Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN AWAL PRAKTIKUM

KIMIA BAHAN ALAM

OBJEK III

ISOLASI SENYAWA FENOLIK DARI KAYU ANGIN

(Usnea sp.)

NAMA : EUGENIA SHEPANY

NO.BP : 1911012040

HARI/TANGGAL : SENIN/8 MARET 2021

SHIFT :1
LABORATORIUM KIMIA BAHAN ALAM

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2021

I. TUJUAN
1. Mengetahui dan mempraktekkan cara mengisolasi senyawa
golongan fenolik.
2. Mengetahui cara mengidentifikasi senyawa golongan fenolik.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Botani
2.1.1 Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisio : Thallophyta
Sub divisio : Lichenes
Ordo : Ascolichenes
Familia : Usneaceae
Genus : Usnea
Species : Usnea dasypoga (Ach.) Nyl(1).
2.1.2 Morfologi

Usnea sp berbentuk fructicose seperti semak-semak, kadang-kadang


berbentuk seperti rambut atau tali dan melekat pada daun, cabang pohon dan
batu. Panjang mencapai 2 meter. Pada penelitian ini ditemukan pada cabang
pohon dan panjang nya 1-5 cm (2).

2.1.3 Habitat dan Distribusi

Usnea sp. adalah lichen yang menempel pada kulit pohon dalam
posisi tegak atau berjurai. Tumbuh di ketinggian lebih dari 1000 m di atas
permukaan laut(3). Usnea sp tersebar di beberapa bagian Eropa dintaranya
Austria, Bulgaria, Republik Cheska, Denmark, Estonia, Finlandia, Jerman,
Yunani, Italia, Latvia, Lithuania, Norwegia, Polandia, Rumania, Rusia
(bagian utara, Kaukasus), Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiss, dan
Ukraina(4). Usnea sp. terdapat di daerah pegunungan di Indonesia, Malaysia,
India, China, Jepang, Eropa, Amerika, Afrika, Amerika Tengah, Australia,
dan Selandia Baru, Inggris. Di Inggris ditemukan di daerah Wales dan
Skotlandia, sedangkan di Afrika banyak ditemukan di Afrika Timur pada
ketinggian 10004000 m dari permukaan laut. Di Indonesia, Usnea sp. dapat
ditemukan hampir semua pegunungan dengan ketinggian mulai 1000 m
dari permukaan laut (5).

2.2 Kandungan Kimia

Beberapa senyawa yang terkandung dalam Usnea sp. yang telah diteliti
adalah sebagai berikut :

1. (+) - Asam usnat, merupakan komponen utama yang ditemukan hampir


pada semua tanaman Usnea sp. dengan rumus molekul C18H16O7,
berbentuk kristal jarum/prisma berwarna kuning, mempunyai titik leleh
203 - 204 oC, rotasi optik spesifik [α]D 20 = 495o(6).
2. (-) - Asam usnat, dengan rumus molekul C18H18O7, berbentuk kristal
jarum/prisma berwarna kuning, mempunyai titik leleh 203 - 204 oC, rotasi
optik spesifik [α]D 20 = - 495o(6).
3. Antranorin dengan rumus molekul C19H18O8 dengan bobot molekul
374, berbentuk kristal berwarna putih, mempunyai titik leleh 196 oC,
terdapat pada U. articulata dan U. canariensis(6).
4. Asam Barbatat, dengan rumus molekul C19H20O7, berbentuk kristal
jarum, mempunyai titik leleh 187 oC(6).
5. Asam Isobarbatat, dengan rumus molekul C19H20O7, berbentuk kristal
putih, mempunyai titik leleh 216 - 217 oC, terdapat di dalam U. articulata
L. Hoffm(6).
6. Asam Difraktat, dengan rumus molekul C20H22O7 mempunyai titik leleh
189-190 oC, terdapat di dalam U. diffracta Vain, U. angulata Ach. dan U.
certain Ach(6).
7. Asam 8-Hidroksi difraktat, dengan rumus molekul C20H22O8,
mempunyai titik leleh 156 - 158 oC, contohnya terdapat pada U.
longisima Ach(6).
8. Asam Squamatat, dengan rumus molekul C19H18O9 dengan bobot
molekul 390, berbentuk kristal, mempunyai titik leleh 228 - 229 oC,
terdapat pada U. comosa (Ach) Rohl(6).

(a) (b)
(c)

Gambar 2. Struktur (+) - Asam usnat (a), (-) - Asam usnat (b), Antranorin (c).

