II.1.1 Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Thallopyta
Sub Division : Lichenes
Ordo : Ascolichenes
Famili : Usneaceae
Genus : Usnea
Spesies : Usnea sp. (1)
II.1.2 Morfologi
Tumbuhan kayu angin berbentuk dengan benang tebal berwarna
hijau kelabu atau putih keabu-abuan dan dapt mencapai panjang 30 cm dengan
posisi menjuntai. Kayu angin tumbuh menempel secara tegak atau berjumbai pada
kulit pohon, panjangnya 30 cm atau lebih. Batang berbentuk benang, umumnya
bulat memanjang, cabangnya bervariasi, sering kasar, berwarna hijau kelabu atau
hijau kekuningan. (2)
Kayu angin (Usnea sp.) termasuk family dari lichens. Tubuh
lichen yang disebut dengan thallus berwarna mulai dari putih keabuan, coklat
bahkan hitam. Bagian tubuh lichen yang memanjang disebut dengan hifa. Hifa
merupakan organ vegetative dari thallus atau miselium yang biasanya tidak
didapatkan pada fungi yang biasanya didapatkan pada fungi yang bukan lichen.
(3)
II.1.3 Sebaran dan distribusi
Usnea sp. Merupakan salah satu spesies lichen yang termasuk
dalam suku usneaceae. Usnea sp. terdapat di daerah pegunungan di Indonesia,
Malaysia, India, China, jepang, Eropa, Amerika, Afrika, Amerika Tengah,
Australia, dan Selandia Baru. Di Indonesia, kayu angin dapat ditemukan hampir
semua pegunungan dengan ketinggiaan mulai 1000 m dari permukaan laut. Di
jawa kayu angin ditemukan di pegunungan antara lain di Cibodas, Jawa Barat,
dan pegunungan Jawa Timur. Di Sumatera ditemukan di kaki gunung Kerinci.
(3)
Laju pertumbuhan Usnea sp. sangat lambat, rata-rata antara 1-10
mm pertahun dan dapat diperbanyak dengan spora. Usnea sp. hidup subur pada
udara yang bersih, terkena sinar matahari langsung dan sangat peka terhadap
pencemaran udara. Lichen ini tidak bisa bertahan hidup pada udara yang kotor.
Kayu angin hidup sebagi epifit pada cabang-cabang pohon dari berbagai jenis
spesies tumbuhan berbunga yang memiliki kulit pohon dengan permukaan yang
kasar. (4)
II.1.4 Sinonim
Usnea memiliki banyak nama daerah seperti beard lichen atau
old man’s beard (Eropa), tahi angin ( Malaysia), kayu angin atau rasuk angin
(Jawa Tengah dan Yogyakarta), tae angen (Madura), janggutan resi (Bali),
jenggot cina (Jawa Timur), cirik angin (Sumatra-Minang), gori ma iho, tai angin
(Selawesi), janggut ndurabin, janggut rabitson (batak), dan janggot kai (Jawa
Barat). (5)
II.2 Kandungan Kimia
Kandungan dari senyawa lichen ini terdiri dari turunan asam amino,
asam pulvinat, peptide, gula alcohol, terpenoid, steroid, karotenoid, asam
alifatik, fenol monosiklik, depsida, depsidone dibenzefuran, antrakuinon, xanton
dan turunan terpen lainnya. Kelompok senyawa ini memberikan aktivitas
pengobatan yang jarang ditemukan pada tumbuhan maupun organisme lain.
