).
Hasil dari pengujian aktivitas antibakteri ekstrak U.subfloridana dengan
berbagai konsentrasi ekstrak yaitu konsentrasi 1,25%; 2,5%; dan 5%
menunjukkan adanya aktivitas antibakteri dari ekstrak U.subfloridana terhadap
kedua bakteri uji, yakni bakteri S. aurues FNCC 0047 serta E. coli FNCC 0091.
Aktivitas tersebut berupa respon penghambatan terhadap pertumbuhan kedua
bakteri uji. Respon itu dapat dilihat melalui adanya zona hambat (clear zone) yang
terbentuk pada media. Zona hambat atau clear zone merupakan suatu tempat
dimana pertumbuhan bakteri terhambat yang ditandai dengan adanya daerah
bening di sekitar cakram atau paper disk sebagai respon hambatan terhadap
pertumbuhan bakteri akibat adanya suatu senyawa antibakteri yang terkandung
pada ekstrak (7).
Banyak ekstrak lichen memiliki sifat antioksidan karena adanya
kandungan fenolik. Konstituen fenolik dari lichen Parmotrema stuppeum (Nyl.)
Hale (Parmeliaceae) termasuk juga asam orsenillat, metil orsenillat, asam
lekanorat dan atranorin menunjukkan aktivitas antioksidan tingkat sedang (11).
Ekstrak aseton, kloroform, dietil eter, metanol, dan petroleum eter
Parmelia sulcata dan penyusunnya (asam salazinat) menunjukkan aktivitas
antijamur terhadap Candida albicans, C. glabrata, Aspergillus niger, dan A.
fumigatus (11).
II.4.2 Bioaktivitas Metabolit Sekunder
Asam dalam lichen yang memiliki aktivitas antibiotik sebagai antibakteri
adalah Streptomyces, Streptococcus, Mycrobacterium tuberculosis,dll. Asam
usnat adalah antibiotik spektrum luas dan merupakan kandungan yang paling
umum diketahui dari lichen. Asam usnat juga dapat mengurangi jumlah sel
leukemia (K-562) dan kultur sel karsinoma endometrium (11).
II.5 Metode Ekstraksi
II.5.1 Maserasi
Sampel Usnea Sp. yang telah dibersihkan kemudian dikeringkan pada
suhu ruangan, kemudian dihaluskan hingga diperoleh sampel serbuk. Sampel
sebanyak 700 gram kemudian diekstraksi dengan teknik maserasi menggunakan
berturut-turut n-heksan, kloroform, etil asetat, dan methanol masingmasing
selama 3 x 24 jam. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan menggunakan rotary
evaporator sampai kira-kira tinggal seperempat dari volume awal (ekstrak kental)
(1).
II.5.2 Sokhlet
Usnea sebanyak 180 g dalam keadaan kering dan halus, diekstraksi secara
sinambung dengan menggunakan alat soklet dan pelarut yang digunakan adalah n-
heksana untuk selama ± 30 jam. Kemudian ekstrak yang didapat, diuapkan
pelarutnya dengan menggunakan rotary evaporator vakum putar, sehingga
diperoleh ekstrak kasar n-heksana sebanyak 3,5 g. Serbuk bebas ekstraksi dengan
menggunakan pelarut n-heksana dikeringkan, kemudian dilakukan ekstraksi
sinambung kembali dengan menggunakan pelarut aseton selama ± 30 jam. Ekstrak
yang dihasilkan diuapkan, selanjutnya dengan rotary evaporator vakum putar,
sehingga diperoleh ekstrak kasar aseton sebanyak 4,2 g. Maksud dari penggunaan
ekstraksi dengan dua pelarut yang berbeda kepolarannya, adalah untuk
memisahkan dan mengisolasi kandungan kimia kayu angin yang berbeda
kepolarnnya. Sehingga diharapkan akan memudahkan di dalam proses pemisahan
untuk mendapatkan zat murninya. Unttuk memperoleh senyawa kimia murni dari
masingmasing ekstrak yang diperoleh, maka dilakukan pemisahan serta
pemurnian (10).
II.6 Pemurnian/Rekristalisasi
Pemurnian dilakukan dengan cara rekristalisasi , dengan menggunakan pelrut
n-heksan sehingga diperoleh amorf yang bewarna putih kekuningan yangditandai
dengan hasil KLT yang menunjukan satu noda dan pengujian 3 sistem eluen.
Untuk mengetahui kemurnian dari amorf yang didapat dari kromatografi kolom
gravitasi maka dilakukan uji kemurnian komponen hasil pemisahan dengan
kromatografi lapis tipis hingga tampak satu noda tunggal pada minimal tiga
sistem eluen. Apabila amorf belum murni maka dilanjutkan pemurnian dengan
cara kristalisasi dan rekristalisasi. Pada proses kristalisasi terjadi kesetimbangan
antara molekul dalam larutan dan kesetimbangan dengan ksisikisi kristalna.
Proses pemurnian dilakukan dengan pelrut n-heksan. Senyaa yang diperoleh dari
hasil rekritalisasi adalah berupa amorf berupa putih kekuningan yangselanjutnya
dilakukan kembali uji tiga sistem eluen. Eluen yang digunakan adalah eluen n-
heksan:etil asetat (7:3), heksan:kloroform (5:5) dan kloroform etil asetat (2:8).
Penampakan satu noda dari 3 sistem eluen membuktikan bahwa amorf yang
diperoleh telah murni. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa amorf
mengandung jenis senyaa metabolit sekunder yaitu flavonoid karena positif
dengan pereaksi FeCl3, NaOH 10% dan H2SO4. Flavonoid mudah terekstrak
dalam pelarut polar seperti etanol yang meiliki sifat polar karena adanya gugus
hidroksil sehingga dapat terbentuk ikatan hidrogen (8).
II.7 Metode Kromatografi
Ekstraksi Lichen Usnea sp. dilakukan dengan metode maserasi
menggunakan pelarut metanol. Selanjutnya, pelarut diuapkan dalam rotary
evaporator vakum putar, sehingga diperoleh ekstrak metanol. Terhadap ekstrak
metanol dilakukan pemeriksaan bercak noda dengan kromatografi lapis tipis
(KLT) untuk memperoleh pelarut yang sesuai untuk dipakai dalam kromatografi
kolom. Ekstrak metanol kemudian dipisahkan melalui kolom kromatografi (KK)
silika gel 60 menggunakan eluen n-heksana : etil asetat dengan perbandingan yang
berubah secara gradien. Dari proses tersebut diperoleh fraksi-fraksi, dan masing-
masing fraksi dianalisis menggunakan KLT untuk melihat kemurnian senyawa
yang diperoleh. Senyawa murni yang diperoleh diuji sifat fisikanya, yang
meliputi: titik leleh dengan alat pengukur titik leleh, kelarutan, putaran optik
dengan polarimeter, bentuk dan warna. Penentuan struktur molekul senyawa
kimia dilakukan analisis spektroskopi menggunakan data spektro FTIR, UV-
Vis,1H-NMR dan13C-NMR (9).
III. METODE PERCOBAAN
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat 