2.3 Kegunaan Tradisional

Spesies lichen genus Usnea digunakan untuk pengobatan berbagai


penyakit seperti diare, bisul, infeksi saluran kemih, tuberkulosis, pneumonia,
sakit perut, anti-jamur, patogen bagi manusia, dan penyakit jamur ternak.
Beberapa kegunaan lain dari spesies ini adalah untuk penguat, pertumbuhan
rambut, penyembuhan sterilitas, flavoring agent, penyakit paru, antiseptik,
antituberkulosis dan anti-virus. Spesies Usnea adalah sumber antibiotik dan
antijamur yang paling umum, terutama asam usnik. Spesiesnya memiliki
potensi luas untuk diaplikasikan sebagai obat. Usnea digunakan untuk
menurunkan berat badan, nyeri, kontrol demam, dan penyembuhan luka; dan
untuk membuat dahak lebih mudah batuk. Tercatat bahwa Usnea telah
digunakan langsung pada kulit untuk sakit mulut dan tenggorokan (6).

U. longissima tumbuh umum pada kulit kayu, sebagian besar pada


ranting pohon, semak-semak dan di atas tanah dan batu di daerah beriklim
sedang dan alpine di India, dikenal secara lokal sebagai "Syara" oleh Bhotia
dan Garhwalis di daerah terpencil di distrik Uttarkashi, Uttarakhand, India
dan digunakan untuk membuat bantal. Suku Baiga madhya Pradesh, India
menggunakan spesies ini bersama dengan bahan-bahan lain untuk mengobati
patah tulang. Demikian juga orang Yunani kuno menggunakan lumut sebagai
obat-obatan. Hippocrates merekomendasikan lichen, mungkin U. barbata,
untuk keluhan rahim. Orang Cina menggunakan U. longissima sebagai
aplikasi bubuk untuk menyembuhkan ulkus eksternal dengan nama "Sun-Lo".
Ini juga merupakan bahan utama dari pengobatan Cina. Di Cina, spesies
Usnea ini juga disebut sebagai jenggot "Lao-tzu", "Kasa pinus" dan digunakan
untuk menghentikan pusing berkeringat dingin, nyeri dan dahak. U. longissima
masih memanfaatkan hari ini sebagai tingtur untuk mengobati limfadenitis
tuberkulosis. Di Andes Bolivia, U. longissima secara komersial dijual sebagai
obat tradisional untuk batuk dan suara serak. Orang Indian Nitinaht juga
menggunakan spesies itu untuk luka, di Turki. U. longissima digunakan dalam
pengobatan tukak lambung oleh orang Anatolia sebagai obat tradisional.
Spesies ini juga digunakan untuk menyaring kotoran dari lapangan panas
sebelum pitch digunakan sebagai obat. Dalam kedokteran Yunani, telah
digunakan untuk merangsang menstruasi atau menginduksi aborsi, diambil
secara oral dan dimasukkan ke dalam vagina. Namun, itu digunakan untuk
mengobati kanker, tuberkulosis, dan bisul di Turki. Ini juga digunakan sebagai
dekongestan dan untuk pengobatan lokal bisul dan tuberkulosis oleh orang
Tionghoa. U. barbata digunakan untuk mengobati infeksi susu pada sapi (6).

Di Filipina, telah digunakan untuk luka, dicincang, dan dicampur


dengan minyak kelapa, dioles pada luka dan untuk nyeri perut di mana rebusan
digunakan sebagai minuman. Namun, di Eropa digunakan untuk pendarahan
eksternal, batuk rejan, penyakit kuning, dan penumbuh rambut. Orang Spanyol
menggunakannya sebagai drying agent dan antiseptik untuk retakan dan iritasi
kaki (6).