Senyawa kimia sebagai aktivitas biologi sehingga sudah diisolasi dari lichen
kurang lebih 350 dan 200 dari senyawa tersebut setelah dikareterisasi. Umumnya
berbentuk kristal jarum yang memiliki bobot molekul rendah. (6)
Kandungan kimia kayu angin adalah salazanic acid, protocetaric acid,
asam usnic, dan sodium. Kayu angin dimanfaatkan untuk membuat krim, pasta
gigi, deodorant, dan produk tabir surya. Kayu angin berkhasiat untuk mengobati
masuk angin, pegal-pegal, diare, sariawan, dan disentri. (7)
Gambar 2.2 Struktur molekul asam usnat
Selain asam usnat, beberapa peneliti menemukan asam-asam lainnya
yang ada dalam Usnea sp. misalnya U. barbata mengandung asam barbatat, U.
rubicunda mengandung asam galbinat, asam salizinat dan asam norstiktat. U.
aspera mengandung asam norstiktat. Selain itu, di dalam Usnea sp. terkadang
juga mengandung sterol, asam-asam amino, asam askorbat dan beberapa
senyawa kimia yang lain yang baru bisa dibuktikan secara kualitatif. (6)
II.4 Bioaktivitas
II.4.1 Bioaktivitas Ekstrak
Asam usnat dapat secara efektif menghambat pembentukan
biofilm bakteri pada permukaan polimer yang dapat menghambat
staphylococcus, streptococcus, pneumonococcus, dan mycobacterium
tuberculosis. Juga dapat digunakan sebagai anti-inflamasi, analgesic, antikanker
karena mengandung asam usnat. Ekstrak methanol dari Usnea rubrotincta
memiliki aktivitas antioksidan dan antibakteri terhadap S.aureus. (3)
Haluskan
Saring
Pisahkan dengan
kromatografi kolom, fase
diam silica 20x smapel
Rf S1 = 1,7/4
= 0,425
Rf S2 = 1,7/4
= 0,425
Penampak bercak noda di
Rf S3 = 1,8/4 sinar UV 254 nm
= 0,45
Rf S4 = 1,8/4
= 0,45
Rf S5 = 1,85/4
= 0,46
Pembanding = 1,9/4
= 0,47
Penampak bercak noda di
sinar UV 366 nm
3. Massa sampel = 100g
Massa vial + isolate = 10,36 g
Massa vial kosong = 10,25 g
Massa Isolat = 0,11 g
% rendemen = berat senyawa isolat/
berat awal sampel x 100%
= 0,11/100 x 100%
= 0,11%
IV.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa
fenolik dari tanaman kayu angin (Usnea sp.). Tujuan dari praktikum kali ini
adalah untuk dapat memahami prinsip dan melakukan isolasi fenolik asam usnat
dari ekstrak kayu angin beserta analisis kualitatif hasil isolasi dengan
menggunakan metode Kromatografi lapis tipis (KLT).
Sebelum dilakukan ekstraksi dan isolasi, sampel kayu angin
dikeringkan dan dihaluskan. Tujuan pengeringan ini adalah untuk menginaktivasi
enzim yang terkandung di dalam jaringannya, selain itu juga untuk mencegah
tumbuhnya jamur, sehingga sampel bisa digunakan dalam waktu yang lama.
Tujuan sampel dihaluskan adalah agar luas permukaan sampel bertambah
sehingga mempermudah proses pelarutan senyawa-senyawa yang terkandung
didalam sampel. Kemudian sampel dimasukkan ke rotary evaporator untuk
mengentalkan sampel.
Metode ekstraksi yang digunakan dalam praktikum ini ialah maserasi.
Serbuk kayu angina dimaserasi menggunakan etil asetat dengan ketinggian
pelarut sampai merendam permukaan sampel. Maserasi dilakukan selama 3 x 24
jam pada suhu kamar. Etil asetat merupakan pelarut yang bersifat semi polar
sehingga dapat meanarik senyawa yang bersifat polar maupun non polar,
memiliki toksisitas rendah, dan mudah diuapkan sehingga dapat digunakan untuk
ekstraksi kayu angin yang bersifat semipolar. Pemilihan pelarut penting agar
senyawa yang ditarik benar-benar terdapat pada pelarutnya.