1. Wadah untuk maserasi 


2. Kolom kromatografi 
3. Corong 
4. Botol 100 mL 
5. Vial 
6. Pipet tetes 
7. Seperangkat alat rotary evaporator 
8. Chamber 
9. Penotol 
III.1.2 Bahan 
1. Kayu angin (Usnea sp.) 100 gr 
2. N-heksan 
3. Metanol 
4. Etilasetat 
5. Silika gel 
III.2 Cara Kerja

Kayu angin (Usnea sp.)

Keringkan

Haluskan
100 gr bubuk kayu angin (Usnea sp.)
Maserasi selama 3 hari (+ Etil Asetat)

Saring

Maserat

Uapkan pelarut dengan rotary


evaporator hingga kental

(+) Bubuk silika 1:1


Ekstrak kental

Siapkan kolom

Masukkan kapas

Buat bubur silika (+ n-heksana)

Masukkan bubur silika

Terjadi pemisahan
Tampung hasil dalam vial 10 ml
sebanyak 20 vial

Diamkan 24 jam
Kristal

Rekristalisasi dengan:

+Etil asetat

Kristal murni

KLT

KLT: fase diam silica gel 60 F254, fase gerak n-


heksana : etil asetat (4;1).dengan sinar UV
ʎ254 & ʎ366, gunakan penampak noda FeCl3

Hitung nilai Rf
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Tabel.1 Hasil isolasi dari senyawa Usnea sp.

No Hasil Gambar

1. Organoleptis :
- Warna : Kuning
- Bentuk: Kristal jarum

2. Hasil KLT diketahui


Panjang lintasan komponen
Rf =
Panjang lintasan pelarut

 Rf S1 =1,7/3
= 0,57
 Rf S2 = 1,3/3
= 0,43 Penampak bercak noda di
 Rf S3 = 1,5/3 sinar UV 254 nm
= 0,5
 Rf S4 = 1,6/3
= 0,53
 Rf S5 = 1,65/3
= 0,55

 Rf S6 = 1,5/3
= 0,5
Penampak bercak noda di
 Rf S7 = 1,4/3 sinar UV 366 nm
= 0,47
 Rf S8 = 1,5/3
= 0,5
 Rf S9 = 1,6/3
= 0,53