2.4 Bioaktivitas
2.4.1 Ekstrak
2.4.1.1 Aktivitas antifungi dan antimikroba

Aktivitas antimikroba Usnea sp. (U. hirta, Usnea lapponica Vain., dan
Usnea strigosa (Ach.) Pers.) ekstrak metanol dan aseton terhadap E. coli, P.
aeruginosa, S. aureus, dan MRSA oleh microbroth dilution assay
menunjukkan bahwa E. coli tahan terhadap ekstrak Usnea sp. Strain bakteri
sensitif terhadap Usnea sp. ekstrak aseton. U. hirta memiliki aktivitas
antibakteri tertinggi dibandingkan dengan yang lain, diikuti oleh U. strigosa
dan kemudian U. lapponica. Aktivitas antibakteri Usnea sp. ekstrak aseton
lebih tinggi dari ekstrak metanolnya. Nilai MIC ekstrak aseton U. hirta adalah
3,9, 7,8, dan 7,8 μg/mL untuk P. aeruginosa, S. aureus, dan MRSA, masing-
masing. Nilai MIC yang sesuai adalah 15,6, 31,25, dan 62,5 μg/mL untuk
ekstrak metanol U. hirta. Asam usat, asam salazinat, dan asam konsalazin
diisolasi dari U. hirta, sementara asam usat diisolasi dari U. lapponica dan
asam usat, asam norstikat dan asam gallbinic diidentifikasi di U. strigose (7).

2.4.1.2 Aktivitas Antiplatelet dan antitrombotik

Ekstrak metanol dari Usnea longissima diselidiki secara in vitro pada


agregasi platelet dan in vivo pada trombosis paru untuk menentukan aktivitas
antiplatelet dan antitrombotik. Penelitian ini menunjukkan efek penghambatan
tergantung konsentrasi dengan nilai IC50 3,6 mg / m dari ekstrak pada agregasi
platelet yang diinduksi ADP. Longissiminone A yang diisolasi dari U.
longissima menunjukkan aktivitas anti-inflamasi dalam uji kontemporer
berbasis sel (8).

2.4.2 Metabolit Sekunder


2.4.3 Aktivitas Antibakteri

Sebuah penelitian dilakukan untuk menilai efek in vitro dari asam usnat
diisolasi dari U. dasypoga terhadap isolat klinis dan strain pylori Helicobacter
standar. Tingkat kerentanan ganda terhadap asam usnik dan klaritromisin
terdeteksi sangat tinggi (97,3%). Asam usat memiliki aktivitas yang kuat dan
tergantung dosis terhadap strain H. pylori. Sinergisme antara asam usnik dan
klaritromisin juga diamati dan mungkin efektif dalam pengobatan infeksi H.
pylori (9).

2.4.4 Aktivitas Kanker


Asam usnat menunjukkan aktivitas anti-proliferasi terhadap garis sel
kanker payudara yaitu p53 tipe liar (MCF7) dan p53 non-fungsional
(MDAMB-231) serta terhadap garis sel kanker paru H1299. Aktivitas anti-
kanker non-genotoksik asam urat dengan cara p53-independen perlu diselidiki
lebih lanjut. Dengan demikian, asam usnat memiliki potensi untuk pengobatan
tumor baik sebagai terapi sistemik atau sebagai agen topikal. Uji kemoprevensi
kanker dirancang menggunakan asam usnat untuk mendeteksi potensi inhibitor
promosi tumor. Hasilnya adalah asam usnat memberikan efek penghambatan
yang kuat (ED50 1.0 μg / ml) terhadap aktivasi virus Epstein-Barr yang
diinduksi oleh teleocidin B - 4 penggerak tumor yang kuat (6)

2.5 Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat dengan pelarut sehingga


terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Seringkali
campuran bahan padat dan cair tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan
metode pemisahan mekanis atau termis. Misalnya saja, karena komponennya
saling bercampur secara sangat erat, peka terhadap panas, beda sifat-sifat
fisikanya terlalu kecil, atau tersedia dalam konsentrasi yang terlalu rendah.
Dengan adanya kontak dengan pelarut, zat terlarut (solute) yang terkandung
dalam umpan akan terlarut di dalam pelarut. Dengan kata lain pemisahan
dengan proses ekstraksi ini akan didasarkan pada perbedaan kelarutan
komponen-komponen yang dipisahkan. Pemisahan yang berlangsung dengan
ekstraksi dapat digolongkan pemisahan fisik di mana komponen terlarut
kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan
kimiawi (10).