Maserat yang telah didapat kemudian diuapkan dengan rotary
evaporator untuk menghilangkan pelarut yang masih tergabung dalam ekstrak.
Etil asetat yang memiliki titik didih yang rendah akan menguap dan menyisakan
zat aktif pada rotary evaporator. Penguapan terjadi karena adanya pemanasan
yang dipercepat oleh putaran labu alas bulat.
Selanjutnya pemisahan dan pemurnian untuk didapatkan asam usnat
dari Usnea sp. dilakukan dengan kromatografi kolom. Kromatografi kolom
bertujuan untuk purifikasi dan isolasi komponen dari suatu campurannya. Metode
pembuatan kolom terbagi menjadi 2, yakni metode kering dan metode basah.
Pada metode kering, kolom diisi dengan fase diam bubuk yang kering, lalu diikuti
dengan penambahan fase gerak. Sedangkan pada metode basah, dibuat menjadi
bubur (slurry) yang disiapkan dari eluen dengan fasa diam bubuk dan kemudia
dengan hati-hati dituangkan ke dalam kolom. Pada praktikum dingunakan metode
kolom basah.
Dirangkai alat kromatografi kolom. Terlebih dahulu dibuburkan silica
gel 60 dengan menggunakan etil asetat, diaduk-aduk hingga homogen lalu
dimasukkan ke dalam kolom kromatografi. Kemudian dielusi dengan n-heksan
dan etil asetat (4:1). Kemudian di bawah kolom tersebut diletakkan kapas dan bila
perlu pasir agar posisi sejajar dan tidak merambat kebwah, sehingga hasil dari
pemisahaan berlangsung dengan baik. Setelah itu masukkan bubuk silica tadi ke
dalam kromatografi kolom dan selanjutnya masukkan fase gerak berupa n-heksan
dan etil asetat (4:1) secara perlahan-lahan dan diatur sehingga aliran fasa yang
keluar dari kolom sama banyaknya dengan penambahan fase gerak dari atas.
Ditingkatkan kepolaran dengan cara menambahakan fasa gerak dari atas. Hasil
yang diperoleh ditampung dalam botol vial setiap ± 10 mL, lalu di KLT dan
digabung fraksi dengan harga Rf yang sama lalu diuji dengan FeCl3 5%.
Kemudian sampel yang telah didapatkan di biarkan mengkristal.
Kristal yang didapat berwarna kuning kehijauan sebelum direkristalisasi. Kristal
yang diperoleh ini selanjunya direkristalisasi dengan menggunakan etil asetat dan
n-heksan, sebab masih memungkinkan krital yang dihasilkan masih mengandung
pengotor sehingga diharapkan dapat diperoleh kristal yang benar-benar murni.
enggunaan heksan bertujuan untuk menarik senyawa-senyawa yang bersifat
non polar pada ekstrak yang diperoleh. Setelah diperoleh kristal yang cukup bersi
h, biarkan kristal hingga mongering.
Dari praktikum yang dilakukan, diperoleh hasil kristal berwarna
kuningcerah berbentuk jarum. Kristal yang didapatkan memiliki warna dan
bentuk yangsama dengan yang terdapat pada literatur tentang asam usnat. Nilai
rendemenyang didapat sebesar 0,11 %.
Proses selanjutnya ialah analisis kualitatif dengan metode
KLT.Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu metode kromatografi
yangdidasarkan pada prinsip adsorbsi dan partisi. KLT dilakukan untuk
analisiskualitatif berdasarkan perbandingan nilai Rf sampel dan standar. Prinsip
dari KLTialah pemisahan yang terjadi didasarkan pada perbedaan distribusi dan
migrasisenyawa dimana kecepatan distribusi tergantung pada interaksi antara
senyawadengan dua fase yang berbeda yaitu fase diam dan fase gerak. Senyawa
yangterikat kuat oleh fase diam akan tertahan dan terelusi lebih lama
dibandingkandengan senyawa yang terikat lemah dimana senyawa yang terikat
lemah akanlebih mudah terbawa oleh fase gerak dan terelusi pada plat. Daya
ikatan antarasenyawa dan kedua fase didasari pada sifat polaritasnya. Digunakan
KLT fasenormal yaitu fase diam cenderung lebih polar yaitu silika gel 60 F
254 dan fasegerak n-heksan:etil asetat (4:1).