 Pembanding = 1,7/3
= 0,57

3. Massa sampel = 200g

Massa vial + isolate = 11,1899 g

Massa vial kosong = 10,8986 g

Massa Isolat = 0,146 g

% rendemen = berat senyawa isolat/


berat awal sampel x 100%
= 0,2913/100 x 100%

= 0,2913%

IV.2 Pembahasan
Pada praktikum ini kita kita akan melakukan percobaan isolasi kayu angin.
Setelah sampel dalam keadaan kering dibutuhkan proses penghalusan sampel
yang bertujuan untuk memperluas permukaan partikel simplisia sehingga semakin
besar kontak permukaan partikel simplisia dengan pelarut dan mempermudah
penetrasi pelarut ke dalam simplisia sehingga dapat menarik senyawa-senyawa
dari simplisia lebih banyak. Teknik penghalusan dapat dilakukan dengan
menggunakan blender atau alat penghalus lainnya.
Proses selanjutnya setelah penyiapan sampel ialah melakukan ekstraksi.
Ekstraksi bertujuan menarik metabolit sekunder yang terkandung dalam sampel.
Ekstraksi ialah proses dalam upaya penarikan senyawa kimia dari suatu
tumbuhan, dimana senyawa tersebut akan terlarut dalam cairan pelarut yang
sesuai. Ekstrak merupakan hasil dari proses ekstraksi tersebut yang biasanya
merupakan sediaan kental. Dalam hal ini metoda ekstraksi yang dipilih ialah
ekstraksi dingin. Jenis metode ekstraksi dingin yang digunakan dalam isolasi kali
ini ialah maserasi. Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan proses
perendaman bahan dengan pelarut yang sesuai dengan senyawa aktif yang akan
diambil dengan pemanasan rendah atau tanpa adanya proses pemanasan.
Keuntungan cara ini mudah dan tidak perlu pemanasan sehingga kecil
kemungkinan bahan alam menjadi rusak atau terurai. Pemilihan pelarut
berdasarkan kelarutan dan polaritasnya memudahkan pemisahan bahan alam
dalam sampel. Pengerjaan metode maserasi yang lama dan keadaan diam selama
maserasi memungkinkan banyak senyawa yang akan terekstraksi.Dalam ektraksi
kali ini pelarut yang digunakan ialah etil asetat. Etil asetat dipilih sebagai pelarut
dalam proses maserasi sampel usnea ini. Hal ini karena asam usnat bersifat
semipolar. Selain itu,Etil asetat merupakan pelarut yang bersifat semi polar
dengan konstanta dielektrik sebesar
Maserasi dihentikan ketika simplisia direndam dengan pelarut tidak
menghasilkan warna lagi atau jernih, hal ini dianggap metabolit dari simplisia
sudah dikeluarkan semuanya. Selama proses maserasi, simplisia sesekali dikocok
untuk memaksimalkan kerja dari pelarut. Maserasi sering dipilih karena dianggap
lebih mudah dan murah, menggunakan suhu kamar sehingga dianggap aman jika
senyawa yang akan diisolasi bersifat termolabil.Namun terdapat beberapa
kekurangan diantaranya: pertama, menggunkan jumlah pelarut yang banyak,
namun dapat diminimalkan dengan menggunakan pelarut yang sudah
dikondensasi dari proses pembuatan ekstrak pada maserasi berikutnya, kedua
membutuhkan waktu yang lama, biasanya 3 hari untuk satu kali maserasi,
sedangkan maserasi biasanya dilakukan hingga 3 kali atau lebih. Ketiga
penyarigan yang tidak sempurna, biasanya hanya 50%, hal ini disebabkan oleh
penggunaan suhu kamar, sehingga penetrasi pelarut tidak sebaik pada suhu yang
lebih tinggi. Pada penelitian ini digunakan metode maserasi untuk mengekstrak
senyawa yang ada dalam kulit buah manggis karena jumlah sampel yang akan
digunakan dalam jumlah banyak dan sifat senyawa yang akan diekstrak belum
diketahui apakah tahan panas atau tidak serta cara ini lebih mudah pengerjaannya.
Simplisia yang telah dimaserasi di filtrat dengan corong dan kertas saring.
Filtrat yang didapat dapat langsung diuapkan menggunakan rotary evaporator
ataupun digabung dengan filtrat hasil maserasi yang kedua dan berikutnya baru