Macam-macam Ekstraksi

Metode ekstraksi terbagi menjadi 2 macam

1. Ekstraksi cara dingin


Metode ini artinya tidak ada proses pemanasan selama proses ekstraksi
berlangsung, tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa yang
dimaksud akibat proses pemanasan. Ekstraksi dingin antara lain:

1) Maserasi
Merupakan proses ekstraksi menggunakan pelarut diam atau dengan
pengocokan pada suhu ruangan. Pada dasarnya metode ini dengan cara
merendam sampel dengan sekali-kali dilakukan pengocokan. Pengocokan
dapat dilakukan dengan menggunakan alat rotary shaker dengan kecepatan
sekitar 150 rpm. Umumnya perendaman dilakukan 24 jam dan selanjutnya
pelarut diganti dengan pelarut baru. Namun dari beberapa penelitian
melakukan perendama hingga 72 jam. Selama proses perendaman, cairan
akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif. Kemudian zat aktif akan larut dan karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di
luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut terus
berulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel
dengan larutan di dalam sel. Keuntungan cara ekstraksi dengan maserasi
adalah cara pengerjaan dan peralatan yang sederhana. Namun metode ini
juga memiliki kekurangan, yaitu cara pengerjaannya yang lama dan ekstraksi
yang kurang sempurna (10).
2) Perkolasi
Merupakan cara ekstraksi yang dilakukan dengan mengalirkan
pelarut melalui bahan sehingga komponen dalam bahan tersebut tertarik ke
dalam pelarut. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya
berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosis, adesi,
daya kapiler dan daya geseran (friksi). Hasil perkolasi disebut perkolat.
Perkolasi banyak digunakan untuk mengekstraksi komponen dari bahan
tumbuhan. Pada proses perkolasi, terjadi partisi komponen yang diekstraksi,
antara bahan dan pelarut. Dengan pengaliran pelarut secara berulang-ulang,
maka semakin banyak komponen yang tertarik. Kelemahan dari metode ini
yaitu diperlukan banyak pelarut dan waktu yang lama, sedangkan komponen
yang didapat relatif tidak banyak. Keuntungannya adalah tidak memerlukan
pemanasan sehingga teknik ini baik untuk substansi termolabil (yang tidak
tahan terhadap panas) (10).
2. Ekstraksi cara panas
Metode ini melibatkan panas dalam prosesnya. Dengan adanya panas
secara otomatis akan mempercepat proses ekstraksi dibandingkan cara
dingin.
1) Refluks
Merupakan ekstraksi dengan pelarut yang dilakukan pada titik didih
pelarut tersebut, selama waktu tertentu dan sejumlah palarut tertentu dengan
adanya pendinginan balik (kondensor). Umumnya dilakukan tiga kali sampai
lima kali pengulangan proses pada residu pertama agar proses ekstraksinya
sempurna (10).
Prosedur: Bahan + pelarut -> dipanaskan -> pelarut menguap ->
pelarut yang menguap didinginkan oleh kondensor -> jatuh lagi -> menguap
lagi karena panas -> dan seterusnya. Pelarut akan mengekstraksi dengan
panas, terus menguap sebagai senyawa murni dan kemudian didinginkan
dalam kondensor, turun lagi ke wadah, mengekstraksi lagi dan begitu
seterusnya (10).
Proses ekstraksi dimana sampel yang akan diekstraksi ditempatkan
dalam suatu timbel yang permeabel terhadap pelarut dan diletakkan di atas
tabung destilasi, dididihkan dan dikondensaasikan di atas sampel. Kondensat
akan jatuh ke dalam timbel dan merendam sampel dan diakumulasi
sekeliling timbel. Setelah sampai batas tertentu, pelarut akan kembali masuk
ke dalam tabung destilasi secara otomastis. Proses ini berulang terus dengan
sendirinya di dalam alat terutama dalam peralatan Soxhlet yang digunakan
untuk ekstraksi lipida. Sampel yang bisa diperiksa meliputi pemeriksaan
lemak, trigliserida, kolesterol (10).
2) Digesti
Adalah proses ekstraksi dengan pengadukan kontinu pada temperatur
tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada
temperature 40-50 °C (10).
3) Infundasi
Adalah ekstraksi dengan cara perebusan, dimana pelarutnya adalah
air pada temperature 96-98 °C selama 14-20 menit (10).
2.6 Rekristalisasi
Rekristalisasi