lat KLT ditotolkan dengan sampel kristal yang telah dilarutkan. Plat
yangsudah ditotolkan kemudian dimasukkan dalam chamber dan dielusi hingga
eluen mencapai batas atas plat (batas telah dibuat sebelum mulai penjenuhan)
kemudian dihitung nilai Rf nya untuk membandingkan hasil.
Hasil spot bercak yang muncul diamati melalui lampu UV
254.Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dari pengamatan ketika dilihat
dibawah sinar UV 254 nm didapatkan harga Rf nya cukup stabil anatara 0,425
sampai 0,46. Harga Rf yang diperoleh dari plat sampel berbeda dengan harga Rf
senyawa pembanding yaitu 0,47. Hal ini dapat dikatakan bahwa sampel telah
murni karena hampir sesuai dengan nilai Rf pembanding.
V. Kesimpulan dan Saaran
V.1Kesimpulan
- Dari 100 gram Usnea sp. kering didapatkan kristal sebanyak 0,11
gram.
- Kristal berwarna kuning dan berbentuk jarum.
- Rendemen yang didapatkan sebesar 0,11%.
- Harga Rf yang didapat mendekati pembanding 0,47 yaitu 0,425 –
0,46.
V.2Saran
- Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait metode ekstraksi
dan pelarut yang paling baik untuk mendapatkan hasil ekstraksi
dan isolasi yang maksimal.
- Perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut dari hasil tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tjitrosoepomo G. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press; 2014.
2. Roziaty E. Lichen : Karakteristik Anatomis Dan Reproduksi Vegetatifnya. J
Pena Sains. 2016;3(1):44–53.
3. Marlina T, Dini I, Maryono. Isolasi Senyawa Alkaloid dari Fraksi Ekstrak
Kloroform. Semin Nas LP2M UNM. 2017;137–40.
4. C M. Ekstraksi, pemisahan senyawa, dan identifikasi senyawa aktif. J Kesehat.
2014;7(4):361–7.
5. Jannah M, Afifah N. STUDI KAYU ANGIN (Usnea spp.) SEBAGAI BAHAN
OBAT TRADISIONAL Studi Kasus: Pasar Tradisional Kota Jakarta.
Teknosains Media Inf Sains Dan Teknol. 2020;14(1).
6. Hasan A, Ode Irna W, farah Adiba Nurdin D. Potensi Anti Jamur Terhadap
Aspergillus Flavus Senyawa Metabolit Sekunder Organisme Lichen
Teloschistes Flavicans. Inov Sains dan Teknol. 2019;2(1):563.
7. Hesti Mulyani, Sri Harti Widyastuti dan VIE. TUMBUHAN HERBAL
SEBAGAI JAMU PENGOBATAN TRADISIONAL TERHADAP
PENYAKIT DALAM SERAT PRIMBON JAMPI JAWI JILID I. Penelit
Hum. 2016;21(2):73–91.
8. Fitriani L, Saputra F, Melisa M ZE. Studi Awal Sediaan Gel Ekstrak Etanol
Kayu Angin (Usnea Sp.) untuk Penyembuhan Luka Bakar. J Sains Farm Klin.
2018;5(2):83.
9. Atika RD. KARAKTERISASI DISPERSI PADAT HASIL SPRAY DRYING
ASAM USNAT-PVP K30. Padang: Andalas University Press; 2018.
10. Reshmi SK SE dan DP. Isolation of Piperidine from Piper nigrum and its anti
proliferative activity. African J Pharm Pharmacol. 2012;4(8):526–73.