kemudian di uapkan. Namun jika diuapkan satu persatu hasil filtrat, hasil
penguapan etil alkohol pada filtrat dapat digunakan kembali sebagai pelarut pada
maserasi berikutnya. Penguapan dilakukan menggunakan rotary evaporator,
tujuan dari proses ini ialah untuk mendapatkan ekstrak kental dari hasil filtrat
maserasi simplisia. tahap ini dilakukan hingga etil alkohol pada ekstrak teruapkan
semua. Kemudian timbang kembali ekstrak kental. Ekstrak ini dipekatkan dengan
rotary evaporator tujuannya adalah untuk menurunkan tekanan uap pelarut
sehingga pelarut akan mendidih pada temperatur yang lebih rendah dari titik didih
sebenarnya sehingga komponen komponen yang ada dalam sampel terhindar dari
proses termolisis.
Selanjutnya dimulai proses berikutnya, yaitu kromatografi kolom.
Sebelumnya kita harus melakukan persiapan preadsorbsi untuk silika gel kolom
kromatografi. Silika gel yang digunakan untuk preadsorbsi adalah 1-2 kali berat
ekstrak kental. Ekstrak kental dilarutkan kembali menggunakan etil asetat atau
metanol hingga ekstrak terlarut sempurna, kemudian tambahkan silika gel yang
telah ditimbang, aduk, kemudian uapkan kembali menggunakan rotary
evaporator hingga etil asetat menjadi serbuk. Fungsi etil alkohol disini ialah agar
ekstrak dapat tercampur sempurna dengan silika gel dan menghasilkan
preadsorbsi berupa bubuk silika gel dan ekstrak.Pemisahan pada kromatografi
kolom terjadi karena suatu proses keseimbangan yang berturut-turut dari molekul
komponen antara dua fasa, yaitu fasa diam dan fasa gerak. Perbedaan interaksi
dari berbagai molekul komponen dengan fasa diam akan menyebabkan komponen
bergerak dengan kecepatan yang berbeda, hingga komponen tersebut terpisah satu
sama lain. Kromatografi kolom yang digunakan pada isolasi kali ini adalah
metode kromatografi basah, dimana fasa diam yang digunakan pada kali ini silika
gel dibuat menjadi bubur terlebih dahulu, sedangkan pada kromatografi kolom
kering fasa diam yang digunakan dalam bentuk kering yaitu bentuk serbuk.
pembuatan bubur silika gel yaitu dengan mencampurkannya dengan pelarut N-
heksan hingga silika terendam dengan baik. Pelarut pada bubur silika adalah fase
gerak yang akan digunakan pada saat kromatografi.
Pemilihan didasarkan pada kepolaran zat yang akan dipisah. Pada
umumnya fasa diam yang digunakan bersifat polar seperti pasir silika gel,
sedangkan fasa gerak atau eluen biasanya dilakukan variasi kepolaran untuk
menghasilkan pemisahan paling optimum. Biasanya dilakukan gradasi eluen dari
yang bersifat polar ke non polar ataupun sebaliknya. Fase gerak yang digunakan
untuk ektstrak kayu angin adalah n-heksan: etil asetat dengan perbandingan 3:2
Bersihkan kolom kromatografi, kemudian pada bagian ujung dengan keran,
sumbat dengan kapas atau kain kasa, tujuannya yaitu agar fasa diam tertahan dan
tidak ikut keluar. Kemudian masukkan bubur silica ke kolom dengan bantuan
corong, lalu diamkan selasa 15 menit, dibiarkan agar silika gel dapat memadat
dengan baik dan permukaannya rata. Silika gel yang memadat digunakan untuk
memisahkan senyawa dari zat organiknya. Sekanjutnya masukkan eluen berupa n
– heksana setinggi 5-7 cm kemudian masukkan preadsorbsi secara perlahan, dan
pastikan preadsobsi tidak lengket di dinding kolom. Sebelum melakukan
kromatografi lakukan elusi terhadap sampel terlebih dahulu. Elusi adalah proses
ekstraksi suatu bahan dari bahan lainnya dengan cara mencuci menggunakan
pelarut, seperti dalam pencucian resin penukar ion yang telah jenuh untuk
menghilangkan ion yang tertangkap. Elusi dilakukan dengan mengalirkan eluen
dari corong kolom. Eluen akan mendorong zat yang akan diisolasi sehingga dapat