1. Rekristalisasi adalah Teknik pemurnian suatu zat padat dari campuran


atau pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali
zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut (solven) yang sesuai (11).
2. Kristalisasi dikatagorikan sebagai salah satu proses pemisahan yang
efisien. Pada umumnya tujuan dari proses kristalisasi adalah untuk
pemisahan dan pemurnian. Adapun sasaran dari proses kristalisasi
adalah menghasilkan produk kristal yang mempunyai kualitas seperti
yang diinginkan. Kualitas kristal antara lain dapat ditentukan dari tiga
parameter berikut yaitu: distribusi ukuran kristal (Crystal Size
Distribution, CSD), kemurnia kristal (crystal purity) dan bentuk kristal
(crystal habit/shape) (11).
III. PROSEDUR KERJA
3.1 Alat dan Bahan
Alat-alat: Bahan:
Sokhlet Kayu angin (Usnea sp) dibeli dipasar 100 g
Labu destilasi 250 ml Heksana
Konsensor Kertas saring 57
Mantel pemanas Etil asetat
Erlenmeyer 125 ml 2 bh Metanol
Rotari evaporator
3.2 Cara Kerja
1. Bungkus sample kayu angin dengan kertas saring sedemikian
rupa sehingga dapat masuk kedalam alat soklet.
2. Pasang kondensor dan mantel pemanas.
3. Masukkan pelarut n-heksana.
4. Lakukan proses sokletasi sehingga penyarian sempurna.
5. Pekatkan larutan asam usnat dengan rotary evaporator.
6. Tambahkan sedikit etil asetat sehingga kristal asam usnat larut
baik dalam etil asetat panas.
7. Biarkan larutan dalam frizer dan saring kristal yang terbentuk
dengan kertas saring. Bilas kristal dengan methanol dingin.
8. Tentukan titik leleh kristal yang terbentuk
DAFTAR PUSTAKA

1.
Winiati S, Suwarso WP, Cahyana H, Hanafi M. Isolasi Asam-3-asetil-
12ursanen-28-oat dari Talus Lichen Usnea dasypoga (Ach.) Nyl. In: Kimia
Organik, Bahan Alam, dan Biokimia. Jakarta; 2017. p. 452–64.

2. Jannah M, Afifah N. STUDI KAYU ANGIN (Usnea spp.) SEBAGAI


BAHAN OBAT TRADISIONAL Studi Kasus: Pasar Tradisional Kota
Jakarta. Teknosains Media Inf Sains Dan Teknol. 2020;14(1):61–7.

3.
Maulidiyah. Isolasi dan Penentuan Struktur Serta Uji Bioaktivitas Senyawa
Kimia dari Ekstrak Aseton Lichen Usnea blepharea Motyka dan Usnea
flexuosa Tayl. Univesitas Indonesia; 2011.

4.
Randlane T, Tõrra T, Saag A, Saag L, Tiina R, Tiiu T, et al. Key to
European Usnea species. Bibl Lichenol. 2009;100(c):419–62.

5.
Roziaty E. Review : Kajian Lichen : Morfologi, Habitat Dan Bioindikator
Kualitas Udara Ambien Akibat Polusi Kendaraan Bermotor.
Bioeksperimen J Penelit Biol. 2018;2(1):54.

6.
Prateeksha, Paliya BS, Bajpai R, Jadaun V, Kumar J, Kumar S, et al. The
genus Usnea: A potent phytomedicine with multifarious ethnobotany,
phytochemistry and pharmacology. RSC Adv [Internet].

2016;6(26):21672–96. Available from:


http://dx.doi.org/10.1039/C5RA24205C

7.
Sepahvand A, Studzińska-Sroka E, Ramak P, Karimian V. Usnea sp.:
Antimicrobial potential, bioactive compounds, ethnopharmacological uses
and other pharmacological properties; a review article. J Ethnopharmacol.
2021;268(July 2020).

8.
Sharma B, Bhat M. Ethnobiology , Phytochemistry and Pharmacology of
Usnea Longissima : A Review. Int J Sci Res Biol Sci. 2019;6(1):263–9.

9.
Bilen S, Sirtiyah AMA, Terzi E. Therapeutic effects of beard lichen, Usnea
barbata extract against Lactococcus garvieae infection in rainbow trout
. (Oncorhynchus mykiss). Fish Shellfish Immunol [Internet]
2019;87(January):401–9. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.fsi.2019.01.046

10.
Rafsanjani MK, Putri WDR. Karakterisasi Ekstrak Kulit Jeruk Bali
Menggunakan Metode Ultrasonic Bath (Kajian Perbedaan Pelarut dan
Lama Ekstraksi). J Pangan Dan Agroindustri. 2015;3(4):1473–80.

11. Umam FU. Pemurnian Garam dengan Metode Rekristalisasi di Desa


Bunder Pamekasan untuk Mencapai SNI Garam Dapur. J Ilm Pangabdhi.
2019;5(1).

Anda mungkin juga menyukai