melewati fasa diam dan menghasilkan eluat. Eluat kemudian ditampung
menggunakan vial, ganti vial setelah penuh dan susun berderet mulai dari eluat
pada vial pertama hingga vial dengan eluat terakhir.
Penampungan dapat dihentikan ketika warna pada eluat sudah memudar
atau dapat dipastikan dengan mengujinya dengan menggunakan KLT. Pengecekan
pada KLT juga menggunakan eluen yang sama yaitu N – heksan : etil asetat = 3:2.
Pada KLT pengecekan senyawa atau identifikasi senyawa dilakukan dengan
membandingkan Rf pada larutan standar dengan larutan sampel. Jika Rf yang
didapat sudah tidak sama, berarti kandungan senyawa tersebut sudah habis dan
kromatografi kolom dapat dihentikan.
Selanjutnya dapat dilakukan pemurnian senyawa dengan rekristalisasi, yaitu
dengan menkristalkan senyawa dengan menggunakan 2 pelarut, dimaa salah satu
pelarut dapat melarutkan sampel namun pelarut lainnya tidak dapat melarutkan
senyawa yang akan diisolasi, disini ialah asam usnat, sehingga asam usnat akan
didesak kembali ke bentuk padat atau kristal karena sifatnya yang tidak dapat larut
pada pelarut tersebut, sehingga dihasilkan senyawa yang murni. Kemudian dapat
diuji kemurniannya dengan menggunakan pengukuran titik didih ataupun melting
poin senyawa yang dibandingkan dengan literatur.
Proses selanjutnya adalah kromatografi lapis tipis asam usnat. Pelarut yang
disiapkan dimasukkan ke chamber, dan lakukan penjenuhan yang bertujuan untuk
menjenuhkan tekanan dalam chamber sehingga menurunkan uap air yang ada di
chamber yang dapat mengganggu proses kenaikan dari sampel dan
menyeimbangkan tekanan sehingga senyawa dapat naik secara maksimal.
Dilakukan penyiapan plat KLT dan diberi garis bata atas dan garis bawah,
totolkan asam usnat dengan pembanding, totolan harus berada diatas eluen dan
tidak boleh bersinggungan karena jika menyatu dengan eluen akan menyebabkan
larutnya totolan tersebut. Penotolan asam usnat adalah Kristal asam usnat yang
sudah dilarutkan, begitupun Kristal pembanding. Elusi dengan eluen sampai batas
atas, kemudian keluarkan dari chamber. Jika persiapan selesai, lakukan KLT dan
lihat hasilnya di bawah sinar UV. Sebelumnya juga dapat di berikan reagen
penampak noda, karena sampel kita asam usnat yang merupakan fenolik, maka
gunakan reagen FeCl3 dengan hasil noda berwarna hitam. Hasil KLT yang baik
adalah jika tidak terjadi tailing, dan bentuk noda yang bulat. Pada proses KLT ini
merupakan KLT fasa normal dimana fase diamnya berupa larutan polar dan fasa
geraknya adalah non-polar, dengan perbanding n- heksan : etil asetat 4:1.
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dari pengamatan ketika dilihat di bawah
sinar UV didapatkan jarak noda 1,7 cm dan panjang lintasan 3 cm dengan harga
Rf antara 0,47-0,55. Harga Rf yang diperoleh dari plat sampel sedikit berbeda
dengan harga Rf senyawa pembanding yaitu 0,57 karena jaarak noda 1,7 dengan
lintasana pelarut yaitu 3 cm. Berdasarkan rentang Rf yang baik antara 0,2-0,8 dan
jarak pada percobaan antara sampel dengan pembanding tidak terlalu jauh maka
dapat dikatakan hasil isolate asam usnat yang terdapat pada usnea sp sudah baik.
Pada kromatografi fasa normal ini senyawa yang kurang polar dielusi lebih awal
karena senyawa nonpolar paling baik kelarutannya dalam fasa gerak. Peningkatan
kepolaran fasa gerak dapat memperpendek waktu elusi.
Selain dengan melakukan pengamatan pada sinar UV-Vis panjang
gelombang 254 nm dan 366 nm, hasil KLT dapat dilihat dengan memberikan
penampak noda. Pada senyawa golongan fenolik, penampak noda spesifik yang
digunakan adalah FeCl . Reaksi yang terjadi antara FeCl dengan senyawa
3 3

golongan fenolik  adalah adalah reaksi pembentukkan kompleks antara ion logam
Fe 3+ dengan gugus OH pada senyawa sebagai penanda senyawa fenolik. Ikatan
Fe-OH inilah yang akan mempresentasikan warna ungu sebagai hasil reaksi. Fe
3+ dapat mengikat 6 gugus fenolik, semakin banyak ikatan yang terjadi, semakin
pekat warna yang dihasilkan dan mengindikasikan kadar fenolik yang juga
semakin meningkat. Berikut reaksi antara senyawa golongan fenolik dengan
FeCl :
3
Setelah dilakukan penambahan reagen penampak noda kemudia,lakukan
perhitungan rendemen. Rendemen adalah perbandingan antara berat ekstrak yang
diperoleh dibandingkan dengan berat simplisia awal atau perbandingan berat
senyawa murni dibandingkan dengan berat ekstrak dalam bentuk persentase.
Massa kristal yang diperoleh adalah sebesar 0,2913 gram dibagi dengan massa
total sampel awal sebesar 200 gram, lalu dikalikan dengan 100%. Dengan
demikian, didapatkan % rendemen dari kristal asam usnat adalah sebesar 0,146 %.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan
1. Senyawa fenolik yang terdapat di dalam kayu angin (Usnea sp.) adalah asam
usnat.
2. Metode isolasi senyawa asam usnat dilakukan dengan maserasi menggunakan
etil asetat dan dilanjutkan dengan kromatografi kolom.
3. Filtrat hasil maserasi diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator untuk
memisahkan antara pelarut dengan ekstrak.
4. Pada ekstrak yang hampir kental ditambahkan bubuk silika untuk menyamakan
bentuk ekstrak dengan silika.
5. Silika gel yang digunakan lebih baik yang sudah diaktifkan terlebih dahulu.
6. Prinsip dari kromatografi kolom adalah adanya perbedaan daya serap dari
masing-masing komponen yang akan diuji dengan menggunakan prinsip
gravitasi.
7. KLT dilakukan untuk memastikan apakah benar kristal yang terbentuk adalah
kristal dari senyawa-senyawa triterpenoid serta untuk memastikan bahwa
kristal yang terbentuk telah berada dalam keadaan murni.
8. Eluen yang digunakan untuk Metode KLT Usnea Sp. Ini ialah n-heksan : Etil
asetat (3:2)
9. Hasil KLT dari asam usnat diamati dengan menggunakan penampak noda
FeCl . 3

10. % Rendemen isolat yang diperoleh sebesar 0,146 %.


V.2 Saran
1. Hati-hati dalam menggunakan rotary evaporator
2. Perhalus lagi ukuran dari sampel kayu angin agar didapatkan maserat yang
baik
3. Lakukan rekristalisasi berulang kali agar didapatkan senyawa murni dan hasil
KLT yang baik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Marlina, T; Dini I; Maryono. Isolasi Senyawa Alkaloid dari Fraksi Ekstrak
Kloroform Usnea Sp. Jurnal FMIPA Universitas Negeri Makassar. 2018.
P;137-140.
2. Agustina, L.R.Rekristalisasi Garam Rakyat Dari daerah Demak Untuk
Mencapai SNI Garam Industri. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol. 2
Nomor 4. UNDIP. Semarang ; 2013
3. Fitriani L, Saputra F, Melisa M, Zaini E. Studi Awal Sediaan Gel Ekstrak
Etanol Kayu Angin (Usnea Sp.) untuk Penyembuhan Luka Bakar. J Sains
Farm Klin. 2018;5(2):83
4. Maulidiyah dkk. Potensi Antijamur Terhadap Aspergillus Flavus Senyawa
Metabolit Sekunder Organisme Lichen Teloschistes Flavicans. J Inovasi
Sains Dan Teknologi (INSTEK). 2019, 2(1): 2655- 0563
5. Jannah M, Afifah N. Studi Kayu Angin (Usnea Sp.) Sebagai Bahan Obat
Tradisional Studi Kasus: Pasar Tradisional Kota Jakarta. Teknosains Media
Inf Sains Dan Teknol. 2020;14(1):61–7
6. Miftahul jannah & Nida Afifah. Studi Kayu Angin (Usnea Sp.) Sebagai
Bahan Obat Tradisional. Studi Kasus: Pasar Tradisional Kota Jakarta .
Jurnal Teknosains, Volume 14, Nomor 1 ; 2020, hlm.(61 – 67)
7. Amalia Rizki,Guntur TrimulyonoAktivitas Antibakteri Ekstrak Lichen
Usnea subfloridana terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli FNCC
0091 dan Staphylococcus aureus FNCC 0047. LenteraBio Vol. 8 No. 2, Mei
2018: 175–181
8. Maulidiyah, dkk. Isolasi dan Identifikasi Senyawa (-)-Asam Usnat dari
Lichen Usnea Sp. serta Aktivitas Sitotoksiknya terhadap Sel Murine
Leukemia P388.Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia.( 40-44). 2015
9. Nuraini, Ilyas A, lin N. Identifikasi dan Karakterisasi senyawa bioaktif
antikanker dari ekstrak etanol kulit batang kayu bitti. Al Kim. 2015;
10. Yusuf, Yusnidar. Isolasi dan penentuan struktur molekul senyawa kimia
serta uji aktivitas biologi dari thallus ramalina. Aceh : serva bumi persada.
2018.

11. Brisdelli F, Perilli M, Sellitri D, Piovano M,Garbarino JA, Nicoletti M,


Bozzi A, Amicosante G, Celenza G. Cytotoxic Activity and antioxidant
capacity of purified Lichen metabolites: An in vitro study. Phytotherapy
Research. 2012. X:XXX (DOI: 10.1002/ptr.4739).

Anda mungkin juga menyukai